• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Sistem Pakar Fuzzy dalam Menentukan Perilaku Api pada Kebakaran Hutan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Sistem Pakar Fuzzy dalam Menentukan Perilaku Api pada Kebakaran Hutan."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PURNA RIADINI. Pemanfaatan Sistem Pakar Fuzzy dalam Menentukan Perilaku Api pada Kebakaran Hutan. Dibimbing oleh MARIMIN dan YENI HERDIYENI.

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan suatu sistem pakar yang dapat digunakan untuk menentukan perilaku api pada kebakaran hutan berdasarkan faktor ketersediaan bahan bakar. Perilaku api mendeskripsikan bagaimana api beraksi apabila bertemu dengan bahan bakar, cuaca, dan topografi. Prediksi perilaku api digunakan sebagai acuan dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran hutan.

Sistem pakar ini disusun berdasarkan pendekatan fuzzy. Parameter yang digunakan untuk menentukan perilaku api dalam sistem ini adalah kadar air bahan bakar (%), muatan bahan bakar (ton/ha) serta tebal bahan bakar (cm). Data dari parameter-parameter tersebut akan diproses oleh

fuzzy inference system (FIS) sehingga diperoleh output berupa perilaku api yang terdiri dari tinggi api (m), laju penjalaran (m/menit), intensitas kebakaran (kW/m) serta panas per unit area (kJ/m2). Hasil akhir dari sistem ini dapat digunakan untuk membantu memutuskan cara pencegahan kebakaran hutan.

Parameter tebal bahan bakar dan muatan bahan bakar digunakan untuk memperoleh tinggi api sedangkan parameter kadar air dan muatan bahan bakar digunakan untuk memperoleh laju penjalaran. Tinggi api, laju penjalaran dan muatan bahan bakar digunakan untuk menentukan intensitas kebakaran hutan. Berdasarkan intensitas kebakaran dan laju penjalaran dapat diketahui panas per unit area yang dihasilkan pada suatu proses kebakaran.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa intensitas kebakaran rendah akan tercapai pada kondisi kadar air bahan bakar rendah (11,71%), muatan bahan bakar rendah (66,63 ton/ha) serta ketebalan bahan bakar yang tipis (47,67 cm). Intensitas kebakaran sedang akan tercapai ketika kadar air bahan bakarnya tinggi (39,59 %), muatan bahan bakar rendah (69,1 ton/ha) dan ketebalan bahan bakar yang tipis (63,56 cm). Sedangkan intensitas kebakaran tinggi akan tercapai pada kondisi kadar air tinggi (50,57 %), muatan bahan bakar tinggi (98,97 ton/ha) dan ketebalan bahan bakar yang tebal (86,87 cm). Intensitas kebakaran ekstrim akan terjadi ketika kadar air bahan bakarnya tinggi (59,77 %), muatan bahan bakar tinggi (107,49 ton/ha) serta ketebalan bahan bakar yang tebal (129,37 cm).

Hasil analisis pakar menyatakan bahwa intensitas kebakaran tinggi atau ekstrim seharusnya terjadi pada saat kadar air bahan bakarnya tinggi, muatan bahan bakar tinggi serta ketebalan bahan bakar tinggi (tebal). Namun pada kondisi kadar air rendah dimungkinkan terjadi intensitas kebakaran tinggi apabila muatan bahan bakarnya tinggi dan didominasi oleh batang. Bahan bakar berupa batang lebih sulit terbakar apabila dibandingkan dengan bahan bakar daun atau ranting, namun apabila sudah terbakar akan sangat sulit dipadamkan. Sebaliknya, kadar air yang tinggi memungkinkan terjadinya intensitas kebakaran rendah apabila muatan bahan bakarnya sedikit dan didominasi oleh daun atau ranting. Bahan bakar daun atau ranting akan lebih cepat terbakar namun lebih mudah dipadamkan. Hal ini berlaku pula untuk parameter tebal bahan bakar. Pada kondisi bahan bakar yang tebal seharusnya diperoleh intensitas kebakaran tinggi atau ekstrim, namun apabila bahan bakar tersebut didominasi oleh daun atau ranting dimungkinkan terjadi intensitas kebakaran yang rendah atau sedang. Sebaliknya, bahan bakar yang didominasi oleh batang dapat menghasilkan intensitas kebakaran tinggi atau ekstrim walaupun ketebalannya tipis.

(2)

PEMANFAATAN SISTEM PAKAR

FUZZY

DALAM MENENTUKAN PERILAKU API

PADA KEBAKARAN HUTAN

Oleh:

PURNA RIADINI

G06400035

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRAK

PURNA RIADINI. Pemanfaatan Sistem Pakar Fuzzy dalam Menentukan Perilaku Api pada Kebakaran Hutan. Dibimbing oleh MARIMIN dan YENI HERDIYENI.

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan suatu sistem pakar yang dapat digunakan untuk menentukan perilaku api pada kebakaran hutan berdasarkan faktor ketersediaan bahan bakar. Perilaku api mendeskripsikan bagaimana api beraksi apabila bertemu dengan bahan bakar, cuaca, dan topografi. Prediksi perilaku api digunakan sebagai acuan dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran hutan.

Sistem pakar ini disusun berdasarkan pendekatan fuzzy. Parameter yang digunakan untuk menentukan perilaku api dalam sistem ini adalah kadar air bahan bakar (%), muatan bahan bakar (ton/ha) serta tebal bahan bakar (cm). Data dari parameter-parameter tersebut akan diproses oleh

fuzzy inference system (FIS) sehingga diperoleh output berupa perilaku api yang terdiri dari tinggi api (m), laju penjalaran (m/menit), intensitas kebakaran (kW/m) serta panas per unit area (kJ/m2). Hasil akhir dari sistem ini dapat digunakan untuk membantu memutuskan cara pencegahan kebakaran hutan.

Parameter tebal bahan bakar dan muatan bahan bakar digunakan untuk memperoleh tinggi api sedangkan parameter kadar air dan muatan bahan bakar digunakan untuk memperoleh laju penjalaran. Tinggi api, laju penjalaran dan muatan bahan bakar digunakan untuk menentukan intensitas kebakaran hutan. Berdasarkan intensitas kebakaran dan laju penjalaran dapat diketahui panas per unit area yang dihasilkan pada suatu proses kebakaran.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa intensitas kebakaran rendah akan tercapai pada kondisi kadar air bahan bakar rendah (11,71%), muatan bahan bakar rendah (66,63 ton/ha) serta ketebalan bahan bakar yang tipis (47,67 cm). Intensitas kebakaran sedang akan tercapai ketika kadar air bahan bakarnya tinggi (39,59 %), muatan bahan bakar rendah (69,1 ton/ha) dan ketebalan bahan bakar yang tipis (63,56 cm). Sedangkan intensitas kebakaran tinggi akan tercapai pada kondisi kadar air tinggi (50,57 %), muatan bahan bakar tinggi (98,97 ton/ha) dan ketebalan bahan bakar yang tebal (86,87 cm). Intensitas kebakaran ekstrim akan terjadi ketika kadar air bahan bakarnya tinggi (59,77 %), muatan bahan bakar tinggi (107,49 ton/ha) serta ketebalan bahan bakar yang tebal (129,37 cm).

Hasil analisis pakar menyatakan bahwa intensitas kebakaran tinggi atau ekstrim seharusnya terjadi pada saat kadar air bahan bakarnya tinggi, muatan bahan bakar tinggi serta ketebalan bahan bakar tinggi (tebal). Namun pada kondisi kadar air rendah dimungkinkan terjadi intensitas kebakaran tinggi apabila muatan bahan bakarnya tinggi dan didominasi oleh batang. Bahan bakar berupa batang lebih sulit terbakar apabila dibandingkan dengan bahan bakar daun atau ranting, namun apabila sudah terbakar akan sangat sulit dipadamkan. Sebaliknya, kadar air yang tinggi memungkinkan terjadinya intensitas kebakaran rendah apabila muatan bahan bakarnya sedikit dan didominasi oleh daun atau ranting. Bahan bakar daun atau ranting akan lebih cepat terbakar namun lebih mudah dipadamkan. Hal ini berlaku pula untuk parameter tebal bahan bakar. Pada kondisi bahan bakar yang tebal seharusnya diperoleh intensitas kebakaran tinggi atau ekstrim, namun apabila bahan bakar tersebut didominasi oleh daun atau ranting dimungkinkan terjadi intensitas kebakaran yang rendah atau sedang. Sebaliknya, bahan bakar yang didominasi oleh batang dapat menghasilkan intensitas kebakaran tinggi atau ekstrim walaupun ketebalannya tipis.

(4)

PEMANFAATAN SISTEM PAKAR

FUZZY

DALAM MENENTUKAN PERILAKU API

PADA KEBAKARAN HUTAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komputer pada

Departemen Ilmu Komputer

Oleh :

PURNA RIADINI

G06400035

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : PEMANFAATAN SISTEM PAKAR

FUZZY

DALAM

MENENTUKAN PERILAKU API PADA KEBAKARAN

HUTAN

Nama

: Purna Riadini

NRP

: G06400035

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Marimin, M. Sc.

Yeni Herdiyeni, S. Si., M. Kom.

