NILAI–NILAI RELIGIUS
SYAIR HAJI
TERJEMAHAN
MUHAMMAD FANANI
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O L E H
Nama : Lucy Diana Tari NIM : 040702004
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
PROGAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN
NILAI-NILAI RELIGIUS PADA SYAIR HAJI DALAM TERJEMAHAN MUHAMMAD FANANI
O L E H
LUCY DIANA TARI NIM. 050702004
Pembimbing I Pembimbing II
Drs Yos Rizal, MSP Drs. Baharuddin.
M.Hum
Nip:132006290 Nip: 131785647
Disetujui oleh :
Departemen Bahasa Dan Sastra Daerah Ketua,
Drs. Baharuddin, M. Hum NIP 131785647
FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN
NILAI-NILAI RELIGIUS SYAIR HAJI
TERJEMAHAN
MUHAMMAD FANANI
SKRIPSI SARJANA Dikerjakan
O L E H
Nama : Lucy Diana Tari Nim : 050702004
Pembimbing I Pembimbing II
Drs Yos Rizal, MSP Drs. Baharuddin. M.Hum
Nip:132006290 Nip: 131785647
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU untuk melengkapi salah satu syarat ujian dalam Bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Melayu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
PROGAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN
DISETUJUI OLEH :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH KETUA,
Drs. Baharuddin, M.Hum
KATA PENGANTAR
Bismillahiramanirohim..
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidaya-Nya penulis diberikam kesehatan selama mengikuti perkuliahan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Tiada kata yang pantas penulis ucapkan pertama sekali sebagai tanda terima kasih atas selesainya skripsi ini selain ucapan puji dan syukur kepada Allah
SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Selanjutnya, selawat beriring salam penulis sampaikan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah mengangkat manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan
ilmu pengetahuan
Untuk memahami skripsi penulis membaginya menjadi lima bab. Yang
pertama Bab pendahuluan, kedua tinjauan pustaka, ketiga metode penelitian, keempat pembahasan dan kelima kesimpulan dan saran. Dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu
penulis sangat mengharapakan saran dan masukan dari pembaca untuk kesempurnaan skripsi ini
Akhir kata penulis berharap semoga apa yang di uraikan dalam skripsi ini dapat member manfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2009
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A. Ph.D. Dekan Fakultas Sastra USU, selaku
pimpinan tertinggi di fakultas sastra.
2. Bapak Drs. Baharuddin M.Hum selaku Ketua Departemen Sastra Daerah
sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan mengarahkan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran demi selesainya skripsi ini.
3. Bapak Drs. Yos Rizal MSP. Selaku pembimbing I terima kasih atas bimbingannya telah memberikan masukan dan bimbingan kepada penuls
sampai selesainya penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Sastra Daerah.
5. Ayahanda (Suardi) dan Ibunda (Ermawati) tercinta sebagai orang yang teristimewa di dalam diri penulis yang telah memberikan segalanya kepada
penulis kasih sayang, perhatian, bimbingan serta tidak pernah mengeluh dalam membiayai pendidikan penulis. Kepada kakak ( mona liza) dan abang (Hendri saputra, Didi surya) penulis tercinta yang telah banyak
6. Buat kak fifi yang telah menbantu penulis dalam kelancaran proses skripsi
dan membantu dalam kelancaran proses admintrasi penulis.
7. Sahabat-sahabat dekat penulis, khusus nya stambuk 05. dan namanya yang
tidak penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, semangat dan dorongan. Penulis berharap agar persahabatan kita tetap abadi.
