• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bungkil kacang tanah dalam ransum ayam broiler ditinjau dari kandungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bungkil kacang tanah dalam ransum ayam broiler ditinjau dari kandungan"

Copied!
340
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)
(156)
(157)
(158)
(159)
(160)
(161)
(162)
(163)
(164)
(165)
(166)
(167)
(168)
(169)
(170)
(171)
(172)
(173)
(174)
(175)
(176)

Dalam rangka memperbaiki mutu gisi masyarakat teru- tama untuk pemenuhan protein hewani, perlu dilakukan pe- ningkatan penyediaan d a i n g dan telur sebagai salah satu prodult dari peternakan secara kontinu. Dengan demikian berarti pewediaan bahan pakan ternak juga akan mening- kat

.

Salah satu cara untuk memenuhi peningkatan produksi

4

daging dalam waktu yang relatif singkat, ialah pengem- bangan peternakan ayam tipe pedaging (broiler) yang cukup potensial. Karena biaya ransum merupakan biaya produksi terbssar serta merupakan kebutuhan mutlak y a w h a m s di- psnuhi untuk pertumbuhan ayam yang normal, maka bahan pa- kan merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhati- kan

.

Masalah yang sering dihadapi dalam penyediaan bahan pakan ternak mencakup masalah kuantitas, kontinuitas su- plai, kualitas Qan harga. Sampai saat ini bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan ransum masih banyak ber-

(177)

i n i , pemerintah merencanakan menguraqgi impor kacang

kedelai

untuk menghemat devisa, sehingga untuk memenuhi pengganti sumber p r o t e i n tersebut; maka penggunaan bung-

k i l kacang tanah dapat dipertimbangkan karena n i l a i g i s i -

nya hampir sama dengan bungkil kacang kedelai.

Karena t i d a k semua bahan pakan dapat diberikan sege-

ra kepada ternak dan juga untuk mengatasi kewrangan ba- han pakan pada musim hujan dan paceklik, maka perlu ada-

nya penyimpanan sehingga bahan pakan dapat t e r s e d i a seti-

ap saat. Pada w a k t u penyimpanan bahan pakan ternak mulai

d a r i produsen hags s i a p pakai oleh konsumen s e r i n g sa-

ngat lama, sehingga dapat mengakibatkan t e r j a d i n y a keru- sakan. Beberapa pewebab kerusakan bahan pakan selama

genyimpan antara l a i n karena kerusakan f i s i k , kimia, ti-

kus, serangga, bakteri, dan kapang.

Salah s a t u kapang rang s e r i n g menimbulkan kerusakan

pada bahan h a s i l pertanian sejak dipanen sampai s e l e s a i

pengolahannva terptama b i j i - b i j i a n , adalah

AsPerRillus

f l a w penghasil utama a f l a t o k s i n . Kapang t e r s e b u t per-

tumbuhannya paling dominan pada suhu 20

-

30 C dan kelem-

baban n i s b i (RE) s e k i t a r 85% (Diener dm Davis, 1969;

Christensen dan Kaufman, 1974). Pada umumnya d i Indonesia

(178)

baik bagi manusia maupun hewan, karena toksisitasnya yang tinggi dan bersifat karsinogenik (Van Rensburg, 1977).

*

Akhir-akhir ini masalah aflatoksin dibicarakan de- ngan hangat karena para penyusun ransum atau industri ransum ternak khawatir menggunakan bungkil kacang tanah sebagai bahan pakan ternak w a s . Sebagaimana diungkap- kan oleh Stoloff (1977), dari hasil pengumpulan data mengenai cemaran aflatoksin diberbagai negara berkembang ternyata kacang tanah merupakan bahan makanan yang paling banyak tercemar aflatoksin. Kacang tanah y a w mangandung af latoksin, maka bungkilnya juga tercemari, sehingga p e a - gunaan bungkil kacang tanah dalam ransum h a m s ' terlebih dahulu diyakinkan bebas dari racun tsrsebut (Wahju, 1978).

