PENGARUH PENGGUNAAN ENDOPOWER
β
®DALAM
RANSUM KOMERSIL YANG MENGANDUNG
BUNGKIL INTI SAWIT TERHADAP KARKAS
DAN ORGAN DALAM AYAM BROILER
SKRIPSI
Oleh:
HASUDUNGAN SILITONGA
090306056
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PENGGUNAAN ENDOPOWER
β
®DALAM
RANSUM KOMERSIL YANG MENGANDUNG
BUNGKIL INTI SAWIT TERHADAP KARKAS
DAN ORGAN DALAM AYAM BROILER
SKRIPSI
Oleh:
HASUDUNGAN SILITONGA
090306056
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Pengaruh Penggunaan Endopower
β
® dalam Ransum Komersil Yang Mengandung Bungkil Inti Sawit Terhadap Karkas dan Organ Dalam Ayam BroilerNama : Hasudungan Silitonga
NIM : 090306056
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Usman Budi, Spt, M.si Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Penggunaan Endopower β® dalam Ransum Komersil Yang Mengandung Bungkil Inti Sawit Terhadap Karkas dan
Organ Dalam Ayam Broiler”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa,
semangat dan pengorbanan material maupun moril yang telah diberikan selama
ini. Kepada Bapak Ma’ruf Tafsin selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak
Usman Budi selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu, pikiran, tenaga dan dorongan maupan memberikan informasi yang
berharga bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan proposal ini dan semua
pihak yang ikut membantu.
Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan
bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku bidang usaha
DAFTAR ISI
Kebutuhan nutrisi broiler ... 9
Ransum ayam broiler ... 10
Pelaksanaan penelitian ... 23
Persiapan kandang ... 23
Bobot relatif usus halus ... 31 Bobot relatif usus besar ... 32 Rekapitulasi hasil penelitian ... 33
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 35 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
No. ... Hal.
1. Luas perkebunan (Ha) dan pertumbuhan kelapa sawit di Indonesia tahun
2010-2012. ... 2
2. Luas areal tanaman dan produksi kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara bedasarka pengeloaan tahun 2008-2012 ... 3
3. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit ... 7
4. Kandungan nutrisi ransum komersil sabas 8118 dan sabas 8128 ... 11
5. Kandungan nutrisi ransum basal starter ... 11
6. Kandungan nutrisi ransum basal finisher ... 12
7. Rataan Bobot Potong Ayam pada Perlakuan Penggunaan Endopower β® dalam Ransum yang Mengandung Bungkil Inti Sawit ... 25
8. Rataan Bobot Karkas Ayam pada Perlakuan Penggunaan Endopower β® dalam Ransum yang Mengandung Bungkil Inti Sawit ... 27
9. Rataan persentase karkas Ayam pada Perlakuan Penggunaan Endopower β® dalam Ransum yang Mengandung Bungkil Inti Sawit ... 29
DAFTAR GAMBAR
No. ... Hal.
1. Grafik Rataan Bobot Potong Ayam pada Perlakuan Penggunaan Endopower β®
dalam Ransum yang Mengandung Bungkil Inti Sawit ... 26
2. Grafik Rataan Bobot Karkas Ayam pada Perlakuan Penggunaan Endopower β®
dalam Ransum yang Mengandung Bungkil Inti Sawit ... 28
3. Grafik Rataan persentase karkas Ayam pada Perlakuan Penggunaan Endopower β®
ABSTRAK
HASUDUNGAN SILITONGA 2015 “Pengaruh Penggunaan Endopower β®
dalam Ransum Komersil Yang Mengandung Bungkil Inti Sawit Terhadap Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler”. Dibimbing oleh MA’RUF TAFSIN dan USMAN BUDI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang disuplementasi Endopower β® dalam ransum terhadap karkas dan organ dalam ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Jl. Prof. Dr.A.Sofyan No 3, Medan. Penelitian dilaksanakan selama 35 hari dimulai dari Oktober-November 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan setiap ulangan terdiri atas 8 ekor broiler. Perlakuan ini terdiri atas R0a (Ransum Komersil 100%); R0b (Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit); R1 (Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,02% Endopower β®
);R2 (Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,04% Endopower β®
); R3 (Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,06% Endopower β®)
Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot potong (g) R0a, R0b, R1, R2, R3 adalah1850,80, 1608,65, 1652,40, 1702,05, 1720,95. Bobot Karkas(g) R0a, R0b, R1, R2, R3 adalah 1296,40, 1026,15, 1111,80, 1147,65, 1183,75. Persentase karkas(%) R0a, R0b, R1, R2, R3 adalah 70,16, 63,92, 67,32, 67,48,
68,80. Penggunaan endopower β dalam ransum komersil yang mengandung
bungkil inti sawit 20% berpengaruh sangat nyata terhadap bobot potong
bobot karkas dan persentase karkas. Kesimpulan dari penelitian ini
endopower β dapat diberikan pada ransum ayam broiler hingga 006%
meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan menurunkan bobot organ dalam
ABSTRACT
HASUDUNGAN SILITONGA 2015 "Influence of Endopower β® in Rations Containing Commercial Palm Kernel Cake Against carcass and organs in Broiler Chickens". Guided by MA'RUF TAFSIN and USMAN BUDI.
This study aimed to determine the effect of palm kernel cake Endopower
β® supplemented in the diet of the carcass and organs in broiler chickens. This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Studies Program Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Jl. Prof. Dr.A.Sofyan No. 3, Medan. The experiment was conducted for 35 days starting from October to November, 2013. The design used in this research is completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications each replications consists of 8 tails broiler. This treatment consists of R0a (Commercial Rations 100%); R0b (+ 20% Commercial Rations Palm Kernel Cake); R1 (+ 20%
Commercial Rations Palm Kernel Cake + 0.02% Endopower β®); R2 (+ 20% Commercial Rations Palm Kernel Cake + 0.04% Endopower β®); R3 (+ 20%
Commercial Rations Palm Kernel Cake + 0.06% Endopower β®)
The results showed the average slaughter weight (g) R0a, R0b, R1, R2, R3 adalah1850,80, 1608.65, 1652.40, 1702.05, 1720.95. Carcass weights (g) R0a, R0b, R1, R2, R3 is 1296.40, 1026.15, 1111.80, 1147.65, 1183.75. Carcass percentage (%) R0a, R0b, R1, R2, R3 are 70.16, 63.92, 67.32, 67.48, 68.80. The
use of β endopower in commercial ration containing 20% palm kernel cake very significant effect on carcass weight and slaughter weight carcass percentage. The conclusion of this study endopower β can be given to broiler rations up to 006% increase slaughter weight, carcass weight, carcass percentage and lower organ weights in
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Humbang Hasudundutan, pada tanggal 15
September 1991 dari Bapak Maslan Silitonga dan Resendi Banjarnahor. Penulis
merupakan anak ke lima dari enam bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMP Santo Yosef di Lintongnihuta. Tahun
2009 penulis lulus dari SMA Negeri I di Dolok Sanggul. Tahun 2009 penulis
masuk di Program studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara melalui SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Selain mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Anggota dan pernah
menjabat sebagai sebagai Ketua Inagurasi penyambutan mahasiswa baru Program
Studi Peternakan FP USU tahun 2012, Ketua Panitia Retreat Ikatan mahasiswa
Kristen Peternakan (IMAKRIP) tahun 2011, wakil ketua Gerkan Mahasiswa
Kristen Indonesia (GMKI koms FP USU) masa bakti 2012/2013, sekretaris
panitia perayaan natal Peternakan FP USU tahun 2012, sekretaris panitia
olimpiade antar SMA/ SMK se kabupaten Humbahas di Ikatan Mahasiswa
Humbang Hasundutan USU (IMHU) tahun 2012, anggota Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa Faklutas (MPMF) di Pemerintahan Mahasisawa
(PEMA USU) Periode 2011/ 2012, pengurus di Himpunan Mahasiswa Peternakan
(IMAPET FP USU) periode 2011/2012, pengurus di Ikatan Mahasiswa Kristen
Peternakan (IMAKRIP) periode 2010/2011, deklarator Persatuan Mahasiswa
Humbang Hasundutan (PERMATAN) dan anggota muda-mudi gereja HKBP
simalingkar B.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kabupaten
ABSTRAK
HASUDUNGAN SILITONGA 2015 “Pengaruh Penggunaan Endopower β®
dalam Ransum Komersil Yang Mengandung Bungkil Inti Sawit Terhadap Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler”. Dibimbing oleh MA’RUF TAFSIN dan USMAN BUDI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang disuplementasi Endopower β® dalam ransum terhadap karkas dan organ dalam ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Jl. Prof. Dr.A.Sofyan No 3, Medan. Penelitian dilaksanakan selama 35 hari dimulai dari Oktober-November 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan setiap ulangan terdiri atas 8 ekor broiler. Perlakuan ini terdiri atas R0a (Ransum Komersil 100%); R0b (Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit); R1 (Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,02% Endopower β®
);R2 (Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,04% Endopower β®
); R3 (Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,06% Endopower β®)
Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot potong (g) R0a, R0b, R1, R2, R3 adalah1850,80, 1608,65, 1652,40, 1702,05, 1720,95. Bobot Karkas(g) R0a, R0b, R1, R2, R3 adalah 1296,40, 1026,15, 1111,80, 1147,65, 1183,75. Persentase karkas(%) R0a, R0b, R1, R2, R3 adalah 70,16, 63,92, 67,32, 67,48,
68,80. Penggunaan endopower β dalam ransum komersil yang mengandung
bungkil inti sawit 20% berpengaruh sangat nyata terhadap bobot potong
bobot karkas dan persentase karkas. Kesimpulan dari penelitian ini
endopower β dapat diberikan pada ransum ayam broiler hingga 006%
meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan menurunkan bobot organ dalam
ABSTRACT
HASUDUNGAN SILITONGA 2015 "Influence of Endopower β® in Rations Containing Commercial Palm Kernel Cake Against carcass and organs in Broiler Chickens". Guided by MA'RUF TAFSIN and USMAN BUDI.
