PERILAKU IBU DI DESA SIDOMULYO, KABUPATEN LANGKAT TERHADAP PEMBERIAN ANTIHELMINTIK KEPADA ANAK-ANAK TAHUN 2010
Oleh :
MEOR MUHAMMAD FAHMI 070100410
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERILAKU IBU DI DESA SIDOMULYO, KABUPATEN LANGKAT TERHADAP PEMBERIAN ANTIHELMINTIK KEPADA ANAK-ANAK TAHUN 2010
KARYA TULIS ILMIAH Oleh :
MEOR MUHAMMAD FAHMI 070100410
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Perilaku Ibu di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat Terhadap Pemberian Antihelmintik Kepada
Anak-Anak Berdasarkan anjuran Dokter Atau Tanpa Anjuran Dokter Tahun 2010
Nama: Meor Muhammad Fahmi Bin Meor Ahmad
NIM: 070100410
Pembimbing Penguji
……….. …..………
(dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes) (dr Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes)
.….………
Abstrak
Infeksi cacing khususnya yang disebabkan oleh cacing usus merupakan infeksi cacing
yang tersering dialami oleh masyarakat. Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa
prevalensi cacingan terbesar adalah pada anak usia sekolah dasar dengan prevalensi 60%-80%.
Tingginya prevalensi cacingan pada anak usia sekolah dasar menyebabkan tidak terlepasnya
keterlibatan dan keterkaitan orang tua untuk pengobatan maupun pencegahan mengingat usia
mereka yang masih di bawah umur.
Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dan menggunakan kuesioner sebagai
alat pengambilan data. Tujuan penelitian dilakukan adalah untuk mengetahui perilaku ibu-ibu di
Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat dalam pemberian antihelmintik kepada anak-anak mereka.
Hasil penelitian menunjukkan perilaku ibu-ibu di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat
terhadap pemberian antihelmintik kepada anak-anak mereka adalah pada tingkat sedang yaitu
mayoritas ibu mempunyai tingkat pengetahuan sedang (92,3%), sikap dan tahap tindakan yang
sedang masing-masing dengan persentase 53,8% dan 55,8%.
Abstract
Helminthiasis that especially caused by intestinal worms, are the most common infections
worlwide affecting the communities. Researchs done in Indonesia previously shown that the
largest prevalence of helminthiasis is accupied in primary school children with the prevalence
value relatively 60%-80%. Hence, this situation will lead to the parent’s responsibility to manage
this infectious disease through curative and preventive method.
Design of research is descriptive study and the the data in this study was taken using
questionnaire. Purpose of research done is to study the mother’s behavior in Desa Sidomulyo,
Kabupaten Langkat against the treatment of helminthiasis with an antihelminthic.
Result of study showed that the behavior of mothers in Desa Sidomulyo, Kabupaten
Langkat toward antihelminthic given to their children is at average with majority of respondents
have average level of knowledge (92,3%), average attitude and action against antihelminthic
usage in treatment of helminthiasis with the percentage of 53,8% and 55,8% respectively.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam pemilik segala ilmu
pengetahuan. Berkat rahmatNya saya selaku penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat :
1. Dr. Nurfida Khairina Arrasyid selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan dan arahan yang diberikan dalam menyusun dan menyiapkan penelitian ini.
2. Prof. Dr. Gontar A. Siregar selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
3. Dorsen-dorsen dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran USU
4. Keluarga dan rakan-rakan kelompok serta semua pihak yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu atas dukungan dalam menyiapkan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Sebagai
manusia biasa, penulis tidak pernah luput dari kesalahan dan kekhilafan. Sebagai mahasiswa,
penulis masih berada di tahap pembelajaran yang ingin tetap belajar memperbaiki kesalahan.
Untuk itu, penulis mohon maaf sebesar-besarnya. Semoga bisa lebih baik lagi untuk ke
depannya.
Kepala Batas, Nopember 2010.
Meor Muhammad Fahmi B Meor Ahmad
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN…... i
ABSTRAK………... ii
ABSTRACT………... iii
KATA PENGANTAR……… iv
DAFTAR ISI………. v
DAFTAR TABEL………... viii
DAFTAR LAMPIRAN……… x
BAB 1 PENDAHULUAN……… 1
1.1. Latar Belakang……….……… 1
1.2. Rumusan Masalah……….……….. 2
1.3. Tujuan Penelitian……….……… 2
1.4. Manfaat Penelitian……….………. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 4
2.1. Infeksi Cacing……….… 4
2.1.1. Ascariasis………. 4
2.1.2. Oxyuriasis………. 5
2.1.3. Ancylostomiasis……….. 6
2.1.4. Trichiuriasis……….… 7
2.2. Antihelmintik………. 8
2.3. Perilaku……….… 12
2.3.1. Pengetahuan………. 12
2.3.2. Sikap……….….. 12
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…… 14
3.1. Kerangka Konsep Penelitian……….. 14
3.2. Defenisi Operasional……….. 15
BAB 4 METODE PENELITIAN……… 19
4.1. Rancangan Penelitian……….. 19
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 19
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……….. 20
4.4. Teknik Pengumpulan Data………... 21
4.5. Pengolahan dan Analisa Data………. 21
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 22
5.1. Hasil Penelitian……….. 22
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 22
5.1.2. Karakteristik Individu……….. 22
5.1.11. Pengetahuan Responden terhadap Pemberian Antihelmintik kepada Anak-Anak di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat Tahun 2010………. 23
5.1.12. Sikap Responden terhadap Pemberian Antihelmintik kepada Anak-Anak di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat Tahun 2010………. 24
5.1.11. Tindakan Responden terhadap Pemberian Antihelmintik kepada Anak-Anak di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat Tahun 2010……….. 26
5.2. Pembahasan………... 27
5.2.7. Pengetahuan Responden terhadap Pemberian Antihelmintik kepada Anak-Anak di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat Tahun 2010………. 31
5.2.9. Tindakan Responden terhadap Pemberian Antihelmintik
kepada Anak-Anak di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat
Tahun 2010………. 32
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………. 33
6.1. Kesimpulan……… 33
6.2. Saran……….. 33
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Skor Pertanyaan pada Kuesioner Pengetahuan………. 16
Tabel 3.2 Skor Pertanyaan pada Kuesioner Sikap……… 16
Tabel 3.3 Skor Pertanyaan pada Kuesioner Tindakan……….. 17
Tabel 5.1. Distribusi Ibu Berdasarkan Jumlah Anak di Desa Sidomulyo,
Kabupaten Langkat Tahun 2010……….. 23
Tabel 5.2. Distribusi Ibu Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat Tahun 2010……….. 24
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Tingkat Pengetahuan
Responden Tentang Pengobatan Cacingan
pada Anak-Anak di Desa Sidomulyo pada Tahun 2010…… 28
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Sikap Responden Tentang
Pengobatan Cacingan pada Anak-Anak di Desa Sidomulyo pada Tahun
2010…,,,,,,,,,,,……… 29
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Tindakan Responden Tentang
Pengobatan Cacingan pada Anak-Anak di Desa Sidomulyo pada
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 (Riwayat Hidup)
Lampiran 2 (Kuesioner)
Lampiran 3 (Data SPSS)
Abstrak
Infeksi cacing khususnya yang disebabkan oleh cacing usus merupakan infeksi cacing
yang tersering dialami oleh masyarakat. Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa
prevalensi cacingan terbesar adalah pada anak usia sekolah dasar dengan prevalensi 60%-80%.
