• Tidak ada hasil yang ditemukan

The role of riparian vegetation in maintaining water quality of Cisadane River

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The role of riparian vegetation in maintaining water quality of Cisadane River"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

RATNA SIAHAAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Peranan Vegetasi Riparian dalam Mempertahankan Kualitas Air Sungai Cisadane adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.

(3)

ABSTRACT

RATNA SIAHAAN. The Role of Riparian Vegetation in Maintaining Water Quality of Cisadane River. Under supervised by ANDRY INDRAWAN, DEDI SOEDHARMA, dan LILIK B. PRASETYO.

Cisadane River is a main river of Cisadane Watershed. The changing of landcover/landuse and decreasing of riparian vegetation can threaten function and value of Cisadane River. The aim of this research was to analysis the role of riparian vegetation in maintaining water quality of Cisadane River. Image Processing and GIS techniques were to analysis landuse/landcover. Vegetation analysis method was applied to analysis structure and composition of riparian vegetation. Measuring water quality factors was to analysis the quality of Cisadane River. Results showed that DAS Cisadane was 155,149.39 ha. The type of landuse i.e. primary forest (7,332.67 ha; 4.73%), secondary forest (3,4718.58 ha; 22.38%), plantation (6,261.59 ha; 4.04%), mixed garden (24,439.49 ha; 15.75%), shrubs (14,511.34 ha; 9.35%), bare land (25,863.08 ha; 16.67%), built area (16,467.87 ha; 10.61%), rice field (20,919.83 ha; 13.48%), ponds (1,858.08 ha; 1.20%), and water bodies (2,776.87 ha;1.79%). Cisadane River used for domestic, irrigation, transportation, food source, and financial source. The highest composition of riparian vegetation was Poaceae (43.27%) dan Asteraceae (28.60%). The highest species density were Digitaria longiflora (15.51%), Wedelia trilobata (11.80%), and Digitaria violances (9.68%). Index H’ from up stream, middle and down i.e. 3.17; 3.10, and 1.48, respectively. Based on

Index H’ of macrozoobenthos, the water quality were i.e. good (Station 1), quite good (Station 2-5), moderate (Station 6), and not good (Station 7-9). Based on DO, water quality i.e. moderately polluted (Station 1-6) and heavily polluted (Station 7-9). The roles of riparian vegetation in maintaining water quality were by increasing biodiversity of macrozoobentos, clearness, pH and by decreasing TSS, temperature, TP, and TN.

(4)

RINGKASAN

RATNA SIAHAAN. Peranan Vegetasi Riparian dalam Mempertahankan Kualitas Air Sungai Cisadane. Dibimbing oleh ANDRY INDRAWAN, DEDI SOEDHARMA, dan LILIK B.PRASETYO.

Sungai merupakan ekosistem yang sangat penting bagi manusia. Sungai Cisadane melintasi Provinsi Jawa Barat dan Banten. Sungai ini memiliki fungsi dan nilai yang sangat tinggi bagi kehidupan manusia dan hidupan liar. Kegiatan manusia yang telah memanfaatkan hutan di Daerah Aliran Sungai/DAS Cisadane sebagai lahan permukiman, pertanian, industri dan infrastruktur telah mengubah penutupan lahan di DAS Cisadane. Perubahan penutupan lahan tersebut dapat mengancam fungsi dan nilai ekosistem Sungai Cisadane. Fungsi dan nilai sungai dapat dipertahankan jika vegetasi riparian berfungsi dengan baik. Vegetasi riparian dilaporkan memiliki banyak fungsi antara lain mempertahankan kualitas air sungai (Petts 1990; Chang 2006). Gangguan terhadap riparian menjadi

penyebab utama terjadinya penurunan struktur dan fungsi sungai (Gordon et al. 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang peranan vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air Sungai Cisadane. Tujuan tersebut dicapai melalui tahapan sebagai berikut: menganalisis penutupan/pemanfaatan lahan Sungai Cisadane;mengidentifikasi manfaat Sungai Cisadane bagi penduduk; menganalisis struktur dan komposisi vegetasi riparian Sungai Cisadane; menganalisis kualitas air sungai (biofisikokimia); dan menganalisis peranan vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air Sungai Cisadane.

Penelitian dilakukan di sembilan (9) titik di sepanjang Sungai Cisadane dari hulu hingga hilir yang melintasi Provinsi Jawa Barat dan Banten pada Juni 2010 hingga November 2011. Analisis data tutupan lahan dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing, Fakultas Kehutanan IPB. Analisis vegetasi dilakukan di Laboratorium Ekologi, Fakultas Kehutanan IPB. Pengukuran faktor fisik dan kimia air permukaan sungai dilakukan di Lab. Proling, IPB. Sementara untuk makrozoobentos pengamatan dilakukan di Lab. Biomikro 1, IPB dan Lab.Anatomi, FKH-IPB.

Metode pengumpulan data disesuaikan untuk masing-masing tahapan penelitian. Data yang dikumpulkan untuk penutupan/penggunaan lahan DAS Cisadane berupa data primer dan sekunder. Data primer spasial yaitu citra Landat tahun 2009. Data sekunder yaitu data sungai dan administrasi.

(5)

riparian berada di sepanjang tepian sungai yaitu dari tepi sungai (bankfull widh) hingga daratan atas (upland) yang dipengaruhi limpasan air Sungai Cisadane pada saat banjir (high level).

Sementara itu untuk kualitas air Sungai Cisadane, pengambilan sampel air dilakukan secara komposit. Data faktor fisik air yaitu kecerahan, kecepatan arus, suhu, dan Total Suspended Solids/TSS. Data faktor kimia air yaitu pH, Biochemical Oxygen Demand/BOD, Chemical Oxygen Demand/COD, Dissolved Oxygen/DO, Total Nitrogen/TN, dan Total Fosfat/TP. Data biologi air yaitu makrozoobentos. Sampel makrozoobentos dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel air dengan menggunakan jala surber untuk substrat batuan dan Eckman Grabb untuk substrat berlumpur.

DAS Cisadane memiliki luas sekitar 155.149,39 ha. Tutupan lahan di DAS Cisadane yaitu hutan primer (7.332,67 ha; 4,73%), hutan sekunder (3.4718,58 ha; 22,38%), perkebunan (6.261,59 ha; 4,04%), kebun campuran (24.439,49 ha; 15,75%), semak belukar (14.511,34 ha; 9,35%), lahan terbuka (25.863,08 ha; 16,67%), lahan terbangun (16.467,87 ha; 10,61%), sawah (20.919,83 ha; 13,48%), tambak (1.858,08 ha; 1,20%), dan badan air (2.776,87 ha; 1,79%). Tepian Sungai Cisadane di bagian hulu (Stasiun 1-2) dan tengah (Stasiun 4-6) dapat dikategorikan sebagai lansekap semi alami. Lansekap urban ditemukan di stasiun yang terletak di pusat kota seperti Kota Bogor (Stasiun 3) dan Serpong (Stasiun 7-9).

Sungai Cisadane memiliki multi-fungsi yaitu air bersih untuk kebutuhan domestik, pertanian, prasarana transportasi, sumber pangan, dan sumber pencaharian. Vegetasi riparian Sungai Cisadane beranekaragam mulai dari rumput hingga pohon yang ditanam oleh masyarakat setempat. Komposisi vegetasi riparian terbesar yaitu Poaceae (43,27%) dan Asteraceae (28,60%).

Keanekaragaman hayati vegetasi riparian semakin menurun ke hilir. Indeks H’ di

hulu (Stasiun 1-3), tengah (Stasiun 4-6) dan hilir (Stasiun 7-9) yaitu 3,17; 3,10, dan 1,48.

Kualitas air Sungai Cisadane dari hulu ke hilir semakin menurun.

Berdasarkan Indeks H’, kualitas air yang baik/tercemar sangat ringan di hulu (Stasiun 1-2), cukup baik/tercemar ringan (Stasiun 3-5), sedang/tercemar sedang (Stasiun 6), dan buruk/tercemar berat di hilir (Stasiun 7-9). Berdasarkan DO, kualitas air Sungai Cisadane telah tercemar ringan di hulu – tengah (Stasiun 1-6), dan tercemar berat di hilir (Stasiun 7-9).

Keanekaragaman makrozoobentos dipengaruhi oleh pH, DO, kecerahan, kecepatan arus, TSS, suhu,TP, dan TN. Keanekaragaman vegetasi riparian sangat mempengaruhi kualitas air sungai. Faktor kualitas yang dipengaruhi oleh vegetasi riparian yaitu keanekaragaman makrozoobentos. Penurunan keanekaragaman vegetasi dapat meningkatkan TSS, suhu, TP dan TN.

(6)

Sungai Cisadane jika limbah berupa limbah anorganik yang langsung dibuang ke Sungai Cisadane.

