• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penapisan bacillus dan karakterisasi protease dan amilase ekstraseluler yang dihasilkan untuk degradasi sisa pakan pada budi daya udang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penapisan bacillus dan karakterisasi protease dan amilase ekstraseluler yang dihasilkan untuk degradasi sisa pakan pada budi daya udang"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PENAPISAN

Bacillus

DAN KARAKTERISASI PROTEASE

DAN AMILASE EKSTRASELULER YANG DIHASILKAN

UNTUK DEGRADASI SISA PAKAN

PADA BUDI DAYA UDANG

IT JAMILAH

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Penapisan Bacillus dan Karakterisasi Protease dan Amilase Ekstraseluler yang Dihasilkan untuk Degradasi Sisa Pakan pada Budi daya Udang adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Maret 2011

(3)

Protease and Amylase Produced for Degradation of Shrimp Feed Excess in Shrimp Aquaculture. Under the direction of ANJA MERYANDINI, IMAN RUSMANA, ANTONIUS SUWANTO AND NISA RACHMANIA MUBARIK.

Accumulation of excess feed in shrimp ponds could decrease water quality.

Protein and starch are the primary component of shrimp feed. Bacillus spp.

produce extracelullar enzymes, primarily proteases and amylases. The aim of this study was to screen Bacillus isolated from shrimp ponds and study its proteases and amylases for degradation of protein and carbohydrate of shrimp feed excess in shrimp aquaculture. Bacteria were isolated from soil, water, sediment and shrimp digestive system of sample collected from shrimp ponds of Karawang, West Java. There were 71 proteolytic and amylolytic isolates isolated. Based on proteolytic and amylolytic index (PI and AI), nine isolates were selected for further characterization including morphology characteristic, growth and ability to reduce total suspended solid (TSS) generated from commercial shrimp feed.

Bacillus sp. DA 5.2.3 and L5had the highest activity in reducing total suspended solid (TSS) of shrimp feed which were 37 and 29% respectively. The protease and

amylase activitiy of Bacillus sp. DA 5.2.3 were higher than that of L5. The

maximum specific activity (40.9 U mg-1)of protease of Bacillus sp. DA 5.2.3 was

reached at 48 hours, while its amylase reached it (47.3 U mg-1

The activity of both enzymes were measured at pH and salinity range mimic to shrimp ponds condition. Further characterization of DA 5.2.3 isolate show

that, protease of Bacillus sp. DA 5.2.3 had the maximum activity at pH 8 while its

amylase showed the maximum activity at pH 6 when produced at commercial shrimp feed medium. These enzymes significantly active at salinity range 1.5-3.5% with activity more than 50%. Stability of both enzymes was measured at optimum condition of enzyme activity and at general condition of shrimp ponds. In general condition of shrimp ponds protease activity was retained above 65% for 3 hours while amylase relatively stable for 6 hours at activity above 80%. SDS-PAGE, Native-PAGE and zymogram analysis of crude extract of both enzymes showed that the size of protease was ±150 kDa, while its amylase had two types of protein with the molecular weight in the range of 123 and 27 kDa.

Bacillus sp. DA 5.2.3 was able to reduce total suspended solid (TSS) of shrimp feed in liquid medium up to 50% in 48 hours and better than commercial probiotic

isolate. Based on 16S rRNA gene sequences Bacillus sp. DA 5.2.3 was 99%

homolog with Bacillus cereus. Based on the characterization of isolate and its

proteases and amylases, this isolate has potential application to reduce proteins, carbohydrates and TSS in water column of shrimp ponds.

) at 24 hours.

(4)

Ekstraseluler yang Dihasilkan untuk Degradasi Sisa Pakan pada budi daya Udang.

Dibimbing oleh ANJA MERYANDINI, IMAN RUSMANA, ANTONIUS SUWANTO, dan NISA RACHMANIA MUBARIK.

Seiring dengan berkembangnya budidaya udang di berbagai negara, diikuti pula oleh berbagai kendala seperti perkembangan penyakit dan penurunan kualitas air yang menyebabkan turunnya produksi udang. Penurunan kualitas air pada tambak udang, terutama pada sistem budidaya udang intensif dan semi intensif, dapat disebabkan oleh penumpukan sisa pakan buatan yang seluruhnya disuplai dari luar tambak berupa pakan buatan pabrik. Pakan ini sering tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh hewan, sehingga tersisa sebagai limbah dalam air dan sedimen. Pakan udang merupakan bahan kaya protein, lemak dan karbohidrat di samping bahan-bahan lainnya. Kandungan sisa pakan yang tinggi di perairan tambak menyebabkan peningkatan kadar senyawa organik dan senyawa toksik dalam air. Di samping itu, hal ini dapat menyebabkan tingginya

padatan tersuspensi (total suspended solid [TSS]), tingginya kebutuhan oksigen

biologis (biological oxygen demand [BOD]), turunnya oksigen terlarut (dissolved

oxygen [DO]), eutrofikasi, dan keracunan terhadap udang. Faktor-faktor tersebut dapat mengganggu pertumbuhan, daya tahan bahkan menyebabkan kematian. Banyak laporan tentang peranan Bacillus spp. sebagai agen biokontrol di tambak udang, tetapi hanya sedikit laporan tentang peranan kelompok bakteri ini dalam degradasi sisa pakan pada perairan tambak udang melalui pendekatan enzim-enzim ekstraseluler. Hal ini dapat mengatasi pencemaran senyawa toksik di perairan seperti amonia, nitrat, nitrit dan penumpukan senyawa organik di perairan tambak. Tujuan penelitian ini ialah: 1) menapis dan mengkarakterisasi

Bacillus proteolitik dan amilolitik yang diisolasi dari tambak udang, 2) mengkarakterisasi enzim protease dan amilase yang dihasilkan isolat terpilih dan 3) mengukur kemampuan isolat terpilih dalam menurunkan total padatan tersuspensi pada kultur cair pakan udang.

Penapisan Bacillus spp. dilakukan dengan pemanasan sampel pada suhu 80

0

C selama 15 menit kemudian disebar pada medium sea water complete (SWC)

50% yang ditambahkan 1% susu skim untuk produksi protease atau 1% pati terlarut untuk produksi amilase. Penapisan isolat berdasarkan kepada indeks hidrolisis, pertumbuhan, penurunan TSS, serta aktivitas protease dan amilase. Sebanyak 71 isolat proteolitik dan amilolitik telah berhasil diisolasi dari sampel tanah, sedimen, air dan saluran pencernaan udang. Berdasarkan penghitungan nilai indeks proteolitik (IP) dan amilolitik (IA) yang dihasilkan pada medium yang mengandung protein dan pati, dipilih 9 isolat yang memiliki IP dan IA tertinggi (≥2.5). Selanjutnya dilakukan uji pertumbuhan isolat-isolat tersebut pada

media pakan udang 1.2% dalam air laut (bv-1) selama 48 jam dengan

penghitungan jumlah sel setiap 24 jam. Kemampuan isolat-isolat tersebut dalam menurunkan TSS diuji dengan metoda penyaringan padatan tersuspensi dari

kultur bakteri pada media pakan udang komersial dan air laut 1.2% (bv-1) (media

Shrimp Feed [SF]). Hasil uji pertumbuhan dan uji TSS menunjukkan bahwa

(5)

protease diukur berdasarkan modifikasi metode Walter (1984), amilase berdasarkan metode Bernfeld (1955) dan kadar protein mengacu kepada metode Bradford (1976). Protease dan amilase ekstrak kasar isolat DA 5.2.3 yang diproduksi pada media SF 1.2%, memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat L5. Aktivitas spesifik protease isolat DA 5.2.3 ialah 40.9 U mg-1, sedangkan isolat L5 23 U mg-1. Aktivitas spesifik amilase Bacillus

sp. DA 5.2.3 diperoleh sebesar 47.3 U mg-1, sedangkan isolat L5 hanya sebesar

9.1 U mg-1

Protease ekstrak kasar Bacillus sp. DA 5.2.3 yang diproduksi pada media SF

1.2% mencapai aktivitas maksimum pada awal fase pertumbuhan stasioner setelah 48 jam (20.5 U mg

, oleh sebab itu Bacillus sp. DA 5.2.3 dipilih untuk dikarakterisasi lebih lanjut dalam penelitian ini.

-1

) sedangkan amilasenya mencapai aktivitas maksimum pada

fase pertumbuhan eksponensial setelah 24 jam (23.5 U mg-1

Protease Bacillus sp. DA 5.2.3 memiliki bobot molekul (BM) sekitar 150

kDa, sedangkan amilase terdiri atas 2 tipe enzim dengan BM berkisar 123 kDa dan 27 kDa yang diduga merupakan isoenzim. Uji TSS isolat DA 5.2.3 pada kultur cair media SF 1.2% selama 4 hari menunjukkan bahwa isolat ini mampu menurunkan TSS sebanyak 50% pada hari ke-2. Hal tersebut lebih cepat daripada

Bacillus sp. SP yang diisolasi dari probiotik komersial. Belum ada informasi mengenai hal ini sebelumnya dari Bacillus. Bacillus sp. DA 5.2.3 mempunyai karakteristik : mereduksi nitrat, tidak tumbuh pada suhu 50

). Kedua enzim aktif pada rentangan pH tambak (6-9) dan salinitas (1.5-3.5%). Aktivitas protease maksimum diperoleh pada pH 8 dan amilase pada pH 6. Pada rentangan salinitas 1.5-3.5%, aktivitas protease berkisar di atas 60% dari aktivitas maksimumnya pada kondisi tanpa NaCl (salinitas 0) sedangkan amilase berkisar di atas 50% dari aktivitas maksimumnya pada salinitas 1.5%. Stabilitas protease pada kondisi pH 8, salinitas 2.5% bertahan selama 3 jam dengan aktivitas berkisar di atas 65% sedangkan aktivitas amilase berkisar di atas 80% selama 6 jam inkubasi. Protease dan amilase isolat DA 5.2.3 aktif secara signifikan pada kondisi pH dan salinitas air tambak udang pada media pakan udang dan air laut. Oleh sebab itu isolat ini memungkinkan untuk diaplikasikan di tambak udang.

