Oleh: Eva Oktaviani
A34404057
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BIOLOGI DAN FENOLOGI PEMBUNGAAN
GENUS
Alpinia, Etlingera
DAN
Zingiber
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: Eva Oktaviani
A34404057
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(Di bawah bimbingan ENDAH RETNO PALUPI dan DEBORA HERLINA ADRIYANI).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari variasi struktur bunga dan periode pembukaan braktea ketiga genus Zingiberaceae (Alpinia, Etlingera dan
Zingiber) juga untuk mempelajari fenologi pembungaan yang mencakup masa reseptif stigma dan viabilitas polen ketiga genus Zingiberaceae. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2008 sampai dengan bulan Agustus 2008, bertempat di Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung, Laboratorium Zoologi LIPI dan Laboratorium Mikroskop Terpadu, Departemen Biologi, IPB.
Bahan tanaman yang digunakan adalah koleksi tanaman dari Balai Penelitian Tanaman Hias, yang terdiri dari 3 genus yaitu genus Alpinia (Alpinia
purpurata ”Kusuma”, A. purpurata ”Bethari”, A. purpurata ”Fatra” dan
A. purpurata ”Amorina”), Etlingera (Etlingera elatior ”Red Torch Ginger”dan
E. elatior ”Pink Torch Ginger”) dan Zingiber (Zingiber spectabile “Silvana” dan
Z. zerumbet).
Rancangan yang digunakan untuk penghitungan viabilitas polen adalah Split Plot RAL dengan varietas (A. purpurata ”Kusuma”, A. purpurata ”Bethari”,
E. elatior ”Red Torch Ginger” dan E. elatior ”Pink Torch Ginger”) sebagai petak utama dan waktu pengambilan sampel sebagai anak petak.
Kultivar yang diamati memiliki karakteristik tanaman dan bunga yang bervariasi. Munculnya bunga pertama pada braktea merupakan tanda bahwa braktea sudah membuka penuh seluruhnya, kecuali pada Zingiber spectabile
”Silvana” dan Z. zerumbet, walaupun bunga pertama telah muncul pada braktea, tetapi periode braktea belum mancapai 100%. Periode pembukaan braktea dalam satu malai sekitar 9 minggu pada A. purpurata ”Kusuma” dan A. purpurata
“Bethari”, sekitar 8 minggu pada E. elatior ”Red Torch Ginger”, A. purpurata
“Fatra” dan A. purpurata “Amorina” dan sekitar 7 minggu pada E. elatior ”Pink Torch Ginger”.
Penentuan masa reseptif stigma dilakukan dengan pengamatan morfologi bunga dan penyerbukan (A. purpurata ”Kusuma” x A. purpurata ”Bethari” dan
A. purpurata ”Bethari” x A. purpurata ”Bethari”). Bunga mekar dan munculnya
sekresi menandakan masa reseptif pada stigma. A. purpurata ”Kusuma”,
E. elatior ”Red Torch Ginger” dan E. elatior ”Pink Torch Ginger” mulai mekar pada pukul 09.00, sedangkan A. purpurata ”Bethari” mulai mekar pada pukul 10.00. Periode produksi sekresi pada stigma E. elatior ”Red Torch Ginger” serta
E. elatior ”Pink Torch Ginger” dimulai pada pukul 09.00. Persentase penyerbukan buatan (A. purpurata ”Kusuma” x A. purpurata ”Bethari”) tertinggi pada pukul 09.00. Jumlah biji yang paling banyak diperoleh dari penyerbukan (A. purpurata
”Kusuma” x A. purpurata ”Bethari”) pada pukul 12.00 dengan jumlah biji rata-rata 178 butir. Ditinjau dari persentase pembentukan buah dan biji serta
perubahan morfologi bunga dapat ditentukan masa reseptif stigma pada
4
Nama Mahasiswa : Eva Oktaviani
NRP : A34404057
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. Ir. Debora Herlina Adriyani, MS. NIP . 131 842 407 NIP. 080 043 625
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr. NIP. 131 124 019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bogor sebagai anak terakhir dari lima
bersaudara pada tanggal 30 Oktober 1986, dari pasangan bapak Edi Kuswandi dan
ibu Sopiah.
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Bangka 4
Bogor pada tahun 1998. Pendidikan lanjutan tingkat pertama ditempuh di SLTP
Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis
menyelesaikan pendidikan lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 8 Bogor. Semasa
di sekolah tingkat pertama, penulis pernah menjabat sebagai bendahara dalam
OSIS (organisasi Siswa Intra Sekolah), kemudian pada sekolah tingkat atas,
penulis menjabat sebagai ketua 1 dalam OSIS (organisasi Siswa Intra Sekolah).
Pada tahun 2004, penulis masuk di IPB melalui jalur SPMB (Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis diterima di Fakultas Pertanian, program
studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Pada tingkat kedua, penulis
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini yang berjudul ”Biologi dan Fenologi Pembungaan
Genus Alpinia, Etlingera dan Zingiber”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya
kepada:
1. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. sebagai pembimbing akademik sekaligus
dosen pembimbing skripsi dan Ir. Debora Herlina Adriyani, MS. selaku
dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar telah membimbing,
mengarahkan dan memberi masukan kepada penulis dalam menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi.
2. Dr. Dewi Sukma, SP, MSi. selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan kritik dalam penyusunan skripsi.
3. Seluruh keluarga atas doa, semangat dan kasih sayang yang telah diberikan
selama penelitian dan penyusunan skripsi.
4. Balai Penelitan Tanaman Hias Segunung yang telah memberikan ijin
untuk penelitian, terutama Bapak Suyono yang telah membimbing di
lapang selama penelitian.
5. Laboratorium Zoologi LIPI untuk ijin pengamatan struktur polen
menggunakan SEM.
6. Laboratorium Mikroskop Terpadu, Departemen Biologi IPB untuk ijin
pengamatan polen dengan mikroskop cahaya.
7. Seluruh staf TU BDP Fakultas Pertanian IPB.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan
para pembaca yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2009
Nomor Teks Halaman
1. Karakteristik tanaman delapan kultivar yang diamati ... 20
2. Karakteristik bunga enam kultivar yang diamati ... 27
3. Pengamatan morfologi bunga ... 30
4. Keberhasilan penyerbukan ... 32
5. Pengaruh interaksi antara varietas dengan waktu pengambilan sampel terhadap viabilitas polen ... 34
Nomor Lampiran Halaman 1. Panjang dan diameter braktea saat pembukaan maksimum ... 40
2. Sidik ragam pengaruh varietas dan waktu pengambilan sampel terhadap viabilitas polen ... 40
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman 1. Genus Alpinia: A). A. purpurata “Jungle king” (Kusuma),
B) A. purpurata “Jungle Queeen” (Bethari), C). A. purpurata“Eileen McDonald” (Amorina) dan D). A. purpurata“Red Ginger” (Fatra) ... 12 2. Genus Etlingera: A). E. elatior “Red Torch Ginger” dan
B). E. elatior “Pink Torch Ginger” ... 13 3. Genus Zingiber : A). Zingiber spectabile (Silvana) dan
B). Z. zerumbet ... 13 4. Perlengkapan SEM: A). Mikroskop dan B). Alat pelapis emas ... 13
5. Perkembangan braktea: A). Panjang braktea, B). Diameter braktea ... 21
6. Braktea A. purpurata “Kusuma”: A). Kuncup (0 minggu), B). Mekar 25% (±3 minggu), C). Mekar 50% (±5 minggu),
D). Mekar 100% (±9 minggu) ... 23
7. Braktea A. purpurata “Bethari”: A). Kuncup (0 minggu), B). Mekar 10% (±2 minggu), C). Mekar 50% (±5 minggu),
D). Mekar 100% (±9 minggu) ... 23
8. Braktea A. purpurata “Fatra”: A). kuncup (0 minggu), B). mekar 10% (±2 minggu), C). mekar 50% (±5 minggu),
D). mekar 100% (±8 minggu) ... 23
9. Braktea A. purpurata “Amorina”: A). kuncup (0 minggu), B). mekar 20% (±3 minggu), C). mekar 50% (±5 minggu),
D). mekar 100% (±8 minggu) ... 24
10.Braktea E. elatior “Pink Torch”: A). kuncup (0 minggu), B). mekar 25% (±3 minggu), C). mekar 50% (±5 minggu),
D). mekar 100% (±7 minggu) ... 24
11.Braktea E. elatior “Red Torch”: A). kuncup (0 minggu), B). mekar15% (±2 minggu), C). mekar 100% (±8 minggu) ... 24
13.Braktea Z. zerumbet:A). mekar 75%, B). mekar 100% ... 25 14.Karakteristik bunga Alpinia: A). Bunga mekar pada bagian bawah braktea,
B dan C). Bunga mekar pada bagian atas dan tengah braktea,
D). Dua bunga dalam basal braktea, E). Tiga helai mahkota bunga,
F). Posisi antera dan putik pada bunga ... 26
15.Stigma A. purpurata “Kusuma”: A). Sekresi pada permukaan stigma, B). Permukaan stigma dikelilingi oleh jaringan berambut ... 28
16.Buah dan biji hasil silangan
Alpinia purpurata ”Kusuma” x Alpinia purpurata ”Bethari” ... 32 17.Polen yang dikecambahkan, pada A. purpurata ”Kusuma”:... 33 18.Polen A. purpurata ”Kusuma” A). Polen yang telah berkecambah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya hayatinya.
