• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Program Community Development PT. Inalum Terhadap Pengembangan Wilayah Pesisir Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Program Community Development PT. Inalum Terhadap Pengembangan Wilayah Pesisir Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

T E S I S

Oleh

AGUS ANDIKA

067003022/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si)

dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

AGUS ANDIKA

067003022/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Nama Mahasiswa : Agus Andika

Nomor Pokok : 067003022

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza Ketua

)

(Prof. Aldwin Surya, S.E, M.Pd, Ph.D Anggota

) (Kasyful Mahalli, S.E, M.Si

Anggota

)

Ketua Program Studi,

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza

Anggota : Prof. Aldwin Surya, S.E, M.Pd, Ph.D

Kasyful Mahalli, S.E, M.Si. Drs. Rujiman, M.A.

(5)

ABSTRAK

AGUS ANDIKA, Dampak Program Community Development PT. Inalum

Terhadap Pengembangan Wilayah Pesisir Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara. (Prof. BACHTIAR HASSAN MIRAZA sebagai Ketua, Prof. ALDWIN SURYA, M.Pd, Ph.D. dan KASYFUL MAHALLI, S.E, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing).

Pesisir menjadi wilayah yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Wilayah pesisir merupakan kawasan strategis. Sehingga kawasan industri juga banyak di wilayah pesisir, seperti Kawasan Industri Medan di Belawan dan Kawasan Industri Kuala Tanjung. Sei Suka merupakan Kecamatan yang memiliki wilayah pesisir dimana PT. Inalum beroperasi.

Sebagai perusahaan besar PT. Inalum sudah tentu peduli dengan masyarakat sekitarnya. Melalui Program Community Development PT. Inalum berusaha untuk ikut serta dalam pengembangan wilayah pesisir melalui pemberdayaan masyarakat, pengembangan kelembagaan, peningkatan pendapatan, dan pembangunan infrastruktur.

Alat analisis yang digunakan adalah dengan Uji Wilcoxon Signed-Rank yang membandingkan dampak dari pembangunan jalan/jembatan terhadap pertumbuhan pemukiman penduduk. Serta analisis deskriptif dari data kuisioner dan wawancara kepada key informan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber dari kuisioner 100 orang responden dan wawancara dengan key informan. Analasis Uji Wilcoxon Signed-Rank dibantu dengan Program SPSS versi 10.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Community Development PT. Inalum ikut melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya, dan memberi pelatihan keterampilan kepada masyarakat, merangsang pembentukan kelompok-kelompok

Tani/Ternak, dan Nelayan. Community Development PT. Inalum dapat

dikelompokkan sebagai Development for community. Program Community Development PT. Inalum berupa pelatihan keterampilan kepada masyarakat tidak berdampak pada peningkatan pendapatan karena bukan berasal dari kebutuhan masyarakat setempat dan tidak ada tindak lanjut dari pelatihan itu. Program

Community Development PT. Inalum berupa pembangunan jalan/jembatan berdampak terhadap pertumbuhan daerah permukiman berdasarkan persepsi masyarakat.

(6)

ABSTRACT

Agus Andika, “ Impact of PT. Inalum Community Development Program on Coastal Regional Development at Sei Suka Subdistrict, Batu Bara District, under the supervision of Mr. Prof. Bachtiar Hassan Miraza as Chair, Mr. Prof. ALDWIN SURYA, M.Pd, Ph.D. and Mr. KASYFUL MAHALLI, S.E, M.Si as member.

Coastal area is very meangingful to the life of human. It is the strategic regional. So that, many Industry Regional located in coastal, as Medan Regional Industry and Kuala Tanjung Regional Industry. Sei Suka is the subdistrict that have coastal where PT. Inalum operate its activity.

As a big company, PT. Inalum considers to take part to care and response for the local society. With Community Development Program, PT. Inalum participate to develops the coastal with community development, institution development, increases income, and infrastructure development.

The analyzed tools that used is Wilcoxon Signed-Rank Test to compare the impact of constructed roads and bridges at development community housing. Descriptive analyzed from quetioner data and interview to key informan. The data that used in this research is quetioner from 100 respondent and interview to key informan. The Analyzed Wilcoxon Signed-Rank Test is used SPSS 10.

The result of this research reveals that PT. Inalum Community Development

Program taked community, and teached the skill to community, to attack foundation group of farmer/breeder and fisher. PT. Inalum Community Development Program can be classified as Development for community. PT. Inalum Community Development Program as teached skill to community is not impacted increasing income becouse it not community needs and not continuously. PT. Inalum

Community Development Program as constructed roads and bridges is impacted at development community housing.

(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kepada ALLAH SWT, karena hanya

dengan izin-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program studi Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara (USU) Medan. Tesis ini berjudul “Dampak Program Community

Development PT. Inalum Terhadap Pengembangan Wilayah Pesisir Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara”.

Keberhasilan pengerjaan dan penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Sehubungan dengan hal

tersebut, diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Bachtiar Hassan Miraza selaku ketua komisi pembimbing sekaligus sebagai

ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Universitas Sumatera Utara. Prof. Aldwin Surya, S.E, M.Pd, Ph.D dan Kasyful

Mahalli, S.E, M.Si, selaku dosen pembimbing yang dengan ketulusan, kearifan,

dan kesabaran telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing

penyusunan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, M.Sc, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana,

(8)

3. Drs. Rujiman, MA, Agus Suriadi, S.Sos, M.Si., Ir. Agus Purwoko, M.Si.selaku

dosen pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan saran demi

kesempurnaan tesis ini.

4. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Pedesaan, Universitas Sumatera Utara.

5. Pemerintah Kabupaten Batu Bara, Camat Sei Suka, Kepala Desa Kuala Tanjung

dan Kepala Desa Kuala Indah beserta perangkat desa, Ketua Badan

Permusyawaratan Desa yang telah membantu dalam proses penelitian ini.

6. Staf Humas PT. Inalum yang telah membantu dalam prapenelitian.

7. Ayahanda Muji Harjo, Ibunda Karinem, adinda Desi Muriati, Oki Astuti, S.Ked.

dan Yunita Sari atas segala do’anya.

8. Teman-teman kuliah di Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu

penyelesaian tesis ini.

Penyusunan Tesis ini masih terdapat kekurangan, oleh karenanya segala kritik

dan saran akan diterima untuk perbaikan. Akhir kata, semoga penyusunan tesis ini

dapat bermanfaat.

Medan, Juni 2008

(9)

RIWAYAT HIDUP

Agus Andika, dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1980 di Lima Puluh

Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara, sebagai anak pertama dari empat

bersaudara, dari Ayahanda Muji Harjo dan Ibunda Karinem.

Pendidikan formal ditempuh penulis dimulai pada Pendidikan Dasar Tahun

1986 – 1992 di SD Negeri No. 015878 Bangun Sari Lima Puluh Kabupaten Asahan,

setelah itu tahun 1992–1995 melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Negeri Lima Puluh Kabupaten Asahan. Kemudian Tahun 1995–1998 melanjutkan ke

Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 14 Medan. Tahun 1998 melanjutkan

pendidikan S-1 pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik USU selesai 28 Juni 2002. Tahun 1999 – 04 Mei 2002 juga

menyelesaikan D-III Manajemen Informatika pada AMIK Kesatria Medan. Tahun

2005 memperoleh gelar profesi Ajun Ahli Asuransi Indonesia Jiwa (AAAI-J) dari

Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia.