0

C dan kadar NaCl

7%. Analisis sekuen gen 16S rRNA isolat DA 5.2.3 dengan program Blast

(NCBI) menunjukkan bahwa isolat ini memiliki kesamaan 99% dengan Bacillus

cereus. Berdasarkan karakter yang dimiliki, Bacillus sp. DA 5.2.3 berpotensi untuk diaplikasikan di perairan tambak udang khususnya untuk menurunkan konsentrasi protein dan karbohidrat dari sisa pakan.

(6)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

DAN AMILASE EKSTRASELULER YANG DIHASILKAN

UNTUK DEGRADASI SISA PAKAN

PADA BUDI DAYA UDANG

IT JAMILAH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Maggy T. Suhartono

Dr. Dinamella Wahyuningrum

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Tri Widiyanto, M.Si.

(9)

Judul Disertasi : Penapisan Bacillus dan Karakterisasi Protease dan Amilase Ekstraseluler yang Dihasilkan untuk Degradasi Sisa Pakan pada Budi daya Udang

Nama : It Jamilah

NIM : G361020051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Anja Meryandini, M.S.

Ketua Anggota

Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si.

Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc.

Anggota Anggota

Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si.

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duryadi S., DEA. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(10)

penulisan disertasi ini. Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah atas

nikmat ilmu yang telah diberikan. Disertasi yang berjudul Penapisan Bacillus dan

Telaah Enzim Protese dan Amilase yang Dihasilkan untuk Degradasi Sisa Pakan pada Budidaya Udang, disusun berdasarkan hasil penelitian penulis di IPB dari akhir tahun 2005 sampai pertengahan 2009.

Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih ditujukan kepada komisi pembimbing, yang terdiri atas Dr. Anja Meryandini M.S. sebagai ketua, Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si., Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc. dan Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si. sebagai anggota, yang telah memberikan arahan, kritikan, dan saran untuk kesempurnaan penelitian dan penyusunan tulisan ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan finansial untuk pendidikkan dan penelitian ini. Dana pendidikan dan penelitian diperoleh dari proyek BPPS (2002-2006) dan Hibah Doktor 2009 dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), bantuan dana pendidikan dan penelitian dari Universitas Sumatera Utara (USU), dan bantuan bahan kimia dari Dr. Ir Iman Rusmana, M.Si. dan para pembimbing lainya.

Penulis sangat berterima kasih kepada Ibu Heni, Ibu Ika, dan Ibu Dewi atas bantuan teknis di laboratorium, dan beberapa staf PT Syahputra atas izin menggunakan produk probiotiknya kepada penulis. Ucapan terima kasih selanjutnya penulis tujukan kepada teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Biologi-IPB: Elsi, Isramilda, Rina Puji Astuti, Khairul Syahputra, Huria Marnis, Hasrul Satria, Niken Finansia, Rika Indri Astuti, Roswita, Alberta Rika Pratiwi, Sri Rahayu, dan Aziz atas kerja samanya. Kepada sahabat sejati Magdaliza, terima kasih atas persahabatan dan dukungannya selama studi. Demikian pula kepada Nursahara Pasaribu dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis juga mengucapkan terima kasih atas dukungan, bantuan tenaga dan fikirannya.

(11)

tiga dari 4 bersaudara dari pasangan Djama’an dan Rostina. Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas dari tahun 1984 sampai 1990. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, pada tahun 1991 penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan Biologi, Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan.

Pada tahun 1991 sampai 1992, penulis berkesempatan mengikuti pelatihan Bahasa Inggris di Pusat Bahasa Universitas Sriwijaya (UNSRI), Palembang dan di

The British Institute (TBI), Bandung. Pelatihan ini dilanjutkan di Economic Institute, Colorado University di Boulder, USA sampai pertengahan tahun 1993.

Kegiatan ini disponsori oleh Higher Education Developments Support (HEDS)

Project dari pemerintah Indonesia, bekerjasama dengan United State Aid for Development (USAID) dari pemerintah Amerika Serikat. Atas sponsor yang sama pula penulis dapat menempuh pendidikan di jenjang Master pada tahun

1993-1996 di Department of Food Science and Technology, Mississippi State

University, Mississsippi, USA di bidang Mikrobiologi Pangan. Penulis telah menghasilkan 2 publikasi ilmiah di jurnal Food and Dairy Science pada tahun 1998. Setelah lulus S2

Penulis kembali ke bangku pendidikan pada tahun 2002 menempuh program Doktor pada Program Studi Biologi, subprogram Mikrobiologi di IPB atas beasiswa BPPS dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI), Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) priode 2002-2006. Setelah itu sampai tahun 2010 biaya penelitian dibantu oleh beberapa pihak seperti yang telah disebutkan sebelumnya dan atas biaya sendiri.

penulis kembali mengabdi di USU dan tahun 1998 penulis meraih penghargaan sebagi Dosen Teladan Tingkat USU. Pada tahun yang sama penulis diberi kesempatan menjabat sebagai Kepala Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-USU, sampai tahun 2002.

Selama mengikuti program S3 di IPB penulis menjadi anggota Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. Beberapa karya ilmiah yang merupakan bagian dari

disertasi ini telah dipresentasikan 1) pada International Microbiology and

Biotechnology Confrence (IMBC) dalam bentuk poster dengan judul Selection and Characterization of Proteolytic and Amylolytic Bacillus spp. Isolated from Shrimp Ponds, di Universitas Atmajaya, Jakarta pada bulan November, 2008, 2) pada

Seminar Nasional Sains dengan judul Karakterisasi Protease dan Amilase

Bacillus sp. DA 5.2.3 yang Diisolasi dari Tambak Udang, bulan Oktober, 2009 di IPB. Sebuah publikasi ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini telah diterbitkan pula secara bersama-sama dengan komisi pembimbing pada jurnal ilmiah terakreditasi A, Microbiology Indonesia, volume 3 nomor 2 tahun 2009,

dengan judul Activity of Proteloytic and Amylolytic Enzymes of Bacillus spp.

(12)

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... ….. xxiii

DAFTAR LAMPIRAN . ... xxiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Perairan Tambak Udang ... 7

Pakan Udang ... 10

Total Padatan Tersuspensi (TSS) pada Perairan Budidaya Udang ... 12

Bacillus ... 13

Enzim Protease ... 15

Enzim Amilase ... 17

Identifikasi Mikrobe Berdasarkan Gen Penyandi 16S rRNA ... 19

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

Pengambilan Sampel Bakteri ... 21

Isolasi dan Penapisan Bacillus Proteolitik dan Amilolitik ... 21

Media, Kondisi Pertumbuhan dan Seleksi ... 21

Pertumbuhan Isolat ... 22

Uji Total Padatan Tersuspensi ... 23

Produksi Protease dan Amilase Ekstraseluler ... 24

Pengukuran Aktivitas Protease ... 24

Pengukuran Aktivitas Amilase ... 25

Karakterisasi Protease dan Amilase Isolat Terpilih ... 25

Pengaruh pH dan salinitas Terhadap Aktivitas Protease dan Amilase ... 25

Stabilitas Protease dan Amilase ... 26

Penentuan Bobot Molekul (BM)Protease dan Amilase ... 26

Identifikasi Isolat Terpilih ... 27

Ciri-ciri Morfologi dan Fisiologi ... 27

Identifikasi Berdasarkan Sekuen Gen Penyandi 16S rRNA ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Penapisan Bacillus Proteolitik dan Amilolitik ... 31

Pertumbuhan Isolat ... 38

(13)

DA 5.2.3.... ... 43

Aktivitas Protease Bacillus sp. DA 5.2.3 pada Rentangan pH ... 46

Aktivitas Amilase Bacillus sp. DA 5.2.3 pada Rentangan pH ... 49

Aktivitas Protease Bacillus sp. DA 5.2.3 pada Rentangan Salinitas ... 49

Aktivitas Amilase Bacillus sp. DA 5.2.3 pada Rentangan Salinitas ... 50

Stabilitas Protease Bacillus sp. DA 5.2.3 ... 50

Stabilitas Amilase Bacillus sp. DA 5.2.3 ... 51

SDS-PAGE, Native-PAGE, dan Zimografi ... 54

Total Padatan Tersuspensi Kultur Bacillus sp. DA 5.2.3 ... 59

Ciri-ciri Morfologi dan Fisiologi Bacillus sp. DA 5.2.3 ... 61

Identifikasi Bacillus Terpilih Berdasarkan Sekuen Gen Penyandi 16S-rRNA ... 63

SIMPULAN DAN SARAN ... 67

Simpulan ... 67

Saran .………... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(14)

