• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi Pembangkitan Tunable Gelombang Mikro Menggunakan Optical Amplifier pada DFB Laser

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimalisasi Pembangkitan Tunable Gelombang Mikro Menggunakan Optical Amplifier pada DFB Laser"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

(2)

19,6 -0,71 -0,73 -0,7 -0,71 0,849180475

20 -0,54 -0,54 -0,53 -0,54 0,8830799

Lampiran 2

Tabel data karakterisasi perubahan daya optis laser terhadap arus injeksi untuk setiap temperatur yang berbeda

Arus (mA) T = 47,3 T = 41,6 T = 37,1 ℃ � (mW) (mW) (mW) 4 1,2735E-07 5,10505E-07 1,89671E-06 4,4 1,65577E-07 6,53131E-07 2,36048E-06 4,8 2,02302E-07 8,72971E-07 3,03389E-06 5,2 2,64241E-07 1,10662E-06 3,82825E-06 5,6 3,4914E-07 1,53462E-06 4,96592E-06 6 4,61318E-07 2,02302E-06 6,25173E-06 6,4 6,30957E-07 2,77332E-06 8,20352E-06 6,8 9,61612E-07 4,4157E-06 1,24738E-05 7,2 1,30918E-06 6,10942E-06 1,8197E-05 7,6 1,94984E-06 9,93116E-06 2,69153E-05

(3)

17,6 0,669884609 0,774461798 0,797994687 18 0,706317554 0,80723503 0,833681185 18,4 0,73790423 0,845278845 0,866961876 18,8 0,776247117 0,88511561 0,905732601 19,2 0,80723503 0,918332596 0,946237161 19,6 0,849180475 0,954992586 0,979489985 20 0,8830799 0,995405417 1,018591388

Lampiran 3

Tabel data perubahan panjang gelombang laser terhadap temperatur pada arus injeksi I = 12 mA

(4)

Lampiran 4

Tabel data perubahan panjang gelombang laser terhadap temperatur untuk setiap arus injeksi yang berbeda

Temperatur () I = 12 mA I = 16 mA I = 20 mA

(nm) (nm) (nm)

54,934 1553,281 1553,297 1553,325

53,187 1553,145 1553,155 1553,184

51,563 1553,048 1553,055 1553,085

50,047 1552,901 1552,91 1552,939

48,626 1552,799 1552,81 1552,837

47,289 1552,678 1552,684 1552,715

46,028 1552,605 1552,614 1552,645

44,834 1552,493 1552,499 1552,531

43,702 1552,411 1552,414 1552,446

42,626 1552,327 1552,334 1552,365

41,6 1552,242 1552,249 1552,28

40,622 1552,164 1552,169 1552,2

39,685 1552,105 1552,109 1552,143

38,788 1552,017 1552,022 1552,061

37,927 1551,951 1551,958 1551,991

37,1 1551,889 1551,893 1551,939

36,305 1551,844 1551,85 1551,923

35,538 1551,799 1551,838 1551,92

34,799 1551,777 1551,834 1551,921

34,085 1551,769 1551,833 1551,92

33,395 1551,794 1551,835 1551,92

Lampiran 5

Tabel data karakterisasi optical amplifier

(5)

14,4 16,546 0,383

Tabel data SNR terhadap arus injeksi sebelum dan sesudah menggunakan optical amplifier

Arus (mA) Optical Amplifier Tanpa Optical Amplifier

(6)

19,2 51,191 56,319

19,6 51,357 56,354

20 51,49 56,554

Lampiran 7

Tabel data frekuensi gelombang mikro terbangkitkan terhadap temperatur sebelum dan sesudah menggunakan optical amplifier

Temperatur () Optical Amplifier Tanpa Optical Amplifier Frekuensi (GHz) Frekuensi (GHz)

47,16 8,296 7,922

Tabel data hubungan gain terhadap daya sinyal keluaran laser menggunakan

Optical Amplifier

Arus (mA) Gain (dB) Pout (mW)

10,8 23,53563628 13,543

11,2 22,06419614 14,959

11,6 20,7577149 15,478

12 19,8617071 15,886

12,4 18,89140024 16,114

12,8 18,32801537 16,331

(7)

13,6 17,19855264 16,421

14 16,73231615 16,493

14,4 16,35494246 16,546

14,8 15,93485547 16,55

15,2 15,61640045 16,619

15,6 15,28927146 16,63

16 14,99290505 16,638

16,4 14,69379615 16,68

16,8 14,41965501 16,711

17,2 14,1645616 16,723

17,6 13,9172999 16,734

18 13,7110674 16,757

18,4 13,50993873 16,784

18,8 13,28576208 16,792

19,2 13,09806031 16,796

19,6 12,91419509 16,804

(8)

Lampiran 9

Gambar spektrum frekuensi gelombang mikro yang terbangkit pada RFSA

8,296 GHz ; -1,8 dBm 7,922 GHz ; -17,0 dBm

7,99 GHz ; -1,4 dBm 6,664 GHz ; -20,2 dBm

6,63 GHz ; 3,0 dBm 5,746 GHz ; -17,4 dBm

(9)

5,372 GHz ; 5,4 dBm 4,556 GHz ; -14,2 dBm

4,352 GHz ; 7,4 dBm 3,638 GHz ; -15,0 dBm

3,332 GHz ; 7,8 dBm 2,21 GHz ; -17,8 dBm

2,04 GHz ; 9,4 dBm 1,87 GHz ; -19,4 dBm

(10)

204 MHz ; -0,2 dBm 204 MHz ; -28,6 dBm

986 MHz ; 9,4 dBm 850 MHz ; -18,2 dBm

476 MHz ; 4,6 dBm 1,666 GHz ; -15,8 dBm

1,666 GHz ; 10,6 dBm 2,312 GHz ; -13,8 dBm

(11)

2,958 GHz ; 8,2 dBm 3,026 GHz ; -14,6 dBm

3,468 GHz ; 7,4 dBm 4,522 GHz ; -13,8 dBm

4,896 GHz ; 8,6 dBm 5,508 GHz ; -17,0 dBm

6,732 GHz ; 2,2 dBm 6,8 GHz ; -17,0 dBm

(12)

7,616 GHz ; 2,2 dBm 7,684 GHz ; -19,0 dBm

8,194 GHz ; -0,2 dBm 8,432 GHz ; -18,6 dBm

(13)

64 Lampiran 10

Gambar alat secara keseluruhan saat proses pengujian

(14)
(15)
(16)

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, Perry. 2008. Noise Figure and SNR [serial online]. http://www.ittc.ku.edu/~jstiles/622/handouts. [17 April 2015]

Becker, P.C., Olsson, N.A., and Simpson, J.R. 1997. Erbium Doped Fiber Amplifiers: Fundamentals and Technology. Academic Press. San Diego. Collin, Robert E. 1992. Foundations for Microwave Engineering. Second Edition.

A Wiley Interscience Publication. New York.

Ghafouri, Shiraz H. 2003. Distributed Feedback Laser Diodes and Optical Tunable Filters. John Wiley & Sons Ltd. England.

Griffiths, David J. 1999. Introduction to Electrodynamics. Third Edition. Prentice Hall. New Jersey.

Hirose, Akira. and Karl E. Lonngren. 1985. Introduction to Wave Phenomena. A Wiley Interscience Publication. New York.

Kindi, Cindy Al. 2013. Sensor Beban Berbasis Serat Optik dengan Prinsip Mikrobending. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Jasprit Singh. 1996. Optoelectronics: An Introduction to Material and Devices (Electrical and Computer Engineering). Mc-Graw Hill. University of Michigan.

Kost, Alan. 2011. Introduction to Optical Amplifiers [serial online]. http://opti500.cian-erc.org/opti500. [10 April 2015].

Pozar, David M. 2011. Microwave Engineering. Fourth Edition. John Wiley & Sons, Inc. United States of America.

Saleh, Bahaa E.A. and Malvin Carl Teich. 1991. Fundamentals of Photonics. A Wiley Interscience Publication. New York.

Sari, Desy H. 2013. Rancangan Pengolah Tampilan dan Penyimpan Hasil Alat Timbang Berbasis Serat Optik Menggunakan Mikrokontroler Atmega32. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

(17)

Setiono, Andi, dan Bambang Widiyatmoko. 2012. Teknik Stabilisasi Laser Diode untuk Sumber Cahaya Pada Sensor dan Instrumentasi Optik. Seminar Fisika Nasional XXV, Universitas Palangkaraya.

Sinuhaji, Depi S. 2010. Karakterisasi Fiber Bragg Grating (FBG) untuk Pengembangan Sistem Sensor Strain Tanah. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sugiarto, Iyon Titok. 2013. Tunability dan Stabilitas Sumber Gelombang Mikro Berbasis Dioda Laser dengan Teknik Heterodyne. [Tesis]. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Tresna, Wildan Panji, dan Bambang Widiyatmoko. 2012. Pengujian Kestabilan Laser Dioda Sebagai Prasyarat Sistem Pembangkitan Gelombang Mikro. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVI HFI Jateng & DIY, Purworejo. ISSN : 0853-0823.

