• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mempelajari Proses Pembuatan Tepung dari Whey Tahu dengan Pengeringan Semprot dan Beku dan Analisis Sifat Fungsional Tepung yang Dihasilkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mempelajari Proses Pembuatan Tepung dari Whey Tahu dengan Pengeringan Semprot dan Beku dan Analisis Sifat Fungsional Tepung yang Dihasilkan"

Copied!
240
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)

MEMPELAJARI PROSES PEMBUATAN TEPUNG

DARI WHEY TAHU DENGAN PENGERING SEMPROT

DAN PENGERING BEKU SERTA ANALISIS SIPAT

FUNGSIONAL TEPUNG YANG DIHASILKAN

OLEH

:

IMRON FAJRI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(127)

ABSTRAK

IMRON F A X . Mempelajari Proses Pembuatan Tepung dari Whey Tahu dengan

Pengering Sernprot dan Pengering Beku serta Analisis Sifat Fungsional Tepung yang

DihasiIkan. Dibimbing oleh PURWIYATNO HARIYADI dan SLAMET

BUDIJANTO.

Whey tahu adalah air buangan sisa proses penggumpalan tahu pada waktu pembuatannya. Didalam whey tahu sendiri masih terdapat sisa protein yang tidak mengganpal d m zat-zat lain yang larut air, termaSuk lesitin dan oligosakarida. Jika whey tahu tidak dimanfaatkan akan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena membusuhya senyawa-senyawa organik tersebut, sedangkan pemanfaatannya masih sangat terbatas. Didalam penelitian ini dipelajari pembuatan tepung dari whey tahu sebagai ingredien pangan hngsional, termasuk proses pemekatannya dengan menggunakan evaporator vakurn, proses pengeringannya dengan pengering semprot dan beku, sifat hngsional tepungnya, dan mempelajari kandungan dan jenis isoflavonnya. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

(RAL) dan untuk melihat perbedaan antar perlakuan dilakukan dengan uji Duncan.

Suhu evaporasi untuk memekatkan whey tahu adalah 60 dan 70°C. Evaporasi

whey tahu pada suhu 60°C, pengeringan dengan pengering semprot dan penambahan

pati 1% meningkatkan derajat putih tepung whey tahu. Akan tetapi kadar protein dan kapasitas buih tepung whey tahu tidak dipengaruhi oleh semua perlakuan.

Evaporasi whey tahu pada suhu 60°C dan penarnbahan 1% pati singkong

meningkatkan stabilitas buih tepung whey tahu. Interaksi antara evaporasi whey tahu

pada suhu 70°C, pengeringan dengan pengering semprot dan penarnbahan 1% pati

singkong meningkatkan kapasitas ernulsi. Sedangkan peningkatan stabilitas emulsi

dicapai oleh evaporasi whey tahu pada suhu 60°C dan pengeringan dengan pengering

beku. Interaksi antar perlakuan te rjadi juga pada pengukuran daya serap air dimana pati jagung meningkatkan daya serap air tepung whey tahu. Sedangkan daya serap

minyak meningkat pada suhu evaporasi whey tahu 60°C dan penambahan 1% pati.

Kemudahan melarut tepung whey tahu meningkat dengan perlakuan evaporasi

whey tahu pad suhu 70°C, pengeringan dengan pengering semprot dan tanpa

penarnbahan pati. Whey tahu dan tepungnya mengaiidung senyawa-senyawa

(128)

MEMPELAJARI PROSES PEMBUATAN TEPUNG

DARI WHEY TAHU DENGAN PENGERING SEMPROT

DAN PENGERING BEKU SERTA ANALISIS SIFAT

FUNGSIONAL TEPUNG YANG DIHASILKAN

IMRON FAJRI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh geIar

Magister Sains pada Program Studi I h u Pangan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(129)

Judul Tesis : Meinpelajari Proses Pembuatan Tepung dari Whey Tahu dengan Pengeringan Semprot dan Beku dan Analisis Sifat Fungsional Tepung yang Dillasilkan

N a ~ n a : Ilnron Fajri

N R P : 97161

Program Studi : Illllu Pangan

Dr. Ir. Slamet Budiianto, MAnr Anggota

2. I<etua Program Studi Ilmu Pangan

J{aCh?+:

-

Prof. Dr. Ir. Bettv Sri Lalcsrni Jenie. MS

-

Tanggal Lulus : 9 fi

(130)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 17 Desember 1969 dari Bapak H .

Hasanuddin dan Ibu Suriyah (alm.). Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri 6

(131)

PRAKATA

Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadhirat Allah SWT atas rahmat, karunia

dan petunjuk-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dari

penelitian yang telah dilakukan adalah Mempelajari Proses Pembuatan Tepung dari

.Whey Tahu dengan Pengering Semprot dan Pengering Beku serta Analisis Sifat

Fungsional Tepung yang Dihasilkan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua, mertua dan seluruh keluarga

atas doa, perhatian dan kasih sayangnya, kepada Paman Dr. Ir. AbduI Munif, M.Eng.

yang telah membiayai paenulis selarna menempuh pendidikan di PPs- IPB, kepada

istri Sri Rosmiati Harahap, SPi. (alm.) dan anakku Fildzah Nadhira Fajri inilah hasil

dari pe juangan kita.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc.

dan Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr. seIaku pembimbing. Disamping itu, ucapan

terima kasih penulis sarnpaikan kepada Bapak dan Ibu teman-teman IPN, keluarga

IPN '97, terutama '1bu Dra. Setyorini Sugiastuti, Apt., M.Si., Ibu Dra. Tri Ratna

Nastiti, Apt., M.Si., Ibu Ir. Susi Desminarti, M.Si. dan Bapak Ir. Rudi Nurismanto,

M.Si. untuk segalanya. Para teknisi dan laboran Mas Nurwanto dan Mbak Sri, Bapak

Sobirin, Mas Taufik, Abah Karna, Mbak Ari terima kasih atas kerjasamanya.

Nurdiansyah Yusuf, STp. dan Romi Lusivera, STp. terima kasih untuk bantuan dan

ke rjasamanya.

Semoga Allah membalas budi baik anda semua dan semoga karya ilmiah ini

bermanfaat.

Bogor, Januari 2002

(132)

DAFTAR

IS1

DAFTAR TABEL ... ... DAFTAR GAMBAR

... DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... Tujuan ... TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembuatan Tahu ... Whey Tahu ... Senyawa Isoflavon ... Whey Protein ... Proses Pengeringan Whey ...

Evaporasi ... Pengeringan semprot ...

...

Pengeringan beku

Pati ...

Sifat Fungsiolial Protein ...

...

Pembentukan buih

Emulsifikasi ... Daya serap air dan minyak ... Kelarutan

...

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan dan Alat ...

. .

Tempat penelltian ... Pelaksanaan Penelitian

...

. .

...

Prosedur Anal~sis

HASIL DAN PEMBAHASAN

. .

...

Penelltian Tahap Pertama

. .

Penel~tian . . Tahap Kedua ... ... Penelitian Tahap Ketiga

...

Kapasitas dan Stabilitas Buih

...

Kapasitas dan Stabilitas Emulsi

...

(133)

...

Kemudahan Melarut 6 1

Kandungan dan Jenis Senyawa Isoflavon

...

64 ...

KESIMPULAN 69

...

DAFT- PUSTAKA 71

(134)

DAFTAR

TABEL

1 Hasil analisis proksimat whey tahu ...

2 Parameter hasiI pemekatan whey tahu

...

3 Hasil analisis kadar protein tepung whey tahu dari pengeringan

...

semprot dan beku

4 Hasil analisis proksimat tepung whey tahu dari pengeringan

semprot

...

5 Hasil analisis proksimat tepung whey tahu dari pengeringan beku

....