1 Kriteria dan katagori kualitas air tambak secara fisik dan kimiawi ... 10

2 Protease ekstraseluler yang dihasilkan beberapa mikrob perairan ... 17

3 Bacillus penghasil protease ekstraseluler ... 18

4 Isolat-isolat yang diisolasi dari tanah sekitar tambak udang (A) Isolat proteolitik yang memiliki aktivitas amilolitik dan (B) isolat amilolitik yang memiliki aktivitas proteolitik ... 32

5 Isolat-isolat yang diisolasi dari sedimen tambak udang (A) I solat

proteolitik yang memiliki aktivitas amilolitik dan (B) isolat amilolitik yang memiliki aktivitas proteolitik ………... 33

6 Isolat- isolat yang diisolasi dari air tambak udang (A) Isolat proteolitik memiliki aktivitas amilolitik dan (B) isolat amilolitik

yang memiliki aktivitas proteolitik …...……….. 34

7 Isolat-isolat proteolitik yang diisolasi dari saluran pencernaan udang P. vannamei. (A) Isolat proteolitik yang memiliki/tidak memiliki aktivitas amilolitik dan (B) isolat amilolitik yang

memiliki/tidak memiliki aktivitas proteolitik ……….... 34

8 Isolat-isolat yang memiliki indeks proteolitik dan amilolitik ≥ 2.5 ... 35 9 Rekapitulasi jumlah isolat dan aktivitas enzim yang dimiliki dari

setiap sampel yang diisolasi dari tambak udang di Karawang,

Jawa Barat ... 36

10 Indeks amilolitik sepuluh Bacillus terpilih pada media pakan

udang (SF) dan SWC-pati ... 38

11 TSS dan persentase penurunan TSS isolat Bacillus terseleksi pada kultur cair pakan udang 1.2% yang diinkubasi selama 96 jam pada

pH 7.5, salinitas 2.5%, di suhu ruang dengan penggoyangan 120 rpm ... 41

12 Respon Bacillus sp. DA 5.2.3 terhadap kriteria pengukuran secara

invitro ... 43

13 Karakteristik enzim protease ekstraseluler yang dihasilkan oleh

beberapa Bacillus spp. ... 47

14 Karakteristik enzim amilase ekstraseluler yang dihasilkan oleh

beberapa Bacillus spp. ... 48

15 Ciri-ciri morfologi dan fisiologi Bacillus sp. DA 5.2.3... 62

16 Perbandingan karakteristik fisiologi Bacillus sp. DA 5.2.3 dengan

(15)

1 Kerangka pemikiran penelitian ... 5

2 Diagram alir tahapan penelitian ... 30

3 A) Zona proteolitik pada media SWC- milk 1%, (1) dan (3) isolat DA 5.2.3, (2) isolat KAs 7.1.2 B) zona amilolitik pada media SWC-starch 1%, (1) isolat DP 5.1.2 (2) dan

(3) isolat DP 2.1.1 ... 32

4 Morfologi koloni kelompok Bacillus yang diisolasi dari tambak dan saluran pencernaan udang A) isolat DP 5.1.2, B)

isolat KAs 7.1.2 C) isolat KAt 5.1 ... 38

5 Pertumbuhan isolat-isolat terseleksi pada media SF 1.2 %, pH 7.5, salinitas 2.5% di suhu ruang (±28 0

120 rpm. ... 39 C) dengan penggoyangan

6 Aktivitas spesifik protease isolat L5 dan DA 5.2.3 pada substrat kasein 1% pH 7.5, salinitas 2.5%. Enzim diproduksi pada suhu ruang

di media SF 1.2% dengan penggoyangan 120 rpm ………. 42

7 Aktivitas spesifik amilase isolat L5 dan DA 5.2.3 pada substrat pati terlarut 1%, pH 7.5, salinitas 2.5%). Enzim diproduksi pada suhu ruang dengan peggoyangan 120 rpm dan media SF 1.2% ... 42

8 Produksi protease dan amilase Bacillus sp. DA 5.2.3 pada interval

waktu pertumbuhan yang berbeda ... 44

9 Aktivitas relatif protease Bacillus sp. DA 5.2.3 pada rentangan

pH 6-9, substrat kasein 1%, salinitas 2.5% di suhu ruang ... 46

10 Aktivitas relatif amilase Bacillus sp. DA 5.2.3 pada rentangan

pH 6- 9, salinitas 2.5% pada pati terlarut 1% di suhu ruang ... 49

11 Aktivitas relatif protease Bacillus sp. DA 5.2.3 pada rentangan

salinitas 0-3.5%, pH 7.5 pada kasein 1%, di suhu ruang ... 49

12 Aktivitas relatif amilase Bacillus sp. DA 5.2.3 pada salinitas 0- 3.5%,

pH 7.5 pada pati terlarut 1% di suhu ruang ……….. 50

13 Aktivitas protease Bacillus sp. DA 5.2.3, pada A) pH 8 salinitas 0%

(kondisi optimum) dan B) pada pH 8 salinitas 2.5%

(kondisi umum tambak udang) ... 51

14 Aktivitas amilase Bacillus sp. DA 5.2.3 A) pada pH 6, salinitas 1.5% (kondisi optimum) dan B) pada pH 8, salinitas 2.5%

(kondisi umum tambak udang) ... 52

15 A) Profil SDS-PAGE protein ekstrak kasar Bacillus sp. DA 5.2.3

(16)

17 A) Profil SDS-starch-zimography protein ekstrak kasar amilase Bacillus sp. DA 5.2.3. B) Profil native-starch-zimography amilase

Bacillus sp. DA 5.2.3 ... 57

18 Nilai TSS kultur cair Bacillus sp. DA 5.2.3 pada media

pakan udang 1.2% yang diinkubasi pada suhu ruang ... .... 60

19 Bentuk morfologi Bacillus sp. DA 5.2.3. A) morfologi koloni,

B) morfologi sel dan, C) endospora pada perbesaran 400 X ………... 63

20 Amplikon DNA gen 16S-rRNA Bacillus sp. DA 5.2.3 hasil

PCR sekitar 1.3 kb ... 64

21 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen gen 16S rRNA dari Bacillus sp. DA 5.2.3. yang dibandingkan dengan beberapa

(17)

1 Prosedur uji aktivitas protease (modifikasi dari Walter 1984) ... 85

2 Prosedur uji aktivitas amilase (Bernfeld 1959) ... 86

3 Pertumbuhan sepuluh Bacillus terseleksi pada media pakan udang (SF) 1.2% ... 89

4 Aktivitas protease Bacillus sp. L5 dan DA 5.2.3 ... 89

5 Aktivitas amilase Bacillus sp L5 dan DA 5.2.3 ... 90

6 Waktu produksi protease, amilase, dan pertumbuhan sel Bacillus sp. DA 5.2.3 ... 90

7 Aktivitas protease Bacillus sp. DA 5.2.3 pada rentangan pH ... 91

8 Aktivitas amilase Bacillus sp.DA 5.2.3 pada rentangan pH ... 91

9 Aktivitas protease Bacillus sp. DA 5.2.3 pada rentangan salinitas ... 91

10 Aktivitas amilase Bacillus sp. DA 5.2.3 pada rentangan salinitas ... 91

11 Stabilitas protease Bacillus sp. DA 5.2.3 pada kondisi optimum reaksi enzim (pH 8, salinitas 0) ... 92

12 Stabilitas protease Bacillus sp. DA 5.2.3 pada kondisi umum tambak udang (pH 8, salinitas 2.5%) ... 92

13 Stabilitas amilase Bacillus sp. DA 5.2.3 pada kondisi optimum reaksi enzim (pH 6, salinitas 1.5%) ... 92

14 Stabilitas amilase Bacillus sp. DA 5.2.3 pada kondisi umum tambak udang (pH 8, salinitas 2.5%) ... 92

15 Komposisi larutan untuk SDS-PAGE ... 93

16 TSS dari kultur Bacillus sp. DA 5.2.3 pada media pakan udang (SF) 1.2% ... 95

17 Sekuen gen penyandi 16S rRNA Bacillus sp. DA 5.2.3 ... 96

18 Hasil analisis Blast gen 16S rRNA Bacillus sp. DA 5.2.3 ... 97

(18)

Latar Belakang

Udang merupakan salah satu primadona ekspor perikanan Indonesia, yang

telah memberikan pemasukan devisa yang cukup besar bagi negara. Indonesia

merupakan salah satu negara pengekspor udang terpenting di dunia di samping

Cina, Thailand, India, Vietnam dan beberapa negara di Amerika Latin. Pada tahun

2004 produksi udang Indonesia berada di urutan ke-6 dunia (FAO 2006). Negara

tujuan ekspor terpenting bagi Indonesia adalah Amerika Serikat dan Jepang.

Indonesia merupakan pengekspor produk udang beku nomor dua terbesar bagi

Jepang, sedangkan untuk Amerika Serikat Indonesia berada di tempat ketiga

(Rangkuti 2007).