Tingginya prevalensi cacingan pada anak usia sekolah dasar menyebabkan tidak terlepasnya
keterlibatan dan keterkaitan orang tua untuk pengobatan maupun pencegahan mengingat usia
mereka yang masih di bawah umur.
Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dan menggunakan kuesioner sebagai
alat pengambilan data. Tujuan penelitian dilakukan adalah untuk mengetahui perilaku ibu-ibu di
Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat dalam pemberian antihelmintik kepada anak-anak mereka.
Hasil penelitian menunjukkan perilaku ibu-ibu di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat
terhadap pemberian antihelmintik kepada anak-anak mereka adalah pada tingkat sedang yaitu
mayoritas ibu mempunyai tingkat pengetahuan sedang (92,3%), sikap dan tahap tindakan yang
sedang masing-masing dengan persentase 53,8% dan 55,8%.
Abstract
Helminthiasis that especially caused by intestinal worms, are the most common infections
worlwide affecting the communities. Researchs done in Indonesia previously shown that the
largest prevalence of helminthiasis is accupied in primary school children with the prevalence
value relatively 60%-80%. Hence, this situation will lead to the parent’s responsibility to manage
this infectious disease through curative and preventive method.
Design of research is descriptive study and the the data in this study was taken using
questionnaire. Purpose of research done is to study the mother’s behavior in Desa Sidomulyo,
Kabupaten Langkat against the treatment of helminthiasis with an antihelminthic.
Result of study showed that the behavior of mothers in Desa Sidomulyo, Kabupaten
Langkat toward antihelminthic given to their children is at average with majority of respondents
have average level of knowledge (92,3%), average attitude and action against antihelminthic
usage in treatment of helminthiasis with the percentage of 53,8% and 55,8% respectively.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Cacingan masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Prevalensi penyakit cacingan berkisar 60% - 90% tergantung lokasi, higine, sanitasi peribadi
dan lingkungan penderita (Hadidjaja, 1994). Tingginya prevalensi ini disebabkan oleh iklim
tropis dan kelembaban udara yang tinggi di Indonesia selain higine dan sanitasi yang rendah
sehingga menjadi lingkungan yang baik untuk perkembangan cacing.
Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus(cacing tambang) merupakan beberapa dari Soil Transmitted
Helminths (STH) yang sering dijumpai pada penderita. Penularan infeksi cacing yang tergolong
STH umumnya terjadi melalui cara tertelan telur infeksius atau larva menembus kulit seperti
cacing tambang. Disebut sebagai STH karena bentuk infektif cacing tersebut berada di tanah
(Srisasi Ganda Husada, 1998).
Infeksi cacing usus merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penurunan
kualitas sumber daya manusia, dalam hal ini, akan menghambat pertumbuhan fisik,
perkembangan, dan kecerdasan bagi anak yang terinfeksi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak usia sekolah dasar merupakan golongan
yang sering terkena infeksi cacing usus karena sering berhubungan dengan tanah (DepKes RI,
2004). Dalam laporan hasil survei prevalensi infeksi cacing usus pada 10 propinsi tahun 2004,
Sumatera Utara menduduki peringkat ke – 3 (60,4 %) dalam hal penyakit cacingan (DepKes RI,
2004). Kebiasaan hidup kurang higienis menyebabkan angka terjadinya penyakit masih cukup
tinggi
Penggunaan antihelmintik atau obat anti cacing perlu untuk memberantas dan
mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Sebagian besar antihelmintik efektif
terhadap satu macam jenis cacing, sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum
menggunakan obat tertentu. Seharusnya pemberian antihelmintik haruslah mengikut
Untuk mengobati cacingan, banyak obat anti cacing diberikan pada anak bertujuan untuk
mengeluarkan cacing segera bersama tinja hanya dalam dosis sekali minum. Obat anti-cacing
yang dipilih harus diperhatikan benar karena tidak semuanya cocok pada anak. Pemberian obat
anti cacing tanpa dasar justru akan merugikan anak yang mana akan memperberat kerja hati.
Diagnosis harus dilakukan dengan menemukan telur/larva dalam tinja, urin, sputum dan darah
atau keluarnya cacing dewasa melalui anus,mulut atau lainnya.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana perilaku ibu-ibu terhadap pemberian obat antihelmintik kepada anak-anak
mereka berdasarkan anjuran dokter atau tanpa anjuran dokter?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.1.1. Untuk mengetahui perilaku ibu-ibu terhadap pemberian antihelmintik kepada
anak-anak mereka berdasarkan anjuran dokter atau tanpa anjuran dokter.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dalam mengobati
infeksi cacing.
1.3.2.2. Untuk mengetahui sikap ibu dalam mengobati cacingan.
1.3.2.3. Untuk mengetahui tindakan ibu dalam mengobati cacingan.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Data dan informasi hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
ibu agar memberi obat antihelmintik pada anak sesuai dengan
indikasi.
1.4.2. Data dan informasi hasil penelitian ini sebagai masukan bagi Dinas
Kesehatan Kabupaten Langkat penyuluhan dalam upaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infeksi Cacing
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit paling umum tersebar dan mengjangkiti
lebih dari 2 miliar manusia di seluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru yang lebih
spesifik dengan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit cacing masih tetap merupakan masalah
disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang
dihinggapinya juga semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara.
Pada umumnya, cacing jarang menimbulkan penyakit yang parah, tetapi dapat
menyebabkan gangguan kesehatan kronis yang merupakan suatu faktor ekonomis yang penting.
Di negara berkembang, termasuk Indonesia, penyakit cacing adalah penyakit rakyat umum yang
sama pentingnya dengan misalnya malaria dan TBC. Infeksinya dapat terjadi secara simultan
oleh beberapa jenis cacing. Diperkirakan bahwa lebih dari 60% anak-anak di Indonesia
menderita suatu infeksi cacing.