Berbagai jenis tanaman dapat ditemukan, baik sebagai tanaman perkebunan,
pangan, kehutanan maupun tanaman hias. Tanaman hias mulai banyak
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan estetika, disamping
juga karena perannya secara ekonomis dapat meningkatkan pendapatan.
Tanaman hias juga dapat bermanfaat untuk mengurangi polutan.
Philodendron adalah contoh tanaman hias yang bisa mengurangi polutan yang
terkandung di dalam udara seperti kandungan formaldehid. Selain itu, beberapa
tanaman hias yang lain dapat menyerap zat-zat berbahaya yang biasa berada di
lingkungan sekitar kita, diantaranya adalah tanaman chrysanthemum, azalea,
dieffenbachia, palem, dan lain-lain (Anonim, 2007).
Keanekaragaman hayati di Indonesia belum dimanfaatkan secara
maksimal. Misalnya, jenis Nepenthes, tanaman dari famili Calamoideae, dan
lain-lain merupakan jenis tanaman asli Indonesia yang belum banyak dikenal
(Nais, 2003). Jenis tanaman lain yang asli dari Indonesia yaitu dari famili
Zingiberaceae. Tanaman ini memiliki potensi untuk dapat dikembangkan lebih
lanjut dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Zingiberaceae merupakan tanaman yang tersebar di daerah tropis dan
subtropis (Paimin dan Murhananto, 2007). Tanaman ini merupakan tanaman yang
menarik dari segi bentuk dan warna, terutama pada brakteanya yang sangat
bervariasi. Braktea pada Zingiberaceae bermacam-macam bentuk dan warnanya,
ada yang berwarna merah, kuning, merah muda bahkan putih. Bentuknya pun ada
yang seperti mangkuk, berkelompok seperti mahkota pada bunga mawar, dan
lain-lain.
Zingiberaceae memiliki potensi untuk dikomersialkan karena dapat
meningkatkan pendapatan jika pengelolaannya dilakukan dengan baik. Umumnya
masyarakat hanya mengetahui pemanfaatan sebagian dari jenis tanaman ini
sebagai bumbu masakan saja, kenyatannya Zingiberaceae dapat dijadikan sebagai
dijadikan bunga potong yang tahan lama, mencapai ±14 hari setelah pemotongan,
dengan nilai jual yang berbeda-beda antar genus.
Jenis Zingiberaceae belum banyak diteliti sehingga informasi mengenai
pengembangannya baik untuk pemuliaan dan perbaikan varietas maupun budidaya
dan pengembangbiakan serta potensinya secara ekonomis sangat terbatas. Oleh
karena itu informasi mengenai biologi bunga sangat diperlukan. Pengamatan
biologi bunga yang mencakup struktur bunga dan fenologi bunga akan bermanfaat
dalam perbaikan varietas untuk mendapatkan varian baru yang diperlukan dalam
mempopulerkan Zingiberaceae sebagai salah satu bunga tropis asli Indonesia.
Informasi mengenai biologi dan fenologi pembungaan Zingiberaceae akan
bermanfaat bagi para pemulia untuk dapat mengembangkan tanaman asli
Indonesia ini secara luas.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mempelajari variasi struktur bunga ketiga genus (Alpinia, Etlingera dan
Zingiber).
2. Mempelajari periode pembukaan braktea ketiga genus Zingiberaceae.
3. Mempelajari fenologi pembungaan mencakup masa reseptif stigma dan
viabilitas polen pada A. purpurata ”Kusuma”, A. purpurata ”Bethari”,
TINJAUAN PUSTAKA
Keragaman Zingiberaceae
Tanaman Zingiberaceae merupakan tanaman tahunan yang banyak
ditanam di pekarangan, kebun, dan disekitar hutan jati. Zingiberaceae merupakan
tanaman berkeping satu (Monocotyledone) dan juga termasuk tanaman berbiji
tertutup (Angiospermae).
Ahli taksonomi membedakan ordo Zingiberales ke dalam 8 famili yaitu
Musaceae, Strelitziaceae, Lowiaceae, Heliconiaceae, Zingiberaceae, Costaceae,
Cannaceae, dan Marantaceae (Berry dan Kress, 1991). Sampai saat ini jumlah
genus dalam famili Zingiberaceae belum diketahui dengan pasti. Beberapa
literatur menyatakan bahwa famili Zingiberaceae terdiri atas 47 genus yang
mencakup sekitar 10001 sampai 1400 spesies (Paimin dan Murhananto, 2007;
Anonim, 2007) yang tersebar di daerah tropis dan subtropis seperti di Afrika, Asia
dan Amerika, tetapi sebagian besar tersebar di Asia Tenggara.
Beberapa genus dari famili Zingiberaceae diantaranya adalah Zingiber, Hedychium, Alpinia, Curcuma, Etlingera, Amomum, Hornstedtia, Globba, Roscoea, dan masih banyak genus-genus yang lainnya. Genus Zingiber terdiri dari sekitar 80 spesies (Winarto, 2003). Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu contoh tanaman dari genus Zingiber yang merupakan terna tahunan yang tumbuh merumpun. Selain jahe, dari genus Zingiber yang pemanfaatannya digunakan sebagai bumbu masakan dan obat, banyak dari genus lain yang dapat
dijadikan sebagai bunga potong atau tanaman hias. Beberapa tanaman
Zingiberaceae yang sudah banyak dikenal dan digunakan sebagai tanaman hias
diantaranya adalah Alpinia purpurata, A. zerumbet, A. nutans, Zingiber zerumbet,
Z. spectabile, Etlingera elatior, Hedychium coronarium, H. flavescens, H. gardnerianum, Curcuma petiole, dan lain-lain.
Tanaman dari famili Zingiberaceae merupakan contoh keanekaragaman
hayati yang banyak terdapat di Indonesia dan memiliki potensi untuk
1
dikomersialkan karena akan meningkatkan pendapatan jika pengelolaannya
dilakukan dengan baik. Zingiberaceae belum banyak dikembangkan di
negara-negara lain yang tidak termasuk negara tropis, karena tanaman ini hanya
dapat berkembang dan tumbuh baik di daerah tropis, seperti Indonesia. Dengan
kondisi yang demikian, penting sekali dalam mempopulerkan jenis tanaman ini.
Tanaman ini tidak kalah menariknya jika dibandingkan dengan jenis
tanaman hias lain. Zingiberaceae memiliki bunga dan braktea yang bervariasi
bentuk, ukuran dan warna. Braktea dari tanaman ini dapat dijadikan bunga potong
yang tahan lama, dapat mencapai sekitar ± 14 hari setelah pemotongan. Nilai jual
dari masing-masing genus berbeda-beda. Untuk genus Alpinia nilai jualnya sekitar Rp. 1.000,-/ tangkai, Etlingera dan Zingiber sekitar Rp. 3.000,-/ tangkai (harga jual di Balai Penelitian Tanaman Hias). Tanaman ini sering digunakan untuk
dekorasi taman maupun acara-acara penting lainnya.
Syarat Tumbuh
Pada umumnya Zingiberaceae dapat tumbuh dengan baik dan menyukai
keadaaan lingkungan dengan sinar matahari yang cerah, tetapi tidak terkena
cahaya langsung, walaupun ada beberapa jenis yang dapat tumbuh subur dengan
kondisi penyinaran yang penuh. Beberapa jenis yang berasal dari Asia Selatan
toleran dengan iklim yang dingin. Banyak juga yang dapat tumbuh pada kondisi
lingkungan yang hangat dan kondisi posisi saluran air yang tepat serta dengan
penggunaan mulsa pada tanaman. Zingiberaceae yang termasuk tanaman tropis,
dapat hidup dengan suhu antara 38,8 ºC dan 44,4 ºC (70 dan 80 F) selama dalam
periode pertumbuhan. Rhizome pada tanaman ini tidak dapat mulai tumbuh jika
tanah mencapai suhu lebih dari 36,1 ºC (65 F). Beberapa spesies mengalami
dormansi pada suhu rendah dan kondisi kering1.