NIP.131645110 NIP.132282665

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S

NIP.131473999

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 5 Agustus 1982 dari pasangan bapak M. Hadin dan ibu Siswati Adji (alm). Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara.

Pada tahun 2000 penulis menamatkan pendidikan menengah atasnya di SMUN 1 Jatilawang, Purwokerto. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

(7)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya kegiatan penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan juga. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah sistem pakar dengan judul skripsi Pemanfaatan Sistem Pakar Fuzzy dalam Menentukan Perilaku Api pada Kebakaran Hutan.

Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc. dan Ibu Yeni Herdiyeni, S.Si., MKom. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia memberikan bimbingan, kritik, serta saran dengan penuh kesabaran hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Irman Hermadi, S.Kom., MS. selaku dosen penguji serta Bapak Dr. Bambang Hero Saharjo, M.Agr., Ibu Dr. Lailan Syaufina, serta Ibu Ati Dwi Nurhayati, S.Hut., M.Si. selaku pakar dalam masalah kebakaran hutan atas segala pengetahuan, bimbingan dan saran yang telah diberikan.

Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1 Ibu dan Bapak tercinta, atas segala doa, cinta, perhatian, kasih sayang, dukungan, nasihat, serta kesabaran yang tidak pernah ada habisnya.

2 Dina dan mas Wahyu, atas dorongan semangat, nasihat, serta kesabaran dalam menunggu terselesaikannya tugas akhir ini.

3 Toto, untuk semua bantuannya dalam proses penyelesaian skripsi.

4 Uus (dan mas Hayat), Yanti, Dineu, Indri, Hana, Rina, Novi dan Yufit, atas dukungan semangat, doa, cinta, dan bantuan selama proses penyelesaian skripsi.

5 Teman-teman seperjuangan: Yuyun, Yudi, TB, Adit, dan Restu, yang selalu saling mengingatkan dan menguatkan.

6 Seluruh rekan-rekan ilkomerz 37, untuk persahabatan dan persaudaraan yang indah selama masa perkuliahan. Semoga ukhuwah ini akan selalu terjaga.

7 Indah, Asih, Nurul, Zacky, Isna, Zaki (dan Tami) serta mas Aris, untuk semua pertanyaan yang memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi.

8 Nana, Amel (dan Fathir), Eka, Tuti, mbak Ulfa, Angga, mbak Nila, mbak Sari, mbak Ucrit, Eli, serta semua rekan-rekan & ex warga C-22.

9 Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian tugas akhir ini namun tidak dapat disebutkan satu-persatu. Jazakumullahu khairan katsiir.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan menjadi amal yang baik bagi semua pihak yang terlibat dan mendukung penyusunan tugas akhir ini.

Bogor, Agustus 2007

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

Ruang Lingkup... 1

Output dan Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Sistem Pakar... 2

Logika Fuzzy... 2

Fungsi Keanggotaan ... 3

Mekanisme Inferensi... 3

Fuzzifikasi... 3

Defuzzifikasi... 3

Fuzzy Inference System (FIS) ... 4

Kebakaran Hutan ... 4

Perilaku Api ... 4

Intensitas Kebakaran Hutan ... 4

Pencegahan Kebakaran Hutan ... 4

METODE PENELITIAN ... 4

Kerangka Pemikiran... 4

Tata Laksana ... 5

Tahap Pengembangan Sistem ... 5

Rancang Bangun Sistem ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

Pemodelan Sistem ... 6

Proses Inferensia Fuzzy... 7

Pengujian Sistem ... 10

Hasil Pengujian ... 11

Kompleksitas Sistem ... 11

KESIMPULAN DAN SARAN ... 11

Kesimpulan ... 11

Saran ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 11

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rincian hasil pengujian untuk mengetahui intensitas kebakaran hutan ... 11

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Struktur Dasar Sistem Pakar ... 2

2 Diagram Alur Konseptual Penelitian ... 4

3 Proses penentuan perilaku api ... 6

4 Model Pengetahuan Sistem... 7

5 Representasi kurva Trapesium untuk kadar air bahan bakar ... 7

6 Representasi kurva Gaussian untuk muatan bahan bakar ... 7

7 Representasi kurva Gaussian untuk tebal bahan bakar ... 8

8 Representasi kurva Gaussian untuk tinggi api ... 8

9 Representasi kurva Gaussian untuk laju penjalaran... 8

10 Representasi kurva Trapesium untuk intensitas kebakaran hutan. ... 9

11 Representasi kurva gaussian untuk panas per unit area. ... 9

12 Proses defuzzifikasi pada inferensia fuzzy... 10

13 Contoh kesalahan input data... 10

14 Pesan peringatan pada kesalahan input data ... 10

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Aturan-aturan fuzzy untuk menentukan kadar air total ... 14

2 Aturan-aturan fuzzy untuk menentukan muatan bahan bakar total ... 14

3 Aturan-aturan fuzzy untuk menentukan tinggi api ... 14

4 Aturan-aturan fuzzy untuk menentukan laju penjalaran... 14

5 Aturan-aturan fuzzy untuk menentukan intensitas kebakaran hutan... 15

6 Aturan-aturan fuzzy untuk menentukan panas per unit area ... 15

7 Rincian kombinasi input pada proses pengujian ... 16

8 Tampilan Menu Utama ... 17

9 Tampilan Pengisian Data Kadar Air Bahan Bakar ... 17

10 Tampilan Pengisian Data Muatan Bahan Bakar ... 18

11 Tampilan Pengisian Data Fuzzy dan Hasil Output Proses Fuzzy... 18

(10)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai kawasan hutan cukup luas. Hal ini seharusnya dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi negara karena hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat besar manfaatnya. Hutan dapat menghasilkan berbagai komoditi yang dapat meningkatkan pemasukan bagi negara. Hutan juga mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kelestarian ekosistem alam sehingga keberadaannya harus terus dilestarikan.

Akan tetapi pada kenyataannya, hutan di Indonesia masih sering mengalami gangguan. Salah satu penyebab utama gangguan hutan di Indonesia adalah kebakaran. Kebakaran hutan merupakan penyebab kerusakan hutan yang kedua setelah illegal logging (penebangan hutan secara liar). Dampak kebakaran hutan tidak hanya berpengaruh dalam segi ekologi, tetapi juga dalam segi politik dan ekonomi. Hal ini dikarenakan asap hasil kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia, terutama di wilayah pulau Kalimantan, telah membuat kawasan Asia Tenggara berkabut.

Menurut Saharjo (2003), kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas manusia dalam rangka pembukaan lahan dan ditunjang oleh adanya fenomena alam El Nino Southern Oscillation (ENSO). Aktivitas manusia yang merusak, misalnya penebangan hutan secara liar, membuat lantai hutan terbuka dan terkena sinar matahari langsung karena tajuk yang semula menutupi lantai hutan menjadi hilang. Jika kondisi ini dibiarkan, iklim mikro yang sebelumnya mampu mencegah kebakaran secara alami akhirnya kehilangan kemampuannya sehingga lantai hutan menjadi kering dan relatif mudah terbakar.

Menurut Aryanti (2002), kebakaran hutan dapat diminimalkan atau bahkan digunakan dalam proses pembukaan lahan tanpa merusak lingkungan. Hal ini dapat dilakukan melalui manajemen bahan bakar dan pemahaman terhadap kondisi lingkungan sebelum kebakaran terjadi. Keterkaitan antara bahan bakar dengan kondisi lingkungan dalam mempengaruhi kebakaran dapat diketahui dengan mengamati karakteristik kebakaran yang terjadi pada suatu proses pembakaran.

Salah satu komponen penting yang dapat diamati dari karakteristik kebakaran adalah perilaku api. Perilaku api mendeskripsikan bagaimana api beraksi apabila bertemu dengan bahan bakar, cuaca, dan topografi. Perilaku api digunakan sebagai acuan dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan

upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran hutan.

Seperti yang telah disebutkan di atas, salah satu penyebab terbesar kebakaran hutan adalah aktivitas manusia dalam pembukaan lahan. Para petani dan pengelola HPH (Hak Pengelolaan Hutan) membuka lahan di hutan dengan cara membakar pepohonan atau serasah di areal yang akan digunakan untuk bertani. Hal ini tidak akan menjadi masalah atau menimbulkan kebakaran hutan secara luas apabila mereka mengetahui cara yang tepat untuk melakukan pembakaran terkendali supaya api tidak menyebar secara luas. Kebakaran hutan terjadi karena mereka tidak memperhatikan kondisi bahan bakar dan lingkungan sebelum melakukan pembakaran. Pengamatan terhadap kondisi bahan bakar dan lingkungan ini memungkinkan untuk memprediksi perilaku api pada proses pembakaran sehingga dapat diketahui cara pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan.

Akan tetapi tidak semua orang dapat memprediksi perilaku api dengan mudah karena diperlukan pengetahuan khusus dalam masalah kebakaran hutan. Para ahli (pakar) yang telah berpengalaman dalam masalah ini dapat memperkirakan perilaku api dengan mudah setelah mengamati kondisi bahan bakar dan lingkungan. Akan tetapi, para ahli tersebut tidak selalu ada dan dapat dihubungi setiap kali diperlukan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem yang dapat menentukan perilaku api dengan keluaran dan saran seperti yang dihasilkan oleh pakar. Hal ini dapat diakomodasi dengan menggunakan sistem pakar (expert system) yang telah mengadopsi pengetahuan dari pakar sehingga dapat melakukan pengambilan keputusan dengan tepat seperti layaknya seorang pakar.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah merumuskan fakta dan basis pengetahuan untuk menentukan perilaku api pada kebakaran hutan. Fakta dan basis pengetahuan tersebut kemudian digunakan untuk mengembangkan sistem pakar penentuan perilaku api dengan menggunakan pendekatan fuzzy.

