POTENSI BAKTERI ENDOFIT DAN ASAM SALISILAT
SEBAGAI PENGINDUKSI KETAHANAN TANAMAN PADI
TERHADAP Xanthomonas oryzae pv. oryzae
CHRISTOFFOL LEIWAKABESSY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Potensi Bakteri Endofit dan Asam Salisilat sebagai Penginduksi Ketahanan Tanaman Padi terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Nopember 2016
Christoffol Leiwakabessy
RINGKASAN
CHRISTOFFOL LEIWAKABESSY. Potensi Bakteri Endofit dan Asam Salisilat sebagai Penginduksi Ketahanan Tanaman Padi terhadap Xathomonas oryzae pv.
oryzae Dibimbing oleh GIYANTO, MEITY SURADJI SINAGA, KIKIN H. MUTAQIN, TRIKOESOEMANINGTYAS
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri
Xanthomonas oryzae pv. oryzae merupakan salah satu masalah utama produksi padi di Indonesia. Berbagai upaya pengendalian penyakit ini sudah dilakukan namun hasilnya belum optimal. Alternatif pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan induksi resistensi. Aplikasi induksi ketahanan secara biotik dan abiotik sudah banyak dilakukan, namun kombinasi agens penginduksi ketahanan biotik dan abiotik belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kombinasi bakteri endofit dan asam salisilat yang efektif sebagai agens penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap penyakit HDB.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman dan Laboratorium BIORIN PAU IPB, serta Rumah Kaca Cikabayan, IPB mulai berlangsung dari bulan Juni 2013 sampai Desember 2014. Bakteri endofit yang digunakan merupakan koleksi Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan. Isolat bakteri Xathomonas oryzae patotipe IV dan VIII diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan yaitu aplikasi bakteri endofit, asam salisilat, dan kombinasi bakteri endofit ED1 63 dan asam salisilat. Penelitian tahap satu mengkaji berbagai strain bakteri endofit yaitu EA2 154, EB4 451, dan ED1 63. Penelitian tahap dua mengkaji berbagai konsentrasi asam salisilat (0, 5, 10, dan 15 mM); sedangkan penelitian tahap ketiga mengombinasikan strain bakteri terpilih dan konsentrasi asam salisilat optimal sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap penyakit HDB. Ketiga penelitian ini dirancang dengan menggunakan percobaan faktorial tiga faktor dalam Rancangan Acak Lengkap dan diulang sebanyak 3 kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strain bakteri endofit ED1 63 secara tunggal efektif dalam menginduksi ketahanan tanaman padi terhadap penyakit HDB. Bakteri endofit ini juga mampu menginduksi ketahanan varietas padi untuk menekan patotipe X. oryzae pv. oryzae IV dan VIII. Bakteri endofit ED1 63 juga dapat berperan dalam memacu peningkatan pertumbuhan tanaman dan pencapaian produksi padi. Pemberian asam salisilat 10 mM efektif dalam menginduksi ketahanan varietas Conde dan Ciherang terhadap penyakit HDB. Asam salisilat mampu menginduksi ketahanan tanaman padi terhadap patotipe X. oryzae pv.
oryzae IV dan VIII. Kombinasi bakteri endofit ED1 63 dan asam salisilat 10 mM saangat efektif dalam menginduksi ketahanan tiga varietas padi terhadap penyakit HDB. Demikian juga bakteri endofit tersebut dapat memacu peningkatan pertumbuhan tanaman padi.
Manfaat dari penelitian adalah menyediakan teknologi induksi resistensi dalam menginduksi ketahanan tiga varietas padi terhadap X. oryzae pv. oryzae
patotipe IV dan VIII. Hasil penelitian menunjukkan terjadi sinergisme antara bakteri endofit dan asam salisilat dalam menginduksi ketahanan tiga varietas padi terhadap penyakit HDB maupun dalam memacu pertumbuhan tanaman padi.
Kata kunci: asam salisilat, bakteri endofit, induksi ketahanan, Xanthomonas oryzae
SUMMARY
CHRISTOFFOL LEIWAKABESSY. Potential of endophytic bacteria and salicylic acid as inducers of rice resistance against Xanthomonas oryzae pv. oryzae
supervised by GIYANTO, MEITY SURADJI SINAGA, KIKIN H MUTAQIN, TRIKOESOEMANINGTYAS
Bacterial leaf blight (BLB) caused by the bacterium Xanthomonasoryzae pv.
oryzae is one of the main problems of rice production in Indonesia. Various efforts to control the disease have been done but the results are not optimal. Alternative control of this disease can be done with the induction of resistance. Resistance induced by biotic and abiotic factors has been done, but the combination biotic and abiotic resistance inducers has not been done. Based on these conditions, this objective of study is to obtain a combination of endophytic bacteria and salicylic acid that are effective as inducers of rice plant resistance to bacterial leaf blight.
This research was conducted in the Plant Bacteriology Laboratory, Department of Plant Protection and Laboratory of BIORIN PAU IPB, as well as the greenhouse Cikabayan, IPB from June 2013 to December 2014. The endophytic bacteria used is a collection of Bacteriology Laboratory of Plant. Bacterial, isolates
Xathomonas oryzae pv. oryzae pathotype IV and VIII obtained from the Central Rice Research Sukamandi. This research was conducted in three phases, namely the application of endophytic bacteria, salicylic acid, and combination of endophytic bacteria and salicylic acid. The research of the first study used various strains of endophytic bacteria namely EA2 154, EB4 451, and ED1 63. In the second research study various concentrations of salicylic acid (0, 5, 10, and 15 mM). While in the third phase of the research was to combine the bacterial strain selected and the best concentration of salicylic acid as inducers of rice plant resistance to BLB disease. The third study was designed using three-factor factorial experiment in a completely randomized design and repeated 3 times.
The results showed that the strain of endophytic bacteria ED1 63 singly effective in plant inducing resistance to BLB disease of rice. The endophytic bacteria was also able to induce resistance of rice varieties to suppress pathotype X. oryzae pv. oryzae IV and VIII. The endophytic bacteria strain ED1 63 also can play a role in spurring an increase in plant growth and the achievement of rice production. Granting 10 mM salicylic acid is effective in inducing resistance of Ciherang and Conde varieties to BLB. Salicylic acid is able to induce resistance of rice plants against pathotypes IV and VIII of X. oryzae pv. oryzae. The combination of endophytic bacteria ED1 63 and 10 mM salicylic acid is highly effective in inducing resistance in three varieties to BLB. Likewise, was endophytic bacteria can stimulate increased growth of rice plants.
The endophyte bacteria enhanced enzymes activities i.e. peroxidase, polyphenoloxidase, and PAL to Conde and Ciherang variety. The salicylic acid enhanced polyphenoloxidase, and β-1-3-glucanase enzymes to Ciherang variety. The combination between endophytic bacteria and salicylic acid enhanced to activity of peroxidase, polyphenoloxidase, β-1,3-glucanase, and PAL in IR64 and Ciherang variety.
pathotypes IV and VIII. The results showed a synergism occurs between endophytic bacteria and salicylic acid induces resistance in three rice varieties to BLB disease and spur the growth of the rice plant.
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
POTENSI BAKTERI ENDOFIT DAN ASAM SALISILAT
SEBAGAI PENGINDUKSI KETAHANAN TANAMAN PADI
TERHADAP Xanthomonas oryzae pv. oryzae
CHRISTOFFOL LEIWAKABESSY
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar pada Ujian Tertutup : Prof (R) Dr Ir Supriadi MSc
Dr Ir Abdjad A. Nawangsih MSi
Penguji Luar pada Sidang Promosi : Dr Ir Buang Abdullah MSc
Judul Disertasi : Potensi Bakteri Endofit dan Asam Salisilat sebagai Penginduksi Ketahanan Tanaman Padi terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae
Nama : Christoffol Leiwakabessy
NRP : A 362110031
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Giyanto MSi Ketua
Dr Ir Kikin H. Mutaqin MSi Anggota
Prof Dr Ir Meity Suradji Sinaga, MSc Anggota
Dr Ir Trikoesoemaningtyas MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Fitopatologi
Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat MSc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah MScAgr
Tanggal Ujian Tertutup : 25 Agustus 2016 Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulisan disertasi dengan judul : “Potensi Bakteri Endofit dan Asam Salisilat Sebagai Penginduksi Ketahanan Tanaman Padi terhadap
Xanthomonas oryzae pv. oryzae” dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Giyanto MSi, Prof Dr Ir Meity Suradji Sinaga MSc, Dr Ir Kikin H Mutaqin MSi, dan Dr Ir Trikoesoemaningtyas MSc selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan moril dan materil maupun saran, kritik, dan arahan demi penyempurnaan penulisan disertasi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset dan Teknologi dan Perguruan Tinggi yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri dan Hibah Disertasi Penelitian bagi penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Sri Hendrastuti Hidayat MSc selaku ketua Program Studi Fitopatologi berserta staf dosen dan karyawan yang telah membantu dan memberikan motivasi bagi penulis selama studi.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah membiayai sebagian penelitian melalui proyek KKP3N yang dikoordinasi oleh Dr Ir Giyanto MSi. Ucapan terima kasih juga disampaikan penulis kepada Pemerintah Daerah Provinsi Maluku yang telah membantu pendanaan penelitian.