Perbanyakan Tanaman
Perbanyakan tanaman Zingiberaceae umumnya dilakukan secara vegetatif
dengan menggunakan rimpangnya (Paimin dan Murhananto, 2007). Cara lain
yang digunakan untuk perbanyakan yaitu dengan menggunakan teknik kultur
2
5
jaringan. Cara ini merupakan proses perbanyakan dengan menggunakan jaringan
dari salah satu bagian tanaman.
Perbanyakan dengan menggunakan rimpang sudah cukup baik, selain
mudah cara ini pun lebih ekonomis karena perbanyakan menggunakan bagian dari
tanaman itu sendiri. Pertumbuhan tanaman juga sangat dipengaruhi oleh
lingkungan.
Deskripsi Tanaman
Genus Zingiber
Zingiber zerumbet dan Z. spectabile Silvana” merupakan contoh tanaman dari genus Zingiber. Zingiber zerumbet sering dikenal dengan nama lempuyang atau “shampoo ginger” atau “wild ginger”. Tanaman ini memiliki braktea yang
tersembul di permukaan tanah (terpisah dengan tanaman) sama halnya dengan
braktea pada tanaman jahe atau dengan nama ilmiah biasa dikenal dengan sebutan
Zingiber officinale (Harmono dan Andoko, 2005). Braktea Z. zerumbet dapat digunakan sebagai bunga potong1. Braktea berubah dari warna hijau sampai
dengan warna merah ketika telah tua. Tanaman ini secara alami menghasilkan biji
dalam jumlah yang besar, karena pada tiap basal braktea akan menghasilkan
biji-biji tersebut. Bunga pada tanaman ini berwarna kuning yang merupakan alat
reproduksi seksual bagi tanaman (Ratnasari, 2007). Bunga pada tanaman
Zingiberaceae merupakan bunga hermaprodit2. Ketinggian tanaman ini berkisar
antara 1-2 meter.
Z. spectabile ”Silvana”atau yang biasa disebut dengan nama “tepus tanah” (Malaysia), atau dengan nama lain “black gingerwort”, “beehive ginger”, “tepus
tunduk”, “giant honeycomb” merupakan sejenis tanaman yang biasa dijumpai di
sepanjang kepulauan Peninsula, Malaysia (Larsen et al., 1999). Z. Spectabile
”Silvana” merupakan tanaman introduksi yang dibawa dari Miami, Amerika
Serikat pada tahun 1990 oleh Dr. Benny Tjia. Tanaman ini pertama kali
dikembangkan di kebun percobaan Biotrop di Bogor. Selanjutnya dikembangkan
di kebun percobaan Gunung Salak dan kebun percobaan Tapos, Cisarua. Balai
3
http://www.plant-group.com. Diakses pada tanggal 15 Desember 2007. 2 http://www.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 07 November 2007.
Penelitian Tanaman Hias memperoleh tanaman ini dari kebun percobaan Biotrop
pada tahun 2003 dari hasil perbanyakan (Herlina et al., 2008). Tanaman ini dapat mencapai ketinggian hingga 2 m. Daun dapat dijadikan obat tradisional untuk
mengurangi bengkak, penggunaannya dengan ditumbuk hingga menjadi halus.
Keunggulan dari tanaman ini yaitu dapat tumbuh pada dataran tinggi maupun
dataran rendah dengan kondisi sedikit ternaungi dan kelembaban yang tinggi.
Selain dapat tahan lama menjadi bunga potong, tanaman ini dapat dipanen dalam
berbagai ukuran, baik dari yang berdiameter kecil hingga yang besar dengan
tangkai yang panjang sehingga banyak diminati untuk dijadikan dekorasi taman
bahkan untuk rangkaian bunga. Braktea berwarna kuning ketika masih muda dan
akan berwarna merah jika semakin tua. Pada braktea ini sering terdapat air yang
sedikit berlendir pada setiap helaian braktea yang juga merupakan tempat
munculnya bunga. Bunga yang muncul pada braktea ini berwarna dasar kuning
dan berwarna coklat keunguan dengan bintik-bintik kuning pada mahkotanya. Ciri
khas yang unik dari bunga pada tanaman ini yaitu ukuran stamen yang panjang
dengan bentuk yang melengkung seperti tanduk (Adriyani, 2007). Silvana
merupakan pemutihan nama dari Z. spectabile.
Genus Alpinia
Alpinia merupakan genus yang paling besar jika dibandingkan yang lain, dengan lebih dari 230 spesies1. Alpinia purpurata merupakan salah satu spesies
yang mempunyai banyak varietas, diantaranya A. purpurata “Kusuma”,
A. purpurata “Bethari”, A. purpurata “Amorina”, A. purpurata “Fatra”, dan lain-lain. Daerah asal A. purpurata tersebar dari New Caledonia, New Hebrides,
Kepulauan Solomon, Bismarck dan Bougainville. Di Indonesia berkembang di
Sukabumi, Bogor dan Cianjur (Herlina et al., 2008). Keunggulan dari jenis tanaman ini yaitu bahwa dapat tumbuh di dataran rendah hingga di dataran tinggi,
memiliki ukuran dan warna braktea yang bervariasi dan menarik untuk dijadikan
dekorasi atau bahkan dijadikan rangkaian bunga sehingga memiliki nilai
komersial sebagai bunga potong tropis. Braktea dapat bertahan tetap segar hingga
6 hari (Herlina et al., 2008).
1
7
A. purpurata “Kusuma” merupakan tanaman introduksi yang didatangkan dari Hawaii oleh Ibu alm. Abdul Kadir pada tahun 1992, kemudian di
kembangkan di kebun Cisalada, Sukabumi (sampai saat ini). Sub Balai Penelitian
Tanaman Hias Cipanas mendapatkan dari kebun Cisalada pada tahun 1996
kemudian dikembangkan di kebun percobaan Cipanas. Pada tahun 2003
digunakan untuk penelitian di kebun percobaan Segunung sampai saat ini (Herlina
et al., 2008). Memiliki ketinggian tanaman antara 258-298 cm. Braktea berwarna merah (Red Group 53B) dan terletak pada terminal tanaman. Diameter braktea
pada tanaman antara 9.1-9.2 cm dan panjang braktea tanaman ini antara
21.8-24.9 cm. Bunga akan muncul pada setiap helaian braktea. Bunga berwarna
putih (White Group N155D) dengan kelopak bunga tambahan berwarna merah1.
Nama “Kusuma” merupakan pemutihan nama dari A. purpurata “Jungle King”.
A. purpurata “Bethari” merupakan tanaman introduksi yang didatangkan dari Hawaii oleh Ibu alm. Abdul Kadir pada tahun 1992, kemudian di
kembangkan di kebun Cisalada, Sukabumi (sampai saat ini). Sub Balai Penelitian
Tanaman Hias Cipanas mendapatkan dari kebun Cisalada pada tahun 1996
kemudian dikembangkan di kebun percobaan Cipanas. Pada tahun 2003
digunakan untuk penelitian di kebun percobaan Segunung sampai saat ini (Herlina
et al., 2008). Tanaman ini memiliki ciri-ciri umum yang sama dengan
A. purpurata “Kusuma”, yang membedakannya adalah bahwa pada
A. purpurata “Bethari” memiliki braktea yang berwarna pink pucat bahkan mendekati putih (White Group 155B). Panjang braktea antara 16.5-17.2 cm dan
diameter braktea sekitar 5.9-7.1 cm.2 Letak braktea pada terminal tanaman. Bunga
berwarna putih (White Group N155D) seperti A. purpurata “Kusuma”, tetapi kelopak bunga berwarna putih. Nama “Bethari” merupakan pemutihan nama dari
A. purpurata “Jungle Queen”.
A. purpurata “Fatra” merupakan varietas lokal yang banyak dijumpai di daerah Jawa juga digunakan sebagai tanaman pekarangan. Tanaman ini sudah
dibudidayakan oleh petani bunga potong sejak dahulu (Herlina et al., 2008). Memiliki ketinggian antara 259-285 cm. Braktea berwarna merah (Red Group
4
http://www.balithi.litbang.co.id. Diakses pada tanggal 25 Mei 2008.
4
53B). Braktea A. purpurata “Fatra” lebih kecil jika dibandingkan dengan
A. purpurata “Kusuma”. Panjang braktea berkisar antara 19.5-21.9 cm dan diameter braktea 5.4-6.4 cm. Bentuk helaian braktea lonjong dengan ujung
tumpul. Warna bunga putih (White Group N155D) dengan kelopak tambahan
berwarna merah namun ukurannya lebih kecil. Nama “Fatra” merupakan
pemutihan nama dari A. purpurata “Red Ginger”1.