Ruang Lingkup

(11)

2

Metode representasi pengetahuan yang digunakan dalam sistem ini adalah kaidah produksi (production rule) sedangkan strategi penalaran yang dipakai adalah penalaran maju (forward reasoning).

Output dan Manfaat Penelitian

Output penelitian ini berupa sistem pakar penentuan perilaku api yang terdiri dari: tinggi api, laju penjalaran, intensitas kebakaran, serta panas yang dihasilkan dari suatu proses pembakaran hutan. Sistem ini diharapkan

dapat memberikan bantuan dalam

memprediksi perilaku api serta memberikan saran untuk pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan. Pengguna sistem ini adalah perusahaan-perusahaan yang berniat melakukan pembukaan lahan di hutan dengan cara melakukan proses pembakaran terkendali serta Departemen Kehutanan dalam rangka merumuskan aturan pada proses pembakaran terkendali. Selain itu, sistem ini juga dapat digunakan oleh mahasiswa dalam praktikum pembakaran hutan.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pakar

Menurut Marimin (2002), sistem pakar atau sistem berbasis pengetahuan kecerdasan (Intelligent Knowledge Based System) merupakan salah satu bagian dari kecerdasan buatan yang memungkinkan komputer dapat berpikir dan mengambil kesimpulan dari sekumpulan aturan biasa dan meta. Secara umum, sistem pakar adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli (Kusumadewi, 2003).

Sistem pakar dapat belajar dan mengajar. Sistem pakar juga dirancang untuk menyimpan dan menggunakan pengetahuan dari satu atau beberapa ahli sehingga dapat memecahkan masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh satu atau sekelompok kecil pakar.Sistem pakar terutama dibangun untuk membuat suatu pengalaman, pemahaman, dan pemecahan masalah yang sesuai dari pakar untuk yang bukan pakar (Klir & Bo, 1995).

Menurut Marimin (2002), pada prinsipnya sistem pakar tersusun dari beberapa komponen yang mencakup:

1 fasilitas akuisisi pengetahuan,

2 sistem berbasis pengetahuan (Knowledge based system),

3 mesin inferensi (Inference engine), 4 fasilitas untuk penjelasan dan justifikasi,

dan

5 penghubung antara pengguna dan sistem pakar (User interface).

Hubungan antarkomponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Akuisisi pengetahuan Fasilitas penjelasan Mekanisme Inferensi Strategi penalaran Strategi pengendalian Penghubung Sistem berbasis pengetahuan Dangkal Mendalam Statis Dinamis pakar - fakta - aturan - model - fakta - aturan - model - fakta - aturan - model pengguna - nasehat - justifikasi - konsultasi

Gambar 1 Struktur dasar sistem pakar.

Logika Fuzzy

Logika fuzzy merupakan bagian dari logika

boolean yang digunakan untuk menangani konsep derajat kebenaran, yaitu nilai kebenaran antara benar dan salah (Marimin, 2002). Logika fuzzy merupakan suatu teknik yang memungkinkan untuk membangun sistem pakar yang lebih merefleksikan dunia nyata.

Logika fuzzy berbeda dengan logika biasa yang hanya mengenal dua kondisi, yaitu ya dan tidak atau 0 dan 1. Keuntungan logika

fuzzy yaitu dapat membangkitkan derajat keanggotaan pada suatu nilai secara berangsur-angsur dan lebih baik dibandingkan tanpa logika fuzzy. Sebagai contoh, seseorang dikatakan tua ketika umurnya 30 tahun ke atas dan muda ketika umurnya kurang dari 30 tahun. Pada logika biasa, orang yang berumur 30 tahun kurang satu hari dikatakan muda dan orang yang berumur 30 tahun dikatakan tua. Hal ini terlihat sangat tidak adil karena orang yang usianya hanya berselang satu hari statusnya sudah berbeda jauh. Pada logika

fuzzy, masalah ini dapat diatasi dengan melihat fungsi keanggotaannya. Orang yang berusia 30 tahun dan 30 tahun kurang satu hari dimungkinkan mempunyai status yang sama (tua), hanya saja berbeda derajat keanggotaannya.

Menurut Kusumadewi (2002), terdapat beberapa alasan dalam penggunaan logika

fuzzy, yaitu:

1 Konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.

(12)

3 domain 0 1 d e ra ja t k e a n g g o ta a n

3 Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.

4 Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.

Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan adalah fungsi yang memberikan derajat terhadap sebuah elemen mengenai keberadaannya dalam sebuah gugus (Marimin, 2002). Dalam gugus fuzzy terdapat fungsi keanggotaan yang menempatkan nilai antara 1 atau 0 ke setiap individu dalam gugus

universal sehingga dapat dibedakan antara anggota gugus dan bukan anggota gugus melalui pertimbangan tertentu. Jika nilai keanggotaan fuzzy dari x adalah µA[x]=0,

maka x bukan anggota himpunan A. Jika x mempunyai nilai keanggotaan fuzzy µA[x]=1,

berarti x adalah anggota penuh himpunan A. Fungsi keanggotaan biasanya digambarkan dalam bentuk kurva yang menunjukkan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya yang memiliki interval antara 0 sampai 1 (Kusumadewi, 2003). Terdapat beberapa tipe representasi fungsi keanggotaan, diantaranya:

1 Representasi kurva Trapesium

Fungsi keanggotaan untuk kurva Trapesium adalah: ; ; 1 ; ; 0 c d x d a b a x x d x c c x b b x a d x a x

atau

2 Representasi kurva Gaussian

Fungsi keanggotaan untuk kurva Gaussian adalah: 2 2 2 ) ( ) ; ; ( x e x G Mekanisme Inferensi

Fuzzy Reasoning adalah suatu prosedur inferensi yang menghasilkan keputusan dari himpunan fuzzy if-then rules dan fakta-fakta yang telah diketahui (Jang, J. S. R., et.al., 1997). Secara umum, terdapat dua teknik yang digunakan dalam mekanisme inferensi, yaitu penalaran maju (forward reasoning) dan penalaran mundur (backward reasoning). Pada penalaran maju, aturan-aturan yang terdapat dalam basis pengetahuan diuji satu persatu sampai dihasilkan kesimpulan dari permasalahan yang sedang dihadapi. Sedangkan pada penalaran mundur, ditentukan hipotesis akhir yang nantinya akan dibuktikan kebenarannya sehingga penalaran dimulai dari hipotesis sampai diperoleh pembuktiannya.

Fuzzifikasi

Fuzzifikasi merupakan proses penentuan sebuah nilai input setiap gugus fuzzy.

Fuzzifikasi memperoleh suatu nilai dan mengombinasikan dengan fungsi keanggotaan untuk menghasilkan nilai fuzzy (Sibigtroth, 1992). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa proses fuzzifikasi dapat menentukan nilai numerik dari ekspresi bahasa yang bersifat ambigu dan tidak dapat ditentukan secara pasti nilainya, misalnya pandai atau agak pandai, miskin atau agak miskin, dan sebagainya.

Defuzzifikasi

Defuzzifikasi merupakan suatu proses pengubahan output fuzzy ke output yang bernilai tunggal (crisp) (Marimin, 2002).

Defuzifikasi dapat dilakukan dengan mengambil satu fuzzy output yang terkuat atau derajat keanggotaan terbesar sebagai hasil. Salah satu metode yang sering digunakan dalam proses ini adalah Centroid (center of gravity). Pada metode ini nilai crisp diperoleh dengan cara mengambil titik pusat daerah

fuzzy. Metode tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut :

atau z z dz z dz z z z ) ( ) ( ) ( ) ( 1 1 n j j n j j j z z z z

a b c d

(13)

4

Mulai

Identifikasi Masalah

Selesai

Pengembangan Sistem Pakar

Fuzzy Inference System (FIS)

FIS merupakan sistem yang menjelaskan proses penalaran untuk menghasilkan kesimpulan dengan menggunakan logika

fuzzy. Teknik penarikan kesimpulan didasarkan pada aturan-aturan tertentu. Penyeleksian aturan if-then fuzzy merupakan komponen utama dari fuzzy inference system

yang mampu digunakan untuk memodelkan keahlian manusia secara lebih spesifik (Jang, J. S. R., et.al., 1997).

Kebakaran Hutan

Definisi kebakaran secara umum adalah kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat dari oksigen dengan unsur-unsur lain dan ditandai dengan panas, cahaya serta biasanya menyala (Adrianita, 2002). Kebakaran hutan bersumber pada tiga sebab utama, yaitu: faktor manusia yang disengaja, faktor manusia karena kecerobohan, dan faktor alam (Suratmo dalam Adrianita, 2002).

