Oleh:
Ade Suryana
NIM: 102043224939
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Perkara Cerai Gugat (Studi Kasus di Pengadilan Agama Cibadak Kabupaten Sukabumi)”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 mei 2008 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam pada Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum konsentrasi Perbandingan Hukum.
Jakarta, 29 mei 2008
Mengesahkan: Dekan,
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP : 150 210 422
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua : Dr. H.A.Mukri Aji, MA ( )
NIP : 150 220 544
Sekretaris : H. Muhammad Taufiqi, MAg ( )
NIP : 150 290 159
Penguji I : Dr.H.A.Mukri Aji, MA ( )
NIP : 150 220 544
Penguji II : Ah Azharuddin Lathif, M.Ag ( )
NIP : 150 318 308
Pembimbing I : Dr. Abd. Rahman Dahlan, MA ( )
NIP : 150 234 496
7. Kepada Pengadilan Agama Cibadak-Sukabumi Yang telah meluangkan waktunya dalam proses penulisan skripsi.
8. Terima kasih kepada keluarga besar Bpk. Zarkasih Nur yang telah memberi arahannya selama saya tinggal di Ciputat.
9. Terima kasih kepada sahabat Achmad Safrudin, Muhayar dan Istri Dadan, yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
Sekali Lagi Penulis Ucapkan banyak Terimah Kasih Kepada Semua Pihak Yang Telah Banyak Membantu Dan Mendukung, Serta Membimbing Dan Mengarahkan Penulis Sehinga Terselesaikan Skripsi Ini.
Semoga Skripsi Ini Bermanfaat Untuk Pembaca Sekaligus Khususnya Bagi Penulis Dalam Hal Membuka Cakrawara Kedepan Dalam Prodak Hukum Khususnys Untuk Mengimplementasikan Aturan Hukum Islam Mengenai Cerai Gugat
Jakarta 12 Mei 2008 Penulis,
Ade Suryana
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitiaan ... 5
D. Metode Penelitiaan ... 6
E. Sistimatika Penulisaan ... 8
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYRAKAT CIBADAK KABUPATEN SUKABUMI A. Geogreafis dan Demografis ... 10
B. Sumber-sumber Ekonomi ... 11
C. Tingkat Pendidikan ... 14
1. Penertiaan Secara etimologi ... 21
2. Secara termenologi ... 23
3. Menurut pendapat ulama ... 24
4. Dasar hukum khulu’ ... 28
5. Hukum khulu’... 32
B. Rukun dan syarat khulu’ ... 35
C. Alasan untuk terjadinya khulu’ ... 41
D. Pengertian Stratifikasi Sosial Dibidang Ekonomi ... 47
BAB IV HUBUNGAN STRATIFIKASI SOSIAL DI BIDANG EKONOMI DAN CERAI GUGAT A. proses cerai gugat di pengadilan agama Cibadak sukabumi ... 51
B. Akibat Hukum Dari Cerai Gugat... 58
C. Dampak stratifikasi Sosial di Bidang Ekonomi Terhadap Cerai Gugat... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 73
1
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk berakal mempunyai kewajiban yang lebih berat
dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Mengingat manusia makhluk yang
dikarunia akal dan pikiran disamping rasa dan karsa, maka oleh karenanya manusia
dapat mempertimbangkan perbuatan yang bermanfaat dan mudharat juga berguna
dan tidak berguna, baik dan buruk, walaupun akal itu sendiri kemampuannya terbatas.
Karena manusia memiliki akal pikiran itu, maka kehidupannya diatur oleh syari’at
agama, salah satu yang diatur oleh syari’at agama adalah perkawinan. “Perkawinan
dalam Islam adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin
antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup
keluarga yang diliputi rasa ketenteraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi
Allah.” 1
Syari’at Islam tentang perkawinan ini, bertujuan supaya manusia mempunyai
keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan yang bahagia di dunia dan di
akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridho ilahi. Namun demikian, dalam suatu
ikatan perkawinan tidak selamanya berjalan lancar seperti yang dicita-citakan oleh
pasangan suami isteri, akan tetapi selalu ada tantangan dan hambatan yang
1
mempengaruhinya baik besar maupun kecil. Sehingga terkadang tujuan yang murni
ini tidak dapat terwujud dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan banyak terjadi
perceraian.
Islam sebagai agama yang inklusif dan toleran memberi jalan keluar, ketika
suami istri yang tidak dapat lagi meneruskan perkawinan, dalam arti adanya
ketidakcocokan pandangan hidup dan percekcokan rumah tangga yang tidak bisa
didamaikan lagi, maka Islam memberikan jalan keluar yang dalam istilah fiqh disebut
dengan Thalaq (perceraian). Agama Islam membolehkan suami isteri bercerai,
tentunya dengan alasan tertentu, kendati perceraian itu (sangat) dibenci Allah SWT.2 Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh oleh suami-isteri
dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah mengadakan upaya perdamaian secara
maksimal. Perceraian dapat dilakukan atas kehendak suami atau permintaan si isteri,
perceraian yang dilakukan atas permintaan isteri disebut khulu’ (Cerai gugat).3
Khulu’ adalah permintaan isteri kepada suaminya untuk menceraikan
(melepaskan) dirinya dari ikatan perkawinan dengan iwadh berupa uang atau barang
kepada suami dari pihak isteri sebagai imbalan penjatuhan thalaqnya. Khulu’
merupakan pemberian hak yang sama bagi wanita untuk melepaskan diri dari ikatan
perkawinan yang dianggap sudah tidak ada kemaslahatan sebagai imbalan hak thalaq
yang diberikan kepada laki-laki dimaksudkan untuk mencegah kesewenangan suami
2
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, cet. II, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2002), h.102.
3
dengan hak thalaqnya, dan menyadarkan suami bahwa isteri-pun mempunyai hak
yang sama menuntut cerai dengan imbalan sesuatu.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi relatif tingginya persentase perempuan
dengan status cerai antara lain adalah usia yang relatif muda pada saat melakukan
perkawinan pertama, kondisi sosial budaya, latar belakang pendidikan dan ekonomi.5 Dari faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan kedalam Stratifikasi Sosial di bidang
ekonomi.
Stratifikasi Sosial dalam masyarakat pada dasarnya terbagi dua, yakni
Stratifikasi Sosial berdasarkan perolehan dan Stratifikasi Sosial berdasarkan raihan.
Dalam hal ini yang berkaitan dengan pengaruh cerai gugat adalah Stratifikasi Sosial
yang berdasarkan pada raihan. Menurut Kamanto Sunarto Stratifikasi Sosial
berdasarkan raihan terdiri dari; “1). stratifikasi pendidikan, 2). stratifikasi pekerjaan,
dan 3). Stratifikasi ekonomi.”6
Stratifikasi Sosial tersebut terutama dibidang ekonomi merupakan salah satu
faktor yang dapat menyebabkan keretakan didalam kelangsungan hidup berumah
tangga. Kadangkala sering terjadi strata sosial (tingkatan sosial) khususnya strata
ekonomi ini menjadi pemicu terjadinya cerai gugat. Ketika seseorang memiliki
tingkat sosial yang tinggi, terkadang mereka tidak menghiraukan suami atau isterinya,
4
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (bandung: Pustaka Setia, 2000), cet. ke-1, h. 172
5
Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Profil Statistik dan Indikator Gender Propinsi DKI Jakarta, ( t.p. 2003), h. 107
6
mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Begitu juga ketika tingkat sosial
mereka rendah sering terjadi kekacauan dalam rumah tangga, sang isteri menuntut
kehidupan yang layak sementara suami tidak mampu memenuhinya akhirnya terjadi
perceraian yang digugat oleh istri.
Banyak kasus gugatan cerai yang diajukan di Pengadilan Agama disebabkan
karena suami tidak mampu memberikan nafkah lahir (kebutuhan ekonomi) dalam hal
ini mereka berada dalam strata ekonomi rendah. Namun ada juga kodisi stratifikasi
ekonomi yang tinggi juga menyebabkan suami atau isteri terlalu sibuk mengurus
ekonomi, sehingga kadangkala urusan dibidang rumah tangga terabaikan, serta
dengan kemapanan ekonomi mereka beranggapan, bahwa segala sesuatu bisa dibeli
yang kemudian dapat memicu terjadinya konflik dalam rumah tangga dan berakhir
pada perceraian.
Berdasarkan kasus di atas, penulis tertarik membahas kasus gugatan cerai ini
secara lebih mendalam dalam sebuah skripsi yang berjudul PENGARUH STRATIFIKASI SOSIAL DI BIDANG EKONOMI TERHADAP PERKARA CERAI GUGAT (Study Kasus Pengadilan Agama Cibadak Kabupaten Sukabumi).