(7)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

PERANAN VEGETASI RIPARIAN DALAM

MEMPERTAHANKAN KUALITAS AIR SUNGAI CISADANE

RATNA SIAHAAN

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup :

1 Dr. Ir. Istomo, MS

Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

2 Dr. Ir. Etty Riani, MS

Departemen Manajamen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Penguji pada Ujian Terbuka:

1 Dr. Ir. Drs. Hasan Sudrajat, MM

Ditjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, Kementerian Perindustrian

2 Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

- Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

(10)
(11)

PRAKATA

Penelitian tentang peranan vegetasi riparian di Indonesia dalam mempertahankan kualitas air sungai belum pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis peranan vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air Sungai Cisadane. Pelaksanaannya meliputi empat (4) tahapan penelitian yaitu penutupan/penggunaan lahan DAS Cisadane dengan data primer spasial yaitu citra Landat tahun 2009, identifikasi manfaat Sungai Cisadane, analisis vegetasi riparian untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi riparian, analisis kualitas air dengan mengamati faktor fisikokimia air dan makrozoobentos. Bagian dari disertasi ini yang berjudul “Keanekaragaman Makrozoobentos sebagai Indikator Kualitas Air Sungai Cisadane Jawa Barat

-Banten” telah disetujui untuk diterbitkan di Jurnal Bios Logos pada Vol.2 No.1 pada Februari 2012. Bagian lain dengan judul “Kualitas Air Sungai Cisadane Jawa Barat -Banten” telah disetujui oleh editor redaksi Jurnal Ilmiah Sains MIPA Unsrat untuk diterbitkan pada Vol 11 No.2 pada halaman 268-273.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, bantuan dan kerjasama dalam pelaksanaan penelitian ini yakni

Ketua Komisi: Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS (Fahutan IPB),

Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA (FPIK IPB) dan Prof. Dr. Ir. Lilik B.Prasetyo, MSc. (Fahutan IPB). Ucapan terima kasih juga

disampaikan kepada Prof. Dr. Christer Nillson dari Umeå University, Swedia atas bantuan selama sandwich-like untuk penelitian ini di Swedia.

Terimakasih untuk Ketua Program Studi PSL, Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS dan Sekretaris PSL untuk mahasiswa S3,

Dr. Ir. Widiatmaka, DAA serta seluruh staf pengajar dan pegawai di PSL yang telah memberikan banyak hal kepada saya baik itu ilmu maupun dorongan agar saya dapat menyelesaikan studi di PSL.

(12)

Swedia. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pemda Sulut atas bantuan dana yang telah diberikan.

Keberhasilan studi juga berkaitan dengan kerja sama yang baik dengan unit –unit di IPB. Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Fisik Remote Sensing, Fahutan IPB, Laboratorium Ekologi, Fahutan IPB, Laboratorium Proling IPB, Laboratorium Biomikro 1 IPB, Laboratorium Anatomi, FKH IPB, dan Perpustakaan Pusat IPB.

Ucapan terima kasih yang tulus bagi keluargaku tercinta, keluarga besar W.M. Siahaan – H.Hutabarat yaitu kepada kakak, adik, keponakan dan ipar yang selalu mendukung tanpa kenal lelah baik dalam berbagai bentuk dorongan, semangat, materi, dan juga doa. Disertasi ini sulit diselesaikan tanpa bantuan dan

cinta yang telah kalian berikan kepadaku. Ucapan terima kasih juga buat teman-teman yang telah membantu di

lapangan yaitu Yohanis Marentek, M.Si, Djefri Makarawung, Jusmy Putuhena,M.Si, Dedi, Wawan, dan pak Asep. Terima kasih sebesar-besarnya untuk penduduk di lokasi penelitian yang telah dengan ringan tangan memberikan bantuan selama mengambil data di lapangan.

Terima kasih untuk Dr. Ir. Nurhaidah Sinaga, MSi yang telah banyak membantu di lapangan, khususnya dalam identifikasi tumbuhan. Juga, atas kemurahan hati menyediakan tempat bagi saya selama menyelesaikan Disertasi ini. Analisis statistik menjadi lebih mudah atas bantuan Dariani Matualage, M.Si. Terimakasih buat adik Hasriani yang telah menyelamatkanku atas ketidakmampuan menampilkan presentasi yang baik. Juga buat adik Deba Supriyanto yang memberikan trik untuk mengolah grafik.

Bantuan semangat dan kerjasama yang tak henti yang ditunjukan oleh teman-teman kuliah di Program studi PSL terutama dari Dr. Debby Pattimahu, Dr. Dwi Dinariana, Dr. Zakyah, Dr. Hutwan, Dr. Muklas dan Kodim. Juga buat

teman-teman seperjuangan di Asrama Samratulangi khususnya di Sempur Kaler 94 yang berandil besar dalam mendorong keberhasilan studi saya.

(13)

semua teman-teman, sanak saudara dan tetangga yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas doa, dorongan dan bantuan yang telah diberikan selama saya studi di IPB.

Tentunya masih ada kekurangan yang terdapat dalam Disertasi ini. Semoga Disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2012

(14)

RIWAYAT HIDUP

Ratna Siahaan dilahirkan di Medan pada 24 Mei 1967 dari pasangan Washington Siahaan (alm) dan Heramin Hutabarad (alm) sebagai anak kesepuluh dari tiga belas bersaudara.

Sejak tamat SMA di Medan, penulis menyelesaikan pendidikan Strata S1 di Universitas Indonesia, Jurusan Biologi tahun 1992. Pendidikan Strata 2 diselesaikan di Institut Tehnologi Bandung, Program Studi Biologi, Minat Pengelolaan Sumberdaya Hayati dan Lingkungan Hidup/PSDH-LH tahun 2000. Kemudian melanjutkan Strata 3 di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada tahun 2004.

(15)

xiv 2.4.1 Letak, Topografi dan Jenis Tanah………. 2.4.2 Iklim……….. 2.4.3 Hidrologi………... Penelitian sebelumnya tentang DAS/Sungai Cisadane dan Riparia di Indonesia………

3.2 Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Cisadane……… 20

(16)

4.4 Kualitas Air Sungai Cisadane……... 46

4.4.1 Faktor Fisikokimia……….. 46

4.4.2 Faktor Biologi………. 57

4.5 Peranan Vegetasi Riparian dalam Mempertahankan Kualitas

Air Sungai Cisadane……….

65

V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 71 5.2 Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA………..

LAMPIRAN……….

75

(17)

xvi Halaman 1. Tujuan, jenis data, alat dan bahan, metode pengambilan data,

dan analisis serta hasil ……...

21

2. Alat dan bahan analisis vegetasi………... 23 3. Parameter dan metode analisis data biofisikokimia Sungai

Cisadane ……….………

26

4. Luas dan persentase tutupan lahan tiap Sub-DAS Cisadane…… 31 5. Kerapatan vegetasi riparian di Stasiun 1-8…..…………... 37 6. Kerapatan jenis (indidu/ha) vegetasi riparian di Stasiun 1-9 38 7. Analisis Vegetasi Riparian di Stasiun 1-8………... 45

8. Kualitas Air Sungai Cisadane………... 47

9 Klasifikasi Kualitas Air menurut Miller (2007)... 53 10 Kepadatan, Kekayaan Taksa dan Indeks Keanekaragaman

Makrozoobentos di Sungai Cisadane pada musim Kemarau (K) & Hujan (H) 2011………...

58

11 Nilai koefisien, akar ciri dan proporsi keragaman hasil AKU

(18)

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian... 4

2. Hubungan antara vegetasi riparian dan komunitas perairan sungai ………... 12

3. Lokasi penelitian ………. 19

4. Lay out metode garis berpetak untuk analisis vegetasi riparian.. 23

5. Peta tutupan lahan DAS Cisadane ………... 29

6. Persentase tutupan tiap Kelas DAS Cisadane ………. 30

7. Lansekap semi alami di Sungai. Cisadane bagian hulu dan tengah... 31

8. Lansekap urban di Sungai Cisadane bagian hilir... 32

9. MCK di Sungai Cisadane bagian hulu………..... 32

10. Menangkap ikan di Sungai Cisadane... 34

11. Mencari cacing sutra (Oligochaeta) di Sungai Cisadane hilir, Serpong... 35

12. Menambang pasir di Sungai Cisadane tengah, Sindur... 35

13. Komposisi vegetasi riparian di Stasiun 1………. 40

14. Komposisi vegetasi riparian di Stasiun 2……... 40

15. Komposisi vegetasi riparian di Stasiun 3………... 41

16. Komposisi vegetasi riparian di Stasiun 4... 42

17. Komposisi vegetasi riparian di Stasiun 5... 42

18. Komposisi vegetasi riparian di Stasiun 6……….. 43

19. Komposisi vegetasi riparian di Stasiun 7 dan 8……… 44

20. Indeks keragaman vegetasi riparian (H’) dari hulu-hilir……… 45

21. Kecepatan Arus Air Sungai Cisadane pada musim kemarau (K) dan hujan (H)……… 46

22. TTS Sungai Cisadane pada musim pada musim kemarau (K) dan hujan (H)……… 50

23. Kekeruhan Sungai Cisadane setelah Hujan pada November 2011……….. 50

24. Nilai DO air Sungai Cisadane pada musim kemarau (K) dan hujan (H)………... 53

(19)

xviii

hujan (H)………... 55

27. Nilai Total N Sungai Cisadane pada musim kemarau (K) dan

hujan (H)………... 56

28. Nilai Total P Sungai Cisadane pada musim kemarau (K) dan

hujan (H)………... 57

29. Kepadatan dan kekayaan taksa makrozoobentos Sungai

Cisadane……… 60

30. Gastropoda di Sungai Cisadane……… 61

31. Makrozoobentos dari Ephemenoptera di Sungai Cisadane…….. 61 32. Larva Chironomidae di Sungai Cisadane………. 62 33. Lintah air Hirudinae di Sungai Cisadane…..……… 63

34. Oligochaeta di Sungai Cisadane………..……. 63

35. Indeks keanekaragaman makrozoobentos (H”) di Sungai

Cisadena……… 65

(20)

Halaman

1. Nama vegetasi riparian di Stasiun 1-8……….. 85

2. Keanekaragaman vegetasi riparian di Stasiun 1………... 87

3. Keanekaragaman vegetasi riparian di Stasiun 2……… 88

4. Keanekaragaman vegetasi riparian di Stasiun 3………. 89

5. Keanekaragaman vegetasi riparian di Stasiun 4……… 90

6. Keanekaragaman vegetasi riparian di Stasiun 5……… 91

7. Keanekaragaman vegetasi riparian di Stasiun 6……… 92

8. Keanekaragaman vegetasi riparian di Stasiun 7……… 93

9. Keanekaragaman vegetasi riparian di Stasiun 8……….. 94

(21)

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Air sungai sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup termasuk manusia. Namun, bahan-bahan pencemar dari kegiatan manusia yang masuk ke sungai telah menurunkan kualitas air sungai. Hal ini dapat menganggu kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, kualitas air dari ekosistem perairan tawar termasuk sungai merupakan salah satu sasaran biodiversitas 2010 yang dipilih oleh Convention on Biological Diversity (CBD) (Mace dan Baillie 2007).