Perilaku Api

Perilaku api merupakan suatu respon atau kebiasaan api yang terjadi sebagai hasil reaksi dengan lingkungan seperti bahan bakar, iklim, kondisi lokal, cuaca, dan topografi (De Bano

et al (1998) dalam Adrianita, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku api antara lain: bahan bakar, temperatur dan kelembaban udara, komposisi bahan bakar, angin dan topografi.

Intensitas Kebakaran Hutan

Menurut Saharjo (2004), intensitas kebakaran menentukan cara api beraksi dan kecepatan laju penjalaran api. Intensitas

kebakaran akan secara langsung

mempengaruhi tingginya tingkat kerusakan dan selanjutnya menentukan berapa luas tajuk tanaman yang akan dikonsumsi, mati, atau tidak tersentuh oleh api. Intensitas kebakaran menunjukkan kehebatan api dari suatu peristiwa kebakaran hutan.

Pencegahan Kebakaran Hutan

Tiga komponen diperlukan untuk setiap api agar dapat menyala dan mengalami proses pembakaran (Countryman dalam Saharjo 2003). Ketiga komponen yang dimaksud adalah bahan bakar, sumber panas, dan oksigen yang biasa disebut sebagai segitiga api (fire triangle). Oleh karena itu, prinsip dasar dalam usaha pencegahan kebakaran hutan adalah dengan memutuskan salah satu dari ketiga komponen tersebut. Cara yang umum dilakukan adalah memisahkan komponen panas atau sumber api dari komponen bahan bakar.

METODE PENELITIAN

A Kerangka Pemikiran

Perilaku api adalah gambaran umum untuk mengungkapkan bagaimana api beraksi apabila bertemu dengan bahan bakar, cuaca, dan topografi tertentu. Perilaku api diamati untuk menentukan pemilihan strategi dalam pemadaman kebakaran liar (wildfire) dan pembakaran terkendali. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perilaku api merupakan faktor penting dalam upaya pengendalian kebakaran hutan.

Sistem pakar ini dibangun untuk membantu proses prediksi perilaku api agar dapat digunakan untuk menentukan strategi pengendalian kebakaran hutan. Pengguna sistem ini adalah perusahaan-perusahaan yang berniat melakukan pembukaan lahan di hutan dengan cara melakukan proses pembakaran terkendali. Sistem ini juga dapat digunakan oleh Departemen Kehutanan untuk membantu menentukan aturan dalam proses pembakaran terkendali.

Pengamatan terhadap kondisi bahan bakar untuk mengetahui perilaku api terkadang sulit dilakukan karena tidak terdapat standar nilai yang pasti. Pendekatan fuzzy yang digunakan dalam sistem pakar ini memungkinkan proses tersebut menjadi lebih mudah dilakukan. Alur kerja yang dilaksanakan dalam penelitian mengikuti tahapan seperti yang terlihat pada diagram alur konseptual (Gambar 2).

Gambar 2Diagram alur konseptual penelitian.

(14)

5

B Tata Laksana

Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu:

1 Analisis kebutuhan

2 Proses Akuisisi Pengetahuan 3 Penambahan Basis Pengetahuan 4 Pembuatan Program

5 Desain Antarmuka Pengguna 6 Verifikasi dan validasi sistem

Analisis Kebutuhan

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap kebutuhan pengguna agar pengembangan sistem dapat diarahkan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Selain itu, pada tahap ini dirumuskan pula kebutuhan sistem pakar yang berupa pakar dalam masalah kebakaran hutan.

Proses Akuisisi Pengetahuan

Akuisisi pengetahuan merupakan proses penyerapan pengetahuan yang dibutuhkan dalam proses pengembangan sistem pakar. Tahap ini dilakukan melalui wawancara dengan pakar dan telaah pustaka.

Penambahan Basis Pengetahuan

Berdasarkan hasil akuisisi pengetahuan, diperoleh data dan informasi mengenai perilaku api pada kebakaran hutan serta karakteristik bahan bakar yang dapat mempengaruhi perilaku api. Informasi tersebut kemudian disimpan dalam basis pengetahuan berbasis kaidah produksi

(production rule) dan direpresentasikan dengan metode fuzzy rule based yang selanjutnya dapat digunakan untuk memecahkan persoalan. Strategi penalaran yang digunakan dalam mencapai kesimpulan pada sistem ini adalah penalaran maju.

Pembuatan Program

Tahap pembuatan program meliputi pemilihan bahasa pemrograman yang akan digunakan dalam pengembangan sistem pakar serta pembuatan inferensia berdasarkan basis pengetahuan. Pada alur penyelesaian masalah dengan metode fuzzy (Marimin, 2002), permasalahan yang dijumpai dalam kehidupan nyata direpresentasikan ke dalam bahasa linguistik sehingga dapat dilakukan proses

fuzzifikasi dan defuzzifikasi untuk memperoleh nilai crisp.

Desain Antarmuka Pengguna

Pada tahap ini dilakukan desain antarmuka pengguna agar sistem lebih mudah dijalankan oleh pengguna. Pada antarmuka pengguna terdapat parameter-parameter input yang perlu

diisi oleh pengguna agar sistem dapat memberikan output.

Verfikasi dan Validasi Sistem

Verifikasi dan validasi merupakan bagian dari proses pengujian sistem. Sistem pakar yang telah selesai diimplementasikan akan diuji oleh pakar untuk memeriksa output yang dihasilkan. Selain itu, pengujian juga dilakukan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan pada sistem agar dapat dilakukan perbaikan.

C Tahap Pengembangan Sistem

Pengembangan sistem ini mengikuti tahapan-tahapan pada tahap pengembangan sistem pakar (Marimin, 2002) yang terdiri dari pemilihan pakar, akuisisi pengetahuan, representasi pengetahuan, pengembangan mesin inferensi, implementasi, dan pengujian.

Pemilihan Pakar

Pakar yang dipilih dalam pengembangan sistem ini adalah pakar yang telah diketahui mempunyai keahlian dalam masalah kebakaran hutan. Pemilihan pakar dilakukan untuk meningkatkan proses penyerapan pengetahuan yang akan digunakan dalam sistem dan juga untuk mengetahui pandangan pakar terhadap masalah penentuan perilaku api pada kebakaran hutan. Pakar yang dipilih dalam pengembangan sistem ini adalah Dr. Bambang Hero Saharjo, M.Agr. dan Ati Dwi Nurhayati, S.Hut., M.Si. selaku ahli kebakaran hutan dari Fakultas Kehutanan IPB.

Akuisisi Pengetahuan

Akuisisi pengetahuan dilakukan untuk memperoleh pengetahuan yang akan digunakan dalam basis pengetahuan. Metode akuisisi yang dilakukan adalah wawancara dengan pakar masalah kebakaran hutan. Selain itu, pengetahuan juga diperoleh dari hasil telaah pustaka, jurnal, dan literatur lain yang sesuai.

Representasi Pengetahuan

Informasi yang telah diperoleh pada proses

akuisisi pengetahuan kemudian

direpresentasikan dengan menggunakan metode tertentu ke dalam basis pengetahuan. Metode representasi pengetahuan yang digunakan dalam sistem ini adalah production rule.

Pengembangan Mesin Inferensi

(15)

6

yang diharapkan. Mesin inferensi disusun berdasarkan strategi penalaran yang akan digunakan dalam sistem dan representasi pengetahuan. Mesin inferensi yang digunakan dalam pengembangan sistem pakar ini adalah FIS.

Implementasi

Implementasi merupakan proses

penerjemahan hasil representasi pengetahuan ke dalam komputer. Pada tahap implementasi ditentukan kebutuhan perangkat lunak yang mendukung sistem pakar ini. Kebutuhan tersebut antara lain meliputi sistem operasi, perangkat lunak yang relevan, serta bahasa pemrograman yang digunakan. Selain itu, ditentukan pula kebutuhan perangkat keras yang dapat mendukung pengembangan sistem ini.

Pengujian

Tahap ini merupakan tahap akhir dalam pengembangan sistem. Sistem yang telah selesai dibuat akan diuji terlebih dahulu sebelum siap digunakan oleh pengguna. Tujuan utama pengujian pada sistem pakar adalah untuk memeriksa benar atau tidaknya keluaran sistem dan mengetahui apakah sistem sudah dapat mewakili pakar dengan keahlian dan pengetahuan yang dimilikinya. Proses ini memungkinkan terjadinya perubahan sistem apabila terjadi penambahan informasi serta perbaikan sesuai dengan kebutuhan.

D Rancang Bangun Sistem

Sistem pakar ini dibangun dengan menggunakan perangkat lunak Matlab 7.0 yang telah menyertakan fasilitas toolbox fuzzy logic berupa FIS. Parameter input yang dimasukkan oleh pengguna akan diproses oleh FIS untuk menghasilkan keluaran akhir berupa perilaku api pada kebakaran hutan. Parameter input tersebut terdiri dari kadar air, tebal, serta muatan bahan bakar. Diagram penentuan perilaku api pada sistem ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Penjelasan dan Rekomendasi Sistem

Setelah dilakukan proses penentuan perilaku api, sistem akan memberikan saran kepada pengguna berupa langkah pencegahan yang sebaiknya dilakukan agar tidak terjadi kebakaran hutan. Bagian ini terdapat pada fasilitas pelaporan.