B m g k i l kacang tanah rata-rata mengandung 44,9% protein, 8,8% lmak, 12% serat kasar, 6.2% air dan 4,8%

abu deagan kandungan energi 2 800 kkal/kg (Woodroof, 1973). Dengan demikian bungkil kacang tanah merupakan suober protein nabati yang cukup tinggi untuk digunakan sebagai bahan pakan dalam ransum. Akan tetapi bila di- tinjau dari segi negatifnya yang dikhawatirkan kemungkin- an timbulwa pemgaruh aflatoksinnya, maka penggunaannya dalam ransum belum mendapat perhatian.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan cendawan dengan spesiesnya yang tumbuh pada bungkil kacang tanah

(179)

buagkil kao- tanab dalam ranerum di$injau dari s y l i af- latoksinnya s e r t a pemgaruhaya terhadap pertumbuhan ayam

*

broiler.

Kegmaan pemelitian i n i diharapkan dapat memberi-

kaa

infomasi tentang pemanfaatan bungkil kaoang tanab
(180)

"

i Indonesia pada umumnya kacang tanah (-

b

a

L.)

ditanam oleh petani dalam skala kecil.

~

Ta- naman ini biasanya tumbuh di dataran tinggi atau dataran rendah setelab padi sebagai tanaman monokultur atau tum- pangsari misalnya dengan jagung dan ubi kayu. Daerah panghasil kaoang tanah y a m utama di Indonesia, sebagai- mana dikutip oleh Muhilal dan Nuwadi (1977), berlokasi di delapan tempat dari 27 propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengab, Jawa Timur, Sumatera Utara, L a m , Bali, Nusa Tsnggara Barat dan Sulawesi Selatan dan kira-kira 70% di daerah Jawa (Oambar 1).

Kaoang tanah merupakan bahan makanan kacang-kacangan yaqg utama di Indonesia dan menampati tempat kedua sete-

le kacamg kedelai. Bampir s m a kacang tanah digunakan untuk konsumsi manusia. Produksi kacang tanah tiap tahun diperkirakan 0,5 ~juta ton kacang tanab tidak berkulit pa- da luas 550 000 ha, deagan hasil antara 0.5

-

1,5 tonha

(Macbmud, 1987). Konsumsi Lacang tanah lepas kulit per kapita setiap hari sebanyak 8,96 g/hari rang menganduag 40 kalori, 2,27 # protein. dan 3,83 g lemak (Biro Pusat Statietik, 1986).

(181)

*

Daerah Produksi

Sambas 1. Daerah Praduksi ~ a c a n g Taneh D i I n d o n e s i a

(182)

dalam Tabel 1. 'Peningkatan produksi t e r h a d a p tahun se-

belumwa b e r t u r u t - t u m t tahun 1984 s e b e s a r 16,3045, tahun

1986 s e b e s a r 16,29%. Sedangkan pentrrunan prcrdvksi t e r ja-

d i pada tahun 1985 s e b e s a r 1,31% dan tahun 1987 s e b e s a r

Tabel 1. Luas Panen,Produksi, H a s i l Rata-rata p e r H a dalam PELITA I V dan Proyeksi Produksi Kacang Tanah Tahun 2000

...

Luas Produksi H a s i l Proyeksi Proyeksi panen r a t a - produksi r a t a - r a t a

r a t a tahun peningkatan Tahun (000 h a ) (000 t o n ) (ton/ha) 2000 prwduks i

(000 t o n ) dalam p e r i o - d e 1984-2000

(%/tahun

Sumber : a h s a t P e n e l i t i a n dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor (1988)

(183)

Praiuksi kaoang tanah tahun 2000 sebesar 1880 ribu demgan rata-rata peningkatan produksi dalam periods 1984- 20b0 sebesar 8.34% jauh lebih tinggi bila dibandingkan dsrpSan rata-rata penisgkatan produksi dalam peride 1969-

1985 mebemar 4,87% (Affandi, 1988).

Kenaikan produksi ini menunjukan bahwa praduksi ka- oang tanah untuk masa yang akan datang mempunyai prospek

yang baik. Untuk mencapai peningkatan produksi ini di- perlukan teknolwi rang dapat msnunjang, dengan memanfa- atkan seoptimal -kin teknologi produksi yang sudah ada, maka diharapkan dapat tercapai sasaran pruiuksi

rang

telah diproyeksikan pada tahun 2000.

