• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada usia dewasa awal - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada usia dewasa awal - USD Repository"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN

PERILAKU KONSUMTIF PADA USIA DEWASA AWAL

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Lusia Dyah Pratiwi

NIM : 079114008

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN

PERILAKU KONSUMTIF PADA USIA DEWASA AWAL

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Lusia Dyah Pratiwi

NIM : 079114008

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Kesuksesan dimulai ketika kita mulai menciptakan impian

jauh ke depan. Saat kita berkomitmen untuk mencapai

impian itu, maka selanjutnya impian itu yang akan menjadi

magnet dan menarik kita ke sana.”

-Walt Disney-

Karya sederhana ini ku persembahan kepada :

Tuhan Yesus Kristus & Bunda Maria yang selalu menyertai ku

Bapak & Ibu tercinta

(6)
(7)

vi

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA USIA DEWASA AWAL

Lusia Dyah Pratiwi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada usia dewasa awal. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada usia dewasa awal. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 70 orang yang terdiri dari 29 subjek laki-laki dan 41 subjek perempuan dengan rentang usia 20 sampai dengan 40 tahun serta bertempat tinggal di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan teknik SPSS (Statistical Product & Service Solution) versi 16.0 untuk menganalisis data penelitian. Skala kematangan emosi dengan jumlah 38 item memiliki reliabilitas sebesar 0,905 dan skala perilaku konsumtif dengan jumlah 40 item memiliki reliabilitas sebesar 0,921. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Product Moment Pearson. Analisis data mengindikasikan adanya korelasi negatif antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif. Hasilnya ditunjukkan dengan nilai sebesar -0,546 pada taraf signifikansi 0,01 dan probabilitas sebesar 0,000 (p<0,01). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif.

(8)

vii

RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL MATURITY WITH

CONSUMPTIVE BEHAVIOR IN EARLY ADULTHOOD

Lusia Dyah Pratiwi

ABSTRACT

This research aims to determine whether there was a relationship between the emotional maturity to consumptive behavior in early adulthood. The hypothesis in this study was relevance between negative relationship in emotional maturity with consumptive behavior in early adulthood. Subject of this research were 70 persons consisting of 29 male subjects and 41 female subjects with age range 20 to 40 years and stay in Yogyakarta. This research used a technique SPSS (Statistical Product & Service Solutions) version 16.0 to analyze research data. Emotional maturity scale with 38 items with reliability of 0,905 and the scale of consumptive behavior with the number of 40 items had the value of reliability was 0,921. The method of data analysis was the Pearson Product Moment Correlation analysis method. Data analysis indicates a negative correlation between the emotional maturity to consumptive behavior. The result was shown with a value of -0,546 at a significance level of 0,01 and a probability of 0,000 (p <0,01). That shows there was relationship between a negative and significant relationship with the emotional maturity to consumptive behavior.

(9)
(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas rahmat, penyertaan dan berkatNya yang penulis rasakan dari memulai penulisan skripsi sampai penulus dapat menyelesaikan skripsi yang disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa selama proses penyusunan skripsi ini telah mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu menyertai dan melimpahkan berkatNya setiap saat dalam berbagai pengalaman hidup yang penulis alami sehingga penulis dapat terus bangkit dan menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, kritik, saran, dukungan dan selalu sabar dalam membimbing sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. dan Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Dosen Penguji Skripsi atas kritik dan saran yang diberikan.

(11)

x

6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi yang telah membimbing penulis selama studi di Fakultas Psikologi ini.

7. Seluruh staf sekretariat Fakultas Psikologi Ibu Nanik, Pak Gie, Mas Gandung, Mas Muji, dan Mas Doni yang selalu mendukung dan memberikan pelayanan yang terbaik.

8. Kedua orang tuaku Bapak Tarsisius Pardjimo dan Ibu Yustina Sukapdiyah, Mas Toni, Andre, dan seluruh saudara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih telah menyayangi dan mencintai saya dengan sangat luar biasa. I love you all. I will do the best.

9. Diriku sendiri, terima kasih sudah mau berjuang dalam perjalanan ini dan untuk kembali memulai perjalanan baru lagi. Aku pasti bisa!!!

10. Teman-teman seperjuangan (angkatan 2007) Ika, Ina, Devi, David, Ira, Goseta, Ayu, Ayu Ndut, Damar, Ditra, Odil, Wulan, Vivi, Putu, Reni, Wini, Nindya dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebut satu persatu. Terima kasih telah memberikan dukungan yang luar biasa selama menjalani studi di Fakultas Psikologi.

11. Teman-teman Forum Komunikasi Mahasiswa Katolik Keuskupan Purwokerto (FKMKKP), terima kasih atas canda tawa dan suka duka yang kalian berikan. Lanjutkan perjuangan kawan, Tuhan memberkati kita semua.

12. Para frater pendamping FKMKKP, terima kasih buat nasehat dan semangat sehingga penulis mampu berjuang menyelesaikan skripsi ini.

(12)

xi

tinggal di Yogyakarta. Mba Siwi, Mba Ocha, Mba Eka, Mba Jupi, Cik Lian, Cik Winny, Devi, Bonita, Fany, Shinta, Mengty, Ayu, Odil, Inggrid terima kasih buat keceriaan, keakraban dan kekeluargaan selama ini.

14. Mas John, Vita, Indah, dan teman-teman yang lain dalam membantu menyebarkan skala penelitian, terima kasih banyak atas bantuan kalian.

15. Semua pihak yang telah membantu segala proses pengerjaan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki karya ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada khususnya dan semua pihak pada umumnya.

Yogyakarta, 25 April 2012 Penulis,

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING………. ii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. v

ABSTRAK……… vi

ABSTRACT………. vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………….. viii

KATA PENGANTAR……….. ix

DAFTAR ISI……… xii

DAFTAR TABEL……… xv

DAFTAR LAMPIRAN……… xvi

BAB I. PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah………. 6

C. Tujuan Penelitian……….. 6

D. Manfaat Penelitian……… 6

BAB II. LANDASAN TEORI………. 8

A. Kematangan Emosi………... 8

1. Pengertian Kematangan Emosi………... 8

(14)

xiii

3. Efek Kematangan Emosi……… 14

B. Perilaku Konsumtif………... 15

1. Perilaku………... 15

2. Perilaku Konsumtif………. 15

3. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif………... 16

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif……… 19

C. Masa Dewasa Awal……….. 20

1. Pengertian Dewasa Awal……… 20

2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal……….. 22

3. Perkembangan Dewasa Awal………. 23

D. Dinamika antara Kematangan Emosi dengan Perilaku Konsumtif pada Usia Dewasa Awal………... 25

E. Hipotesis………... 28

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……… 29

A. Jenis Penelitian………. 29

B. Identifikasi Variabel Penelitian……… 29

1. Variabel X……….. 29

2. Variabel Y……….. 29

C. Definisi Operasional………. 29

1. Kematangan Emosi……… 29

2. Perilaku Konsumtif……….... 30

(15)

xiv

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data………... 32

1. Skala Kematangan Emosi……….. 32

2. Skala Perilaku Konsumtif……….. 33

F. Pengujian Alat Ukur Penelitian……… 34

1. Validitas………... 34

2. Uji atau Seleksi Item……….. 34

3. Reliabilitas……….. 37

G. Metode dan Teknik Analisis Data……… 38

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 39

A. Pelaksanaan Penelitian………. 39

B. Analisis Hasil Penelitian………... 39

1. Deskripsi Subjek Penelitian………... 39

2. Deskripsi Data Penelitian……….. 41

3. Uji Asumsi………. 42

4. Uji Hipotesis……….. 45

C. Pembahasan……….. 46

BAB V. PENUTUP………. 52

A. Kesimpulan………... 52

B. Saran………. 52

1. Bagi Subjek Penelitian………... 52

2. Bagi Penelitian Selanjutnya………... 53

DAFTAR PUSTAKA………... 54

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Distribusi Item Skala Kematangan Emosi

