• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu dan pH Ekstraksi terhadap Rendemen dan Sifat Konsentrat Protein dari Dedak Gandum (Wheat Pollard)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Waktu dan pH Ekstraksi terhadap Rendemen dan Sifat Konsentrat Protein dari Dedak Gandum (Wheat Pollard)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WAKTU DAN pH EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN DAN SIFAT KONSENTRAT PROTEIN

DARI DEDAK GANDUM (WHEAT POLLARD)

Oleh

Nugraheni Dyahwarni F34101091

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Nugraheni Dyahwarni. F34101091. Pengaruh Waktu dan pH Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Sifat Konsentrat Protein Dari Dedak Gandum (Wheat Pollard). Di bawah bimbingan Liesbetini Hartoto dan Nanan Nurdjanah. 2006.

RINGKASAN

Saat ini dedak gandum lebih banyak digunakan untuk makanan ternak dan belum ada usaha intensif untuk memanfaatkannya. Produksi dedak gandum sebanding dengan jumlah produksi terigu. Tahun 1999 PT Bogasari Flour Mills menghasilkan tepung gandum sebesar 10.500 metrik ton per hari untuk pabrik yang berada di Jakarta dan 5.500 metrik ton untuk pabrik yang berada di Surabaya dengan hasil samping sebesar 25-26 % akan dihasilkan dedak masing-masing sebesar 2.625 dan 1.375 metrik ton (Bogasari, 2004).

Dedak gandum merupakan limbah pertanian dari penggilingan gandum dalam produksi tepung terigu. Dedak masih banyak mengandung protein dengan kadar yang cukup tinggi yaitu sebesar 19,19% (bk) (Pomeranz, 1991). Jumlah tersebut menjadikan dedak gandum memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, bukan hanya untuk pakan ternak tetapi dapat dijadikan bahan tambahan makanan seperti konsentrat protein.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan waktu dan pH ekstraksi terbaik untuk memproduksi konsentrat protein dari dedak gandum, serta untuk mengetahui karakteristik kimia-fisik dan sifat fungsional konsentrat protein dedak gandum untuk mendapatkan gambaran pemanfaatannya lebih lanjut.

Metode pembuatan konsentrat protein dedak gandum yang diterapkan merupakan modifikasi dari metode yang digunakan oleh Koswara (1992) yaitu ekstraksi protein pada dedak gandum dilakukan dengan kondisi basa pada suhu ruang. Perlakuan yang diterapkan adalah pH ekstraksi 8; 8,5; 9; 9,5; 10 (A1, A2, A3, A4, A5) dan waktu ekstraksi 1, 2, 3 jam (B1, B2, B3) dengan dua kali ulangan. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kapasitas dan stabilitas emulsi, kapasitas dan stabilitas busa, intensitas warna, rendemen, dan pH. Data hasil penelitian diolah secara statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktorial.

Hasil penelitian menunujukkan bahwa waktu ekstraksi dan pH ekstraksi yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata pada setiap parameter analisis yang dilakukan. Konsentrat protein dedak gandum yang dihasilkan dari ekstraksi menggunakan pH 9 dan waktu ekstraksi 2 jam (A3B2) mempunyai rendemen tertinggi sebesar 14,88 %. Kadar air terendah sebesar 2,59 % dijumpai pada sampel dengan perlakuan pH 10 dan waktu ekstraksi 1 jam (A5B1). Pada sampel dengan perlakuan pH 8 dan waktu 1 jam (A1B1) memiliki kadar abu terendah sebesar 0,97 % dan kadar lemak terendah sebesar 11,79 %. Pada ekstraksi dengan pH 9,5 dan waktu 3 jam (A4B3) memiliki kadar protein tertinggi sebesar 78,26 %.

(3)
(4)

Nugraheni Dyahwarni. F34101091. The Effect of Time and pH Extraction to the Yield and Characteristics of Protein Concentrate from Wheat Pollard. Under Supervision of Liesbetini Hartoto and Nanan Nurdjanah. 2006.

SUMMARY

Nowdays wheat pollard is often used as animal feed and there is still no intensive effort to exploit it. Wheat pollard production is propotional to the amount of wheat flour production. In 1999, PT Bogasari Flour Mills produced flour that equal to 10.500 metric tons each day by the factory located in Jakarta and 5.500 metric of tons by the factory located in Surabaya with by-product equal to 25-26% from which pollard will be produced in the amount of 2.625 and 1.375 metric of tons respectively (Bogasari, 2004).

Wheat pollard is an agricultural by-product of grinding wheat in wheat flour production. Pollard still contains high amount of proteins as many as 19,19% (db) (Pomeranz, 1991). This amount shows that wheat pollard has a big potency to be developed, not merely for the food of livestock but also can be used for food additives such as protein concentrate.

The purposes of this research are to obtain time and best extraction pH to produce wheat pollard protein concentrate, and also to know the characteristics of wheat pollard protein concentrate for its further application.

The method used for wheat pollard protein concentrate was modification of method used by Koswara (1992) in which protein was extracted from wheat pollard using alcali condition in room temperature. The applied treatment was extraction pH of 8; 8,5; 9; 9,5; 10 (A1, A2, A3, A4, A5) and extraction time of 1 hour, 2 hours, 3 hours (B1, B2, B3) with twice replication. Analysis which done were moisture, ash, protein (N x 6,25), fat, emulsion capacity and stability, foaming capacity and stability, color intensity, yield and pH. Statistical analysis was using the Random Design of Complete Factorial.

This research showed that extraction time and pH that were used, gave a significant effect to all analysis. The highest yield of protein concentrate from wheat pollard (14,88%) was obtained from pH 9 and 2 hours time extraction (A3B2). The lowest moisture content (2,59%) was found at the sample with pH 10 and 1 hour time extraction (A5B1). The lowest ash content was obtained the extraction with pH 8 and 1 hour time extraction (A1B1) treatment equal to 0,97% and the lowest fat content was 11,79%. Extraction with pH 9,5 and and 3 hours time (A4B3), gave the highest protein content of 78,26%.

(5)
(6)

PENGARUH WAKTU DAN pH EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN DAN SIFAT KONSENTRAT PROTEIN

DARI DEDAK GANDUM (WHEAT POLLARD)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Nugraheni Dyahwarni F34101091

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH WAKTU DAN pH EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN DAN SIFAT KONSENTRAT PROTEIN

DARI DEDAK GANDUM (WHEAT POLLARD)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Nugraheni Dyahwarni F34101091

Dilahirkan pada tanggal 22 Oktober 1982 di Bekasi

Tanggal Lulus : September 2006

Disetujui, Bogor, Oktober 2006

(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Pengaruh Waktu dan pH Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Sifat Konsentrat Protein Dari Dedak Gandum (Wheat pollard)” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya.

Bogor, Oktober 2006 Yang membuat pernyataan

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 22 Oktober 1982. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang merupakan anak dari pasangan Suwarno dan Nur Trimulat.

Pada tahun 1989 Penulis memulai pendidikan di SDN Jakasampurna I Bekasi Selatan dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1995 Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 109 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1998 Penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 91 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul judul ”Pengaruh Waktu dan pH Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Sifat Konsentrat Protein Dari Dedak Gandum (Wheat pollard)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku Dosen Pembimbing Akademik I yang telah banyak memberikan arahan, saran, kritikan serta nasehat dan

motivasi selama ini.

2. Ir. Nanan Nurdjanah selaku Dosen Pembimbing Akademik II yang telah banyak memberikan arahan, saran, kritikan serta nasehat dan motivasi selama ini.

3. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc. selaku Dosen Penguji yang telah bersedia memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Kedua orang tua dan keluargaku atas doa, dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayangnya yang menguatkan langkah perjalanan ini.

5. Seluruh Staf Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Badan Litbang Pertanian Cimanggu Bogor yang telah memberikan bantuan dan informasi selama penelitian berlangsung.

6. TINers 38 atas persaudaraan dan persahabatannya selama ini.

7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga hasil skripsi ini dapat menjadi pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang serta dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

(11)

PENGARUH WAKTU DAN pH EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN DAN SIFAT KONSENTRAT PROTEIN

DARI DEDAK GANDUM (WHEAT POLLARD)

Oleh

Nugraheni Dyahwarni F34101091

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Nugraheni Dyahwarni. F34101091. Pengaruh Waktu dan pH Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Sifat Konsentrat Protein Dari Dedak Gandum (Wheat Pollard). Di bawah bimbingan Liesbetini Hartoto dan Nanan Nurdjanah. 2006.

RINGKASAN

Saat ini dedak gandum lebih banyak digunakan untuk makanan ternak dan belum ada usaha intensif untuk memanfaatkannya. Produksi dedak gandum sebanding dengan jumlah produksi terigu. Tahun 1999 PT Bogasari Flour Mills menghasilkan tepung gandum sebesar 10.500 metrik ton per hari untuk pabrik yang berada di Jakarta dan 5.500 metrik ton untuk pabrik yang berada di Surabaya dengan hasil samping sebesar 25-26 % akan dihasilkan dedak masing-masing sebesar 2.625 dan 1.375 metrik ton (Bogasari, 2004).