A. purpurata “Amorina” merupakan tanaman introduksi. Pada tahun 1994
didatangkan dari Hawaii oleh Ibu Saifulsulun kemudian
dikembangkan di kebun Winasari Ciapus, Bogor (sampai saat ini). Balai
Penellitian Tanaman Hias mendapatkan tanaman induk dari kebun Winasari pada
tahun 2003 (Herlina et al., 2008). Memiliki braktea berwarna merah muda (Red Group 53B) dengan panjang braktea sekitar 24.9-26.4 cm dan diameter braktea
6.2-7.7 cm1. Braktea terletak pada terminal tanaman. Warna bunga putih (White
Group N155D). Nama “Amorina” merupakan pemutihan nama dari A. purpurata
“Eileen McDonald”. Mempopulerkan nama Indonesia ini sangat penting karena
terkait dengan asal usul tanaman.
Genus Etlingera
Beberapa varietas dari genus ini diantaranya adalah Etlingera elatior “Red Torch Ginger” dan E. elatior “Pink Torch Ginger”. Menurut Larsen et al. (1999)
E. elatior dapat mencapai ketinggian hingga 8 m. Tanaman ini memiliki warna dan braktea yang bervariasi dan menarik untuk dijadikan dekorasi dan rangkaian
bunga sehingga memiliki nilai komersial sebagai bunga potong tropis.
E. elatior “Red Torch Ginger” memiliki braktea berwarna merah cherry dengan warna kuning di bagian tepinya. Braktea ini muncul pada permukaan
tanah (terpisah dari tanaman) dan berbentuk runcing di bagian terminalnya,
sehingga memudahkan untuk menjadi bunga potong. Bentuk bunga seperti
terompet berwarna merah dengan garis berwarna kuning pada ujung mahkota.
E. elatior ”Pink Torch Ginger” memiliki braktea yang berwarna merah muda. Sama halnya dengan E. elatior “Red Torch Ginger” bahwa braktea muncul
4
9
tersembul pada permukaan tanah (terpisah dari tanaman). Bunga berwarna merah
yang muncul pada helaian braktea tanaman.
Biologi Pembungaan
Bunga merupakan alat perkembangbiakan bagi tumbuhan. Dari bunga
inilah akan terbentuk tanaman baru yang diawali dari perubahan bunga yang
tumbuh menjadi buah dan buah tersebut berisi biji yang kemudian biji tersebut
dapat tumbuh menjadi tanaman baru.
Biologi bunga merupakan struktur atau bagian-bagian penyusun bunga.
Bunga dikatakan bunga lengkap apabila mempunyai empat bagian sebagai berikut
yaitu kelopak (calyx), tajuk atau mahkota (corolla), benang sari (stamen) dan
putik (pistillum). Zingiberaceae merupakan bunga lengkap, karena memiliki
keempat bagian tersebut.
Suhu, curah hujan, cahaya dan keadaan lingkungan merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi pembungaan (Darjanto dan Satifah, 1990). Adanya
perbedaan antara suhu maksimum pada siang hari dan suhu minimum di waktu
malam dapat merangsang pembentukan bunga yang baik. Seperti pada
Zingiberaceae, bunga dapat tumbuh dengan baik pada kondisi yang lembab,
karena tidak cepat layu (Darjanto dan Satifah, 1990).
Penyerbukan
Penyerbukan atau pemindahan serbuk sari (polen) dari benang sari
(stamen) ke kepala putik (stigma) merupakan awal terjadinya proses reproduksi.
Penyerbukan di alam dapat terjadi dengan bantuan angin, air, serangga atau
binatang lain bahkan dapat terjadi karena bantuan manusia. Pada tiga genus yang
diamati memiliki bunga tipe macrostylus yang memiliki tangkai putik lebih
panjang daripada anter. Vektor yang membantu penyerbukan pada Zingiberaceae
diantaranya kupu-kupu dan ngengat, terutama pada genus Alpinia adalah semut dan lebah juga burung pada genus Etlingera (Larsen dan Larsen, 2006)
Penyerbukan akan mudah terjadi jika bunga dalam keadaaan mekar dan
benang sari serta putik, kedua-duanya dalam keadaan masak. Penyerbukan pada
(putik dan benang sari telah masak pada saat yang bersamaan) dan terjadi
penyerbukan silang (untuk tanaman yang berumah dua atau hanya memiliki satu
kelamin saja). Penyebab terjadinya penyerbukan silang diantaranya yaitu
heterostylus, dikogamous, self incompatibility, dan lain-lain.
Bunga yang mekar merupakan tanda bahwa stigma telah reseptif, selain itu
terdapat tanda-tanda lain untuk mengetahui stigma telah reseptif yaitu dengan
melihat ada tidaknya papila, ada atau tidaknya sekresi dari kelenjar pada dasar
bunga dan terdapat aroma pada bunga. Kepala putik yang telah masak biasanya
mengeluarkan lendir yang berwarna transparan yang mengandung zat-zat yang
diperlukan untuk perkecambahan serbuk sari. Serbuk sari atau polen yang berhasil
berkecambah di atas kepala putik akan mulai memanjang masuk ke dalam saluran
tangkai putik (stylus) menuju bakal buah (Darjanto dan Satifah, 1990).
Menurut Darjanto dan Satifah (1990), penyerbukan sebaiknya dilakukan
pada saat cuaca cerah dengan udara yang lembab, sedangkan cuaca yang dingin,
dapat menjaga bunga agar tidak cepat layu. Kondisi wilayah Cipanas yang
memiliki ketinggian 1.100 m dpl dengan rata-rata suhu pada bulan Juni yaitu
sekitar 20.7°C dan dengan kelembaban 81.7 % dan pada bulan Juli dengan suhu
rata-rata 20.7°C dan dengan kelembaban 72.8% (berdasarkan data iklim Cipanas
Cianjur 2008, BMG) sudah cukup untuk mendukung proses penyerbukan pada
tanaman.
Penyerbukan silang dapat terjadi jika putik dan benang sari tidak masak
dalam waktu yang bersamaan, sedangkan penyerbukan sendiri, putik dan benang
sari harus masak dalam waktu yang bersamaan (Utomo dalam Heller, 2008).
Polen
Polen atau serbuk sari merupakan jaringan hidup yang memiliki umur
terbatas dan kemudian akan mati. Serbuk sari atau polen yang baik adalah polen
dari kuncup bunga yang telah dewasa yang hampir merekah karena pada saat itu
ruang sari pada polen tersebut belum pecah dan terisi penuh dengan polen yang
memiliki daya tumbuh yang tinggi. Menurut Hoekstra (1982) polen tidak dapat
bertahan dalam jangka waktu yang lama atau panjang, harus segera
11
perubahan suhu dan kelembaban. Seperti pada polen kelapa sawit, polen
dikatakan berkualitas baik apabila memiliki daya berkecambah yang tinggi dan
memiliki persentase pembentukan buah yang tinggi pula (Widiastuti, 2005).
Kualitas polen sama dengan viabilitas polen (Kelly et al., 2002) dan daya simpan polen berbeda antar varietas (Sato et al., 1998). Menurut Kelly et al.
(2002) kualitas dan jumlah polen yang diproduksi bunga merupakan komponen
penting untuk kekuatan tumbuhan. Berbagai metode digunakan untuk menguji
viabilitas polen seperti aktivitas metabolik, semipermeabilitas membran, daya
berkecambah dan pembentukan biji yang dihasilkan. Untuk mengetahui viabilitas
polen dan stigma dapat menggunakan teknik in vivo dan in vitro (Egenti, 1978). Teknik in vitro merupakan metode yang paling umum digunakan untuk pengujian
viabilitas polen yang toleran terhadap desikasi setelah dilembabkan (Towil dan
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung,
Laboratorium Zoologi LIPI dan Laboratorium Mikroskop Terpadu, Departemen
Biologi, IPB. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Maret 2008 sampai
dengan bulan Agustus 2008.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman Zingiberaceae dari koleksi Balai Penelitian Tanaman Hias
terdiri dari 3 genus, yaitu genus Alpinia (A. purpurata “Kusuma”, A. purpurata
“Bethari”, A. purpurata “Fatra” dan A. purpurata “Amorina”) (Gambar 1A, B, C dan D), Etlingera (E. elatior “Red Torch Ginger” dan E. elatior “Pink Torch Ginger”) (Gambar 2 A dan B) dan genus Zingiber(Zingiber spectabile “Silvana” dan Z. zerumbet) (Gambar 3A dan B).
Gambar 1. Genus Alpinia:A). A. purpurata “Kusuma”,
B). A. purpurata “Bethari”, C). A. purpurata “Fatra”dan
D). A. purpurata “Amorina”
A
B
13
Gambar 2. Genus Etlingera: A). E. elatior “Red Torch Ginger” dan B). E. elatior “Pink Torch Ginger”
Gambar 3. Genus Zingiber : A). Zingiber spectabile (Silvana) dan B). Z. zerumbet
Media pengecambahan polen berupa larutan Brewbaker dan Kwack
dengan komposisi larutan stok sebagai berikut: H3BO3 100 mg, Ca (NO3)2.4H2O
300 mg, MgSO4.7H2O 200 mg dan KNO3 100 mg. Media pengecambahan polen
dibuat dari 10 ml larutan stok ditambah 10 gram sukrosa dan diencerkan dengan
aquades hingga 100 ml.
