• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak utang luar negeri pemerintah terhadap kinerja perekonomian Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak utang luar negeri pemerintah terhadap kinerja perekonomian Indonesia"

Copied!
281
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

BENNY SETIAWAN KUSUMO. Dampak Utang Luar Negeri Pemerintah Terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia. (ARIEF DARYANTO sebagai Ketua, BUNASOR SANIM dan ERWIDODO, sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Tujuan dari penelitian disertasi ini adalah untuk menganalisis dampak penggunaan utang luar negeri pemerintah terhadap kinerja perekonomian Indonesia yang meliputi peranan utang luar negeri pada beberapa sektor utama dalam perekonomian Indonesia, dan terhadap pengurangan stok utang luar negeri dan pengurangan pembiayaan defisit dalam rangka mencapai kemandirian dalam pembiayaan pembangunan. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber, terutama data series (time series) dari tahun 1985 sampai dengan tahun 2005, dan dibangun dalam suatu model ekonometrika simultan. Metoda two-stage least squares (2-SLS) digunakan untuk mengestimasi parameter persamaan perilaku dalam model. Hasil simulasi kebijakan dari penelitian ini menunjukkan bahwa suku bunga dunia merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi keberadaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dapat ditunjukkan pula bahwa penurunan jumlah pinjaman baru dari sumber luar negeri akan menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi, penurunan konsumsi rumah tangga, penurunan investasi masyarakat, pengurangan defisit anggaran dan turunnya pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri. Dampak yang lain adalah turunnya angka indikator pertumbuhan sektoral yang akan menyebabkan naiknya angka pengangguran. Hasil yang lain dari simulasi kebijakan juga menunjukkan bahwa utang luar negeri dan kebijakan donor mempunyai pengaruh yang kuat atas kinerja angka indikator pertumbuhan sektoral.

(2)

DAMPAK UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH

TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN

INDONESIA

DISERTASI

BENNY SETIAWAN KUSUMO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

DAMPAK UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH

TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA

merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjuk rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas sumbernya dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2008

(4)

ABSTRACT

BENNY SETIAWAN KUSUMO. The Impacts of Government External Debt on the Performance of Indonesia Economy. (ARIEF DARYANTO, as Chairman, BUNASOR SANIM and ERWIDODO, as Members of Advisory Committee). The objectives of this study are to analyze the impacts of government external debt on the performance of Indonesia economy, which consists on the role of external debt in reducing deficit financing, decreasing debt stock and its growth. The policy alternatives set for period 1985-2005 are simulated with a simultaneous econometric model. The two-stage least squares (2-SLS) method was used to estimate the parameters of the behavioral equations in the model. The result of simulation shows that world interest rate is a dominant factor in influencing external debt performance. It can also be expressed that reducing in government external debt will decrease economic growth, reduce private consumption, reduce budget deficit and reduce re-payment of external loan. Another impact is decreasing sectoral development growth which will lead to increasing the rate of unemployment. Another result of simulation also indicates that foreign financing and lender driven has significantly influenced on sectoral growth.

(5)

ABSTRAK

BENNY SETIAWAN KUSUMO. Dampak Utang Luar Negeri Pemerintah Terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia. (ARIEF DARYANTO sebagai Ketua, BUNASOR SANIM dan ERWIDODO, sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Tujuan dari penelitian disertasi ini adalah untuk menganalisis dampak penggunaan utang luar negeri pemerintah terhadap kinerja perekonomian Indonesia yang meliputi peranan utang luar negeri pada beberapa sektor utama dalam perekonomian Indonesia, dan terhadap pengurangan stok utang luar negeri dan pengurangan pembiayaan defisit dalam rangka mencapai kemandirian dalam pembiayaan pembangunan. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber, terutama data series (time series) dari tahun 1985 sampai dengan tahun 2005, dan dibangun dalam suatu model ekonometrika simultan. Metoda two-stage least squares (2-SLS) digunakan untuk mengestimasi parameter persamaan perilaku dalam model. Hasil simulasi kebijakan dari penelitian ini menunjukkan bahwa suku bunga dunia merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi keberadaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dapat ditunjukkan pula bahwa penurunan jumlah pinjaman baru dari sumber luar negeri akan menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi, penurunan konsumsi rumah tangga, penurunan investasi masyarakat, pengurangan defisit anggaran dan turunnya pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri. Dampak yang lain adalah turunnya angka indikator pertumbuhan sektoral yang akan menyebabkan naiknya angka pengangguran. Hasil yang lain dari simulasi kebijakan juga menunjukkan bahwa utang luar negeri dan kebijakan donor mempunyai pengaruh yang kuat atas kinerja angka indikator pertumbuhan sektoral.

(6)

Pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan di Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan, serta aman dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Upaya yang ditempuh pemerintah adalah melaksanakan investasi di berbagai bidang pembangunan. Namun karena keterbatasan sumber pendanaan dari dalam negeri, agar pembangunan tetap berlangsung, diperlukan sumber pendanaan lain, yang salah satunya bersumber dari utang, khususnya utang luar negeri.

Dengan adanya utang luar negeri ini, pemerintah dapat mempercepat pencapaian tujuan pembangunan nasional melalui peningkatan pengeluaran pembangunan menjadi lebih tinggi dari yang dapat dilakukan sebelumnya. Selain itu, utang luar negeri dapat digunakan pula untuk menutup kebutuhan akan kekurangan devisa akibat penerimaan ekspor yang lebih kecil dari pengeluaran untuk membiayai impor.

Namun, utang pemerintah pada saat ini, khususnya utang luar negeri, sudah berperan sebagai faktor yang mengganggu stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jumlah stok utang luar negeri pemerintah yang pada tahun 1966 baru mencapai USD 2.02 miliar (Harinowo, 2002), pada bulan Maret 2005 sudah mencapai USD 77.68 miliar (Bank Indonesia, 2005). Untuk ukuran negara berkembang, jumlah ini sudah tergolong cukup tinggi. Selain itu, beban pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah (debt service), pada bebrapa tahun tertentu sudah melebihi dana yang dialokasikan untuk pembangunan. Oleh karena itu, fenomena ekonomi yang terjadi dalam sistem, prosedur dan mekanisme perencanaan, pengadaan dan penggunaan utang luar negeri pemerintah ini menarik untuk diteliti lebih jauh.

Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia melalui berbagai sektor membutuhkan investasi yang besar, baik yang berasal dari sumber dalam negeri maupun dari utang luar negeri. Pengalokasian sumber-sumber penerimaan dari utang luar negeri dirinci berdasarkan penggunaannya pada sektor-sektor pembangunan sehingga dapat dianalisis peran dan dampaknya terhadap kinerja ekonomi makro Indonesia dan kinerja secara sektoralnya. Di dalam kinerja ekonomi makro tersebut termasuk PDB, konsumsi rumah tangga, investasi masyarakat, tingkat pengangguran, serta kondisi fiskal. Oleh karena itu, untuk mengetahui kinerja dan manfaat utang luar negeri pada sektor-sektor yang akan diteliti, perlu diketahui hubungan alokasi anggaran pembangunan sektor-sektor tersebut baik yang berasal dari penerimaan dalam negeri, pengadaan utang luar negeri, maupun pembayaran utang di sektor-sektor tersebut. Dalam penelitian ini sektor-sektor pembangunan yang akan dibahas dikelompokkan kedalam lima sektor utama yaitu: (1) sektor pendidikan, (2) sektor kesehatan, (3) sektor pertanian dan pengairan, (4) sektor pertambangan dan energi, serta (5) sektor perhubungan dan transportasi. Selebihnya digabungkan ke dalam sektor lainnya.

(7)

vi pembangunan.

Metodologi penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, konstruksi model, prosedur analisis dan estimasi, model ekonometrika, pembentukan model ekonometrika struktural, identifikasi model dan estimasi, serta prosedur aplikasi model dengan unit analisis secara nasional. Data yang digunakan dalam penelitian berupa data series (time series) dari tahun 1985 sampai dengan tahun 2005, dan dibangun dalam suatu model ekonometrika simultan. Persamaan-persamaan dalam model dibagi ke dalam persamaan struktural, identitas, dan intervensi kebijakan. Analisis ekonometrika utang luar negeri yang digunakan adalah pendekatan permintaan dan penawaran utang luar negeri pemerintah, sedangkan untuk mengestimasi parameter persamaan perilaku dalam model, digunakan metoda two-stage least squares (2-SLS). Seluruh variabel dalam model secara individu akan diuji melalui uji statistik, yang meliputi uji signifikansi dengan tingkat signifikan 15 persen. Di samping itu, akan dilakukan juga uji terhadap homoskedastisitas, bentuk fungsi, kolinearitas, dan oto-korelasinya. Program piranti lunak (software) utama yang digunakan adalah Statistical Analysis System/ Estimation Time Series (SAS/ ETS) versi 6.12. Setelah dilakukan beberapa alternatif spesifikasi model, akhirnya diperoleh model Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia yang terdiri dari 33 persamaan perilaku dan 14 persamaan identitas, yang secara ekonomi logis dan mempunyai arti, serta dapat dibuktikan secara statistik.