Dedak gandum merupakan limbah pertanian dari penggilingan gandum dalam produksi tepung terigu. Dedak masih banyak mengandung protein dengan kadar yang cukup tinggi yaitu sebesar 19,19% (bk) (Pomeranz, 1991). Jumlah tersebut menjadikan dedak gandum memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, bukan hanya untuk pakan ternak tetapi dapat dijadikan bahan tambahan makanan seperti konsentrat protein.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan waktu dan pH ekstraksi terbaik untuk memproduksi konsentrat protein dari dedak gandum, serta untuk mengetahui karakteristik kimia-fisik dan sifat fungsional konsentrat protein dedak gandum untuk mendapatkan gambaran pemanfaatannya lebih lanjut.

Metode pembuatan konsentrat protein dedak gandum yang diterapkan merupakan modifikasi dari metode yang digunakan oleh Koswara (1992) yaitu ekstraksi protein pada dedak gandum dilakukan dengan kondisi basa pada suhu ruang. Perlakuan yang diterapkan adalah pH ekstraksi 8; 8,5; 9; 9,5; 10 (A1, A2, A3, A4, A5) dan waktu ekstraksi 1, 2, 3 jam (B1, B2, B3) dengan dua kali ulangan. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kapasitas dan stabilitas emulsi, kapasitas dan stabilitas busa, intensitas warna, rendemen, dan pH. Data hasil penelitian diolah secara statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktorial.

Hasil penelitian menunujukkan bahwa waktu ekstraksi dan pH ekstraksi yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata pada setiap parameter analisis yang dilakukan. Konsentrat protein dedak gandum yang dihasilkan dari ekstraksi menggunakan pH 9 dan waktu ekstraksi 2 jam (A3B2) mempunyai rendemen tertinggi sebesar 14,88 %. Kadar air terendah sebesar 2,59 % dijumpai pada sampel dengan perlakuan pH 10 dan waktu ekstraksi 1 jam (A5B1). Pada sampel dengan perlakuan pH 8 dan waktu 1 jam (A1B1) memiliki kadar abu terendah sebesar 0,97 % dan kadar lemak terendah sebesar 11,79 %. Pada ekstraksi dengan pH 9,5 dan waktu 3 jam (A4B3) memiliki kadar protein tertinggi sebesar 78,26 %.

(13)
(14)

Nugraheni Dyahwarni. F34101091. The Effect of Time and pH Extraction to the Yield and Characteristics of Protein Concentrate from Wheat Pollard. Under Supervision of Liesbetini Hartoto and Nanan Nurdjanah. 2006.

SUMMARY

Nowdays wheat pollard is often used as animal feed and there is still no intensive effort to exploit it. Wheat pollard production is propotional to the amount of wheat flour production. In 1999, PT Bogasari Flour Mills produced flour that equal to 10.500 metric tons each day by the factory located in Jakarta and 5.500 metric of tons by the factory located in Surabaya with by-product equal to 25-26% from which pollard will be produced in the amount of 2.625 and 1.375 metric of tons respectively (Bogasari, 2004).

Wheat pollard is an agricultural by-product of grinding wheat in wheat flour production. Pollard still contains high amount of proteins as many as 19,19% (db) (Pomeranz, 1991). This amount shows that wheat pollard has a big potency to be developed, not merely for the food of livestock but also can be used for food additives such as protein concentrate.

The purposes of this research are to obtain time and best extraction pH to produce wheat pollard protein concentrate, and also to know the characteristics of wheat pollard protein concentrate for its further application.

The method used for wheat pollard protein concentrate was modification of method used by Koswara (1992) in which protein was extracted from wheat pollard using alcali condition in room temperature. The applied treatment was extraction pH of 8; 8,5; 9; 9,5; 10 (A1, A2, A3, A4, A5) and extraction time of 1 hour, 2 hours, 3 hours (B1, B2, B3) with twice replication. Analysis which done were moisture, ash, protein (N x 6,25), fat, emulsion capacity and stability, foaming capacity and stability, color intensity, yield and pH. Statistical analysis was using the Random Design of Complete Factorial.

This research showed that extraction time and pH that were used, gave a significant effect to all analysis. The highest yield of protein concentrate from wheat pollard (14,88%) was obtained from pH 9 and 2 hours time extraction (A3B2). The lowest moisture content (2,59%) was found at the sample with pH 10 and 1 hour time extraction (A5B1). The lowest ash content was obtained the extraction with pH 8 and 1 hour time extraction (A1B1) treatment equal to 0,97% and the lowest fat content was 11,79%. Extraction with pH 9,5 and and 3 hours time (A4B3), gave the highest protein content of 78,26%.

(15)
(16)

PENGARUH WAKTU DAN pH EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN DAN SIFAT KONSENTRAT PROTEIN

DARI DEDAK GANDUM (WHEAT POLLARD)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Nugraheni Dyahwarni F34101091

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH WAKTU DAN pH EKSTRAKSI TERHADAP RENDEMEN DAN SIFAT KONSENTRAT PROTEIN

DARI DEDAK GANDUM (WHEAT POLLARD)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Nugraheni Dyahwarni F34101091

Dilahirkan pada tanggal 22 Oktober 1982 di Bekasi

Tanggal Lulus : September 2006

Disetujui, Bogor, Oktober 2006

(18)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul ”Pengaruh Waktu dan pH Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Sifat Konsentrat Protein Dari Dedak Gandum (Wheat pollard)” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya.

Bogor, Oktober 2006 Yang membuat pernyataan

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 22 Oktober 1982. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang merupakan anak dari pasangan Suwarno dan Nur Trimulat.

Pada tahun 1989 Penulis memulai pendidikan di SDN Jakasampurna I Bekasi Selatan dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1995 Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 109 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1998 Penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 91 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(20)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul judul ”Pengaruh Waktu dan pH Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Sifat Konsentrat Protein Dari Dedak Gandum (Wheat pollard)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku Dosen Pembimbing Akademik I yang telah banyak memberikan arahan, saran, kritikan serta nasehat dan

motivasi selama ini.

2. Ir. Nanan Nurdjanah selaku Dosen Pembimbing Akademik II yang telah banyak memberikan arahan, saran, kritikan serta nasehat dan motivasi selama ini.

3. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc. selaku Dosen Penguji yang telah bersedia memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Kedua orang tua dan keluargaku atas doa, dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayangnya yang menguatkan langkah perjalanan ini.

5. Seluruh Staf Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Badan Litbang Pertanian Cimanggu Bogor yang telah memberikan bantuan dan informasi selama penelitian berlangsung.

6. TINers 38 atas persaudaraan dan persahabatannya selama ini.

7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga hasil skripsi ini dapat menjadi pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang serta dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

(21)

Penulis UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatn yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya lepada :

Bapak Drs. Suwarno, Ibu Nur Trimulat, kakak Nugroho Warnowibowo, adik Nugrahety

Triwahyuni, S.Pt. atas kasih sayang, doa, perhatian, cinta, nasehat dan pengorbanannya yang

senantiasa diberikan untukku. Maybe you are not the best family in the world but you are the

best family i ever had.

Bapak Damos Sihombing (Bagian Pemasaran PT Bogasari Flour Mills) yang telah

menyediakan bahan baku untuk penelitian ini.

Keluarga besar H. Sukiman dan H. Sugeng Hidayat (Alm) yang selalu memberikan bantuan,

dukungan dan semangat selama penyelesaian kuliah ini. Semoga Allah AWT membalas

semua kebaikan yang telah kalian berikan. Thanks for being an important pieces of my life.

Keluarga kecilku, Sjri Budhi AIS, Siti Rahmi F, Anne NK, Wini Pratiwi, Rizkiyana Utami,

Rizka Hezmela, Dian Panca, Deby P, Astrid IE, Wina EWL, Arya Andhika, Kunang A,

A.Affan, A.Yani, Agung P, Yoshiro, Doni, Toni, Babang John, Odom, Adhi. Terima kasih

untuk semua yang kalian berikan padaku yang terbaik dan terburuk dan setiap pencarian jati

diriku kalian tetap bersamaku.

Yuslinawati dan Azmidi, dengan semua kebijaksanaan dan kedewasaan kalian, terasa

terlambat mengenal dan lebih dekat dengan kalian, tapi tak pernah membuat menyesal.

Ayoe, Alis, Neny, Dika, Via, Eno, Lidya untuk semua semangat yang kalian berikan selama

penelitian.

Staf BB pasca panen (Mba Dewi, Pa Budi, Pa Ato, Mba Mely, Rina, Mas Tri, Bu Pia, T’ Ika,

Pa Toto, Pa Manin, Pa Hasan) yang telah memberikan bantuan dan informasi selama

penelitian berlangsung.

Teman-teman yang tersisa di kampus Seno, Firman, Dudul, Wiwin, Yeni, Rifqi, DC, Abe,

semangat dari kalian selalu menjadi energi baru untuk aku.