8. Adek-adek stambuk 06, yang namanya tidak penulis sebutkan satu persatu tetap semangat menjalani masa studinya.
9. Adek-adek stambuk 07, yang namanya tidak penulis sebutkan satu persatu tetap semangat menjalani masa studinya.
10.Adek-adek stambuk 08, yang namanya tidak penulis sebutkan satu persatu
tetap semangat menjalani masa studinya
Semoga segenap perhatian, dukungan dan dorongan serta bantuan yang
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Nilai-Nilai Religius Syair Haji” masalah
penelitian ini untuk mengetahui struktur pembentuk syair (intrinsik) dan nilai-nilai religius yang terdapat dalam syair haji. Adapun tujuan penelitian terhadap syair haji ini yaitu mengungkapkan nilai-nilai religius atau keagamaan dan untuk
melestarikan hasil religius yang terkandung di dalamnya dan untuk melestarikan hasil sastra lama berupa syair.
Metode penelitian yang digunakan, metode deskriptif yakni bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena–fenomena yang ada di dalam syair. Analisis mengunakan religiusitas yakni meneliti nilai religius yang
terkandung dalam syair haji di bantu teori struktur (intrinsik) sebagai landasan penulis.
Pertama sekali dilakukan adalah membicarakan unsur intrinsik yang meliputi unsure pembentuk luar(fisik), diksi, imaji, kata konkret dan gaya bahasa. Sedangkan unsure pembentuk dalam(batin), tema, feeling, nada, dan amanat.
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ……….. i
UCAPAN TERIMA KASIH ……… ii
DAFTAR ISI ………. iii
ABSTRAK……….. iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……… 1
1.2Perumusan Masalah ……… 6
1.3Tujuan Penelitian ……… 6
1.4Manfaat Penelitian……….. 6
1.5Orisinalitas Penelitian……… 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan ………. 8
2.2 Teori yang Digunakan ………. 9
2.2.1 Struktural………... 9
2.2.2 Religiusitas………... 15
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Dasar ……….. 19
3.2 Objek Penelitian……… ……… 19
3.3 Teknik Pengumpulan Data ………. 19
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Analisis struktur fisik syair haji………. 21
4.1.1. Struktur Fisik……….. 21
4.1.11.Diksi ……… 21
4.1.2 Imaji ………... 22
4.1.3 Kata konkret……… 25
4.1.4 Gaya Bahasa……… 26
4.2. Struktur Batin………... ……… 27
4.2.2.Tema ……… 27
4.2.3. Perasaan (feeling)……….. 28
4.2.4. Nada atau suasana (tone) ……… 29
4.2.5 Amanat……… 30
4.3. Nilai-nilai religius Syair Haji……… 32
4.3.1Ketauhidan……… 32
4.3.1.1. Tauhid Rububiyyah……… …. 33
4.3.1.2. Tauhid Uluhiyyah……… … 34
4.3.1.3. Tauhid Mulkiyah………... 36
4.3.2 Komponen Ibadah Haji………. 37
A. Syarat Wajib Haji……….. 37
B. Syarat Sah Haji……….. 42
C. Rukun Haji………. 44
D. Wajib Haji………. 46
E. Sunat Haji……….. 46
4.3.3 Pelaksanaan haji……… 48
A. Haji Ifrad………... 48
B. Haji Tamattu………. 49
C. Haji Qiran………. 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 53
5.2 Saran ………. 54
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Nilai-Nilai Religius Syair Haji” masalah
penelitian ini untuk mengetahui struktur pembentuk syair (intrinsik) dan nilai-nilai religius yang terdapat dalam syair haji. Adapun tujuan penelitian terhadap syair haji ini yaitu mengungkapkan nilai-nilai religius atau keagamaan dan untuk
melestarikan hasil religius yang terkandung di dalamnya dan untuk melestarikan hasil sastra lama berupa syair.
Metode penelitian yang digunakan, metode deskriptif yakni bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena–fenomena yang ada di dalam syair. Analisis mengunakan religiusitas yakni meneliti nilai religius yang
terkandung dalam syair haji di bantu teori struktur (intrinsik) sebagai landasan penulis.