Hasil pendugaan ekonomi model Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia ini cukup baik sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R²), besaran nilai statistik uji (F), nilai statistik (t), dan uji statistik Durbin-Watson, yang umumnya dipenuhi. Dengan demikian model yang dibangun pada penelitian ini dapat dinyatakan cukup refresentatif dalam menggambarkan fenomena ekonomi utang luar negeri pemerintah Indonesia yang terjadi selama kurun waktu tersebut diatas.

(8)

vii

Dari hasil estimasi dan beberapa simulasi alternatif kebijakan dapat disimpulkan bahwa perubahan tingkat suku bunga pinjaman luar negeri secara signifikan mempengaruhi keputusan pemerintah untuk melakukan pinjaman baru. Hal ini ditunjukkan oleh hubungan yang negatif antara kenaikan tingkat suku bunga pinjaman dengan penurunan pinjaman luar negeri. Selain itu, penurunan jumlah utang luar negeri pemerintah akan menurunkan PDB dan pertumbuhan sektor-sektor pembangunan,belanja pemerintah dan defisit anggaran pemerintah, namun menaikkan pendapatan pemerintah. Hal ini berarti utang luar negeri masih dibutuhkan untuk menutup kebutuhan pendanaan pembangunan yang masih belum dapat dipenuhi semua dari sumber penerimaan dalam negeri.

Isu tentang kebocoran penggunaan utang luar negeri telah seringkali disuarakan oleh para pengamat. Hasil simulasi kebijakan pada penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan kebocoran utang luar negeri akan berdampak pada naiknya utang luar negeri yang efektif digunakan untuk pembangunan di seluruh sektor. Selain itu, lender driven, yang dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pengaruh kreditur/ donor dalam hal kebijakan pengadaan barang dan jasa dengan dana yang berasal dari utang, secara umum mempunyai pengaruh yang positif atas indikator makro ekonomi Indonesia dan kinerja pembangunan sektoral.

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa utang luar negeri pemerintah paling efektif digunakan untuk pembangunan di sektor perhubungan dan transportasi. Menyusul berturut-turut adalah untuk sektor pertambangan dan energi, sektor pertanian dan pengairan, sektor kesehatan dan sektor pendidikan. Namun dalam praktek penyusunan anggaran pembangunan ditemukan bahwa penetapan besarnya alokasi dana pembangunan baik yang bersumber dari rupiah murni maupun pinjaman luar negeri ternyata paling dominan ditentukan oleh besarnya anggaran yang dialokasikan pada tahun-tahun sebelumnya, dan kurang memperhitungkan variabel-variabel eksogen lainnya yang cukup signifikan mempengaruhi besarnya alokasi anggaran sektoral.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang.

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(10)

DAMPAK UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH

TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN

INDONESIA

BENNY SETIAWAN KUSUMO

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

Penguji Luar Komisi : 1. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc., Ph.D. Direktur Pengembangan Wilayah,

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

2. Dr. Sudarno Sumarto, MA

(12)

Nama Mahasiswa : BENNY SETIAWAN KUSUMO

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Nomor Pokok : A. 5460142014

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Arief Daryanto, M.Ec. Ketua

Prof.Dr.Ir. Bunasor Sanim, M.Sc. Dr.Ir. Erwidodo, MS.

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof.Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(13)
(14)

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena hanya dengan rahmat dan kasihNya maka disertasi ini dapat diselesaikan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak utang luar negeri pemerintah terhadap kinerja perekonomian Indonesia, dan pengaruh berbagai kebijakan pemerintah terhadap indikator makroekonomi Indonesia serta indikator pembangunan sektoral. Analisis dilakukan dengan menggunakan data dari berbagai sumber antara tahun 1985 - 2005, dan dianalisis dengan metoda ekonometrika.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec., sebagai ketua komisi pembimbing, serta Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc., dan Dr. Ir. Erwidodo, MS., sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing penulis sejak penyusunan proposal hingga penyelesaian disertasi ini;

2. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc., PhD., dan Dr. Sudarno Sumarto, MA, sebagai penguji luar komisi, yang ditengah-tengah kesibukannya masih bersedia meluangkan waktunya memberi masukan dan saran-saran yang sangat berharga dalam menyempurnakan penulisan disertasi ini;

3. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, sebagai ketua program studi Ilmu Ekonomi Pertanian IPB, serta dosen-dosen di program studi Ilmu Ekonomi Pertanian IPB, yang selalu mengingatkan dan mendorong penulis untuk terus maju dan menyelesaikan studi ini;

(15)

xiii

penyelesaian disertasi dan studi ini. Saya semakin meyakini: “Bersama Kita Bisa”. Trust me;

6. Rekan-rekan kerja di Bappenas, khususnya di Direktorat Pendayagunaan Pendanaan Pembangunan Bappenas (d/h. Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Pendanaan Pembangunan) dan ex. Diretorat Politik, Pertahanan & Keamanan, yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis;

7. Last but not least, kepada isteriku tercinta Indah Dwini Arijanti serta anak-anakku Aditya, Rio, Ririn dan Bagus, yang dengan penuh kesabaran dan pengertiannya telah dengan ikhlas merelakan kehilangan banyak waktunya bersama keluarga, serta dengan doa dan cinta kasihnya yang tiada henti, mendorong penulis segera menyelesaikan studi ini. Without their support, this work would never been finished.

Kepada semuanya, sekali lagi tiada lain yang dapat penulis ucapkan selain terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas dengan berlipat ganda.

Akhirnya, tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa dengan segala keterbatasan penulis, penelitian ini tentulah belum sempurna. Ketidak sempurnaan penelitian ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya. Oleh karena itu segala saran dan masukan dari para pembaca guna penyempurnaan penelitian sejenis di masa datang akan sangat berguna bagi penulis dan juga bagi masyarakat ilmiah. Namun demikian penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2008

(16)

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1957 di Magelang, Jawa Tengah, anak keenam dari pasangan Bapak Ignatius Ambar Mangunkusumo dan Ibu Agnes Sudaryati.

Penulis lulus SD Potrobangsan II Magelang tahun 1969, SMP Kanisius Pendowo Magelang tahun 1972, dan SMA Kolese de Britto Yogyakarta tahun 1975. Pada tahun 1976 penulis melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Institut Teknologi Bandung jurusan Teknik Sipil dan menyelesaikan pendidikan program (S1) dan memperoleh gelar Insinyur (Ir.) Teknik Sipil pada tahun 1981.

Pada tahun 1986 penulis mulai bekerja di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada Biro Pembiayaan Proyek-proyek Pembangunan. Dari tahun 1986 sampai sekarang, penulis mengalami beberapa kali mutasi internal di Bappenas, yaitu pernah di Biro Penyiapan dan Analisis Proyek Pembangunan; Biro Politik, Pertahanan Keamanan dan HAM; Direktorat Politik, Pertahanan dan Keamanan; Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Pendanaan Pembangunan; serta sekarang di Direktorat Pendayagunaan Pendanaan Pembangunan.

(17)

xv

Illinois at Urbana Champaign, USA. Tahun 1991 penulis menyelesaikan pendidikan program S2 dan memperoleh gelar Master of Science (M.Sc) di bidang Policy Economics.

Guna lebih memperdalam pengetahuan di bidang ekonomi, khususnya ekonomi pertanian, atas biaya sendiri, pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan pada Program S3 di bidang Ilmu Ekonomi Pertanian di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(18)

Halaman

DAFTAR TABEL . . . xxi

DAFTAR GAMBAR . . . . . . xxiv

DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . xxv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang . . . 1

1.1.1. Defisit Anggaran Pemerintah dan Pembiayaan Pembangunan . . . . 1

1.1.2. Tantangan Pembiayaan Pembangunan . . . 2

1.1.3. Perkembangan Posisi Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 4

1.1.4. Kinerja Utang Luar Negeri Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi . . . 6

1.1.5. Utang Luar Negeri Pemerintah pada Beberapa Sektor Utama . . . 7

1.2. Perumusan Masalah . . . 9

1.3. Tujuan Penelitian . . . 10

1.4. Kegunaan Hasil Penelitian . . . 10

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian . . . 11

II. SEJARAH DAN PERANAN UTANG LUAR NEGERI 2.1. Utang Luar Negeri Swasta . . . 14

2.2. Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 15

2.2.1. Kronologi Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 16

2.2.1.1. Utang Luar Negeri Pemerintah Orde Baru . . . 16

2.2.1.2. Utang Luar Negeri Pemerintah Periode Pelita I Sampai Dengan Tahun 2005 . . . 21

2.2.2. Perkembangan Stok Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 22

2.2.3. Dinamika Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 23

2.2.4. Permasalahan Utang Pemerintah . . . 24

2.3. Utang Dunia . . . 25

2.3.1. Utang Negara-Negara Industri . . . 26

2.3.2. Utang Negara-Negara Berkembang . . . 27

(19)

xvii

2.3.4.2. Pengalaman Argentina: Pencegahan dan Penanggulangan

Krisis . . . 32

2.3.5. Kasus di Indonesia . . . 33

III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Teori Utang . . . 36

3.1.1. Pendekatan Teori Two-Gap Model . . . 36

3.1.2. Pendekatan Pembiayaan Defisit . . . 40

3.1.3. Pendekatan Permintaan dan Penawaran . . . 41

3.2. Solvabilitas dan Kesinambungan Fiskal . . . 44

3.2.1. Indikator Solvabilitas . . . 44

3.2.2. Indikator Kesinambungan Fiskal . . . 46

3.3. Kesinambungan dan Kedinamisan Utang . . . 47

3.4. Penelitian Terdahulu . . . 50

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Tahapan Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 54