Bamyaknya pemakaian kaoang tanah dan hasil olahannya dapat dilihat gada Tabel 2 (data Survei Tahunan Perusaha-

an Industri

Besar dan Sedang untuk tahun 1984 dan 1985).

Tabel 2. Banyaknya Pemakaian Kacang Tanah dan Hasil Olahannya (Lokal dan Impor) pada Perusahaan Industri

Tahun

URAIAN

Jumlah Nilai

(ton)

(000

Bp)

...

1 9 8 4 ~ Kacang tanah berkulit 291 97.000 Minyak kacang tanah 449 484.798 BupBkil kaclang tanah 375 182.907 1 9 8 5 ~ Kacamg tanah berkulit 224 133.845 Minyak kacang tanah 445 294.969 Bungkil kacang t m a h 230 132.155 Sunibar :

%ire

Pusat Statistik (1986)
(184)

Bungkil adalah hasil limbah dari bahan-bahan yang

4

dapat diambil minyaknya seperti misalnya kacang tanah, kacaag kedelai, biji bunga matahari, kopra dan lain-lain. Kebanyakan hasil limbah ini digunakan untuk makanan ter- nak.

Sumber protein nabati y a w sudah biasa diguaakan di

Indonesia

ialah kacang kedelai, bungkil kacang kedelai,

buagkil kaoang tanah, kacang-kacangan, dan bungkil kela- pa, sedangkan dari sumber protein hewani ialah tepung

ikan, tepung darah, bekicot dan binatang kerang lainnya. Memurut Woodroof (1973), nilai nutrisi kacang tanah cuhrp tinggi (Tabel 3). Komposisi ini bergantung 'dari perbedatan varietas dan kualitas kacang tanah.

Tabel 3. Komposisi dan Nilai Nutrisi Kacang Tanah

...

Zat . Makanan Bata-rata (%)

Kadar air Rotein

Leaak

Serat kasar

BETN

Abu - - - -
(185)

10 Bungkil Lac- tanah sebagai salah satu sumber bahan makanan nabati rang cukup tinggi, rata-rata mengandung pkotein sebanyak 44,9% dan energi sebanyak 2 800 kalori (Woodroof, 1973). Bungkil kacang tanah yang kaya protein ini, jika pengolahan dan penyimpanannya kurang baik, akan merugikan karena sering berkapang terutama &

flavus

rang menghasilkan aflatoksin. Kacang tanah y W merugandung aflatoksin, maka bungkilnya juga &an tercemari aflatoksin, sehingga penggunaannya dalam ransum wggas h a m s terlebih dahulu diyakini bebas dari racun tersebut ( Wah ju, 1978 )

.

Selanjutnya dikemukakan oleh Woadroof (1973) bahwa segi kelemahan kacang tanah dan bungkilnya mengandung asam-asam amino esensial yang rendah sebagai bahan makan- an rnanusia dan hewan, yaitu lisin dan metionin. Komposi- si asam amino bungkil kacang tanah dan bungkil kedelai

(NBC,

1984) tercantum dalam Tabel 4. Wahju (1978) me-
(186)

Tabel 4. Komposisi A s a m - A s a m Amino Bungkil Kacang Tanah dan Bungkil Kedelai

...

Asam-asam amino

( % I

Bungkil kacang Bungkil tanah k e d e l a i

...

Arginin 5 , 4 3,68

S i s t i m 0 , 7 0,73

G l i s i n

H i s t i d i n

I s o l e u s i n 1 , 8 2,57

L i s i n

Me*ionin

F e n i l a l a n i n

Treonin

T r i p t o f an

T i r o s i n

Valin 2,4 2,72

*

...

Sumber : NBC ( 1984)

p a t a n pertumbuhan sampai 40%. Dan a p a b i l a k e dalam ran-

sum t e r s e b u t ditambahkan

l i s i n

t e t a p i masih kekurangan metionin, kecepatan pertumbuhan masih terhambat sampai

20%. Dan j i k a ditambahkan l i s i n dan metionin t e t a p i

t r e o n i n masih kekurangan, maka kecepatan pertumbuhan akan

(187)

12 L-treonin, yakni dengan penambaban tepung ikan atau bung- kil kacang kedelai sehingga kekurangan asam-as- amino tgraebut terpenuhi.

