• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Karakteristik Jenis Kelamin terhadap Kelainan Refraksi pada Siswa-Siswi di SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Karakteristik Jenis Kelamin terhadap Kelainan Refraksi pada Siswa-Siswi di SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KARAKTERISTIK JENIS KELAMIN

TERHADAP KELAINAN REFRAKSI PADA SISWA-SISWI

DI SD DAN SMP RK BUDI MULIA

PEMATANGSIANTAR

Votranica N. Siregar

101121006

SKRIPSI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat, rahmat dan karuniaNya-lah sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Kelainan Refraksi Berdasarkan Jenis Kelamin pada Anak Usia Sekolah di SD dan SMP Budi Mulia Pematangsiantar.

Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis mengalami banyak hambatan dan juga berbagai kesulitan, namun berkat bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak maka Skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata., M. Kes Selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan

2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS Selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan

3. Terima kasih kepada pihak Sekolah SD dan SMP Budi Mulia Pematangsiantar yakni Abdimaria Tinambunan, S.Pd Selaku Kepala Sekolah SD dan Rentina Nadeak, S.Pd Selaku Kepala Sekolah SMP yang telah memberikan izin dan membantu dalam proses pengambilan data pada saat penelitian

(4)

5. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep Selaku Penguji I dan Evi Karota Bukit, S.Kp. MNS Selaku Penguji II dalam sidang Skripsi yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan yang telah mendidik penulis selama proses perkuliahan serta staf non-akademik yang membantu memfasilitasi secara administrasi khususnya bagian perlengkapan dan perpustakaan.

7. Teristimewa kepada Papa Damianus S dan Mama Heddyana Sitohang tersayang yang selalu mendoakan, menyayangi, memberikan dukungan moril dan materiil, serta senantiasa memberikan nasihat yang terbaik untuk penulis. Begitu juga kepada abang Paian S dan istrinya Lia H yang selalu memberi arahan, semangat dan doa selama ini, serta adik Martha S yang selalu menemani penulis setiap hari yang telah memberi motivasi dan semangat dalam penyusunan Skripsi ini.

8. Ervin N yang selalu meluangkan waktu, perhatian, memberikan motivasi, doa dan selalu ada di saat sedih dan senang selama ini, serta sahabat penulis Lasma S yang memberi dukungan, arahan, dan kebersamaannya selama ini 9. Teman-teman Ekstensi Pagi tahun 2010 Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara Medan yang mendukung dalam penulisan Skripsi ini

(5)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih terdapat kekurangan, baik dari segi bahasa maupun penyusunannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dan mendidik demi perbaikan, perkembangan dan juga kesempurnaan Skripsi yang baik dimasa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi semua teman seprofesi dan masyarakat yang membaca

Skripsi ini.

Medan, Januari 2012

(6)

DAFTAR ISI 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Mata ... 8

1.1.Bola Mata ... 10

1.2.Kornea ... 10

1.3.Lensa... 11

2. Kelainan Refraksi ... 11

2.1.Definisi Kelainan Refraksi ... 11

2.2.Etiologi Kelainan Refraksi ... 12

2.3.Klasifikasi Kelainan Refraksi ... 12

2.4.Tanda dan Gejala Kelainan Refraksi ... 20

2.5.Pemeriksaan untuk Ketajaman Penglihatan ... 20

2.6.Pemeriksaan untuk Kelainan Refraksi... 24

3. Jenis Kelamin ... 25

3.1.Konsep Jenis Kelamin ... 25

3.2.Kelainan Refraksi pada Laki-laki dan Perempuan ... 25

4. Konsep Anak Usia Sekolah ... 26

BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka Konsep ... .. 29

2. Definisi Operasional ... .. 30

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 32

2. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling ... 32

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

(7)

6. Prosedure Pengumpulan Data... 37

7. Analisa Data ... 39

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... .. 42

2. Pembahasan ... .. 47

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 53

2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 57

Lampiran – lampiran 1. Informed Consent. ... .. 60

2. Instrumen Penelitian ... .. 61

3. Taksasi Dana ... .. 62

4. Jadwal Tentatif Penelitian ... .. 63

5. Surat Ijin Penelitian ... .. 64

6. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... .. 67

7. Hasil Analisa Data ... .. 69

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Metode AMA untuk Perkiraan Persentase Penurunan Ketajaman

Penglihatan………. 21 Tabel 2. Konversi Persentasi dari Ketajaman Penglihatan……….. 22 Tabel 3. Karakteristik Demografi Responden Jenis Kelamin Laki-Laki……. 43 Tabel 4. Karakteristik Demografi Responden Jenis Kelamin Perempuan…… 44 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Ketajaman Penglihatan siswa SD dan SMP RK

Budi Mulia Pematangsiantar... 45 Tabel 6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Visus Normal dan Penurunan

Visus siswa SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar... 45 Tabel 7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kelainan Refraksi dan Tidak

Kelainan Refraksi siswa SD dan SMP RK Budi Mulia

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

Judul : Perbedaan Karakteristik Jenis Kelamin terhadap Kelainan Refraksi pada Siswa-Siswi di SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar.

Nama Mahasiswa : Votranica N. Siregar

Nim : 101121006

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun : 2012

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik jenis kelamin terhadap kelainan refraksi pada siswa-siswi di SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar. Desain penelitian adalah deskriptif komparatif dengan bentuk pendekatan penelitiannya adalah cross sectional. Sampel dalam penelitian sebanyak 243 orang, pengambilan sampel dengan teknik probability sampling

dengan metode stratified random sampling.

Data pemeriksaan ketajaman penglihatan serta penurunan visus dari setiap siswa yang diperoleh dicatat pada lembar observasi. Kemudian data penelitian ini dianalisa dengan statistik deskriptif serta statistik inferensial. Berdasarkan hasil statistik deskriptif didapatkan dari 95 siswa yang mengalami penurunan visus terdapat 73 siswa yang mengalami kelainan refraksi dan yang lebih mendominasi adalah pada jenis kelamin perempuan (58,9%, n=43), sedangkan hasil analisa data inferensial dengan uji Pearson Chi Square didapat perbedaan jenis kelamin pada kelainan refraksi tersebut tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian bahwa nilai P = 0,115 , yang berarti p > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik jenis kelamin yang bermakna terhadap prevalensi kelainan refraksi pada siswa-siswi SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar.

Oleh sebab itu, implikasi dari penelitian ini adalah dilakukannya pemeriksaan dini atau skrinning penglihatan oleh pelayanan kesehatan terhadap anak-anak, serta menganjurkan kepada setiap orangtua memiliki pengetahuan dalam upaya-upaya pencegahan gangguan penglihatan terutama pada anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan yang dalam masa pertumbuhan sehingga mengurangi angka kelainan refraksi di Indonesia.