This study aimed to determine the effect of palm kernel cake Endopower
β® supplemented in the diet of the carcass and organs in broiler chickens. This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology Animal Husbandry Studies Program Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Jl. Prof. Dr.A.Sofyan No. 3, Medan. The experiment was conducted for 35 days starting from October to November, 2013. The design used in this research is completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications each replications consists of 8 tails broiler. This treatment consists of R0a (Commercial Rations 100%); R0b (+ 20% Commercial Rations Palm Kernel Cake); R1 (+ 20%
Commercial Rations Palm Kernel Cake + 0.02% Endopower β®); R2 (+ 20% Commercial Rations Palm Kernel Cake + 0.04% Endopower β®); R3 (+ 20%
Commercial Rations Palm Kernel Cake + 0.06% Endopower β®)
The results showed the average slaughter weight (g) R0a, R0b, R1, R2, R3 adalah1850,80, 1608.65, 1652.40, 1702.05, 1720.95. Carcass weights (g) R0a, R0b, R1, R2, R3 is 1296.40, 1026.15, 1111.80, 1147.65, 1183.75. Carcass percentage (%) R0a, R0b, R1, R2, R3 are 70.16, 63.92, 67.32, 67.48, 68.80. The
use of β endopower in commercial ration containing 20% palm kernel cake very significant effect on carcass weight and slaughter weight carcass percentage. The conclusion of this study endopower β can be given to broiler rations up to 006% increase slaughter weight, carcass weight, carcass percentage and lower organ weights in
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha ternak unggas khususnya peternakan broiler merupakan salah satu
sektor usaha yang memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat akan protein hewani. Kebutuhan protein hewani semakin lama
semakin meningkat, seiring dengan pertambahan dan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya zat gizi. Ayam broiler dapat dipilih sebagai salah
satu alternatif dalam upaya pemenuhan protein asal hewani karena ayam broiler
memiliki pertumbuhan bobot badan yang sangat cepat. Dengan masa
pemeliharaan yang singkat ini, kebutuhan masyarakat akan daging dapat selalu
tersedia. Ayam broiler dapat memenuhi selera konsumen atau masyarakat karena
daging ayam broiler sangat empuk dan enak selain itu harganya terjangkau oleh
masyarakat karena relatif murah. Beternak ayam broiler dapat dilakukan dengan
modal yang kecil atau dengan modal yang besar, sebagai usaha sambilan ataupun
sebagai usaha pokok. Siklus hidup ayam broiler relatif pendek, sangat efisien
dalam menggunakan ransum maka akan cepat pula mengatasi tingginya
permintaan daging (Murtidjo, 1987).
Namun dalam menjalankan usaha peternakan broiler ini, banyak peternak
yang mengalami kesulitan atau hambatan dalam mengembangkan usahanya. Baik
itu dari harga ransum yang semakin mahal, faktor lingkungan
(cuaca, penyakit dsb) serta kurangnya pengetahuan peternak akan teknik
pemeliharaan yang tepat.
Keseluruhan permasalahan di atas, manajemen pemeliharaan merupakan
memberikan dampak negatif terhadap hasil produksi yang tidak maksimal yang
mana tingkat pendapatan peternak tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Keberhasilan peternakan broiler ditentukan oleh tiga hal yaitu : breeding, feeding
dan manajemen.
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar memproduksi kelapa sawit.
Luas areal perkebunan dan pertumbuhan kelapa sawit di setiap provinsi di
Indonesian dapat di lihat pada tabel 1.
Tabel 1. Luas perkebunan (Ha) dan pertumbuhan kelapa sawit di Indonesia tahun 2010-2012.
No Provinsi Tahun Pertumbuhan
(%) 8 Kepulauan Bangka Belitung 164,482 178,408 197,586 5.05
Menurut dinas perkebunan Sumatera Utara tahun 2012 luas tanaman sawit
dan produksi buah segar di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Luas areal tanaman dan produksi kelapa sawit Provinsi Sumatera Utara bedasarka pengeloaan tahun 2008-2012.
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2013
Bungkil inti sawit (BIS) merupakan hasil samping dari pemerasan daging
buah inti sawit atau ‘palm kernel’. Proses mekanik (pemerasan) yang dilakukan
dalam proses pengambilan minyak menyebabkan jumlah minyak yang tertinggal
masih cukup banyak (sekitar 9,6%). Hal ini menyebabkan bungkil inti sawit cepat
tengik akibat oksidasi lemak yang masih cukup tinggi tersebut. Bungkil inti sawit
dapat digunakan untuk pakan ternak, sebagai sumber energi dan protein
(Devendra, 1978).
Kendala yang timbul bagi peternak adalah pada ransum selama
pemeliharaan dimana ransum unggas di Indonesia umumnya memakai ransum
komersil yang biayanya sangat besar yaitu dapat mencapai 60 – 70% dari total
biaya produksi (Murtidjo, 1987).
Untuk mengurangi biaya produksi yang cukup tinggi peternak biasanya
menggunakan ransum yang dibuat sendiri menjadi susunan ransum atau bahan Tahun Rincian Perk.
(Ton) 5.070.760 4.422.338 3.064.211 1.527.575 14.084.884 2009 Luas (Ha) 392.721 299.604 244.283 109.105 1.045.713
Produksi
(Ton) 5.088.579 4.668.827 3.075.401 1.529.848 14.362.655 2010 Luas (Ha) 396.564 305.435 251.489 112.323 1.054.849
Produksi
(Ton) 5.221.132 4.823.524 3.107.385 1.545.758 14.697.799 2011 Luas (Ha) 405.799 306.302 248.426 115.168 1.175.078
Produksi
(Ton) 5.428.535 4.972.107 3.190.120 1.592.849 15.183.610 2012 Luas (Ha) 405.921 306.394 248.500 115.203 1.192.446
Produksi
pakan konvensional. Bahan pakan konvensional yaitu bahan yang biasa digunakan
oleh peternak yang bisa diramu sendiri menjadi ransum. Mahalnya ransum ternak
unggas disebabkan karena selama ini Indonesia masih mengimport sebagian
kebutuhan bahan ransum ternak unggas seperti bungkil kedelai, tepung ikan dan
sebagian jagung belum bisa seluruhnya disuplai oleh produksi dalam negeri yang
mengakibatkan naik turunnya harga ransum ternak unggas lebih banyak
tergantung pada bahan baku yang diimpor.
Penggunaan bungkil inti sawit sebagai ransum ternak memberikan
keuntungan ganda yaitu menambah keragaman dan persediaan ransum dan
mengurangi pencemaran lingkungan. Bungkil Inti Sawit mudah didapat, tersedia
dalam jumlah besar, berkesinambungan dan sebagai pakan ayam harganya murah,
namun sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Kenyataan ini
disebabkan karena adanya beberapa faktor pembatas yang terdapat dalam Bungkil
Inti Sawit tersebut, diantaranya kandungan serat kasar tinggi, daya guna protein
dan energi serta palatabilitasnya rendah (Aritonang, 1986).