Gambar 3 Proses penentuan perilaku api.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemodelan Sistem

Sistem pakar ini dikembangkan untuk mengetahui perilaku api pada suatu proses kebakaran hutan terkendali. Perilaku api dapat ditentukan dengan melihat beberapa faktor, yaitu bahan bakar, cuaca, dan topografi.

Output sistem ini terdiri dari tinggi api, laju penjalaran, intensitas kebakaran, serta panas yang dihasilkan pada suatu kebakaran hutan.

Sistem ini dikembangkan dengan menggunakan pendekatan sistem fuzzy.

Berdasarkan akuisisi pengetahuan, penentuan perilaku api dalam sistem ini hanya dibatasi pada faktor bahan bakar. Parameter input yang digunakan terdiri dari:

1Kadar air bahan bakar (%) 2Muatan bahan bakar (ton/ha) 3Tebal bahan bakar (cm)

Berdasarkan hasil akuisisi pengetahuan dapat diketahui bahwa tinggi api diperoleh dari parameter tebal dan muatan bahan bakar sedangkan laju penjalaran diperoleh dari parameter kadar air dan muatan bahan bakar. Kadar air bahan bakar sendiri diperoleh dari kadar air daun, ranting dan batang. Demikian pula dengan muatan bahan bakar yang diperoleh dari muatan bahan bakar daun, ranting dan batang.

Tinggi api, laju penjalaran dan muatan bahan bakar digunakan untuk menentukan intensitas kebakaran hutan. Berdasarkan intensitas kebakaran dan laju penjalaran dapat diketahui panas per unit area yang dihasilkan pada suatu proses kebakaran. Model pengetahuan sistem dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.

- kadar air bahan bakar - tebal bahan bakar - muatan bahan bakar

data fuzzy

mulai

FIS

(16)

7

Kadar Air Bahan Bakar Muatan Bahan Bakar

Panas per unit area Intensitas Kebakaran Tebal Bahan Bakar

Laju Penjalaran Tinggi Api Kadar Air Daun Kadar Air Ranting Kadar Air Batang Muatan Bahan Bakar Batang Muatan

Bahan Bakar Ranting Muatan

Bahan Bakar Daun

Gambar 4Model pengetahuan sistem.

Proses Inferensia Fuzzy

Proses Fuzzifikasi

1 Kadar air bahan bakar (%)

Kadar air bahan bakar digunakan untuk menentukan laju penjalaran yang terjadi pada suatu kebakaran. Pada proses fuzzifikasi, kadar air dikelompokkan menjadi dua, yaitu rendah dan tinggi. Apabila kadar air suatu bahan bakar tinggi akan sulit terjadi kebakaran karena diperlukan energi yang besar untuk memanaskan bahan bakar tersebut dan mencapai titik awal pembakaran. Kadar air bahan bakar yang diamati terdiri dari kadar air daun atau serasah, ranting dan batang.

Parameter ini direpresentasikan dengan menggunakan kurva Trapesium seperti yang terlihat pada Gambar 7. Fungsi keanggotaan kadar air bahan bakar dapat dirumuskan sebagai berikut: ); 15 30 /( ) 30 ( ; 1 ; 0 rendah[x]

x 15 30

15 0 0 3 atau 0 x x x x ; 1 ); 20 30 /( ) 20 ( ; 0 tinggi[x] x 100 30 30 20 20 x x x

Gambar 5Representasi kurva Trapesium untuk kadar air bahan bakar.

2 Muatan bahan bakar (ton/ha)

Muatan bahan bakar menunjukkan jumlah bahan bakar yang terdapat pada suatu lokasi kebakaran hutan. Muatan bahan bakar digunakan untuk menentukan tinggi api, laju penjalaran serta intensitas kebakaran. Ketersediaan bahan bakar merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perilaku api. Apabila jumlah bahan bakar yang tersedia semakin banyak, maka tinggi api semakin tinggi, laju penjalaran semakin lambat, dan intensitas kebakaran hutan yang dihasilkan semakin besar. Hal ini berarti kebakaran yang terjadi juga semakin besar. Muatan bahan bakar yang diamati terdiri dari muatan bahan bakar daun atau serasah, ranting, dan batang.

Representasi fungsi keanggotaan muatan bahan bakar berupa kurva Gaussian (Gambar 6) yang dikelompokkan menjadi rendah dan tinggi. Sedangkan fungsi keanggotaannya adalah: 2 2 ) 84 , 20 ( 2 ) 50 (

rendah[ ] (50;20,84)

x e x 2 2 ) 73 , 27 ( 2 ) 130 (

tinggi[ ] (130;27,73)

x e x

Gambar 6 Representasi kurva Gaussian untuk muatan bahan bakar.

3 Tebal bahan bakar (cm)

Ketebalan bahan bakar berkaitan erat dengan susunan dan kerapatan bahan bakar yang akan mempengaruhi perilaku api yang dihasilkan. Bahan bakar yang tersusun ke atas (vertikal) akan memungkinkan api mencapai tajuk pohon dalam waktu yang lebih cepat. Sebaliknya, susunan bahan bakar yang

menyebar secara horizontal akan

memperlambat proses penyebaran kebakaran. Menurut Aryanti (2002), kerapatan bahan bakar berhubungan dengan jarak antar partikel yang akan mempengaruhi persediaan udara dan perpindahan panas. Kayu akan terbakar dengan baik apabila kerapatannya tinggi dan berhenti apabila kerapatannya rendah. Sebaliknya rumput akan terbakar dengan baik apabila kerapatannya rendah dan berhenti apabila kerapatannya tinggi.

(17)

8

tebal. Tebal bahan bakar digunakan untuk menentukan tinggi api. Bahan bakar yang ketebalannya tinggi akan menghasilkan tinggi api yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, bahan bakar yang ketebalannya rendah akan menghasilkan tinggi api rendah. Representasi fungsi keanggotaan yang digunakan berupa kurva Gaussian (Gambar 5). Adapun fungsi keanggotaannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 2 2 ) 33 , 20 ( 2 ) 30 (

tipis[ ] (30;20,33)

x e x 2 2 ) 50 ( 2 ) 160 (

tebal[ ] (160;50)

x e x

Gambar 7 Representasi kurva Gaussian untuk tebal bahan bakar.

Proses Defuzzifikasi

Berdasarkan himpunan fuzzy variabel masukan, dibentuk aturan untuk menghasilkan keluaran. Contoh aturan fuzzy adalah sebagai berikut:

If tinggi_api is tinggi and laju_penjalaran is cepat and muatan_bahan_bakar is tinggi then intensitas_kebakaran_hutan is tinggi

Aturan aturan untuk menentukan kadar air total dapat dilihat pada Lampiran 1, muatan bahan bakar total pada Lampiran 2, tinggi api pada Lampiran 3, laju penjalaran pada Lampiran 4 dan panas per unit area pada Lampiran 5. Setelah dibuat aturan, nilai keluaran berupa data kuantitatif tersebut

di-defuzzifikasi. Hasil akhir dari proses fuzzy ini adalah perilaku api yang terdiri dari tinggi api (m), laju penjalaran (m/menit), intensitas kebakaran (kW/m), dan panas per unit area (kJ/m2).

1 Tinggi api (m)

Tinggi api yang dihasilkan dalam suatu kebakaran dipengaruhi oleh ketebalan dan muatan bahan bakar. Pada sistem ini, tinggi api merupakan hasil keluaran dari kedua variabel tersebut sekaligus merupakan input

dalam penentuan intensitas kebakaran hutan. Tinggi api direpresentasikan dengan menggunakan kurva Gaussian (Gambar 8) yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu

rendah dan tinggi. Fungsi keanggotaan tinggi api dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 2 ) 7 , 0 ( 2 ) 1 (

rendah[ ] (1;0,7)

x e x 2 2 ) 2 ( 2 ) 5 (

tinggi[ ] (5;2)

x e x

Gambar 8 Representasi kurva Gaussian untuk tinggi api.

2 Laju penjalaran (m/menit)

Laju penjalaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku api. Laju penjalaran dihasilkan dari fuzzifikasi variabel kadar air dan muatan bahan bakar. Kadar air dan muatan bahan bakar yang rendah akan mempercepat laju penjalaran karena tidak diperlukan waktu yang lama untuk mengkonsumsi bahan bakar. Selanjutnya laju penjalaran digunakan untuk menentukan intensitas kebakaran hutan. Lambatnya laju penjalaran api akan menghasilkan intensitas kebakaran yang tinggi karena kebakaran yang terjadi akan memakan waktu lebih lama (api tidak cepat padam) sehingga kebakaran menjadi lebih hebat.

Laju penjalaran dikelompokkan menjadi dua, yaitu lambat dan cepat. Representasi fungsi keanggotannya berupa kurva Gaussian seperti yang terlihat pada Gambar 9. Sedangkan fungsi keanggotaannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 2 ) 0,8892 ( 2 ) 1 (

lambat[ ] (1;0,8892)

x e x 2 2 ) 1,515 ( 2 ) 8 , 4 (

cepat[ ] (4,8;1,515 )

x e x

(18)

9 A g re g as i

3 Intensitas kebakaran hutan (kW/m)

Intensitas kebakaran hutan menunjukkan kehebatan api yang terjadi dalam suatu kebakaran hutan. Intensitas kebakaran hutan secara langsung dapat menentukan tingkat kerusakan hutan yang terbakar sehingga dapat digunakan untuk mengetahui cara pencegahan kebakaran hutan. Intensitas kebakaran hutan dipengaruhi oleh tinggi api, laju penjalaran, dan muatan bahan bakar.