Keluarga Fauziah I dan II (Mba Hiz, Mba Rina, Mba Ita, Mba Nika, Ka Mei, Ka Yuli, Ka

Heni, Ka Hena, Mba Nadia, Mba Nung, Ka Lia, Ka Udo, Ka Wulan, Nia, Ka Yova, Mba

Nindra, Mba Mada, Hani, Indah, Oriza, Inang, Atik, Chandra, Umi, Kikie, Melta, Euis,

Diana, Fuji, Rani, Intan, Meta, Neng, Rani’cina’ dan Yusri). Terima kasih untuk

kebersamaan dan keceriaannya selama ini.

Rekan-rekan TINers 38 atas kebersaman dan keceriaan selam kuliah.

Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya yang tidak dapat disebutkan

satu-persatu. Hanya Allah SWT yang mampu membalas semua kebaikan yang telah kalian

(22)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1 B. TUJUAN ... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3 A. PROTEIN ... 3 B. DEDAK GANDUM ... 4 C. ISOLASI PROTEIN ... 7 D. SIFAT FUNGSIONAL PROTEIN ... 9 1. Kapasitas Emulsi dan Stabilitas Emulsi ... 9 2. Kapasitas Busa dan Stabilitas Busa ... 10 III.METODOLOGI PENELITIAN ... 12 A. BAHAN DAN ALAT ... 12 B. METODE PENELITIAN ... 12 1. Penelitian Pendahuluan ... 12 2. Penelitian Utama ... 13 C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 15 IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17 A. KARAKTERISASI DEDAK GANDUM ... 17 B. RENDEMEN KONSENTRAT PROTEIN ... 19 C. ANALISIS SIFAT FISIK DAN KIMIA KONSENTRAT PROTEIN 21 1. Sifat Fisik ... 22

(23)
(24)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi dedak gandum dan tepung gandum ... 6

Tabel 2. Komposisi kimia pollard gandum ... 7 Tabel 3. Hasil analisis proksimat dedak gandum dan dedak defatted ... 17 Tabel 4. Hasil analisis kadar protein pada konsentrat protein hasil penelitian

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bentuk molekul asam amino ... 3

Gambar 2. Diagram alir proses defatting ... 13 Gambar 3. Diagram alir penelitian ... 16 Gambar 4. Dedak gandum ... 17 Gambar 5. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap

rendemen ... 20 Gambar 6. Warna konsentrat protein dari dedak gandum ... 22 Gambar 7. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap derajat

Hue ... 23 Gambar 8. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap

nilai pH ... 25 Gambar 9. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap kadar

air ... 26 Gambar 10. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap kadar

abu ... 28 Gambar 11. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap kadar

protein ... 29 Gambar 12. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap kadar

lemak ... 31 Gambar 13. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap

kapasitas emulsi ... 33 Gambar 14. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap

stabilitas emulsi ... 34 Gambar 15. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap

kapasitas busa ... 36 Gambar 16. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap

stabilitas busa ... 36 Gambar 17. Profil kelarutan protein konsentrat protein dedak gandum

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Perhitungan Rendemen dan Analisis Sifat Fisik

Kimia Konsentrat Protein ... 48 Lampiran 2. Prosedur Analisis Sifat Fungsional Konsentrat Protein ... 52 Lampiran 3. Perhitungan Neraca Massa Proses Defatting Dedak Gandum 54 Lampiran 4. Karakteristik Fisik, Proksimat dan Sifat Fungsional

Konsentrat Protein ... 54 Lampiran 5a. Analisis ragam rendemen konsentrat protein ... 60 Lampiran 5b. Uji lanjut Duncan, pengaruh interaksi pH dan waktu ekstraksi

terhadap rendemen konsentrat protein ... 60 Lampiran 6a. Analisis ragam derajat hue konsentrat protein ... 60 Lampiran 6b. Uji lanjut Duncan, pengaruh interaksi pH dan waktu ekstraksi

terhadap derajat hue konsentrat protein ... 61 Lampiran 7a. Analisis ragam nilai pH konsentrat protein ... 61 Lampiran 7b. Uji lanjut Duncan, pengaruh interaksi pH dan waktu ekstraksi

terhadap nilai pH konsentrat protein ... 61 Lampiran 8a. Analisis ragam kadar air konsentrat protein ... 62 Lampiran 8b. Uji lanjut Duncan, pengaruh interaksi pH dan waktu ekstraksi

terhadap kadar air konsentrat protein ... 62 Lampiran 9a. Analisis ragam kadar abu konsentrat protein ... 62 Lampiran 9b. Uji lanjut Duncan, pengaruh interaksi pH dan waktu ekstraksi

terhadap kadar abu konsentrat protein ... 63 Lampiran 10a. Analisis ragam kadar protein konsentrat protein ... 63 Lampiran 10b.Uji lanjut Duncan, pengaruh interaksi pH dan waktu ekstraksi

terhadap kadar protein konsentrat protein ... 63 Lampiran 11a. Analisis ragam kadar lemak konsentrat protein ... 64 Lampiran 11b.Uji lanjut Duncan, pengaruh interaksi pH dan waktu ekstraksi

terhadap kadar lemak konsentrat protein ... 64 Lampiran 12a. Analisis ragam kapasitas emulsi konsentrat protein ... 64 Lampiran 12b.Uji lanjut Duncan, pengaruh interaksi pH dan waktu ekstraksi

(27)

Lampiran 13b.Uji lanjut Duncan, pengaruh interaksi pH dan waktu ekstraksi terhadap stabilitas emulsi konsentrat protein ... 65 Lampiran 14a. Analisis ragam kapasitas busa konsentrat protein ... 66 Lampiran 14b.Uji lanjut Duncan, pengaruh interaksi pH dan waktu ekstraksi

terhadap kapasitas busa konsentrat protein ... 66 Lampiran 15a. Analisis ragam stabilitas busa konsentrat protein ... 66 Lampiran 15b.Uji lanjut Duncan, pengaruh interaksi pH dan waktu ekstraksi

terhadap stabilitas busa konsentrat protein ... 67 Lampiran 16. Perhitungan pembobotan untuk pemilihan konsentrat terbaik

(28)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dedak gandum merupakan limbah pertanian yang dihasilkan dari penggilingan gandum pada produksi tepung terigu. Dedak gandum tersebut masih banyak mengandung protein dengan kadar yang cukup tinggi yaitu sebesar 19,19% (bk) (Pomeranz, 1991). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Ensminger (1961) bahwa kandungan protein dari dedak gandum rata-rata adalah sebesar 16,4%.

Saat ini dedak gandum lebih banyak digunakan untuk makanan ternak dan belum ada usaha intensif untuk memanfaatkannya. Tahun 1999 PT Bogasari Flour Mills menghasilkan tepung gandum sebesar 10.500 metrik ton per hari untuk pabrik yang berada di Jakarta dan 5.500 metrik ton untuk pabrik yang berada di Surabaya. Hasil samping yang dihasilkan sebesar 25-26 %, sehingga akan dihasilkan dedak masing-masing sebesar 2.625 dan 1.375 metrik ton (Bogasari, 2004). Jumlah tersebut menjadikan dedak gandum memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, bukan hanya untuk pakan ternak tetapi dapat dijadikan bahan tambahan makanan seperti konsentrat protein. Protein tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai bidang, seperti untuk suplemen pada produk margarin atau produk makanan tidak berlemak (Uli, 2004).

Selain itu, protein yang terdapat pada dedak gandum bila ditangani secara cermat tidak akan banyak mengalami kerusakan. Salah satu cara penanganan yang baik adalah dengan mengisolasi protein dalam dedak dan membuatnya menjadi tepung protein dalam bentuk konsentrat maupun isolat tergantung dari besarnya kadar protein yang dihasilkan. Cara ini diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi dedak gandum.

(29)

protein yang utama biasanya berasal dari hewan misalnya daging sapi, ayam, telur, ikan atau dari nabati misalnya kacang-kacangan dan biji-bijian. Konsentrat protein yang digunakan pada industri pangan, umumnya terbuat dari biji-bijian atau kacang-kacangan, contohnya yang sekarang banyak diketahui dipasaran adalah konsentrat protein kedelai.

Konsentrat protein diperoleh dengan mengekstraksi protein yang terkandung pada suatu bahan pada kondisi pH tertentu. Hasil ekstraksi ini kemudian dapat diisolasi dengan cara mengendapkan protein yang terekstrak pada titik isoelektriknya. Pembuatan konsentrat protein dedak gandum merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya guna dedak gandum. Namun hingga saat ini di Indonesia potensi protein yang sangat tinggi tersebut belum memperoleh perhatian. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai cara-cara isolasi protein dan sifat-sifat fungsionalnya sebagai bahan pangan manusia.