Menurut Sembiring (2006) penggunaan bungkil inti sawit (BIS) bisa diberikan
sampai 25%-30%.
Bungkil inti sawit dapat digunakan untuk pakan ternak
(Devendra, 1978) sebagai sumber energi dan protein. Namun, penggunaannya
untuk pakan unggas terbatas karena tingginya kadar serat kasar (21,7%) termasuk
hemiselulosa (mannan dan galaktomanan) serta rendahnya kadar dan kecernaan
asam amino.
Nataamidjaya, et al., (1995) menyatakan bahwa karkas sangat erat
konsumsi ransum. Bungkil inti sawit sebagai salah satu bahan penyusun ransum
diharapkan bisa menaikkan pertambahan bobot badan. Dengan meningkatnya
bobot badan maka karkas juga akan mengalami kenaikan.
Sebelum bungkil inti sawit diberikan pada ternak perlu dilakukan
penambahan enzim dan mikroorganisme yang bersifat sellulotik. Maka dengan itu
peneliti menggunakan endopower β® untuk meningkatkan nilai nutrisi terutama serat kasar yang masih tinggi yang belum bisa dicerna dengan baik oleh ternak
unggas terutama ayam broiler. Endopower β® merupakan produk dari proses fermentasi dua jenis organism yaitu Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang
disuplementasi Endopower β® dalam ransum terhadap karkas dan organ
dalam ayam broiler.
Hipotesis Penelitian
Pemberian bungkil inti sawit yang disuplementasi Endopower β® dalam ransum komersil dapat meningkatkan bobot karkas dan organ dalam ayam
broiler.
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan informasi bagi peternak, peneliti, maupun perusahaan yang
bergerak dalam bidang ransum tentang batas optimal dalam pemanfaatan bungkil
TINJAUAN PUSTAKA
Bungkil Inti Sawit (BIS)
Hasil pengolahan kelapa sawit adalah minyak sawit (Palm Oil) dan
minyak inti sawit (Palm Kernel Oil). Hasil pengolahan ini mempunyai banyak
kegunaan, baik sebagai bahan pangan atau non pangan seperti sabun. Di samping
hasil utama terdapat tiga jenis hasil ikutan industri pengolahan kelapa sawit yang
dapat dimaanfaatkan sebagai bahan ransum yaitu bungil inti sawit, lumpur minyak
sawit, dan serat buah sawit (Agustin, 1991).
Bungkil inti sawit adalah limbah ikutan proses ekstraksi inti sawit. Bahan
ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik
(Devendra, 1977). Zat makanan yang terkandung dalam bungkil inti sawit cukup
bervariasi, tetapi kandungan yang terbesar adalah protein berkisar antara 18-19%
(Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).
Bungkil inti sawit (BIS) merupakan hasil samping dari pemerasan daging
buah inti sawit atau ’palm kernel’. Proses mekanik (pemerasan) yang dilakukan
dalam proses pengambilan minyak menyebabkan jumlah minyak yang tertinggal
masih cukup banyak (sekitar 9,6%). Hal ini menyebabkan bungkil inti sawit cepat
tengik akibat oksidasi lemak yang masih cukup tinggi tersebut. Bungkil inti sawit
biasanya terkontaminasi dengan pecahan cangkang sawit dengan jumlah sekitar
9,1% hingga 22,8 % (Sinurat et al., 2009). Pecahan cangkang ini mempunyai
tekstur yang sangat keras dan tajam. Hal ini menyebabkan bahan ini kurang
disukai ternak (kurang palatable) dan dikhawatirkan dapat merusak dinding
saluran pencernaan ternak muda. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit dapat
Tabel 3. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit
Zat Nutrisi Kandungan (%) Kandungan
Bahan kering (%)
Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)
Kandungan protein BIS lebih rendah dari bungkil lainnya. Namun
demikian masih layak dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino
essensial cukup lengkap dan imbangan Ca dan P cukup baik (Lubis, 1992).
Hasil analisa proksimat dapat dilihat dari nilai nutrisi BIS.
Enzim Endopower β®
Endopower β merupakan aktivitas enzimatis yang tinggi mengandung
α-galaktosidase, mannose, xylanase, dan β-gluconase. Endopower β® merupakan produk dari proses fermentasi dua jenis organisme dengan memanfaatkan mikroba
trandisional yaitu Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae yang dibuat dengan
menggunakan sistem seleksi.
Beberapa peran Endopower β® dalam tubuh ternak:
1. Meningkatkan kecernaan dan menurunkan pengaruh faktor antinutrisi di dalam
pakan . Enzim yang terkandung dalam endopower β® berfungsi untuk menhidrolisis gula kompleks yang tidak dapat di cerna. Pakan biji-bijian
mengandung karbohidrat komplek atau polysakarida non pati, dimana ternak juga
hanya sedikit dapat menggunakannya dan kebanyakan dari NsPs mengandung
faktor anti nutrisi. Anti nutrisi meningkatkan perkositas usus dan merusak villi
2. Meningkatkan Produktivitas dan lebih menguntungkan
Dengan Endopower β® kecernaan bahan pakan akan meningkat dan lebih fleksibel dalam formulasi yang di dapat. Hasil ini nyata menurunkan biaya pakan,
meningkatkan penampilan ternak. Ini artinya produktivitas tinggi dan keuntungan
meningkat.
3. Memperbaiki performans produksi dan efisiensi konversi pakan
Pengaruh Endopower β® dalam memperbaiki performans pertumbuhan di dukung oleh banyak penelitian pada beberapa institusi, akademi dan komersial
farm. Pengaruh Endopower β® pada pertumbuhan ayam broiler umur 1-42 hari, dosis pemberian 0,02% pada ayam broiler dan 0,01 pada leyer.
Manfaat Endopower β® sebagai berikut: - Menurunkan biaya pakan
- Memperbaiki performans ternak
- Meningkatkan kecernaan nutrient
- Menurunkan egas dalam usus
- Memperbaiki fungsi-fungsi/ kesehatan usus
- Memaksimalkan aktivitas enzim endogenosis
- Mengurangi/menurunkan kekentalan mukosa usus
(Easy Bio System, Inc.2010.Union Center B/D.,837-11 Yoksam-dong,
Kangdamgu, SEOUL, 135-937 Rep. Of Korea). Ayam Broiler
Sejak tahun 1980-an broiler suduah dikenal, meskipun galur murni dari
broiler sudah diketahui sejak tahun 1960-an ketika peternak mulai
dikenal banyak orang pada periode tahun 1980-an. Sebelum ayam potong adalah
ayam petelur white leghorn jengger tunggal atau ayam petelur yang sudah afkir
(Rasyaf, 1993).
Ayam broiler adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur di bawah
8 minggu dengan bobot badan tertentu, mempunyai pertumbuhan cepat serta
mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak
(Rasyaf, 2004). Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang
memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil
daging, konversi ransum rendah, dapat dipotong pada umur muda, dan menghasilkan
kualitas daging yang berserat lunak (Bell dan Weaver, 2002).
Ayam broiler merupakan strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin
jantan dan betina yang dikembangbiakan oleh perusaahaan pembibitan khusus
(Gordon dan Charles 2002). Menurut Bell dan Weaver (2002) banyak jenis strain
ayam broiler yang beredar di pasaran yang pada umumnya perbedaan tersebut terletak
pada pertumbuhan ayam, konsumsi pakan, dan konversi pakan.
Kebutuhan Nutrisi Broiler
Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi, ayam membutuhkan
sejumlah nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan
berkualitas, energi yang mengandung karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral
(Rasyaf, 1997). Kartadisastra (1994) menyatakan bahwa jumlah ransum yang
diberikan sangat bergantung dari jenis ayam yang dipelihara, sistem pemeliharaan
dan tujuan produksi. Di samping itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
Broiler membutuhkan dua macam ransum yaitu ransum starter untuk umur
0-3 minggu dan ransum finisher untuk umur di atas tiga minggu. Ransum starter
mengandung protein 21-23% dan finisher 19-21% (Yahya, 1992).
Kadang-kadang poultryshop atau pabrik pakan ternak berbeda-beda untuk
membedakan batas umur kedua macam ransum starter dan finisher.
Tingkat energi dan protein adalah kedua komponen utama yang
dibutuhkan ayam untuk hidup pokok dan produksi. Besarnya kandungan energy
metabolism yang dibutuhkan broiler untuk pertumbuhan maksimum adalah
2.900-3.200 kkal/kg ransum dan protein sebesar 18-22% (Kamal, 1994).