Pertama sekali dilakukan adalah membicarakan unsur intrinsik yang meliputi unsure pembentuk luar(fisik), diksi, imaji, kata konkret dan gaya bahasa. Sedangkan unsure pembentuk dalam(batin), tema, feeling, nada, dan amanat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pesatnya kemajuan ilmu dan teknologi dewasa ini tidak saja menyebabkan dunia ini semakin mengglobal tetapi juga membawa perubahan dalam tatanan
kehidupan manusia.
Tidak dapat dipungkiri bahwa karya sastra merupakan manisfestasi kehidupan jiwa bangsa dari abad ke abad. Di dalam karya sastra terkandung
nilai-nilai budaya yang mencermikan kehidupan manusia pada waku tertentu. Karya sastra merupakan khazanah ilmu pengetahuan dan budaya. Oleh karena itu
penghayatan terhadap karya sastra akan memberikan keseimbangan antara pemerolehan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu pihak dan pembangun jiwa dipihak lain..
Salah satu dari sekian banyak kesusatraan yang sangat populer dan terkenal adalah kesusastraan Melayu. Sastra Melayu adalah salah satu yang
memiliki cerita rakyat yang hidup dan berkembang secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sastra Melayu juga merupakan dialog, kompleksitas dan reaksi dari suatu masyarakat terhadap lingkungan yang ada di
sekitarnya. Mengapa dikatakan hasil dari suatu masyarakat, bukan hasil individu atau pengarang? Hal ini dikarenakan dalam kesusastraan Melayu tidak dikenal
Sedangkan dari banyak warisan budaya Melayu terdapat Syair, yang mana
merupakan genre foklor. Kelompok besar ini antara lain: 1. Bahasa rakyat (Foklor speech) seperti logat,
julukan. Pangkat tradisional dan title kebangsaan.
2. Ungkapan tradisional seperti peribahasa pepatah dan pemeo.
3. Pertanyaan tradisional seperti teka-teki.
4. Puisi Rakyat seperti pantun, gurindam dan syair. 5. Cerita prosa rakyat, seperti mite legenda
dan dongeng.
6. Nyanyian rakyat. (Dananjaya 1999:21).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Syair Haji termasuk ke dalam genre folklor kelompok puisi.
Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa yunani “poeima” membuat
atau “poesis” pembuatan dan dalam bahasa inggris disebut poem atau poetry. Puisi
diartikan “membuat” dan “pembuatan” karena lewat puisi pada dasarnya seseorang
telah menciptkan suatu dunia tersendiri yang mungkin berisi pesan atau atau
gambaran suasana tertentubaik fisik maupun badaniah (Aminuddin 2000:134)
Selanjutnya Pradopo (2000:7) mengungkapkan bahwa puisi merupakan
rekaman dan interpretsi pengalaman manusia yang terpenting, diekspresikan dan
diubah dalam wujud yang berkesan (estetis). Sejalan dengan pendapat tersebut,
(Widijanto, 2007: 31) menyatakan bahwa bentuk kata estetis lebih mengisyaratkan
sebagai cara seseorang memahami keindahan, memahami nilai rasa serta bagaimana
nilai rasa itu dapat dimodifikasikan seseorang yang tengah menikmati karya seni,
serta bagaimana pengarang mengaktualisasikan nilai itu dalam karyanya bersamaan
dengan sikapnya di samping unsur-unsur yang menyertainya. Dengan demikian, akan
dihasilkan puisi yang merupakan perwakilan perasaan penyair dan pendokumentasian
dalam karya sastra yang menggambarkan kehidupan dengan mengangkat masalah
sosial dalam masyarakat. Persoalan sosial tersebut merupakan tanggapan atau respon
penulis terhadap fenomena permasalahan yang ada di sekelilingnya, sehingga dapat
dikatakan bahwa seorang penyair tidak bisa lepas dari pengaruh sosial budaya
masyarakatnya. Latar sosial budaya itu terwujud dalam tokoh-tokoh yang
dikemukakan, sistem kemasyarakatan, adat-istiadat, pandangan masyarakat, kesenian
dan benda-benda kebudayaan yang terungkap dalam karya sastra (Pradopo, 2000:
254).