Sungai Cisadane melintasi Provinsi Jawa Barat dan Banten. Sungai ini memiliki fungsi dan nilai yang sangat tinggi bagi kehidupan manusia dan hidupan liar. Sungai dipergunakan manusia sebagai sumber air untuk kebutuhan pertanian, rumah tangga dan industri. Sungai ini juga menjadi habitat bagi berbagai hidupan liar. Namun, berbagai kegiatan manusia dapat menyebabkan penurunan kualitas air Sungai Cisadane.

Kualitas air sungai harus terus dilakukan dan ditingkatkan untuk mempertahankan keberlanjutan nilai dan fungsi sungai bagi semua makhluk hidup. Bahan-bahan pencemar yang berasal dari daratan terbawa oleh air limpasan (runoff) menuju sungai. Pencemar tersebut dapat secara efektif dikendalikan oleh vegetasi riparian yang bertindak sebagai penyaring/penjerap pencemar (Tourbier 1994).

Ekosistem riparian adalah ekosistem peralihan (ecotone) yang berada di antara ekosistem akuatik sungai dan teresterial/daratan (Wenger 1999). Ekosistem yang berada di tepian sungai ini ditumbuhi oleh berbagai jenis tumbuhan yang telah beradaptasi untuk hidup di tempat yang seringkali tergenang air sungai terutama saat hujan turun (Mitsch dan Gosselink 1993). Vegetasi yang tumbuh di ekosistem riparian tersebut dinamakan vegetasi riparian.

(22)

seperti ikan yang menyukai dasar sungai tidak berlumpur (Jones et al. 1999). Vegetasi riparian juga dapat menjadi pemasok serasah (energi) ke sungai yang sangat diperlukan dalam produktivitas perikanan sungai (Allan 1995; Johnson et al. 1995). Vegetasi riparian juga sebagai habitat hidupan liar teresterial (Mitsch dan Gosselink 1993), tempat bagi hewan-hewan untuk mencari perlindungan, kawin dan memijah (Mitsch dan Gosselink 1993; Sparks 1995; Jones et al. 1999).

Riparian memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting namun riparian mengalami ancaman akibat kegiatan manusia yang memanfaatkannya. Pemanfaatan tepian sungai sebagai lahan permukiman, pertanian, industri, transportasi dan komunikasi (Malanson 1995) turut menghancurkan riparian. Selain itu, kegiatan pembangunan fisik seperti normalisasi sungai, pembuatan talud, bendungan, tanggul, sudet, dan penguatan tebing sungai dengan beton dan kanal (Maryono 2005) juga melenyapkan riparian. Kegiatan normalisasi sungai yang memindahkan arus sungai yang berkelok-kelok hingga menjadi arus lurus, menyebabkan deforestasi vegetasi riparian (Johnson et al. 1995). Petts (1996) menyebutkan hilangnya vegetasi riparian menjadi faktor utama penurunan dan kepunahan fauna akuatik.

Fungsi dan nilai riparia yang sangat penting bagi keberlanjutan kehidupan akuatik dan teresterial telah menumbuhkan upaya untuk mengembalikan (merestorasi) riparian yang hilang atau rusak. Upaya memulihkan riparian tersebut didahului dengan mengkaji vegetasi riparian yang ada di sepanjang sungai. Penelitian ini akan difokuskan pada kajian vegetasi riparian di sepanjang Sungai Cisadane. Selain itu, penelitian juga menganalisis dampak tidak langsung dari vegetasi riparian terhadap terhadap kualitas air Sungai Cisadane.

1.2Kerangka Pemikiran

(23)

menurunkan fungsi dan nilai Sungai Cisadane bagi masyarakat dan hidupan liar. Kajian tentang peranan vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air Sungai Cisadane dilakukan melalui kajian faktor tutupan lahan di Daerah Aliran Sungai/DAS Cisadane, vegetasi riparian kualitas air sungai dan manfaat sungai bagi masyarakat. Hasil kajian diharapkan dapat memberikan arahan bagi pengelolaan Sungai Cisadane dengan menekankan pada peranan vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air Sungai Cisadane. Kerangka pemikiran dalam menganalisis peranan vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air Sungai Cisadane agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 1.

1.3Perumusan Masalah

Peranan vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air sungai telah dilaporkan oleh sejumlah peneliti. Namun, di Indonesia, penelitian tentang peranan vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air sungai belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ditekankan pada bagaimana peranan vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air di Indonesia dengan Sungai Cisadane sebagai studi kasus penelitian.

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian dimaksudkan untuk menganalisis peranan vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air Sungai Cisadane. Tujuan penelitian ini akan dicapai melalui tahapan berikut yaitu:

a. Menganalisis penutupan/pemanfaatan lahan Sungai Cisadane; b. Mengidentifikasi manfaat Sungai Cisadane bagi penduduk;

c. Menganalisis struktur dan komposisi vegetasi riparian Sungai Cisadane; d. Menganalisis kualitas air sungai (biofisikokimia); dan

(24)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. Penurunan Kualitas Air Sungai Cisadane

- Fungsi ekologis sungai - Nilai air sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane

Vegetasi riparian Tekanan:

permukiman, pertanian, industri,

infrastruktur dll.

Fungsi ekologis vegetasi riparian:

mempertahankan kualitas air Sungai Cisadane

gangguan

Kajian peranan vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air Sungai Cisadane

vegetasi riparian:

 struktur  komposisi

Kualitas air S.Cisadane -fisikokimia

-makrozoobentos

Manfaat Sungai Cisadane Tutupan lahan

(25)

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian bermanfaat bagi:

a. Ilmu pengetahuan sebab memberikan kajian ilmiah tentang peranan vegetasi riparian dalam mempertahankan kualitas air Sungai Cisadane;

b. Pemerintah sebagai rujukan rujukan dalam upaya pengelolaan berkelanjutan Sungai Cisadane dan riparian Sungai Cisadane; dan

c. Masyarakat sebab dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat akan vegetasi riparian dan pentingnya menyelamatkan Sungai Cisadane dan riparian Sungai Cisadane.

1.6Novelty (Kebaruan)

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi Riparia

Riparia berasal dari bahasa Latin riparius. Menurut Kamus Webster, riparia

artinya “milik tepi sungai”. Istilah riparia secara umum menggantikan bahasa Latin tersebut. Riparia biasanya menggambarkan komunitas biotik yang

menghuni tepian sungai, kolam, danau dan lahan basah lainnya (Naiman et al. 2000; Naiman et al. 2005). Naiman et al. (2005) menggunakan

istilah “riparian” sebagai kata sifat dan istilah “riparia” sebagai kata benda tunggal atau majemuk. Istilah riparia untuk menekankan pada perpaduan biotik dari zona transisi akuatik-teresterial yang berasosiasi dengan air mengalir.

Definisi lain tentang riparia juga telah disebutkan oleh berbagai peneliti. Definisi memang bervariasi tetapi pada dasarnya tetap menyebutkan bahwa riparia adalah ekosistem peralihan antara ekosistem akuatik dan teresterial. Ekosistem peralihan antara daratan dan perairan ini disebut ekoton (Odum 1971; Petts 1990).

Peneliti menggunakan beberapa istilah yang merujuk ke riparia yaitu hutan riparian (Gosselink et al. 1980), riparian rheophyt (Steenis 1981), koridor sungai (river-corridor) (House dan Sangster 1991), ekosistem riparian (Mitsch dan Gosselink 1993), lahan basah riparian (Hanson et al. 1994), zona riparian (riparian zone) (Malanson 1995), area riparian (Ilhardt et al. 2000), tepian sungai (river-margin) (Jansson et al.2000), dan riparian buffer (Turner et al. 2001).

(27)

Secara umum, Mitsch dan Gosselink (1993) mendefinisikan ekosistem riparian adalah daratan yang berada di dekat sungai atau badan air lainnya yang paling tidak secara periodik dipengaruhi oleh banjir. Ekosistem riparian ditemukan di mana ada sungai yang pada saat tertentu terkena menyebabkan banjir luapan melampaui badan/saluran sungai. Riparia dapat berupa lembah aluvial yang besar dengan lebar puluhan kilometer di daerah basah atau vegetasi tepian sungai dengan lebar sempit di daerah kering.