Jenis udang yang dikembangkan pada awal perkembangan budi daya udang di

Indonesia ialah Penaeus monodon (jumbo tiger prawn) dan P. marquensis (udang

putih). Serangan penyakit dan penurunan kualitas air tambak menyebabkan

produksi udang tersebut terus menurun dari tahun 1990-an sampai 2000-an. Tahun

1992 total produksi nasional sekitar 98.350 ton, produksi menurun menjadi 83.193

ton pada tahu 1994. Pada tahun 1998 produksi ini turun lagi menjadi 74.824 ton

(Departemen Perikanan dan Kelautan 2002).

Tahun 2000 para pengusaha mulai beralih pada jenis udang P. vannamei

karena dianggap lebih tahan penyakit. Sistem budi daya yang dikembangkanpun

lebih kepada sistem semiintensif maupun intensif. Keberhasilan budi daya udang

P. vannamei mengalami puncak pada tahun 2005, dengan peningkatan produksi

tiga kali lipat (Rangkuti 2007). Keberhasilan ini juga tidak berlangsung lama

karena beberapa tahun terakhir produksi udang inipun tidak stabil dan cenderung

menurun meskipun tidak secara drastis. Dari tahun 2008-2009 produksi udang

budi daya turun sebanyak 15% (Kementrian Kelautan & Perikanan 2009).

Masalah utama penurunan produksi udang ialah penurunan kualitas air dan

serangan penyakit. Pada budi daya udang secara intensif, penurunan kualitas air

dapat terjadi dengan cepat disebabkan oleh faktor internal seperti akumulasi sisa

pakan akibat kelebihan pemberian pakan (overfeeding) dan hasil metabolisme

hewan peliharaan (Moriarty 1999). Sisa pakan berupa protein di perairan dapat

(19)

nitrat (Intan et al. 2005). Christoper et al. (2003) menyatakan bahwa pada budi

daya udang, sebahagian besar nitrogen (±90%) masuk ke kolam sebagai pakan

buatan, 22% dikonversi menjadi udang yang dipanen, 14% tersisa pada sedimen,

dan sisanya 57% dikeluarkan ke lingkungan.

Protein merupakan sumber nitrogen bagi bakteri. Pada sistem perairan

protein akan diuraikan oleh bakteri heterotrofik maupun fermentatif menjadi

senyawa-senyawa seperti amonia dan nitrit yang bersifat racun bagi hewan air

(Boyd & Fast 1992). Karbohidrat digunakan sebagai sumber energi bagi ikan

selain itu digunakan sebagai bahan pengikat pada proses pembuatan pakan (Craig

2002). Selain diubah menjadi senyawa-senyawa toksik diperairan, akumulasi sisa

pakan yang tinggi di perairan tambak akan menurunkan kualitas air dengan

menurunnya DO (dissolved oxygen) dan meningkatnya BOD (biologycal oxygen

demand). Hal ini dapat mengganggu ketahanan udang, menurunkan laju

pertumbuhan bahkan dapat menyebabkan laju kematian yang tinggi (Moriarty

1999).

Peningkatkan aktivitas degradasi senyawa organik pada sistem akuatik dapat

dilakukan dengan pemanfaatan bakteri melalui produksi enzim ekstraseluler

(Devaraja et al. 2002). Protease ekstraseluler mikrob adalah kunci dalam hidrolisis

senyawa protein menjadi peptida yang lebih sederhana dan asam amino yang

dimanfaatkan oleh mikrob untuk proses metabolismenya. Secara tidak langsung

proses ini dapat mengurangi cemaran amonia, nitrit dan nitrat dalam suatu

ekosistem (Bach et al. 2001).

Penelitian tentang potensi penggunaan bakteri yang menguntungkan

(probiotik) pada budi daya udang sudah banyak dilaporkan diantaranya dapat

memberikan efek positif terhadap ketahanan dan pertumbuhan udang (Veschuere

et al. 2000), menghambat pertumbuhan bakteri patogen udang (Rengpipat et al.

1998, Vaseeharan & Ramasamy 2003, Decamp & Moriarty 2007), merangsang

sistem imun udang (Rengpipat et al 2000, Gullian et al. 2004) dan meningkatkan

kualitas air tambak (Widiyanto et al. 1998, Widiyanto et al. 2005, Widiyanto et al.

2008) yang dapat menurunkan kadar H2S, nitrat, nitrit dan amonia. Ziai-Nejad et

al. (2006) mendapatkan isolat bakteri yang dapat meningkatkan aktivitas enzim

(20)

Bacillus spp. telah dilaporkan sebagai agen biokontrol terhadap patogen

udang seperti Vibrio harveyi (Moriarty 1999, Veschuere et al 2000). Lalloo et al.

(2007) dan Zhou et al. (2009) menyatakan bahwa penambahan Bacillus spp. ke air

pemeliharaan udang dapat meningkatkan kualitas air dengan menurunkan kadar

ion amonium, nitrit, nitrat, dan fosfor. Kelompok Bacillus dikenal sebagai

penghasil enzim-enzim ekstraseluler yang potensial sebagai pengurai bahan

organik di alam seperti protease (Mabrouk et al. 1999, Patel et al. 2006,

Essakkiraj et al. 2008) ) dan amilase ( Srivasta 1987, Hagihara et al. 2001, Anto et

al. 2006, dan Ling et al. 2009). Kelompok bakteri probiotik yang telah dilaporkan

untuk budi daya perairan seperti ikan, kerang dan udang ialah bakteri fotosintetik,

Lactobacillus, Bacillus (Zhou et al. 2009), dan Vibrio (Widanarni 2005, Niwane

& Selvin 2009).

Genus Bacillus terdiri atas kelompok bakteri berbentuk batang, Gram

positif, yang dicirikan oleh kemampuannya untuk menghasilkan endospora (Todar

2005). Umumnya spesies Bacillus tidak berbahaya terhadap mamalia, termasuk

manusia dan secara komersial penting sebagai penghasil berbagai macam

metabolit sekunder dalam jumlah yang tinggi seperti antibiotik, bioinsektisida,

dan enzim (Ferrari et al 1993, Olmos-Soto 2003). Isolat DA 5.2.3 yang dipilih

untuk karakterisasi enzim lanjut dalam penelitian ini pada uji awal yang dilakukan

dapat menghambat pertumbuhan V. harveyi secara in vitro (data tidak

dipublikasikan).

Penelitian dilakukan untuk mengatasi pencemaran sisa pakan udang di

perairan yaitu dengan menggunakan Bacillus proteolitik dan amilolitik. Bakteri

diisolasi dari tambak dan saluran pencernaan udang. Penapisan isolat dilakukan

berdasarkan angka indeks proteolitik dan amilolitik, pertumbuhan, nilai TSS, dan

termasuk uji aktivitas enzim. Karakterisasi enzim protease dan amilase yang

dihasilkan dilakukan pada kondisi lingkungan seperti yang umum di perairan

kolam udang seperti pH dan salinitas. Untuk melihat potensi isolat terpilih dalam

degradasi protein dan karbohidrat, digunakan pakan udang komersial dan air laut

sebagai media pertumbuhan dan produksi enzim. Uji TSS dilakukan untuk

mengetahui kemampuan isolat terpilih dalam menurunkan total padatan

tersuspensi dari media cair pakan udang. Konsep pemikiran penelitian ini

(21)

Tujuan Penelitian

1) menapis dan mengkarakterisasi Bacillus proteolitik dan amilolitik yang

diisolasi dari tambak dan saluran pencernaan udang,

2) mengkarakterisasi protease dan amilase ekstraseluler yang dihasilkan isolat

terpilih, dan

3) melihat kemampuan isolat terpilih dalam menurunkan total padatan

tersuspensi pada kultur cair pakan udang.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi tentang suatu pendekatan dalam mengatasi pencemaran air pada suatu sistem budi daya perairan

menggunakan bakteri, dan sebagai salah satu dasar dan acuan dalam pengendalian

senyawa-senyawa toksik pada sistem budi daya udang. Isolat bakteri dari

Indonesia yang diperoleh dari penelitian ini dapat dikembangkan untuk

penanggulangan masalah penurunan kualitas air pada sistem budi daya udang

(22)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Pakan udang

Sisa pakan di perairan

Seleksi dan karakterisasi

Bacillus proteolitik & amilolitik

Kandungan bahan organik di air tinggi

Udang mengalami gangguan

pertumbuhan

Protein Karbohidrat

Protease Amilase

Kandungan protein dan karbohidrat di air turun

Kualitas air meningkat

Produktivitas udang meningkat

Tambak udang

Isolat potensial

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran Perairan Tambak Udang

Tingginya permintaan konsumen terhadap produk perikanan terutama

udang dari tahun ketahun memacu perkembangan industri budi daya udang yang

sangat pesat. Selain itu, tingginya nilai produk udang budi daya dan siklus hidup

yang relatif singkat menyebabkan sektor ini menarik minat banyak pengusaha

(New 1999). Pada pengembang budi daya udang skala besar dilakukan sistem

budi daya intensif. Pada sistim ini dilakukan pengaturan yang ketat terhadap

kondisi kolam seperti sistem pengairan, pakan dan perbenihan. Target utama

sistim ini ialah jumlah produksi yang tinggi pada area tambak yang kecil, oleh

sebab itu dilakukan padat tebar benih yang tinggi dan pemberian pakan dalam

jumlah serta kualitas yang tinggi ( Fast 1992).

