• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis genotipe normal dan abnormal pada klon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan RAPD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis genotipe normal dan abnormal pada klon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan RAPD"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)

ANALISIS GENOTIPE NORMAL DAN ABNORMAL

PADA KLON KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis

Jacq.) DENGAN RAPD

OLEH

:

SARRO INA ITA. BANGUN

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(84)

ABSTRACT

(85)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : " Analisis Genotipe Normal dan Abnormal pada Klon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dengan RAPD " adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri. Semua

sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat

diperiksa kebenarannya.

Bogor, Oktober 2002

(86)

ANALISIS GENOTIPE NORMAL DAN ABNORMAL

PADA KLON KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis

Jacq.)

DENGAN RAPD

SARRO INA ITA. BANGUN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Bioteknologi

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(87)

Judul Tesis . : Analisis Genotipe Normal dan Abnornlal pa& Klon

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan RAPD Nama Mahasiswa : Sarro Ina Ita. Bangun

N ~ P : 99623

Program Studi : Bioteknologi

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Drh Maria Bintang. MS K e t u a

Dr. Nurita poruan- Mathills MS. APU

Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program. Studi Biotcknologi 3. Direktur Program Pascasarjana

(88)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena kasih dan karuniaNya penulis dapat melewati masa - masa sulit dalam penelitian maupun penulisan tesis. Salah satu wujud dari karunia Allah adanya kasih dan keikhlasan berbagai pihak untuk memberi dukungan pikiran, tenaga, dana dan doa

sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini yang merupakan salah satu persyaratan untuk meraih gelar Magister Sains di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Drh. Maria Bintang, MS selaku ketua komisi pembimbing, atas segala dorongan, bimbingan dan arahan selama penelitian dan penulisan tesis ini. Kesabaran dan dorongan beliau sangat penulis rasakan sehingga menambah motivasi penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Telah banyak sekali bantuan dan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis berkaitan dengan kelancaran penulis dalam menyelesaikan studi program pascasarjana secara keseluruhan di Institut pertanian Bogor. Semoga Allah Yang Maha Kuasa memberkati dan melimpahkan karuniaNya. 2. Dr. Nurita Toruan - Mathius, MS. APU, sebagai anggota komisi. Kesediaan

beliau memberi arahan, bimbingan serta dorongan dan motivasi yang sangat besar dan talc henti-hentinya terhadap penulis sejak pelaksanaan teknik penelitian I dan 11, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian yang terus dimonitornya sampai pada penulisan tesis ini sangat penting artinya sehingga berbagai masa sulit dapat terlewati. Sebagai kepala laboratorium biologi molekuler dan imrnunologi pada unit penelitian bioteknologi perkebunan (UPBP) Bogor, beliau memberikan keleluasan penulis dalam memanfaatkan fasilitas yang tersedia disamping itu keleluasan dari segi waktu yang memperbolehkan penulis melakukan aktifitas pada hari-hari libur bahkan malam memungkinkan penulis mempercepat waktu penelitian laboratorium.

3. Kepala Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan (UPBP) Bogor atas izin yang diberikan kepada penulis untuk dapat bergabung dalam proyek penelitianyang ada pada Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan (UPBP) Bogor.

4. Rektor Universitas Nasional Jakarta dan Dekan Fakultas Biologi Universitas atas izin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Magister Sains (S2) di IPB.

5. Rektor IPB, Direktur program pascasarjana IPB dan pengelola proyek BPPS Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdiknas saat ini) atas kesempatan dan beasiswa yang diberikan sehingga penulis dapat melanjutkan studi S2 dan dapat menambah ilmu pengetahuan serta ketrampilan penulis. 6 . Tolhas Hutabarat, BSc-Dipl.Kim atas diskusi dan masukkan yang sangat

(89)

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada seluruh keluarga, Ayahanda Sanggup Bangun dan Ibunda Radumalem Sinuraya serta adik-adikku yang secara tulus ikhlas memberikan dukungan maupun mendoakan dan mendorong penulis untuk selalu sabar dan tabah dan setiap langkah untuk mencapai kemajuan dan kesuksesan.

Kepada suamiku tercinta Andreas Tetap Malem Sitepu dan anakku tersayang Pieter G.Eisura dengan ketabahan, kesabaran dan segala bentuk pengorbanaannya selama menyelesaikan studi, penulis persembahkan segala apa yang telah diraih selama ini.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan sederhana ini yang tentu saja masih banyak kekurangannya karena keterbatasan penulis dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan bagi yang membutuhkannya di kemudian hari.

Bogor, Oktober 2002

(90)

DAFTAR

IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

vi

DAFTAR GAMBAR

...

vi

DAFTAR

LAMPIRAN

...

vii

...

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang

.

.

...

1

...

Tujuan Penelltian

. .

4

...

Kegunaan Penelltian 5

TINJAUAN PUSTAKA

...

6 Botani dan Syarat Turnbuh

...

6

...

Pemuliaan Tanaman 8

Abnormalitas Klon Kelapa Sawit

...

11

...

Markah Molekuler 14

...

Random AmpliJied Polymorphic DNA (RAPD) 17

BAHAN DAN METODE

...

23 Waktu dan Tempat Penelitian

...

23 Bahan Tanaman

...

23 Isolasi DNA Genom

...

24 Percobaan 1

.

Seleksi Primer

...

25 Percobaan 2

.

Analisis RAPD Klon Kelapa sawit Normal

dan Abnormal

...

27 HASIL DAN PEMBAHASAN

...

31 1

.

Seleksi Primer

...

31 2

.

Analisis RAPD Klon Kelapa sawit yang Normal dan Abnormal

....

35 Hubungan Genetik Klon Kelapa sawit

...

37 Analisis Pita RAPD sebagai Penanda Abnormalitas

...

Klon Kelapa sawit 41

KESIMPULAN DAN SARAN

...

45 Kesimpulan

...

45 Saran

...

45

DAFTAR PUSTAKA

...

46

...

(91)

DAFTAR

TABEL

Halaman

1. Komposisi campuran utarna untuk reaksi amplifikasi

DNA (master mix)

...

26

2. Jenis, susunan oligonukleotida, jumlah pita DNA dan jumlah pita

polimorfik DNA yang terseleksi

...

33

...

3. Primer dalam reaksi PCR, pasangan Mon normal dan abnormal 36

4. Matrik kemiripan genetik berdasarkan pola pita DNA terhadap

16 genotipe dari 6 klon kelapa sawit

...

38

....

5. Kesamaan genetik antar genotipe tanaman di dalam masing-masing klon 39

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Buah normal dan tidak normal tanaman kelapa sawit yang

...

berasal dari kultur jaringan 13

...

2. Prinsip amplifikasi fiagrnen DNA pada mesin PCR 2 1

3. Bagan alir analisis data

...

30

4. Seleksi primer menggunakan klon MK203 (berbuah abnormal dan

normal) dengan primer OPA-02,OPA-04,OPA-07,OPB-05,OPB-06,

...

OPN-16, OPN-18 31

5 . Pita DNA 6 klon kelapa sawit hasil amplifikasi menggunakan primer

(92)

- 6. Dendograrn 16 genotipe kelapa sawit hasil analisis klaster berdasarkan

pola pita DNA dengan metode UPGMA menggunakan 1 5 primer acak

. . .

.40

7. Sebaran genotipe tanaman kelapa sawit terhadap klon MK152, MK209, MK212, MK203, MK176, MK104

...

43

DAFTAR

LAMPIRAN

Halaman

1. Komposisi pereaksi dan bufer untuk analisis DNA klon kelapa sawit

...

5 1

2. Skor pita polimorfik RAPD berdasarkan lima belas primer acak

...

52

3. Nilai komponen utama dari pita-pita h a i l amplifikasi dengan 15 primer

acak yang berperan membedakan 6 klon kelapa sawit

...

53

4. Jenis primer, total pita DNA enarn klon kelapa sawit yang diamplifikasi

menggunakan 15 primer acak

...

55

5. Jenis primer, total pita polimorfik enam klon kelapa sawit yang

diamplifikasi menggunakan 15 primer acak

. .. ..

.

..

..

.. .

..

.

.

.

.

..

...

.

..

...

..

. .. .. .. . .

. .

. .