Ilhardt et al. (2000) mencoba memberikan definisi fungsional dari area riparian. Mereka berpendapat bahwa dalam area riparian ada tiga hal yaitu mencakup air atau feature yang mengandung air atau mentransportkan air, riparian adalah ekoton, riparian memiliki lebar yang sangat bervariasi. Berdasarkan hal tersebut, definisi fungsional dari area riparian adalah ekoton 3-dimensional dari interaksi ekosistem teresterial dan akuatik, yang meluas menuju groundwater, ke atas menuju kanopi, melintasi dataran banjir, ke atas mendekati lereng yang mendrainasi ke air, secara lateral ke ekosistem teresterial dan sepanjang badan air pada lebar yang bervariasi.

Ekosistem riparian memiliki karakter khas yang membedakannya dengan ekosistem daratan atas (upland). Karakteristik riparian yaitu air yang melimpah dan kaya akan tanah aluvial (Brinson et al.1981). Ekosistem riparian menurut Brinson et al. (1981) memiliki tiga karakter umum yang membedakannya dengan ekosistem yaitu:

a. Ekosistem riparian secara umum memiliki suatu bentuk linear sebagai akibat dari proksimitasnya ke sungai.

b. Energi dan materi yang berasal dari sekitar lansekap bergabung (converge) dan menuju ekosistem riparian dalam jumlah yang jauh lebih banyak daripada ekosistem lahan basah lainnya. Oleh karena itu, sistem riparian adalah sistem terbuka.

c. Ekosistem riparian secara fungsional berhubungan dengan sungai bagian hulu dan bagian hilir dan secara lateral berhubungan dengan ekosistem lereng atas (daratan) dan lereng bawah (akuatik).

(28)

a. Gradien saturasi air ditentukan oleh topografi, materi geologi dan hidrodinamika.

b. Proses biofisik diarahkan oleh saturasi air dinamik dan gradien energi.

c. Entitas permukaan/surface dan subsurface menyediakan umpan balik yang mengendalikan energi organik dan fluks materi.

d. Komunitas biotik distrukturkan dan diatur dalam ruang dan waktu sepanjang gradien dalam tiga dimensi: longitudinal, lateral dan vertikal.

Walaupun demikian, zona riparian tidak mudah didelineasi secara tepat karena heterogenitas biofisik yang berhubungan dengan koridor sungai. Lebar zona riparian yang sesungguhnya berhubungan dengan ukuran sungai, posisi sungai dalam jaringan drainase, regime hidrologis dan konfigurasi fisik lokal. Oleh karena itu, delineasi zona riparian tergantung pada pemilihan karakteristik lingkungan yang berpengaruh kuat pada komunitas tumbuhan atau atribut lain yang mudah dikenali. Secara umum, delineasi zona riparian melalui pengukuran spasial dari tumbuhan herba yang telah beradaptasi dengan tanah lembab, produksi sumberdaya hara untuk sistem akuatik, geomorfologi lokal dan identifikasi area yang menunjukkan kekerapan erosi sedimen atau sedimentasi (Naiman et al. 2005).

Malanson (1995) juga menyebutkan bahwa karakteristik zona riparian sangat bervariasi. Karakter ekoton dari riparia kadang jelas karena gradien pendek namun kadang sulit dibedakan sebab gradien yang lebar. Karakter lahan basah yang dimiliki riparia juga bervariasi. Beberapa riparia yang dekat dengan sungai tidak berupa lahan basah, tidak dipengaruhi banjir saat tertentu dan tidak memiliki air muka tanah yang tinggi. Oleh karena itu, penentuan zona riparian dapat dilakukan dengan memperhatikan bentuk topografi dan regim hidrologis untuk menguji gradien air muka tanah.

Definisi operasional tentang zona riparian pada penelitian ini mengikuti

definisi yang telah dikemukan oleh Gosselink et al. (1980); Huffman dan Forsythe (1981); Mitsch dan Gosselink (1993) dan Naiman et al. (2005). Zona riparian adalah daratan yang berada di dekat Sungai

(29)

dipengaruhi banjir menjadi karakteristik lingkungan dalam mendelineasi zona riparian.

Menurut Kepres No.32/1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi sungai. Lebar sempadan sungai berbeda-beda tergantung pada lebar sungai dan lokasi sungai. Pasal 16 menetapkan lebar sempadan sungai

besar di luar pemukiman (≥ 100 m), anak sungai besar (≥ 50 m) dan di daerah

permukiman berupa jalan inspeksi (10-15m) (Anonim 1990).

Pemerintah melalui PP No.26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional pada Pasal 56 ayat 2 telah menetapkan batas sempadan sungai yang bertanggul paling sedikit 5 meter dari kaki tanggul sebelah luar. Lebar sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar permukiman paling sedikit 100 meter dari tepi sungai. Lebar sempadan anak sungai tidak bertanggul di luar permukiman paling sedikit 50 meter dari tepi sungai (Anonim 2008).

Lebar sempadan sungai tiap daerah tidak sama dan dapat berubah. Pemerintah Tangerang melalui Perda No.8/1994 telah menetapkan lebar sempadan Sungai Cisadane yaitu 20 m dihitung dari tepi sungai (Anonim 1994). Pemerintah Jawa Barat, sesuai dengan Perda No.2/2006 tentang Sempadan Sungai Jawa Barat, menetapkan lebar sempadan sungai di perkotaan maksimum hanya sebesar 5 meter dari tanggul terluar sebab di perkotaan banyak terjadi konflik (Bapeda Jabar 2007).

2.2Fungsi dan Nilai Riparia

Riparia memiliki karakteristik fungsional ganda sebagai akibat lingkungan fisik yang unik. Secara umum mudah dikenali bahwa produktivitas ekosistem riparian tinggi akibat konvergensi energi dan materi yang melintasi riparian dalam jumlah yang besar (Mitsch dan Gosselink 1993).

(30)

1. Nilai ulitarian

 Nilai pemanfataan konsumtif

 Nilai pemanfaatan produktif

 Nilai jasa

 Nilai pendidikan dan penelitian

 Nilai budaya, spiritual, eksperensial dan eksistensi

 Nilai estetika, rekreasi dan wisata 2. Nilai intrinsik

 Etika ekosentris

 Etika biosentris

Nilai intrinsik ditekankan pada nilai dari spesies dan komunitas yang tidak tergantung pada perspektif manusia. Nilai ulitarian tergantung pada pendapat dan kebutuhan manusia. Nilai ekosentris mengacu pada keutuhan komunitas biologis misalnya keterwakilan, keanekaragaman, kelangkaan dan kealamian. Nilai biosentris menekankan akan adanya nilai pada setiap individu organisma. Manusia perlu menghargai setiap bentuk kehidupan di lingkungan alami (Gordon et al. 2004).

FAO (1998) menyebutkan bahwa riparia memiliki empat (4) fungsi utama yaitu mengendalikan kualitas air, melindungi habitat sungai, memberikan naungan dan serasah organik, konservasi alami dan sebagai tempat rekreasi. Malanson (1995) menyebutkan bahwa riparian memiliki nilai ekonomi baik langsung maupun tidak langsung yaitu sumber kayu, mencegah banjir, mengisi kembali akuifer, sumber air permukaan dan produktivitas perikanan. Nilai sosial yang dimiliki riparian yaitu tempat rekreasi, penelitian, pendidikan dan estetika/keindahan.

Fungsi vegetasi riparian sangat besar bagi keberlangsungan kehidupan organisma teresterial dan akuatik. Vegetasi riparian penting sebagai habitat ikan, pendukung rantai makanan, habitat hidupan liar, mempertahankan suhu, stabilisasi tepian sungai, perlindungan kualitas air, mempertahankan morfologi sungai dan mengendalikan banjir (Chang 2006). Gangguan terhadap riparian menjadi

(31)

Knight dan Bottoff (1984) yang diacu oleh Mitsch dan Gosselink (1993) mencoba memberikan berbagai fungsi vegetasi riparian (Gambar 2). Vegetasi riparian berperan sebagai habitat teresterial bagi hewan dewasa untuk mencari makan, istirahat dan bersembunyi. Helaian daun berguna sebagai tempat meletakkan telur. Vegetasi riparian dapat menaungi sungai sehingga suhu air dan produktivitas primer dapat dipertahankan. Vegetasi riparian juga sebagai pemasok serasah (energi) bagi sungai. Serasah yang masuk bersama dengan produsen primer akan menjadi makanan bagi invertebrata sungai. Vegetasi riparian juga mempertahankan kualitas dan kuantitas air sungai. Pengendalian suhu air sungai bersama dengan kualitas dan kuantitas air sungai akan mempertahankan laju pertumbuhan dan daur hidup invertebrata akuatik. Sungai yang memiliki makanan bagi invertebrata akuatik dan cocok dalam menunjang pertumbuhan dan daur hidup invertebrata akuatik merupakan habitat yang baik bagi invertebrata akuatik.

Gambar 2 Hubungan antara vegetasi riparian dan komunitas perairan sungai.

(Sumber: Knight dan Bottorff 1984diacu oleh Mitsch WJ dan Gosselink JG 1993)

Riparia tidak hanya memiliki nilai ekologis namun juga ekonomi dan sosial. Petts (1990) menyebutkan riparian memiliki sembilan (9) nilai yaitu:

(32)

2. Suhu air. Vegetasi riparian memberikan naungan sehingga dapat mengatur fluktuasi air sungai.

3. Keseimbangan autotrof dan heterotrof. Vegetasi riparian dapat mengatur suhu air dan cahaya yang masuk ke sungai yang diperlukan dalam produksi primer. Riparia juga berperan dalam penyediaan materi organik ke sungai yang diperlukan oleh organisma heterotrof.