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Stratifikasi sosial merupakan tingkatan kedudukan yang dimiliki setiap
individu dalam masyarakat, salah satunya stratifikasi sosial di bidang ekonomi.
terutama dalam ruma tangga. Bila ekonomi seseorang berada pada tingkat menengah
dan tingkat atas sudah dapat dipastikan hidupnya sejahtera dalam segi materi, namun
bukan berarti dapat menentukan kebahagian hidup rumah tangga seseorang, karena
boleh jadi sang suami atau isteri hidup berpoya-poya dengan hartanya yang akhirnya
muncul percekcokan diantara keduanya. Atau sebaliknya bila ekonomi seseorang
berada dibawah sudah tentu hidupnya tidak sejahtera dan dapat menjadi pemicu
pertengakaran suami isteri juga. Maka dengan demikian, menurut penulis strata
ekonomi mempengaruhi keharmonisan dalam rumah tangga. Dan dalam hal ini
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh stratifikasi sosial di bidang ekonomi terhadap terjadinya
cerai gugat di Pengadilan Agama Cibadak – Sukabumi.
2. Bagaimana pengaruh Stratifikasi Sosial di bidang ekonomi dapat
mempengaruhi terjadinya cerai gugat di Pengadilan Agama Cibadak
Sukabumi?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui apakah stratifikasi sosial di bidang ekonomi
mempengaruhi terjadinya cerai gugat di Pengadilan Agama Cibadak-
Sukabumi.
b. Untuk mengetahui sejauhmana pengaruh Stratifikasi Sosial di bidang
ekonomi terhadap cerai gugat di Pengadilan Agama Cibadak-
2. Kegunaan Penelitian
1. Penelitian ini akan memperluas wawasan intelektualitas kepada umat
Islam, para pelaku akademisi, di bidang hukum terutama tentang
pengaruh Stratifikasi Sosial di bidang ekonomi terhadap cerai gugat
2. Fakultas, dapat memberikan sumbagan pemikiran bagi perkembangan
khazanah ilmu pengetahuan dan literature pada Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Metode Penelitian 1. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Sumber data primer, yang dilakukan dengan mengadakan penelitian
dan wawancara langsung kepada perwakilan yang berwenang di
Pengadilan Agama Cibadak - Sukabumi.
b. Sumber data sekunder, yaitu diperoleh dari al-Qur’an, Sunnah,
buku-buku umum, buku-buku-buku-buku Islam dan data-data tertulis lainnya yang
berkaitan dengan judul skripsi ini.
2. Jenis dan Sifat Data
Adapun jenis data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini
adalah jenis data kualitatif yakni deskripsi berupa kata-kata, ungkapan,
norma atau aturan-aturan dari fenomena yang diteliti. Oleh karena itu,
kualitatif mengenai pengaruh Stratifikasi Sosial di bidang ekonomi terhadap
cerai gugat
Sedangkan sifat data dalam penelitian ini termasuk dalam penelitian
yang besifat deskriptif analitis yakni penelitian lapangan yang
menggambarkan data dan informasi di lapangan berdasarkan fakta yang
diperoleh secara mendalam.7 Dengan kata lain penelitian ini untuk menggambarkan pengaruh Stratifikasi Sosial di bidang ekonomi terhadap
cerai gugat secara sistematis, factual dan akurat berdasarkan data yang
didapatkan di Pengadilan Agama Cibadak Sukabumi.
Penelitian ini juga termasuk jenis penelitian kepustakaan
(LibraryResearch), penelitian kepustakaan dilakukan dengan menggunakan
metode yaitu pengkupasan dari buku-buku dan peraturan
perundang-undangan yang mengacu dan berhubungan dengan pembahasan skripsi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini:
a. Penggunaan bahan dokumen, yang diperoleh di Pengadilan Agama
Cibadak Sukabumi
b. Wawancara
Digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih jelas dan akurat
kepada pihak Pengadilan Agama Cibadak Sukabumi.
7
4. Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data deduktif yaitu teknik
analisis yang beusaha menyimpulkan dengan menarik bagian atau hal yang
bersifat khusus dalam bentuk kasus dan data-data lapangan menjadi
kesimpulan umum yang berlaku secara general.
Adapun metode penulisan skripsi ini menggunakan buku pedoman
penulisan skripsi, tesis, dan disertasi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membaginya ke dalam beberapa bab
pembahasan. Adapun sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
metode penelitian, sistematika penulisan.
Bab kedua, merupakan bab yang menguraikan mengai tinjauan umum tentang
masyarakat Cibadak-Sukabumi, yang meliputi: geografis dan demografis, tingkat
pendidikan, sumber-sumber ekonomi dan sekilas tentang pengadilan agama Cibadak
Kabupaten-Sukabumi.
Bab ketiga, merupakan bab yang menguraikan mengenai pengertian umum
pengertian cerai gugat, syarat-syarat cerai gugat, dan rukun cerai gugat, pengertian
Stratifikasi Sosial di bidang ekonomi.
Bab keempat, merupakan bab yang menguraikan mengenai hubungan
Stratifikasi Sosial di bidang ekonomi dan cerai gugat, yang meliputi: proses cerai
gugat di Pengadilan Agama Cibadak-Sukabumi, akibat hukum dari cerai gugat,
dampak Stratifikasi Sosial di bidang ekonomi terhadap cerai gugat, analisa putusan
cerai gugat di Pengadilan Agama Cibadak-Sukabumi.
10
A. Geografis dan Demografis
Kecamatan Cibadak dengan luas wilayah 6.343.541 Ha (63.4351 KM2) terdiri
dari lahan sawah 948.893 Ha. Dan lahan darat 5.394.541 Ha. Pada lahan pertanian
atau lahan sawah terdapat sawah berpengairan setengah teknis 458,588 Ha pedesaan
415,710 Ha, dan lahan tadah hujan 74,59 Ha. Sedangkan strata pemilikan lahan
berada pada strata 0,00,25 Ha (53%) strata 0,26-0,50 Ha (30%) dan di atas 0,51 Ha
(17%).
Secara Administratif Kewilayahan Kecamatan Cibadak berbatasan sebagai
berikut:
1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cikidang
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cantayan
3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Nagrak
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cikembar
Jenis tanah yang ada di wilayah kecamatan Cibadak di dominasi oleh tiga
jenis tanah yaitu:
a. Latosol dengan macam tanah kompleks latosol merah kekuningan, latosol coklat,
fodsolik merah kekuningan dan litosol dengan bahan induk batuan endapan dan
b. Kompliks Grumosol, Regosol, dan Medeteran dengan bahan induk batu kapur
dan napal.
c. Latosol coklat dengan bahan induktif volkan ontermedier.
Secara demografis, Kecamatan Cibadak memiliki jumlah penduduk 100.133
jiwa terdiri dari laki-laki 50.962 jiwa, perempuan 49.171 jiwa mempunyai 7.405 KK
tani yang tersebar di 10 desa.
Dari data demografi tersebut dapat diketahui Sex Ratio (SR) 104 (kabupaten
Sukabumi 64,53), Man Land Ratio (MLR) 18, dan kepadatan penduduk 1.604/KM2
(Kabupaten Sukabumi 567.25/KM2). Angka Kematian Bayi (AKB) 38 per 10.000
(Kabupaten Sukabumi 55 per 10.000), Laju Pertumbuhan Penduduk 0,99 (Kabupaten
Sukabumi 0,40) dan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) 5,95.1
B. Sumber-sumber Ekonomi
Perekonomian penduduk kecamatan Cibadak sebagian besar bersumber pada
pertanian dan data statistik mata pencaharian kecamatan Cibadak tahun 2006
menjelaskan bahwa petani berjumlah 7415, berikut ini tabel mata pencaharian
kecamatan cibadak:
1
Tim Akselerasi IPM, IMPLEMENTASI AKSELERASI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA,
JUMLAH KEPALA KELURGA
BERDASARKAN MATA PENCAHARIAN TAHUN 2006 KECAMATAN CIBADAK
No Desa/Kel Jmlh KK PNS TNI/POLRI Petani Pedagang Buruh Pensiun Jumlah
1 Cibadak 6187 364 46 567 1189 2218 198 4582
2 Sekarwangi 2587 191 98 470 154 976 40 1929
3 Tenjojaya 1291 12 0 515 63 433 31 1065
4 Karangtengah 3096 178 150 763 92 1124 62 2369
5 Ciheulangtonggoh 2368 38 17 377 91 107 23 653
6 Batununggal 1566 36 26 299 193 395 36 985
7 Pamuruyan 1764 25 1057 98 150 53 1383
8 Warnajati 2017 34 25 1280 45 476 35 1895
9 Sukasirna 2231 16 5 1308 60 195 43 1627
10 Neglasari 1456 10 779 30 373 1192
Sedangkan Income perkapita di kecamatan Cibadak secara keseluruhan
menunjukan angka Rp 3.947.557 per tahun (kabupaten Sukabumi Rp 3.456.656).
sedangkan indeks Daya Beli (IDB) baru mencapai 60,55% (kabupaten Sukabumi
58%). Angka-angka tersebut pada umumnya dipengaruhi oleh:
a. Tingginya angka pengangguran dari 29,518 angkatan kerja di kecamatan Cibadak
yang sudah bekerja 18.457 (62,53%) dan sebanyak 11,061 (37,47%) sebagai
pengangguran.
b. Rendahnya skala usaha berdasarkan strata pemilikan lahan di kecamatan Cibadak
menunjukan bahwa pemilikan lahan berada pada strata sebagai berikut.
