• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi kawasan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi kawasan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BEBAN PENCEMARAN DAN KAPASITAS

ASIMILASI KAWASAN PERAIRAN

PELABUHAN SUNDA KELAPA JAKARTA

SUTISNA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Kawasan Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh sumber manapun. Sumber informasi yang terdapat atau dikutip telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

(4)

ABSTRAK

SUTISNA. Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Kawasan Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan PURWOKO

Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pelabuhan perikanan yang ramai sepanjang tahun. Pencemaran yang terjadi di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa akan mempengaruhi kualitas air di sekitarnya. Pengaruh oseanografi seperti arus, pasang surut dan gelombang dapat menyebarkan bahan pencemar ke luar area pelabuhan. Sungai yang bermuara di Perairan Sunda Kelapa adalah Sungai Ciliwung, sungai tersebut merupakan salah satu tempat pembuangan sampah domestik masyarakat dan industri di DKI Jakarta, yang secara akumulatif menambah jumlah beban pencemar, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban pencemaran, kapasitas asimilasi dan komposisi fitoplanton dan makrozoobentos serta hubungannya dengan status kawasan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pencemar dan beban pencemar dari sungai didapatkan secara berturut-turut (masing-masing dalam ton/bulan): TSS (538,02), BOD5 (62,14), COD (2159,40),

NO3 (2,34), NH3 (2,89), PO4 (1,32), Pb (1,45), dan Cd (0,40). Kapasitas asimilasi

masing-masing parameter yang diamati, berturut-turut (masing-masing dalam ton/bulan): TSS (2104,16 dan 2513,60), BOD5 (247,77 dan 377,31), COD (512,73

dan 1361,36), NO3 (0,135 dan -0,068), NH3 (3,46 dan 3,82), PO4 (0,46 dan 0,68),

Pb (0,496 dan 0,75), serta Cd (0,078 dan 0,027). Status lingkungan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa berdasarkan analisis STORET menunjukkan telah tercemar berat. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan nilai keanekaragaman fitoplankton dan makrozobentos yang kurang dari 1, yang menandakan bahwa di kawasan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa tersebut komunitas biota tidak stabil dan perairan tercemat berat. Melihat keadaan demikian, diharapkan pengelolaan kawasan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa tidak hanya dalam otoritas bagi pengelola Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pemerintah DKI Jakarta saja tetapi juga harus melibatkan kesadaran dari masyarakat DKI Jakarta dengan pengubahan perilaku masyarakat sepanjang bantaran sungai serta pengawasan manajemen lingkungan yang ketat terhadap industri yang diduga menjadi salah satu penyumbang limbah ke perairan Teluk Jakarta.

(5)

ABSTRACT

SUTISNA. Analysis of The Pollution Load and The Assimilation Capacity of Sunda Kelapa Port of Jakarta. Supervised by ETTY RIANI and PURWOKO.

Sunda Kelapa Port has been one of busy fisheries port in Indonesia for along year. Water pollution was happened in Sunda Kelapa Port areas caused water quality being bad. Some effects was distribuded into river, and any water areas around Sunda Kelapa Beach. A river inside Sunda Kelapa Port is Ciliwung river. That rives is where domestics and industrial waste from DKI Jakarta are being discharged, which accumulatively add the load of pollution in quantity and quality. The aim of this research is to estimate the pollution load, the assimilation capacity, structur community of phytoplanktons and macrozoobenthos and what is the relations betwen the pollutions status in the water ecosystem and thats struktur community. The results of a research showed that the types of pollutan and the load of pollution from the river is obtained as follows (ton/month) are TSS (538,02), BOD5 (62,14), COD (2159,40), NO3 (2,34), NH3 (2,89), PO4 (1,32), Pb

(1,45), and Cd (0,40). The assimilation capacities of each parameters observed in order are as follows (ton/month) are TSS (2104,16 and 2513,60), BOD5 (247,77

and 377,31), COD (512,73 and 1361,36), NO3 (0,135 and -0,068), NH3 (3,46 and

3,82), PO4 (0,46 and 0,68), Pb (0,496 and 0,75), and Cd (0,078 and 0,027). By

STORET methode, Water enviromentall status on Sunda Kelapa Port has been being heavy polluted. Biodiversity value of phytoplanktons and makrozoobenthos are under one, that is under stable conditions of bio community and water ecosystem in Sunda Kelapa Port was heavyly polluted. Local goverment (PEMDA DKI Jakarta) and multisystem stakeholders who had the autority of the Sunda Kelapa Port have a responsibility to make a better conditions. Advocacy and public compaign will be done by all the concerned parties soon, and how do all participants care to change their attitude about enviromentall conditions.

(6)

ANALISIS BEBAN PENCEMARAN DAN KAPASITAS

ASIMILASI KAWASAN PERAIRAN

PELABUHAN SUNDA KELAPA JAKARTA

SUTISNA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

JUDUL : ANALISIS BEBAN PENCEMARAN DAN KAPASITAS ASIMILASI KAWASAN

PERAIRAN PELABUHAN SUNDA KELAPA JAKARTA

NAMA : SUTISNA, S.P NRP : P.025014091

PROGRAM STUDI : PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (PSL)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Etty Riani, M.S Drs. Purwoko, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(8)

PRAKATA

Puji syukur yang tak hingga penulis sampaikan Kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, dengan judul “Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Kawasan Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta”. Tesis ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini, di antaranya:

1. Kepada segenap anggota keluarga, khususnya Bapak (almarhum) dan ibu tercinta (San Ahmad dan Idjah) yang telah mengasuh dan membesarkanku dengan seluruh kasih sayangnya. Juga yang tercinta Istriku (Salimar) dan Anakku (Rizki) yang telah memberikan dorongan semangat dalam penyelesaian studi. Kepada Kang Tatang dan Teteh-tetehku semua atas segala dukungan dalam penyelesaian studi.

2. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS sebagai Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB, yang telah banyak memberikan arahan dan bantuan yang tak hingga dalam upaya penulis menyelesaikan studi.

3. Dr. Ir. Etty Riani, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Drs. Purwoko, MSi sebagai anggota komisi pembimbing yang tidak hanya memberikan bimbingan dan masukkan dalam penyempurnaan isi tesis ini, tetapi juga memberikan dorongan dan motivasi pada penulis untuk segera menyelesaikan studi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil, yang telah berkenan menjadi penguji luar, dan juga berkenan memberikan masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini.

(9)

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu namun tak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis berharap, semoga tesis ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2007

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 10 September 1970 sebagai anak terakhir dari tujuh bersaudara. Dari Ayahanda San Ahmad (Alm) dan ibunda Idjah.

Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1996. Pada tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiwa magister pada perguruan tinggi yang sama dengan biaya sendiri.

(11)

ANALISIS BEBAN PENCEMARAN DAN KAPASITAS

ASIMILASI KAWASAN PERAIRAN

PELABUHAN SUNDA KELAPA JAKARTA

SUTISNA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

(13)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Kawasan Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh sumber manapun. Sumber informasi yang terdapat atau dikutip telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

(14)

ABSTRAK

SUTISNA. Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Kawasan Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta. Dibimbing oleh ETTY RIANI dan PURWOKO

Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pelabuhan perikanan yang ramai sepanjang tahun. Pencemaran yang terjadi di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa akan mempengaruhi kualitas air di sekitarnya. Pengaruh oseanografi seperti arus, pasang surut dan gelombang dapat menyebarkan bahan pencemar ke luar area pelabuhan. Sungai yang bermuara di Perairan Sunda Kelapa adalah Sungai Ciliwung, sungai tersebut merupakan salah satu tempat pembuangan sampah domestik masyarakat dan industri di DKI Jakarta, yang secara akumulatif menambah jumlah beban pencemar, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban pencemaran, kapasitas asimilasi dan komposisi fitoplanton dan makrozoobentos serta hubungannya dengan status kawasan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pencemar dan beban pencemar dari sungai didapatkan secara berturut-turut (masing-masing dalam ton/bulan): TSS (538,02), BOD5 (62,14), COD (2159,40),

NO3 (2,34), NH3 (2,89), PO4 (1,32), Pb (1,45), dan Cd (0,40). Kapasitas asimilasi

masing-masing parameter yang diamati, berturut-turut (masing-masing dalam ton/bulan): TSS (2104,16 dan 2513,60), BOD5 (247,77 dan 377,31), COD (512,73

dan 1361,36), NO3 (0,135 dan -0,068), NH3 (3,46 dan 3,82), PO4 (0,46 dan 0,68),

Pb (0,496 dan 0,75), serta Cd (0,078 dan 0,027). Status lingkungan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa berdasarkan analisis STORET menunjukkan telah tercemar berat. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan nilai keanekaragaman fitoplankton dan makrozobentos yang kurang dari 1, yang menandakan bahwa di kawasan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa tersebut komunitas biota tidak stabil dan perairan tercemat berat. Melihat keadaan demikian, diharapkan pengelolaan kawasan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa tidak hanya dalam otoritas bagi pengelola Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pemerintah DKI Jakarta saja tetapi juga harus melibatkan kesadaran dari masyarakat DKI Jakarta dengan pengubahan perilaku masyarakat sepanjang bantaran sungai serta pengawasan manajemen lingkungan yang ketat terhadap industri yang diduga menjadi salah satu penyumbang limbah ke perairan Teluk Jakarta.