Penghormatan yang tulus penulis haturkan kepada Ayahanda Joseph Leiwakabessy dan Ibunda Charlotta Leiwakabessy/Pattinaja, dan saudara-saudaraku (Usi Elen, Bung Bob, Bung Roy, Nona, Donald, dan Toto) serta bung Michael Limba dan Usi Welma G Limba sekeluarga atas motivasi dan kasih sayangnya. Buat mereka yang saya cintai Papa Jhon Limba dan Ibu almarhumah Zusana Limba (Oma Ona) untuk doa dan kasih sayang yang tulus bagi penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk istriku Anatasija Limba dan anak-anakku tersayang Merrill Adventri dan Ribka Novembra yang telah banyak memberikan inspirasi bagi penulis sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.
Bagi rekan-rekan seangkatan Bu Ummuh, Bu Tati, Bu Tuminem, Bu Erni, dan Bu Ana yang telah membantu selama perkuliahan, penulis menyampaikan terima kasih. Kepada teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan (Mas Rofiq, Ipul, Barli, Ben, Mba Tatit, Ibu Ariny, Ibu Ratna, Ibu Imas, Ibu Indri, Cica, Fitria, Novi, Fusna, Icih, Devita, Dila dan teman-teman yang lainnya) disampaikan terima kasih atas bantuan yang diberikan selama penelitian. Terima kasih kepada Pa Asep Saepudin, Pa Maman dan kedua temanku Dr Ir Edizon Jambormias MSi dan Dr Piet Riuwpassa SSi MSi serta rekan-rekan PERMAMA yang telah memberikan dukungan doa dan motivasi bagi penulis selama studi.
Akhirnya semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Nopember 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 5
Luaran 5
Hipotesis 5
Manfaat 5
Unsur kebaharuan 5
2 TINJAUAN PUSTAKA 6
Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Padi 6
Pengendalian penyakit hawar daun bakteri pada padi 7
Induksi Ketahanan Tanaman 8
Peeranan sinyal SA, JA, dan ET dalam induksi resistensi 9
Asam Salisilat 9
Asam Jasmonat dan Etilen 11
Peran Bakteri Endofit sebagai Penginduksi Ketahanan Tanaman 11
Peran Asam Salisilat dan Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman 12 3. BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI PENGINDUKSI KETAHANAN
TIGA VARIETAS PADI TERHADAP Xanthomonas oryzae pv. oryzae 14
Pendahuluan 14
Bahan dan Metode 15
Hasil Penelitian 19
Pembahasan 28
Simpulan 34
4 ASAM SALISILAT SEBAGAI PENGINDUKSI KETAHANAN TIGA
VARIETAS PADI TERHADAP Xanthomonas oryzae pv. oryzae 35
Pendahuluan 35
Bahan dan Metode 36
Hasil Penelitian 38
Pembahasan 44
Simpulan 52
5. BAKTERI ENDOFIT, ASAM SALISILAT, DAN KOMBINASINYA
SEBAGAI PENGINDUKSI KETAHANAN TANAMAN PADI
TERHADAP Xanthomonas oryzae pv. oryzae 53
Bahan dan Metode 54
Hasil Penelitian 55
Pembahasan 61
Simpulan 66
6. PEMBAHASAN UMUM 67
Prospek pengendalian penyakit hawar daun bakteri melalui kombinasi
bakteri endofit dan asam salisilat 71
7 SIMPULAN DAN SARAN 73
Simpulan 73
Saran 73
DAFTAR PUSTAKA 74
LAMPIRAN 83
RIWAYAT HIDUP 92
DAFTAR TABEL
1 Uji beda pengaruh bakteri endofit dalam menginduksi ketahanan tiga Varietas padi terhadap patotipe X. oryzae pv. oryzae IV dan VIII
berdasarkan periode laten dan laju infeksi 20
2 Uji beda pengaruh bakteri endofit dalam menginduksi ketahanan tiga varietas padi dalam menekan patotipe X. oryzae pv. oryzae IV dan VIII
berdasarkan ADKPPP 21
3 Uji beda pengaruh bakteri endofit dalam memacu peningkatan pertumbuhan tiga varietas padi berdasarkan ADKPJA dan jumlah anakan
produktif 23
4 Pengaruh bakteri endofit dalam memacu peningkatan ADKPTT tiga varietas padi terhadap patotipe X. oryzae pv. oryzae IV dan VIII 23 5 Uji beda pengaruh bakteri endofit dalam memacu pencapaian produksi
padi Analisis ragam pengaruh bakteri endofit, varietas, dan patotipe X. oryzae pv. oryzae terhadap pertumbuhan dan hasil panen tiga varietas
padi tiga varietas padi 24
6 Hubungan antara karakter agronomi dengan perkembangan penyakit HDB pada tiga varietas padi yang ternduksi ketahanannya oleh bakteri
endofit. 33
7 Uji beda pengaruh asam salisilat dalam menginduksi ketahanan tiga varietas padi terhadap patotipe X. oryzae pv. oryzae IV dan VIII
berdasarkan periode laten dan laju infeksi 39
8 Uji beda pengaruh asam salisilat dalam menginduksi ketahanan tiga varietas padi terhadap patotipe X. oryzae pv. oryzae IV dan VIII
berdasarkan ADKPP 39
9 Pengaruh asam salisilat dalam memacu peningkatan tiga varietas padi
10 Pengaruh asam salisilat dalam memacu peningkatan pertumbuhan ADKPTT pada tiga varietas padi dalam menekan patotipe X. oryzae pv.
oryzae IV dan VIII 42
11 Hubungan antara karakter agronomi dengan perkembangan penyakit HDB pada tiga varietas padi yang terinduksi ketahanannya oleh asam
salisilat 51
12 Uji beda pengaruh bakteri endofit L. sphaericus dan asam salisilat dalam menginduksi ketahanan varietas padi berdasarkan periode laten, laju
infeksi, dan ADKPP 55
13 Uji beda pengaruh bakteri endofit L. sphaericus dalam menginduksi tiga varietas padi berdasarkan periode laten, laju infeksi dan ADKPP 56 14 Pengaruh bakteri endofit L. sphaericus dan asam salisilat dalam memacu
peningkatan produksi padi terhadap X. oryzae pv. oryzae 57
15 Pengaruh bakteri endofit dalam memacu peningkatan pertumbuhan dan pencapaian produksi tiga varietas padi terhadap X. oryzae pv. oryzae 57 16 Hubungan antara karakter agronomi dengan perkembangan penyakit
HDB pada tiga varietas padi yang diinduksi ketahanannya dengan bakteri
endofit dan asam salisilat 66
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran 3
2 BaganAlur Kerja Penelitian 4
3 Induksi ketahanan tanaman melalui mekanisme SAR dan ISR 10
4 Pertumbuhan isolat bakteri endofit EA154, EB451, dan ED63 pada
media NA 16
5 Koloni isolat X. oryzae pv. oryzae patotipe IV dan VIIII 16
6 Diagram standar penyakit HDB 17
7 Pengaruh bakteri endofit terhadap aktivitas enzim peroksidase pada tiga varietas padi sebelum dan setelah inokulasi dua patotipe X. oryzae
sv. oryzae 24
8 Pengaruh bakteri endofit terhadap aktivitas enzim polifenoloksidase pada tiga varietas padi sebelum dan setelah inokulasi dua patotipe X. oryzae pv.
sv. oryzae 25
9 Pengaruh bakteri endofit terhadap aktivitas enzim PAL pada tiga varietas padi sebelum dan setelah inokulasi dua patotipe X. oryzae pv oryzae 26 10 Pengaruh bakteri endofit terhadap kandungan protein pada tiga varietas
padi sebelum dan setelah inokulasi dua patotipe X. oryzae pv oryzae 26 11a Ekspresi gen PR-1 sebelum inokulasi X. oryzae pv. oryzae pada varietas
padi yang diinduksi ketahanannya dengan bakteri endofit, asam salisilat, dan
bakteri endofit dan asam salisilat 27
bakteri endofit dan asam salisilat 27 12 Pengaruh asam salisilat terhadap aktivitas enzim peroksidase pada tiga
varietas padi sebelum dan setelah inokulasi dua patotipe X. oryzae pv
oryzae 42
13 Pengaruh asam salisilat terhadap aktivitas enzim polifenoloksidase pada tiga varietaspadi sebelum dan setelah inokulasi dua patotipe X. oryzae pv
oryzae 43
14 Pengaruh asam salisilat terhadap aktivitas enzim β-1,3-glukanase pada tiga varietas padi sebelum dan setelah inokulasi dua patotipe X. oryzae pv
oryzae 43
15 Pengaruh bakteri endofit dan asam salisilat terhadap aktivitas enzim peroksidase tiga varietas padi sebelum dan setelah inokulasi X. oryzae pv
oryzae 59
16 Pengaruh bakteri endofit dan asam salisilat terhadap aktivitas enzim polifenoloksidase pada tiga varietas padi sebelum dan sesudah inokulasi
X. oryzae pv. oryzae 59
17 Pengaruh bakteri endofit dan asam salisilat terhadap aktivitas enzim β-1,3-glukanase pada tiga varietas padi sebelum dan setelah inokulasi
X. oryzae pv oryzae 60
18 Pengaruh bakteri endofit dan asam salisilat terhadap aktivitas enzim PAL pada tiga varietas padi sebelum dan sesudah inokulasi X. oryzae pv.