- 0,0-0,25 sebanyak 2.784 orang (53%)
- 0,26-0,50 sebanyak 1,587 orang (30%)
- > 0,51 sebanyak 902 orang (17%).
Angka tersebut menunjukan bahwa skala usaha petani <0,50 Ha dengan
jumlah keluarga minimal 4 orang tidak masuk kepada kelayakan usaha apalagi
bila petani tersebut bersetatus penggarap.
c. Rendahnya pendapatan petani kecil
Indikator petani kecil salah satunya mempunyai pendapatan 320 kg setara
beras pertahun perorang. Di kecamatan Cibadak terdapat 37 KPK P4K dengan
jumlah anggota sebanyak 463 orang (463 KK) serta jenis usaha yang bervariatif
diantaranya warung kecil dan pengrajin. Tingkat kepercayaan BRI Cibadak di
d. Tingkat Produktifitas
Komoditas padi sawah di kecamatan Cibadak pada tahun 2006 terdapat luas
panen 2.465 Ha dengan rata-rata produktivitas 51,9 kwintal GKG per hektar
dengan jumlah produksi 12.974,6 ton. Rata-rata produktivitas tersebut masih bisa
ditingkatkan terutama menyangkut kualitas gabah atau beras, berdasarkan hasil
penilaian standar penerapan teknologi kecamatan Cibadak pada tahun 2006
mencapai rata-rata 63%. Titik lemah penerapan teknologi pada penggunaan KCI
baru mencapai 7,5 kg perhektar menjadi 50 kg per hektar.2
Mengenai pendanaan IPM yang berlokasi di kecamatan Cibadak secara
khusus tidak bisa disajikan karena dari tingkat sendiri tidak memiliki dana khusus
mengenai IPM baik yang bersumber dari APBN maupun APBD, namun,
masing-masing dari instansi yang dikoordinir oleh Kasi Pembangunan kecamatan
Cibadak kurang lebih sebesar Rp 13.000.000.000 ini diharapkan mempunyai
dampak terhadap peningkatan daya ungkit IPM.3
C. Tingkat Pendidikan
Rasia lama sekolah (RLS) kecamatan Cibadak menunjukan rata-rata 7.8
(Kabupaten Sukabumi 6,45). Ada tiga indikator yang mempengaruhi RLS
diantaranya:
2
Ibid, h.7
3
a. Terjadinya DO pada tingkat SD dan SLTP sebesar 1042 orang dengan rincian 1)
pada usia 7-12 tahun sebanyak 526 orang 2) pada usia 13-15 tahun sebanyak 516
orang. Untuk usia 13-15 terdapat siswa yang belum ditangani sebanyak 97 orang
b. Jumlah Daya Tampung
Jumlah daya tampung adalah sebagai berikut:
1). Jumlah SLTP sederajat 20
2). Jumlah ruangan tersedia 117
3). Jumlah pombel 128
4). Jumlah murid SLTP kelas satu 1.560
5). Jumlah murid kelas enam SD 1980 orang
Kekurangan daya tampung 420 orang (11 rombel).
c. Angka Melek Huruf
Angka melek huruf di kecamatan Cibadak tahun 2006 sebesar 98,23
(Kabupaten Sukabumi sebesar 96,23). Angka melek huruf (AMH) dan buta huruf
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1). Jumlah penduduk usia 9 sampai dengan 40 tahun sebanyak 47,261 jiwa
2). jumlah buta hurup 836 (1,77%)
3). Jumlah angka melek hurup 46,427 jiwa (98,23%)
Angka tersebut menunjukan bahwa kecamatan Cibadak berada di atas
rata-rata kabupaten. Berikut ini tabel situasi tentang pendidikan kecamatan
Data Situasi Pendidikan Kecamatan Cibadak
URAIAN SATUAN 2006
A. PARTISIPASI SEKOLAH
1 Jumlah Anak Umur 7-12 tahun Orang 13.435
Jumlah Anak Umur 7-12 Tahun yang bersekolah Orang 12.738
2 Jumlah Anak Umur 13-15 Tahun Orang 7.391
Jumlah Anak Umur 13-15 Tahun yang bersekolah Orang 6.583
3 Jumlah Anak Umur 16-18 Tahun Orang 7.974
Jumlah Anak Umur 16-18 Tahun ayng bersekolah Orang 5.837
B. TINGKAT DROP OUT
1 Jumlah anak DO di SD Orang 524
2 Jumlah anak DO di SLTP Orang 311
3 Jumlah anak DO di SLTA Orang 1.167
C. FASILITAS PENDIDIKAN
1 Jumlah Sekolah Tingkat SD Unit 54
1. Desa Batununggal Unit 2
2. DesaCiheulangtonggoh Unit 4
3. Desa Karangtengah Unit 7
4. Desa Sekarwangi Unit 6
5. Desa Tenjojaya Unit 3
6. Desa Warnajati Unit 4
7. Desa Pamuruyan Unit 4
8. Desa Sukasirna Unit 5
9. Desa Neglasari Unit 3
2 Jumlah Sekolah Tingkat SLTP Unit 19
1. Desa Batununggal Unit 2
2. Desa Ciheulangtonggoh Unit 1
3. Desa Karangtengah Unit 3
4. Desa Sekarwangi Unit 2
5. Desa Tenjojaya Unit 1
6. Desa Warnajati Unit 1
7. Desa Pamuruyan Unit 1
8. Desa Sukasirna Unit 1
9. Desa Neglasari Unit -
10.Kelurahan Cibadak Unit 7
3 Jumlah Sekolah Tingkat SLTA Unit 13
1. Desa Batununggal Unit 1
2. DesaCiheulangtonggoh Unit 1
3. Desa Karangtengah Unit 3
4. Desa Sekarwangi Unit 3
5. Desa Tenjojaya Unit 1
6. Desa Warnajati Unit -
7. Desa Pamuruyan Unit 1
8. Desa Sukasirna Unit -
9. Desa Neglasari Unit -
10.Kelurahan Cibadak Unit 3
4 Fasilitas Pendidikan Non Format (Paket A dan B) Unit -
1. Desa Batununggal Unit -
2. Desa Ciheulangtonggoh Unit -
4. Desa Sekarwangi Unit 4/1
5. Desa Tenjojaya Unit -
6. Desa Warnajati Unit -/1
7. Desa Pamuruyan Unit -
8. Desa Sukasirna Unit 2/4
9. Desa Neglasari Unit -
10.Kelurahan Cibadak Unit 3/1
D. Jumlah Guru
1. Tingkat SD Orang 538
2. Tingkat SLTP Orang 336
3. Tingkat SLTA Orang 399
D. Sekilas Tentang Pengadilan Agama Cibadak Sukabumi
Pengadilan Agama Cibadak Sukabumi dibentuk berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 69 Tahun 1963. dasar
pembentukannya adalah keputusan menteri Agama No. 4 tahun 1967 tanggal 17
Januari 1967. Jadi, dasar hukum dari sejarah pembentukan Pengadilan Agama
Cibadak Sukabumi adalah:
1. Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 69 Tahun196 3
2. Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 4 Tahun 1967 tanggal 17 Januari 2067
Adapun tugas dan wewenangPengadilan Agama berdasarkan pasal 49 UU No.
Ayat (1): Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang:
1.Perkawinan
2.Kewarisan, Wasiat dan Hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
3.Waqaf dan shadaqah
Susunan Pengadilan Agama secara umum, termasuk Pengadilan Agama
Cibadak Sukabumi, diatur dalam UU No. 7 tahun 1989, yaitu:
1. Secara Hirarki Institusional
Susunan hirarki Pengadilan Agama secara institusional diatur dalam pasal
6 UU No. 7 tahun 1989, yang menurut pasal ini lingkungan Pengadilan Agama
terdiri dari dua tingkat, yaitu:
a. Pengadilan Agama tingkat pertama
b. Pengadilan Tinggi Agama
2. Secara Struktural
Bedasarkan UU No. 7 tahun 1989 dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah
Agung RI No. 004 tahun 1990 serta Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 303
tahun 1990 ditetapkan bahwa struktur organisasi Pengadilan Agama Cibadak
Sukabumi sebagaimana berlaku pada Pengadilan Agama di lingkungan
Depertemen Agama RI, adalah sebagai berikut:
a. Ketua (dibantu oleh wakil ketua)
c. Panitera atau Sekretaris (di Bantu oleh wakil), yang membawahi sub-sub
sebagai berikut: Sub Kepaniteraan Permohonan, Sub Kepaniteraan Gugatan,
Sub Kepaniteraan Hukum, Sub Bagian Kepagawaian, Sub Bagian Keuangan,
Sub Bagian Umum.
