• Tidak ada hasil yang ditemukan

Enkapsulasi bibit anggrek Phalaeonopsis amboinensis dengan penambahan paclobutrazol sebagai metode penyimpanan secara in vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Enkapsulasi bibit anggrek Phalaeonopsis amboinensis dengan penambahan paclobutrazol sebagai metode penyimpanan secara in vitro"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ENKAPSULASI BIBIT ANGGREK

Phalaeonopsis amboinensis

DENGAN PENAMBAHAN PACLOBUTRAZOL

SEBAGAI METODE PENYIMPANAN SECARA IN VITRO

Oleh Irwan Nirwana

A34404019

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

IRWAN NIRWANA. Enkapsulasi Bibit Anggrek Phalaeonopsis amboinensis dengan Penambahan Paclobutrazol sebagai Metode Penyimpanan secara In Vitro. (Dibimbing oleh NI MADE ARMINI WIENDI).

Percobaan ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh penambahan paclobutrazol pada beberapa taraf konsentrasi terhadap daya simpan bibit Phalaeonopsis amboinensis secara in vitro. Selain itu, untuk mendapatkan formulasi media enkapsulasi dengan penambahan paclobutrazol yang terbaik untuk penyimpanan bibit Phalaeonopsis amboinensis dengan menghambat pertumbuhannya tanpa menyebabkan kematian jaringan. Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dari bulan April 2008 sampai dengan Agustus 2008.

(3)
(4)

ENKAPSULASI BIBIT ANGGREK

Phalaeonopsis amboinensis

DENGAN PENAMBAHAN PACLOBUTRAZOL

SEBAGAI METODE PENYIMPANAN SECARA IN VITRO

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh Irwan Nirwana

A34404019

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

METODE PENYIMPANAN SECARA IN VITRO Nama : Irwan Nirwana

NRP : A34404019

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ni Made Armini Wiendi NIP. 131 694 525

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 26 Juli 1986, sebagai putra ke tiga dari pasangan Bapak Iwa Soemantri dan Ibu Anah Juhanah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri I Cibeber-Cianjur pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih , Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang tak pernah berhenti memberikan nikmat kepada penulis, sehingga dengan petunjuk dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian “Enkapsulasi Bibit Anggrek Phalaeonopsis amboinensis dengan Penambahan Paclobutrazol sebagai Metode Penyimpanan secara In Vitro

.

Penelitian tentang enkapsulasi ini dilaksanakan sebagai suatu langkah meningkatkan kegiatan perbenihan dalam pembetukkan dan pengembangan benih sintetik, terutama diarahkan untuk kegiatan konservasi dengan penyimpanan secara in vitro pada tanaman anggrek spesies yang hampir punah. Pemilihan spesies anggrek ini juga terdorong oleh nilai ekonominya yang tinggi dan sekarang sudah banyak dikembangkan untuk tujuan komersial di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1. Prof. Didy Sopandie selaku Dekan Fakultas Pertanian IPB

2. Dr. M. Syukur  selaku Ketua Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih

3. Dr. Ni Made Armini Wiendi, yang telah membimbing penulis selama pelaksanaan penelitian

4. Willy Bayuwardi Suwarno, SP. MSi sebagai pembimbing akademik

5. Tim dosen pengajar Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB 6. Ibu dan Ayahanda tercinta yang senantiasa memberi dukungan penuh baik

spiritual maupun material

Besar harapan penulis agar hasil penelitian ini dapat mengefisiensikan penyimpanan plasma nutfah dan memberikan keuntungan dalam kegiatan agribisnisnya.

Semoga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sesuai dengan harapannya.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PENDAHULUAN ...1 

Latar belakang ... 1 

Tujuan ... 3 

Hipotesis ... 4

  TINJAUAN PUSTAKA ...5 

Tanaman Anggrek ... 5 

Preservasi Plasma Nutfah Secara In Vitro ... 5 

Enkapsulasi ... 7 

Zat Penghambat Tumbuh ... 8

  BAHAN DAN METODE ...11 

Waktu dan Tempat ... 11 

Bahan dan Alat ... 11 

Metode Penelitian ... 12 

Pelaksanaan ... 13 

Sterilisasi Botol Kultur dan Alat ... 13 

Pembuatan Media Enkapsulasi dan Penambahan Retardan ... 13 

Enkapsulasi ... 14 

Penyimpanan ... 14 

Aklimatisasi ... 15 

Pengamatan ... 15

  HASIL DAN PEMBAHASAN ...16 

Kondisi Umum ... 16 

Daya Kecambah ... 18 

Daya Tumbuh ... 19 

Jumlah Akar ... 24 

Jumlah Daun ... 29 

Diameter Tajuk ... 35 

Warna Daun ... 41

  KESIMPULAN DAN SARAN ...48

Kesimpulan ... 48 

Saran ... 48

  DAFTAR PUSTAKA ...49

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interaksinya terhadap Daya Tumbuh, Jumlah Akar, Jumlah Daun, dan Diameter Tajuk Pada Bibit Phalaeonopsis

amboinensis... 17

 

2. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Daya Tumbuh pada Bibit

Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I ... 19

 

3. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Daya Tumbuh pada Bibit

Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II ... 20

 

4. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I ... 21

 

5. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari

Percobaan II ... 21

 

6. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis

amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I... 22

 

7. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis

amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II ... 24

 

8. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Jumlah Akar pada Bibit

Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I ... 25

 

9. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Jumlah Akar Pada Bibit

Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II... 26

 

10.`Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Akar pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I ... 27

 

11. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Akar pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari

Percobaan II ... 27

(10)

12. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Akar pada Bibit Phalaeonopsis

amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I... 28

 

13. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Akar pada Bibit Phalaeonopsis

amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II ... 29

 

14. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Jumlah Daun pada Bibit

Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I ... 30

 

15. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Jumlah Daun pada Bibit

Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II... 31

 

16. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Daun pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I ... 32

 

17. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Daun pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari

Percobaan II ... 32

 

18. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Daun pada Bibit Phalaeonopsis

amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I... 33

 

19. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Daun pada Bibit Phalaeonopsis

amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II ... 34

 

20. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Diameter Tajuk pada Bibit

Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I ... 35

 

21. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Diameter Tajuk pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II ... 36

 

22. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Diameter Tajuk pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I ... 37

 

23. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Diameter Tajuk pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari

Percobaan II ... 38

(11)

24. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Diameter Tajuk pada Bibit Phalaeonopsis

amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I... 39

 

25. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Diameter Tajuk pada Bibit Phalaeonopsis

amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II ... 40

 

26. Pengaruh Interaksi Perlakuan Paclobutrazol dengan Lama Penyimpanan terhadap Daya Tumbuh, Jumlah Akar, Jumlah Daun, dan Diameter Tajuk Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasipada 2 dan 4 MSP setelah Diaklimatisasi. ... 44

 

27. Pengaruh Interaksi Perlakuan Paclobutrazol dengan Lama Penyimpanan terhadap Daya Tumbuh, Jumlah Akar, Jumlah Daun, dan Diameter Tajuk Bibit phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasipada 2 dan 4 MSP setelah Diaklimatisasi ... 46

 

Lampiran

1. Komposisi media MS (Murashige and Skoog) ... 53

 

2. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Daya Tumbuh Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi pada Umur 2 MSP... 54

 

3. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Jumlah Akar Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi pada Umur 2 MSP ... 54

 

4. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Jumlah Daun Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi pada Umur 2 MSP... 54

 

5. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Diameter Tajuk Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi pada Umur 2 MSP... 55

 

6. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Daya Tumbuh Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi pada Umur 4 MSP... 55

 

7. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Jumlah Akar Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi pada Umur 4 MSP... 55

(12)

8. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Jumlah Daun Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi pada Umur 4 MSP... 56

 

9. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Diameter Tajuk Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi pada Umur 4 MSP... 56

 

10. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Jumlah Akar Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi pada Umur 2 MSP ... 56

 

11. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Jumlah Daun Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi pada Umur 2 MSP ... 57

   

12. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Diameter Tajuk Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi pada Umur 2 MSP ... 57

 

13. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Jumlah Akar Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi pada Umur 4 MSP ... 57

 

14. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interakinya terhadap Jumlah Daun Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi pada Umur 4 MSP ... 58

 

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Bibit Enkapsulasi Phalaeonopsis amboinensis yang Diberi Kombinasi Perlakuan Paclobutrazol 0 mg/l (P0) dengan Lama Penyimpanan 12 MSE (S3) pada Ulangan 1 (U1) dan Ulangan 2 (U2). a = Bibit dalam kapsul b = Bibit sudah dilepas dari

penyalut atau kapsulnya ………...41 2. Bibit Enkapsulasi Phalaeonopsis amboinensis yang Diberi

Kombinasi Perlakuan Paclobutrazol 1 mg/l (P1), 3 mg/l (P2) dan 5 mg/l (P3) dengan Lama Penyimpanan 12 MSE (S3) pada Ulangan 1 (U1), Ulangan 2 (U2) dan Ulangan 3 (U3). a = Bibit dalam kapsul b = Bibit sudah dilepas dari penyalut atau

kapsulnya ………..42 3 . Bibit anggrek Phalaeonopsis amboinensis yang Disimpan tanpa

Enkapsulasi dengan Perlakuan Paclobutrazol 0 mg/l (P0), 1 mg/l (P1), 3 mg/l (P2) dan 5 mg/l (P3) yang Dikombinasikan dengan Lama Penyimpanan 1 MST (S1), 4 MST (S2), 8 MST (S3) dan 12 MST (S4) p a d a U l a n g a n 1 ( U1) , U l a n g a n 2 ( U2) d a n

(14)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Phalaeonopsis amboinensis sebagai spesies endemik yang berasal dari Ambon merupakan salah satu genus tanaman dari famili Orchidaceae (Lembaga Biologi Nasional, 1979). Famili Orchidaceae merupakan satu keluarga terbesar di dunia dalam kerajaan tumbuhan yang diperkirakan terdiri atas 25.000 spesies (Dressler, 1993), ditambah dengan 110.000 hibrida yang telah resmi tercatat di Royal Horticultural Society. Anggrek adalah jenis tumbuhan yang paling banyak macamnya dan setiap tahunnya lebih dari 3.000 hibrida baru didaftarkan(Irawati, 2001).