oryzae 60
DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai Fhitung dalam analisis ragam pengaruh bakteri endofit dalam menginduksi ketahanan dan memacu pertumbuhan tanaman padi
terhadap X. oryzae pv. oryzae patotipe IV dan VIII 83
2 Nilai Fhitung dari analisis ragam pengaruh asam salisilat dalam menginduksi ketahanan dan memacu pertumbuhan tanaman padi
terhadap X. oryzae pv. oryzae patotipe IV dan VIII 84
3 Nilai Fhitung dari analisis ragam pengaruh bakteri endofit dan
asam salisilat dalam menginduksi ketahanan dan memacu pertumbuhan
tanaman padi terhadap X. oryzae pv. oryzae patotipe IV dan VIII 85
4 Benih padi IR64, Ciherang, dan Conde dan hasil persemaian 86
5 Tata letak tanaman padi pada pot-pot untuk perlakuan di Rumah Kaca
umur 14 hari setelah sebar 86
6 Persiapan dan aplikasi bakteri endofit 87
7 Inokulasi X. oryzae pv. oryzae pada tanaman padi berumur 43 hari 87
8 Komposisi media Wakimoto 88
9 Deskripsi padi varietas Ciherang, IR64, dan Conde 89
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu prioritas agenda pembangunan pertanian yang telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui pencapaian swasembada pangan dengan program upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai (UPSUS PAJALE) dalam kurun waktu 2015-2019. Pelaksanaan program ini dititikberatkan melalui kegiatan gerakan pengelolaan tanaman terpadu, rehabilitasi dan pembangunan jaringan irigasi tersier, optimalisasi lahan dan pola budidaya tanaman padi sistem intensifikasi tanaman padi (System of Rice Intensification/ SRI). Namun berbagai upaya yang dilakukan untuk pencapaian swasembada beras ini mempunyai hambatan diantaranya keterbatasan lahan, sarana dan prasarana irigasi, varietas lokal unggulan dan kemudahan investasi untuk industri perbenihan maupun adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Pasandaran et al. 2004)
Penyakit hawar daun bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv.
oryzae merupakan salah satu penyakit utama di negara-negara penghasil padi di dunia, termasuk di Indonesia (Ou 1985; Suparyono et al. 2004). Menurut Sudir et al. (2012), kehilangan hasil akibat penyakit ini berkisar antara 15–80%, bergantung pada stadia tanaman dan faktor lingkungan. Perkembangan penyakit hawar daun bakteri (HDB) sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama kelembapan dan suhu, serta cara budidaya, varietas, dan pemupukan nitrogen. Varietas tahan adalah komponen utama dalam pengendalian penyakit HDB secara terpadu, namun penggunaan varietas secara terus menerus di lapangan dapat memicu patogen beradaptasi membentuk patotipe (strain) baru yang lebih virulen sehingga sifat ketahanan dari varietas mudah dipatahkan. Varietas padi yang diketahui tahan terhadap penyakit ini yaitu Conde, Angke dan Impara Jete 6 (Suprihatno et al. 2011).
Kehilangan hasil yang disebabkan oleh penyakit ini bervariasi bergantung pada umur tanaman saat terjadi serangan oleh bakteri patogen X. oryzae pv.
oryzae (Shanti et al. 2010). Bakteri ini merupakan patogen terbawa benih padi yang dapat menurunkan mutu benih dan produksi padi hingga 50% (Vikal et al.
2007). Suparyono dan Sudir (1992), melaporkan bahwa ambang kerusakan penyakit HDB dua minggu sebelum panen mencapai 20%. Menurut data dari BBOPT Jatisari (2016), prakiraan luas serangan penyakit ini untuk musim tanam 2015-2016 yang rata-rata mencapai 26 310 hektar meliputi sebagian besar pulau Jawa, Aceh dan Sumatera Utara, Kalimantan Timur, serta Sulawesi Barat.
Berbagai cara pengendalian terhadap penyakit ini telah dilakukan tetapi hasilnya belum optimal, sehingga sampai saat ini patogen ini masih menjadi kendala utama produksi padi di daerah tropis maupun subtropis. Pengendalian penyakit ini yang sudah dilakukan di antaranya ialah 1) penggunaan varietas yang tahan, 2) bakterisida sintetis, 3) pengendalian hayati, dan 4) pestisida (Kadir et al.
2009).
2
lapangan karena tingginya keragaman patogen di lapang. Di Indonesia sampai saat ini ditemukan 12 patotipe X. oryzae pv. oryzae dan ditemukan 3 patotipe yang dominan yaitu patotipe III, IV, dan VIII (Suparyono et al. 2004). Berdasarkan hasil survei oleh Sudir dan Yuliani (2016) di 10 provinsi di Indonesia ditemukan 3 patotipe yang dominan yaitu patotipe III (30 %), IV (36 %), dan VIII (34 %). Dengan dikembangkannya varietas padi baru maka penyakit ini menjadi sangat dominan pada tanaman padi khususnya di wilayah Asia sebagai penghasil padi (Ezuka & Kaku 2000). Penyemprotan tanaman dengan bakterisida yang berspektrum luas seperti kasugamycin, phenazin, dan streptomycin direkomendasikan untuk mengendalikan patogen ini, namun biaya yang cukup tinggi menyebabkan pemakaiannya ditingkat petani masih menjadi kendala (Triny
et al. 2008).
Teknologi pengendalian penyakit dengan varietas yang tahan masih kurang efektif disebabkan oleh cara-cara budidaya tanaman yang kurang baik sehingga varietas tahan sangat mudah dipatahkan. Penggunaan bahan kimia antibakteri tidak dianjurkan karena dapat memicu dan menyebabkan gangguan pada kesehatan, lingkungan, dan resistensi terhadap patogen. Pemanfaatan agens penginduksi ketahanan menjadi solusi alternatif dalam pengendalian penyakit hawar daun. Agens penginduksi (elisitor) secara fisiologis akan mengatur sistem ketahanan menjadi aktif dan/atau menstimulasi mekanisme resistensi alami yang dimiliki oleh inang. Elisitor tersebut dapat berupa agens biologi, kimia, dan fisik (Agrios 2005).
Chung et al. (2015), melaporkan keberhasilan pengendalian penyakit hawar daun bakteri pada padi dengan menginduksi ketahanan secara biotik melalui pemanfaatan Bacillus oryzicola strain YC7010. Bakteri tersebut selain bersifat menginduksi ketahanan juga dapat memacu pertumbuhan tanaman. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Lanna-Filho et al. (2013) bahwa pengendalian penyakit bercak buah tomat (Xanthomonas vesicatoria) dengan bakteri endofit Bacillus amyloliquefaciens dan Bacillus pumilus.
Pengendalian X. oryzae pv. oryzae pada padi dengan menginduksi ketahanan secara abiotik telah dilaporkan oleh Mohan-Babu et al. (2003) melalui aplikasi acibenzolar-S-methyl (ASM). Senyawa ASM ini diketahui dapat menginduksi ketahanan terhadap penyakit HDB. Demikian juga dilaporkan oleh Faoro dan Gozzo (2015) bahwa Chitosan (CHT) dan benzo-(1,2,3)-thiadiazole-7-carbothioic acid S-methyl ester (BTH) dapat menginduksi ketahanan tanaman barley terhadap penyakit embun tepung (Blumeria graminis f. sp. hordei).
Pengendalian penyakit dengan menginduksi ketahanan secara biotik dan abiotik telah dilaporkan oleh de Román et al. (2011) menggunakan mikoriza arbuskula (AM) dan ASM pada tanaman kedelai. Demikian juga dilaporkan oleh Yi et al. (2013), bahwa aplikasi senyawa BTH dan bakteri endofit PGPR Bacillus pumilus INR7 dapat menginduksi ketahanan tanaman cabe terhadap penyakit bercak buah (X. axonopodis pv. vesicatoria).
Perumusan Masalah
3
pengendalian penyakit ini dapat diaplikasikan secara biotik maupun abiotik. Sampai saat ini, kombinasi induksi ketahanan secara biotik (bakteri endofit) dan abiotik (asam salisilat) dalam pengendalian penyakit HDB di Indonesia belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal ini maka disusun kerangka pemikiran dari penelitian ini yang disajikan pada Gambar 1, sedangkan alur penelitiannya dicantumkan pada Gambar 2.