Representasi fungsi keanggotaan intensitas kebakaran hutan berupa kurva Trapesium seperti yang terlihat pada Gambar 10 dan dikelompokkan menjadi rendah, sedang, tinggi dan ekstrim. Sedangkan fungsi keanggotaannya dapat dirumuskan sebagai berikut: ); 1000 1300 /( ) 1300 ( ; 1 ; 0 rendah[x]

x 1000 1300

1000 100 1300 atau 100 x x x x ) 2000 2300 /( ) 2300 ( ; 1 ); 900 1500 /( ) 1200 ( ; 0 sedang[x] x x 2300 2000 2000 1500 1500 1200 2300 atau 1200 x x x x x ) 3000 3300 /( ) 3300 ( ; 1 ); 1700 2500 /( ) 1800 ( ; 0 tinggi[x] x x 3300 3000 3000 2500 2500 1800 3300 atau 1800 x x x x x ; 1 ); 2800 3500 /( ) 2800 ( ; 0 ekstrim[x] x 4000 3500 3500 2800 2800 x x x

Gambar 10 Representasi kurva Trapesium untuk intensitas kebakaran hutan.

4 Panas per unit area (kJ/m2)

Panas per unit area merupakan panas yang dihasilkan dari pembakaran per unit area lahan. Parameter ini dipengaruhi oleh intensitas kebakaran dan laju penjalaran. Intensitas kebakaran yang tinggi akan menghasilkan panas yang tinggi pula. Panas per unit area dikelompokkan menjadi rendah dan tinggi.

Panas per unit area direpresentasikan dalam bentuk kurva Gaussian (Gambar 11). Fungsi keanggotaan panas per unit area dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 2 ) 3000 ( 2 ) 130 (

rendah[ ] (130;3000)

x e x 2 2 ) 6000 ( 2 ) 11000 (

tinggi[ ] (11000;6000)

x e x

Gambar 11 Representasi kurva gaussian untuk panas per unit area.

Salah satu contoh kasus proses

defuzzifikasi pada sistem ini dapat dilihat pada Gambar 12. Input tebal dan muatan bahan bakar akan menghasilkan tinggi api. Berdasarkan range yang telah ditentukan, tebal bahan bakar sebesar 150 cm termasuk dalam kelompok tebal sedangkan muatan bahan bakar sebesar 120 ton/ha termasuk tinggi. Proses defuzzifikasi akan menghasilkan suatu nilai tunggal yang berupa tinggi api rendah atau tinggi tergantung pada nilai

defuzzifikasi-nya. Dalam hal ini, diperoleh tinggi api sebesar 4,21 m yang termasuk dalam himpunan fuzzy tinggi.

Setiap input dieksekusi oleh aturan fuzzy

dengan implikasi and sehingga akan diambil nilai fungsi keanggotaan yang minimal untuk memperoleh output. Output tersebut kemudian diagregasikan sehingga terbentuk suatu daerah

fuzzy. Selanjutnya metode Centroid akan mengambil titik pusat daerah fuzzy.

Tebal Bahan Bakar = 150 cm

Muatan Bahan Bakar = 120 ton/ha Nilai hasil defuzzifikasi metode Centroid = 4,21 Gambar 12 Proses defuzzifikasi pada

(19)

10

Pada sistem pakar ini, terdapat validasi dalam hal pemasukan data. Apabila pengguna memasukkan nilai di luar batasan selang nilai yang telah ditentukan, maka akan muncul pesan peringatan. Sebagai contoh, apabila pengguna memasukkan nilai melebihi batasan selang (Gambar 13), maka akan muncul pesan peringatan seperti yang terlihat pada Gambar 14.

Gambar 13 Contoh kesalahan input data.

Gambar 14 Pesan peringatan apabila terjadi kesalahan dalam pengisian data.

Pengujian Sistem

Proses pengujian dilakukan untuk membandingkan hasil output sistem dengan hasil analisa pakar. Apabila sistem menghasilkan output yang mendekati hasil analisa pakar maka sistem dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik. Pengujian dilakukan oleh pakar kebakaran hutan yang ikut terlibat dalam pembuatan sistem ini.

Pengujian dilakukan dengan memasukkan 50 contoh kasus ke dalam sistem. Input yang dimasukkan untuk menghasilkan output utama pada proses pengujian adalah:

1 kadar air bahan bakar daun 2 kadar air bahan bakar ranting 3 kadar air bahan bakar batang 4 muatan bahan bakar daun 5 muatan bahan bakar ranting 6 muatan bahan bakar batang 7 tebal bahan bakar

Adapun rincian kombinasi input pada proses pengujian dapat dilihat pada Lampiran 7.

Hasil Pengujian

Menurut pakar, parameter yang paling menentukan tingkat keparahan kebakaran adalah intensitas kebakaran hutan. Pembakaran terkendali akan terjadi ketika intensitas kebakarannya rendah atau sedang. Sebaliknya, pembakaran akan menjadi tidak terkendali ketika intensitas kebakarannya tinggi atau ekstrim.

Berdasarkan hasil pengujian, intensitas kebakaran rendah akan tercapai pada kondisi kadar air bahan bakar rendah (11,71%), muatan bahan bakar rendah (66,63 ton/ha) serta ketebalan bahan bakar yang tipis (47,67 cm). Intensitas kebakaran sedang akan tercapai ketika kadar air bahan bakarnya tinggi (39,59 %), muatan bahan bakar rendah (69,1 ton/ha) dan ketebalan bahan bakar yang tipis (63,56 cm).

Sedangkan intensitas kebakaran tinggi akan tercapai pada kondisi kadar air tinggi (50,57 %), muatan bahan bakar tinggi (98,97 ton/ha) dan ketebalan bahan bakar yang tebal (86,87 cm). Intensitas kebakaran ekstrim akan terjadi ketika kadar air bahan bakarnya tinggi (59,77 %), muatan bahan bakar tinggi (107,49 ton/ha) serta ketebalan bahan bakar yang tebal (129,37 cm). Rincian hasil pengujian untuk mengetahui intensitas kebakaran hutan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rincian hasil pengujian untuk mengetahui intensitas kebakaran hutan

input output

bahan bakar kadar

air muatan tebal

intensitas kebakaran

satuan % ton/ha cm kW/m

11,71 66,63 47,67 999,86 ket. rendah rendah tipis rendah

39,59 69,1 63,56 1701,41 ket. tinggi rendah tipis sedang

50,57 98,97 86,87 2766,55 ket. tinggi tinggi tebal tinggi

59,77 107,49 129,37 3285,59 ket. tinggi tinggi tebal ekstrim

(20)

11

dibandingkan dengan bahan bakar daun atau ranting, namun apabila sudah terbakar akan sangat sulit dipadamkan. Sebaliknya, kadar air yang tinggi memungkinkan terjadinya intensitas kebakaran rendah apabila muatan bahan bakarnya sedikit dan didominasi oleh daun atau ranting. Bahan bakar daun atau ranting akan lebih cepat terbakar namun lebih mudah dipadamkan.

Hal ini berlaku pula untuk parameter tebal bahan bakar. Pada kondisi bahan bakar yang tebal seharusnya diperoleh intensitas kebakaran tinggi atau ekstrim, namun apabila bahan bakar tersebut didominasi oleh daun atau ranting dimungkinkan terjadi intensitas kebakaran yang rendah atau sedang. Sebaliknya, bahan bakar yang didominasi oleh batang dapat menghasilkan intensitas kebakaran tinggi atau ekstrim walaupun ketebalannya tipis.

Kompleksitas Sistem

Kompleksitas sistem digunakan untuk menunjukkan kinerja suatu sistem. Kompleksitas sistem diukur dengan melihat banyaknya proses yang harus dilalui oleh setiap input untuk memperoleh output.

Pada sistem ini, terdapat tujuh macam

input yang dimasukkan pengguna, yaitu kadar air bahan bakar daun, ranting, batang dan muatan bahan bakar daun, ranting, batang serta tebal bahan bakar. Masing-masing input

tersebut akan masuk ke dalam FIS untuk menghasilkan output. Berapapun input yang dimasukkan akan selalu melalui proses yang sama. Apabila pengguna memasukkan sebanyak C input dan proses yang harus dilalui oleh input tersebut adalah sebanyak n, maka banyaknya proses yang harus dilalui adalah sebesar Cxn. Dengan demikian, kompleksitas sistem ini adalah sebesar O(Cxn)=O(n), dengan C adalah konstanta.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sistem pakar fuzzy penentuan perilaku api ini adalah sebuah sistem berbasis pengetahuan yang dapat digunakan untuk menentukan perilaku api pada kebakaran hutan. Parameter yang digunakan untuk menentukan perilaku api dalam sistem ini adalah kadar air, tebal serta muatan bahan bakar. Data dari parameter-parameter tersebut diproses oleh

fuzzy inference system untuk memperoleh

output berupa perilaku api yang terdiri dari tinggi api, laju penjalaran, intensitas kebakaran serta panas per unit area. Hasil akhir dari sistem ini dapat digunakan untuk

memutuskan cara pencegahan kebakaran hutan pada proses pembakaran terkendali.