Gambar 4. Perlengkapan SEM: A). Mikroskop dan B). Alat pelapis emas
A
B
B
A
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah mikroskop, pinset, kaca
pembesar (lup), gelas objek (deck glass), label, jarum osche, dan SEM (Scanning
Electron Microscope) (Gambar 4A dan B).
Metode Penelitian
1. Karakterisasi tanaman, bunga dan braktea
Untuk karakteristik tanaman, dilakukan pengamatan tinggi tanaman,
diameter batang, jumlah daun, panjang dan lebar daun serta panjang tangkai
daun. Pada karakteristik bunga, dilakukan pengamatan panjang bunga,
panjang dan lebar labellum, panjang dan lebar kepingan mahkota (corolla lobe), panjang dan lebar kelopak bunga, warna mahkota bunga, panjang pistil, panjang kotak polen dan jumlah ovul per ovarium. Pengamatan tersebut
bermanfaat untuk mempelajari karakteristik dari tiap kultivar yang diamati.
Individu bunga diamati sejak muncul kuncup bunga sampai bunga layu.
Pengamatan braktea bunga dilakukan untuk mengetahui periode pembukaan
braktea dan tahapan bunga individu muncul dari awal pada braktea bunga dari
tanaman induk. Pola perkembangan pembukaan braktea diamati sejak braktea
kuncup sampai membuka penuh. Pengamatan dilakukan pada tanaman yang
telah dewasa. Setiap kultivar diamati lima braktea. Pengukuran braktea terdiri
dari panjang dan diameter braktea dan jumlah helaian braktea.
2. Struktur polen dan stigma
Struktur polen dan stigma diamati dengan menggunakan mikroskop pemindai
elektron (Scanning Electron Microscope/SEM). Pengamatan dilakukan
terhadap bentuk polen, tekstur permukaan dan pori, sedangkan untuk stigma
diamati tekstur permukaannya. Prosedur persiapan sampel untuk pengamatan
menggunakan SEM:
• Spesimen (polen dan stigma) disimpan di dalam desikator, disimpan
selama ±1 minggu agar kering.
• Spesimen ditempel pada stub dengan menggunakan double tape.
• Spesimen divakum selama 10 menit untuk megeluarkan gelembung
udara dalam spesimen.
15
• Spesimen dimasukkan dalam chamber pada SEM untuk diamati.
• Pengamatan dilakukan pada 20 KV dengan pembesaran 2000x untuk
polen dan 75x untuk stigma.
3. Penentuan Masa Reseptif Stigma
Untuk menentukan masa reseptif stigma, dilakukan pengamatan morfologi
bunga secara visual pada stigma (A. purpurata ”Kusuma”, A. purpurata
”Bethari”, E. elatior ”Pink Torch Ginger” dan E. elatior ”Red Torch Ginger”)
dan penyerbukan (A. purpurata ”Kusuma” X A. purpurata ”Bethari” dan
A. purpurata ”Bethari” X A. purpurata ”Bethari”) pada waktu yang berbeda-beda. Masa reseptif stigma genus Zingiber tidak dilakukan karena
masa berbunga telah lewat (Oktober–April). Pengamatan morfologi pada
stigma ditentukan berdasarkan perubahan yang terjadi pada permukaan stigma
yang dilakukan pada pukul 08.00, 10.00, 12.00, 14.00, dan pukul 16.00 WIB.
Penyerbukan dilakukan dengan menggunakan pinset, yaitu dengan cara
penyerbukan buatan pada pukul 08.00, 09.00, 10.00, 11.00, 12.00, 15.00,
16.00, dan pukul 17.00 WIB. Untuk setiap kepala putik diserbuki dengan
polen dari tiap antera pada bunga yang berbeda. Penyerbukan dilakukan pada
Alpinia purpurata ”Kusuma” yang diserbuk dengan polen A. purpurata
”Bethari”, karena spesies ini diketahui dapat membentuk buah bila disilangkan
dengan sesamanya. Penyerbukan juga dilakukan pada A. purpurata ”Bethari” yang diserbuki dengan polennya sendiri, karena untuk mengetahui tingkat
keberhasilan penyerbukan jika dilakukan selfing. Masing-masing jam
dilakukan terhadap lima bunga untuk mendapatkan rataan buah dan biji yang
dihasilkan. Buah yang terbentuk dari penyerbukan dipanen pada umur
±3.5 bulan setelah penyerbukan. Persentase buah dan biji yang terbentuk
dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
Persentase buah = Jumlah buah per braktea x 100% Jumlah bunga per braktea
Persentase biji = Jumlah biji per buah x 100% Jumlah ovul per buah
Masa reseptif stigma ditentukan berdasarkan perubahan-perubahan yang
4. Viabilitas Polen
Viabilitas polen diamati dengan pengecambahan dan dilakukan terhadap
genus Alpinia dan Etlingera Pengambilan polen untuk pengecambahan dilakukan pada pukul 08.00, 10.00, 12.00, 14.00, dan pukul 16.00 WIB. Media
pengecambahan yang digunakan adalah larutan Brewbaker dan Kwack. Polen
yang diambil merupakan sampel polen dari tiap antera pada bunga yang
berbeda-beda. Pengamatan perkecambahan polen dilakukan 1 jam setelah
pengecambahan.
Rancangan Percobaan
1. Viabilitas polen
Menggunakan Rancangan Split Plot RAL dengan varietas (A. purpurata
”Kusuma”, A. purpurata ”Bethari”, E. elatior ”Red Torch Ginger”, dan
E. elatior ”Pink Torch Ginger”) sebagai petak utama dan waktu pengambilan sampel sebagai anak petak.
Model linier : Yij = µ + Pi + a + Kj + (PK)ij + b
Ket : Yij = pengaruh perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ = nilai rataan umum
Pi = pengaruh varietas ke-i
a = galat varietas
Kj = pengaruh pengambilan sample ke-j
Pkij = interaksi antara varietas ke-i dan pengambilan sample ke-j
b = galat pengambilan sample
Analisis statistik akan dilanjutkan dengan menggunakan uji Duncan
(Duncan Multiple Range Test / DMRT), taraf = 5%.
Pengamatan
Pengamatan terhadap tanaman meliputi:
- Tinggi tanaman (tanaman yang telah dewasa dan berbunga, diukur dari
permukaan tanah sampai dengan ujung batang yaitu batas tumbuhnya
daun); diameter batang (batang yang sudah berbunga, diukur dari
pertengahan batang tanaman); jumlah, panjang dan lebar daun (panjang
17
dari tengah-tengah daun); dan panjang tangkai daun (diukur dari ujung
tangkai pada daun sampai dengan ujung pelepah daun).
Pengamatan biologi bunga mencakup:
- Individu bunga: Panjang bunga; panjang dan lebar kelopak bunga; panjang
dan lebar kepingan mahkota (corolla lobe); panjang dan lebar labellum (lip); tahapan bunga muncul dari awal pada malai bunga; jumlah ovul per ovarium.
Pengamatan braktea meliputi:
- Panjang dan diameter braktea; jumlah helaian braktea; lama
perkembangan braktea dari kuncup sampai membuka penuh.
Penentuan masa reseptif stigma:
- Warna dan perubahan permukaan stigma
- Jumlah buah dan biji yang terbentuk
- Persentase pembentukan buah, jumlah biji per buah
Viabilitas polen:
Viabilitas polen dihitung berdasarkan persentase polen yang berkecambah
dengan ciri polen yang telah berkecambah sudah membentuk tabung polen
sepanjang minimal sama dengan diameter polen. Periode viabilitas polen
ditentukan berdasarkan penurunan viabilitas.
Viabilitas polen = Jumlah polen yang berkecambah x 100% Total polen yang diamati
Kondisi Umum
Lokasi Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung (Balithi Segunung),
dengan ketinggian 1100 m dpl. Suhu pada siang hari berkisar antara 24°C-26°C
dan pada malam hari berkisar antara 18°-20° C, dengan kelembaban nisbi (RH)
70%-90%. Pada kondisi tersebut, ketiga genus dapat tumbuh dengan baik.
A. purpurata “Kusuma”, A. purpurata “Bethari”, E. elatior “Pink Torch Ginger”, E. elatior “Red Torch Ginger” dan Z. zerumbet ditanam dalam kondisi tidak ternaungi, sedangkan Z. spectabile “Silvana” dalam kondisi ternaungi karena selama pertumbuhan, tanaman ini memerlukan naungan. Z. spectabile “Silvana” juga menggunakan mulsa jerami untuk menjaga kelembaban dan menghindari
percikan tanah karena air hujan agar bunga tetap bersih sampai waktu panen.