4
POTENSI BAKTERI ENDOFIT DAN ASAM SALISILAT SEBAGAI PENGINDUKSI KETAHANAN TANAMAN PADI TERHADAP Xanthomonas oryzae pv. oryzae
PERCOBAAN II :
ASAM SALISILAT SEBAGAI PENGINDUKSI KETAHANAN TIGA VARIETAS PADI TERHADAP X. oryzae pv. oryzae
PERCOBAAN I :
BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI PENGINDUKSI KETAHANAN TIGA VARIETAS PADI TERHADAP X. oryzae pv. oryzae
Uji beberapa strain bakteri endofit sebagai penginduksi ketahanan tiga varietas padi terhadap X. oryzae pv. oryzae
Analisis enzim-enzim pertahanan tanaman (peroksidase, polifenoloksidase, dan fenilalanin amonia lias (PAL)
Analisis gen PR1 dengan teknik One Step RT-PCR
Uji beberapa konsentrasi asam salisilat sebagai penginduksi ketahanan tiga varietas padi terhadap X. oryzae pv. oryzae
Analisis enzim-enzim pertahanan tanaman (peroksidase, polifenoloksidase, dan β -1,3-glukanase)
Analisis gen PR1 dengan teknik One Step RT-PCR
Luaran : Teknik induksi ketahanan tanaman padi terhadap patotipe X. oryzae pv. oryzae
dengan bakteri endofit terpilih
Luaran : Teknik induksi ketahanan tanaman padi terhadap patotipe X. oryzae
pv. oryzae dengan asam salisilat terpilih
PERCOBAAN III :
BAKTERI ENDOFIT, ASAM SALISILAT, DAN KOMBINASINYA SEBAGAI PENGINDUKSI KETAHANAN TANAMAN PADI TERHADAP Xanthomonas oryzae
pv. oryzae
Uji bakteri endofit dan konsentrasi asam salisilat terpilih sebagai penginduksi ketahanan tiga varietas padi terhadap X. oryzae pv. oryzae
Analisis enzim-enzim pertahanan tanaman (peroksidase, polifenoloksidase, β-1,3-glukanase, dan fenilalanin amonia-liase)
Analisis gen PR1 dengan teknik One Step RT-PCR
Luaran : Teknik induksi ketahanan tanaman padi terhadap patotipe X. oryzae pv. oryzae
dengan kombinasi bakteri endofit dan asam salisilat terpilih sebagai penginduksi ketahanan
5
Tujuan Penelitian
Memperoleh agens penginduksi ketahanan tanaman padi yang efektif terhadap penyakit hawar daun bakteri (X. oryzae pv. oryzae), khususnya oleh bakteri endofit dan atau asam salisilat terpilih serta kombinasinya dalam menginduksi ketahanan varietas IR64, Ciherang, dan Conde terhadap Xathomonas oryzae pv. oryzae patotipe IV dan VIII.
Luaran
Teknologi induksi ketahanan tiga varietas padi menggunakan bakteri endofit atau asam salisilat dan kombinasinya dalam menekan perkembangan penyakit HDB.
Hipotesis
1. Bakteri endofit mampu menginduksi ketahanan pada tiga varietas padi dalam menekan patotipe X. oryzae pv. oryzae.
2. Pada konsentrasi asam salisilat tertentu mampu menginduksi ketahanan pada tiga varietas padi dalam menekan patotipe X. oryzae pv.oryzae.
3. Kombinasi antara bakteri endofit dan asam salisilat akan memberikan respons yang optimal dalam menginduksi ketahanan tiga varietas padi terhadap X. oryzae pv. oryzae.
Manfaat
Menyediakan teknologi induksi resistensi untuk pengendalian penyakit HDB pada tiga varietas padi yang diinduksi ketahanannya oleh bakteri endofit dan asam salisilat dalam menekan Xanthomonas oryzae pv. oryzae patotipe IV dan VIII.
Unsur Kebaharuan
Penelitian ini memiliki unsur kebaruan yaitu :
1. Bakteri endofit ED1 63 dan konsentrasi optimum asam salisilat atau kombinasinya sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap X. oryzae pv. oryzae.
2. Perubahan status varietas rentan menjadi moderat dan moderat menjadi tahan setelah diinduksi dengan bakteri endofit ED1 63 dan asam salisilat atau kombinasinya.
6
2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Padi
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh X. oryzae pv.
oryzae merupakan salah satu penyakit yang banyak tersebar di padi di negara-negara penanam padi seperti Jepang, India, dan Filipina termasuk di Indonesia (Ou 1985; Suparyono 2004). Bakteri hawar daun padi berbentuk batang (basilus), berflagela, ukuran sel 1.2 μm x 0.3–0.5 μm, bersel tunggal, gram negatif, tidak membentuk spora, dan tanpa kapsul. Apabila ditumbuhkan pada media biakan SPA, koloni akan berwarna kuning pucat (Nino-Liu et al. 2006).
Bakteri patogen ini melakukan penetrasi melalui hidatoda, luka, atau lubang alami yang lain (lentisel). Penyebaran penyakit melalui kontak fisik antara daun yang terinfeksi dengan daun yang sehat, melalui aliran irigasi dari satu lahan ke lahan lainnya. Selain itu, lingkungan yang lembab dan jarak tanam yang terlalu rapat juga mempermudah penularan penyakit ini. Bakteri masuk ke dalam jaringan tanaman, lalu memperbanyak diri di dalam epidermis yang menghubungkan dengan pembuluh pengangkut, kemudian tersebar ke jaringan lainnya dan menimbulkan gejala. Infeksi yang terjadi pada pembibitan menyebabkan bibit menjadi kering. Bakteri menginfeksi masuk melalui sistem vaskular tanaman padi pada saat pindah tanam atau pada saat dicabut dari tempat pembibitan sehingga akarnya rusak, atau terjadi infeksi pada saat daun rusak (Nino-Liu et al. 2006).
Terdapat dua fase penyakit HDB yaitu fase hawar daun dan fase kresek. Kresek merupakan akibat yang paling merugikan dari penyakit HDB. Tanaman menjadi berwarna kuning pucat hingga layu selama fase pembenihan hingga fase anakan awal menghasilkan sebagian hingga keseluruhan gagal panen. Telah dilaporkan di Filipina, Indonesia dan India diperkirakan mengalami kehilangan hasil panen hingga 60-75% tergantung cuaca, lokasi dan varietas padi. HDB juga mengurangi hasil panen dengan menurunkan kualitas biji karena terganggunya proses pendewasaan tanaman (Ou 1985). Penyakit HDB dapat terjadi pada semua fase pertumbuhan, lebih umum pada fase anakan hingga fase dewasa (Gnanamanickam 2009). Di Filipina, Indonesia dan India mengalami kerugian karena gejala kresek oleh BLB hingga mencapai 60-75% tergantung cuaca, lokasi dan varietas padi (Ou 1985).
X. oryzae pv. oryzae merupakan patogen tular benih memiliki inang alternatif dari jenis padi liar seperti Oryza rufipogon, O. australiensis dan gulma sebagai inang alternatif seperti Leersia oryzoides, Zizania latifolia, Echinochloa colonum, Leptochloa spp dan Cyperus spp. Bakteri ini dapat bertahan hidup lama hingga musim tanam berikutnya dalam bentuk koloni bakteri kering maupun basah pada jerami, serasah tanaman, dan singgang/turiang padi. Bakteri patogen ini sangat sulit dikendalikan karena strain patogen ini mudah mengalami mutasi dan rekombinasi yang menyebabkan sampai saat ini upaya pengendalian terhadap penyakit ini belum optimal (Nino-Liu et al. 2006). Penggunaan varietas baru yang tahan terhadap patogen ini mudah sekali dipatahkan pada musim tanam berikutnya (Ponciano et al. 2004). Hal ini disebabkan oleh sifat patotipe X. oryzae
7
tahan terhadap penyakit ini. Varietas Angke dan Conde adalah varietas yang diketahui tahan terhadap penyakit HDB karena mempunyai gen tahan Xa5 dan Xa7 (Tasliah 2012). Perubahan varietas yang tahan menjadi rentan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi dan dominansi, kecepatan perubahan patotipe, frekuensi penanaman, dan komposisi varietas (Suparyono et al. 2004; White & Yang 2009). Kesesuaian penanaman varietas tahan dengan keadaan patotipe patogen yang ada di lapangan berdampak terhadap peningkatan efektivitas pengendalian penyakit HDB, maka perlu dilakukan pemantauan komposisi dan dominasi patotipe patogen secara terus-menerus sehingga penularan penyakit dapat ditekan (Sudir et al. 2012).
Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan penyakit HDB adalah kehadiran gulma di sekitar tanaman, jerami padi yang terinfeksi bakteri, dan ratun tanaman yang terinfeksi sebagai sumber inokulum awal. Demikian juga bakteri di sawah dan saluran irigasi dapat mendorong infeksi baru pada daun. Suhu hangat
(25−30°C) serta kelembapan dan curah hujan yang tinggi dapat mendukung
perkembangan penyakit. Lahan basah juga mendorong munculnya gejala penyakit. Angin kencang yang menyebabkan luka pada tanaman dapat menyebabkan bakteri menyebar dari satu tanaman ke tanaman lain. Penggunaan alat tanam dan penanganan selama tanam juga dapat memicu infeksi baru. Gejala kresek sering dikaitkan dengan infeksi bibit selama proses pembibitan. Pemupukan nitrogen dosis tinggi juga dapat mendukung perkembangan penyakit ini (Ou 1985).