56

6. Jenis, susunan oligonukleotida dan kandungan GIC 3 1 primer acak

(93)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit adalah komoditi perkebunan utama sebagai sumber devisa dan

hidup rakyat banyak. Di samping sebagai komoditas ekspor (35%), sekitar 65%

produksi minyak sawit digunakan untuk konsumsi dalam negeri sebagai bahan

mentah untuk industri pangan dan oleokimia, sekitar 2.014.000 ha lahan

pertanaman dengan laju pertumbuhan sekitar 12,6% per tahun (Basiron et

a1.,2002). Dalam 10 tahun terakhir ini perluasan pertanaman di dunia meningkat

dari 1.756.000 ha menjadi 6.563.000 ha, dengan produksi minyak sawit 21,73 juta

ton

-

49,42 juta ton, laju pertumbuhannya sekitar 4,10 % (Basiron, et al., 2002).

Kelapa sawit adalah tanaman menyerbuk silang sehingga akan menghasilkan

keturunan yang heterogen. Dengan metode perbanyakan vegetatif secara kultur

jaringan, besar kemunglunan untuk memperoleh material tanaman yang

berkualitas sekaligus homogen (Toruan

-

Mathius, 1998).

Keunggulan teknik kultur jaringan di antaranya adalah dapat digunakan untuk

menyediakan bibit kelapa sawit unggul secara massal, seragam, dan waktu

penyedim bibit relatif lebih singkat dibandingkan dengan teknik konvensional.

Menurut Duran et al. (1993) dengan menggunakan bahan tanaman klon diperoleh

peningkatan produksi minyak sawit mentah (MSM) sekitar 12% sampai lebih dari

30% dibandingkan dengan menggunakan bahan tanaman asal benih. Keunggulan

lainnya adalah klon yang dihasilkan secara genetik bersifat true-to type terhadap

ortetnya. Namun, sekitar 10-40% dari bahan tanam klon tersebut memiliki

(>

(94)

berproduksi yaitu umur 3-5 tahun. Hal ini menyebabkan kerugian besar bagi

perkebunan karena dibutuhkan biaya untuk pemeliharaan, tenaga

kerja,

dan areal

pertanaman.

Menurut Corley et al. (1986) abnormalitas dapat te rjadi pada bunga jantan dan

betina yang berkembang menjadi buah partenokarpi dan buah mantel (bersayap).

Ada beberapa pendapat mengenai terjadinya abnormalitas : bersifat genetik (Rao

& Danough, 1990), gangguan ekspresi gen yang diakibatkan fitohormon (Jones

1991 & Paranjothy et al., 1993), struktur kalus yaitu kalus nodular yang kompak

dan kalus yang remah dengan pertumbuhan yang cepat menghasilkan 5-10% dan

100% tanaman abnormal (Pannetier et al., 1981; Ahee et ~ 1 . ~ 1 9 8 1 & Duran et

al., 1993). Duval et al. (1 993) menemukan perbedaan histologi, kandungan

protein, 2,4 diclorophenoxy acetic acid (2,4-D) dan sitokinin dalam kalus yang

remah. Sedang menurut Paranjothy et al. (1993); Ginting & Fatmawati (1996),

abnormalitas ada hubungannya dengan lamanya subkultur dan umur kalus.

Eeuwens et al. (2002) menyatakan, bunga mantel terjadi dari kondisi kultur

selama multifikasi embrio.

Beberapa metode untuk menelaah sifat genotipe tanaman telah banyak

dikembangkan seperti penanda molekuler. Penanda molekuler masih dibedakan

atas penanda isozim dan penanda DNA. Pada dasarnya ke dua ~enanda molekular

ini mempunyai prinsip dan interpretasi genetika yang sama. Penanda DNA yang

dilihat polimorfisme pita DNA, sedangkan isozim berupa polimorfisme protein.

Penanda molekular dapat memberikan resolusi yang cukup tinggi tentang

perbedaan genetik di antara individu, baik pada tingkat spesies maupun dengan

(95)
(96)

perbedaan genotipe normal, genotipe abnormal ringan dan berat ramet di primer

B17 dari klon nomor 36 dan 38 pada fiagmen 2,7 kb. Sementara Ng et al. (1993)

menyatakan jenis dan komposisi zat pengatur tumbuh khususnya sitokinin (IPA

dan 2) mempengaruhi terbentuknya mantel berat pada ramet kelapa sawit.

Nurhaimi-Haris & Darussamin (1997) dengan metode Random Amplified

Polymorphic DNA (RAPD) menemukan bahwa beberapa nomor primer acak dari

ABI dan OPB mampu membedakan antar genotipe tanaman kelapa sawit yang

berbuah normal dan abnormal dari klon yang sama, khususnya beberapa nomor

dari klon SOC, MK, LMC dan BC. Toruan-Mathius et al. (1998) dengan analisis

RAPD ditemukan primer yang membedakan genotipe normal, abnormal, dan

tanaman yang mengalami proses penyembuhan dari klon MK33 pada primer

OPC-07, OPC-09 dan OPH-12 ; dari klon MK59 pada primer OPB-04, OPD-07,

OPH-09, Abi 1 17,16 dan Abi 1 17,20. Sedangkan analisis protein (SDS-PAGE)

pada bunga dan buah dari klon MK33 dan MK59 menunjukkan bahwa gen

abnormalitas terekspresi pada bunga dan buah yang abnormal. Ditemukannya

protein spesifik dengan berat molekul 22,2 kD pada buah dan 15

kD

pada daun

dari tanaman yang berbuah abnormal maupun dari tanarnan yang mengalami

proses penyembuhan. Meskipun penyebab munculnya abnormalitas belum

diketahui, tetapi diduga terjadi akibat perubahan genetik selama proses in vitro.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menetapkan primer RAPD yang mampu menghasilkan pita DNA yang

(97)

2. Menetapkan kesamaan genetik antar klon dan antar genotipe normal vs

abnormal maupun antar genotipe abnormal.

3. Menetapkan klon yang stabil di dalam kultur.

4. Menggelompokkan klon dan antar genotipe dalam klon yang sama

maupun antar klon yang diuji dengan analisis Umveight Pair-Group

Methode Arithmetic (UPGMA).

5. Menetapkan pita penciri genotipe abnormal untuk semua klon dengan

analisis komponen utama.

Kegunaan Penelitian

Sebagai informasi yang lebih jauh mengenai pemanfhatan RAPD untuk

menganalisis pita-pita DNA pembeda antar klon-klon kelapa sawit yang berbuah

(98)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Syarat Tumbuh

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) termasuk klas monokotil, famili palrnae genus

elaeis dan species Elaeis guineensis, Elaeis alora dan Elaeis oleifera. Varietas

yang dikembangkan adalah dura, pisifera dan tenera dari spesies Elaeis

guineensis. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman asli Afiika, sesuai dengan

hasil penemuan fosil, sejarahnya dan asal mula bahasa dari nama kelapa sawit

tersebut (Elaeis dari bahasa Greek 'elaion', oil, sementara guineensis

menunjukkan asal yaitu Guinea Coast). Dari Afrika, kelapa sawit menyebar ke

Amerika Selatan dan ke Semenanjung Indo-Malaysia.

Tanaman kelapa sawit berakar serabut yang sebagian besar berada dekat

permukaan tanah yaitu pada kedalaman 15-30 cm (dangkal). Batangnya tegak

tidak bercabang, berdiameter 40-75 cm, tinggi batang dalam pembudidayaan tidak

lebih 15- 18m. Berdaun majemuk dengan pelepah daun tersusun melingkari batang

berbentuk spiral. Panjang pelepah daun mencapai 9 m dengan panjang helai daun

mencapai 1,2 m berjumlah 100

-

160 pasang. Jumlah pelepah yang dipertahankan

dalam perkebunan kelapa sawit sekitar 30-50 pelepah (Harley, 1971).

Tipe pembungaan kelapa sawit adalah berumah satu ( m o n ~ o u s ) yaitu bunga

betina dan bungan jantan terdapat pada satu tanaman, tetapi pada tandan yang

berbeda. Bunga tumbuh pada setiap ketiak pelepah daun, satu tandan bunga

berupa bunga jantan atau bunga betina, dengan masa siap polinasi yang berbeda

sehingga terjadi penyerbukan silang. Rasio bunga jantan dan betina dapat

(99)

bunga jantan mendominasi, sementara pada musim penghujan bunga betina yang

lebih dominan. Pada tanaman muda (umur 2-4 tahun) kadang kala dijumpai bunga

banci (hermaprodit), yaitu bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu

tandan (Harley, 1971). Namun demikian, bunga banci akan menyusut atau

menghilang dengan sendirinya sejalan dengan bertambahnya umur tanaman.