4.2. Aliran Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 54

4.3. Analisis Ekonometrika Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 57

4.3.1. Utang Luar Negeri Pemerintah untuk Pembangunan Beberapa Sektor Utama . . . 57

4.3.1.1. Sektor Pendidikan . . . 57

4.3.1.2. Sektor Kesehatan . . . 58

4.3.1.3. Sektor Pertanian dan Pengairan . . . 60

4.3.1.4. Sektor Pertambangan dan Energi . . . 61

4.3.1.5. Sektor Perhubungan dan Transportasi . . . 63

4.3.2. Pengaruh Suku Bunga Dunia dan Perubahan Nilai Tukar . . . 64

4.3.3. Intervensi Kebijakan . . . 64

4.3.3.1. Intervensi Kebijakan Fiskal Pemerintah . . . 64

4.3.3.2. Intervensi Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Kebocoran Utang . . . 65

(20)

xviii V. METODA PENELITIAN

5.1. Pengumpulan Data Sekunder . . . 71

5.2. Prosedur Analisis: Analisis Ekonometrika . . . 72

5.3. Sistem Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 73

5.4. Model Ekonometrika Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 75

5.5. Model Ekonometrika Struktural . . . 77

5.5.1. Persamaan Dalam Model Ekonometrika Utang Luar Negeri . . . 77

5.6. Identifikasi Model . . . 104

5.7. Metode Estimasi . . . 106

5.8. Validasi Model . . . 106

5.8.1. Root Mean Square Percent Error . . . 107

5.8.2. Uji Durbin-Watson . . . 107

5.9. Simulasi Model . . . 108

5.10. Sumber dan Jenis Data . . . 110

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Keragaan Umum Hasil Pendugaan Model Utang Luar Negeri . . . 111

6.2. Keragaan Model Utang Luar Negeri . . . 112

6.2.1. Respon Konsumsi Rumah Tangga . . . 112

6.2.2. Respon Investasi Masyarakat . . . 113

6.2.3. Respon Net Ekspor . . . 114

6.2.4. Respon Pendapatan Pemerintah . . . 115

6.2.5. Respon Alokasi Rupiah Murni Sektor Pendidikan . . . 116

6.2.6. Respon Alokasi Rupiah Murni Sektor Kesehatan . . . 117

6.2.7. Respon Alokasi Rupiah Murni Sektor Pertanian dan Pengairan . . . 118

6.2.8. Respon Alokasi Rupiah Murni Sektor Pertambangan dan Energi . . 120

6.2.9. Respon Alokasi Rupiah Murni Sektor Perhubungan dan Transportasi . . . 121

6.2.10. Respon Alokasi Rupiah Murni Sektor Lainnya . . . 123

6.2.11. Respon Penggunaan Utang Luar Negeri di Sektor Pendidikan . . . . 123

(21)

xix

6.2.14. Respon Penggunaan Utang Luar Negeri di Sektor Pertambangan

dan Energi . . . 128

6.2.15. Respon Penggunaan Utang Luar Negeri di Sektor Perhubungan dan Transportasi . . . 130

6.2.16. Respon Penggunaan Utang Luar Negeri di Sektor Lainnya . . . 132

6.2.17. Respon Pembayaran Utang Luar Negeri di Sektor Pendidikan . . . . 133

6.2.18. Respon Pembayaran Utang Luar Negeri di Sektor Kesehatan . . . 134

6.2.19. Respon Pembayaran Utang Luar Negeri di Sektor Pertanian dan Pengairan . . . 135

6.2.20. Respon Pembayaran Utang Luar Negeri di Sektor Pertambangan dan Energi . . . 137

6.2.21. Respon Pembayaran Utang Luar Negeri di Sektor Perhubungan dan Transportasi . . . 138

6.2.22. Respon Pembayaran Utang Luar Negeri di Sektor Lainnya . . . 139

6.2.23. Respon Angka Partisipasi Sekolah . . . 140

6.2.24. Respon Angka Tahun Lama Bersekolah . . . 141

6.2.25. Respon Angka Kematian Bayi . . . 142

6.2.26. Respon Angka Usia Harapan Hidup . . . 143

6.2.27. Respon Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pengairan . . . 145

6.2.28. Respon Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Energi . . . 146

6.2.29. Respon Pertumbuhan Sektor Perhubungan dan Transportasi . . . 147

6.2.30. Respon Angka Pengangguran . . . 148

6.3. Keragaan Khusus Indikator Pertumbuhan Sektoral . . . 149

6.4. Peramalan Nilai Variabel Tahun 2006 - 2009 . . . 150

VII. ANALISIS VALIDASI DAN SIMULASI MODEL 7.1. Validasi Model Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia . . . 151

7.2. Skenario Simulasi Kebijakan . . . 154

7.2.1. Kenaikan Suku Bunga Pinjaman Luar Negeri Sebesar 10 Persen . . 155

7.2.2. Pengurangan Utang Luar Negeri Pemerintah Sebesar 10 Persen . . . 158

7.2.3. Penurunan Pengaruh Lender Driven Sebesar 10 Persen . . . 161

(22)

xx

7.2.7. Kenaikan Indikator Pembangunan di Sektor Pendidikan . . . 173 7.2.8. Penurunan/ Kenaikan Indikator Pembangunan di Sektor

Kesehatan . . . 176 7.2.9. Kenaikan Angka Pertumbuhan Sektor Pertanian dan

Pengairan Sebesar 1 Persen . . . 179 7.2.10. Kenaikan Angka Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan

Energi Sebesar 1 Persen . . . 182 7.2.11. Kenaikan Angka Pertumbuhan Sektor Perhubungan dan

Transportasi Sebesar 1 Persen . . . 185 7.2.12. Penurunan Angka Pengangguran Sebesar 10 Persen . . . 187 7.2.13. Kombinasi Kebijakan Simultan . . . 190

7.2.13.1. Kenaikan/ Penurunan Indikator Pertumbuhan

Sektoral . . . 190 7.2.13.2. Penurunan Utang Luar Negeri, Lender Driven dan

Kebocoran Utang Luar Negeri Sebesar 10 Persen . . . 192 7.2.13.3. Kenaikan Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pengairan

Sebesar 1 Persen disertai Kenaikan Pendapatan dan

Belanja Pemerintah Sebesar 10 Persen . . . 195 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan . . . 198 8.2. Saran

(23)

Halaman Nomor

1. Profil Pembayaran dan Penjadwalan Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 3 2. Proyeksi Pembayaran Bunga dan Cicilan Pokok Utang Pemerintah sebagai

Persentase dari PDB Tahun 2006 - 2009 . . . 4 3. Perkembangan Stok Utang Luar Negeri Pemerintah Tahun 2002 - 2005. . . 5 4. Perkembangan Indikator Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia

Tahun 1990 - 2005 . . . 5 5. Laporan Kinerja Pelaksanaan Proyek Pinjaman Luar Negeri

Tahun 1995 - 2005 . . . 6 6. Perkembangan Ekonomi Indonesia Pelita I Sampai Dengan Tahun 2005 . . . 21 7. Perkembangan Utang Pemerintah Sri Lanka Tahun 2000 - 2004 . . . 31 8. Posisi Utang Luar Negeri Indonesia dan Beberapa Negara Lainnya

Tahun 1994 - 1997 . . . . . . 34 9. Rasio Utang Luar Negeri Jangka Pendek Terhadap PDB:

Indonesia dan Beberapa Negara Asia Lainnya Tahun 1994 - 1999 . . . 35 10. Data Sekunder Yang Terkait Dengan Utang Luar Negeri Pemerintah dan

Asal Sumber Data . . . 71 11. Hasil Estimasi dan Elastisitas Konsumsi . . . 112 12. Hasil Estimasi dan Elastisitas Investasi . . . 113 13. Hasil Estimasi dan Elastisitas Net Ekspor . . . 114 14. Hasil Estimasi dan Elastisitas Pendapatan Pemerintah . . . 115 15. Hasil Estimasi dan Elastisitas Rupiah Murni Sektor Pendidikan . . . 116 16. Hasil Estimasi dan Elastisitas Rupiah Murni Sektor Kesehatan . . . 118 17. Hasil Estimasi dan Elastisitas Rupiah Murni Sektor Pertanian dan Pengairan . . . . 119 18. Hasil Estimasi dan Elastisitas Rupiah Murni Sektor Pertambangan dan Energi . . . 120 19. Hasil Estimasi dan Elastisitas Rupiah Murni Sektor Perhubungan dan

(24)

xxii

24. Hasil Estimasi dan Elastisitas Utang Luar Negeri di Sektor Pertambangan

dan Energi . . . 129 25. Hasil Estimasi dan Elastisitas Utang Luar Negeri di Sektor Perhubungan

dan Transportasi . . . 130 26. Hasil Estimasi dan Elastisitas Utang Luar Negeri di Sektor Lainnya . . . 132 27. Hasil Estimasi dan Elastisitas Pembayaran Utang Luar Negeri Sektor

Pendidikan . . . 134 28. Hasil Estimasi dan Elastisitas Pembayaran Utang Luar Negeri Sektor

Kesehatan . . . 135 29. Hasil Estimasi dan Elastisitas Pembayaran Utang Luar Negeri Sektor

Pertanian dan Pengairan . . . 136 30. Hasil Estimasi dan Elastisitas Pembayaran Utang Luar Negeri Sektor

Pertambangan dan Energi . . . 137 31. Hasil Estimasi dan Elastisitas Pembayaran Utang Luar Negeri Sektor

Perhubungan dan Transportasi . . . 138 32. Hasil Estimasi dan Elastisitas Pembayaran Utang Luar Negeri Sektor Lainnya . . . 139 33. Hasil Estimasi dan Elastisitas Angka Partisipasi Sekolah . . . 140 34. Hasil Estimasi dan Elastisitas Angka Tahun Lama Bersekolah . . . 142 35. Hasil Estimasi dan Elastisitas Angka Kematian Bayi . . . 143 36. Hasil Estimasi dan Elastisitas Angka Usia Harapan Hidup . . . 144 37. Hasil Estimasi dan Elastisitas Pertumbuhan Sektor Pertanian dan

Pengairan . . . 145 38. Hasil Estimasi dan Elastisitas Pertumbuhan Sektor Pertambangan

dan Energi . . . 146 39. Hasil Estimasi dan Elastisitas Pertumbuhan Sektor Perhubungan

dan Transportasi . . . . . . 147 40. Hasil Estimasi dan Elastisitas Angka Pengangguran . . . 148 41. Hasil Pengujian Validasi Model Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 153 42. Dampak Kenaikan Suku Bunga Pinjaman Luar Negeri Sebesar 10 Persen . . . 156 43. Dampak Pengurangan Utang Luar Negeri Pemerintah Sebesar 10 Persen . . . 159 44. Dampak Penurunan Pengaruh Lender Driven Sebesar 10 Persen . . . 161 45. Dampak Penurunan Kebocoran Utang Luar Negeri Pemerintah Sebesar

(25)

xxiii

Tahun Lama Bersekolah Sebesar 5 Persen . . . 174 49. Dampak Penurunan Angka Kematian Bayi Sebesar 5 Persen dan Kenaikan

Angka Usia Harapan Hidup Sebesar 5 Persen . . . 177 50. Dampak Kenaikan Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pengairan

Sebesar 1 Persen . . . 181 51. Dampak Kenaikan Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Energi

Sebesar 1 Persen . . . 183 52. Dampak Kenaikan Pertumbuhan Sektor Perhubungan dan Transportasi

Sebesar 1 Persen . . . 185 53. Dampak Penurunan Angka Pengangguran Sebesar 10 Persen . . . 188 54. Dampak Kenaikan/ Penurunan Indikator Pertumbuhan Sektoral . . . 190 55. Dampak Penurunan Utang Luar Negeri, Pengaruh Lender Driven dan

Kebocoran Utang Luar Negeri Sebesar 10 Persen . . . 193 56. Dampak Kenaikan Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pengairan Sebesar

1 Persen, serta Kenaikan Pendapatan dan Belanja Pemerintah Sebesar

(26)

Halaman Nomor

1. Grafik Perkembangan Pembayaran Kembali Utang Luar Negeri Indonesia

Tahun 1984 - 2003 . . . 15 2. Grafik Perkembangan Stok Utang Luar Negeri Pemerintah

Tahun 1966 - 2005 . . . 22 3. Diagram Tahapan Utang Luar Negeri Pemerintah . . . 55 4. Diagram Sederhana Aliran Utang Luar Negeri Pemerintah Untuk Pembangunan

Sektor Pendidikan, Kesehatan, Pertanian dan Pengairan, Pertambangan dan

Energi, serta Sektor Perhubungan dan Transportasi . . . 56 5. Diagram Keterkaitan Antar Variabel-Variabel Dalam Model Utang Luar

(27)

Halaman Nomor

1. Hasil Estimasi The SAS System . . . 207 2. Variance Inflation The SAS System . . . 240 3. Hasil Peramalan Nilai Variabel Endogen Tahun 2006 - 2009 . . . 244 4. Data Perekonomian Model Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia

(28)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan di Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan, serta aman dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Upaya yang harus ditempuh adalah melaksanakan investasi di berbagai bidang pembangunan. Dengan keterbatasan sumber penerimaan dalam negeri, maka agar pembangunan tetap berlangsung, diperlukan sumber pembiayaan lain yang salah satunya bersumber dari utang luar negeri. Sejak pemerintahan Orde Lama, utang luar negeri telah digunakan dalam mempercepat pembangunan Indonesia. Namun dalam perkembangannya, meskipun utang luar negeri di satu sisi memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun di sisi lain mendapat kritik yang tajam dari berbagai kalangan karena kinerjanya tidak seperti yang diharapkan, yaitu belum mampu mengangkat Indonesia menuju ke taraf negara-negara maju di Asia lainnya seperti Thailand, Malaysia, atau China.

1.1.1. Defisit Anggaran Pemerintah dan Pembiayaan Pembangunan

Pembangunan nasional dilaksanakan melalui berbagai investasi baik yang dilakukan langsung oleh swasta maupun oleh pemerintah. Namun karena keterbatasan akan sumber pendanaan dalam negeri, salah satu cara yang ditempuh pemerintah adalah melalui pembiayaan defisit. Defisit anggaran pemerintah timbul karena belanja pemerintah lebih besar dari pendapatan pemerintah. Pada umumnya defisit dibiayai melalui tiga cara, yaitu: (1) pencetakan uang, (2) pengadaan utang, dan (3) penjualan aset negara. Bagi Indonesia, selain melalui penjualan aset negara dan pencetakan uang, kebutuhan untuk investasi yang berasal dari utang merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kerangka pencarian sumber-sumber pendanaan pembangunan.

(29)

Pengalaman ini kemudian menempatkan utang, khususnya utang luar negeri sebagai salah satu instrumen penting dalam pembiayaan defisit anggaran pemerintah dalam rangka mempertahankan kelangsungan anggarannya (fiscal sustainability). Adanya utang luar negeri ini memungkinkan pemerintah meningkatkan pengeluaran pembangunannya lebih tinggi dari yang dapat dilakukan dalam rangka mempercepat pencapaian tujuan pembangunan nasional. Selain itu, utang luar negeri dapat digunakan pula untuk menutupi kebutuhan akan devisa akibat penerimaan ekspor yang lebih kecil dari pengeluaran untuk membiayai impor.

1.1.2. Tantangan Pembiayaan Pembangunan

Utang pemerintah pada saat ini, khususnya utang luar negeri, sudah berperan sebagai faktor yang mengganggu stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Seperti terlihat pada Tabel 1, dalam APBN sampai dengan tahun anggaran 1999/2000, beban pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah (debt service) sudah mencapai di atas 65 persen dari dana yang dialokasikan untuk pembangunan. Bahkan, pada tahun 1998/1999, beban tersebut mencapai 129.7 persen dari pengeluaran pembangunan dan belanja daerah atau 5.2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Di sisi lain, penarikan pinjaman luar negeri untuk membiayai pembangunan mencapai Rp 26.2 triliun atau 2.5 persen dari PDB. Mengingat bahwa untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan investasi yang besar, maka beban pembayaran utang tersebut secara bertahap harus dikurangi, sehingga dana yang dialokasikan untuk pembangunan tidak semakin mengecil.

(30)

Tabel 1. Profil Pembayaran dan Penjadwalan Utang Luar Negeri Pemerintah

Sumber: Data-data Perhitungan Anggaran Negara (PAN), Departemen Keuangan (diolah).

(31)

kesinambungan fiskal dalam jangka menengah, namun tanpa mengorbankan momentum pembangunan yang sedang dilaksanakan. Upaya menurunkan beban utang juga perlu dilakukan melalui upaya mendorong pertumbuhan PDB, sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari peningkatan utang. Seiring dengan upaya untuk menurunkan defisit APBN, kebutuhan pembiayaan eksternal yang berasal dari utang luar negeri telah mulai menunjukkan kecenderungan menurun. Seperti terlihat pada Tabel 2, proyeksi rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri dan dalam negeri cenderung menurun sampai tahun 2009. Namun, apabila diperlukan, pendanaan luar negeri dapat saja diadakan kembali untuk pembayaran utang pokok luar negeri (amortisasi) yang belum dapat dipenuhi dari sumber penerimaan dalam negeri.

Tabel 2. Proyeksi Pembayaran Bunga dan Cicilan Pokok Utang Pemerintah sebagai Persentase dari PDB Tahun 2006 – 2009

Utang Pemerintah 2006 2007 2008 2009

Pokok Utang Dalam Negeri 1.5 1.5 1.5 1.2

Bunga Utang Dalam Negeri 1.7 1.5 1.2 1.0

Pokok Utang Luar Negeri 1.9 1.7 1.6 1.5

Bunga Utang Luar Negeri 0.9 0.8 0.8 0.7

Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, 2004 – 2009 (diolah).

Berdasarkan hal-hal tersebut, sampai saat ini pemerintah tetap menempuh kebijakan bahwa kontribusi dan penggalangan sumber-sumber pendanaan dari luar negeri masih merupakan alternatif pembiayaan eksternal yang dibutuhkan untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi setiap tahunnya.

1.1.3. Perkembangan Posisi Utang Luar Negeri Pemerintah

(32)

pada Tabel 3. Untuk ukuran negara berkembang, jumlah utang luar negeri pemerintah Indonesia saat ini tergolong cukup tinggi.

Tabel 3. Perkembangan Stok Utang Luar Negeri Pemerintah Tahun 2002 - 2005

(juta USD)

No. SUMBER 2002 2003 2004 Maret 2005

1 Multilateral 20 282 873 19 738 670 19 250 788 18 894 481

2 Bilateral 26 074 045 29 882 955 30 338 931 29 521 843

3 Export Credit 16 605 092 18 397 278 18 022 489 17 260 418

4 Leasing 368 740 301 906 224 873 207 000

5 One Bank Credit 98 525 102 528 85 482 85 649

6 Syndicated Credit 1 838 497 1 847 839 1 837 368 1 310 521

7 Bond 400 000 400 000 1 320 000 1 320 000

8 BOP Support 8 829 920 10 238 606 9 653 885 9 075 186

TOTAL 74 497 062 80 909 782 80 733 816 77 675 098

Sumber: Utang Luar Negeri Pemerintah Volume VII-1, Divisi Analisis dan Administrasi Utang Luar Negeri, Direktorat Internasional, Bank Indonesia, Maret 2005.

Pada Tabel 4 disajikan beberapa indikator beban utang Indonesia, yang menurut kriteria Bank Dunia sudah mendekati batas yang tidak aman. Sebagai contoh, dalam tahun 2005, rasio utang Indonesia terhadap pengeluaran pemerintah (Debt Service to Goverment Expenditure = DSGR) mencapai 26.8 persen, sedangkan rasio total utang pemerintah (utang dalam negeri dan utang luar negeri) terhadap PDB (Debt Service Ratio = DSR) mencapai lebih dari 40 persen. Angka ini jauh melebihi batas aman menurut kriteria Bank Dunia yang hanya sebesar 20 persen. Dalam APBN tahun anggaran 2005, alokasi belanja negara untuk pembayaran cicilan utang pokok dan bunganya mencapai Rp 64 triliun atau 2.9 persen dari PDB.

Tabel 4. Perkembangan Indikator Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia Tahun 1990 - 2005

INDIKATOR 1990 1995 2000 2005 Kriteria Bank Dunia

DSR Total (%) 38.83 36.15 46.96 40.72 20

Debt/GDP, DTO (%) 61.74 54.76 107.48 54.93 50-80

Debt/Export, DTX (%) 249.10 237.43 228.07 221.90 130-220

DSGR (%) 31.64 31.36 26.05 26.78 -

NRF (miliar Rp) (4 195.60) (11 480.20) (39 872.40) (69 989.00) -

(33)

1.1.4. Kinerja Utang Luar Negeri Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi

Agar utang luar negeri dapat digunakan untuk turut membiayai pembangunan dan investasi di berbagai bidang/ sektor pembangunan, diperlukan perencanaan pemanfaatan utang luar negeri yang betul-betul cermat dan mengacu kepada prioritas pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam dokumen resmi perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan proyek yang asal-asalan dan tidak mengacu pada prioritas, bahkan cenderung lender driven, selain manfaatnya kurang dapat dirasakan oleh masyarakat dan kurang produktif, juga akan menjadi beban dalam pembayarannya kembali. Selain itu, proyek yang lambat pelaksanaannya juga akan menjadi beban tersendiri.

Berdasarkan buku Laporan Kinerja Pelaksanaan Proyek Pinjaman Luar Negeri yang diterbitkan secara triwulanan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) selama 10 tahun terakhir ini, diketahui bahwa jumlah penyerapan dana utang luar negeri selalu dibawah dari target yang ditetapkan, yaitu berkisar antara 60 - 70 persen. Gambaran ini dapat diikuti pada Tabel 5.

Tabel 5. Laporan Kinerja Pelaksanaan Proyek Pinjaman Luar Negeri Tahun 1995 – 2005

Sumber: Laporan Kinerja Pelaksanaan Proyek Pinjaman Luar Negeri Tahun 1995 - 2005, Bappenas (diolah).

(34)

utang tersebut kurang mendorong pertumbuhan perekonomian, sehingga akan menjadi beban dalam pembayarannya kembali, serta akan menjadi beban bagi peningkatan kinerja perekonomian Indonesia secara menyeluruh.

1.1.5. Utang Luar Negeri Pemerintah Pada Beberapa Sektor Utama

Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penurunan kemiskinan yang tetap adalah adanya pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi menjadi tidak berarti khususnya bagi kaum miskin, jika penurunan kemiskinan tidak diiringi dengan penurunan kesenjangan dan pemerataan pembangunan untuk memenuhi hak-hak dasar manusia. Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia di akhir dekade 1990-an menunjukkan bahwa pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan namun melupakan upaya pemerataan, pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan dan pembangunan hak-hak dasar manusia seutuhnya, tidak memberikan pondasi yang kokoh bagi perekonomian negara.

Salah satu tugas pembangunan yang terpenting adalah menerjemahkan pertumbuhan ekonomi menjadi peningkatan pembangunan manusia. Untuk dapat mengetahui hasil-hasil pembangunan manusia, digunakan ukuran Indeks Pembangunan Manusia, IPM (Human Development Index, HDI), yang sebagian besar didukung dari hasil pembangunan di sektor pendidikan dan sektor kesehatan. Oleh karena itu, sejak pemerintahan Orde Baru, alokasi pendanaan untuk pembangunan sektor-sektor tersebut (termasuk dari sumber utang luar negeri), mendapat perhatian yang cukup besar.

(35)

Di samping itu, beberapa sektor utama lainnya yaitu sektor pertanian dan pengairan, sektor pertambangan dan energi, serta sektor perhubungan dan transportasi, juga mendapat alokasi pendanaan yang besar, termasuk dari sumber utang luar negeri.

Sektor pertanian dan pengairan yang menyangkut tanaman bahan makanan, peternakan, hortikultura, perkebunan, dan perikanan berperan besar dalam rangka penyediaan pangan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dalam memenuhi hak atas pangan (the right to food) dan menyumbang penerimaan devisa dan PDB. Selain itu sektor pertanian dan pengairan juga mencakup penyediaan air untuk irigasi. Pada tahun 2003 sektor pertanian dan pengairan menyerap 46.3 persen tenaga kerja dari total angkatan kerja, menyumbang 6.9 persen dari total nilai ekspor non migas, dan memberikan kontribusi sebesar 15 persen terhadap PDB nasional. Kesempatan panen beberapa komoditi pertanian yang sebelumnya hanya setahun sekali, sekarang sudah bisa mencapai 3 atau 4 kali setahun. Dengan demikian peranan dan dampak pendanaan dari sumber utang luar negeri untuk pembangunan di sektor pertanian dan pengairan menarik untuk diteliti lebih lanjut.

Pembangunan di sektor infrastruktur dan prasarana diyakini dapat menjadi penggerak pertumbuhan pembangunan di sektor-sektor lainnya. Kemajuan Indonesia dalam pembangunan di sektor infrastruktur dan prasarana cukup mengesankan. Jarak tempuh dari daerah perdesaan menuju perkotaan yang pada awal pemerintahan Orde Baru harus ditempuh berhari-hari, sekarang dapat dicapai hanya dalam hitungan jam. Lampu penerangan di rumah-rumah yang dulu menggunakan lampu minyak, sekarang sudah dialiri listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Hasil kemajuan di sektor ini antara lain disebabkan oleh besarnya alokasi pendanaan pembangunan yang berasal dari sumber utang luar negeri. Oleh karena itu peranan dan dampak pendanaan dari sumber utang luar negeri untuk pembangunan di bidang infrastruktur dan prasarana yang dikelompokkan kedalam sektor perhubungan dan transportasi menarik untuk diteliti lebih lanjut.