Berdasarkan hasil pengujian, intensitas kebakaran rendah akan tercapai pada kondisi kadar air dan muatan bahan bakar rendah serta ketebalan bahan bakar yang tipis. Intensitas kebakaran sedang akan tercapai ketika kadar air bahan bakarnya tinggi, muatan bahan bakar rendah dan ketebalan bahan bakar yang tipis. Sedangkan intensitas kebakaran tinggi akan tercapai pada kondisi kadar air dan muatan bahan bakar tinggi serta ketebalan bahan bakar yang tebal. Intensitas kebakaran ekstrim akan terjadi ketika kadar air dan muatan bahan bakar tinggi serta ketebalan bahan bakar yang tebal. Setelah dianalisis oleh pakar, dapat disimpulkan bahwa ternyata

output yang dikeluarkan oleh sistem telah mendekati hasil analisa pakar.

Saran

Pada dasarnya perilaku api dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: bahan bakar, angin, cuaca dan topografi. Akan tetapi pada penelitian ini faktor penentu yang digunakan hanya terbatas pada bahan bakar saja tanpa memperhatikan faktor cuaca dan topografi. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya sebaiknya disertakan faktor penentu lainnya agar dapat diperoleh output yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Adrianita, F.2002. Kajian Indeks Kekeringan Keetch-Byram (IKKB) Daerah Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur dan Kasus Uji Pembakaran Lahan di Jasinga. [Skripsi]. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

[Anonim]. 2001. Kebakaran Hutan dan Lahan.

http://www.fwi.or.id/~kebakaran_hutan.

[10 Desember 2003]

[Anonim]. 2003. Pengembangan Sistem Pakar Menggunakan Visual Basic. Andi, Yogyakarta.

(21)

12

Brown, A. A. and K. P. Davis. 1973.Forest Fire Control and Use. Mcgraw-Hill Book Company. New York.

Chandler, C., P. Chanay, P. Thomas, L. Trabaud and D. Williams. 1983. Fire in Forestr, Vol. I. Forest Fire Behaviour and Effect. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Hirsch, Kelvin G.1996. Canadian Forest Fire Behavior Prediction (FBP) System: user s guide. Special Report Ed ke-7. Kanada.

Istomo. 1996. Mengenal Lebih Jauh Hutan Rawa Gambut di Indonesia. J. Bio Res. Manag 1: 1-14.

Jang, J. S. R., Sun, C. T., and Mizutani, E. 1997. Neuro-Fuzzy and Soft Computing. Prentice-Hall International, London.

Klir & Bo. 1995. Fuzzy Sets and Fuzzy Logic, Theory and Applications. Prentice-Hall Inc., New Jersey.

Kusumadewi, S. 2002. Analisis dan Desain Sistem Fuzzy Menggunakan Tool Box Matlab. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Kusumadewi, S. 2003. Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Graha Ilmu, Yogyakarta.

Marimin. 2002. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. IPB PRESS, Bogor.

Najiyati, S., Agus Asmana, I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Pemberdayaan Masyarakat di Lahan Gambut. Proyek

Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.

Najiyati, S., Lili Muslihat, dan I Nyoman N.

Suryadiputra. 2005. Panduan

Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.

Prasetyo, A. D.2003. Perilaku Api pada Areal Penyiapan Lahan di Hutan Sekunder (Studi Kasus pada Hutan Sekunder di Desa Curug, Kecamatan Jasinga).

[Skripsi]. Jurusan Manajemen Hutan,

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Saharjo, B. H. 2003. Dasar, Dampak dan Implementasi Kebakaran Hutan dan Lahan. Makalah Seminar Sehari Pengendalian Kebakaran di Kawasan Industri. Karawang.

Saharjo, B. H. 2004. Klasifikasi Tipe Bahan Bakar pada Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. Makalah. Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(22)

(23)

14

Lampiran 1 Aturan-aturan fuzzy untuk menentukan kadar air total

INPUT OUTPUT

No.

Kadar Air Daun Kadar Air

Ranting Kadar Air Batang Kadar Air Total

1 rendah rendah rendah rendah

2 rendah rendah tinggi rendah

3 rendah tinggi rendah rendah

4 rendah tinggi tinggi tinggi

5 tinggi rendah rendah rendah

6 tinggi rendah tinggi tinggi

7 tinggi tinggi rendah tinggi

8 tinggi tinggi tinggi tinggi

Lampiran 2 Aturan-aturan fuzzy untuk menentukan muatan bahan bakar total

INPUT OUTPUT

No. Muatan Bahan

Bakar Daun

Muatan Bahan Bakar Ranting

Muatan Bahan Bakar Batang

Muatan Bahan Bakar Total

1 rendah rendah rendah rendah

2 rendah rendah tinggi tinggi

3 rendah tinggi rendah rendah

4 rendah tinggi tinggi tinggi

5 tinggi rendah rendah rendah

6 tinggi rendah tinggi tinggi

7 tinggi tinggi rendah rendah

8 tinggi tinggi tinggi tinggi

Lampiran 3 Aturan-aturan fuzzy untuk menentukan tinggi api

INPUT OUTPUT

No. Tebal

Bahan Bakar

Muatan

Bahan Bakar Tinggi Api

1 tipis rendah rendah

2 tipis tinggi rendah

3 tebal rendah tinggi

4 tebal tinggi tinggi

Lampiran 4 Aturan-aturan fuzzy untuk menentukan laju penjalaran

INPUT OUTPUT

No. Kadar Air

Bahan Bakar

Muatan

Bahan Bakar Laju Penjalaran

1 rendah rendah cepat

2 rendah tinggi cepat

3 tinggi rendah lambat

4 tinggi tinggi lambat

(24)

15

Lampiran 5 Aturan-aturan fuzzy untuk menentukan intensitas kebakaran hutan

INPUT

OUTPUT

No.

Tinggi Api Laju Penjalaran Muatan Bahan

Bakar

Intensitas Kebakaran

Hutan

1 rendah lambat rendah sedang

2 rendah lambat tinggi tinggi

3 rendah cepat rendah rendah

4 rendah cepat tinggi sedang

5 tinggi lambat rendah sedang

6 tinggi lambat tinggi ekstrim

7 tinggi cepat rendah rendah

8 tinggi cepat tinggi tinggi

Lampiran 6 Aturan-aturan fuzzy untuk menentukan panas per unit area

INPUT OUTPUT

No.

Intensitas Kebakaran Hutan Laju Penjalaran Panas per unit area

1 rendah lambat rendah

2 rendah cepat rendah

3 sedang lambat tinggi

4 sedang cepat rendah

5 tinggi lambat tinggi

6 tinggi cepat tinggi

7 ekstrim lambat tinggi

8 ekstrim cepat tinggi

(25)

INPUT OUTPUT

kadar air bahan bakar muatan bahan bakar

No

daun ranting batang

kadar air bahan bakar total

daun ranting batang

muatan bahan bakar total

tebal bahan bakar

tinggi api

laju penjalaran

intensitas kebakaran

hutan

panas per unit

area

identifikasi intensitas kebakaran

1 10 20 30 31.85 2 17 20 63.67 33 1.86 1.35 1821.38 9025.91 sedang

2 34 41 55 62.69 33 54 84 109.11 155 4.1 1.36 3321.23 8759.74 ekstrim

3 77 88 23 62.69 23 56 48 96.33 33 2.06 1.47 2621.58 8962.05 tinggi

4 43 77 97 62.69 36 66 16 61.34 152 4.17 1.33 1773.98 9030.2 sedang

5 11 23 99 46.38 36 18 52 105.89 28 1.83 1.39 2720.39 9010.26 tinggi

6 98 12 34 54.45 36 56 22 63.81 158 4.14 1.35 1803.66 9025.6 sedang

7 3 4.1 67 11.4 32 18 33 74.75 23 1.87 3.48 1253.8 4381.07 sedang

8 12 77 56 62.43 2 45 38 83.39 149 3.69 1.59 2270.53 8615.9 tinggi

9 13.9 19.61 35.75 46.59 20 67.5 60 99.95 37 2.08 1.44 2711.4 8984.05 tinggi

10 6 75 97 62.69 12 44 65 103.56 134 4.02 1.4 3177.88 8338.68 tinggi

11 90 76 88 62.69 36 66 80 109.65 166 4.11 1.36 3331.18 8787.34 tinggi

12 22 52 66 61.56 32 22 43 93.14 55 2.72 1.51 2699.63 8938.4 tinggi

13 14.51 15 22.01 12.59 16 34 17 83.13 88 3.7 3.29 1692.52 3450.46 sedang

14 10.49 15 17.08 11.4 27.5 34 32.5 78.35 58 2.85 3.4 1393.27 3205.4 sedang

15 10.37 21.64 32.82 46.63 25 42 67.5 105.69 97 3.87 1.39 3242.66 8534.35 ekstrim