Dalam ransum tingkat serat kasar yang sesuai dengan ayam adalah 7%.
Pemberian 7% akan menyebabkan hambatan pertumbuhan dan efisiensi
penggunaan makanan bertambah buruk, namun batasan yang paling tepat masih
diperdebatkan (Anggorodi, 1985).
Ransum Ayam Broiler
Ransum merupakan salah satu faktor yang harus dipenuhi untuk
keberhasilan dalam usaha pemeliharaan ayam. Ransum adalah campuran
bahan-bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat pakan yang
seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti zat makanan itu tidak
berkelebihan dan tidak kurang. Ransum yang diberikan haruslah mengandung
protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Rasyaf,1997).
Air sangat penting untuk mengatur temperatur tubuh. Bila ayam hanya
diberi air dan tidak diberi makan dapat hidup lebih lama. Kekurangan air hanya
untuk satu hari saja dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan sangat
diberikan ke ayam pada prinsipnya memenuhi kebutuhan pokok untuk
hidup, membentuk sel-sel dan jaringan tubuh, menggantikan
bagian-bagian yang merupakan zat-zat yang diperlukan ayam adalah karbohidrat,
lemak dan protein akan membentuk energi sebagai hasil pembakarannya
(Sudaryani dan Santoso, 1995). Kandungan nutrisi dari ransum yang akan
diberikan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan nutrisi ransum komersil sabas 8118 dan sabas 8128.
Kandungan Nurtrisi Ransum
Sabas 8118 Sabas 8128
Kadar Air (%) Sumber: PT. Sabas Indonesia Feed Mill (2013).
Susunan ransum starter yaitu ransum komersil Sabas 8118 ditambah
bungkil inti sawit, tepung ikan dan minyak nabati dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Kandungan nutrisi ransum basal starter
No. Bahan Pakan R0 Kandungan dalam Tiap Perlakuan %
Total 100 100 100 100 100
Kandingan Nutrisi
Susunan ransum finsher yaitu ransum komersil Sabas 8128 ditambah
bungkil inti sawit, tepung ikan dan minyak nabati dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan nutrisi ransum basal finisher
No. Bahan Pakan R0 Kandungan dalam Tiap Perlakuan %
a R0b R1 R2 R3
1 Ransum Komersil 100 73.65 73,65 73,65 73,65
2 Bungkil Inti Sawit 0 20 20 20 20
3 Tepung Ikan 0 5,35 5,35 5,35 5,35
4 Minyak Nabati 0 1 1 1 1
Total 100 100 100 100 100
Kandingan Nutrisi
1 Protein Kasar 20 20,20 20,20 20,20 20,20
2 Energi Metabolisme 3200 3180 3180 3180 3180
3 Lemak Kasar 5 5,5 5,5 5,5 5,5
4 Serat Kasar 5 5,8 5,8 5,8 5,8
5 Kalsium 1,1 1,2 1,2 1,2 1,2
6 Posfor 1 1,1 1,1 1,1 1,1
Sumber: PT. Sabas Indonesia Feed Mill (2013)
Karkas Ayam Broiler
Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala,
kaki, darah, bulu serta organ dalam kecuali paru-paru dan ginjal. Kualitas karkas
dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan antara lain genetik,
spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur dan pakan serta proses setelah
pemotongan, diantaranya adalah metode pelayuan, stimulasi listrik, metode
pemasakan, pH karkas, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging,
hormon, antibiotik, lemak intramuskular atau marbling, metode penyimpanan
serta macam otot daging (Abubakar et al., 1991). Soeparno (2005) menyatakan
salah satu faktor yang mempengaruhi persentase bobot karkas ayam broiler adalah
bobot hidup. Hasil dari komponen tubuh broiler berubah dengan meningkatnya
umur dan bobot badan (Brake et al., 1993). Wahyu (1998) menyatakan bahwa
tempat ransum, pemberian ransum dan kepadatan kandang. Lebih lanjut menurut
Widodo (2005) peningkatan nilai manfaat penggunaan ransum dapat diatur
dengan mempertimbangkan konsumsi ransum.
Bobot Hidup Dan Bobot Potong
Bobot hidup merupakan bobot badan ternak yang penimbangannya dapat
dilakukan setiap saat. Bobot hidup sangat erat kaitannya dengan tingkat konsumsi
dan pertambahan bobot badan. Menurut Wahyu (1998) tingkat konsumsi ransum
banyak ditentukan oleh palatabilitas ransum, sistem pakan dan pemberian pakan,
serta kepadatan kandang. Dilain pihak, tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh
nafsu makan dan kesehatan ternak. Ayam hidup yang bermutu baik yaitu ayam
yang sehat, berbulu baik, ukurannya seragam dan berkualitas baik dengan
perbandingan antara tulang dan daging seimbang (proporsional) (Priyatno, 1997).
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara menimbang bobot ayam
setelah dipuasakan selama 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan kualitas dan
kuantitas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapatkan pertumbuhan yang baik
(Blakely dan Bade, 1991).
Persentase Karkas
Bobot karkas normal adalah 60-75 % dari berat tubuh. Sedangkan
persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup
dikalikan 100 % (Siregar, 1994). Menurut Soeparno (2005) bobot karkas
meningkat seiring dengan meningkatnya bobot hidup, tetapi persentase non
Bobot karkas merupakan bobot tubuh ayam yang telah disembelih setelah
dipisahkan darah, bulu, kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut
dan organ dalam kecuali ginjal dan paru-paru (Murtidjo, 1992).
Persentase karkas merupakan faktor terpenting untuk menilai produksi
ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin
bertambah bobot hidupnya, maka produksi karkasnya akan semakin meningkat
(Murtidjo, 1987).
Persentase karkas dipengaruhi oleh bangsa, umur, jenis kelamin, bobot
hidup dan makanan. Persentase karkas umur muda lebih rendah dibandingkan
dengan ayam yang lebih tua dan persentase ayam jantan lebih besar dibandingkan
persentase ayam betina lebih banyak menghasilkan kulit dan lemak abdomen dari
pada jantan (Morran and Orr, 1970). Murtidjo (1987) menyatakan bahwa
persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi ternak,
karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin
bertambah bobot hidupnya maka produksi karkasnya semakin meningkat.
Ahmad dan Herman (1982), yang menyatakan bahwa ayam yang bobot tubuhnya
tinggi akan menghasilkan persentase karkas yang tinggi, sebaliknya ayam yang
bobot tubuhnya rendah akan menghasilkan persentase yang rendah.
Organ Dalam Ayam Broiler
Organ pencernaan ayam broiler terdiri dari mulut, kerongkongan,
tembolok, proventrikulus, rempela, usus halus, usus buntu (seka), usus besar,
kloaka dan anus. Pencernaan tambahan pada ayam salah satunya adalah hati
Hati
Hati ayam terdiri atas dua lobi (gelambir) yaitu kanan dan kiri, berwarna
coklat tua, dan terletak diantara usus dan aliran darah. Bagian ujung hati yang
normal berbentuk lancip, akan tetapi bila terjadi pembesaran dapat menjadi bulat.
Menurut Ressang (1963), hati berperan dalam sekresi empedu, metabolisme
lemak dan protein telur, karbohidrat, besi dan vitamin, detoksifikasi, pembentukan
darah merah dan penyimpanan vitamin. Putnam (1991), menyatatakan bahwa
persentase hati yaitu persentase bekisar antara 1,7-2,8% dari bobot potong.
Amrullah (2004) yang menyatakan bahwa panjang rektum yang dimiliki ayam
dewasa berkisar dari 8 – 10 cm dengan diameter dua kali lipat usus halus. Hal ini
juga didukung oleh pernyataan North (1984) yang menyatakan bahwa ayam
mempunyai usus besar yang pendek yang hanya 10 cm.
Rempela
Rempela merupakan organ pencernaan pada unggas yang biasa disebut
perut otot (Bell dan Weaver, 2002), karena di dalamnya tersusun otot-otot yang
kuat (Grist, 2006). Kontraksi otot rempela terjadi apabila makanan masuk ke
dalam rempela. Rempela berisi bahan-bahan yang mudah terkikis seperti pasir,
karang, dan kerikil. Partikel makanan yang berukuran besar akan dipecah menjadi
partikel-partikel yang sangat kecil sehingga dapat masuk ke dalam saluran
pencernaan (Bell dan Weaver, 2002). Putnam (1991), menyatakan bahwa bobot
empedal bekisar antara 1,6-2,3% dari bobot potong.