Selain daripada itu, karena bungkil kacang tanah se- ring mengandung aflatoksin, maka penggunaannya dalam ran- sum perlu diperhatikan. Pada tahun 1960, sekitar 100 000 ekor kalkun muda dilaporkan mati di Inggris karena mema- kan ransum dari bungkil kacang tanah yang telah berka- pang. Karena etiologi dari penyakit tersebut belum dike- tahui, maka penyakit tersebut dinamakan "Turkey X

diseases" dengan tanda-tanda hilangnya nafsu makan, kele- s u m dan kelemahan s w a p (Goldblatt, 1969; Detroy &

d.,

1971). ~ s p l i n dan Carnaghan (1961) menyimpulkan bahwa itik lebih peka daripada ayam setelah pemberian 10% bung- kil kacang tanah. Pada itik kematian yang pertama terja- di pada hari ke 15, sedangkan pada ayam sampai umur 6 minggupun belum terjadi kematian.

Svatu insidm lain terjadi pada anak-anak itik di Kenya tentang terjangkitnya penyakit seperti "Turkey X

(188)

dan empsdu, sedangkan pada t i k u s , babi dan ikan tawar me-

webabkan kanker h a t i (Detroy &

d.,

1971).

Molekul a i r dalam suatu bahan pakan menyebar d i

antara jaringan molekuler dengan bentuk ikatan kimiawi

mauptan f i s i k dengan komponen kimia bahan pakan. Berda-

sarkan bentuk i n t e r a k s i t e r s e b u t keadaan a i r d i dalam ba-

han dibagi dalam t i g a kategori, y a i t u t e r i k a t secara ki-

miawi, secara f i s i k dan dalam keadaan bebas dalam s i s t e m

k a p i l e r (Rockland, 1969).

Kekuatan ikatan d i antara k e t i g a bagian a i r t e r s e b u t

berbeda-beda, untuk memutuskan ikatan t e r s e b u t diperlukan

energi penguapan. Besarnya energi penguapan untuk a i r

bebas paling rendah dibandingkan dengan a i r yaqg t e r i k a t secara f i s i k , sedangkan energi penguapan yang t e r i k a t secara kimiawi paling besar d i antara ketiga macam a i r

t e r s e b u t . Dalam proses pengeringan, yang' pertama k a l i

diuapkan adalah a i r bebas kemdian a i r lainnya. A i r rang

dapat diuapkan disebut a i r menguap (vaporable water).

Randungan a i r dalam bahan pakan mempengaruhi daya tahan bahan pakan terhadap serangan mikroba yang dinyata-

kan dengan a~ (water a c t i v i t y ) y a i t u jumlah a i r bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisma untuk pertumbuh-

(189)

14 w a r dapat tumbuh dengan baik misalnya untuk bakteri

=

0.90; khamir (~gg

=

0.80

-

0.90; kapang

q,~

=

0.60

-

Menurut Setijahartini (1985), bahan pakan yang di- kerimgkan akan memalami peaguapan air bebas rang ada pa- da permukaan bahan tersebut habis. Keadaan ini dikatakan sebagai keadaan keseimbangan antara penmapan dan pengem- bunan. Kadar air dalam keseimbangan ini dikatakan seba- gai kadar air keseimbangan (Equilibrium Moisture Con- tent). Keseimbangan kadar air bahan terjadi pada euhu tertentu dan ditentukan oleh kelembaban nisbi.

Nilai

9

suatu bahan pakan mempunyai hubuagan de- M a n kelembaban nisbi udara (RE). RE adalah perbandingan antara tekanan uap air di udara dengan uap air jenuh pada suhu yang sama. Pada keadaan keseimbangan, a~ suatu ba- han pakan akan sebanding d e w a n REI udara disekelilingnya deagan persamaan sebagai berikut :

-

. .

aW

-

-

(190)