Sebelum Uji Coba ... 32 Tabel 3.2 Distribusi Item Skala Perilaku Konsumtif

Sebelum Uji Coba ... 33 Tabel 3.3 Distribusi Item Skala Kematangan Emosi

Setelah Uji Coba ... 36 Tabel 3.4 Distribusi Item Skala Kematangan Emosi

Saat Penelitian ... 36 Tabel 3.5 Distribusi Item Skala Perilaku Konsumtif

Setelah Uji Coba ... 37 Tabel 3.6 Distribusi Item Skala Perilaku Konsumtif

Saat Penelitian ... 37 Tabel 4.1 Tabel Kategorisasi Tingkat Kematangan Emosi

dan Perilaku Konsumtif ... 40 Tabel 4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 41 Tabel 4.3 Uji Signifikansi Perbedaan Mean Empiris dan Teoritis... 42 Tabel 4.4 Koefisien Korelasi antara Aspek-aspek Kematangan Emosi

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Skala Kematangan Emosi dan

Perilaku Konsumtif Try Out ... 57

Lampiran 1.2 Tabulasi Data Skala Kematangan Emosi Try Out ... 70

Lampiran 1.3 Tabulasi Data Skala Perilaku Konsumtif Try Out ... 78

Lampiran 1.4 Perhitungan Seleksi Item dan Reliabilitas Skala Kematangan Emosi Try Out ... 86

Lampiran 1.5 Perhitungan Seleksi Item dan Reliabilitas Perilaku Konsumtif Try Out ... 92

Lampiran 2.1 Skala Kematangan Emosi dan Perilaku Konsumtif Penelitian ... 98

Lampiran 2.2 Tabulasi Data Skala Kematangan Emosi Penelitian ... 110

Lampiran 2.3 Tabulasi Data Skala Perilaku Konsumtif Penelitian... 116

Lampiran 2.4 Perhitungan Uji Normalitas ... 122

Lampiran 2.5 Perhitungan Uji Normalitas Aspek-aspek Kematangan Emosi ... 123

Lampiran 2.6 Perhitungan Uji Linieritas ... 124

(18)

xvii

Lampiran 2.8 Perhitungan Uji T-Test Skala Kematangan Emosi ... 133 Lampiran 2.9 Perhitungan Uji T-Test Skala Perilaku Konsumtif ... 134 Lampiran 2.10 Perhitungan Uji Hipotesis ... 135 Lampiran 2.11 Perhitungan Uji Hipotesis

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring perkembangan zaman dan teknologi saat ini seringkali menuntut individu untuk semakin berkembang dalam hal pemuasan kebutuhan hidup. Pemuasan kebutuhan hidup individu tersebut dapat menyebabkan keinginan individu untuk membeli semakin bertambah. Kebiasaan dan gaya hidup juga berubah dalam waktu yang relatif singkat menuju ke arah yang semakin mewah dan berlebihan, misalnya dalam hal penampilan maupun pemenuhan kebutuhan hidup yang lain. Kegiatan membeli dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup ini dilakukan hanya sekedar mengikuti arus perkembangan zaman. Individu hanya ingin mencoba produk terbaru yang ditawarkan dan ingin memperoleh pengakuan sosial di dalam lingkungan.

(20)

Produk yang ditawarkan tidak hanya produk yang dapat memuaskan kebutuhan individu, namun terdapat pula produk yang dapat memuaskan kesenangan individu semata. Sehingga, hal tersebut dapat membuat individu membeli sesuatu tanpa didasari pada kebutuhan yang sebenarnya sehingga menyebabkan individu menjadi boros. Perilaku individu tersebut dapat dikatakan sebagai perilaku konsumtif.

Pesatnya jaringan internet secara tidak langsung juga dapat mendorong individu melakukan perilaku konsumtif. Para produsen membuat banyak tawaran melalui online shop dengan menawarkan berbagai macam fasilitas dan berbagai kemudahan dalam melakukan pembelian. Selain hal tersebut, tawaran produk dengan menggunakan potongan harga yang cukup tinggi mampu membuat para konsumen menjadi bersikap konsumtif.

Pembelian dan pemakaian suatu produk bukan lagi semata-mata untuk memenuhi kebutuhan. Seringkali pembelian dan pemakaian barang itu didorong oleh keinginan yang kurang berguna seperti mengikuti mode, menaikkan harga diri, menjaga gengsi, dan berbagai alasan lain yang sifatnya kurang penting (Anggarasari, 1997). Pembelian yang berlebihan yang dilakukan individu dapat terlihat pada individu yang awalnya hanya ingin membeli satu atau dua macam produk yang menjadi kebutuhan individu, namun saat individu melakukan transaksi pembayaran terlihat beberapa individu membawa banyak barang.

(21)

konsumtif dapat terjadi pola hidup yang boros dan akan menimbulkan kecemburuan sosial. Hal tersebut membuat individu akan membeli semua barang yang diinginkan tanpa memikirkan harga barang tersebut murah atau mahal serta barang tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi individu yang tidak mampu mereka tidak akan sanggup untuk mengikuti pola kehidupan yang seperti itu. Dampak yang lain yaitu dapat mengurangi kesempatan individu untuk menabung karena individu akan lebih banyak membelanjakan uangnya dibandingkan menyisihkan untuk ditabung. Individu tersebut cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang (www.e-dukasi.net diunduh 27 Februari 2012).

Perilaku konsumtif ini dapat melanda individu usia peralihan dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa dewasa awal ini, individu memasuki sebuah status sosial yang baru. Individu tidak lagi dianggap sebagai seorang anak-anak atau seorang remaja. Masa dewasa awal dituntut untuk melakukan tugas perkembangan sesuai dengan rentang usia individu pada masa dewasa awal. Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya pandangan egosentris menjadi sikap yang empati. Masa muda merupakan masa terpenting bagi individu dimana ia dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap pola-pola hidup dan harapan yang baru (Hurlock, 1994), serta menjalankan peran-peran yang baru dan tumbuh menjadi pribadi yang matang (Duvall & Miller, 1985). Periode masa muda dimulai pada usia delapan belas dan berakhir di usia empat puluh tahun.

(22)

dimunculkan di pasaran. Kelompok ini juga diyakini selalu ingin mengikuti trend gaya hidup terkini, terlepas dari apakah sesungguhnya mereka benar-benar membutuhkan produk tersebut dan mendapat manfaat dari produk yang dikonsumsinya (Schiffman & Kanuk, 2003).

Seorang individu yang berada di usia dewasa awal terutama individu yang telah memiliki pekerjaan tetap dan sedang dalam kondisi prima dalam karirnya. Pada usia dewasa awal ini individu mulai merasakan dilematis dalam kehidupan dan keuangannya. Individu sudah bisa punya uang sendiri dengan jenjang karir yang terbentang di depan mata dan sudah bisa berbelanja dengan uang sendiri, serta adanya tuntutan usia untuk segera menikah. Individu pada usia dewasa awal ini akan merubah penampilan dan gaya hidup mereka. Individu tersebut akan cenderung melakukan perilaku konsumtif untuk merubah penampilan dan gaya hidup mereka yang awalnya berprofesi menjadi mahasiswa kemudian menjalankan karir dan hidup berkeluarga.

(23)

Adakalanya emosi melanda individu dengan hebat, sehingga membingungkannya sementara individu lainnya tidak menyadari keberadaannya.

Pengaruh emosi dapat didukung dengan penelitian yang dilakukan Lina dan Rosyid (1997) mengungkapkan adanya pengaruh dari kontrol diri terhadap perilaku konsumtif. Selain itu, penelitian Anggarasari (1997) mengungkapkan adanya hubungan tingkat religiusitas dan perilaku konsumtif pada perempuan. Dampak dalam penelitian Anggarasari (1997) ini mengungkapkan bahwa kaum wanita memiliki pegangan yang kuat dalam menghadapi semakin beragamnya tawaran barang dan jasa yang ditawarkan oleh produsen. Dalam penelitian Lina dan Rosyid, Hadipranata (dalam Nashori,1991) mengamati bahwa wanita mempunyai kecenderungan lebih besar untuk berperilaku konsumtif dibanding pria. Hal ini disebabkan konsumen wanita cenderung lebih emosional, sedangkan konsumen pria lebih nalar.

Chaplin (2000) mendefinisikan kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional oleh karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak. Individu dikatakan telah mencapai kematangan emosi apabila mampu mengontrol dan mengendalikan emosinya sesuai dengan taraf perkembangan emosinya.