Setelah meyelesaikan kuliah, pada Tahun 2003 sampai Pebruari 2005 bekerja

sebagai pegawai administrasi dan keuangan pada AJB Bumiputera 1912 Kantor

Cabang Medan. Kemudian terhitung 01 Pebruari 2005 diangkat menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Daerah Kabupaten Asahan dan ditugaskan

(10)

Pada tahun 2006 memperoleh izin belajar meneruskan pendidikan S-2 pada

Program Studi Pengembangan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... . xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pengertian Community Development ... 8

2.2 Community Development dalam Pembangunan Perdesaan ... 13

2.3 Konsep Pengembangan Wilayah ... 26

(12)

2.5 Penelitian Terdahulu ... 31

2.6 Kerangka Pemikiran ... 35

2.7 Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Lokasi Penelitian dan Jadwal Penelitian ... 37

3.2 Populasi dan Sampel ... 37

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.4 Teknik Analisis Data ... 40

3.5 Defenisi Operasional Penelitian ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 45

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Sei Suka ... 45

4.2 Gambaran Umum Desa Kuala Tanjung dan Kuala Indah ... 48

4.3 Hasil Pelaksanaan Community Development PT. Inalum ... 50

4.4 Gambaran Umum Responden ... 52

4.5 Hasil Penelitian terhadap Program Community Development PT. Inalum ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 70

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Dimensi dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat ... 21

3.1 Komposisi Penduduk Kecamatan Sei Suka Tahun 2007 ... ... 38

3.2 Penentuan Jumlah Sampel Penelitian ... 39

4.1 Luas Wilayah Kecamatan Sei Suka Tahun 2007 ... 46

4.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Sei Suka Tahun 2007 ... 47

4.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ... 52

4.4 Distribusi Responden Menurut Umur ... 54

4.5 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 54

4.6 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan ... 55

4.7 Hasil Uji Wilcoxon Signed-Rank terhadap Pertumbuhan Perumahan/Permukiman Penduduk ... 65

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Dinamika Perkembangan Wacana Community Development ... 15

2.2 Pilar Pembangunan Wilayah Pesisir Terpadu ... 30

2.3 Kerangka Pemikiran ... 35

4.1 Diagram Pengetahuan Responden tentang Community Development

PT. Inalum ... 56

4.2 Diagram Keterlibatan Masyarakat dalam Pelaksanaan Community

Development PT. Inalum ... 57

4.3 Diagram Keterlibatan Masyarakat (Tenaga Kerja) dalam

Pembangunan Jalan/Jembatan ... 59

4.4 Diagram Keterlibatan Masyarakat (Tenaga Kerja) dalam

Pembuatan Drainase ... 60

4.5 Diagram Usul/Inisiatif Pembangunan Jalan/Jembatan ... 62

4.6 Diagram Usul/Inisiatif Pembuatan Drainase ... 58

4.7 Diagram Persepsi Masyarakat tentang Manfaat Pembuatan

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Peta Kabupaten Batu Bara dan Asahan ... 76

2 Peta Kawasan Industri Kuala Tanjung ... 77

3 Kuisioner ... 78

4 Data Responden Kuala Indah ... 86

5 Foto Dokumen Penelitian ... 98

6 Npar Tests ... 103

7 Program Community Development PT. Indonesia Asahan Alumunium untuk Desa Kuala Tanjung ... 104

8 Program Community Development PT. Indonesia Asahan Alumunium untuk Desa Kuala Indah ... 105

(16)

ABSTRAK

AGUS ANDIKA, Dampak Program Community Development PT. Inalum

Terhadap Pengembangan Wilayah Pesisir Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara. (Prof. BACHTIAR HASSAN MIRAZA sebagai Ketua, Prof. ALDWIN SURYA, M.Pd, Ph.D. dan KASYFUL MAHALLI, S.E, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing).

Pesisir menjadi wilayah yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Wilayah pesisir merupakan kawasan strategis. Sehingga kawasan industri juga banyak di wilayah pesisir, seperti Kawasan Industri Medan di Belawan dan Kawasan Industri Kuala Tanjung. Sei Suka merupakan Kecamatan yang memiliki wilayah pesisir dimana PT. Inalum beroperasi.

Sebagai perusahaan besar PT. Inalum sudah tentu peduli dengan masyarakat sekitarnya. Melalui Program Community Development PT. Inalum berusaha untuk ikut serta dalam pengembangan wilayah pesisir melalui pemberdayaan masyarakat, pengembangan kelembagaan, peningkatan pendapatan, dan pembangunan infrastruktur.

Alat analisis yang digunakan adalah dengan Uji Wilcoxon Signed-Rank yang membandingkan dampak dari pembangunan jalan/jembatan terhadap pertumbuhan pemukiman penduduk. Serta analisis deskriptif dari data kuisioner dan wawancara kepada key informan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber dari kuisioner 100 orang responden dan wawancara dengan key informan. Analasis Uji Wilcoxon Signed-Rank dibantu dengan Program SPSS versi 10.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Community Development PT. Inalum ikut melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya, dan memberi pelatihan keterampilan kepada masyarakat, merangsang pembentukan kelompok-kelompok

Tani/Ternak, dan Nelayan. Community Development PT. Inalum dapat

dikelompokkan sebagai Development for community. Program Community Development PT. Inalum berupa pelatihan keterampilan kepada masyarakat tidak berdampak pada peningkatan pendapatan karena bukan berasal dari kebutuhan masyarakat setempat dan tidak ada tindak lanjut dari pelatihan itu. Program

Community Development PT. Inalum berupa pembangunan jalan/jembatan berdampak terhadap pertumbuhan daerah permukiman berdasarkan persepsi masyarakat.

(17)

ABSTRACT

Agus Andika, “ Impact of PT. Inalum Community Development Program on Coastal Regional Development at Sei Suka Subdistrict, Batu Bara District, under the supervision of Mr. Prof. Bachtiar Hassan Miraza as Chair, Mr. Prof. ALDWIN SURYA, M.Pd, Ph.D. and Mr. KASYFUL MAHALLI, S.E, M.Si as member.

Coastal area is very meangingful to the life of human. It is the strategic regional. So that, many Industry Regional located in coastal, as Medan Regional Industry and Kuala Tanjung Regional Industry. Sei Suka is the subdistrict that have coastal where PT. Inalum operate its activity.

As a big company, PT. Inalum considers to take part to care and response for the local society. With Community Development Program, PT. Inalum participate to develops the coastal with community development, institution development, increases income, and infrastructure development.

The analyzed tools that used is Wilcoxon Signed-Rank Test to compare the impact of constructed roads and bridges at development community housing. Descriptive analyzed from quetioner data and interview to key informan. The data that used in this research is quetioner from 100 respondent and interview to key informan. The Analyzed Wilcoxon Signed-Rank Test is used SPSS 10.

The result of this research reveals that PT. Inalum Community Development

Program taked community, and teached the skill to community, to attack foundation group of farmer/breeder and fisher. PT. Inalum Community Development Program can be classified as Development for community. PT. Inalum Community Development Program as teached skill to community is not impacted increasing income becouse it not community needs and not continuously. PT. Inalum

Community Development Program as constructed roads and bridges is impacted at development community housing.

(18)

1.1 Latar Belakang

Istilah Community Development bagi sebagian besar masyarakat, khususnya

di lokasi yang berdekatan dengan wilayah operasi perusahaan PMA (Penanaman

Modal Asing) sudah begitu akrab. Jika suatu saat kita jalan ke desa mereka dan

menanyakan bagaimana pembangunan di desanya, dengan tanggap mereka akan

menjawab, dan akan menunjuk pembangunan sekolah, masjid, jalan, jembatan,

bantuan bibit ternak, pelatihan menjahit, dan sebagainya, adalah bentuk Community

Development yang diterapkan PMA.