Buah kelapa sawit tersusun dalam suatu tandan yang merupakan buah batu

yang terdiri dari kulit buah, daging buah, cangkang dan inti. Minyak sawit

sebagian besar (20-27%) terdapat pada bagian perikarp yaitu pada kulit buah dan

daging buah, sementara bagian inti hanya mengandung minyak sekitar 4-6%.

Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah (mesokarp), tanaman kelapa

sawit dibedakan atas tiga tipe yaitu dura, pisifera dan tenera. Tipe dura

bercangkang tebal (2-8 mm), tanpa lingkaran sabut di bagian luar tempurung,

kandungan mesokarp rendah sarnpai medium (3545% terhadap buah, tetapi

kadang-kadang dijumpai di atas 65%). Pisifera tidak mempunyai cangkang dan

kandungan minyak sangat tinggi. Tipe tenera yang merupakan persilangan dura x

pisifera bercangkang tipis (0,5-4 mm), kandungan mesokarp medium sampai

tinggi (60-96% terhadap buah, tetapi kadang-kadang dijumpai dibawah 55%),

mempunyai lingkaran serabut pada bagian luar (Harley, 1971).

Menurut Harley (1971) kelapa sawit tumbuh baik iklim tropis zone katulistiwa

dengan tipe iklim Af dan Am (menurut klasifikasi Koppen), dengan curah hujan

sekurang

-

kurangnya 9 bulan, 2000-3000 rnmltahun yang menyebar sepanjang

tahun. Lahan pertanaman mulai dari dataran rendah sarnpai pada ketinggian tidak

lebih dari 600 m di atas permukaan laut dan sangat sesuai bila tanah tersebut

(100)

subur bersolum dalam, berdrainase baik, pH 5,5-7,O yaitu tanah-tanah aluvial

yang bertekstur lempung liat berpasir.

Pemuliaan Tanaman

Program pemuliaan tanaman kelapa sawit di Indonesia dimulai pada tahun

1910an menggunakan material tanaman secara terbatas dari empat tanaman

kelapa sawit induk varietas dura yang ditanam pertarna kali di kebun Botani

Bogor pada tahun 1848. Sejak itu pula material tanaman lainnya diintroduksikan

dari Zaire, Ivory Coast dan Nigeria. Menurut PPKS, PT.Socfindo dan PT.PP

Lonsum (2000) strategi pengembangan bahan tanaman kelapa sawit melalui

penajaman pada pemuliaan tanaman di Indonesia adalah dengan perbaikan

produktivitas tanaman yang mempunyai keunggulan sekunder. Keunggulan

sekunder yang dimaksud antara lain laju pertumbuhan meninggi yang lambat,

kualitas minyak yang tinggi, komponen minor kelapa sawit, ketahanan terhadap

hama dan penyakit, toleransi terhadap cekarnan lingkungan, serta keragaman

morfologi yang kompak. Sementara itu, tidak jauh berbeda dengan Indonesia,

tujuan utama pemuliaan tanaman kelapa sawit di Malaysia adalah untuk

memperbaiki produktivitas tanaman sehingga implikasinya untuk meningkatkan

keuntungan komersial kelapa sawit. Di samping itu pemuliaan kelapa sawit

dewasa ini juga bertujuan untuk menghasilkan rninyak yang berkualitas tinggi

yaitu meningkatkan kandungan asam lemak tidak jenuh, karoten dan

tokoferoVtokotrieno1 (Tajudin & Lee, 2000).

Artas Soewar et al. (2000) menyatakan bahwa kelapa sawit yang diharapkan

(101)

sekunder yang berhubungan dengan siklus hidup dan kemudahan pemanenan serta

memperpanjang umur ekonornis tanaman. Di samping itu juga dikombinasikan

dengan upaya mereduksi pertumbuhan lilit batang agar kompetitif antar tanaman

dapat ditekan. Dengan dernikian produksi yang stabil dapat dipertahankan.

Karakter sekunder lainnya adalah ketahanan terhadap penyakit tanaman terutama

penyakit tajuk (crown disease) dan penyakit ganoderma. Penyakit ganoderma

adalah busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Ganoderma boninense. Gejala

penyakit busuk pangkal ini dapat dilihat dari mahkota tanaman, di mana jumlah

jamur yang belum membuka lebih banyak dan daun-daun berwarna hijau pucat.

Gejala lebih lanjut daun-daun patah dan menggantung pada batang.

Strategi yang ditempuh dalam upaya perbaikan produktivitas dan performan

kelapa sawit tersebut adalah melalui aktivitas pemuliaan yang sistematis dan

berkelanjutan. Menurut PPKS, PT. Socfindo dan PT. PP Lonsum (2000),

institusinya secara terus menerus telah melakukan aktivitas tersebut sejak 19 16.

Pada awalnya perhatian para pemulia kelapa sawit terfokus pada perbaikan

tanaman yang mempunyai produktivitas CPO tinggi. Namun, sejalan dengan

berkembangnya industri hilir kelapa sawit dan tuntutan konsumen yang beragam,

para pemulia juga mengarahkan penelitiannya ke tanaman kelapa sawit yang

mempunyai keunggulan sekunder.

Seleksi tanaman kelapa sawit di Indonesia dimulai di Marihat Baris pada 1905

dan di Tinjowan pada 1919 dari hasil pertanaman kelapa sawit yang materialnya

berasal dari Kebun Botani Bogor tersebut. Selanjutnya terus dilakukan aktivitas

pemuliaan dengan menyilangkan tipe dura (D) dengan varietas lain yang

(102)

Tenera adalah hibrida hasil persilangan tipe dura dengan tipe pisifera dari varietas

lain kelapa sawit. Teramati kemudian bahwa DxP ternyata memberikan hasil 25-

30% lebih tinggi dibandingkan dengan dura. Pada skala komersial dikembangkan

tipe tenera melalui persilangan konvensional yang terkontrol antara dura unggul

(sebagai tetua betina) dan pisifera unggul (sebagai tetua jantan sumber serbuk

sari) (Asmono et al., 2000).

Bahan tanaman komersial selain berupa benih hasil persilangan dan seleksi

dikembangkan melalui perbanyakan secara kultur jaringan untuk memperoleh

turunan yang membawa sifat induknya secara murni, sehingga memunculkan

klon-klon kelapa sawit. Klon-klon tersebut dihltur dari tetua terpilih (ortet)

dengan seleksi ketat didasarkan pada seleksi individu, seleksi famili, seleksi

individu-famili dan indeks seleksi, yang mempunyai potensi produksi rninyak

tinggi, bebas penyakit tajuk dan pertumbuhan 40-60 cmltahun (Ginting &

Fatmawati, 1996). Klon yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit di

Marihat diberi nama MK (Marihat Kultur jaringan). Hasil penelitian Ginting &

Fatmawati (1996) menunjukkan bahwa produksi tandan buah segar kelapa sawit

lebih tinggi 10-30% dibandingkan dengan tanaman benih. Dari sejumlah klon

yang dihasilkan, MK60 memproduksi tandan bu& segar 40 tonlhaltahun dengan

rendemen minyak 13,13% dan berpotensi menghasilkan minyak sawit mentah 13

tonlhdtahun.

Kultur jaringan tanaman kelapa sawit dapat dilakukan dengan yaitu kultur

embrio (penyelamatan embrio), kultur organ, kultur pollen (tanaman haploid)

maupun kultur protoplast (hsi protoplas). Dengan kultur jaringan juga diperoleh

(103)

dan sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk tujuan pemuliaan maupun tujuan

perbanyakan tanaman.

Tahapan perlakuan kultur jaringan kelapa sawit dimulai dari pemilihan pokok

induk (ortet), pengambilan sumber jaringan (eksplan), pembuatan media,

sterillisasi, penanaman eksplan, pembentukan kalus (kalogenesis), pembentukan

embrio (embriogenesis somatik), pembentukan tunas, pembentukan akar,

aklimatisasi dan pengujian di lapang (Lubis et al., 1985).

Abnormalitas Tanaman

Meskipun penampakan tanaman hasil perbanyakan klon di lapangan relatif

seragam, namun perlu diamati lebih teliti apabila terjadi perubahan abnormalitas

pada bagian organ reproduksinya yaitu bunga dan buah. Abnormalitas pada bunga

atau buah tanaman kelapa sawit dilaporkan pada Konferensi Kultur Jaringan

Kelapa Sawit yang diselenggarakan di Kuala Lumpur pada Maret 1986. Corley et

al. (1986) mengemukan ada tiga macam abnormalitas pada tanaman kelapa sawit

yaitu berupa rangkaian bunga jantan andromorphic, buah mantled dan buah

partenokarpi. Abnormalitas berupa terbentuknya rangkaian bunga jantan

andromorphic dan buah mantled terjadi sebagai akibat adanya kesalahan fbngsi

dari organ-organ reproduksi, sedangkan buah partenokarpi dapat terbentuk karena

penyerbukan kurang sempurna. Buah mantled sangat jarang terdapat pada

tanaman asal seedling, tetapi bmyak ditemukan pada bahan tanam yang berasal

dari perbanyakan in vitro melalui teknik kultur jaringan.