(15)

ABSTRACT

SUTISNA. Analysis of The Pollution Load and The Assimilation Capacity of Sunda Kelapa Port of Jakarta. Supervised by ETTY RIANI and PURWOKO.

Sunda Kelapa Port has been one of busy fisheries port in Indonesia for along year. Water pollution was happened in Sunda Kelapa Port areas caused water quality being bad. Some effects was distribuded into river, and any water areas around Sunda Kelapa Beach. A river inside Sunda Kelapa Port is Ciliwung river. That rives is where domestics and industrial waste from DKI Jakarta are being discharged, which accumulatively add the load of pollution in quantity and quality. The aim of this research is to estimate the pollution load, the assimilation capacity, structur community of phytoplanktons and macrozoobenthos and what is the relations betwen the pollutions status in the water ecosystem and thats struktur community. The results of a research showed that the types of pollutan and the load of pollution from the river is obtained as follows (ton/month) are TSS (538,02), BOD5 (62,14), COD (2159,40), NO3 (2,34), NH3 (2,89), PO4 (1,32), Pb

(1,45), and Cd (0,40). The assimilation capacities of each parameters observed in order are as follows (ton/month) are TSS (2104,16 and 2513,60), BOD5 (247,77

and 377,31), COD (512,73 and 1361,36), NO3 (0,135 and -0,068), NH3 (3,46 and

3,82), PO4 (0,46 and 0,68), Pb (0,496 and 0,75), and Cd (0,078 and 0,027). By

STORET methode, Water enviromentall status on Sunda Kelapa Port has been being heavy polluted. Biodiversity value of phytoplanktons and makrozoobenthos are under one, that is under stable conditions of bio community and water ecosystem in Sunda Kelapa Port was heavyly polluted. Local goverment (PEMDA DKI Jakarta) and multisystem stakeholders who had the autority of the Sunda Kelapa Port have a responsibility to make a better conditions. Advocacy and public compaign will be done by all the concerned parties soon, and how do all participants care to change their attitude about enviromentall conditions.

(16)

ANALISIS BEBAN PENCEMARAN DAN KAPASITAS

ASIMILASI KAWASAN PERAIRAN

PELABUHAN SUNDA KELAPA JAKARTA

SUTISNA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

JUDUL : ANALISIS BEBAN PENCEMARAN DAN KAPASITAS ASIMILASI KAWASAN

PERAIRAN PELABUHAN SUNDA KELAPA JAKARTA

NAMA : SUTISNA, S.P NRP : P.025014091

PROGRAM STUDI : PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (PSL)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Etty Riani, M.S Drs. Purwoko, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(18)

PRAKATA

Puji syukur yang tak hingga penulis sampaikan Kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, dengan judul “Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Kawasan Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta”. Tesis ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini, di antaranya:

1. Kepada segenap anggota keluarga, khususnya Bapak (almarhum) dan ibu tercinta (San Ahmad dan Idjah) yang telah mengasuh dan membesarkanku dengan seluruh kasih sayangnya. Juga yang tercinta Istriku (Salimar) dan Anakku (Rizki) yang telah memberikan dorongan semangat dalam penyelesaian studi. Kepada Kang Tatang dan Teteh-tetehku semua atas segala dukungan dalam penyelesaian studi.

2. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS sebagai Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB, yang telah banyak memberikan arahan dan bantuan yang tak hingga dalam upaya penulis menyelesaikan studi.

3. Dr. Ir. Etty Riani, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan Drs. Purwoko, MSi sebagai anggota komisi pembimbing yang tidak hanya memberikan bimbingan dan masukkan dalam penyempurnaan isi tesis ini, tetapi juga memberikan dorongan dan motivasi pada penulis untuk segera menyelesaikan studi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil, yang telah berkenan menjadi penguji luar, dan juga berkenan memberikan masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini.

(19)

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu namun tak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis berharap, semoga tesis ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2007

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 10 September 1970 sebagai anak terakhir dari tujuh bersaudara. Dari Ayahanda San Ahmad (Alm) dan ibunda Idjah.

Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1996. Pada tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiwa magister pada perguruan tinggi yang sama dengan biaya sendiri.

(21)

DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 3

1.3. Kerangka Pemikiran ... 5

1.4. Tujuan Penelitian... 6

1.5. Manfaat Penelitian... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... .... 8

2.1. Pencemaran Perairan ... 8

2.2. Parameter Kualitas Perairan ... 8

2.2.1. Suhu... 8

2.2.2. Salinitas ... 9

2.2.3. Kecerahan dan Kekeruhan ... 9

2.2.4. Oksigen Terlarut (DO) ... 10

2.2.5. Derajat Keasaman (pH) ... 11

2.2.6. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD5) ... 11

2.2.7. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) ... 11

2.2.8. Padatan Tersuspensi Total (TSS) ... 12

2.2.9. Sedimen (Substrat) ... 12

2.2.10. Bahan Organik Dalam Sedimen ... 13

2.2.11. Logam Berat ... 14

2.3. Beban Pencemaran Dan Kapasitas Asimilasi Perairan ... 16

2.4. Organisme Fitoplankton ... 17

2.5. Organisme Makrozoobentos ... 18

2.5.1. Peranan Makrozoobentos di Perairan... 18

2.5.2. Struktur Komunitas Makrozoobentos ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN... 21

3.1. Lokasi dan Waktu... 21

3.2. Metode Pengumpulan Data ... 22

(22)

3.3.1. Pengambilan Sampel Air... 22 3.3.2. Pengambilan Sampel Sedimen ... 23 3.4. Metode Pengukuran Kualitas Perairan ... 23 3.5. Analisis Data ... 23 3.5.1. Beban Pencemaran Dan Kapasitas Asimilasi... 24 3.5.2. Struktur Komunitas Fitoplankton Dan Makrozoobentos ... 26 3.5.2.1. Kepadatan Jenis... 26 3.5.2.2. Indeks Keanekaragaman (H’)... 27 3.5.2.3. Indeks Keseragaman (E’) ... 27 3.5.3. Penentuan Status Perairan ... 28 IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN... 30 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa ... 30 4.2. Karakteristik Pelabuhan Sunda Kelapa ... 31 4.2.1. Letak Geografis ... 31 4.2.2. Kondisi Hidro-Oseanografi ... 31

4.2.3. Kondisi Fisiografi dan Geomorfologi ... 32 4.3. Sosial Ekonomi Wilayah Penelitian ... 32 4.3.1. Kependudukan... 32

4.3.2. Mata Pencaharian Penduduk ... 33 4.3.3. Fasilitas Perekonomian ... 34 4.4. Aktivitas Pelabuhan Sunda Kelapa ... 34

4.4.1. Arus Kunjungan Kapal ... 34 4.4.2. Arus Barang ... 35 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 38 5.1. Parameter Kualitas Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa ... 38 5.1.1. Parameter Fisika Kualitas Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa . 38 5.1.2. Parameter Kimia Kualitas Perairan Sunda Kelapa ... 40 5.1.3. Kandungan Logam Berat Pada Air Dan Sedimen

Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa ... 48 5.1.4. Status Lingkungan Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa... 51 5.1.5. Kualitas Sedimen ... 53

(23)
(24)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Klasifikasi sedimen dasar menurut ukuran diameter butiran

(Hutabarat dan Evan, 1986) ... 13 Tabel 2. Parameter lingkungan yang diamati beserta metode/alat yang

digunakan (APHA, 1989) ... 26 Tabel 3. Klasifikasi mutu air berdasarkan metode STORET... 28 Tabel 4. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu perairan... 29 Tabel 5. Keadaan kependudukan di wilayah penelitian... 33 Tabel 6. Struktur mata pencaharian penduduk Kelurahan Penjaringan

dan Kelurahan Ancol tahun 2004... 33 Tabel 7. Hasil pengukuran parameter fisik kualitas perairan

