DAYA PREDASI CECOPET (Forficula auricularia ) (Dermaptera : Nisolabididae) PADA BERBAGAI INSTAR LARVA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.)
(Lepidoptera : Noctuidae) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
Oleh: YASIR AROBI
080302068 HPT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
DAYA PREDASI CECOPET ( Forficula auricularia ) (Dermaptera: Nisolabididae) PADA BERBAGAI INSTAR LARVA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.)
(Lepidoptera : Noctuidae) DI LABORATORIUM
SKRIPSI
Oleh: YASIR AROBI
080302068 HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
ABSTRACT
Yasir Arobi, " The Ability of Cecopet (Forficula auricularia) (Dermaptera: Nisolabididae) on some Instar of Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) in the Laboratory", under supervised by Ir. Syahrial Oemry, MS. and Ir. Fatimah Zahara. The is research was to study the ability of Cecopet (Forficula auricularia) on some instar of Spodoptera litura F. The research was held at the Insect Laboratory of Agriculture Faculty University of North Sumatera , Medan, North Sumatera since Agustus - September 2012. The method of this research was Randomized Complete Design Non Factorial with eight treatments (control with 1st and 4th instar, 2 males cecopet, female, a pair on 10 larvae 2nd and 4th instar/stoples) with three replications.The results showed that the highest percentage of mortality was C2 (2
female cecopet on 10 larvae/ stoples) is 96,67% and the lowest was C02 (control with
4th instar) is 0%.
ABSTRAK
Yasir Arobi “Daya Predasi Cecopet (Forficula auricularia) (Dermaptera : Nisolabididae) Pada Berbagai Instar Larva Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
(Lepidoptera : Noctuidae) di Laboratorium” di bawah bimbingan Bapak Ir. Syahrial Oemry, M.S dan Ibu Ir. Fatimah Zahara. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui daya predasi cecopet (Forficula auricularia) terhadap beberapa instar ulat grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) di Laboratorium . Penelitian dilakukan pada bulan Agustus – September 2012 di Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap non-faktorial yaitu 8 perlakuan (kontrol instar 2 dan 4, 2 ekor cecopet jantan, betina, sepasang terhadap 10 ekor larva ulat grayak instar 2 dan 4/stoples dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati meliputi persentase mortalitas dan perilaku hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase mortalitas cecopet tertinggi terdapat pada perlakuan C2 ( 2 ekor cecopet betina terhadap 10 ekor larva instar 2 ulat grayak/stoples) yaitu sebesar 96.67% dan yang terendah pada perlakuan C02 (kontrol instar 4) sebesar 0 %.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Adapun judul skripsi ini adalah “Daya Predasi Cecopet (Forficula auricularia) (Dermaptera : Nisolabididae) Pada Berbagai Instar Larva Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) di Laboratorium” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Komisi Pembimbing Ir. Syahrial Oemry, MS., selaku ketua dan Ir.
Fatimah Zahara, selaku anggota yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tulisan ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2012
RIWAYAT HIDUP
Yasir Arobi lahir pada tanggal 8 September 1989 di desa Silau Jawa Bandar
Pasir Mandoge Kabupaten Asahan, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, putra dari
Ayahanda Ruslan dan Ibunda Khairunnidar Manurung.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
- Tahun 2002 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 014731 Mandoge
- Tahun 2005 lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1
Kisaran
- Tahun 2008 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Dharmawangsa
Medan
- Tahun 2008 lulus dan diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN
Penulis pernah aktif dalam organisai kemahasiswaan yaitu:
- Anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) tahun
2008-2011
- Asisten Laboratorium Mikrobiologi Aquatik pada tahun 2011-2012
- Asisten Laboratorium Organisme Pengganggu Tanaman pada tahun 2012
- Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Langkat Nusantara
Kepong (LNK), Kebun Tanjung Keliling, Langkat pada Juni - Juli 2011.
- Melaksanakan penelitian di Laboratorium Hama, Fakultas Pertanian,
DAFTAR ISI
Pengendalian Ulat Grayak ... 8
Serangga Predator Cecopet (Forficula aurucularia) ... 10
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Predator ... 12
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Metode Penelitian ... 14
Pelaksanaan Penelitian ... 16
Cara Memangsa ... 22
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 24 Saran ... 24
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Hlm
Tabel 1. Rataan Persentase Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal.
1 Larva Spodoptera litura F ... 6
2 Pupa Spodoptera litura F ... 6
3 Imago Spodoptera litura F ... 7
4 Gejala serangan Spodoptera litura F ... 8
5 Telur Forficula auricularia ... 11
6 Nimfa Forficula auricularia ... 11
7 Imago Forficula auricularia ... 12
8 Histogram Rataan Persentase Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.) Untuk Setiap Perlakuan Pada 10 Kali Pengamatan ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1. Bagan Penelitian ... 27
2. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 1 hsa... 28
3. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 2 hsa... 29
4. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 3 hsa... 30
5. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 4 hsa... 32
6. Data Mortalitas Rayap Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 5 hsa... 34
7. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 6 hsa... 36
8. Data Mortalitas Rayap Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 7 hsa... 38
9. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 8 hsa... 40
10. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 9 hsa... 42
11. Data Mortalitas Ulat grayak (Spodoptera litura F.)
Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 10 hsa... 44
ABSTRACT
Yasir Arobi, " The Ability of Cecopet (Forficula auricularia) (Dermaptera: Nisolabididae) on some Instar of Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) in the Laboratory", under supervised by Ir. Syahrial Oemry, MS. and Ir. Fatimah Zahara. The is research was to study the ability of Cecopet (Forficula auricularia) on some instar of Spodoptera litura F. The research was held at the Insect Laboratory of Agriculture Faculty University of North Sumatera , Medan, North Sumatera since Agustus - September 2012. The method of this research was Randomized Complete Design Non Factorial with eight treatments (control with 1st and 4th instar, 2 males cecopet, female, a pair on 10 larvae 2nd and 4th instar/stoples) with three replications.The results showed that the highest percentage of mortality was C2 (2
female cecopet on 10 larvae/ stoples) is 96,67% and the lowest was C02 (control with
4th instar) is 0%.
ABSTRAK
Yasir Arobi “Daya Predasi Cecopet (Forficula auricularia) (Dermaptera : Nisolabididae) Pada Berbagai Instar Larva Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
(Lepidoptera : Noctuidae) di Laboratorium” di bawah bimbingan Bapak Ir. Syahrial Oemry, M.S dan Ibu Ir. Fatimah Zahara. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui daya predasi cecopet (Forficula auricularia) terhadap beberapa instar ulat grayak (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) di Laboratorium . Penelitian dilakukan pada bulan Agustus – September 2012 di Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap non-faktorial yaitu 8 perlakuan (kontrol instar 2 dan 4, 2 ekor cecopet jantan, betina, sepasang terhadap 10 ekor larva ulat grayak instar 2 dan 4/stoples dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati meliputi persentase mortalitas dan perilaku hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase mortalitas cecopet tertinggi terdapat pada perlakuan C2 ( 2 ekor cecopet betina terhadap 10 ekor larva instar 2 ulat grayak/stoples) yaitu sebesar 96.67% dan yang terendah pada perlakuan C02 (kontrol instar 4) sebesar 0 %.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Ulat Spodoptera litura F. (Lepidoptera; Noctuidae) merupakan salah satu hama yang penting karena mempunyai kisaran inang yang luas meliputi kedelai, kacang
tanah, kubis, ubi jalar, kentang, dan lain-lain. S. litura F. menyerang tanaman budidaya pada fase vegetative dan generative yaitu memakan daun tanaman yang
muda sehingga tinggal tulang daun dan memakan polong-polong muda (Fitriani,
2011).
Ulat S. litura F. tersebar secara luas, karena bersifat polifagus dengan sayuran dan tanaman sebagai inangnya. Melalui mandibula kuat serangga, bisa
menghancurkan dan merusak semua fase pertumbuhan tanaman kubis dengan
memakan daun tanaman di lahan yang menyebabkan lubang tidak teratur jika tidak
dikontrol, serangga dapat mengurangi hasil 50% sampai 100%. Sampai sekarang
sangat sedikit yang diketahui tentang anatominya dan karakteristik perilaku meskipun
serangga tersebar luas (Cardona et al, 2007).
Umumnya, ulat grayak dikendalikan dengan insektisida yang diaplikasikan
secara terjadwal, mulai tanaman berumur 3-9 minggu setelah tanam dengan frekuensi
seminggu sekali atau lebih. Penggunaan insektisida menjadi berlebihan, sehingga
seringkali tidak mengenai sasaran, bahkan dapat menimbulkan dampak negatif, baik
terhadap pendapatan petani, maupun lingkungan, seperti musnahnya serangga berguna
(parasitoid, predator, dan penyerbuk), dan munculnya gejala resurgensi dan resistensi
hama terhadap insektisida. Cara tersebut dilakukan petani karena belum tersedia cara
pengendalian lain yang efektif dan berwawasan lingkungan. Mengingat dampak
sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pelaksanaannya dengan menciptakan dan
menerapkan teknologi pengendalian hama yang berwawasan lingkungan, antara lain
dengan memanfaatkan musuh alami (Arifin, 2011).
Pengendalian hama tanaman yang dikembangkan dewasa ini adalah menekan
jumlah populasi hama yang menyerang tanaman sampai pada tingkat populasi yang
tidak merugikan. Komponen pengendalian hama yang dapat diterapkan untuk
mencapai sasaran tersebut antara lain pengendalian hayati, pengendalian secara fisik
dan mekanik, pengendalian secara fisik dan kimiawi
(EPPO, 2005 dalam fitriani, 2011).
Pestisida kimia, khususnya insektisida, mempunyai dampak yang sangat
merugikan bagi keanekaragaman hayati serangga termasuk artropoda predator dan
parasit, terutama insektisida yang berspektrum luas. Resurgensi serangga hama
sasaran setelah aplikasi insektisida disebabkan karena tertekannya musuh alami
serangga hama itu. Serangga lain yang mempunyai fungsi ekologi penting seperti
serangga penyerbuk juga ikut punah. Dampak buruk ini dapat meluas sampai di Iuar
ekosistem pertanian jika pestisida itu persisten (Sasromarsono, 2000).