15 pada kondisi yan# baik, sehingga selama penyimpanan baik

isi, bentuk dan penampakannya masih diterima konsumen. V e b e l u m suatu bahan pakan mencapai kadar air yang dikehendaki, perubahan kelembaban nisbi akan menyebabkan perubahan kadar air bahan. Apabila kadar air bahan dimu- lai dari yang paling kecil, selanjutnya dengan menetapkan harga kadar air bahan y a m berkeseimbangan dengan kelem- baban nisbi akan diperoleh sebuah kurva absorpsi air. Dan sebaliknya, apabila perubahan tersebut dimulai dari keadaan baaah, akan diperoleh kurva desorpsi air bahan pakan yang bersangkutan. Isoterm sorpsi air mencakup proses absorpsi dengan desorpsi molekul-molekul air pada suhu tetap. Labusa (1972) &i

dalam

Winarno (1986), mem- bagi isoterm sorbsi air menjadi tiga daerah (Gambar 2). Daerah

A

menyatakan absorpsi air bersifat satu lapis mo- lekul air, daerah

B

menyatakan terjadinya pertambahan lapisan-lapisan atas satu lapis molekul air itu, dan dae- rah C terjadi kondensasi pada pori-pori bahan.

Menurut derajat keterikatan air, air yang terikat dapat dibagi atas 4 tipe (Winarno, 1986). Tipe

I

adalah molekul air rang terikat p d a molekul-molekul lain mela-
(191)

Gambar 2. Bentuk Umum Isoterm Sorpsi Air Pada Bahan Pakan (Labusa, 1972

di

daJaal

Winarno, 1986 )

pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan de- ngan cara pengeringan. Reaksi yang nyata dalam bahan pa- kan adalah peningkatan oksidasi lemak. Bila setelah tipe air

I,

air tsrikat lagi membentuk air tipe 11. Oksidasi leaaak. akan meningkat dengan adanya pengembangan volume

'3

(192)

17 lemak akan dikurangi. Tipe I11 adalah air rang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti mem- bran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe I11 inilah yam seringkali disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Tipe IV adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni.

Scott

al.

(1976) dan Wogan (1976) telah memberi- kan gambaran beberapa jenis mikotoksin yang sering terda- pat pada bahan pakan dan pangan (Tabel 5).

Aflatoksin hanya dihasilkan oleh galur tertentu dari AsPeFaillusflavusdanLParasltlcus

. .

(Diener dan Davis,

1969). &

flavus

umunya berada dimana-mana, di udara, di air, di tanah dan tumbuh pada bahan pakan dan pangan an- tara lain jagung, beras dan biji kapas (Mereau dan Moss,

1979). Selanjutnya dikemukakan bahwa &

flavus

juga di- isolasi dari kacang kedelai dan tepungnya, kopra, ubi

7

k m , buah coklat, bi ji kopi, kacang tanah Braeil, bi ji kemiri, tembakau, sorgum, gandum, bi ji bunga matahari, k a c a polang, biji cemara, buah kenari, lada merah, buah bit, buah per, daging babi, dan se jumlah bahan pangan la-

Batas optimun pertumbuhan &

flavus

dan & Parasi.

-

(193)

label 5, Hikotoksin Yang Sering Terdapat Pada Bahan Pakan Dan Pangan

Toksin Kapang Bahan rakanan Akibat yang yang terkena d i ti r b u l kan

...

Asperail l u s sp.

Aflatoksin A,flavus, Kacang tanah, rinyak Keracunan hati, kanker yang berasal dari b i ji- pada beberapa jenis

$ parasiticus b i jian, b i ji - b i j i a n hewan lkerungkinan pa- da ranusia)

Sterigrato- A, nidulans Serealia Racun dan tanker s i r t i n A, versicolor h a t i pada t i k u s

Okratoksin I\, ochraceus Serealia, b i ji - b i j i a n Racun pada g i n j a l tikus

P e n i c i l l i u r sp.

Luteoskirin P, j slandicur Beras Racun, rungkin karsinogen pada h a t i t i k u s

Patuiin P, articae l p e l dan produk Perbengkakan, racun pada

P, c l a v i f o r r i olahannya g i n j a l t i k u s

Rubratoksin P, rubrur B i j i - b i jian

S i t r i n i n P, c i t r i n u a

Fusariur sp.