4. Stabilisasi morfologi sungai. Vegetasi riparian berperan dapat mempertahankan stabilitas tepian sungai.

5. Habitat perairan. Vegetasi riparian sebagai habitat bagi hidupan liar seperti invertebrata dan pisces.

6. Produksi perikanan. Vegetasi riparian sebagai pemasok senyawa organik yang diperlukan dalam rantai makanan ikan.

7. Habitat hidupan liar yang penting. Vegetasi riparian banyak dihuni oleh berbagai macam burung.

8. Sumber kayu. Vegetasi riparian berupa pohon sebagai penghasil kayu yang bernilai ekonomi.

9. Rekreasi dan amenity.

Hutan riparian terletak antara daratan dan sungai sehingga dapat berfungsi sebagai buffer/penyangga. Kondisi sungai berhubungan dengan kondisi riparia sebagai penyangga (Leavitt 1998). Hal ini disebabkan hutan riparian dapat mengendalikan transport sedimen dan bahan-bahan kimia ke sungai (Lawrence at al.1984; Waring dan Schlesinger 1985; Castelle et al.1994).

Sedimen tersebut akan dideposisikan di zona riparian (Waring dan Schlesinger 1985). Hutan riparian juga berperan sebagai penyangga

buangan nutrien dari agroekosistem (Lawrence at al.1984) seperti unsur N (Jacobs dan Gilliam 1985). Peranan hutan riparian tersebut tetap dapat berjalan walau hutan riparian berupa jalur hijau yang sempit (Bren 1993). Unsur nitrogen masuk ke sungai melalui aliran air bawah tanah (ground water flow) akan difilter oleh hutan riparian (Mayer et al. 2005).

(33)

mengurangi kecepatan arus sebab vegetasi riparian, berupa pohon dan semak, mampu mengurangi aliran air (Waring dan Schlesinger 1985). Vegetasi riparian juga berperan dalam perikanan (Waring dan Schlesinger 1985; Allan 1995; Johnson et al. 1995).

Hutan riparian penting dalam mempertahankan keanekaragaman hayati. Riparia merupakan ekoton yang terletak antara daratan dan sungai. Oleh karena itu, riparia memiliki ciri yang unik sebagai akibat interaksi yang kuat antara kedua ekosistem tersebut (Castelle et al. 1994). Keanekaragaman habitat di riparia akan mengarah ke diferensiasi niche/relung (Gosselink et al. 1980) yang menyebabkan terbentuknya keanakeragaman jenis baik tumbuhan dan hewan di riparia (Castelle et al. 1994). Pohon riparian baik sebagai habitat bagi invertebrata seperti serangga (Haslam 1997). Perubahan pohon riparian baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi hidupan liar (Petts 1990). Pohon riparian yang hilang telah mengurangi keanekaragaman ikan yang berada di sungai (Haslam 1997). Bahkan menurut Jones et al (1999), meskipun 95% suatu DAS berupa hutan namun jika ada gangguan pada riparia maka hal ini akan dapat mempengaruhi biota sungai seperti ikan. Oleh karena itu, Gordon et al. (2004) menyarankan perlunya mempertahankan dan memperbaiki riparia agar terjadi peningkatan populasi ikan sungai.

2.3 Daerah Aliran Sungai (DAS)

(34)

Secara longitudinal, DAS dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu hulu, tengah dan hilir (Lorenz 2003). DAS bagian hulu merupakan tempat sumber air yang mengalir dari celah-celah gunung (Isdiyana 1996). Tampang alur sungai berbentuk huruf V. Kecepatan arus besar namun debit air kecil. Alur sungai memiliki sedimen berukuran besar. Sedimen yang berukuran kecil akan dihanyutkan ke hilir. Kecepatan arus sungai yang tinggi sehingga memiliki daya gerus dan kapasitas transport sedimen yang besar (Mulyanto 2007). Oleh sebab itu, DAS hulu biasanya merupakan sumber erosi atau daerah produksi sedimen (Isdiyana 1996).

Sungai di bagian hulu memiliki karakteristik yaitu arus deras yang menyebabkan terjadinya erosi, air dangkal, volume air kecil, dasar sungai berbatu-batu, suhu air rendah, stenothermal (kisaran suhu sempit), oligotrofik, kaya oksigen. Jenis hewan dan tumbuhan di sungai bagian hulu telah beradaptasi dengan kondisi arus sungai yang deras seperti hewan bentik Lymnaea dan Simulium (Hawkes 1975).

DAS bagian tengah merupakan peralihan antara hulu dan hilir. DAS bagian tengah merupakan tempat mentransfer air dan bahan sedimen dari bagian hulu ke hilir. Di bagian tengah, sering terjadi tikungan-tikungan sungai (meander) yang kadang-kadang berpindah-pindah akibat adanya proses penggerusan dan pengendapan (Isdiyana 1996). Air sungai bagian tengah masih kaya oksigen, kisaran suhu air lebih lebar. Kecepatan arus telah berkurang menjadi arus sedang yang memungkinkan vegetasi tumbuh dan material dasar sungai lebih halus. Hewan bentik yang telah beradaptasi dengan kondisi tersebut misalnya Ephemera dan Chironomus (Hawkes 1975).

(35)

air keruh, dan terjadi sedimentasi yang menyebabkan dasar sungai berlumpur. Hewan bentik yang hidup di zona ini misal Tubifex dan Nais (Hawkes 1975). 2.4 Tinjauan Umum Lokasi Penelitian

2.4.1 Letak, Topografi dan Jenis Tanah

Sungai Cisadane mengalir melintasi dua provinsi yaitu Jawa Barat dan

Banten. Sungai Cisadane berhulu di Gunung Kendeng (1.764 m), Gunung Perbakti (1.699 m) dan Gunung Salak (2.211 m) yang termasuk

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sungai Cisadane kemudian melintasi kota Bogor dan selanjutnya ke wilayah Tangerang, Provinsi Banten (JICA 2006; BPDASCC 2007; Puslitbang SDA 2006 ). Sungai Cisadane merupakan sungai utama dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane yang terletak di antara

6°.02’-6°.54’ LS dan 106°.17’-107°.00’BT. DAS Cisadane dibatasi oleh sub-DAS Cimanceuri di sebelah Barat dan DAS Ciliwung di sebelah Timur (Arwindrasti 1997).

Anak-anak Sungai Cisadane banyak diantaranya yaitu Cianten, Cisindangbarang, Ciapus, Cihideung, Cinangneng, Ciampea, Ciaruteun, Cikaniki, Citempuan dan Cisuuk (PUSDI-PSL IPB 1979 diacu oleh Yani et al. 1994). Sungai Cisadane memiliki dua bendungan yaitu Bendung Empang di Bogor dan bendung Pasar Baru di Tangerang. Kedua bendung berfungsi untuk mengairi persawahan di daerah Bogor dan Tangerang (Dirrehab 1981).

Sungai Cisadane mengalir melintasi tiga daerah ketinggian. Pertama, DAS

Cisadane bagian Hulu merupakan pegunungan yang berketinggian ± 300–3000 m dpl. Tofografi mulai dari datar (0-8), landai (8-15), agak curam

(15-45) hingga sangat curam (> 45 ). Kedua, DAS Cisadane bagian Tengah memiliki ketinggian bervariasi antara 100–300 m dpl. Tofografi mulai dari datar, landai, agak curam hingga sangat curam. Ketiga, DAS Cisadane bagian Hilir terletak pada ketinggian 0–100m. Wilayah ini merupakan dataran dengan tofografi datar sampai landai (Arwindrasti 1997).

(36)

liat (clay), liat berdebu (silty clay), lempung berliat (clay loam), lempung liat berdebu (silty clay loam) (Suhendar 2005).

2.4.2 Iklim

Iklim pada kawasan DAS Cisadane menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson termasuk tipe iklim B. Bulan basah rata-rata selama 9 bulan dan bulan kering rata-rata selama 3 bulan (Dirjen RLPS 2009). Suhu harian yaitu 23,3–31,7°C. Kelembaban udara yaitu 61-89%. Lama penyinaran matahari yaitu 18-85% (Arwindrasti 1997).

2.4.3 Hidrologi

Sungai Cisadane melintasi Kota Bogor dan Tangerang sebelum bermuara ke Laut Jawa. Panjang Sungai Cisadane dari hulu hingga Mauk (Tangerang) yaitu 137,8 Km. Sungai Cisadane mengalir dari hulu hingga Bogor sepanjang 42 Km pada kemiringan lebih dari 10%. Selanjutnya, Sungai Cisadane mengalir melandai dari Bogor sampai Serpong sepanjang 44,5 km pada kemiringan 3,6%. Sungai Cisadane akhirnya mengalir menuju Mauk sepanjang 51,3 km pada kemiringan kurang dari 2,2% (DPMA 1989 diacu oleh Arwindrasti 1997).