Beberapa cara dapat digunakan untuk menanggulangi serangan hama, antara
lain menggunakan agen hayati (parasitoid, predator dan microbial agents atau patogen
serangga). Beberapa patogen serangga (jamur, bakteri, virus dan nematoda) telah
digunakan untuk mengendalikan ulat grayak pada tanaman kedelai, tembakau dan
kapas (Trisnaningsih dan Arifin, 2008).
Pengendalian hama pada tanaman diarahkan pada penerapan Pengendalian
Hama Terpadu (PHT). PHT adalah suatu pendekatan atau cara pengendalian hama
pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Musuh alami
(parasit, predator, dan pathogen serangga) merupakan faktor pengendalian hama
penting yang perlu dilestarikan dan dikelola agar mampu berperan secara maksimum
dalam pengaturan populasi hama di lapang (Nathan dan Kalaivani, 2005).
Salah satu predator yang cukup potensial sebagai agens hayati adalah cecopet
(Dermaptera). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurindah dan
Bindra (1988) mengemukakan bahwa cecopet dapat memangsa telur dan larva
Helicoverpa armigera pada pertanaman kapas secara alami hingga 57%. Javier dan Morallo (1991) mengemukakan bahwah cecopet merupakan predator yang efektif
karena dapat memangsa telur, larva dan pupa penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis. Selanjutnya cecopet juga banyak memangsa Bactrocera dorsalis pada tanaman cabai (Annie et al.,dalam Labiran, 2006).
Sehubungan dengan berkembangnya pemanfaatan musuh alami dalam
menekan populasi hama, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui daya predasi cecopet (F. auricularia) terhadap beberapa instar larva ulat grayak di Laboratorium
Hipotesis Penelitian
1. Predator cecopet (F. auricularia) efektif mengendalikan larva ulat grayak
(S. litura) pada instar tertentu.
2. Predator cecopet (F. auricularia) lebih efektif memangsa larva ulat grayak
(S. litura) instar muda dari pada instar tua.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Hama
Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura F.
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun
(kadang-kadang tersusun dua lapis, berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan
berkelompok (masing-masing berisi 25-500 butir) (Gambar 1).
Gambar 1. Telur Spodoptera litura F. Sumber : foto langsung
Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh
bagian ujung ngengat betina. Lama stadium telur 3-5 hari setelah diletakkan
Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam
kecoklat-coklatan dan hidup berkelompok. Umumnya larva mempunyai titik hitam
arah lateral pada setiap abdomen (Gambar 2).
Gambar 2. Larva Spodoptera litura F. Sumber : Foto langsung
Ulat membuat lubang pada daun. Siang hari bersembunyi dalam tanah (tempat
yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari lama stadium larva 6 – 13 hari
(Kalshoven 1981).
Pupa berwarna kecoklatan berada dalam tanah atau pasir (Gambar 3).
Gambar 3. Pupa Spodoptera litura F. Sumber: foto Langsung
Pada bagian ventral, abdomen segmen terakhir pupa jantan, dijumpai dua titik
sedang titik yang di bawahnya adalah calon anus. Pupa betina mempunyai dua titik yang
saling berdekatan(Sudarmo, 1992).
Larva berkepompong dalam tanah atau pasir. Membentuk pupa tanpa rumah pupa
(kokon) berwarna coklat kemerahan dan berkisar 1.6 cm. Lama stadium larva 10 – 14
hari (Erwin, 2000).
Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap
belakang berwarna keputih-putihan dengan bercak hitam (Gambar 4).
Gambar 4. Imago Spodoptera litura F. Sumber : Foto Langsung
Malam hari ngengat dapat terbang sejauh lima kilometer. Seekor ngengat betina
dapat meletakkan 2000-3000 telur (Ardiansyah, 2007). Dengan masa peletakan telur 2 – 6
hari dan lama stadium imago yaittu 5 – 9 hari (Sudarmo, 1992).
Gejala Serangan Spodoptera litura F.
Kerusakan daun yang diakibatkan larva yang masih kecil merusak daun dengan
meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun
saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim
Gambar 5. Gejala Serangan Spodoptera litura F. Sumber : Foto langsung
Larva instar lanjut merusak tulang daun dan buah. Pada serangan berat
menyebabkan gundulnya tanaman (Sudarmo, 1992).
Saat keluar dari telur, ulat hidup bergerombol disekitar paket sampai dengan instar
ke-3, dan fase ini ulat memakan daun dengan gejala transparan. Pada instar ke-4 ulat
menyebar kebagian tanaman atau ketanaman sekitarnya (Subandrijo dkk, 1992).
Pengendalian
Pengendalian hama ulat grayak ini dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Pengendalian yang optimal dapat dimulai dengan membersihkan sekitar pertanaman
dari gulma sehingga tidak ada inang sementara bagi hama ini. Selanjutnya dapat
dilakukan pengendalian dengan memerangkap kupu-kupu jantannya dengan sex
pheromone. berkurangnya kupu-kupu jantan menyebabkan produksi telur kupu-kupu betina juga akan berkurang, cara pengendalian ini akan effektif apabila diterapkan
sejak awal.
Sex pheromone yang mudah dan praktis untuk diaplikasikan
adalah Ugratasyang merupakan singkatan dari Ulat grayak brantas tuntas. Ugratas berbentuk seperti benang plastik berwarna merah dan digantung pada botol bekas air
effektivitasnya dalam memerangkap serangga jantan kurang lebih 3 minggu, sehingga
setelah 3 minggu harus diganti kembali.