21
A. Pengertian Cerai gugat
1. Pengertian Secara Etimologi
Cerai gugat dalam Islam dikenal dengan istilah Khulu’. Khulu’ secara
etimologi adalah pencabutan, pelepasan.1 Abdurrahman Al-Jazili mengatakan bahwa Al-Khol’u dengan mem-fhathah-kan kha adalah masdar qiyasi yang
mengandung pengertian An-Naz’u yaitu melepaskan atau menanggalkan.
Sedangkan Al-Khul’u dengan men-dlamahkan-kan huruf kha adalah masdar
sima’I dari khoola’’a yang juga secara etimologi mengandung pengertian melepas
atau menanggalkan. Tapi penggunaan yang terakhir ini, secara majaz adalah
melepaskan hubungan suami-istri, karena keduanya merupakan pakaian bagi yang
lainnya. Apabila keduanya melepaskan pakaian tersebut, maka berarti mereka
melepaskan hubungan suami istri.2
Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh As-Sunnah, mengartikan Khulu’
secara etimologi sebagai berikut:
1
A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressef, 1997), Edisi Terlengkap, h. 361.
2
َوْا
ُﺨﻟ
ْﻠــ
ُﻊ
ﱠﻟا
ِﺬ
ْي
َأ
َﺎﺑ
َﺣ
ُﮫ
ْﺳ ﻹا
َﻼ
ُم
َﻣْﺄ
ُﺧ
ْﻮـ
ٌ ذ
ِﻣ
ْﻦ
َـﺧ
ْﻠــ
ِﻊ
ﱠﺜـــﻟا
ْﻮ
ِب
ِإ
َاذ
َأ
َز
َﮫﻟا
ُ
َﻷ
ن
ﱠ
َﻤﻟا
ْﺮ
َء
َة
ِﻟَﺒ
س ﺎ
ﱠـــﻟا
ُﺟﺮ
ِﻞ
َو
ﱠــــﻟا
ُﺟﺮ
ِﻞ
ِﻟ
َﺎﺒ
ٌس
ﱠﮭﻟ
ﺎ
َ
٣ Artinya:”Khulu’ yang dibenarkan hukum Islam tersebut berasal dari kata ”khal’uts tsaubi”, artinya menanggalkan pakaian, karena perempuan sebagai pakaian laki-laki dan laki-laki sebagai pakaian bagi perempuan.”
Pengertian ini diambil dari firman Allah:
2. Pengertian Secara Terminologi
Cerai gugat adalah perceraian yang terjadi atas gugatan isteri yang
ditujukan kepada suaminya melalui Pengadilan Agama, dengan alasan-alasan
yang dapat diterima oleh hakim pengadilan dan harus atas putusan pengadilan
agama. Menurut Hasbi Ash Shidieqy gugatan atau dakwaan ialah pengaduan yang
dapat diterima di sisi Hakim, dengan dimaksudkan dia, menuntut suatu hak pada
pihak lain.7
Dalam literatur fiqh, cerai gugat disebut sebagai khulu’ yaitu suatu
perceraian yang diminta oleh seorang isteri dengan adanya tebusan dari pihak
isteri, tentunya disertai dengan alasan-alasan yang rasional. Khulu’ tersebut bisa
terjadi ketika sang isteri sedang dalam keadaan suci atau tidak haid, karena khulu’
itu sendiri terjadi akibat permintaan isteri. Namun dalam hal ini si suami tidak
boleh dipaksa menerima permintaan talak tebus (khulu’).8
Menurut Sayyid Sabiq khulu’ adalah isteri memisahkan diri dari suaminya
dengan memberi ganti rugi kepadanya.9 Selanjutnya Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa, khulu’ harus mempunyai alasan (sebab-sebab) seperti: suami cacat badan
atau jelek akhlaknya, atau tidak memenuhi kewajibannya terhadap isterinya,
7
Hasbi Ash Shiddiqy, Pengadilan dan Hukum Acara Islam, (Bandung: PT. Alma’arif, 1973), h. 90
8
Muhammad Ibnu Qasim, Fathul Qarib (terj. Imran Abu Amar), (Kudus: Menara Kudus, 1982), Cet. I, h. 58
9
sedang isteri khawatir tidak dapat menegakkan hukum-hukum Allah, maka tidak
wajib bagi isteri menggaulinya dengan baik.
Dengan demikian secara istilah khulu’ berarti perceraian yang disertai
sejumlah harta sebagai iwadl yang diberikan oleh isteri kepada suami untuk
menebus diri agar terlepas dari ikatan perkawinan baik dengan kata khulu’,
mubara’ah maupun thalak.10
3. Menurut PendapatUlama
Syaikh Zainuddin bin Abdi Al-Aziz menjelaskan:
ٍﻊْــــﻠُﺧ ْوَأ ٍقَ ﻼَﻃ ِﻆْﻔَﻠِﺑ ٍجْوَﺰِﻟ ٍضَﻮِﻌـِﺑ ٌﺔَﻗْﺮُﻓ َﻮُھ ُﻊْـﻠـُـﺨﻟا
11”Khulu’ merupakan bentuk perceraian dengan’iwadh yang diberikan kepada suami dengan menggunakan lafadz talaq atau khulu’.”
Imam Abi Zakaria Yahya bin Syarof dalam bukunya Minhaj
At-Thalibin, menerangkan:
ٍجْوَز ِﺔَﮭِﺠـــِـﻟ ٍضَﻮِﻌِﺑ ٌﺔَﻗْﺮُﻓ َﻮُھ ُﻊْــﻠــــــُــﺨﻟا
12”Khulu’ adalah perceraian dengan’iwadh yang pemberiannya ditujukan kepada suami.”
Ahmad bin Husein, memberikan pengertian tentang khulu’ sebagai
berikut:
10
Anshori Umar Situnggal, fiqh Almar’atul Muslimat (terj.), (Semarang: CV. Asy-Syifa, t.th), h. 432
11
Zainudin Abdul Aziz Al-Malibary, Fathul Mu’in, (Semarang :Toha Putra, t.th ), h. 111
12
Artinya: “Khulu’ adalah lafadz yang menunjukan terhadap perceraian bagi sepasang suami istri”.
Menurut golongan Hanabilah mengartikan khulu’ sebagai berikut:
ْﻦِﻣ ُجْوﱠﺰﻟا ُهُﺬُﺧ ْﺄَﯾ ٍضَﻮِﻌِﺑ ِﮫَِﺗأَﺮْﻣا ِجْوﱠﺰﻟا ُقاَﺮِﻓ َﻮُھ ُﻊْﻠُﺨـــــــــْﻟا
ٍﺔَﺻْﻮُﺼْــﺨَﻣ ٍظﺎَﻔْﻟَﺄِﺑ ﺎَھِﺮْﯿَﻏ ْوَأ ِﮫِﺗَأَﺮْﻣإِ
18Artinya: “Khulu’ adalah perceraian yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya dengan ‘iwadh yang diambil oleh suami istrinya dari istrinya orang lain, dengan menggunakan lafadz khusus.”
Syekh Mahmudunnasir, memberikan definisi tentang khulu’ sebagai
berikut: “Khulu’ adalah suatu pengertian hubungan pernikahan dengan izin dan
atas keinginan istri yang dalam hal itu setuju untuk memberikan ganti rugi kepada
suami untuk pembebasannya dari ikatan perkawinan.”19
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ulama mengenai khulu’
adalah proses thalaq yang dijatuhkan oleh suami sebagai akibat dari istri
menebusnya dengan suatu harga tertentu, dengan menggunakan lafadz, khuli’ atau
yang semakna dengan itu.
Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa seorang suami atau isteri
dibolehkan mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama, dengan
alasan-alasan yang dapat diterima. Jadi, hak untuk memutuskan perkawinan bukan hanya
18
Ibid., h. 393
19
milik suami, isteripun berhak untuk mengajukan permintaan cerai jika rumah
tangga sudah tidak mungkin lagi dipertahankan.
KHI pasal 113 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena: a)
kematian, b) perceraian dan c) atas putusan pengadilan. Selanjutnya pasal 114
disebutkan: “Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat
terjadi karena thalak atau berdasarkan gugatan perceraian”,20 dijelaskan pula
tentang macam-macam perceraian, yaitu: thalaq, khulu’ dan li’an
Selain alasan di atas, dalam KHI pasal 116 menambahkan
alasan-alasan perceraian yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama, yaitu:
a. Suami melanggar taklik thalak, dan
b. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidak-rukunan dalam
rumah tangga.