Jenis Penyakit Cacing
2.1.1. Askariasis
Ascaris lumbricoides atau cacing gelang panjangnya kira-kira 10-15cm dan biasanya
bermukim dalam usus halus. Kira-kira 25% dari seluruh penduduk dunia terinfeksi cacing ini,
terutama di negara tropis (70-90%). Cacing betina mengeluarkan telur yang sangat banyak,
sehingga 200.000 telur sehari melalui tinja. Penularan terjadi melalui makanan yang terinfeksi
oleh telur dan larvanya (panjangnya kira-kira 0,25 mm) yang berkembang dalam usus halus.
Larva ini menembus dinding usus, melalui hati untuk kemudian ke paru-paru. Setelah mencapai
tenggorok, lalu larva ditelan untuk kemudian berkembang biak menjadi cacing dewasa di usus
halus.
Jumlahnya dapat menjadi sedemikian besar hingga dapat menimbulkan penyumbatan, juga
Siklus Hidup
Gambar 2.1 Siklus hidup Ascaris lumbricoides (CDC, 2009)
2.1.2. Oxyuriasis
Enterobius vermicularis (dahulu disebut Oxuriasis) atau cacing kermi yang biasanya
terdapat dalam cecum, menimbulkan gatal di sekitar dubur (anus) dan kejang hebat pada
anak-anak.Infeksi ini juga dapat menimbulkan apendicitis. Pada wanita, cacing dapat migrasi dari
saluran genital dan seterusnya ke rongga perut sehingga memungkinkan peritonitis (Natural
Vitality Centre, 2010).
Penularan pada anak kecil sering kali terjadi melalui auto-reinfeksi, yakni melalui
telur-telur yang melekat pada jari-jari sewaktu menggaruk daerah dubur yang dirasakan sangat gatal
dan dengan demikian memungkinkan terjadinya infeksi sekunder. Penyebabnya adalah cacing
betina yang panjangnya 8-13 mm, keluar dari dubur antara jam 8-9 malam untuk bertelur di kulit
sekitar dubur.
Infeksi cacing kermi adalah satu-satunya infeksi yang dapt ditularkan dari orang ke orang,
sehingga semua anggota keluarga harus diobati serentak, walaupun tidak menunjukkkan
Siklus Hidup
Setelah membuahi cacing betina, cacing jantan biasanya mati dan mungkin akan keluar
bersama tinja. Di dalam cacing betina yang gravid, hampir seluruh tubuhnya dipenuhi telur dan
kemudian cacing dewasa betina bertelur pada bagian dubur dan sekitar kulit bagian perianal.
Diperkirakan juga bahwa setelah cacing betina meletakkan telur-telurnya, cacing betina kembali
masuk ke dalam usus, tetapi hal ini belum terbukti (Garcia, 1996).
2.1.3. Ancylostomiasis
Infeksi cacing tambang (hookworm) pada manusia disebabkan oleh Necator americanus
(nekatoriasis) dan Ancylostoma duodenale (ankilostomiasis). Cacing tambang mempunyai siklus
hidup yang kompleks, infeksi oleh larva melalui kulit dan mengalami migrasi ke paru – paru dan
berkembang menjadi dewasa pada usus halus. Infeksi cacing tambang menyebabkan anemia
mikrositik dan hipokromik karena kekurangan zat besi akibat kehilangan darah secara kronis.
Cacing dewasa terutama hidup di daerah yeyunum dan duodenum. Telur dikeluarkan
melalui tinja dan tidak infektif pada manusia. Larva filariform yang bersifat infektif hidup secara
bebas di dalam tanah dan air (Ideham, 2007).
Siklus Hidup
2.1.4. Trichiuriasis
Trichuris trichiura merupakan penyebab penyakit trikuriasis. Karena bentuknya mirip
cambuk, cacing ini sering disebut sebagai cacing cambuk (whip worm). Cacing ini tersebar luas
di daerah tropis yang berhawa panas dan lembab.
Trichuris trichiura hanya dapat ditularkan dari manusia ke manusia sehingga cacing ini
bukan parasit zoonosis. Adapun cacing dewasa melekat pada mukosa usus penderita, terutama di
daerah sekum dan kolon, dengan membenamkan kepalanya di dalam dinding usus. Kadang –
kadang cacing ini ditemukan hidup di apendiks dan ileum bagian distal (Soedarto, 2008).
Siklus Hidup
Gambar 2.2 Siklus hidup Trichuris trchiura (CDC, 2009)
2.2. Antihelmintik
Antihelmintik atau obat anti cacing (Yun. Anti = lawan, helmins = cacing) adalah obat
yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini termasuk
semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-obat sistemik
Obat-obat yang tidak diresorpsi lebih diutamakan untuk cacing di dalam rongga usus agar
kadar setempat setinggi mungkin.
Sebaliknya terhadap cacing yang dapat menembus dinding-dinding usus dan menjalar ke
jaringan dan organ lain, misalnya cacing gelang, hendaknya digunakan obat sistemik yang
justeru diresorpsi baik ke dalam darah hingga mencapai jaringan (Tan, 2007).
2.2.1. Mebendazol : Vermox
Ester-metil dari benzimidazol ini (1972) adalah antihelmintik berspektrum luas yang sangat
efektif terhadap cacing kermi, gelang, pita, cambuk dan tambang. Obat ini banyak digunakan
sebagai monoterapi untuk penanganan massal penyakit cacing, juga pada infeksi campuran
dengan dua atau lebih jenis cacing. Mebendazol bekerja sebagai vermisid, larvisid dan juga
ovisid. Mekanisme kerjanya melalui perintangan pemasukan glukosa dan mempercepat
penggunaan glikogen pada cacing. Penggunaan mebendazol tdak memerlukan laksans.
Resorpsinya dari usus adalah kecil yaitu kurang dari 10%. Kesetaraan biologis mebendazol
juga rendah akibat dari first pass effect yang tinggi. Persentase pengikatan mebendazol pada
protein adalah 95%. Ekskresinya berlangsung lewat empedu dan urin.
*Albendazol (Eskazole) adalah derivat karbamat dari benzimidazol (1988), berspektrum luas
terhadap cacing kermi, gelang, pita, cambuk dan tambang. Golongan obat ini terutama
dianjurkan pada echinococciosis (cacing pita anjing). Di dalam hati, zat ini segera diubah
menjadi sulfoksida, yag kemudian diekskresikan melalui empedu dan urin (Tan, 2007).
2.2.2. Piperazin : Upixon
Zat basa ini (1949) sangat efektif terhadap cacing gelang (Ascaris) dan cacing kermi
(Oxyuris) berdasarkan perintangan penerusan-impuls neuromuskuler, hingga cacing
dilumpuhkan dan kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui gerakan peristaltik usus. Di
samping itu juga, piperazin juga mempunyai khasiat sebagai laksans lemah. Dahulu obat ini
banyak digunakan kerana efektif dan murah, tetapi sejak tahun 1984, banyak negara Barat
menghentikan penggunaannya berhubung efek samping terutama neurotoksisitasnya.