Zoaralenon 6 i bberel l a

z

m

Jagung Hyperestrogcnisr pada babi dan hewan percobaan

Alimentary F, ~oae, F, sooro- Jawawut, serealia Panleukocytopenia karena toxic aleu- trichioidos , kerusakan sursur tulmg, k i a (ATA) keaatian l e b i h 602 pada

ranusia (epiderris) T

-

2 toksin F, t r i c i n c t u a B i ji - b i j i a n

12, 13-epo- Fusariur spp. Jagung

,

rereal i a Cardiovascul ar c o l l aps, xytricothe- Trichodorra spp., pengguapalan cepat

,

leuko- canes 6liocladiur spp., p e r i l , rungkin sehubungan

Tricotheciur spp. adanya ATA pada ranusia

Asar k o j i k Banyak spesies B i ji - b i j i a n kapang

...

(194)

19

timum untuk meaghasilkan a f l a t o k s i n pada suhu 25 C dan

30 C pada FGl 85%, dan pertumbuhan cendawan optimum b i l a

kadar a i r bahan 15

-

30% (Anonymous, 1987).

Menurut Diener dan Davis (1969),

&

f l a w sebagai cendawan m e s o f i l i k umumnya tumbuh pada temperatur m i -

nimum 6

-

8 C, optimum 36

-

38 C dan maksimum 44

-

46 C.

Pembentukan a f l a t o k s i n d i c a p a i dalam dua h a r i dengan ka-

d a r a i r 15 dan 30% pada temperatur s e k i t a r 32,2 C dan

empat h a r i pada kandungan kadar a i r a n t a r a 20 dan 31%

dengan t e m p e r a t u r s e k i t a r 2 1 , l C dan RH 84

-

86%. Se-

l a n j u t n y a dinyatakan bahwa temperatur dan waktu yang

optimal b a g i &

flavus

untuk memproduksi a f l a t o k s i n pada

k u l t u r kacang t a n a h y a i t u pada temperatur 25 C dengan

waktu 7

-

9 h a r i , pada temperatur optimum 30 C dengan 5

-

7 h a r i dan pada temperatur maksimum 20 C dengan waktu 11

-

13 h a r i .

Kelembaban yang t i n g g i d i daerah t r o p i s menurut

Heathcote dan Hibbert (1978) merupakan k o n d i s i yang sesu-

,

a i untuk pertumbuhan kapang & f l a w yang akan mengha-

s i l k a n a f l a t o k s i n . H a s i l pengumpulan d a t a cemaran a f l a -

t o k s i n d i b e r b a g a i negara berkembang mengungkapkan bahwa

kacang t a n a h merupakan bahan pangan yang p a l i n g banyak

tercemar a f l a t o k s i n ( S t o l o f f , 1977).

Semenjak dipanen sampai s e l e s a i pengolahan banyak

(195)

untuk ditumbuhi kapang &

flavus

yang dapat diperkirakan adanya aflatoksin (Anonymous, 1987). Di Indonesia adanya pencemaran aflatoksin pada kacang tanah dan hasil olahan- nya, kacang kedelai dam hasil olahannya, jag- dan bahan makanan lainnya telah banyak diteliti.

Roedjito &

d.

(1972) melaporkan, bahwa hanya se- bagian kecil bungkil kacang tanah yang langsung diolah menjadi ancam, sedangkan sebagian besar melalui penyim- panan terlebih dahulu. Penyimpanan ini memungkinkan tum- buhnya kapang penghasil aflatoksin, sehingga bahap pangan

rang terbuat dari bungkil kacang tanah sebagian besar su- dah tercemar aflatoksin.

Pemeriksaan kandungan aflatoksin dalam kacang tanah dan olahannya dipelbagai tempat penjualan di Bugor telah di teliti oleh Muhilal &

&

(1972). Dikemukakan bahwa kacang tanah yang dijual di pengecer hampir selalu me-

wandung aflatoksin, sedangkan di tingkat grosir dan toko lebih jarang didapati mengandung aflatoksin. Hal ini ka-

(196)

21 Penelitian terhadap cendawan gudang telah dilakukan

oleh Dharmaputra dan Rahayu ( 1985 )

,

mereka mengemukakan b&wa paling sedikit ada empat spesies bsperaillu .dan

. .

.

satu spesies

Penlclllum

yang menyerang kacang tanah pada peny impanan.