(36)

penggunaan utang luar negeri untuk pembangunan. Apabila pendapat ini dapat dibuktikan kebenarannya, paling tidak realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama bertahun-tahun ini dapat mencapai angka yang lebih menakjubkan dibanding dengan yang telah dicapai hingga saat ini.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dan gambaran kondisi pembangunan di Indonesia yang didanai dari utang luar negeri pemerintah, maka dapat ditarik rumusan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana peranan, kontribusi dan dampak penggunaan utang luar negeri pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia baik secara makro maupun secara pembangunan sektoral?

2. Apakah peningkatan pendapatan pemerintah mampu meningkatkan kemandirian pembiayaan pembangunan nasional?

3. Bagaimana strategi pengelolaan pinjaman atau utang luar negeri pemerintah ke depan dengan mempertimbangkan fluktuasi tingkat bunga pinjaman agar Indonesia terhindar dari perangkap utang (debt trap)?

4. Apakah intervensi kreditur (lender driven) yang umumnya dilakukan melalui persyaratan-persyaratan dalam pasal-pasal Loan Agreement dan Lender Guidelines membawa dampak yang buruk terhadap kinerja pembangunan sektoral?

5. Dapatkah utang luar negeri pemerintah meningkatkan indikator-indikator keberhasilan kinerja ekonomi di sektor pembangunan utama, yang meliputi pembangunan sektor pendidikan, sektor kesehatan, sektor pertanian dan pengairan, sektor pertambangan dan energi, serta sektor perhubungan dan transportasi?

(37)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis dampak penggunaan utang luar negeri pemerintah terhadap kinerja perekonomian Indonesia maupun kinerja pembangunan sektoral, yang meliputi: (1) peranan utang luar negeri pada beberapa sektor utama dalam perekonomian Indonesia terhadap pengurangan pembiayaan defisit, dan (2) pengurangan stok utang luar negeri pemerintah secara bertahap dalam rangka mencapai kemandirian dalam pembiayaan pembangunan.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis dampak perubahan tingkat suku bunga pinjaman luar negeri pemerintah terhadap jumlah pembayaran utang luar negeri pemerintah.

2. Menganalisis dampak pengadaan utang luar negeri pemerintah terhadap pendapatan dan belanja pemerintah serta pembiayaan defisit anggaran pemerintah untuk mencapai kemandirian pembiayaan pembangunan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.

3. Menganalisis tingkat kebocoran penggunaan utang luar negeri terhadap upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi penggunaan utang luar negeri dan kemampuan pembayaran utang untuk pengurangan stok utang luar negeri pemerintah.

4. Menganalisis intervensi kreditur (lender driven) terhadap kinerja makro dan sektoral perekonomian Indonesia.

5. Menganalisis efektifitas penggunaan utang luar negeri pada pembangunan sektor pendidikan, sektor kesehatan, sektor pertanian dan pengairan, sektor pertambangan dan energi, serta sektor perhubungan dan transportasi.

Hasil analisis tersebut di atas akan digunakan untuk mencari rumusan strategi dan kebijakan pemerintah yang sesuai dalam pengelolaan dan penggunaan utang luar negeri pemerintah yang efektif dan efisien di masa yang akan datang.

1.4. Kegunaan Hasil Penelitian

(38)

1. Memberi rekomendasi kebijakan yang efektif, efisien dan transparan bagi pemerintah dalam melangsungkan pembangunan nasional dengan menggunakan utang luar negeri sebagai salah satu sumber pembiayaan. 2. Memberi manfaat kepada institusi yang terkait dengan pengelolaan utang luar

negeri di Indonesia dari sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.

3. Memberi kontribusi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia melalui peran utang luar negeri pemerintah terhadap pembangunan nasional.

Kontribusi penelitian ini terhadap pengembangan ilmu diperoleh dari pemecahan masalah utang luar negeri melalui pendekatan alat analisis ekonometrik secara simultan dan dinamis mampu memecahkan persoalan-persoalan yang lebih kompleks terhadap utang luar negeri pemerintah. Penelitian ini juga memberikan kontribusi terhadap pengembangan pengetahuan, misalnya adanya uji kebenaran tentang opini-opini yang beredar tentang perlu tidaknya utang luar negeri pemerintah untuk pembangunan dapat diketahui melalui hasil penelitian ini. Kontribusi penelitian ini terhadap pengembangan teknologi, misalnya kemungkinan adanya transfer teknologi atas pembangunan infrastruktur di Indonesia yang didanai dari utang luar negeri pemerintah, atau penelitian yang lebih detail tentang peranan utang luar negeri pemerintah terhadap pembangunan sektoral di Indonesia.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Dilihat dari pelakunya, utang Indonesia terdiri dari utang pemerintah dan utang swasta (dunia usaha), sedangkan ditinjau dari jenisnya, utang Indonesia terdiri dari utang dalam negeri dan utang luar negeri. Namun, utang yang dilakukan oleh swasta menjadi tanggung jawab pihak swasta dengan kreditur mereka masing-masing, dimana peran pemerintah hanya sebagai fasilitator jika terdapat permasalahan di antara mereka.

(39)

membolehkan APBN mengalami defisit asal dibiayai oleh pinjaman luar negeri. Prinsip tersebut telah melarang pembiayaan defisit APBN melalui sumber pendanaan dalam negeri, baik yang berupa pinjaman dari Bank Indonesia maupun pengeluaran surat berharga. Pada kenyataannya, sejak Indonesia mengalami krisis ekonomi, mulai tahun 1998 utang dalam negeri pemerintah meningkat dengan sangat cepat, utamanya karena pengalihan beban Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menjadi kewajiban pemerintah serta pelaksanaan rekapitalisasi beberapa perbankan pada tahun tersebut.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, karena ketersediaan data, maka ruang lingkup penelitian ini akan dibatasi hanya untuk utang luar negeri, dan yang dilakukan oleh pemerintah saja.

Disamping itu, ruang lingkup analisis dalam penelitian ini hanya mencakup landasan kebijakan pemanfaatan utang luar negeri, kriteria pemanfaatan utang luar negeri, serta perspektif utang luar negeri pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya di beberapa sektor utama yang akan menjadi pokok bahasan, yaitu sektor pendidikan, sektor kesehatan, sektor pertanian dan pengairan, sektor energi dan pertambangan, serta sektor perhubungan dan transportasi.

Beberapa keterbatasan lain dalam penelitian ini, yaitu:

1. Data terkait dengan indikator makro, indikator pembangunan sektoral, pendapatan dan belanja negara serta data utang luar negeri pemerintah yang berbeda-beda dari instansi yang terlibat dalam pengelolaan utang, antara lain Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Bappenas, BPS dan dari kreditur. 2. Utang dalam negeri pemerintah baru dimanfaatkan secara terstruktur beberapa

tahun belakangan ini, sehingga penelitian ini dibatasi pada lingkup utang luar negeri dan yang dilakukan oleh pemerintah saja.

3. Utang umumnya bersifat jangka panjang, dan investasi yang dibangun membutuhkan waktu yang lama untuk dapat dievaluasi dampaknya.

(40)

transportasi menyebabkan sektor-sektor tersebut sulit di analisa satu per satu, sehingga digabungkan menjadi satu kelompok sektor pembangunan.

5. Mudahnya fluktuasi nilai tukar mata uang dan perubahan tingkat suku bunga sehingga sulit untuk diprediksi fenomenanya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

(41)
(42)

2.1. Utang Luar Negeri Swasta

Sejak tahun 1996, posisi utang luar negeri swasta mulai mengalami peningkatan. Pada tahun tersebut nilai utang luar negeri swasta telah mendekati nilai utang luar negeri pemerintah yaitu sebesar USD 54.9 miliar. Tahun-tahun berikutnya posisi utang luar negeri swasta masih terus mengalami peningkatan hingga tahun 1999. Sejak tahun 2000, posisi utang luar negeri swasta mulai menunjukkan kecenderungan menurun. Perkembangan posisi utang negeri swasta ini menjadi gambaran bahwa peningkatan utang luar negeri Indonesia pada periode 1996-1999 tidak saja disebabkan oleh peningkatan utang luar negeri pemerintah tetapi juga utang luar negeri yang diadakan oleh swasta.

Peningkatan posisi utang luar negeri swasta tidak terlepas dari melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat sejak pertengahan tahun 1997, disamping lemahnya pengendalian atau kontrol pemerintah terhadap perkembangan utang luar negeri swasta. Disamping itu, peningkatan utang luar negeri swasta juga tidak terlepas dari tersedianya sejumlah instrumen utang jangka pendek di pasar keuangan dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari tingkat bunga dalam negeri dan kemudahan untuk mendapatkannya.

Peningkatan utang luar negeri swasta ini akhirnya mendorong kewajiban pembayarannya meningkat dengan tajam. Sampai dengan tahun 1995, kewajiban pembayaran utang luar negeri swasta (USD 7.3 miliar) masih lebih rendah dari kewajiban pembayaran utang luar negeri pemerintah (USD 9.1 miliar). Namun, sejalan dengan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika, kewajiban pembayaran kembali utang luar negeri swasta juga mengalami peningkatan. Sejak tahun 1996 kewajiban swasta mulai melebihi kewajiban pemerintah, dan kondisi ini terus berlanjut sampai tahun 2001, seperti terlihat pada Gambar 1.

(43)

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0

1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Pemerintah Swasta

Gambar 1. Grafik Perkembangan Pembayaran Kembali Utang Luar Negeri Indonesia Tahun 1984 – 2003

Pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah utang luar negeri swasta dan melakukan koordinasi agar utang yang ada tidak melebihi kapasitas perekonomian. Dapat ditarik pelajaran bahwa manajemen utang luar negeri swasta perlu tetap menjadi suatu bagian yang terintegrasi dalam manajemen utang nasional. Namun demikian, karena keterbatasan data, dalam penelitian ini utang swasta tidak akan dibahas lebih jauh.

2.2. Utang Luar Negeri Pemerintah

Data Bank Indonesia pada bulan Maret 2005 menyebutkan jumlah seluruh utang luar negeri Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta (lembaga keuangan bank, non-bank, bukan lembaga keuangan dan BUMN) mencapai USD 134.4 miliar. Dari jumlah tersebut, utang luar negeri pemerintah dan pinjaman Bank Indonesia berjumlah USD 77.7 miliar. Dalam kaitannya dengan keuangan pemerintah yang akan menjadi obyek penelitian ini, maka pembahasan akan difokuskan pada utang luar negeri pemerintah saja yang berjumlah USD 68.6 miliar (tidak termasuk pinjaman Bank Indonesia). Selebihnya, utang tersebut menjadi tanggung jawab Bank Indonesia (yang berada di luar struktur pemerintahan) dan pihak swasta dengan kreditur mereka masing-masing, dimana peran pemerintah lebih sebagai fasilitator saja.

M

ili

a

(44)

Meskipun dengan penyederhanaan semacam itu, diharapkan bahwa penggambaran perkembangan perekonomian yang antara lain dibiayai oleh utang luar negeri tersebut dapat mencerminkan sepenuhnya apa yang sesungguhnya terjadi sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan pengaruh dan dampak serta strategi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan dengan menggunakan sumber pembiayaan yang berasal dari utang luar negeri.

2.2.1. Kronologi Utang Luar Negeri Pemerintah

Pada masa Orde Lama, utang luar negeri sudah mulai digunakan untuk melaksanakan pembangunan, yang pada waktu itu umumnya digunakan untuk berbagai keperluan yang berkaitan dengan persediaan pangan, konferensi internasional maupun penyelenggaraan pesta olah raga.

Pada awal masa pemerintahan Orde Baru, kondisi keuangan pemerintah sangat memprihatinkan. Pemerintah dapat dikatakan tidak mempunyai ruang gerak yang luas untuk melaksanakan pembangunan dan membayar utang luar negeri yang jatuh tempo. Pemerintah akhirnya melakukan perundingan bagi dilakukannya penjadwalan kembali semua utang yang menjadi kewajiban Pemerintah melalui forum Paris Club dan perundingan bilateral langsung dengan kreditur. Namun pada waktu itu disadari pula bahwa jika yang dilakukan hanya penjadwalan kembali utang, proses pembangunan di Indonesia tidak akan bisa dimulai kembali. Karena itu, berbagai pihak merasakan perlunya dilakukan pemberian pinjaman baru, yang untuk tertibnya dilakukan melalui suatu konsorsium negara kreditur. Konsorsium tersebut bernama IGGI (Inter-Governmental Group for Indonesia), yang kemudian berubah menjadi CGI (Consultative Group on Indonesia). Di sinilah proses pinjaman baru dari sumber dana luar negeri kepada pemerintah mulai menemukan bentuknya.

2.2.1.1. Utang Luar Negeri Pemerintah Orde Baru

(45)

Baru untuk menjalankan pemerintahan adalah dengan mengadakan utang. Langkah ini diawali dengan normalisasi hubungan yang sempat terputus dengan berbagai lembaga multilateral, terutama dengan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia (World Bank). Bantuan dari berbagai negara/ lembaga donor baik multilateral maupun bilateral juga sangat membantu kembalinya kehidupan perekonomian Indonesia secara lebih sehat.

Dengan bantuan keuangan dari luar negeri tersebut, maka dalam merencanakan pembangunan, pemerintah Orde Baru melaksanakan pembangunan terencana menurut tahapan lima tahunan, yang kemudian dikenal sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).

1. Pembangunan Terencana

Pelita I (1969/1970 - 1973/1974)

Perkembangan yang pesat dari program normalisasi, stabilisasi dan rehabilitasi perekonomian pada awal pemerintahan Orde Baru akhirnya memungkinkan pemerintah mengambil langkah-langkah yang lebih terencana dan terprogram. Karena itu, sejak tahun 1969, pemerintah mencanangkan dimulainya Pembangunan Lima Tahun (PELITA) yang pertama.

Pada tahun pertama Pelita I tersebut, penerimaan domestik pemerintah mencapai jumlah Rp 243.7 miliar, sementara dari bantuan proyek dan program, diperoleh utang sebesar Rp 91 miliar. Pada tahun tersebut pemerintah mulai berhasil mengalokasikan dana sejumlah Rp 118.2 miliar untuk keperluan anggaran pembangunan.

Anggaran pembangunan untuk sektor pendidikan mendapat alokasi sebesar Rp 10.1 miliar, sektor kesehatan Rp 4.2 miliar, sektor pertanian Rp 35.1 miliar, sektor energi Rp 13.3 miliar dan sektor transportasi Rp 37 miliar.

(46)

Pelita II (1974/1975 – 1978/1979)

Pelita II juga merupakan periode yang menunjukkan berbagai perkembangan yang positif. Dari sisi pemerintah, tahun tersebut juga ditandai dengan pesatnya kenaikan penerimaan dalam negeri yang mencapai lebih dari Rp 4.3 triliun. Jumlah tersebut berarti hampir lima kali dari apa yang diperoleh pada lima tahun sebelumnya. Dengan adanya bantuan luar negeri yang berjumlah sekitar Rp 1 triliun, pengeluaran untuk pembangunan dapat mencapai lebih dari Rp 2.5 triliun.

Pada tahun pertama Pelita II, alokasi dana pembangunan untuk sektor pendidikan mencapai Rp 54.1 miliar, sektor kesehatan Rp 15.9 miliar, sektor pertanian Rp 101 miliar, sektor energi Rp 59.1 miliar, dan sektor transportasi sebesar Rp 110.7 miliar. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi selama periode Pelita II mencapai lebih dari 7 persen.

Akan tetapi, masa lima tahun tersebut tetap ditandai oleh ”current acount” yang defisit, yang kemudian tertutup oleh utang luar negeri dan aliran modal asing. Pada akhir Pelita II, jumlah utang luar negeri selama periode tersebut menambah posisi utang pemerintah menjadi USD 11 miliar.

Pelita III (1979/1980 – 1983/1984)

Pada tahun pertama Pelita III, di bidang pengeluaran pemerintah, total alokasi angaran pembangunan untuk sektor-sektor utama mengalami peningkatan yang cukup pesat. Sektor pendidikan mendapat alokasi sebesar Rp 342.3 miliar, sektor kesehatan Rp 90.2 miliar, sektor pertanian Rp 419.3 miliar, sektor energi Rp 392.9 miliar, dan sektor transportasi Rp 497.5 miliar.

(47)

Pelita IV (1984/1985 – 1988/1989)

Pada masa ini, perkembangan ekonomi Indonesia kembali menunjukkan fluktuasi. Pertumbuhan ekonomi selama lima tahun tersebut mengalami naik-turun sehingga pada akhirnya rata-rata pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut hanya mencapai 5.2 persen.

Pada akhir periode Pelita IV tersebut, pengeluaran pembangunan (rupiah murni dan pinjaman luar negeri) untuk sektor pendidikan berjumlah Rp 1.07 triliun, sektor kesehatan Rp 0.17 triliun, sektor pertanian Rp 1.30 triliun, sektor energi Rp 1.22 triliun, dan sektor transportasi Rp 1.53 triliun. Jumlah utang pemerintah kembali meningkat menjadi sekitar USD 39 miliar.

Pelita V (1989/1990 – 1993/1994)

Pada periode ini, penerimaan dalam negeri pemerintah kembali menunjukkan peningkatan lebih dari dua kalinya sehingga mencapai lebih dari Rp 50 triliun. Jumlah Pengeluaran Pembangunan mencapai separuh dari jumlah tersebut. Sektor pendidikan mendapat alokasi anggaran pembangunan sebesar Rp 3.52 triliun, sektor kesehatan Rp 0.77 triliun, sektor pertanian Rp 3.08 triliun, sektor energi Rp 3.29 triliun, dan sektor transportasi Rp 4.40 triliun.

Pertumbuhan ekonomi rata-rata pada Pelita V mencapai 8.3 persen, inflasi rata-rata selama lima tahun tersebut juga ditandai oleh suatu tingkat yang masih berada pada ”single digit”. Jumlah utang luar negeri pemerintah meningkat menjadi USD 52.5 miliar.