Perbanyakan tanaman pada A. purpurata dilakukan secara vegetatif dengan cara pembelahan rhizome dan planlet. Perbanyakan tanaman dengan pembelahan rhizome lebih baik karena jika dengan planlet, membutuhkan waktu yang lama untuk berbunga yaitu sekitar 3 tahun. Pembelahan dengan
menggunakan rhizome dapat dilakukan setiap waktu, minimal 3 buah rhizome
setiap pembelahan. Pada awal penanaman sebaiknya dilakukan dalam polybag
atau pot sampai tanaman tumbuh tunas baru, kemudian baru dipindah ke lapang.
Jika menggunakan rhizome, tanaman sudah berbunga sekitar 9 bulan setelah
tanam (Herlina et al., 2008). Untuk Zingiber, tanaman juga diperbanyak secara vegetatif dengan pembelahan rumpun tanaman tetapi bisa juga dengan setek
batang, perbanyakan secara generatif dengan menggunakan biji tidak dapat
dilakukan karena secara normal tanaman ini tidak menghasilkan biji. Genus
Etlingera juga diperbanyak secara vegetatif dengan pembelahan rumpun.
Deskripsi Tanaman
Delapan kultivar yang diamati mempunyai karakteristik tanaman yang
bervariasi baik tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, diameter daun,
panjang tangkai daun, jumlah daun dan jumlah helaian braktea. Karakteristik
19
Hasil pengamatan karakteristik tanaman dilakukan dari rata-rata lima tanaman
yang diamati. Pengamatan ini berguna untuk melihat karakteristik tanaman pada
delapan kultivar yang diamati.
Genus Alpinia
Pada genus Alpinia, A. purpurata “Kusuma” memiliki ukuran yang paling tinggi dibandingkan ketiga spesies yang lain, dengan jumlah helaian braktea
sekitar 95 helai dan tinggi tanaman sekitar 1.5 m (Tabel 1). Hal ini menunjukkan
keterkaitan antara komponen yang satu dengan yang lain. Semakin tinggi tanam
dan ukuran diameter batang semakin besar, maka jumlah helaian brakteanya pun
semakin banyak, terkait dengan pernyataan Herlina et al. (2008) bahwa tanaman akan mulai muncul braktea jika diamater batang lebih dari 1 cm. A. purpurata
“Kusuma” memiliki diameter batang sekitar 1.6 cm. Untuk jenis hama yang sering
menyerang pada genus Alpinia yaitu semut, kutu putih, apid, thrips dan ulat.
Genus Etlingera
Pada genus Etlingera, sama halnya dengan genus Alpinia, bahwa tanaman yang memiliki tinggi tanaman dan diameter batang yang paling besar, maka
jumlah helaian brakteanya pun semakin banyak yaitu pada E. elatior “Red Torch Ginger”. Jumlah helaian braktea mencapai sekitar 233 helai dengan diameter
batang sekitar 2.3 cm dan tinggi tanaman sekitar 2.5 m (tabel 1). Hama yang
sering menyerang dilapang pada tanaman ini yaitu ulat. Vektor yang sering
dijumpai adalah kupu-kupu.
Genus Zingiber
Genus Zingiber yang memiliki ukuran yang paling besar yaitu pada
Z. spectabile ”Silvana”. Tanaman ini memiliki tinggi tanaman, diameter batang serta komponen lain yang paling besar dibandingkan Z. zerumbet, yaitu tinggi tanaman sekitar 2 m dengan diameter batang sekitar 1.5 cm (Tabel 1). Hal ini
diduga terkait dengan kondisi tanaman yang ternaungi karena Z. zerumbet tidak dalam kondisi ternaungi. Pada genus Zingiber, tanaman memerlukan naungan
Z. zerumbet tidak dilakukan karena musim berbunga tanaman ini pada bulan Oktober-April (terlewat).
Tabel 1. Deskripsi tanaman delapan kultivar yang diamati
varietas Tinggi
PT 169.22±30.32 2.18±0.18 46.18±3.83 13.22±0.74 0.52±0.13 18±3.16 166±12.27
RT 246.3±53.71 2.28±0.18 49.34±5.06 16±1.47 1.46±0.41 22±3.27 233±17.59
S 194.56±7.45 1.42±0.15 43.34±1.98 8±0.48 0.88±0.22 38±6.19 122±48.08
Zz 119.52±13.11 0.9±0.1 33.86±1.19 6.12±0.67 0.4±0.07 23±3.32 -
Ket: K = A. purpurata “Kusuma” PT = E. elatior “Pink Torch Ginger” B = A. purpurata “Bethari” RT = E. elatior “Red Torch Ginger” F = A. purpurata “Fatra” S = Z. spectabile “Silvana” A = A. purpurata “Amorina” Zz = Z. zerumbet
Periode Membukanya Braktea
Panjang dan diameter braktea diamati setiap minggu sampai mencapai
pembukaan maksimal, pada saat braktea membuka seluruhnya yang diikuti
dengan mekarnya bunga pertama. Pengamatan dilakukan dari rata-rata lima
braktea yang diamati. Pada genus Zingiber tidak dilakukan pengamatan panjang dan diameter braktea karena waktu perkembangan braktea yang telah terlewat
(Oktober-April). Periode membukanya braktea dari masing-masing kultivar
berbeda-beda (Gambar 5).
Periode pembukaan braktea terpanjang yaitu pada A. purpurata “Bethari”
dan A. purpurata “Kusuma” mencapai 9 minggu dan yang paling singkat pada
E. elatior ”Pink Torch Ginger” yaitu selama 7 minggu, karena braktea pada
tanaman ini cepat membusuk dan mengering sehingga periodenya singkat.
21
untuk mengetahui waktu pemanenan braktea yang tepat jika akan dipasarkan
terutama bagi pekebun.
Gambar 5. Perkembangan braktea: A). Panjang braktea, B). Diameter braktea
Ket: K = A. purpurata “Kusuma” A = A. purpurata “Amorina” B = A. purpurata “Bethari” PT = E. elatior “Pink Torch Ginger” F = A. purpurata “Fatra” RT = E. elatior “Red Torch Ginger”
Munculnya bunga pertama pada braktea merupakan tanda bahwa braktea
sudah membuka penuh seluruhnya (pada genus Alpinia dan Etlingera). Setelah braktea membuka penuh, bunga akan muncul bergantian dari tiap helaian braktea.
Untuk Z. spectabile ”Silvana” bunga pertama muncul tidak menandakan braktea telah mekar penuh, karena braktea mekar penuh hingga 100%, ditandai dengan
berubahnya keseluruhan warna braktea menjadi merah seiring dengan munculnya
bunga. Pada Z. zerumbet, perubahan warna braktea menjadi merah seluruhnyan ketika bunga terakhir muncul pada braktea. Periode pembungaan dari munculnya
bunga pertama hingga terakhir sekitar 8 minggu pada A. purpurata ”Kusuma” dan
dan E. elatior ”Red Torch Ginger”. Sedangkan pada A. purpurata “Fatra” dan
A. purpurata “Amorina” tidak diperoleh data yang lengkap karena tidak setiap braktea menghasilkan bunga. Informasi ini penting untuk diketahui bagi para
pemulia dalam melaksanakan kegiatan penyerbukan sehingga diketahui periode
pembungaan pada varietas yang diamati dan dapat memperkirakan waktu
penyerbukan yang akan dilaksanakan.
Bunga mekar pada A. purpurata “Bethari” dan A. purpurata “Kusuma” mencapai 2-7 bunga/hari dalam satu rangkaian braktea. Pada A. purpurata
“Fatra”dan A. purpurata “Amorina” hanya dihasilkan 3-5 bunga dalam satu rangkaian braktea, karena tidak setiap hari bunga akan muncul pada tanaman ini.
Pada E. elatior “Red Torch Ginger” dan E. elatior “Pink Torch Ginger” bunga mekar dapat mencapai 2-10 bunga/hari dalam satu rangkaian braktea.
Pada Zingiberaceae, yang disebut bunga potong merupakan rangkaian
braktea (Adriyani, 2007). Pada A. purpurata dan Zingiber umumnya braktea dijadikan bunga potong pada saat pembukaan mencapai 25-50% sedangkan untuk
E. elatior “Red Torch Ginger” dan E. elatior “Pink Torch Ginger” braktea dijadikan bunga potong ketika mencapai 50-100%. Braktea yang telah berbunga
kurang diminati jika dipasarkan kepada konsumen. Umumnya braktea Zingiber
dan Etlingera dapat bertahan hingga 7 hari (Adriyani, 2007). Periode pembukaan braktea tidak berpengaruh terhadap ketahanan braktea sebagai bunga potong,
tetapi mempengaruhi keindahannya sebagai bunga potong dan nilai jual.