(24)

mencapai kematangan dalam hal emosi dapat diidentifikasikan sebagai individu yang dapat menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bertindak, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang (Hurlock, 1994). Individu pada usia dewasa awal dengan kematangan emosi yang baik akan lebih menggunakan akal sehat dan tidak cepat termakan rayuan dari lingkungan sekitar maupun diri sendiri.

Dengan demikian, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berfokus pada hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada usia dewasa awal.

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan penelitian yang muncul yaitu adakah hubungan kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada usia dewasa awal ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah ada hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada usia dewasa awal.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis :

(25)

2. Manfaat Teoritis :

(26)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kematangan Emosi

1. Pengertian Kematangan Emosi

Individu dalam mendefinisikan emosi seringkali mengalami kesulitan karena tidak mudah mengatakan apakah seseorang dalam keadaan emosi atau tidak. Badan, pikiran, dan wajah memainkan peran penting dalam emosi. Walaupun para psikolog memperdebatkan komponen-komponen tersebut yang merupakan aspek paling penting dalam emosi dan bagaimana mereka tercampur untuk menghasilkan pengalaman emosi tertentu. Emosi (emotion) adalah perasaan atau afeksi yang sadar melibatkan rangsangan fisiologis (seperti denyut jantung yang cepat), pengalaman sadar (seperti memikirkan keadaan jatuh cinta dengan seseorang), dan ekspresi perilaku (sebuah senyuman atau raut muka cemberut).

(27)

Setiap individu menginginkan adanya perubahan dalam dirinya. Salah satu adalah perubahan dalam hal emosi. Emosi yang matang dapat menjadikan individu tersebut lebih dapat menempatkan dirinya sesuai dengan keadaan. Kematangan emosi sangat diperlukan untuk pendewasaan diri. Individu yang telah mencapai kematangan dalam hal emosi dapat diidentifikasikan sebagai individu yang dapat menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bertindak, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang (Hurlock, 1994).

Menurut Chaplin (2002), kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak. Individu dikatakan telah mencapai kematangan emosi apabila mampu mengontrol dan mengendalikan emosinya sesuai dengan taraf perkembangan emosinya.

Kematangan emosi adalah suatu keadaan untuk menjalani kehidupan secara damai dalam situasi yang tidak dapat diubah, tetapi dengan keberanian individu mampu mengubah hal-hal yang sebaiknya diubah, serta adanya kebijaksanaan untuk menghargai perbedaan (Rice, 2004).

(28)

dan menunda pemuasan serta menangani kecemasan. Seseorang yang mempunyai kemampuan mengendalikan dorongan hati mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan, individu mampu membuat keputusan emosi yag lebih baik dengan mengendalikan dorongan terlebih dahulu kemudian bertindak dan mengidentifikasikan tindakan alternatif serta konsekuensi dari tindakannya.

Young (Powell, 1963) mengemukakan kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosi.

2. Aspek-aspek Kematangan Emosi

Petunjuk dari kematangan emosi adalah apabila seseorang menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum ia bereaksi secara emosional dan tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang, sehingga akan menimbulkan reaksi emosional yang stabil dan tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke emosi atau suasana hati yang lain. (Hurlock, 1994). Seseorang telah matang emosinya, telah dapat mengendalikan emosinya, maka akan dapat berpikir secara matang, berpikir secara baik dan berpikir secara obyektif.

Hurlock (1994) menyatakan bahwa kematangan emosi mempunyai aspek-aspek sebagai berikut :

(29)

b. Dapat melihat situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang, dan mengabaikan rangsangan yang dapat menimbulkan ledakan emosi.

c. Memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati lain seperti dalam periode sebelumnya.

Enam aspek kematangan emosi menurut Overstreet (www.episentrum.com diunduh 25 Agustus 2011) yaitu :

a. Sikap untuk belajar

Bersikap terbuka untuk menambah pengetahuan dari pengalaman hidupnya. Inividu yang matang emosinya mampu mengambil pelajaran dari pengalaman hidupnya dan pengalaman individu lain di sekitarnya yang digunakan dalam menjalani kehidupannya.

b. Memiliki rasa tanggung jawab

(30)

c. Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan efektif

Adanya kemampuan untuk mengatakan apa yang hendak dikemukakan dan mampu mengatakannya dengan percaya diri, tepat dan peka akan situasi.

d. Memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan sosial

Individu yang matang mampu melihat kebutuhan individu lain dan memberikan potensi dirinya untuk dibagikan pada individu lain yang membutuhkan. Individu yang matang mampu menunjukkan ekspresi cintanya dan mampu menerima cinta dari individu lain.

e. Beralih dari egosentrisme ke sosiosentrisme

Individu mampu melihat dirinya sebagai bagian dari kelompok. Individu mengembangkan hubungan afeksi, saling mendukung, dan bekerja sama. Diperlukan adanya empati, sehingga dapat memahami perasaan individu lain.

f. Falsafah hidup yang terintegrasi

(31)

Setelah melihat dan meninjau aspek-aspek kematangan emosi dari beberapa teori, menurut penulis aspek-aspek tersebut dapat dikelompokkan menjadi :

a. Kemampuan untuk mengontrol emosi

Individu yang memiliki kemampuan mengontrol emosi cenderung akan memiliki emosi yang stabil. Tidak meledakkan emosi di hadapan individu lain melainkan mampu mengekspresikan emosi tersebut secara wajar. Individu juga mampu melihat situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional.

b. Kemampuan untuk menjalin relasi sosial

Individu memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik yaitu mampu untuk mengatakan apa yang hendak dikemukakan serta mampu mengatakan dengan percaya diri. Selain itu, individu mampu melihat kebutuhan individu lain dan memberikan potensi diri yang dimiliki untuk diberikan kepada individu lain yang membutuhkan.

c. Kemampuan untuk bertanggung jawab dan bersikap terbuka

(32)

d. Memiliki pandangan hidup yang luas

Individu mampu berpikir secara matang dan bersifat menyeluruh dengan melihat berbagai macam fakta-fakta di lingkungan sekitar. Sehingga, masa depan dapat dibuat dengan berbagai pertimbangan dan didasarkan dengan penilaian yang obyektif dan bebas dari prasangka. Selain itu perlu didasarkan pemikiran sosiosentrisme yaitu mengembangkan hubungan afeksi, saling mendukung dan bekerja sama.

3. Efek Kematangan Emosi

Individu yang sudah matang dalam emosi akan mengalami (Hurlock, 1994) :

a. Penerimaan secara sosial

Individu yang matang secara emosi akan diterima oleh masyarakat karena individu mudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

b. Mempunyai pikiran yang rasional

(33)

B. Perilaku Konsumtif

1. Perilaku

Perilaku merupakan suatu perbuatan atau tindakan dan perkataan individu yang terwujud di gerakan yang sifatnya nampak maupun tidak nampak. Perilaku atau aktivitas yang ada pada individu tidak timbul dengan sendirinya melainkan akibat dari stimulus yang diterima oleh individu, baik stimulus internal maupun stimulus eksternal. Namun, sebagian besar perilaku individu tersebut berdasarkan respon terhadap stimulus eksternal.

Skinner (1976) membedakan perilaku menjadi dua bagian, yaitu: a. Perilaku yang alami (innate behavior, yaitu perilaku yang dibawa sejak

individu dilahirkan berupa refleks-refleks dan insting-insting.

b. Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.

2. Perilaku Konsumtif

Konsumsi berarti membeli, menggunakan dan menghabiskan produk dalam bentuk barang maupun jasa. Individu yang melakukan kegiatan ini dapat disebut sebagai konsumen. Individu dapat mengkonsumsi suatu barang maupun jasa berdasarkan kebutuhan agar individu merasa puas.

(34)

diperlukan sehingga sifatnya berlebihan. Manusia jadi lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan dan cenderung dikuasai oleh hasrat keduniawian dan kesenangan material semata.

Gilarso (1992) menyatakan perilaku konsumtif adalah kecenderungan untuk membeli, memiliki dan memanfaatkan sesuatu tidak dengan pemikiran dan pertimbangan yang rasional juga tidak dengan rencana. Individu cenderung membeli, memiliki dan memanfaatkan sesuatu karena individu tersebut menginginkannya bukan karena kebutuhan, tidak memikirkan maupun mempertimbangkan secara rasional apa yang individu tersebut beli.