Menurut UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama cerai gugat adalah
suatu cara yang dilakukan oleh isteri yang ingin berpisah, atas permintaan atau
gugatan dari isteri yang dilakukan melalui Pengadilan Agama yang ditujukan
kepada suaminya, seperti yang tercantum dalam pasal 73 disebutkan bahwa
gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.21
20
Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, (Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 2001), h.56
21
4. Dasar Hukum khulu’
Dalil yang menjadi dasar hukum dibolehkannya khulu’ adalah sebagai berikut:
a. Firman Allah
...
َﯾ َﻻَو
ﺎَﻤْﯿِﻘُﯾ ﱠﻻَأ ﺎَﻓﺎَﺨﱠﯾ ْنَأﱠ ﻻِإ ًﺄْﯿَﺷ ﱠﻦُھ ْﻮُﻤُﺘْﯿــَﺗَأ ﺎـﱠﻤﻣِ ُهْوُﺬُﺧ ْﺄَﺗ ْنَأ ْﻢُﻜَﻟ ﱡﻞِﺤـ
ﺎَﻤْﯿِﻘُﯾ ﱠﻻَأ ْﻢُﺘْﻔِﺧ ْنِﺈَﻓ ِﷲا َدْوُﺪُﺣ
ْتَﺪَﺘْﻓ ا ﺎَﻤْﯿِﻓ ﺎَﻤِﮭْﯿَﻠَﻋ َحَﺎﻨُﺟَ ﻼَـﻓ ِﷲا َدْوُﺪُﺣ
ِﮫِﺑ
...
)
ةﺮﻘﺒﻟا
Selain dasar hukum yang penulis kemukakan diatas, masih banyak lagi
kasus-kasus khulu’ dari permulaan sejarah yang bisa dijadikan dasar hukum
diantaranya:
Tsabit menpunyai dua orang istri, salah seorang diantaranya adalah
jamilah, saudara perempuan kaum munafik, Abdullah bin Ubay. Jamilah tidak
menyukai wajah Tsabit. Ia mendekati dengan permohonan khulu’. Ia berkata:
”Wahai Rasulullah, tak ada yang mampu mempersatukan kami, ketika aku
mengangkat cadarku aku melihat, aku melihat ia datang ditemani oleh
beberapa orang laki-laki. Aku dapat melihat bahwa dialah yang paling hitam,
paling pendek dan paling jelek diantara mereka semua. Demi Allah aku bukan
tidak menyukai karena kekurangan dalam keimanannya atau moralnya.
Kejelekannyalah yang aku tidak sukai. Bila aku tidak takut kepada Allah, aku
pasti telah menamparnya ketika dia masuk mendatangiku. Wahai Rasulullah,
anda dapat melihat betapa cantiknya aku, tetapi Tsabit jelek sekali aku tidak
menemukan kesalahan dalam agama dan moralnya, tetapi aku takut
kekecewaanku akan menyeretku kepada kekafiran.”
Dalam menjawab permohonannya, Nabi bertanya: Maukah kau
mengembalikan kebun (sebagai mahar) yang diberikan kepadamu?” ia
menjawab: ”Tentu wahai Rasulullah, aku siap memberinya lebih dari itu.” ”
Beliau memanggil Tsabit dan memberitahukanya untuk menerima kebun itu
dan menceraikan wanita tersebut.24
Selain kasus di atas, juga terdapat kisah tentang khulu’ yang
diabadikan oleh Imam Malik dan Abu Daud, sebagaimana dikutip oleh Abu
Al-A’la Al-Maududi, sebagai berikut: ”Istri kedua Tsabit adalah Habibah.
Suatu pagi, ketika Nabi Muhammad SAW, keluar melalui pintu rumahnya,
beliau mendapati Habibah menanti disana. Beliau menanyakan apa yang dia
inginkan. Ia langsung menjawab: ”Wahai Rasulullah, aku tidak dapat hidup
bersama Tsabit.” Tsabit dipanggil. Habibah mengulangi permohonannya.
”Wahai Rasulullah, aku membawa semua yang diberikan Tsabit kepadaku.”
Nabi SAW. menyuruh Tsabit mengambil kembali apa yang telah diberikannya
dan menyuruhnya untuk menceraikan wanita tersebut.25
Seorang laki-laki dan seorang wanita dibawa kehadapan Khalifah
Umar bin Khottob. Wanita itu mengajukan khulu’. Umar menasihatinya agar
bertahan dan mencoba untuk bersatu dengan laki-laki itu. Ia membangkang,
Umar memerintahkan agar perempuan itu ditinggalkan sendiri dan
ditempatkan dalam penjara selama tiga hari. Pada hari keempat, dia dibawa
kehadapan Khalifah. Ketika ditanya bagaimana perasaannya, ia bersumpah
bahwa itulah tiga malam yang paling damai yang pernah dirasakannya selama
24
Abu Al-A’la Al-Maududi, Pedoman Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: Daar El-Ulum, 1987), Cet. ke-3, h. 43
25
bertahun-tahun. Umar terharu mendengar isi hatinya. Ia memanggil suami
perempuan itu dan memberikan putusannya: ”Ceraikanlah ia walaupun
dengan mengembalikan anting-antingnya.” 26
Juga kasus lain, tentang Ruqayyah, anak perempuan Mu’awwiz,
menginginkan perceraian dengan suaminya, dengan memgembalikan semua
yang ia terima dari laki-laki itu. Suaminya tidak mau menerima pemberian itu.
Persoalan itu dibawa kehadapan Khalifah Utsman. Kemudian Utsman
menerima permohonan wanita itu dan memperbolehkan laki-laki itu untuk
menerima semua yang menjadi milik wanita tadi, termasuk kerudung penutup
kepalanya sebagai imbalan dari perceraian tersebut. 27
Ada pendapat yang mengatakan, bahwa khulu’ itu sudah terjadi pada
zaman Jahiliyah. Bahwa Amir bin Zharib kawin dengan kemenakan
perempuan Amir bin Harits. Tatkala istrinya masuk ke rumah Amir bin
Zharib, seketika itu istrinya melarikan diri. Lalu Amir bin Zharib mengadukan
hal ini kepada mertuanya. Maka jawabnya: ”Aku tidak setuju kau kehilangan
istri dan hartamu, dan biarlah aku pisahkan (khulu’) dia dari kamu dengan
mengembalikan apa yang pernah kau berikan kepadanya.” 28
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa khulu’ sudah pernah terjadi sejak
26
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim, (Beirut: Daar El-Fikr, 1987), Juz I, h. 275
27
Abu Al-A’la Al-Maududi, Pedoman Perkawinan dalam Islam, ke-3, h. 45
28
zaman Jahiliyyah hingga masa Rasulullah, juga hingga masa kini dan masa
yang akan datang.
5. Hukum Khulu’
Khulu’ merupakan salah satu bagian dari talaq. Hukum talaq ada kalanya
wajib, haram, mubah dan sunnah. Talaq wajib, yaitu talaq yang dijatuhkan oleh
pihak hakam (penengah), karena perpecahan suami-istri yang sudah berat. Talaq
haram, yaitu talaq yang tanpa alasan. Talaq diharamkan karena merugikan bagi
suami-istri, dan tidak adanya kemaslahatan yang hendak dicapai dengan
perbuatannya itu. Jadi talaq-nya haram, seperti haramnya merusakkan harta
benda. Talaq dibenci, jika tidak ada suatu alasan yang benar, sekalipun Nabi
menamakan talaq sebagai perbuatan yang halal, karena ia merusakan perkawinan
yang mengandung kebaikan-kebaikan yang dianjurkan oleh agama. Talaq sunnah,
yaitu karena istri mengabaikan kewajibannya kepada Allah, seperti shalat dan
sebagainya, padahal suami tak mampu memaksanya agar istri menjalankan
kewajibannya tersebut, atau istri kurang rasa malunya.29
Hukum-hukum pada talaq tersebut juga berlaku dalam khulu’ , hanya saja
khulu’ dibolehkan pada saat dilarangnya menjatuhkan talaq, sebagaimana khulu’
dibolehkan pada saat wanita dalam keadaan haid, nifas, atau dalam keadaan suci.
Kebolehan dijatuhkan khulu’ pada saat wanita dalam keadaan haid, nifas atau
dalam keadaan suci itu dikarenakan didalam Al-Qur’an tidak ada keterangan yang
menetapkannya secara khusus, Allah berfirman:
29
ِﮫِﺑ ْتَﺪَﺘْﻓ ا ﺎَﻤْﯿِﻓ ﺎَﻤِﮭْﯿَﻠَﻋ َحَﺎﻨُﺟ َﻼَـﻓ
)...