Sekitar 10-40% dari bahan tanam klon memiliki pembungaan dan pembuahan

(104)

(Toruan - Mathius, 1996). Beberapa ahli berpendapat bahwa terjadinya

abnormalitas bisa bersifat genetik (Rao & Danough, 1990). Selain itu juga dapat

terjadi karena gangguan ekspresi gen yang disebabkan gangguan fitohorrnon

(Jones, 1991). Menurut Paranjothy et a1 (1993) abnormalitas berhubungan dengan

lamanya subkultur dan umur kalus. Struktur kalus yang kompak dan vriabel juga

dapat mengakibatkan adanya tanaman abnormal sebesar 5-10% (Pannetier et

al., 198 1; Duran et al., 1993).

Pada tingkat tanaman yang ada di lapangan yang abnormal ratio bunga jantan

akan lebih tinggi d a i pada tanaman normalnya, sehingga buah yang terbentuk

akan berkurang dan akhirnya menyebabkan hasil minyak mengalami penurunan.

Pada buah yang abnormal akan dijumpai endosperm tipis dan juga bentuk buah

yang abnormal dari biasanya (Haris, 1998).

Penampakan fenotipe (morfologi) merupakan suatu indikator gen-gen yang

spesifik dan berguna sebagai penanda genetik dalam kromosom. Penampakan

fenotipe sebenarnya mudah diamati di lapangan, narnun karena adanya faktor

lingkungan yang mempengaruhi dan berinteraksi h a t dengan faktor genetik,

maka penampakan fenotipe sering berbeda-beda walaupun secara genetik sama.

Selain itu ada perrnasalahan lain yang timbul yaitu pada populasi tunggal sulit

(105)
[image:105.549.76.492.49.620.2]

Gambar 1. Buah n o d dan tidak normal lamman kelapa sawit yang berasal dari

kultur jaringan

Keterangrm : (I) buah normal ; (2) mesokarp berdagmg ; (3a) buah

abnormal / bersayap ; (3 b) buah normal ; (4a) buah abnormal / mantel ringan ; (4b) buah abnormal / mantel berat ; (4c) penampang atas buah abnormal ; (44 & (4e) mantel berat 1 mesokarp bersayap keras ; (5a) &

(106)

Haris & Darussamin (1997) telah menemukan bahwa beberapa nomor dari

primer acak ABI dan OPB yang digunakan dalam analisis RAPD mampu membedakan antar genotipe tanaman kelapa sawit yang berbuah normal dan

abnormal dari klon yang sama, khususnya beberapa nomor dari klon SOC, LMC,

MK dan BC. Namun, tidak ditemukan pita spesifik yang dapat membedakan

tanaman yang berbuah normal dengan abnormal secara universal. Nurhaimi-Haris

(1998) mendeteksi perbedaan genetik beberapa nomor klon SOC, LMC dan MK

tanaman kelapa sawit yang berbuah normal dan abnormal serta melakukan

analisis pengelompokkan klon-klon tersebut berdasarkan analisis RAPD. Hasil

yang diperoleh menunjukkan bahwa ada kecenderungan genotipe tanaman yang

berbuah normal dan tidak normal dari satu klon yang sama berada dalam satu

kelompok. Diperoleh juga bahwa klon SOC mempunyai variasi genetik lebih

tinggi dibandingkan dengan klon LMC dan MK. Hal ini menunjukkan bahwa klon

SOC cenderung tidak stabil apabila diperbanyak secara in vitro.

Berdasarkan hasil yang sudah diperoleh tersebut dilakukan analisis RAPD

menggunakan klon-klon serta primer yang berbeda, dengan tujuan mendapatkan

informasi yang lebih jauh mengenai pemanfaatan RAPD untuk menganalisis pita-

pita DNA pembeda antar klon-klon kelapa sawit yang berbuah normal dan

abnormal. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui sejauh mana terjadi variasi

genetik antar genotipe normal dan abnormal dalam satu klon dan antar klon.

Markah Molekuler

Karakter morfologi telah lama digunakan untuk mengidentifikasi spesies,

(107)

berdasarkan protein atau DNA, dan telah sangat membantu penelitian pada berbagai disiplin seperti taksonomi, filogeni, ekologi, dan pemuliaan tanaman.

Markah molekuler pada tingkat DNA memiliki kelebihan dibandingkan dengan morfologi atau alozim antara lain : (1) karena genotipe suatu organisme diuji

secara langsung, sehingga pengaruh lingkungan dan perkembangan terhadap

fenotipe tidak menjadi masalah; (2) karena bagian yang berbeda dari DNA

berevolusi dengan kecepatan yang berbeda, sehingga bagian yang cocok dapat

digunakan untuk studi tertentu, misalnya bagian yang variabilitasnya tinggi untuk

identifikasi kultivar atau yang variabilitasnya rendah untuk studi filogenetik; (3)

karena jumlah polimorfisme yang ada tidak terbatas dan (4) berbagai macam

teknik telah dikembangkan yang masing-maing dapat menyediakan markah yang

sesuai terhadap suatu tujuan tertentu (Weising et al., 1995). Lebih jauh lagi Berg et

a1.(1997) menambahkan bahwa skoring terhadap kedua markah tersebut

tergantung dari ekspresi gen yang mungkin sensitif terhadap faktor lingkungan,

tahap perkembangan dan tipe jaringan.

Keuntungan utama markah DNA molekuler adalah sifat alarninya. Markah ini mencerminkan perubahan pada tingkat DNA sehingga menunjukkan jarak genetik yang sesungguhnya (aktual) antara individu secara lebih akurat daripada dengan

markah fenotipe. Sering sekali sulit untuk menyetarakan fenotipe dan genotipe

karena fenotipe yang sama bisa dimunculkan oleh genotipe yang berbeda (Serret

et ~1,1997).

Beberapa kegunaan markah molekuler dalam membantu pemuliaan antara lain

adalah (i) untuk analisis pautan dan pemetaan genetik; (ii) untuk identifikasi

(108)

antar spesies atau varietas dan juga dapat membantu menjelaskan filogenetiknya

(Weising et aZ.,1996). Lebih jauh lagi Ribaut & Hoisington (1998) menguraikan

bahwa berdasarkan keragaman genetik yang dihasilkan dari data sidik jari, bahan

tanaman bisa dikelompokkan ke dalam genetik pool tertentu. Informasi ini sangat

membantu dalam mengidentifikasi tetua yang paling cocok untuk disilangkan.

Untuk tanaman yang heterosis dimana pemanfaatannya adalah dengan

memproduksi kultivar hibrida, pengukuran jarak genetik berdasarkan markah

DNA dapat sangat membantu. Menurut Powell et al., (1996) ha1 tersebut dapat

dilakukan misalnya melalui analisis menggunakan NTSYS. Analisis klaster

berdasarkan kesamaan genetik menggunakan UPGMA dan hubungan antara

individu divisualisasi dalam bentuk fenogram yang dapat menggambarkan jarak

genetik antara individu yang diuji.

Perkembangan teknologi baru telah dapat menggembangkan analisis yang

dapat mempertinggi tingkat polimorfisme DNA untuk pemetaan genetik, MAS,

genom fingerprinting dan untuk menemukan hubungan genetik. Teknologi

tersebut meliputi antara lain : RFLP, RAPD, AFLP dan mikrosatelit (SSR).