Upaya dalam menghasilkan konsentrat protein dari dedak gandum ini telah dilakukan oleh Manullang dan Sugijanto (2001). Pada penelitian tersebut diperoleh konsentrat protein dengan kadar protein sebesar 62,75%(bk). Konsentrat protein ini diekstraksi dengan menggunakan NaOH pada pH 10 selama 15 menit dan ekstraksi dilakukan secara bertingkat sebanyak 3 kali. Kelemahan dari penelitian ini adalah masih rendahnya kadar protein yang dihasilkan karena penggunaan pH yang terlalu tinggi yang menyebabkan protein yang terkandung terdenaturasi, selain itu proses ekstraksi bertingkat yang dilakukan menyebabkan penggunaan NaOH yang lebih banyak.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut

1 Mendapatkan waktu ekstraksi dan pH ekstraksi terbaik untuk memperoleh konsentrat protein dari dedak gandum.

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PROTEIN

Protein adalah makromolekul polipeptida berbobot molekul tinggi yang tersusun dari sejumlah asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Suatu molekul protein disusun oleh sejumlah asam amino tertentu dengan susunan yang sudah tertentu pula dan bersifat turunan (Girindra, 1993). Asam amino terdiri dari sebuah gugus karboksil dan sebuah gugus amino, sebuah atom hidrogen dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang merupakan rantai cabang. Bentuk molekul asam amino dapat dilihat pada Gambar 1.

Ada 20 jenis asam amino yang terdapat di alam. Asam amino ini terikat satu dengan yang lain oleh ikatan peptida. Kebanyakan protein hanya berfungsi aktif biologis pada daerah pH dan suhu yang terbatas. Jika pH dan suhu berubah melewati batas-batas tersebut, protein akan mengalami denaturasi (Girindra, 1993). Denaturasi protein ini terjadi pada suhu di atas 60oC.

Protein dedak gandum sebagian besar terdiri dari glutelin (FAO, 2006). Glutelin merupakan protein tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan basa atau asam encer (Winarno, 1997). Dedak gandum juga mengandung protein majemuk berupa glikoprotein (Hosseney, 1994), yaitu protein yang mengandung gugus karbohidrat.

Dalam larutan asam, pada umumnya molekul protein akan bermuatan positif dan apabila dilakukan elektrolisis molekul protein akan bergerak kearah elektroda negatif (katoda), demikian pula sebaliknya. Pada pH isoelektrik muatan gugus amino dan karboksil bebas dalam molekul asam amino akan saling

H

(31)

menetralkan, sehingga muatan molekul protein tersebut menjadi nol, dan apabila dilakukan elektrolisis tidak akan terjadi perpindahan molekul protein. Tiap jenis protein memiliki titik isoelektrik pada pH tertentu dan pada pH tersebut protein akan mengendap dengan cepat. Sifat ini digunakan dalam berbagai proses pemisahan dan pemurnian protein (Poedjiadi, 1994).

B. DEDAK GANDUM

Menurut Pomeranz (1991) dedak gandum masih mengandung protein sekitar 19,19% dari bobot keringnya. Dedak gandum yang dihasilkan meliputi wheat pollard dan wheat bran (PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Ensminger (1961) bahwa kandungan protein dari dedak gandum rata-rata adalah 16,4%.

Bagian utama dari fraksi hasil samping gandum terdiri dari lapisan terluar dari biji yaitu bran. Bran mengandung 16-20% protein. Hingga saat ini, hanya sedikit dari hasil samping itu yang digunakan sebagai bahan pangan, kebanyakan digunakan sebagai pakan (Cluskey et al., 1973 di dalam Milner et al., 1978).

Saunders dan Betschart(1977) menyatakan bahwa dedak gandum memiliki protein dengan kualitas tinggi, karena dedak gandum banyak mengandung asam amino esensial seperti lisin. Lisin merupakan asam amino pembatas yang sering terdapat pada makanan, sehingga jika kadar lisin tinggi maka asam-asam amino lain pun terdapat dalam jumlah memadai. Kandungan lisin pada dedak gandum sebesar 3,85 g/100g sampel sedangkan lisin pada tepung gandum sebesar 1,9 g/100 g sampel (Tabel 1). Asam amino lainnya seperti alanin, arginin, asam aspartat, glisin, histidin, prolin, threonin, triptofan dan valin juga lebih banyak ditemukan pada dedak gandum. Selain itu, dedak gandum mengandung vitamin dan mineral yang jauh lebih besar daripada tepung gandum. Hal ini merupakan kualitas yang sangat diperlukan untuk bahan pangan atau bahan pakan (Saunders dan Betschart, 1977). Penggunaan dedak gandum sebagai makanan manusia terbatas karena mengandung serat tinggi, flavor pahit dan rasa tengik.

(32)
(33)

Tabel 1. Komposisi dedak gandum dan tepung gandum

Komposisi Dedak Gandum Tepung Ganduma)

Analisa proksimat (gram)b)

Pati

Asam amino dan kualitas protein(g/100 g

N)c)

Vitamin (µ/g dry basis)c)

Niasin

a) Menurut Sproessler WPC : Wheat Protein Concentrate

b) Menurut Pomeranz (1973) -Tidak tercantum di dalam sumber c) Menurut Klaus J. Lorenz (1991) *asam amino esensial

(34)

Tabel 2. Komposisi kimia pollard gandum Komposisi Jumlah (%)

Air Maks. 14

Protein Maks. 14.5

Abu Maks. 5.5

Pati Maks. 30

Lemak kasar Maks. 4.3 Serat kasar Maks. 7 Sumber : Bogasari (1999)

C. ISOLASI PROTEIN

Untuk memperoleh protein yang terdapat dalam suatu bahan yang mengandung protein, perlu dilakukan isolasi (pemisahan) protein. Isolasi protein dapat dilakukan pada bahan berupa tepung yang sudah dihilangkan lemaknya (defatted flour) maupun tepung yang belum dihilangkan lemaknya (full fat flour). Penghilangan lemak bisa dilakukan dengan penggunaan pelarut organik misalnya heksana dan petroleum eter, dengan cara pengepresan ataupun kombinasi keduanya (Natarajan di dalam Chichester, 1980). Pemisahan protein menggunakan pelarut alkali dan pengendapan protein pada pH isoelektrik adalah cara yang banyak dilakukan sekarang ini (Wang et al., 1999).

(35)

protein yang terekstrak, tetapi ada kemungkinan protein dapat terhidrolisis kembali dan mengalami denaturasi.

Pemisahan protein dari lemak, air dan gula pereduksi akan menghasilkan produk yang tahan terhadap penyimpanan. Protein yang terpisah (isolat) dapat berbentuk pasta atau tepung dan mempunyai kadar protein lebih tinggi dibandingkan dengan bahan asalnya. Natarajan di dalam Chichester (1980), menyebutkan bahwa isolasi protein pada prinsipnya terdiri dari tahap-tahap ekstraksi protein dalam medium pengekstrak, penghilangan bahan tidak larut dengan sentrifugasi, filtrasi atau kombinasinya, pengendapan, pencucian dan pengeringan isolat.

Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengisolasi protein. Choi et al. (1981), misalnya telah mengisolasi protein dari biji kapok. Isolasi protein ini dilakukan dengan menggunakan tepung biji kapok yang sudah dihilangkan lemaknya. Tepung ini disuspensikan ke dalam air pada suhu 40oC dan kemudian pHnya dibuat menjadi sembilan dengan menggunakan NaOH 50% untuk mengekstraksi protein. Protein kemudian dipresipitasikan dengan menggunakan HCl 6 M sampai dengan pH 4,5 yang merupakan titik isoelektrik protein. Protein yang didapatkan di sini adalah protein konsentrat yaitu protein yang masih mengandung senyawa-senyawa lain yang tidak diinginkan, misalnya NaCl yang terbentuk pada pengendapan protein.

Yonatan (1984), melakukan penelitian isolasi potein dari dedak padi. Dari penelitian ini ditemukan bahwa persentase hasil dan kandungan protein dipengaruhi oleh ukuran kehalusan dedak (dalam satuan mesh), metode pengeringan protein yang diperoleh dan stabilitas dari bahan mentahnya. Makin halus ukuran partikel makin tinggi persentase hasil dan kandungan protein yang diperoleh. Metode pengeringan yang digunakan untuk menghasilkan protein yang tinggi adalah pengeringan beku.

(36)

D. SIFAT FUNGSIONAL PROTEIN

Sifat fungsional protein adalah sifat fisika dan kimia yang mempengaruhi sifat protein dalam bahan pangan selama proses, penyimpanan, persiapan dan konsumsi (Kinsella, 1979) atau semua sifat dalam pangan kecuali nutrisi yang mempengaruhi penggunaan protein dalam sistem pangan (Nakai dan Modler, 1996). Sifat fungsional protein meliputi kapasitas dan stabilitas emulsi, kapasitas dan stabilitas busa, dan kelarutan protein.

Proses isolasi protein dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein. Denaturasi atau agregasi protein selama preparasi konsentrat adalah faktor yang penting yang mempengaruhi sifat fungsional seperti kelarutan (Anon et al., 2001). Menurut Girindra (1993), denaturasi adalah proses yang mengubah struktur molekul tanpa memutuskan ikatan kovalen. Proses ini bersifat khusus untuk protein, biasanya bersamaan dengan hilangnya aktivitas biologi dan perubahan yang berarti pada beberapa sifat fisika dan fungsi seperti kelarutan. Denaturasi dapat juga didefinisikan sebagai perubahan besar dalam struktur alami yang tidak melibatkan perubahan dalam urutan asam amino. Rentang suhu pada saat terjadi denaturasi sebagian besar protein sekitar 55-75ºC.