Salah satu jenis puisi sebagaimana yang disebutkan di atas adalah syair. Syair merupakan bentuk puisi yang terpenting. Kata syair berasal dari bahasa
Arab. Yaitu ‘Syair’ sedangkan kata syi’run berasal dari bahasa Arab yang berarti puisi. (Kliker dalam Fanani, 1997:2). Dalam hal ini penulis berpegang pada pendapat Klikert yang menyatakan bahwa kata syair tersebut merupakan salah
satu karya sastra yang berbentuk puisi, di samping ada bentuk pantun, gurindam dan talibun dalam sastra lama.
Menurut Hooykas (dalam Fanani, 1997:2) bentuk syair mempunyai syarat sebagai berikut :1) setiap bait syair terdiri empat baris; 2) setiap akhir baris memiliki rima yang sama, yakni a,a,a,a dan 3) setiap baris terdiri atas empat kata,
banyak kata, banyak suku kata yang tidak tetap yakni 8-12 dan suku kata yang umumnya adalah 10 suku kata.
Syair selain bersifat menghibur juga dapat dibaca dengan berlagu sesuai dengan selera orang masing-masing. Syair mendapatkan tempat yang sangat penting karena bentuk prosa belum dikenal benar, sehingga hampir semua cerita
puitis, lebih cepat menarik perhatian. Syair juga dapat memberikan kenikmatan,
kesenangan yang menarik jika di nyanyikan. Salah satu dari sekian banyak syair yang dikenal dan populer pada masyarakat Melayu adalah Syair Haji .
Syair Haji merupakan salah satu bentuk puisi lama yang tergolong syair
keagamaan dalam hal ini adalah Islam. Syair Haji berisikan mengenai haji, baik rukun maupun kewajiban yang harus dilakukan oleh jemaah haji. Sebagai bukti
Syair Haji dimasukkan syair keagamaan disebabkan dalam syair haji banyak
terdapat kata–kata yang berhubungan dengan ajaran agama Islam seperti
penyebutan asma Allah pada ungkapan Alhamdulilah, qul huw allahu ahad, kahlilu-Lah dan masih banyak yang lain, di samping itu juga banyak ditemukan
kata Islam dan kata-kata yang menunjukan sifat keislaman, misalnya kata haji
mengingatkan kepada agama Islam terutama dengan rukun Islam yang kelima. Orang Islam diwajibkan menunaikan ibadah haji minimal satu kali dalam
seumur hidup jika telah mampu dalam segala hal, antara lain mampu biaya, sehat jasmani dan rohani, serta situasi dalam keadaan damai dan tentram.
Di Museum Nasional Jakarta tersimpan naskah-naskah kesusatraan
Indonesia lama, satu antaranya, naskah Syair Haji yang tercatat dalam Katalagus Van Rongkel. Katalogus naskah Melayu Museum pusat di dalam katalagus itu
tertulis ada empat naskah Syair Haji dan setiap naskah itu masing-masing mempunyai kode (Van Rongkel, 1909:61 dan Sutaarga, 1972:248). Keempat naskah Syair Haji tersebut diberi nomor sebagai berikut.