Menurut Shiffman dan Kanuk (1997) dalam perilaku konsumen ada motivasi rasional dan motivasi emosional. Motivasi rasional jika mereka mempertimbangkan dan memilih salah satu alternatif yang benar-benar bermanfaat, di mana tujuan yang dipilih oleh konsumen berdasar pada kriteria obyektif. Sedangkan motivasi emosional dipakai oleh konsumen ketika mereka melakukan pemilihan berdasar kriteria subyektif atau pribadi.

3. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif

(35)

konsumen. Informasi mengenai berbagai macam produk dapat melalui iklan, promosi langsung, maupun direct selling.

Lina dan Rosyid (1997) menyebutkan ada tiga aspek dalam perilaku konsumtif, yaitu:

a. Pembelian impulsif

Pembelian yang didasarkan pada dorongan dalam diri individu yang muncul tiba-tiba.

b. Pembelian tidak rasional

Pembelian yang dilakukan tidak didasarkan karena kebutuhan, tetapi karena gengsi agar dapat dianggap sebagai orang yang modern atau mengikuti mode.

c. Pembelian boros atau berlebihan

Pembelian suatu produk secara berlebihan yang dilakukan oleh konsumen tanpa adanya sebuah pertimbangan. Pembelian biasanya didasarkan adanya keinginan dan kesenangan semata.

Hidayati (dalam Tedja 2003; Dewi 2006 ; Kuncoro 2009) membagi aspek perilaku konsumtif sebagai berikut :

a. Impulsif

(36)

b. Pemborosan

Perilaku konsumtif sebagai suatu perilaku membeli yang menghambur-hamburkan banyak dana.

c. Mencari kesenangan (Pleasure Seeking)

Perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang dilakukan semata-mata untuk mencari kesenangan.

d. Mencari Kepuasan (Satisfaction Seeking)

Perilaku konsumtif didasari pada keinginan untuk selalu lebih dari yang lain, selalu ada ketidakpuasan dan usaha untuk memperoleh pengakuan, serta biasanya diikuti oleh rasa bersaing yang tinggi.

Setelah melihat dan meninjau aspek-aspek perilaku konsumtif dari beberapa teori, menurut penulis aspek-aspek tersebut dapat dikelompokkan menjadi :

a. Impulsif

Perilaku membeli yang terjadi tiba-tiba tanpa ada perencanaan dan pertimbangan yang matang mengenai produk tersebut. Perencanaan dan pertimbangan ini berupa kualitas produk, jumlah produk yang dibutuhkan, serta harga produk.

b. Pemborosan

(37)

c. Kepuasaan dan kesenangan

Perilaku membeli yang dilakukan untuk mendapatkan pemenuhan kesenangan dan kepuasaan bukan untuk memenuhi kebutuhan. Pemenuhan kesenangan dan kebutuhan ini berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan dan mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Biasanya diikuti oleh rasa bersaing yang tinggi.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Tinjauan mengenai perilaku konsumtif dapat ditelusuri melalui pemahaman mengenai perilaku konsumen. Perilaku konsumen dalam membeli barang dipengaruhi oleh dua faktor :

a. Faktor eksternal

(38)

mempengaruhi pemilihan produk atau merk barang. Keluarga juga bagian dari faktor eksternal yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dan perilaku individu.

b. Faktor internal

Faktor internal meliputi motivasi dan harga diri, pengamatan dan proses belajar, serta kepribadian dan konsep diri. Motivasi merupakan pendorong perilaku individu dalam melakukan pembelian atau penggunaan jasa yang tersedia di pasar. Harga diri juga berpengaruh pada perilaku membeli individu. Individu yang memiliki harga diri rendah cenderung lebih mudah terpengaruh daripada individu yang memiliki harga diri tinggi (Sears, Freedman, and Peplau, 1992).

C. Masa Dewasa Awal

1. Pengertian Dewasa Awal

Masa dewasa atau adult berasal dari kata Latin bentuk past participle dari kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Makna dari istilah adult adalah individu telah menyelesaikan proses pertumbuhan fisiknya dan siap menerima peran dan kedudukan di masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1994).

(39)

seperti peran suami atau istri, orang tua, pencari nafkah dan mulai mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan, dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas baru. Penyesuaian diri ini menjadikan periode ini suatu periode yang khusus dan sulit dari rentang kehidupan seseorang (Hurlock, 1994).

Individu dewasa awal telah mampu memecahkan masalah-masalah mereka dengan cukup baik sehingga menjadi stabil dan tenang secara emosional. Namun, apabila emosi pada individu dewasa awal ini masih menggelora dengan kuat maka dapat merupakan tanda bahwa penyesuaian diri pada kehidupan individu-individu dewasa awal belum terlaksana secara memuaskan (Hurlock, 1994).

(40)

mulai membangun suatu hubungan dengan pasangan serta mengenai gaya hidup dari individu dewasa awal itu sendiri (Santrock, 1995).

Menurut Elizabeth B. Hurlock, Masa Dewasa Awal (Young Adult Hood) adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu

suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru (Hurlock, 1994). Masa dewasa awal terjadi sesudah usia 20 tahun dengan rentang usia antara 20 sampai 40 tahun (Papalia, 2009).

2. Tugas Perkembangan Dewasa awal

Menurut Havighurts, tugas perkembangan pada masa dewasa awal yaitu (Hurlock, 1994) :

a. Mulai untuk bekerja b. Memilih pasangan hidup c. Mulai membuka keluarga d. Mengelola rumah tangga

(41)

3. Perkembangan Dewasa Awal

a. Perkembangan Fisik Dewasa Awal

Perkembangan fisik individu pada masa dewasa awal tidak hanya mengalami peningkatan tetapi juga dapat mengalami sebuah penurunan. Masa dewasa awal ini juga mengalami sebuah peningkatan kesehatan, sehingga individu memberikan perhatian kepada peningkatan kesehatan. Perhatian tersebut dengan memberi perhatian khusus terhadap berat badan, olahraga dan ketergantungan obat (Santrock, 1995).

b. Perkembangan Kognitif Dewasa Awal

Pada masa dewasa awal individu mulai dapat mengatur pemikiran operasional mereka. Individu mulai dapat merencanakan dan membuat kesimpulan yang sistematis ketika mengalami sebuah masalah. Individu juga menunjukkan adaptasi dengan aspek pragmatis dari kehidupan mereka.

(42)

orang memiliki pandangan pribadi masing-masing serta setiap pendapat yang ada sebaik dengan pendapat individu lain (Santrock, 1995).

c. Perkembangan Sosial Dewasa Awal

Masa dewasa awal termasuk dalam tahap perkembangan Erikson ditandai dengan intimacy versus isolation. Pada masa sebelum masa dewasa awal, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa dewasa awal ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Individu sudah mulai selektif dalam membina hubungan yang intim dengan individu-individu tertentu yang sepaham. Tahap ini memunculkan dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan individu-individu tertentu yang akan mengarah kepada hubungan yang spesial dengan individu lain. Sisi lain dari individu yang tidak mempunyai kemampuan dalam menjalin relasi dengan individu lain akan merasa terisolasi atau bersikap menutup diri. Akibat dari sikap tersebut individu akan merasakan kesepian dan kesendirian (Santrock, 1995).

(43)

D. Dinamika antara Kematangan Emosi dengan Perilaku Konsumtif pada

Usia Dewasa Awal

Masa dewasa digambarkan sebagai individu yang telah menyelesaikan proses pertumbuhan fisiknya dan siap menerima peran dan kedudukan di masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Salah satu pendewasaan dalam perkembangan emosional adalah kematangan emosi. Bila kematangan emosi telah matang, dewasa muda diharapkan dapat memiliki pemikiran dualistik yang beralih menjadi pemikiran beragam. Dengan demikian, dewasa muda diharapkan akan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan mampu mengembangkan daya inisiatif kreatifnya sehingga ia akan memperoleh pengalaman-pengalaman baru.