Community Development memang identik dengan program-program yang

diberikan PMA kepada masyarakat di sekitar wilayah operasi mereka. Sebuah

perusahaan eksplorasi minyak misalnya, menawarkan program pelatihan pembibitan

karet. Beberapa anggota masyarakat dipilih, Mereka dilatih, diajarkan cara membuat

bibit karet, diberikan bantuan modal awal dan terus dibimbing sampai dianggap

berhasil. Untuk hal ini, perusahaan rela mengeluarkan biaya untuk pelatihan,

penginapan, uang saku, dan modal berkebun. Jumlahnya bisa mencapai puluhan

bahkan ratusan juta rupiah, tergantung banyak tidaknya peserta. Kegiatan ini tidak

(19)

Community Development diartikan suatu proses, yang terkadang memerlukan

bantuan dari fasilitator, dimana sekelompok masyarakat mengidentifikasikan

permasalahan yang sedang mereka hadapi dan terlibat dalam penyelesaian masalah

tersebut dengan memanfaatkan sumberdaya yang mereka miliki tetapi kadang-kadang

harus menggunakan sumberdaya dari tempat lain. Community Development

melibatkan setiap individu di dalam kelompok untuk menghadapi permasalahan

bersama. Community Development bertujuan membentuk kelompok masyarakat yang

kuat, sehingga dapat mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi kelompok

tersebut.

Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan

dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Pemberdayaan

sendiri merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus. Istilah pemberdayaan

(empowerment) muncul hampir bersamaan dengan adanya kesadaran pada perlunya

partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Diasumsikan bahwa kegiatan

pembangunan itu seharusnya mampu merangsang proses kemandirian masyarakat

(self sustaining process). Tanpa partisipasi masyarakat, proses kemandirian tersebut

tidak akan memperoleh kemajuan.

Pada tataran konseptual istilah pemberdayaan dapat dikaitkan dengan proses

transformasi sosial, ekonomi, dan bahkan politik (kekuasaan). Secara definisi,

pemberdayaan merupakan proses penumbuhan kekuasaan atau kemampuan diri. Jadi

(20)

yang berpusat pada rakyat, adalah upaya pemberdayaan (empowerment) terhadap

rakyat berdasarkan integrasi ide-ide kemandirian.

Masyarakat adalah pelaku yang menentukan tujuan, mengontrol sumberdaya

dan mengarahkan proses pendayagunaan sumberdaya. Titik tekannya terletak pada

kewenangan komunitas mengelola sumberdaya dalam mewujudkan kepentingannya.

Kegiatan ini dirancang berdasarkan prakarsa dan partisipasi masyarakat dengan

orientasi kebutuhan, potensi dan kemampuan komunitas lokal, namun memperhatikan

variasi dan perbedaan yang ada dalam komunitas.

Program tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar sudah

ditetapkan dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dimana

pada Pasal 74 ayat (1) menyatakan, bahwa “Perseroan yang menjalankan kegiatan

usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan

tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Sedangkan dalam ayat (2) berbunyi,

“Tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang

dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya

dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran”. Sementara pada ayat (3)

menggariskan, “Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana pada

ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” dan

di ayat (4) menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Untuk itu beberapa perusahaan berskala besar, seperti Conocophilips, Expan,

(21)

Inalum dan lainnya, mengalokasikan dana khusus untuk melaksanakan Community

Development yang baik. Diharapkan, Community Development yang berbasis pada

pengembangan potensi dan mengarah pada peningkatan ekonomi masyarakat akan

mampu meredam tindakan “negatif” yang mengganggu aktivitas perusahaan. Dalam

hal ini, kita tentu mendukung sekali program Community Development yang

ditawarkan, karena efeknya begitu besar bagi percepatan pembangunan masyarakat

setempat, apalagi wilayah operasi PMA biasanya berada jauh di pedalaman, sehingga

ketertinggalan masyarakat setempat pada beberapa aspek kehidupan menjadi lebih

optimal.

Namun setelah Community Development dilaksanakan, sikap masyarakat

terhadap perusahaan tidak juga berubah. Masyarakat masih mengasumsikan bahwa

perusahaan memiliki segalanya. Alhasil, semua keluhan dan kebutuhan di desa

dimintakan solusinya ke perusahaan, mulai dari membuat jalan, pengadaan guru

di sekolah, bahkan sampai pembelian seragam siswa. Di sini kita mesti bisa melihat

secara arif, kenapa masyarakat tidak juga berubah pola pikirnya, tetap muncul batasan

dengan perusahaan, seolah-olah semua keluh kesah itu adalah beban perusahaan.

Alhasil, PMA tak ubahnya pengganti peran pemerintah untuk mempercepat

pembangunan.

Padahal, pembangunan suatu wilayah harus melibatkan pemerintah,

masyarakat dan perusahaan yang ada. Meskipun persaingan bisnis dewasa ini

semakin kompetitif. Sinergi seperti ini memungkinkan terwujudnya situasi saling

(22)

dapat menunjukkan peran berarti dalam pembangunan karena keterbatasan anggaran

yang dimiliki pemerintah dan masyarakat. Setiap perusahaan berusaha untuk berperan

dalam pembangunan dan mewujudkan sumbangsih mereka pada infrastruktur baik

secara kualitas maupun kuantitas. Namun penting disadari bahwa perusahaan

bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat

di sekitar perusahaan, misalnya akibat dari pencemaran lingkungan yang berasal dari

limbah pabrik.

Begitu juga halnya dengan PT. Indonesia Asahan Aluminium yang bergerak

pada bidang peleburan aluminium. PT. Inalum tidak saja memperhatikan aspek

produksi. Akan tetapi, PT. Inalum juga sangat menyadari bahwa kelancaran

pembangunan dan keberhasilan operasional perusahaan tidak dapat dilepaskan dari

dukungan dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, PT. Inalum merasa bertanggung

jawab atas kesejahteraan dan peningkatan mutu kehidupan sosial ekonomi

masyarakat sekitar.

Atas dasar pendapat dan pemikiran tersebut maka penulis tertarik mengadakan

penelitian pada wilayah pesisir di sekitar PT. Indonesia Asahan Aluminium.

Bagaimana kontribusi program Community Development yang dijalankan selama ini

terhadap pengembangan masyarakat sekitarnya dan pengembangan wilayah. Untuk

(23)

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka perlu dibuat suatu rumusan masalah

untuk mengidentifikasikan masalah secara tepat. Berdasarkan hal tersebut dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Bagaimana dampak program-program Community Development PT. Inalum terhadap

pengembangan wilayah pesisir Kecamatan Sei Suka dari segi pemberdayaan

masyarakat, pengembangan kelembagaan, peningkatan pendapatan, dan

pengembangan infrastruktur?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui bagaimana dampak Program Community Development PT. Inalum

terhadap pengembangan wilayah pesisir Kecamatan Sei Suka dari segi peningkatan

pendapatan, pemberdayaan masyarakat, pengembangan kelembagaan dan

pengembangan infrastruktur.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Pemerintah Kecamatan Sei Suka, dapat dijadikan masukan dalam

menjalin kerjasama dengan perusahaan yang ada dalam pembangunan daerah

(24)

2. Bagi PT. Indonesia Asahan Aluminium, dapat mengetahui apakah program

Community Development bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

3. Bagi Pemerintah Kabupaten Batu Bara, dapat dijadikan masukan bahwa

PT. Indonesia Asahan Aluminium sangat berperan dalam pembangunan

infrastruktur masyarakat pesisir.

4. Bagi masyarakat pesisir Kecamatan Sei Suka, dapat mengetahui bahwa

PT. Indonesia Asahan Aluminium belum mampu memberikan bantuan

optimal bagi masyarakat sekitar.

5. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan referensi ilmiah yang akan

(25)

2.1 Pengertian Community Development

Community (Bambang, 2007) dalam arti komunitas bermakna sebagai:

1. Kelompok sosial yang bertempat tinggal di lokasi tertentu, memiliki

kebudayaan dan sejarah yang sama.

2. Kesatuan pemukiman yang di atasnya terdapat kota kecil/town, kota atau kota

besar/city.

Menurut Bambang (2007) Community development pada garis besarnya dapat

ditinjau dalam dua pengertian yaitu sebagai berikut:

1. Dalam arti luas bermakna sebagai perubahan sosial berencana dengan sasaran

perbaikan dan peningkatan bidang ekonomi dan sosial.