2.5 Penelitian Sebelumnya tentang DAS/Sungai Cisadane dan Riparia di Indonesia

Berbagai penelitian telah dilakukan di DAS Cisadane maupun di Sungai Cisadane. Penelitian umumnya terdiri atas kualitas air Sungai Cisadane, perubahan penutupan lahan dan hidrologi. Hidrologi DAS Cisadane telah dikaji oleh Arwindrasti (1997) dan senantiasa dipantau oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Departemen Kehutanan. Penelitian tentang kualitas air Sungai Cisadane dilakukan oleh Tontowi dan Rahayu (1996). Aspek pencemaran logam berat di Sungai Cisadane sepanjang tahun 1998 hingga 2002 oleh Anggoro (2004). Kajian struktur komunitas makrozoobentos dan kualitas fisika- kimia air telah diteliti oleh Christianto (2002). Kualitas fisika, kimia dan mikrobiologi air Sungai Cisadane juga telah dikaji oleh Yani et al. (1994).

(37)

menekankan kajian pada kualitas visual dan lingkungan tepian Sungai Cisadane di Kota Bogor. Aspek lanskap budaya riparian masyarakat di tepian Sungai Musi, Sumatera Selatan telah dikaji oleh Febriani (2004).

Kajian tentang aspek perubahan penutupan lahan dan rehabilitasi lahan juga telah dilakukan. Karakteristik DAS Cisadane/Sungai Cisadane bagian hulu telah dikaji oleh Ochtora (2004). Studi tentang pengelolaan penggunaan lahan di bagian hulu DAS Cisadane telah dilakukan oleh Puspaningsih (1997) dan Ahsoni (2008). Sutrihadi (2006) mengkaji tentang upaya penentuan areal yang akan direhabilitasi di DAS Cisadane bagian hulu dengan pendekatan SIG. Riswan (2003) meneliti tentang pola perubahan pemanfaatan lahan di Sungai Cikaniki, DAS Cisadane. Idawaty (1999) meneliti tentang perencanaan lansekap hutan mangrove di muara Sungai Cisadane di Teluk Naga.

Penelitian tentang riparia di Indonesia masih sangat sedikit dan sebagian besar pada keanekaragaman vegetasi riparian. Yusuf et al. (2003) meneliti keanekaragaman vegetasi riparian dan perubahan penutupan lahan di tepian sungai di DAS Cisadane di bagian hulu dan tengah. Penelitian yang sama dilakukan oleh Partomihardjo dan Wiriadinata (2002) di muara anak-anak Sungai Cisadane bagian tengah. Wiriadinata dan Setyowati (2003) tertarik untuk mengkaji jenis vegetasi riparian yang dapat ditanam di danau, situ dan rawa di Jabodetabek. Sunanisari et al. (2001) meneliti vegetasi riparian di Rawa Danau, Sumatera Selatan-Lampung.

(38)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sembilan (9) titik di sepanjang Sungai Cisadane yang melintasi Provinsi Jawa Barat dan Banten (Gambar 3). Penelitian dilakukan pada Juni 2010 hingga November 2011. Tiga lokasi berada di Sungai Cisadane bagian hulu yaitu di Desa Wates Jaya dan Srogol, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor dan di Hotel Braja Mustika, Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tiga Lokasi di Sungai Cisadane bagian tengah yaitu Gunung Sindur, Kec. Sindur, Kab. Bogor dan Cisauk, Kab. Bogor. Tiga lokasi di Sungai Cisadane bagian hilir yaitu di Legok, Gading Serpong, Kec. Serpong, Kota Tangerang Selatan, dan Jembatan Baru, Kota Tangerang, Provinsi Banten.

Gambar 3 Lokasi penelitian.

1 2

3 7

4

6

5 8

(39)

Delineasi riparia ditentukan berdasarkan definisi operasional tentang riparia berdasarkan definisi berbagai ahli sebelumnya (Gosselink et al. 1980; Huffman dan Forsythe 1981; Mitsch dan Gosselink, 1993; Naiman et al. 2005). Zona riparian adalah daratan yang berada di dekat Sungai Cisadane yang secara periodik dipengaruhi oleh banjir. Tumbuhan yang dipengaruhi banjir menjadi karakteristik lingkungan dalam mendelineasi zona riparian sebagaimana dikemukakan Naiman et al. (2005) bahwa tumbuhan dapat menjadi faktor mendelineasi zona riparian karena mudah diamati. Batas banjir ditentukan berdasarkan pengamatan di lapangan dan/atau informasi yang diperoleh dari penduduk yang bermukim di sepanjang tepian Sungai Cisadane.

Data ekologi yang akan diperoleh berupa data penutupan lahan (land cover)/pemanfaatan lahan (land use), vegetasi riparian dan kualitas air Sungai Cisadane. Pengambilan data kualitas air sungai dilakukan di lokasi yang sama dengan pengambilan data vegetasi. Ringkasan metode penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

3.2 Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Cisadane

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder dari berbagai instansi. Data primer spasial yaitu citra Landat tahun 2009. Data sekunder yaitu data sungai dan administrasi dari berbagai instansi.

a. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang diperlukan yaitu Citra Landsat tahun 2009 pada path 122 dan row 64 dan 65. Data citra path 122 dan row 64 diakuisisi pada 2 Juli 2008, 18 Juli 2008, dan 3 Agustus 2008. Data citra path 122 dan row 65 diakusisi pada 2 Juli 2008, 18 Juli 2008 dan 6 Agustus 2009. Alat lain yaitu seperangkat komputer, software Erdas 8.5, software Arc-View 3.3 dan GPS 60 Garmin. Batas DAS Cisadane diperoleh dari BPDASCC (2009).

b. Metode Analisis Data

(40)

Tabel 1 Tujuan, jenis data, alat dan bahan, metoda pengambilan data dan analisis data serta hasil

Primer ATK, kamera survai;

wawancara singkat

Deskriptif Manfaat sungai bagi penduduk

3 Vegetasi riparian Sungai Cisadane

Primer Oven dll. Analisis vegetasi

dg garis petak

Primer Minitab 15 Deskriptif, uji

AKU/PCA,

Peranan vegetasi riparian

(41)

Teknik kemungkinan maksimum (maximum likehood classifier) digunakan pada klasifikasi terbimbing ini. Teknik ini merupakan teknik yang umum digunakan dan menjadi teknik baku dalam melakukan klasifikasi terbimbing. Klasifikasi lahan dilakukan pada skala spasial (Snyder et al. 2003). Lahan diklasikasikan menjadi hutan primer, hutan sekunder, perkebunan, kebun campuran, semak belukar, lahan terbuka, lahan terbangun, sawah, tambak, dan badan air. Akurasi yang digunakan dalam klasifikasi terbimbing ini yaitu akurasi Kappa. Nilai akurasi dinyatakan dalam persentase akurasi (Jaya 2010). Data citra Landsat 2009 digunakan untuk mengetahui klasifikasi penutupan/pemanfaatan lahan di DAS Cisadane. Analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.

3.3 Manfaat Sungai Cisadane bagi penduduk

Manfaat Sungai Cisadane bagi penduduk diketahui dengan menggunakan metode survei dan wawancara singkat dengan penduduk serta observasi di lapangan. Hasil pengamatan dan wawancara dijabarkan secara deskriptif.

3.4 Vegetasi Riparian Sungai Cisadane

Data yang diperoleh yaitu nama jenis, jumlah, kerapatan, indeks kekayaan jenis Margalef (R) dan indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H’).

a. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang diperlukan seperti oven, sasak, meteran, patok, tali rafia, alat tulis, kantong plastik, label spesimen, gunting tumbuhan, parang, alkohol dan kertas koran (Tabel 2).

b. Metode Pengumpulan Data

(42)

semua tingkatan pohon (semai, tiang, pancang dan pohon) dan tumbuhan bawah (paku, liana, herba, semak belukar dan rumput).

Tabel 2 Alat dan bahan analisis vegetasi

Alat/Bahan Kegunaan

Alat:

GPS 60 Garmin Menenentukan posisi sampling

Meteran Mengukur kuadrat dan DBH

Patok-patok Membuat kuadrat

Sasak Membuat herbarium kering

Gunting, golok/parang Memotong vegetasi

Oven Mengeringkan spesimen

Bahan:

Alkohol 96% Mengawetkan spesimen

Tali rafia Membuat kuadrat

Kantong plastik Menyimpan sampel vegetasi

Label Memberi nama spesimen

Kertas koran Mengeringkan spesimen

Jalur di tiap tipe vegetasi riparian berupa garis berpetak yang tegak lurus dengan tepi Sungai Cisadane. Jalur di tiap stasiun sebanyak dua jalur dengan jarak jalur 15-20 meter. Jarak antar jalur di Stasiun 1, Stasiun 2, Stasiun 3, Stasiun 6, Stasiun 7 dan Stasiun 8 yaitu 15 m. Jarak antar jalur di Stasiun 4 dan Stasiun 5 yaitu 20 m. Ukuran panjang petak disesuaikan dengan lebar zona vegetasi riparian. Ukuran petak 20 m x 20 m untuk pengamatan pohon (diameter >20 cm), 10 m x 10 m untuk tiang (diameter 10 - 20 cm), 5 m x 5 m untuk pancang (tinggi

≥ 1,5 m, diameter < 10 cm) dan 2 m x 2 m untuk semai (mulai kecambah/anakan hingga tinggi 1,5 m) (Soerianegara dan Indrawan 2008) (Gambar 4).