Kematangan emosi individu usia dewasa awal dapat dilihat dengan seorang individu yang menilai sebuah situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum ia bereaksi secara emosianal dan tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang. Hal ini akan menimbulkan reaksi emosional yang stabil dan tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke emosi atau suasana hati yang lain. (Hurlock, 1994). Secara perkembangan emosi, individu dewasa awal yang telah matang emosinya dapat mengendalikan emosi. Dengan demikian, individu akan dapat berpikir secara matang, berpikir secara baik dan berpikir secara obyektif.

(44)

gaya hidup mereka yang awalnya berprofesi menjadi mahasiswa kemudian menjalankan karir dan hidup berkeluarga. Individu pada usia dewasa awal dengan kematangan emosi yang baik akan lebih menggunakan akal sehat dan tidak cepat tergoda rayuan dari lingkungan sekitar maupun diri sendiri.

Pada aspek mengontrol emosi, secara emosional individu dewasa awal memiliki emosi yang stabil dan tenang. Namun, apabila emosi pada individu dewasa awal ini masih menggelora dengan kuat maka dapat merupakan tanda bahwa penyesuaian diri pada kehidupan individu-individu dewasa awal belum terlaksana secara memuaskan. Hal ini dapat membuat individu dewasa awal mudah terpengaruh berbagai tawaran dari produsen yang semakin banyak bermunculan. Pengaruh tersebut tidak hanya membuat individu untuk membeli produk yang sesuai dengan kebutuhan, namun yang terjadi malahan kecenderungan untuk mendapatkan pemenuhan untuk kepuasan dan kesenangan saja.

(45)

atau hanya sebatas memberikan kepuasan hati dan ingin memperoleh pengakuan sosial di dalam lingkungan.

Aspek bertanggung jawab dan bersikap terbuka, individu pada masa dewasa awal mulai matang dan memasuki tahun-tahun masa dewasa, individu mulai menyadari perbedaan pendapat. Dengan demikian, individu mau menerima saran dan kritik dari individu lain dengan sikap terbuka karena individu mulai memahami bahwa orang dewasa tidak selalu memiliki semua jawaban. Individu dapat memiliki kecenderungan untuk berperilaku konsumtif apabila individu hanya mengikuti mode, menaikkan harga diri, menjaga gengsi.

Aspek pandangan hidup yang luas, individu mampu berpikir secara matang dan bersifat menyeluruh dengan melihat berbagai macam fakta-fakta di lingkungan sekitar. Pada masa dewasa awal individu mulai dapat mengatur pemikiran operasional mereka. Individu mulai dapat merencanakan dan membuat kesimpulan yang sistematis ketika mengalami sebuah masalah. Sehingga, masa depan dapat dibuat dengan berbagai pertimbangan dan didasarkan dengan penilaian yang obyektif dan bebas dari prasangka. Individu dapat menjadi cenderung berperilaku konsumtif apabila tidak memiliki sebuah perencanaan dalam melakukan pembelian sehingga akan berujung pada sebuah pemborosan.

(46)

Berdasarkan pada penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi mempunyai hubungan negatif dengan perilaku konsumtif pada individu usia dewasa awal.

E. Hipotesis

(47)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian mengenai hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif pada usia dewasa awal ini mengunakan jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kedua variabel yang hendak diukur yaitu kematangan emosi dan perilaku konsumtif.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel X : Kematangan Emosi 2. Variabel Y : Perilaku Konsumtif

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang menjadikan variabel-variabel yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran variabel-variabel tersebut (Sarwono, 2006)

1. Kematangan Emosi

(48)

bagi anak-anak. Pengukuran kematangan emosi ini menggunakan skala kematangan emosi yang dapat diukur melalui aspek-aspek berikut ini: a. Kemampuan untuk mengontrol emosi.

b. Kemampuan untuk menjalin relasi sosial.

c. Kemampuan untuk bertanggungjawab dan bersikap terbuka. d. Memiliki pandangan hidup yang luas.

Berdasarkan aspek-aspek tersebut, dibuat skala kematangan emosi yang skor totalnya akan mengetahui kematangan emosi individu pengisi skala. Semakin tinggi skor total menunjukkan arti bahwa kematangan emosi yang tinggi tercermin dalam kemampuan untuk mengontrol emosi, kemampuan untuk menjalin relasi sosial, kemampuan untuk bertanggungjawab dan bersikap terbuka, memiliki pandangan hidup yang luas dalam kehidupan sehari-hari.

2. Perilaku Konsumtif

(49)

a. Impulsif b. Pemborosan

c. Kepuasan dan kesenangan

Berdasarkan aspek-aspek tersebut, dibuat skala perilaku konsumtif yang skor totalnya akan mengetahui perilaku konsumtif individu pengisi skala. Semakin tinggi skor total menunjukkan arti bahwa perilaku konsumtif yang tinggi tercermin dalam impulsif, pemborosan, serta kepuasan dan kesenangan dalam kehidupan sehari-hari.

D. Subjek Penelitian

Sampel merupakan sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi. Sampel juga harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama, baik sifat kodrat maupun sifat pengkhususan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan anggota sampel didasarkan pada tujuan-tujuan tertentu (Hadi, 2000).

Kriteria subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Dewasa awal dengan rentang usia 20 tahun sampai 40 tahun. Pemilihan rentang usia ini mengacu pada teori Papalia, Olds, dan Feldman yang menyatakan rentang usia dewasa awal adalah 20 hingga 40 tahun.

2. Dewasa awal berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

(50)

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1. Skala Kematangan Emosi

Skala ini digunakan untuk mengukur kematangan emosi dan skala ini disusun berdasarkan empat aspek yaitu kemampuan untuk mengontrol emosi, kemampuan untuk menjalin relasi sosial, kemampuan untuk bertanggungjawab dan bersikap terbuka, serta memiliki pandangan hidup yang luas. Aspek-aspek tersebut terbagi dalam 48 item.

Distribusi item skala yang mengukur kematangan emosi dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1

Distribusi Item Skala Kematangan Emosi Sebelum Uji Coba

Aspek Sifat Item Total

Favorable Unfavorabel

Kemampuan untuk

Item dalam skala tersebut ditulis dalam bentu item bersifat favorable dan bersifat unfavorable. Item dikatakan bersifat favorable

(51)

Jenis skala dalam penelitian ini menggunakan skala Likert, yang terbagi menjadi empat kategori respon atau jawaban yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai), dan STS (sangat tidak sesuai). Penilaian untuk item bersifat favorable yaitu 4 untuk jawab SS, 3 untuk jawaban S, 2 untuk jawaban TS, dan 1 untuk jawaban STS. Sedangkan untuk item yang unfavorable, nilai 1 untuk jawaban SS, 2 untuk jawaban S, 3 untuk jawaban TS, dan 4 untuk jawaban STS.

2. Skala Perilaku Konsumtif

Skala ini digunakan untuk mengukur perilaku konsumtif skala ini disusun berdasarkan tiga aspek yaitu impulsif, pemborosan serta kepuasan dan kesenangan. Aspek-aspek tersebut terbagi dalam 48 item.

Distribusi item skala yang mengukur kematangan emosi dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2

Distribusi Item Skala Perilaku Konsumtif Sebelum Uji Coba

Aspek Sifat Item Total

Favorable Unfavorabel

Impulsif 1, 7,16, 19, 29,

Item dalam skala tersebut ditulis dalam bentu item bersifat favorable dan bersifat unfavorable. Jenis skala dalam penelitian ini

(52)

atau jawaban yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai), dan STS (sangat tidak sesuai). Penilaian untuk item bersifat favorable yaitu 4 untuk jawab SS, 3 untuk jawaban S, 2 untuk jawaban TS, dan 1 untuk jawaban STS. Sedangkan untuk item yang unfavorable, nilai 1 untuk jawaban SS, 2 untuk jawaban S, 3 untuk jawaban TS, dan 4 untuk jawaban STS.

F. Pengujian Alat Ukur Penelitian

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Validitas yang digunakan adalah validitas isi, yaitu validitas yang pegujiaannya tidak melalui analisis statistik tetapi menggunakan analisis rasional (Azwar, 1997). Validitas isi pada penelitian ini diperoleh melalui pertimbangan dan saran dari dosen pembimbing skripsi peneliti.