Polimorfisme yang terdeteksi oleh AFLP dan RFLP mengungkapkan variasi

ukuran berdasarkan situs restriksi. Polimorfisme berdasarkan RAPD

mencerminkan variasi sequen DNA pada situs perlekatan (binding site) primer

dan dari perbedaan panjang DNA antara situs perlekatan primer (juga untuk

AFLP). Lokus SSR berbeda pada jurnlah unit ulangan di, tri atau tetranukleotida

yang ada pada DNA dan variasi panjang ini dapat dideteksi dengan PCR dengan

memanfaatkan sepasang primer yang mengapit setiap SSR tersebut (Powell et

(109)

berdasarkan apakah analisa tersebut menggunakan PCR atau tidak, dan apakah

primernya arbitrarilsemi-arbitrari ataukah secara spesifik dirancang berdasarkan

sekuen yang telah diketahui terlebih dahulu : (1) tidak berdasarkan PCR (RFLP,

VNTRs); (2) teknik berdasarkan primer arbitrari atau semi arbitrari (multiple

arbitrarily amplicon profiling) (MAAP) misalnya RAPD dan DAF atau AFLP);

(3) Site-targeted PCR (STMS) ; SSR. Banyak terdapat variasi dari berbagai

teknik dasar tersebut, diantaranya adalah sequence characterized amplified

region (SCARS) yang dihasilkan dari markah RAPD tunggal. Fragmen tersebut

diklon dan sekuen nukleotida pada ujungnya disekuensing, kemudian dipakai

sebagai dasar mendisain primer untuk amplifikasi spesifik. Teknik lain misalnya

ISSR, PCR-RFLP (cleaved ampl$ed polymophic sequenceslCAPS) dan AFLP

mikrosatelit.

Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)

Tanaman menyimpan informasi genetiknya dalam genom inti maupun organel

(khloroplas dan mitokondria). Genom didefenisikan sebagai gugus atau

keseluruhan gen dari suatu organisme yang mengendalikan seluruh metabolisme

sehingga organisme tersebut dapat hidup dengan sempurna. Gen dari setiap

organisme dapat mengalami perubahan yang disebut mutasi. Proses mutasi dapat

terjadi pada satu gen yang disebut mutasi gen, atau melibatkan potongan

kromosom, kromosom utuh atau mungkin juga seluruh set kromosom secara

kolektif yang disebut mutasi kromosom. Beberapa mekanisme mutasi seperti

delesi, duplikasi, inversi, dan translokasi yang dapat mengubah fenotipe tanaman.

(110)

dan dengan demikian penggunaan penanda DNA lebih mampu menggambarkan

keadaan genom tanaman yang sesungguhnya.

Kemajuan bioteknologi mengungkapkan infonnasi genetik yang terkandung

dalam genom tanaman dapat diamati sampai tingkat DNA. Analisis dapat

dilakukan melalui hibridisasi fiagmen DNA genom tanaman dengan pelacak DNA

(probe) pada teknik Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP), atau

dengan mengamplifikasi DNA genom tanaman dalam mesin Polymerase Chain

Reaction (PCR).

Teknik RAPD merupakan suatu cara untuk menganalisis variabilitas genetik

melalui amplifikasi DNA genom suatu tanaman menggunakan primer acak

tunggal. Variabilitas genetik tanaman dilihat berdasarkan polimorfisme pita DNA

yang berhasil diamplifikasi. Prinsip dasar RAPD adalah komplementasi urutan

basa primer dengan urutan basa DNA cetakan. Apabila terdapat komplementasi

urutan basa antara primer dan DNA cetakan, maka primer akan menempel pada

kedua ujung 3'OH utas DNA cetakan. Jika kedua situs penempelan primer berada dalam jarak yang dapat diamplifikasi, maka produk PCR akan diperoleh berupa

fragmen atau pita DNA (Tingey et al., 1992). Prinsip amplifikasi fragmen DNA

pada mesin PCR dapat dilihat pada Gambar 2.

Pada dasarnya amplifikasi DNA dalam mesin PCR mengikuti pola sintesis

DNA di dalam sel. Di dalam sel, proses sintesis DNA meliputi penguraian utas

ganda DNA menjadi utas tunggal yang disebut denaturasi. Kemudian sintesis

rantai DNA baru dengan menggunakan utasan tunggal sebagai model atau

cetakan. Sintesis DNA dimulai dengan penempelan primer pada utas tunggal

(111)

utas ganda kembali. Sintesis DNA mempunyai arah pertumbuhan 5

+

3, yaitu

dua nukleotida digabungkan satu dengan yang lainnya dengan cara merangkaikan

karbon gula kelima (C5) yang mengandung fosfat dari satu nukleotida kepada

karbon gula ketiga (C3) yang mengandung OH dari nukleotida lain, membentuk

ikatan 5

+

3 fosfodiester.

Weising et al., (1995) menyatakan, seperti halnya sintesis DNA di dalam sel,

amplifikasi DNA pada mesin PCR secara in vitro membutuhkan enzim polimerase

DNA, primer, basa nukleotida (dATP, dCTP, dGTP, dTTP), MgC12, dan bufer

yang befingsi sebagai kofaktor enzim, serta H2O. Reaksi PCR melibatkan

pengaturan suhu pada mesin PCR selama pengulangan siklus. Setiap siklus terdiri

dari tiga tahap yaitu denaturasi DNA menjadi utas tunggal (94'~), penempelan

primer pada DNA cetakan ( 2 5 ' ~ - 65'~), dan pemanjangan primer (biasanya

72'~).

Hallden et al., (1996) menegaskan reaksi PCR sangat dipengaruhi oleh

konsentrasi komponen reaksi (MgC12, bufer, enzim, DNA cetakan, primer,

nukleotida, dan HzO), suhu denaturasi, suhu penempelan primer pada DNA

cetakan, suhu pemanjangan primer, jumlah siklus, serta keutuhan dan kemurnian

DNA cetakan.

Enzim polimerase DNA yang pertama kali digunakan dalam reaksi PCR dan

sampai sekarang masih digunakan adalah Tag polimerase DNA yang diisolasi dari

mikroorganisme Thermus aquaticus. Tag polimerase DNA bersifat tahan suhu

panas ( 9 4 ' ~ ) ~ menghasilkan fragmen DNA amplifikasi dengan ujung 3'A

(112)

35 - 70 basa per detik (Kidd & Ruano, 1995), dan lebih murah dibandingkan

enzim polimerase lain seperti Pfu dan Tli polimerase DNA.

Analisis genetik yang menggunakan prinsip kerja PCR pertama kali

dikembangkan oleh William dkk. tahun 1990 menggunakan primer tunggal atau

sekuen nukleotida pendek dengan jumlah basa antara 10 - 20 basa (Weising et al.,

1995). Primer adalah suatu f'ragmen DNA pendek dengan berukuran 10 - 20

pasang basa (pb) yang berperan dalam inisiasi sintesis untaian DNA. Peranan

primer pada teknik RAPD seperti peranan RNA-primer pada proses replikasi

DNA di dalam sel. Pada prinsipnya ada dua jenis primer yang dapat digunakan,

yaitu primer spesifik dan primer acak. Primer spesifik merupakan fragmen DNA

yang disintesis dari rangkaian oligonukleotida yang berpasangan dengan rantai

DNA (gen) tertentu yang biasa digunakan pada teknik RFLP, atau bagian dari

rantai DNA yang mengapit untaian DNA dari wilayah bukan penyandi seperti

lokus mini (mikrosatelit) pada teknik Simple Sequence Repeats (S SR). Sedangkan

primer acak merupakan fi-agmen DNA yang disintesis menggunakan "DNA

synthesizer", dan dapat dibeli dalam bentuk kit dari suatu perusahaan seperti

Operon Alamedh Technology (OPA).

Macam primer yang digunakan pada teknik RAPD berkaitan dengan suhu

penempelan primer dalam reaksi amplifikasi. Primer yang biasanya digunakan

mengandung basa G+C antara 60%

-

70%, karena semakin banyak kandungan

basa Guanin dan Cytosin, maka ikatan antara primer dengan DNA cetakan

semakin kuat dan stabil. Basa Guanin dan Cytosin mempunyai tiga ikatan

hidrogen, lebih banyak daripada basa Tirnin dan Adenin yang hanya mempunyai

(113)

I

Pca$a?s.jatsgm '

prkc r

i

I

i [image:113.580.123.479.76.623.2]

I ... .-Pd....,... ... . , , , , ,-..- , ,#

.

.

.

.

.

.

.

.

,,,
(114)

Analisis variabilitas genetik melalui teknik RAPD menggunakan primer acak

banyak digunakan karena mudah dilakukan, murah, cepat memberikan hasil,

cocok untuk membuat diagnosis silsilah (filogeni) suatu spesies, tidak

memerlukan latar belakang genom yang dianalisis, mudah mendapatkan primer

acak yang biasa digunakan untuk analisis genom semua organisme, menghasilkan

data seperti ale1 dominan dan polimorfisme yang dihasilkan sangat banyak

(Tingey et al., 1992).