Pelabuhan Sunda Kelapa... 38 Tabel 8. Hasil perhitungan analisis STORET peruntukkan biota laut

pada setiap stasiun pengamatan ... 51 Tabel 9. Hasil perhitungan analisis STORET peruntukkan pelabuhan

pada setiap stasiun pengamatan ... 53 Tabel 10. Persentase fraksi dan jenis sedimen ... 54 Tabel 11. Hasil analisis struktur komunitas fitoplankton pada setiap

stasiun pengamatan ... 55 Tabel 12. Hasil analisis struktur komunitas makrozoobentos pada setiap

stasiun pengamatan ... 56 Tabel 13. Nilai rerata beban pencemaran yang masuk Perairan

Sunda Kelapa ... 58 Tabel 14. Fungsi hubungan linier beban pencemaran di sungai dengan

konsentrasi parameter di perairan pelabuhan dan

(25)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Kerangka pemikiran studi kapasitas asimilasi dan

beban pencemaran di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa... 7 Gambar 2. Lokasi penelitian studi kapasitas asimilasi dan

Beban pencemaran di Pelabuhan Sunda Kelapa ... 21 Gambar 3. Grafik hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi

polutan... 25 Gambar 4. Arus kunjungan kapal di Pelabuhan berdasarkan jenis pelayaran dalam satuan unit di Pelabuhan Sunda Kelapa ... 34 Gambar 5. Arus kunjungan kapal berdasarkan jenis pelayaran di Pelabuhan Sunda Kelapa (dalam GT)... 35 Gambar 6. Arus barang di Pelabuhan Sunda Kelapa berdasarkan

perdagangan ... 36 Gambar 7. Arus barang berdasarkan distribusi di Pelabuhan

Sunda Kelapa ... 36 Gambar 8. Arus barang berdasarkan Kemasan di Pelabuhan

Sunda Kelapa ... 37 Gambar 9. Nilai pH yang diukur pada masing-masing lokasi

pengamatan ... 41 Gambar 10. Hasil pengukuran BOD5 pada masing-masing lokasi

pengamatan ... 42 Gambar 11. Hasil pengukuran COD pada masing-masing lokasi

pengamatan ... 43 Gambar 12. Hasil pengukuran DO pada masing-masing lokasi

pengamatan ... 44 Gambar 13. Hasil pengukuran NH3 pada masing-masing lokasi

pengamatan ... 44 Gambar 14. Hasil pengukuran NO2 pada masing-masing lokasi

pengamatan ... 45 Gambar 15. Hasil pengukuran NO3 pada masing-masing lokasi

(26)

Gambar 16. Hasil pengukuran PO4-P pada masing-masing lokasi

pengamatan ... 47 Gambar 17. Hasil pengukuran kesadahan pada masing-masing stasiun

pengamatan ... 47 Gambar 18. Hasil pengukuran logam berat Pb pada air laut

pada setiap stasiun pengamatan ... 48 Gambar 19. Hasil pengukuran logam berat Pb pada sedimen laut

pada setiap stasiun pengamatan ... 49 Gambar 20. Hasil pengukuran logam berat Cd pada air laut

pada setiap stasiun pengamatan ... 50 Gambar 21. Hasil pengukuran logam berat Cd pada sedimen laut

pada setiap stasiun pengamatan ... 50 Gambar 22. Grafik regresi antara beban limbah TSS di muara sungai

dengan konsentrasi TSS pada jarak 500 dan 1000 m... 61 Gambar 23. Grafik regresi antara beban limbah BOD5 di muara

dengan konsentrasi BOD5 pada jarak 500 dan 1000 m... 62

Gambar 24. Grafik regresi antara beban limbah COD di muara

dengan konsentrasi COD pada jarak 500 dan 1000 m ... 62 Gambar 25. Grafik regresi antara beban limbah NO3 di muara

dengan konsentrasi NO3 pada jarak 500 dan 1000 m ... 63

Gambar 26. Grafik regresi antara beban limbah NH4 di muara

dengan konsentrasi NH4 pada jarak 500 dan 1000 m ... 64

Gambar 27. Grafik regresi antara beban limbah PO4 di muara

dengan konsentrasi PO4 pada jarak 500 dan 1000 m ... 65

Gambar 28. Grafik regresi antara beban limbah Pb di muara

dengan konsentrasi Pb pada jarak 500 dan 1000 m ... 66 Gambar 29. Grafik regresi antara beban limbah Cd di muara

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Peta lokasi pengambilan sampel air dan sedimen ... 73 Lampiran 2. Rerata hasil pengukuran parameter kualitas lingkungan

perairan di Pelabuhan Sunda Kelapa... 74 Lampiran 3. Analisis regresi antara beban pencemar dan konsentrasi setiap

(28)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu permasalahan lingkungan yang sangat penting adalah pencemaran air. Pencemaran air merupakan satu masalah sangat penting karena air merupakan suatu zat yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (PP No.82 tahun 2001). Keberadaan air yang tercemar akan sangat mengganggu sistem kehidupan, karena kebutuhan mahluk hidup akan air harus merupakan air yang memiliki kualitas yang baik dan kuantitas yang kontinyu.

Penyebab terjadinya pencemaran air adalah masuknya limbah ke lingkungan perairan, baik air permukaan maupun air tanah. Limbah yang masuk ke lingkungan tersebut terdiri atas limbah padat dan limbar cair, limbah cair inilah yang biasanya disebut dengan air limbah yang merupakan sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan manusia yang berwujud cair. Air permukaan maupun air tanah yang tercemar sesuai dengan siklus hidrologi akan bermuara ke laut melewati sungai-sungai dan anak-anak sungai baik di permukaan maupun di dalam tanah. Air tercemar yang sampai di laut secara terus menerus, akan menjadi penyebab terjadinya pencemaran air laut. Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (PP No.19 tahun 1999).

(29)

masuk ke perairan teluk Jakarta (Fadli, 2004). Potensi pencemaran di Teluk Jakarta diperkirakan tinggi, tingginya tingkat pencemaran di Teluk Jakarta disebabkan oleh tingginya potensi limbah pencemar yang masuk dari daratan di sekitar teluk yang akan menambah beban pencemaran dari tahun ke tahun. Tingkat pencemaran laut akan terus meningkat karena masih dipercayainya pandangan bahwa fungsi perairan pesisir dan lautan sebagai tempat pembuangan limbah dari berbagai kegiatan manusia karena sekitar 60-85% sumber pencemar perairan pesisir dan laut berasal dari berbagai kegiatan di daratan sedangkan sisanya dari kegiatan di laut itu sendiri (Rajab, 2005).

Penelitian terdahulu mengenai kondisi perairan Teluk Jakarta, (Anna, 1999) menunjukkan bahwa setiap parameter kualitas air yang diamati pada umumnya nilai konsentrasinya masih belum melampaui ambang batas baku mutu yang diperbolehkan untuk kegiatan perikanan dan kehidupan biota perairan kecuali untuk parameter BOD pada musim kemarau, nitrat dan fosfat pada musim hujan dan kemarau serta beberapa logam berat seperti tembaga , seng dan timah hitam pada musim penghujan dan kemarau. Sedangkan kapasitas asimilasi Teluk Jakarta, secara umum menunjukkan belum melampaui beban pencemar pada setiap parameter kualitas air yang diamati kecuali untuk parameter COD di musim kemarau. Data tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 1997 kondisi perairan Teluk Jakarta secara umum sesungguhnya tidak seburuk yang dipersepsikan pada saat itu yaitu mengalami pencemaran yang sangat berat dan kapasitas asimilasinya sudah melebihi beban pencemar, tetapi kondisi tersebut tentu akan berbeda dari tahun ke tahun.

(30)

Besarnya aktivitas di sekitar dan dari luar Pelabuhan Sunda Kelapa akan menghasilkan limbah yang akan masuk ke kawasan pelabuhan tersebut. Berdasarkan fenomena tersebut dapat dikatakan bahwa pelabuhan juga berperan sebagai penerima limbah. Limbah tersebut tidak saja berasal dari kegiatan manusia di kawasan pelabuhan seperti kegiatan bongkar muat barang, pengecatan kapal, pelayaran dan lain-lain, tetapi juga berasal dari sungai-sungai yang bermuara di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Pencemaran yang terjadi di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa akan mempengaruhi kualitas air di sekitarnya. Pengaruh oseanografi seperti arus, pasang surut dan gelombang dapat menyebarkan bahan pencemar ke luar area pelabuhan. Di wilayah sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa terdapat berbagai kegiatan seperti perikanan tangkap dan budidaya, kegiatan wisata laut di Kepulauan Seribu dan terdapat pula ekosistem terumbu karang yang merupakan ekosistem khas daerah tropis. Kejadian pencemaran di Pelabuhan Sunda Kelapa ini akan terasa pengaruhnya, tidak saja di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, tetapi akan meluas ke daerah sekitarnya dan akan merugikan ekosistem perairan Teluk Jakarta. Mengingat besarnya aktivitas di Pelabuhan Sunda Kelapa dan adanya informasi bahwa sudah banyak parameter kualitas air sudah melewati kapasitas asimilasinya, maka perlu pula mengetahui berapa beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di kawasan perairan Pelabuhan Sunda Kelapa.