2. Dalam arti sempit adalah perubahan sosial berencana di lokasi tertentu:

dusun, kampung, desa, kota kecil dan kota besar, dikaitkan dengan proyek

yang berhubungan dengan upaya pemenuhan dari kebutuhan lokal, sepanjang

mampu di kelola sendiri dan dengan bantuan sementara dari pihak luar.

Esensi community development yang kemudian mengilhami model

pembangunan yang berpusat pada rakyat, adalah upaya pemberdayaan

(empowerment) terhadap rakyat berdasarkan integrasi ide-ide kemandirian.

(26)

mengarahkan proses pendayagunaan sumberdaya. Titik tekannya terletak pada

kewenangan komunitas mengelola sumberdaya dalam mewujudkan kepentingannya.

Kegiatan ini dirancang berdasarkan prakarsa dan partisipasi masyarakat dengan

orientasi kebutuhan, potensi dan kemampuan komunitas lokal, namun memperhatikan

variasi dan perbedaan yang ada dalam komunitas.

Menurut Tjokrowinoto (dalam Bambang, 2007), titik berat dari community

development terletak pada pembangunan masyarakatnya, dengan titik tekan pada

pembentukan kader pembangunan yang diharapkan dapat menopang tercapainya

masyarakat yang berswasembada. Asasnya adalah pembangunan integral, kekuatan

sendiri dan pemufakatan bersama.

a. Asas pembangunan integral adalah pembangunan yang seimbang dari semua

segi masyarakat sehingga menjamin perkembangan yang selaras dan tidak

berat sebelah, tetapi perlu diingat bahwa untuk masa permulaan titik beratnya

terutama harus diletakkan dalam pembangunan ekonomi.

b. Asas kekuatan sendiri bahwa tiap usaha pertama-tama harus didasarkan

kepada kekuatan atau kemampuan sendiri dan tidak hanya menunggu

pemberian dari pemerintah.

c. Asas pemufakatan bersama diartikan bahwa pembangunan harus dilaksanakan

di lapangan yang benar-benar dirasakan sebagai kebutuhan oleh masyarakat

yang bersangkutan, sedangkan keputusan melaksanakan suatu proyek bukan

berdasarkan atas perintah atasan, melainkan merupakan putusan bersama dari

(27)

Menurut Dunheim (dalam Bambang, 2007), Community Development berarti

usaha terorganisir untuk memperbaiki kondisi kehidupan komunitas dan peningkatan

kemampuan berintegrasi dan berkembang secara mandiri, dengan unsurnya: program

berencana, pembangkitan tekad, tidak tergantung pada bantuan pihak luar.

Menurut Nelson dan Ramsay (dalam Bambang, 2007) berpendapat bahwa

Community Development adalah proses pendidikan untuk bertindak, masyarakat

disiapkan untuk mewujudkan tujuan komunitas secara demokratis. Pemimpin

berperan sebagai agen untuk membentuk pengalaman belajar bagi komunitas dari

pada sebagai penggerak tercapainya sasaran program.

Menurut Maskun (dalam Bambang, 2007): Community Development adalah

program yang berusaha menjangkau masyarakat yang kondisi sosial ekonominya

masih dalam keadaan relatif rendah dan sulit untuk berkehidupan memenuhi syarat

kelayakan dan kesejahteraan.

Community Development oleh Dunham 1970 (dalam Chisinau, 2005)

didefinisikan sebagai “the conscientious process of social interaction and that

peculiar technique (...) which have at least one of the following objectives:

1. Solving the basic needs and obtaining and maintaining a balance between the

needs and resources of a community.

2. Helping people treat more efficiently their problems and their aims, by

assisting them in developing, strengthening and maintaining their

(28)

3. Producing change within community and group relations, and within

community decision making center.

Dalam pengertian fasilitator, Community Development diartikan suatu proses,

yang terkadang memerlukan bantuan dari fasilitator, dimana sekelompok masyarakat

mengidentifikasikan permasalahan yang sedang mereka hadapi dan terlibat dalam

penyelesaian masalah tersebut dengan memanfaatkan sumberdaya yang mereka

miliki tetapi kadang-kadang harus menggunakan sumberdaya dari tempat lain.

Community Development melibatkan setiap individu di dalam kelompok untuk

menghadapi permasalahan bersama. Community Development bertujuan membentuk

kelompok masyarakat yang kuat, sehingga dapat mengatasi setiap permasalahan yang

dihadapi kelompok tersebut.

Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan

dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Pemberdayaan

sendiri merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus.

Istilah pemberdayaan (empowerment) muncul hampir bersamaan dengan

adanya kesadaran pada perlunya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Diasumsikan bahwa kegiatan pembangunan itu seharusnya mampu merangsang

proses kemandirian masyarakat (self sustaining process). Tanpa partisipasi

masyarakat, proses kemandirian tersebut tidak akan memperoleh kemajuan.

Pada tataran konseptual istilah pemberdayaan dapat dikaitkan dengan proses

transformasi sosial, ekonomi, dan bahkan politik (kekuasaan). Secara definisi,

(29)

Melalui proses pemberdayaan maka diasumsikan seseorang dari strata sosial terendah

sekalipun bisa terangkat dan muncul menjadi bagian dari lapisan masyarakat

menengah atas. Akan tetapi, pada prakteknya proses pemberdayaan membutuhkan

bantuan orang lain. Tanpa bantuan tersebut tidak mungkin proses akan dapat berjalan

dengan baik dan sesuai harapan. Untuk itu harus ada seseorang atau institusi yang

bertindah sebagai pemicu kemajuan (enabler). Dan “orang kuat” yang sering menjadi

andalan tidak lain adalah pemerintah.

Para ahli menetapkan bermacam-macam model dalam pelaksanaan

Community Development. Model yang paling sering dipakai (Chisinau, 2005) yaitu:

a. Organization of the Neighbourhood

Dalam model ini Community Development dimanfaatkan untuk membentuk

solidaritas di antara masyarakat yang berdekatan/bertetangga. Setiap anggota

kelompok berlaku sebagai individu yang bekerjasama menghadapi sebuah

permasalahan bersama.

b. Community Planning

Dalam model ini Community Development dimanfaatkan untuk

mengkoordinasikan anggota suatu kelompok masyarakat yang lebih luas

untuk mengatasi permasalahan yang lebih kompleks.

c. Programme Development

Dalam model ini anggota kelompok terlibat dalam setiap tahap pembangunan

mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan. Para anggota berpikir,

(30)

pembangunan dengan kemampuan yang mereka miliki. Model ini sering

disebut juga dengan prinsip partisipatif.

2.2 Community Development dalam Pembangunan Perdesaan

Community Development yang oleh para praktisi pembangunan sering

diterjemahkan sebagai pembangunan masyarakat, pengembangan masyarakat,

maupun pemberdayaan masyarakat, merupakan sebuah wacana pendekatan

pembangunan yang telah dimulai sejak periode 1960-an. Periode dimana secara

global, masyarakat dunia telah pulih dari Perang Dunia II dan mulai menapak jalan

kesejahteraan. Pada periode itu, persoalan kemiskinan dan keterbelakangan mulai

mendapatkan perhatian kalangan yang lebih luas dan mendorong berkembangnya

wacana dan praktek Community Development.