Pada umumnya pemanfaatan markah DNA sudah banyak diterapkan dalam

pemuliaan tanaman misalnya dalam memperkirakan keragaman genetik,

kerabatan inter dan antar spesies atau varietas, identifikasi genotipe serta analisis

pautan dan pemetaan genetik. RAPD sebagai markah molekuler telah banyak

diterapkan dalam studi keragaman genetik, misalnya pada Vigna angularis (Yee et

al., 1999), kedelai (Powell et al., 1996; Doldi et al., 1997, Thompson et al., 1998),

kopi (Orozco-Castillo et al., 1994), pada Sesamun indicum L, (Bhat et al., 1999),

sorghum (Menkir et al., 1997), blueberry (Levi & Rowland, 1997), kelapa

(Ashburner et al., 1997), pada Hordeum vulgare (Selbach & Molina, 2000). Studi

keterpautan markah RAPD dengan sifat tertentu misalnya telah diterapkan antara

lain pada Prunus persica L (Warburton et a1.,1996), keterpautan dengan sifat

tahan terhadap Colletotrichum lindemuthianum pada tanaman buncis (Young &

(115)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan sejak Januari - April 2002. Penelitian dilakukan di

Laboratorium Biomolekuler dan Imunologi, Unit Penelitian Bioteknologi

Perkebunan (UPBP), Bogor.

Bahan Tanaman

Bahan tanarnan yang digunakan berupa daun muda segar dari tanaman kelapa

sawit berumur 5 tahun berasal dari Kebun Percobaan Balai Penerapan Pengkajian

Teknologi (BPPT) Ciamphea, Bogor. Bahan tanaman adalah enam klon yang

terdiri dari empat klon ( MK152, MK209, MK212, MK203) yaitu berbunga

jantan, berbuah abnormal, normal dan dua klon m 1 7 6 , MK104) yaitu berbuah

abnormal dan normal. Masing-masing klon yang diambil dari buah abnormal

adalah bermantel berat, sehingga ada 16 contoh yang digunakan.

Bahan kimia yang digunakan adalah cetyl trimethyl ammonium bromide

(CTAB) lo%, Tris-HC1 1 M (pH=8), NaCl 5 M, larutan etilendiamin tetra asetat

(EDTA) 0,5 M (pH=8), bufer ekstraksi Orozco-Castillo et al. ,(1994) (Lampiran

I), kloroform : isoamilalkohol (24:1), larutan Tris-HC1 : EDTA (TE) (Lampiran

I), polivinil polipirolidon (PVPP), nitrogen cair, etanol 70%, etanol absolut,

isopropanol dingin, merkaptoetanol, air bebas ion, loading buffer (Lampiran I),

agarosa, larutan Tris-HCl : asam asetat : EDTA (TAE) 50X (Lampiran I), etidium

(116)

primer, enzim Taq DNA polimerase (Promega), larutan stok dNTPs, larutan ion

M ~ ~ + dan penanda DNA lamda yang dipotong enzim HindIII.

Alat yang digunakan adalah PCR Thermolyne-Arnplitron I, alat elektroforesis,

kamera Polaroid 665, scanner, transiluminator T 2201, sentrifbge high sonic

Sorvall RC-55 Du-pont, sentrifbge high sonic MR 18 12, inkubator, neraca analitik

(4 desimal) Sartorius, oven, pengocok thermolyne tipe 16700, microwave

National, penangas air, pipet mikro eppendorf 0,5 p1, 20 p1, 100 p1, 1000 p1, pipet

mohr 1 ml, 5 ml dan 10 ml, pipet tetes, erlenmeyer, gelas piala, spatula, tabung

eppendorf kecil, tips eppendorf, mortar, dan freezer.

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yang berkaitan yaitu :

(1) seleksi primer, (2) analisis RAPD klon kelapa sawit dari tanaman yang

berbunga jantan, berbuah abnormal dan normal.

Isolasi DNA Genom

Metode ekstraksi dilakukan menurut metode Orozco Castillo et al. (1994),

yang telah dimodifikasi Toruan-Mathius & Hutabarat (1996). Untuk mencegah

tidak terjadinya pencokelatan dilakukan penambahan merkaptoetanol 2%

sebanyak 5 pl ditambahkan bufer ekstrak volume 1 ml ke dalam tabung Ependorf

volume 2 ml. Sebanyak 0,3 g daun muda dimasukkan ke dalam mortar porselein

yang diikuti dengan penambahan PVPP 1% sebanyak 0,02 g dan N2 cair ke

dalamnya kemudian digerus. PVPP untuk menghambat aktivitas enzim polifenol

oksidase yang dapat mendegradasi rantai DNA. Setelah itu, proses penggerusan

dilanjutkan hingga daun menjadi bubuk halus, secepatnya dimasukkan ke dalam

(117)

menit. Campuran kemudian di inkubasi pada suhu 6 5 ' ~ selama 30 menit di dalam

waterbath (penangas air) dan setiap 10 menit sekali dikocok.

Pemurnian DNA dilakukan dengan mengekstraksi contoh yang sudah halus

menggunakan campuran larutan kloroform : isoamilalkohol (24: lvlv), disentrifbsi

dengan kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit. Ekstraksi dilakukan berulang kali

sampai tidak terbentuk endapan diantara kedua fase cair. Ke dalam ekstraktan

yang sudah dipisahkan ditambahkan isopropanol dingin dan dikocok perlahan-

lahan sampai terbentuk benang-benang halus benvarna putih berupa DNA. Pelet

DNA yang diperoleh dari hasil sentrifbsi dikeringkan dengan membalikkan

tabung selama 15 menit pada suhu kamar kemudian menggunakan alat pengering

DNA yaitu DNA Speed Vac. DNA 1 10 savant selama 5 menit. Pelet yang

dihasilkan dicuci dengan 5 ml alkohol 70% dingin, disentrifbsi sebentar dan

peletnya dilarutkan dalam 2 ml Tris EDTA (TE,pH=8). DNA kemudian

diendapkan kembali dengan 1 ml alkohol absolut, disentrifbsi pada 8.000 rpm

selama 5 menit agar DNAnya kuat mengendap. Setelah itu DNAnya dilarutkan

dalam 300 pl TE di dalam Ependorf dan disimpan pada suhu -20'~.

Percobaan 1. Seleksi Primer

Bahan tanaman yang digunakan klon kelapa sawit MK 203. Ekstraksi DNA

dari daun muda yang belum membuka dilakukan secara mini-prep berdasarkan

metode Orozco - Castillo et al. (1994) yang telah dimodifikasi Toruan - Mathius

dan Hutabarat (1 996).

Arnplifikasi DNA dengan PCR berdasarkan metode William et al. (1990)

(118)

utama (master mix) (Tabel 1) sebelum melakukan PCR lalu dimasukkan ke dalam

Ependorf 2 ml. Setelah itu disediakan 20 Ependorf 0,5 ml steril dan masukkan

contoh DNA (hasil isolasi) yang berbunga jantan, berbuah abnormal dan normal

sebanyak 2 p1 pada tiap - tiap Ependorf Kemudian setiap 23 pl dari campuran

utama dipipet dan dimasukkan pada tiap-tiap Ependorf 0,5 ml (20). Disentrifusi

sebentar pada 8.000 rpm selama 5 menit. Lalu ditambahkan 25 pl mineral oil pada

tiap-tiap Ependorf untuk mencegah penguapan selama berlangsungnya proses

amplifikasi. Sesudah itu dimasukkan ke dalam alat Thermal Cycler (Thermolyne

Amplitron I).

Tabel 1. Komposisi campuran utama untuk reaksi amplifikasi DNA (master mix)

Pereaksi Vol. (pl) Vol. (pl)

1X 21X

Aquades steril 16,8 352,8

Bufer 1 OX

+

MgClz(promega) 2 3 52,5

dNTP (2rnM) 2,5 52,5

Primer (10 pmol) 1,o 21,O

Taq DNA polimerase (BioLab England) 0,2 4,2

DNA 25 nglml 2,o 2,o

T o t a l 25,O 485,O

Reaksi amplifikasi dilakukan menggunakan alat Thermal Cycler (Thermolyne,

Amplitron I) dengan siklus termal sebanyak 45 kali dengan tahapan sebagai

[image:118.582.94.501.360.621.2]
(119)

7 2 ' ~ dan extension time (tahap ramping) 4 menit pada 7 2 ' ~ . Setelah mencapai 45

siklus terdapat tahap ramping selama 4 menit pada suhu tetap 7 2 ' ~ .

Hasil PCR dapat difiaksinasi dengan menggunakan gel agarosa 1,4% (blv)

dalam larutan TAE 1X 30 ml. Cara pembuatan gel ditimbang 0,42 g agarosa

dalam tabung erlenmeyer lalu ditambahkan 30 ml TAE 1X. Kemudian dipanaskan

dalam microvave selama 1 menit 30 detik, lalu diaduk sebentar sampai tercampur.