1. Syair Haji I
Bernomor kode, Gen 23 B
Bernomor, v.d.W.230 C
3. Syair Haji III
Bernomor v.d.W.240.C
4. Syair Haji IV Bernomor 231
Sedangkan di Leiden tercatat ada empat naskah dengan kode, 3335, 3336,
3337 dan 3338. Selain Jakarta dan Leiden yang menyimpan naskah Syair Haji, Malaysia pun menyimpan naskah itu yang dicatat di dalam katalogus Malay
Manuscripts berjudul Syair Makkah
Menurut Fannani (1997;15) naskah syair haji ini ada empat naskah seperti tersebut di atas. Namun sebagai bahan penelitian penulis hanya mengunakan dua
naskah saja yaitu naskah yang bernomor W 230 dan W 23. Hal ini dikarenakan Syair Haji yang bernomor W 240 C isinya sama dengan naskah Syair Haji yang
bernomor W.230 sehingga tidak perlu digunakan. Sedangkan Syair Haji yang bernomor Bat.Gen 23 sedang difumigasi (Pengasapan) Sehingga tidak bisa dibaca. Harus diakui pada saat ini bahwa minat dan perhatian masyarakat
khususnya generasi muda sangat rendah terhadap puisi. Terutama syair jika dibandingkan dengan generasi yang lalu. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat
zaman dahulu yang mempergunakan syair dalam acara-acara besar seperti perkawinan, naik haji dan turun tanah atau menyampaikan pesan yang hendak disampaikan dalam mendidik anak. Sedangkan masyarakat sekarang banyak yang
tidak tahu tentang syair dan kadang salah meletakkan fungsi dari syair tersebut. Hal di ataslah yang menjadi latar belakang penulisan skripsi ini selain
syair masyarakat Melayu. Sebagaimana sastra lisan lainnya yang ada di Indonesia
khusus mengenai nilai nilai religiusitas yang terdapat dalam dalam Syair Haji. Pada penelitian ini penulis akan membahas tentang Syair Haji yang
banyak berisikan ajaran Islam untuk diketahui dan dipahami oleh pembaca secara umum. Pada syair ini dijelaskan mengenai bermacam persyaratan haji berupa rukun dan kewajiban yang dilakukan oleh jemaah haji setelah berada di Tanah
Suci.
1.2 Rumusan Masalah
Guna menghindari terjadi pembahasan terlalu luas dalam penulisan ini maka dibutuhkan suatu perumusan masalah. Berdasarkan judul di atas penelitian ini
menitikberatkan pada beberapa masalah:
1. Unsur-unsur intrinsik apa sajakah yang terdapat dalam Syair Haji?
2. Nilai-nilai religius apa sajakah yang terdapat dalam Syair Haji?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mendekripsikan struktur Syair Haji baik strukur fisik maupun struktur batinnya.
2. Mengungkapkan nilai-nilai religius dalam Syair Haji, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pedoman dalam proses pengajaran.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Menambah khasanah pengajian terhadap kesusatraan Melayu terutama
2. Menambah pembendaharaan bacaan mengenai syair Melayu.
3. Mengiventariskan kesusatraan Melayu yang mulai punah, khususnya inventarisasi naskah Melayu.
1.5. Orisinalitas Penelitian
Penelitian terhadap Syair Haji terjemahan Muhammad Fanani ini belum
ada dilakukan walaupun sudah penulis telusuri baik melalui perpustakaan atau internet.
Oleh karena itu penulis beranggapan bahwa kajian yang penulis kerjakan terhadap syair haji merupakan karya ilmiah yang masih orisinal dan belum dikaji oleh peneliti manapun, adapun kajian penulis fokuskan adalah struktur dan nilai
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kepustakaan yang Relevan
Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang saling berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan agar sebuah karya
ilmiah lebih objektif, maka digunakan sumber yang berkaitan dengan topik yang dibahas baik berupa buku yang mendukung pemaparan secara teoritis maupun
pemaparan fakta.
Adapun buku yang digunakan dalam memahami atau mendukung laporan penelitian ini adalah Teori Kesusatraan karangan Wellek dan Werren (1995)
digunakan untuk mengetahui fungsi dari karya sastra. Teori dan apresiasi sastra .Karangan Hermanj Waluyo (2005) Tujuannya adalah untuk mengetahui struktur
puisi berdasarkan pada hakikat puisi itu sendiri sebagai karya sastra, Al Islam karangan Tm Hasbi Ash-Shiddeqy (1947) Tujuannya mengetahui nilai-nilai religius dalam agama islam.
