• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Seleksi dan Terkorelasi Sifat Pertumbuhan dan Produksi Puyuh Pada Seleksi Jangka Panjang (Direct and Correlated Responses of Growth and Production Traits in Japanese Quail Following Long-Term Selection)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respon Seleksi dan Terkorelasi Sifat Pertumbuhan dan Produksi Puyuh Pada Seleksi Jangka Panjang (Direct and Correlated Responses of Growth and Production Traits in Japanese Quail Following Long-Term Selection)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Respon Seleksi dan Terkorelasi Sifat Pertumbuhan dan Produksi Puyuh

Pada Seleksi Jangka Panjang

(Direct and Correlat ed Responses of Growt h and Product ion T rait s in Japanese Quail Following Long-T erm Select ion)

Hamdan*

*

St af Pengaj ar Jur usan Pet er nakan Fakul t as Per t ani an Uni ver si t as Sumat er a Ut ar a Medan, Jal an Pr of . Dr . A. Sof yan No. 3 Medan 20155

Abst ract : Di r ect and cor r el at ed r esponses of gr owt h and pr oduct i on t r ai t s i n Japanese Quai l f ol l owi ng l ong-t er m sel ect i on, wer e obt ai ned f r om 38. 578 r ecor ds of t wo l i nes of quai l over 21 gener at i ons sel ect i on, f r om 1993 t o 2001 i n Mer bi z Resear ch St at i on Uni ver si t y of Mar t i n Lut her , Ger many. The pur poses of t hi s st udy wer e 1) t o exami ne genet i cs gai n based on di r ect and cor r el at ed r esponses 2) t o est i mat e t he sel ect i on l i mi t of gr owt h and pr oduct i on t r ai t s i n Japanese Quai l f ol l owi ng l ong-t er m sel ect i on. The f i r st l i ne of quai l was sel ect ed on hi gh-body wei ght and l ow-egg wei ght whi l e t he second l i ne was sel ect ed onl y on hi gh-egg wei ght . Di r ect and cor r el at ed r esponses as wel l as sel ect i on l i mi t wer e exami ned and est i mat ed by usi ng l ogar i t hmi c r egr essi on anal ysi s pr ocedur e usi ng MS-EXEL pr ogr am. Al most non-sel ect ed t r ai t s have posi t i ve cor r el at i on, except t he number of eggs l ai d bet ween 42 days and 200 days of age (JT200). Sel ect i on r esponses of body wei ght at age of 42 days (BB42) was hi gher t han t he t r ai t of body wei ght at age of 200 days (BB200). Sel ect i on r esponses of body wei ght at age of 42 days (BB42) was hi gher i n f emal e t han mal e of quai l , whi l e f or t he t r ai t of body wei ght at age of 200 days (BB200), r esponses sel ect i on was hi gher i n mal e t han f emal e. Sel ect i on r esponses of t he l ast 12 weeks (BT12) egg wei ght was hi gher t han egg wei ght at t he f i r st 11 weeks (BT11). Even, r esul t s have shown t hat genet i c gai n was hi gher i n l i ne 2 of quai l , whi ch have been sel ect ed based on hi gh-egg wei ght t han l i ne 1, whi ch was sel ect ed on bot h hi gh-body wei ght and l ow-egg wei ght . Fol l owi ng 21 gener at i ons of sel ect i on, t he genet i cs gai n i s st i l l r emai ni ng on al l of sel ect ed t r ai t , al t hough t he r esponse r at e i s al r eady decl i ni ng. Accor di ng t o est i mat i on of sel ect i on l i mi t based on di r ect and cor r el at ed r esponses f ol l owi ng 100 gener at i ons, sel ect i on of l ow-egg wei ght gi ve a l ower r esponse t han hi gh-egg wei ght.

Key words: Japanese quai l , l ong-t er m sel ect i on, r esponse sel ect i on, cor r el at ed r esponse, genet i cs gai n, sel ect i on l i mi t .