Dipanaskan kembali 30 detik. Ditambahkan EtBr sebanyak 1,5 yl ke dalam

larutan agarosa, diaduk sampai merata.

Kemudian dituangkan ke dalam cetakan 17 wheel (sumur) selama satu jam.

Setelah tercetak masukkan ke dalam Chamber, dan diisi TAE 1X 500 ml (sampai

gel terendam) ditarnbahkan larutan EtBr sebanyak 2,5 yl untuk pewarnaan DNA.

Setelah itu masing-masing Ependorf 0,5 ml (20) hasil PCR ditambahkan larutan

loading buffer sebanyak 5ml. Sesudah itu, masukkan ke dalam tiap sumur yang

ada. Elektroforesis dijalankan pada 50 volt selama ljam 15 menit. Hasil

elektroforesis divisualisasikan dengan UV transiluminator dan didokumentasikan

dengan menggunakan film Polaroid 665.

Percobaan 2. Analisis RAPD Klon Kelapa Sawit Normal dan Abnormal.

Reaksi PCR (25~1) mengandung 50ng DNA genomik, 1 unit Taq polimerase

dATP, dCTP, dGTP dan dTTP masing-masing dengan konsentrasi 0,l rnM.

Kondisi untuk amplifikasi DNA dengan PCR dilakukan sama seperti pada

percobaan seleksi primer. Dari hasil seleksi ditetapkan 15 primer yaitu : OPA-02,

(120)

OPN-18, OPH-18, OPW-19, SC10-19, SC10-20 (Tabel 2). Sehingga ada 240

contoh yang dilakukan.

Analisis Data RAPD

Hasil analisis dengan teknik RAPD diperoleh dalam bentuk pita-pita (hasil

pemotretan). Pembacaan pita dilakukan terhadap pita tegas dan pita tipis secara

konsisten. Pita hasil amplifikasi yang dimiliki secara bersama diberi skor 1 (ada)

atau tidak diberi skor (0) antar individu dari tiap primer yang diuji. Estimasi

kemiripan genetik diperoleh berdasarkan jumlah pita yang dimiliki bersama.

Untuk menentukan tingkat kesamaan pasangan klon yang terdapat pada lajur yang

berbeda ditentukan berdasarkan koefisien Dice atau rumus Nei dan Li, (1979)

yaitu : S = 2 n a b

/

P a + n b

Keterangan : S : koefisien kemiripan

a dan b : dua individu yang dibandingkan

nab : jumlah pita DNA yang sama posisinya pada individu

a maupun b

na : jurnlah pita DNA pada individu a

nb : jumlah pita DNA pada individu b

Pengelompokan data matrik dan pembuatan dendogram dilakukan dengan

metode Umveight Pair-Group Methode Arithmetic (UPGMA), hngsi Similarity

Qualitative (SIMQUAL) program NTSY S (Rohlf, 1993). Tingkat kepercayaan

didapat dari dendogram berdasarkan UPGMA yang ditentukan melalui analisis

bootstrap menggunakan program WinBoot dengan pengulangan 2000 kali (Yap &

(121)

pita (peubah ke-i) dengan komponen utama ke-j dengan rumus Dillon dan

Goldstein (1984) sebagai berikut :

Keterangan : aij : unsur ke-i dari vektor ciri ke-j

&

: akar ciri ke-j

s;'

: simpangan baku variabel xi

Untuk menggambarkan posisi relatif diantara klon kelapa sawit, data

RAPD dianalisis menggunakan Principal Component analysis (Analisis

Komponen Utama) dengan program NTSYS. Komponen Utama dari peubah data

asal diperoleh dari matriks varian-kovarian peubah asalnya. Skor komponen

utama untuk setiap pengamatan dihitung melalui persamaan :

- -

Y h l = a1 (xh

-

x),

...

,

Yhk = ak (xh

-

X ) di mana Yhl = adalah skor

komponen ke-1 dari obyek pengamatan ke-h, a1 = vektor pembobot komponen

utama ke-1 dan xh = adalah vektor data pengamatan dari obyek ke-h dan

x

=

vektor nilai rata-rata dari variabel asal (Dillon & Goldstein, 1984). Bagan alir

(122)

Garnbar 3. Bagan Alir Analisis Data

A B C D E

"

-

~:[i[;iij;~

6

Posisi pita DNA pada gel Data biner

0,35 0,48 0,60 0,72 0,84 Analisis

1

pengelompoksn

1

A C

*

metode UPGMA

E B

D Matriks kemiripan genetik Dendogram

Diagram Pencar Berdasarkan Dua Dan

I

Anailsis komponen utama Tiga Komponen Utama Yll all X +aa +

...

aPl X pj

+ Koefieien kemiripan ( Nel & Lie. 1979 )

SM = 2 NAa i (nr + ni)

-

A B C D E

(123)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Seleksi Primer

Elektroforesis DNA genom keenam klon (MK152, MK203, MK209, MK212,

MK104, MK176) kelapa sawit menunjukkan konsentrasi DNA berkisar 150 - 500

pglml. Kemurnian DNA klon kelapa sawit hasil isolasi antara 1,7 - 1,9. Kualitas

DNA cukup baik untuk amplifikasi DNA dengan teknik PCR - RAPD

(Sambrook et al., 1989).

Pada tahap seleksi primer, sebanyak 31 primer (Lamp.6) diperoleh 15 primer,

yaitu OPA-02, OPA-04, OPB-05, OPB-06, OPC-02, OPC-07, OPC-08, OPC-09,

OPE- 14, OPN- 16, OPN- 1 8, OPH- 1 8, OPW- 19, SC 10- 1 9, SC 10-20 yang dapat

mengamplifikasi DNA cetakan. Profil pita DNA hasil amplifikasi difraksinasi

pada gel agarosa 1,4% dan hasilnya, disajikan pada Gambar 4 & Lamp.7. Dasar

pemilihan primer adalah primer yang menghasilkan pita polimorfik dan tegas.

Gambar 4. Seleksi primer menggunakan klon MK203 (berbuah abnormal dan normal) dengan primer OPA-02 (1,2), OPA-04 (3,4), OPA-07 (5,6), OPB-05 (7,8), OPB-06 (9, lo), OPN-10 (1 1,12), OPN-16 (13,14), OPN-18 (15,16).

[image:123.580.174.449.491.638.2]
(124)

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa resolusi setiap pita DNA hasil

amplifikasi tidak selalu terlihat jelas (Gbr. 4 & Lamp. 6-7). Jelas tidaknya hasil

resolusi ini ditentukan oleh jumlah fragmen yang teramplifikasi pada genom

tanaman. Makin banyak fragmen DNA yang teramplifikasi, maka resolusi pita

DNA yang dihasilkan akan makin jelas. Menurut Weising et al. (1995), pada

genom tanaman lebih kurang 90% dari DNA genom merupakan urutan yang

berulang. Selain itu adanya kompetisi tempat penempelan primer pada DNA

genom menyebabkan suatu fragmen akan diamplifikasi dalam jumlah yang

banyak dan fragmen lainnya dalam jumlah sedikit. Konsentrasi DNA yang terlalu

kecil juga sering menghasilkan pita yang kabur dan tidak jelas.

Primer-primer yang tidak dapat mengamplifikasi DNA cetakan MK203 adalah

OPA-07, OPN-10, OPC-0 1, OPC-03, OPC-04, OPC-05, OPC-06, OPC- 10, OPW-

15, SC10-48, SC10-56, SC10-57, SC10-71, SC10-76, SC10-83, dan SC10-91.

Tidak terjadinya amplifikasi segmen DNA dengan beberapa primer diatas dapat

disebabkan DNA genom MK203 tidak mempunyai sekuen komplemen dengan

primer-primer tersebut. Menurut Williams et al. (1 990) syarat terjadinya

amplifikasi DNA dengan primer acak tunggal adalah kedua utas DNA mempunyai

sekuen yang komplemen dengan primer yang digunakan.

Jumlah pita DNA klon kelapa sawit yang berhasil diarnplifikasi oleh setiap

primer berkisar 5 (OPN-18) sampai 14 (SC10-19) dengan berat molekul antara

500-2000 pb. Rata-rata per primer terseleksi menghasilkan 8 pita. Jumlah yang

diperoleh ini serupa dengan hasil Chowdhury (1993) berkisar antara 3 sampai 15

(125)
[image:125.575.94.436.118.416.2]

Tabel 1. Jenis, susunan oligonukleotida, jumlah pita DNA, dan jumlah pita polimorfik DNA yang terseleksi.