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan jenis tumbuhan anggrek. Tidak kurang dari 5000 spesies hidup tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Puspitaningtyas dan Mursidawati, 1999). Menurut Dixon, Kell, Barrett, dan Cribb (2003) di Pulau Jawa saja terdapat 1327 jenis anggrek. Dari jumlah itu dilaporkan 642 jenis tumbuh di Jawa Barat (248 diantaranya endemik), 295 jenis tumbuh di Jawa Tengah (16 jenis diantaranya endemik), dan 390 jenis tumbuh di Jawa Timur (49 diantaranya endemik).

Tanaman dari famili Orchidaceae ini merupakan salah satu tumbuhan yang harus dipelihara keberadaannya. Dari hasil penelitian World Conservation Union selama 20 tahun ternyata 20 % tumbuhan penghasil biji-bijian dan pakis-pakisan yang ada di dunia atau sekitar 34.000 spesies terancam punah (Pian, 1998). Menurut Irawati (2001) famili Orchidaceae ini merupakan kelompok tumbuhan yang paling terancam dari kepunahan.

(15)

Pemanfaatan hutan yang cenderung tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku disertai dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati, terutama terhadap keberadaan spesies tertentu termasuk dari kelompok anggrek. Menurut Pian (1998) hilangnya spesies tertentu akan menyebabkan punahnya banyak spesies lain yang saling berhubungan dengan spesies tersebut melalui jaring-jaring makanan dan rantai makanan.

Adanya erosi keanekaragaman hayati menyebabkan spesies Phalaeonopsis amboinensis sebagai bagian dari plasma nutfah tumbuhan perlu diselamatkan sebelum spesies tersebut benar-benar punah. Pentingnya melakukan penyelamatan plasma nutfah ini adalah sebagai salah satu bentuk pelestariannya untuk memelihara potensi sumber genetik. Menurut Sadjad (1993) potensi sumber genetik menjadi landasan lahirnya mutu benih yang unggul melalui kegiatan pemuliaan tanaman.

Salah satu bentuk penyelamatan plasma nutfah tumbuhan yang dapat dilakukan adalah melalui teknik penyimpanan secara in vitro. Pada teknik tersebut metode yang biasa digunakan adalah penyimpanan dengan pertumbuhan minimal/ lambat dan kriopreservasi (Lloyd and Jackson, 1986). Menurut Lestari, Harran, Mariska, dan Megia (2000) pada penyimpanan pertumbuhan minimal atau lambat tersebut terdapat sejumlah metode yang dapat digunakan yaitu menurunkan suhu penyimpanan, mengurangi atau menghilangkan beberapa faktor penting untuk pertumbuhan normal, memberikan tekanan osmotik dengan manitol atau sukrosa, dan menambahkan zat penghambat tumbuh seperti asam absisik, ancymidol atau paclobutrazol. Lestari et al. (2000) penyimpanan secara in vitro dapat dilakukan dengan enkapsulasi.

(16)

3

Dalam metode enkapsulasi untuk penyimpanan plasma nutfah tumbuhan ditambahkan zat penghambat tumbuh atau antigiberelin seperti paclobutrazol. Zat itu merupakan bahan kimia sintetik yang mempunyai pengaruh fisiologi antara lain menghambat perpanjangan sel pada meristem sub apikal, menghasilkan tanaman beruas pendek, menyebabkan tebalnya dinding sel dan menurunkan metabolisme jaringan serta menghambat pertumbuhan vegetatif. Daya kerja antigiberelin itu menghambat aktivitas enzim yang diperlukan dalam sintesis giberelin (Gaba, 2005), sehingga dapat memaksimalkan penyimpanan plasma nutfah tumbuhan.

Penyimpanan dengan teknik enkapsulasi dapat menekan pertumbuhan eksplan semaksimal mungkin tanpa ada resiko perubahan genetik (Lestari et al., 2000). Teknik enkapsulasi ini sudah banyak diterapkan pada beberapa tanaman, seperti embryo tanaman Elaeis guinennsis (Hor and Chok., 1997), tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth) oleh Lestari et al. (2000), embryo somatik tanaman Acca sellowiana (Guerra, Vesco, Ducroquet, Nodari, dan Reis, 2001), enkapsulasi protocorm like bodies (plbs) pada genus anggrek Dendrobium, Onchidium, dan Cattelya (Saiprasad, 2002) dan spesies anggrek Ipsea malabarica (Martin, 2002), dan tanaman Zea mays var. saccharata (Thobunluepop, Pawelzik, dan Vearasilp, 2005)

Teknik enkapsulasi ini juga diharapkan dapat menjadi metode alternatif untuk penyimpanan jangka menengah dan panjang terhadap spesies Phalaeonopsis amboinensis. Dengan demikian species tersebut dapat diselamatkan dari kepunahan dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber genetik yang diperlukan dalam pemuliaan tanaman anggrek.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari pengaruh penambahan paclobutrazol pada beberapa taraf konsentrasi terhadap daya simpan bibit anggrek Phalaeonopsis amboinensis secara in vitro.

(17)

Phalaeonopsis amboinensis dengan menghambat petumbuhannya tanpa menyebabkan kematian jaringan.

Hipotesis

Hipotesis yang dapat diajukan dalam percobaan ini yaitu :

1) Diduga adanya pengaruh interaksi pemberian paclobutrazol dengan lamanya waktu penyimpanan terhadap pertumbuhan Bibit Enkapsulasi Phalaeonopsis amboinensis (BEP) selama diaklimatisasi

2) Diduga adanya pengaruh pemberian paclobutrazol terhadap pertumbuhan BEP selama diaklimatisasi

3) Diduga adanya pengaruh lamanya waktu penyimpanan terhadap pertumbuhan BEP selama diaklimatisasi

4) Diduga adanya pengaruh interaksi pemberian paclobutrazol dengan lamanya waktu penyimpanan terhadap pertumbuhan bibit Phalaeonopsis amboinensis selama diaklimatisasi

5) Diduga adanya pengaruh pemberian paclobutrazol terhadap pertumbuhan bibit Phalaeonopsis amboinensis selama diaklimatisasi

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Anggrek

Anggrek dari famili Orchidaceae merupakan salah satu suku Spermatophyta dari kelas Monokotiledonae. Keragaman dan spesialisasi dalam morfologi bunganya menjadi ciri khas utama yang dapat dijadikan pembeda dengan jenis tanaman lainnya. Dalam kelompok tumbuhan beberapa ahli memasukkan anggrek dalam superordo Liliflorae yaitu kelompok tumbuhan yang mempunyai perhiasan luar (daun kelopak/ sepal) dan dalam (daun mahkota/ petal) sangat mirip. Bersama anggrek, dalam kelompok ini juga terdapat Lili, Iris dan Amaryllis. Di dunia terdapat sekitar 20.000 jenis anggrek dan tumbuhan ini merupakan satu suku terbesar dalam Spermatophyta (Destri dan Jodi, 2006). Genus Phalaeonopsis, Dendrobium, Cymbidium, Cattelya, Oncidium, Coelogyne, Vanda merupakan jenis-jenis anggrek yang sekarang sudah banyak dikembangkan dan dihasilkan berbagai hibrida dari hasil pemuliannya untuk tujuan komersial (Dixon et al., 2003). Beberapa spesies dari genus Phalaeonopis antara lain Phal. amboinensis, Phal. violacea, Phal. gigantea, Phal. bellina, dan Phal. sumatrana.