1.2. Perumusan Masalah

(31)

maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas dari perairan di sekitar pelabuhan. Berdasarkan fenomena tersebut maka dapat dikatakan bahwa pelabuhan juga berperan sebagai penerima limbah. Selain itu limbah tersebut tidak saja berasal dari kegiatan manusia di kawasan pelabuhan seperti kegiatan industri dan pelayaran, tetapi juga berasal dari aktivitas perkotaan yang ada di Jakarta yang akan mengalir melalui sungai yang bermuara di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Berdasarkan permasalahan pencemaran yang terjadi di Pelabuhan Sunda Kelapa tersebut, maka timbul pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan tersebut yaitu :

1. Bagaimana kondisi pencemaran perairan di wilayah Pelabuhan Sunda Kelapa pada saat, hal ini dapat diketahui dengan menganalisis kualitas air dan sedimen pada perairan tersebut ? 2. Bagaimana kondisi kapasitas asimilasi perairan di Pelabuhan

Sunda Kelapa pada saat ini, apakah kapasitas asimilasi perairan tersebut sudah terlewati atau belum ?

3. Bagaimana komposisi fitoplankton dan makrozoobenthos yang ada di perairan dan sedimen di Pelabuhan Sunda Kelapa? Hal ini akan berkaitan dengan kondisi kapasitas asimilasi kawasan perairan tersebut.

(32)

1.3. Kerangka Pemikiran

Sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan, pada umumnya berasal dari kegiatan manusia di berbagai sektor seperti industri, pertanian, pertambangan dan rumah tangga. Proses produksi yang dilaksanakan pada sektor-sektor tersebut akan menghasilkan limbah sebagai buangan sisa yang seharusnya dapat di daur ulang kembali atau diolah agar tidak berbahaya terhadap lingkungan sebelum dibuang, tetapi kecenderungan yang ada menunjukkan bahwa untuk menghemat biaya dan waktu, proses tersebut tidak dilakukan. Pembuangan limbah sisa proses produksi tersebut merupakan sumber bahan pencemar seperti TSS, BOD, NO3,

NH3, PO4, Pb dan Cd. Sumber bahan pencemar limbah tersebut dapat

menurunkan pH dan oksigen terlarut yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas perairan (air dan sedimen) yang pada jangka panjang akan berpengaruh terhadap kehidupan biota perairan.

Proses pencampuran pada perairan dapat berpengaruh terhadap proses pengenceran bahan pencemar yang masuk ke perairan. Proses pencampuran dipengaruhi oleh kondisi pasang dan surut air laut. Kondisi pasang surut akan mempengaruhi proses pemindahan bahan pencemar ke luar perairan yang biasa disebut dengan waktu pembilasan. Waktu pembilasan ini penting untuk mengestimasi waktu tinggal bahan pencemar pada suatu perairan. Oleh sebab itu waktu pembilasan dan laju pengenceran akan berhubungan dengan kapasitas beban perairan dalam menerima bahan pencemar yang masuk.

Berdasarkan hal tersebut maka dengan masuknya limbah ke suatu perairan dapat mempengaruhi kualitas air dan akan mempengaruhi kapasitas asimilasi perairan. Kapasitas asimilasi adalah kemampuan suatu perairan dalam menerima beban pencemar tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukkannya yaitu untuk kehidupan biota laut sesuai standar baku mutu kualitas air laut berdasarkan KepMen LH No. 2 tahun 1988 dan KepMen LH No.51 tahun 2004.

(33)

pencemar dibandingkan dengan konsentrasi ambang batas baku mutu yang berlaku. Dalam studi ini nilai kapasitas asimilasi diasumsikan merupakan fungsi dari kualitas air dan beban limbah. Selanjutnya nilai kapaitas asimilasi dianalisis dengan melihat seberapa besar peran masing-masing parameter terhadap beban pencemarannya. Skema kerangka pemikiran studi ini dapat dilihat pada Gambar 1.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa.

2. Mengetahui struktur komunitas organisme fitoplankton dan makrozoobenthos berkaitan dengan kapasitas asimilasi perairan sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa.

3. Mengetahui status pencemaran di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1) Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya di perairan Sunda Kelapa

2) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam pengelolaan perairan Sunda Kelapa,

(34)
[image:34.842.170.737.99.413.2]

Gambar 1. Kerangka pemikiran studi kapasitas asimilasi dan beban pencemaran di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa.

Sumber pencemar

Jenis Bahan Pencemar

Beban Pemcemar

Jumlah Bahan Pencemar

Kualitas Perairan (Konsentrasi Bahan Pencemar)

Baku Mutu

KepMen LH No.51/2004 dan KepMen LH No.2/1988 KBP>KBM/KBP<KBM

Status Pencemaran Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa Keterangan :

KBP = Konsentrasi Bahan Pencemar KBM = Konsentrasi Baku Mutu

Morfologi Perairan

Dinamika Perairan

Laju Pengenceran &

Waktu Pembilasan Kapasitas Asimilasi

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Perairan

Pencemaran adalah peristiwa perubahan yang terjadi terhadap sifat-sifat fisik-kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air (Odum, 1971), sedangkan definisi pencemaran menurut PP No.82 tahun 2001, pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.

Pencemaran perairan didefinisikan sebagai dampak negatif masuknya zat pencemar kedalam suatu perairan sehingga berpengaruh terhadap kehidupan biota, sumberdaya dan ekosistem perairan serta kesehatan manusia yang hidup disekitar perairan tersebut. Bahan pencemar atau zat pencemar menurut sumbernya terbagi menjadi dua yaitu yang berasal dari alam dan kegiatan manusia. Pencemaran yang yang diakibatkan oleh kegiatan manusia diantaranya adalah pemanfaatan sumberdaya alam pada proses pertambangan, perindustrian dan pertanian (Sutamiharja, 1978).

2.2. Parameter Kualitas Perairan

2.2.1. Suhu

(36)

selain dipengaruhi oleh sinar matahari juga dipengaruhi oleh resultan dari percampuran antara air tawar dengan air laut yang berbeda suhunya (Nybakken, 1988). Perairan estuari bersifat dinamik sehingga kemungkinan terjadinya stratifikasi suhu pun menjadi sangat kecil.

2.2.2. Salinitas

Nontji (1987) mendefinisikan salinitas sebagai jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan per mil atau gram per liter. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Di Indonesia nilai salinitas rata-rata tahunan yang terendah sering dijumpai di perairan Indonesia bagian barat dan semakin ke timur nilai rata-rata tahunannya semakin meningkat. Hal ini disebabkan pengaruh massa air yang mempunyai salinitas lebih tinggi dari Samudra Pasifik sepanjang musim dan lebih sedikitnya pengaruh massa air dari daratan disebabkan oleh sedikitnya sungai-sungai besar di Indonesia bagian timur dibanding bagian barat. Kondisi salinitas yang rendah di daerah khatulistiwa disebabkan tingginya curah hujan. Ketika pergerakan pasang surut terjadi, seluruh massa air di estuari bergerak, sehingga terjadi pergeseran antara massa air dengan dasar estuari yang menghasilkan pergolakan. Pergolakan ini memiliki kecenderungan untuk mencampur kolom air dengan lebih baik. Meskipun tidak terdapat pergerakan vertikal air tetapi terdapat sebuah perubahan salinitas. Pergolakan di atas tidak hanya mencampurkan massa air garam ke permukaan lapisan yang lebih tawar, tetapi juga mencampur massa air sungai di bagian dasar.

Keberadaan salinitas di estuari mencirikan adanya gradient salinitas, mulai dari dominasi air laut sampai ke dominasi air tawar di hulu estuari. Gradien salinitas tersebut berubah secara dinamik, sesuai dengan perubahan debit air sungai, pasang surut serta arus perairan pantai (Nybakken, 1988).

2.2.3. Kecerahan dan Kekeruhan

(37)

pengukuran sangat berpengaruh terhadap hasil nilai kecerahannya. Pengaruh kandungan lumpur terutama di daerah muara dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air menjadi rendah (Nybakken, 1988).