Buku karangan Dedi (2007) yang berjudul Syair Surat Kapal Masyarakat Melayu Indra Giri. buku ini memaparkan tentang fungsi dan kedudukan Syair
Surat Kapal bagi masyarakat Melayu Indragiri.
Kemudian penulis juga membaca skripsi sebagai referensi yang ada di Departemen Sastra Daerah Fakultas Sastra USU, antara lain: Mars Putera
2.2. Teori yang di gunakan
Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang berlaku secara umum dan akan mempermudah seorang penulis dalam
memecahkan suatu masalah yang dihadapi teori yang diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis, teori yang dipakai sebagai landasan penelitian ini mengunakan teori
struktur puisi dan religiusitas sastra.
.2.1. Teori Struktural
Di bidang ilmu sastra, penelitian strutural dirintis jalankanya oleh kelompok peneliti Rusia antara 1915 dan 1930. mereka biasanya disebut kaum
formalis dengan tokoh utama Jakobson, Shklovsky, Eichenbaun, Tynjanov dan lain-lain.
Sebuah karya sastra, fiksi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangun. Disatu pihak struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan penegasan dan
gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponenya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. (Amram dalam Nurgiyanto, 2001
:46)
Hawkes (dalam pradopo, 2000:119) mengatakan bahwa perberian tentang struktur tersusun atas tiga gagasan kunci yakni ide kesatuan, ide transformasi, dan
ide pengaturan diri sendiri (self-regulation). Pertama, struktur ini merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat
dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Struktur itu mampu melakukan
prosedur-prosedur transfomasional, dalam arti bahan-bahan baru diproses dalam dan melalui prosedur itu. Ketiga, struktur itu mengatur diri sendiri dalam arti
struktur itu tidak memerlukan pertolongan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur tranformasinya.
Pendekatan struktur hadir karena bertolak dari dari asumsi dasar yakni
karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai sosok yang berdiri sendiri, terlepas dari hal-hal yang berada di luar
dirinya, bila hendak dikaji atau diteliti adalah aspek yang membangun karya sastra tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa, serta hubungan yang harmonis antara aspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah
karya sastra.(Semi, 1990:67); sedangkan untuk bidang puisi yang dikaji adalah struktur pembentuk luar ( fisik ) dan struktur pembentuk dalam (batin) seperti
diksi, majas, citra, lambang, versefikasi, tema, nada, rasa, rasa, dan amanat serta hubungan yang harmonis antara kedua unsur pembentuk tersebut ( fisik dan batin). (Sumarjo dan Saini KM, 1986-127). Karya sastra sastra merupakan sebuah
struktur yang komplek dan unik, aspek yang akan di analisis adalah: Struktur fisik dan struktur batin.
2.1.1 Struktur Fisik
Struktur fisik juga disebut juga dengan metode puisi. Struktur fisik
Bahasa puisi ini disebut sebagai struktur fisik puisi atau struktur kebahasan
puisi (Waluyo, 1999:68) Strukrtur kebahasan (struktur fisik) ini terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, dan gaya bahasa.
Namun untuk membahas struktur kebahasan yang terdapat dalam Syair Haji dipergunakan beberapa unsur yaitu: diksi, imaji, kata konkret. dan gaya
bahasa.