Dalam perspektif sejarah (Riza, Info URDI Vol. 16), perkembangan

Community Development pada tataran global dapat dibagi ke dalam setidaknya empat

dasawarsa, yaitu dasawarsa 1960, 1970, 1980, dan 1990.

a. Dasawarsa 1960, Community Development banyak diwujudkan dalam bentuk

investasi di dalam infrastruktur, riset, dan pengembangan teknologi tepat

guna. Tujuan dari investasi ini adalah mendorong berkembangnya sektor

produktif dari masyarakat terutama untuk meningkatkan produktivitas. Motor

dari kegiatan Community Development pada periode ini adalah pemerintah.

b. Dasawarsa 1970, terjadi perpindahan penekanan dari sektor-sektor produktif

(31)

kesadaran bahwa peningkatan produktifitas hanya akan terjadi manakala

variabel-variabel yang menahan orang miskin tetap miskin, (misalnya

pendidikan dan kesehatan) dapat dibantu dari luar.

c. Dasawarsa 1980 ditandai dengan berkembangnya kesadaran adanya aktor lain

yang memiliki potensi untuk terlibat di dalam Community Development yaitu

sektor swasta. Sektor swasta yang telah berkembang melalui dukungan

pemerintah memiliki tanggung jawab sosial untuk turut terlibat di dalam

Community Development. Hal ini dilaksanakan misalnya melalui

pengembangan kerja sama, akses pasar, hubungan inti-plasma, dan

sebagainya.

d. Dasawarsa 1990 adalah dasawarsa yang diwarnai dengan beragam pendekatan

seperti pendekatan integral, pendekatan stakeholder, pendekatan sistem dan

proses, maupun pendekatan civil society (masyarakat sipil). Beragam

pendekatan tersebut telah mempengaruhi praktek Community Development

dan mengedepankan aktor lain yaitu organisasi masyarakat sipil sebagai

pelaku kunci dari Community Development.

Secara skematis, dinamika perkembangan wacana Community Development

(32)

Sumber : Riza, Info URDI Vol. 16

Gambar 2.1. Dinamika Perkembangan Wacana CD

Dari aspek keterlibatan masyarakat, praktek Community Development dapat

dikelompokkan ke dalam tiga bentuk (Riza, Info URDI Vol. 16), yaitu:

a. Development for community.

Development for community adalah bentuk Community Development dimana

masyarakat pada dasarnya menjadi objek pembangunan karena berbagai

inisiatif, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dilaksanakan

oleh aktor dari luar. Aktor luar ini dapat saja telah melakukan penelitian,

melakukan konsultasi, dan melibatkan tokoh setempat. Namun apabila

keputusan dan sumber daya pembangunan berasal dari luar, maka pada

dasarnya masyarakat tetap menjadi objek.

b. Development with community.

Development with community ditandai secara khusus dengan kuatnya pola

(33)

diambil merupakan keputusan bersama dan sumber daya yang dipakai berasal

dari kedua belah pihak.

c. Development of community.

Development of community adalah proses pembangunan yang baik inisiatif,

perencanaan dan pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh masyarakat.

Masyarakat membangun dirinya sendiri. Peran aktor dari luar dalam kondisi

ini lebih sebagai sistem pendukung bagi proses pembangunan.

Ketiga pendekatan tersebut pada dasarnya memiliki tujuan akhir yang sama,

yaitu memperbaiki kualitas kehidupan dan kelembagaan masyarakat lokal. Perbedaan

yang ada lebih berada pada sarana yang dipakai. Efektivitas sarana ini sangat

ditentukan oleh konteks dan karakteristik masyarakat yang dihadapi. Pada masyarakat

tertentu mungkin pendekatan development for community lebih sesuai sementara pada

masyarakat yang lain development with community justru yang dibutuhkan. Faktor

utama yang menentukan pemilihan ketiga pendekatan tersebut adalah seberapa jauh

kelembagaan masyarakat telah berkembang.

Dewasa ini, program pemberdayaan masyarakat banyak sekali diluncurkan

oleh pemerintah sebagai wujud komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Sayangnya, terdapat kesan bahwa program ini kurang berhasil mencapai sasaran yang

diharapkan, yakni kemandirian masyarakat baik secara ekonomis, sosial maupun

politis. Hal ini tidak terlepas dari kelemahan dalam desain program pemberdayaan

itu, antara lain bahwa pemberdayaan sering dipersepsikan dan diterjemahkan secara

(34)

lebih besar kepada anggota masyarakat, khususnya kelompok miskin. Dengan

persepsi yang demikian, tidaklah mengherankan bahwa program pemberdayaan

sering kali dikemas dalam kerangka program pengentasan kemiskinan. Padahal,

masyarakat yang tidak berada dibawah garis kemiskinan pun membutuhkan upaya

pemberdayaan pula.

Dalam hal ini, terdapat kritik dari Michael Lipton dan Robert Chamber.

Menurut Lipton (1977), program pengentasan kemiskinan sering bias dan salah

sasaran. Program dan proyek pengentasan kemiskinan di berbagai negara

berkembang banyak dilaksanakan di perkotaan, sehingga kemiskinan di pedesaan

(rural poverty) tidak dapat berkurang secara signifikan. Situasi seperti ini oleh Lipton

disebut sebagai bias perkotaan (urban bias).

Analisis serupa diberikan oleh Chamber (1983) yang mengatakan bahwa

pengentasan kemiskinan pada dasarnya bukan hanya persoalan teknis semata tentang

bagaimana memenuhi kebutuhan fisik masyarakat secara berkesinambungan, namun

lebih pada usaha untuk memberikan “energi” yang lebih besar kepada masyarakat

melalui proses pemberdayaan (empowerment).

Oleh karena itu, Chambers (1983) mengajukan pemikiran bahwa upaya untuk

mengatasi masalah ketidakberdayaan masyarakat adalah melalui “…. enabling and

empowering the poor through ‘reversals in management’ of dominant paradigms of

development which involves shifting power and initiatives downwards and outwards”.

Dengan demikian, suatu proses pemberdayaan haruslah memberikan

(35)

pertukaran manajemen” dalam paradigma pembangunan yang selama ini dominan.

Artinya, diperlukan pemindahan atau pengoperan kekuatan dan inisiatif berusaha dari

kelompok kuat kepada kaum miskin tersebut.

Persepsi bahwa kebijakan pemberdayaan harus dikaitkan dengan program

pemberian bantuan lunak secara bergilir (revolving grant) juga mengandung bahaya,

sebab hal ini justru menciptakan ketergantungan masyarakat. Dengan kata lain,

program micro credit atau micro finance bagi penduduk miskin mencerminkan

budaya aparatur pemerintah yang masih berorientasi top down dan patronizing yang

terlalu kuat, baik dalam kebijaksanaan maupun perencanaan. Sikap ini sering

menimbulkan kondisi ketergantungan (dependency) dan kurang menimbulkan

keswadayaan masyarakat lokal.

Upaya untuk mengatasi kelemahan tersebut mendorong Community

Development ke arah yang lebih maju. Pada saat ini Community Development telah

mengalami proses pengkayaan sehingga menjadi sebuah pendekatan yang multi

aspek dan secara umum terdiri dari beberapa aspek kunci sebagai berikut (Riza, Info

URDI Vol. 16):

a. Adalah sebuah proses "akar rumput".

Community Development merupakan proses yang terjadi di masyarakat lokal

dan dilaksanakan di dalam konteks mereka. Community Development

bukanlah proses yang dapat didesain dan diproses dari atas.

(36)

Banyak kegiatan yang dinamakan Community Development dalam kenyataan

justru menumbuhkan ketergantungan masyarakat lokal terhadap aktor luar.

Apabila hal ini terjadi, maka kegiatan yang dilaksanakan pada dasarnya bukan

Community Development karena Community Development pada dasarnya

adalah upaya menolong masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya

sendiri dengan membuat masyarakat menjadi swadaya.

c. Berkembang menjadi komunitas pembelajar (learning communities).

Menjadi swadaya menuntut masyarakat lokal untuk mampu belajar dari

pengalamannya sendiri untuk menjawab tantangan yang akan muncul

dikemudian hari.

d. Berkurangnya kerentanan dan kemiskinan.

Keberhasilan Community Development bukan sekedar bahwa kegiatan yang

direncanakan telah dilaksanakan (output). Apapun kegiatannya dan oleh siapa

saja, Community Development hanya dianggap berhasil bila mampu

mengurangi kerentanan dan kemiskinan yang dihadapi masyarakat.

e. ฀Terciptanya peluang ekonomi dan mata pencaharian yang berkelanjutan.