(43)

Sampel vegetasi riparian dikoleksi dan diawetkan dengan alkohol 96%. Selanjutnya, vegetasi dikeringkan dalam oven pada suhu 40-50ºC selama sekitar 48 jam di Laboratorium Ekologi, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku-buku indentifikasi.

c. Metode Analisis Data

Struktur vegetasi riparian yang diamati berupa kelimpahan dan kerapatan (Barbour et al. 1999). Komposisi vegetasi riparian ditunjukkan dengan Indeks Kekayaan Jenis Margalef (R) dan Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener

(H’). Rumus-rumus yang digunakan yaitu:

Kerapatan/densitas

Kerapatan adalah banyaknya individu per unit area (Barbour et al. 1999). Kerapatan yaitu:

Indeks Kekayaan Jenis (Species Richness/R)

Kekayaan jenis adalah banyaknya jenis dalam suatu komunitas. Nilai kekayaan jenis dalam suatu komunitas diukur dengan Indeks Margalef (Magurran 1991). Indeks Kekayaan Jenis (R) dengan rumus yaitu:

Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)

Keanekaragaman jenis diketahui berdasarkan Indeks Keanekaragaman Jenis

(H’) dari Shannon-Wiener (Krebs 1972; Magurran 1991) dengan rumus berikut: R = (S-1)/ln N

Keterangan:

R = Nilai Indeks Kekayaan Jenis Margalef S = Jumlah jenis yang ditemukan

N = Jumlah total individu

K = 10000 a/b Keterangan:

K = Kerapatan vegetasi (ind./ha) a = banyaknya vegetasi (individu) b = luas plot (m2)

(44)

3.5 Kualitas Air Sungai Cisadane

Kualitas air yang diamati terdiri atas faktor fisika, kimia dan biologi. Faktor fisika air Sungai Cisadane yaitu kecepatan arus, kecerahan Secchi, Suspended Solids/TSS dan suhu. Faktor kimia air sungai yaitu pH, Dissolved Oxygen/DO, Biochemical Oxygen Demand/BOD, Chemical Oxygen Demand/COD, Total Nitrogen/TN, dan Total Fosfat/TP. Faktor biologi air sungai yaitu nama jenis, jumlah, kepadatan dan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) makrozoobentos.

a. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan yaitu keping Secchi/Secchi disc, water sampler 600 ml, jala surber (30 cm x 30 cm), Eckman Grab (25 cm x 25 cm), stopwatch, mikroskop, kamera mikroskop digital, saringan, formalin 4%, reagen Rose Bengal 1 %, termometer Hg, pH meter, botol winkler, alat dan bahan titrasi (Tabel 3).

b. Metode Pengumpulan Data

Data yang akan diperoleh merupakan data primer. Data primer dengan mengambil sampel makrozoobentos Sungai Cisadane, yang merupakan faktor biologis perairan dan mengukur faktor fisika dan kimia perairan. Pengamatan dan pengambilan sampel air Sungai Cisadane secara komposit dilakukan pada musim kemarau (Agustus dan Oktober 2011) dan hujan (November 2011) bersamaan dengan pengambilan data vegetasi riparian. Pengukuran faktor fisika dan kimia air permukaan sungai dilakukan sesaat baik secara in situ/di lapangan maupun ex situ/di laboratorium. Waktu pengamatan pada pukul 09.00-14.00 WIB. Air diambil lalu dimasukkan ke dalam botol plastik dan dimasukkan ke dalam cool

H’ = - ∑pi log2 pi

Keterangan:

H’ = Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener pi = proporsi kerapatan jenis ke-i = (ni/N)

ni = kerapatan jenis ke-i N = kerapatan seluruh jenis K = kerapatan=

(45)

box untuk dibawa ke laboratorium. Parameter in situ misalnya suhu, pH, dan DO. Parameter ex situ yaitu BOD, COD, TN, TP, dan TSS yang dilakukan di Laboratorium Proling, Departemen Manajemen dan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB.

Tabel 3 Parameter dan metode analisis data biofisikokimia Sungai Cisadane

Parameter Metoda/Alat Satuan Analisis

Fisik:

Kedalaman Tongkat/kayu cm In situ

Kecepatan arus Stop watch, pelampung cm/detik In situ

Kekeruhan Keping Secchi Cm In situ

Substrat Visual In situ

Suhu Termometer Hg ºC In situ

Kimia:

DO DO meter mg/L Ex situ

BOD APHA,ed.21,2005,5210-B mg/L Ex situ

COD APHA,ed.21,2005,5220-D mg/L Ex situ

N total APHA,ed.21,2005,4500-N-C mg/L Ex situ P total APHA,ed.21,2005,4500-P-E&J mg/L Ex situ

TSS APHA,ed.21,2005,2540-D mg/L Ex situ

Biologis:

Makrozoobentos Jala surber, Eckman Grab, mikroskop

Individu/m2 Ex situ

Makrozoobentos dipergunakan sebagai bioindikator kualitas air Sungai Cisadane. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel untuk faktor fisika dan kimia air. Sampel makrozoobentos diambil dengan menggunakan surber net (jala surber) untuk substrat sungai berupa batuan dan Eckman Grabb (pengeruk Eckman) untuk substrat berlumpur atau pasir (Fachrul 2007). Pengambilan sampel dilakukan secara komposit.

Sampel yang diperoleh disaring dengan menggunakan saringan bertingkat. Sampel hasil saringan dimasukkan ke botol lalu diawetkan dengan larutan formalin 4%. Sampel yang telah disaring diberikan reagen Rose Bengal 1 % untuk diindentifikasi dan difoto di Laboratorium Biomikro 1, Departemen Manajemen dan Sumberdaya Perikanan, IPB. Sampel makrozoobentos yang berukuran kecil

(46)

c. Metode Analisis Data

Kepadatan makrozoobentos diketahui dari rumus Odum (1971) yaitu:

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran suatu perairan seperti Sungai Cisadane. Staub et al. (1970) seperti yang dikutip Wilhm (1975) membagi tingkat pencemaran berdasarkan nilai indeks H’ ke dalam empat tingkat yaitu:

 H’ = 3,0 – 4,5 : tercemar sangat ringan  H’ = 2,0 – 3,0 : tercemar ringan

 H’ = 1,0 – 2,0 : tercemar sedang  H’ = 0,0 – 1,0 : tercemar berat

Kualitas air Sungai Cisadane ditentukan berdasarkan faktor fisika, kimia, dan biologi Sungai Cisadane yang dianalisis secara deskriptif. Analisis kualitas dengan membandingkan kualitas air terhadap ambang baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah sesuai PP No.82/2001 (Anonim 2001).

Hubungan faktor biologi dengan faktor fisikokimia air Sungai Cisadane dari hulu hingga hilir diketahui dari hasil analisis statistik peubah ganda/multivariate. Sebelumnya dilakukan uji multikolinearitas dengan uji Korelasi. Jika tidak ada multikolinearitas maka dilanjutkan dengan Uji Manova (multivariate analysis of variance) (Hair et al. 1998). Jika ada multikoliearitas maka dilanjutkan dengan uji peubah ganda Analisis Komponen Utama/AKU (Principal Component Analysis/PCA). AKU mengubah sejumlah peubah ke dalam peubah baru buatan yang tidak berkorelasi lagi dan cenderung berdistribusi normal. AKU akan mengurangi banyaknya peubah (Green 1979; Digby dan Kempton 1991, Everitt dan Dunn 1998). Seluruh uji statistik dilakukan dengan program Minitab versi 15.

K = 1000 a/b Keterangan:

K = Kepadatan makrozoobentos (ind./m2) a = Jumlah makrozoobentos (individu)

(47)

3.6 Peranan Vegetasi Riparian dalam Mempertahankan Kualitas Air Sungai Cisadane

Hubungan vegetasi riparian dengan faktor fisika-kimia-biologi air Sungai Cisadane diketahui dengan menggunakan Analisis Komponen Utama yang diolah dengan program Minitab versi 15. Hasil uji statistik akan disampaikan secara deskriptif.

(48)

4.1 Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Cisadane

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane dari hulu hingga hilir, Teluk Naga memiliki luas sekitar 155.149,39 ha (Gambar 5). DAS Cisadane dibagi menjadi 3 segmen yaitu hulu, tengah dan hilir. DAS Cisadane bagian hulu mulai dari hulu hingga stasiun pengamat air di Batu Beulah mencakup Kecamatan Cijeruk, Caringin, Cigombong, Ciawi, Tamansari, Ciomas, Cisarua- Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kecamatan Ciampea - Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. DAS Cisadane bagian tengah dari Stasiun Batu Belah, Kecamatan Semplak, Rumpin, Gunung Sindur dan Muncak. DAS Cisadane bagian tengah mulai Kota Serpong, Tangerang Legok, stasiun pengamat air Pasar Baru hingga Teluk Naga, Provinsi Banten.

Gambar 5 Peta tutupan lahan DAS Cisadane. 3

1 2

5 4

6 7 8

(49)

Akurasi yang digunakan untuk klasifikasi terbimbing yaitu akurasi Kappa. Nilai akurasi Kappa adalah 96,26%. Nilai akurasi lain untuk akurasi pembuat, pengguna dan umum berturut-turut yaitu 95,96%, 97,10% dan 96,74%.

DAS Cisadane diklasifikasikan menjadi 10 kelas yaitu hutan primer, hutan sekunder, perkebunan, kebun campuran, semak belukar, lahan terbuka, lahan terbangun, sawah, tambak, dan badan air. Hutan yang tersisa pada tahun 2009

Gambar 6 Persentase tutupan lahan DAS Cisadane.