Resorpsi dari usus adalah cepat dan kurang lebih 20% diekskresikan melalui urin dalam
*Dietilkarbamazin : DEC, Hetrazan
Derivat piperazin ini (1948) dikembangkan sewaktu perang dunia kedua, ketika kurang lebih
15.000 tentara AS yang ditempatkan di pulau-pulau Pasifik Barat menderita filariasis.
Obat ini khusus digunakan terhadap mikrofilaria cacing benang, antara lain Wucheria
bancrofti dan Loa-Loa, sedangkan kurang efektif terhadap makrofilaria. Obat ini mengubah
permukaan membran cacing sehingga sistem imun dapat memusnahkan cacing. Resorpsinya
dari usus mudah sehingga kadar dalam plasma darah mencapai puncak dalam 1-2 jam. Waktu
paruh dalam plasma adalah 10-12 jam. Lebih dari 50% diekskresikan melalui urin dalam
keadaan utuh (Tan, 2007).
2.2.3. Pirantel : Combantrin
Derivat pirimidin ini (1966) berkhasiat terhadap Ascaris, Oxyuris dan Necator, tetapi tidak
efektif terhadap Trichiuris. Mekanisme bekerjanya melumpuhkan cacing dengan jalan
menghambat propagasi impuls neuromuskuler. Kemudian, parasit dikeluarkan oleh
peristaltik usus tanpa memerlukan laksans. Resorpsinya dari usus adalah ringan (Howland,
2006). Ia diekskresikan dalam keadaan utuh bersama metabolitnya melalui tinja sebanyak
50% dan lebih kurang 7% dikeluarkan melalui urin.
2.2.4. Levamisol : Levotetramisol, Askamex, Ergamisol
Derivat imidazol ini (1969) sangat efektif terhadap cacing gelang dan cacing tambang dengan
jalan melumpuhkannya. Khasiat lainnya yang sangat penting adalah stimulasi sistem
imunologi tubuh (imunostimulator pada kemoterapi).
2.2.5. Praziquantel : Biltricide
Derivat pirazino-isokinolin ini (1980) berkhasiat baik terhadap jenis tertentu Schistosoma
dan Taenia, sedangkan terhadap cacing hati Fasciola hepatica tidak efektif.
Obat ini satu-satunya digunakan pada schistosomiasis dan juga dianjurkan pada taeniasis.
2.2.6. Niklosamida : Yomesan
Senyawa nitrosalisilanilida ini (1960) sangat efektif sebagai vermisid terhadap cacing pita,
tetapi tidak efektif terhadap telurnya. Khasiatnya diperkirakan melalui peningkatan kepekaan
cacing terhadap enzim protease dalam usus penderita hingga cacing lebih mudah dicerna.
Umumnya terapi dinilai efektif bila setelah 3-4 bulan tidak ditemukan lagi segmen cacing
(proglottida) dan telurnya dalam tinja (Tan H.T., Rahardja K., 2007). Khususnya pada
infeksi oleh Taenia solium setelah segmen dicernakan, telurnya akan dibebaskan dalam
rongga usus, sehingga timbul kemungkinan cysticercosis bagi pasien. Dalam hal itu perlu
diberikan laksans garam 3-4 jam setelah pengobatan untuk mengeluarkan segmen mati.
Laksans tidak diperlukan pada infeksi Taenia saginata karena tidak ada resiko cysticercosis.
Resorpsinya dalam saluran cerna sekitar 15% dan sebagian besar diekskresiakan melalui urin
dalam bentuk yang sudah direduksi, sisanya melalui tinja dalam 1-2 hari. Waktu paruhnya
dalam plasma darah adalah selama 3 jam.
2.2.7. Ivermectin : Stromectol
Hasil fermentasi (1987) dari jamur Streptomyces avermitilis ini merupakan obat terpilih
untuk infeksi cacing benang (onchocerciasis). Obat ini berdaya mengurangi mikrofilaria di
kulit dan di mata dengan efektif. Ivermectin juga sangat efektif terhadap Ascaris dan
Strongyloides, tetapi lebih ringan daya kerjanya terhadap Oxyuris dan Trichiuris. Selain itu,
ampuh juga terahadap kudis dan kutu rambut. Waktu paruhnya selama 12 jam dan
ekskresinya berlangsung khusus melalui tinja.
Obat ini dikontraindikasi pasa pasien mengidap meningitis dan juga pada ibu hamil.
Pembasmian mikrofilaria dapat mengakibatkan reaksi Mazotti yaitu demam, nyeri kepala,
2.3. Perilaku
Menurut Notoadmodjo, perilaku dikembangkan menjadi tiga tingkat yaitu
pengetahuan,sikap dan tindakan.
2.3.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting akan terbentuknya
tindakan seseorang. Karena itu pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih bagus daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2003).
2.3.2. Sikap ( attitude )
Sikap adalah merupakan reaksi atau respons sesorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Menurut Notoadmodjo ( 2003 ), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni:
1. Menerima ( Receiving ) diartikan bahwa orang ( subjek ) mahu dan memperhatikan
stimulus yang diberikan ( objek ).
2. Merespon ( Responding ) adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai ( Valuing ), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga
4. Bertanggung jawab ( Responsible ), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resikop adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
2.3.3. Tindakan (practise)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan ( overt behavior ). Untuk
terwujudnya sikap menajdi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
Adapun tingkat – tingkat praktik / tindakan yaitu :
1) Persepsi ( Perception )
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2) Respon Terpimpin ( Guided Respons )
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
3) Mekanisme ( Mechanism )
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis ataupun sesuatu
itu sudah menjadi kebiasaan.
4) Adaptasi ( Adaptation )
Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini, kerangka konsep mengenai perilaku pemberian antihelmintik oleh ibu-ibu di
Desa Sidomulyo kepada anak-anak mereka.