1. Kapasitas Emulsi dan Stabilitas Emulsi

Zayas (1997) menyebutkan bahwa perbandingan jumlah asam amino hidrofilik-lipofilik yang seimbang sangat menentukan kemampuan protein untuk membentuk emulsi. Hal ini penting untuk menurunkan tegangan interfasial. Hidrofilik-lipofilik protein mampu teradsorpsi pada interfasial minyak-air dengan mekanisme lipofilik akan berikatan pada sisi minyak dan hidrofilik akan berikatan pada sisi air. Untuk membuat emulsi yang stabil perlu dipilih protein yang larut, mampu teradsorpsi pada lapisan, punya grup-grup yang bermuatan yang terdistribusi merata, dan mampu membentuk film yang kohesif dan kuat (Zayas, 1997).

(37)

Kekuatan dan kekompakkan lapisan antar muka adalah sifat yang penting yang dapat membentuk stabilitas emulsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem emulsi akan berdampak apabila dilakukan perubahan atau modifikasi pada lapisan antar muka tersebut.

Emulsi yang baik tidak membentuk lapisan-lapisan, tidak terjadi perubahan warna dan konsistensi tetap. Stabilitas suatu emulsi merupakan salah satu karakter terpenting dan mempunyai pengaruh besar terhadap mutu produk emulsi ketika dipasarkan (Suryani, 2000).

2. Kapasitas Busa dan Stabilitas Busa

Daya busa protein menunjukan kemampuan bahan memproduksi suatu area permukaan dari busa untuk menstabilkan lapisan permukaan dari kekuatan internal dan eksternal. Sifat fungsional ini penting dalam pembentukan lapisan film pada suatu konsentrat protein (Heywood et al., 2002).

Agen pembusaan yang banyak dipakai antara lain putih telur, gelatin, kasein, protein kedelai dan gluten. Agen pembusaan harus memiliki sifat-sifat menstabilkan busa secara cepat dan efektif pada konsentrasi rendah, kisaran berbagai pH makanan, dan media seperti lemak, alkohol dan bahan-bahan flavor.

Pembentukan busa terjadi dengan tiga tahap yaitu pertama protein globular yang larut berdifusi ke antar fasa udara dan air, mengalami peningkatan konsentrasi dan menurunkan tegangan permukaan. Kedua protein membuka pada antar fasa dengan orientasi molekul polar ke air, dan ketiga polipeptida berinteraksi membentuk film.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan stabilitas busa protein meliputi kelarutan, laju difusi ke arah permukaan dan penyerapan. Faktor-faktor tersebut tergantung pada sifat-sifat hidrofobik, orientasi dan asosiasi polipeptida, viskoelastisitas, kesetimbangan agregasi konjugasi, muatan permukaan dan hidrasi (Pomeranz, 1991).

(38)
(39)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku utama yang digunakan adalah dedak gandum (wheat pollard) yang diperoleh dari PT Bogasari Flour Mills, Jakarta. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah akuades, NaOH 2N, HCl 2N, heksana, HCl 0,02N, NaOH 0,02N, H2SO4 pekat, Selenium Mixture, H3BO3 4%, natrium

karbonat 2%, dan NaOH 0,1N. Bahan ini diperoleh dari toko-toko bahan kimia yang berada di Bogor.

Alat-alat yang digunakan antara lain gelas ukur, gelas piala, penangas air, oven, desikator, spektrofotometer, timbangan analitik, cawan alumunium, cawan porselen, tanur, labu erlenmeyer, labu Soxhlet, labu Kjeldahl, tabung sentrifus, ruang pendingin (cooler), chromameter, buret, pipet, sudip, dan kertas saring dan alat-alat bantu lainnya.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama penelitian diawali dengan proses persiapan dedak gandum dan analisis proksimat pada dedak gandum. Pada persiapan dedak gandum, dilakukan pengayakan dedak gandum dengan saringan berukuran 50 mesh. Analisis proksimat terhadap dedak gandum dilakukan untuk mengkarakterisasi dedak gandum yang digunakan pada penelitian, meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat (by difference). Tahap kedua merupakan penelitian pendahuluan dan tahap ketiga merupakan penelitian utama.

1. Penelitian Pendahuluan

(40)

penelitian pendahuluan juga dilakukan pemilihan dedak gandum yang akan digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan konsentrat protein. Pemilihan dedak gandum ini dilakukan pada dedak yang tidak dihilangkan lemaknya dan dedak yang telah dihilangkan lemaknya melalui proses defatting. Proses defatting ini mengikuti tahapan proses defatting yang dilakukan oleh Wang et al., (1999). Diagram alir proses defatting dapat dilihat pada Gambar 2.

2. Penelitian Utama

Penelitian utama merupakan lanjutan dari penelitian pendahuluan yang meliputi proses isolasi protein dari dedak gandum dengan perlakuan pH dan waktu ekstraksi. Perlakuan pH ekstraksi yang digunakan terdiri dari 5 taraf yaitu 8,0; 8,5; 9,0; 9,5 dan 10 (A1, A2, A3, A4, A5) dan waktu ekstraksi yang digunakan terdiri dari 3 taraf yaitu 1 jam, 2 jam, dan 3 jam (B1, B2, B3). Penggunaan taraf dalam perlakuan ini berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilebarkan lagi rentangnya. Proses ekstraksi dilakukan dengan cara menambahkan air pada dedak gandum sebanyak ± 300 gram dengan perbandingan 1:8 dalam gelas piala 3 Liter, kemudian diatur pHnya

Gambar 2. Diagram alir proses defatting Dedak Gandum 100 Gram

Heksana (1:3) Distirer (250 rpm, 30 menit)

Sentrifugasi (4000 rpm, 15 menit)

(41)

sesuai dengan taraf perlakuan yang digunakan dengan menggunakan NaOH 2N.

Pemilihan pH basa dalam proses karena pada kondisi basa, protein cenderung bermuatan negatif yang menyebabkan minimumnya interaksi antara residu asam amino dan akan meningkatkan kelarutan protein dalam pelarut. Selama proses ekstraksi dilakukan pengadukan dengan menggunakan homogenizer yang dimaksudkan untuk menghomogenkan campuran dan memperluas permukaan setiap partikel sehingga dapat meningkatkan rendemen proteinnya. Setelah proses ekstraksi kemudian larutan protein disentrifugasi untuk memisahkan padatan dan cairannya (supernatan).

Supernatan yang diperoleh diendapkan dengan menggunakan HCl pada titik isoelektrik yaitu pada pH 4,5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Manullang dan Sugijanto (2001) dapat diketahui bahwa titik isoelektrik dari dedak gandum berkisar antara 4-5. Pada pH ini terjadi keseimbangan antara muatan positif dan negatif, sehingga protein akan bermuatan nol. Interaksi elektrostatik antar asam amino akan maksimum, sehingga muatan yang tidak sejenis akan cenderung tarik-menarik dan menyebabkan protein menggumpal dan mengendap. Fraksi padat dan cair dipisahkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Fraksi padat akan mengendap dibagian bawah tabung sentrifus karena densitas yang lebih tinggi sedangkan fraksi cair akan berada di atasnya. Fraksi cair dibuang dan fraksi padat dicuci dengan menggunakan air destilasi sebanyak 500 ml untuk menghilangkan pengotor dan sisa asam, kemudian disentrifugasi kembali pada kecepatan 4000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan sisa air pencuci. Hasil konsentrat protein yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 50°C selama 28 jam. Diagram alir penelitian (modifikasi Koswara, 1992) dapat dilihat pada Gambar 3.

(42)

Analisis sifat fungsional untuk produk isolasi protein yang dihasilkan meliputi pengukuran kapasitas dan stabilitas busa (Suwarno, 2003),aktivitas emulsi (Franzen dan Kinsella, 1976), stabilitas emulsi (Sathe dan Salunke, 1981) dan kelarutan protein (Swamynglingappa dan Srinivas, 1994) (Lampiran 2).

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan dua kali ulangan. Model matematik untuk rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah (Mattjik, 2002)

Yijk = μ + Ai + Bj + ABij + ε(l)ijk

dengan :

Yijk =peubah yang diukur

μ = rata-rata umum

Ai = pengaruh faktor A (pH ekstraksi) ke-i; (i=8,0; 8,5; 9,0; 9,5; 10)

Bj = pengaruh faktor B (waktu ekstraksi) ke-j; (j=1,2,3 Jam)

ABij = pengaruh interaksi faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf

ke-j

ε(l)ijk = galat (error)

(43)

Sentrifugasi II (4000 rpm, 10 menit)

Gambar 3. Diagram alir penelitian (Modifikasi Koswara,1992) Dedak Gandum ± 300 Gram

Ekstraksi Protein

dgn NaOH 2N pH basa (8,0; 8,5; 9,0; 9,5; 10) waktu 1, 2, 3 Jam

Sentrifugasi I (4000 rpm, 10 menit)

Presipitat Supernatan

Supernatan Pengendapan pada pH 4,5

(±1 malam, t=10°C)

Pekatan Protein

Pencucian dengan akuades 500ml

Sentrifugasi III (4000 rpm, 10 menit)

Pengeringan (oven) t=50°C, 28 jam

Analisis sifat fisik, kimia, fungsional Konsentrat Protein

HCl 2N

Akuades (1:8)

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISASI DEDAK GANDUM

Penampakan dedak gandum yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4. Karakterisasi terhadap dedak gandum dilakukan untuk mengetahui berbagai komponen yang terdapat dalam dedak gandum.