Penggunaan sex pheromone ini lebih menguntungkan karena karena tidak
berdampak negatif bagi lingkungan sehingga aman bagi manusia dan ternak dan tidak
menimbulkan kekebalan (resistensi) hama terhadap insektisisda serta dapat
memperlambat perkembangan populasi hama tersebut sehingga dapat mengurangi
penggunaan insektisida.
Sedangkan setelah menjadi larva, ulat grayak dapat dikendalikan secara
mekanis, hayati maupun kimia. Pengendalian ulat grayak secara mekanis adalah
dengan mengumpulkan dan memusnahkan ulat grayak yang tertangkap. Sedangkan
secara hayati dilakukan dengan aplikasi agensia hayati berbahan aktif Bacilus thuringiensis yang dipasar dikenal dengan merk dagang seperti Dipel, Florbac, Bactospeine danThuricide. Pengendalian secara hayati ini tidak boleh digabung dengan pengendalian secara kimia, karena hasilnya pasti tidak effektif bahkan bisa
dikatakan mubazir karena bahan-bahan kimia yang terkandung dalam insektisida
tersebut dapat mematikan agensia hayati tersebut.
Secara kimia pengendalian ulat grayak dilakukan dengan menyemprotkan
insektisida secara berseling, misalnya dengan Decis 2,5 EC dengan dosis 0,5 –
1,0 ml per liter air, Hostathion 40 EC dengan dosis 2 cc per liter air atau Orthene 75
SP 1 gr per liter air. Penggunnaan insektisisda ini harus dilakukan secara bijak
Serangga Predator F. auricularia
Biologi Predator
Cecopet mudah dikenal karena ada penjepit pada ekornya. Penjepit dipakai
untuk menangkap dan memegang mangsanya, serta pertahanan diri. Cecopet biasanya
berwarna hitam atau coklat, dewasa bisa bersayap atau tanpa sayap, aktif pada malam
hari, pada siang hari bersembunyi dalam tanah atau dalam bagian tanaman. Cecopet
memangsa telur, larva dan nimfa serta imago serangga yang badannya lembut
(Deptan, 2008).
Menurut Skelley (2007) cecopet diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Dermaptera
Famili : Forficulidae
Genus : Forficula
Spesies : F. auricularia
F. auricularia dapat menghasilkan 50 – 90 telur masing- masing memiliki panjang 1,5 mm, diletakan di atas permukaan tanah pada seresah sisa-sisa tanaman
(Gambar 6). Stadia telur selama 10 hari, betina akan menjaga telur-telur didalam
Gambar 6. Telur Forficulaauricularia
Sumber : www.google.co.id/imgres
Nimfa pengembangan meliputi 4 instar, lamanya stadia nimfa 40-50 hari .
Nimfa instar 1 dan 2 menghabiskan waktu di atas permukaan tanah dan masih dalam
pengawasan cecopet dewasa. Pada instar 3 dan 4 mulai menyebar pada lingkungan
sekitar (Gambar 7) (Skelley, 2007).
Gambar 7. Nimfa Forficulaauricularia
Sumber: Foto langsung
F . auricularia dewasa memiliki panjang 12-15 mm , Memiliki dua pasang sayap (satu pasang seperti berkulit, dan satu pasang membran). Mengalami
metamorfosis tidak sempurna. Tipe mulut menggigit lamanya siklus hidup 1 tahun
Gambar 8. Imago Forficulaauricularia (a) betina (b) jantan Sumber: Foto langsung
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Predator
1. Habitat
a. Faktor iklim, seperti curah hujan, suhu, angin yang tidak mendukung.
b. Tanaman inang, berpengaruh terhadap ketahanan atau kepekaan terhadap
serangga hama.
c. Kompetisi dengan spesies lain.
d. Pengaruh pestisida.
2. Inang
a. Sebagian besar generasi inang tidak sinkron dengan musuh alami
b. Terjadinya strain atau biotipe baru dari inang atau mangsa
c. Stadia inang tertentu yang tidak cocok
3. Musuh alami
a. Adanya migrasi atau diapauses
b. reproduksi musuh alami rendah
c. musuh alami bersifat kurang baik
a
Kemampuan predator dalam memakan mangsanya dapat terjadi kenaikan yang
tajam hal ini dikarenakan mangsa yang terlalu jarang dimangsa, hingga sampai pada
suatu titik yang menggambarkan keadaan predator yang telah jenuh dalam memakan
mangsanya (Horn, 1988).
Kesukaan predator sangat kuat dipengaruhi oleh efisiensi pencarian makanan
yang dihubungkan dengan bagian mangsa yang potensial. Kesukaan predator
tergantung pada kualitas mangsa dan energi yang dikeluarkan untuk menangkap
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan ketinggian tempat ±25 m di
atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan agustus sampai September
2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cecopet, larva ulat grayak
instar 2 dan 4, serta daun tembakau segar sebagai pakan.