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air (APHA, 1989). Menurut Mason (1981), kekeruhan air biasanya disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi dan koloid yang terdapat di dalam air, misalnya partikel-partikel lumpur, bahan organik, plankton, dan mikroorganisme. Perairan yang keruh tidak disukai oleh organisme air karena mengganggu sistem pernafasan sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan terutama untuk makrozoobenthos.

2.2.4. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan laut. Kadar oksigen di dalam air laut lebih kecil daripada di udara, dimana nilainya masing-masing 9 mg/l dan 200 mg/l (King, 1963). Sebaran kandungan oksigen terlarut di laut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : 1) interaksi antara permukaan laut dengan atmosfer; 2) kegiatan biologi yang dapat mempengaruhi konsentrasi O2 dan CO2 dan; 3) arus dan proses percampuran yang mempunyai

kecenderungan yang mengubah pengaruh-pengaruh kegiatan biologi lewat gerakan massa air (King, 1963).

Penyebaran O2 di laut bervariasi menurut kedalaman, satu penampang

tertentu dari O2 memperlihatkan jumlah O2 maksimum terdapat pada permukaan

air sampai pada kedalaman 10-20 meter. Kegiatan fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan difusi O2 dari atmosfer sering mengakibatkan kejenuhan, kedalaman

bertambah kandungan O2 berkurang (Nybakken, 1988).

(38)

2.2.5. Derajat keasaman (pH)

Pescod (1973) menyatakan bahwa masing-masing organisme mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mentoleransi nilai pH perairan tergantung dari suhu, oksigen terlarut, adanya berbagai kation, dan anion serta aktivitas biologi. Hynes (1978) menyebutkan bahwa nilai pH di bawah atau di atas 9 sangat tidak menguntungkan bagi kehidupan makrozoobenthos.

2.2.6. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD5)

BOD5 merupakan ukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh

mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air dalam waktu lima hari. Nilai BOD yang besar menunjukkan aktivitas mikroorganisme yang semakin tinggi dalam menguraikan bahan organik. Nilai BOD yang tinggi menunjukkan penurunan kualitas perairan (APHA, 1989). Kadar BOD perairan berpengaruh terhadap komposisi jenis makrozoobentos. (Setyobudiandi, 1996).

Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan (Fardiaz, 1992).

2.2.7. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)

(39)

2.2.8. Padatan Tersuspensi Total (TSS)

Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Padsatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya. Seperti halnya padatan terendap, padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis (Fardiaz, 1992).

Padatan tersuspensi merupakan bahan-bahan tersuspensi dalam air yang tertahan pada kertas saring 0,45 µm dan tidak terlarut. Padatan tersuspensi mempengaruhi juga fotosintesis dalam air (APHA, 1989).

2.2.9.Sedimen (Substrat)

Brower dan Zar (1990) mengatakan bahwa jenis substrat perairan sangat menentukan kepadatan dan komposisi hewan benthos. Substrat didefinisikan sebagai campuran dari fraksi lumpur, pasir, dan liat dalam tanah. Substrat perairan yang berlumpur mengandung bahan organik yang tinggi yang dapat menyebabkan rendahnya oksigen terlarut dan tingginya kekeruhan, yang pada akhirnya akan menimbulkan keadaan anoksik di dalam substrat sehingga kondisi perairan tercemar dan organisme yang ada dalam substrat terganggu.

Nybakken (1988) menyebutkan bahwa tipe substrat berpasir dibagi menjadi dua yaitu tipe substrat berpasir halus dan tipe substrat berpasir kasar. Pada tipe substrat berpasir kasar memiliki laju pertukaran air yang cepat dan kandungan bahan organik yang rendah, sehingga oksigen terlarut selalu tersedia, proses dekomposisi di substrat dapat berlangsung secara aerob serta terhindar dari kondisi toksik. Tipe substrat berpasir halus kurang baik untuk pertumbuhan organisme perairan, karena memiliki pertukaran air yang lambat dan dapat menyebabkan anoksik, sehingga proses dekomposisi yang berlangsung di substrat pada keadaan anaerob, yang dapat mengganggu kehidupan benthos.

(40)

mengendap adalah partikel yang berukuran besar. Sebaliknya pada tempat yang arusnya lemah maka yang akan mengendap adalah lumpur halus. Partikel yang berukuran lebih halus biasanya akan terbawa jauh oleh arus. Tipe substrat suatu perairan akan menentukan kehidupan dan komposisi makrozoobenthos. Penyebaran dan kepadatan makrozoobenthos berhubungan dengan diameter rata-rata butiran sedimen, kandungan debu dan liat serta adanya cangkang-cangkang biota yang telah mati.

[image:40.595.133.495.446.668.2]

Pada daerah estuari yang memiliki arus yang kuat, umumnya memiliki substrat berpasir. Hal ini terjadi akibat pengaruh arus sehingga partikel-partikel yang berukuran besar akan mengendap lebih cepat. Sedangkan partikel yang berukuran lebih kecil akan lama dipertahankan dalam suspensi dan terbawa ke suatu tempat mengikuti arus dan gelombang. Endapan lumpur banyak mengendap di pantai, terutama jika air laut terdorong ke luar estuari karena aliran air tawar yang besar (Nybakken, 1988). Klasifikasi sedimen dasar menurut butiran dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi sedimen dasar menurut ukuran diameter butiran (Hutabarat dan Evan, 1986)

Jenis Diameter butiran (mm)

Batuan >256 Kerikil 2-256

Pasir sangat kasar 1-2

Pasir kasar 0,5-1

Pasir 0,25-0,5

Pasir halus 0,125-0,25

Pasir sangat halus 0,0625-0,125

Lumpur 0,0020-0,0625 Liat 0,0005-0,0020

Bahan terlarut <0,0005

2.2.10. Bahan Organik dalam Sedimen

(41)

berasal dari luar didapat dari adanya proses alami yang terbawa oleh air tanah dan air permukaan tanah serta berasal dari aktivitas manusia yang langsung memasukkan bahan organik ke dalam air melalui kegiatan pertanian dan industri (Hidayah, 2003).

Bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan bagi organisme benthik, sehingga laju penambahannya dalam sedimen mempunyai pengaruh yang besar terhadap populasi dasar. Bahan organik dalam sedimen berasal dari dekomposisi organisme, kotoran hewan, hasil sekresi dan masukan dari darat (Hidayah, 2003).

2.2.11. Logam Berat

Logam berat adalah logam-logam yang memiliki spesifikasi gravity yang sangat besar (>4), terletak pada nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida dan aktinida serta mempunyai respon biokimia khas (spesifik) pada organisme hidup. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup. Namun demikian, meski semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan atas makhluk hidup, sebagian dari logam-logam berat tersebut tetap dibutuhkan oleh makhluk hidup. Kebutuhan tersebut berada dalam jumlah yang sangat sedikit. Tetapi bila kebutuhan dalam jumlah yang sangat kecil itu tidak terpenuhi, maka dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dari setiap makhluk hidup. Karena tingkat kebutuhan sangat dipentingkan maka logam-logam tersebut dinamakan sebagai logam-logam atau mineral-mineral esensial tubuh (Palar, 2004).

a. Timbal (Pb)

(42)

seluruh kerak bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan logam berat lainnya yang ada di bumi. Logam Pb mempunyai sifat-sifat yang yang khusus yaitu, merupakan logam lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah, merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, mempunyai titik lebur rendah ( 327,5 °C), mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa (kecuali emas dan merkuri) dan merupakan penghantar listrik yang buruk (Palar, 2004).

Timbal dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Secara alamiah, Pb dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Disamping itu proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk ke dalam badan air. Badan perairan yang telah kemasukan logam Pb dengan jumlah konsentrasi melebihi yang semestinya dapat menyebabkan kematian pada biota. Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l dapat membunuh ikan-ikan, konsentrasi Pb 2.75-49 mg/l dapat membunuh crustacea sedangkan konsentrasi Pb 3.5-64 mg/l akan membunuh biota golongan insecta (Palar, 2004). b. Kadmium (Cd)

Logam Cd atau kadmium mempunyai penyebaran yang luas di alam. Hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam, yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite ini sangat jarang ditemukan di alam, sehingga dalam eksploitasi logam Cd, biasanya merupakan produksi sampingan dari kegiatan peleburan logam Zn (seng). Seperti halnya unsur-unsur kimia lainnya terutama golongan logam, logam Cd mempunyai sifat fisika dan kimia tersendiri. Berdasarkan pada sifat fisikanya, Cd merupakan logam yang lunak, ductile, berwarna putih seperti putih perak. Logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan cepat mengalami kerusakan bila dikenai oleh uap ammonia (NH3) dan

(43)

didalam persenyawaan yang dibentuknya pada umumnya mempunyai bilangan valensi 2+, sangat sedikit yang mempunyai bilangan valensi 1+ (Palar, 2004).