2. Uji atau Seleksi Item

(53)

mendekati angka 1,00. Sedangkan, koefisien korelasi yang mendekati angka 0 atau yang memiliki tanda negatif mengindikasikan daya diskriminasi yang tidak baik. Pemilihan item berdasarkan korelasi item total, biasanya menggunakan batasan 0,30. Maka, semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya diskriminasinya baik (Azwar, 1999).

Item yang memiliki indeks daya diskriminasi sama dengan atau lebih besar dari 0,30 dan jumlahnya melebihi jumlah item yang direncanakan untuk dijadikan skala, maka dapat memilih item-item yang memiliki indeks daya diskriminasi tinggi. Namun, jika jumlah item yang lolos masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat mempertimbangkan untuk menurunkan batas kriteria 0,30 menjadi 0,25 (Azwar, 1999). Penelitian ini menggunakan batasan 0,25 sebagai kriteria pemilihan item.

a. Skala Kematangan Emosi

(54)

Tabel 3.3

Distribusi Item Skala Kematangan Emosi Setelah Uji Coba

Aspek Item yang dipakai Item yang gugur Total Kemampuan untuk

Distribusi Item Skala Kematangan Emosi Saat Penelitian

Aspek Sifat Item Total

(55)

b. Skala Perilaku Konsumtif

Skala ini terdiri dari 48 item yaitu 24 item favorable dan 24 item unfavorable yang memiliki koefisien korelasi item total ( ) berkisar antara -0,49 sampai dengan 0,730. Berdasarkan hasil tersebut 8 dari 48 item dinyatakan gugur karena memiliki koefisien korelasi yang rendah.

Tabel 3.5

Distribusi Item Skala Perilaku Konsumtif Setelah Uji Coba

Aspek Item yang dipakai Item yang gugur Total Impulsif

Distribusi Item Skala Perilaku Konsumtif Saat Penelitian

Aspek Sifat Item Total

Favorable Unfavorabel Impulsif 1,7, 12, 18, 26,35 4, 15, 20, 22, 28,

32, 37, 39 14 Pemborosan 2, 10, 13, 21, 27,30,

(56)

3. Reliabilitas

Reliabilitas mengandung arti sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 1997). Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Koefisien reliabilitas ( ) berada dalam rentang 0 sampai dengan 1,00 (Azwar, 1999). Penghitungan reliabilitas alat ukur menggunakan bantuan program SPSS (Statistical & Service Solution) versi 16.00.

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas pada skala kematangan emosi setelah seleksi item sebesar 0,905. Hal ini dapat menunjukkan bahwa skala kematangan emosi dapat dipercaya. Sedangkan, hasil perhitungan koefisien relibilitas pada skala perilaku konsumtif setelah seleksi item sebesar 0,921. Hal ini dapat menunjukkan bahwa skala perilaku konsumtif dapat dipercaya.

G. Metode dan Teknik Analisis Data

(57)

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 14 November 2011 sampai dengan 23 November 2011 dengan menyebarkan 80 eksemplar skala. Teknik penyebaran melalui bantuan teman-teman yang menyebarkan di sekitar lingkungan tempat tinggal subyek penelitian di kota Yogyakarta. 80 eksemplar angket yang disebarkan, sebanyak 70 eksemplar kembali dan dapat dianalisis oleh peneliti.

B. Analisis Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 70 orang. Subyek penelitian memiliki rentang usia 20 tahun sampai dengan 40 tahun dengan berbagai profesi. Subjek penelitian yang terlibat merupakan dewasa awal yang terdiri dari 29 subjek berjenis kelamin laki-laki dan 41 subjek berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 24 orang masih berstatus sebagai mahasiswa dan 46 orang berstatus sudah bekerja dengan berbagai profesi.

(58)

kategori rendah kategori sedang

kategori tinggi

Skala kematangan emosi yang terdiri dari 38 item yang memiliki skor terendah (Xmin) sebesar 38 dan skor tertinggi (Xmax) sebesar 152.

Range untuk skala ini adalah 152 – 38 = 114. Nilai standar deviasinya adalah 114 : 6 = 19, sedangkan rata-rata teoritisnya adalah (38+152) : 2 = 95.

Skala perilaku konsumtif yang terdiri dari 40 item yang memiliki skor terendah (Xmin) sebesar 40 dan skor tertinggi (Xmax) sebesar 160.

Range untuk skala ini adalah 160 – 40 = 120. Nilai standar deviasinya adalah 120 : 6 = 20, sedangkan rata-rata teoritisnya adalah (40+160) : 2 = 100.

Hasil perhitungan kategorisasi tingkat kematangan emosi dan perilaku konsumtif subyek penelitian sebagai berikut :

Tabel 4.1

Tabel Kategorisasi Tingkat Kematangan Emosi dan Perilaku Konsumtif

Alat ukur Rentang Kategori

Kematangan emosi

X < 76 Rendah

76 X < 114 Sedang

114 X Tinggi

Alat ukur Rentang Kategori

Perilaku konsumtif

X < 80 Rendah

80 X < 120 Sedang

(59)

Berdasarkan hasil perhitungan dari kategorisasi pada skala kematangan emosi diperoleh 94,29% memiliki tingkat kematangan emosi dengan kategori tinggi dan 5,71% memiliki tingkat kematangan emosi dengan kategori sedang. Sedangkan hasil perhitungan dari kategorisasi pada skala perilaku konsumtif diperoleh 34, 29% memiliki tingkat perilaku konsumtif dengan kategori sedang dan 65, 71% memiliki tingkat perilaku konsumtif dengan kategori rendah.

2. Deskripsi Data Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil yang terangkum dalam tabel berikut :

Tabel 4.2

Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi Data Kematangan Emosi Perilaku Konsumtif

Mean 125,19 72,81

SD 9,10 11,11

Xmax 147 92

Xmin 109 50

(60)

Tabel 4.3

Uji Signifikansi Perbedaan Mean Empiris dan Teoritis

Deskripsi data Kematangan Emosi Perilaku Konsumtif Empiris Teoritis Empiris Teoritis

Mean 125,19 95 72,81 100

Xmax 147 152 92 160

Xmin 109 38 50 40

Uji t merupakan uji komparatif yang digunakan untuk membandingkan apakah kedua variabel sama atau berbeda. Uji komparatif ini digunakan untuk menguji kemampuan generalisasi atau signifikansi hasil penelitian (Riduwan, 2008). Uji t dilakukan dengan program SPSS versi 16.0 dan mendapatkan hasil yang dilihat pada tabel yaitu nilai Sig. 2 tailed untuk skala kematangan emosi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hasil yang sama juga ditunjukkan pada skala perilaku konsumtif yaitu sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan hasil yang signifikan pada perbedaan rerata empirik dan rerata teoritik pada kedua variabel.

Nilai mean empiris kematangan emosi lebih besar dari nilai mean teoritisnya, hal ini berarti tingkat kematangan emosi pada subyek tinggi. Sedangkan nilai mean empiris perilaku konsumtif lebih rendah dari nilai mean teoritisnya, hal ini berarti tingkat perilaku konsumtif pada subyek rendah.

3. Uji Asumsi

(61)

sebuah uji hipotesis penelitian, peneliti melakukan uji asumsi untuk melihat apakah data penelitian yang didapat memenuhi syarat untuk sebuah korelasi. Uji asumsi ini terdiri dari uji normalitas dan uji linieritas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data pada variabel bebas dan variabel tergantung bersifat normal atau tidak. Penghitungan uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Windows dengan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Penghitungan ini menghasilkan 0,561

untuk skala kematangan emosi dan 0,404 untuk skala perilaku konsumtif. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa sebaran data pada kedua variabel normal karena probabilitas pada kedua variabel lebih besar dari 0,05 (p>0,05).

(62)

b. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara data variabel bebas dan variabel tergantung bersifat linier atau tidak. Dikatakan linier apabila probabilitas untuk linieritas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Penghitungan uji linearitas dalan penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Windows dengan teknik Compare Means Test for Linearity. Penghitungan ini mendapatkan hasil sebesar 0,000. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa hubungan antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif adalah linier karena memiliki probabilitas untuk linieritas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05).