Alat-alat yang digunakan adalah stoples, kain kasa, tisu, karet gelang
modifikasi, kertas label, alat tulis, dan alat pendukung lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non factorial.
yang terdiri 8 perlakan yaitu :
C01 : Kontrol dengan 10 larva ulat grayak instar 2/stoples
C02 : Kontrol dengan 10 larva ulat grayak instar 4/stoples
C1 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet jantan setiap 10 ekor larva ulat grayak
instar 2/ stoples.
C2 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet betina setiap 10 ekor larva ulat grayak
instar 2/ stoples.
C3 : Diaplikasikan sepasang predator cecopet setiap 10 ekor larva ulat grayak
C4 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet jantan setiap 10 ekor larva ulat grayak
instar 4/ stoples.
C5 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet betina setiap 10 ekor larva ulat grayak
instar 4/ stoples.
C6 : Diaplikasikan sepasang predator cecopet setiap 10 ekor larva ulat grayak
instar 4/ stoples.
Banyak ulangan dari masing-masing perlakuan adalah :
t (r-1) ≥ 15
Jumlah unit percobaan : 24 Unit Percobaan
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan
model linier sebagai berikut :
Yijk = µ + αi + Eij
I = 1,2,…,t
J = 1,2,…,r
t = jumlah perlakuan
Dimana:
Yij = data yang disebabkan pengaruh perlakuan pada taraf ke i dan ulangan ke j
µ = rataan atau nilai tengah
αi = efek yang sebenarnya dari perlauan pada taraf ke i
Eij = efek error dari treatment ke I dan ulangan ke j
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Media Perlakuan
Media yang digunakan berupa stoples volume 16 liter dengan ukuran
13cm x 19cm x 19cm yang telah diisi dengan pakan S.litura yaitu daun tembakau yang diambil dari lapangan. Media disediakan sebanyak 24 stoples. Stoples ditutup
dengan kain kasa pada bagian atas dan diikat dengan karet gelang modifikasi.
Penyediaan Larva Serangga Uji
Perbanyakan ulat grayak (S. litura) dilakukan dengan cara mengambil sebanyak mungkin kelompok telur dari lapangan. Telur-telur lalu dimasukkan kedalam
stoples, kemudian kelompok telur dipelihara sehingga menjadi larva. Perbanyakan
dilakukan untuk mendapatkan larva dengan instar yang sama yaitu instar 2 dan 4.
Penyediaan Predator Cecopet
Predator cecopet diambil dari lapangan dengan kriteria nimfa akhir, kemudian
dipelihara hingga menjadi dewasa dilaboratorium untuk selanjutnya diseleksi jenis
kelamin jantan dan betina.
Pengaplikasian
Pengaplikasian predator cecopet dilakukan dengan cara menginfestasikankan
cecopet pada stoples yang telah berisi larva ulat grayak beserta daun tembakau segar
dimana jumlah cecopet yang diinfestasikan sesuai dengan perlakuan yang telah
ditetapkan.
Peubah pengamatan
Persentase Mortalitas Larva S.litura
Pengamatan terhadap ulat grayak (S. litura) yang mati dilakukan setiap hari setelah satu hari aplikasi hingga 10 kali pengamatan. Persentase mortalitas dilakukan
dengan menghitung larva yang mati dengan menggunakan rumus:
P = ×100%
b a
Keterangan:
P = Persentase mortalitas larva
a = Jumlah larva yang mati
b = Jumlah larva yang diamati
(Fayone dan lauge, 1981 dalam Ginting, 1996)
Cara Memangsa
Cara memangsa dilakuan dengan melihat dan mengamati perilaku cecopet dari
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Persentase Mortalitas
Data pengamatan persentase mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.) dapat dilihat pada lampiran 2 - lampiran 11. Pengambilan data dilakukan pada 1hsa hingga
10 hsa. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian 2 ekor
predator cecopet (Forficula auricularia) menunjukkan hasil yang tidak nyata pada pengamatan hari ke 1 dan 2 sedangkan pada pengamatan hari ke 3 hingga 10 sangat
nyata. Untuk mengetahui hasil yang berbeda sangat nyata dapat dilihat pada Tabel.
Tabel . Rataan Persentase Mortalitas Spodoptera litura F. Untuk Setiap Perlakuan Pada 10 Kali Pengamatan.
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
...berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut Uji Jarak Duncan.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kemampuan memangsa larva
ulat grayak berturut-turut yaitu C2 sebesar 96,67%, C1 sebesar 90%, C3 sebesar
86,67%, C5 sebesar 40%, C4 sebesar 36,67%, C6 sebesar 26,67%, C01 sebesar 3,33%
dan C02 sebesar 0%. dimana terdapat perbedaan yang sangat nyata antara C1,C2,C3
dan C4,C5,C6 terhadap kedua kontrol. Hal ini disebabkan pemberian perlakuan larva
mangsa instar 2 dan instar 4 yang menyebabkan kemampuan memangsa predator
cecopet saling berbeda karena larva instar 4 memiliki ukuran tubuh yang lebih besar
sehingga memiliki kemampuan yang lebih besar untuk melakukan perlawanan
terhadap predator cecopet. San dan Simpon (1972 dalam Fitriani et al., 2011) menyatakan bahwa predator dalam mengkomsumsi mangsanya dipengaruhi oleh
ukuran tubuh mangsanya. Hal ini juga disebabkan karena tubuh larva instar 2 lebih
muda dan lunak dibandingkan dengan tubuh larva instar 4 sehingga larva instar 2 lebih
mudah dimangsa oleh predator. Sesuai dengan pendapat Tanada dan Kaya (1993)
menyatakan bahwa larva lebih muda lebih sensitif dibandingkan dengan larva yang
lebih tua.