Pada A. purpurata ”Kusuma”, braktea memerlukan waktu sekitar 3 minggu sejak kuncup untuk mencapai mekar 25% dan dua minggu kemudian
mencapai 50% (Gambar 6 A-D). A. purpurata ”Bethari” mempunyai waktu pembukaan braktea yang hampir sama dengan A. purpurata ”Kusuma”. Untuk mencapai pembukaan braktea 10% diperlukan sekitar 2 minggu dan mencapai
50% sekitar 5 minggu setelah kuncup (Gambar 7 A-D). A. purpurata ”Fatra” memerlukan waktu pembukaan braktea sekitar 2 minggu untuk mencapai 10%
dan sekitar 5 minggu mencapai mekar 50% (Gambar 8 A-D), hampir sama dengan
A. purpurata ”Bethari”. Waktu pembukaan braktea A. purpurata ”Amorina” untuk mencapai mekar 20% sekitar 3 minggu dan sekitar 5 minggu sejak kuncup
23
Torch Ginger” braktea memerlukan waktu sekitar 3 minggu sejak kuncup untuk
mencapai 25% dan dua minggu kemudian mencapai 50% (Gambar 10 A-D).
E. elatior ”Red Torch Ginger” memerlukan waktu sekitar 2 minggu untuk
mencapai mekar 15% (Gambar 11 A-D). Pada Z. spectabile ”Silvana” dan Z. zerumbet tidak dilakukan pengamatan karena musim berbunga telah lewat
(Oktober-April) (Gambar 12 A-C dan 13 A-B).
Gambar 6. Braktea A. purpurata “Kusuma”: A). Kuncup (0 minggu), B). Mekar 25% (±3 minggu), C). Mekar 50% (±5 minggu), D). Mekar 100% (±9 minggu)
Gambar 7. Braktea A. purpurata “Bethari”: A). Kuncup (0 minggu), B). Mekar 10% (±2 minggu), C). Mekar 50% (±5 minggu), D). Mekar 100% (±9 minggu)
Gambar 8. Braktea A. purpurata “Fatra”: A). kuncup (0 minggu), B). mekar 10% (±2 minggu), C). mekar 50% (±5 minggu), D). mekar 100% (±8 minggu)
A B C D
D C
B A
Gambar 9. Braktea A. purpurata “Amorina”: A). kuncup (0 minggu), B). mekar 20% (±3 minggu), C). mekar 50% (±5 minggu), D). mekar 100% (±8 minggu)
Gambar 10. Braktea E. elatior “Pink Torch”: A). kuncup (0 minggu), B). mekar 25% (±3 minggu), C). mekar 50% (±5 minggu), D). mekar 100% (±7 minggu)
Gambar 11. Braktea E. elatior “Red Torch”: A). kuncup (0 minggu), B). mekar15% (±2 minggu), C). mekar 100% (±8 minggu)
Gambar 12. Braktea Z. spectabile ”Silvana”: A). kuncup, B). mekar 50%, C). mekar 100%
A B C D
A B C D
A B
C B
A
25
Gambar 13. Braktea Z. zerumbet:A). mekar 75%, B). mekar 100%
Karakteristik Bunga
Pengamatan karakteristik bunga dilakukan pada lima buah bunga untuk
masing-masing spesies. Bunga Zingiberaceae pertama muncul pada bagian bawah
braktea (Gambar 14 A) kemudian bergantian muncul ke bagian atas braktea
(Gambar 14 B dan C). Pada A. purpurata “Fatra” dan A. purpurata “Amorina” jumlah helaian braktea lebih banyak daripada jumlah bunga karena tidak semua
braktea menghasilkan bunga, hanya sekitar 3-5 bunga per malai. Umumnya
jumlah helaian braktea menandakan jumlah bunga yang akan muncul kecuali pada
A. purpurata “Kusuma” dan A. purpurata “Bethari”, jumlah bunga dua kali lipat jumlah helaian braktea karena dalam satu braktea akan muncul dua bunga yang
tidak mekar bersamaan (Gambar 14 D). Bunga hanya bertahan selama 1 hari
kemudian layu. Bunga Zingiberaceae memiliki 3 helai mahkota yang terdiri dari
labellum atau lip dan 2 helai kepingan mahkota (corolla lobe) (Gambar 14 E). Umumnya pada saat bunga mekar posisi putik lebih tinggi dari benang sari
(Gambar 14 F).
Hasil pengamatan karakteristik bunga berbeda-beda antar kultivar yang
diamati (Tabel 2). Pengamatan dilakukan pada genus Alpinia (A. purpurata
”Kusuma”, A. purpurata ”Bethari”, A. purpurata ”Fatra” dan A. purpurata
”Amorina”) dan Etlingera (E. elatior ”Pink Torch Ginger” dan E. elatior ”Red Torch Ginger”). Pengamatan genus Zingiber tidak dilakukan karena musim berbunga telah terlewat, yaitu pada bulan Oktober-April.
Gambar 14. Karakteristik bunga Alpinia: A). Bunga mekar pada bagian bawah braktea, B dan C). Bunga mekar pada bagian atas dan tengah braktea, D). Dua bunga dalam basal braktea, E). Tiga helai mahkota bunga, F). Posisi antera dan putik pada bunga
Pada genus Alpinia, A. purpurata ”Kusuma” memiliki ukuran yang paling besar dalam karakteristik bunga dibandingkan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari
ukuran bunga yang besar, sehingga komponen yang lain memiliki ukuran yang
besar pula. Terutama pada jumlah ovul pada tanaman ini, sekitar
175 ovul/ovarium dengan panjang bunga sekitar 5.5 cm (Tabel 2). Pada genus
Etlingera, E. elatior ”Pink Torch Ginger” merupakan kultivar yang memiliki ukuran yang paling besar dibandingkan E. elatior ”Red Torch Ginger” dengan panjang bunga sekitar 5 cm serta jumlah ovul sekitar 50 ovul/ovarium (Tabel 2).
Pengukuran dilakukan secara acak dari lima bunga pada braktea yang berbeda
kemudian di rata-ratakan sehingga diperoleh hasil pengukuran struktur penyusun
bunga yang terbesar. Panjang bunga terbesar tidak terkait dengan jumlah
ovul/ovarium terbanyak. Mahkota bunga pada genus Alpinia (A. purpurata
27
berwarna merah (Red group 42 A). Posisi stigma lebih tinggi dari antera sehingga
panjang tangkai sari jauh lebih besar jika dibandingkan dengan panjang kotak
polen. Pada genus Alpinia, A. purpurata ”Kusuma” memiliki panjang tangkai sari dan panjang kotak anter terbesar yaitu sekitar 4 cm dan 0.6 cm, sedangkan
panjang tangkai sari terkecil terdapat pada A. purpurata ”Fatra” sekitar 2.3 cm dan panjang kotak polen terkecil pada A. purpurata ”Amorina”, sekitar 0.5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara panjang tangkai sari dan
kotak polen, tetapi ada untuk posisi stigma dan anter.
Tabel 2. Karakteristik bunga enam kultivar yang diamati
Variable
1.24±0.13 1.06±0.17 1.02±0.11 0.98±0.08 1.66±0.33 1.26±0.19 Panjang
2.36±0.22 2.22±0.16 1.92±0.08 1.88±0.29 2.34±0.39 2.14±0.17
Lebar
Jumlah ovul 175±34.62 137±25.64 101±10.99 80±18.69 41±9.86 50±9.30 Ket: K = A. purpurata “Kusuma” A = A. purpurata “Amorina”
Fenologi Bunga
Masa Reseptif Stigma
Pengamatan morfologi bunga untuk menentukan masa reseptif stigma
dilakukan setiap jam dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 17.00 WIB pada
setiap varietas, dengan mengamati perubahan yang terjadi pada organ-organ
bunga. Pengamatan dilakukan pada 5 bunga yang sama tiap jamnya. Permukaan
stigma diamati dengan menggunakan mikroskop (Gambar 15 A) dan SEM
(Gambar 15 B) menggunakan alat JSM-5310 LV dan pada 20 KV dengan
pembesaran 75x.
Pengamatan morfologi bunga menunjukkan bahwa bunga mekar pada
waktu yang berbeda untuk varietas berbeda (Tabel 3). A. purpurata ”Kusuma”,
E. elatior ”Red Torch Ginger” dan E. elatior ”Pink Torch Ginger” mulai mekar pada pukul 09.00, sedangkan A. purpurata ”Bethari” mulai mekar pada pukul 10.00. Sekresi pada permukaan stigma umumnya mulai terlihat sesaat sebelum
bunga mekar dan bertambah banyak beberapa saat setelah bunga mekar (Gambar
15 A). Permukaan stigma pada A. purpurata “Kusuma”memiliki permukaan halus dan rata (tidak berpapila) dengan bagian pinggir dibatasi oleh struktur berambut
(Gambar 15 B).