Tresna, Wildan Panji, dan Nurfina Yudhasari. 2011. Perancangan Laser Osilator sebagai Sumber Gelombang Mikro yang Tunable dan Stabil. TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Volume 29 (2) 2011: 73-80. ISSN : 0125-9121.

Yao Jianping. 2010. Microwave Photonics: Photonic Generation of Microwave and Millimeter-wave Signals. International Journal of Microwave and Optical Technology. Volume 5, No. 1: 16-21.

Young, Hugh D. And Roger A. Freedman. 2008. University Physics with Modern Physics. 12th Edition. Pearson Addison-Wisley. San Fransisco.

[ANRITSU] Anritsu Corporation. 2012. 1,55 m LD Module. [serial online]. http://www.anritsu.com. [01 Maret 2015].

[THORLABS] Operation Manual. 2008. ITC 102 OEM Laser Diode Controller [serial online]. http://www.thorlabs.com. [20 Maret 2015].

URL: http://www.a-levelphysicstutor.com

URL: http://www.newport.com

URL: http://www.exfiber.com/product/Fiber-Optic-Passive-Component/Optical-Coupler/Optical-Coupler-list1.html

(18)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Instrumentasi Fisis dan Optoelektronika, Pusat Penelitian Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Puspiptek Serpong meliputi experimental set up dan pengujian sistem secara keseluruhan. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 05 Februari 2015 sampai dengan 30 April 2015.

3.2. Peralatan Penelitian

3.2.1. Laser Dioda (Distributed Feedback)

Pada penelitian skripsi ini, laser dioda yang digunakan adalah jenis laser CW (Continuos Wave) DFB GB5A016 dan FLD5F15CX-H9310, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1. Laser ini dapat dipakai untuk sistem DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) dengan daya keluaran maksimum 16 dBm atau 39,8 mW, dan dapat dipilih panjang gelombangnya pada daerah C band

(1530 – 1565 nm) dan sudah terpasang dengan fiber jenis PANDA (Polarization Maintaining/PM) fiber.

(19)

Gambar 3.1. Laser dioda DFB

3.2.2. ITC 102 Thorlabs (OEM Laser Diode & Temperature Controllers) Kontroler driver laser dioda yang digunakan pada penelitian ini adalah ITC 102 Thorlabs (OEM Laser Diode & Temperature Controllers), seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2 dimana ITC 102 ini berfungsi sebagai kontrol arus dan temperatur operasional laser dioda yang digunakan.

Gambar 3.2. OEM Laser Diode & Temperature Controllers

(http://www.thorlabs.com)

Adapun spesifikasi dari ITC 102 yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

(20)

5. Drift (30 min. without changing the ambient temperature) 20 A 6. Temperature coefficient ±50 ppm/℃

7. Current limit 0 ... > 200 mA

8. Setting accuracy of current limit ±2% fs typ. Spesifikasi kontrol daya (power) adalah :

1. Photodiode current 5 A...2 mA 2. Setting accruracy ± 2% fs typ.

Spesifikasi temperatur kontrol yang digunakan pada ITC 102 adalah : 1. TEC current 0...±2 A

2. TEC voltage > 6V 3. Max. ouput power 12 W

4. Measurement accuracy (f.s.) 2,5 V/mA ± 2% typ. 5. Noise and ripple <1 mA

6. Current limit 0...>2 A

7. Resolution 10 mA with display

8. Accuracy (f.s.) ± 5% typ.

3.2.3. OSA (Optical Spectrum Analyzer)

Optical Spectrum Analyzer (OSA) merk yokogawa AQ6370C yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.3. Alat ini berfungsi untuk karakterisasi pengukuran panjang gelombang dan daya optis laser dioda dan dapat mengamati spektrum gelombang optis yang terukur.

(21)

Adapun spesifikasi dari OSA yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Measurement wavelength range : 600 to 1700 nm 2. Wide level range : +20 dBm to -90 dBm

3. High wavelength resolution : 0,02 nm 4. High wavelength accuracy : ± 0,01 nm

5. Span : 0.5 nm to 1100 nm (full span), and 0 nm

3.2.4. Optical Amplifier (EDFA)

Optical amplifier (OA) yang digunakan pada penelitian ini adalah tipe erbium doped fiber amplifier. Secara teori sinyal masukan mampu dikuatkan sebesar 23,53 dB.

optical amplifier berturut-turut diperlihatkan pada Gambar 3.4 dan 3.5

Pumping

(22)

(a) Posisi Depan (b) Posisi Atas Gambar 3.5. Optical Amplifier (EDFA)

3.2.5. SMFC (Single Mode Fiber Coupler)

Fiber coupler yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis dual window wideband coupler single mode fiber 2 × 1 FC/PC dengan pembagi intensitas 50 : 50, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.6. Fiber optic coupler ini berfungsi untuk pembawa sifat cahaya atau mencampurkan dua laser dioda dan keluarannya dihubungkan ke optical amplifier, fotodetektor, ataupun OSA sehingga dapat dilihat spektrum frekuensi pelayangan dari kedua laser tersebut.

Gambar 3.6. Dual Window Wideband Coupler (2 × 1)

Adapun spesifikasi dari fiber coupler tersebut adalah : 1. Operating wavelength, nm : 1310 ± 40 & 1550 ± 40 2. Coupling ratio : 50 : 50

(23)

6. Thermal stability, dB : 0,2 7. Polarization stability, dB : 0,15 8. Directivity, dB : 50

9. Reflectance, dB : 50

10. Operating Temperature, ℃ : -20 ~ +75

3.2.6. SMF (Single Mode Fiber)

Kabel serat optik yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis single mode

dengan panjang ± 1 m, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.7. Dalam hal ini, serat optik single mode ini berfungsi sebagai media transmisi sinyal optik dari

optical amplifier ke fotodetektor untuk di konversi menjadi sinyal elektrik.

Gambar 3.7. Kabel serat optik single mode

Spesifikasi kabel serat optik jenis single mode adalah sebagai berikut : 1. Centre wavelength, nm : 1310/1550

2. Fiber type : singlemode fiber (9/125 m) 3. Spectral bandwidth, nm : 60

(24)

3.2.7. HSPD (High Speed Photodetector)

High Speed Photodetector (HSPD) yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis PIN/FET dioda dengan seri DSC-R402. Diagram blok HSPD dan foto dari sistem HSPD masing-masing ditunjukkan pada Gambar 3.8 dan 3.9

Transformator

Regulator 8 V

Regulator 10 V

High Speed Photodetector +

Amplifier LD Input

Microwave Output

Gambar 3.8. Diagram Blok HSPD dan Amplifier (Iyon T. S. 2013)

(a) Posisi Atas (b) Posisi Depan

(c) DSC-R402

(25)

Adapun spesifikasi dari HSPD seri DSC-R402 yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Input minimum 10 W, input maximum 1,5 mW 2. 10 GHz RF bandwidth

3. Linear gain to > 0 dBm optical input

4. Sensitivity of -19 dBm at 10 Gb/s 5. Overload of +4 dBm at 10 Gb/s

6. High Responsivity at 1310 nm, 1550 nm & L-band

7. Low optical PDL @ 1550 nm (typically 0,05 dB)

3.2.8. RFSA (Radio Frequency Spectrum Analyzer)

Radio Frequency Spectrum Analyzer (RFSA) ini berfungsi untuk mengukur dan menampilkan bentuk sinyal frekuensi gelombang mikro hasil pelayangan dua laser dioda yang sebelumnya sudah di konversi dari sinyal optik menjadi sinyal elektrik oleh HSPD. RFSA yang digunakan dalam penelitian ini adalah merk MICRONIX MSA358 dengan rentang deteksi frekuensi minimum 50 kHz dan maksimum 8,5 GHz dengan rata-rata level kebisingan (derau) sebesar −110 dBm, dan level referensinya dapat diatur sebesar 1 dB untuk setiap stepnya. Dimensi dari RFSA ini adalah 162 mm × 70 mm × 260 mm dengan berat 1,8 kg. RFSA yang digunakan pada penelitian ini diperlihatkan pada Gambar 3.10.

(26)

3.3. Tahapan Penelitian

Diagram alir tahapan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11. Diagram Alir Penelitian Studi Literatur

Buku, Jurnal dan Artikel tentang Laser Dioda untuk pembangkitan gelombang mikro, Teknik Optical Heterodyne, Optical

Amplifier berbasis EDFA, dan Analisis Spektrum

Persiapan Alat dan Bahan Dua Laser Dioda 1550 nm, OSA, Optical Amplifier, Single Mode Fiber Coupler 2×1,

Single Mode Fiber, Fotodetektor, dan RFSA

Perancangan Sistem (Experimental Setup)

Pengujian kestabilan Laser tanpa Optical Amplifier dan dengan penambahan Optical Amplifier

Pengujian Sistem Keseluruhan Sistem Pembangkitan Gelombang Mikro dengan Memanfaatkan Mixing Dua Laser Dioda Menggunakan Optical Amplifier

Pengolahan Data & Analisis

(27)

3.4. Perancangan Diagram Blok Sistem

Diagram blok dari sistem penelitian ini, ditunjukkan pada Gambar 3.12 :

50 : 50 Fungsi setiap blok adalah sebagai berikut :

1. Blok OEM Laser Diode Controller : pusat kontrol dari kedua laser DFB yang ada hubungannya terhadap daya (intensitas) dan panjang gelombang laser, yaitu temperature dan current controller.