(63)

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan korelasi Product Moment Pearson pada program SPSS 16.0 for Windows. Hubungan kedua

variabel dinyatakan signifikan apabila probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) pada taraf singnifikansi 0,05, sedangkan pada taraf signifikansi 0,01 hubungan dikatakan signifikan jika probabilitas lebih kecil dari 0,01 (p<0,01). Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa koefisien korelasi antara kematangan emosi dan perilaku konsumtif diperoleh sebesar -0,546 dengan taraf signifikansi 0,01 dan probabilitas sebesar 0,000 (p<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang mengatakan tidak ada hubungan antara kematangan emosi dan perilaku konsumtif ditolak. Sehingga hipotesis yang diterima yaitu ada hubungan negatif antara kematangan emosi dan perilaku konsumtif. Semakin tinggi tingkat kematangan emosi maka akan semakin rendah perilaku konsumtif yang dilakukan. Demikian pula dengan sebaliknya, semakin rendah tingkat kematangan emosi maka akan semakin tinggi perilaku konsumtif yang dilakukan.

(64)

Berdasarkan hasil uji hipotesis aspek-aspek kematangan emosi dapat diketahui bahwa koefisien korelasi antara aspek-aspek kematangan emosi dan perilaku konsumtif diperoleh sebagai berikut :

Tabel 4.4

Koefisien Korelasi antara Aspek-aspek Kematangan Emosi dengan Perilaku Konsumtif

Koefisien korelasi

Keterangan Signifikansi

Aspek Perilaku

konsumtif Kemampuan untuk

mengontrol emosi -0,418

Ada hubungan

negatif Signifikan Kemampuan untuk

menjalin relasi sosial -0,443

Ada hubungan

negatif Signifikan Kemampuan untuk

bertanggungjawab dan bersikap terbuka

-0,451 Ada hubungan

negatif Signifikan Memiliki pandangan

hidup yang luas -0,555

Ada hubungan

negatif Signifikan

C. Pembahasan

(65)

Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat kematangan emosi maka semakin tinggi tingkat perilaku konsumtif yang dilakukan.

Pada penelitian ini, didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa mean atau rerata empiris skala kematangan emosi sebesar 125,19 lebih tinggi daripada rerata toeritisnya sebesar 95. Hal tersebut juga diperkuat dari hasil uji beda yaitu p=0,000 (p<0,05) sehingga dapat dikatakan tingkat kematangan emosi pada subjek tinggi. Tingkat kematangan emosi subjek yang tinggi mengambarkan subjek penelitian memiliki kematangan dalam hal kemampuan untuk mengontrol emosi, kemampuan untuk menjalin relasi sosial, kemampuan untuk bertanggungjawab dan bersikap terbuka, dan memiliki pandangan hidup yang luas.

Didapatkan juga hasil yang menunjukkan bahwa mean atau rerata empiris skala perilaku konsumtif sebesar 72,81 lebih rendah daripada rerata toeritisnya sebesar 100. Hal tersebut juga diperkuat dari hasil uji beda yaitu p=0,000 (p<0,05) sehingga dapat dikatakan tingkat perilaku konsumtif pada subjek rendah. Tingkat perilaku konsumtif subjek yang rendah mengambarkan subjek penelitian dapat mengendalikan perilaku subjek yang impulsif, pemborosan dan hanya mementingkan kepuasan dan kesenangan.

(66)

penghitungan kategorisasi untuk variabel perilaku konsumtif dengan subyek penelitian sebanyak 70 orang yaitu 24 orang (34,29%) berada pada kategori perilaku konsumtif sedang dan 46 orang (65,71%) berada pada kategori perilaku konsumtif rendah. Hal ini berarti tingkat perilaku konsumtif pada individu usia dewasa awal dapat dikatakan sebagian besar rendah.

Berdasarkan hasil uji hipotesis aspek-aspek kematangan emosi dapat membuktikan bahwa aspek kemampuan untuk mengontrol emosi, kemampuan untuk menjalin relasi sosial, kemampuan untuk bertanggungjawab dan bersikap terbuka, dan memiliki pandangan hidup yang luas berkorelasi negatif dengan aspek-aspek perilaku konsumtif yaitu impulsif, pemborosan serta kepuasan dan kesenangan.

(67)

Urutan kedua memiliki koefisien korelasi sebesar -0,451 yaitu kemampuan untuk bertanggungjawab dan bersikap terbuka. Individu dalam melakukan suatu tindakan berani untuk menanggung sebuah risiko yang terjadi. Mau menerima saran dan kritik dari individu lain dengan sikap terbuka. Apabila dikaitkan dengan perilaku konsumtif, individu dewasa awal yang matang akan lebih dapat mengetahui barang-barang yang merupakan sebuah kebutuhan atau hanya sebuah kesenangan saja dalam memilih sebuah barang. Pemilihan barang tersebut dapat didasarkan atas masukan dari individu lain yang dapat memberikan pertimbangan barang-barang yang seharusnya dibeli atau tidak dibeli oleh individu tersebut. Perencanaan dan pertimbangan juga diperlukan dalam pemilihan yaitu berupa kualitas produk, jumlah produk yang dibutuhkan, serta harga produk. Tindakan tersebut agar tidak menjadikan individu membeli suatu barang secara berlebihan dan hanya menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak didasarkan oleh kebutuhan melainkan hanya mengikuti mode.

(68)

dewasa awal membeli produk tidak hanya untuk mengikuti trend yang sedang berkembang di dalam kelompok sosial melainkan lebih memikirkan kebutuhan bukan kesenangan dan kepuasan hati.

Urutan terakhir memiliki koefisien korelasi sebesar -0,418 yaitu kemampuan untuk mengontrol emosi dengan perilaku konsumtif. Kemampuan untuk mengontrol emosi seorang individu dewasa awal terlihat telah dapat menggunakan motivasi rasional daripada motivasi emosional mereka. Individu tersebut mampu mempertimbangkan dan memilih salah satu alternatif yang benar-benar bermanfaat, di mana tujuan yang dipilih oleh konsumen berdasar pada kriteria obyektif tidak berdasarkan kriteria subyektif atau pribadi. Apabila dikaitkan dengan perilaku konsumtif seorang individu pada usia dewasa awal yang memiliki kematangan emosi yang baik dengan lebih menggunakan akal sehat dan tidak cepat tergoda rayuan dari lingkungan sekitar maupun dari dalam diri sendiri.

(69)
(70)

52

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara kematangan emosi dengan perilaku konsumtif (r = -0,546 dengan p = 0,000). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kematangan pada individu usia dewasa awal maka semakin rendah perilaku konsumtif yang dilakukannya. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat kematangan pada individu usia dewasa awal maka semakin tinggi perilaku konsumtif yang dilakukannya.

B. Saran

1. Bagi Subjek Penelitian

(71)

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

(72)

54

DAFTAR PUSTAKA

Anggarasari, Rina, Ekaningdyah. (1997). Hubungan tingkat religiusitas dengan sikap konsumtif pada ibu rumah tangga. Psikologika. Nomor 4 tahun II.15-20.

Azwar, Saifuddin. (1995). Sikap manusia: Teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, Saifuddin. (1999). Tes Prestasi, Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Azwar, Saifuddin. (2001). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Chaplin, J. P. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Dewi, Nurani Sinta. (2006). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan kecenderungan perilaku konsumtif terhadap ponsel nokia pada remaja di Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (tidak diterbitkan).

Goleman, Daniel. (2003). Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hadi, S. (2000). Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.

Huffman, K., Vernoy, M. & Vernoy, J. (1997). Psychology in Action (4th ed). New York: John Wiley & Sons, Inc.

Hurlock, E.B. (1994). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga.

Khairani, Rahma & Putri, Dona Eka. (2008). Kematangan Emosi pada Pria dan Wanita yang Menikah Muda. Jurnal Psikologi Volume 1, No. 2, Juni 2008 Kuncoro, Antonius A. T. (2009). Hubungan Kematangan Emosi dan Perilaku

Konsumtif pada Remaja Putra. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (tidak diterbitkan).

Lina & Rosyid, HHaryanto F. (1997). Perilaku Konsumtif Berdasar Locus of Control pada Remaja Putri. Psikologika. Nomor 4 tahun II.5-13.

(73)

Riduwan. (2008). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Santrock, J. W. (2002). Life span development, ed-5. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Schiffman L. G. & Kanuk L. L. (1983). Consumer behavior (2nd ed) Englewood Cliffs New Jersey: Prentice Hall. Inc.