Gambar 15. Stigma A. purpurata “Kusuma”: A). Sekresi pada permukaan stigma, B). Permukaan stigma dikelilingi oleh jaringan berambut
Pada Alpinia purpurata ”Kusuma” sekresi bertambah terus sampai pukul 14.00, sedangkan pada Alpinia purpurata ”Bethari” pertambahan sekresi berhenti pada pukul 15.00 yang mengindikasikan mulai menurunnya reseptivitas stigma.
Periode produksi sekresi pada stigma Etlingera elatior ”Red Torch Ginger” serta
E. elatior ”Pink Torch Ginger” lebih pendek, dimulai pada pukul 09.00 A Jaringan B
29
dan berhenti bertambah pukul 11.00-12.00 (Tabel 3). Dari hasil pengamatan
tersebut diketahui bahwa masa reseptif stigma pada genus Alpinia (A. purpurata
”Kusuma” dan A. purpurata ”Bethari”) dan Etlingera (E. elatior ”Red Torch Ginger” dan E. elatior ”Pink Torch Ginger”) bervariasi, bahkan mungkin dipengaruhi oleh cuaca harian, akan tetapi secara umum berdasarkan perubahan
morfologi masa reseptif stigma terjadi antara pukul 09.00-12.00 WIB.
Penentuan masa reseptif dengan penyerbukan dilakukan pada bulan Juni
dan Juli 2008 dengan kondisi cuaca cerah. Penyerbukan pada tanaman Alpinia purpurata ”Kusuma” x Alpinia purpurata ”Bethari” dan pada Alpinia purpurata
”Bethari” x Alpinia purpurata ”Bethari” dilakukan pada lima bunga untuk tiap jam. Penyerbukan pada genus Etlingera tidak dilakukan karena braktea yang cepat membusuk sehingga sulit mendapatkan bunga untuk penyerbukan.
Pemanenan buah hasil penyerbukan dilakukan sekitar 3.5 bulan setelah
penyerbukan. Persentase keberhasilan penyerbukan buatan sangat bervariasi.
Persentase tertinggi diperoleh dari penyerbukan (A. purpurata ”Kusuma” dan
A. purpurata ”Bethari”) pada pukul 09.00 pada saat kelima bunga yang diserbuk semuanya berhasil berkembang menjadi buah, sedangkan pada pukul 17.00 tidak
ada buah yang terbentuk (Tabel 4). Jumlah biji yang dihasilkan paling banyak
diperoleh dari penyerbukan yang dilakukan pada pukul 12.00 dengan jumlah biji
rata-rata 178 butir. Jumlah biji paling rendah dihasilkan dari penyerbukan yang
dilakukan pada pukul 15.00 yaitu sebanyak 64 butir.
Bunga baru mekar sekitar pukul 09.00 dan antera pecah antara pukul
09.00-10.00, sehingga secara alami penyerbukan dapat terjadi mulai pukul 09.00.
Keberhasilan penyerbukan pada pukul 08.00 sebesar 40% menunjukkan bahwa
stigma sudah mulai reseptif. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa masa
reseptif stigma A. purpurata ’Kusuma’ berdasarkan penyerbukan terjadi antara pukul 08.00-12.00. Walaupun persentase pembentukan buah pukul 10.00 dan
11.00 rendah (20%) tetapi pada pukul 12.00 cukup tinggi (80%), sedangkan
pembentukan biji relatif tinggi (>50%). Data ini juga mengindikasikan bahwa
pembentukan biji tidak sepenuhnya terkait dengan waktu penyerbukan. Tinggi
rendahnya biji yang terbentuk diduga berkaitan dengan jumlah polen yang
31
Alpinia purpurata dapat menghasilkan buah apabila diserbuk silang (Alpinia purpurata ”Kusuma” x Alpinia purpurata ”Bethari” ) (Tabel 4), sedang bila diserbuk sendiri (selfing) (Alpinia purpurata ”Bethari” x Alpinia purpurata
”Bethari”) gagal menghasilkan buah. Hasil pengamatan ini mengindikasikan
adanya fenomena self-incompatibility pada A. purpurata. Dengan adanya
informasi ini para pemulia tidak perlu melakukan selfing untuk varietas
A. purpurata dan juga tidak perlu melakukan emaskulasi pada bunga karena hal tersebut.
Penghitungan buah yang terbentuk adalah buah yang dapat dipanen
(Gambar 16). Buah berkembang setelah penyerbukan, tetapi terkadang kemudian
rontok atau membusuk sebelum masak. Sedangkan biji yang dihitung adalah biji
yang bernas dan berukuran rata-rata. Biji yang berukuran kurang dari separuh
ukuran normal dikategorikan sebagai biji yang tidak viabel, sehingga tidak
dihitung.
Pengamatan terhadap jumlah biji yang terbentuk dari buah hasil
persilangan menunjukkan bahwa hasil dari persilangan pada pukul 11.00-12.00
tinggi. Pada periode yang sama A. purpurata “Kusuma” sedang mekar penuh dan sekresi pada permukaan stigma cukup banyak. Hasil ini menunjukkan bahwa
puncak masa reseptif stigma terjadi antara pukul 09.00-11.00. Bunga mekar dapat
menandakan masa reseptif stigma pada bunga (Darjanto dan Satifah, 1990).
Seperti pada bunga murbey, membengkaknya kepala putik disertai keluarnya
cairan (sekresi) sehingga kepala putik (stigma) tampak mengkilat dan berwarna
putih terang merupakan ciri lain untuk menandakan masa reseptif stigma (Sunarti,
2004). Pada A. purpurata “Bethari” menunjukkan bahwa serbuk sari (polen)
telah masak pada waktu tersebut dan siap untuk disilangkan. Sedangkan pada
A. purpurata “Kusuma” pada pukul 12.00 tersebut permukaan kepala stigma mengeluarkan banyak sekresi dapat berperan untuk membantu pengecambahan
serbuk sari.
Dilihat dari hasil persentase pembentukan buah dan biji hasil penyerbukan
(A. purpurata ”Kusuma” x A. purpurata ”Bethari”) serta perubahan morfologi
bunga yang dilakukan pada genus Alpinia (A. purpurata ”Kusuma” dan
E. elatior ”Pink Torch Ginger”) dapat ditentukan masa reseptif stigma pada
A. purpurata ”Kusuma”, A. purpurata ”Bethari”, E. elatior ”Red Torch Ginger” dan E. elatior ”Pink Torch Ginger” berkisar antara pukul 09.00-12.00 WIB. Tabel 4. Keberhasilan penyerbukan
”Kusuma” x Alpinia purpurata ”Bethari”
Viabilitas Polen
Viabilitas polen diamati dengan mengecambahkan polen yang diambil
pada pukul 08.00, 10.00, 12.00, 14.00 dan 16.00 WIB sebanyak 5 kali ulangan
untuk tiap jam. Pengamatan polen yang berkecambah dilakukan 1 jam setelah
pengambilan polen. Pada gambar 17 dapat dilihat bentuk polen yang berkecambah
normal dan tidak normal yang diambil menggunakan mikroskop cahaya. Tidak
semua polen dapat berkecambah dan membentuk tabung polen yang memanjang
33
(Gambar 17 B) atau pecah (Gambar 17 C), sehingga dikategorikan sebagai polen
yang tidak viabel. Polen A. purpurata ”Kusuma” berbentuk bulat dengan satu pori (uniporata) dan diameter sekitar 44 µm (Gambar 18 A dan B), pengamatan polen
dengan SEM (Scanning Electron mikroscope) menggunakan alat JSM-5310 LV
pada 20 KV dengan pembesaran 2000x.
Gambar 17. Polen yang dikecambahkan, pada A. purpurata ”Kusuma”: A). Normal, B). Terkontraksi, C). Pecah
Ket: pengamatan setelah 1 jam perkecambahan.
Gambar 18. Polen A. purpurata ”Kusuma” A). Polen yang telah berkecambah dengan satu pori, B). Permukaan polen
Pengujian viabilitas polen dengan pengecambahan pada media Brewbaker
dan Kwack terhadap varietas A. purpurata “Kusuma”, A. purpurata “Bethari”,
E. elatior “Pink Torch Ginger” dan E. elatior “Red Torch Ginger” tidak dipengaruhi oleh waktu walaupun viabilitasnya bervariasi antar kultivar (Tabel 5).
Akan tetapi perkecambahan polen keempat kultivar tersebut umumnya meningkat
sejak sebelum bunga mekar pada pukul 08.00 sampai sekitar pukul 14.00,
kemudian mulai menurun kecuali E. elatior “Pink Torch Ginger”. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat bunga mekar penuh, yang terjadi sekitar pukul
09.00-11.00 (Tabel 3), viabilitas polen cukup tinggi, yang memungkinkan
keberhasilan penyerbukan. Selain itu penurunan viabilitas polen diduga terkait
dengan semakin tingginya suhu udara pada saat udara semakin siang, sehingga
A B