Gambar 4. Dedak gandum

Analisis yang dilakukan adalah analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat (by difference). Hasil analisis proksimat dedak gandum dan dedak defatted dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis proksimat dedak gandum dan dedak defatted

Komposisi Kadar Dedak

Gandum (% bk)

Kadar Dedak Defatted (% bk) Kadar Air 10,93 ± 0,25 12,32 ± 0,23

Kadar Abu 4,48 ± 0,06 5,75 ± 0,03

(45)

Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat diketahui kadar protein dedak gandum ini cukup tinggi yaitu sebesar 20,11%. Dengan kadar protein tersebut dedak gandum cukup potensial untuk dimanfaatkan menjadi konsentrat protein. Namun demikian hasil analisis proksimat juga menunjukan nilai kadar air, kadar abu dan kadar lemak yang masih tinggi, yang merupakan zat pengotor yang dapat menghambat proses isolasi. Komponen lemak pada dedak gandum ini dapat menyebabkan ketengikan karena hidrolisis enzimatis oleh lipase (Barber dan de Barber di dalam Luh, 1980). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghambat ketengikan ini adalah dengan menghilangkan kandungan lemak pada dedak gandum terlebih dahulu melalui proses defatting.

Proses defatting yang dilakukan menggunakan heksana sebagai pelarut yang merupakan pelarut organik yang bersifat nonpolar. Asam lemak penyusun dari dedak gandum ini terdiri dari asam linoleat (C18H32O2) sebanyak 44 – 65%

(Michaud, 1998) dan merupakan asam lemak tidak jenuh yang bersifat nonpolar dan larut dengan baik pada pelarut organik. Selain itu penggunaan heksana dimaksudkan karena heksana memiliki sifat yang mudah menguap.

Kadar lemak pada dedak gandum adalah sebesar 2,93%. Perlakuan defatting yang dilakukan dapat menurunkan lemak menjadi sebesar 2,15%. Penurunan kadar lemak ini dirasakan kurang optimal karena penggunaan heksana ternyata hanya dapat menurunkan kadar lemak sebesar 3,55% lemak berdasarkan hasil perhitungan neraca masssa proses defatting (Lampiran 3). Hal ini dapat terjadi karena lemak pada dedak sebagian besar berada dalam keadaan kompleks. Hoseney (1994) menjelaskan bahwa lemak dedak biasanya berikatan pada komponen lain membentuk fosfolipid dan glikolipid. Penggunaan pelarut polar hanya dapat melarutkan sebagian lemak. Lemak yang berikatan dengan komponen lain tidak ikut terlarut karena sulit memisahkan ikatan dengan komponen terikatnya. Dari hasil penelitian pendahuluan ini dipilih dedak gandum tanpa perlakuan defatting.

(46)

dan 2 Jam (B1 dan B2). Hasil analisis untuk kadar protein pada konsentrat protein hasil penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis kadar protein pada konsentrat protein hasil penelitian pendahuluan

Sampel Kadar Protein (% bk)

A1B1 52,62 A2B1 64,13 A3B1 59,23 A1B2 55,42 A2B2 73,23 A3B2 62,39

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai kadar protein tertinggi pada konsentrat protein hasil penelitian pendahuluan adalah pada perlakuan pH 9 waktu ekstraksi 2 jam. Semakin lama waktu ekstraksi kadar protein konsentrat protein yang dihasilkan semakin meningkat. Kadar protein kosentrat protein juga meningkat sampai pH 9 kemudian mengalami penurunan pada pH 10, hal ini dapat terjadi karena protein pada dedak gandum telah mengalami denaturasi karena perubahan pH yang ekstrem. Hasil penelitian pendahuluan ini dijadikan dasar dalam penetapan selang pH dan waktu ekstraksi pada penelitian utama. Selang pH ekstraksi diperlebar menjadi 5 tingkat pH yaitu 8,0; 8,5; 9,0; 9,5 dan 10. Selang untuk waktu ekstraksi diperlebar menjadi 3 tingkat yaitu 1, 2 dan 3 Jam.

B. RENDEMEN KONSENTRAT PROTEIN

(47)

Tabel 5. Hasil analisis rendemen

Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata pada rendemen konsentrat protein (Lampiran 5a). Begitu juga dengan interaksi dari keduanya (Lampiran 5a). Gambar 5 memperlihatkan rendemen yang diperoleh dengan perlakuan waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi. Rendemen yang tertinggi belum tentu menghasilkan konsentrat protein dengan mutu terbaik, tetapi ditentukan juga oleh faktor lain seperti komposisi kimia dan sifat fungsionalnya.

Gambar 5. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap rendemen

Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan tingkat

(48)

pada interaksi perlakuan pH 9 dan waktu 2 jam (A3B2). Perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan pH 10 dan waktu 3 jam (A5B3). Pada waktu ekstraksi 1 dan 2 jam terjadi peningkatan rendemen seiring dengan peningkatan pH ekstraksi. Peningkatan ini terjadi sampai dengan pH 9 kemudian terjadi penurunan kembali pada pH 9,5 dan sedikit peningkatan pada pH 10, namun nilainya tidak berbeda nyata dan tetap lebih rendah dari pada perlakuan dengan pH 9. Penurunan yang terjadi pada pH 9,5 dan 10 kemungkinan terjadi akibat adanya denaturasi protein akibat perubahan pH yang ekstrem, sesuai dengan Cheptel dan Cuq (1985), menunjukkan bahwa ekstraksi protein optimum diperoleh pada pH 9 dengan sedikit atau tidak ada kenaikan yang diperoleh pada pH 10. Penelitian yang dilakukan Kabirullah dan Wills (1982), juga menunjukan makin tinggi pH yang digunakan untuk mengekstrak protein, makin besar pula protein yang terekstrak, tetapi ada kemungkinan protein dapat terhidrolisis kembali dan mengalami denaturasi. Pada waktu ekstraksi 3 jam rendemen yang diperoleh terus meningkat seiring dengan peningkatan pH ekstraksi. Hal ini sesuai dengan Lehninger (1982) yang menyatakan bahwa semakin jauh perbedaan pH konsentrat protein dari titik isoelektrik kelarutan protein semakin tinggi. Dengan kelarutan protein yang tinggi akan meningkatkan jumlah protein yang akan diisolasi, sehingga akan meningkatkan rendemennya.

C. ANALISIS SIFAT FISIK DAN KIMIA KONSENTRAT PROTEIN

(49)

Tabel 6. Hasil analisis sifat fisik dan kimia konsentrat protein

Pengujian warna dilakukan dengan melihat nilai a, b, dan L pada alat chromameter yang digunakan. Nilai ini kemudian dikonversi menjadi derajat hue untuk mengetahui jenis warna dari konsentrat protein (Lampiran 1). Warna konsentrat protein yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6. Konsentrat protein yang dihasilkan memiliki warna yang kecoklatan yang disebabkan oleh terjadinya reaksi browning yang berupa reaksi Maillard.

(50)

Hasil analisis ragam menunjukan tingkat pH dan waktu ekstraksi serta interaksinya memiliki pengaruh yang nyata terhadap warna konsentrat protein (Lampiran 6a). Semakin lama ekstraksi dan semakin tinggi tingkat pH, nilai derajat hue konsentrat protein cenderung menurun (Gambar 7). Hal ini dikarenakan semakin lama kontak bahan dengan pelarut yang menyebabkan reaksi Maillard semakin lama berlangsung dan menghasilkan warna coklat yang lebih gelap.

Gambar 7. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap derajat Hue

Reaksi Maillard dapat terjadi pada keadaan asam atau basa, tetapi pada keadaan basa reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan karena keadaan basa cenderung untuk mempercepat terjadinya reaksi antara gula pereduksi dengan senyawa-senyawa yang mempunyai gugus NH2 membentuk melanoidin yang merupakan senyawa

yang berwarna coklat (Winarno, 1997).

Reaksi Maillard ini terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama terjadi kondensasi antara gugus karbonil gula pereduksi dengan asam amino membentuk basa Schiff melalui reaksi Amadori. Kehilangan air karena reaksi Amadori ini membentuk turunan-turunan furfuraldehida. Pada tahap kedua terjadi kehilangan air lanjutan yang menghasilkan aldehid aktif dan bereaksi kondensasi aldol membentuk senyawa berwarna coklat (Winarno, 1997). Reaksi Maillard ini terjadi pada supernatan hasil sentrifugasi pertama pada proses ekstraksi. Larutan supernatan hasil sentrifugasi pertama ini masih memiliki pH yang basa dan mengandung

(51)

protein terekstrak. Reaksi Maillard juga terjadi pada proses pengeringan konsentrat protein. Data intensitas warna secara lengkap disajikan pada Lampiran 4.