3.2 Definisi operasional:
3.2.1 Perilaku adalah pengetahuan, sikap dan tindakan ibu terhadap pemberian antihelmintik
kepada anak berdasarkan ajuran dokter atau tanpa anjuran dokter
Pengobatan cacingan Pengetahuan ibu
Sikap ibu
3.2.2. Pengetahuan ibu tentang obat antihelminthik dan pengobatan cacingan
Alat Ukur : Kuesioner Hasil Ukur :
Baik, apabila menjawab benar >75% Sedang, apabila menjawab benar 40-75% Kurang, menjawab benar <40%
Skala Ukur : Ordinal
3.2.1.2. Sikap adalah tanggapan atau reaksi ibu terhadap pemberian antihelminthik
Alat Ukur : Kuesioner Hasil Ukur :
Baik, apabila menjawab benar >75% Sedang, apabila menjawab benar 40-75% Kurang, menjawab benar <40%
Skala Ukur : Ordinal
3.2.1.3 Tindakan adalah praktik atau perbuatan ibu dalam pemberian antihelminthik.
Alat Ukur : Kuesioner Hasil Ukur :
Baik, apabila menjawab benar >75% Sedang, apabila menjawab benar 40-75% Kurang, menjawab benar <40%
3.3 Teknik penilaian dan scoring pada kuesioner
1. Delapan pertanyaan mengenai pengetahuan responden tentang penyakit cacingan. Penilaian
tingkat pengetahuan responden berdasarkan sistem skor sebagai berikut:
Tabel 3.1 Skor Pertanyaan pada Kuesioner Pengetahuan
Nomor
soal
Skor
1 A = 1 B = 0
2 A = 1 B = 1 C = 1 D = 1 E = 1 F = 1
3 A = 1 B = 1 C = 1 D = 1
4 A = 1 B = 0
5 A = 1 B = 1 C = 1 D = 1
6 A = 1 B = 1 C = 1 D = 1
7 A = 1 B = 1 C = 1 D = 1
2. Empat pertanyaan mengenai sikap responden tentang pengobatan penyakit cacingan.
Tabel 3.2 Skor Pertanyaan pada Kuesioner Sikap
Nomor soal Skor
1 A = 1 B = 0
2 A = 1 B = 0
3 A = 1 B = 0
4 A = 1 B = 0
3. Lima pertanyaan mengenai tindakan responden dalam pengobatan penyakit cacingan.
Penilaian tindakan responden berdasarkan sistem skor sebagai berikut:
Tabel 3.3 Skor Pertanyaan pada Kuesioner Tindakan
Nomor soal Skor
1 A = 1 B = 0
2 A = 1 B = 0
3 A = 1 B = 0
4 A = 1 B = 1 C = 1
5 A = 1 B = 0
Pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terhadap pengobatan
penyakit kecacingan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diberikan responden menggunakan
skala pengukuran Pratomo dengan definisi sebagai berikut:
1. Baik, apabila jawaban responden benar lebih dari 75% dari nilai tertinggi.
3. Kurang, apabila jawaban responden benar kurang dari 40% dari nilai tertinggi.
Dengan demikian, penilaian terhadap pengetahuan responden berdasarkan sistem skoring, yaitu:
- skor 17 hingga 24 : Baik - skor di bawah 9 : Kurang
- skor 9 hingga 16 : Sedang
Dengan demikian, penilaian terhadap sikap responden berdasarkan sistem skoring, yaitu:
- skor 3 hingga 4 : Baik
- skor 1 hingga 2 : Sedang
- skor di bawah 1 : Kurang
Dengan demikian, penilaian terhadap tindakan responden berdasarkan sistem skoring, yaitu:
- skor 5 hingga 7 : Baik
- skor 3 hingga 4 : Sedang
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey yang bersifat deskriptif
dimana dilakukan pengumpulan data menggunakan kuesioner.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat, Medan. Lokasi
penelitian dipilih dengan alasan untuk mengetahui perilaku pemberian antihelmintik oleh ibu-ibu
di kalangan anak-anak dan serta kurangnya sanitasi dan kebersihan lingkungan di daerah tersebut
berdasarkan pengamatan langsung oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan selama Februari 2010
sehingga dengan bulan September 2010 dengan pengambilan data dimulakan pada bulan Juni
2010 sehingga Agustus 2010.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi
Populasi yang diambil adalah golongan ibu yang tinggal di Desa Sidomulyo, Kabupaten
Langkat yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Sampel dalam penelitian ini
diperoleh dengan menggunakan purposive sampling. Sampel yang dipilih adalah berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti hingga memenuhi jumlah sampel yang ingin diambil.
Kriteria yang ditetapkan termasuk kriteria inklusi dan juga kriteria eksklusi. Antara kriteria yang
ditetapkan peneliti terhadap responden adalah:
1. Kriteria inklusi
a. Ibu-ibu yang tinggal di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat.
b. Ibu-ibu yang mempunyai anak-anak berumur 12 bulan s/d 12 tahun.
4.3.2. Sampel
Sehubungan dengan telah diketahui besar populasi, maka besar sampel dapat ditentukan
dengan rumus:
n = 1650
1 + 1650 (0,10)2
n = 94
Dimana :
n = sampel
N = populasi
d = penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi, ditetapkan sebesar
0,10
Dari perhitungan yang telah dibuat, didapatkan bahwa jumlah sampel yang diambil untuk
penelitian ini adalah sebanyak 94 orang. Namun nilai perhitungan yang diperoleh dibulatkan
kepada 104 orang. Jadi sampel yang akan diambil adalah sebesar 104 orang.
4.3.3. Cara pengambilan sampel
Data yang diambil untuk penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan
menggunakan kuesioner sebagai alat bantu, dimana peneliti memberikan penjelasan yang singkat
kepada responden tentang penelitian yang dilakukan.
Kuesioner yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik wawancara untuk
mengetahui pengetahuan dan sikap responden terhadap penelitian ini. Informed consent haruslah
Responden yang diambil untuk dilakukan penelitian ini adalah golongan ibu-ibu rumah
tangga yang menetap di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat.
4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Sumber Data
Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung pada responden
menggunakan kuesioner.
4.4.2. Metode Pengumpulan Data a. Instrumen Pengumpulan Data
1. Untuk pengumpulan data primer digunakan instrumen penelitian berupa
kuesioner yang terlebih dahulu dilakukan uji validitas.
2. Kuesioner yang sudah selesai diuji cobakan digunakan langsung pada
responden yang menetap di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat yang
memenuhi kriteria pemilihan sehingga jumlah subjek yang diperlukan tercapai.
4.5 Pengolahan dan Analisa Data
Data diperoleh dari penilaian jawaban kuesioner responden. Kemudian data akan diolah
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Desa Sidomulyo terletak di Kabupaten Langkat, provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
Populasi total pada Desa Sidomulyo adalah 1650 orang. Desa ini merupakan daerah pertanian
dimana rata-rata penduduknya bekerja sendiri. Berdasarkan peninjauan langsung dari peneliti,
keadaan lingkungan dan sanitasi di desa Sidomulyo masih belum cukup baik sehingga ini dapat
memicu terjadinya infeksi cacing terutam cacing usus. Data diperoleh dengan mewawancara
ibu-ibu dari rumah ke rumah dengan kuesioner sebagai alat bantu.
5.1.2. Karakteristik Individu
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 104 orang. Sampel dipilih sesuai
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan yaitu ibu-ibu yang tinggal di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat
dan mempunyai anak yang berumur dari 12 bulan hingga 12 tahun.