Pengendalian Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Padi
Pengendalian penyakit HDB sudah banyak dilakukan diantaranya penggunaan kultur teknis, agens hayati, dan pestisida. Krisnandika et al. (2016) melaporkan bahwa aplikasi bakteri probiotik R. pickettii TT47, endofit 467 atau aktinomiset 6 dalam bentuk pelet terbukti efektif menurunkan populasi patogen X. oryzae pv. oryzae dan mempertahankan viabilitas benih padi terinfeksi selama 6 minggu penyimpanan. Selanjutnya Agustiansyah et al. (2010) melaporkan bahwa perlakuan benih padi varietas Ciherang dengan matriconditioning + isolat A6, perendaman dalam isolat A6, atau isolat A54 merupakan perlakuan benih terbaik untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Disamping itu semua perlakuan benih dengan agens hayati mampu menekan pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae
pada benih padi varietas Ciherang yang diuji.
Hastuti et al. (2012) melaporkan bahwa isolat endofit AB131-1 dan AB131-2 yang berasal dari genus Streptomyces memiliki potensi sebagai agens biokontrol untuk pengendalian penyakit HDB pada tanaman padi. Menurut Surjadi et al. (2013) efikasi konsorsium bakteri endofit untuk pengendalian penyakit padi dengan metode SRI di daerah Jawa Barat menunjukkan bahwa kandidat konsorsium C1 (Bacillus sp E 64, B. firmus E 65, Burkholderia sp E 76,
B. cereus C 29d, B. licheniformis CPKPP 35, Bacillus sp H, Bacillus sp IR) dapat mengurangi keparahan penyakit HDB dan bercak bergaris.
8
berbeda dengan varietas Angke sebagai varietas pembanding selama dua musim tanamsehingga berpotensi dijadikan sebagai tetua dalam perakitan varietas unggul baru yang tahan terhadap penyakit HDB.
Induksi Ketahanan Tanaman
Tanaman diberi kemampuan untuk melindungi diri terhadap serangan patogen. Sistem pertahanan yang dimiliki ini berfungsi sebagai sistem perlawanan terhadap kemungkinan serangan virus, bakteri, cendawan, dan nematoda. Sistem imun bawaan adalah kekuatan utama dari tanaman untuk melawan patogen, melalui sinyal spesifik yang diperlukan untuk mengaktifkan sistem kekebalan (Dodds & Rathjen 2010). Ketahanan terinduksi dapat terjadi secara langsung melalui persepsi tanaman oleh pola asosiasi molekuler patogen dengan tanaman (pathogen-associated molecular patterns,PAMPs). PAMPs disebut sebagai elisitor umum dan merupakan struktur molekuler mikrob seperti khitin dan lipopolisakarida pada cendawan dan flagelin pada dinding sel bakteri. Tanaman mengodekan reseptor yang memediasi pengendalian PAMPs, selanjutnya mengaktivasi respons pertahanan yang dikenal sebagai PAMP-triggered immunity
(PTI). PTI melibatkan transduksi signal yang mengarah pada pembentukan produk metabolit sekunder, Reactive Oxygen Species, PR-protein, penguatan dinding sel, akumulasi asam salisilat dan reaksi hipersensitif berupa kematian sel terprogram (Vlot et al. 2009).
Patogen mengenali tumbuhan melalui sinyal pola asosiasi molekuler patogen dengan tanaman/PAMPs dan tanaman menerima sinyal pengenalan melalui reseptor pola pengenalan tanaman (plant recognition receptor signal patterns/PRRs). Kedua pembawa pesan ini terlibat dalam memberikan pesan yang menghasilkan kelompok sinyal PAMPs/PRRs. Asam salisilat (SA) adalah sinyal tanaman yang penting dalam menyampaikan pesan PAMPs secara ekstraseluler ke dalam sel tanaman untuk memulai transkripsi gen-gen pertahanan. Sistem sinyal PAMPs dapat memicu biosintesis asam salisilat (Vlot et al. 2009).
Induksi resistensi tanaman terhadap patogen bisa terjadi secara pasif maupun aktif. Ketahanan pasif bergantung pada sejumlah senyawa aktif yang diekspresikan oleh tanaman, sedangkan ketahanan aktif terinduksi setelah tanaman terinfeksi oleh patogen. Fenomena ini merupakan suatu proses aktif yang terjadi dalam dua tahapan. Pertama, pertahanan terjadi karena adanya reaksi inkompatibel antara inang dan patogen yang terekspresi berupa pertahanan lokal oleh senyawa fitoaleksin dan respons hipersensitif, dan kedua induksi resistensi dapat terjadi karena ekspresi ketahanan tanaman terhadap patogen setelah diberi perlakuan senyawa tertentu (Kuć 2006). Dengan demikian, induksi resistensi dapat didefinisikan sebagai ekspresi peningkatan mekanisme pertahanan alami tanaman terhadap patogen yang dipicu oleh beberapa agens penginduksi setelah tanaman diinokulasi dengan patogen. Setiap agens penginduksi ini akan memberikan reaksi yang bervariasi dalam induksi resistensi.
9
digambarkan sebagai induksi pertahanan pada bagian lokasi terjadinya infeksi ke seluruh bagian tanaman. Mekanisme penghambatan perkembangan patogen melalui induksi ketahanan secara lokal disebabkan oleh produksi senyawa
pathogenesis related protein (PR-protein) yang dipicu oleh patogen melalui beberapa bahan kimia yang efektif untuk memicu ketahanan terhadap patogen (Hammerschmidt 2009).
Umumnya respon tanaman yang terinduksi oleh patogen diatur melalui jalur transduksi sinyal di mana beberapa hormon tanaman misalnya asam salisilat (AS), asam jasmonat (AJ), etilen (ET), dan asam absisat memainkan peran sentral (Asselbergh et al. 2008). Hormon-hormon ini sangat diperlukan dalam memediasi pertahanan tanaman melalui beberapa jalur transduksi sinyal yang berfungsi sebagai sinyal pertahanan alami dari tanaman sehingga terjadi interaksi yang bervariasi diantara tanaman inang dan patogen akibat pengaruh dari aktivitas hormon tumbuh yang berbeda.
Induksi resistensi terbagi dalam dua tipe yaitu induksi resistensi sistemik (induced Systemic Resistance/ISR) dan resistensi perolehan sistemik (systemic acquired resistance/SAR). Karakteristik dari SAR adalah terjadinya ekspresi ketahanan lokal berupa gejala nekrosis ketika dipapar dengan patogen, terjadi akumulasi asam salisilat dan ekspresi sistemik PR-protein (Hammersrchmidt 2009), sedangkan ISR tidak berasosiasi dengan pembentukan lesio lokal nekrotik dan pembentukan gen-gen PR-protein tetapi bergantung pada akumulasi senyawa etilen dan asam jasmonat (Van Loon et al. 1998) (Gambar 3).
Peranan Sinyal Asam Salisilat (AS), Asam Jasmonat (AJ), dan Etilen (ET) dalam Induksi Resistensi
Hormon tanaman seperti asam salisilat, asam jasmonat, etilen adalah regulator utama dari induksi resistensi. Hormon-hormon ini dapat memicu signal pertahanan tanaman dengan menghasilkan gen-gen yang berhubungan dengan pertahanan tanaman untuk menimbulkan induksi resistensi terhadap serangan patogen maupun serangga (De Vos et al. 2005).
Asam Salisilat (AS)
Asam salisilat adalah senyawa asam monohidroksi benzoat yang berperan dalam transduksi sinyal lokal dalam induksi resistensi SAR terhadap cekaman biotik maupun abiotik. Pada biosintesis asam salisilat secara langsung melalui lintasan phenylalanine, phenylalanine dikonversi menjadi asam sinamat (CA) oleh phenylalanine ammonia lyase (PAL). Fenilalanin amonia liase sebagai kunci yang mengatur lintasan phenylpropanoid yang menginduksi stres biotik maupun abiotik (Chen et al. 2000). Asam salisilat dapat disintesis melalui 2 jalur, yaitu jalur hidroksilat yang teroksidasi membentuk ortho-hydroxycinnamic acid (oHCA) atau juga jalur asam sinamat yang teroksidasi menjadi prekursor asam benzoat (Hayat et al. 2010).
10
Gambar 3 Induksi resistensi tanaman melalui mekanisme resistensi perolehan sistemik (SAR) dan induksi ketahanan sistemik (ISR)
Sumber : Vallad dan Goodman (2004).
Analisis genetik pada tanaman Arabidopsis dalam jalur pertahanan tanaman telah diidentifikasi pada beberapa mutan resesif. Transduksi sinyal dari asam salisilat juga memengaruhi kerentanan tanaman terhadap infeksi patogen, sebagai contoh mutan sid1, sid2 dan pad2 ternyata tidak mampu meningkatkan akumulasi AS dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen (Delaney 2004). Ketika patogen menginfeksi tanaman, terjadi akumulasi AS, maka AS dimediasi oleh NPR1 di dalam inti sel dan sitoplasma, serta bisa berfungsi sebagai antioksidan apabila kondisi lingkungan kurang menguntungkan. Selanjutnya oligomer NPR1 berubah menjadi monomer aktif melalui ikatan intermolekuler disulfida, monomer ini ditranslokasi ke dalam inti sel dan berinteraksi dengan coofaktor TGA menjadi TGA2. Interaksi yang terjadi antara TGA dan NPR1 selanjutnya akan membentuk gen PR1, namun ketika terjadi reaksi tunggal oleh NPR1 tanpa TGA maka tidak terjadi ekspresi gen PR1 (Pieterse & Van Loon 2004).