(11)

Judul : Perbedaan Karakteristik Jenis Kelamin terhadap Kelainan Refraksi pada Siswa-Siswi di SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar.

Nama Mahasiswa : Votranica N. Siregar

Nim : 101121006

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun : 2012

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik jenis kelamin terhadap kelainan refraksi pada siswa-siswi di SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar. Desain penelitian adalah deskriptif komparatif dengan bentuk pendekatan penelitiannya adalah cross sectional. Sampel dalam penelitian sebanyak 243 orang, pengambilan sampel dengan teknik probability sampling

dengan metode stratified random sampling.

Data pemeriksaan ketajaman penglihatan serta penurunan visus dari setiap siswa yang diperoleh dicatat pada lembar observasi. Kemudian data penelitian ini dianalisa dengan statistik deskriptif serta statistik inferensial. Berdasarkan hasil statistik deskriptif didapatkan dari 95 siswa yang mengalami penurunan visus terdapat 73 siswa yang mengalami kelainan refraksi dan yang lebih mendominasi adalah pada jenis kelamin perempuan (58,9%, n=43), sedangkan hasil analisa data inferensial dengan uji Pearson Chi Square didapat perbedaan jenis kelamin pada kelainan refraksi tersebut tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian bahwa nilai P = 0,115 , yang berarti p > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik jenis kelamin yang bermakna terhadap prevalensi kelainan refraksi pada siswa-siswi SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar.

Oleh sebab itu, implikasi dari penelitian ini adalah dilakukannya pemeriksaan dini atau skrinning penglihatan oleh pelayanan kesehatan terhadap anak-anak, serta menganjurkan kepada setiap orangtua memiliki pengetahuan dalam upaya-upaya pencegahan gangguan penglihatan terutama pada anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan yang dalam masa pertumbuhan sehingga mengurangi angka kelainan refraksi di Indonesia.

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmatisma (Ilyas, 2006).

World Health Organization (WHO), 2009 menyatakan terdapat 45 juta orang yang mengalami buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision.

Setiap tahun tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan, setiap 5 menit sekali ada satu penduduk bumi menjadi buta dan setiap 12 menit sekali terdapat satu anak mengalami kebutaan. Sekitar 90 % penderita kebutaan dan gangguan penglihatan ini hidup di negara-negara miskin dan terbelakang (Tsan, 2010).

Prevalensi kebutaan tersebut disebabkan salah satunya adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, di dunia pada tahun 2007 diperkirakan bahwa sekitar 2,3 juta orang di dunia mengalami kelainan refraksi (Ali dkk, 2007). Bila dibandingkan dengan 10 negara South East Asia Region (SEARO), tampak angka kebutaan di Indonesia yang penyebabnya salah satunya adalah kelainan refraksi yakni sebanyak 0.11% (Sirlan dkk, 1996).

(13)

Penyebab kebutaan pada anak sangat bervariasi pada setiap negara dan salah satunya adalah kelainan refraksi khususnya di Asia Tenggara (Community

Eye Health Journal, 2007). Pada sebuah pertemuan International Agency for

Prevention of Blindness (IAPB) tahun 2001, bahwa 5-15% dari anak-anak

menderita kelainan refraksi (Dunaway dan Berger, 2001). Menurut Depkes RI (1998) kebutaan anak di Indonesia sebesar 0,6 per seribu anak diantaranya sebesar 10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi (RENSTRANAS PGPK, 2005).

Prevalensi kelainan refraksi pada anak usia sekolah pada anak pria dan wanita masih mengalami kontroversi. Berdasarkan penelitian di daerah Qazvin, Iran pada Oktober 2002-September 2008 antara anak yang berumur 7-15 tahun menyatakan pada anak perempuan lebih tinggi yang mengalami kelainan refraksi (Khalaj dkk, 2009) begitu juga di Ethiopia (Kassa, 2000), di Singapore (Woo dkk, 2004), serta di kecamatan Tallo kota Makasar pada anak usia 3-6 tahun pada November 2010 tinggi (Launardo, 2010).

Namun berbeda di daerah Pakistan, dalam periode Januari 2006-Desember 2007 prevalensi kelainan refraksi pada anak yang berumur 3-15 tahun adalah 500 orang (10%) dimana pada laki-laki yang paling tinggi dan kebanyakan yang menderita hipermetropia yakni 58% (Sethi dkk, 2009), begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di daerah Bhubanesar (Mahapatro dkk, 2006).

(14)

lebih tua, pada jenis kelamin lebih banyak perempuan, pada anak dengan tingkat pendidikan orangtua lebih tinggi, dan ras Tionghoa, sedangkan hipermetropia lebih banyak ditemukan pada anak usia lebih muda dan pada etnik lainnya (Goh, 2003).

Kebanyakan anak secara fisiologis sudah mengalami kelainan refraksi seperti hipermetropia pada waktu lahir, terutama bayi lahir prematur mengalami miopia dan sering ada sedikit astigmatisma. Sesuai dalam tahap pertumbuhan, keadaan refraksi cenderung untuk berubah dan harus dievaluasi secara periodik. Insidensi miopia meningkat selama tahun-tahun sekolah, terutama sebelum dan usia sepuluhan (Nelson, 2000). Mata dengan hipermetropia lebih tinggi akan mengakibatkan “mata malas” atau ambliopia

(anisometropik ambliopia), hal ini sering berhubungan dengan esotropia

akomodatif (starbismus konvergen) karena adanya hubungan intrinsik antara akomodasi, konvergensi dan miosis (trias dekat) (Alpers, 2006).

Menurut perhitungan WHO, tanpa ada tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap kelainan refraksi, hal ini akan mengakibatkan jumlah penderita akan semakin meningkat. Kenyataan ini sangat kontradiktif dengan pentingnya hak asasi manusia yakni hak memperoleh penglihatan yang optimal (right to sight) yang harus terjamin ketersediaannya. Dengan latar belakang tersebut, maka terdapat program kerjasama antara International

Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) dengan WHO yang telah

ditandatangani oleh lebih dari 40 negara termasuk Indonesia, “Vision 2020 :

(15)

kesehatan untuk menanggulangi masalah gangguan penglihatan termasuk kelainan refraksi dan kebutaan yang dapat dicegah atau direhabilitasi dengan dasar keterpaduan upaya dan bertujuan untuk menurunkan jumlah kebutaan pada tahun 2020 (Dunaway dan Berger, 2001).