Menurut Muhilal (19861, sebagian besar hasil olahan

kacang tanah tercemar aflatoksin yang paling tinggi dite-

mui pada bungkil kacang tanah (Tabel 6). Hasil analisis aflatoksin menunjukkan bahwa hasil olahan kacang tanah y a w bentuk fisiknya tidak dapat dikenali lagi pada umum-

nya tercemar aflatoksin dengan kadar y a m cukup tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa untuk bahan pembuatan hasil

olahan kacang tanah rang keadaan fisiknya tidak akan di- kenali konsumen, para produsen cenderung untuk mengguna- kan kacang tanah yang mutunya lebih rendah dan harganya

lebih murah. Karena kacang tanah aslinya sudah dicemari

aflatoksin maka akan terbawa pada hasil olahannya. Se- lanjutnya dikemukakan bahwa cemaran aflatoksin pada hasil

olahan kacang tanah ini belum menggambarkan keadaan sebe-

narnya karena cemaran aflatoksin dapat berubah dari waktu

kewaktu, sebagaimana tampak dari hasil survai yang telah dilakukan di Bogor pada tahun 1970, 1976, dan 1984 cende- rung menurun. Oleh sebab itu disarankan adanya upaya

(197)

22 Kacang kedelai dan hasil olahannya pada umumnya ti- dak tercemari aflatoksin (Tabel 6) (Muhilal, 1986). Hal in3 mungkin disebabkan oleh kulit kacang kedelai cukup tebal dan tidak m d a h terkupas sehingga peluang untuk tumbuh cendawan lebih kecil, kadar air kacang kedelai rendah yang juga mengurangi peluang ditumbuhi &

flavus

dan ternyata & flavus yang diinfeksikan pada kacang ke- delai tidak mampu untuk biosintesa aflatoksin. Dugaan pe- penyebab y a m paling kuat menurut Venkitasubramanian (1977) karena Zn pada kacang kedelai diikat oleh fitat,

sedangkan Zn adalah zat esensial yang membantu biosintesa aflatoksin oleh &

flavus.

Sebagian dari kandungan aflatoksin pada kacang tanah dan hasil olahannya adalah aflatoksin

B1

dan G1 dilapor- kan mampu sebagai karsinogen hati (Husaini dan Karjadi,

1973; Pang &

d.,

1974; Muhilal dan Nurjadi, 1977). Muhilal dan Nurjadi (1977) menerangkan bahwa kejadian kanker hati pada planusia dan hewan di Indonesia cukup

tinggi. Peranan aflatoksin terhadap kanker hati pada manusia menunjukkan bahwa banyak penderita kanker hati

primer diasosiasikan dengan makanan yang dikonsumsi dari

bahan pangan y a m terkontaminasi aflatoksin dan kebiasaan

makan kacang tanah hampir setiap hari sejak kecil. Pasien yang berjumlah 81 orang terdiri atas 66 pria dan

(198)

Tabel 6. Cemaran Aflatoksin Hasil Olahan Kacang Tanah dan Kedelai

Hasil olahan Jumlah Rataan cemaran aflatoksis

contoh B1 G1

...

Kacang tanah :

Bungkil kacang tanah 20 126 174

Minyak goreng 20 61 82

Oncom 39 67 120

Goreng oncom 16 41 83

Kacang tanah (bahan untuk pembuatan bungkil

F

kacang tanah ) 20 180

Kacang goreng 5 0 0

Enting-enting gepu 5 170 83

Kacang kedelai :

Tempe 10 0 0

Kecap 10 0 34,5*

Oncom ampas tahu 10

Tauco 5

Tepung tempe 4 0 0

Kedelai 5 0 0

--__----_---_---

Sumber : Muhilal (1986)
(199)

24

pasien jaringan hatinya mengandung af latoksin B1, GI, dan

M1

dengan kadar aflatoksin berkisar antara jumlah paling

s d i k i t sampai 400 ppb. Demikian pula dari hasil ana-

lisis urinenya menunjukkan bahwa sebanyak 95% dari pasien

urinenya mengandung dari yang paling sedikit sampai 333 ppb aflatoksin MID 277 ppb aflatoksin B1 dan 674 ppb af- latoksin GI. Namun pada pemeriksaan kedua setelah dibe- rikan nasihat untuk tidak memakan lagi makanan yang di-

duga memandung aflatoksin, maka ternyata aflatoksin di dalam urine dan jaringan hati tidak ditemukan lagi.