A. Diksi
Diksi adalah pilihan kata yang biasanya dipergunakan penyair (Tarigan,
1984:29)
B. Imaji
Imaji adalah kata atau susunan kata yang dapat memperjelas atau mengkonretkan apa yang dinyatakan oleh penyair. Melalui pengimajian, apa yang
digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual) didengar (imaji auditif) atau dirasa (imaji taktil).(Waluyo, 2005 :10)
1. Imaji Visual
Adalah menampilkan kata-kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair lebih jelas (Waluyo, 2005 :10)
2. Imaji Auditif (Pendengaran)
Adalah penciptaan ungkapan oleh penyair, sehingga pembaca seolah-olah mendengarkan suara seperti yang digambarkan oleh penyair ( Waluyo, 2005 :11)
3. Imaji Taktil (Perasaan)
Adalah ungkapan oleh penyair yang mampu mempengaruhi perasaan
C. Kata konkret
Kata konkret adalah salah satu cara penyair mengambarkan sesuatu secara konkret. Oleh karena itu kata-kata dipenkonkretkan, bagi penyair dirasa lebih jelas
karena lebih konkret, namun bagi pembaca sulit ditafsirkan (Waluyo, 2005: 9) Kata konkret sangat berkaitan dengan kiasan dan perlambangan artinya simbolnya dan kiasan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkonkretkan hal
yang absrak. Dengan kata lain kiasan dan perlambangan dapat memberikan kesan yang lebih luas tentang suatu keadaan pendengar atau pembaca.
D. Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran secara khas yang
memperhatikan jiwa serta kepribadian penyair. Artinya, gaya bahasa yang digunakan oleh penyair seorang penyair merupakan refleksi dari pikiran dan
jiwanya dalam membuat sebuah karya sastra.
2.1.2. Struktur Batin
Struktur batin disebut juga dengan hakikat puisi. Unsur hakikat puisi yakni tema (sense), perasaan (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone)
dan amanat (intention).
A. Tema
Tema yang banyak terdapat dalam puisi ada beberapa seperti pendapat
(Walluyo, 2005:17) adalah tema ketuhanan (religius), tema kemanusian, cinta, patriotisme, perjuangan, kegagalan hidup, alam, keadilan, kritik sosial, demokrasi,
dan tema kesetiakawanan.
1. Tema Ketuhanan (religius)
Tema ketuhanan seringkali disebut tema religius filosofis .yaitu tema puisi yang mampu membawa manusia untuk lebih bertagwa, lebih merenungkan kekuasan tuhan, dan menghargai alam seisinya.
2. Tema kemanusiaan
Tema kemanusian adalah melalui peristiwa atau tragedi yang digambarkan penyair dalam puisi ia harus berusaha menyakinkan pembaca tentang ketinggian martabat manusia.
3. Tema Patriotisme
Adalah penyair mengambarkan pembaca untuk meneladani orang-orang yang telah berkorban demi bangsa dan tanah air.
4. Tema cinta tanah air
Tema mengungkapkan perjuangan membela bangsa dan tanah air, maka tema cinta tanah air berupa pujaan kepada tanah kelahiran atau negeri tercinta. 5. Tema cinta kasih antara pria dan wanita
Tema yang berbentuk pantun perkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun perpisahan dan pantun beriba hati, dari jenis pantun itu dapat dinyatakan bahwa tema cinta kasih meliputi putus cinta atau sedih karena cinta.
6. Tema kerakyatan atau demokrasi.
Tema kerakyatan/demokrasi mengungkapkan bahwa rakyat memilki kekuasan karena sebenarnya rakyat yang menentukan pemerintah suatu negara.
7. Tema keadilan sosial(protes sosial) Tema yang menceritakan kaum yang tertindas. 8. Tema pendidikan
Tema yang mengambarkan tentang pendidikan. 9. Tema-tema lain
Tema dengan main-main tetapi mengandung sindiran.
Sedangkan menurut (Semi, 1988: 17) ada tiga cara untuk melihat karya
sastra. Diantaranya:
1) Melihat persoalan yang paling menonjol,
2) Konflik yang banyak hadir.
Untuk mengetahui tema dari kumpulan Syair Haji penulis hanya
mengunakan salah satu cara yaitu melihat persoalan yang paling menonjol. cara ini akan diterapkan pada bait syair terjemahan Muhammad fanani.