Asam salisilat yang diaplikasikan secara eksogen dapat memengaruhi proses fisiologi, biokimia, dan molekuler tanaman maupun sebagai antioksidan (Saruhan
et al. 2012). Regulasi aktivitas antioksidan seperti enzim peroksidase, superoksida dismutase, dan katalase adalah komponen utama dalam induksi resisten terhadap stres biotik dan abiotik (Vicente & Plasencia 2011).
Beberapa turunan dari AS juga berfungsi sebagai priming bagi induksi resistensi patogen tanaman seperti benzothiadiazole (BTH), yang dapat meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit embun tepung dan embun bulu (Plasmopara viticola dan Erysiphe necator) pada tanaman apel. Senyawa BTH dapat memicu ekspresi gen-gen pertahanan tanaman seperti gen PR1, PR2,
Asam salisilat Induksi
ketahanan ketahanan Induksi
Asam jasmonat & etilen
Asam jasmonat &
etilen
Elisitor biotik Elisitor
abiotik/biotik
Asam salisilat
Protein PR
Protein PR
11
PR3, PR8 dan PR10 maupun gen PR3, PR6 dan PR10 pada tanaman apel yang diinokulasi dengan P. viticola dan E. Necator (Dufour et al. 2013).
Asam Jasmonat (AJ) dan Etilen (ET)
Asam jasmonat pertama kali dideteksi pada minyak atsiri Jasminum grandiflorum. Asam jasmonat ini merupakan kelompok senyawa utama dalam transduksi signal induksi ketahanan tanaman. Kelompok senyawa AJ seperti Oxylipins bekerja sebagai signal untuk pertahanan terhadap patogen. Akumulasi AJ diikuti dengan aktivasi senyawa-senyawa pertahanan yang dimediasi oleh asam jasmonat (Wasternack 2007).
Induksi ketahanan dengan AJ diketahui diinduksi oleh seperangkat gen spesifik. Gen-gen ini stabil dalam menginduksi ketahanan pada inang tertentu dengan patogen yang spesifik. Defisiensi AJ pada mutan tanaman tomat meningkatkan kerentanan terhadap Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici,
Verticillium dahliae, and Phytophthora infestans (Thaler et al. 2004). Sebaliknya pada tanaman yang rentan terhadap 3 jenis cendawan patogen yaitu Septoria lycopersici, C. fulvum, and Oidium neolycopersici terjadi defisiensi AJ oleh mutan tanaman ini (Thaler et al. 2004).
Menurut Ellis dan Turner (2001), respons induksi ketahanan AJ berbeda terhadap 2 spesies bakteri patogen pada tanaman Arabidopsis. Pada bakteri
Erwinia carotovora yang kekurangan AJ akan menyebabkan tanaman menjadi rentan, sedangkan respons terhadap Pseudomonas syringae menyebabkan tanaman menjadi tahan karena dipengaruhi oleh adanya akumulasi sinyal AJ. Dengan demikian keberhasilan sinyal AJ dalam memediasi induksi ketahanan suatu patogen dipengaruhi oleh strain patogen (Thomma et al. 2001)
Peranan etilen dalam induksi resistensi dapat menguntungkan dan juga merugikan (Van Loon et al. 2006). Pada Arabidopsis mutan menjadi tidak sensitif terhadap etilen sehingga meningkatkan kerentanan tanaman terhadap B. cinerea
(Thoma et al. 1999). Hal ini diamati pada mutan kedelai yang dapat meningkatkan kerentanan tanaman terhadap cendawan Septoria glycines dan Rhizoctonia solani.
Peranan Bakteri Endofit sebagai Agens Penginduksi Ketahanan Tanaman
Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan internal tumbuhan hidup tanpa menyebabkan efek negatif langsung yang nyata. Sifat mikroba endofit yang tidak berdampak negatif pada jaringan tumbuhan menunjukkan kemungkinan adanya hubungan simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dan inangnya (Strobel & Daisy 2003).
12
kolonisasinya bersifat sistemik di jaringan batang dan daun. Kepadatan bakteri di jaringan batang dan daun lebih rendah daripada di bagian perakaran yaitu 103-104 cfu/g jaringan. Keragaman bakteri endofit sangat rendah mengindikasikan perlunya adaptasi tinggi dari endofit yang memungkinkan berkembangnya di dalam jaringan tanaman (Hallman 2001).
Menurut Lodewyckx et al. (2002) genus bakteri endofit seperti Bacillus,
Pseudomonas, dan Bukholderia sama halnya dengan genus bakteri penghuni tanah dapat menghasilkan metabolit sekunder seperti senyawa antibiotik, antikanker, anticendawan, antivirus, insektisida, dan sebagai penginduksi ketahanan tanaman. Mano dan Morisaki (2008), menemukan beberapa spesies bakteri endofit di dalam jaringan tanaman padi diantaranya Pantoea, Methylobacterium, Azospirillum, Herbaspirillum Burkholderia, Rhizobium dan lain-lain. Bakteri non patogen banyak diketahui dapat menginduksi ketahanan pada tanaman yang dikenal dengan induced systemic resistance (ISR).
Peran Bakteri Endofit dan Asam Salisilat Sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman
Bakteri endofit dapat berperan untuk memacu pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan auksin. Mattos et al. (2008), melaporkan bahwa bakteri endofit
Burkholderia kururiensisis strain E150 mampu memacu pertumbuhan tanaman padi. Bakteri endofit ini merupakan bakteri diazotrophic yang diisolasi dari lingkungan yang tercemar. Bakteri endofit mengkolonisasi bagian perakaran ke pembuluh xilem dan berperan sebagai penghasil auksin bagi tanaman. Sebagian besar endofit ini mengekspresi gen-gen yang berkaitan dengan motilitas, kemotaksis, adhesi untuk beradaptasi di permukaan sel inang (Coutinho et al.
(2015). Bakteri endofit pada perakaran padi berkembang biak dan menyebar di dalam tanaman dengan memengaruhi aktivitas terhadap pertumbuhan dan kesehatan tanaman (Sessitsch et al. 2012). Mano dan Morisaki 2008, menemukan beberapa spesies bakteri endofit pada tanaman padi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan sebagai agens biokontrol. Beberapa bakteri endofit mempunyai kemampuan dalam menghasilkan senyawa antimikoba yang dapat menekan
Rhizoctonia solani, Fusarium oxysporium, dan Phyotophthora infestans
(Rajkumar et al. 2008).
(El-13
14
3 BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI AGENS PENGINDUKSI
KETAHANAN
TIGA
VARIETAS
PADI
TERHADAP
Xanthomonas oryzae pv. oryzae
Pendahuluan
Umumnya bakteri dapat berasosiasi dengan tanaman melalui kolonisasi pada jaringan tanaman di bagian akar (rhizosfer), epifit (filosfer), dan di dalam jaringan tanaman (endofit). Bakteri endofit dapat ditemukan seluruh bagian tanaman baik daun, akar, batang, maupun kulit pada tanaman angiospermae (Banarjee 2011). Endofit dikenal sering menempati bagian internal tanaman di daerah antar sel tanpa memberi efek merugikan (Compant et al. 2010; Reinhold-Hurek & Reinhold-Hurek 2011). Bakteri endofit telah ditemukan beragam spesies yang menempati berbagai organ tanaman (Mano & Morisaki 2008; Reinhold-Hurek & Hurek 2011). Bakteri tersebut terdapat pada trikhom, stomata, sepanjang tulang daun, dinding sel epidermis dan spora serta jaringan intraseluler vaskular (Hallmann 2001).
Bakteri endofit berpotensi untuk meningkatkan produksi tanaman sebagai agen pemacu pertumbuhan tanaman, stres abiotik dan fitoremediasi (Backman dan Sikora 2008; Sesitch et al. 2012; Nair & Padmavathy 2014). Beberapa bakteri endofit telah diisolasi senyawa aktifnya yang berfungsi sebagai antibakteri (Strobel et al. 2003), antivirus (Guo et al. 2000); antibiotik (Arunachalam & Gayathri, 2010) dan antioksidan (Anurada et al. 2010). Selain itu bakteri endofit juga berperan sebagai agens hayati dan induksi resistensi sistemik (Ojha & Chatterjee 2013).
Campos-Soriano et al. (2012) melaporkan bahwa kolonisasi akar padi oleh jamur mikoriza arbuskula Glomus sp, disertai dengan induksi sistemik diatur oleh gen-gen yang terlibat dalam pertahanan inang (OsNPR1 dan OsAP2) maupun yang terlibat dalam transduksi sinyal yang dimediasi oleh kalsium (OsDUF26 dan OsCaM). Ekspresi gen-gen PR protein setelah diinfeksi oleh Magnaporthe grisea
memperlihatkan adanya simbiosis diantara mikhoriza dengan tanaman padi dan dikendalikan oleh gen yang mengatur pertahanan dan priming untuk memicu ekspresi gen PR protein.