Logam kadmium sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari manusia, terutama merupakan hasil efek samping dari aktivitas yang dilakukan manusia. Dalam strata lingkungan, logam Cd dan persenyawaanya ditemukan dalam banyak lapisan. Secara sederhana dapat diketahui bahwa kandungan logam Cd akan dapat dijumpai di daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran air hujan, selain dalam air buangan. Seperti halnya merkuri dan logam berat lainnya, logam Cd membawa sifat racun yang sangat merugikan bagi semua organisme hidup, bahkan juga sangat berbahaya untuk manusia. Dalam badan perairan, kelarutan Cd dalam konsentrasi tertentu dapat membunuh biota perairan. Biota-biota yang tergolong bangsa udang-udangan (crustacea) akan mengalami kematian dalam selang waktu 24-504 jam bila dalam badan perairan dimana biota ini hidup terlarut logam atau persenyawaan Cd pada rentang konsentrasi 0.005-0.15 ppm. Untuk biota yang tergolong dalam bangsa serangga (insecta) akan mengalami kematian dalam selang waktu 24-672 jam dengan rentang konsentrasi 0.003-18 ppm dan untuk golongan biota oligichaeta akan mengalami kematian dalam selang waktu 24-96 jam dengan rentang konsentrasi 0.0028-4.6 ppm (Palar, 2004 ).

2.3. Beban Pencemar dan Kapasitas Asimilasi Perairan

Kapasitas asimilasi perairan adalah kemampuan perairan dalam memulihkan diri akibat masuknya limbah tanpa menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang ditetapkan sesuai dengan peruntukkannya (Quano, 1993). Kemampuan asimilasi sangat dipengaruhi oleh adanya proses pengenceran maupun perombakan bahan pencemar yang masuk ke perairan.

(44)

asimilasi memerlukan model matematika yang sesuai untuk mendeterminasi konsentrasi parameter kunci yang merupakan hasil dari tingkat beban limbah (Ward, 1999).

Beban pencemar adalah istilah yang dikaitkan dengan jumlah total bahan pencemar yang masuk kedalam lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pada areal tertentu dalam kurun waktu tertentu. Besarnya beban pencemar yang masuk ke perairan tergantung aktivitas manusia di sekitar daerah aliran sungai yang masuk perairan tersebut.

Besarnya beban pencemar perairan sangat dipengaruhi pula oleh keadaan pasang surut air laut. Pada saat pasang umumnya beban masukan limbah sangat kecil karena aliran sungai akan tertahan oleh peningkatan massa air laut, sedangkan pada saat surut berlaku sebaliknya (Rafni, 2004). Beban masukan limbah dari sungai ke suatu perairan dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi dengan debit air sungai per satuan waktu. Debit air sungai diperoleh dengan mengalikan luas penampang sungai dengan kecepatan aliran sungai (Jorgensen, 1988).

Kapasitas beban pencemar merupakan kemampuan suatu perairan dalam menerima beban pencemar yang masuk. Kapasitas beban pencemar biasa disebut juga dengan kapasitas beban perairan yang merupakan fungsi dari konsentrasi bahan pencemar dan volume perairan (Rafni, 2004).

2.4. Organisme Fitoplankton

(45)

Keragaman fitoplankton merupakan jumlah individu per spesies fitoplankton dan merupakan ciri khas struktur komunitas spesies tersebut yang berkaitan erat dengan kondisi lingkungan dimana biota tersebut hidup. Menurut Basmi (1998), kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh angin, arus, kandungan hara, cahaya, suhu, kecerahan, kekeruhan, pH, air masukan dan kedalaman perairan. Kelimpahan fitoplankton pada suatu perairan dapat memberikan informasi tentang produktivitas perairan.

2.5. Organisme Makrozoobenthos

Menurut Odum (1971), benthos adalah organisme yang hidup di permukaan atau di dalam dasar perairan, baik yang hidup pada lumpur, pasir, batu, kerikil ataupun sampah di dasar kolam, sungai dan danau atau waduk atau situ. Benthos yang hidup di atas permukaan dasar perairan disebut sebagai organisme epifauna sedangkan benthos yang hidup di dalam dasar perairan disebut sebagai organisme infauna. Benthos dapat dibedakan atas organisme nabati yang disebut fitobenthos dan organisme hewani yang disebut zoobenthos. Menurut ukurannya, organisme benthos dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: makrobenthos (berukuran > 1 mm), meiobenthos (berukuran 0,1-1 mm), dan mikrobenthos (berukuran <0,1 mm).

Benthos yang hidup di dasar perairan berdasarkan cara makannya dibagi dua, yaitu filter feeder yang mengambil makanan dengan menyaring air dan

deposit feeder yang mengambil makanan dalam substrat dasar (Odum, 1971). Kemudian oleh Lin (1979) dijelaskan bahwa substrat untuk habitat benthos ada yang berupa lumpur, pasir dan batuan. Nybakken (1988) menyatakan bahwa kelompok pemakan bahan tersuspensi (filter feeder) dominan di substrat pasir seperti moluska bivalvia, beberapa echinodermata dan krustasea. Sedangkan pemakan deposit (deposit feeder) banyak terdapat pada substrat lumpur, seperti jenis-jenis polychaeta.

2.5.1. Peranan Makrozoobenthos di Perairan

(46)

makrozoobenthos juga dapat digunakan sebagai indikator biologi tingkat pencemaran perairan. Perubahan-perubahan kualitas air sangat mempengaruhi kehidupan makrozoobenthos, baik komposisi maupun ukuran populasinya. Disamping itu kemampuan mobilitasnya yang rendah serta adanya beberapa jenis organisme makrozoobenthos yang mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap kondisi kualitas air yang buruk menjadikan makrozoobenthos sebagai salah satu indikator biologi yang baik (Hawkes, 1979).

2.5.2. Struktur Komunitas Makrozoobenthos

Menurut Odum (1971) komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang hidup di daerah tertentu atau habitat fisik tertentu dan merupakan satu satuan yang terorganisir dan mempunyai hubungan timbal balik. Lebih lanjut disebutkan bahwa konsep komunitas ini dapat digunakan dalam menganalisa lingkungan perairan karena komposisi dan karakter organisme di dalam suatu komunitas merupakan indikator yang cukup baik untuk melihat keadaan lingkungan dimana komunitas tersebut berada. Krebs (1989) menambahkan bahwa untuk mengetahui kondisi suatu struktur komunitas terdapat lima karakteristik komunitas yang dapat diukur yaitu : (1) keanekaragaman; (2) dominansi; (3) bentuk dan struktur pertumbuhan; (4) kelimpahan relatif dan (5) struktur trofik.

Diversitas adalah suatu keragaman atau perbedaan diantara anggota-anggota suatu kelompok. Dalam ekologi, umumnya diversitas mengarah ke diversitas spesies, melalui pengukuran jumlah spesies dalam komunitas dan kelimpahan relatifnya. Ide diversitas spesies berdasarkan asumsi bahwa populasi dari spesies-spesies yang secara bersama-sama terbentuk, berinteraksi satu dengan yang lainnya dan adanya interaksi dengan lingkungan (Bakus, 1990).

(47)

memberikan alasan tentang fleksibilitas penggunaan indeks diversitas yang dapat diterima secara luas bagi pengambil keputusan yang berlatar belakang non biologi, karena kemampuannya dalam menurunkan kompleksitas pengukuran struktur komunitas ke dalam sebuah nilai tunggal.

(48)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Dan Waktu

[image:48.595.117.508.385.664.2]

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan sedimen untuk pengukuran kualitas perairan, fitoplankton dan makrozoobenthos dilakukan pada tiga stasiun yaitu stasiun I berjarak 50 m (muara sungai), stasiun II berjarak 500 m dan stasiun III berjarak 1000 m. Pengamatan dan analisa dilakukan secara in situ dan ex situ. Analisa ex situ untuk contoh air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Teknologi dan Manajemen Akuakultur, FPIK-IPB dan identifikasi sampel makrozoobenthos dilaksanakan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan MSP, FPIK-IPB. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

(49)

3.2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah pengamatan (pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi) secara langsung di lapang dan analisis laboratorium Data yang diambil pada penelitian ini antara lain:

1) Data primer berupa data fisik (suhu, salinitas, kekeruhan, kecerahan, TSS), kimia (pH, BOD5, COD, BOD, NH3, NO2, NO3,

PO4) dan biologi air (fitoplankton dan makrozoobenthos).