Secara umum, anggrek dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu anggrek spesies dan anggrek hibrida. Anggrek spesies adalah tanaman anggrek yang diperoleh secara langsung dari habitatnya di hutan. Anggrek spesies yang terus diambil tanpa ada pengembangan atau pengembangbiakkan dapat menyebabkan punahnya tanaman tersebut. Anggrek hibrida merupakan hasil silangan dari dua atau lebih varietas/ spesies/ genus yang berbeda. Anggrek hibrida yang merupakan keturunan pertama masih memiliki sifat spesies yang kuat. Anggrek ini disebut primary hybrid. Adapun hasil silangan dari cara penyilangan yang berulang-ulang biasanya berbeda jauh dari induk spesiesnya. Hasil silangan yang berulang-ulang tersebut disebut multiple hybrid (Setiawan, 2004).

Preservasi Plasma Nutfah secara In Vitro

(19)

kegiatan pemuliaan. Menurut Sadjad (1993) untuk membuat varietas unggul, kegiatan pemuliaan membutuhkan plasma nutfah sebagai sumber potensi genetiknya. Dengan demikian plasma nutfah merupakan sumber potensi genetik yang menjadi landasan lahirnya mutu benih yang unggul.

Guna menjamin ketersediaan plasma nutfah suatu spesies diperlukan pengelolaan dan pemeliharaan plasma nutfah yang baik. Konservasi merupakan salah satu bentuk pengelolaan dan pemeliharaan plasma nutfah. Menurut Withers (1991) konservasi dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti in situ, ex situ dalam bank gen ataupun secara in vitro. Menurut Mandal, Tyagi, Pandey, Sharma, dan Agrawal (2000) konservasi dilakukan pada tanaman hasil pemuliaan sebelumnya, tanaman yang mempunyai nilai ekonomi penting, tumbuhan yang langka/ spesies dan tumbuhan yang hampir punah.

Llyod and Jackson (1986) melaporkan bahwa konservasi dengan metode penyimpanan secara in vitro dapat menanggulangi masalah pada penyimpanan tanaman yang menghasilkan benih rekalsitran atau tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Menurut Withers (1991) konservasi secara in vitro dapat menggunakan dua cara, yaitu dengan pertumbuhan lambat atau minimum untuk penyimpanan jangka pendek sampai menengah, serta dengan teknik kriopreservasi untuk penyimpanan jangka panjang. Lestari et al. (2000) menggunakan teknik enkapsulasi sebagai teknologi alternatif untuk penyimpanan dengan pertumbuhan lambat.

(20)

7

Enkapsulasi

Enkapsulasi diartikan sebagai suatu teknik pembungkusan bibit in vitro baik dalam bentuk embrio somatik ataupun tunas pucuk dengan suatu bahan penyalut. Penyalutan tersebut dapat mempertahankan sifat dari bibit tanaman selama waktu yang diinginkan, sehingga dapat disimpan tanpa menyebabkan kerusakan pada bibitnya, dan bila diinginkan dapat tumbuh dengan baik. Dengan perlakuan ini bibit tanaman Phalaeonopsis amboinensis akan dilindungi secara fisik oleh kapsul atau penyalutnya. Selain itu, dalam pembuatan kapsulnya dapat ditambahkan bahan, seperti beberapa nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan bahan anti mikroba, sehingga viabilitas bibitnya dapat terjaga (Fathonah, 2000).

Metode enkapsulasi selain digunakan untuk kepentingan penyimpanan plasma nutfah dalam kegiatan konservasi, juga sudah banyak dikembangkan untuk memproduksi benih sintetik (Saiprasad dan Polisetty, 2003). Teknik enkapsulasi diharapkan menjadi salah satu penanganan bibit kultur jaringan agar dapat mempertahankan viabilitas bibit tetap tinggi selama aklimatisasi (Fathonah, 2000).

Keuntungan penyimpanan dengan enkapsulasi adalah bahwa eksplan berupa embrio somatik atau tunas pucuk dapat dihambat pertumbuhannya dan lebih efisien dalam transportasi karena dalam satu wadah dapat memuat banyak eksplan. Ke dalam bahan penyalut disamping dapat disertakan nutrisi, juga dapat ditambahkan senyawa penghambat pertumbuhan (Lestari et al., 2000). Bahan yang biasanya digunakan untuk enkapsulasi adalah sodium alginat. Menurut Lestari et al. (2000) alginat tersebut dapat bereaksi dengan kation-kation logam

polivalen, khususnya ion-ion kalium untuk menghasilkan gel atau polimer-polimer yang tidak larut.

(21)

Zat Penghambat Tumbuh

Zat penghambat tumbuh atau retardan merupakan senyawa kimia organik yang menghambat perpanjangan batang, meningkatkan warna hijau daun, dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap pembungaan tanpa menyebabkan perubahan bentuk pada bagian tersebut. Menurut Krishnamoorthy (1981) zat penghambat tumbuh atau retardan adalah kelompok senyawa kimia yang mempunyai sifat memperlambat pertumbuhan batang dengan menghambat bagian sel dari sub apikal meristem.

Daya kerja retardan yang menghambat biosintesis giberelin menyebabkan terhambatnya perpanjangan sel pada meristem sub apikal, menghasilkan tanaman beruas pendek, menyebabkan tebalnya dinding sel, dan menurunkan metabolisme jaringan serta menghambat pertumbuhan vegetatif. Giberelin dan senyawa retardan mempunyai mekanisme yang berlawanan dalam hal pembungaan, ekspresi seksual, dan penuaan (Khrisnamoorthy, 1981). Retardan mempunyai kemampuan menghambat biosentesis giberelin, oleh sebab itu senyawa retardan dikenal dengan nama antigiberelin. Menurut Wattimena (1988) retardan menghambat proses sintesis giberelin dalam hal siklisasi GGPP (Geranyl-Geranyl-PryroPhospat) menjadi ent-kaurene (contohnya phospon, Amo 1618, limonene dan jonone) dan dalam proses oksidasi ent-kaurene menjadi ent-kaurene acid.

Antigiberelin seperti paclobutrazol dan ancymidol biasanya digunakan dalam pertanian sebagai bahan untuk membuat tanaman mini/ kerdil, yang mencegah pemanjangan tunas tanaman, pemeliharaan rumput lapangan golf agar tetap pendek, dan untuk pembentukan tanaman hias pot yang mini/ kerdil (Arteca, 1996). Retardan juga dapat digunakan untuk pematangan buah. Menurut Gaba (1996) dalam kultur jaringan tanaman, antigiberelin digunakan sebagai stimulan embryogenesis pada Citrus, pembentukan tunas pada melon, umbi mikro pada kentang, kormel pada gladiol, regenerasi tunas pada Albizzia, dan multiplikasi tunas pada Philodendron.

(22)

9

menghambat etiolasi, mempertinggi masa simpan, meningkatkan pembetukkan buah, serta membentuk perkecambahan dan pertunasan. Menurut Sponsel (1995) retardan dapat digunakan dalam konservasi tanaman secara in vitro, karena dapat menghambat pertumbuhan tunas, dan memacu perakaran. Paclobutrazol, Ancymidol, dan Cycocel (yang dikenal dengan chlomeqate chloride atau CCC) merupakan retardan yang sudah beredar di pasar.

Dalam preservasi secara in vitro penambahan retardan ditujukan untuk memperpanjang masa simpan serta menekan frekuensi subkultur. Retardan ini juga dapat dimasukkan ke dalam media enkapsulasi. Adanya zat penghambat tumbuh dalam media enkapsulasi dan hambatan fisik dapat lebih menekan pertumbuhan organ tanaman yang disimpan. Tekanan fisik berupa lingkungan anaerob di dalam kapsul, membuat bibit tidak dapat langsung berhubungan dengan lingkungan luar untuk memperoleh oksigen. Dengan demikian perlakuan enkapsulasi yang ditambahkan retardan dapat memaksimalkan penyimpanan.

Paclobutrazol ((2RS,3RS)-1-(4-chlorophenyl)-4,-dimethyl-2-(1H -1,2,-triazol-1-yl) pentan-3-ol) adalah salah satu zat penghambat tumbuh yang berasal dari derivat triazol (Arteca, 1996) yang telah banyak digunakan dan lebih efektif dari pada CCC. Dalam aplikasinya konsentrasi pemakaian paclobutrazol lebih rendah dari pada konsentrasi pemakaian CCC (Chesworth, Stuchbury, dan Scaife, 1998). Selain itu Sunarlim, Kosmiatin, Mariska, Hadiatmi, Tambunan, dan Rahayu (2001) melaporkan bahwa kultur tunas ubi jalar yang disimpan dengan paclobutrazol mempunyai ruas yang pendek dan daun-daun yang berukuran kecil menyerupai roset. Semakin tingggi konsentrasi paclobutrazol maka semakin pendek ruas yang dihasilkan dan semakin kecil ukuran daun-daunnya.