Dalam program “Vision 2020 : Right to Sight” terdapat 4 prinsip utama, yaitu eye health promotion, prevention of eye disease, curative intervention,

ang rehabilitation. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut diperlukan usaha

dari tiap wilayah dan kerja sama tim, dimana kegiatan skrining diperlukan sebagai langkah awal dalam penuntasan masalah kebutaan secara global (Thulasiraj dkk, 2001). Begitu juga di Indonesia pada tahun 2003, Departemen Kesehatan RI bersama organisasi profesi Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) telah mengupayakan penanggulangan gangguan penglihatan termasuk kelainan refraksi tersebut (Tsan, 2010).

(16)

mengentaskan golongan ekonomi lemah dari kemiskinan (RENSTRANAS PGPK, 2005).

Menurut survei awal di daerah Pematangsiantar khususnya di salah satu sekolah yakni Budi Mulia jumlah murid dari SD dan SMP sebanyak 779 orang, dimana jumlah anak laki-laki sebanyak 385 orang serta anak perempuan sebanyak 394 orang dan terlihat kurang lebih 30 anak memakai kaca mata baik pada anak perempuan ataupun laki-laki. Berdasarkan informasi dari kepala sekolah belum ada suatu tindakan skrining atau pemeriksaan dini dari pelayanan kesehatan setempat untuk mata khususnya pada siswa-siswi, meskipun di daerah Sumatera Utara khususnya, sudah ada beberapa penelitian telah dilakukan, seperti melihat prevalensi kelainan refraksi yakni di RSUP H. Adam Malik Medan (Bastanta, 2010), serta prevalensi penurunan ketajaman penglihatan pada siswa kelas 4-6 SD di salah satu sekolah di Medan, dan kelainan refraksi tersebut jika tidak segera ditangani atau dicegah sejak dini terhadap anak-anak, hal ini akan berpengaruh pada perkembangan khususnya mutu pendidikan pada anak sekolah.

(17)

2. PERTANYAAN PENELITIAN

Bagaimana perbedaan karakteristik jenis kelamin terhadap kelainan refraksi pada siswa-siswi di SD dan SLTP RK Budi Mulia Pematangsiantar tahun 2012?

3. HIPOTESIS PENELITIAN

Ho : Tidak ada perbedaan karakteristik jenis kelamin terhadap kelainan refraksi antara anak laki-laki dan anak perempuan.

Ha : Ada perbedaan karakteristik jenis kelamin terhadap kelainan refraksi antara anak laki-laki dan anak perempuan.

4. TUJUAN PENELITIAN 4.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan karakteristik jenis kelamin terhadap kelainan refraksi pada siswa-siswi di SD dan SLTP RK Budi Mulia Pematangsiantar.

4.2.Tujuan Khusus

Dari penelitian ini dapat diketahui secara khusus :

a. Untuk mengetahui kelainan refraksi pada anak laki-laki di SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar.

(18)

5. MANFAAT PENELITIAN

5.1.Bagi Instansi Pendidikan Keperawatan

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengajaran tambahan atau informasi khususnya tentang Kelainan Refraksi di perpustakaan Fakultas Keperawatan untuk menambah pengetahuan peserta didik keperawatan dalam memberi pelayanan di masyarakat.

5.2.Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah informasi pengetahuan dan pengalaman mengenai kelainan refraksi pada anak-anak bagi penelitian keperawatan dalam melakukan riset/penelitian pada masyarakat sehingga memberikan ide selanjutnya bagi penelitian keperawatan untuk meneliti kelainan refraksi yang tidak terkoreksi di setiap daerah khusunya pada anak-anak usia sekolah dan remaja.

5.3.Bagi Pelayanan Keperawatan

(19)

5.4.Bagi Masyarakat

(20)

2.6.2. Refraksi Objektif

Melakukan pemeriksaan kelainan pembiasan mata pasien dengan alat tertentu tanpa perlu adanya kerjasama dengan pasien. Pemeriksaan objektif dipakai alat dengan refrationometer apa yang disebut pemeriksaaan dengan komputer dan streak retinoskopi.

3. JENIS KELAMIN

3.1.Konsep jenis kelamin

Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan perempuan yang menentukan peran mereka dalam menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan ataupun perbedaan biologis, hormonal dan anatomis perempuan dan laki-laki (Mubarak, 2009).

Gender merupakan faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak karena pada anak perempuan tampaknya lebih cepat dalam hal pertumbuhan fisiologis di segala usia (Potter, 2005).

3.2.Kelainan Refraksi pada laki-laki dan perempuan

(21)

Jika dilihat dari faktor pertumbuhan dan perkembangan, gender (jenis kelamin) merupakan faktor yang berpengaruh karena anak perempuan tampaknya lebih cepat dalam hal pertumbuhan fisiologis di segala usia. Perubahan ini disertai dengan perubahan yang berkaitan dengan struktur dan fungsi organ internal yang mencerminkan diperolehnya kompetensi fisiologis secara bertahap (Wong, 2008).

Dalam sebuah penelitian dikatakan adanya perbedaan prevalensi antara anak laki dan perempuan , dimana perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, hal ini disebabkan oleh kecenderungan orangtua yang lebih memperhatikan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, sehingga kelainan refraksi pada anak laki-laki lebih cepat terdeteksi (Lee, 2000 dalam Launardo, 2010).

4. KONSEP ANAK USIA SEKOLAH

(22)

Pada tahap anak usia sekolah ini terjadi perkembangan fisik, mental, dan sosial yang kontinu, disertai penekanan pada perkembangan kompetensi ketrampilan (Wong, 2008). Pada umur 13-15 merupakan masa anak usia sekolah memasuki masa pubertas/pramasa remaja, anak-anak dapat tumbuh dengan cepat atau lambat selama ledakan pertumbuhan dan dapat berakhir lebih cepat atau lebih lambat dari anak-anak yang lain (Wong, 2008).

Pada periode ini bentuk mata berubah karena terjadi pertumbuhan tulang. Hal ini akan meningkatkan ketajaman penglihatan 6/6. Skrinning penglihatan jadi lebih mudah karena anak telah memahami dan dapat bekerja sama dengan arahan pemeriksaan (Potter, 2005).