2) Data sekunder (data aktivitas pelabuhan, data kependudukan) yang berasal dari Dinas/Instansi/Lembaga yang terkait dengan pengelolaan dan penelitian sungai dan perairan teluk Jakarta serta pengelola Pelabuhan Sunda Kelapa.

3.3. Metode Sampling

3.3.1. Pengambilan sampel air

Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan Van Dorn Water Sampler sedangkan contoh sedimen menggunakan Petersen grab (40 x 32 cm). Pengambilan sampel air dan sedimen diambil pada tiga stasiun yang masing-masing stasiun berjarak 50 m, 500 m dan 1000 m dari Pelabuhan Sunda Kalapa. Pada setiap satu stasiun dilakukan pengambilan contoh air dan sedimen dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Pengambilan sampel air dan sedimen akan dilakukan sebanyak 3 kali selama penelitian berlangsung. Lokasi stasiun pengambilan sampel air dan sedimen dapat dilihat pada Lampiran 1.

Sampel air diambil dari setiap stasiun pengamatan menggunakan Van Dorn sampler. Untuk pengukuran BOD5, sampel air dimasukkan dalam botol BOD,

sedangkan untuk pengukuran parameter kimia air diambil sebanyak tiga botol contoh polyethilen ukuran 500 ml,dimana botol pertama tanpa diberi bahan pengawet, botol kedua diberi H2SO4 dan botol ketiga diberi HNO3,

masing-masing 3 tetes.

(50)

dengan menggunakan plankton net mesh ukuran 25 um. Contoh fitoplankton tersebut disimpan dalam botol film dan diawetkan dengan larutan lugol, kemudian diidentifikasi di Laboratorium.

3.3.2. Pengambilan sampel sedimen

Contoh sedimen untuk pengukuran kualitas sedimen diambil dari setiap stasiun pengamatan dengan menggunakan Petersen Grab sampai kedalaman 10 cm. Contoh sedimen diambil sebanyak + 500 gram, dan analisis sedimen dilakukan untuk melihat fraksi sedimen. Pengukuran fraksi sedimen dilakukan dengan mengambil contoh sedimen sebanyak 100 gram dan dimasukkan ke dalam botol contoh polyethilen kemudian dihitung fraksinya berdasarkan ukuran butiran sedimen.

Pengambilan makrozoobentos dilakukan pada sedimen contoh dengan menggunakan Petersen Grab sebanyak lima kali ulangan. Kemudian makrozoobentos tersebut dipisahkan dari sedimen dengan menggunakan saringan bertingkat ukuran 1 mm2, selanjutnya dimasukkan ke dalam botol contoh dan diberi larutan lugol serta rose bengal kemudian diidentifikasi di laboratorium.

3.4. Metode Pengukuran Kualitas Perairan.

Parameter kualitas air yang dianalisis langsung di lapangan adalah suhu, pH, oksigen terlarut (DO) dan salinitas. Selanjutnya contoh air akan dianalisis di laboratorium untuk BOD5, TSS, COD, NH3, NO2, NO3, PO4, kekeruhan, dan

kandungan logam berat Pb dan Cd dalam sedimen diawetkan dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang mengacu pada Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater (APHA, 1989). Metode pengukuran kualitas perairan dapat dilihat pada Tabel 2.

3.5. Analisis Data.

(51)

3.5.1. Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi.

Analisis beban pencemaran dilakukan dengan perhitungan secara langsung dari kualitas air Sungai Ciliwung yang bermuara di Pelabuhan Sunda Kelapa maupun kualitas perairan Pelabuhan Sunda Kelapa sendiri. Cara penghitungan beban pencemaran ini didasarkan atas pengukuran langsung debit sungai dan konsentrasi limbah di muara sungai-sungai yang menuju Pelabuhan Sunda Kelapa, berdasarkan model berikut:

BP = Q x Ci x (1 x 10-6 x 30 x 24 x 3600)...(1)

Keterangan :

BP= Beban pencemar yang berasal dari suatu sumber (ton/bulan) Q = Debit sungai yang masuk perairan Pelabuhan Sunda Kelapa (m3/detik)

Ci = Konsentrasi parameter ke-i(mg/l)

Total beban pencemar dari suatu sumber yang bermuara ke Pelabuhan Sunda Kelapa, sebagai berikut:

=

= n

i BP TBP

1

...(2) Keterangan :

TBP = Total Beban Pencemar yang masuk ke perairan n = Jumlah sungai

i = Beban limbah dari sungai ke-i

(52)

Gambar 3. Grafik hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi polutan

Selanjutnya nilai kapaitas asimilasi dianalisis dengan melihat seberapa besar peran masing-masing parameter terhadap beban pencemarannya. Dengan asumsi dasar yakni:

1) Nilai kapasitas asimilasi hanya berlaku di wilayah pesisir pada batas yang telah ditetapkan dalam penelitian

2) Nilai hasil pengamatan baik di perairan pesisir maupun di muara sungai diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada di perairan tersebut

3) Perhitungan beban pencemaran dilakukan baik berasal dari land based,

pencemaran dari kegiatan di perairan pelabuhan maupun dari lautnya sendiri.

Data yang diamati merupakan data pencemaran yang mempengaruhi kualitas air muara sungai dan perairan. Hubungan yang ingin dilihat adalah nilai parameter tersebut yang ada di pelabuhan dan analisis yang digunakan adalah regresi linear.

bx a

Y = + ...(3) Keterangan :

x = nilai parameter di muara sungai (jarak 50 m) y = nilai parameter di perairan (jarak 500 dan 1000 m) a = interseps

b = koefisien regresi untuk parameter di sungai.

Peubah x merupakan nilai parameter tertentu hasil pengamatan di muara sungai dan y merupakan nilai parameter pelabuhan dianggap tepat untuk mewakili seluruh nilai parameter yang ada di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Beban Pencemaran (ton/bln) Baku Mutu

Konsentrasi Polutan Pelabuhan (

m

(53)
[image:53.595.111.515.115.540.2]

Tabel 2. Parameter lingkungan yang diamati beserta metode/alat yang digunakan (APHA, 1989)

Parameter Unit Metode/Alat

Fisika air laut a. Suhu b. Kekeruhan c. Kedalaman d. Tekstur Sedimen e. Kecerahan f. TSS ºC NTU m % cm mg/l Thermometer Turbidimeter Tali berpemberat

Analisa segitiga Miller/Pipet Secchi disk/visual

Filter/Gravimetrik

Kimia air laut a. pH b. Salinitas

c. Oksigen terlarut (DO) d. BOD5

e. COD

f. Logam berat Pb dan Cd - PSU mg/l mg/l mg/l mg/l Kertas lakmus Refraktometer Metode Winkler

Metode Winkler dan inkubasi Metode Reflux

AAS (Atomic Absorption Spectrophotometric)

Fisika sedimen laut

- Tekstur/fraksi sedimen % Saringan bertingkat

Biologi perairan - Plankton - Makrozoobentos ind/l ind/m2 Mikroskopis

Identifikasi secara visual

Hidrodinamika

- Kedalaman muara sungai

- Penampang sungai - Debit sungai - Arus

m

m2 m3/dt m/dt

Skala metrik Skala metrik

Pengukuran dan penghitungan Skala metrik

3.5.2. Struktur Komunitas Phytoplankton dan Makrozoobenthos.

Atribut biologi atau metrik yang digunakan dalam menentukan tingkat gangguan pada struktur komunitas fitoplankton dan makrozoobenthos adalah Indeks Diversitas dan Indeks Keseragaman.

3.5.2.1. Kepadatan Jenis.

(54)

b a

K =10000× ………...………...(4) Dimana :

K = Kepadatan jenis suatu spesies (ind/m2) a = Jumlah spesies yang dihitung (ind) b = Luas permukaan Petersen grab (cm2)

(Nilai 10000 adalah konversi dari cm2 ke m2)

3.5.2.2. Indeks Keanekaragaman (H’).

Indeks Shannon-Wiener digunakan untuk menentukan keanekaragaman fitoplankton maupun makrozoobenthos yang ada dalam suatu komunitas. Rumus Indeks Diversitas Shannon-Wiener yang digunakan sebagai berikut (Krebs, 1989).