2. Blok Display : menampilkan bacaan dari temperature dan current.

3. Blok Laser DFB 1550 nm : sumber penghasil sinyal gelombang elektromagnetik pada frekuensi optik untuk pembangkitan gelombang mikro. Laser DFB 2 diatur pada temperatur dan arus yang konstan sedangkan laser DFB 1 diatur pada arus yang konstan tetapi temperatur tunable.

4. Blok Single Mode Fiber Coupler : pembawa sifat cahaya yang mampu membagi sama rata daya (intensitas) laser.

5. Blok EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier) atau disebut optical amplifier : menguatkan power laser dengan nilai penguatan yang tetap.

6. Blok HSPD (High Speed Photodetector) : detektor cahaya atau sebagai konverter dari sinyal optik menjadi sinyal elektrik.

(28)

Dua buah laser tersebut dipadukan menggunakan fiber coupler jenis dual window wideband coupler single mode fiber 2×1 FC/PC dengan faktor pembagi intensitas 50:50. Laser DFB 2 diatur agar arus dan temperaturnya konstan, sedangkan laser DFB 1 ditala temperaturnya sehingga panjang gelombangnya mendekati panjang gelombang laser DFB 2.

Sinyal optis yang dihasilkan oleh fiber coupler terhubung dengan optical amplifier dan kemudian akan di konversi menjadi sinyal listrik oleh High Speed Photodetector dengan seri DSC-R402. Sinyal yang telah diubah oleh fotodetektor ini akan dapat terbaca langsung pada RF Spectrum Analyzer.

3.5. Pengujian Stabilisasi Laser

Pada pengujian ini digunakan laser dioda jenis DFB (Distributed Feedback) dengan panjang gelombang 1550 nm. Laser dioda ini di karakterisasi terhadap temperatur dan arus injeksi yang mempengaruhi panjang gelombang serta intensitas atau daya optis dari laser tersebut. Proses karakterisasi laser terhadap temperatur dilakukan untuk mengetahui kestabilan dan tunabilitas yang mempengaruhi panjang gelombang laser. Karakterisasi dilakukan pada kondisi arus injeksi konstan pada tiga arus injeksi yang konstan dan temperatur yang diberikan bervariasi.

Proses karakterisasi laser terhadap arus injeksi dilakukan agar dapat diperoleh informasi mengenai proses lasing pada DFB laser atau untuk mengetahui pengaruh arus injeksi terhadap daya optis laser. Karakterisasi terhadap arus dari laser ini dilakukan dengan merubah arus injeksi dengan nilai temperatur yang konstan.

(29)

Temperature

Gambar 3.13. Karakterisasi daya optis dan panjang gelombang laser terhadap arus dan temperatur tanpa menggunakan optical amplifier

Sinyal optik yang dihasilkan oleh sumber laser diamati dan dianalisa panjang gelombangnya menggunakan Optical Spectrum Analyzer (OSA) merk Yokogawa AQ6370C (600 ~ 1700 nm). Spektrum laser di OSA akan menunjukan posisi panjang gelombang terukur dan daya optis (intensitas) yang dapat dikontrol oleh arus injeksi dan temperatur.

Temperature

Gambar 3.14. Karakterisasi daya optis laser terhadap arus temperatur dengan menggunakan optical amplifier

Gambar 3.14 merupakan skematik mekanisme karakterisasi daya optis laser terhadap arus injeksi dengan penambahan optical amplifier. Daya optis yang dihasilkan oleh sumber laser di amplifikasi menggunakan Optical Amplifier

(30)

Secara umum diagram blok karakterisasi laser sebelum dan sesudah menggunakan optical amplifier adalah sebagai berikut :

Karakterisasi

Catat Data dan Analisa Pergeseran Panjang Gelombang pada OSA

Setting

I = 12 mA, 16 mA, dan 20 mA T = 54,934 °C hingga 33,395 °C

Catat Data Perubahan Daya Laser dan Nilai SNR pada OSA

Setting

(31)

Sedangkan diagram blok sistem pembangkitan gelombang mikro sebelum dan sesudah menggunakan optical amplifier adalah sebagai berikut :

Laser DFB 1 Laser DFB 2

Setting

I = 11,32 mA

T = 47,16 °C hingga 45,186 °C

Setting

I = 16 mA T = 46,151 °C

Mencampur Dua Sumber Laser dengan Menggunakan Fiber

Coupler

Tanpa Menggunakan

Optical Amplifier

Penambahan Optical Amplifier

Catat Frekuensi dan Daya atau Foto Gambar Spektrum pada RFSA

(32)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengujian Kestabilan Laser

4.1.1. Hasil Karakterisasi Perubahan Arus Injeksi terhadap Daya Optis (Intensitas) Laser

Laser yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan karakterisasi terhadap arus injeksinya agar dapat diperoleh informasi mengenai proses lasing pada DFB laser. Karakterisasi terhadap arus dari laser ini diperoleh dengan merubah tegangan yang merepresentasikan besarnya arus pada nilai temperatur yang konstan. Hasil karakterisasi perubahan arus injeksi terhadap daya optis pada temperatur 47,3 ℃ ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Grafik hubungan daya optis terhadap arus injeksi

Pada Gambar 4.1. diatas dapat diketahui bahwa arus minimum yang dibutuhkan laser agar proses lasing dapat terjadi pada temperatur 47,3 ℃ adalah 10 mA. Artinya, sinyal laser (coherent) dihasilkan setelah arus yang diinjeksikan sebesar 10 mA, sedangkan jika arus yang diberikan di bawah nilai tersebut maka yang dihasilkan adalah emisi spontan (incoherent).

(33)

Gambar 4.2. Grafik hubungan daya optis terhadap arus injeksi untuk setiap temperatur yang berbeda

Pengukuran ini dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan daya optis terhadap arus injeksi yang diberikan, temperatur dari laser diatur agar konstan (fixed) dan arus injeksi variasi (tune) pada nilai 4 sampai 20 mA dengan interval pengambilan data setiap 0,4 mA dengan variasi temperatur sebesar 37,1 ℃, 41,6

℃, dan 47,3 ℃. Pada gambar 4.2. terlihat bahwa pengaruh temperatur operasional terhadap arus ambang laser yang dihasilkan. Arus ambang (threshold) laser yang dihasilkan pada temperatur 37,1 ℃ adalah 8,8 mA, untuk temperatur 41,6 ℃ sebesar 9,2 mA, dan untuk temperatur 47,3 ℃ sebesar 10 mA.

Perubahan nilai arus threshold terhadap temperatur akan mempengaruhi nilai efisiensi kuantum yang menunjukkan perubahan daya terhadap arus. Efisiensi kuantum (dP/dI) adalah probabilitas foton yang diperoleh dari transisi elektron. Nilai efisiensi kuantum pada temperatur 47,3 ℃ adalah 0,091 mW/mA, 41,6 ℃ adalah 0,093 mW/mA dan 37,1 ℃ adalah 0,094 mW/mA. Nilai efisiensi kuantum laser dioda menurun terhadap peningkatan temperatur.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin besarnya temperatur maka arus ambang juga semakin meningkat dan efisiensi kuantum akan semakin menurun, hal ini disebabkan karena peningkatan temperatur, energi yang semula

(34)

menghasilkan foton, sebagian akan menghasilkan energi fonon (efek non radiatif). Peningkatan temperatur menyebabkan densitas atau rapat muatan meningkat sehingga arus ambang menjadi semakin besar. (Jasprit, 1996)

4.1.2. Hasil Karakterisasi Perubahan Panjang Gelombang Laser Terhadap Temperatur

Pembangkitan frekuensi gelombang mikro yang tunable perlu dilakukan karakterisasi perubahan panjang gelombang laser terhadap temperatur sebagai pengujian awal, karena kestabilan panjang gelombang laser dioda akan sangat berpengaruh terhadap frekuensi hasil pelayangan gelombang mikro terbangkitkan.