Dari tabel dapat dilihat tingkat mortalitas beberapa perlakuan jenis kelamin
cecopet terhadap larva instar 2 dan 4 dapat dilihat bahwa perlakuan tertinggi adalah C2
(2 ekor predator cecopet betina setiap 10 ekor larva ulat grayak instar 2/stoples). Hal
ini dikarenakan cecopet imago betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar
sehingga memiliki kekuatan yang besar dalam melumpuhkan mangsanya. Hal ini
sesuai dengan literatur (Untung 2001 dalam Adnan dan Handayani 2010) bahwa keunggulan sifat predator antara lain terlihat pada kecepatan bergerak, kekuatan yang
lebih besar dan ukuran tubuh yang lebih besar dari mangsanya. Selain karena ukuran
tubuhnya, cecopet imago betina ini memiliki penjepit yang lebih besar dibandingkan
cecopet jantan lainnya sehingga lebih mudah untuk menjepit mangsanya. predator
yang mempunyai kemampuan memangsa yang baik harus memiliki fisik yang
memungkinkan predator tersebut mampu membunuh mangsanya dengan cepat. Selain
itu serangga betina cecopet membutuhkan banyak makanan untuk mempersiapkan diri
dalam kelanjutan hidupnya berupa menghasilkan keturunan. Sesuai dengan
pernyataan putra (1994) bahwa cecopet memiliki penjepit yang lurus dan kuat yang
Dari tabel, menunjukkan bahwa semua perlakuan pemberian predator cecopet
mengalami peningkatan mortalitas ulat grayak dapat terlihat dari 1 sampai 10 hsa yang
akhirnya menunjukkan sidik ragam sangat nyata. Hal ini menunjukkan predator
cecopet dapat memangsa tingkat instar muda hingga tua. Hal ini sesuai dengan
literatur (Hall dan Ehler 1979 dalam Hagen et al., 1999) yang menyatakan bahwa predator tidak hanya memangsa satu stadia perkembangan hama seperti larva, pupa
dan imago dan dapat memangsa secara berkelanjutan sepanjang hidupnya. Predator
memiliki keunggulan tertentu yakni tidak membutuhkan sinkronisasi dalam satu tahap
rentan dari siklus hama. selanjutnya Nurindah dan Bidra (1988) melaporkan bahwa
cecopet dapat memangsa telur dan larva.
Pada perlakuan kontrol (instar 2 dan 4) terdapat perbedaan hasil yang berbeda
dimana C01 (instar 2) terbentuk mortalitas sebesar 3,33% sedangkan C02 (instar 4)
sebesar 0%. Hal ini disebabkan tubuh larva instar 2 lebih muda dan rentan mati akibat
kondisi lingkungan yang berbeda berbanding terbalik dengan larva instar 4 yang
memiliki tubuh lebih besar dan kemampuan hidup yang kuat dan lapisan kutikula yang
lebih tebal. Menurut (Hasal 1996 dalam Natawigena 1990) bahwa mekanisme resistensi pada serangga disebabkan oleh adanya sifat morfologis, fisiologis dan
biokimia serangga. secara fisiologis dan morfologis, serangga memiliki ketebalan
Histogram mortalitas ulat grayak (S. litura F.) akibat pengaruh prmberian predator cecopet (F. auricularia) pada 10 kali pengamatan dapat dilihat dibawah ini.
2. Cara Memangsa
Dari hasil pengamatan proses orientasi mangsa oleh predator cecopet diawali
dengan perilaku predator dalam melakuakan pengenalan terhadap mangsanya, dengan
cara mendekati secara diam dan menggerakkan antena lebih aktif dan melakukan
pemangsaan dengan melumpuhkan mangsa dengan capit yang terdapat dibagian tubuh
cecopet yang kemudian memakan isi cairan yang didalam tubuh larva dari satu arah
sehingga larva terlihat menghitam. Hal ini sesuai dengan literatur Fitriani (2011) yang
menyatakan perilaku predator dalam memangsa didahului dengan pengenalan berupa
gerakan predator yang untuk berjalan mendekati mangsa kemudian menjahuinya
dengan beberapa kali, cecopet kemudian diam beberapa saat didekat mangsa,
kemudian memutari mangsa beberapa kali sebelum melakukan pemangsaan dengan
beberapa gerakan yaitu posisi caput yang menunduk kemudian mengangkat abdomen
hingga lebih tinggi dibandingkan tubuhnya sambil menggerakkan antena secara aktif.
Gambar 10. Cara memangsa F. auricularia
Dari hasil pengamatan cecopet menggunakan penjapitnya untuk menangkap
mangsa dan bertahan diri. Hal ini sesuai dengan literatur Alouw (2005) yang
menyatakan cecopet akan menangkap mangsanya dengan penjepit dan
membengkokkan tubuhnya untuk memakan mangsanya. Jika mangsa sudah tidak
mangsanya. Sementara memakan tubuh mangsanya cecopet bisa juga menggunakan
penjepitnya untuk menangkap hama lain yang menyentuh tubuhnya.