Peluang ekonomi dan mata pencaharian yang berkelanjutan dalam sebagian

besar kegiatan Community Development adalah sasaran yang menjadi pondasi

bagi pencapaian sasaran lain yang lebih jauh.

f. Menguatnya modal sosial.

Dalam komunitas masyarakat miskin yang tidak memiliki modal finansial,

(37)

bertahan hidup dan mengembangkan aktivitas ekonomi. Community

Development dilaksanakan dengan menggunakan modal sosial sebagai dasar

dari kegiatan-kegiatan lainnya.

g. Tercapainya keseimbangan tujuan sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan

Pendekatan pemberdayaan masyarakat dipercaya akan mengantar masyarakat

dalam berproses untuk mampu menganalisa masalah dan peluang yang ada serta

mencari jalan ke luar sesuai sumberdaya yang mereka miliki. Untuk mencapai hasil

optimal dalam upaya memberdayakan masyarakat, penggunaan pendekatan tunggal

jelas tidak tepat. Perlu dikembangkan pendekatan lain untuk merumuskan kebijakan

yang lebih komprehensif. Untuk memudahkan pemahaman mengenai pendekatan

baru dalam perumusan kebijakan pemberdayaan tersebut, maka perlu ditentukan dua

hal. Pertama tentang dimensi dan tingkatan pemberdayaan, sedang kedua adalah

kategorisasi dari program pemberdayaan itu sendiri.

Dalam dimensi dan tingkatan pemberdayaan, merujuk pada kajian UNDP

(UNDP, 1998, Capacity Assesment and Development in A System and Strategic

Management Context, Technical Advisory Paper No. 3) paling tidak ada tiga level

yang harus dicapai oleh program pemberdayaan, yakni: 1) pemberdayaan pada level

individu, berupa pengembangan potensi dan keterampilan; 2) pemberdayaan pada

level kelompok/organisasi, yakni yang berhubungan dengan peningkatan partisipasi

kelompok dalam pembangunan; serta 3) pemberdayaan pada level kesisteman, yakni

berwujud meningkatnya kemandirian masyarakat baik secara ekonomis, sosiologis

(38)

Adapun indikator dari masing-masing dimensi dan tingkatan pemberdayaan

(UNDP, 1998) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat Dimensi dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat

Dimensi Indikator

• Keberfungsian lembaga usaha

Level Kelompok/Organisasi: Partisipasi dalam pembangunan

• Perencanaan dan pengambilan keputusan

• Pelaksanaan dan pengawasan keputusan bersama

• Pemanfaatan hasil-hasil pembangunan

Level Sistem:

Kemandirian masyarakat •

Pengurangan ketergantungan kepada bantuan luar

Sumber: Utomo, 2006

Sementara pada aspek kategorisasi program pemberdayaan, paling tidak ada

lima kelompok besar pemberdayaan (Widodo, 2006), yakni:

1. Penyediaan akses yang lebih terbuka, luas dan lebar terhadap sumber-sumber

daya seperti modal, informasi, kesempatan berusaha dan memperoleh

kemudahan/fasilitas, dan sebagainya.

Pemberian pinjaman lunak, penerbitan dan penyebaran buletin,

subsidi bagi pengusaha lemah, dan sebagainya dapat diklasifikasikan

sebagai aktivitas dalam kategori ini.

2. Peningkatan keseimbangan antara sebuah kondisi yang memiliki keunggulan

(39)

Sebagai contoh, kawasan perkotaan yang memiliki kelengkapan

infrastruktur transportasi dan komunikasi, lembaga keuangan bank dan

non-bank, jaringan pemasaran, dan lain-lain adalah contoh kondisi yang

memiliki faktor-faktor keunggulan. Di sisi lain, kawasan pedesaan sering

dicirikan oleh karakteristik yang sebaliknya. Oleh karena itu,

kebijakan-kebijakan yang bisa mendekatkan kesenjangan antara kawasan perkotaan

dan pedesaan dapat digolongkan sebagai pemberdayaan masyarakat.

Contoh lain, ada lahan pertanian yang sudah dilengkapi dengan

prasarana irigasi sementara lahan lain tidak memiliki prasarana yang sama.

Kebijakan pertanian yang ditempuh selama ini lebih banyak difokuskan

kepada lahan yang sudah memiliki faktor keunggulan (misalnya jaringan

irigasi) dengan alasan untuk mendongkrak produksi panen. Seandainya

pemerintah mempromosikan program intensifikasi pertanian untuk lahan

yang tidak memiliki jaringan irigasi, maka hal ini berarti telah terjadi

pemberdayaan pertanian rakyat, sekaligus pemberdayaan petani.

3. Pengembangan potensi masyarakat baik dalam pengertian SDM maupun

kelembagaan masyarakat.

Setiap upaya untuk merubah kondisi dari bodoh menjadi pintar, dari

tidak mampu menjadi mampu, dari tidak tahu menjadi tahu dan sebagainya,

jelas sekali merupakan program pemberdayaan. Aktivitas semacam

pelatihan, penyuluhan dan kursus-kursus yang diselenggarakan secara

(40)

nyata dari aksi pemberdayaan. Demikian pula, setiap upaya yang ditujukan

untuk memperkuat keberfungsian atau meningkatkan efektivitas

lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti Koperasi Unit Desa (KUD), Perkumpulan

Petani Pengguna Air (P3A), dan sebagainya dapat dikelompokkan sebagai

kebijakan pemberdayaan.

4. Penyediaan stimulus untuk membangkitkan swadaya dan swakelola dalam

bidang pelayanan umum.

Dalam banyak kasus ditemukan adanya fenomena bahwa

masyarakat (khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan), telah memiliki

kemampuan ekonomis dan manajerial yang memadai untuk mengelola

suatu kegiatan tertentu seperti perbaikan jalan dan gorong-gorong,

penyediaan air bersih melalui pembangunan sumur artesis atau sistem bak

penampungan, dan sebagainya. Hanya saja, hal ini sering terbentur pada

kendala koordinasi dan inisiatif untuk memulainya. Dalam situasi seperti

itulah, kebijakan pemerintah untuk mengucurkan stimulan atau perangsang,

sangat berarti. Stimulan di sini bisa berwujud pemberian perijinan, bantuan

teknis, atau pemberian dana suplemen bagi suatu kegiatan tertentu.

5. Penyertaan masyarakat atau kelompok masyarakat dalam proses perumusan

perencanaan dan implementasi kebijakan pembangunan.

Seiring dengan paradigma pembangunan yang bertumpu dan

berorientasi pada rakyat (people-based and people-oriented development),

(41)

perumusan perencanaan dan implementasi kebijakan-kebijakan

pembangunan. Beberapa contoh program pemberdayaan yang masuk dalam

kategori ini misalnya pembentukan forum konsultasi pembangunan,

deregulasi perijinan pendirian LSM atau NGO, eliminasi perlakuan

diskriminatif terhadap kelompok minoritas (keturunan, wanita, pendudu k

asli/pendatang, dll), dan sebagainya.

Langkah selanjutnya dalam menganalisis kebijakan pemberdayaan adalah

menetapkan bidang dan strategi pencapaiannya. Dalam hal ini, paling tidak ada empat

bidang pencapaian untuk mengakselerasi kebijakan pemberdayaan, yakni ekonomis,

sosial budaya, politis/administratif, serta prasarana. Sebagai contoh, untuk kategori

pemberdayaan yang pertama yakni “penyediaan akses yang lebih terbuka, luas dan

lebar terhadap sumber-sumber daya”, secara ekonomis hal ini bisa dicapai dengan

cara pemberian pinjaman lunak dan subsidi bagi pengusaha lemah, penyebaran

informasi peluang pasar domestik dan internasional, atau melalui pemberian dana

suplemen. Sementara dari aspek sosial budaya dapat ditempuh melalui penerbitan dan

penyebaran bulletin, penyediaan sarana promosi/pengadaan pekan promosi, promosi

program intensifikasi sektoral seperti pertanian, serta penyelenggaraan kursus dan

berbagai macam pelatihan.