Gambar 4.3. Grafik hubungan perubahan panjang gelombang laser dioda terhadap perubahan temperatur

(35)

Dari data pada Gambar 4.3 diperoleh pergeseran panjang gelombang laser sebesar 0,078 nm/℃. Perubahan temperatur akan menyebabkan pemuaian (thermal expansion) pada laser sehingga mengubah jarak antar kisi atau periode kisi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan temperatur laser identik dengan perubahan panjang gelombang laser, dimana semakin kecil nilai temperatur laser maka semakin kecil pula panjang gelombang laser. (Jasprit, 1996)

Gambar 4.4. Grafik hubungan perubahan panjang gelombang terhadap perubahan temperatur untuk setiap arus yang berbeda

(36)

Tabel 4.1. Analisa regresi linier panjang gelombang terhadap temperatur untuk setiap arus yang berbeda

Arus Standard Error Koefisien Determinasi (R2)

Kemiringan (Slope)

12 mA 0,10993 0,999 0,078

16 mA 0,11054 0,999 0,078

20 mA 0,10972 0,999 0,078

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa besarnya penambahan arus injeksi pengaruhnya sangat kecil (dapat diabaikan) terhadap perubahan panjang gelombang laser, karena paramater yang secara langsung dapat mempengaruhi pergeseran panjang gelombang adalah temperatur.

4.2. Hasil Karakterisasi Perubahan Daya Optis terhadap Arus Injeksi Sebelum dan Sesudah Menggunakan Optical Amplifier

Pengambilan data dilakukan pada temperatur yang diatur konstan pada 47,3 ℃ sedangkan arus injeksi divariasikan mulai dari 10,8 mA sampai dengan 20 mA dengan interval 0,4 mA untuk kondisi yang sama antara sebelum dan sesudah menggunakan amplifier.

Penguatan optical ampilifier itu terjadi saat arus ambang terjadinya lasing secara sempurna yaitu 10 mA, karena jika dibawah nilai arus tersebut penguatan yang terjadi tidak signifikan akibat belum adanya rekombinasi pasangan

elektron-hole atau pengisian pita energi. Nilai amplifikasi dari instrumen ini merupakan suatu penguatan yang tetap.

Sebelum menggunakan amplifier, semakin besar arus maka daya optis (intensitas) laser juga semakin meningkat dengan nilai minimum sebesar 0,06 mW dan sesudah menggunakan optical amplifier, daya optis laser meningkat secara signifikan sebesar 13,5 mW pada arus 10,8 mA dan nilai maksimum daya laser sebelum menggunakan optical amplifier sebesar 0,9 mW sedangkan sesudah menggunakan amplifier menjadi 16,8 mW pada arus 20 mA.

(37)

semakin banyak sehingga gain daya laser pun semakin besar. Sedangkan apabila arus yang diinjeksikan besar, maka foton yang teremisi akan terabsorbsi pada ion erbium sehingga menyebabkan gain daya laser menurun, efek ini disebut gain saturation. (Alan Kost, 2011)

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa nilai perubahan daya terhadap arus sebesar 0,194 mW/mA sebelum menggunakan optical amplifier dan 0,09 mW/mA setelah penambahan optical amplifier. Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 sudah menunjukkan suatu kestabilan penguatan yang baik.

Gambar 4.5. Grafik hubungan daya optis terhadap arus injeksi sebelum dan sesudah menggunakan Optical Amplifier

4.3. Pengaruh Optical Amplifier terhadap Penguatan (Gain) sebagai Fungsi dari Daya Sinyal Keluaran

Gambar 4.6 menunjukkan nilai penguatan terhadap daya sinyal keluaran laser dengan menggunakan erbium doped fiber amplifier. Pengujian ini dilakukan dengan mengatur arus dari 10,8 mA hingga 20 mA pada temperatur 47,3 ℃ yang diatur konstan. Literatur menyebutkan bahwa daya saturasi sering dinyatakan sebagai daya optik di mana gain mengalami penurunan sebesar 3 dB. Gambar 4.6 memperlihatkan bahwa daya saturasi, 3 dB adalah 15,48 mW atau 11,9 dBm yang tersaturasi pada arus 11,6 mA.

(38)

Pada kondisi arus mulai dari 10,8 mA sampai 12,8 mA terjadi penurunan

gain sebesar 1,86 dB/mW. Apabila arus injeksi kembali ditingkatkan yaitu pada nilai 13,2 mA hingga 20 mA maka gain berkurang semakin besar yaitu 11,34 dB/mW. Hal ini terjadi karena Er3+ tidak lagi mengisi populasi inversi atau foton terabsorbsi akibat arus yang diberikan semakin besar. (P. C. Becker, 1997)

Gambar 4.6. Grafik hubungan gain terhadap daya sinyal keluaran laser

4.4. Pengaruh SNR (Signal to Noise Ratio) terhadap Arus Injeksi Sebelum dan Sesudah Menggunakan Optical Amplifier

Pengambilan data dilakukan dengan perlakuan yang sama seperti pada perubahan daya optis terhadap arus injeksi yaitu pada temperatur yang diatur konstan pada 47,3 ℃ sedangkan arus injeksi divariasikan mulai dari 10,8 mA sampai dengan 20 mA dengan interval 0,4 mA untuk sebelum dan sesudah menggunakan amplifier. Semakin besar arus yang diberikan maka nilai SNR yang dihasilkan juga semakin besar. Dalam hal ini nilai SNR merepresentasikan perbandingan antara sinyal asli dengan sinyal gangguan (noise).

(39)

optical amplifier sebesar 56,554 dB dan sesudah menggunakan optical amplifier, nilai SNR menjadi 51,49 dB pada arus 20 mA.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebelum menggunakan optical amplifier diperoleh nilai SNR yang lebih besar dibandingkan dengan sesudah menggunakan optical amplifier. Nilai SNR yang lebih besar adalah yang lebih baik, itu berarti bahwa SNR akan selalu terdegradasi sebagai sinyal setelah melewati komponen microwave. Penguatan optik ini juga meningkatkan noise. (Alexander, P. 2008)

Gambar 4.7 menunjukkan bahwa nilai perubahan SNR terhadap arus sebesar 1,003 dB/mA sebelum menggunakan optical amplifier dan 1,103 dB/mA setelah penambahan optical amplifier.

Gambar 4.7. Grafik hubungan SNR terhadap arus injeksi sebelum dan sesudah menggunakan Optical Amplifier

4.5. Analisa Spektrum Optik dan Radio Frequency

Pembangkitan gelombang mikro dilakukan dengan memanfaatkan mixing dua laser DFB. Salah satu laser dikondisikan pada panjang gelombang yang tetap sedangkan laser satunya ditala (tunable), yang beda panjang gelombangnya dapat didekatkan dengan mengubah temperatur operasinya. Gambar 4.8 dan 4.9 berturut-turut menunjukkan hasil spektrum dua laser dioda yang telah

(40)

dicampurkan di OSA dan hasil pengamatan gelombang mikro yang terbaca pada RF spectrum analyzer, laser DFB 1 diatur pada temperatur sebesar 47,3 ℃ dan arus sebesar 10,8 mA, sedangkan laser DFB 2 diatur fixed pada arus sebesar 11,2 mA dan temperaturnya sebesar 46,028 ℃.

Gambar 4.8. Spektrum pencampuran dua laser DFB pada OSA

Gambar 4.9. menunjukkan salah satu hasil pengamatan frekuensi gelombang mikro yang terbangkit kemudian terbaca pada RF spectrum analyzer

(41)

(a) Tanpa OA (b) Menggunakan OA

Gambar 4.9. Spektrum frekuensi gelombang mikro yang terbangkit pada RFSA

4.6. Hasil Frekuensi Pelayangan (Beat Signal)

Gambar 4.10 menunjukkan hasil frekuensi pelayangan (beat signal) pencampuran dua laser dioda jenis DFB baik dengan menggunakan optical amplifier maupun tidak menggunakan, dimana kondisi laser DFB 1 diatur arus 11,32 mA dan temperaturnya divariasikan mulai dari 47,16 ℃ sampai dengan 45,186 ℃, sedangkan laser DFB 2 diatur tetap dengan arus sebesar 16 mA dan temperatur sebesar 46,151 ℃.

Gambar 4.10. Grafik hubungan frekuensi gelombang mikro terhadap temperatur 0

2 4 6 8 10

45 45,5 46 46,5 47 47,5

F

re

k

u

en

si (G

Hz)

Temperatur (°C)

Power in

(42)

Data yang ditunjukkan grafik pada Gambar 4.10 terlihat bahwa frekuensi gelombang mikro yang terbangkit sebelum dan sesudah menggunakan Optical Amplifier untuk setiap variasi temperatur yang berbeda adalah tidak berubah, itu artinya pada penelitian ini optical amplifier dimaksudkan hanya sebagai aksesoris tambahan untuk optimalisasi sistem pembangkitan frekuensi gelombang mikro yang tunable, karena dalam hal ini optical amplifier menguatkan daya optis atau intensitas sinyal masukan.