5.1.2.1 Jumlah Anak
Pada penelitian ini, telah dilakukan perhitungan terhadap jumlah anak yang dapat dilihat
Tabel 5.1. Distribusi ibu berdasarkan jumlah anak
Jumlah Anak Responden
Frekuensi %
1 48 46.1
2 29 27.9
3 9 8.7
4 13 12.5
≥5 5 4.8
Total 104 100
Tabel 5.1. menunjukkan bahwa persentase tertinggi jumlah anak yang dimiliki responden
adalah 1 orang (46.1%) dan hanya 18 orang yang memiliki > 3 orang anak (17.3%).
5.1.2.2. Tingkat Pendidikan
Pola hidup, perilaku dan tindakan manusia tentunya tidak terlepas dari pengetahuan yang
dimiliki oleh sebab itu untuk menilai perilaku dan tindakan seseorang perlu diketahui tingkat
pendidikannya. Pada penelitian ini, karakteristik ibu berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat
[image:34.612.98.512.528.674.2]pada tabel 5.2. dibawah ini.
Tabel 5.2. Distribusi tingkat pendidikan ibu
Tingkat Pendidikan Responden
Frekuensi %
Tinggi (D3/PT) 3 2.8
Sedang (SLTP/A) 71 68.3
Rendah (≤SD) 30 28.9
5.1.3. Pengetahuan Responden Tentang Pengobatan Cacingan pada Anak-Anak di Desa Sidomulyo pada Tahun 2010
Berdasarkan tabel 5.3. mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan sedang
yaitu sebanyak 96 orang (92.3%) dan tiada responden yang tergolong dalam tingkat pengetahuan
[image:35.612.72.494.249.394.2]baik.
Tabel 5.3. Tingkat pengetahuan responden tentang pengobatan cacingan pada anak di desa Sidomulyo pada tahun 2010
Tingkat Pengetahuan
Responden
Frekuensi %
Baik 0 0
Sedang 96 92.3
Kurang 8 7.7
Total 104 100
5.1.4. Sikap Responden Tentang Pengobatan Cacingan pada Anak-Anak di Desa Sidomulyo pada Tahun 2010
Hasil penelitian ini mendapatkan baawa kebanyakan responden mempunyai sikap
dengan kategori sedang dengan persentase 53.8% terhadapa pengobatan cacingan (Tabel 5.4)
Tabel 5.4. Sikap responden terhadap pengobatan cacingan pada anak di desa Sidomulyo pada tahun 2010
Sikap Responden
Frekuensi %
Baik 48 46.2
Sedang 56 53.8
Kurang 0 0
Total 104 100
5.1.5. Tindakan Responden Tentang Pengobatan Cacingan pada Anak-Anak di Desa Sidomulyo pada Tahun 2010
Penelitian ini memperoleh hasil tindakan responden terhadap pengobatan cacingan
umumnya tergolong kategori sedang yaitu sebanyak 58 orang (Tabel 5.5).
Tabel 5.5. Tindakan responden tentang pengobatan cacingan pada anak di desa Sidomulyo pada tahun 2010
Tindakan Responden
Frekuensi %
Baik 43 41.3
Sedang 58 55.8
Kurang 3 2.9
[image:36.612.67.494.476.621.2]5.2 Pembahasan
5.2.1. Pengetahuan Responden
Tingkat pengetahuan ibu-ibu di desa Sidomulyo terhadap pengobatan cacingan di
kalangan anak-anak adalah sedang kemungkinan karena penyuluhan yang belum
merata/menyeluruh walaubagaimanapun dari hasil penelitian menunjukkan kesemua 104
responden (100%) pernah mendengar dan mengetahui bahwa cacingan dapat diobati. Kenyataan
ini sesuai dengan pernyataan Dinas Kesehatan Sumatera Utara yang mencanangkan bulan
Desember 2010, semua daerah di Sumatera Utara sudah disosialisasikan tentang pemberantasan
infeksi cacing khususnya pada anak. Antara lain, usaha-usaha yang telah mereka lakukan adalah
penyadaran pentingnya perilaku hidup sehat dan bersih (DINKES, 2010). Hasil ini sejalan
dengan pernyataan Notoatmodjo (2003) yaitu pendidikan bertujuan untuk mengubah
pengetahuan, pendapat dan konsep-konsep, mengubah sikap dan persepsi serta menanamkan
tingkah laku yang baru pada pendidikan rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hidayat
(1995) bahwa pemberian antihelmintik dengan penyuluhan akan berakibat penanggulangan
cacingan yang lebih baik. Pemberian yang tidak sesuai hanyalah menjadi beban ekonomis bagi
ibu-ibu. Rata-rata dari ibu hanya mempunyai pendidikan di peringkat sedang (Tabel 5.2.), hal ini
sedikit sebanyak mempengaruhi pola perilaku ibu dalam pemberian antihelmintik kepada anak
mereka.
5.2.2. Sikap Responden
Sikap dan persepsi responden terhadap upaya pengobatan cacingan di kalangan
anak-anak adalah pada tingkat sedang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo (2003) bahwa
pengetahuan amat memainkan peran penting dalam membentuk sikap dan persepsi individu
terhadap sesuatu. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semua ibu mempunyai persepsi yang
baik dan sependapat terhadap perlunya pemberian antihelmintik yang benar. Ini karena, dari
pemberian antihelmintik yang benar dan mengikut indikasi maka cacingan dapat diobati dengan
tuntas. Hal ini ditekankan sewaktu proses penyuluhan mengenai cacingan dan pengobatannya
5.2.3. Tindakan Responden
Tindakan responden terhadap upaya pengobatan cacingan di kalangan anak-anak
umumnya dengan pemberian antihelmintik sesuai dengan indikasi dan mengikut aturan
pemakaian masih tergolong kategori sedang. Keadaan ini menunjukkan bahwa belum baiknya tindakan ibu dalam pengobatan cacingan dikalangan anak-anak. Hal ini sesuai pernyataan
Notoatmodjo (2005) bahwa setiap tindakan itu akan lebih baik jika didasarkan dengan
pengetahuan yang baik. Hasil ini juga sejalan dengan pernyataan Prasetya (1998) yaitu
pengetahuan dengan sikap dan pengetahuan dengan tindakan pada masing-masing kelompok
ternyata berhubungan secara bermakna (p<0.05). Dari pertanyan pada kuesioner, hanya sebagian
dari golongan ibu yang membawa anak yang mengalami cacingan ke dokter untuk melakukan
pemeriksaan. Hal ini mungkin diakibatkan oleh faktor ekonomis karena rata-rata ibu hanyalah
merupakan ibu rumah tangga. Tambahan pula, ketersediaan bermacam antihelmintik di pasaran
menyebabkan ibu merasa lebih mudah untuk mengobati sendiri. Mayoritas responden
melakukan pemberian antihelmintik mengikuti aturan pemakaian obat yang telah ditetapkan. Hal
ini mungkin karena aturan pemakaian antihelmintik yang biasanya dalam bentuk dosis tunggal
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku ibu-ibu di Desa Sidomulyo, Kabupaten
Langkat terhadap pemberian antihelmintik kepada anak-anak mereka masih belum baik.