Tedja, Andina Satwika. (2003). Hubungan kecendrungan perilaku konsumtif dan kecerdasan emosi. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (tidak diterbitkan).

Young, Paul Thomas. (1975). Understanding your feeling and emotions. Englewood Cliffs New Jersey: Prentice-Hall. Inc.

Edukasi. (2010). Aspek Positif dan Negatif Perilaku Konsumtif. Diunduh tanggal 27 Februari 2012 dari http://www.e-dukasi.net/index.php?mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Materi%20Pok ok/view&id=216&uniq=2399

(74)

56

(75)

Lampiran 1.1 Skala Kematangan Emosi dan Perilaku Konsumtif Try Out

SKALA PENELITIAN

Disusun oleh :

LUSIA DYAH PRATIWI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(76)

Kepada Yth. Saudara/i Di tempat

Dengan hormat,

Berkaitan dengan penelitian untuk tugas akhir saya, saya ingin memohon bantuan Saudara/i untuk bersedia mengisi skala penelitian berikut ini. Skala penelitian ini berisi pernyataan yang berkaitan dengan pengalaman sehari-hari Saudara/i. Skala ini bersifat rahasia. Seluruh jawaban dan identitas diri saudara/i tidak akan disebarluaskan dan hanya akan digunakan dalam penelitian ini. Saudara/i diharapkan mengisi semua pilihan jawaban dengan serius dan sungguh-sungguh sesuai dengan kondisi dan situasi diri Saudara/i karena semua jawaban tidak akan dinilai salah.

Atas bantuan yang Saudara/i berikan, saya ucapkan terima kasih. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita.

Hormat saya,

(77)

IDENTITAS DIRI

Nama (boleh inisial) : ………

Usia : ………

Jenis Kelamin : ………

Pekerjaan : ………

(78)

PETUNJUK PENGISIAN

Isilah skala berikut ini sesuai dengan keadaan Anda. Tidak ada jawaban yang dianggap salah. Sehingga, apapun jawaban Anda dalam skala berikut ini merupakan jawaban yang sesuai dengan kondisi dan situasi diri Anda yang sebenarnya.

Skala ini berisikan 48 pernyataan. Bacalah setiap penyataan dengan seksama dan jawablah semua penyataan tersebut sesuai dengan yang Anda alami, dengan

cara memberikan tanda centang (√) pada kolom pilihan jawaban yang telah

disediakan pada setiap pernyataan.

SS : Jika penyataan tersebut Sangat Sesuai dengan diri Anda. S : Jika penyataan tersebut Sesuai dengan diri Anda.

TS : Jika penyataan tersebut Tidak Sesuai dengan diri Anda.

STS : Jika penyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan diri Anda.

Jika Anda hendak mengganti jawaban yang salah maka coretlah tanda

centang (√) dengan tanda sama dengan (=) dan kemudian pilihlah jawaban yang lebih sesuai dengan keadaan Anda.

Contoh cara pengisian :

No Pernyataan SS S TS STS

(79)

SKALA I

No Pernyataan SS S TS STS

1. Saya tidak akan memaksakan pendapat teman agar sama dengan pendapat saya.

2. Saya memiliki banyak teman karena keramahan saya.

3. Saya akan bertanggung jawab atas keputusan yang telah saya ambil.

4. Saya tidak takut untuk memikirkan masa depan. 5. Saya akan memaksakan orang lain untuk

menjadi teman saya.

6. Saya menjalani hidup saya mengalir apa adanya tanpa rencana dan tujuan yang jelas.

7. Saya akan marah jika orang lain tidak sependapat dengan saya.

8. Saya akan bersikap masa bodoh ketika mendapat suatu tugas atau tanggung jawab.

9. Saya akan menolong teman saya dengan harapan dia akan menolong saya di waktu lain.

10. Saya dapat menerima semua masukan yang bermanfaat bagi hidup saya.

11. Saya akan sangat merasa bersalah ketika saya melakukan sebuah kesalahan kepada teman. 12. Setelah menyelesaikan kuliah saya akan berdiam

diri tanpa memikirkan sebuah pekerjaan.

13. Saya akan membantu teman saya yang mengalami kesulitan tanpa mengharapkan imbalan.

(80)

No Pernyataan SS S TS STS

15. Dalam sebuah diskusi, saya memaksakan pendapat saya yang lebih baik daripada pendapat teman lain.

16. Apabila ada teman yang secara tidak sengaja menabrak sepeda motor saya, saya akan menahan diri untuk tidak mengumpat teman tersebut. 17. Saya mempunyai cita-cita yang jelas untuk masa

depan saya sendiri.

18. Saya akan belajar dari kesalahan yang telah diperbuat.

19. Jika teman membuat saya tersinggung dengan perkataannya, saya akan menahan untuk tidak membalas perkataan teman tersebut.

20. Jika terjadi sebuah pertengkaran antara teman dekat saya dengan orang lain, saya akan cenderung membela teman dekat saya walaupun dia salah.

21. Saya akan menjadikan teman sebagai seorang pesaing jika teman tersebut lebih unggul dari saya.

22. Apabila ada seorang teman yang secara tidak sengaja menginjak kaki saya, saya memaki teman tersebut langsung di depan umum.

23. Ketika saya mendapatkan sebuah masalah, saya tidak melihat masalah tersebut dari satu sisi saja melainkan melihatnya dari berbagai sisi.

(81)

No Pernyataan SS S TS STS

25. Saya akan membalas perkataan teman saya, apabila perkataannya menyinggung perasaan saya.

26. Dalam diskusi kelompok, penyelesaian sebuah masalah tidak hanya atas dasar pemikiran diri saya sendiri melainkan atas dasar pemikiran temen-teman satu kelompok.

27. Saya akan membiarkan diri saya salah dan tidak memperbaiki kesalahan yang saya lakukan. 28. Saya dapat menahan keinginan untuk

berteriak-teriak ketika akan mengungkapkan perasaan gembira saat mendapatkan kabar yang sangat menyenangkan hati saya.

29. Keberhasilan dapat membuat takut diri saya untuk menatap masa depan.

30. Dalam menyelesaikan sebuah masalah dalam kelompok, saya akan menggunakan pendapat saya tanpa melihat pendapat teman saya.

31. Kegagalan merupakan penyemangat kehidupan saya.

32. Saya akan langsung bermuka muram di depan umum apabila saya merasa kecewa akan tindakan orang lain.

33. Saya berpura-pura lupa ketika ada rapat penting bersama teman satu kepanitiaan atau dalam kerja. 34. Saya cepat mendapatkan teman jika berada di

Gambar

Tabel 3.1 Distribusi Item Skala Kematangan Emosi
Tabel 3.2 Distribusi Item Skala Perilaku Konsumtif
Tabel 3.3 Distribusi Item Skala Kematangan Emosi
Tabel 3.5 Distribusi Item Skala Perilaku Konsumtif
+5

Referensi

Dokumen terkait

Besarnya laba bersih diperoleh dari laba sebelum pajak (EBT) dengan besarnya pajak penghasilan yang ditanggung perusahaan. Pendapatan yang semakin tinggi dan adanya

“ PUTIH UNTUK ABU-ABU ” yang digunakan sebagai tugas akhir3. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

Kandungan air buah dan kandungan vitamin C (Tabel 5) pada melon yang diuji tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding.Kandungan gula pada genotipe IPB Meta 4 (4.2 ° Brix)

Berdasarkan tinjauan kebijakan moneter maret 2017, Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya diperkirakan tumbuh relatif tetap kuat didorong

Backward elimination merupakan metode yang dapat menghilangkan variabel yang tidak signifikan dari model polynomial, backward elimination mampu memilih yang

5-12 Bagian A, birama 5-8 merupakan frase antecedence, dilanjutkan birama 9-12 merupakan frase consequence yang diakhiri dengan authentic cadence.. Pada birama ke-8 ketuk

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses pembuatan selai terung belanda dengan penambahan zat pengental (pektin dan pepaya) pada berbagai formulasi, mengetahui

Berdasarkan hasil penelitian yang di dapat dari proses pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan berkenaan dengan metode pembelajaran,