Berdasarkan grafik pada gambar diatas dapat dilihat bahwa gelombang mikro mulai dapat terbaca pada RF spectrum analyzer saat temperatur diatas 45

℃, posisi pembacaan ini adalah posisi pada saat spektrum laser DFB 1 berada di sebelah kiri laser DFB 2, sehingga frekuensi gelombang mikro yang terbaca pada RFSA tampak menurun. Apabila temperatur dari laser DFB 1 dinaikkan terus sampai temperatur 47,16 ℃, frekuensi gelombang mikro yang dibangkitkan juga semakin besar, kondisi ini adalah kondisi dimana laser DFB 1 bergeser ke kanan (mendekati laser DFB 2), kemudian bergerak kembali ke posisi semula. Penentuan kondisi pengaturan laser DFB 1 dan laser DFB 2 tidak dapat dilakukan secara pasti dikarenakan belum adanya laser dengan frekuensi standar untuk pembangkitan gelombang mikro. Dalam hal ini frekuensi gelombang mikro yang dihasilkan tidak dapat ditentukan secara teori, sehingga dalam penelitian ini untuk mendapatkan frekuensi gelombang mikro dilakukan dengan cara mengkondisikan salah satu laser sebagai laser referensi. (Iyon T. S. 2013)

(43)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Gelombang mikro dengan frekuensi yang tunable dapat dibangkitkan menggunakan teknik optical heterodyne dengan memanfaatkan beatsignal

yang terjadi pada mixing dua laser dioda. Sinyal frekuensi gelombang mikro yang terbangkit di dapat dengan mengubah temperatur salah satu laser dioda yang secara langsung mengubah panjang gelombang laser yang digunakan.

2. Karakterisasi perubahan daya optik laser dioda terhadap perubahan arus injeksi yang diberikan dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai terjadinya proses lasing laser dioda. Untuk melihat pengaruh perubahan daya optis terhadap arus injeksi yang diberikan, temperatur dari laser diatur agar konstan (fixed) dan arus injeksi variasi (tune).

3. Untuk membangkitkan frekuensi gelombang mikro yang tunable, kestabilan panjang gelombang laser dioda akan sangat berpengaruh. Untuk melihat pengaruh panjang gelombang laser dioda terhadap variasi perubahan temperatur, dapat dilakukan dengan mengatur arus injeksi pada kondisi konstan (tidak berubah) sedangkan temperatur yang diberikan bervariasi. Hubungan antara temperatur dan perubahan panjang gelombang adalah linier atau berbanding lurus.

(44)

5. Dalam pemrosesan sinyal, penguatan merupakan hal yang sangat penting. Dalam sistem pembangkitan frekuensi gelombang mikro ini, penggunaan

optical amplifier tidak merubah frekuensi pelayangan (beat signal) yang dihasilkan. Dalam hal ini optical amplifier dimaksudkan hanya untuk optimalisasi sinyal masukan yang membawa informasi hasil pengukuran agar tidak mengalami gangguan, baik itu atenuasi maupun noise.

5.2. Saran

(45)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Gelombang Elektromagnetik

Gelombang merupakan getaran yang merambat secara kontinu dengan bentuk yang tetap pada kecepatan konstan secara periodik. Dalam gejala penyerapan, gelombang akan mengecil saat bergerak, apabila mediumnya memiliki sifat dispersif atau penghambur, maka frekuensi dan kecepatannya akan berbeda, dalam dua ataupun tiga dimensi dan amplitudo gelombang tersebut juga akan berkurang selama penyebaran (Griffiths, 1999).

Gelombang elektromagnetik tidak memerlukan bahan sebagai medium perambatannya. Spektrum gelombang elektromagnetik dapat digolongkan berdasarkan panjang gelombang atau frekuensinya. Gambar 2.1. memperlihatkan spektrum gelombang elektromagnetik terdiri atas gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak, ultraviolet, sinar X, dan sinar Gamma.

Gambar 2.1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Young & Freedman, 2008)

Gelombang elektromagnetik memiliki kecepatan perambatan yang sama pada ruang hampa, yakni c = 299.792.458 m/s meskipun banyak perbedaan bentuk maupun sumber penghasilnya. Gelombang elektromagnetik dapat memiliki frekuensi (f) dan panjang gelombang ( ) berbeda, hubungan c = .f

(46)

2.2. Frekuensi Gelombang Mikro

Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar 104 m sampai 106 m. Rentang frekuensinya adalah 300 MHz hingga 30 GHz. Gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang berkisar antara 1 sampai 10 mm disebut gelombang milimeter (Collin, 1992). Tabel 2.1. menunjukkan jenis-jenis frekuensi band gelombang mikro berdasarkan nilai frekuensi yang dimiliki.

Tabel 2.1. Frekuensi Band Gelombang Mikro

Frequency

(47)

2.3. Superposisi Dua Gelombang, Beats

Misalkan gelombang I memiliki amplitudo A, frekuensi �1 dan bilangan gelombang k1. Gelombang II dengan amplitudo A, frekuensi �2, dan bilangan gelombang k2. Kedua gelombang sinusoidal tersebut merambat dalam arah x

positif pada medium yang sama, dapat ditemukan jika hubungan antara � dan k

diketahui. Superposisi atau Penjumlahan dua gelombang tersebut dapat dirumuskan menjadi

atau amplitudonya menjadi dua kali lipat. sekarang mari kita pertimbangkan kasus di mana �1 dan �2 berbeda, sehingga

�1=�2 + ∆�, ∆� kecil. (2.3) Dengan cara yang sama, didapatkan

(48)

Pada t = 0, maka persamaan 2.5 akan menjadi Sehingga fungsi yang merupakan hasil dari dua fungsi sinusoidal ditunjukkan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2. Beats Frequency (terbentuk clumps). (http://www.wonderwhizkids.com)

Riak yang bagus dari propagasi gelombang pendek dengan kecepatan fase.

(49)

Clumps dibentuk oleh beberapa gelombang pendek mungkin tepat disebut kelompok gelombang, dan clumps ini merambat dengan kecepatan grup, yang dapat berbeda dari kecepatan fase untuk gelombang dispersif.

Gambar 2.3. Beats yang disebabkan oleh superposisi dari dua gelombang dengan

frekuensi yang berbeda

(http://www.a-levelphysicstutor.com)

Superposisi dari dua gelombang dengan frekuensi yang berbeda menghasilkan fenomena penting yang disebut beats. (Gambar 2.3). Koordinat spasial persamaan 2.5 pada x = 0 akan menjadi

f (0, ) =−2A sin�1 cos ∆�

2 (2.9)

yang menunjukkan bahwa osilasi amplitudo dari frekuensi tinggi (�1) dimodulasi yang diatur perlahan (∆� ≪ �1) fungsi sinusoidal, cos (∆� /2). Clumps muncul setiap 2�/∆�= 1/∆ sekon. Jadi dalam kasus gelombang suara, misalnya, seseorang mendengar intensitas suara akan naik dan turun dengan frekuensi

∆ = ∆�

2� = 1 − 2 (2.10)

Intensitas modulasi dikenal sebagai beats. (Akira Hirose, 1985)

2.4. LASER (Light Amplification by Stimuled Emission of Radiation) 2.4.1. Definisi Umum Laser

(50)

dapat dikatakan efek dari mekanika kuantum. Dalam teknologi laser, cahaya yang koheren menunjukkan suatu sumber cahaya yang memancarkan panjang gelombang yang diidentifikasi dari frekuensi yang sama, beda fase yang konstan dan polarisasinya. (Desy, 2013)

Teori kuantum menyatakan bahwa elektron hanya bisa eksis dalam keadaan energi diskrit ketika penyerapan atau emisi cahaya disebabkan oleh transisi elektron dari satu tingkat energi ke tingkat energi yang lain. Frekuensi yang diserap atau emisi radiasi f berkaitan dengan perbedaan energi antara tingkat energi yang lebih tinggi E2 dan tingkat energi yang lebih rendah E1 dengan persamaan Planck sehingga

= 2− 1 = (2.11)

dimana h = 6.626 × 10-34 Js adalah konstanta Planck. Dalam sebuah atom, keadaan energi sesuai dengan tingkat energi elektron terhadap inti, yang biasanya ditandai sebagai keadaan dasar. Umumnya, tingkat energi dapat mewakili energi atom eksitasi, molekul (dalam laser gas) atau pembawa seperti elektron atau lubang dalam semikonduktor.

Istilah foton selalu digunakan untuk menggambarkan paket energi diskrit yang dilepaskan atau diserap oleh sistem ketika ada interaksi antara cahaya dan materi. Misalkan sebuah energi foton ( 21) adalah cahaya datang pada sistem atom seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 dengan dua tingkat energi sepanjang arah z longitudinal. Elektron ditemukan di tingkat energi yang lebih rendah E1 dapat tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi E2 melalui penyerapan foton yang datang. Proses ini disebut penyerapan induksi.

Sistem dua tingkat ini jikalau dianggap sebagai sistem tertutup, hasil proses penyerapan induksi kehilangan energi. Atau, sebuah elektron awalnya ditemukan awalnya tingkat energi yang lebih tinggi E2 dapat dirangsang oleh foton untuk melompat kembali ke tingkat energi yang lebih rendah. Suatu perubahan energi akan menyebabkan pelepasan foton tunggal pada frekuensi f

(51)

Gambar 2.4. Mekanisme rekombinasi yang berbeda ditemukan dalam sistem dua level energi (H. Ghafouri Shiraz, 2003)

Proses ini disebut emisi terstimulasi. Foton dipancarkan yang dibuat dengan menstimulasi emisi yang memiliki frekuensi sama sebagai inisiator yang datang. Selain itu, cahaya keluaran berhubungan dengan foton yang datang dan stimulasi foton dengan berbagi fase dan keadaan polarisasi yang sama. Dengan cara ini, radiasi koheren dicapai. Bertentangan dengan proses penyerapan, ada kelebihan energi untuk emisi terstimulasi.

Selain penyerapan induksi dan emisi terstimulasi, ada jenis lain dari transisi dalam sistem dua tingkat. Sebuah elektron dapat melompat dari keadaan energi yang lebih tinggi E2 ke keadaan energi yang lebih rendah E1 tanpa adanya foton yang datang. Jenis transisi ini disebut emisi spontan. Sama seperti emisi terstimulasi, akan ada kelebihan energi pada output sistem. Namun, emisi spontan adalah proses acak dan foton keluaran menunjukkan variasi dalam fase dan keadaan polarisasi. Radiasi non koheren ini diciptakan oleh emisi spontan yang penting untuk karakteristik kebisingan (noise) di laser semikonduktor. (H. Ghafouri Shiraz, 2003)

(52)

2.4.2. Generasi dan Rekombinasi pada Kesetimbangan Thermal

Eksitasi termal elektron dari pita valensi ke pita konduksi menghasilkan generasi pasangan elektron-lubang (Gambar 2.5). Kesetimbangan termal mengharuskan proses generasi ini disertai dengan proses sebaliknya (de-eksitasi) secara bersamaan. Proses ini disebut rekombinasi elektron-lubang, terjadi ketika sebuah elektron meluruh dari pita konduksi untuk mengisi lubang di pita valensi.

Energi yang dilepaskan oleh elektron berupa foton yang dipancarkan, dalam hal ini disebut rekombinasi radiasi. Rekombinasi non radiasi dapat terjadi melalui sejumlah proses, termasuk transfer energi untuk getaran kisi (menciptakan satu atau lebih fonon) atau elektron bebas lain (proses Auger).

Rekombinasi juga dapat terjadi secara tidak langsung melalui perangkap (traps) atau pusat cacat (defect centers). Ini adalah tingkat energi yang terkait dengan impuriti atau cacat karena dislokasi, atau ketidaksempurnaan kisi lainnya, yang terletak di dalam celah pita energi. Pengotor atau keadaan cacat dapat bertindak sebagai pusat rekombinasi jika ia mampu menjebak kedua elektron dan lubang, sehingga meningkatkan kemungkinan mereka bergabung kembali. Hasil rekombinasi ini mungkin radiasi atau non radiasi.

(a) (b)

Gambar 2.5. (a) Generasi dan rekombinasi elektron-lubang, (b) Rekombinasi elektron-lubang melalui trap (Bahaa E. A. Saleh, 1991)

2.5. Laser Semikonduktor (Laser Dioda)

(53)

pembawa muatan positif atau hole dan tipe-N sebagai pembawa muatan negatif atau elektron harus melakukan generasi dan rekombinasi. Pada arus panjar nol, suatu daerah pengosongan (depletion zone) memisahkan kedua bagian. Rekombinasi terjadi secara kontinu dalam semikonduktor jika diberikan tegangan luar dari kristal pembentuk semikonduktor, seperti pada Gambar 2.6.a.

Arus panjar maju (forward panjar) yang cukup diberikan pada sambungan untuk mengatasi potensial batas, daerah pengosongan akan menghilang, dan lubang bebas bergerak melewati sambungan kedalam daerah N, sementara elektron-elekron bebas pula bergerak kedalam daerah P, seperti pada Gambar 2.6.b. Apabila kuat arus yang diinjeksikan atau arus panjar lemah, maka invers population tidak terjadi. Apabila arus panjar maju yang diberikan ditingkatkan maka invers population akan terjadi sehingga emisi terstimulasi pun dapat mendominasi pada arus panjar tertentu, yang disebut arus ambang. (Wildan, 2011)

Gambar 2.6. Level Energi dan pembawa konsentrasi sambungan PN semikonduktor

(a) Dioda semikonduktor tanpa tegangan bias, (b) Dioda Semikonduktor dengan

tegangan bias maju (H. Ghafouri Shiraz, 2003)

2.5.1. Panjang Gelombang Bandgap

(54)

=1.24 (2.12) Panjang gelombang bandgap ( m) dan (eV). Kuantitas disebut panjang gelombang bandgap (atau panjang gelombang cutoff). Kandungan energi dari sebuah foton yang dilepaskan dalam suatu semikonduktor ada hubungannya dengan energi bandgap dari bahan semikonduktor. (Bahaa E. A. Saleh, 1991)

2.5.2. DFB (Distributed Feedback) Laser Dioda

Laser DFB adalah laser semikonduktor yang dapat mencapai operasi single longitudinal mode, yaitu laser dengan mode panjang gelombang puncak tunggal atau dikenal dengan panjang gelombang Bragg B.

Laser ini didesain dengan struktur yang menggunakan distributed reflector

(Bragg gratings) yang ditempatkan berbatasan langsung dengan daerah aktif dengan menggunakan pandu gelombang spasial bergelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7.a. Akibat adanya distributed reflector, akan menyebabkan terjadinya distributed feedback, dimana struktur periodik ini bertindak sebagai reflector yang terdistribusi pada kisaran panjang gelombang kerja laser. (Sekartedjo, K. 1984)

DFB laser beroperasi dengan lebar spektral sekecil 10 MHz (tanpa modulasi) dan modulasi bandwidth yang baik kisaran GHz. DFB laser digunakan dalam berbagai aplikasi termasuk komunikasi serat optik di kisaran panjang gelombang 1,3 hingga 1,55 m.

(55)

2.6. Teknik Heterodyne Optik

Sinyal microwave atau miliwave dapat dihasilkan dalam domain optik berdasarkan heterodyne optik, sinyal yang diperoleh berasal dari pencampuran dua sinyal gelombang elektromagnetik pada frekuensi optik. Sinyal yang dihasilkan merupakan selisih dari dua gelombang optik yang berpadu. Dua sinyal yang berbeda frekuensi tersebut berpadu melalui fiber coupler dan kemudian diproses dalam fotodetektor sehingga kemudian dihasilkan sinyal elektrik.

Gambar 2.8. Heterodyne optis dua gelombang optik (Yao, 2010)

Asumsikan bahwa dua gelombang optik diberikan oleh persamaan

1 = 01cos �1 +�1 (2.13) 2 = 02cos �2 +�2 (2.14) di mana 01 dan 02 adalah amplitudo sedangkan �1 dan �2 adalah fase dari dua gelombang optik.

Mengingat bahwa bandwidth yang terbatas dari fotodetektor, arus pada keluaran fotodetektor diberikan oleh persamaan

�� = cos �1− �2 + �1− �2 (2.15) Persamaan 2.15 menunjukkan bahwa sinyal listrik dengan frekuensi yang sama dengan perbedaan frekuensi dua gelombang optik dapat dihasilkan. Teknik ini mampu menghasilkan sinyal listrik dengan frekuensi sampai band THz, hanya dibatasi oleh bandwidth fotodetektor. (Yao, 2010)

2.7. Serat Optik

(56)

bahan penyusun gelas atau kaca. Semakin murni bahan gelas, semakin sedikit cahaya yang diserap oleh serat optik.

Serat optik bekerja berdasarkan hukum snellius tentang pemantulan sempurna. Pemantulan cahaya atau pembiasaan cahaya yang terjadi sangat bergantung pada saat cahaya menyentuh permukaan atau masuk ke inti serat optik. Sebagai sarana transmisi, serat optik berperan sebagai pemandu gelombang cahaya. Menurut ilmu fisika tentang cahaya, jika cahaya jatuh pada medium yang berbeda indeks biasnya, cahaya tersebut akan dibiaskan dan sudut datang dari sinar yang dikirimkan pada serat optik dapat memungkinkan untuk mengatur seberapa efisiensi sinar tersebut sampai pada tujuan.

Sistem komunikasi serat optik, informasi diubah menjadi sinyal optik (cahaya) dengan menggunakan sumber cahaya LED atau Diode Laser. Kemudian dengan dasar hukum pemantulan sempurna, sinyal optik yang berisi informasi dilewatkan sepanjang serat sampai pada penerima, selanjutnya detektor optik akan mengubah sinyal optik tersebut menjadi sinyal listrik.

Serat optik memiliki keunggulan yang signifikan dibandingkan media transmisi kawat konvensional. Keunggulan tersebut antara lain adalah:

1. Rugi transmisi rendah 2. Bandwidth yang lebar 3. Ukuran kecil dan ringan

4. Tahan gangguan elektromagnetik dan elektrik.

Serat optik terdiri dari inti (core), pembungkus (cladding) dan coating

ditunjukkan dalam Gambar 2.11.

(57)

1. Core adalah kaca tipis yang merupakan bagian inti dari serat atau inti fisik yang mengirim sinyal data optik dari sumber cahaya ke alat penerima yang berupa untai tunggal kontinyu dari kaca atau plastik. Semakin besar core

maka semakin banyak cahaya yang dapat dilewatkan dalam kabel.

2. Cladding adalah materi yang mengelilingi inti yang berfungsi memantulkan sinar kembali ke dalam inti (core), atau layer atau lapisan serat yang berfungsi sebagai pembatas energi elektromagnetik yang terlalu besar, gelombang cahaya dan penyebab pembiasan pada struktur inti. Pembuatan

cladding yang cukup tebal memungkinkan medan serat tidak dipengaruhi oleh perambatan disekitar bahan sehingga bentuk fisik serat tidak cacat. 3. Buffer Coating adalah plastik pelapis yang melindungi serat dari kerusakan.

lapisan plastik di sekitar core dan cladding ini juga berfungsi memperkuat inti serat, membantu penyerapan dan sebagai pelindung ekstra pada pembengkokan kabel. (Cindy, 2013)

2.7.1. Propagasi Cahaya pada Serat Optik(Numerical Aperture)

Numerical Aperture merupakan parameter yang merepresentasikan sudut penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih bisa diterima dan merambat di dalam inti serat. Sudut penerimaan ini dapat beraneka macam tergantung kepada karakteristik indeks bias inti dan selubung serat optik.

Gambar 2.10. Proses masuknya cahaya kedalam serat optik

Sudut datang berkas cahaya lebih besar dari NA atau sudut kritis maka berkas tidak akan dipantulkan kembali ke dalam serat melainkan akan menembus

(58)

banyak jumlah cahaya yang diterima oleh serat. Akan tetapi sebanding dengan kenaikan NA menyebabkan lebar pita berkurang, dan rugi penyebaran serta penyerapan akan bertambah. Oleh karena itu, nilai NA besar hanya baik untuk aplikasi jarak pendek dengan kecepatan rendah. Besarnya Numerical Aperture

(NA) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

NA = sin� �� = 12− 22 = 1 2∆ (2.16) Dimana 1 adalah indeks bias inti, 2 adalah indeks bias cladding, dan ∆ adalah beda indeks bias relatif.

2.7.2. Pembagian Serat Optik

2.7.2.1. Berdasarkan mode yang dirambatkan

Pembagian serat optik dapat dilihat berdasarkan mode yang dirambatkan yaitu sebagai berikut:

1. Single mode : Mempunyai inti yang kecil (berdiameter 0.00035 inch atau 9 micron) dan berfungsi mengirimkan sinar laser inframerah (panjang gelombang 1300-1550 nanometer) diameter mendekati panjang gelombang sehingga cahaya yang masuk ke dalamnya tidak terpantul-pantul ke dinding

cladding.

Gambar 2.11. Serat optik single mode (monomode)

2. Multimode : Mempunyai inti yang lebih besar (berdiameter 0.0025 inch atau 62.5 micron) dan berfungsi mengirimkan sinar laser inframerah (panjang gelombang 850-1300 nanometer) serat optik dengan diameter core yang agak besar yang membuat laser di dalamnya akan terpantul-pantul di dinding

(59)

Gambar 2.12. Serat optik grade indexmultimode

2.7.2.2. Berdasarkan indeks bias core :

Serat optik berdasarkan indeks bias inti dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu:

1. Step indeks : pada serat optik step indeks, core memiliki indeks bias yanghomogen.

Gambar 2.13. Serat optik step index multimode

2. Graded indeks : indeks bias core semakin mendekat ke arah cladding

semakin kecil. Jadi pada graded indeks, pusat core memiliki nilai indeks bias yang paling besar. Serat graded indeks memungkinkan untuk membawa

bandwidth yang lebih besar, karena pelebaran pulsa yang terjadi dapat diminimalkan. Pada serat optik tipe ini, indeks bias berubah secara perlahan-lahan (graded index multimode). Indeks bias inti berubah mengecil perlahan mulai dari pusat core sampai batas antara core dengan cladding. Makin mengecilnya indeks bias ini menyebabkan kecepatan rambat cahaya akan semakin tinggi dan akan berakibat dispersi waktu antara berbagai mode

cahaya yang merambat akan berkurang dan pada akhirnya semua mode

cahaya akan tiba pada waktu yang bersamaan di ujung serat optik (Depi, 2010).

(60)

2.8. Pembawa Sifat Cahaya (Fiber Coupler)

Serat optik coupler adalah perangkat optik yang menghubungkan tiga atau lebih ujung serat, membagi satu input antara dua atau lebih output, atau menggabungkan dua atau lebih input menjadi satu output. Optical coupler

memiliki fungsi yang sama dengan electronic coupler, yaitu membagi sinyal ke beberapa titik atau perangkat. (http://www.exfiber.com)

Gambar 2.14. Optical coupler (http:// www.thorlabs.com)

Excess loss dalam satuan dB ditentukan oleh perbandingan total daya keluaran dengan daya total masukan:

� � =−10 log �� 1 ( �)

� 2 � +�� 3 ( �)

(2.17)

�� 1 adalah daya masukan pada Port 1 dan �� 2+�� 3 adalah total daya keluaran dari Port 2 dan 3, dalam satuan mW.

Insertion loss ditentukan oleh perbandingan antara daya masukan dengan daya keluaran dari satu kaki coupler. Hal ini umumnya dapat ditulis sebagai

� � = 10 log � (�) (2.18)

Untuk contoh yang lebih spesifik, insertion loss sinyal dari Port 1 ke Port 2 dapat ditulis:

� � = 10 log �� 1 ( �)

� 2 � (2.19)

Dan insertion loss dari Port 1 ke Port 3 adalah

(61)

Kemudian, insertion loss dalam satuan dB dapat dihitung sebagai berikut:

� � =� − � ( ) (2.22)

(http:// www.thorlabs.com)

2.9. Amplifikasi Optik (EDFA)

Amplifier optik digunakan secara ekstensif dalam link data yang berbasis serat optik. Jenis amplifier yang digunakan pada penelitian ini adalah erbium doped fiber amplifier (EDFA). Medium untuk penguatan adalah serat optik kaca yang didoping dengan ion erbium. Erbium dipompa ke keadaan populasi inversi dengan masukan optik yang terpisah.

Medium penguatan optik erbium doped glass menguatkan cahaya pada panjang gelombang yang berada di 1550 nm, karena panjang gelombang optik tersebut yang mengalami pelemahan minimum dalam serat optik. Erbium doped fiber amplifier (EDFA) memiliki kebisingan yang rendah dan dapat menguatkan berbagai panjang gelombang secara bersamaan.

Gambar 2.15. Kofigurasi EDFA

Pump optik dikombinasikan dengan sinyal optis ke dalam serat erbium doped dengan multiplekser divisi panjang gelombang. Sebuah multiplekser kedua menghilangkan cahaya pump residu dari serat. Isolator optik digunakan untuk mencegah cahaya yang dipantulkan dari bagian-bagian lain dari sistem optik memasuki penguat. (http://opti500.cian-erc.org)

(62)

� dB = 10 log10

P � −

P � − 2.23

Secara konseptual sederhana, pengukuran gain dari penguat optik dipengaruhi oleh efek polarisasi dan noise optik broadband yang menyertai sinyal pada keluaran penguat. (P. C. Becker, 1997)

2.10. Fotodetektor

Fotodetektor atau detektor cahaya adalah sebagai alat penerima sinyal optik. Fotodetektor mengubah sinyal optik menjadi sinyal elektrik. Keluaran dari penerima adalah sinyal elektrik yang memenuhi spesifikasi dari pengguna kekuatan sinyal, level impedansi, bandwidth, dan parameter lainnya.

Prinsip kerja fotodetektor adalah mendeteksi sinyal cahaya yang datang dan mengubahnya menjadi isyarat listrik yang berisi isyarat informasi yang dikirim. Detektor cahaya menyerap foton cahaya dan menghasilkan elektron, yaitu elektron yang dapat menghasilkan arus listrik. Arus listrik tersebut kemudian diperkuat untuk selanjutnya diolah sehingga dapat ditampilkan atau dikeluarkan pada rangkaian elektronika.

Untuk mendapatkan hasil yang optimum untuk aplikasi sistem komunikasi optik, maka detektor cahaya harus memiliki fitur-fitur sebagai berikut:

1. Sensitivitas, kepekaan terhadap cahaya yang datang. Arus listrik yang dihasilkan harus sebesar mungkin dalam merespon daya optik masukan. Karena detektor cahaya ini selektif terhadap panjang gelombang (responnya terbatasi oleh rentang panjang gelombang), maka sensitivitas ini harus bernilai besar pada daerah panjang gelombang operasi.