...(5) Dimana:

H’ = indeks diversitas (bits per individual) pi = ni/N (proporsi spesies ke-i)

ni = jumlah individu dalam satu spesies

N = jumlah total individu spesies yang ditemukan N = jumlah jenis

Kriteria indek keanekaragam jenis (H’) adalah sebagai berikut :

H’<1 menandakan komunitas tidak stabil atau kualitas air tercemar berat, 1<H’<3 menandakan stabilitas komunitas sedang atau kualitas air tercemar sedang, H>3 menandakan stabilitas komunitas biota dalam kondisi prima (stabil atau kualitas air bersih .

3.5.2.3. Indeks Keseragaman (E’).

Keseragaman menggambarkan komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Indeks Keseragaman dihitung dengan menggunakan rumus dari Pielou (1966) dalam Fachrul et al. (2005) sebagai berikut:

pi pi H

n

i

2 1

log '

'

=

(55)

Hmaks H

E = ' ………..(6)

Dimana :

Hmaks = Keragaman jenis maksimum = Ln S

S = jumlah jenis dalam sampel yang ditemukan

Untuk tingkat keseragaman benthos memiliki nilai kriteria sebagai berikut : E mendekati 0 berarti keseragaman antar spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda. Sedangkan E mendekati 1 berarti keragaman antar individu relatif seragam atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama.

3.5.3. Penetuan Status Perairan

Status mutu air/perairan adalah tingkat kondisi mutu air/perairan yang menunjukkan kondisi tercemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan (KepMen LH No.115 tahun 2003). Penentuan status suatu perairan dapat memakai metoda Store et Retrieval (STORET) atau metoda indeks pencemaran. Metoda STORET merupakan salah satu metoda untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan, karena penghitungan dengan metoda ini sangat mudah dilakukan, penentuan status mutu air menggunakan sistem nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)” dan dengan metoda ini, dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air.

Klasifikasi mutu air dengan metode STORET berdasarkan ”US EPA” dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi mutu air berdasarkan metode STORET

Kelas Kriteria Skor Status

A baik sekali 0 memenuhi baku mutu

B baik -1 s/d -10 tercemar ringan C sedang -11 s/d -30 tercemar sedang

D buruk > -30 tercemar berat

Sumber : Center, 1977 dalam KepMen LH No.115 tahun 2003

(56)

menentukan status mutu air. Penentuan status mutu air dengan menggunakan metoda STORET dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Dari data hasil pengukuran untuk setiap parameter dibuatkan tabulasi nilai kadar mimimum, maksimum dan rerata, kemudian dibandingkan dengan nilai baku mutu

2) Jika hasil pengukuran memenuhi baku mutu sesuai peruntukkannya (hasil pengukuran < baku mutu), diberi skor 0

3) Jika hasil pengukuran tidak memenuhi baku mutu sesuai peruntukkannya, diberi nilai sesuai dengan Tabel 4.

4) Jumlah negatif dari jumlah skor yang diperoleh dipergunakan untuk menentukan status air/perairan sesuai dengan kriteria sistem nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)”.

Tabel 4. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu perairan Parameter

Jumlah Parameter Nilai

Fisika Kimia Biologi

< 10 maksimum

minimum rata-rata

-1 -1 -3

-2 -2 -6

-3 -3 -9

> 10 maksimum

minimum rata-rata

-2 -2 -6

-4 -4 -12

-6 -6 -18

(57)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa

Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS, 106 07' 50" BT, pelabuhan ini menempati lahan seluas 50,8 Ha. Kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan cikal bakal kota Jakarta, kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa tersebut pada zaman dahulu merupakan kawasan pelabuhan dari Kerajaan Sunda Pajajaran pada abad 14. Pelabuhan Sunda Kelapa itu sendiri merupakan pelabuhan tertua di Jakarta yang didirikan oleh Fatahillah sekitar abad 18. Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan salah satu dari pelabuhan yang terletak di Teluk Jakarta. Pelabuhan ini merupakan Pelabuhan yang disinggahi kapal-kapal antar pulau dan pelayaran rakyat dengan komoditas utama kayu, bahan kebutuhan pokok, barang kelontong, dan bahan bangunan.

Saat ini lokasi Pelabuhan Sunda Kelapa telah berkembang pesat menjadi pusat perkantoran, perdagangan, perindustrian, dan perhotelan. Sebagai pelabuhan tertua di wilayah DKI Jakarta yang masih mempertahankan ciri khas tradisional, menjadikan Pelabuhan Sunda Kelapa menjadi suatu obyek wisata terkemuka. Fasilitas utama yang tersedia di Pelabuhan Sunda Kelapa saat ini terdiri dari fasilitas pelayanan kapal dan fasilitas pelayanan barang. Untuk fasilitas pelayanan kapal, pelabuhan ini memiliki panjang dermaga 3.005,5 m dengan kedalaman alur dan kedalaman kolam masing-masing 4 m lower meter surface (LWS). Untuk pelayanan barang, pelabuhan sunda kelapa menyediakan lokasi lapangan penumpukan barang seluas 37.512 m2 serta gudang penyimpanan barang berkapasitas 8.305,75 ton.

(58)

4.2. Karakteristik Pelabuhan Sunda Kelapa

4.2.1. Letak Geografis

Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan yang berada di kawasan Teluk Jakarta. Pelabuhan Sunda Kelapa secara georgafis terletak pada posisi 06 06' 30" LS, 106 07' 50" BT dan menempati lahan seluas 50,8 ha.

Secara administratif Pelabuhan Sunda Kelapa terletak di dua kelurahan yaitu di Kelurahan Penjaringan dan Kelurahan Ancol. Batas-batas wilayah Pelabuhan Sunda Kelapa adalah:

• Sebelah utara berbatasan dengan Pantai Laut Jawa

• Sebelah selatan berbatasan dengan Pasar Ikan dan Jalan Lodan, Kelurahan Penjaringan

• Sebelah barat berbatasan dengan Perkantoran Muara Baru, Kelurahan Penjaringan

• Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Ancol

4.2.2. Kondisi Hidro-Oseanografi

Keadaan pantai sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa landai dasar lumpur dan memiliki panjang alur 2000 m dan lebar alur 40 m dengan kedalaman alur 4 mLWS serta kedalaman kolam 4 mLWS. Pasang surut di Pelabuhan Sunda Kelapa bersifat diurnal yaitu mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari. Rata-rata permukaan air pada pasang purnama adalah 86 cm sedangkan pada saat pasang bulan mati sebesar 26 cm. Waktu tolak pasang pada GMT + 7 jam, dengan muka surutan 60 cm di bawah duduk tengah.

Posisi stasiun arus tower di Pelabuhan Sunda Kelapa berada pada 05º - 45’ – 34-45” LS dan 107º - 00’ – 4,11” BT dengan kecepatan maximum arus rata-rata mencapai 1 knot arah sekitar 050º terjadi pada waktu air surut. Arus pada saat bukan pasang surut mempunyai kecepatan sekitar 0.3 knot dengan arah 45º dengan kecepatan arus pasang surut mencapai 1,1 knot pada waktu spring tides

(59)

4.2.3. Kondisi Fisiografi dan Geomorfologi

Secara fisiografi daerah Jakarta terdiri dari 3 jalur fisiografi yaitu jalur daratan pantai, jalur Bogor dan Bandung. Jalur pantai Jakarta dibentuk dari endapan aluvium sungai, rawa, pantai dan aliran lahar dari gunung api di selatan. Jalur pantai Jakarta ini terletak di daerah pesisir utara jawa mulai dari Cirebon sampai

Gambar

Gambar 1.  Kerangka pemikiran studi kapasitas asimilasi dan beban pencemaran di perairan Pelabuhan Sunda Kelapa
Tabel 1. Klasifikasi sedimen dasar menurut ukuran diameter butiran (Hutabarat  dan Evan, 1986)
Gambar 2. Lokasi penelitian studi kapasitas asimilasi dan beban                pencemaran di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta
Tabel 2. Parameter lingkungan yang diamati beserta metode/alat yang               digunakan (APHA, 1989)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Adanya akumulasi logam berat dalam sedimen dapat menimbulkan akumulasi pada tubuh biota yang hidup dan mencari makan di dalam air maupun di sekitar sedimen atau dasar perairan, dan

Baik buruknya suatu perairan dipengaruhi oleh kegiatan di sekitarnya. Sering kali kegiatan yang ada dapat penurunkan kualitas air yang pada akhirnya akan mengganggu kehidupan

Panas: air yang tinggi temperaturnya yang dihasilkan dari pembuatan tahu dan tempe di Kekalek sulit menyerap oksigen (O2) yang pada akhirnya akan mematikan biota