Dari hasil pengamatan larva instar 2 pada umumnya habis dimakan oleh
cecopet karena tubuh yang masih lunak sedangkan instar 4 masih tersisa yang akan
menghitam dibagian thorax dan caput karena bagian tersebut lebih keras. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Flinn et al. (1985) menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menangkap dan mengkonsumsi adalah proporsional terhadap ukuran
tubuh hama sebab predator membutuhkan waktu lebih lama untuk memakan inang
yang lebih besar. Setelah memakan mangsa yang berukuran besar, predator
membutuhkan waktu lebih lama untuk istrahat sebelum memangsa mangsa lain akibat
kekenyangan. larva instar 4 dimangsa lebih sedikit. hal ini disebabkan karena
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Cecopet dapat memangsa larva instar muda dan tua.
2. Daya predasi cecopet yang paling efektif terdapat di perlakuan C2 (2 ekor predator
cecopet betina setiap 10 ekor larva ulat grayak instar 2/ stoples) yaitu sebesar
96,67% dan terendah di perlakuan C02 yaitu 0% (kontrol dengan 10 larva ulat
grayak instar 4/stoples).
3. Cara memangsa cecopet didahului dengan pengenalan dengan gerakan antena
secara aktif kemudian melumpuhkan mangsa dengan capit lalu dimakan.
Saran
Penelitian lanjutan mengenai uji efektifitas pelepasan predator cecopet
DAFTAR PUSTAKA
Adnan., A.M. dan Handayani. 2010. Kemampuan Memangsa Cecopet ( Euborellia annulata Fabricus) terhadap Penggerek Tongkol Jagung
(Helicoverpa armigera Hubner). Prosiding Pekan Serealia Nasional.
Alouw, J.C. 2005. Tanggap fungsional predator Euborellia annulata (Fabricius) terhadap ngengat bunga kelapa. Prosiding Simposium IV hasil Penelitian tanaman perkebunan,28-30 September 2004. Buku-2. 189-195.
Anonimus. 2011. Mengendalikan Serangan Ulat Grayak Spodoptera Litura. http://bp4ktaput.com
Arifin, M. 2011. Teknik Produksi dan Pemanfaatan Bioinsektisida NPV untuk mengendalikan ulat grayak Kedelai. Balitbio Tanaman Pangan. Bogor.
Cardona, E. V., C. S. Ligat., dan M. P. Subang. 2007. Life History Of Common Cutworm, Spodoptera Litura Fabricius (Noctuidae ; Lepidoptera) In Benguet. Progress Report. BSU Research In- House Review.
Choate, P.M,. 2001. The earwigs (Dermaptera) of Florida and eastern United States.
Deptan., 2008. Penyebaran Hama Kelapa di Beberapa Wilayah
Erwin, 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTPN II (Persero), Medan. Halm 1-2.
Fitriani, U dkk. 2011. Kemampuan Memangsa Euborellia annulata (Dermaptera: Anisolabididae) dan Preferensi pada Berbagai Instar Larva Spodoptera Litura. Universitas Hasanuddin. Makasara 7 (3):182-185
Flinn, PW, AA Hoer and Raj Taylor. 1985. Preference of Rediuviolus mericoferus (Hemiptera: Nabidae) for potato leafhopper nymphs and pea aphids. Can. Enotomol. 117: 1503-1508.
Ginting, R. 1996. Efikasi Mindi dan Mimba Terhadap Setothosea asigna Van Eeke (Lepidoptera : Limacodidae) Pada Kelapa Sawit (Elaeis guinensis) di Rumah Kasa.
Horn, D.J. 1988. Ecological Approach To Pest Management. The Guildford Press. New York.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crop In Indonesia. P.t. Ichtiar Baru. Van Hoeve, Jakarta. P.350.
Labiran Y., 2006. Pengaruh Pelepasan Cecopet (Euborellia annulata Fabricus) Dalam Usaha Pengendalian Lalat Buah Bactrocera dorsalis Hendel (Diptera: Tepritidae) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makasar.
Naughton, M.C.S.J., dan Wolf, L.L. 1990. Ekologi Umum. Edisi Kedua, Penterjemah Drs. S. Pringgoseputro dan Ir. B. Srigondon, MSc., Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Natawigena H. 1990. Pengendalian Hama Terpadu. Armico, Bandung.
Nathan, sentil S. and K. Kalaivani. 2005. Efficacy of nucleopolyhedrosis virus and azadirachtin on Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae). Biol. Control 34: 93-98
Nuridah and O.S. Bindra, 1988. Studics on Biological Control of Cotton Pest. In dust crops R.
Putra N.S., 1994. Serangga di Sekitar Kita. Kanisius. Yogyakarta.
Sasromarsono, S dan Untung, K. 2000. Keanekaragaman Hayati arthropoda:Predator dan Parasit di Indonesia dan Pemanfaatannya. http//:www.google.com. Diunduh pada Tanggal 22 Februari 2012.
Skelley, PE., 2007. European earwig Forficula auricularia Linnaeus. Featured Creatures. EENY-32.
Subandrijo, S.H., Istdijoso dan Suwarso. 1992. Pengendalian Serangga Hama Tembakau Besuki Oogst. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Tembakau dan Tanaman Serat. Malang, Indonesia.