Dari hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 6b) terhadap interaksi waktu dan pH ekstraksi diperoleh bahwa Pada waktu ekstraksi 1 dan 2 jam nilai derajat hue menurun seiring dengan peningkatan pH ekstraksi. Peningkatan nilai derajat hue pada pH 9 dengan waktu ekstraksi 1 dan 2 jam tidak memberikan pengaruh yang nyata dan perlakuan pH 10 dan waktu 2 jam (A5B2) memiliki nilai derajat hue yang paling kecil yang menandakan warna konsentrat yang paling gelap. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pH maka kondisi media pelarut akan semakin basa dan semakin lama waktu ekstraksi maka semakin lama juga terjadi kontak antara bahan dengan pelarut yang bersifat basa, sehingga reaksi browning lebih cepat berlangsung (deMan, 1997). Nilai derajat hue pada perlakuan pH 10 dan waktu 2 jam ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu ekstraksi selama 3 jam pada semua tingkat pH. Pada waktu ekstraksi 3 jam nilai derajat hue menurun sampai pH 9 kemudian meningkat kembali sampai pH 9,5 dan sedikit penurunan pada pH 10. pada waktu ekstraksi 3 jam ini nilai derajat hue tidak memilii pengaruh yang nyata.

b. pH

Nilai pH konsentrat protein yang dihasilkan berkisar antara 4,54 (A1B1) sampai 4,70 (A5B3). Nilai ini menunjukkan bahwa konsentrat protein bersifat asam. Sifat asam ini mungkin disebabkan karena masih terdapat residu sisa HCl hasil pengendapan pada konsentrat. Proses pencucian endapan protein hasil sentrifugasi setelah pengendapan protein pada titik isoelektriknya (pada pH 4.5) ternyata tidak mampu untuk menetralkan konsentrat protein.

(52)

tidak berbeda nyata (Lampiran 7a). Hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi pH dan tingkat ekstraksi (Lampiran 7b) dapat diketahui bahwa nilai pH tertinggi (4,70) diperoleh pada interaksi perlakuan pH 10 dan waktu 3 jam (Gambar 8).

Gambar 8. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap nilai pH

Nilai pH konsentrat protein meningkat seiring dengan peningkatan pH dan semakin lamanya waktu ekstraksi. Peningkatan nilai pH ini berkaitan dengan residu jumlah NaOH yang digunakan pada proses ekstraksi yang masih tersisa pada konsentarat. Jumlah NaOH yang digunakan pada waktu ekstraksi semakin banyak pada tingkat pH yang lebih tinggi dan waktu ekstraksi yang lebih lama.

2. Sifat Kimia a. Kadar Air

Kadar air menurut Nollet (1996) adalah pengukuran kuantitas dari produk yang berbentuk padatan dan sering digunakan sebagai indeks nilai ekonomi, stabilitas dan kualitas dari produk makanan.

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi kualitas produk. Penurunan jumlah air dapat mengurangi laju kerusakan bahan pangan akibat proses mikrobiologis, kimiawi dan enzimatis. Rendahnya kadar air suatu bahan pangan merupakan salah satu faktor yang dapat membuat bahan pangan memiliki umur simpan yang lebih lama.

(53)

Hasil analisis proksimat pada konsentrat dedak gandum menunjukkan bahwa kadar air konsentrat protein berkisar antara 2,59-8,42% (Tabel 6). Data kadar air konsentrat protein selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa kadar air konsentrat protein dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan dan interaksi keduanya juga berpengaruh nyata (Lampiran 8a). Interaksi antara waktu ekstraksi dan tingkat pH pada kadar air dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai kadar air berpengaruh terhadap sifat kualitatif produk.

Gambar 9. Pengaruh interaksi antara waktu dan tingkat pH ekstraksi terhadap kadar air

Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi (Lampiran 8b) dapat diketahui bahwa kadar air terendah diperoleh pada interaksi perlakuan pH 10 dan waktu 1 jam. Interaksi perlakuan ini berbeda nyata dengan interaksi lainnya. Kadar air pada waktu ekstraksi 2 jam dan pH 8,5 mengalami penurunan, tetapi kodisi ini tidak berbeda nyata pada pH 8 dengan waktu ekstraksi yang sama. Pada waktu ekstraksi 3 jam nilai kadar air yang meningkat kembali pada pH 10 juga tidak berbeda nyata dengan pH 9,5. Kadar air konsentrat protein dapat dikatakan meningkat seiring dengan meningkatnya pH ekstraksi. Hal ini sesuai dengan kadar protein konsentrat protein yang juga meningkat sesuai dengan peningkatan pH ekstraksi, karena air terikat pada asam amino yang bersifat polar (Sze-Tao dan Sathe, 2000). Kadar air konsentrat protein terendah diperoleh pada waktu 1 jam kemudian

(54)

meningkat pada waktu 2 jam dan mengalami penurunan kembali pada waktu 3 jam.

b. Kadar Abu

Abu adalah residu anorganik dari pembakaran bahan organik. Kadar abu dapat dihitung berdasarkan pengurangan bobot sampel selama proses oksidasi sempurna pada suhu tinggi (biasanya 500-600oC) melewati proses penguapan dari material organik. Total abu merupakan parameter yang bermanfaat bagi nilai nutrisi dari banyak produk makanan ataupun pakan. Hal ini sangat membantu tidak hanya untuk mengkuantifikasi total abu melainkan juga kadar abu terlarut dan tidak larut dalam air, alkalinitas dari abu terlarut dan total abu, dan proporsi dari abu tidak larut asam (Nollet, 1996).

Kadar abu secara kasar menunjukan kandungan mineral suatu bahan pangan. Abu didefinisikan sebagai residu yang tertinggal setelah suatu bahan pangan dibakar hingga bebas karbon. Kadar abu suatu bahan pangan menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Semakin besar kadar abu suatu bahan pangan menunjukan semakin tingginya kandungan mineral bahan pangan tersebut (Nollet, 1996).

(55)

Gambar 10. Pengaruh interaksi antara waktu dan tingkat pH ekstraksi terhadap kadar abu

Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi (Lampiran 9b) dapat diketahui bahwa kadar abu terendah diperoleh pada interaksi perlakuan pH 8 dan waktu 1 jam. Interaksi perlakuan ini berbeda nyata dengan interaksi lainnya. Pada waktu ekstraksi 2 jam kadar abu menurun pada pH 9, tetapi hasil ini tidak berbeda nyata dengan kadar abu pada perlakuan pH sebelumnya. Kadar abu pada waktu ekstraksi 3 jam memiliki pola yang berlainan yaitu menurun sampai pH 9,5 kemudian terjadi sedikit peningkatan pada pH 10, namun nilai ini tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena kelarutan mineral pada saat ekstraksi 3 jam sudah jenuh sehingga nilainya tidak memberikan pengaruh lagi. Kadar abu konsentrat protein ini dapat dikatakan meningkat seiring dengan peningkatan pH, karena dengan meningkatnya pH menyebabkan gugus karboksil dari protein terdisosiasi dan menjadi lebih kuat mengikat ion-ion kalium, natrium, kalsium, magnesium, mangan dan besi (Arsyad, 2001). Jumlah NaOH yang digunakan pada pH yang lebih tinggi untuk melarutkan protein juga semakin banyak, sehingga jumlah ion natrium dan ion-ion yang dapat terikat oleh protein menjadi lebih besar (Arsyad, 2001).

c. Kadar Protein

Kadar protein diperoleh dengan menganalisis kadar nitrogen yang terdapat pada bahan pangan menggunakan metode Kjeldahl. Faktor

(56)

konversi yang digunakan yaitu 6,25. Data hasil analisis proksimat pada Tabel 6 menunjukan kadar protein konsentrat protein berkisar antara 54,97% (A5B1) sampai 78,26% (A4B3). Dari nilai kadar protein tersebut, protein dedak gandum hasil isolasi tidak bisa dikatakan isolat protein karena nilainya kurang dari 90% sehingga protein dedak gandum yang dihasilkan dalam penelitian ini disebut dengan konsentrat protein dimana kadar proteinnya ≥50% namun ≤90% (Anonim, http://www.soya.be/soy-protein.php, 2006).

Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata pada kadar protein konsentrat protein (Lampiran 10a). Begitu juga dengan interaksi dari keduanya (Lampiran 10a). Semakin lama waktu ekstraksi dan semakin tinggi tingkat pH ekstraksi yang dilakukan menunjukan kadar protein yang semakin meningkat (Gambar 11). Hal ini dikarenakan semakin lama waktu ekstraksi maka persentuhan bahan dengan pelarut juga semakin lama sehingga kesempatan pelarut untuk melarutkan protein juga semakin besar.