ةﺮﻘﺒﻟا
Selain hadits di atas Ibnu Katsir juga mengutip sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
ُﺔَﺣِءاَر ﺎَﮭْﯿَﻠَﻋ ٌماَﺮَﺤَﻓ ٍسْﺄَﺑ ﺎَﻣ ِﺮْﯿَﻏ ِﻲﻓ َﺎﮭَﻗ َﻼَﻃ ﺎَﮭَﺟْوَز ْﺖَﻟ َﺄَﺳ ٍةَأَﺮْﻣِإ ﺎَﻤّﯾَأ
ِﺔﱠﻨــــَﺠْﻟا
”Barang siapa diantara wanita yang meminta perceraian kepada suaminya tanpa adanya alasan yang nyata, maka diharamkan baginya mencium harumnya syurga.” (HR. Ashabussunan dan disahkan oleh Turmudzi).” 32Selain itu, suami juga diharamkan menahan sebagian hak-hak istri karena
ingin menyakiti hatinya, sehingga istri minta lepas dan menebus dirinya dengan
cara khulu’ . Apabila sampai terjadi demikian, maka khulu’-nya batal.33
Perbuatan tersebut diharamkan, karena Islam menjaga agar perempuan
yang sudah ditinggal oleh suaminya tidak dihabiskan pula hartanya. Allah
berfirman:
ا اْﻮُﺛِﺮَﺗ ْنَأ ْﻢُﻜَﻟ ﱡﻞِﺤَﯾ َﻻ اْﻮُﻨَﻣَأ َﻦْﯾِﺬﱠﻟا ﺎَﮭﱡﯾ َأ ﺎَﯾ
ﱠﻦُھ اْﻮُـﻠُﻀْﻌـــَﺗ َﻻَو ﺎًھْﺮَﻛ َءﺎـــَﺴﱢﻨﻟ
ٍِﺔَﻨﱢﯿَﺒﱡﻣ ٍﺔَﺸِﺣﺎَﻔِﺑ َﻦْﯿِﺗْﺄَﯾ ْنَأ ﱠﻻِإ ﱠﻦُھ ْﻮُﻤُْﺘَﯿﺗَ أ ﺎَﻣ ِﺾــْﻌَﺒـِﺑ اْﻮُﺒَھْﺬَِﺘﻟ
)...
ءﺎﺴﻨﻟا
Dan firman Allah SWT:
َرَأ ْنِإَو
ُﮫْﻨِﻣ اْوُﺬُﺧ ْﺄَﺗ َﻼَﻓ اًرﺎَﻄْﻨِﻗ ﱠﻦُھاَﺪْﺣِإ ُﻢُﺘْﯿَﺗَأ َو ٍجْوَز َنﺎَﻜَﻣ ٍجْوَز َلاَﺪْﺒِﺘْﺳا ُﻢُﺗْد
ﺎـــــــًـــﻨْﯿِﺒﱡﻣ ﺎًﻤْﺛإِ ﱠو ًﺎﻧﺎَﺘْﮭُﺑ ُﮫَﻧْوُﺬُﺧ ﺄَﺗَأ ًﺄْﯿَﺷ
).
ءﺎﺴﻨﻟا
ia berikan kepada istrinya. Tetapi jika istri yang ingin bercerai, ia harus
menyerahkan kembali sebagian atau semua apa yang pernah ia terima.34
Apabila seorang istri ingin melepaskan dirinya dari ikatan perkawinan,
maka ia dapat mengajukan khulu’ kepada suami dengan membayar ’iwadh
(tebusan) sebagai imbalan pelepasan dirinya dari ikatan perkawinan. Setelah
suami menyetujui apa yang menjadi kehendak istri, maka suami harus
mengucapkan ijab dengan kata khulu’, talaq, atau yang semakna dengan itu,
seperti kata suami: ”Saya khulu’ kamu dengan ’iwadh sejumlah ... (sekian).”.
Bila suami telah mengucapkan ijab maka istri harus menjawabnya sesuai dengan
apa yang diucapkan suami dalam ijab tersebut, seperti jawab istri: ”Saya terima
khulu’-nya dengan ’iwadh sejumlah ... (sekian).” jawaban istri dalam khulu’
disebut qabul. Apabila telah terjadi ijab dan qabul antara suami dan istri dalam
perkara khulu’ , maka putuslah hubungan suami-istri antara keduanya, dan bagi
suami berhak atas ’iwadh yang telah diberikan oleh istri kepadanya.
Sebagaimana halnya dalam talaq, dalam khulu’-pun disyaratkan adanya
shigat. Shigat khulu’ itu hampir sama dengan shigat talaq, hanya saja dalam
khulu’ disyaratkan bagi istri menerima ikrar talaq beserta ’iwadh yang diucapkan
oleh suami. Seperti kata suami: ”Saya menalakmu, meng-khulu’-mu dengan
34
’iwadh sebuah ... uang sejumlah ... ” lalu dijawab oleh istrinya: ”Saya
menerima ikrar itu berikut ’iwadh-nya (sekian).”35
Sayyid Sabiq, menjelaskan bahwa para ahli fiqh berpendapat, disyaratkan
penggunaan kata khulu’ atau kata yang terambil dari kata dasar khulu’ atau kata
lain yang memiliki arti seperti itu, seperti mubara’ah (berlepas diri) dan fidyah
(tebusan) dalam shigat khulu’. jika tidak dengan kata khulu’ atau kata lain yang
memiliki maksud yang sama, misalnya suami berkata pada istrinya: ”Engkau
ter-talaq sebagai imbalan daripada barang/uang seharga sekian.” lalu istri
menerimanya, maka perbuatan seperti ini adalah talaq dengan imbalan harta
bukan khulu’.36
Ibnu Al-Qayyim berpendapat: ”Barang siapa memikirkan hakekat dan
tujuan aqad atau perjanjian, serta tidak hanya melihat kepada kata-kata (lafadz),
maka ia akan menganggap khulu’ sebagai fasakh, sekalipun dengan kata talaq.
Alasannya ialah bahwa Nabi SAW. pernah menyuruh Tsabit bin Qais agar
menalak istri secara khulu’ dengan sekali talaq. Selain itu Nabi SAW. menyuruh
istri Tsabit ber-iddah sekali haid. Hal ini jelas menunjukan fasakh, sekalipun
terjadinya perceraian dengan ucapan talaq. 37 Allah menghubungkannya dengan hukum fidyah, karena memang ada fidyah-nya. Sudah maklum bahwa fidyah
35
Ibid, 175
36
Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, Ibid. h. 253
37
tidak mempunyai pernyataan dengan kata-kata khusus dan Allah-pun tidak
menetapkan lafazd yang khusus untuk itu.38
Adapun syarat dan rukun khulu’ adalah sebagai berikut:
1. Rukun Khulu’
Sebagaimana halnya talaq, dalam khulu’-pun terdapat rukun-rukun
yang harus dipenuhi demi sahnya perbuatan khulu’ tersebut. Rukun khulu’
ada 6 (enam) yaitu:
a. Multazim al-’iwadh (pihak yang memegang ’iwadh);
b. Al-Bud’u (yang dimiliki wanita/farju);
c. Al-’iwadh (imbalan yang diberikan kepada suami sebagai bandingan
penguasaan talaq);
d. Al-Jawzu (suami);
e. Al-Ishmah (kekuasaan suami untuk memegang talaq) dan
f. Al-Shighah (ijab dan qabul).
2. Syarat Khulu’
Yang dimaksud dengan syarat khulu’ ialah syarat yang bertalian
dengan rukun-rukun khulu’ itu, yaitu:
a. Multazim al ‘iwadh, dengan syarat wanita orang lain yang sudah cakap
38
berbuat (ahliyah al-ada al-kamilah). Tidak ada khulu’-nya orang bodoh
dan orang yang belum dewasa.
b. Al-Bud’u dengan syarat barang tersebut dimiliki oleh suami walaupun
dalam keadaan talaq raj’i.
c. Al-’iwadh dengan syarat harta tersebut tidak berbahaya, suci dan milik sah
(bukan ghasab).
d. Al-Jauzu (suami), dengan syarat orang tersebut sudah cakap untuk
melakukan talaq, seperti tidak bodoh, berakal dan baligh.
e. Al-Ishmah, dengan syarat tersebut tidak dilimpahkan kepada orang lain.
f. Al-Shighah, dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Harus berupa ucapan yang menunjukan kepada talaq dan khulu’.