6 Hasil analisis kapasitas buih tepung whey tahu dari pengeringan semprot dan beku ...

7 Hasil analisis kapasitas emuIsi tepung whey tahu dari pengeringan

semprot dan beku

...

8 Stabilitas emulsi tepung whey tahu dari pengeringan semprot

...

9 Stabilitas emulsi tepung whey tahu dari pengeringan Seku ...

10 Daya serap air dan minyak tepung whey tahu dari pengeringan semprot dan beku ...

1 1 Kemudahan melarut tepung whey taha dari pengeringan semprot

...

12 Kemudahan melarut tepung whey tahu dari pengeringan beku

...

13 Hasil analisis kualitatif senyawa isoflavon dengan KLT ...

...

14 Hasil analisis kuantitatif senyawa isoflavon dengan HPLC

Halaman

34

(135)

DAFTAR

GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan tahu

...

2 Kesetimbangan massa protein pada proses pembuatan tahu

...

3 Tahapan proses pembuatan tepung whey tahu yang dilakukan

pada penelitian ini

... ... ...

4 Tepung whey tahu hasil dari proses pengeringan semprot (A),

pengeringan beku (B) dan whey tahu (C)

...

5 Nilai derajat putih tepung whey tahu dengan bahan pengisi pati singkong

.

. . .

.

.

. .. . . .

. . .

.

. . . .

..

. . .

. .

. . .

. . .

. . . .

.

.

.

. . . -.

.

. . .

.

.

-.

. .

. . .

. . -.

.

.

.

. . .

. .

6 Nilai derajat putih tepung whey tahu dengan bahan pengisi pati

jagung

. . .

.

. . . .

. . .

. . .

..

. . .

.

.

. . .

. . -.

.

. . .

-,

... ....

..

.

. . . . .. ..--...

...

7 Stabilitas buih tepung whey tahu pada suhu evaporasi whey tahu

60°C

.

. . .

. . .

. . .

. ..

. .

.

. . .

.

.

.

. . . -.

.

. . .

. . .

.

. . . .

.

.

.

. ..

. .

.

. .

. . . -.

. .

. . . .

8 Stabilitas buih tepung whey tahu pada suhu evaporasi whey tahu

70°C . . . .

. . . .

.

. . .

. . . .

. . .

. . .

.

. . .. . .

.

. .

. . .

. . .

. . . -.

.

.

. .

. . .

. . .

.

. . . .

. . .

.

.. . . .

. . .

. .

9 Kesetimbangan massa senyawa isoflavon pada proses pembuatan tahu

...

..-...-...

...-...

....

...

*..

...-....

Halaman

5

(136)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisis ragarn hasil evaporasi whey tahu

...

77 2 Analisis ragam hasil pengeringan whey tahu

...

78

3 Analisis ragarn hasil analisis sifat fimgsionaI tepung whey.tahu

...

82

4 Analisis ragam hasil analisis proksimat

...

9 5
(137)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tahu adalah makanan yang relatif murah dan bergizi tinggi. Zat gizi utama

yang terkandung didalam tahu adalah protein. Protein ini terekstrak dan tergumpal

dengan adanya bahan penggumpaI pada waktu proses pembuatan tahu.

Pada proses pembuatan tahu akan dihasilkan limbah. Limbah dari pengolahan

tabu ini berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau ampas tahu dapat digunakan sebagai rnakanan ternak dan sebagai bahan pangan yaitu tempe gembus

dan onconl. Sedangkan limbah cairnya atau whey tahu adalah air buangan sisa

proses penggumpalan tahu yang biasanya dibuang melalui saluran air, sungai atau

ditampuilg dalam suatu kolain di dekat pabrik.

Whey tahu sering menyebabkan terjadinya pcncernaran lingkungan.

Pencemaran ini disebabkan oleh bau yang ditin~bulkan karena membusuknya

senyawa-senyawa organik diantaranya protein. Sugiharto (1987) mengernukakan

bahwa whey tahu dapat mencemari air dengan menurunkan oksigen terlarut.

Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984) 73,5% protein kedelai akan terekstrak

pada tahu, sedangkan 9% akan terbuang bersama wheynya. Pada proses pembuatan

tahu setiap setengah kilogram kacang kedelai akan menghasilkan empat liter whey.

Uilaporkan oleh Nugroho (1999) sampai akhir tahun 1998 di kabupaten Bogor

tercatat sekitar 18 1 industri tahu anggota KOPTI, j ika satu industri tahu memerlukan

(138)

2

maka setiap bulannya akan dihasilkan whey tahu sebanyak 1.914.225 sampai

2.090.550 liter.

Melihat banyaknya whey tahu yang dihasilkan oleh industri-industri tahu

sehingga sangat potensial sebagai bahan pencemar jika tidak ditangani secara benar.

Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan perlu dilakukan untuk mencarikan

altematif penanganan whey tahu ini, misalnya dengan mengolahnya menjadi whey

protein konsentrat dan ingredien pangan. Basry (1998) mengemukakan bahwa

pertggunaan hasil olah kedelai, seperti protein kedelai, sebagai ingredien untuk

produk pangan akan memberikan nilai gizi yang lebih baik dari pada protein hewani

dan akan membantu peningkatan status gizi masyarakat secara umurn.

Penelitian ini akan mempelajari pemanfaatan whey tahu untuk menghasilkan

whey ingredicn dalam bentuk tepung. Karena whey tahu masih mengandung kadar

air yang tinggi maka untuk mendapatkan whey tahu dalam bentuk pekat dilakukan

evaporasi dan untuk mendapatkan tepung whey tahu dilakukan dengan proses

pengeringan.

Tepung whey tahu yang dihasilkan akan diuji sifat-sifat fungsionalnya.

Analisis kandungan dan jenis senyawa isoflavon dilakukan pada whey tahu dan

tepung yang dihasilkan setelah mendapatkan beberapa perlakuan.

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari proses pembuatan tepung

(139)
(140)

TINJAUAN

PUSTAKA

Proses PembuatanTahu

Proses pembuatan tahu secara umurn dibagi menjadi dua tahap, yaitu :

pembuatan susu kedelai dan penggumpalan susu kedelai sehingga menghasilkan

gumpalan tahu (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Diagram alir pembuatan tahu dapat

dilihat pada Gambar 1.

Tahap awal pembuatan susu kedelai adalah perendaman kedelai selama 8 - 12

jam pada suhu kamar. Tujuan perendaman adalah untuk rnelunakkan struktur

selulernya, mengurangi jumlah energi yang diperlukan untuk menggiling, dan

rneningkatkan kecepatan ekstraksi. Setelah itu kedelai digiling dan ditambah air

panas atau air dingin dengan perbandingan 1 : 8 sampai 1 : 10. BuburkedeIai yang

diperoleli IaIu dimasak pada suhu 100 - 1 10°C selama 10 menit, dan setelah itu

dilakukan penyaringan. Susu kedelai akan mengalir melalui saringan dan ampas

tahunya akan tertahan didalam saringan.

Tahap kedua adalah penggumpalan susu kedelai yang dilakukan dengan

menambahkan bahan penggumpal. Penggumpalan susu kedelai adalah tahap yang

paling penting karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : suhu, pH, jenis

dan jumlah bahan penggumpal, dan cara penarnbahan dan pencampuran bahan

penggumpal (Muchtadi, 1989).

Setelah terjadi gumpalan tahu wheynya dibuang. Gumpalan tahu ditekan atau

(141)

5

sebaikllya setelah pencetakan tahu segera direndam dalam air dingin (5°C) selama 60

- 90 menit (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).

Kedelai bersih

t

Air ______) Pencucian dan perendaman

8 - 1 2 j a m

Penirisan ----) Air

t

Air

---+

Penggilingan

t

Pemasakan bubur kedeIai (Air : kedelai = 10 : 1)

t

Penyaringan

-+

Ampas tahu

Koagulan

---+

t

Ekstrak (susu kedelai)

6 - 8% padatan

t

Koagulasi 70 - 85°C

t

Penyaringan -w Whcy

t

Pengepresan -b Whey

t

Pendinginan

t

Pemotongan

t

Tahu
(142)

Pada proses pembuatan tahu tidak semua protein kedelai dapat digumpalkan.

Sebagian protein tersebut masih terdapat didalam limbahnya, yaitu didalam ampas

dan whey tahu. Sitoms dan Ma'sum (1976) melaporkan bahwa ampas tahu masih

mengandung protein sebesar 23,74%, sedangkan susu kedelai mengandung protein

sebesar 20,10%. Mahmud et al. (1990) mengemukakan bahwa kandungan protein

tahu adalah 10.9% dari protein susu kedelai yang dapat digumpalkan sehingga

sisanya terbuang bersama whey tahu. Bagan kesetimbangan massa protein pada

proses pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 2.

Kedelai (1 kg)

(Kadar protein

*)

= 43.84%)

I

Susu kedelai (10.67 It.) Ampas tahu (0.33 kg)

(Kadar prot in 20.10%) (Kadar protein = 23.74%)

P

=

Tahu (2.67 kg) Whey (8 It.)

(Kadar protein = 10.9%) (Kadar protein = 9.2%)

*)

Kadar protein dinyatakan dengan basis berat kering

Gambar 2. Kesetimbangan massa protein pada proses pembuatan tahu

Whey Tahu

Pada proses pembuatan tahu akan dihasilkan limbah yang bempa limbah padat

(143)

penyaringan pada waktu penggilingan kedelai. Limbah cair tahu atau whey tahu

adalah air buangan sisa pengendapan atau proses penggumpalan tahu waktu

pembuatannya (Enie et al., 1993).

Ekstraksi protein kedelai dengan air panas pada tahap pembuatan susu kedelai

menyebabkan 79-82% (b/b) kandungan protein kedelai terekstrak. Protein yang

terekstrak pada susu kedelai tidak semiianya dapat n~enggumpal, sehingga sisa

protein yang tidak rnenggumpal dan zat-zat lain yang larut dalam air akan terdapat

dalarn whey tahu yang dihasilkan, termasuk Lesitin dan oligosakarida (Enie et al.,

1993) serta koagulan yang ditambahkan pada tahu dan tripsin inhibitor (Fardiaz,

1988).

Enie ef al. (1993) menggunakan whey tahu untuk pembuatan geI selulosa

mikrobial (nata de soya) yang sccara organoleptik sarrla dengan nara de coco. Linaya

J a n Sangkanparan (1982) mengemukakan bahwa whey tahu dapat digunakan sebagai

whey konsentrat karena mengandung padatan total I%, protein 0.22%, karbohidrat

0.1 % dan lemak 0.02%.

Menurut Fleury et al. (1992) kedelai diketahui mengandung senyawa-senyawa

isoflavon (daidzein, glycitein dan genistein) dan glukosida-glukosida isoflavon

(daidzin, glycitein

-

7 - 0 - glukosida, genistin) yang mempunyai sifat antikanker,

antifungal dan antioksidan. Oleh karena isoflavon larut baik dalam air maka didalam

limbah cair atau whey tahu masih terdapat pula senyawa-senyawa isoflavon tersebut.

Hal tersebut telah dibuktikan oleh hasil penelitian Bakhtiar et al. (1995) yang

dapat mengisolasi isoflavon dari 90 liter limbah cair tahu, yaitu daidzein (70 mg) dan

(144)

Scnyawa Isoflavon

Isoflavon merupakan golongan senyawa isoflavonoid. Senyawa-senyawa ini

didalam tumbuhan secara alami dijumpai lebih sedikit dibandingkan dengan

flavonoid. Senyawa isoflavon banyak ditemukan pada tanaman kacang-kacangan,

salah satu diantaranya adalah kedelai.

Didalam kedelai senyawa isoflavon terdapat dalam empat bentuk, yaitu : a)

isoflavon aglikon : daidzein, genistein dan glisitein, b) isoflavon glikosida : daidzin,

genistin dan glisitin, c) isoflavon asetilglikosida : 6

-

0

-

asetildaidzin, 6

-

0

-

asetilgenistin dan 6

-

0 - asetilglisitin, dan d) isoflavon malonilglikosida : 6

-

0

-

malonildaidzin, 6 - 0

-

malonilgenistin dan 6

-

0

-

malonilgIisitin (Wang dan

Murphy, 1994).

Menurut Coward et ul. (1993) isoflavon yang dominan pada kedelai terdapat

dalam bentuk terikat dengan gula (glikosida) yaitu daidzin, glisitin dan genistin.

Sedangkan pada produk kedelai yang mengalami fermentasi, isoflavon yang dominan

terdapat dalam bentuk bebas (aglikon), yaitu daidzein, glisitein dan genistein.

Isoflavon bentuk bebas bersifat kurang polar dan cenderung mudah larut dalarn

pelarut organik. Sedangkan isoflavon bentuk terikat bersifat lebjh polar dan mudah

larut dalam air atau alkohol. Naim et al. (1974) mengemukakan bahwa isoflavon

glikosida pada kedelai dapat terhidrolisis menjadi isoflavon aglikon oleh enzim

P-

glukosidase. Ditambahkan oleh Ewan et al. (1 9 9 2 ) proses perendaman didalam air

panas sangat efektif untuk mengaktifkan enzim P-glukosidase yang terdapat didalam

(145)

9

Isoflavon kedelai yaitu genistein dapat bertindak sebagai antioksidan dan

antikanker. Penelitian secara in vilro menunjukkan kemampuan genistein sebagai

antiokcidan yaitu melindungi LDL (Low Density Lipoprotein) dari oksidasi. LDL

yang teroksidasi dapat meningkatkan resiko penyempitan pernbuluh darah

(atherosclerosis). Disarnping itu penelitian secara in vitro maupun dengar1 hewan

pcrcobaan menunjukkan bahwa genistein dapat berperan sebagai antikanker, yaitu

dengan rnengharnbat 50% pertumbuhan sel kanker melanoma B16 (Abbey er a[.,

1997).

Whey Protein

Protein utarna didalam susu adalah kasein dan whey protein. Kasein diekstrak

dari susu dengan pengendapan pada titik isoeIektriknya atau secara enzimatik.

Sedangkan whey protein adalall hasil sa~nping dari pengoIahan keju dan kasein

(Giese, 1994). Istilah whey protein yang lebih urnum adalah cairan sisa proses

fiaksinasi dari sistem pangan, terutarna dari larutan protein, yang menghasilkan whey

seperti proses recovery protein dari minyak biji-bijian dan ekstraksi aIkali protein dari

tulang atau daging (Jelen, 1992).

Protein utarna didalam whey adalah P-laktoglobulin, a-laktalbumin, proteose-

pepton, immunoglobulin dan bovin serum albumin (Aguilera, 1995). Produk-produk

whey protein dikelompokkan berdasarkan kandungan proteinnya (basis kering), yaitu

(146)

10

n~engandung protein 35 - 85% dan whey protein isolat (WPI) yang mengandung

protein lebih dari 90% (Huffman, 1996).

Didalam industri whey secara modem, beberapa teknik pemisahan dengan

meinbran ultrafiltrasi digunakan untuk menghasilkan whey protein konsentrat dengan

perbaikan sifat fungsional, terutarna kelarutannya d i dalam air, pembuihan dan

koagulasi karena panas. Menurut Huffman (1996) ultrafiltrasi adalah melewatkan

suatu aIiran bahan melalui membran yang secara fisik memisahkan whey protein dan

l e ~ n a k dari laktosa dan mineral. Membran yang digunakan didisain untuk dapat

menahan molekul dengan berat molekul antara 20.000 - 30.000. Air, garam-garam

dan laktosa yang melewati membran disebut pernleat. Sedangkan protein dan lemak

yang tertahan oleh membran disebut retentat. Penggunaan ultrafiltrasi ini dapat

meningkatkan total padatan sarnpai 35%. Teknik pemisahan dengan mengontrol

komposisi bahan akan meningkatkan manfaat dari ingredien ini.

Pengeringan semprot dapat meningkatkan total padatan whey protein dari 35%

menjadi 95% sehingga dihasilkan tepung whey protein dengan wama putih. Ada

beberapa produk yang dapat dihasilkan dengan menggunakan teknik pemisahan

membran ultrafiltrasi, yaitu whey protein dengan kadar lemak rendah, whey protein

dengan kadar laktosa rendah, dan whey protein isolat.

Proses Pengeringan Whey

Pengeringan adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengeluarkan air dari

(147)

11

Proses pengeringan dapat menurunkan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat

memperlambat laju kerusakan sebelum bahan diolah

Ada berbagai macam metode pengeringan yang penggunaannya tergantung

pada bahan yang akan dikeringkan dan tujuan pengeringannya. Metode pengeringan

yang sering digunakan dalam pembuatan produk berbentuk bubuk adalah

pengeringan semprot (Filkova dan Mujumdar, 1995). Metode pengeringan lain yang

dapat digunakan untuk menghasilkan produk dalam bentuk bubuk atau tepung adalah

metode pengeringan beku. Metode ini digunakan terutama untuk produk yang tidak

tahan panas (Fellows, 1992).

Pada bahan pangan cair seperti jus buah, susu dan kopi perlu dilakukan proses

evaporasi sebelum proses pengeringan. Tujuan dari proses evaporasi ini adalah untuk

meningkatkan total padatan dan mengurangi penggunaan energi pada saat proses

pengeringan (Lau, 1992). Ditambahkan oleh Huffman ( 1996) evaporasi whey perlu

dilakukan untuk meningkatkan total padatan sebelum proses pengeringan. Proses

pengeringan biasanya dilakukan dengan pengering semprot untuk rnendapatkan whey

kering dalam bentuk tepung.

Pada industri pengolahan whey, penggunaan bahan pengisi seperti pektin,

karagenan atau car.boxymethyCcellulose (CMC) ditujukan untuk memperbaiki dm1

meningkatkan sifat fungsional dari produk yang dihasilkan (Jelen, 1992).

Ditambahkan oleh Fennema (1985) bahan pengisi niempunyai fungsi meningkatkan

jumlah total padatan, mempercepat proses pengeringan, dan mencegah kerusakan

(148)

Evaporasi

Whey mengandung kadar air yang tinggi, oleh karena itu untuk menghasilkan

whey protein ingredien perlu dilakukan pengurangan kadar aimya sehingga

didapatkan whey dalain bentuk konsentrat. Operasi pengolahan pangan yang umum

digunakan untuk menghasilkan whey dalam bentuk konsentrat, semi padat atau

kering adalah evaporasi atau pengeringan (Jelen, 1992; Huffman, 1996).

Evaporasi digunakan untuk menguapkan air dari bahan pangan cair agar

didapatkan produk yang lebih pekat (Heldman dan Singh, 1984) dengan atau tanpa

padatan yang tidak larut (Toledo, 1991). Penguapan terjadi karena cairan akan

mendidih dan berlangsung perubahan fase dari cair menjadi uap.

Aplikasi utalna proses evaporasi dalam industri pangan yaitu : 1) prakonsentrasi

sebelum ballan diolah lebih lanjut misalnya sebelum spray drying, d r u m drying,

kristalisasi dan sebagainya, 2) mengurangi volume cairan agar biaya penyimpanan,

transportasi dan pengemasan berkurang, dan 3) meningkatkan konsentrasi padatan

terlarut dalam bahan pangan sebagai usaha untuk membantu pengawetan, misalnya

dalam pembuatan susu kental manis (Wirakartakusumah e l al., 1989).

Varnam dan Sutherland (1994) mengemukakan bahwa untuk meminimalkan

kerusakan akibat panas selama evaporasi susu kisaran suhu yang digunakan adalzh

40-70°C dengan tekanan rendah. Ditambahkan oleh Cheftel ef al. (1985) untuk

menghindari denat~irasi protein karena tekanan, tekanan hidrostatik yang digunakan

adalah dibawah 50 kPa. Pada tekanan 50 dan 60 kPa ovalbumin dan tripsin

(149)

Pengeringan semprot

Proses pengeringan semprot adalah proses yang akan mengubah bahan fluida

menjadi produk kering dalam saLu operasi (Filkova dan Mujumdar, 1995). Alat

pengering semprot yang digunakan pada proses ini mengeringkan Iarutan, campuran

atau produk cair lain menjadi tepung pada kadar air yang mendekati kesetimbangan

dengan kondisi udara pada tempat produk keluar (Wirakartakusumah et al., 1989).

Ciri khas dari penggunam alat pengering sernprot ini adalah siklus

pengeringamya yang cepat, retensi dalam ruang pengering singkat dan produk akhir

siap dikemas ketika selesai proses (Heldman dan Singh, 1981). Ditambahkan oleh

Canovas dan Mercado (1996) residence time pada alat pengering semprot antara 5

sampai I 0 0 detik dan partikel yang dihasilkan mempunyai ukuran 10 - 500 pm.

Proses yang terjadi pada alat ini meliputi : atomisasi atau penyemprotan bahan

nielalui alat penyemprot sehingga dapat me~nbentuk semprotan yang halus, kontak

antara patikel hasil atomisasi dengan udara pengering, evaporasi air dari bahan, dzn

peinisahan partikel kering dengan aliran udara yang membawanya ( C h o v a s dan

Mercado, 1996).

Fungsi utama atomisasi pada pengeringm semprot adalah untuk menghasilkan

droplet yang berukuran kecil, sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang

mengakibatkan proses penguapan akan terjadi lebih cepat (Heldman d m Singh,

1981). Untuk mengeringkan whey dengan k a d ~ r air awal 50% dan kadar air kering

4% suhu inletnya adalah 150 - 1 80°C sedangkan suhu outletnya 70 - 80°C (Filkova

(150)

14

Keuntungan pengeringan bahan pangan dengan menggunakan aIat pengering

senlprot adalah produk akan kering tanpa bersinggunan dengan logam panas, suhu

produk relatif rendah walaupun pengeringan dilakukan pada suhu yang relatif tinggi,

penguapan berlangsung sangat cepat karena luasnya perrnukaan bahan, dan produk

yang dihasilkan berupa bubuk sehingga memudahkan didalam penanganan dan

pengangkutan.

Pengeringan beku

Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih

rendah dibandingkan dengan bahan awalnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi

perubahan warna, tekstur, aroma d m lain-lainnya. Perubahan-perubahan tersebut

dapat dibatasi seminimal mungkin dengan cara membuat suhu pengeringan tidak

terlalu tinggi atau dengan cara pengeringan beku.

Pengeringan beku adalah salah satu metode pengeringan dengan prinsip yang

berbeda dibandingkan dengan metode pengeringan yang lain. Pada pengeringan beku

yang terjadi adalah mengurangi sebagian besar air dari bahan pada suhu dibawah titik

beku dengan cara sublimasi.

Pengeringan beku adalah salah satu bentuk pengeringan pangan yang mahal

karena pengeringannya lambat dan menggunakan vakum. Akan tetapi biaya proses

yang dikeluarkan sebanding dengan keuntungan yang diperoleh, yaitu dengan tidak

perlunya penanganan dan penyimpanan bahan pada suhu dingin (Liapis dan Bruttini,

(151)

15

Menurut Muchtadi (1997) pada pengeringan beku suhu yang digunakan sangat

rendah yaitu dibawah suhu titik beku bahan sehingga bahan pangan akan terhindar

dari kerusakan kimiawi dan mikrobiologis. Hal ini menyebabkan bahan pangan

kering mempunyai citarasa dan nilai gizi yang tetap, dan daya rehidrasi yang baik.

Secara komersial, pengeringan beku digunaktin untuk menghasilkan bubuk atau tepung dari bahan pangan cair seperti jus buah dan terutama ekstrak kopi, dan bahan

pangan padat termas.uk daging, buah dan sayur (Lau, 1992).

Bahan pangan dari proses pengeringan beku ~nempunyai zat gizi yang baik dan

umur simpan yang lebih lama. Tekstur tetap terjaga dan tidak terjadi case hardening

yaitu suatu keadaan dimana bagian luar atau permukaan bahan sudah kering

sedangkan bagian dalamnya masih basah. Sedikit terjadi perubahan pada protein, pati

atau karbohidrat lain. Akan tetapi struktur bahan pangan yang porus memungkinkan

masuknya oksigen dan menyebabkan terjadinya oksidasi pada lemak (Fellows, 1992).

Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan pada proses pengolahan pangan

untuk melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan, memperbesar volume,

mempercepat proses pengeringan dan mencegah kerusakan bahan akibat panas.

Pada urnunnya bahan yang bersifat hidrokoloid sering digunakan sebagai bahan

pengisi karena dapat menyetabilkan emulsi, suspensi dan buih. Banyak penyetabil

dan bahan pengisi berasal dari polisakarida seperti gum arab, dekstrin, agar, CMC,

(152)

Pati adalah komponen utanla dari banyak bahan pangan dengan fungsi bukan

hanya sebagai sumber energi, tetapi juga sebagai pembentuk struktur maupun tekstur

serta konsistensi pada formulasi dan pengolahan pangan (Fardiaz, 1989).

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utarna yaitu amilosa,

amilcpektin dan material antara seperti protein dan lemak. Struktur dan jenis material

antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pati biji-bijian mengandung bahan antara lebih

beszr dibandingkan pati batang dan pati umbi (Greenwood dan Munro, 1979).

Pati ubikayu (tapioka) adalah granula benvarna putih dengan ukuran bervariasi

antara 5 - 35 pm dan rata-rata 17pm. Tapioka mempunyai kadar amilosa 17 - 25%

dengan perbandingan kadar amilosa/amilopektin 1 :4. Granula tapioka sudah pecah

sempurna dibawah suhu 80°C, suhu gelatinisasinya 52 - 64OC (Knight, 1989).

Menurut Pomeranz (1991) pati jagung mempunyai ukuran granula 5 - 25 pm.

Bentuk granula pati jagung adalah bulat dan poligonal. Pati jagung mengandung

anlilosa 26% den tergelatinisasi pada suhu 62 - 72°C. Ditarnbahkan oleh Whistler

dan Daniel (1985) perbandingan kadar amilosa dan amilopektin untuk pati jagung

adalali 1 :3.

Wong (1989) mengemukakan pati terdiri dari dua fraksi polisakarida yaitu

amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah suatu rantai lurus yang terdiri sampai 4000

residu glukosil dan dihubungkan oleh ikatan a-1,4 glukosidik. A m i l o p e k t i ~ ~ adaIah

suatu polimer bercabang dari pengulangan unit glukosa yang dihubungkan oleh

(153)

Sifat Fungsional Protein

Sifat fungsional protein adalah sifat-sifat fisikokimia yang memungkinkan

protein berperan pada karakteristik pangan yang diinginkan (Cheftel et al., 1985).

Dalam ha1 ini menyangkut sifat-sifat fisikokimia yang mempengaruhi prilaku protein

selama proses pengolahan, terutama dalam s u a t ~ l sistem pangan. Sebagai contoh,

untuk pensubstitusi produk susu dibutuhkan sifat fungsional pembentuk gel, sifat

koagulasi, pembuihan danfat holdipzg capasity (Chairunnisa, 1997).

Cheftel et al. (1985) mengelompokkan sifat-sifat fungsional atas tiga kelompok,

yaitu : 1 ) sifat penyerapan air yang berhubungan dengan interaksi protein-air seperti

daya serap air, kebasahan, swelling, daya lekat, viskositas dan kelarutan, 2) sifat yang

berhubungan dengan interaksi protein-protein seperti pengendapan, pembentukan gel

dan pembentukan struktur lain. dan 3) sifat-sifat permukaan seperti tegangan

permukaan, emulsitikasi dan pembentukan buih.

Pembentukan buih

Busa atau buih diinginkan pada suatu emulsi dimana fase dispersinya adalah gas

dan fase konti~lyunya adalah cairan atau semipadat. Cheftel et al. (1985)

mengemukakan bahwa kekuatan buih meningkat dengan meningkatnya konsentrasi

protein dalam larutan sampai dicapai nilai maksimum, sedangkan kemarnpuan

beberapa protein dalam pembentukan buih, dibandingkan dengan cara mengukur

(154)

I 8

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan buih adalah pH, konseritrasi

protein, input energi dan adanya garam, gula dan lemak. Didalam emulsi minyzk

dalam air (o/w), energi mekanik diperlukan untuk melnbentuk dispersi dan protein

berperan memperkuat dan menyetabilkan buih (Rupnow, 1992).

Pembentukan buih pada pengolahan pangan adalah penting, misalnya pada

adonan roti atau kue. Buih diperlukan agar adonan mengembang dan memberikan

tekstur yang baik pada roti atau kue. Bahan pangan lain yang memerlukan

pemtentukan buih adalah e s krim, permen dan bir (Huffn~an, 1996).

Emulsifikasi

Emulsi adalah suatu sistem dispersi cairan dalam cairan. Globula cairan

terdispersi pada umumnya mempunyai diameter 0,l - 1 0 , O pm. Protein merupakan

salah satu golongan penyetabil emulsi karena dapat membentuk lapisan tipis yang

kuat pada bidang batas dua cairan (Graham, 1977).

Sifat fungsional ini penting dalam pembuatan banyak produk pangan yang

berupa emulsi seperti salad dressing dan sosis. Whey protein dapat membentuk suztu

emulsi yang stabil pada bahan pangan sehingga dapat memperpanjang umur simpan

pada berbagai kondisi penyimpanan (Giese, 1994).

Kapasitas pengemulsi dan stabilitas emulsi adalah metode yang diymakan

untuk mempelajari emulsifikasi protein. Kapasitas pengemulsi didasarkan pada

kemampuan protein untuk mengurangi tegangan permukaan dan didefinisikan

sebagai volume rninyak yang dapat diemulsifikasi untuk tiap gram protein sebelum

(155)

19

men~pertahankan kapasitas emulsinya. Stabilitas emulsi dipermudah dengan adanya

halailgan fisik yang dihasilkan oleh protein pada antar permukaan minyak air.

Daya serap a i r d a n minyak

Daya serap air berhubungan dengan jurnlah gugus asam amino polar yang

terdapat daIam molekul protein. Gugus asam amino polar ini memberikan sifat

hidrofilik bagi molekul protein. Sifat hidrofilik ini menyebabkan molekul. protein

mudah berikatan dengan air (Hutton dan Champbell, 1981).

Beberapa faktor luar (pH, suhu, kekuatan ion) dapat memberikan pengaruh

terhadap kemampuan molekul protein menyerap air rnelalui perubahan konfirmasi

dan polaritas molekul tersebut. Menurut Rupnow (1992) kemampuan ingredien

protein untuk menyerap dan mengikat air adalah karakteristik fungsional yang

penting pada banyak bahan pangan seperti produk-produk daging dan adonan kue.

Fenornena ini rnenyebabkan terjadinya swelling dan dapat mempei~garuhi bentuk,

adesi dan viskositas sistem.

Mekanisme penyerapan dan pengikatan lemak tampaknya berhubungan dengan

pembentukan dan stabilitas emulsi serta pembentukan matriks gel yang menghalangi

migrasi lemak dipermukaan. Wolf dan Cowan (1971) mengemukakan bahwa pada

produk daging, penggunaan protein kedelai meningkatkan penyerapan dan pengikatan

lemak, sehingga mengurangi kerusakan selama pemasakan dan menjaga stabilitas

ukuran produk yang dimasak. Penambahan tepung kedelai mencegah penyerapan

(156)

Kelarutan

Kelarutan protein ditetapkan berdasarkan kemampuannya berasosiasi dengan

air. Sifat kelarutan dibawah berbagai macam kondisi berguna dalam penetapan

fungsi protein dan dalam optimasi ekstraksi, isolasi dan prosedur pengolahan protein.

Tingkat ketidaklarutan protein merupakan indikasi dari denaturasi dan agregasi

protein yang dapat mempengaruhi daya buih, en~ulsifikasi, hidrasi dan sifat

pembentukan gel dari protein. (Rupnow, 1992).

Sifat kelarutan protein ini sangat penting khususnya yang berhubungan era1

dengan fungsin protein didalam daya buih dan pengemulsi. Perhatian perlu

ditingkatkan pada saat proses pemanasan, agitasi dan penyesuaian pH untuk

mencegah terjadinya denaturasi yang dapat mengurangi kelarutan protein (Fox dan

Mulvihill, 1982). Tinggi rendahnya kelarutan protein menunjukkan kesesuaian

penerapannya didalam formulasi makanan. Whey protein yang larut baik pada pH

rendah bariyak ditambahkan pada jus buah dengan kandungan protein yang tinggi,

minuman kesehatan untuk anak-anak (healthy children's drinks), dan minuman untuk

para olah ragawan (sports drinks) (Giese, 1994).

Mohamed ef al. (1987) inengklasifikasikan kelarutan protein atas tiga klasifikasi

berdasarkan jenis produk yang dibuat. Klasifikasi tesebut adalah : 1) keIarutan tinggi

untuk produk susu imitasi, sup dll., 2) kelarutan sedang untuk formulasi pangan, dan

(157)

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan d a n Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah whey tahu yang

diperoleh dari pabrik tahu Bapak M. Pauzin, Desa Pasir Jaya, Gunung Batu, Bogor.

Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan adalah bahan-bahan kimia untuk

keperluan analisis, pati jagung dan pati singkong sebagai bahan pengisi serta bahan-

bahan yang lain.

Alat-alat yang digunakan antara lain : evaporator vakurn efek tunggal,

pengering semprot, pengering beku, homogenizer, High Performance Liquid

Chromatography ( H P L C ) dan alat-alat lain untuk analisis.

Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium kimia pangan, Fateta, pilot plant,

!aboratorium kimia dan biokimia pangan, rekayasa proses pangan, dan mikrobiologi

pangan, Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG), laboratorium Pusat Studi Pemuliaan

Tanaman, Faperta, dan laboratorium teknologi bioindustri, Puspiptek, Serpong.

Pelaksanaan Penelitian

T a h a p pertama

Tahap petarna adalah pemekatan whey tahu dengan menggunakan evaporator

(158)

n~enlekatkan 20 liter whey tahu, suhu pemekatan yang digunakan adalah 50, 60 dan

70°C dengan tekanan vakum antara 14 - 16 CmHg.

Penentuan kondisi terbaik dari proses pemekatan whey tahu didasarkan pada

suhu, waktu, total padatan dan warna pekatan yang didapat dari hasil evaporasi.

Hasil terbaik dari proses pernekatan ini akan digunakan pada tahap kedua.

Pada tahap pertama ini rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan

acak lengkap (RAL) sederhana untuk menentukan kondisi terbaik dari proses

pemekatan whey tahu. Uji lanjutnya rnenggunakan uji Duncan untuk melihat

perbedaan antar perlakuan (Gaspersz, 199 1).

Model yang digunakan adalah :

dimana : Yi, = nilai pengamatan pada saat perccbaan ke-j yang rnemperoleh

perlakuan ke-i

p = nilai tengah umum

TI = pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

cij = galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j

Tahap kedua

Tahap kedua adalah tahap pengeringan pekatan whey tahu hasil evaporasi.

Pengeringan pekatan whey tahu dilakukan dengan dua metode pengeringan, metode

pengeringan pertarna menggunakan suhu tinggi yaitu dengan pengering semprot.

Pada proses pengeringan ini suhu inlet yang digunakan berkisar antara 160 - 180°C

(159)

23

Metode pengeringan kedua adalah pengeringan menggunakan suhu rendah yaitu

dengan pengering beku. Pada pengeringan ini suhu prosesnya adaiah -50 sampai

4 0 u C dan tekanan vakum antara I 0 0

-

200 mT (7 - 15 CmHg).

Sebelum proses pengeringan dilakukan, sebanyak 500 rnl pekatan whey tahu

ditanlbah dengan bahan pengisi yang berupa pati jagung dan pati singkong.

Konsentrasi masing-masing bahan pengisi adalah 0, 0.5 dan 1

.Ox.

Setelah ditambah

bahan pengisi kemudian dilakukan homogenisasi selama lima menit untuk masing-

masing perlakuan. Parameter untuk mendapatkan hasil terbaik adalah kadar protein

dan derajat putih tepung whey tahu. Hasil terbaik dari tahap kedua ini a k a

digunakan pada tahap ketiga.

Tahap ketiga

Tahap ketiga adalah tahap analisis. Analisis dilakukan pada whey tahu dan

tepung yang dihasilkan. Sebelum whey tahu dievaporasi, lebih dahulu dilakukan

analisis proksimat, dan analisis kandungan d a r ~ jenis isoflavon dengan tujuan untuk

r~engetahui komposisi kimia dari whey tahu yang akan dievaporasi.

Analisis yang dilakukan pada tepung whey tahu n~eliputi : analisis proksimat

dan analisis sifat fungsional yang terdiri dari : kapasitas dan stabilitas buih, kapasitas

dan stabilitas emulsi, daya serap air dan minyak, kemudahan melarut dan warna serta

analisis kandungan dan jenis isoflavon yang dilakukan terhadap perlakuan terbaik

dari :ahap analisis proksimat dan analisis sifat fungsional tepung whey tahu. Tahapan

proses pembuatan tepung whey tahu dan analisis yang dilakukan disajikan pada

(160)

Whey tahu

i

- Analisis proksimat

- Analisis kandungan dan jenis

isoflavon

-

Suhu evaporasi : 50,60 dan 70°C

- Tekanan : 14 - 16 CmHg

-

Parameter : waktu evaporasi,

Bahan pengisi total padatan dan

(pati jagung dan pati derajat putih

- Suhu inlet : 160 - 1 80°C - Suhu : -50 sampai 4 0 ° C

- Suhu outlet : 70 - 90*C - Tekanan : 100 - 200 mT

- Parameter : kadar protein - Parameter : kadar protein

derajat putih derajat putih

- Analisis proksimat

- Analisis kandungan dan jenis isoflavon

-

Analisis sifat fungsional, meliputi :

Analisis kapasitas dan stabilitas buih

Analisis kapasitas dan stabilitas emulsi Daya serap air dan minyak

Kemudahan melarut

-

Warna

Garnbar 3. Tahapan proses pembuatan tepung whey tahu yang dilakukan

(161)

Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap ketiga adalah rancangan acak

lengkap (RAL) faktorial dengan dua kali ulangan dan uji lanjut dengan uji Duncan

untuk melihat perbedaan antar perlakuan (Gaspersz, 1991). Faktor-faktor yang

dicobakan adalah : a) Suhu evaporasi whey tahu yang terdiri dari dua taraf, yaitu :

60 dan 70°C, b) Proses pengeringan pekatan whey tahu terdiri dari dua taraf, yaitu :

pengeringan dengan pengering semprot dan pengering beku, dan c) Bahan pengisi

bempa pati singkong yang terdiri dari dua taraf, yaitu : 0.0 dan 1.0 %. Hal yang sama

dilakukan pula pada perlakuan dengan bahan pengisi pati jagung.

Prosedur Analisis

Analisis kadar air dan total padatan (AOAC, 2984)

Analisis kadar air dan total padatan dilakukan dengan metode oven. Whey tahu

atau tepung whey tahu ditimbang kurang lebih 5 gram dan dimasukkan ke dalam

cawan yang telah dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105°C selama 15 menit,

dimana berat cawan telah diketahui. Sampel di dalam cawan kemudian dikeringkan

di dalam oven pada suhu 105°C selama 6 jam. Setelah dimasukkan ke dalam

desikator sampai beratnya tetap lalu ditimbang kembali. Kadar air dan total padatan

whey tahu dan tepung whey tahu ditentukan dengan persamaan :

a - b

Kadar air (%b/b) = --- x 100, dimana : a = berat awal sampel (g)

a b = berat sampel kering (g)

bb = berat basah

b

Total padatan ( O h ) = --- x 100

(162)

Analisis kadar abu (AOAC, 1984)

Analisis kadar abu ditentukan dengan nlenggunakan metode pengabuan di

dalam tanur. Whey tahu atau tepungnya sebanyak 3 - 5 gram dimasukkan kedalam

cawan porselen yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya, lalu dioven pada suhu

105OC selama 30 menit. Setelah dioven dimasukkan kedalam tanur yang bersuhu

600°C selama lebih kurang enam jam sampai berwarna putih, kemudian dimasukkan

kedalam desikator selama 30 menit, lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan

persamaan :

Berat abu (g)

Kadar abu (%) =

...

X 100

Berat sampel (g)

Analisis kadar protein (Metode Kjeldahl mikro - AOAC, 1984)

Whey tahu atau tepung whey tahu sebanyak 0.1 - 0.2 gram dimasukkan

kedalam labu Kjeldahl 50 ml, ditambah dengan 2 gram K2S04, 40 mg HgO dan 2 ml

H2S04 pekat. Sampel didestruksi selama 30 menit sampai cairan menjadi jemih.

Cairan jernih ini didinginkan, Ialu dipindahkan kedalam alat destilasi. Labu Kjeldahl

dibilas dengan air suling dan air ini dimasukkan kedalam alat destilasi, ditarnbah

dengan 10 nil NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman kemudian didestilasi.

Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang telah berisi 5 ml larutan

H2B03 dan indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1

bagian metil b i ~ u 0.2% dalam alkohol). Campuran ini kemudian dititrasi dengan HC1

0.02N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Untuk blanko penetapannya

(163)

(ml HCI - ml blanko) x N HCI x 14.007

Total nitrogen (%) = ... x 100

mg sampel

Kadar protein = Total nitrogen (%) x faktor konversi

Analisis kadar lemak (AOAC, 1984)

a) Metode ekstraksi soxhlet

Tepung whey tahu sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring dan

dirnasukkan kedalam labu soxhlet. Sejumlah petroleum eter dituangkan kedalam labu

leinak yang telah ditimbang beratnya. Selanjutnya direfluks selama minimal 5 jam

sampai peiarut yang turun ke labu !enlak berwarna jernih. Pelarut yang ada didalam

la5u lemak didestilasi, setelah itu labu lemaknya dikeringkan didalam oven pada suhu

1 O S ° C . kernudian ditimbang. Kadar lemak ditentukan dengan persamaan :

Berat akhir labu - berat awal labu

Kadar (%) = ... x 100

Berat sampel

b) Metode Babcock

Whey tahu sebanyak 17.6 ml dimasukkan kedalam botol Babcock dan ditambah

dengan HzS04 pekat bersuhu 22'C kemudian dikocok sampai terbentuk larutan yang

holiiogen. Selanjutnya disentrifus pada suhu 60°C pada kecepatan 700 - 1000 rpm

selama lima menit. SeteIah itu ditambah air panas dengan air panas (60°C) sampai

batas skala terbawah, lalu disentrifus lagi selarna dua menit. Kemudian ditambah air

(164)

28

Botol Rabcock setelah disentrifus ditempatkan kedalam penangas air pada suhu 55 -

60°C selarna lima menit. Kadar lemak ditentukan dengan melihat panjang kolom

Iemak yang terbentuk dibagian atas botol.

Derajat putih

Alat yang digunakan untuk pengamatan warna atau derajat putih sarnpel adalah

Chromameter (Minolta CR 200). Sebelum dilakukan pengukuran wartia sampel

terlebih dahulu dilakukan kalibrasi dengan standar warna putih dengan nilai Y =

9 4 . i 0 , x = 0.3139 dan y = 0.321 1. Derajat putih whey tahu ataupun tepungnya

ditentukan dengan persamaan-persamaan sebagai berikut :

Kapasitas emulsi (Okezie dan Bello, 1988)

Tcpung whey tahu sebanyak satu gram ditambah dengan 3 4 ml larutan NaCl 3%

diblender selama 3 0 detik. Sambil diblender ditambahkan 3 0 ml minyak nabati,

(165)

lagi selama 30 detik. Kemudian dipindahkan kedalam tabung sentrifus 50 ml dan dipanaskan didalam penangas air pada suhu 80°C selama 15 menit. Selanjutnya diselitrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 40 menit. Volume minyak yang terpisah dicatat. Kapasitas emulsi rnerupakan jumlah emulsi minyak yang tertahan untuk tiap gram sampel.

Stabilitas emulsi (Okezie dan Bello, 1988)

Sebanyak 1.5 gram tepung whey tahu didispersikan kedalam 12.5 ml air destilata, ditambahkan 12.5ml minyak nabati sambil diblender selama 30 detik, proses blending dilanjutkan selama 60 detik dengan kecepatan tinggi. Kemudihn dipindahkan kedalam gelas ukur 50 ml. Perubahan v o l u n ~ e buih. minyak dan air dicatat pada interval waktu 0.5, 1, 1.5, 2 dan 6 jam.

Kapasitas buih (Okezie dan Bello, 1988)

Tepung whey tahu sebanyak 1.5 gram ditambah dengan 40 ml air destilata lalu diblender dengan kecepatan tinggi selama 2 menit. Setelah diblender dipindahkan kedalam gelas ukur 100 ml. Sisa buih yang masih tertinggal didalam gelas dibilas dengan 10 mi air destiIata. Volume sebeIum dan sesudah mengembang dicatat. Kapasitas buih dihitung dengan persamaan :

Volume sebelum - volume sesudah

Kapasitas buifi = ... x 100

(166)

Stabilitas buih (Okezie dan Bello, 1988)

Tepung whey tahu sebanyak 1.5 gram ditambah air destilata 40 ml lalu diblender selama 1 menit. Setelah diblender dipindahkan kedalam gelas ukur 100 ml, tahung untuk blender dibilas dengan 10 ml air destilata dan dituangkan kedalam geias ukur. Pembahan volume buih didalam gelas ukur dicatat pada interval waktu 1, 10, 30, 60, 90 dan 120 menit.

Daya serap air dan minyak (Okezie dan Bello, 1988)

Sebanyak satu gram tepung whey tahu ditarnbah dengan 50 ml air destilata dan 50 ml minyak nabati. Campuran ini diblender selama dua menit, setelah diblender didiainkan s e l a ~ a 30 menit pada suhu ruang. Kemudian disentrifus pada kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Volume air dan minyak bebas dibaca langsung dari tabung sentrifus. Jumlah air atau minyak yang diserap (total dikurangi yang bebas) dikalikan dengan dznsitasnya untuk konversi ke gram. Daya serap air atau minyak dihitung sebagai ber3t atau gram air atau minyak yang diserap per gram sarnpel. Densitas air dissumsikan 1 g/ml dan densitas minyak adalah 0.92 g/ml.

Kemudahan melarut (Pedroza-Islas er al., 2000)

(167)

3 1

Sebagai blanko kontroI digunakan 25 n11 air. Ken~udahan melarut dinyatakan dalam

persentase berat bahan terlarut terhadap berat bahan awal yang dihitung berdasarkan

persamaan berikut :

Berat bahan terlarut

Kemudaharl Inelarut (%) = ... x 100

Berat bahan awal

pH (Okezie dan Bello, 1988)

pH diukur dengan membuat 10% (b/v) suspensi tepung whey tahu didalam a i ~

destilata. Suspensi ini kemudian diblender dan pH ditetapkan dengan menggunakan

pH meter.

Analisis senyawa isoflavon (Pawiroharsono, 1995)

Sebanyak 2 gram tepung whe) tahu atau 20 ml whey tahu dikeringkan didalam

oven pada suhu 40°C selarna semalam untuk mengurangi kadar air sampel sehingga

proses pengeringan ekstrak sampel dengan rotavapor tidak terlalu lama. Sampel

kering diekstrak dengan metanol absolut sebanyak dua kali masing-masing 10 ml.

Filtrat yang diperoleh (20 ml) diuapkan dengan rotavapor pada suhu 40°C.

Ekstrak yang telah kering dilarutkan kembali dalam 5 ml metanol absolut. Kemudian

disentrifus pada kecepatan 400C rpm selama lima menit untuk memisahkan cndapan

yang terbentuk sehingga diperoleh filtrat yang bening.

Filtrat sebanyak 2 ml diambil untuk dimurnikan ciidalam kolom kromatografi

(168)

didalam kolom dilakukan secara bertahap dengan metanol 25%, 50% dan 70%

~nasing-masing 20 tnl. Fraksi 70% ditampung dan dikeringkan dengan rotavapor pada suhu 40°C sampai kering. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 1.5 ml ~netanol absolut grade HPLC dan disentrifus pada kecepatan 4000 rpm selarna Iima menit untuk memisahkan endapan yang ada. Filtrat yang bening siap untuk dianalisis dengan menggunakan HPLC.

Identifikasi senyawa isoflavon secara kualitatif menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Filtrat bening hasil tahap pemurnian ditotolkan pada lenlbar KLT silika gel 60 F 254 sebanyak 4 p1 dengan menggunakan mikroinjektor. Standar yang digunakan adalah lamtan Faktor-2, daidzein, glisitein dan genistein. Len~bar KLT yang telah ditotol dengan sampel dan standar dimigrasi dengan pelarut LM-24 yang terdiri dari sikloheksan : metilen klorida : etil format : nsam format dengan perbandingan 35 : 3 0 : 30 : 5 dalam bejana kromatografi. Setelah pelarul bermigrasi sampai batas tertentu maka Lembaran KLT diambil, dikeringkan dan dilihat dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254/366 nm sehingga spot akan ta~npak berflouresensi.

Parameter yang dihitung yaitu intensitas warna (IW) dan nilai Rf (Retention factor). Faktor-2 akan berwarna ungu tua sedangkan daidzein, glisitein dan genistein akan benvarna ungu kemerahan. Sebagai referensi digunakan senyawa standar yang diberi skor 10 terhadap intensitas warna yang dihasilkan dan skor yang lebih kecil rnenunjukkan warna yang semakin berkurang. Nilai Rf (Retention factor) = X / Y ,

(169)

dari tith awal ke pusat spot dan Y adalah jarak yang ditempuh pelarut pengembang dari titik awal hingga batas tertentu.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) atau HPLC. HPLC yang digunakan berada pada kondisi : Volume sampel : 20 pl

Kolom : Li chrosorb RP 18 (250 x 4 m, 5 pm)

Eluen : Asam asetat 3% (pelarut A) dan asetonitril (pelarut B)

Gradien : 20% B dalam (A+B) sampai 60% (A+B) selama 35 menit Detektor : UV261 nm

Kecepatan alir : 0.8 ml/menit Suhu : 35OC

(170)

HASIL DAN

PEMBAHASAN

Penelitian Tahap Pertama

Analisis proksimat, dan analisis kandungan dan jenis senyawa isoflavon whey

tahu dilakukan sebelum penelitian tahap pertarna. Analisis proksimat dan analisis

senyawa isoflavon ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui komposisi kimia

whey tahu. Hasil dari analisis proksimat dan analisis senyawa isoflavon disajikan

pada Tabel I .

I I I

Keterangan : *) Data adnlfh hasil rata-raw dari dua kali

Tabel 1. Hasil analisis proksimat whey tahu*)

-

ulangan

Komposisi

Kadar air (%)

Kadar abu (%)

Totak padatan (%)

Protein (Oh)

Lemak (%)

Karbohidrat (%)

PH

Isoflavon (mg/g bahan)

Hasil analisis proksimat tersebut menunjukkan bahwa whey tahu mengandung

kadar air yang tinggi, yaitu 99.23% dan total padatan 0.65%. Oleh karena itu untuk

meningkatkan total padatan whey tahu perlu dilakukan proses evaporasi. Jelen

(1 992) dan Huffman (1996) mengemukakan whey mengandung kadar air yang tinggi,

oleh karena itu untuk menghasilkan whey protein ingredien perlu dilakukan

(171)

Operasi pengolahan pangan yang umum digunakan adalah evaporasi untuk

menghasilkan whey dalam bentuk konsentrat.

Pada penelitian tahap pertama ini proses evaporasi whey tahu dilakukan dengan

menggunakan evaporator vakum efek tunggal. Tujuan dari proses evaporasi ini

adalah untuk mengurangi kadar air, meningk

Gambar

Gambar  1.  Diagram alir pembuatan  tahu (Muchtadi,  1989)
Gambar 2.  Kesetimbangan massa protein pada proses pembuatan tahu
Tabel  1.  Hasil analisis proksimat whey tahu*)
Gambar  4.  Tepung whey tahu hasil proses pengeringan semprot (A),  pengeringan beku  (B)  dan whey tahu (C)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran I :   Keputusan Bupati Barito Kuala  Nomor 188.45/183/ KUM/ 2017  Tanggal  3  April  2017

Mey Fatmawati, A210100117 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta 2014. Tujuan dari

Menurut Manuaba (2008; h.389) disebutkan perdarahan terjadi karena gangguan hormon, gangguan kehamilan, gangguan KB, penyakit kandungan dan keganasan genetalia. 55)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberlanjutan kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan masih sama dengan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) dilihat dari

Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan bejana tekan vertikal dan simulasi pembebanan eksentrik pada nozzle dengan studi kasus pada separator kluster

Adapun judul skripsi ini adalah “ Sikap dan Perilaku Konsumen Terhadap Produk Olahan Durian (Kasus: Pancake Durian Produksi Mei Cin Pancake)” yang merupakat syarat untuk dapat

Berdasarkan Surat No.54/P2MKT-PL-Pan.PBJ/VII/2013 tanggal 24 Juli 2013 perihal Penetapan Peringkat Teknis Dokumen Penawaran Pengadaan Jasa Konsultansi Evaluasi

Saya melihat banyak kalangan anak – anak yang sangat menyukai dan mengikuti Sekolah Minggu bahasa Mandarin ini, sehingga saya berpikir untuk membuat sebuah program pembelajaran