Berkembangnya budi daya udang sistim intensif, diikuti pula oleh berbagai

permasalahan. Masalah yang umum pada sistem budi daya udang ini ialah

sedikitnya proporsi pakan yang digunakan oleh hewan, akibatnya sebagian besar

pakan tersisa sebagai limbah di air (Antony & Philip 2006) yang diikuti oleh

eutrofikasi dan pengayaan material organik yang tinggi pada dasar kolam.

Penurunan kualitas lingkungan seperti ini menurunkan produktivitas tambak, dan

meningkatkan tekanan pada udang yang menyebabkan udang rentan terhadap

penyakit, sehingga menurunkan produksi di berbagai daerah (Boyd & Musig

1992, Browdy & Hopskin 1995). Umumnya pengusaha tambak bergantung

kepada pergantian air yang relatif tinggi untuk menjaga kualitas air pada sistim

produksi, akibatnya terjadi pengeluaran material limbah pakan dan berbagai

metabolit langsung ke lingkungan terdekat (Browdy & Hopskin 1995).

Selain berdampak negatif terhadap lingkungan, intensifikasi budi daya

udang juga menyebabkan peningkatan resiko penyakit yang potensial terhadap

hewan. Penyakit yang berkembang di tambak udang di Indonesia ialah penyakit

yang disebabkan oleh virus White Spot Syndrome (WSS) dan Yellow Head Virus

(YHV) dan penyakit bakteri berpendar Vibrio harveyi. Selain itu pemakaian

antibiotik menjadi cara yang dianggap efektif untuk menanggulangi bakteri

(24)

ditemukannya residu antibiotik yang tinggi pada udang asal Indonesia,

mengakibatkan dikeluarkannya larangan ekspor udang Indonesia ke beberapa

negara tujuan (Rangkuti 2007).

Analisis komunitas mikrob dari tambak udang memainkan peranan yang

penting pada produksi udang, menyediakan sumber makanan, mendaur ulang

nutrien dan mengurai tumpukan bahan organik melalui berbagai proses

metabolisme. Komunitas mikrob sebaliknya juga dapat mempengaruhi kualitas air

dengan meningkatkan kebutuhan oksigen akibat konsumsi karbon organik labil

yang dihasilkan dari sisa pakan, alga, dan pelepasan dari bakteri sedimen akibat

penguraian bahan organik (Hansen & Blackburn 1991).

Berbagai cara dicoba dilakukan untuk mengatasi pencemaran air dan

degradasi kualitas tambak udang di antaranya yang paling populer ialah dengan

pemanfaatan mikrob (Devaraja et al. 2002). Bioremediasi adalah salah satu cara

yang menggunakan mikrob atau enzim di kolam yang digunakan untuk

meningkatkan kualitas air dan menjaga kesehatan dan stabilitas sistem budi daya

air. Bioremediasi melibatkan mineralisasi bahan organik menjadi CO2

Penggunaan bakteri untuk kesejahteraan manusia seperti kesehatan dan

pertanian sangat menarik perhatian lebih dari satu dekade terakhir. Probiotik

sudah digunakan di berbagai produk seperti susu dan makanan tambahan. Di

bidang peternakan probiotik sudah diaplikasikan pada pakan, dan di bidang

pertanian digunakan sebagai pupuk. Probiotik merupakan mikrob hidup baik

dalam bentuk kultur tunggal maupun campuran yang ditambahkan ke dalam

makanan hewan atau manusia yang dapat menguntungkan inang dengan menjaga

keseimbangan mikrob ususnya (Fuller 1992; Salminen & Wright 1998). Defenisi

ini kemudian dikembangkan lagi oleh Verschuere et al. (2000) untuk aplikasi

probiotik pada budi daya perairan. Deskripsi yang diberikan sesuai dengan

modus aksi probiotik tersebut, yaitu mikrob hidup yang menguntungkan bagi ,

merangsang produksi udang, nitrifikasi dan denitrifikasi untuk: 1) menghilangkan

sisa nitrogen dari kolam, dan 2) menjaga keragaman dan menstabilkan komunitas

kolam dengan memusnahkan patogen dari sistim dan mempertahankan spesies

yang diinginkan. Pada bioremediasi digunakan bakteri heterotrofik pendegradasi

bahan organik, bakteri nitrifikasi, denitrifikasi dan bakteri fotosintetik (Antony

(25)

inang dengan memodifikasi hubungan komunitas mikrob yang berasosiasi dengan

inang atau lingkungannya, meningkatkan penggunaan makanan atau nilai nutrisi,

memacu respon inang terhadap penyakit, atau dengan meningkatkan kualitas

lingkungan. Berdasarkan definisi di atas probiotik dapat mencakup mikrob yang

mencegah perkembangbiakan patogen pada rongga pencernaan, pada struktur

permukaan, dan pada lingkungan peternakan, menjamin penggunaan pakan secara

optimal dengan membantu sistem pencernaan inang, meningkatkan kualitas air,

dan merangsang sistem ketahanan inang (Verschuere et al. 2000).

Berbagai produk probiotik untuk akuakultur dipromosikan memiliki

berbagai keunggulan yang bervariasi; mereduksi nitrat, nitrit, amonia, H2S,

menghilangkan logam berat, bahan organik, menurunkan BOD, mengatasi

penumpukan lumpur, penghambatan pertumbuhan Vibrio sp. dan bakteri patogen

lainnya. Tetapi banyak dari keuntungan yang diiklankan tidak memiliki

konfirmasi, dan merupakan riset yang tidak dikendalikan secara terpadu (Antony

& Philip 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Fernandes et al. (2010) untuk menguji suatu

sistim aerasi untuk mengatasi pencemaran air di tambak udang, didapatkan

bakteri heterotrofik melampaui jumlah bakteri nitrifikasi, denitrifikasi dan

pereduksi sulfat. Jumlah bakteri heterotrofik berkisar 10-3 sampai 10-4 CFU mL-1

dan selalu tinggi di air yang diaerasi maupun tidak di aerasi. Tingginya

kelimpahan bakteri ini dapat disebabkan tingkat ketersediaan karbon organik di

tambak. Drakare (2002) menjelaskan bahwa di samping memecah senyawa

organik, bakteri heterotrofik juga merupakan kompetitor yang unggul dalam

pemanfaatan fosfat dan dapat menjaga tingkat nutrien yang optimal. Rao dan

Karusanagar (2000) menyatakan udang memiliki kemampuan konversi makanan

yang rendah dimana lebih dari 50% pakan terbuang ke air.

Di Indonesia kriteria kualitas air untuk tambak memiliki kisaran pH 7.8-9.0,

suhu 26-32 0C, kadar nitrat kurang dari 0.3-0.5 ppm, nitrit kurang dari 0.1 ppm

dan suspensi terlarut berkisar dari 20-40 ppm (Tabel 1). Daerah yang paling

cocok untuk pertambakan udang adalah daerah pasang surut dengan fluktuasi

(26)

Tabel 1 Kriteria dan katagori kualitas air tambak secara fisik dan kimiawi

buatan merupakan sumber nutrien utama untuk pertumbuhan udang yang dibudi

dayakan. Secara umum nutrisi di dalam pakan diperlukan oleh tubuh untuk

proses pemeliharaan, aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi. Ketersediaan pakan

dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan bernilai gizi baik merupakan salah

satu faktor yang sangat penting dalam kegiatan usaha budi daya. Penyediaan

pakan yang tidak sesuai dengan jumlah udang yang dipelihara menyebabkan laju

pertumbuhan udang menjadi lambat, akibatnya produksi yang dihasilkan tidak

sesuai dengan yang diharapkan. Pada dasarnya, sumber pakan berasal dari pakan

alami dan pakan buatan. Oleh karena jumlah pakan alami di kolam pemeliharaan

tidak memadai untuk budi daya intensif dan semi intensif, maka untuk mencapai

(27)

Pakan buatan adalah pakan yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

dan gizi udang, dibuat dalam skala industri yang diberikan saat ketersediaan

pakan alami yang kurang atau tidak memadai. Berdasarkan komposisi kandungan

nutrisinya pakan buatan mempunyai formulasi yang sudah disesuaikan dengan

kebutuhan pertumbuhan udang. Pakan udang yang dibuat secara komersial

merupakan bahan campuran hasil penggilingan yang mengapung, melayang atau

pelet yang tenggelam di air. Udang termasuk hewan yang menyukai makanan

yang tenggelam, tetapi kebanyakan udang dapat dilatih untuk menerima makanan

yang mengapung (Craig 2002).

Pada budi daya udang nutrisi merupakan masalah yang kritis dan membutuhkan 40-50% dari biaya produksi. Industri pakan udang berkembang

secara dramatis pada beberapa tahun terakhir ini dengan pengembangan formulasi

makanan baru yang seimbang untuk memacu pertumbuhan dan kesehatan yang

optimal (Craig 2002). Pakan udang buatan dapat dalam bentuk lengkap atau

tambahan. Pakan lengkap menyediakan semua bahan (protein, karbohidrat, lemak,

vitamin dan mineral) yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal dan

kesehatan ikan, biasanya terdiri atas protein (18-50%), lemak (10-25%),

karbohidrat (15-20%), abu (<8.5%), fosfat (<1.5%), air (10%) dan sejumlah kecil

vitamin dan mineral. Kebutuhan protein yang tinggi dalam makanan udang

disebabkan oleh lintasan produksi energinya sebagian besar tergantung kepada

oksidasi dan katabolisme protein (Craig 2002). Khusus untuk udang umumnya

pakan mengandung protein sekitar 28-32%. Komposisi pakan ini dapat bervariasi

berdasarkan umur udang peliharaan.