Berdasarkan teknik skoring Notoatadmodjo:
1. Tingkat pengetahuan responden dalam pemberian antihelmintik menunjukkan mayoritas
responden mempunyai tingkat pengetahuan sedang yaitu 92.3% (n=96). Sebanyak 7.7%
(n=8) responden mempunyai tingkat pengetahuan kurang dan tiada responden yang
mempunyai tingkat pengetahuan yang baik.
2. Sikap dan persepsi responden dalam pemberian antihelmintik menunjukkan umumnya pada
kategori sikap sedang yaitu sebanyak 53.8% (n=56), 46.2% (n=48) responden dengan
kategori sikap yang baik dan tidak ada responden berada dalam kelompok sikap kurang
atau buruk.
3. Tindakan responden terhadap pemberian antihelmintik menunjukkan angka paling tinggi
pada kategori sedang yaitu sebanyak 55.8% (n=58). Responden yang mempunyai tindakan
yang baik adalah 41.3% (n=43). Hanya 46.2% (n=48) responden dengan tindakan yang
kategori buruk/kurang.
6.2 Saran
Berbagai upaya atau perubahan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki penelitian ini.
Misalnya, untuk peneliti lain yang berminat, mereka dapat melakukan penelitian ini dengan
menggunakan metode analitik dimana dilakukan perbandingan antara tingkat pengetahuan
responden dengan pendidikan yang berbeda. Selain itu, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik
dan gambaran perilaku yang lebih menyeluruh, dapat dilakukan penambahan jumlah bilangan
Walaupun mayoritas ibu rumah tangga yang menjadi responden dalam penelitian ini
mempunyai pengetahuan sedang, namun kejadian penyakit cacingan masih tinggi di desa
Sidomulyo, Kabupaten Langkat untuk itu harus dilakukan penyuluhan yang lebih efektif
terhadap penyakit cacingan dan pengobatannya agar penyakit cacingan dapat diobati secara
Daftar Pustaka
CDC DPDx, 2009 Parasitology. Diagram of Life Cycle of Ascariasis.
Available from:
[Accessed 20 Mac 2010].
CDC DPDx, 2009 Parasitology. Diagram of Life Cycle of Trichiuriasis.
Available from:
[Accessed 20 Mac 2010].
CDC DPDx, 2009 Parasitology. Diagram of Life Cycle of Hookworm.
Available from:
[Accessed 20 Mac 2010].
Depkes RI, 2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan
Cacingan di Era Desentralisasi. Depkes RI,Jakarta.
Danim, S., 1997. Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Perilaku. Bumi Aksara, Jakarta.
Gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W., 1998. Parasitologi Kedokteran. Edisi
ketiga. Jakarta: BP FKUI; 8-29.
Garcia S.L., Bruckner D.A., 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Edisi
pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hadidjaja, P., 1994 Masalah Penyakit Kecacingan di Indonesia dan Masalah
Penanggulangannya. Majalah Kedokteran Indonesia. 44 : 215-216.
Howland D.R., Mycek M.J., 2006. Lippincott’s Illustrated Review of
Ideham, B, 2007. Helmintologi Kedokteran, Airlangga University Press,
Surabaya.
Kasjono, H.S., Yasril. 2009. Teknik Sampling untuk Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
MIMS Online, 2010. Product Information. Available from:
[Accessed 21 November 2010]
Natural Vitality Centre, 2010. Symptoms of Parasitic Infections. Available from:
[Accessed 14 April 2010]
Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
Pt. Rineka Cipta, 95-145.
Prasetya, L., 1998. Pengaruh Program Pembanterasan Keacingan terhadap
Perilaku Orang Tua Murid Sekolah Dasar di Kelurahan Pisangan Baru
Jakarta Timur.
Soedarto, 2008. Parasitologi Klinik, Airlangga University Press, Surabaya.
Tan, H.T., Rahardja, K., 2007. Obat-Obat Penting; Khasiat, Penggunaan dan
Efek Sampingnya. edisi keenam. Pt. Elex Media Komputindo, 197-206.
Zaman, V., Loh, A.K., 1982. Handbook of Medical Parasitology. ADIS Health
Lampiran
Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama: Meor Muhammad Fahmi Bin Meor Ahmad
Tempat/Tanggal Lahir: 13 Desember 1988/Malaysia
Agama: Islam
Alamat: Malaysia
Riwayat Pendidikan: 1. Sekolah Kebangsaan Kamil 1
2. Maktab Rendah Sains Mara Beseri
3. ACMS Pulau Pinang
Riwayat Pelatihan: 1. Peserta Penyambutan Mahasiswa Baru 2007 FK USU,
Medan
2. Peserta Minggu Suai Kenal Pelajar Malaysia 2007
Riwayat Organisasi: 1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia se-
Indonesia (PKPMI)
Lampiran 2
Kuesioner
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPODEN PENELITIAN
Perilaku Pemberian Antihelmintik (Obat Anti Cacing) Oleh Ibu di Desa Sidomulyo Terhadap
Anak-Anak
Oleh :
Meor M Fahmi
Saya mahasiswa Program S-1 Pendidikan Dokter Fakultas kedokteran Universitas
Sumatera Utara yang melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui perilaku ibu-ibu di Desa
Sidomulyo, Kabupaten Langkat terhadap pemberian obat anti cacing kepada anak-anak.
Salah satu manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada golongan ibu
mengenai pemakaian dan pemberian obat anti cacing serta meningkatkan kesadaran tentang
pentingnya pengobatan terhadap penyakit cacingan.Saya mengharapkan jawaban yang
sebenar-benarnya dan kerja sama dari ibu. Informasi yang ibu berikan akan digunakan untuk
mengembangkan pengetahuan dan tidak akan digunakan untuk maksud-maksud lain selain
penelitian ini.
Partisipasi ibu dalam penelitian ini bersifat bebas, ibu bebas untuk ikut atau menolak
tanpa adanya sanksi apapun. Atas kerja samanya saya ucapkan terima kasih.
Medan, 2010
Meor Muhd Fahmi
Kuesioner
I. Data Responden
Nama Responden : ...