Gambar 11. Pengaruh interaksi antara waktu dan tingkat pH ekstraksi terhadap kadar protein

Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi (Lampiran 10b) dapat diketahui bahwa kadar protein konsentrat protein dengan perlakuan 1, 2 dan 3 jam mengalami peningkatan seiring peningkatan pH ekstraksi sampai pH 9 kemudian

(57)

mengalami penurunan kembali sampai pH 10. perlakuan terbaik diperoleh pada interaksi perlakuan pH 9,5 dan waktu 3 jam. Interaksi ini mempunyai nilai kadar protein paling tinggi dan berbeda nyata dengan interaksi lainnya. Kadar protein ini meningkat dengan meningkatnya pH ekstraksi sampai pada pH tertentu kemudian mengalami penurunan karena denaturasi protein yang disebabkan oleh perubahan pH yang ekstrem (Cheptel dan Cuq, 1985).

d. Kadar Lemak

Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Kandungan lemak dalam bahan pangan adalah lemak kasar dan merupakan kandungan total lipida dalam jumlah yang sebenarnya (Winarno, 1997).

Kadar lemak yang dianalisis adalah kadar lemak kasar (crude fat) menggunakan metode ekstraksi Soxhlet. Jenis pelarut yang digunakan adalah heksana. Kadar lemak yang dianalisis menggunakan metode Soxhlet bukan hanya mencakup trigliserida tetapi juga mencakup lilin (wax), fosfolipid, sterol, hormon, minyak atsiri dan pigmen (Ketaren, 1986).

Kadar lemak konsentrat protein yang diperoleh berkisar antara 11,79% (A1B1) sampai 14,49% (A3B2). Data kadar lemak konsentrat protein ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Analisis keragaman yang dilakukan terhadap kadar lemak konsentrat protein ini dapat dilihat pada Lampiran 11a. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata pada kadar lemak yang dihasilkan. Interaksi antara keduanya juga memberikan pengaruh yang nyata (Lampiran 11b). Kadar lemak meningkat sampai pH 9 kemudian menurun kembali sesuai dengan kadar protein konsentrat protein dedak gandum, karena lemak terikat pada sisi non polar dari protein (Sze-Tao dan Sathe, 2000).

(58)

kadar lemak konsentrat protein meningkat seiring dengan peningkatan pH ekstraksi sampai dengan pH 9 kemudian mengalami penurunan pada pH 9,5 dan 10. Kadar lemak terendah diperoleh dari interaksi antara pH 8 dan waktu ekstraksi 1 jam (Gambar 12). Interaksi ini mempunyai kadar lemak paling sedikit dan berbeda nyata dengan interaksi lainnya. Kadar lemak yang rendah menunjukan bahwa konsentrat protein mengandung komponen lemak sebagai pengotor yang rendah sehingga kadar protein dari konsentrat protein ini menjadi lebih murni.

Gambar 12. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap kadar lemak

Kadar lemak ini meningkat seiring dengan peningkatan pH sampai pada pH tertentu sesuai dengan kadar protein konsentrat protein. Lemak yang terdapat pada konsentrat protein ini merupakan asam lemak yang terjerat pada protein karena adanya proses penyabunan pada saat ekstraksi dengan NaOH. Asam lemak yang terkandung dalam dedak gandum

adalah asam linoleat (C18H32O2) sebanyak 44 – 65% (Michaud, 1998).

D. SIFAT FUNGSIONAL KONSENTRAT PROTEIN

Konsentrat protein yang diperoleh dianalisa sifat fungsionalnya. Sifat fungsional konsentrat protein meliputi kapasitas dan stabilitas emulsi, kapasitas dan stabilitas busa dan kelarutan protein. Hasil analisis sifat fungsional konsentrat protein dapat dilihat pada Tabel 7.

(59)

Tabel 7. Hasil analisis sifat fungsional konsentrat protein

a. Kapasitas dan Stabilitas Emulsi

Suryani (2000) menyebutkan bahwa kapasitas emulsi didefinisikan sebagai kemampuan protein untuk membantu terbentuknya emulsi dan menstabilkan emulsi yang terbentuk. Kapasitas emulsi ini bergantung pada kemampuan suatu bahan untuk menurunkan tegangan permukaan pada lapisan antara minyak dan air.

(60)

akan berikatan pada rantai hidrofilik dan minyak pada rantai lipofilik (Zayas, 1997).

Gambar 13. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap kapasitas emulsi

Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi (Lampiran 12b) dapat diketahui bahwa kapasitas emulsi pada waktu ekstraksi 1 dan 3 jam mengalami peningkatan sampai pH 9,5 kemudian mengalami penurunan pada pH 10, sedangkan pada waktu ekstraksi 2 jam peningkatan terjadi sampai pH 9 kemudian mengalami penurunan pada pH 9,5 dan 10. kapasitas emulsi tertinggi yaitu sebesar 10,29% diperoleh pada interaksi perlakuan pH 9,5 dan waktu 1 jam. Interaksi perlakuan ini mempunyai nilai kapasitas emulsi yang paling tinggi dan berbeda nyata dengan interaksi lainnya.

Konsentrat protein memiliki kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan kestabilan suatu emulsi. Hal ini dikarenakan konsentrat protein memiliki komponen hidrofilik dan lipofilik sekaligus yang dapat melakukan ikatan minyak-air. Selain itu konsentrat protein juga memiliki kemampuan membentuk lapisan permukaan penyerap komponen minyak sehingga dapat menahan dan membentuk emulsi minyak dalam air yang stabil (Zayas, 1997).

Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata pada stabilitas emulsi konsentrat protein (Lampiran 13a). Begitu juga dengan interaksi dari keduanya

(61)

(Lampiran 13a). Semakin lama waktu ekstraksi maka nilai stabilitas emulsi semakin kecil (Gambar 14).

Gambar 14. Pengaruh interaksi antara waktu dan pH ekstraksi terhadap stabilitas emulsi

Dari hasil uji lanjut Duncan terhadap interaksi waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi (Lampiran 13b) dapat diketahui bahwa stabilitas emulsi terbaik diperoleh pada interaksi perlakuan pH 9,5 dan waktu 2 jam. Interaksi ini mempunyai nilai stabilitas emulsi paling tinggi dan berbeda nyata dengan interaksi lainnya. Stabilitas emulsi pada konsentrat protein dengan waktu ekstraksi 1, 2 dan 3 jam meningkat seiring dengan peningkatan pH ekstraksi sampai dengan pH 9,5 kemudian mengalami penurunan pada pH 10. Penurunan ini disebabkan konsentrat protein yang dihasilkan pada pH 10 sudah mengalami denaturasi sehingga konsentrasi protein pada perlakuan pH 10 menjadi kecil. Semakin kecil konsentrasi protein maka nilai stabilitas emulsinya semakin kecil (Zayas, 1997).

(62)

b. Kapasitas dan Stabilitas Busa

Busa terbentuk dengan baik ketika molekul protein membentang pada suatu permukaan air-udara, menyebar dengan cepat dan bertahan keseluruhan area permukaan, sehingga volume protein mengembang. Protein yang membentang menyebabkan molekul polar berorientasi ke air, sehingga polipeptida berinteraksi membentuk film kontinyu yang kohesif (Cherry dan Watters, 1980 di dalam Cherry, J. P. 1997).

Kapasitas busa menunjukan kemampuan protein memproduksi suatu area permukaan dari busa per unit berat protein dan untuk menstabilkan film atau lapisan permukaan dari kekuatan internal dan eksternal (Nakai dan Modler, 1996).

Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa waktu ekstraksi dan tingkat pH ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata pada kapasitas busa konsentrat protein (Lampiran 14a). Begitu juga dengan interaksi dari keduanya (Lampiran 14a). Semakin tinggi pH ekstraksi yang digunakan kapasitas busa akan semakin tinggi (Gambar 15).

Gambar

Gambar 1. Bentuk molekul asam amino (Winarno, 1997)
Tabel 1. Komposisi dedak gandum dan tepung gandum
Tabel 2. Komposisi kimia pollard gandum
Gambar 2. Diagram alir proses defatting
+7

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun demikian, total rendemen, indeks bias refraktif, kejernihan, angka TBA dan kandungan asam laurat ketiga metoda ekstraksi tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95

Grafik densitas kamba kontrol, TRL, dan konsentrat protein berbagai perlakuan ekstraksi Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa, nilai densitas kamba tepung kacang komak (kontrol)

(2006) juga melaporkan bahwa kandungan protein kasar bungkil kedelai yang diolah dengan ekstraksi menggunakan pelarut secara expeller masing- masing sebesar 46,81% dan

Tidak terdapat interaksi yang nyata dalam penerapan bagian kulit yang berbeda dengan pH terhadap rendemen, kadar air, kadar lemak, dan tingkat kesukaan kerupuk kulit.

Sifat fisik daging yang diukur adalah pH, keempukan, susut masak, daya mengikat air (DMA), warna daging, warna lemak, sedangkan sifat kimia daging yang dianalisis adalah kadar

Kesimpulan dari penelitian ini adalah: variabel pH dan kecepatan pengadukan berpengaruh terhadap proses ekstraksi protein dari tulang ayam dan diperoleh kondisi

Interaksi Antara lama perendaman dengan konsentrasi etanol juga tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen, pH, viskositas, kekuatan gel serta kadar lemak

Pencucian dan pH larutan perendam memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar gula reduksi, kadar total asam, pH, kadar vitamin C, kadar naringin, warna dan