2. Responsibilitas, merupakan perbandingan arus keluar dengan cahaya masuk. Waktu respon terhadap sinyal optik masukan harus cepat. Detektor cahaya harus mampu menghasilkan arus listrik meski pulsa optik masukan berlangsung dalam waktu yang cepat. Hal ini akan memungkinkan untuk menerima data dengan laju bit tinggi.

(63)

4. Derau (internal noise) harus sekecil mungkin agar piranti dapat mendeteksi sinyal optik masukan sekecil mungkin.

5. Efisiensi, merupakan perbandingan jumlah lubang elektron yang terjadi terhadap foton yang masuk. Bila jumlah lubang elektron yang terjadi mendekati banyaknya jumlah foton yang masuk maka lebih baik.

6. Waktu respon atau rise time, merupakan kecepatan yang dibutuhkan untuk menghasilkan arus terhadap cahaya yang masuk.

(64)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan teknologi yang demikian pesat saat ini, menyebabkan penelitian dalam bidang optik maupun elektronika terus berinovasi dan dikembangkan untuk berbagai aplikasi. Sebagai contoh, salah satu penemuan yang semakin pesat perkembangannya adalah teknologi laser. Pemanfaatan laser sudah banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dari keperluan yang sangat sederhana sampai pada keperluan yang sangat rumit sekalipun. Aplikasi laser akan terus dikembangkan seiring dengan perkembangan teknologi yang ada. (Pozar, 2011)

Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan laser dapat digunakan sebagai sumber pembangkit gelombang mikro. Laser memiliki kelebihan dalam hal koherensi yang berkaitan dengan kestabilan frekuensinya, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan microwave maupun miliwave yang jangkauan frekuensinya belum termanfaatkan secara maksimal. Kestabilan laser merupakan kunci yang harus diperhatikan ketika laser tersebut digunakan sebagai sumber cahaya dalam sebuah sensor maupun instrumen optik. (Setiono, 2012)

Sumber frekuensi gelombang mikro digunakan untuk banyak aplikasi seperti radar, komunikasi nirkabel, perangkat radio, instrumentasi modern dan lain sebagainya. Walaupun secara kecepatan transfer data jauh lebih unggul teknologi serat optik tetapi komunikasi nirkabel yang memanfaatkan gelombang mikro memiliki kelebihan dalam propagasinya yang dikenal line of sight termasuk

bandwidth yang lebar dan tentunya unggul dalam hal fleksibilitas. (Pozar, 2011) Gelombang mikro sendiri mempunyai jangkauan frekuensi yang luas, sekitar 1–106 GHz. Untuk mendistribusikan sinyal microwave menggunakan teknologi serat optik, karena serat optik memiliki sifat propagasi yang baik yaitu

(65)

Aplikasi gelombang mikro dalam teknologi Radar diperlukan sebuah

source (sumber) yang dapat menjangkau area yang luas sehingga daya optis (power intensity) dari sumber harus mampu menjangkau area tersebut. Oleh karena itu, penulis membahas tentang “Optimalisasi pembangkitan gelombang mikro menggunakan optical amplifier pada laser DFB”.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh desain sistematis yang mampu membangkitkan gelombang mikro berdasarkan teknik heterodyne optik.

2. Mendapatkan nilai amplifikasi optimum yang mampu meningkatkan daya optis laser.

3. Memperoleh kestabilan laser dioda terhadap perubahan temperatur dan arus injeksi pada saat pembangkitan gelombang mikro.

4. Mampu membangkitkan tunable gelombang mikro yang dapat dibaca secara langsung dari spectrum analyzer.

1.3. Pembatasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Metode pembangkitan gelombang mikro yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan teknik heterodyne optik dengan memanfaatkan beat signal yang terjadi pada mixing dua laser dioda.

(66)

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi maksud dan tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah: 1. Mempelajari suatu metode dalam membangkitkan frekuensi pada rentang

gelombang mikro yang tunable berdasarkan teknik heterodyne optik antara dua laser.

2. Mengamati dan menganalisa perubahan daya (intensitas) laser terhadap perubahan arus injeksi yang diberikan.

3. Mengamati dan menganalisa perubahan panjang gelombang laser dioda terhadap perubahan temperatur.

4. Mengetahui hubungan antara perubahan temperatur operasi laser dengan

sweep technique terhadap perubahan frekuensi pelayangan yang dihasilkan. 5. Mengetahui pengaruh amplifikasi daya laser terhadap setiap frekuensi beat

signal yang dihasilkan.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Memanfaatkan metode dalam pembangkitan tunable gelombang mikro menggunakan dua laser dioda yang di mixing berdasarkan perubahan temperatur operasi laser (sweep technique).

2. Sistem yang dihasilkan diharapkan mampu dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi seperti untuk telekomunikasi, RADAR dan lain sebagainya.

3. Memberi sumbangan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di Indonesia.

1.6. Lokasi Penelitian

(67)

ABSTRAK

Frekuensi yang berada pada rentang gelombang mikro dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan komponen RADAR seperti ground penetrating, sistem radio on fiber dan lain sebagainya sehingga tunabilitas dan power sebuah sumber frekuensi adalah hal yang sangat penting. Gelombang mikro dengan frekuensi yang dapat ditala (tunable) telah dibangkitkan yang memanfaatkan beat signal

(pelayangan) hasil mixing dua laser dioda jenis DFB (Distributed Feedback) dengan menggunakan teknik optical heterodyne. Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa dengan mengubah temperatur salah satu laser maka sinyal gelombang mikro yang terbangkit dapat ditala. Laser DFB 2 diatur agar arus dan temperaturnya konstan, sedangkan laser DFB 1 ditala temperaturnya sehingga panjang gelombangnya mendekati panjang gelombang laser DFB 2. Frekuensi gelombang mikro maksimal yang mampu terdeteksi adalah sebesar 8,432 GHz karena keterbatasan range pembacaan RF Spectrum Analyzer. Dari hasil penelitian ini diperoleh rata-rata perubahan frekuensi gelombang mikro sebesar 791 MHz untuk setiap perubahan 1 ℃. Karakterisasi daya optis dan panjang gelombang laser terhadap parameter yang berpengaruh yaitu temperatur dan arus injeksi laser telah dilakukan sebagai pengujian awal. Frekuensi gelombang mikro terbangkitkan dapat dioptimalisasi dengan menggunakan optical amplifier yang mampu menguatkan daya optis sinyal masukan dari laser dioda. Semakin besar arus maka daya optis laser juga semakin meningkat. Nilai minimum daya optis yang dihasilkan sebesar 0,06 mW pada arus 10,8 mA dengan nilai SNR (Signal to Noise Ratio) 45,51 dB dan nilai maksimum 0,9 mW pada arus 20 mA dengan nilai SNR 56,55 dB. Sedangkan dengan penambahan opticalamplifier, daya optis laser meningkat secara signifikan dengan nilai minimum sebesar 13,5 mW pada arus 10,8 mA dengan SNR 38,9 dB dan maksimum 16,8 mW pada arus 20 mA dengan nilai SNR 51,59 dB. Nilai SNR yang lebih besar adalah yang lebih baik, hasil ini menunjukkan bahwa SNR akan selalu terdegradasi sebagai sinyal setelah melewati komponen microwave, artinya penguatan ini juga meningkatkan noise.

Gambar

Gambar alat secara keseluruhan saat proses pengujian
Gambar 3.7. Kabel serat optik single mode
Gambar 3.8. Diagram Blok HSPD dan Amplifier (Iyon T. S. 2013)
Gambar 3.10. Radio Frequency Spectrum Analyzer (RFSA)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peristiwa redaman magnetik juga dapat ditunjukkan dari grafik kecepatan terhadap waktu untuk glider dengan tambahan 4 magnet yang terlihat pada gambar 4.9:. Gambar 4.9

Menimbang uraian diatas, unsur pembaruan pada penelitian ini adalah proses ekstraksi oleoresi kayu manis dengan menggunakan ekstraktor berbantu gelombang mikro

Dari grafik hasil simulasi yang ditunjukkan pada Gambar 5, dipilih parameter yang digunakan untuk melakukan optimasi pada penguat hybrid , panjang EDF = 4 m dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah mencari nilai kecepatan kendaraan sebelum dan sesudah melewati rumble strips, mengetahui nilai gelombang kejut kendaraan pada ruas jalan

Berdasarkan nilai Reflection Loss yang diperoleh maka daya serap terhadap gelombang mikro dapat diketahui dengan menunjukkan hubungan frekuensi terhadap nilai Reflection Loss

Gambar 23 merupakan grafik normalisasi gelombang teta yaitu sinyal yang telah mengalami filterisasi pada rentang nilai frekuensi 4-8 Hz untuk sampel data normal dan

Pemanasan dengan gelombang mikro mempunyai kelebihan yaitu pemanasan lebih merata karena bukan mentransfer panas dari luar tetapi membangkitkan panas dari dalam

Gambar 4.14 menunjukkan grafik efisiensi pembangkit dari kondisi sebelum dan sesudah dilakukan variasi. Kondisi existing nilai efisiensi pembangkit adalah 30.04 %, yang