Umur : ... tahun
Pendidikan :
Jenis Kelamin dan Umur Anak
Anak Ke Jenis Kelamin Umur (tahun)
1
2
3
4
5
6
II. Pengetahuan
1. Apakah cacingan dapat diobati?
a. Ya
b. Tidak
2. Dari manakah ibu mengetahui tentang pengobatan cacingan?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
a. Petugas kesehatan
b. Pamong (camat, lurah,RW,RT)
c. Kader (posyandu)
d. Orang dekat (keluarga,teman,tetangga)
e. Media elektronik (TV,Radio,Film)
f. Media cetak (surat kabar, majalah, brosur)
3. Dari manakah obat anti cacing dapat diperolehi?
a. Apotek
b. Warung
c. Rumah Sakit/Poliklinik
d. Posyandu/Puskesmas
4. Apakah ibu mengetahui jenis-jenis obat anti cacing (antihelmintik) yang
digunakan untuk mengobati cacingan?
a. Ya
5. Manakah antara berikut merupakan obat-obat anti cacing yang terdapat di
pasaran?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
a. Askamex
b. Vermox
c. Combantrin
d. Piraska
6. Berikut adalah akibat (efek samping) pemberian obat anti cacing:
(Jawaban boleh lebih dari satu)
a. Diare
b. Mual
c. Muntah
d. Sukar tidur
7. Berikut adalah sebab dan alasan yang benar untuk pemberian obat
anti cacing?
(Jawaban boleh lebih dari satu)
a. Setelah melakukan pemeriksaan tinja
b. Adanya tanda-tanda cacingan
c. Keadaan lingkungan dan sanitasi yang buruk
III Sikap
1. Penyakit cacingan dapat diobati dengan baik setelah melakukan
pemeriksaan/diagnosa(pemeriksaan tinja) :
a. Setuju
b. Tidak setuju
2. Pemberian obat anti cacing haruslah sesuai pemberiannya :
a. Setuju
b. Tidak setuju
3. Anak-anak haruslah dibawa berjumpa dokter jika curiga adanya cacingan :
a. Setuju
b. Tidak setuju
4. Pemerintah harus memberi penyuluhan tentang pengobatan dan pencegahan
cacingan
a. Setuju
IV Tindakan
1. Pernahkah ibu membawa anak jagaan ibu datang melakukan pemeriksaan atas alasan
menderita cacingan?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah ibu pernah memberikan obat cacing kepada anak ibu?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah pemberian obat cacing tersebut atas anjuran dokter atau selepas adanya
gejala-gejala cacingan?
a. Ya
b. Tidak
4. Dari mana ibu mendapatkan obat anti cacing tersebut?
a. Apotek
b. Warung
c. Posyandu/Rumah Sakit/Poliklinik/Puskesmas
5. Sewaktu memberikan obat anti cacing kepada anak, apakah ibu mengikut
aturan pemakaian yang ditetapkan dokter atau pabrik obat?
a. Ya
Lampiran 3 (Data SPSS)
Uji Validitas (Pearson Correlation)
Correlations
p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 Total
p1 Pearson Correlation 1 .234 .512* .375 .228 .349 .327 .628**
Sig. (2-tailed) .320 .021 .103 .333 .131 .159 .003
N 20 20 20 20 20 20 20 20
p2 Pearson Correlation .234 1 .458* .528* .000 .108 .397 .679**
Sig. (2-tailed) .320 .042 .017 1.000 .652 .083 .001
N 20 20 20 20 20 20 20 20
p3 Pearson Correlation .512* .458* 1 .352 .117 .459* .307 .767**
Sig. (2-tailed) .021 .042 .128 .624 .042 .187 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20
p4 Pearson Correlation .375 .528* .352 1 .228 .349 .327 .676**
Sig. (2-tailed) .103 .017 .128 .333 .131 .159 .001
N 20 20 20 20 20 20 20 20
p5 Pearson Correlation .228 .000 .117 .228 1 .319 .398 .458*
Sig. (2-tailed) .333 1.000 .624 .333 .170 .082 .042
N 20 20 20 20 20 20 20 20
p6 Pearson Correlation .349 .108 .459* .349 .319 1 .210 .608**
Sig. (2-tailed) .131 .652 .042 .131 .170 .375 .004
N 20 20 20 20 20 20 20 20
p7 Pearson Correlation .327 .397 .307 .327 .398 .210 1 .632**
Sig. (2-tailed) .159 .083 .187 .159 .082 .375 .003
N 20 20 20 20 20 20 20 20
Total Pearson Correlation .628** .679** .767** .676** .458* .608** .632** 1
Sig. (2-tailed) .003 .001 .000 .001 .042 .004 .003
N 20 20 20 20 20 20 20 20
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Skor Kuesioner Bagian Pengetahuan Responden
Pertanyaan 1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 104 100.0 100.0 100.0
Pertanyaan 2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 5 4.8 4.8 4.8
2 55 52.9 52.9 57.7
3 40 38.5 38.5 96.2
4 3 2.9 2.9 99.0
5 1 1.0 1.0 100.0
Total 104 100.0 100.0
Pertanyaan 3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 26 25.0 25.0 25.0
2 62 59.6 59.6 84.6
3 15 14.4 14.4 99.0
4 1 1.0 1.0 100.0
Total 104 100.0 100.0
Pertanyaan 4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 1 1.0 1.0 1.0
1 103 99.0 99.0 100.0
Pertanyaan 5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 1 1.0 1.0 1.0
1 61 58.7 58.7 59.6
2 42 40.4 40.4 100.0
Total 104 100.0 100.0
Pertanyaan 6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 1 1.0 1.0 1.0
1 70 67.3 67.3 68.3
2 31 29.8 29.8 98.1
3 2 1.9 1.9 100.0
Total 104 100.0 100.0
Pertanyaan 7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 63 60.6 60.6 60.6
2 38 36.5 36.5 97.1
3 3 2.9 2.9 100.0
Skor Kuesioner Bagian Sikap Responden
Pertanyaan 1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 61 58.7 58.7 58.7
1 43 41.3 41.3 100.0
Total 104 100.0 100.0
Pertanyaan 2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 104 100.0 100.0 100.0
Pertanyaan 3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 67 64.4 64.4 64.4
1 37 35.6 35.6 100.0
Total 104 100.0 100.0
Pertanyaan 4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Skor Kuesioner Bagian Tindakan Responden
Pertanyaan 1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 51 49.0 49.0 49.0
1 53 51.0 51.0 100.0
Total 104 100.0 100.0
Pertanyaan 2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 1 1.0 1.0 1.0
1 103 99.0 99.0 100.0
Total 104 100.0 100.0
Pertanyaan 3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 31 29.8 29.8 29.8
1 73 70.2 70.2 100.0
Total 104 100.0 100.0
Pertanyaan 4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 88 84.6 84.6 84.6
2 15 14.4 14.4 99.0
3 1 1.0 1.0 100.0
Total 104 100.0 100.0
Pertanyaan 5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 12 11.5 11.5 11.5
Pertanyaan 5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 12 11.5 11.5 11.5
1 92 88.5 88.5 100.0