Beberapa contoh jagung rang sedang dikeringkan di-

temukan tercemar aflatoksin pada kadar yang cukup tinggi

(Bahayu dan Dharmaputra, 1985), yaitu tingkat serangan &

flavus

berkisar antara 1,48

-

80,32% dan dua spesies

lain yaitu &

Parasltlcus

. .

dan & flavus var. columnaris

mengandung kadar air 10,05

-

27,66%. Enam contoh jagung mengandung 2

-

83 ppb aflatoksin BID sedangkan aflatoksin

lain tidak terdeteksi. Selanjutnya Bahayu dan Dharmaputra

( 1986) menyimpulkan' bahwa persentase bi ji yang terserang oleh & f l a w dan & ~ e r a s i t i c u

-

*

meningkat selama penge-

ringan. Akan tetapi metode pengeringan dengan oven

(60 C) dapat mengurangi perkembangan cendawan.

Inventarisasi cendawan pada jagung, kacang kedelai,

(200)

25

csndawan rang predominan termasuk genera &mrgUhs dan

. . .

masing-masing yaitu Bugus & =andidus, gugus

~ ' ~ l a u c u s , ~ u g u s L ZUUS, ~ w u s L

niRer,

~ u g u s L

. -

-

restrictus

dan Ee~icilllum SPP.

Struktur aflatoksin yang ditetapkan bergantung pada interpretasi ultraviolet, infra merah, "nuclear magnetic resonance" dan spektra massa (Assao &

d.

,

1965; Goldblatt, 1969). Rumusan struktur dan derivat-derivat- nya dapat dilihat pada Gambar 3 (Detroy &

d.,

1971).

Beberapa peneliti antara lain Wogan (1966), Gold- blatt (1969) dan Detroy &

.

(1971) mengemukakan bahwa aflatoksin induk merupakan aflatoksin B1, B2, G1

d m G2 yang diperoleh berdasarkan fluoresensi yang ditim- bulkan bila disinari dengan sinar ultraviolet yaitu afla-

toksin B (blue) dan aflatoksin G (green).

Dari segi r u m s bangunnya aflatoksin B1, B2, GI, dan

G2 tidak banyak berbeda, kecuali pada ikatan rangkapnya.

Aflatoksin B2 merupakan derivat dihidro B1, sedangkan aflatoksin G2 merupakan derivat dihidro GI.

Hasil metabolisme cendawan mengandung suatu inti

Gambar

Tabel  1.  Luas  Panen,Produksi,  H a s i l   Rata-rata  p e r   H a   dalam  PELITA  I V   dan  Proyeksi  Produksi  Kacang  Tanah  Tahun  2000
Tabel 3.  Komposisi dan Nilai Nutrisi Kacang  Tanah
Tabel  4.  Komposisi  A s a m - A s a m   Amino  Bungkil  Kacang  Tanah  dan  Bungkil  Kedelai
Gambar  2.  Bentuk  Umum  Isoterm Sorpsi Air Pada  Bahan Pakan (Labusa, 1972  di  daJaal  Winarno,  1986  )
+2

Referensi

Dokumen terkait

Rataan Bobot relatif Organ Dalam Ayam pada Perlakuan Penggunaan Endopower β ® dalam Ransum yang Mengandung Bungkil Inti Sawit .....

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bungkil biji kapuk (Ceiba pentandra) dapat digunakan sebagai bahan pakan dalam ransum domba lokal jantan

Pengaruh Penggunaan Bungkil Kelapa yang Difermentasi dengan Ragi Tape dalam Ransum Terhadap. Bobot Karkas Ayam Broiler Jantan

pengaruhi angka konversi ransum, namun demikian bobot badan akhir ayam broiler yang dihasilkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, sehingga bungkil

Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap Sebagai Substitusi Bungkil Kedelai dalam Ransum Terhadap Nilai Kecernaan Ayam Pedaging Broiler

Judul Skripsi : Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap dalam Ransum sebagai Substitusi Bungkil Kedelai terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Pakan

Berdasarkan hal tersebut, penelitian performan ayam broiler yang diberi ransum komersil yang sebagian disubstitusi dengan menir dan bungkil kelapa serta

Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap Sebagai Substitusi Bungkil Kedelai dalam Ransum Terhadap Nilai Kecernaan Ayam Pedaging Broiler