Kurniawati et al. (2015) menemukan dari 11 isolat bakteri yang diuji memiliki potensi umum sebagai agens hayati terhadap X. oryzae pv. oryzae
patotipe III, IV dan VIII diperoleh 4 yaitu T5-1118, T5-1105, T6-1109 dan R7-1018), yang memiliki keunggulan berupa kemampuan aktivitas kitinolitik (T5-1118 dan R7-1018), melarutkan fosfat ( T5-1105 dan T6-1109), dan produksi siderofor (T5-1118 dan T6-1109). Pengujian potensi senyawa bioaktif dari keempat isolat secara in vitro menunjukkan bahwa isolat T5-1118, T5-1105, T61109 dan R7-1018 mempunyai kemampuan menghambat X. oryzae pv. oryzae.
15
63. Isolat-isolat bakteri endofit tersebut yang digunakan dalam penelitian selanjutnya dengan patotipe X. oryzae pv. oryzae yang berbeda.
Upaya pemanfaatan dan pengembangan bakteri endofit sebagai agens penginduksi ketahanan tanaman pada berbagai tanaman masih perlu dikaji lebih lanjut, khususnya pada varietas padi dan patotipe X. oryzae pv. oryzae berbeda yang dilaporkan belum pernah dilakukan di Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bakteri endofit sebagai penginduksi ketahanan varietas IR64, Ciherang, dan Conde dalam menekan patotipe X. oryzae
pv. oryzae IV dan VIII. Isolat-isolat bakteri endofit yang digunakan ini telah berhasil dikarakterisasi dan merupakan koleksi dari Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan (Parida et al. 2015).
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2013 sampai Nopember 2013. Penelitian lapangan dilakukan di rumah kaca kebun Percobaan Cikabayan. Pengamatan in vitro dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan PAU IPB, Bogor. Isolat X. oryzae pv. oryzae patotipe IV dan VIII diperoleh dari koleksi BB Padi, Sukamandi.
Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan tiga faktor dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan diulang sebanyak 3 kali. Faktor A adalah bakteri endofit: kontrol, EA2 154, EB4 451, ED1 63; faktor B varietas padi: B1=IR64; B2=Ciherang; B3=Conde); faktor C patotipe (C0=kontrol; C1= X. oryzae pv. oryzae patotipe IV; C2= X. oryzae pv. oryzae patotipe VIII), dan setiap perlakuan diambil 5 sampel tanaman.
Persiapan Tanaman dan Perendaman Benih dengan Bakteri Endofit
Benih padi tiga varietas yaitu IR64, Ciherang, dan Conde (deskripsi tiga varietas padi disajikan pada Lampiran 9) didesinfeksi dengan natrium hipoklorit 70 % selama 2 menit dan dibilas 3 kali dengan air steril. Benih ini dikering-anginkan kemudian disterilisasi dengan metode hot water treatment pada suhu 55
o
c selama 20 menit. Selanjutnya benih padi direndam dalam suspensi endofit dengan konsentrasi 108 cfu mL-1 dalam media NB selama semalam (24 jam) untuk selanjutnya disemai pada wadah plastik berukuran 22 x 16 cm berisi media campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Setelah tanaman berumur 14 hari setelah sebar, siap dipindahkan ke dalam ember plastik berukuran 30 x 40 cm berisi campuran tanah dan pupuk kandang steril (1:1).
Inokulasi Bakteri Endofit
16
A B C
dengan perlakuan uji dengan konsentrasi 108 cfu, sedangkan untuk kontrol tidak diberi perlakuan suspensi endofit namun diberi suspensi media cair steril NB sebanyak 50 mL-1.
Gambar 4 Pertumbuhan isolat bakteri endofit EA2 154 (A), EB4 451 (B), dan ED1 63 (C) pada media NA
Inokulasi Xanthomonas oryzae pv. oryzae
Peremajaan X. oryzae pv. oryzae dilakukan dengan menumbuhkan pada media biakan Wakimoto. Isolat X. oryzae pv. oryzae (patotipe IV dan VIII koleksi biakan BB Padi Sukamand) direisolasi untuk mendapatkan koloni tunggal patotipe IV dan VIII (Gambar 5) untuk diinokulasi ke tanaman padi. Isolat ini ditumbuhkan pada media Wakimoto (Lampiran 11), diperoleh koloni tunggal berwarna kuning muda, kemudian isolat disimpan di media agar miring Wakimoto yang diberi parafin steril disimpan pada suhu 4 oC.
Inokulasi X. oryzae pv. oryzae dilakukan pada umur 43 hari setelah tanam menggunakan clip method, dengan konsentrasi 107 cfu. Konsetrasi ini dibuat dengan teknik pengenceran 101 – 109, selanjutnya digunakan konsentrasi 107 cfu mL-1 untuk kebutuhan inokulasi. Setelah inokulasi dengan X. oryzae pv. oryzae
tanaman disungkup dengan plastik selama 3 hari supaya kelembapan udara tetap tersedia bagi patogen.
Gambar 5 Koloni isolat X. oryzae pv. oryzae patotipe IV (A) dan VIII (B)
Pemeliharaan Tanaman
[image:32.595.38.472.58.840.2]17
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan memberikan pupuk NPK Mutiara sebanyak 0.5 g-1 tanaman sebanyak 3 kali, pemupukan pertama pada umur 17 hari setelah sebar, selanjutnya dilakukan pemupukan kedua dan ketiga dengan interval waktu 2 minggu. Penyemprotan pestisida dilakukan selang waktu 2 minggu sekali untuk mencegah serangan hama. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh dan anakan yang tumbuh tidak normal setiap seminggu sekali.
Analisis Perkembangan Penyakit Hawar Daun Bakteri
Parameter perkembangan penyakit hawar daun yang diamati adalah periode laten, keparahan penyakit, laju infeksi dan area dibawah kurva perkembangan penyakit (ADKPP). Pengamatan penyakit HDB menggunakan diagram standar penyakit (Gambar 6) dan dilakukan setiap 5 hari. Setiap tanaman diambil 4 sampel daun dari setiap satuan percobaan. Keparahan penyakit ini dihitung dengan rumus:
�� = ∑ (�� � ��� � � ) �
�
%
dimana: KP = Keparahan penyakit; ni = tanaman terserang ke-i, vi = skor dengan
kategori ke-i; Z = skor tertinggi; N = jumlah tanaman yang diamati
Pengamatan kumulatif serangan penyakit dihitung ADKPP/AUDPC (Madden et al. 2007):
ADKPP =
yi = infeksi awal; yi+1 = infeksi akhir; ti = waktu pengamatan awal
ti+1 = waktu pengamatan akhir
∑ ( + + ) �
� − ⬚
� +
18
0
2,3
1
1
=
(log
log
)
1
1
r
[image:34.595.32.488.34.568.2]t
Xt
X
Gambar 6 Diagram standar skor serangan penyakit hawar daun bakteri (menurut IRRI 1996) yang dimodifikasi.
Keterangan : skor 0= 0 < x ≤ 1%, 1= 1< x ≤ 5%, 2=5 < x ≤ 15%, 3=15 < x ≤ 25%, 4=25 < x ≤ 50%, 5= > 50%.
Laju infeksi penyakit ini dihitung dengan rumus berikut (Van der Planck, 1963):
dimana : r = laju infeksi; X0 = proporsi penyakit awal; Xt = proporsi penyakit pada
waktu t; t = interval waktu pengamatan
Pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakan secara kumulatif dihitung area di bawah kurva pertumbuhan tinggi tanaman (ADKPTT) dan area dibawah kurva perkembangan jumlah anakan (ADKPJA) (Cooke 1998):
ADKPTT =
ADKPJA =
Xi = pertumbuhan tinggi tanaman per minggu; Yi = pertumbuhan jumlah anakan per minggu; dan ti
= waktu pengamatan.
Peubah lain yang diamati yaitu jumlah anakan produktif, bobot 1000 biji dan bobot gabah kering.
Analisis Enzim-enzim yang Terlibat dalam Pertahanan Tanaman
Analisis dilakukakan terhadap enzim-enzim pertahanan seperti peroksidase (Hammerschmidt et al. 1982), polifenoloksidase (Malick & Singh 1980), dan PAL (Singh& Prithviraj 1997) dilakukan dengan mengambil komposit daun dari setiap perlakuan sebanyak 1 g/tanaman. Jumlah perlakuan yang digunakan untuk analisis enzim-enzim pertahanan adalah sebanyak 12 sampel (3 varietas dan 4 taraf endofit) dilakukan sebelum dan sesudah inokulasi X. oryzae pv. oryzae
(umur tanaman 42 dan 48 hari setelah tanam).
Analisis Ekspresi Gen Pathogenesis Related Protein (PR1)
Ekspresi gen PR1 dianalisis dengan teknik RT-PCR mengacu prosedur kerja dari Verso Hot Start kit (Thermoscientific). Isolasi RNA total menggunakan prosedur dari GeneJET Plant RNA Purification Mini kit (Thermoscientific), setiap tanaman yang diberi perlakuan bakteri endofit sebelum dan setelah diinokulasi X. oryzae pv. oryzae.
Sebanyak 0.1 g sampel padi digerus dalam nitrogen cair, kemudian ditambahkan 500 µl RNA lysis buffer yang ditambahkan DTT 10 µl 2M, selanjutnya dihomogenkan menggunakan vorteks sebanyak 10 – 20 kali. Larutan dimasukan ke dalam tabung mikro dan diinkubasi pada suhu 56 oC selama 3 menit. Disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 20000 g selama 1 menit.
∑
+
+
� �
+
+ �
�
∑ � + + � � � + + � �
∑ + + � � + + � �
19
Larutan dimasukkan dalam tabung mikro volume 2 mL yang sudah dipasang DNA removing column. Tambahkan 250 µl etanol 90%. Campur hingga merata dengan pipet. Pindahkan campuran ini ke dalam removing column tube, disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10000 g. Larutannya dibuang dan diganti dengan column tube yang baru. Tambahkan wash buffer 1 sebanyak 700 µl, disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10000 g. Column tube dibuang dan diganti dengan column tube yan baru untuk purifikasi. Larutan wash buffer 2 ditambahkan ke dalam column tube, disentrifugasi selama 1 menit. Larutan dibuang dan diganti removing column tube yang baru. Disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10000 g. RNAse free water ditambahkan sebanyak 50 µL ke bagian tengah column, disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10000 g. Tahap terakhir adalah sentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10000 g.
Amplifikasi gen PR1 menggunakan Verso Hot Start kit (Thermoscientific).
primer forward (5’- TAACTATGGAGGTATCCAAGCTGCC-3’) dan primer
reverse (5’-CCAGTACGTACGCCCGTGTGTATAA-3’) dengan target amplikon berukuran ± 523 pb (Kurnianingsih 2008). Program RT-PCR menggunakan Verso Hot Start kit (Thermoscientific) yaitu reverse transcriptase
PCR pada suhu 50 ºC selama 20 menit, predenaturasi pada suhu 94 ºC selama 5 menit, denaturasi pada suhu 94 ºC selama 30 detik, annealing pada suhu 55 ºC selama 30 detik, dan ekstensi pada suhu 72 ºC selama 1 menit, siklus denaturasi-ekstensi diulang sebanyak 39 kali, pasca PCR 72 ºC selama 7 menit dan pendinginan pada suhu 25 ºC selama 4 menit (Hot Starter Kit). Hasil PCR diseparasi pada gel agarosa 1% (b/v) di dalam larutan penyangga TAE 1x [(4.84 g Tris base, 1.142 mL asam asetat glasial dan 2 mL 0.5 M EDTA (pH 8.0)].
Analisis Data
Analisis data menggunakan perangkat lunak microsoft Excel 2013 dan SAS versi 9.2 (SAS Inc.). Jika terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Hasil Penelitian
Nilai F-hitung dari analisis ragam pengaruh bakteri endofit dalam menginduksi ketahanan dan memacu pertumbuhan tanaman padi terhadap patotipe X. oryzae pv. oryzae IV dan VIII disajikan pada Lampiran 1. Pengaruh bakteri endofit yang berbeda dalam menginduksi ketahanan varietas padi berpengaruh nyata terhadap periode laten dan ADKPP, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap laju infeksi. Pengaruh bakteri endofit yang berbeda mampu menekan patotipe X. oryzae pv. oryzae berbeda pada varietas padi yang telah terinduksi ketahanannya oleh bakteri endofit terhadap periode laten dan ADKPP, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap laju infeksi. Perlakuan bakteri endofit yang berbeda pada varietas yang berbeda berpengaruh nyata dalam menekan ADKPP pada patotipe yang berbeda, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap periode laten dan laju infeksi (Lampiran 1).
20
meningkatkan ADKPTT, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap ADKPJA, jumlah anakan produktif, bobot 1000 biji dan bobot gabah kering (Lampiran 1). Perlakuan bakteri endofit yang berbeda pada varietas yang berbeda tidak berpengaruh nyata dalam memacu meningkatkan ADKPTT, ADKPJA, jumlah anakan produktif, bobot 1000 biji dan bobot gabah kering ketika diinokulasi oleh
X. oryzae pv. oryzae patotipe IV dan VIII (Lampiran 1).
Respons Tiga Varietas Padi yang Terinduksi Ketahanannya oleh Bakteri Endofit terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae Patotipe IV dan VIII
Pengaruh tiga varietas padi yang terinduksi ketahanannya oleh bakteri endofit terhadap X. oryzae pv. oryzae patotipe IV dan VIII berdasarkan periode laten dan laju infeksi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa respons induksi ketahanan pada varietas padi yang berbeda oleh bakteri endofit berbeda mampu menekan X. oryzae pv. oryzae patotipe IV dan VIII. Perlakuan bakteri endofit dalam menekan patotipe VIII diamati laju infeksinya tidak berbeda nyata. Demikian juga dengan kontrol laju infeksinya tidak berbeda nyata.
Tabel 1 Uji beda pengaruh bakteri endofit dalam menginduksi ketahanan tiga varietas padi terhadap patotipe X. oryzae pv. oryzae IV dan VIII berdasarkan periode laten (PL) dan laju infeksi (LI)
Perlakuan Kontrol Patotipe IV Patotipe VIII
PL LI PL LI PL LI
IR64+ Kontrol 6.00 b 0.93 5.67 de 0.93 ab 5.33 d 0.71
IR64 + EA2 154 6.33 b 0.51 5.33 e 1.00 a 6.00 cd 0.77
IR64+ EB4 451 5.67 b 0.75 6.00 cde 0.91 ab 5.33 e 0.89
IR64 + ED1 63 5.67 b 0.33 8.33 ab 0.36 c 8.33 b 0.38
Ciherang + Kontrol 6.00 b 0.47 5.67 e 0.87 ab 5.33 e 1.00
Ciherang + EA2 154 5.67 b 0.74 6.00 cde 1.00 a 5.67 de 0.82
Ciherang + EB4 451 6.00 b 0.75 5.67 de 0.84 ab 5.67 e 0.75
Ciherang + ED1 63 5.67 b 0.41 7.00 bcde 0.83 ab 6.33 cde 0.50
Conde + Kontrol 7.33 ab 0.52 7.33 bcd 0.82 ab 7.33 bc 0.84
Conde + EA2 154 7.67 ab 0.52 7.67 bc 0.85 ab 7.00 bc 0.76
Conde + EB4 451 7.67 ab 0.87 7.33 bcd 0.83 ab 8.00 b 0.83
Conde + ED1 63 9.00 a 0.33 9.67 a 0.57 bc 10.00 a 0.36
Ket : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT
α=0.05
Varietas IR64
Respons varietas IR64 yang diinduksi ketahanannya oleh bakteri endofit tidak berbeda nyata diantara ketiga endofit tanpa pemberian endofit ketika tidak diinokulasi dengan patogen, tetapi ketika diinokulasi dengan patotipe IV maupun VIII berbeda nyata pada pemberian endofit ED163 dibandingkan dengan tanpa pemberian endofit maupun perlakuan endofit lainnya. Hal ini diamati pada periode laten penyakit HDB pada varietas IR64 yang lebih pendek dibandingkan dengan varietas Conde, namun pemberian endofit ED1 63 mampu memperpanjang periode laten patotipe IV dan VIII pada varietas ini dibandingkan dengan tanpa patogen. Periode laten dari varietas ini masih lebih pendek jika dibandingkan dengan varietas Conde.
21
infeksi dari perlakuan endofit ED1 63 pada varietas IR64 diamati lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pemberian endofit maupun endofit EA2 154 dan EB4 451. Namun pemberian endofit ED1 63 pada varietas ini diamati laju infeksi patotipe IV tidak berbeda dengan varietas Conde pada perlakuan endofit yang sama.
Uji beda pengaruh bakteri endofit dalam menginduksi ketahanan tiga varietas padi terhadap patotipe IV dan VIII berdasarkan ADKPP disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Uji beda pengaruh bakteri endofit dalam menginduksi ketahanan tiga varietas padi dalam menekan patotipe X. oryzae pv. oryzae berdasarkan ADKPP
Perlakuan ADKPP*
IR64-EA2 154-PatIV 1 387.3 def
IR64-EA2 154-PatVIII 1 679.3 bcde
Ciherang-EA2 154-PatIV 1 976.0 abc
Ciherang-EA2 154-PatVIII 2 271.0 a
Conde-EA2 154-PatIV 774.0 hi
Conde-EA2 154-PatVIII 1 904.0 abc
IR64-EB4 451-PatIV 1 848.0 abc
IR64-EB4 451-PatVIII 1 966.7 abc
Ciherang-EB4 451-PatIV 1 848.0 abc
Ciherang-EB4 451-PatVIII 1 966.7 abc
Conde-EB4 451-PatIV 945.3 ghi
Conde-EB4 451-PatVIII 1 818.0 bc
IR64-ED1 63-PatIV 1 485.0 bcd
IR64-ED1 63-PatVIII 1 442.0 bcd
Ciherang-ED1 63_IV 613.3 i
Ciherang-E