Pelita VI (1994/95 – 1998/1999)

(48)

Menjelang akhir periode ini, seiring dengan globalisasi yang melanda hampir seluruh negara di dunia, sektor swasta juga berkembang dengan pesat sehingga pemerintah menjadi lengah dalam melakukan kontrol terhadap perkembangan dunia usaha swasta. Kondisi perkembangan ekonomi Indonesia saat itu dapat dikatakan ”over heated” akibat pesatnya pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor. ”Booming” dunia perbankan Indonesia, yang dimulai paruh waktu periode Pelita VI ini sampai sebelum krisis sebetulnya dalam tingkat yang cukup baik. Namun badai krisis keuangan yang melanda Thailand pada tahun 1997, dan yang dengan cepat merebak ke Indonesia telah menggoncang perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Fluktuasi nilai tukar yang bergerak sedemikian cepat membuat Bank Indonesia kesulitan menjaga stabilitas moneter, sehingga akhirnya sampai pada keputusan yaitu mengambangkan mata uang agar cadangan devisa pemerintah tidak habis terkuras. Pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. Utang dalam negeri mulai terbentuk dalam jumlah yang sangat besar melampaui jumlah utang luar negeri pemerintah yang sejak awal Orde Baru selama lebih dari 25 tahun telah dikelola dengan hati-hati. Rasio stok utang pemerintah terhadap PDB mencapai 101.2 persen, yang terdiri dari utang luar negeri dengan rasio 46.3 persen dan utang dalam negeri dengan rasio 54.9 persen terhadap PDB.

2. Ringkasan Hasil Pembangunan Terencana

Dengan mencermati perkembangan perekonomian dari Pelita I sampai Pelita VI, secara umum perekonomian Indonesia dapat dikatakan mengalami perkembangan yang luar biasa. Dalam periode tiga puluh tahun itu pula struktur perekonomian Indonesia mulai bergeser, di mana sektor industri dan jasa-jasa semakin mengalami peningkatan dan akhirnya mendominasi perekonomian. Oleh karena itu, pada periode tersebut, dapat digambarkan bahwa utang luar negeri telah menjadi sumber pembiayaan pembangunan ekonomi yang penting.

(49)

pembiayaan APBN yang bersumber dari pinjaman dalam negeri, baik berupa pinjaman dari bank sentral maupun dari pengeluaran surat berharga. Kebijakan anggaran berimbang tersebut ternyata telah berhasil menghindarkan Indonesia dari terjadinya hiperinflasi.

Namun demikian, krisis yang merebak pada pertengahan tahun 1997 pada akhirnya membuat pemerintah tidak mampu lagi bertahan untuk tidak melakukan pinjaman dari dalam negeri. Kisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 itu pada akhirnya memaksa pemerintah melanggar prinsip tentang anggaran berimbang.

2.2.1.2. Utang Luar Negeri Pemerintah Periode Pelita I Sampai Dengan Tahun 2005

Sejak awal kemerdekaan, Indonesia telah mulai menggunakan utang luar negeri untuk pembangunan. Namun utang luar negeri tersebut belum terstruktur dengan baik. Baru sejak tahun 1966, utang luar negeri pemerintah mulai diadministrasikan dengan baik. Secara ringkas, perkembangan beberapa indikator perekonomian Indonesia selama enam periode lima tahunan sejak awal pemerintahan Orde Baru sampai dengan tahun 2005 dapat digambarkan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Perkembangan Ekonomi Indonesia Pelita I Sampai Dengan Tahun 2005

Periode

(50)

2.2.2. Perkembangan Stok Utang Luar Negeri Pemerintah

Secara kronologis, perkembangan stok utang luar negeri Pemerintah Indonesia meningkat terus sejak tahun 1966, dari yang semula hanya berjumlah USD 2.02 miliar menjadi USD 68.6 miliar pada bulan Maret tahun 2005. Perkembangan stok utang luar negeri pemerintah dari tahun ke tahun secara grafis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Perkembangan Stok Utang Luar Negeri Pemerintah Tahun 1966 - 2005

Pada pertengahan dasawarsa 1970-an terdapat lonjakan utang luar negeri karena ”credit worthiness” pemerintah meningkat dengan adanya kenaikan nilai ekspor migas. Namun pada saat yang sama kenaikan pinjaman/ utang luar negeri tersebut juga terjadi karena pada akhirnya pemerintah harus menanggung utang luar negeri yang semula dilakukan oleh Pertamina.

Lonjakan utang luar negeri berikutnya terjadi pada pertengahan dasawarsa 1980-an. Hal ini terjadi karena menguatnya mata uang Yen terhadap Dolar AS sehingga pada akhirnya mempengaruhi jumlah utang luar negeri yang ada dalam satuan mata uang Dolar AS. Sementara itu, jatuhnya harga minyak pada pertengahan dasawarsa tersebut membuat pemerintah terpaksa menarik utang luar negeri yang lebih besar, termasuk pinjaman dari IMF dalam bentuk ”Compensatory Financing Facility”, selain pinjaman dari Bank Dunia (World Bank), Bank Pembangunan Asia (ADB = Asian Developmet Bank) dan Pemerintah Jepang dalam bentuk ”fast disbursing loans”.

M

ili

a

r USD

(51)

Pada pertengahan dasawarsa 1990-an sebetulnya sudah tampak terjadinya penurunan jumlah stok utang pemerintah, yang sebagian disebabkan juga oleh perubahan nilai tukar mata uang. Namun demikian, trend penurunan ini akhirnya berbalik menjadi suatu lonjakan tajam pada tahun 1998 dan 1999 karena terjadinya krisis di Indonesia maupun terjadinya perubahan kurs antar mata uang utama di dunia. Pada tahun 1998 terjadi kenaikan utang sebesar USD 13.5 miliar sedangkan pada tahun 1999 juga terjadi kenaikan lagi sebesar USD 8.4 miliar. Namun demikian, pada tahun 2000 stok utang kembali mengalami sedikit penurunan dan berlanjut ke tahun-tahun berikutnya sedikit demi sedikit.

2.2.3. Dinamika Utang Luar Negeri Pemerintah

Utang luar negeri pemerintah sebelum krisis sebetulnya bergerak cukup pelan. Di masa itu, fluktuasi dalam jumlah utang lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan kurs yang terjadi di antara mata uang internasional, terutama Yen dengan Dolar AS. Lonjakan yang cukup besar baru terjadi pada saat krisis, terutama dengan diterimanya pinjaman dari IMF, Bank Dunia, ADB serta pinjaman multilateral dan bilateral lainnya untuk membantu pemerintah dalam mengatasi krisis. Sebagian besar pinjaman itu berbentuk ”Balance of Payments Support”, yaitu pinjaman yang dimaksudkan untuk memperkuat cadangan devisa. Ini berarti bahwa pinjaman baru tersebut tidak digunakan untuk pembangunan ataupun pengeluaran lainnya, tetapi untuk menambah kembali cadangan devisa yang merosot tajam. Sebagaimana diketahui, aliran modal ke luar negeri yang sangat besar terjadi selama krisis tersebut, baik karena penarikan dana investor asing, pelunasan pinjaman luar negeri tanpa ada pemberian pinjaman baru (roll-over), maupun yang murni merupakan pelarian modal untuk mencari tempat penyimpanan atau investasi yang lebih aman.

Gambar

Tabel 1. Profil Pembayaran dan Penjadwalan Utang Luar Negeri Pemerintah
Tabel 3. Perkembangan Stok Utang Luar Negeri Pemerintah Tahun 2002 - 2005
Tabel 5. Laporan Kinerja Pelaksanaan Proyek Pinjaman Luar Negeri  Tahun 1995 – 2005
Gambar 1. Grafik Perkembangan Pembayaran Kembali Utang Luar Negeri Indonesia  Tahun 1984 – 2003
+7

Referensi

Dokumen terkait

Muncar kelancaran pemeriksaan kesehatan balita P1 B terpenuhinya sarana posyandu yang memadai 17 Pagu Indikatif Kecamatan posyandu Desa Tembokrejo 33 Paket 49.500.000,00 0,00 0,00

Prima Damai Permai dan status lahan tanah tersebut ialah tanah negara atau masyarakat Desa Kedamean menyebutnya tanah GG.5 Secara historis, tanah di Indonesia era penjajahan

diasumsi berasal dari kata klang. Klang berasal dari bahasa Thailand Tengah. 7) Paman atau Bibi keempat Sapaan nyang digunakan untuk menyapa paman atau bibi, anak

Dalam aplikasi pengukuran motivasi peserta didik dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen baku ARCS yaitu IMMS ( Instructional Materials Motivation Survey ). IMMS

Setelah dilakukan seleksi kandidat serta pemodelan diperoleh hasil nilai Exp (B) atau disebut juga Odds Ratio (OR) dari yang paling besar sebagai berikut : Variabel

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam

* Disesuaikan dengan nama lembaga penelitian dan atau pengabdian kepada masyarakat di PT...

Makanan masuk melalui rongga mulut yang dicerna secara mekanik oleh gigi dan secara kimiawi oleh air liur. Setelah melalui rongga mulut lalu masuk ke kerongkongan dengan gerakan