Abstrak: Respon seleksi dan terkorelasi sifat pertumbuhan dan produksi puyuh pada seleksi jangka

panjang, diperoleh dari 38.578 data dua galur puyuh selama 21 generasi seleksi dari tahun 1993 sampai 2001 di Stasiun Penelitian Merbiz, Universitas Martin Luther, Jerman. Tujuan penelitian ini adalah 1) menghitung kemajuan genetik berdasarkan respon seleksi dan terkorelasi 2) menduga batas seleksi sifat pertumbuhan dan produksi puyuh pada seleksi jangka panjang. Galur pertama diseleksi berdasarkan sifat bobot telur yang besar, sedangkan galur kedua diseleksi berdasarkan sifat bobot badan yang besar dan telur yang kecil. Respon seleksi dan terkorelasi serta batas seleksi diuji dan diduga menggunakan prosedur analisis regresi logaritma menggunakan program MS-EXEL. Hampir semua sifat yang tidak diseleksi, memiliki korelasi yang positif kecuali sifat jumlah telur selama umur 42 hari sampai 200 hari (JT200). Respon seleksi sifat bobot badan pada umur 42 hari (BB42) lebih tinggi dibandingkan sifat bobot badan pada umur 200 hari (BB200). Respon seleksi BB42 lebih tinggi pada puyuh betina daripada puyuh jantan, sebaliknya pada sifat BB200, respon seleksi lebih tinggi pada puyuh jantan daripada puyuh betina. Respon seleksi untuk sifat bobot telur 12 minggu terakhir masa produksi lebih tinggi dibanding pada sifat bobot telur 11 minggu pertama masa produksi (BT 11). Bahkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kemajuan genetik lebih tinggi dicapai pada puyuh galur 2 yang diseleksi berdasarkan sifat bobot telur yang besar daripada galur 1 yang diseleksi berdasarkan sifat bobot badan yang besar dan bobot telur yang kecil. Selama 21 generasi seleksi, kemajuan genetik masih tetap bertahan pada semua sifat yang diseleksi, walaupun kecepatan respon seleksi sudah mulai menurun. Berdasarkan pendugaan batas seleksi dari hasil perhitungan respons seleksi dan terkorelasi selama 100 generasi, seleksi pada bobot telur yang kecil memberikan respon yang lebih kecil jika dibandingkan sifat bobot telur yang besar.

Kata kunci: Puyuh, seleksi jangka-panjang, respon seleksi, respon terkorelasi, kemajuan genetik,

(2)

Pendahuluan

Perbaikan mutu genetik ternak merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan produksi. Perbaikan mutu genetik dapat dilakukan melalui berbagai cara, diantaranya adalah melalui seleksi. Tentu saja untuk mencapai kualitas genetik ternak yang baik seperti yang diharapkan, dibutuhkan waktu yang berbeda tergantung pada jenis ternak. Semakin lama jarak interval generasi maka semakin lama waktu yang dibutuhkan. Oleh karena itu penelitian seleksi lebih sering menggunakan model hewan percobaan yang interval generasinya lebih singkat.

Puyuh (Cot ur ni x cot ur ni x j aponi ca)

yang sudah dikenal sejak abad ke-11 sebagai penghasil daging dan telur, mungkin tidak pernah sepopuler ayam karena ukuran tubuhnya yang kecil. Di Indonesia sampai saat ini, puyuh terkesan masih dianaktirikan jika dibanding unggas lain seperti ayam dalam menghasilkan telur dan daging. Hal ini dapat dilihat bahwa sampai sekarang data laporan statistik peternakan tidak mencantumkan data populasi dan produksi produksi puyuh. Padahal jika dilihat dari sisi yang lain, puyuh memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan beberapa unggas lain. Diantaranya karena ukuran tubuhnya yang kecil puyuh mudah dipelihara pada kandang pembibitan, prolifik, interval generasi singkat, keragaman genetik dan produktivitas tinggi, serta kemiripan antara puyuh dengan beberapa spesies unggas lainnya menjadikan puyuh sebagai model hewan percobaan yang ideal dalam penelitian seleksi unggas, khususnya untuk penelitian seleksi jangka panjang

Percobaan seleksi jangka panjang dapat mengukur kecepatan respon setiap generasi dan waktu respon, studi penyebab

batas seleksi, dan pl at eau. Percobaan seleksi

jangka panjang juga dapat menguji teori yang berhubungan dengan ukuran populasi dan intensitas seleksi untuk menduga respon terkorelasi jangka panjang, khususnya

sifat-sifat f i t ness, untuk menduga frekuensi dan

jumlah gen yang mempengaruhi sifat-sifat dari pola respon dan untuk mengembangkan galur untuk berbagai studi fisiologi, biokimia, dan genetika molekuler, sehingga dapat dikembangkan pendekatan yang tepat untuk keberlanjutan kemajuan genetik. Paling tidak dibutuhkan 30 generasi untuk mencapai tujuan dari percobaan seleksi jangka panjang tersebut (Reddy, 1996).

Respon seleksi adalah perubahan nilai rata-rata fenotipe dari generasi berikutnya, sebagai akibat dari adanya seleksi terhadap populasi. Respon seleksi (R) juga merupakan

kenaikan mutu genetik ternak, sehingga sering

pula dinyatakan dengan simbol ΔG, yang

melambangkan perubahan (Δ) dari nilai genetik

(G) (Hardjosubroto, 1994). Respon seleksi menjelaskan suatu perubahan antargenerasi yang linear, diikuti dengan penurunan respon sampai batas seleksi tercapai. Penurunan respon selanjutnya muncul karena adanya

r andom dr i f t dalam populasi terbatas ketika pengaruh dominan muncul. Respon seleksi dan batas seleksi sangat tergantung pada intensitas seleksi, struktur genetik dalam populasi, dan lingkungan tempat seleksi dilakukan (Reddy, 1996).

El Ibiary et al. (1966) memperoleh

rataan jumlah telur puyuh sampai umur 100 hari 45,7 butir pada generasi tetua dan 41,1 butir pada generasi pertama hasil seleksi. Sementara Kuswahyuni (1983) memperoleh rataan jumlah telur puyuh sampai umur 100 hari 27,99 butir pada generasi tetua dan 29,99 butir pada generasi pertama hasil seleksi.

Generasi F-1. Woodard et al. (1973)

memperoleh rataan jumlah telur puyuh umur 16 minggu hasil seleksi selama 16 generasi meningkat dari 43,0 menjadi 44,3 butir.

Moritsu et al. (1997) telah

mengklasifikasikan bobot telur pada dua tipe yakni tipe berat dan tipe ringan dengan rataan bobot telur masing-masing 11,9 dan 8,3 g.

Kuswahyuni (1983) memperoleh rataan bobot telur puyuh sampai umur 100 hari masing-masing 10,14 g generasi tetua dan 10,23 g pada generasi F1. Sedangkan Woodard

et al. (1973) memperoleh rataan bobot telur sampai umur 20 minggu selama 16 generasi seleksi meningkat dari 10,7 menjadi 11,1 g.

Materi dan Metode Penelitian

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Desember 2003 sampai April 2004.

Materi

Materi penelitian berasal dari catatan produksi puyuh dua galur hasil seleksi selama 21 generasi mulai dari tahun 1993 sampai 2001. Dari generasi 1 sampai 2 puyuh dipelihara di kandang penelitian di Leipzig, kemudian dari generasi 3 sampai 21 ditempatkan di Stasiun Percobaan Merbiz, Universitas Martin Luther, Jerman.

Metode

(3)

digunakan selama penelitian ada tiga jenis

yakni: 1) Deuka- Put enst ar t er -P1, kandungan

protein kasar 29.80% diberikan pada umur 1-4

minggu; 2) Deuka-Landkor nendmast,

kandungan protein kasar 21.50% diberikan pada

umur 5-6 minggu ; 3) Deuka-al l -mash-LC,

kandungan protein kasar 17.00% diberikan pada umur 7 minggu sampai selesai. Dari generasi 1 sampai 10 puyuh terdiri atas 110 pasang tetua dan pada generasi 11 sampai 21 jumlah pasangan tetua dikurangi menjadi 80 pasang.

Sifat yang dianalisis adalah dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yakni sifat yang diukur dari betina saja dan sifat bobot badan yang diamati pada jantan dan betina. Pengamatan dilakukan pada sifat bobot badan umur 42 hari pada betina (BB42B) dan jantan (BB42J), jumlah telur yang diproduksi dari umur 42 hari sampai 200 hari (JT200), rataan bobot telur pada 11 minggu pertama (BT11) dan rataan bobot telur pada 12 minggu terakhir selama periode bertelur (BT12), bob badan betina (BB200B) dan jantan (BB200J) pada umur 200 hari.

ot

Galur pertama diseleksi berdasarkan bobot badan yang tinggi dan bobot telur yang kecil, sementara galur kedua diseleksi hanya berdasarkan pada bobot telur yang besar. Pada galur pertama seleksi didasarkan pada indeks sifat dari JT200 , BT11, dan BT12, dengan persamaan indeks I = Bobot Badan – (11 x Bobot Telur). Pada galur kedua kriteria seleksi hanya didasarkan pada BT11 dan BT12. Setiap generasi diseleksi dengan intensitas seleksi sebesar 50%. Ternak yang terseleksi dikawinkan dengan perbandingan 1:1 serta menghindarkan perkawinan saudara kandung dan saudara tiri.

Analisis Data

1. Kemajuan Genetik

a) Nilai respon seleksi dengan persamaan:

( )

( )

(

ij i

)

2

i

h

E

Y

Y

Δ

R

=

i > 1; j = i+1

keterangan:

ΔRi= respon seleksi yang diharapkan dari

generasi i ke generasi ke i+1

h2= heritabilitas sifat yang diukur

( )

( )

(

ij i

)

Y

Y

E

= differensial seleksi (DS)

atau perbedaan antara rataan populasi terseleksi generasi ke i+1 dan rataan populasi generasi ke i (Sorensen dan Johanson, 1992).

b) Respon terkorelasi

Dapat dihitung dengan menentukan nilai korelasi genetik antarsifat, yakni dengan persamaan:

)

A

)(

σ

A

(

σ

)

A

,

Cov(A

r

y 2 x 2 y x y) (x, A

=

y) (x, A

r

= korelasi genetik sifat 1 dan sifat

2

)

A

,

Cov(A

x y = peragam aditif sifat 1 dan sifat 2

)

A

(

σ

2 x = ragam aditif sifat 1

)

A

(

σ

2 y = ragam aditif sifat 2

Selanjutnya respon terkorelasi dapat dihitung dengan persamaan:

CRy,x =

( )

(

i 1 (1)

)

2 x x y y)

A(x,

σ

A

h

E

X

X

σ

A

r

+ keterangan:

CRy,x = responterkorelasi sifat 2 terhadap

seleksi sifat 1

( )

(

i 1 (1)

)

X

X

E

+

= differensial seleksi (DS)

atau perbedaan antara rataan populasi terseleksi generasi ke i+1 dan rataan populasi generasi ke i sifat 1.

y) A(x,

r

= korelasi genetik sifat 1 dengan

sifat 2

y

σ

A

= akar ragam aditif sifat 2

= akar ragam aditif sifat 1

x

σ

A

2 x

h

= heritabilitas sifat 1 generasi ke-i

(Sorensen dan Johanson, 1992).

2. Pendugaan Batas Seleksi (Pl at eau)

Pendugaan pl at eau dari dan kemajuan

genetik ditentukan berdasarkan kecenderungan kurva yang mendatar dari ragam aditif dan kemajuan genetik (respon seleksi dan respon terkorelasi) dengan menggunakan persamaan logaritma regresi Y = a + b log X (Steel dan Torrie, 1995).

Hasil dan Pembahasan

Respon Seleksi

(4)

hari lebih besar pada betina dibanding pada jantan masing-masing sebesar 3,65 g/generasi dan 2,52 g/generasi.

Bobot badan puyuh umur 200 hari,

pada puyuh betina mengalami peningkatan rataan respon seleksi sebesar 2,74 g/generasi dan jantan sebesar 2,97 g/generasi.

-10.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021 Generasi

R

es

po

n B

obo

t bada

n (g)

BB42B BB42J BB42 BB200B BB200J BB200

Gambar 1. Respon seleksi kumulatif BB42 dan BB200 pada puyuh 21 generasi seleksi

Hasil yang diperoleh menunjukkan capaian respon seleksi per generasi pada sifat bobot badan puyuh umur 42 hari lebih tinggi dibanding dengan bobot badan puyuh umur 200 hari. Respon seleksi lebih besar pada puyuh betina dibandingkan jantan untuk sifat bobot badan puyuh umur 42 hari dan lebih besar pada jantan untuk sifat bobot badan puyuh umur 200 hari. Kecenderungan respon dari generasi ke generasi juga menunjukkan masih terus terjadi peningkatan respon seleksi untuk sifat bobot badan umur 42 dan 200 hari.

Seleksi selama 21 generasi memberikan respon seleksi kumulatif yang positif pada sifat BT11 dan BT12 pada puyuh betina galur 2, sedangkan pada galur 1, respon seleksi untuk sifat BT11 selama 21 generasi seleksi menunjukkan kecenderungan garis mendatar, atau tidak adanya kemajuan genetik (gambar 2).

-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1314 15 1617 18 1920 21

Generasi

R

e

s

p

o

n

B

o

bot

T

e

lu

r (g

)

G1-BT11 G1-BT12 G2-BT11 G2-BT12

Gambar 2. Respon seleksi kumulatif BT11 dan BT12 pada puyuh 21 generasi seleksi

Walaupun terjadi peningkatan respon pada sifat BT12 galur 1, namun nilainya lebih kecil jika dibanding dengan galur 2. Dari gambar 11 juga dapat dilihat bahwa respon seleksi kumulatif sifat BT12 lebih besar

daripada BT11 dan pada puyuh galur 2 yang diseleksi berdasarkan bobot telur yang besar, respon seleksi lebih besar daripada puyuh galur 1 yang diseleksi berdasarkan bobot badan yang besar dan bobot telur yang kecil untuk sifat BT11 dan BT12.

Respon Terkorelasi

Untuk sifat yang tidak diseleksi, kemajuan genetik dihitung berdasarkan besarnya respon terkorelasi akibat adanya korelasi terhadap satu sifat yang diseleksi.

-0.08 -0.06 -0.04 -0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Generasi

Respo

n

Jum

lah T

e

lu

r (

B

u

ti

r)

G1(JT200-BT11) G1(JT200-BT12) G2(JT200-BT11) G2(JT200-BT12)

Gambar 3. Respon terkorelasi jumlah telur umur 200 hari akibat seleksi pada bobot telur

umur 11 minggu pertama dan 12 minggu terakhir pada puyuh selama

21 generasi seleksi.

Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa respon terkorelasi jumlah telur umur 200 hari terhadap seleksi bobot telur umur 11 minggu pertama dan 12 minggu terakhir pada puyuh galur 2 mengalami peningkatan sampai generasi ke 21.

Sedangkan respon terkorelasi jumlah telur umur 200 hari terhadap seleksi bobot telur umur 11 minggu pertama dan 12 minggu terakhir pada puyuh galur 1 mengalami sedikit peningkatan sampai generasi ke 10, setelah itu mengalami penurunan sampai generasi ke 21.

(5)

-0 .2 -0 .1 0 0 .1 0 .2 0 .3 0 .4 0 .5 0 .6 0 .7 0 .8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1

G e n e ra si

R

e

s

p

on T

e

rk

or

elas

i B

o

bot

B

a

d

an (

g

)

B B 4 2 -B T 11 B B 4 2 -B T 12 B B 2 0 0 -B T 1 1 B B 2 0 0 -B T 1 2 -3.5

-3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Generasi

R

e

spon

Te

rkor

elasi

Jum

lah Telur

(

B

uti

r)

JT200-BB200 JT200-BB42

Gambar 5. Respon terkorelasi bobot badan umur 200 hari dan 42 hari akibat seleksi pada

bobot telurumur 11 minggu pertama dan 12 minggu terakhir pada puyuh galur 2 selama

21 generasi seleksi. Gambar 4. Respon terkorelasi jumlah telur

umur 200 hari bobot badan umur 42 hari dan 200 hari pada puyuh galur 1 selama

21 generasi seleksi.

Bobot badan puyuh umur 42 hari dan bobot badan puyuh umur 200 hari pada galur 2 selama 21 generasi seleksi mengalami respon terkorelasi positif terhadap seleksi bobot telur 11 minggu pertama dan seleksi bobot telur 12 minggu terakhir masa produksi.

Pendugaan Batas Seleksi

Pendugaan batas seleksi didasarkan pada nilai respon seleksi dan respon terkorelasi. Hasil pendugaan batas seleksi dengan menggunakan persamaan logaritma (Y = a + b log X) untuk masing-masing sifat yang diseleksi selama 21 generasi dengan proporsi terseleksi 50% (intensitas = 0,8) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persamaan regresi dan nilai respon seleksi dan terkorelasi aktual dan dugaan sifat produksi puyuh yang diamati pada rentang generasi yang berbeda.

Respon Terkorelasi

Aktual Dugaan

Regresi

Generasi Seleksi

Galur Sifat

a b 20 20 40 60 80 100

2 bb42-bt12 - 0,135 0,154 0,423 0,065 0,112 0,139 0,158 0,173 2 bb42-bt11 - 0,123 0,101 0,238 0,008 0,039 0,057 0,069 0,079 2

bb200-bt12

- 0,217 0,249 0,682 0,107 0,182 0,226 0,257 0,281

2 bb200-bt11

- 0,184 0,152 0,356 0,014 0,060 0,086 0,105 0,120

2 jt200-bt12 - 0,038 0,043 0,118 0,018 0,031 0,038 0,044 0,048 2 jt200-bt11 - 0,034 0,028 0,066 0,002 0,011 0,016 0,019 0,022 1 jt200-bb42 0,156 -0,487 -1,503 -0,478 -0,624 -0,710 -0,771 -0,818 1

jt200-bb200

2,036 -1,447 -3,114 0,153 -0,282 -0,537 -0,718 -0,858

1 jt200-bt12 0,030 -0,016 -0,060 0,009 0,004 0,002 0,000 -0,002 1 jt200-bt11 0,007 0,018 0,040 0,030 0,036 0,039 0,041 0,043

Respon Seleksi

(6)

Respon Terkorelasi

Aktual Dugaan

Regresi

Generasi Seleksi

Galur Sifat

a b 20 20 40 60 80 100

1 bb42j - 16,784 18,915 46,239 7,825 13,519 16,850 19,213 21,046 1 bb42b - 5,762 21,720 65,204 22,496 29,035 32,859 35,573 37,678 1 bb42 - 11,679 20,705 57,395 15,259 21,492 25,138 27,724 29,731 2 bt12 - 0,749 0,858 2,350 0,367 0,626 0,777 0,884 0,967 2 bt11 - 0,681 0,563 1,320 0,051 0,221 0,320 0,390 0,445

Dari Tabel 1 di atas, jelas dapat dilihat bahwa semua koefisien generasi dari persamaan regresi respon seleksi pada semua sifat yang diukur pada puyuh bernilai posistif (b>0) kecuali pada sifat produksi bobot telur puyuh 11 minggu pertama galur 1 (b<1). Namun berdasarkan hasil dari persamaan regresi pendugaan respon sifat produksi pada puyuh sampai generasi ke-100, masih menunjukkan kecenderungan peningkatan dan pada kesemua sifat, kecuali pada sifat produksi bobot telur puyuh betina 11 minggu pertama galur 1 mengalami penurunan. Untuk respon terkorelasi, sifat jumlah telur umur 200 hari mengalami respon terkorelasi negatif terhadap bobot telur 12 minggu terakhir produksi, bobot badan umur 42 dan 200 hari pada puyuh galur 1.

Diskusi Umum

Sifat-sifat produksi yang tidak diseleksi terkorelasi secara positif dengan sifat produksi yang diseleksi pada kedua galur puyuh, kecuali respon terkorelasi yang negatif hanya muncul pada sifat jumlah telur umur 200 hari terhadap seleksi bobot telur dan bobot badan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya gen-gen yang bersifat pleotropik pada sifat produksi yang diukur. Sifat pleotropik ini menyebabkan adanya respon terkorelasi antara satu sifat yang diseleksi dengan sifat lain yang tidak diseleksi. Alel yang sesuai untuk suatu sifat yang diseleksi bisa saja sesuai atau tidak sesuai dengan sifat produksi lainnya yang tidak diseleksi. Faktor lain yang juga menyebabkan

terjadinya respon terkorelasi adalah l i nkage

di sequi l i br i um, yakni suatu alel yang sesuai pada satu sifat yang meningkatkan frekuensi pada seleksi dapat memindahkan alel lain, terutama gen berangkai yang memiliki pengaruh negatif pada suatu sifat yang tidak diseleksi (Hartl, 1988).