Menurut Grattapaglia et al. (1992) banyaknya pita DNA yang polimorfik

menggambarkan keadaan genom tanaman, sedangkan perbedaan jumlah dan

polimorfisme pita yang dihasilkan setiap primer menggambarkan kompleksnya

genom suatu tanaman. Primer yang paling banyak menghasilkan pita polimorfik

adalah SC10-19. Dari 14 pita yang dihasilkan 13 pita adalah polimorfik (Tabel 2).

Begitu juga dalam masing-masing klon terlihat jumlah pita yang berbeda, klon

MK1 52j, MK1 52,bnY MK152,, jumlah pita 3,3,1 sedangkan jumlah pita polimorfik

2,2,0 (Lamp. 4 & 5). Pola pita yang dihasilkan primer SC10-19 tidak ditemukan

membedakan bunga jantan, buah abnormal dan normal untuk semua klon yang

diuji dan masing-masing klon terdapat pola pita yang berbeda (Gbr. 5).

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 12 13 14 15

Total pita 115 100

Primer OPC-08 OPC-09 OPB-05 OPB-06 OPA-02 OPA-04 OPN-16 OPN-18 SC10-19 SC10-20 OPC-02 OPC-07 OPH-18 OPW-19 OPE-14 Susunan Nukleotida

5'..

...

3'

TGGAAC GGTG CTCACCGTCC TGCCTCGCCC TGCTCTGCCC TGC CGAGCTG AAT CGGGCTG AAG CGA CCTG GGT GAG GTCA CGT CCG TCAG ACT CGT AGCC GTG AGG CGTC GTC CCG ACGA GAA TCG GCCA CAAAGC GCTC TGC GGC TGAG

(126)

Begitu juga primer OPE-14 (Tabel 2), menghasilkan 10 pita dengan 6 pita

polimorfik, dalam klon terjadi perbedaan jumlah pita dan jumlah pita polimorfik.

Gambar 5. Pita DNA 6 klon kelapa sawit hasil amplifikasi menggunakan primer (a)SC 10- 19, (b)OPE- 14, (c)OPH- 1 8;

Keterangan : lajur (M) 1 kb DNA Ladder, 1)MKl 52j, 2)MKl 52abn,

[image:126.580.99.444.136.649.2]
(127)

Seperti pada klon MK104abn, jumlah pitanya 8,4 dan pita polimorfiknya 4,O

(Lamp.4 & 5). Pola pita yang dihasilkan tidak membedakan bunga jantan, buah

abnormal, dan buah normal pada semua klon yang diuji tetapi dalam klon masing-

masing terdapat pola pita yang berbeda (Lamp.8).

Primer OPH-18 (Tabel 2 & Gbr.5) menghasilkan 6 pita dengan 5 pita

polimorfik, terlihat dalam klon TV1X176abn, jumlah pita 5,5 dan pita polimorfiknya

5,4 dalam ha1 ini pita yang dimiliki klon MK176,bn adalah pita polimorfik

(Lamp.4 & 5). Dari pola pita primer OPH-18 tidak ditemukan perbedaan

abnormal dan normal untuk semua klon yang diuji tetapi pada masing-rnasing

klon ada perbedaan pola pita yang abnormal dan normal.

Berdasarkan hasil tersebut, diperoleh 15 primer yang digunakan untuk

melakukan percobaan 2 yaitu analisis RAPD klon-klon yang diuji.

2. Analisis RAPD Klon Kelapa sawit yang Normal dan Abnormal

Amplifikasi DNA pada tiap klon abnormal dan normal ditemukannya satu

primer menghasilkan pola pita DNA yang umum membedakan genotipe abnormal

dan normal dalam semua klon yang diuji.

Hasil yang diperoleh menunjukkan primer OPC-07, OPC-09, SC 10- 19 dan

OPW-19 mampu menunjukkan perbedaan genotipe berbuah normal dan tidak

normal pada masing-masing klon yang diuji yaitu MK152, MK209, MK212,

MK203, MK176, MK104. Sedang OPH- 1 8 hanya mampu membedakan genotipe

berbuah normal dan tidak normal pada klon MK176. Primer lainnya umumnya

juga mampu menunjukkan perbedaan genotipe tanaman normal dan abnormal

(128)

DNA klon MK212 dan MK104 pada tanaman berbuah normal dan tidak normal

[image:128.580.77.544.161.477.2]

dapat terdeteksi dengan 1 1 primer (Tabel 3).

Tabel 3. Primer dalam reaksi PCR, pasangan klon normal dan abnormal.

Dari hasil yang diperoleh, menunjukkan bahwa perbedaari antar genotipe

tanaman yang berbuah normal dan abnormal dalam satu Mon hanya dibedakan

oleh perbedaan pola pita DNA genotipe normal dan tidak normal antar klon yang

diuji. Diduga abnormalitas disebabkan oleh adanya perubahan susunan

oligonukleotida pada untai DNA satu atau beberapa pita DNA saja. Pita DNA

pembeda tersebut tidak sama untuk masing-masing klon. Hal ini menyebabkan

sangat sukar untuk menentukan terjadi secara acak, dan berbeda untuk masing-

masing klon. Darussamin & Nurhaimi (1997) menemukan ha1 yang sama pada

beberapa klon SOC, LMC dan MK (58,60,70 dan 87). No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 1 1. 12. 13. 14. 15. Primer OPC-08 OPC-09 OPB-05 OPB-06 OPA-02 OPA-04 OPN-16 OPN-18 SC10-19 SC10-20 OPC-02 OPC-07 OPH-18 OPW-19 OPE-14 Sekuen primer 5'

... . . .

. . . .

.

. .3' TGG ACC GGTG

CTC ACC GTCC

TGC GCC CTTC TGC TCT GCCC TGC CGA GCTG AAT CGG GCTG AAG CGA CCTG GGT GAG GTCA CGT CCG TCAG

ACT CGT AGCC GTG AGG CGTC GTC CCG ACGA

GAA TCG GCCA CAA AGC GCTC

TGC GGC TGAG

Pasangan klon normal dan abnormal dengan pola pita DNA berbeda MK209, MK212, MK203, MK104

MK152, MK209, MK212, MK203, MK176, MK104

MK2 12, MK104

MK209, MK212, MK203, MK104 MK152, MK104

MK152, MK209, MK212, MK203, MK176 MK152, MK209, MK212, MK176

MK152, MK209

MK152, MK209, MK212, MK203, MK176, MK104

MK152, MK212, MK104 MK152, MK203, MK104

MK152, MK209, MK212, MK203, MK176, MK104

MK176

MK152, MK209, MK212, MK203, MK176, MK104

(129)

Gambar

Gambar 1. Buah n o d  dan tidak normal lamman kelapa sawit yang berasal dari
Gambar 2. Prinsip amplifikasi fragmen DNA pada mesin PCR
Tabel 1. Komposisi campuran utama untuk reaksi amplifikasi DNA (master mix)
Gambar 4. Seleksi primer menggunakan klon MK203 (berbuah abnormal dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Putri.Penelitian ini bertujuan untuk melihat persentase pita polimorfik keragaman genetik pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) asal klon berdasarkan marka

Putri.Penelitian ini bertujuan untuk melihat persentase pita polimorfik keragaman genetik pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) asal klon berdasarkan marka

Judul Penelitian : Analisis SSR (Simple Sequence Repeats) Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Asal Klon Plasma Nutfah PT.Socfindo.. Nama :

menunjukkan bahwa 30 aksesi klon kelapa sawit asal klon memperoleh gambaran dari kekerabatan diantara individu- individu Setelah diamati profil filogenik dengan

HERMANYANTO LAIA, 2017 : Analisis Keragaman Genetik Klon Kelapa Sawit (Elaeis guinnensis Jacq.) Plasma Nutfah PT.. Socfindo Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified

HERMANYANTO LAIA, 2017 : Analisis Keragaman Genetik Klon Kelapa Sawit (Elaeis guinnensis Jacq.) Plasma Nutfah PT.. Socfindo Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified

Jumlah fragmen DNA hasil amplifikasi antara 4-12 pita tergantung pada primer dan individu yang dianalisis, dengan rata-rata pita tiap primer 7 pita, dari 52 total fragmen yang

Analisis kemiripan genetik menggunakan program PAUP versi 4b.10, menunjukkan bahwa tanaman klon kelapa sawit Tenera (DxP) dari sumber eksplan ortet 90 memiliki