(23)
(24)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2008 sampai dengan Agustus 2008 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang dipakai dalam penelitian ini adalah bibit Phalaeonopsis amboinensis yang merupakan hasil kultur in vitro dari PKT (Pusat Konservasi Tumbuhan) Kebun Raya Bogor. Bibit berasal dari benih hasil selfing tanggal 22 November 2006 yang kemudian disemai secara in vitro pada tanggal 30 Mei 2007. Bibit ini adalah hasil subkultur yang pertama sejak penyemaian dan telah berumur 10 bulan. Bibit sebelumnya ditanam pada media subkultur yang dibuat dari campuran antara pupuk daun (hyponex) dengan komposisi N : P : K sebesar 25 : 5 : 20 dan ekstraksi bahan organik yang berasal dari umbi kentang sebagai sumber karbohidratnya.

(25)

Alat yang digunakan untuk sterilisasi alat maupun bahan meliputi autoclave, hand sprayer dan oven. Alat untuk membuat media enkapsulasi terdiri atas gelas ukur ukuran 100 ml, labu takar ukuran 500 ml, pipet volumetric, stirer, pengaduk kaca, botol kultur, corong, timbangan analitik, dan pH meter. Alat untuk pembuatan kapsul meliputi tabung reaksi berdiameter ± 1.5 cm, pipet tetes, Laminar Air Flow Cabinet, petridhis, lampu bunsen, pinset, dan gunting. Alat untuk penyimpanan terdiri dari botol kultur dan rak kultur yang dilengkapi dengan lampu fluorensence dengan intensitas 1000-2000 lux. Alat untuk mengukur suhu di ruang penyimpanan yaitu termometer. Alat untuk aklimatisasi yang terdiri dari pinset, pot, hand sprayer, dan ruang aklimatisasi. Alat bantu pengamatan seperti alat tulis, alat ukur panjang dan kamera.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan. Percobaan pertama diadakan untuk mempelajari pengaruh paclobutrazol pada penyimpanan dengan enkapsulasi. Percobaan ke-2 dilakukan untuk mempelajari pengaruh paclobutrazol pada penyimpanan tanpa enkapsulasi. Pada percobaan pertama, bibit disimpan dalam bentuk kapsul, sedangkan pada percobaan ke-2 bibit disimpan dengan cara dikulturkan kembali pada medianya yang ditambahkan agar-agar sebanyak 8 gr/l. Rancangan lingkungan kedua percobaan tersebut adalah rancangan acak kelompok. Pengelompokkannya dilakukan berdasarkan perbedaan waktu pemberian perlakuan.

(26)

13

percobaan tersebut terdiri atas tiga bibit Phalaeonopsis amboinensis sebagai satuan amatan. Total satuan amatan pada percobaan sebanyak 288 satuan. Adapun model statistik dari rancangan pada kedua percobaan, yaitu :

Y = µ + ijk αi + βj + (αβ)ij + τk+ εijk

Y = Nilai pengamatan pengaruh perlakuan penambahan paclobutrazol ke-i, ijk lamanya waktu penyimpanan ke-j dan kelompok ke-k

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh penambahan paclobutrazol ke-i (i = 0, 1, 2 ... 3)

βj = Pengaruh lamanya waktu penyimpanan ke-j (j = 0, 1, 2, ...3)

(αβ)ij = Pengaruh interaksi penambahan paclobutrazol ke-i dengan lamanya waktu penyimpanan ke-j

= Pengaruh kelompok ke-k (l = 1, 2, 3)

τk

εijk = Pengaruh galat percobaan

Pengujian data peubah yang diperoleh dilakukan melalui uji F dan jika hasilnya berpengaruh nyata, maka akan dilakukan analisis uji lanjut untuk nilai tengah dengan metode Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %.

Pelaksanaan

Sterilisasi Botol Kultur dan Alat

Sterilisasi pada botol kultur, cawan petri, tabung reaksi, dan semua alat yang diperlukan dalam pembuatan media enkapsulasi dilakukan dengan menggunakan autoclave pada tekanan 17.5 psi, suhu 121 0C selama 1 jam. Laminar Air Flow Cabinet disterilisasi dengan menyemprotkan alkohol 96 % pada semua dinding dan permukaannya, kemudian lampu dan blower dinyalakan selama 1 jam sebelum digunakan.

Pembuatan Media Enkapsulasi dan Penambahan Retardan

(27)

mencapai volume yang diinginkan. Kemasaman larutan diatur hingga sebesar 5.9 dengan menambahkan beberapa tetes KOH 1 N atau HCl 1 N. Alginat yang digunakan adalah alginat dengan viskositas 250 cps (low viscocity). Pada percobaan ke-2, media MS½ yang dibutuhkan untuk menanam bibitnya dibuat dengan menambahkan agar-agar sebanyak 8 g/l.

Enkapsulasi

Pembuatan kapsul alginat dilakukan dengan cara memasukkan bibit satu persatu ke dalam media cair enkapsulasi pada tabung reaksi berdiameter ± 1.5 cm. Selanjutnya eksplan yang terdapat di dalam larutan tersebut ditetesi larutan 0.7 % CaCl2.2H2O sebanyak 5 tetes untuk memadatkan media alginat sampai terbentuk kapsul setengah jadi yang berisi bibit. Kapsul-kapsul setengah jadi tersebut kemudian dituangkan ke dalam botol steril yang berisi larutan 0.7 % CaCl2.2H2O untuk lebih mengeraskan kapsul yang terbentuk. Kemudian kapsul dibilas dengan aquades steril dan dikemas dalam bobot kultur yang ditutup plastik. Bibit yang tidak beri perlakuan enkapsulasi, bibit dikulturkan kembali pada media MS½ yang telah dibuat. Pembuatan kapsul maupun penanaman dilakukan secara aseptik di Laminar Air Flow Cabinet.

Penyimpanan

(28)

15

Aklimatisasi

Aklimatisasi bibit dilakukan selama 4 minggu setelah penyimpanan (MSP). Bibit yang dienkapsulasi dilepaskan dari kapsulnya dengan merendamnya terlebih dahulu dalam air steril selama 20 menit. Penyalut dibuka dengan alat bantu berupa pisau scalpel dan pinset. Bibit diaklimatisasi pada media arang sekam steril dalam pot plastik. Selama aklimatisasi bibit dikondisikan pada kelembaban mendekati 100%. Penyemprotan dengan air matang pada bibit dilakukan sebagai pemeliharaan selama aklimatisasi.

Pengamatan

Pengamatan pada kedua percobaan dilakukan setelah masa simpan habis yaitu saat aklimatisasi selama satu bulan. Peubah yang diamati yaitu persentase Daya Tumbuh (DT) dan kualitas atau kejaguran (penampilan fisik) bibit. Daya Tumbuh merupakan persentase bibit yang hidup sampai diaklimatisasi. Peubah kualitas atau kejaguran yang diamati terdiri atas 1) Jumlah daun 2) Jumlah akar 3) Warna daun dan 4) Diameter tajuk. Pada percobaan pertama, pengamatan juga dilakukan selama masa penyimpanan terhadap peubah 1) Saat bibit menembus kapsulnya dan 2) Daya Kecambah (DK) yaitu persentase bibit yang telah menembus kapsul yang diamati setiap 2 minggu sekali. DK dapat dihitung melalui formula di bawah ini :

awal BEP

kecambah BEP

% Daya Kecambah = X 100 %

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Dari percobaan penyimpanan bibit secara in vitro, hasil pengamatan menunjukkan bahwa bibit Phalaeonopsis amboinensis mempunyai laju pertumbuhan yang lambat. Hal tersebut terlihat secara visual pada pertumbuhan vegetatifnya yang lambat, baik pada media yang ditambahkan paclobutrazol maupun tidak. Selain itu dapat dilihat dari bibit yang disimpan dalam bentuk kapsul. Selama masa penyimpanan, bibit tersebut belum ada yang tumbuh menembus dinding kapsulnya.

Kontaminasi pada bibit terjadi pada satu minggu setelah penyimpanan. Pada penyimpanan dengan enkapsulasi, bibit mengalami kontaminasi sebesar 18.75 %. Kontaminasi pada penyimpanan ini lebih banyak disebabkan oleh jamur. Meskipun mengalami kontaminasi, BEP (Bibit enkapsulasi Phalaeonopsis) masih dapat hidup dan berwarna hijau. Hal itu disebabkan bibit tidak terkena serangan langsung dari cendawan maupun bakteri, karena terlindungi oleh dinding kapsulnya.

Pada bibit yang disimpan tanpa enkapsulasi lebih banyak mengalami kontaminasi yaitu sebesar 22.92 %. Kontaminasi pada penyimpanan tanpa enkapsulasi ini lebih banyak disebabkan oleh bakteri. Kontaminasi tersebut juga telah menyebabkan banyak kematian bibit yang disimpan. Hal itu disebabkan bibit sudah mengalami 3 kali sterillisasi dengan sodium hypoclorit 10 dan 5 %.

Rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan pengaruh perlakuan terhadap peubah kuantitatif pada 2 dan 4 MSP (Minggu Setelah Penyimpanan). Perlakuan paclobutrazol pada percobaan I berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh BEP pada 2 dan 4 MSP, serta jumlah daun BEP pada 2 MSP. Pada percobaan II, perlakuan paclobutrazol tidak berpengaruh terhadap semua peubah, yaitu daya tumbuh, jumlah akar, jumlah daun, dan diameter tajuk bibit.