16 11.61 17.91 31.1 34.12 30 30 50.5 99.37 97 3.87 1.45 3007.13 8980.74 tinggi

17 15.6 43 18.09 36.52 21 53 29 81.8 90 3.73 1.57 2216.76 8457.31 tinggi

18 67 87.4 56.2 62.69 31.8 64.3 45 96.87 145.72 3.9 1.47 2875.26 8965.68 tinggi

19 23 33.78 15.3 59.84 2.63 17 15.62 61.5 25.81 1.73 1.34 1782.87 9029.96 sedang

20 34.1 43.77 23 62.69 23 26.73 17 68.76 22 1.76 1.39 1897.42 9007.13 sedang

21 76 44.49 34 61.16 32.26 65.21 43 93.14 44.82 2.43 1.5 2694.65 8938.4 tinggi

22 9.3 11.47 7.88 11.4 32.12 23.8 15.4 61.54 24.55 1.71 3.69 876.46 2639.43 rendah

23 34 25.7 12 51.59 31.6 17.42 15.77 61.39 45 2.13 1.34 1791.69 9030.13 sedang

L

am

p

ir

an

7

R

in

ci

an

k

o

m

b

in

as

i

in

p

u

t

p

ad

a

p

ro

se

s

p

en

g

u

jia

n

1

(26)

24 15.66 23 10.12 36.97 36.5 31.38 17.22 68.78 100.42 3.9 1.39 1880.16 9007.02 sedang

25 37.69 32.51 9.37 60.34 36.45 66.31 17 61.7 30.34 1.79 1.34 1787.6 9029.65 sedang

26 11.42 8.34 5.7 11.53 27.33 32.71 21 70.35 56.88 2.77 3.57 1063.81 2684.8 rendah

27 15.66 12.32 10.44 13.01 36.21 52.76 20.37 63.16 42.75 2.04 3.67 1058.04 2645.4 rendah

28 32.48 48.31 39.05 61.65 37.2 59.31 33.76 75.94 83.72 3.73 1.49 2036.03 8956.27 sedang

29 45.12 38.77 23.42 62.69 27.26 55.41 77.29 107.54 158.24 4.08 1.37 3288.76 8668.26 ekstrim

30 67.24 45.94 38.51 61.59 30.48 52.17 63.24 109.31 125.93 4.2 1.36 3324.98 8770.12 ekstrim

31 45.21 33 12.57 60.79 20.22 18.57 73.72 100.66 72.9 3.63 1.43 3066.78 8823.06 tinggi

32 11.53 12.77 7.8 11.56 36.22 65.86 66 109.92 157.23 4.12 3.65 2576.46 8771.13 tinggi

33 23.38 56.91 45.31 61.76 36.48 27.86 66.93 106.35 145.72 4.06 1.39 3260.11 8585.65 ekstrim

34 37.22 11.38 8.04 11.4 36.87 25.48 16.33 62.83 27.67 1.76 3.68 916.91 2644.09 rendah

35 47.81 34.48 12.72 62.19 3.22 17.65 20.77 63.36 29.04 1.79 1.35 1811.88 9026.58 sedang

36 9.55 6.4 12.63 11.4 34.76 54.32 22 63.86 59.04 2.92 3.66 904.299 2648.31 rendah

37 45.77 34.63 54.12 62.69 31.56 23.74 56.77 108.57 30.12 1.84 1.36 2745.3 9018.83 tinggi

38 22.76 17.9 13.44 37.61 27.91 23.55 19.08 64.48 56.96 2.77 1.35 1828.3 9023.89 sedang

39 78.65 34.42 31.05 61.5 36.65 44.03 62.39 108.2 154.2 4.09 1.37 3303.1 8708.91 ekstrim

40 11.95 23.55 8.64 12.1 25.67 38.73 46.8 98.79 87.35 3.77 3.51 2407.6 8664.75 tinggi

41 23.97 12.83 7.95 12.47 23.86 53.97 25.68 73.41 48.04 2.38 3.51 1249.19 4380.29 sedang

42 34.06 22.73 13.88 45.78 34.62 32.33 26.4 74.63 64.4 3.32 1.46 2001.12 8967.97 sedang

43 27.81 20.05 14.64 40 27.84 32.53 21.05 70.49 55.32 2.66 1.41 1928.67 8997.62 sedang

44 10.75 6.87 7.88 11.4 32.4 27.24 30.8 73.51 60.72 3.04 3.51 1139.83 2904.78 rendah

45 21.4 15.32 11.08 18.32 28.94 23.62 33.25 75.14 71.28 3.62 3.47 1217.86 3945.73 sedang

46 37.58 47.8 38.25 61.57 25.67 24 68 106.28 69.52 3.59 1.38 3258.32 8580.42 ekstrim

47 12.46 9.06 7.63 11.87 34.58 36.81 25.6 71.15 62.07 3.15 3.55 1039.69 2690.54 rendah

48 46.51 23.1 16.74 46.6 35.31 17.67 15.2 61.14 49.63 2.33 1.33 1784.57 9030.5 sedang

49 53.9 34.8 25.95 62.5 25.64 36.73 51.2 102.55 62.73 3.19 1.42 3142.28 8308.04 tinggi

50 9.76 6.58 8.37 11.4 10.53 27.57 32.8 76.57 77.23 3.67 3.44 1292.33 3881.92 sedang

1

(27)

18

Lampiran 8 Tampilan Menu Utama

(28)

19

Lampiran 10 Tampilan Pengisian Data Muatan Bahan Bakar

(29)

20

(30)

This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com.

(31)

PEMANFAATAN SISTEM PAKAR

FUZZY

DALAM MENENTUKAN PERILAKU API

PADA KEBAKARAN HUTAN

Oleh:

PURNA RIADINI

G06400035

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(32)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai kawasan hutan cukup luas. Hal ini seharusnya dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi negara karena hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat besar manfaatnya. Hutan dapat menghasilkan berbagai komoditi yang dapat meningkatkan pemasukan bagi negara. Hutan juga mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kelestarian ekosistem alam sehingga keberadaannya harus terus dilestarikan.

Akan tetapi pada kenyataannya, hutan di Indonesia masih sering mengalami gangguan. Salah satu penyebab utama gangguan hutan di Indonesia adalah kebakaran. Kebakaran hutan merupakan penyebab kerusakan hutan yang kedua setelah illegal logging (penebangan hutan secara liar). Dampak kebakaran hutan tidak hanya berpengaruh dalam segi ekologi, tetapi juga dalam segi politik dan ekonomi. Hal ini dikarenakan asap hasil kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia, terutama di wilayah pulau Kalimantan, telah membuat kawasan Asia Tenggara berkabut.

Menurut Saharjo (2003), kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas manusia dalam rangka pembukaan lahan dan ditunjang oleh adanya fenomena alam El Nino Southern Oscillation (ENSO). Aktivitas manusia yang merusak, misalnya penebangan hutan secara liar, membuat lantai hutan terbuka dan terkena sinar matahari langsung karena tajuk yang semula menutupi lantai hutan menjadi hilang. Jika kondisi ini dibiarkan, iklim mikro yang sebelumnya mampu mencegah kebakaran secara alami akhirnya kehilangan kemampuannya sehingga lantai hutan menjadi kering dan relatif mudah terbakar.

Menurut Aryanti (2002), kebakaran hutan dapat diminimalkan atau bahkan digunakan dalam proses pembukaan lahan tanpa merusak lingkungan. Hal ini dapat dilakukan melalui manajemen bahan bakar dan pemahaman terhadap kondisi lingkungan sebelum kebakaran terjadi. Keterkaitan antara bahan bakar dengan kondisi lingkungan dalam mempengaruhi kebakaran dapat diketahui dengan mengamati karakteristik kebakaran yang terjadi pada suatu proses pembakaran.

Gambar

Gambar 1 Struktur dasar sistem pakar.
Gambar 2 Diagram alur konseptual penelitian.
Gambar 3 Proses penentuan perilaku api.
Gambar 4 Model pengetahuan sistem.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diketahui bahwa MDA adalah produk oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh radikal bebas dan merupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan oleh radikal bebas, maka

Pada grafi s nomor 9, narasi tentang evakuasi ini dilanjutkan dengan redaksional sebagai berikut: “Kloter kedua dan ketiga dievakuasi beberapa jam kemudian dan semua

Dari pengolahan data maka diperoleh nilai Tolerance untuk variabel transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, fairness atau kewajaran yaitu 0,566, 0,469, 0,608, 0,586

Seorang karyawan bernama La Derodo pada awalnya memperoleh gaji sebesar Rp.600.000,00. jika kita susun gajinya itu mulai bulan pertama adalah sebagai berikut.. Susunan yang

Hasil analisis menunjukkan bahwa hujan pemicu gerakan tanah di lokasi penelitian memiliki nilai kritikal minimum intensitas sebesar 40,59 mm/jam dengan durasi minimum

Terdapat peningkatan kegiatan belajar siswa dengan diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Pair Check pada mata pelajaran Konstruksi Bangunan kelas X TGB 1 SMKN 1

Penerapan sistem pencatatan data simpanan dan pinjaman di KSP Mitra Mandiri Jetak perlu diperhatikan, karena dengan menerapkan sistem informasi simpan pinjam maka Koperasi Mitra

Sementara itu hasil observasi terhadap guru dalam hal penggunaan TIK sebagai media menga- jar pada siklus I, dilihat dari indikator mengolah audio visual sudah 6