Sudarmo, S. 1992. Tembakau. Kanisius. Yogyakarta.
Tanada, Y. Dan Kaya, H.K. 1993. Academicspress inc. New York. pp 459-483.
BAGAN PENELITIAN
U1 U2 U3
Keterangan:
C01 : Kontrol dengan 10 larva ulat grayak instar 2/stoples
C02 : Kontrol dengan 10 larva ulat grayak instar 4/stoples
C1 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet jantan setiap 10 ekor larva ulat grayak
instar 2/ stoples.
C2 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet betina setiap 10 ekor larva ulat grayak
instar 2/ stoples.
C3 : Diaplikasikan sepasang predator cecopet setiap 10 ekor larva ulat grayak
instar 2/ stoples.
C4 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet jantan setiap 10 ekor larva ulat grayak
instar 4/ stoples.
C5 : Diaplikasikan 2 ekor predator cecopet betina setiap 10 ekor larva ulat grayak
C6 : Diaplikasikan sepasang predator cecopet setiap 10 ekor larva ulat grayak
Lampiran 2. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 1 has
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Transformasi data Arc Sin X
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 3. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 2 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Transformasi data Arc Sin X
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Lampiran 4. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 3 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Transformasi data Arc Sin X
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Uji Jarak Duncan
SY 2.32 -9.57 -10.06 -10.31 2.81 2.67 5.84 19.06 22.30
I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00
SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 9.57 10.06 10.31 10.52 10.66 10.82 10.94 11.03
Perlakuan C01 C02 C6 C1 C5 C4 C3 C2
Rataan 0.00 0.00 0.00 13.33 13.33 16.67 30.00 33.33
A
B
Lampiran 5. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 4 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Transformasi data Arc Sin X
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Uji Jarak Duncan
SY 2.78 -11.49 -12.07 0.95 0.70 3.88 7.01 40.20 46.76
I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00
SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 11.49 12.07 12.38 12.63 12.79 12.99 13.13 13.24
Perlakuan C01 C02 C6 C5 C4 C1 C3 C2
Rataan 0.00 0.00 13.33 13.33 16.67 20.00 53.33 60.00
A
B
Lampiran 6. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 5 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Transformasi data Arc Sin X
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Uji Jarak Duncan
SY 3.95 -16.31 -17.14 2.43 2.07 5.16 21.56 41.36 61.20
I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00
SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 16.31 17.14 17.57 17.93 18.17 18.44 18.64 18.80
Perlakuan C01 C02 C6 C5 C4 C1 C3 C2
Rataan 0.00 0.00 20.00 20.00 23.33 40.00 60.00 80.00
A.
B.
C
D
Lampiran 7. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 6 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Transformasi data Arc Sin X
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Uji Jarak Duncan
SY 5.27 -21.77 -19.55 3.21 9.40 12.42 32.05 48.45 64.91
I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00
SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 21.77 22.88 23.46 23.93 24.25 24.62 24.88 25.09
Perlakuan C02 C01 C6 C5 C4 C1 C3 C2
Rataan 0.00 3.33 26.67 33.33 36.67 56.67 73.33 90.00
A
B
C
Lampiran 8. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 7 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Transformasi data Arc Sin X
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Uji Jarak Duncan
SY 4.92 -20.33 -18.03 4.77 14.33 17.36 47.02 56.77 73.24
I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00
SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 20.33 21.36 21.90 22.34 22.64 22.98 23.23 23.43
Perlakuan C02 C01 C6 C4 C5 C1 C3 C2
Rataan 0.00 3.33 26.67 36.67 40.00 70.00 80.00 96.67
A
B.
C
Lampiran 9. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 8 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Transformasi data Arc Sin X
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Uji Jarak Duncan
SY 4.66 -19.26 -16.90 5.92 15.50 18.55 58.23 57.99 74.48
I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00
SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 19.26 20.23 20.75 21.17 21.45 21.77 22.01 22.19
Perlakuan C02 C01 C6 C4 C5 C3 C1 C2
Rataan 0.00 3.33 26.67 36.67 40.00 80.00 80.00 96.67
A
B
Lampiran 10. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 9 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Transformasi data Arc Sin X
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Uji Jarak Duncan
SY 4.03 -16.64 -14.15 8.74 18.38 21.47 64.52 67.66 77.50
I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00
SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 16.64 17.48 17.93 18.29 18.53 18.81 19.01 19.17
Perlakuan C02 C01 C6 C4 C5 C1 C3 C2
Rataan 0.00 3.33 26.67 36.67 40.00 83.33 86.67 96.67
A
B
Lampiran 11. Data Mortalitas Cecopet (Forficula auricularia) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 10 hsa
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
Transformasi data Arc Sin X
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Uji Jarak Duncan
SY 4.56 -18.82 -16.44 6.39 15.98 19.04 65.39 68.49 74.98
I 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00
SSR 0.01 4.13 4.34 4.45 4.54 4.60 4.67 4.72 4.76 LSR 0.01 18.82 19.77 20.28 20.69 20.96 21.28 21.51 21.69
Perlakuan C02 C01 C6 C4 C5 C3 C1 C2
Rataan 0.00 3.33 26.67 36.67 40.00 86.67 90.00 96.67
A
B