Pakan mengandung unsur nitrogen yang sebagian besar dikeluarkan

melalui insang dalam bentuk amonia (NH3

Karbohidrat (pati dan gula) adalah sumber energi yang ekonomis dan tidak

mahal dari pakan udang. Karbohidrat termasuk ke dalam makanan budi daya

perairan yang dapat menurunkan biaya pakan dan untuk unsur pengikat pada ) dan hanya 10% hilang dalam bentuk

padat (Craig 2002). Percepatan eutrofikasi akibat pengayaan nutrien pada

permukaan air akibat kelebihan nitrogen pada air buangan budi daya udang

merupakan suatu kekhawatiran petani terhadap penurunan kualitas air.

Pemberian pakan yang efektif dan praktek manajemen limbah penting untuk

(28)

proses pembuatan pakan. Karbohidrat disimpan sebagai glikogen oleh ikan yang

dapat diaktifkan untuk memenuhi permintaan energi. Sebanyak 20% karbohidrat

dari pakan dapat digunakan oleh udang (Craig 2002).

Total Padatan Tersuspensi (TSS) pada Perairan Budi daya Udang

Total padatan tersuspensi (total suspended solid [TSS]) terdiri atas sejumlah partikel organik dan anorganik, yang terbawa ke dalam badan air. Pada

kebanyakan sungai, TSS terutama disusun oleh partikel-partikel mineral yang

kecil. Pakan merupakan sumber utama nutrisi dan partikel pada budi daya

perairan. Limbah partikel organik berupa feses, ammonia dan sisa pakan pada

umumnya akan terakumulasi di dasar kolam, sedangkan limbah terlarut akan

terbuang ke lingkungan. Polusi nitrogen dan fosfor dari pakan merupakan

ancaman utama terhadap lingkungan pembuangan air. (Tzachi & Lawrence

1995).

Peranan dari bakterioplankton pada aliran energi dan karbon melalui sitim

akuatik merupakan salah satu bidang penelitian yang dilakukan dengan sangat

serius sejak lebih dari dua dekade terakhir. Penelitian ini memperlihatkan bahwa

bakteri heterotrofik mendominasi sistim metabolism di laut maupun air tawar,

mengubah material organik tersuspensi dan terlarut menjadi biomasa dan karbon

anorganik (Billen et al. 1990). Suatu bioremediator yang baik harus mengandung

mikrob yang mampu secara efektif menghilangkan limbah yang mengandung

karbon di air. Hal ini akan didukung jika mikrob ini berkembang dengan cepat

dan memiliki aktivitas enzim yang tinggi (Antony & Philip 2006).

Pengayaan bahan organik pada ekosistim bentik dapat meningkatkan

konsumsi oksigen pada komunitas sedimen dan pembentukan kondisi anoksik.

Efek nyata dari hal ini ialah turunnya konsentrasi oksigen terlarut pada dasar dan

permukaan air. Penurunan ini disebabkan oleh kebutuhan oksigen biokimia yang

tinggi oleh limbah organik dan respirasi dari hewan air. Aliran air dari tambak

udang intensif memiliki ciri-ciri BOD yang tinggi dengan level partikel organik

dan anorganik serta nitrogen yang tinggi (Tzachi & Lawrence 1995).

Air buangan tambak udang dapat mengandung konsentrasi nutrisi terlarut dan partikel tersuspensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan air yang

(29)

lingkungan yang negatif terhadap perairan pantai yang disebabkan oleh

eutrofikasi dan peningkatan kekeruhan (turbiditas) (Jones & Preston 2008).

Bacillus

Bacillus ditemukan oleh Ferdinan Cohn pada tahun 1872 yang kemudian

dinamakannya B. subtilis. Bakteri ini termasuk ke dalam family Bacillaceae, yang

ditandai dengan produksi endospora, suatu struktur yang terbentuk di dalam sel

bakteri pada bagian subterminal atau terminal. Anggota dari genus Bacillus

termasuk bakteri Gram positif berbentuk batang lurus atau sedikit bengkok,

berukuran 0.3-2.2 µm x 1.2-7.0 µm, aerobik atau fakultatif anaerobik, kebanyakan

spesies motil (Corbin 2005). Bakteri ini tersebar luas di alam, dikenal dengan

daya tahan sporanya yang luar biasa terhadap senyawa kimia dan agen fisik,

perkembangan siklus pembentukan spora, produksi antibiotik, toksisitas spora dan

pembentukan kristal protein terhadap berbagai insekta patogen (Todar 2009).

Bacillus merupakan bakteri Gram positif yang dikenal dengan produksi

endosporanya yang membuat dia dapat bertahan pada berbagai kondisi

lingkungan dalam jangka waktu yang sangat panjang, bahkan sampai ratusan

tahun (Slepecky & Hampell 1992). Bacillus memiliki keragaman fisiologi di

dalam anggota genus. Gambaran kolektifnya mencakup kemampuan degradasi

semua substrat yang diperoleh dari tumbuhan dan hewan, seperti selulosa, pati,

pektin, protein, dan agar-agar hidrokarbon. Selain itu kelompok genus bakteri ini

juga merupakan produser antibiotik, dan berpotensi melakukan proses nitrifikasi,

denitrifikasi, dan fiksasi nitrogen di alam. Karakteristik lainnya mencakup

heterotrof, litotrofi fakultatif, asidofil, alkalofil, psikrofil, termofil dan ada yang

bersifat parasit. Pembentukan spora ditemukan secara universal pada genus,

diperkirakan sebagai suatu strategi untuk bertahan pada lingkungan. spora dorman

melalui udara menyebabkan spesies Bacillus ditemukan hampir di semua habitat

yang diteliti (Todar 2009) .

Daniel dan Morgan (1988) menemukan suatu isolat Bacillus yang diperoleh

dari tanah geotermal di daerah Antartika. Isolat ini mampu tumbuh secara

heterotrof maupun autotrof dengan adanya hidrogen dan karbondioksida. Isolat ini

mirip dengan B. schlegellii yang juga mampu tumbuh secara autotrof

(30)

Spesies Bacillus umumnya terdapat di tanah, air, debu dan udara. Bakteri ini juga terlibat dalam pembusukan makanan, masuk ke saluran pencernaan melalui

makanan. Spora Bacillus dapat ditemukan dengan mudah di tanah, oleh sebab itu

bentuk hidup (sel vegetatif) dari bakteri ini diasumsikan juga mendiami tanah,

tetapi asumsi ini belum dapat dibuktikan. Oleh sebab itu lokasi dimana bakteri ini

ditemukan belum tentu merupakan habitat aslinya. Studi literatur lebih jauh

memperlihatkan bahwa Bacillus secara umum ditemukan dalam lambung hewan-

hewan dan serangga. Hal ini dapat terjadi akibat tertelan bakteri yang tercampur

dengan tanah. Teori yang baru muncul menyatakan spesies Bacillus muncul

dalam suatu hubungan endosimbiotik dengan inang, bertahan dan berkembang

biak dalam rongga pencernaan. Kelompok bakteri ini banyak ditemukan pada

sedimen kolam, danau, sungai atau laut oleh sebab itu secara alami tertelan oleh

hewan seperti udang, ikan, dan kerang yang makan di atau dari sedimen. Spesies

Bacillus telah dengan mudah ditemukan pada ikan, krustasea, kerang, udang dan

dapat ditemukan pada insang, kulit dan rongga pencernaan udang (Cutting 2006).

Beberapa Bacillus seperti B. subtilis, B. licheniformis, B. coagulans, dan

termasuk B. cereus adalah contoh bioremediator yang baik karena menghasilkan

enzim-enzim yang potensial dalam degradasi senyawa-senyawa organik. Tetapi

biasanya kelompok bakteri ini tidak memiliki jumlah yang cukup banyak di badan

air, karena habitat alaminya di sedimen (Philip & Antony (2006). Dengan

menjaga bakteri ini dalam level yang tinggi pada kolam produksi, para petani

dapat menurunkan penumpukan karbon organik selama siklus pertumbuhan

ternak, sementara itu hal ini juga akan memacu kestabilan perkembangan

fitoplankton melalui peningkatan produksi CO2

Kelompok Bacillus yang merupakan bakteri heterotrofik dapat merupakan alternatif bakteri nitrifikasi di perairan tambak udang. Bakteri ini lebih toleran

terhadap kondisi lingkungan pada rentangan yang lebih luas (Straub & Dixon

1997). Banyak dari kelompok bakteri ini digunakan dalam bentuk produk paket (Secura 1995).

Suatu keuntungan penggunaan Bacillus di tambak udang adalah karena

bakteri ini tidak mungkin munggunakan gen resistensi antibiotik atau virulensi

dari kelompok vibrio atau bakteri Gram negatif lainnya. Ada penghambat pada

tingkat transkripsi dan translasi untuk mengekspresikan gen dari plasmid, fage

(31)

kering karena memiliki spora (Intan et al. 2005). B. subtilis banyak terdapat di

lingkungan seperti air, tanah udara yang mengurai sisa tumbuhan yang

menyumbangkan siklus nutrien karena menghasilkan berbagai enzim (Valbuzzi et

al. 1999). Banyak spesies Bacillus menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler dan

digunakan secara luas untuk menghasilkan enzim bagi industri seperti protease

dan amilase (Fleming et al. 1995).

Enzim Protease

Keragaman spesies biota laut dan estuari berkontribusi terhadap berbagai

jenis enzim dengan karakteristik yang unik. Beberapa tahun terakhir, protease dari

usus ikan menarik banyak perhatian (Chi et al. 2007). Hal ini membantu

pengembangan pengayaan aplikasi produk-produk dengan bantuan enzim sebagai

katalis pada protein dari berbagai sumber. Protease memiliki berbagai aplikasi di

bidang industri seperti detergen, pengolahan kulit, penemuan logam, kesehatan,

pemerosesan makanan, pakan ternak, industri kimia, dan pengolahan limbah

(Kumar & Tagaki 1999).

Protease adalah enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada molekul

protein yang menghasilkan peptida atau asam amino. Protein terdiri atas molekul

asam amino yang bervariasi jumlahnya, berkisar antara 10 sampai ribuan yang

berfungsi sebagai unit penyusun polimer protein yang terangkai melalui ikatan

peptida. Protein yang memiliki lebih dari 10 asam amino disebut polipeptida,

sedangkan istilah protein ditujukan bagi polimer asam amino dengan jumlah di

atas 100 (Suhartono 1992).

Persatuan internasional biokimia dan molekuler biologi (The International

Union of Biochemistry and Molecular Biology) tahun 1984 merekomendasikan

kata peptidase (E.C. 3.4) untuk enzim yang menghidrolisis rantai peptida.

Protease sinonim dengan peptidase. Protease secara umum dibagi atas

eksopeptidase (E.C. 3.4.21-99-) atau endopeptidase (E.C. 3.4.19-) tergantung

kepada lokasi tempat aksi enzim terjadi. Jika enzim memecah ikatan peptida di

arah amino atau ujung karboksi dari substrat, maka diklasifikasikan sebagai

eksopeptidase. Jika enzim memecah ikatan peptida jauh dari ujung amino atau

(32)

Efektivitas kerja protease terhadap suatu protein ditentukan oleh struktur

protein itu sendiri. Hal ini mempengaruhi kerentanan suatu protein terhadap

hidrolisis oleh suatu protease. Struktur tersebut terdiri atas: 1) struktur primer,

yaitu deret asam amino pada protein, 2) struktur sekunder (derajat pembentukan

struktur sulur alfa dan beta, serta struktur acak, 3) struktur kuartener merupakan

asosiasi antar subunit molekul protein. Protease memecah ikatan peptida dengan

bantuan molekul air (Suhartono 1992).

Ward (1983) menjelaskan bahwa berdasarkan cara kerjanya terhadap ujung

N atau C, eksopeptidase dibedakan menjadi aminopeptidase (E.C 3.4.11) dan

karboksipeptidase (EC 3.4.16 dan E.C 3.4.17). Endopeptidase dapat dibedakan

menjadi empat kelompok berdasarkan gugus asam amino fungsional pada sisi

aktifnya yaitu protease serin, protease sulfuhidril, protease asam dan protease

logam. Protease serin (E.C 3.4.2) merupakan enzim yang memiliki asam amino

serin pada sisi aktifnya. Enzim ini dihambat oleh fenil metil sulfonil flourida

(PMSF) dan diisoprofil flouro fosfat (DFP), tetapi tidak oleh etilen diamina tetra

asam asetat (EDTA). Jenis-jenis protease ini ialah tripsin, kimotripsin, elastase

dan subtilisin. Protease sulfidril atau protease thiol (E.C 3.4.22) merupakan

protease yang memiliki asam amino sistein pada sisi aktifnya. Enzim ini sensitif

terhadap beberapa oksidator basa dan beberapa logam yang dapat mengikat gugus

thiol pada sisi aktifnya. Golongan enzim ini ialah papain, fisin dan bromelin.

Protease asam (E.C 3.4.23) merupakan enzim yang aktif pada pH asam, tidak

sensitif terhadap EDTA maupun inhibitor protease serin. Contoh enzim ini ialah

pepsin, renin, dan beberapa enzim kapang yang aktif pada pH rendah yaitu 2-4.

Protease netral atau protease logam (E.C 3.4.24) adalah enzim yang menunjukkan

aktivitas maksimum pada pH netral, sensitif terhadap EDTA. Contoh enzim ini

ialah karboksipeptidase A, beberapa aminopeptidase, dan beberapa protease

bakteri (Ward 1983). Selain pengelompokan berdasarkan mekanisme di atas,

bagian nomenklatur enzim menempatkan protease yang tidak diketahui

mekanisme katalitiknya dalam suatu grup. Ini menunjukkan masih ada protease

baru yang belum diketahui mekanisme kerjanya (Suhartono 1992).

Enzim proteolitik mikroorganisme dapat ditemukan dalam sel (intraseluler)

pada dinding sel (periplasma), atau disekresikan ke medium (ekstraseluler) (Priest

(33)

membran sel. Enzim ini disintesis dalam bentuk prekursor kemudian dibebaskan

dalam bentuk aktif melalui proses proteolisis. Bagian peptida yang dilepaskan

biasanya bersifat hidrofobik (Suhartono 1989). Protease dihasilkan oleh beberapa

kelompok mikrob perairan terutama Bacillus (Intan et al. 2005). Daftar beberapa

protease yang dihasilkan oleh bakteri perairan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Protease ekstraseluler yang dihasilkan beberapa mikrob perairan

Isolat pH

optimum

Suhu optimum (0

Sumber Pustaka C)

Aeromonas salmonicida 9.6 50 0C Sakai (1986)

Vibrio sp 8 50-60 Tandoko (1995)

V. anguillarum 9 - Farel & Crossa (1991)

Yersinia ruckeri 8 37 Secades & Guijarro (1999)

Bacillus alcalophilus 7 40 Rosdiana et al. (2000)

B. megaterium 7 50 Haritjinti (1997)

V. harveyi 8 50 Fawzya (2002)

Genus Bacillus menghasilkan beberapa enzim yang penting di antaranya

protease. Jenis protease yang disekresikan oleh Bacillus yang penting dalam

industri antara lain protease logam (netral) dan protease serin atau subtilisin

(alkalin) (Rao et al. 1998). B. licheniformis menghasilkan subtilisin (protease

serin) yang berperan penting dalam bidang industri terutama yang berhubungan

dengan produk-produk yang digunakan dalam pH alkali dan suhu tinggi seperti

detergen, hidrolisat protein untuk makanan maupun pakan (Ward 1983). Enzim

ini mempunyai berat molekul 27.277 kDa dan stabil pada kisaran pH yang luas.

Jenis substilisin yang lain ialah subtilisin BPN (Bacteria Protease Nagatase) yang

ditemukan oleh Harihara pada tahun 1954. Bacillus yang memproduksi enzim ini

ialah B. amyloliquifaciens, B. subtilis dan B. steraotermophilus. B. pumilus

menghasilkan protease logam yang mempunyai pH optimum 7, spesifik terhadap

asam amino hidrofobik dan alifatik. Logam yang dikandung enzim ini berupa Zn.

Mubarik dan Wirahadikusuma (1996) mendapatkan protein ekstraseluler dari

Bacillus subtilis ATTC 6633 yang termasuk protease logam dan protease

(34)

pada suhu 40 0C, pH 8 dan untuk protease campuran didapatkan pada suhu 40-45

0

Tabel 3 Bacillus penghasil protease ekstraseluler

C, pH 8-8.5. Beberapa jenis Bacillus menghasilkan enzim ekstraseluler (Tabel 3).

Spesies Jenis protease pH optimum B. cereus netral 7.0

B. licheniformis netral 6.5 -7.5 B. megaterium netral 7.0 B. polymixa netral 6.0 -7.2 B. stearothermophilus netral 6.9 -7.2 B. amyloliquefaciens alkali 10.2-10.7 B. subtilis var amyloliquefaciens netral 7.0

Suhartono (1992)

Enzim Amilase

Amilase adalah kelompok enzim yang mampu mengkatalisis proses hidrolisis pati, suatu polimer glukosa yang banyak terdapat pada polisakarida

tumbuh-tumbuhan seperti beras, jagung, kentang, tapioka dan terigu. Amilase

yang terlibat dalam hidrolisis pati ialah α-amilase (1,4-α-D-glukan

glukanohidrolase, EC 3.2.1.1), β-amilase (1,4-α-D-glukan glukanohidrolase; EC

3.2.1.2), glukoamilase (1,4-D-glukan glukanohidrolase; EC 3.2.1.3), α

-glukosidase (1,4-glukan glukanohidrolase; EC 3.2.1.20) dan enzim pemutus

cabang pullulanase (pullulan 6-glikanohidrolase; EC 3.2.1.41) dan isoamilase

(glikogen 6-glukanohidrolase; EC 3.2.1.68) (Aehle 1997).

Ada beberapa cara kerja amilase dalam memecah substrat: a) menghidrolisis

dari bagian dalam molekul substrat (endo-splitting) atau dari luar (exo-splitting),

b) retensi atau konfigurasi inversi, c) menghidrolisis ikatan glikosidik α-1,4

versus α,1-6 dan d) tipe reaksi hidrolisis atau transfer. α-amilase merupakan

enzim yang memecah dari dalam molekul yang menghidrolisis ikatan glikosidik

α-1,4 secara random dari substrat, menghasilkan sebagian besar maltosa dan

sedikit glukosa. Ikatan α-1,6 glikosidik tidak dipotong oleh α-amilase tetapi

ikatan tersebut tidak menghambat kerja amilase. Hampir semua α-amilase

termasuk metaloenzim kalsium memiliki ion Ca2+ dalam strukturnya yang

berguna untuk stabilitas enzim (Whitaker 1994, Linden et al . 2003). α-amilase

(35)

40-60% sintesis protein de novo dan satu-satunya enzim yang dapat secara langsung

menyerang dan menghidrolisis granul pati (Godbole et al. 2003).

β-amilase merupakan enzim yang memecah dari luar dan melepas unit

maltosa secara berurutan dari ujung non reduksi dari ikatan polisakarida. Jika

substrat memiliki ikatan α-1,6 seperti amilopektin, pemecahan pada rantai

tersebut akan berhenti. Glukoamilase merupakan enzim yang memotong molekul

substrat dari dalam dan memecah unit glukosa secara berurutan dari ujung non

reduksi dari rantai substrat. Kerja enzim pada substrat akan menurun bila bertemu

dengan ikatan α-1,6 seperti pada amilopektin dan glikogen, tetapi ikatan tersebut

dihidrolisis. Pululanase adalah enzim yang memecah dari dalam, menghidrolisis

pululan pada ikatan glikosidik α-1,6 (Whitaker 1994).

Pati merupakan substrat bagi amilase. Molekul pati merupakan polimer

glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,4 dan α-1,6 glikosidik. Perbedaan

ikatan penghubung ini membedakan struktur molekul pati yang terdiri atas

amilosa bagian yang tidak bercabang; merupakan polimer rantai tunggal terdiri

atas 500 sampai 2000 unit glukosa yang memiliki ikatan α-1,4 glikosidik dengan

penghubung α-1,6 glikosidik yang menghasilkan cabang polimer glukosa disebut

amilopektin. Hidrolisis pati oleh amilase pertama-tama menghasilkan polimer

rantai pendek yang disebut dekstrin, kemudian disakarida maltosa dan terakhir

adalah glukosa (Crueger & Crueger 1984). α dan β-amilase menghidrolisis pati secara menyeluruh menjadi maltosa karena amilosa hanya memiliki ikatan α-1,4 glikosidik tetapi biasanya menyisakan beberapa maltotriosa. Glukoamilase

menghidrolisis amilosa secara menyeluruh menjadi glukosa, beberapa maltosa

tetapi karena hidrolisis yang lambat dari enzim ini maltotriosa dapat tersisa pada

ujung (Whitaker 1994).

α-amilase dihasilkan oleh bakteri di antaranya B. subtilis, B. cereus, B.

amyloliquefaciens, B. coagulan, B. polymixa, B. stearothermophilus, Esherichia

coli, Pseudomonas, dan Proteus. Dari kelompok cendawan penghasil α-amilase di

antaranya ialah genus Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium, Mucor dan

Rhizopus. β-amilase dihasilkan oleh sebagian kecil mikrob yaitu B. polymixa, B.

cereus, B. megaterium dan Rhizopus japonicus. Bacillus, B. amyloliquifaciens dan

(36)

amilase (Fogarty & Kelly 1980). Sumber karbon merupakan sangat

mempengaruhi produksi amilase, dari karbohidrat yang digunakan, pati

merupakan sumber karbon yang baik untuk sintesis amilase oleh Bacillus (Lin et

al. 1998, Hagihara et al. 2001). Degradasi pati menjadi maltodextrin kemudian

oleh berbagai bakteri dikatalisis oleh α-amilase dan diikuti oleh hidrolisis menjadi

glukosa oleh α- glikosidase ekstraseluler (Vihinem & Mansala 1989).

Di antra sumber karbon yang di uji, pati terlarut, tepung jagung, tepung kentang, maltosa, dan amilosa ditemukan sebagai yang terbaik untuk sintesis

amilase, sedangkan glukosa dan fruktosa memperlihatkan efek penekanan

terhadap produksi enzim. Penekanan katabolit telah dilaporkan pada enzim

pemecah karbohidrat yang dihasilkan oleh genus Bacillus (Lin et al. 1998).

Identifikasi Mikrob Berdasarkan Gen Penyandi 16S rRNA

Untuk menentukan kekerabatan evolusi antar spesies dalam keseluruhan

sistem biologi diperlukan parameter yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) terdapat pada semua makhluk hidup, 2) fungsinya identik, 3) dapat

dibandingkan secara objektif, 4) parameter tersebut berubah sesuai dengan jarak

evolusinya sehingga dapat dijadikan sebagai kronometer evolusi yang handal

(Madigan et al. 2000). Identifikasi bakteri berdasarkan gen penyandi 16S rRNA

sudah dilakukan secara luas untuk menentukan pohon filogenetik dari keragaman

bakteri di bumi. Gen penyandi 16S rRNA adalah gen yang menyandikan subunit

16S dari ribosom. yang terdapat pada semua bakteri terdiri atas gen yang sangat

konservatif dan sekuen gen yang sangat cepat berubah (variabel). Sekuen

variabel berevolusi pada laju yang berbeda sehingga memberikan cukup informasi

untuk menentukan kekerabatan hubungan filogenetik suatu organisme (Woese

1987).

Ada tiga cabang utama pohon filogenetik pada makhluk hidup di muka

bumi ini yaitu Bacteria, Archaea dan Eukarya yang disebut domain. Domain

merupakan tingkat taksonomi tertinggi yang berada setingkat di atas Kingdom

(Madigan et al. 2000). Berdasarkan pengelompokan ini mikrob diketahui

mendiami sebagian besar isi bumi. Klasifikasi ini merupakan dasar klasifikasi

terbaru berdasarkan teknik molekuler biologi yang ditemukan oleh Profesor Carl

(37)

molekul rRNA, yaitu 5S, 16S dan 23S. Untuk identifikasi sering digunakan 16S

rRNA karena memiliki panjang nukleotida yang ideal (± 1500 kb), 5S memiliki

jumlah nukleotida yang sangat pendek (±120 kb) sehingga tidak cukup informasi

untuk perbandingan sekuen gen. Kebalikan dari hal ini dimiliki oleh 23S rRNA,

gen ini memiliki jumlah rantai nukleotida yang terlalu panjang sehingga tidak

(38)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari Oktober 2005 sampai dengan Mei 2009 di

Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi Fakultas MIPA dan

Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Pusat Penelitian Sumber daya

Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Pengambilan Sampel Bakteri

Sampel air, sedimen, tanah dan udang diambil dari tambak udang perairan

estuari di Karawang, Jawa Barat. Air diambil sebanyak 100 ml sedangkan sedimen

dan tanah diambil kira-kira 100g kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel.

Semua sampel disimpan di kotak es sampai dikultur di laboratorium. Bakteri

saluran pencernaan diambil dengan cara menarik usus dari bagian badan di

belakang kepala, kemudian dibilas alkohol 75% selama 3 detik, diusap dengan

kapas sampai kering dan digerus dalam lumpang sampai halus untuk selanjutnya

diencerkan dalam larutan garam fisiologis (NaCl 0.85%). Keseluruhan tahapan

kerja penelitian mulai dari tahap ini dan seterusnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Isolasi dan Penapisan IsolatProteolitik dan Amilolitik

Media, Kondisi Pertumbuhan, dan Seleksi. Sampel bakteri diencerkan dengan garam fisiologis pada pengenceran 10-2-10-3 CFU mL-1 kemudian

dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 80 0C selama 15 menit. Sebanyak

0.1 mL sampel disebar pada media agar-agar SWC (sea water complete) 50%

yang mengandung 1.5 gL-1 bakto pepton, 0.5 gL-1 ekstrak ragi dan 1.5 mL-1

gliserol dalam campuran air laut dan akuades dengan perbandingan 3:1 (Atlas

1997) kemudian diinkubasi pada suhu ruang (±28 0C). Metode ini memberi

peluang bagi tertapisnya Bacillus mesofilik (Slepecky & Hamphyll 1992, Corbin

2005). Untuk deteksi aktivitas proteolitik media pengkulturan ditambah dengan

1% susu skim (AnleneTM , New Zealand Dairy Board, Selandia Baru). Bakto

pepton dan ekstrak ragi tidak digunakan pada media SWC untuk menjaga agar

Gambar

Gambar 1   Kerangka pemikiran penelitian.
Tabel 1  Kriteria dan katagori kualitas air tambak secara fisik dan kimiawi
Tabel 2  Protease ekstraseluler yang dihasilkan beberapa mikrob perairan
Tabel 3  Bacillus penghasil protease ekstraseluler
+7

Referensi

Dokumen terkait