2. Hendaknya qabul itu dilakukan dalam suatu majlis, kecuali jika suami
menangguhkan pelaksanaannya. Dalam ijab dan qabul disyaratkan
adanya persesuaian dalam jumlah harta (’iwadh).39
39
Secara umum Zaini Ahmad Noeh dalam bukunya Perceraian Orang
Jawa, menyebutkan alasan sorang suami/isteri yang ingin bercerai adalah
terdapat beberapa faktor, yaitu:40
1). Ekonomi, menunjukkan kondisi suami tidak mampu untuk menghidupi isteri
2). Krisis moral, perselingkuhan
3). Dimadu
4). Meninggalkan kewajiban
5). Faktor biologis, seperti suami impoten
6). Pihak ketiga, adanya campur tangan keluarga atau orang tua dalam urusan
rumah tangga anaknya
7). Faktor politik
Dari penjelasan Zaini Ahmad Noeh di atas, dapat dipahami bahwa
ekonomi menjadi alasan yang pertama yang mempengaruhi isteri melakukan
gugatan cerai. Hal ini sering terjadi karena ekonomi merupakan kebutuhan
utama dalam keluarga, dan tidak jarang para suami mengabaikan tanggung
jawabnya meskipun mereka berada dalam strata ekonomi yang tinggi ataupun
sebaliknya. Dengan demikian masalah ekonomi sangat berpengaruh terhadap
perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama dan dalam hal ini diajukan oleh
seorang isteri dalan cerai gugat.
40
C. Alasan untuk Terjadinya Khulu’
Khulu’ dapat dibenarkan apabila ada sebab yang menghendaki adanya khulu’.
Misalnya karena suami cacat jasmani atau jelek kelakuannya, atau tidak
melaksanakan kewajibannya sebagai suami, dan istri takut kalau melanggar
hukum Allah karena tidak taat kepada suaminya. Ada ulama yang mengatakan
bahwa perselisihan yang datang dari pihak istri cukup untuk adanya khulu’. ada
pula yang berpendapat bahwa khulu’ tidak diminta sebelum adanya syiqaq atau
perselisihan.41
Mahmud Yunus menerangkan bahwa kesimpulan yang dapat ditarik dari
firman Allah (Q.S. (2) Al-Baqarah: 229) dan hadits Nabi SAW. yang
diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang sebab-sebab yang membolehkan terjadinya
khulu’ adalah sebagai berikut.
1. Jika kedua suami-istri tidak dapat mendirikan hukum-hukum Allah, yaitu
pergaulan secara ma’ruf;
2. Karena istri sangat benci kepada suaminya lantaran sebab-sebab yang tidak
disukainya, sehingga ia takut tidak akan dapat mematuhi suminya itu.42
41
H. S. A. Alhamdani, Risalah Nikah, Hukum Perkawinan Islam,.
42
Sayyid Sabiq, mengutip pendapat para ulama sebagai berikut.
Syaukani berkata: ”Menurut dzahir hadits-hadits tentang masalah khulu’ ini,
bahwa ketidak senangan istri sudah boleh menjadi alasan khulu’ .” Akan tetapi
Ibnu Mundzir mengatakan tidak boleh sebelum rasa tidak senang itu pada kedua
belah pihak, karena berpegang pada ayat-ayat al-Quran. Demikian pendapat
Thawus, sya’by, dan segolongan besar tabi’in. Tetapi segolongan lain seperti
Thobari, beliau menjawab bahwa yang dimaksudkan oleh ayat al-Quran itu ialah
jika istri tidak dapat melaksanakan hak-hak suaminya, maka hal ini telah
menimbulkan kemarahan suami terhadap istrinya.43
Mengenai keadaan-keadaan yang dapat dan tidak dapat dipakai untuk
menjatuhkan khulu’, maka Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa khulu’ boleh
diadakan berdasarkan kerelaan suami-istri, selama kerelaan itu tidak
mengakibatkan kerugian pada pihak istri. Dasar kebolehan ini adalah firman
Allah:
ِﺗْﺄَﯾ ْنَأ ﱠ ﻻِإ ﱠﻦُھ ْﻮُﻤُﺘْﯿَﺗَ أ ﺎَﻣ ِﺾــْﻌَﺒـِﺑ اْﻮُﺒَھْﺬَﺘِـﻟ ﱠﻦُھ اْﻮـُﻠُﻀْﻌــَـﺗ َﻻَو
ٍﺔَﺸِﺣﺎَﻔِﺑ َﻦْﯿ
ٍﺔَﻨﱢﯿَﺒﱡﻣ
)...
ءﺎﺴﻨﻟا
ﺎَﻤْﯿِﻘُﯾ ﱠ ﻻَأ ْﻢُﺘْﻔِﺧ ْنِﺈَﻓ
ِﮫِﺑ ْتَﺪَﺘْﻓ ا ﺎَﻤْﯿِﻓ ﺎَﻤِﮭْﯿَﻠَﻋ َحﺎَﻨُﺟ َﻼـَﻓ َ ﷲا َدْوُﺪُﺣ
)...
ةﺮﻘﺒﻟا
terdapat kekhawatiran jika suami istri itu tidak dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Kelima, pendapat yang membolehkan, kecuali jika disertai kerugian (maka
tidak boleh). Ini pendapat yang terkenal.
Dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 1975 dinyatakan, bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan
sebagai berikut:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi, dan lain-lain
yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama (2) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya;
3. Salah satu mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah hukuman berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Syed Mahmudunnasir, menerangkan bahwa dalam pasal 2
Undang-undang perceraian Islam 1939 di India dan Pakistan, memberikan alasan-alasan
tertentu untuk memperoleh perceraian dari suami melalui pengadilan.
Undang-undang itu memberikan daftar yang agak lengkap mengenai alasan-alasan bagi
seorang istri muslim, agar dapat memperoleh status perceraian secara hukum.
Alasan-alasan menurut Undang-undang itu adalah sebagai berikut;
1. Bahwa tempat tinggal suami belum diketahui selama masa empat tahun;
2. Bahwa suami telah menelantarkan atau tidak memberikan biaya hidupnya
selama masa dua tahun;
3. Bahwa suami telah dihukum penjara untuk masa tujuh tahun atau lebih;
4. Bahwa tanpa sebab yang memadai, suami tidak melaksanakan
kewajiban-kewajiban bersuami-istri selama masa tiga tahun;
5. Bahwa suami impoten pada masa pernikahan dan tetap demikian;
6. Dan suami telah menjadi gila selama dua tahun atau menderita penyakit lepra
7. Bahwa istri yang telah dinikahkan oleh pihak bapak atau walinya sebelum
mencapai usia lima belas tahun (sekarang enam belas tahun di Pakistan)
menolak pernikahan sebelum mencapai usia delapan belas tahun, asal
pernikahan itu belum sempurna (belum terjadi hubungan seksual);
8. Bahwa suami memperlakukan istri dengan kejam, yaitu:
a. Biasa menganiaya atau membuat kehidupannya menderita karena
kekejaman prilaku itu tidak sampai berupa penganiayaan fisik,
Berhubungan dengan perempuan keji atau menempuh kehidupan baru,;
b. Berusaha memaksanya untuk menempuh kehidupan yang tidak bermoral.
c. Meniadakan harta kekayaannya atau menghalanginya melaksanakan
hak-hak yang sah atas harta kekayaan itu, Menghalangi praktek keagamaan,
d. Jika suaminya mempunyai istri lebih dari satu, tidak memperlakukannya
dengan adil sesuai dengan ketetapan-ketetapan al-Quran;
9. Karena alasan lain yang diakui keshahihannya oleh hukum Islam untuk
D. Pengertian Stratifikasi Sosial Di Bidang Ekonomi
Sebelum menjelaskan apa itu pengertian stratifikasi sosial di bidang
ekonomi, ada baiknya penulis memaparkan terlebih dahulu tentang stratifikasi
sosial secara umum. Dalam sosiologi dikenal dengan istilah Social Stratification
yang berarti sistem lapisan dalam masyarakat. Kata Stratification berasal dari
stratum (jamaknya: strata yang berarti lapisan. Pitirim A. Sorokin menyatakan
bahwa social stratification adalah pembedaaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas rendah. 45 Selanjutnya menurut Sorokin, dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam pembagian
hak dan kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan
pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap
hal-hal tertetntu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang lebih
tinggi dari hal-hal- tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang
lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Kalau suatu masyarakat lebih menghargai
kekayaan material daripada kehormatan, misalnya, maka mereka yang lebih
banyak mempunyai kekayaan material akan menempati kedudukan yang lebih
tinggi apabila dibandingkan dengan fihak-fihak lain. Gejala tersebut menimbulkan
lapisan masyarakat atau dikenal dengan istilah staratifikasi sosial, -dan dalam hal
ini dibidang ekonomi- yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu
kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.
45
Menurut Selo Soemarjdan dan Soelaeman Soemardi, bahwa lapisan
masyarakat didasarkan pada ukuran sebagai berikut:46 1. Ukuran Kekayaan
2. Ukuran Kekuasaan
3. Ukuran kehormatan
4. Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ukuran tersebut di atas, tidaklah bersifat limitatif, karena masih ada
ukuran-ukuran lain yang dapat digunakan. Akan tetapi ukuran-ukuran di atas amat
menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam masyarakat tertentu.