Dalam aspek politis/administratif dapat dilakukan langkah-langkah strategis

seperti membangun kemitraan dengan sektor swasta, memperkuat fungsi atau

efektivitas lembaga kemasyarakatan, memberikan kemudahan dalam proses perijinan

(deregulasi), menghilangkan perlakuan yang diskriminatif terhadap masyarakat dan

(42)

dari aspek infrastruktur dapat dipertimbangkan untuk beberapa langkah seperti

pembukaan daerah terisolir melalui pembangunan jalan tembus, bantuan material

fisik sebagai bentuk rangsangan, dan sebagainya.

Keterlibatan tersebut, juga didukung oleh Blakely (1991) yang mengatakan

bahwa: “Local government, community institutions and the private sector are

essential partners in the economic development process”. Pandangan Blakely sejalan

pula dengan paradigma baru pembangunan bahwa untuk menyelesaikan suatu

masalah pembangunan di suatu daerah, harus dilakukan melalui institutional

radicalization, yaitu kembali ke akar kelembagaan yang tumbuh (berada) di

tengah-tengah masyarakat itu sendiri.

Sering terjadi, Community Development justru mengubah keseimbangan

elemen-elemen dalam masyarakat yang ada. Apabila hal ini terjadi maka dalam

jangka panjang akan merugikan masyarakat. Community Development sebaiknya

dilaksanakan dengan mempertahankan perspektif keseimbangan yang ada

di masyarakat lokal.

Menurut Riza (dalam Info URDI Vol. 16), Community Development agar

dapat dilaksanakan secara efektif perlu didasarkan pada beberapa pemahaman dasar

seperti di bawah ini:

a. Upaya jangka panjang. Community Development merupakan sebuah proses

terus menerus (on-going process) yang menuntut lebih kepada pengembangan

kelembagaan dan bukan serangkaian aktivitas dalam kerangka proyek.

b. Terbuka dan setara. Community Development adalah proses yang terbuka

(43)

yang melihat berbagai stakeholder Community Development secara setara

menjadi keharusan. Sikap ini merupakan prasyarat untuk mengembangkan

partisipasi.

c. Milik masyarakat. Community Development merupakan aktivitas yang

dimiliki oleh masyarakat. Karenanya desain, proses, dan pengembangannya

dilaksanakan oleh dan untuk masyarakat lokal.

d. Berdasar pada pengalaman kasus-kasus yang terbaik (best practices).

Community Development merupakan bagian dari proses sejarah masyarakat

lokal. Community Development terutama dengan perspektif Appreciative

Inquiry melihat bahwa di masyarakat banyak hal-hal positif yang dapat

menjadi batu pijakan melaksanakan berbagai aktivitas lainnya.

Dengan demikian Community Development yang dikembangkan sebagai

respon sesaat pada isu atau kecenderungan tertentu, membuat masyarakat tidak dapat

berpartisipasi, dan dilaksanakan terisolasi dari sektor-sektor lain pada dasarnya

bukanlah Community Development.

2.3 Konsep Pengembangan Wilayah

Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses literatif

yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoretis dengan

pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan kata

lain, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari

(44)

kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan

kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia.

Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia,

terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama

adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya

hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni

faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an)

yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan

argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan

(unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang

menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan

menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann (era

1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah

pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat

pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya

model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan

wilayah.

Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah di atas

kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran cemerlang

putra-putra bangsa. Di antaranya adalah Sutami (era 1970-an) dengan gagasan bahwa

pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi

(45)

Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota

dan hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota. Selanjutnya adalah Ruslan Diwiryo

(era 1980-an) yang memperkenalkan konsep Pola dan Struktur ruang yang bahkan

menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada

periode 1980-an ini pula, lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP)

sebagai upaya untuk mewujudkan sitem kota-kota nasional yang efisien dalam

konteks pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula

menjadi cikal-bakal lahirnya konsep Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu

(P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan

peran kota yang diarahkan dalam SNPP. Pada era 90-an, konsep pengembangan

wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan

KBI, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan

perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millenium, bahkan, mengarahkan

konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan pemahaman teoretis dan pengalaman empiris di atas, maka

secara konsepsual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai

rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber

daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah

nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor

pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan

(46)

Berpijak pada pengertian di atas maka pembangunan seyogyanya tidak hanya

diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun

lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan

pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan

mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama

pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang

didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya.

2.4 Definisi Wilayah Pesisir

Definisi wilayah pesisir masih menjadi perdebatan bayak pihak mengingat

sulitnya membuat batasan zonasi wilayah pesisir yang dapat dipakai untuk berbagai

tujuan kepentingan. Kay (1999) mengelompokkan pengertian wilayah pesisir dari dua

sudut pandang yaitu sudut pandang akademik keilmuan dan dari sudut kebijakan

pengelolaan. Dari sisi keilmuan (Ketchum, 1972 dalam Kay 1999) mendefinisikan

wilayah pesisir sebagai sabuk daratan yang berbatasan dengan lautan dimana proses

dan penggunaan lahan di darat secara langsung dipengaruhi oleh proses lautan dan

sebaliknya.

Definisi wilayah pesisir dari sudut pandang kebijakan pengelolaan meliputi

jarak tertentu dari garis pantai ke arah daratan dan jarak tertentu ke arah lautan.

Definisi ini tergantung dari isu yang diangkat dan faktor geografis yang relevan

dengan bentang alam pantai (Hidebrand and Norrena, 1992 dalam Kay 1999).

(47)

penggunaan wilayah pesisir dan sumber daya di dalamnya dari area yang telah

ditentukan, dimana batas-batas secara politik biasanya dihasilkan melalui keputusan

legislatif atau eksekutif (Jones and Westmacott, 1993 dalam Kay 1999).

Menurut Budiharsono (2001) dalam pembangunan wilayah pesisir dan lautan

dengan menggunakan pendekatan pembangunan wilayah terpadu

sekurang-kurangnya memperhatikan enam aspek, yang merupakan pilar-pilar pembangunan

wilayah, yaitu : (1) aspek biogeofisik; (2) aspek ekonomi; (3) aspek sosial, politik dan

budaya; (4) aspek kelembagaan; (5) aspek lokasi dan (6) aspek lingkungan. Keenam

aspek tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Pilar Pembangunan Wilayah Pesisir Terpadu

Aspek biogeofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya

nirhayati, jasa-jasa kelautan maupun sarana dan prasarana yang ada di wilayah pesisir

dan lautan. Sedangkan aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi

(48)

di wilayah pesisir dan lautan. Aspek sosial budaya, politik dan hankam meliputi

kependudukan, kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (dalam bidang politik),

budaya masyarakat pesisir dan lautan serta pertahanan dan keamanan.

Aspek lokasi meliputi ruang (spatial) yang berkaitan dengan dimana komoditi

lautan diproduksi dan bagaimana memperoleh sarana produksi, diolah maupun

dipasarkan. Aspek lokasi juga menunjukkan keterkaiatan antarwilayah yang satu

dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan aspek sarana produksi, produksi,

pengolahan maupun pemasaran.

Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi

mengambil input dari ekosistem, apakah merusak atau tidak. Misalnya dalam

perikanan tangkap, apakah pengangkapan dilakukan secara berlebihan atau tidak

yang akan mengakibatkan kelestarian ikan tersebut terancam.

Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam

pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, apakah kondusif atau tidak, baik berupa

property right, territorial use right, entitlement, indigenous knowledge maupun

kelembagaan lokal lainnya. Kelembagaan juga meliputi peraturan dan perundangan

yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun

lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada di wilayah pesisir tersebut.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Rika tahun 2007, yang berjudul “Dampak

(49)

Pengembangan Wilayah Desa Gambus Laut Kecamatan Lima Puluh Kabupaten

Asahan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Proyek MCRMP berdampak cukup

signifikan terhadap jumlah produksi ikan, harga jual ikan dan pendapatan masyarakat,

pengembangan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat serta pengembangan wilayah

di Desa Gambus Laut Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Asahan. Dampak proyek ini

antara lain berpengaruh terhadap kenaikan jumlah produksi, harga jual dan

pendapatan masyarakat. Selain itu peranan institusi yang semakin meningkat,

khususnya kelompok nelayan yang berakibat terhadap peningkatan aktivitas ekonomi

yang secara bersama-sama mengakibatkan pengembangan wilayah Kecamatan Lima

Puluh Kabupaten Asahan.

Hasil penelitian Usman Kaharu dan kawan-kawan tahun 2000 tentang

Pemberdayaan LKMD Bagi Pembangunan Masyarakat Lokal (Studi Kasus di Kota

Gorontalo) menunjukka n bahwa:

a. Pemberdayaan LKMD Kota Gorontalo bagi pembangunan masyarakat lokal

di lihat dari segi perencanaan, pelaksanaan maupun pengendalian telah

menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Hal ini ditandai adanya upaya

mereka dalam menyusun perencanaan, melaksanakan dan mengendalikan

pelaksanaan perencanaan pembangunan setelah melewati proses pertemuan, rapat

atau musyawarah. Kegiatan seperti ini sebagai perwujudan upaya meningkatkan

kesatuan visi dalam hal melihat sifat dan luasnya masalah, sekaligus

memecahkannya.

b. Dalam rangka peningkatan kemampuannya, LKMD Kota Gorontalo selalu

(50)

manusia seperti tingkat pendidikan, pengalaman, tokoh masyarakat atau sesepuh

desa, sumber daya alam serta sumber dana seperti bantuan desa (Bandes), jaring

pengaman sosial (JPS) serta swadaya gotong royong masyarakat.

c. Dalam rangka peningkatan integritas, LKMD Kota Gorontalo berusaha untuk

melaksanakan setiap rencana pembangunan yang telah disetujui bersama dengan

cara ikut serta dalam pengendalian pembangunan bersama pembina maupun dinas

/instansi terkait lainnya.

d. Bahwa LKMD Kota Gorontalo telah mampu menginventarisir sekaligus

mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi pemberdayaan maupun tingkat

keberdayaannya, seperti kualitas sumber daya manusia maupun sumber daya

lainnya, kesejahteraan dan moral.

e. Bahwa LKMD kota Gorontalo telah mampu mengemukakan kritik secara berani

dan transparan tentang kelemahan LKMD selama ini serta mengemukakan

saran-saran dalam rangka pemberdayaan maupun tingkat keberdayaannya baik

menyangkut pengurus, pembina maupun sumber daya lainnya.

f. Bahwa pemberdayaan LKMD Kota Gorontalo bagi pembangunan masyarakat

lokal, cenderung mempengaruhi perluasan kesempatan kerja, pemerataan

pendapatan maupun peningkatan pendapatan, yang sifatnya temporer dan terbatas

pada mereka yang memiliki keterampilan tertentu saja.

g. Bahwa hasil penelitian ini belum cukup untuk menjawab seluruh pertanyaan

penelitian tentang pemberdayaan LKMD bagi pembangunan masyarakat lokal

(51)

Penelitian Josua (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Pola Kemitraan

dalam Praktek Tanggung Jawab Sosial Perusahaan pada Program Community

Development PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. di Kecamatan Porsea Kabupaten Toba

Samosir”, menyimpulkan bahwa motif utama PT. Toba Pulp Lestari, Tbk.

menggulirkan kebijakan paradigma baru sebagai deskripsi tanggung jawab sosialnya

adalah untuk mengamankan operasional pabrik. Sehingga motif tersebut

mengaburkan aspek kerelaan (voluntarism) dan kemitraan yang dibangun atas dasar

hubungan sub ordinasi, dimana masing-masing partisipan memiliki status,

kemampuan dan kekuatan yang tidak seimbang. Yayasan yang dibentuk idealnya

adalah merupakan representasi dari sektor sukarela (voluntary) yang berperan sebagai

agen pembaharu (change agent) untuk mendinamisasi program dalam rangka

pemberdayaan masyarakat, namun kenyataannya lebih cenderung sebagai korporasi

negara.

Kemudian Ichsan (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Implementasi

Program Community Development di Pertamina UPMS IV Semarang

menyimpulkan bahwa kinerja implementasi program community development tidak

berjalan dengan baik, sehingga program tersebut gagal dan perlu ditinjau ulang dalam

pelaksanaan program, karena terdapat bias dari implementasi program communty

development tersebut dilihat dari indikator output, disebabkan Pertamina tidak

(52)

2.6 Kerangka Pemikiran

Berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian, maka dalam hal ini dapat

digambarkan kerangka pemikiran yang menjelaskan dampak Program Community

Development PT. Inalum terhadap pengembangan wilayah pesisir Kecamatan Sei

Suka.

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Program

Community Development PT. Inalum

Pemberdayaan

Masyarakat Kelembagaan

Pengembangan Wilayah Pesisir Kec. Sei Suka

Bidang Infrastruktur Perekonomian/

(53)

2.7 Hipotesis Penelitian

Program Community Development PT. Inalum berupa pembangunan jalan dan

jembatan berdampak terhadap pertumbuhan pembangunan daerah permukiman

(54)

3.1 Lokasi Penelitian dan Jadwal Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di dua desa yang termasuk dalam wilayah

Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara, yaitu Desa

Kuala Indah dan Desa Kuala Tanjung. Dipilih kedua Desa tersebut karena sangat

berdekatan dengan PT. Indonesia Asahan Aluminium dan mendapatkan program

Community Development.

Penelitian ini direncanakan berlangsung selama dua bulan yaitu Bulan Maret

sampai dengan Mei 2008. Prapenelitian telah dilakukan pada Bulan Desember 2007.

3.2 Populasi dan Sampel

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh masyarakat yang

berada di Desa Kuala Tanjung dan Desa Kuala Indah. Mengingat populasi yang

begitu besar, maka perlu dipilih sejumlah sampel yang mewakili populasi. Banyaknya

sampel dihitung dengan menggunakan rumus dari Slovin (Husein, 2003), yaitu:

(55)

Berdasarkan rumus tersebut maka diketahui bahwa jumlah sampel dari

penelitian ini adalah:

( )

0,1 1

Dari perhitungan tersebut, maka banyaknya sampel dibulatkan menjadi 100

orang. Dari 100 orang sampel, didistribusikan ke masing-masing dusun di dua desa

tersebut.

Tabel 3.1 Komposisi Penduduk Kecamatan Sei Suka Tahun 2007

NO NAMA DESA/

KELURAHAN

LUAS JLH.

DSN JUMLAH PENDUDUK KEPALA

WILAYAH

(56)

JUMLAH

17.022 117 26.383 25.270 51.653 12.715

Sumber: Kantor Camat Sei Suka, September 2007

Berdasarkan Tabel 3.1 di atas, maka pengambilan sampel secara Cluster

Random Sampling. Adapun rinciannya adalah:

Tabel 3.2 Penentuan Jumlah Sampel Penelitian

Nama Desa Dusun Jumlah

3.3 Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Pengumpulan Data Primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan

penelitian secara langsung ke lokasi penelitian sesuai dengan masalah

yang diteliti, yang dapat dilakukan dengan:

a. Pengamatan (Observasi), yaitu dengan cara pengamatan atau bentuk

observasi biasa yang bersifat non partisipasi, dimana penulis hanya

mengamati dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan obyek

Gambar

Gambar 2.1. Dinamika Perkembangan Wacana CD
Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat
Tabel 3.1 Komposisi Penduduk Kecamatan Sei Suka Tahun 2007
Tabel 3.2 Penentuan Jumlah Sampel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait