• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Predasi Cecopet ( Forficula auricularia ) (Dermaptera: Nisolabididae) Pada Berbagai Instar Larva Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) Dilaboraturium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Daya Predasi Cecopet ( Forficula auricularia ) (Dermaptera: Nisolabididae) Pada Berbagai Instar Larva Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) Dilaboraturium"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA PREDASI CECOPET (Forficula auricularia ) (Dermaptera : Nisolabididae) PADA BERBAGAI INSTAR LARVA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.)

(Lepidoptera : Noctuidae) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

Oleh: YASIR AROBI

080302068 HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

DAYA PREDASI CECOPET ( Forficula auricularia ) (Dermaptera: Nisolabididae) PADA BERBAGAI INSTAR LARVA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.)

(Lepidoptera : Noctuidae) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

Oleh: YASIR AROBI

080302068 HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

(3)

ABSTRACT

Yasir Arobi, " The Ability of Cecopet (Forficula auricularia) (Dermaptera: Nisolabididae) on some Instar of Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) in the Laboratory", under supervised by Ir. Syahrial Oemry, MS. and Ir. Fatimah Zahara. The is research was to study the ability of Cecopet (Forficula auricularia) on some instar of Spodoptera litura F. The research was held at the Insect Laboratory of Agriculture Faculty University of North Sumatera , Medan, North Sumatera since Agustus - September 2012. The method of this research was Randomized Complete Design Non Factorial with eight treatments (control with 1st and 4th instar, 2 males cecopet, female, a pair on 10 larvae 2nd and 4th instar/stoples) with three replications.The results showed that the highest percentage of mortality was C2 (2

female cecopet on 10 larvae/ stoples) is 96,67% and the lowest was C02 (control with

4th instar) is 0%.

(4)

ABSTRAK

Yasir Arobi “Daya Predasi Cecopet (Forficula auricularia) (Dermaptera : Nisolabididae) Pada Berbagai Instar Larva Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

(Lepidoptera : Noctuidae) di Laboratorium” di bawah bimbingan Bapak Ir. Syahrial Oemry, M.S dan Ibu Ir. Fatimah Zahara. Penelitian bertujuan untuk

mengetahui daya predasi cecopet (Forficula auricularia) terhadap beberapa instar ulat grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) di Laboratorium . Penelitian dilakukan pada bulan Agustus – September 2012 di Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap non-faktorial yaitu 8 perlakuan (kontrol instar 2 dan 4, 2 ekor cecopet jantan, betina, sepasang terhadap 10 ekor larva ulat grayak instar 2 dan 4/stoples dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati meliputi persentase mortalitas dan perilaku hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase mortalitas cecopet tertinggi terdapat pada perlakuan C2 ( 2 ekor cecopet betina terhadap 10 ekor larva instar 2 ulat grayak/stoples) yaitu sebesar 96.67% dan yang terendah pada perlakuan C02 (kontrol instar 4) sebesar 0 %.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul skripsi ini adalah “Daya Predasi Cecopet (Forficula auricularia) (Dermaptera : Nisolabididae) Pada Berbagai Instar Larva Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) di Laboratorium” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi

Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Komisi Pembimbing Ir. Syahrial Oemry, MS., selaku ketua dan Ir.

Fatimah Zahara, selaku anggota yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat

membangun demi kesempurnaan tulisan ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

Yasir Arobi lahir pada tanggal 8 September 1989 di desa Silau Jawa Bandar

Pasir Mandoge Kabupaten Asahan, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, putra dari

Ayahanda Ruslan dan Ibunda Khairunnidar Manurung.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

- Tahun 2002 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 014731 Mandoge

- Tahun 2005 lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1

Kisaran

- Tahun 2008 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Dharmawangsa

Medan

- Tahun 2008 lulus dan diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN

Penulis pernah aktif dalam organisai kemahasiswaan yaitu:

- Anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) tahun

2008-2011

- Asisten Laboratorium Mikrobiologi Aquatik pada tahun 2011-2012

- Asisten Laboratorium Organisme Pengganggu Tanaman pada tahun 2012

- Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Langkat Nusantara

Kepong (LNK), Kebun Tanjung Keliling, Langkat pada Juni - Juli 2011.

- Melaksanakan penelitian di Laboratorium Hama, Fakultas Pertanian,

(7)

DAFTAR ISI

Pengendalian Ulat Grayak ... 8

Serangga Predator Cecopet (Forficula aurucularia) ... 10

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Predator ... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 16

(8)

Cara Memangsa ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 24 Saran ... 24

(9)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hlm

Tabel 1. Rataan Persentase Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal.

1 Larva Spodoptera litura F ... 6

2 Pupa Spodoptera litura F ... 6

3 Imago Spodoptera litura F ... 7

4 Gejala serangan Spodoptera litura F ... 8

5 Telur Forficula auricularia ... 11

6 Nimfa Forficula auricularia ... 11

7 Imago Forficula auricularia ... 12

8 Histogram Rataan Persentase Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.) Untuk Setiap Perlakuan Pada 10 Kali Pengamatan ... 21

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1. Bagan Penelitian ... 27

2. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 1 hsa... 28

3. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 2 hsa... 29

4. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 3 hsa... 30

5. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 4 hsa... 32

6. Data Mortalitas Rayap Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 5 hsa... 34

7. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 6 hsa... 36

8. Data Mortalitas Rayap Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 7 hsa... 38

9. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 8 hsa... 40

10. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 9 hsa... 42

11. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 10 hsa... 44

(12)

ABSTRACT

Yasir Arobi, " The Ability of Cecopet (Forficula auricularia) (Dermaptera: Nisolabididae) on some Instar of Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) in the Laboratory", under supervised by Ir. Syahrial Oemry, MS. and Ir. Fatimah Zahara. The is research was to study the ability of Cecopet (Forficula auricularia) on some instar of Spodoptera litura F. The research was held at the Insect Laboratory of Agriculture Faculty University of North Sumatera , Medan, North Sumatera since Agustus - September 2012. The method of this research was Randomized Complete Design Non Factorial with eight treatments (control with 1st and 4th instar, 2 males cecopet, female, a pair on 10 larvae 2nd and 4th instar/stoples) with three replications.The results showed that the highest percentage of mortality was C2 (2

female cecopet on 10 larvae/ stoples) is 96,67% and the lowest was C02 (control with

4th instar) is 0%.

(13)

ABSTRAK

Yasir Arobi “Daya Predasi Cecopet (Forficula auricularia) (Dermaptera : Nisolabididae) Pada Berbagai Instar Larva Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

(Lepidoptera : Noctuidae) di Laboratorium” di bawah bimbingan Bapak Ir. Syahrial Oemry, M.S dan Ibu Ir. Fatimah Zahara. Penelitian bertujuan untuk

mengetahui daya predasi cecopet (Forficula auricularia) terhadap beberapa instar ulat grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) di Laboratorium . Penelitian dilakukan pada bulan Agustus – September 2012 di Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap non-faktorial yaitu 8 perlakuan (kontrol instar 2 dan 4, 2 ekor cecopet jantan, betina, sepasang terhadap 10 ekor larva ulat grayak instar 2 dan 4/stoples dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati meliputi persentase mortalitas dan perilaku hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase mortalitas cecopet tertinggi terdapat pada perlakuan C2 ( 2 ekor cecopet betina terhadap 10 ekor larva instar 2 ulat grayak/stoples) yaitu sebesar 96.67% dan yang terendah pada perlakuan C02 (kontrol instar 4) sebesar 0 %.

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ulat Spodoptera litura F. (Lepidoptera; Noctuidae) merupakan salah satu hama yang penting karena mempunyai kisaran inang yang luas meliputi kedelai, kacang

tanah, kubis, ubi jalar, kentang, dan lain-lain. S. litura F. menyerang tanaman budidaya pada fase vegetative dan generative yaitu memakan daun tanaman yang

muda sehingga tinggal tulang daun dan memakan polong-polong muda (Fitriani,

2011).

Ulat S. litura F. tersebar secara luas, karena bersifat polifagus dengan sayuran dan tanaman sebagai inangnya. Melalui mandibula kuat serangga, bisa

menghancurkan dan merusak semua fase pertumbuhan tanaman kubis dengan

memakan daun tanaman di lahan yang menyebabkan lubang tidak teratur jika tidak

dikontrol, serangga dapat mengurangi hasil 50% sampai 100%. Sampai sekarang

sangat sedikit yang diketahui tentang anatominya dan karakteristik perilaku meskipun

serangga tersebar luas (Cardona et al, 2007).

Umumnya, ulat grayak dikendalikan dengan insektisida yang diaplikasikan

secara terjadwal, mulai tanaman berumur 3-9 minggu setelah tanam dengan frekuensi

seminggu sekali atau lebih. Penggunaan insektisida menjadi berlebihan, sehingga

seringkali tidak mengenai sasaran, bahkan dapat menimbulkan dampak negatif, baik

terhadap pendapatan petani, maupun lingkungan, seperti musnahnya serangga berguna

(parasitoid, predator, dan penyerbuk), dan munculnya gejala resurgensi dan resistensi

hama terhadap insektisida. Cara tersebut dilakukan petani karena belum tersedia cara

pengendalian lain yang efektif dan berwawasan lingkungan. Mengingat dampak

(15)

sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pelaksanaannya dengan menciptakan dan

menerapkan teknologi pengendalian hama yang berwawasan lingkungan, antara lain

dengan memanfaatkan musuh alami (Arifin, 2011).

Pengendalian hama tanaman yang dikembangkan dewasa ini adalah menekan

jumlah populasi hama yang menyerang tanaman sampai pada tingkat populasi yang

tidak merugikan. Komponen pengendalian hama yang dapat diterapkan untuk

mencapai sasaran tersebut antara lain pengendalian hayati, pengendalian secara fisik

dan mekanik, pengendalian secara fisik dan kimiawi

(EPPO, 2005 dalam fitriani, 2011).

Pestisida kimia, khususnya insektisida, mempunyai dampak yang sangat

merugikan bagi keanekaragaman hayati serangga termasuk artropoda predator dan

parasit, terutama insektisida yang berspektrum luas. Resurgensi serangga hama

sasaran setelah aplikasi insektisida disebabkan karena tertekannya musuh alami

serangga hama itu. Serangga lain yang mempunyai fungsi ekologi penting seperti

serangga penyerbuk juga ikut punah. Dampak buruk ini dapat meluas sampai di Iuar

ekosistem pertanian jika pestisida itu persisten (Sasromarsono, 2000).

Beberapa cara dapat digunakan untuk menanggulangi serangan hama, antara

lain menggunakan agen hayati (parasitoid, predator dan microbial agents atau patogen

serangga). Beberapa patogen serangga (jamur, bakteri, virus dan nematoda) telah

digunakan untuk mengendalikan ulat grayak pada tanaman kedelai, tembakau dan

kapas (Trisnaningsih dan Arifin, 2008).

Pengendalian hama pada tanaman diarahkan pada penerapan Pengendalian

Hama Terpadu (PHT). PHT adalah suatu pendekatan atau cara pengendalian hama

(16)

pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Musuh alami

(parasit, predator, dan pathogen serangga) merupakan faktor pengendalian hama

penting yang perlu dilestarikan dan dikelola agar mampu berperan secara maksimum

dalam pengaturan populasi hama di lapang (Nathan dan Kalaivani, 2005).

Salah satu predator yang cukup potensial sebagai agens hayati adalah cecopet

(Dermaptera). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurindah dan

Bindra (1988) mengemukakan bahwa cecopet dapat memangsa telur dan larva

Helicoverpa armigera pada pertanaman kapas secara alami hingga 57%. Javier dan Morallo (1991) mengemukakan bahwah cecopet merupakan predator yang efektif

karena dapat memangsa telur, larva dan pupa penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis. Selanjutnya cecopet juga banyak memangsa Bactrocera dorsalis pada tanaman cabai (Annie et al.,dalam Labiran, 2006).

Sehubungan dengan berkembangnya pemanfaatan musuh alami dalam

menekan populasi hama, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

(17)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui daya predasi cecopet (F. auricularia) terhadap beberapa instar larva ulat grayak di Laboratorium

Hipotesis Penelitian

1. Predator cecopet (F. auricularia) efektif mengendalikan larva ulat grayak

(S. litura) pada instar tertentu.

2. Predator cecopet (F. auricularia) lebih efektif memangsa larva ulat grayak

(S. litura) instar muda dari pada instar tua.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi

Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Hama

Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Noctuidae

Genus : Spodoptera

Spesies : Spodoptera litura F.

Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun

(kadang-kadang tersusun dua lapis, berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

berkelompok (masing-masing berisi 25-500 butir) (Gambar 1).

Gambar 1. Telur Spodoptera litura F. Sumber : foto langsung

Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh

bagian ujung ngengat betina. Lama stadium telur 3-5 hari setelah diletakkan

(19)

Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam

kecoklat-coklatan dan hidup berkelompok. Umumnya larva mempunyai titik hitam

arah lateral pada setiap abdomen (Gambar 2).

Gambar 2. Larva Spodoptera litura F. Sumber : Foto langsung

Ulat membuat lubang pada daun. Siang hari bersembunyi dalam tanah (tempat

yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari lama stadium larva 6 – 13 hari

(Kalshoven 1981).

Pupa berwarna kecoklatan berada dalam tanah atau pasir (Gambar 3).

Gambar 3. Pupa Spodoptera litura F. Sumber: foto Langsung

Pada bagian ventral, abdomen segmen terakhir pupa jantan, dijumpai dua titik

(20)

sedang titik yang di bawahnya adalah calon anus. Pupa betina mempunyai dua titik yang

saling berdekatan(Sudarmo, 1992).

Larva berkepompong dalam tanah atau pasir. Membentuk pupa tanpa rumah pupa

(kokon) berwarna coklat kemerahan dan berkisar 1.6 cm. Lama stadium larva 10 – 14

hari (Erwin, 2000).

Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap

belakang berwarna keputih-putihan dengan bercak hitam (Gambar 4).

Gambar 4. Imago Spodoptera litura F. Sumber : Foto Langsung

Malam hari ngengat dapat terbang sejauh lima kilometer. Seekor ngengat betina

dapat meletakkan 2000-3000 telur (Ardiansyah, 2007). Dengan masa peletakan telur 2 – 6

hari dan lama stadium imago yaittu 5 – 9 hari (Sudarmo, 1992).

Gejala Serangan Spodoptera litura F.

Kerusakan daun yang diakibatkan larva yang masih kecil merusak daun dengan

meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun

saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim

(21)

Gambar 5. Gejala Serangan Spodoptera litura F. Sumber : Foto langsung

Larva instar lanjut merusak tulang daun dan buah. Pada serangan berat

menyebabkan gundulnya tanaman (Sudarmo, 1992).

Saat keluar dari telur, ulat hidup bergerombol disekitar paket sampai dengan instar

ke-3, dan fase ini ulat memakan daun dengan gejala transparan. Pada instar ke-4 ulat

menyebar kebagian tanaman atau ketanaman sekitarnya (Subandrijo dkk, 1992).

Pengendalian

Pengendalian hama ulat grayak ini dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Pengendalian yang optimal dapat dimulai dengan membersihkan sekitar pertanaman

dari gulma sehingga tidak ada inang sementara bagi hama ini. Selanjutnya dapat

dilakukan pengendalian dengan memerangkap kupu-kupu jantannya dengan sex

pheromone. berkurangnya kupu-kupu jantan menyebabkan produksi telur kupu-kupu betina juga akan berkurang, cara pengendalian ini akan effektif apabila diterapkan

sejak awal.

Sex pheromone yang mudah dan praktis untuk diaplikasikan

adalah Ugratasyang merupakan singkatan dari Ulat grayak brantas tuntas. Ugratas berbentuk seperti benang plastik berwarna merah dan digantung pada botol bekas air

(22)

effektivitasnya dalam memerangkap serangga jantan kurang lebih 3 minggu, sehingga

setelah 3 minggu harus diganti kembali.

Penggunaan sex pheromone ini lebih menguntungkan karena karena tidak

berdampak negatif bagi lingkungan sehingga aman bagi manusia dan ternak dan tidak

menimbulkan kekebalan (resistensi) hama terhadap insektisisda serta dapat

memperlambat perkembangan populasi hama tersebut sehingga dapat mengurangi

penggunaan insektisida.

Sedangkan setelah menjadi larva, ulat grayak dapat dikendalikan secara

mekanis, hayati maupun kimia. Pengendalian ulat grayak secara mekanis adalah

dengan mengumpulkan dan memusnahkan ulat grayak yang tertangkap. Sedangkan

secara hayati dilakukan dengan aplikasi agensia hayati berbahan aktif Bacilus thuringiensis yang dipasar dikenal dengan merk dagang seperti Dipel, Florbac, Bactospeine danThuricide. Pengendalian secara hayati ini tidak boleh digabung dengan pengendalian secara kimia, karena hasilnya pasti tidak effektif bahkan bisa

dikatakan mubazir karena bahan-bahan kimia yang terkandung dalam insektisida

tersebut dapat mematikan agensia hayati tersebut.

Secara kimia pengendalian ulat grayak dilakukan dengan menyemprotkan

insektisida secara berseling, misalnya dengan Decis 2,5 EC dengan dosis 0,5 –

1,0 ml per liter air, Hostathion 40 EC dengan dosis 2 cc per liter air atau Orthene 75

SP 1 gr per liter air. Penggunnaan insektisisda ini harus dilakukan secara bijak

(23)

Serangga Predator F. auricularia

Biologi Predator

Cecopet mudah dikenal karena ada penjepit pada ekornya. Penjepit dipakai

untuk menangkap dan memegang mangsanya, serta pertahanan diri. Cecopet biasanya

berwarna hitam atau coklat, dewasa bisa bersayap atau tanpa sayap, aktif pada malam

hari, pada siang hari bersembunyi dalam tanah atau dalam bagian tanaman. Cecopet

memangsa telur, larva dan nimfa serta imago serangga yang badannya lembut

(Deptan, 2008).

Menurut Skelley (2007) cecopet diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Dermaptera

Famili : Forficulidae

Genus : Forficula

Spesies : F. auricularia

F. auricularia dapat menghasilkan 50 – 90 telur masing- masing memiliki panjang 1,5 mm, diletakan di atas permukaan tanah pada seresah sisa-sisa tanaman

(Gambar 6). Stadia telur selama 10 hari, betina akan menjaga telur-telur didalam

(24)

Gambar 6. Telur Forficulaauricularia

Sumber : www.google.co.id/imgres

Nimfa pengembangan meliputi 4 instar, lamanya stadia nimfa 40-50 hari .

Nimfa instar 1 dan 2 menghabiskan waktu di atas permukaan tanah dan masih dalam

pengawasan cecopet dewasa. Pada instar 3 dan 4 mulai menyebar pada lingkungan

sekitar (Gambar 7) (Skelley, 2007).

Gambar 7. Nimfa Forficulaauricularia

Sumber: Foto langsung

F . auricularia dewasa memiliki panjang 12-15 mm , Memiliki dua pasang sayap (satu pasang seperti berkulit, dan satu pasang membran). Mengalami

metamorfosis tidak sempurna. Tipe mulut menggigit lamanya siklus hidup 1 tahun

(25)

Gambar 8. Imago Forficulaauricularia (a) betina (b) jantan Sumber: Foto langsung

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Predator

1. Habitat

a. Faktor iklim, seperti curah hujan, suhu, angin yang tidak mendukung.

b. Tanaman inang, berpengaruh terhadap ketahanan atau kepekaan terhadap

serangga hama.

c. Kompetisi dengan spesies lain.

d. Pengaruh pestisida.

2. Inang

a. Sebagian besar generasi inang tidak sinkron dengan musuh alami

b. Terjadinya strain atau biotipe baru dari inang atau mangsa

c. Stadia inang tertentu yang tidak cocok

3. Musuh alami

a. Adanya migrasi atau diapauses

b. reproduksi musuh alami rendah

c. musuh alami bersifat kurang baik

a

(26)

Kemampuan predator dalam memakan mangsanya dapat terjadi kenaikan yang

tajam hal ini dikarenakan mangsa yang terlalu jarang dimangsa, hingga sampai pada

suatu titik yang menggambarkan keadaan predator yang telah jenuh dalam memakan

mangsanya (Horn, 1988).

Kesukaan predator sangat kuat dipengaruhi oleh efisiensi pencarian makanan

yang dihubungkan dengan bagian mangsa yang potensial. Kesukaan predator

tergantung pada kualitas mangsa dan energi yang dikeluarkan untuk menangkap

(27)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit

Tumbuhan Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan ketinggian tempat ±25 m di

atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan agustus sampai September

2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cecopet, larva ulat grayak

instar 2 dan 4, serta daun tembakau segar sebagai pakan.

Alat-alat yang digunakan adalah stoples, kain kasa, tisu, karet gelang

modifikasi, kertas label, alat tulis, dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non factorial.

yang terdiri 8 perlakan yaitu :

C01 : Kontrol dengan 10 larva ulat grayak instar 2/stoples

C02 : Kontrol dengan 10 larva ulat grayak instar 4/stoples

C1 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet jantan setiap 10 ekor larva ulat grayak

instar 2/ stoples.

C2 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet betina setiap 10 ekor larva ulat grayak

instar 2/ stoples.

C3 : Diaplikasikan sepasang predator cecopet setiap 10 ekor larva ulat grayak

(28)

C4 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet jantan setiap 10 ekor larva ulat grayak

instar 4/ stoples.

C5 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet betina setiap 10 ekor larva ulat grayak

instar 4/ stoples.

C6 : Diaplikasikan sepasang predator cecopet setiap 10 ekor larva ulat grayak

instar 4/ stoples.

Banyak ulangan dari masing-masing perlakuan adalah :

t (r-1) ≥ 15

Jumlah unit percobaan : 24 Unit Percobaan

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan

model linier sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + Eij

I = 1,2,…,t

J = 1,2,…,r

t = jumlah perlakuan

(29)

Dimana:

Yij = data yang disebabkan pengaruh perlakuan pada taraf ke i dan ulangan ke j

µ = rataan atau nilai tengah

αi = efek yang sebenarnya dari perlauan pada taraf ke i

Eij = efek error dari treatment ke I dan ulangan ke j

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Media Perlakuan

Media yang digunakan berupa stoples volume 16 liter dengan ukuran

13cm x 19cm x 19cm yang telah diisi dengan pakan S.litura yaitu daun tembakau yang diambil dari lapangan. Media disediakan sebanyak 24 stoples. Stoples ditutup

dengan kain kasa pada bagian atas dan diikat dengan karet gelang modifikasi.

Penyediaan Larva Serangga Uji

Perbanyakan ulat grayak (S. litura) dilakukan dengan cara mengambil sebanyak mungkin kelompok telur dari lapangan. Telur-telur lalu dimasukkan kedalam

stoples, kemudian kelompok telur dipelihara sehingga menjadi larva. Perbanyakan

dilakukan untuk mendapatkan larva dengan instar yang sama yaitu instar 2 dan 4.

Penyediaan Predator Cecopet

Predator cecopet diambil dari lapangan dengan kriteria nimfa akhir, kemudian

dipelihara hingga menjadi dewasa dilaboratorium untuk selanjutnya diseleksi jenis

kelamin jantan dan betina.

Pengaplikasian

Pengaplikasian predator cecopet dilakukan dengan cara menginfestasikankan

cecopet pada stoples yang telah berisi larva ulat grayak beserta daun tembakau segar

(30)

dimana jumlah cecopet yang diinfestasikan sesuai dengan perlakuan yang telah

ditetapkan.

Peubah pengamatan

Persentase Mortalitas Larva S.litura

Pengamatan terhadap ulat grayak (S. litura) yang mati dilakukan setiap hari setelah satu hari aplikasi hingga 10 kali pengamatan. Persentase mortalitas dilakukan

dengan menghitung larva yang mati dengan menggunakan rumus:

P = ×100%

b a

Keterangan:

P = Persentase mortalitas larva

a = Jumlah larva yang mati

b = Jumlah larva yang diamati

(Fayone dan lauge, 1981 dalam Ginting, 1996)

Cara Memangsa

Cara memangsa dilakuan dengan melihat dan mengamati perilaku cecopet dari

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase Mortalitas

Data pengamatan persentase mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.) dapat dilihat pada lampiran 2 - lampiran 11. Pengambilan data dilakukan pada 1hsa hingga

10 hsa. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian 2 ekor

predator cecopet (Forficula auricularia) menunjukkan hasil yang tidak nyata pada pengamatan hari ke 1 dan 2 sedangkan pada pengamatan hari ke 3 hingga 10 sangat

nyata. Untuk mengetahui hasil yang berbeda sangat nyata dapat dilihat pada Tabel.

Tabel . Rataan Persentase Mortalitas Spodoptera litura F. Untuk Setiap Perlakuan Pada 10 Kali Pengamatan.

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

...berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut Uji Jarak Duncan.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kemampuan memangsa larva

ulat grayak berturut-turut yaitu C2 sebesar 96,67%, C1 sebesar 90%, C3 sebesar

86,67%, C5 sebesar 40%, C4 sebesar 36,67%, C6 sebesar 26,67%, C01 sebesar 3,33%

dan C02 sebesar 0%. dimana terdapat perbedaan yang sangat nyata antara C1,C2,C3

dan C4,C5,C6 terhadap kedua kontrol. Hal ini disebabkan pemberian perlakuan larva

mangsa instar 2 dan instar 4 yang menyebabkan kemampuan memangsa predator

cecopet saling berbeda karena larva instar 4 memiliki ukuran tubuh yang lebih besar

(32)

sehingga memiliki kemampuan yang lebih besar untuk melakukan perlawanan

terhadap predator cecopet. San dan Simpon (1972 dalam Fitriani et al., 2011) menyatakan bahwa predator dalam mengkomsumsi mangsanya dipengaruhi oleh

ukuran tubuh mangsanya. Hal ini juga disebabkan karena tubuh larva instar 2 lebih

muda dan lunak dibandingkan dengan tubuh larva instar 4 sehingga larva instar 2 lebih

mudah dimangsa oleh predator. Sesuai dengan pendapat Tanada dan Kaya (1993)

menyatakan bahwa larva lebih muda lebih sensitif dibandingkan dengan larva yang

lebih tua.

Dari tabel dapat dilihat tingkat mortalitas beberapa perlakuan jenis kelamin

cecopet terhadap larva instar 2 dan 4 dapat dilihat bahwa perlakuan tertinggi adalah C2

(2 ekor predator cecopet betina setiap 10 ekor larva ulat grayak instar 2/stoples). Hal

ini dikarenakan cecopet imago betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar

sehingga memiliki kekuatan yang besar dalam melumpuhkan mangsanya. Hal ini

sesuai dengan literatur (Untung 2001 dalam Adnan dan Handayani 2010) bahwa keunggulan sifat predator antara lain terlihat pada kecepatan bergerak, kekuatan yang

lebih besar dan ukuran tubuh yang lebih besar dari mangsanya. Selain karena ukuran

tubuhnya, cecopet imago betina ini memiliki penjepit yang lebih besar dibandingkan

cecopet jantan lainnya sehingga lebih mudah untuk menjepit mangsanya. predator

yang mempunyai kemampuan memangsa yang baik harus memiliki fisik yang

memungkinkan predator tersebut mampu membunuh mangsanya dengan cepat. Selain

itu serangga betina cecopet membutuhkan banyak makanan untuk mempersiapkan diri

dalam kelanjutan hidupnya berupa menghasilkan keturunan. Sesuai dengan

pernyataan putra (1994) bahwa cecopet memiliki penjepit yang lurus dan kuat yang

(33)

Dari tabel, menunjukkan bahwa semua perlakuan pemberian predator cecopet

mengalami peningkatan mortalitas ulat grayak dapat terlihat dari 1 sampai 10 hsa yang

akhirnya menunjukkan sidik ragam sangat nyata. Hal ini menunjukkan predator

cecopet dapat memangsa tingkat instar muda hingga tua. Hal ini sesuai dengan

literatur (Hall dan Ehler 1979 dalam Hagen et al., 1999) yang menyatakan bahwa predator tidak hanya memangsa satu stadia perkembangan hama seperti larva, pupa

dan imago dan dapat memangsa secara berkelanjutan sepanjang hidupnya. Predator

memiliki keunggulan tertentu yakni tidak membutuhkan sinkronisasi dalam satu tahap

rentan dari siklus hama. selanjutnya Nurindah dan Bidra (1988) melaporkan bahwa

cecopet dapat memangsa telur dan larva.

Pada perlakuan kontrol (instar 2 dan 4) terdapat perbedaan hasil yang berbeda

dimana C01 (instar 2) terbentuk mortalitas sebesar 3,33% sedangkan C02 (instar 4)

sebesar 0%. Hal ini disebabkan tubuh larva instar 2 lebih muda dan rentan mati akibat

kondisi lingkungan yang berbeda berbanding terbalik dengan larva instar 4 yang

memiliki tubuh lebih besar dan kemampuan hidup yang kuat dan lapisan kutikula yang

lebih tebal. Menurut (Hasal 1996 dalam Natawigena 1990) bahwa mekanisme resistensi pada serangga disebabkan oleh adanya sifat morfologis, fisiologis dan

biokimia serangga. secara fisiologis dan morfologis, serangga memiliki ketebalan

(34)

Histogram mortalitas ulat grayak (S. litura F.) akibat pengaruh prmberian predator cecopet (F. auricularia) pada 10 kali pengamatan dapat dilihat dibawah ini.

(35)

2. Cara Memangsa

Dari hasil pengamatan proses orientasi mangsa oleh predator cecopet diawali

dengan perilaku predator dalam melakuakan pengenalan terhadap mangsanya, dengan

cara mendekati secara diam dan menggerakkan antena lebih aktif dan melakukan

pemangsaan dengan melumpuhkan mangsa dengan capit yang terdapat dibagian tubuh

cecopet yang kemudian memakan isi cairan yang didalam tubuh larva dari satu arah

sehingga larva terlihat menghitam. Hal ini sesuai dengan literatur Fitriani (2011) yang

menyatakan perilaku predator dalam memangsa didahului dengan pengenalan berupa

gerakan predator yang untuk berjalan mendekati mangsa kemudian menjahuinya

dengan beberapa kali, cecopet kemudian diam beberapa saat didekat mangsa,

kemudian memutari mangsa beberapa kali sebelum melakukan pemangsaan dengan

beberapa gerakan yaitu posisi caput yang menunduk kemudian mengangkat abdomen

hingga lebih tinggi dibandingkan tubuhnya sambil menggerakkan antena secara aktif.

Gambar 10. Cara memangsa F. auricularia

Dari hasil pengamatan cecopet menggunakan penjapitnya untuk menangkap

mangsa dan bertahan diri. Hal ini sesuai dengan literatur Alouw (2005) yang

menyatakan cecopet akan menangkap mangsanya dengan penjepit dan

membengkokkan tubuhnya untuk memakan mangsanya. Jika mangsa sudah tidak

(36)

mangsanya. Sementara memakan tubuh mangsanya cecopet bisa juga menggunakan

penjepitnya untuk menangkap hama lain yang menyentuh tubuhnya.

Dari hasil pengamatan larva instar 2 pada umumnya habis dimakan oleh

cecopet karena tubuh yang masih lunak sedangkan instar 4 masih tersisa yang akan

menghitam dibagian thorax dan caput karena bagian tersebut lebih keras. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Flinn et al. (1985) menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menangkap dan mengkonsumsi adalah proporsional terhadap ukuran

tubuh hama sebab predator membutuhkan waktu lebih lama untuk memakan inang

yang lebih besar. Setelah memakan mangsa yang berukuran besar, predator

membutuhkan waktu lebih lama untuk istrahat sebelum memangsa mangsa lain akibat

kekenyangan. larva instar 4 dimangsa lebih sedikit. hal ini disebabkan karena

(37)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Cecopet dapat memangsa larva instar muda dan tua.

2. Daya predasi cecopet yang paling efektif terdapat di perlakuan C2 (2 ekor predator

cecopet betina setiap 10 ekor larva ulat grayak instar 2/ stoples) yaitu sebesar

96,67% dan terendah di perlakuan C02 yaitu 0% (kontrol dengan 10 larva ulat

grayak instar 4/stoples).

3. Cara memangsa cecopet didahului dengan pengenalan dengan gerakan antena

secara aktif kemudian melumpuhkan mangsa dengan capit lalu dimakan.

Saran

Penelitian lanjutan mengenai uji efektifitas pelepasan predator cecopet

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan., A.M. dan Handayani. 2010. Kemampuan Memangsa Cecopet ( Euborellia annulata Fabricus) terhadap Penggerek Tongkol Jagung

(Helicoverpa armigera Hubner). Prosiding Pekan Serealia Nasional.

Alouw, J.C. 2005. Tanggap fungsional predator Euborellia annulata (Fabricius) terhadap ngengat bunga kelapa. Prosiding Simposium IV hasil Penelitian tanaman perkebunan,28-30 September 2004. Buku-2. 189-195.

Anonimus. 2011. Mengendalikan Serangan Ulat Grayak Spodoptera Litura. http://bp4ktaput.com

Arifin, M. 2011. Teknik Produksi dan Pemanfaatan Bioinsektisida NPV untuk mengendalikan ulat grayak Kedelai. Balitbio Tanaman Pangan. Bogor.

Cardona, E. V., C. S. Ligat., dan M. P. Subang. 2007. Life History Of Common Cutworm, Spodoptera Litura Fabricius (Noctuidae ; Lepidoptera) In Benguet. Progress Report. BSU Research In- House Review.

Choate, P.M,. 2001. The earwigs (Dermaptera) of Florida and eastern United States.

Deptan., 2008. Penyebaran Hama Kelapa di Beberapa Wilayah

Erwin, 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II (Persero), Medan. Halm 1-2.

Fitriani, U dkk. 2011. Kemampuan Memangsa Euborellia annulata (Dermaptera: Anisolabididae) dan Preferensi pada Berbagai Instar Larva Spodoptera Litura. Universitas Hasanuddin. Makasara 7 (3):182-185

Flinn, PW, AA Hoer and Raj Taylor. 1985. Preference of Rediuviolus mericoferus (Hemiptera: Nabidae) for potato leafhopper nymphs and pea aphids. Can. Enotomol. 117: 1503-1508.

Ginting, R. 1996. Efikasi Mindi dan Mimba Terhadap Setothosea asigna Van Eeke (Lepidoptera : Limacodidae) Pada Kelapa Sawit (Elaeis guinensis) di Rumah Kasa.

(39)

Horn, D.J. 1988. Ecological Approach To Pest Management. The Guildford Press. New York.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crop In Indonesia. P.t. Ichtiar Baru. Van Hoeve, Jakarta. P.350.

Labiran Y., 2006. Pengaruh Pelepasan Cecopet (Euborellia annulata Fabricus) Dalam Usaha Pengendalian Lalat Buah Bactrocera dorsalis Hendel (Diptera: Tepritidae) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makasar.

Naughton, M.C.S.J., dan Wolf, L.L. 1990. Ekologi Umum. Edisi Kedua, Penterjemah Drs. S. Pringgoseputro dan Ir. B. Srigondon, MSc., Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Natawigena H. 1990. Pengendalian Hama Terpadu. Armico, Bandung.

Nathan, sentil S. and K. Kalaivani. 2005. Efficacy of nucleopolyhedrosis virus and azadirachtin on Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae). Biol. Control 34: 93-98

Nuridah and O.S. Bindra, 1988. Studics on Biological Control of Cotton Pest. In dust crops R.

Putra N.S., 1994. Serangga di Sekitar Kita. Kanisius. Yogyakarta.

Sasromarsono, S dan Untung, K. 2000. Keanekaragaman Hayati arthropoda:Predator dan Parasit di Indonesia dan Pemanfaatannya. http//:www.google.com. Diunduh pada Tanggal 22 Februari 2012.

Skelley, PE., 2007. European earwig Forficula auricularia Linnaeus. Featured Creatures. EENY-32.

Subandrijo, S.H., Istdijoso dan Suwarso. 1992. Pengendalian Serangga Hama Tembakau Besuki Oogst. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Tembakau dan Tanaman Serat. Malang, Indonesia.

Sudarmo, S. 1992. Tembakau. Kanisius. Yogyakarta.

Tanada, Y. Dan Kaya, H.K. 1993. Academicspress inc. New York. pp 459-483.

(40)

BAGAN PENELITIAN

U1 U2 U3

Keterangan:

C01 : Kontrol dengan 10 larva ulat grayak instar 2/stoples

C02 : Kontrol dengan 10 larva ulat grayak instar 4/stoples

C1 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet jantan setiap 10 ekor larva ulat grayak

instar 2/ stoples.

C2 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet betina setiap 10 ekor larva ulat grayak

instar 2/ stoples.

C3 : Diaplikasikan sepasang predator cecopet setiap 10 ekor larva ulat grayak

instar 2/ stoples.

C4 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet jantan setiap 10 ekor larva ulat grayak

instar 4/ stoples.

C5 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet betina setiap 10 ekor larva ulat grayak

(41)

C6 : Diaplikasikan sepasang predator cecopet setiap 10 ekor larva ulat grayak

(42)

Lampiran 2. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 1 has

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Transformasi data Arc Sin X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(43)

Lampiran 3. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 2 hsa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Transformasi data Arc Sin X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(44)

Lampiran 4. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 3 hsa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Transformasi data Arc Sin X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(45)

Uji Jarak Duncan

SY 2.32 -9.57 -10.06 -10.31 2.81 2.67 5.84 19.06 22.30

I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 9.57 10.06 10.31 10.52 10.66 10.82 10.94 11.03

Perlakuan C01 C02 C6 C1 C5 C4 C3 C2

Rataan 0.00 0.00 0.00 13.33 13.33 16.67 30.00 33.33

A

B

(46)

Lampiran 5. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 4 hsa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Transformasi data Arc Sin X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(47)

Uji Jarak Duncan

SY 2.78 -11.49 -12.07 0.95 0.70 3.88 7.01 40.20 46.76

I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 11.49 12.07 12.38 12.63 12.79 12.99 13.13 13.24

Perlakuan C01 C02 C6 C5 C4 C1 C3 C2

Rataan 0.00 0.00 13.33 13.33 16.67 20.00 53.33 60.00

A

B

(48)

Lampiran 6. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 5 hsa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Transformasi data Arc Sin X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(49)

Uji Jarak Duncan

SY 3.95 -16.31 -17.14 2.43 2.07 5.16 21.56 41.36 61.20

I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 16.31 17.14 17.57 17.93 18.17 18.44 18.64 18.80

Perlakuan C01 C02 C6 C5 C4 C1 C3 C2

Rataan 0.00 0.00 20.00 20.00 23.33 40.00 60.00 80.00

A.

B.

C

D

(50)

Lampiran 7. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 6 hsa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Transformasi data Arc Sin X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(51)

Uji Jarak Duncan

SY 5.27 -21.77 -19.55 3.21 9.40 12.42 32.05 48.45 64.91

I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 21.77 22.88 23.46 23.93 24.25 24.62 24.88 25.09

Perlakuan C02 C01 C6 C5 C4 C1 C3 C2

Rataan 0.00 3.33 26.67 33.33 36.67 56.67 73.33 90.00

A

B

C

(52)

Lampiran 8. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 7 hsa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Transformasi data Arc Sin X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(53)

Uji Jarak Duncan

SY 4.92 -20.33 -18.03 4.77 14.33 17.36 47.02 56.77 73.24

I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 20.33 21.36 21.90 22.34 22.64 22.98 23.23 23.43

Perlakuan C02 C01 C6 C4 C5 C1 C3 C2

Rataan 0.00 3.33 26.67 36.67 40.00 70.00 80.00 96.67

A

B.

C

(54)

Lampiran 9. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 8 hsa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Transformasi data Arc Sin X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(55)

Uji Jarak Duncan

SY 4.66 -19.26 -16.90 5.92 15.50 18.55 58.23 57.99 74.48

I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 19.26 20.23 20.75 21.17 21.45 21.77 22.01 22.19

Perlakuan C02 C01 C6 C4 C5 C3 C1 C2

Rataan 0.00 3.33 26.67 36.67 40.00 80.00 80.00 96.67

A

B

(56)

Lampiran 10. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 9 hsa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Transformasi data Arc Sin X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(57)

Uji Jarak Duncan

SY 4.03 -16.64 -14.15 8.74 18.38 21.47 64.52 67.66 77.50

I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 16.64 17.48 17.93 18.29 18.53 18.81 19.01 19.17

Perlakuan C02 C01 C6 C4 C5 C1 C3 C2

Rataan 0.00 3.33 26.67 36.67 40.00 83.33 86.67 96.67

A

B

(58)

Lampiran 11. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 10 hsa

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Transformasi data Arc Sin X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(59)

Uji Jarak Duncan

SY 4.56 -18.82 -16.44 6.39 15.98 19.04 65.39 68.49 74.98

I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 18.82 19.77 20.28 20.69 20.96 21.28 21.51 21.69

Perlakuan C02 C01 C6 C4 C5 C3 C1 C2

Rataan 0.00 3.33 26.67 36.67 40.00 86.67 90.00 96.67

A

B

(60)
(61)

Gambar

Gambar 1. Telur Spodoptera litura F.
Gambar 2. Larva Spodoptera litura F.
Gambar 4. Imago Spodoptera litura F. Sumber : Foto Langsung
Gambar 5. Gejala Serangan Spodoptera litura F. Sumber : Foto langsung
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang sangat nyata berbagai konsentrasi sari umbi bawang putih (Allium sativum L.) terhadap mortalitas larva

Karena biji bengkuang mengandung bahan insektisida dan aman bagi lingkungan maka dilakukan penelitian untuk melihat mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.) dalam

Adapun judul dari skripsi ini adalah ”PEMANFAATAN KULIT UBI KAYU DAN DAUN TOMAT SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI DALAM MENGENDALIKAN ULAT GRAYAK Spodoptera litura L.. (Lepidopterra:

Penggunaan insektisida untuk mengenda- likan ulat grayak pada tanaman kedelai yang intensif telah banyak dilakukan, namun belum sepenuhnya dapat menekan populasi ulat grayak..

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Pupuk N Terhadap Tingkat Serangan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Pada Tanaman Kedelai (Glycine

Mekanisme Infeksi Spodoptera litura Multiple Nucleopolyhedrosis Virus (SpLtMNPV) Pada Sel Line Epithel Usus Ulat Grayak (Spodoptera litura) Dra Mahanani Tri Asri, M Si Guntur Trimulyono,

Tanaman selada yang ditanam di Ciwidey sering terserang hama, salah satunya yaitu ulat grayak (Spodoptera litura). Ulat grayak menyerang tanaman dengan memakan

Penggunaan insektisida untuk mengenda- likan ulat grayak pada tanaman kedelai yang intensif telah banyak dilakukan, namun belum sepenuhnya dapat menekan populasi ulat grayak..