Anak –anak sering tidak menyadari visusnya menurun, dan mungkin tidak mengeluh bahkan ketika mereka menderita mata lelah atau kebutaan. Tingkah laku anak yang dapat memberikan petunjuk bahwa telah terjadi kesalahan refraksi yang tidak dikoreksi meliputi mengedip berlebihan, mengerutkan dahi berlebihan, sering menyipitkan mata, torticollis ketika melihat suatu benda, dan sering menggosok mata. Anak dengan kesalahan refraksi akan membaca buku dekat dengan wajah, menghindari aktivitas yang membutuhkan penglihatan jarak dekat, melewati kata-kata, baris-baris, kehilangan baris yang dibaca, atau membaca dengan lambat; anak akan menutup satu mata atau memperlihatkan kelelahan.

(23)
(24)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari suatu masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007).

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kelainan refraksi pada anak usia sekolah khususnya berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan melakukan pemeriksaan visus (menggunakan kartu Snellen) dan pengujian pinhole yang ditunjukkan dalam skema di bawah ini :

(25)

2. DEFINISI OPERASIONAL

Defenisi operasional adalah mendefinisikan suatu variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007).

Kelainan refraksi dalam penelitian ini adalah suatu gangguan pada sistem penglihatan dimana terjadi kelainan pembiasan sinar pada mata dalam keadaan bayangannya tidak dibentuk tepat pada retina melainkan ada yang tepat di depan retina sehingga tidak dapat melihat benda yang jaraknya jauh, ada juga yang tepat di belakang retina sehingga tidak dapat melihat benda yang jaraknya dekat, serta karena terdapat variasi kelengkungan pada lensa yang disebabkan oleh kumpulan titik-titik pada retina yang mengakibatkan melihat ganda pada benda dengan satu atau kedua mata.

Anak usia sekolah dalam penelitian ini adalah anak yang sedang bersekolah baik itu pada tingkat Sekolah Dasar ( mulai dari kelas I – VI ) serta pada tingkat Sekolah Menengah Pertama ( mulai dari kelas VII – IX ) di RK Budi Mulia Pematangsiantar pada tahun ajaran 2011-2012.

(26)

Hasil ukur dari variabel ini adalah berdasarkan Equivalent Notations US

(27)

BAB 4

METODELOGI PENELITIAN

1. DESAIN PENELITIAN

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian deskriptif komparatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan frekuensi kelainan refraksi pada anak usia sekolah berdasarkan distribusi jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan serta bentuk pendekatan penelitiannya adalah cross sectional

dengan memperoleh data yang dilakukan dengan satu kali pengumpulan data pada anak SD dan satu kali pengumpulan data pada anak SMP.

2. POPULASI, SAMPEL PENELITIAN, dan TEHNIK SAMPLING

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa-siswi yang bersekolah di SD dan SMP Budi Mulia Pematangsiantar dengan jumlah 779 orang, dimana pada tingkat Sekolah Dasar berjumlah 348 orang yang terdiri dari laki-laki berjumlah 170 orang dan perempuan berjumlah 178 orang serta pada tingkat Sekolah Menengah Pertama berjumlah 431 orang yang terdiri dari laki-laki berjumlah 215 orang dan perempuan berjumlah 216 orang.

(28)

Sesuai dengan rumus perhitungan sampel serta tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu dengan taraf kesalahan 5 % dengan jumlah yang telah dikembangkan dari populasi 800 orang menghasilkan sampel sebanyak 243 orang yang dikemukakan oleh Issac dan Michael (Sugiyono, 2006), peneliti menyesuaikan jumlah populasi dengan yang 800 orang karena dalam penelitian ini jumlah populasi ada sebanyak 779 orang, sehingga dengan tabel tersebut sampel dalam penelitian ini berjumlah 243 anak.

Teknik sampling merupakan suatu proses dalam menyeleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, dengan menggunakan teknik sampling (Hidayat, 2007).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan penarikan sampel secara probability sampling dengan metode stratified

proportional random sampling. Probability sampling dengan stratified

proportional random sampling adalah pengambilan sampel secara

random/acak sederhana dimana setiap anggota populasi setiap tingkatan mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel (Notoadmodjo, 2005) dan pengampilan sampel dari setiap tingkatan seimbang dengan populasi dari tingkatan tersebut (Arikunto, 2006).

Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang diambil dari setiap tingkatan dapat ditentukan dengan cara perhitungan sesuai dengan jumlah populasi dari setiap tingkatan (Sugiyono, 2006), yaitu :

(29)

Laki – laki : 385/779 x 243 = 120 siswa. Perempuan : 394/779 x 243 = 123 siswa.

Sehingga dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah sejumlah siswa-siswi yang memenuhi kriteria inklusi dan mewakili dari setiap tingkat dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Anak yang sedang bersekolah di SD dan SMP Budi Mulia Pematangsiantar pada tahun ajaran 2011-2012.

b. Anak yang bersedia menjadi responden. c. Anak yang sudah mengenal huruf.

d. Anak yang tidak atau menggunakan kaca mata saat penelitian atau memiliki riwayat memakai kaca mata.

3. LOKASI dan WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah SD dan SMP Budi Mulia Pematangsiantar. Alasan peneliti memilih sekolah tersebut karena merupakan salah satu sekolah yang belum pernah dilakukan suatu penelitian dan pemeriksaan khususnya penglihatan dari petugas kesehatan setempat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 selama 2 hari.

4. PERTIMBANGAN ETIK

(30)

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut (Hidayat, 2008) : informed consent yang merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden ataupun dari guru dan kepala sekolah sebagai wakil dari orangtua. Tujuan Informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya.

Dalam penelitian ini penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan, serta memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.

5. INSTRUMEN PENELITIAN dan PENGUKURAN VALIDITAS-RELIABILITAS

(31)

5.1. Data Demografi

Data demografi meliputi nomor responden, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan (SD atau SMP), dan penggunaan kaca mata. Data demografi ini berguna untuk membantu peneliti mengetahui latar belakang atau faktor pendukung/penyebab dari responden yang bisa berpengaruh terhadap penelitian ini.

5.2. Alat pemeriksaan dan Lembar Observasi

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah alat yang akan dilakukan untuk pemeriksaan visus yaitu Kartu Snellen (Snellen Chart) yang terdiri atas deretan huruf kapital (jenis huruf “sans serif”) atau angka-angka dengan ukuran yang semakin mengecil yang penilaiannya berupa angka berdasarkan angka dari Kartu Snellen dan setiap hasil akan dikonversikan ke tabel Equivalent Notations US yaitu 20/20 – 20/25 termasuk ketajaman penglihatan yang normal, 20/30 – 0/1000 termasuk penurunan ketajaman penglihatan, sedangkan untuk pemeriksaan yang menentukan apakah gangguan penglihatan tersebut disebabkan karena kelainan refraksi atau kelainan organik lain digunakan pinhole disc ( lempengan pinhole).