(30)

17

daun BEP pada 4 MSP. Berbeda pada percobaan II, perlakuan lamanya penyimpanan tidak berpengaruh terhadap semua peubah.

Interaksi perlakuan pada percobaan I berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh dan jumlah daun BEP pada 2 dan 4 MSP. Pada percobaan II interaksi perlakuan tidak berpengaruh terhadap semua peubah.

[image:30.595.97.509.270.694.2]

Sidik ragam hasil uji F untuk semua peubah baik dari percobaan I dan II disajikan pada Tabel Lampiran 2 sampai 15.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interaksinya terhadap Daya Tumbuh, Jumlah Akar, Jumlah Daun, dan Diameter Tajuk Pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis

Percobaan I. Bibit Enkapsulasi Phalaeonopsis (BEP)

KK (%) Perlakuan

Umur Bibit Peubah

MSP P S P x S

2 * ** * 18.39

DT (Daya Tumbuh)

4 * ** * 18.39

2 tn tn tn 18.56

JA (Jumlah Akar)

4  tn tn tn 19.04

2 * tn * 12.89

JD (Jumlah Daun)

4  tn * * 13.40

2 tn ** tn 9.90

DTj (Diameter Tajuk)

4  tn ** tn 9.94

Percobaan II. Bibit yang tidak dienkapsulasi

KK (%) Perlakuan

Umur Bibit Peubah

MSP P S P x S

2

*)

- - - - DT (Daya Tumbuh)

4

2 tn tn tn 16.14

JA (Jumlah Akar)

4  tn tn tn 14.25

2 tn tn tn 8.26

JD (Jumlah Daun)

4  tn tn tn 7.94

2 tn tn tn 9.45

DTj (Diameter Tajuk)

4  tn tn tn 9.58

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan terhadap peubah jumlah akar, jumlah daun, dan diameter tajuk serta Arcsin terhadap peubah daya tumbuh

5 . 0

+ x

tn : Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 % P : Paclobutrazol

%

*Berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 % S : lama penyimpanan **Berbeda nyata pada uji F dengan taraf 1 % P x S : Kombinasi perlakuan

(31)

Daya Kecambah

Daya Kecambah (DK) adalah peubah yang hanya diamati pada percobaan penyimpanan bibit dengan enkapsulasi. Daya kecambah merupakan persentase jumlah bibit yang telah menembus dinding kapsul. Pengamatannya dilakukan selama penyimpanan Bibit Enkapsulasi Phalaeonopsis (BEP) yaitu 12 Minggu Setelah Enkapsulasi (MSE). Berdasarkan pengamatan, BEP tidak ada yang tumbuh menembus dinding kapsul sampai pada 12 MSE.

Daya kecambah BEP tergantung pada kecepatan tumbuhnya. Kecepatan tumbuh bibit yang lambat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanannya. Selama penyimpanan, BEP tidak dapat langsung berhubungan dengan lingkungan luar untuk memperoleh oksigen. Oksigen diperlukan tanaman dalam kegiatan respirasinya. Pertumbuhan bibit dapat terhambat jika kegiatan respirasinya terganggu. Selain itu, pertumbuhannya juga diduga dipengaruhi oleh paclobutrazol yang telah ditambahkan ke dalam media enkapsulasi.

Adanya paclobutrazol sebagai zat penghambat tumbuh juga mempengaruhi kecepatan BEP menembus dinding kapsul. Paclobutrazol dapat menghambat pertumbuhan bibit, sehingga secara tidak langsung paclobutrazol juga mempengaruhi kecepatan BEP menembus dinding kapsul. Menurut Wattimena (1988) zat penghambat tumbuh mempunyai pengaruh fisiologi, antara lain dapat menghambat perpanjangan sel pada meristem sub apikal, menghasilkan tanaman beruas pendek, menyebabkan tebalnya dinding sel, dan menurunkan metabolisme jaringan sertamenghambat pertumbuhan vegetatif. Dengan demikian penambahan paclobutrazol diduga dapat menghambat perpanjangan sel pada meristem sub apikal bibit dan menyebabkan batang BEP lebih pendek.

(32)

19

Daya Tumbuh

[image:32.595.111.511.320.462.2]

Pada percobaan I, penambahan paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh bibit. Bibit yang ditumbuhkan pada media alginat tanpa paclobutrazol, sudah ada yang mengalami kematian menjelang 8 MSE. Bibit yang diberi perlakuan tersebut awalnya menguning kemudian mati, sehingga daya tumbuhnya rendah yaitu 77.78 % sampai 2 dan 4 MSP. Berbeda pada perlakuan dengan penambahan paclobutrazol. Penambahan paclobutrazol 1, 3, dan 5 mg/l menghasilkan bibit dengan daya tumbuh yang lebih tinggi seperti tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari percobaan I 

Daya Tumbuh (%) Konsentrasi Paclobutrazol

2 MSP 4 MSP

77.78 b 77.78 b Paclobutrazol 0 mg/l

Paclobutrazol 1 mg/l 93.94 a 93.94 a Paclobutrazol 3 mg/l 93.94 a 93.94 a Paclobutrazol 5 mg/l 96.97 a 96.97 a

Uji F * *

KK (%) 18.39 18.39

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan Arcsin %

*Berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 % MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

Pada perlakuan dengan penambahan paclobutrazol tidak berbeda nyata, akan tetapi persentase daya tumbuh cenderung meningkat dengan bertambahnya paclobutrazol. Penambahan paclobutrazol 1 dan 3 mg/l menghasilkan bibit dengan daya tumbuh yang sama, yaitu 93.94 % sampai 2 dan 4 MSP. Daya tumbuh BEP yang terbaik diperoleh dari perlakuan paclobutrazol 5 mg/l, yaitu 96.97 % baik pada 2 dan 4 MSP.

(33)

ketahanan hidup bibit. Arteca (1996) melaporkan bahwa komponen triazole dapat menginduksi toleransi terhadap stres abiotik dengan meningkatkan kandungan atau aktivitas antibiotik pada tanaman yang diberi perlakuan. Hal itu didukung oleh pendapat Krishnamoorthy (1981) bahwa aplikasi retardan dapat meningkatkan resistensi terhadap stres air dan kekeringan.

[image:33.595.112.509.341.442.2]

Pada percobaan II, penambahan paclobutrazol tidak berpengaruh terhadap daya tumbuh bibit. Daya tumbuh bibit yang ditumbuhkan pada media agar-agar baik yang ditambahkan paclobutrazol maupun tidak, tetap tinggi dan sama yaitu 100 %. Pengaruh perlakuan paclobutrazol terhadap daya tumbuh bibit dari pecobaan II disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II

Daya Tumbuh (%) Konsentrasi Paclobutrazol

2 MSP 4 MSP Paclobutrazol 0 mg/l 100.00 100.00 Paclobutrazol 1 mg/l 100.00 100.00 Paclobutrazol 3 mg/l 100.00 100.00 Paclobutrazol 5 mg/l 100.00 100.00

Keterangan :MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

Lamanya penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap daya tumbuh bibit dari percobaan I, seperti yang tercantum pada Tabel 4. Persentase daya tumbuh BEP cenderung menurun dengan bertambahnya lama penyimpanan. Penyimpanan BEP selama 4 MSE menghasilkan persentase daya tumbuh terbaik yaitu 100 % baik sampai 2 dan 4 MSP. Nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan persentase daya tumbuh dari bibit yang disimpan 0 dan 8 MSE yang besarnya berturut-turut yaitu 97.22 % dan 96.30 %. Persentase daya tumbuh yang terendah diperoleh dari BEP yang disimpan selama 12 MSE yaitu 69.45 %.

(34)

21

[image:34.595.107.512.180.320.2]

mempercepat penuaan. Semakin lama disimpan, maka semakin lama bibit mengalami stres dan mengalami penuaan hingga akhirnya mati.

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I

Daya Tumbuh (%) Lama Penyimpanan

2 MSP 4 MSP

Penyimpanan 0 MSE 97.22 a 97.22 a

Penyimpanan 4 MSE 100.00 a 100.00 a Penyimpanan 8 MSE 96. 30 a 96. 30 a

69.45 b 69.45 b Penyimpanan 12 MSE

Uji F ** **

KK (%) 18.39 18.39

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan Arcsin %

**Berbeda nyata pada uji F dengan taraf 1 %

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 % MSE : Minggu Setelah Enkapsulasi MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

Pada percobaan II, lama penyimpanan tidak berpengaruh terhadap daya tumbuh bibit. Persentase daya tumbuh bibit baik yang disimpan maupun tidak, tetap tinggi dan sama yaitu 100 %. Bibit tidak mengalami hambatan fisik seperti pada penyimpanan dengan enkapsulasi, sehingga persentase daya tumbuh tetap tinggi. Pengaruh perlakuan lama penyimpanan terhadap persentase daya tumbuh bibit dari pecobaan II disajikan pada Tabel 5.

 

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II 

Daya Tumbuh (%) Lama Penyimpanan

2 MSP 4 MSP

Penyimpanan 0 MST 100.00 100.00

Penyimpanan 4 MST 100.00 100.00

Penyimpanan 8 MST 100.00 100.00

Penyimpanan 12 MST 100.00 100.00

[image:34.595.120.513.563.671.2]
(35)
[image:35.595.81.512.208.614.2]

Interaksi perlakuan paclobutrazol dengan lamanya penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya tumbuh bibit yang dienkapsulasi, seperti tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I

Daya Tumbuh (%) Kombinasi Perlakuan Paclobutrazol (P)

dengan Lama Penyimpanan (S) 2 MSP 4 MSP

P0S0 100.00 a 100.00 a

P0S1 100.00 a 100.00 a

P0S2 88.89 a 88.89 a

P0S3 22.22 b 22.22 b

P1S0 100.00 a 100.00 a

P1S1 100.00 a 100.00 a

P1S2 100.00 a 100.00 a

P1S3 77.78 a 77.78 a

P2S0 100.00 a 100.00 a

P2S1 100.00 a 100.00 a

P2S2 100.00 a 100.00 a

P2S3 77.78 a 77.78 a

P3S0 88.89 a 88.89 a

P3S1 100.00 a 100.00 a

P3S2 100.00 a 100.00 a

P3S3 100.00 a 100.00 a

Uji F * *

KK (%) 18.39 18.39

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan Arcsin %

*Berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 % MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

P0 : Paclobutrazol 0 mg/l S0 : Lama Penyimpanan 0 Minngu Setelah Enkapsulasi P1 : Paclobutrazol 1 mg/l S1 : Lama Penyimpanan 4 Minggu Setelah Enkapsulasi P2 : Paclobutrazol 3 mg/l S2 : Lama Penyimpanan 8 Minggu Setelah Enkapsulasi P3 : Paclobutrazol 5 mg/l S3 : Lama Penyimpanan 12 Minggu Setelah Enkapsulasi

(36)

23

terendah yaitu 22.22 % sampai 2 dan 4 MSP. Kombinasi perlakuan lainnya menghasilkan bibit dengan daya tumbuh yang lebih besar. Perlakuan paclobutrazol 1, 3 dan 5 mg/l yang dikombinasikan dengan semua perlakuan lama penyimpanan menghasilkan bibit dengan persentase daya tumbuh yang tidak berbeda nyata. Meskipun tidak berbeda nyata, perlakuan yang dapat menyimpan BEP lebih lama dan dapat mempertahankan daya tumbuhnya tetap tinggi adalah kombinasi perlakuan paclobutrazol 5 mg/l dengan lama penyimpanan 12 MSE. Kombinasi perlakuan tersebut dapat menghasilkan bibit dengan persentase daya

tumbuh bibit yang tinggi yaitu 100 %, meskipun bibit disimpan selama 12 minggu. Perlakuan paclobutrazol 1 mg/l maupun 3 mg/l yang dikombinasikan

dengan lama penyimpanan 12 MSE menghasilkan bibit dengan daya tumbuh yang masih rendah, yaitu 77.78 %. Oleh sebab itu kedua kombinasi perlakuan tersebut tidak bisa digunakan untuk penyimpanan bibit.

Pada percobaan II, interaksi paclobutrazol dengan lamanya penyimpanan tidak berpengaruh terhadap daya tumbuh bibit. Semua kombinasi perlakuan menghasilkan bibit dengan persentase daya tumbuh yang tetap tinggi dan sama sampai 2 dan 4 MSP, yaitu 100 %. Pengaruh interaksi antara perlakuan paclobutrazol dan lama penyimpanan terhadap persentase daya tumbuh bibit dari pecobaan ke-2 disajikan pada Tabel 7.

(37)
[image:37.595.96.513.131.439.2]

Tabel 7. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II

Daya Tumbuh (%) *) Kombinasi Perlakuan Paclobutrazol (P)

dengan Lama Penyimpanan (S) 2 MSP 4 MSP

P0S0 100.00 100.00

P0S1 100.00 100.00

P0S2 100.00 100.00

P0S3 100.00 100.00

P1S0 100.00 100.00

P1S1 100.00 100.00

P1S2 100.00 100.00

P1S3 100.00 100.00

P2S0 100.00 100.00

P2S1 100.00 100.00

P2S2 100.00 100.00

P2S3 100.00 100.00

P3S0 100.00 100.00

P3S1 100.00 100.00

P3S2 100.00 100.00

P3S3 100.00 100.00

Keterangan : *) Data tidak di analisis melalui uji F, karena peubah daya tumbuh memiliki nilai rata-rata yang sama.

P0 : Paclobutrazol 0 mg/l S0 : Lama Penyimpanan 0 Minngu Setelah Tanam P1 : Paclobutrazol 1 mg/l S1 : Lama Penyimpanan 4 Minggu Setelah Tanam P2 : Paclobutrazol 3 mg/l S2 : Lama Penyimpanan 8 Minggu Setelah Tanam P3 : Paclobutrazol 5 mg/l S3 : Lama Penyimpanan 12 Minggu Setelah Tanam

Jumlah Akar

Pada percobaan I dan II, semua perlakuan baik perlakuan tunggal maupun interaksinya tidak berpengaruh terhadap jumlah akar bibit. Menurut Krishnamoorthy (1981) efektivitas dan respon dari retardan berbeda antar spesies, pada umunya spesies tanaman dikotil lebih responsif dari pada monokotil. Phalaeonopsis amboinensis merupakan spesies anggrek yang berasal dari kelas monokotil. Faktor ini diduga menjadi penyebab perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh terhadap jumlah akar bibit.

(38)

25

[image:38.595.112.513.297.438.2]

Rata-rata jumlah akar bibit tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata jumlah akar bibit yang diberi paclobutrazol. Penambahan paclobutrazol 1, 3, dan 5 mg/l menghasilkan bibit dengan rata-rata jumlah akar berturut-turut 1.73, 1.55, 1.67/planlet pada 2 MSP dan 1.79, 1.61, 1.73/planlet pada 4 MSP. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Limarty (2000) yang melaporkan bahwa pemberian retardan cenderung mengakibatkan pertambahan akar, seperti pemberian paclobutrazol 0.001 mg/l sudah dapat meningkatkan jumlah akar pada perbanyakan stek mikro kentang.

Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Jumlah Akar pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I

Jumlah Akar/planlet Konsentrasi Paclobutrazol

2 MSP 4 MSP

1.38 1.35 Paclobutrazol 0 mg/l

Paclobutrazol 1 mg/l 1.73 1.79

Paclobutrazol 3 mg/l 1.55 1.61

Paclobutrazol 5 mg/l 1.67 1.73

Uji F tn tn

KK (%) 18.56 19.04

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5

tn : Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 % MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

(39)
[image:39.595.108.511.118.260.2]

Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Jumlah Akar Pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II

Jumlah Akar/planlet Konsentrasi Paclobutrazol

2 MSP 4 MSP

0.62 1.67 Paclobutrazol 0 mg/l

Paclobutrazol 1 mg/l 0.81 1.56

Paclobutrazol 3 mg/l 0.78 1.43

Paclobutrazol 5 mg/l 0.89 1.58

Uji F tn tn

KK (%) 16.14 14.25

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5

tn : Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 % MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

Perlakuan lama penyimpanan pada percobaan I tidak berpengaruh terhadap jumlah akar bibit, seperti tercantum pada Tabel 10. Meskipun diantara perlakuan paclobutrazol tidak berbeda nyata, akan tetapi perlakuan lama penyimpanan 4 MSE menghasilkan bibit dengan jumlah akar yang lebih sedikit dibandingkan perlakuan lama penyimpanan lainnya. Perlakuan lama penyimpanan 4 MSE menghasilkan bibit dengan rata-rata jumlah akar 1.42/planlet pada 2 MSP dan 1.44/planlet pada 4 MSP. Rata-rata jumlah akar bibit tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata jumlah akar bibit yang diberi perlakuan lama penyimpanan lainnya. Penyimpanan 0, 8, dan 12 MSE menghasilkan bibit dengan rata-rata jumlah akar berturut-turut 1.64, 1.76, dan 1.53/planlet pada 2 MSP serta 1.61, 1.94, dan 1.53/planlet pada 4 MSP.

(40)

27

[image:40.595.107.514.175.313.2]

berturut-turut 0.59, 0.99, dan 0.89/planlet pada 2 MSP serta 1.61, 1.52, dan 1.60/planlet pada 4 MSP.

Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Akar pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I

Jumlah Akar/planlet Lama Penyimpanan

2 MSP 4 MSP

Penyimpanan 0 MSE 1.64 1.61

1.42 1.44 Penyimpanan 4 MSE

Penyimpanan 8 MSE 1.76 1.94

Penyimpanan 12 MSE 1.53 1.53

Uji F tn tn

KK(%) 18.56 19.04

5 . 0

+

x

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan tn : Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

MSE : Minggu Setelah Enkapsulasi MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

Tabel 11. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Akar pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II

Jumlah Akar/planlet Lama Penyimpanan

2 MSP 4 MSP

Penyimpanan 0 MSE 0.59 1.61

Penyimpanan 4 MSE 0.99 1.52

Penyimpanan 8 MSE 0.89 1.60

0.57 1.46 Penyimpanan 12 MSE

Uji F tn tn

KK(%) 16.14 14.25

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5

tn : Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

MST : Minggu Setelah Tanam MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

(41)
[image:41.595.88.509.182.601.2]

menyebabkan jumlah akar bibit yang disimpan lebih sedikit dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lainnya.

Tabel 12. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Akar pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I

Jumlah Akar/planlet Kombinasi Perlakuan Paclobutrazol (P)

dengan Lama Penyimpanan (S) 2 MSP 4 MSP

P0S0 1.78 1.67

P0S1 1.45 1.56

P0S2 1.61 1.72

P0S3 0.66 0.44

P1S0 1.56 1.55

P1S1 1.78 1.78

P1S2 1.83 1.83

P1S3 1.78 2.00

P2S0 1.78 1.78

P2S1 1.11 1.11

P2S2 1.84 2.17

P2S3 1.56 1.56

P3S0 1.44 1.45

P3S1 1.33 1.33

P3S2 1.83 2.17

P3S3 2.11 2.11

Uji F tn tn

KK (%) 18.56 19.04

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan

5 . 0

+

x

tn : Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

P0 : Paclobutrazol 0 mg/l S0 : Lama Penyimpanan 0 Minngu Setelah Enkapsulasi P1 : Paclobutrazol 1 mg/l S1 : Lama Penyimpanan 4 Minggu Setelah Enkapsulasi P2 : Paclobutrazol 3 mg/l S2 : Lama Penyimpanan 8 Minggu Setelah Enkapsulasi P3 : Paclobutrazol 5 mg/l S3 : Lama Penyimpanan 12 Minggu Setelah Enkapsulasi MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

(42)

29

[image:42.595.86.512.185.607.2]

akar yang tertinggi diperoleh dari bibit pada kombinasi paclobutrazol 3 mg/l dengan penyimpanan 4 MST yaitu 1.17/planlet.

Tabel 13. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Akar pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II

Jumlah Akar/planlet Kombinasi Perlakuan Paclobutrazol (P)

dengan Lama Penyimpanan (S) 2 MSP 4 MSP

0.56 1.67 P0S0 0.85 1.89 P0S1 0.44 1.33 P0S2 0.62 1.84 P0S3 0.51 1.56 P1S0 1.22 1.67 P1S1 0.92 1.44 P1S2 0.56 1.67 P1S3 0.55 1.67 P2S0 0.94 1.17 P2S1 1.00 1.67 P2S2 0.63 1.22 P2S3 0.74 1.56 P3S0 1.02 1.39 P3S1 1.20 1.94 P3S2 0.45 1.34 P3S3

Uji F tn tn

16.14

KK (%) 14.25

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5

tn : Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

P0 : Paclobutrazol 0 mg/l S0 : Lama Penyimpanan 0 Minngu Setelah Tanam P1 : Paclobutrazol 1 mg/l S1 : Lama Penyimpanan 4 Minggu Setelah Tanam P2 : Paclobutrazol 3 mg/l S2 : Lama Penyimpanan 8 Minggu Setelah Tanam P3 : Paclobutrazol 5 mg/l S3 : Lama Penyimpanan 12 Minggu Setelah Tanam MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

Jumlah Daun

(43)

5 mg/l menghasilkan bibit dengan rata-rata jumlah daun yang tidak berbeda nyata, yaitu berturut-turut 2.06, 2.05 dan 2.09 helai/planlet. Meskipun demikian, rata-rata jumlah daun bibit cenderung bertambah dengan bertambahnya paclobutrazol. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas dan respon dari penambahan paclobutrazol juga tergantung konsentrasinya. Pada 4 MSP pengaruh paclobutrazol tidak berpengaruh nyata. Meskipun tidak berbeda nyata, akan tetapi dapat dilihat bahwa perlakuan dengan penambahan paclobutrazol menghasilkan rata-rata jumlah daun yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa paclobutrazol. Pada 4 MSP, perlakuan tanpa paclobutrazol menghasilkan bibit dengan rata-rata jumlah daun 1.58 helai/planlet. Rata-rata jumlah daun bibit tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata jumlah daun bibit yang dihasilkan dari perlakuan

[image:43.595.106.511.403.543.2]

paclobutrazol 1, 3, dan 5 mg/l, yaitu berturut-turut 2.09, 2.13, dan 2.18 helai/planlet.

Tabel 14. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Jumlah Daun pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I

Jumlah Daun (helai)/planlet Konsentrasi Paclobutrazol

2 MSP 4 MSP

1.50 b 1.58 Paclobutrazol 0 mg/l

Paclobutrazol 1 mg/l 2.06 a 2.09

Paclobutrazol 3 mg/l 2.05 a 2.13

Paclobutrazol 5 mg/l 2.09 a 2.18

Uji F * tn

KK (%) 12.89 13.40

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5 *Berbeda nyata pada uji F dengan tartaf 5 %

tn : tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 % MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

(44)

31

meningkatkan jumlah daun secara nyata pada perbanyakan stek mikro kentang (Limarty, 2000).

[image:44.595.112.512.362.501.2]

Pada percobaan II, penambahan paclobutrazol tidak berpengaruh terhadap rata-rata jumlah daun bibit (Tabel 15). Penambahan paclobutrazol menghasilkan bibit dengan rata-rata jumlah daun yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan tanpa paclobutrazol. Rata-rata jumlah daun dari bibit yang disimpan dengan penambahan paclobutazol 1, 3 dan 5 mg/l berturut-turut adalah 1.96, 1.88, dan 2.00 helai/planlet pada 2 MSP serta 1.96, 2.08, dan 2.17 helai/planlet pada 4 MSP. Rata-rata jumlah daun bibit tersebut cenderung lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata jumlah daun dari bibit yang disimpan tanpa paclobutrazol, yaitu 2.30 helai/planlet pada 2 MSP dan 2.33 helai/planlet pada 4 MSP.

Tabel 15. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Jumlah Daun pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II

Jumlah Daun (helai)/planlet Konsentrasi Paclobutrazol

2 MSP 4 MSP

2.30 2.33 Paclobutrazol 0 mg/l

Paclobutrazol 1 mg/l 1.96 1.96

Paclobutrazol 3 mg/l 1.88 2.08

Paclobutrazol 5 mg/l 2.00 2.17

Uji F tn tn

KK (%) 8.26 7.94

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5 tn : tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

(45)

(2000) adanya hambatan fisik pada penyimpanan enkapsulasi dapat menekan pertumbuhan organ.

Tabel 16. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Daun pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari percobaan I

Jumlah Daun (helai)/planlet Lama Penyimpanan

2 MSP 4 MSP

Penyimpanan 0 MSE 2.11 2.05 a

Penyimpanan 4 MSE 1.83 1.89 ab

Penyimpanan 8 MSE 1.96 2.26 a

1.76 1.81 b

Penyimpanan 12 MSE

Uji F tn *

KK (%) 12.89 13.40

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5

*Berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 % tn : tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 % MSE : Minggu Setelah Enkapsulasi MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

Pada percobaan II perlakuan lama penyimpanan tidak berpengaruh terhadap jumlah daun bibit (Tabel 17). Rata-rata jumlah daun bibit terendah diperoleh dari perlakuan lama penyimpanan 8 MST yaitu 1.85 helai/planlet pada 2 MSP dan 2.06 helai/planlet pada 4 MSP.

Tabel 17. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Daun pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II

Jumlah Daun (helai)/planlet Lama Penyimpanan

2 MSP 4 MSP

2.06

Penyimpanan 0 MSE 2.14

Penyimpanan 4 MSE 2.03 2.09

1.85

Penyimpanan 8 MSE 2.21

Penyimpanan 12 MSE 2.17 2.25

Uji F tn tn

KK (%) 8.26 7.94

Keterangan : tn : tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

(46)

33

[image:46.595.87.511.236.601.2]

Interaksi perlakuan paclobutrazol dan lama penyimpanan pada percobaan I berpengaruh nyata terhadap rata-rata jumlah daun bibit, sampai pada 2 MSP dan 4 MSP (Tabel 18). Pada percobaan II interaksi perlakuan tidak berpengaruh terhadap jumlah daun bibit.