Perubahan tutupan lahan di tiap Sub-DAS Cisadane menunjukan lahan hutan (primer dan sekunder) yang cukup luas di hulu semakin berkurang menuju hilir digantikan oleh lahan non hutan. Luas hutan di hulu semula 20,45% menjadi 4,90% di tengah dan hanya 2,76% di hilir (Tabel 4).

(50)

pertanian (40,69%). DAS Cisadane bagian hilir didominasi oleh lahan terbangun (25,76%) dan lahan pertanian (35,19%). Hutan di hilir hanya berupa hutan sekunder sebesar 11,91%.

Tabel 4. Luas dan persentase tutupan lahan tiap Sub-DAS Cisadane

Tutupan Lahan Luas DAS (ha)

Hulu Tengah Hilir

Badan Air 226,54 0,26% 0,15% 441,13 1,37% 0,28% 2.109,20 5,86% 1,36%

Hutan Primer 7.302,57 8,40% 4,71% 30,10 0,09% 0,02% - - -

Hutan Sekunder 24.415,46 28,09% 15,74% 6.015,16 18,66% 3,88% 4.287,96 11,91% 2,76%

Kebun Campuran 11.666.87 13,42% 7,52% 8.467,09 26,27% 5,46% 4.305,53 11,96% 2,78%

Lahan Terbangun 4.826,99 5,55% 3,11% 2.368,10 7,35% 1,53% 9.272,78 25,76% 5,98%

Lahan Terbuka 14.444,36 16,62% 9,31% 6.441,62 19,99% 4,15% 4.977,10 13,83% 3,21%

Perkebunan 3.876,23 4,46% 2,50% 2.325,23 7,21% 1,50% 60,12 0,17% 0,04%

Sawah 10.299,04 11,85% 6,64% 2.321,23 7,20% 1,50% 8.299,56 23,06% 5,35%

Semak Belukar 9.850,15 11,33% 6,35% 3.705,85 11,50% 2,39% 955,33 2,65% 0,62%

Tambak 18,46 0,02% 0,01% 115,57 0,36% 0,07% 1.724,06 4,79% 1,11%

Sub-Total 86.926,67 56,03% 32.231,09 20,77% 35.991,63 23,20%

Total 155.149,39

Keterangan: Angka persentase pertama per luas sub-total; persentase kedua per luas total DAS

Tepian Sungai Cisadane menurut klasifikasi Rahmafitria (2004), dapat dikategorikan sebagai lansekap semi alami dan urban. Lansekap semi alami ditemukan di Sungai Cisadane bagian hulu (Stasiun 1-2) dan tengah di pinggiran kota (Stasiun 4-6) dengan penutupan/pemanfaatan tepian berupa sawah, kebun campuran dan semak belukar (Gambar 7a-b).

a. Lansekap semi alami di bagian hulu b. Lansekap semi alami di bagian tengah

(51)

Lansekap urban dicirikan dengan penutupan/pemanfaatan tepian berupa lahan terbangun seperti permukiman dan industri. Tipe lansekap urban ditemukan di daerah perkotaan seperti Kota Bogor (Gambar 8a) dan Serpong (Gambar 8b).

a. Permukiman di Kota Bogor b. Industri di Kota Serpong

Gambar 8 Lansekap urban di Sungai Cisadane bagian hilir.

4.2Pemanfaatan Sungai Cisadane

Sungai Cisadane merupakan sungai utama dari DAS Cisadane. Sungai Cisadane memiliki banyak fungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Air sungai dimanfaatkan penduduk sebagai air bersih untuk berbagai kebutuhan domestik seperti air minum, mandi dan cuci. Penduduk yang bermukim di sepanjang sungai menjadikan sungai sebagai tempat untuk MCK (Gambar 9).

Gambar 9 MCK di Sungai Cisadane bagian hulu.

(52)

menyebabkan masuknya organisma patogen seperti bakteri, virus, protozoa dan cacing parasit ke air sungai (Abel 1989; Mason 1991; Mara dan Cairncross 1994). Sehingga, pemanfaatan air sungai untuk mandi dan cuci dapat mengganggu kesehatan penduduk akibat penyakit patogen yang ditularkan melalui air sungai (CPCD 2006). Penyakit yang menular dari air ini disebut water-borne disease (Mason 1991; Effendi 2003). Penyakit yang dapat diderita manusia akibat mandi, mencuci dan berenang di sungai misalnya leptospirosis, demam tifus, kolera (Nemerow 1974; Abel 1989), diare, infeksi cacing, disentri, gastroenteritis (Effendi 2003), poliomielitis dan hepatitis A (Abel 1989).

Penduduk umumnya mencuci dengan detergen yang akan mencemari air sungai. Busa detergen dapat menghambat difusi oksigen di udara ke dalam air sungai. Jika hal ini terjadi maka kandungan oksigen terlarut dalam air sungai akan menurun yang pada akhirnya akan mengganggu aktivitas biologis organisma sungai (CPCD 2006). Detergen mengandung unsur Fosfor (P) sehingga detergen menjadi sumber penyebab kenaikan unsur P di air sungai (Abel 1989; Effendi 2003).

Tinja yang merupakan hasil metabolisma banyak mengandung amonia total berupa amonia bebas (NH3) dan ion amonium (NH4+). Amonia bebas (NH3) bersifat toksik terhadap organisma akuatik. Ikan lebih peka jika terjadi peningkatan konsentrasi amonia bebas sebab amonia bebas yang terlalu tinggi dapat menghambat pengikatan oksigen oleh darah yang berakibat pada sufokasi (Effendi 2003) atau kematian ikan akibat kekurangan oksigen.

(53)

Pestisida masuk ke sungai dibawa oleh air limpasan dari lahan pertanian yang menggunakan pestisida ataupun dari industri. Pestisida ini memiliki efek subletal, bersifat akumuatif dalam individu-individu di dalam rantai makanan. Dampak pestisida bagi organisma berbeda dapat mematikan/toksik tinggi bagi beberapa organisma, menengah ataupun tidak berdampak penting bagi organisma lain (Abel 1989).

Sungai Cisadane juga dimanfaatkan sebagai tempat olahraga arung jeram. Bagi penduduk, sungai memudahkan mereka untuk pergi ke tempat lain dengan menggunakan alat-alat transportasi seperti rakit. Kegiatan MCK yang selama ini dilakukan dapat menyebabkan penurunan kualitas air untuk kesehatan manusia. Hal ini tentu selain mengganggu kesehatan juga menurunkan nilai estetika sungai. Penduduk mengambil sumber protein hewani seperti ikan dan udang (Macrobrachium sp.) dari Sungai Cisadane. Alat tangkap yang dipergunakan misalnya pancing dan jaring tebar (Gambar 10a-b). Ikan yang ditemukan di Sungai Cisadane misal ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) (Warjono 1990) dan ikan baung (Mystus nemurus) di Sungai Cikaniki, anak Sungai Cisadane (Paryono 2005).

a Menangkap ikan di Sungai Cisadane hilir b Menebar jala di Sungai Cisadane hulu

Gambar 10 Menangkap ikan di Sungai Cisadane.

(54)

Gambar 11 Mencari cacing sutra (Oligochaeta) di Sungai Cisadane hilir, Serpong

Selain sumber air dan pangan, Sungai Cisadane menjadi sumber bahan galian C bagi penduduk. Pada beberapa tempat seperti si Kecamatan Sindur, penduduk menambang pasir dari Sungai Cisadane (Gambar 12). Hasil pasir yang ditambang akan lebih banyak ketika musim hujan saat air sungai membawa pasir dari hulu. Penambangan pasir juga dilakukan di sepanjang tepian sungai yang merupakan zona riparian Sungai Cisadane. Setelah penambangan selesai dilakukan, penduduk membuat lahan bekas galian pasir menjadi sawah atau menjadi kebun.

Gambar

Gambar 2 Hubungan antara vegetasi riparian dan komunitas perairan sungai.
Gambar 3 Lokasi penelitian.
Tabel 1 Tujuan, jenis data, alat dan bahan, metoda pengambilan data dan analisis data serta hasil
Tabel 3  Parameter dan metode analisis data biofisikokimia Sungai Cisadane
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, menyebutkan bahwa setiap alat dan

Perawat untuk lebih meningkatkan program promosi kesehatan dengan menerapkan strategi empowerment dalam melakukan penyuluhan kesehatan kepada pasien DM dengan

menjelaskan fungsi naik dan fungsi turun; menggunakan turunan untuk menentukan persamaan garis singgung dan garis normal suatu kurva; menentukan interval suatu fungsi naik atau

tegangan PLN ke busbar, selain itu juga sebagai pengaman jika terdapat hubung singkat atau arus lebih pada beban atau pada busbar , atau jika salah satu

Cg Hjh Rahijah Binti Hj Ibrahim Cg Siti Mardyana Binti Hj Mahari Cg Hjh Fauziahwati Binti Hj Buntar Cg Dk Suselawati Binti Pg Abd Rahman Cg Noorhasrinawati Binti Hj Mohd

Dalam pengadaan tanah guna kepentingan umum, pemerintah telah mengaturnya dengan regulasi yang tepat dan dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas

awareness tinggi, self awareness sedang, dan self awareness rendah. Pengumpulan data menggunakan tes, angket, wawancara, dan dokumentasi. Data penelitian dianalisis

Media sosial menurut Safko dalam bukunya The Social Media Bible adalah bagaimana kita menggunakan seluruh teknologi secara efektif untuk mencapai dan berhubungan