5.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

(32)

apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2006).

Validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan validitas empiris, dimana instrumen yang sudah disusun berdasarkan pengalaman dan dipakai berulang-ulang (Arikunto, 2006). Sehingga dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah sebuah alat pemeriksaan Kartu Snellen dan pinhole disc yang sudah valid dan reliable untuk mengukur ketajaman penglihatan siswa-siswi serta mengetahui secara langsung apakah mereka mengalami kelainan refraksi atau tidak menurut Kartu Snellen dan pinhole disc tersebut.

6. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

Dalam pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan tajam penglihatan seseorang sebaiknya dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang.

b. Pemeriksaan dilakukan pada jarak 5-6 meter dari kartu baku untuk uji penglihatan (khususnya kartu Snellen).

(33)

d. Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan kemampuan melihat seseorang, seperti bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter; serta bila pasien hanya dapat melihat huruf pada baris yang menujukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

e. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

f. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.

g. Kadang-kadang mata hanya dapat melihat adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/tak terhingga.

(34)

i. Bila penglihatan tidak maksimal pada kedua pemeriksaan untuk hipermetropia atau miopia dimana penglihatan tidak mencapai 6/6 atau 20/20 maka dilakukan uji pinhole. Dengan uji pinhole diletakkan pinhole di depan mata yang sedang dijuji kemudian diminta membaca huruf terakhir yang masih dapat dibaca sebelumnya.

j. Bila melalui pinhole terjadi keadaan berikut, misalnya pinhole tidak terjadi perbaikan penglihatan berarti mata tidak dapat dikoreksi lebih lanjut, hal ini akibat media penglihataan keruh atau terdapat kelainan pada retina atau saraf optik; sedangkan jika pinhole memberikan perbaikan penglihatan maka ini berarti terdapat astigmatisma atau silinder pada mata tersebut ataupun kelainan refraksi yang lain (miopia dan hipermetropia) yang belum dikoreksi.

7. ANALISA DATA

Analisa data merupakan proses penataan secara sistematis atas transkrip wawancara, data hasil observasi, data dari daftar isian, dan material lain untuk selanjutnya diberi makna, baik secara tunggal maupun simultan dan disajikan sebagai temuan penelitian (Danim, 2003).

(35)

jumlah responden yang mengalami penurunan penglihatan yang disebabkan kelainan refraksi tersebut dibandingkan antara jenis kelamin laki-laki dan wanita dengan menguji hipotesa penelitian sehingga diketahui apakah jenis kelamin mengalami perbedaan yang bermakna. Selanjutnya dilakukan pengolahan data.

7.1. Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif atau analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel yang digunakan dalam penelitian (Notoadmodjo, 2005). Bentuk analisis berbeda untuk setiap jenis datanya, dalam penelitian ini variabel yang digunakan karena berupa data numerik, maka digunakan ukuran nilai tengah yakni mean atau rata-rata, median dan standar deviasi sehingga menghasilkan tabel distribusi frekuensi yang berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pengukuran refraksi visus pada anak usia sekolah di SD dan SMP.

7.2. Statistika Inferensial

Setelah analisis univariat, maka hasil dari penelitian ini akan dilakukan analisis bivariat untuk hipotesis terhadap variabel dengan dua sampel yang diduga berbeda terhadap kelainan refraksi yakni distribusi jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, melalui uji homogenitas pada Pearson Chi

Square dimana berfungsi untuk menentukan kesamaan proporsi atau

(36)

Pengujian hipotesis dengan menggunakan Chi Square bisa dilakukan misalnya untuk menentukan penyebab penyakit yang dihubungkan dengan faktor resiko, menghubungkan antara usia dengan keadaan penyakit serta membandingkan kejadian penyakit menurut jenis kelamin. Beberapa syarat dalam penggunaan Chi Square adalah jumlah sampel harus besar, pengamatan harus bersifat independen, digunakan pada data diskrit dan data kontinu yang dikelompokkan, jumlah frekuensi yang diharapkan sama dengan jumlah yang diamati, pada derajat kebebasan tidak boleh ada nilai ekspektasi < 5, serta tidak boleh ada sel yang nilai ekspektasi < 1 (Wahyuni, 2010).

Dalam pengujian hipotesis ini, interpretasi hasil analisis dilakukan dengan membandingkan keputusan yang diambil melalui pendekatan probabilitas. Hipotesis Nol (Ho) dalam penelitian ini ditolak apabila nilai probabilitasnya (nilai P) perhitungan sampel penelitian lebih kecil dari alpha

= 0,05 dengan tingkat kemaknaan 5 % dan sebaliknya, Hipotesis Nol (Ho) dalam penelitian diterima/gagal ditolak apabila nilai P lebih besar dari alpha

(37)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini diuraikan hasil penelitian serta pembahasan mengenai perbedaan karakteristik jenis kelamin terhadap kelainan refraksi pada siswa-siswi di SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar.

1. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 11 Agustus 2011 di SD dan pada tanggal 15 Agustus 2011 di SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar. Penelitian ini melibatkan sejumlah 243 siswa yang menjadi responden dimana terdiri dari 109 siswa SD dan 134 siswa SMP yang telah dilakukan oleh pemeriksaan visus dengan menggunkan Kartu Snellen serta refraksi visus melalui pinhole disc.

(38)

1.1. Karakteristik Demografi Responden

Responden penelitian ini adalah siswa-siswi yang bersekolah di SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar.

Usia responden pada jenis kelamin laki-laki (lihat Tabel 3) dan jenis kelamin perempuan (lihat Tabel 4) dalam penelitian ini didominasi oleh responden yang berusia 11-13 tahun (51.7%, n = 62), sama halnya dengan tingkat pendidikan pada jenis kelamin laki-laki dalam penelitian ini didominasi oleh responden pada tingkat SMP (51.7%, n = 62). Jika berdasarkan riwayat pemakai kacamata responden dengan jenis kelamin laki-laki kebanyakan tidak memakai kacamata (97.5%, n = 117), sama halnya pada jenis kelamin perempuan (95.1%, n = 117). Karakteristik demografi responden dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3

Karakteristik Demografi Responden Jenis Kelamin Laki-Laki

Karakteristik Data Demografi

Kelompok Responden Laki-Laki Frekuensi (n) Persentase (%) 1. Usia (tahun) 3. Riwayat pemakai kacamata

(39)

Tabel 4

Karakteristik Demografi Responden Jenis Kelamin Perempuan

Karakteristik Data Demografi

Kelompok Responden Laki-Laki Frekuensi (n) Persentase (%) 1. Usia (tahun) 3. Riwayat pemakai kacamata

Ya

1.2. Distribusi Frekuensi Siswa-Siswi setelah Pemeriksaan Visus

Setiap responden telah dilakukan pemeriksaan visus baik itu visus dextra maupun visus sinistra dengan kartu Snellen yang diletakkan 6 meter dari jarak responden duduk.

Hasil dari Tabel 5 dapat dilihat, jumlah anak paling mendominasi memiliki visus normal (20/20 dan 20/25) adalah jenis kelamin laki-laki baik dextra maupun sinistra, sedangkan yang paling sedikit jumlahnya ada pada jenis kelamin perempuan, hal ini juga dapat dilihat dari Tabel 6 yang mencantumkan bahwa jumlah anak laki-laki yang mengalami visus normal adalah 81 orang (33.2 %).

(40)

visus adalah pada jenis kelamin laki-laki baik dextra maupun sinistra, hal ini juga dapat dilihat dari Tabel 6 yang mencantumkan bahwa jumlah anak perempuan yang mengalami penurunan visus adalah 56 orang (23 %).

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Ketajaman Penglihatan siswa SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar

Distribusi Frekuensi dan Persentase Visus Normal dan Penurunan Visus siswa SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar

(41)

1.3. Distribusi Frekuensi Siswa-Siswi yang Kelainan Refraksi dan Tidak Kelainan Refraksi

Dari tabel 7 dapat dilihat hasil penelitian dimana jumlah seluruh sampel didapat sebanyak 73 siswa (76.8%) dari 95 siswa yang mengalami penurunan visus yang diakibatkan oleh kelainan refraksi. Kemudian dapat dilihat siswa yang mengalami penurunan visus akibat kelainan refraksi paling banyak terdapat pada jenis kelamin perempuan (45.3%, n = 43), sedangkan siswa yang menderita penurunan visus yang tidak diakibatkan oleh kelainan refraksi paling banyak juga terdapat pada jenis kelamin perempuan (13.7%, n = 13).

Tabel 7

Distribusi Frekuensi dan Persentase Kelainan Refraksi dan Tidak Kelainan Refraksi siswa SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar

Jenis

1.4. Data Analisis Bivariat dengan Uji Pearson Chi Square

Untuk melihat perbedaan kelainan refraksi pada jenis kelamin digunakan

uji Pearson Chi Square dikarenakan data dalam penelitian bersifat data

(42)

Dari hasil penelitian menunjukkan perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam hal frekuensi berbeda dimana paling mendominasi yang mengalami kelainan refraksi adalah perempuan (58,9%, n = 43), namun setelah dianalisa dengan uji Pearson Chi Square didapat perbedaan tersebut tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian bahwa nilai P = 0,115 , yang berarti p > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik jenis kelamin yang bermakna terhadap prevalensi kelainan refraksi pada siswa-siswi SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar (Ho gagal ditolak).

2. PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, peneliti membahas masalah penelitian mengenai bagaimana Perbedaan Karakteristik Jenis Kelamin terhadap Kelainan Refraksi pada siswa SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar.

(43)

pada November 2010 yakni pada anak usia 3-6 tahun, prevalensi anak yang mempunyai visus normal paling banyak adalah pada jenis kelamin perempuan (96.8%, n = 92).

Penelitian tentang kelainan refraksi sudah banyak dilakukan di beberapa negara bahkan sudah ada beberapa daerah di Indonesia, karena hal ini sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi masyarakat khususnya anak sekolah untuk mencegah komplikasi yang lebih berbahaya dan menurunkan kualitas hidupnya.

Pada penelitian ini, didapatkan 95 siswa mengalami penurunan visus yang terdiri dari 73 siswa diakibatkan oleh kelainan refraksi dan 22 siswa yang tidak diakibatkan oleh kelainan refraksi. Dari 73 siswa yang mengalami kelainan refraksi tersebut terdapat jenis kelamin perempuan yang lebih mendominasi yakni 43 siswa (58,9%). Hal ini sama dengan penelitian seperti di kecamatan Tallo kota Makasar pada November 2010 yakni pada anak usia 3-6 tahun, prevalensi kelainan refraksi anak perempuan lebih tinggi yakni 3 anak dari 5 responden (Launardo, 2010), begitu juga halnya sama dengan di Ethiopia jumlah perempuan dalam rentang umur 5-15 tahun lebih banyak mengalami kelainan refraksi yakni 46 anak dari 86 responden yang mengalami kelainan refraksi (p > 0.6) (Kassa, 2000).

(44)

ras Tionghoa, sedangkan hipermetropia lebih banyak ditemukan pada anak usia lebih muda dan pada etnik lainnya (Goh, 2003). Dalam sebuah penelitian dikatakan juga adanya perbedaan prevalensi antara anak laki-laki dan perempuan, dimana perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, hal ini disebabkan oleh kecenderungan orangtua yang lebih memperhatikan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, sehingga kelainan refraksi pada anak laki-laki lebih cepat terdeteksi (Lee, 2000 dalam Launardo, 2010).

Berbeda halnya penelitian di daerah Pakistan, dalam periode Januari 2006-Desember 2007 yang mengatakan prevalensi kelainan refraksi pada anak yang berumur 3-15 tahun adalah 500 orang (10%) dimana pada anak laki-laki yang paling tinggi dan kebanyakan yang menderita hipermetropia yakni 58% (Sethi dkk, 2009).

Jika berdasarkan hasil analisa pada penelitian ini dengan uji Pearson Chi

Square didapat perbedaan tersebut tidak mempunyai perbedaan yang

(45)

Berbeda halnya dengan hasil hipotesis pada penelitian di daerah Qazvin, Iran pada Oktober 2002-September 2008 antara anak yang berumur 7-15 tahun karena memiliki perbedaan pada jenis kelamin yang bermakna (p<0.001) (Khalaj dkk, 2009), begitu juga di China, perbedaan distribusi penurunan ketajaman penglihatan antara laki-laki dan perempuan menunjukkan perbedaan yang signifikan (Kolmogorov-Smirnov test, p<0,001), dengan jumlah perempuan yang lebih banyak pada umur 15 tahun (55,0%) dibandingkan jumlah laki-laki (36,7%) (Zhao J, dkk, 2000).

Jika dilihat dari tinjauan teori, dikatakan bahwa dalam anatomi dari sistem penglihatan yakni bola mata pada jenis kelamin laki-laki mempunyai ukuran agak lebih besar daripada jenis kelamin perempuan (Leeson, 1996). Hal ini akan mempengaruhi organ yang lain yang berada di dalam bola mata khususnya yang dapat menyebabkan kelainan refraksi seperti kornea, lensa dan organ yang lain pada setiap jenis kelamin, karena pertumbuhan bola mata yang terlalu besar/panjang beresiko untuk menderita kelainan refraksi khususnya miopia. Jika dilihat dari faktor pertumbuhan dan perkembangan, gender (jenis kelamin) merupakan faktor yang berpengaruh. Perubahan ini disertai dengan perubahan yang berkaitan dengan struktur dan fungsi organ internal yang mencerminkan diperolehnya kompetensi fisiologis secara bertahap (Wong, 2008).

(46)

siswa yang mengalami kelainan refraksi tersebut terdapat jenis kelamin perempuan yang lebih mendominasi yakni 43 siswa (58,9%). Hal ini menunjukkan perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam hal frekuensi berbeda, namun setelah dianalisa dengan uji Pearson Chi

Square didapat perbedaan tersebut tidak mempunyai perbedaan yang

signifikan.

Hal perbedaan yang tidak signifikan tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bisa diakibatkan proses dari pertumbuhan dan perkembangan bola mata setiap responden baik pada laki-laki dan perempuan yang mempengaruhi refraksi penglihatan belum diketahui lebih dalam, begitu juga jumlah responden antara laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini tidak seimbang, riwayat genetik dari kedua orangtua yang kemungkinan berpengaruh belum diketahui secara pasti, serta kebiasaan/perilaku responden baik laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan membaca; menonton; bermain.

(47)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Hasil penelitian yang diperoleh setelah pemeriksaan ketajaman penglihatan dan pemeriksaan refraksi yang maksimal dilakukan pada sejumlah siswa-siswi tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama dengan kartu Snellen dan pinhole disc menunjukkan bahwa jumlah anak paling mendominasi memiliki visus normal (20/20 dan 20/25) adalah jenis kelamin laki-laki baik dextra maupun sinistra berjumlah 81 orang (33.2 %). Kemudian jumlah anak yang paling mendominasi yang mengalami penurunan visus (20/30 – 20/200) adalah jenis kelamin perempuan baik pada dextra maupun sinistra berjumlah 56 orang (23 %).

Pada penelitian ini juga didapatkan, dari 95 siswa yang mengalami penurunan visus, 73 siswa (76.8%) diakibatkan oleh kelainan refraksi dan 22 (22.2%) siswa yang tidak diakibatkan oleh kelainan refraksi. Dari 73 siswa yang mengalami kelainan refraksi tersebut terdapat jenis kelamin perempuan yang lebih mendominasi yakni 43 siswa (58,9%), sedangkan jenis kelamin laki-laki 30 siswa (31.5%).

Dalam penelitian menunjukkan perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam hal frekuensi berbeda, namun setelah dianalisa dengan

uji Pearson Chi Square didapat perbedaan tersebut tidak mempunyai

(48)

terdapat perbedaan karakteristik jenis kelamin yang bermakna terhadap prevalensi kelainan refraksi pada siswa-siswi SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar (Ho gagal ditolak).

2. SARAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada instansi pendidikan keperawatan, penelitian keperawatan, pelayanan keperawatan, dan bagi masyarakat. Adapun saran yang peneliti berikan adalah sebagai berikut : 2.1.Bagi Instansi Pendidikan Keperawatan

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan oleh pendidikan sebagai bahan pengajaran tambahan atau informasi khususnya tentang Kelainan Refraksi khususnya pada anak usia sekolah di perpustakaan Fakultas Keperawatan untuk menambah pengetahuan peserta didik keperawatan dalam memberi pelayanan di masyarakat.

2.2.Bagi Penelitian Keperawatan

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki keterbatasan-keterbatasan, sehingga untuk penelitian yang akan datang peneliti mengharapkan:

(49)

seperti data demografi mengenai riwayat kedua orangtua yang memakai kacamata, dan kebiasaan anak sehari-hari yang menggunakan penglihatan dalam kegiatannya (membaca; menonton; dan bermain).

2. Menyeimbangkan jumlah populasi antara jumlah wanita dan jumlah laki-laki sehingga perbedaannya lebih kelihatan dan bermakna.

3. Melakukan penelitian di daerah-daerah khususnya sehingga usia anak sekolah sudah terdeteksi status penglihatan yang belum terganggu, sudah terganggu tapi tidak disadari masyarakat, dan yang beresiko untuk mengurangi angka kebutaan di Indonesia.

2.3.Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil dari penelitian ini dapat sebagai bekal parawat dan masukan bagi pelayanan keperawatan agar untuk lebih memperhatikan aspek promotif dan preventif melalui penyuluhan/pendidikan kesehatan dalam hal kesehatan mata oleh sarana kesehatan di klinik maupun di komunitas pada keluarga yang sudah memiliki anak, sehingga dapat mengurangi angka kejadian kelainan refraksi dan komplikasi yang diakibatkannya tidak terkecuali baik pada anak perempuan maupun anak laki-laki karena sama-sama beresiko untuk hal tersebut.

2.4.Bagi Masyarakat

(50)
(51)

DAFTAR PUSTAKA

Alpers, Ann. (2006). Buku Ajar Pediatri Rudolph, Edisi 20,. Jakarta : EGC.

American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course:

Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Sec 6. 2003-2004: 187-188

Ali, dkk. (2007). Prevalence of Undetected Refractive Errors Among School Children. Biomedica Volume 23 Juli-Dec 2007/Bio-21. Diambil tanggal 5 Maret 2011, dari http://www.thebiomedicapk. com/articles/118.pdf

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktis, Edisi revisi 6., Jakarta : PT. Rineka Cipta

Brockopp, D Y. (1999). Dasar-Dasar Riset Keperawatan, Jakarta : EGC.

Communite Health Journal. (2007). Preventionof Childhood Blindness Teaching.

Diambil tanggal 5 Maret 2011, dari http://www.cehjournal .org/files/tsno4/04.asp

Dunaway and Berger. (2001). Worlwide Distribution of Visual Refractive Errors

and What to Expect at a Particular Location. Diambil tanggal 2 Maret, 2011,

dari

Goh, P P.(2005). Refractive Error and visual impairment in school-age children

in Gombak District Malaysia. Diambil tanggal 5 Maret 2011, dari

Hidayat, A A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data, Jakarta : Salemba Medika.