Tabel 18. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Daun pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I

Jumlah Daun (helai)/planlet Kombinasi Perlakuan Paclobutrazol (P)

dengan Lama Penyimpanan (S) 2 MSP 4 MSP 2.11 a 2.00 a P0S0

1.89 a 2.00 a P0S1

1.44 a 1.89 a P0S2

0.55 b 0.44 b

P0S3

2.22 a 2.22 a P1S0

1.78 a 1.78 a P1S1

2.67 a 2.67 a P1S2

1.78 a 1.89 b P1S3

2.11 a 2.00 a P2S0

2.00 a 2.00 a P2S1

2.00 a 2.33 a P2S2

2.05 a 2.27 a P2S3

2.00 a 2.00 a P3S0

1.67 a 1.78 a P3S1

2.00 a 2.33 a P3S2

2.67 a 2.67 a P3S3

Uji F * *

KK (%) 12.89 13.40

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5 *Berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 % P0 : Paclobutrazol 0 mg/l S0 : Lama Penyimpanan 0 Minngu Setelah Enkapsulasi P1 : Paclobutrazol 1 mg/l S1 : Lama Penyimpanan 4 Minggu Setelah Enkapsulasi P2 : Paclobutrazol 3 mg/l S2 : Lama Penyimpanan 8 Minggu Setelah Enkapsulasi P3 : Paclobutrazol 5 mg/l S3 : Lama Penyimpanan 12 Minggu Setelah Enkapsulasi MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

(47)

dengan rata-rata jumlah daun berturut-turut 0.55 dan 0.44 helai/planlet. Kombinasi perlakuan tersebut dapat menghambat pertumbuhan jumlah daun, akan tetapi telah menghasilkan BEP dengan persentase daya tumbuh yang kurang baik yaitu 22.22 %. Oleh sebab itu perlakuan tanpa paclobutrazol yang dikombinasikan dengan lama penyimpanan 12 MSE tidak dapat digunakan untuk menyimpan bibit Phalaeonopsis amboinensis.

[image:47.595.83.514.306.745.2]

Pada percobaan II interaksi perlakuan tidak berpengaruh terhadap jumlah daun bibit, seperti tercantum pada Tabel 19.

Tabel 19. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Jumlah Daun pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II

Jumlah Daun (helai)/planlet Kombinasi Perlakuan Paclobutrazol (P)

dengan Lama Penyimpanan (S) 2 MSP 4 MSP

2.11 2.00 P0S0 2.56 2.56 P0S1 2.00 2.11 P0S2 2.67 1.84 P0S3 2.11 2.00 P1S0 2.00 1.84 P1S1 1.67 1.89 P1S2 2.33 2.33 P1S3 2.11 2.00 P2S0 1.72 1.89 P2S1 1.77 2.44 P2S2 1.89 2.00 P2S3 2.22 2.22 P3S0 1.83 2.00 P3S1 1.94 2.39 P3S2 2.00 2.00 P3S3

Uji F tn tn

KK (%) 8.26 7.94

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5

tn : tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

(48)

35

Pada 2 MSP rata-rata jumlah daun bibit terendah diperoleh dari kombinasi perlakuan paclobutrazol 1 mg/l dengan penyimpanan 8 MST, yaitu 1.67 helai/planlet. Berbeda pada 4 MSP, Rata-rata jumlah daun bibit terendah diperoleh dari perlakuan tanpa paclobutrazol yang dikombinasikan dengan lama penyimpanan 12 MST, yaitu 1.84 helai/planlet.

Diameter Tajuk

Pengamatan diameter tajuk dilakukan dengan cara mengukur diameter lingkaran kanopi yang dibentuk oleh daun bibit. Pengukuran dilakukan dengan alat bantu berupa mistar. Penambahan paclobutrazol pada percobaan I tidak berpengaruh terhadap diameter tajuk (Tabel 20). Meskipun demikian, penambahan paclobutrazol menghasilkan BEP dengan rata-rata diameter tajuk yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa paclobutrazol. Bibit enkapsulasi yang disimpan tanpa paclobutrazol mempunyai rata-rata diameter tajuk sebesar 0.69 cm pada 2 MSP dan 0.68 cm pada 4 MSP. Rata-rata diameter tajuk tersebut cenderung lebih rendah dibandingkan dengan bibit yang diberi paclobutrazol 1, 3, dan 5 mg/l, yaitu berturut-turut 0.80, 0.81, dan 0.80 cm pada 2 MSP serta 0.83, 0.84, dan 0.85 cm pada 4 MSP.

Tabel 20. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Diameter Tajuk pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I

Diameter Tajuk (cm) Konsentrasi Paclobutrazol

2 MSP 4 MSP

0.69 0.68 Paclobutrazol 0 mg/l

Paclobutrazol 1 mg/l 0.80 0.83

Paclobutrazol 3 mg/l 0.81 0.84

Paclobutrazol 5 mg/l 0.80 0.85

Uji F tn tn

KK (%) 9.90 9.94

Keterangan : Data Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5

tn Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 % MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

(49)
[image:49.595.105.511.299.439.2]

bibit dengan rata-rata diameter tajuk yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan tanpa paclobutrazol. Rata-rata diameter tajuk pada bibit yang disimpan tanpa pacloburazol yaitu sebesar 1.07 cm pada 2 MSP dan 1.12 cm pada 4 MSP. Rata-rata diameter tajuk bibit tersebut lebih besar dibandingkan dengan rata-rata diameter tajuk dari bibit yang disimpan dengan penambahan paclobutrazol. Penambahan paclobutrazol 1, 3, dan 5 mg/l menghasilkan bibit dengan rata-rata diameter tajuk berturut-turut sebesar 0.87, 0.87 dan 0.83 cm pada 2 MSP serta 0.89, 0.86 dan 0.86 cm pada 4 MSP.

Tabel 21. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Diameter Tajuk pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II

Diameter Tajuk (cm) Konsentrasi Paclobutrazol

2 MSP 4 MSP

Paclobutrazol 0 mg/l 1.07 1.12

Paclobutrazol 1 mg/l 0.87 0.89

Paclobutrazol 3 mg/l 0.87 0.86

Paclobutrazol 5 mg/l 0.83 0.86

Uji F tn tn

KK (%) 9.45 9.58

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5

tn : Tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 % MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

(50)

37

Tabel 22. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Diameter Tajuk pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I

Diameter Tajuk (cm) Lama Penyimpanan

2 MSP 4 MSP

Penyimpanan 0 MSE 0.99 a 1.02 a

Penyimpanan 4 MSE 0.72 b 0.74 b

Penyimpanan 8 MSE 0.72 b 0.75 b

Penyimpanan 12 MSE 0.65 b 0.66 b

Uji F ** **

KK (%) 9.90 9.94

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5 **Berbeda nyata pada uji F dengan taraf 1 %

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 % MSE : Minggu Setelah Enkapsulasi MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

Rendahnya rata-rata diameter tajuk bibit ini diduga karena selama BEP disimpan pertumbuhannya terhambat. Hambatan fisik pada BEP berupa lingkungan dengan kadar oksigen rendah mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan daun yang membentuk tajuk bibit. Dengan demikian semakin lama penyimpanan BEP, semakin terhambat pertumbuhan daunnya, hingga akhirnya memperkecil diameter tajuknya.

(51)
[image:51.595.106.510.131.272.2]

Tabel 23. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Diameter Tajuk pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II

Diameter Tajuk (cm) Lama Penyimpanan

2 MSP 4 MSP

Penyimpanan 0 MSE 1.01 1.02

Penyimpanan 4 MSE 0.93 0.92

Penyimpanan 8 MSE 0.85 0.89

Penyimpanan 12 MSE 0.84 0.88

Uji F tn tn

KK (%) 9.45 9.58

Keterangan : Data yang diuji merupakan data hasil transformasi dengan x+0.5 tn : tidak berbeda nyata pada uji F dengan taraf 5 %

MST : Minggu Setelah Tanam MSP : Minggu Setelah Penyimpanan

(52)
[image:52.595.91.511.130.473.2]

39

Tabel 24. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Paclobutrazol dan Lamanya Penyimpanan terhadap Diameter Tajuk pada Bibit Phalaeonopsis amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I

Diameter Tajuk (cm) Kombinasi Perlakuan Paclobutrazol (P)

dengan Lama Penyimpanan (S) 2 MSP 4 MSP

1.10 1.10 P0S0 0.86 0.89 P0S1 0.53 0.52 P0S2 0.26 0.21 P0S3 0.95 1.00 P1S0 0.67 0.68 P1S1 0.92 0.94 P1S2 0.70 0.71 P1S3 1.11 1.10 P2S0 0.63 0.68 P2S1 0.74 0.78 P2S2 0.75 0.78

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol, Lamanya Penyimpanan dan Interaksinya terhadap Daya Tumbuh, Jumlah Akar, Jumlah Daun, dan Diameter Tajuk Pada Bibit  Phalaeonopsis amboinensis
Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis  amboinensis yang Dienkapsulasi dari percobaan I 
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Paclobutrazol terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis  amboinensis yang tidak Dienkapsulasi dari Percobaan II
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Lamanya Penyimpanan terhadap Daya Tumbuh pada Bibit Phalaeonopsis  amboinensis yang Dienkapsulasi dari Percobaan I
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada pelakuan kontrol negatif memperoleh nilai rata-rata jumlah akar per perlakuan terendah yaitu sebesar 3,60 buah, hal itu kemungkinan terjadi karena tidak