Menurut Pond et al. (1995) rempela berfungsi menggiling atau memecah
partikel makanan supaya ukurannya menjadi lebih kecil. Kerja penggilingan
kecenderungan untuk menghancurkan pakan seperti yang dilakukan oleh gigi
(Blakely dan Bade, 1991). Prilyana (1984) yang menyatakan bahwa bobot
rempela dipengaruhi oleh umur, bobot badan dan makanan. Pemberian makanan
yang lebih banyak akan menyebabkan aktivitas rempela lebih besar untuk
mencerna makanan sehingga urat daging rempela menjadi lebih tebal dan
memperbesar ukuran rempela.
Usus Halus
Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan
dan absorbsi produk pencernaan. Berbagai enzim terdapat dalam usus halus yang
berfungsi mempercepat dan mengefisienkan pemecahan karbohidrat, protein, serta
lemak untuk mempermudah proses absorbsi (Suprijatna, 2005).
Proses absorpsi hasil pencernaan terjadi di permukaan vili yang memiliki
banyak mikrovili (Suprijatna, 2005). Luas permukaan usus dapat meningkat
seiring dengan bertambahnya jumlah vili usus yang berfungsi untuk penyerapan
zat-zat makanan (Frandson, 1992).
Bagian duodenum bemula dari ujung distal rempela. Bagian ini berbentuk
kelokan yang biasa disebut duodenal loop. Pankreas menempel pada kelokan ini
yang berfungsi mensekresikan pancreatic juice yang mengandung enzim amilase,
lipase dan tripsin. Jejunum dan ileum merupakan segmen yang sulit dibedakan
pada saluran pencernaan ayam. Beberapa ahli menyebut kedua segmen ini sebagai
usus halus bagian bawah (Suprijatna, 2005).
Panjang usus halus bervariasi tergantung pada kebiasaan makan unggas.
Ayam dewasa memiliki usus halus sepanjang 1,5 m (Suprijatna, 2005). Unggas
yang memakan bahan asal tanaman karena produk hewani lebih siap diserap
daripada produk tanaman (Ensminger, 1992). Peningkatan kadar serat kasar dalam
ransum cenderung akan memperpanjang usus. Semakin tinggi serat kasar dalam
ransum, maka semakin lambat laju pencernaan dan penyerapan zat makanan.
Penyerapan zat makanan akan maksimal dengan perluasan daerah penyerapan
(Syamsuhaidi, 1997). Widianingsih (2008) menyatakan bahwa panjang
doudenium sekitar 29,45cm-33,15cm, panjang jejenium sekitar 61,15cm-82,05
cm, panjang ileum 63,95-82,85cm. Anggorodi (1994), menyatakan bahwa
semakin tinggi kandungan serat kasar dalam suatu bahan pakan maka semakin
rendah daya cerna pakan tersebut. Akoso (1993) yang menyatakan bahwa usus
halus yaitu usus tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan pakan. Selaput
lendir usus halus mempunyai tempat yang lembut dan menonjol seperti jari.
Fungsi usus halus selain sebagai penggerakan aliran pakan dalam usus juga untuk
meningkatkan penyerapan pakan. Syamsuhaidi (1997) yang menyatakan bahwa
peningkatan kadar serat kasar dalam ransum cenderung akan memperpanjang
usus. Semakin tinggi serat kasar dalam ransum, maka semakin lambat laju
pencernaan dan penyerapan zat makanan. Penyerapan zat makanan akan
maksimal dengan perluasan daerah penyerapan.
Cecum
Usus besar terdiri atas sekum yang merupakan suatu kantung dan kolon
yang terdiri atas bagian yang naik, mendatar, dan turun. Bagian yang turun akan
berakhir di rektum dan anus. Variasi pada usus besar (terutama pada bagian kolon
yang naik) dari satu spesies ke spesies lain jauh lebih menonjol dibandingkan
namun didalamnya terjadi proses penyerapan air untuk meningkatkan kadar air di
dalam sel tubuh dan menjaga keseimbangan air ayam broiler karena usus
besar merupakan tempat penyerapan kembali air dari usus halus. Usus besar
juga menyalurkan sisa makanan dari usus halus ke kloaka untuk dibuang
(Bell dan Weaver, 2002). Nickel et al, (1977) menyatakan bahwa berat dan
panjang seka akan cenderung meningkat dengan kandungan serat kasar dalam
ransum. Dilaporkan bahwa panjang seka ayam broiler berkisar antara 12 – 25 cm.
Rektum
Air diserap kembali di usus besar untuk ikut mengatur kandungan air
sel-sel tubuh dan keseimbangan air. Panjang usus besar yang dimiliki ayam
dewasa berkisar 8-10 cm/ekor. Usus besar merupakan kelanjutan saluran
pencernaan dari persimpangan usus buntu ke kloaka (Blakely dan Bade, 1991).
Amrullah (2004) yang menyatakan bahwa panjang rektum yang dimiliki ayam
dewasa berkisar dari 8 – 10 cm dengan diameter dua kali lipat usus halus. Halm
ini juga didukung oleh pernyataan North (1990) yang menyatakan bahwa ayam
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program
Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Jl. Prof.
Dr.A.Sofyan No 3, Medan. Penelitian dilaksanakan selama 35 hari dimulai dari
Oktober-November 2013.
Bahan dan Alat
Bahan
Day old chick (DOC) ayam broiler yang digunakan sebagai objek penelitian sebanyak 160 ekor. Bahan penyusun ransum terdiri dari ransum
komersil PT. Sabas Indonesia Feed Mill 8118 dan 8128, bungkil inti sawit dan
Endopower β®. Air minum diberikan secara adlibitum. Air gula untuk mengurangi
stress dari kelelahan saat transportasi. Formalin 40% dan KMnO4
(kalium permanganat) untuk fumigasi kandang, vaksin dan Vitamin sesuai
kebutuhan.
Alat
Alat yang digunakan adalah kandang baterai berukuran
panjang x lebar x tinggi (100cm x 100cm x 50cm), jumlah kandang sebanyak 20
unit dan tiap unit di isi 8 ekor DOC, peralatan kandang terdiri atas 20 unit tempat
minum dan 20 unit tempat pakan, timbangan salter dengan kapasitas 5 kg dengan
ketelitian 0,01g untuk menimbang pertambahan bobot badan ayam dan timbangan
listrik untuk menimbang enzim, alat penerangan dan pemanas berupa lampu pijar
ruangan, alat pembersih kandang (sapu, sekop, hand sprayer dan lainnya), pisau,
plastik, ember, thermometer sebagai alat pengukur suhu, alat tulis, buku data dan
kalkulator. Terpal dengan ukuran 3 x 6 m sebanyak 4 buah sebagai penutup
dinding ruangan kandang.
Metode Penelitian
Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan dan setiap ulangan
terdiri atas 8 ekor broiler. Perlakuan yang diteliti adalah:
R0a = Ransum Komersil (100%)
R0b = Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit
R1 = Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,02% Endopower β® R2 = Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,04% Endopower β® R3 = Ransum Komersil + 20% Bungkil Inti Sawit + 0,06% Endopower β®
Denah perlakuan kombinasi yang diteliti adalah:
R2U1 R0U2 R3U1 R4U2
R0U4 R3U4 R2U2 R1U2
R1U4 ROU3 R3U3 R4U1
R4U4 R2U3 R1U2 ROU1
Ulangan yang digunakan adalah
Model matematik percobaan yang digunakan adalah :
Yij = µ + σi + εij
Dimana :
i = 1, 2, 3,…i = perlakuan
j = 1, 2, 3,…j = ulangan
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Apabila terdapat perbedaan yang nyata (Fhit> Ftabel ) antar perlakuan maka
dilanjutkan dengan Uji Tukey dengan rumus sebagai berikut :
� =��(�,��)�� dimana, ��= ���2�
W = Nilai Honestly Significant Diference (HSD)
qα = Nilai tabel pada α 0.05 dan α 0.01
�� = Galat Baku Nilai Tengah
KTG = Kuadrat Tengah Galat
r = Ulangan
Peubah yang diamati
1. Bobot potong, bobot yang di ditimbang sebelum dilakukan penyembelihan,
semua ayam ditimbang.
2. Bobot karkas (g)
Merupakan daging bersama tulang hasil pemotongan setelah dipisahkan
kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, bulu, darah, serta
isi rongga bagian dalam kecuali ginjal dan paru-paru.
3. Persentase karkas, diperoleh berdasarkan hasil perbandingan antara bobot
karkar dan berat hidup ayam yang dinyatakan dalam persen.
4. Organ dalam :
- Hati (g)
- Rempela (g)
5. Panjang relatife usus, yang terdiri atsas:
- Usus halus yang terdiri dari duodenum, ileunm dan yeyenum (cm)
Pelaksanaan penelitian
Persiapan Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang sistem baterai, dibuat berbentuk
panggung terdiri dari 20 unit dan setiap unit diisi 8 ekor ayam. Sebelum ayam
dimasukkan, kandang dan perlatan didesinfektan terlebih dahulu dengan rodalon.
Lampu dihidupkan sebagi sumber penerangan dan penghangatan ruangan dengan
menggunakan lampu pijar 40 watt.
Pemeliharaan
Pada saat anak ayam satu hari datang diberikan air gula sebagai air minum.
Ransum yang digunakan sesuai dengan perlakuan dengan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan ayam tersebut. Brooder diberikan pada malam hari dan siang
hari sampai ayam berumur 2 minggu dan air minum diberikan secara adlibitum.
Pengamatan karkas
Pemotongan karkas dilakukan di tempat yang bersih, cukup air yang
berasal dari sumber air berkualitas baik dan khusus, cara pemotongan mengikuti
persyaratan agama islam, pengeluaran darah (bleeding) harus tuntas sehingga
ayam benar-benar mati, sebelum pencabutan bulu ayam diseduh (scalding)
dengan temperatur 520-600 C selama 3-5 menit, setelah dilakukan pencabutan bulu kemudian karkas ayam dicuci dengan air yang mengalir atau didinginkan
(chilling) dengan temperatur 0-50 C (Dewan Standarisasi Nasional-DSN).
Setelah penyembelihan, tubuh ayam broiler dipotong kepala, kakinya,
kemudian ditimbang hati, rempela, usus halus yang terdiri dari duodenum, ileum
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian diperoleh dari bobot potong, bobot karkas, persentase
karkas, organ dalam dan panjang relatif usus yang diperoleh salama penelitian.
Bobot Potong
Bobot potong di peroleh dengan cara penimbangan bobot akhir ayam
broiler setelah di puasakan selama 12 jam. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan didapat data bobot potong pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Bobot Potong Ayam Pada Perlakuan Penggunaan Endopower β dalam Ransum yang Mengandung Bungkil Inti Sawit
Perlakuan Ulangan Rataan±sd
U1 U2 U3 U4
R0a 1915,60 1756,00 1847,60 1884,00 1850,80±69,04A R0b 1659,60 1608,80 1598,20 1568,00 1608,65±38,11C R1 1680,00 1624,00 1629,60 1676,00 1652,40±29,69BC R2 1691,20 1720,00 1672,00 1725,00 1702,05±24,96B R3 1723,00 1752,20 1696,60 1712,00 1720,95±23,48B
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom menunjukan perlakuan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01).
Bobot ayam potong pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan bobot
potong tertinggi terdapat pada perlakuan R0a ( komersial) yaitu sebesar 1850,80
g/ekor dan rataan bobot potong terendah terdapat pada perlakuan R0b (pakan komersil + 20 % bungkil inti sawit tanpa enzim endopower β) yaitu sebesar
1.608,05 g/ekor. Berdasarkan hasil analisis ragam dapat diketahui bahwa perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti
sawit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot
pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap bobot potong, maka untuk
menentukan perlakuan mana yang paling potensial (untuk mengetahui perbedaan
perlakuan) perlu dicari dahulu nilai perbandingnya dan dilakuan uji lanjut yaitu
uji Tukey. Dengan uji Tukey 1% didapat hasil perlakuan R1, R2 dan R3 memiliki
notasi yang sama yang artinya memberikan potensi yang sama pada ketiga
perlakuan tersebut dan berbeda nyata terhadap perlakuan R0a dan R0b.
Gambar 1. Grafik kuadratik rataan bobot potong ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit
Penggunaan endopower β 0,02-0,06% dalam ransum yang mengandung
bungkil inti sawit meningkatkan bobot potong mengikuti persamaan
y=-15531x2+2864x+1606 dengan nilai R2 =0,991. Setiap perlakuan mengandung konsumsi pakan yang berbeda sehingga pakan setiap pelakuan memberikan
respon yang tidak sama kualitasnya terhadap bobot potong. Bobot potong perlu
diperhatiakan kualitas dan kuantitas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga
kandungan 0,06% dalam pakan yang mengandung bungkil inti sawit
meningkatkan bobot potong.
Kandungan enzim α-galaktosidase yang terdapat pada endopower β® akan menhidrolisis gula kompleks yang tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan karena pada tubuh ayam broiler tidak dapat menghasilkan enzim α-galaktosidase.
Enzim xylanase pada endopower β® akan mendegardasi polisakarida, memecah selulosa dan meningkatkan kandungan nutrisi bungkil inti sawit yang terkandung
dalam pakan. Enzim xylanase memecah polisakarida nonpati yang tidak dapat
larut (Hughes, 2003).
Bobot Karkas
Bobot karkas merupakan bobot tubuh ayam yang telah disembelih setelah
dipisahkan darah, bulu, kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut
dan organ dalam kecuali ginjal dan paru-paru (Murtidjo, 1992). Dari hasil
penelitian diperoleh rataan bobot karkas pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan bobot karkas ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit
Perlakuan Ulangan Rataan±sd
1 2 3 4
Tabel 8 menunjukkan bahwa rataan bobot karkas tertinggi yang diperoleh
dari hasil penelitian pada perlakuan R0a sebesar 1296,40 g/ekor dan terendah
mengandung bungkil inti sawit memberikan pengaruh berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap bobot karkas.
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan yang mengandung bungkil inti sawit dengan enzim endopower β yang memberikan
pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap bobot karkas, maka untuk
menentukan perlakuan mana yang paling potensial (untuk mengetahui perbedaan
perlakuan) perlu dicari dahulu nilai perbandingnya dan dilakuan uji lanjut yaitu
uji Tukey.
Gambar 2. Grafik kuadratik rataan bobot karkas ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit
Penggunaan endopower β 0,02-0,06% dalam ransum yang mengandung
bungkil inti sawit meningkatkan bobot karkas mengikuti persamaan
nutrisi yang terdapat pada bungkil inti sawit dan meningkatkan penyerapan nutrisi
(Williams, 1997).
Faktor yang mempengaruhi bobot karkas adalah tingkat konsumsi pada
unggas itu sendiri, semakin tinggi tingkat konsumsi maka akan semakin baik pula
bobot karkas yang dihasilkan bila nilai gizi dalam ransum terpenuhi. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Wahyu (1988) menyatakan bahwa tingkat konsumsi
ransum banyak ditentukan oleh palatabilitas ransum, sistem tempat ransum,
pemberian ransum dan kepadatan kandang. Lebih lanjut menurut Widodo (2005)
peningkatan nilai manfaat penggunaan ransum dapat diatur dengan
mempertimbangkan konsumsi ransum.
Persentase Karkas
Persentase karkas diperoleh dari bobot karkas dibagi dengan bobot potong
dikali 100 persen. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat rataan
persentase karkas pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan persentase karkas ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit
Perlakuan Ulangan Rataan±sd
1 2 3 4
Dari Tabel 8 di atas persentase karkas tertinggi yang diperoleh pada
perlakuan R0a yaitu sebesar 70,16 % dan terendah pada perlakuan R0b yaitu
pemberian enzim endopower β pada pakan yang mengandung bungkil inti sawit
memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase karkas.
Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan pemberian pakan yang mengandung bungkil inti sawit dengan enzim endopower β memberikan pengaruh
yang sangat berbeda nyata terhadap persentase karkas, maka untuk menentukan
perlakuan mana yang paling potensial (untuk mengetahui perbedaan perlakuan)
perlu dicari dahulu nilai pembandingnya dan dilakuan uji lanjut yaitu uji Tukey.
Dengan uji Tukey 1% didapat hasil perlakuan R0a, R1, R2 dan R3 memiliki
notasi yang sama yang artinya memberikan potensi yang sama pada keempat
perlakuan tersebut dan berbeda nyata terhadap perlakuan R0b.
Gambar 3. Grafik kuadratik persentase karkas ayam pada perlakuan penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit
Penggunaan endopower β 0,02-0,06% dalam ransum yang mengandung
bungkil inti sawit meningkatkan persentase karkas mengikuti persamaan
meningkatkan persentase karkas. Menurut Guntoro (2002), produksi karkas erat
hubungannya dengan bobot potong, karena semakin bertambah bobot potong
maka bobot karkas semakin meningkat juga. Penambahan enzim yang tidak
terdapat pada tubuh ayam broiler mempengaruhi konsumsi ransum yang
mengandung serat kasar yang tinggi. Hal ini diduga erat kaitannya dengan enzim
yang terkandung dalam endopower β® yang dihasilkan oleh fermentasi Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae dalam mendegradasi polisakarida kompleks menjadi lebih sederhana sehingga kualitas serat kasar menjadi lebih
baik Sudarmadji et al (1989).
Seperti pada bobot potong yang memberikan pengaruh yang sangat nyata
pada ransum karena bobot potong sejalan dengan persentase karkas dan bobot
karkas, semakain tinggi bobot karkas yang diperoleh maka persentase karkas yang
diperoleh semakin tinggi pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1987)
yang menyatakan bahwa persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk
menilai produk ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup,
dimana semakin bertambah bobot hidupnya maka produksi karkas semakin
meningkat. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Ahmat dan Herman (1992)
yang menyatakan bahwa ayam yang bobot tubuhnya tinggi akan menghasilkan
persentase karkas yang tinggi, sebaliknya ayam yang bobot tubuhnya rendah akan
menghasilkan persentase yang rendah.
Bobot Relatif Organ Dalam
Hasil penelitian pengaruh pemberian endopower β kedalam ransum yang
dalam yaitu meliputi bobot relatif hati, bobot relatif rempela, bobot relatif usus
halus, bobot relatif usus besar dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Rataan bobot relatif organ dalam. Bobot Relatif Organ Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang menunjukan perlakuan memberikan pengaruh
yang berbeda sangat nyata (P<0,01) pada bobot relatif hati. Notasi yang berbeda pada baris yang menunjukan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,01) pada bobot relatif usus halus dan usus besar.
tn= tidak nyata
Tabel 10 diatas bobot relatif hati tertinggi yang diperoleh pada perlakuan
R0a yaitu sebesar 23,15 g/kg bobot potong dan terendah pada perlakuan R1 yaitu
sebesar 19,95 g/kg bobot potong. Berdasarkan analisis ragam diketahui pengaruh pemberian enzim endopower β pada ransum yang mengandung bungkil inti sawit
berpengaruh sangat nyata terhadap bobot relatif hati.
Tabel 10 diatas bobot relatif rempela tertinggi yang diperoleh pada
perlakuan R0b yaitu sebesar 16,86 g/kg bobot potong dan terendah pada
perlakuan R0a yaitu sebesar 14,94 g/kg bobot potong. Berdasarkan analisis ragam diketahui pengaruh pemberian enzim endopower β pada ransum yang
mengandung bungkil inti sawit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot relatif
rempela. Dari hasil penelitian didapat bahwa berat rempela antar perlakuan tidak
berbeda nyata karena berat rempela dipengaruhi oleh ransum dimana pada saat
Tabel 10 dapat dilihat bahwa rataan bobot relatif usus halus tertinggi yang
di peroleh pada perlakuan R0b yaitu 32,79 g/kg bobot potong dan terendah pada
perlakuan R0a yaitu sebesar 28,83 g/kg bobot potong. Berdasarkan analisis ragam diketahui pemberian enzim endopower β®
pada ransum yang mengandung
bungkil inti sawit berpengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot relatif usus
halus. Perbedaan antara setiap perlakuan terjadi karena semakin tinggi kandungan
serat kasar dari suatu ransum maka semakin rendah daya cerna terhadap ransum
tersebut.
Tabel 10 di atas bobot relatif tertinggi yang di peroleh pada perlakuan R0b
yaitu 10,27 g/ kg bobot potong dan terendah pada perlakuan R0a yaitu 8,30 g/kg
bobot potong. Berdasarkan analisi ragam diketahui pengaruh pemberian endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit berpengaruh
yang berbeda nyata terhadap bobot relatif usus besar.
Penggunaan endopower β 0,02-0,06% dalam ransum yang mengandung
bungkil inti sawit menurunkan bobot relatif hati mengikuti persamaan
Y=-26,959x+21,38 dengan nilai R2 =0,511. Menurunkan Bobot relatif rempela mengikuti persamaan Y= -32,072x+16,914 dengan nilai R2=0,9062. Menurunkan bobot relatif usus halus mengikuti persamaan Y=-54,394x+33,079 dengan nilai R2 = 0,9434 dan menurunkan Bobot relatif usus besar mengikuti persamaan Y=
-16,746x+10,045 dengan nilai R2=0,7706. Hal ini berarti bahwa penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti sawit pada dosis 0,02
-0,06% mampu menurunkan bobot relatif organ dalam ayam broiler. Penurunan ini terjadi karena peningkatan penggunaan enzim endopower β, meningkatkan
memiliki serat kasar yang tinggi dapat tercerna dan laju lintas pakan (rate of
passage) pakan dalam usus meningkat.
Berdasarkan analisis ragam diketahui pengaruh pemberian enzim endopower β pada ransum yang mengandung bungkil inti sawit berpengaruh
sangat nyata terhadap bobot relatif hati. Hal tersebut menunjukkan bahwa ransum perlakuan yang menggunakan endopower β tidak mengandung zat yang bersifat
racun yang dapat menyebabkan kerja hati menjadi berlebih dan persentase hati masih berkisar normal. Pemberian ransum yang mengandung enzim endopower β
tidak mempengaruhi kinerja hati ayam broiler secara berlebihan sehingga ukuran
hati normal. Salah satu fungsi hati adalah detoksifikasi racun dan apabila terjadi
kelainan pada hati ditunjukkan dengan adanya pembesaran dan pengecilan hati
(Ressang, 1994). Persentase hati berkisar antara 1,7%-2,8% dari bobot badan
ayam (Putnam, 1991).
Berdasarkan analisis ragam diketahui pengaruh pemberian enzim endopower β pada ransum yang mengandung bungkil inti sawit tidak berpengaruh
nyata terhadap bobot relatif rempela. Dari hasil penelitian didapat bahwa berat
rempela antar perlakuan tidak berbeda nyata karena berat rempela dipengaruhi
oleh ransum dimana pada saat penelitian antar perlakuan mendapat ransum yang
berbeda. Di dalam tembolok terjadi aktivitas enzim amilase dan proses fermentasi
oleh bakteri yang didukung kondisi pH tembolok sekitar 6,3 dengan hasil akhir
berupa asetat. Selain itu menurut Zhou et al. (1990) bahwa pada pemberian pakan
secara force feeding akan meningkatkan ukuran tembolok. Proses pencernaan
yang terjadi di dalam proventrukulus yaitu pencampuran makanan dengan getah
mekanis dibantu oleh adanya grit yang mampu meningkatkan kecernaan
biji-bijian sampai 10% . Asam lambung menyebabkan cairan dalam lambung bersifat
asam dengan pH antara 1,0 – 2,0 sehingga proses pencernaan protein oleh enzim
pepsin dengan cara hidrolisis berjalan dengan baik.
Di dalam rempela endopower β akan memaksimalkan aktivitas enzim
endogenosis. Peningkatan serat kasar ini belum menimbulkan efek negatif
menurunkan konsumsi ransum. Hal ini menunjukkan bahwa ransum yang menggunakan endopower β hasil dari fermentasi Aspergillus niger dan
Aspergillus oryzae mengandung bungkil inti sawit dengan kualitasnya masih lebih baik walaupun serat kasar tinggi. Hal ini diduga erat kaitannya dengan enzim α-galaktosidase dan xylanase dalam mendegradasi polisakarida kompleks
menjadi lebih sederhana sehingga kualitas serat kasar menjadi lebih baik.
SelanjutnyaWinarno dan Fardiaz (1980) menyatakan bahwa fermentasi mikroba
akan memecah komponen kompleks yang tidak dapat dicerna oleh unggas seperti
selulosa, hemiselulosa dan polimer-polimernya oleh enzim tertentu menjadi gula
sederhana.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Prilyana (1984) yang menyatakan bahwa
bobot rempela dipengaruhi oleh umur, bobot badan dan makanan. Pemberian
makanan yang lebih banyak akan menyebabkan aktivitas rempela lebih besar
untuk mencerna makanan sehingga urat daging rempela menjadi lebih tebal dan
memperbesar ukuran rempela.
Sebagian besar pencernaan dan absorbsi nutrisi terjadi di dalam usus
halus. Proses pencernaan dibantu oleh kelenjar intestinal yang mengahasilkan
glukosa, fruktosa, maltase memecah maltosa menjadi glukose, eripsin memecah
bentuk intermediet protein menjadi asam amino.
Pencernaan karbohidrat di mulai dari mulut dengan pelumas saliva, di
dalam gizzard secara mekanis dan hidrólisis, dilanjutkan di dalam usus halus oleh
enzim pankreas, empedu serta getah usus. Proses pencernaan pada ayam broiler
biasanya hanya mampu menghidrolisis karbohidrat sederhana sedangkan serat
kasar tidak mampu didegradasi. Di samping itu, dengan meningkatnya penggunaan endopower β dalam ransum, mutu ransum meningkat, sehingga nilai
cerna ransum bertambah. Hasil serupa dilaporkan oleh William (1997), bahwa pemberian enzim α-galaktosidase dan xylanase yang terkandung dalam
endopower β mampu menurunkan pembentukan gas dalam usus halus dengan cara
meningkatkan pemecahan karbohidrat sebelum mencapai usus bagian bawah.
Enzim xylanase akan mengurangi vikositas cairan lambung pada usus halus
sehingga memperlancar pencernaan dan meningkatkan penyerapan nutrisi.
Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan
pakan sehingga dapat diserap yang bisa mempengaruhi terhadap bobot usus halus
terutama duodenum. Penyerapan sari makanan dilikaukan oleh vili-vili usus. Vili
usus halus dipengaruhi oleh jenis ransum yang berbeda (Gisllespie, 2004). Endopower β akan berfungsi untuk memperbaiki vili-vili usus dan memperluas
penyerapan, sehingga makanan dapat terserap sempurna. Hal ini sesuai dengan
pernyatan Syamsuhaidi (1997) yang menyatakan bahwa peningkatan kadar serat
kasar dalam ransum cenderung akan memperpanjang usus. Semakin tinggi serat
makanan. Penyerapan zat makanan akan maksimal dengan perluasan daerah
penyerapan.
Penyerapan bayak terjadi pada usus halus tetapi beberapa terjadi pada usus
besar (Schaible, 1979). Pencernaan bahan makanan pada usus besar akan dibantu
oleh bakteri melalui fermentasi. Enzim endopower β® akan memaksimalkan aktifitas enzim dan bakteri endogenosis pada usus, sehingga proses pencernaan
akan lancar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rose (1997) yang menyatakan
dalam usus besar terdapat bakteri yang membantu proses pendegradasian bahan
makanan melalui proses fermentasi yang selanjutnya produk yang dihasilkan
digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan zat makanan.
Amrullah (2004) yang menyatakan bahwa ukuran panjang, tebal dan bobot
berbagai saluran pencernaan dapat berubah selama proses perkembangan yang
dipengaruhi oleh ransum. Ransum dengan kandungan serat kasar yang tinggi
dapat memperberat, memperpanjang dan mempertebal berbagai saluran
pencernaan. Perubahan ini diikuti dengan jumlah vili usus dan kemampuan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan endopower β dalam ransum yang mengandung bungkil inti
sawit dapat meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan
menurunkan bobot organ dalam sampai dosis 0,06%.
Saran
Berdasarkan penelitian disarankan peternak dapat memberikan ransum
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Triyantini dan H. Setiyanto. 1991. Kondisi Rumah Potong Ayam di pulau jawa. Pros Sem Pengemb Pet Dlm menunjang Ekon. Nas. Purwokerto,. 4 Mei. Fapet Unsoed.: 27-30.
Agustin, F. 1991. Penggunaan Lumpur Sawit Kering dan Serat Sawit dalam
Ransum Pertumbuhan Sapi Perah. Tesis. Fakultas Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor, Bogor.
Ahmad, B.H., Herman R. 1982. Perbandingan produksi antara ayam kampung dan ayam petelur. Media Peternakan 7 : 19-34.
Akoso, B.T.1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor.
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI-press. Jakarta.
Anggorodi, R.1994. Nutrisi Aneka Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
Aritonang, D. 1986. Perkebunan kelapa sawit, sumber pakan ternak di Indonesia Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 4 : 93
Aritonang, D., 1993. Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Penebar Swadaya, Jakarta.
Badan Stadardisasi Nasional. 2006. Pakan Ayam Ras Pedaging ( Broiler Starter). SNI 01-3930-2006.
Badan Stadardisasi Nasional. 2006. Pakan Ayam Ras Pedaging (Broiler Finisher). SNI 01-3931-2006.
Bell, D.D., and W.D. Weaver. 2002. Comercial Chicken Meat and Egg Production. 5 thn Edition. Springer Sciencer and Business Media, Inc., New York.
Blakely, D dan D.H. Bade 1991. Ilmu Perternakan. Edisi ke-4. Penerjemah : Bambang Srigandono. Gagjah Mada University Press, Yogyakarta
Brake, J., G. B Havenstein. S. E. Schidelet, P. R. Ferket, dan D.V. River. 1993. Relationship of sex, Age and Body Weight to Broiler Carcass Yield and Offal Production. Poult. Sci. 70:680-688
Ensminger. M. E. 1992. Poultry Science. 3rd Edition. Interstate Publisher. Inc., Danville.
Frandson, R.D. 1992. Anatomy and Physiology on Farm Animals. Edidi ke-4. Terjemahan : D. Srigando dan K. Praseno. Gadjah Mada Universitas Press, Yogyakarta.
Gillespie, R.J.2004. Modern Livestock and Poultry Production. 7th Edition. Inc. Thomson Learning. United States.
Grist, A. 2006. Poultry Inpection. Anatomy, Phisiology, and Disease Conditions. 2nd Edition. Nottingham Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Gordon, S.H.& D.R. Charles. 2002. Niche and Organic Chicken Product : Their Technology and Scientific Principles. Nottingham Univercity Press, Nottingham.
Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.
Hughes, B.D.2003. Interaction of Dietary Calcium and Protein in Bone Health in Humans. Am.J.Clin.Nutr.133:852S-854S
Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak I. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kartadisastra,H.R., 1994. Pengolahan Pakan Ayam.Kosius. Yogyakarta.
Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, 2005. Hasil Analisis BUngkil Inti Sawit. Departemen Perternakan FP USU, Medan.
Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 3. Terjemahan : M. Thenawijaya. Erlangga, Jakarta.
Lubis, D.A., 1992. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan II, PT. Pembangunan, Jakarta
Morran, E.T, dan H.L.Orr., 1970. Influence of Strain on The Carcass. Poult. Sci. 49: 725-729
Murtidjo, B.A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
Murtidjo, B.A. 1992. Pedoman Berternak Ayam Broiler. Kanisius. Jakarta.
Nataamidjaya, A.G., K. Dwiyanto dan S.N. Jarmani. 1995. Pendugaan Kebutuhan Pokok Nutrisi Unggas Plasm Nutfah Sistem Free Chise Feeding-Preceding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
North, M. O. dan D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Van Nostrad Rein Hold, New York.
Pond, W.G., D.C. Church, and K.R. Pond,1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. Fourth edition. John Wiley & Sons, New York.
Prilyana, J. D. 1984. Pengaruh pembatasan pemberian ransum terhadap
persentaskarkas, lemak abdominal, lemak daging paha, dan bagian giblet ayampedaging. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Priyanto, M.A. 1997. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Putnam, P.A. 1991. Handbook of Animal Science. Academy Press, San Diego.
Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Peternakan Usaha Ayam Pedaging. Gramedia, Jakarta
Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ressang, A. A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi II. N. V. Percetakan Bali, Denpasar.
Rose, S.P.1997. Principles of Poultry Sciens. CAB International, London.
Sarwono, B., 1996. Beternak Ayam Buras. Penebar Swadaya. Jakarta.
Satyawibawa, I., dan Y.E. Widyastuti. 2000. Kelapa Sawit. Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Schaible, J. 1997. Poultry: Feed and Nutrition. 3rd Edition The Avi Publishing Company, Isc., Westport East Lansing. Michigan.
Sembiring, P., 2006. Biokonversi Limbah Pabrik Minyak Inti Sawit dengan Phanerochaete chrysosporium dan Implikasinya Terhadap Performans Ayam Broiler. Disertasi Doktor. Universitas Padjajaran, Bandung.
Sinurat. A., Purwadaria. T, Bintang. I.A.K. Ketaren. P.P Bernawie.N. Raharjo. M.Rizal.M. 2009.Pemanfaatan Kunyit dan Tembulawak Sebagain Imbuhan Pakan Untuk Ayam Broiler.