Hutauruk, M. (2009). Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Orangtua

Anak tentang Kelainan Refraksi pada Anak. (Karya Tulis Ilmiah, Fakultas

Kedokteran UNDIP, 2009). Diambil tanggal 5 Maret, 2011, dari

(52)

Khalaj, dkk. (2009). Prevalence of Refractive Errors in Primary School Children

(7-15 Years) of Qazvin City. Diambil tanggal 5 Maret 2011, dari

Kassa, dkk. (2000). Prevalence of Refractive Errors in Pre-School and School Children of Debark and Kola Diba Towns, North-Western Ethiopia.

European Journal of Scientific Research 2009. Diambil tanggal 5 Maret

2011, dari

Launardo, dkk. (2010). Kelainan Refraksi pada Anak Usia 3-6 tahun di

Kecamatan Tallo Kota Makassar. Diambil tanggal tanggal 5 Maret 2011, dari

Lesson, C. (1996). Buku Ajar Histologi. Ed-5. Jakarta : EGC

Mahapatro, dkk. (2010). Prevalence of Ocular Disorders in School Children in Rural Area Surrounding Bhubanesar. Journal of Community Medicine,

Jan-June, 2010, volume 6. Diambil tanggal 3 Maret 2011, dari

http://www.google.co.id/PREVALANCE%2520OF%2520OCULAR%2520D ISORDERS%2520IN%2520SCHOOL.doc

Nelson, W E. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Edisi 15,. Jakarta : EGC. Notoadmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka

Cipta.

Paul Riordan-Eva. (2009). Vaughan and Asbury : Oftalmologi Umum, Edisi 17,. Jakarta : EGC

Potter P A dan Perry A G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4,. Jakarta : EGC.

RENSTRANAS PGPK. (2005). Materi Rencana Strategi Nasional

Penangulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan. Diambil tanggal

tanggal 5 Maret 2011, dari

Resnikoff, dkk. (2004). Global Magnitude of Visual Impairment Caused by Uncorrected Refractive Errors in 2004. Bulletin World Health Organisation,

2008;86:63-70. Diambil dari

Sethi, dkk. (2009). Frequency of Refractive Errors in Children Visiting Eye Out Patient Departement Agency Head Quarter Hospital Landi Kotal. Gomal

(53)

tanggal 5 Maret, 2011, dari http://www.gjms.com.pk/files/GJMS-Vol -7-2(8).pdf

Sirlan F. (2005). Survei pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat di Jawa Barat terhadap kesehatan mata. Ophthalmologica Indonesiana. 2006 Sept-Dec;33: 245-51

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV Alfabeta. Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha

Ilmu.

Tsan, R. (2010). World Sight Day dan Vision 2020 di Indonesia. Diambil tanggal 5 Maret 2011, dari World.Sight.Daydan Vision.2020.di.Indonesia-12

Thulasiraj, dkk. (2001). Vision 2020: The Global Initiative for Right to Sight. Diambil tanggal 5 Maret, 2011, dari

Vitresia, H. (2007). Penatalaksanaan Hipermetropia. (Tinjauan Kepustakaan, Sub Bagian Ilmu Penyakit Mata, Fakultas UNAND, 2007). Diambil tanggal 5 Maret, 2011, dari

Wijaya, Michael B. (2010). Prevalensi Penurunan Ketajaman Penglihatan pada

Siswa-Siswi Sekolah Dasar 4-6 di Yayasan Pendidikan Amaliyah Medan.

(Skripsi, USU, 2010)

Wong, Donna L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6,. Jakarta : EGC.

Woo, dkk. (2004). Refractive Errors in Medical Students in Singapore. Retrieved Diambil tanggal 5 Maret, 2011, dari

(54)

Lampiran 1 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Perbedaan Karakteristik Jenis Kelamin Terhadap Kelainan Refraksi Pada Siswa-Siswi di SD dan SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar

Oleh

Votranica N. Siregar Nim : 101121006

Saya bernama Votranica N. Siregar adalah mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan ( FKep USU Medan ). Ingin melakukan penelitian di sekolah SD dan SMP Budi Mulia Pematangsiantar dengan tujuan untuk mengetahui prevalensi kelainan refraksi dengan tidak kelainan refraksi yang berdasarkan jenis kelamin pada anak usia sekolah serta melihat apakah ada perbedaan frekuensi antara laki-laki dan perempuan yang menderita kelainan refraksi.

Informasi yang saya dapatkan ini hanya akan digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud lain. Partisipasi Bapak/Ibu dalam mengijinkan anak didiknya dalam penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi responden penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika Bapak/Ibu bersedia memberi ijin pada anak didiknya menjadi responden silahkan Bapak/Ibu menandatangani formulir persetujuan ini.

Medan, Agustus 2011

Peneliti Responden

(55)

Lampiran 2 No Responden

KUESIONER DATA DEMOGRAFI

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Kelas :…….. SD/ …….SMP

Usia :…….. tahun

Apakah anda menggunakan kaca mata?

(56)

Lampiran 3 TAKSASI DANA

Keterangan dana yang telah dipakai dan diperlukan untuk pembiayaan kegiatan mulai dari proses pembuatan proposal sampai pengumpulan skripsi.

1. Pembuatan Proposal Dana yang telah terpakai :

a. Photocopi bahan : Rp. 50.000

b. Internet : Rp. 350.000

c. Pengambilan data awal (survey awal) : Rp. 150.000 d. Kertas A4 70 gram dan tinta printer : Rp. 160.000 e. Perbanyak proposal : Rp. 60.000 f. Konsumsi Dosen Penguji dan Pembimbing : Rp. 50.000 g. Dana tak terduga (transportasi, dll) : Rp. 100.000 2. Pembuatan Skripsi

Dana yang telah terpakai :

a. Perbaikan Proposal : Rp.100.000 b. Peralatan Instrumen Penelitian : Rp. 200.000 c. Biaya selama penelitian : Rp. 200.000 d. Kertas A4 80 gram dan tinta printer : Rp. 115.000 e. Konsumsi Dosen Penguji dan Pembimbing : Rp. 150.000 f. Dana tak terduga dan uang sidang skripsi : Rp. 400.000

(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)

HASIL ANALISA DATA BIVARIAT

JENIS KELAMIN * REFRAKSI VISUS Crosstabulation

REFRAKSI VISUS

Linear-by-Linear Association 3.639 1 .056

N of Valid Cases 243

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected

(64)

Lampiran 8

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas

Nama : Votranica N. Siregar

Tempat/ Tanggal Lahir` : Tanjung Gading, 11 Desember 1987 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Khatolik

Nama Ayah : Damianus S

Nama Ibu : Heddyana Sitohang

Alamat : Jl. Melanthon Siregar, Gang Barito No. 73

Pematangsiantar

II. Riwayat Pendidikan

Gambar

Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 7

Referensi

Dokumen terkait