Berdasarkan hasil pendugaan respon

seleksi dan respon terkorelasi selama 100 generasi melalui persamaan regresi,

menunjukkan bahwa seleksi pada sifat bobot telur yang kecil memberikan respon yang lebih kecil dibanding dengan seleksi terhadap sifat bobot telur yang besar. Hasil ini

merupakan akibat dari adanya korelasi genetik yang positif antara bobot badan dengan bobot telur, di mana secara fisiologi puyuh yang memiliki bobot badan yang lebih tinggi cenderung akan menghasilkan telur dengan bobot telur yang tinggi pula. Hal ini dikarenakan energi yang digunakan oleh ternak umumnya akan digunakan untuk metabolisme dan selebihnya digunakan untuk energi produksi dan kelebihannya akan disimpan pada jaringan tubuh dalam bentuk lemak. sehingga perbedaan bobot badan antara ternak menunjukkan perbedaan total kandungan lemak tubuh yang merupakan cadangan energi untuk pertumbuhan dan produksi (Sturkie, 1976).

Kesimpulan

Sifat-sifat produksi yang tidak diseleksi memiliki korelasi positif dengan sifat produksi yang diseleksi pada kedua galur puyuh, kecuali sifat jumlah telur.

Respon seleksi per generasi sifat bobot badan puyuh umur 42 hari lebih tinggi dibanding dengan sifat bobot badan puyuh umur 200 hari.

Respon seleksi lebih besar pada puyuh betina dibandingkan jantan untuk sifat bobot badan puyuh umur 42 hari dan lebih besar pada jantan untuk sifat bobot badan puyuh umur 200 hari.

Respon seleksi sifat bobot telur 12 minggu terakhir lebih besar daripada bobot telur 11 minggu pertama produksi dan pada puyuh galur 2 yang diseleksi berdasarkan bobot telur yang besar, respon seleksi lebih besar daripada puyuh galur 1 yang diseleksi berdasarkan bobot badan yang besar dan bobot telur yang kecil

(7)

kecenderungan garis mendatar, walau kecepatan respon sudah menurun, yang berarti bahwa kemajuan genetik masih berlangsung pada semua sifat yang diamati

Berdasarkan hasil pendugaan respon

seleksi dan respon terkorelasi selama 100 generasi melalui persamaan regresi, menunjukkan bahwa seleksi pada sifat bobot telur yang kecil memberikan respon yang lebih kecil dibanding dengan seleksi terhadap sifat bobot telur yang besar

Daftar Pustaka

El Ibiary H.M., Godfrey EF, Soffner CS. 1966.

Cor r el at i on Bet ween Gr owt h and Repr oduct i on Tr ai t s i n Japanese Quai l .

Poultry Sci. 45:463-468.

Hardjosubroto W. 1994. Apl i kasi Pemul i abi akan

Ter nak di Lapangan. Jakarta: Grasindo.

Hartl D.L. 1988. A Pr i mer of Popul at i on

Genet i cs. Ed. ke-2. Sunderland, Massachusetts: Sinaur Associates. Inc. Publisher.

Kuswahyuni I.S. 1983. Par amet er Genet i k

Beber apa Si f at Pr oduksi Bur ung Puyuh.

[Tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Moritsu Y., Nestor K.E., Noble DO, Antony NB, Bacon WL. 1997. Divergent selection for body weight and yolk precursor in

Cot ur ni x cot ur ni x j aponi ca. 12. heterosis in reciprocal crosses between divergently

selected lines. Pol ut r y Sci. 76: 437-444.

Reddy R.P. 1996. Symposi um: The Ef f ect of

Long-Ter m Sel ect i on on Gr owt h of Poul t r y. Poul t r y Sci. 75: 1164-1167.

Sorensen D.A., Johansson K. 1992. Est i mat i on

of Di r ect and Cor r el at ed Responses t o Sel ect i on Uni var i at e Ani mal Model s. J. Anim. Sci. 70:2038-2044.

Steel G.D., Torrie J.H. 1995. Pr i nsi p dan

Pr osedur St at i st i ka, Suat u Pendekat an Bi omet r i k. Jakarta: PT. Gramedia.

Sturkie P.D. 1976. Ener gy Met abol i sm i n Avi an

Physi ol ogy. Ed. ke-3. New York: Springer-Verlag.

Woodard A.E., Wilson W.O., Vohra. 1973.

Gambar

Gambar 1. Respon seleksi kumulatif BB42 dan  BB200 pada puyuh 21 generasi seleksi
Gambar 4. Respon terkorelasi jumlah telur

Referensi

Dokumen terkait