Selanjutnya Ralph Linton yang dikutip Kamanto Sunarto47, bahwa stratifikasi seseorang dapat dibentuk oleh dua hal, yakni stratifkasi berdasarkan
perolehan dan stratifikasi berdasarkan raihan. Stratifikasi yang dibentuk
berdasarkan perolehan didapatkan dengan sendirinya, anggota masyarakat
dibeda-bedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, hubungan kekerabatan, dan keanggotaan
dalam kelompok tertentu seperti kasta dan kelas.
Sedangkan stratifikasi yang didasarkan pada raihan diantaranya adalah48: 1. Stratifikasi Pendidikan
46
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, edisi I, Yayasan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1964, h. 257
47
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. 2000. h. 86
Stratifikasi pendidikan yaitu hak dan kewajiban masyarakat sering
dibeda-bedakan atas dasar tingkat pendidikan formal yang berhasil mereka
raih.
2. Stratifikasi Pekerjaan
Di bidang pekerjaan modern kita mengenal berbagai klasifikasi yang
mencerminkan stratifikasi pekerjaan, seperti misalnya pembedaan antara
manajer serta tenaga eksekutif dan tenaga administratif; antara asiten dosen,
lektor, dan guru besar, antara tamtama, bintara, pedesaira pertama, pedesaira
menengah, pedesairah tinggi.
3. Stratifikasi Ekonomi
Stratifikasi Ekonomi yaitu pembedeaan masyarakat berdasarkan
penguasaan dan pemilikan materi, hal ini juga merupakan suatu kenyataan
sehari-hari.
Stratifikasi ekonomi adalah salah satu faktor dominan yang menentukan
kelangsungan hidup rumah tangga seseorang. Apabila ekonominya berada pada
tingkat atas mungkin tidak akan menjadi persoalan dalam segi kebutuhan materi,
akan tetapi tidak sedikit fenomena yang terjadi di masyarakat bahwa banyak para
suami yang berhura-hura dengan hartanya, misalnya dengan mabuk-mabukan,
main perempuan dan lain-lain. Hal ini sering menjadi pemicu kerusakan rumah
tangga dikarenakan seorang istri yang berakhir pada gugatan cerai.
Begitu juga sebaliknya ketika ekonomi seseorang berada di tingkat
karena dengan ekonomi yang lemah sering kali kebutuhan runah tangga tidak
tercukupi sehingga menyebabkan sering terjadi percekcokan dalam rumah tangga
dan tidak sedikit sang isteri melakukan tuntutan cerai kepada suaminya yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan demikian, maka stratifikasi sosial dibidang ekonomi dapat
mempengaruhi terjadinya perceraian yang sebagian besar menjadi tuntutan bagi
51
A. Proses Cerai gugat di Pengadilan Agama Cibadak-Sukabumi
Tata cara gugatan perceraian diatur dalam PP No. 9/1975 Bab V pasl 20-30 yang
dilengkapi dan disempurnakan lebih lanjut oleh KHI seperti tercantum dalam Bab
XVI tentang Putusnya Perkawinan yaitu pasal 113-148. bahkan oleh UU No. 7/1989
diperbarui lagi ke arah yang dinamis, praktis dan realistis,, seperti tercantum dalam
pasal 73-89 mengenai tata cara cerai gugat.
Proses cerai gugat di Pengadilan Agama Cibadak Sukabumi, berlandaskan pada
hukum acara perdata yang berlaku pada peradilan lingkungan Pengadilan Agama.
Hukum acara yang berlaku pada lingkungan Pengadilan Agama disebutkan pada UU
No. 7 Tahun 1989 bab IV mulai dari pasal 54 sampai dengan 92. dalam pasal 54
ditegaskan bahwa hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Agama ialah hukum
acara perdata yang berlaku pada Pengadilan Umum.
Pada prinsipnya, pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama mengacu pada
hukum acara perdata pada umumnya kecuali yang diatur secara khusus, yaitu dalam
memeriksa perkara sengketa perkawinan. Dalam memeriksa sengketa perkawinan
pada umumnya dan utamanya dalam perkara perceraian berlaku hukum acara khusus
yaitu yang diatur dalam:1
1
1. UU No. 1/1974 dan PP No. 9/1975 tentang perkawinan
2. Inpres No. 1/1991 tentang KHI
3. PMA No. 2/1987 tentang Wali Hakim
4. Peraturan-peraturan lain yang berkenaan dengan sengketa perkawina
Pada hakekatnya sifat utama hukum acara perdata Pengadilan Agama adalah
pemeriksaan perdata dimulai, dilanjutkan dan ditetukan atas kemauan penggugat
sebagai orang perseorangan. Negara dan pemerintah tidak campur tangan, ini sesuai
dengan sifat dan hak dan kewajiban dalam hukum acara perdata.2
Di lingkungan Pengadilan Agama dikenal dua sifat atau corak mengajukan
permintaan pemeriksaan perkara kepada pengadilan. Yang pertama disebut
“permohonan”, yang kedua disebut “gugatan”.3dalam bahasa sehari hari, kedua
istilah tersebut kita kenal dengan “gugat biasa” dan “gugat permohonan.
Oleh karena itu Pengadilan Agama hanya mengatur 2 (dua) prosedur untuk
melakukan perceraian, yaitu:
a. Permohonan thalak dari pihak suami, yang diatur dalam pasal 66 sampai dengan 72 UU No. 7/1989
b. Mengajukan gugatan cerai dari pihak isteri, yang diatur dalam pasal 73-86 UU
No. 7/1989.
2
Wiryono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Bandung: Sumur, 1975), Cet. Ke-8, h.34
3
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama; UU No. 7/1989,
Adapun prosedur cerai gugat itu sendiri sebagai berikut:
1). Mengajukan surat gugatan
Perceraian atas inisiatif isteri (cerai gugat) ini seperti dimaksud pada pasal 38
huruf (c) UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, memiliki tata cara tersendiri, tata cerai
gugat ini diatur dalam pasal 20 sampai 36 PP No. 9/1975. selanjutnya pasal 39
Undang-Undang Perkawinan memuat ketentuan bahwa perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang pengadilan itu adalah ketentuan serasi demi kepentingan
hukum dengan penentuan mengenai pencatatan akad nikah yang dilakukan
pihak-pihak. Artinya diawal perikatan akadnya harus dicatatkan di kantor yang ditentukan
yaitu pengadilan.4
Adapun prosedur mengajukan gugatan perceraian (cerai gugat) sebagi berikut:
Mengajukan surat gugatan harus memenuhi syarat formil dan syarat materil.
Syarat formil yaitu surat gugatan ditulis di atas kertas bermaterai dan ditanda tangani
oleh penggugat atau wakilnya yang mendapat kuasa khusus. Sedangkan syarat materil
yaitu surat gugatan memuat identitas para pihak, duduk perkara (posita) dan tuntutan
hukumnya (petitum). Petitum ini harus jelas dan lengkap, karena menurut pasal 178
HIR, Hakim wajib mengadili semua bagian dari petitum dan dilarang untuk
memutuskan lebih dari pada yang diminta.5
4
Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Perdata, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1981), h.4
5
Pada pasal 73 UU tentang Pengadilan Agama, memuat penjelasan tentang
gugatan secara tertulis atau secara lisan kepada Pengadilan Agama, yakni;
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasa hukumnya kepada yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat. (2) Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian
diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat
(3) Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Jakarta Pusat
Suatu gugatan cerai jangan sampai diajukan secara keliru atau tidak tepat, maka
dalam mengajukan gugatan, pihak isteri harus benar-benar mengajukan secara tepat
kepada badan pengadilan yang berwenang untuk mengadili persoalan tersebut, dalam
hal ini menyangkut prihal tempat mengajukan gugatan.
2). Membayar Uang muka biaya perkara
Pembayaran panjar biaya perkara diberikan ke Kepaniteraan Pengadilan Agama
sub kepaniteraan gugatan, pada meja I penggugat membayar panjar biaya dan
mendapatkan SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar). Selanjutnya penggugat
menyerahkan SKUM ke meja II untuk ditanda tangani dan diberikan nomor pada
surat gugatan sesuai denga nomor yang diberikan kasir, dan selanjtnya surat gugatan
dicatat dalam buku register untuk disampaikan ke ketua Pengadilan Agama.
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari, ketua menunjuk majelis hakim untuk
memeriksa dan mengadili perkara dalam sebuah “penetapan Majelis Hakim”. Hal ini
berkas perkara atau surat-surat yang berhubungan dengan perkara yang diajukan ke
Pengadilan Agama kepada majelis hakim untuk diselesaikan.
Untuk membantu majelis hakim dalam menyelesaikan perkara, ditunjuk
seorang/lebih panitera sidang, kemudian apabila ada yang berhalangan hadir bagi
anggota majelis di kemudian hari maka tugas diganti oleh anggota yang lain yang
ditunjuk oleh ketua dan dicatat dalam berita acara persidangan, begitu juga apabila
pan