B. Perasaan (feeling)
Rasa atau feeling mengungkapkan suasana perasaan penyair ikut di
ekspresikan dan dihayati oleh pembaca.(Waluyo, 2005:39)
Ini berarti bahwa rasa menyangkut tentang suasana kejiwaan atau perasaan
penyair pengubah terhadap sesuatu yang menjadi persoalan dalam dirinya. Persoalan ini pula yang menjadi fokus perhatian pengarang dalam membuat puisinya dengan kata lain. Rasa adalah tanggapan atau reaksi pengarang berupa
perasaan terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya.
C. Nada atau Suasana (tone)
Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap penyair terhadap pembaca dari sikap terciptalah suasana puisi (Waluyo, 2005 :37).
Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pendengar. Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca dari sikap
itulah terciptalah suasana puisi (Waluyo, 2005:37)
Nada mempunyai unsur yang penting dalam puisi sebab nada menyangkut, masalah sikap penyair kepada pembaca. Ada nada menegaskan, persuasifdan
D. Amanat
Amanat, pesan atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Sikap dan pengalaman pembaca sangat berpengaruh
kepada pembaca. Amanat puisi sangat berkaitan dengan cara pandang pembaca, amanat tidak lepas dari tema dan isi puisi yang dikemukan oleh penyair (Waluyo, 2005 :40)
2.2. Religiusitas sastra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000) religi adalah kepercayaan
kepada Tuhan akan adanya kekuatan ada kodrat di atas manusia kepercayaan animisme, dinamisme dan agama. Sedangkan religius bersifat keagamaan yang
bersangkut paut dengan religi. Religi diartikan lebih luas daripada agama, kata religi menurut asal kata berarti ikatan atau pengikatan diri (Atmosuwito, 1989:123) Religius sastra adalah seperangkat dimensi yang muncul dari sikap ide
dan pandangan hidup atau penulis sastra dan akhirnya terefleksi dalam karyanya. Agama menurut sastra religius bukan kekuasan melainkan sebagai pedemokrasian (Atmosuwito, 1989:126)
Pada awalnya segala sastra adalah religi, istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan.
berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya mengarah pada makna yang berbeda. Dengan demikian religius bersifat mengatasi lebih luas dari agama yang tampak formal dan resmi.
Menurut Moenjdjanto (dalam Ratnawati, 2000:2)”, Religius merupakan sesuatu yang 1) melintasi agama, 2) melintasi rasiolisasi, 3) menciptakan
Manguwijaya (dalam Ratnawati 2000:2) mengungkapkan:
“Religius pada dasarnya adalah bersifat mengatasi atau lebih dalam dari pada agama yang tampak, formal, dan resmi, karena ia tidak berkerja dalam pergertian pengertian (otak), tetapi dalam pengalaman dan penghayatan dan konseptualitas, Sehingga religius tidak langsung berhubungan dengan ketaatan yang ritual yang hanya sebagai huruf, tetapi dengan lebih mendasar dalam diri manusia yaitu roh.
Religius dimaksudkan sebagai pembuka jalan agar kehidupan orang yang
beragama semakin intens (Moljanto dan Sunardi, 1990:208) menyatakan bahwa semakin orang religius, hidup orang itu akan semakin nyata (real) atau merasa makin ada dengan hidupnya sendiri. Bagi orang beragama, intensitas itu tidak
dapat dipisahkan dari keberhasilannya untuk membuka diri terus menerus terhadap pusat kehidupan.
Pada awalnya segala sastra adalah religi, istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan. berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya
keduanya mengarah pada makna yang berbeda. Dengan demikian religius bersifat mengatasi lebih luas dari agama yang tampak formal dan resmi.
Religius sastra adalah seperangkat dimensi yang muncul dari sikap ide dan pandangan hidup atau penulis sastra dan akhirnya terefleksi dalam karyanya.
Karya sastra merupakan wujud representasi dunia dalam bentuk lambang
(kebahasan) Oleh karena itu, karya sastra merupakan salah satu media yang dapat menjadi satu pengalaman estektik yang mengantarkan seseorang untuk mencapai
Berdasarkan gambaran tentang pendekatan religiusitas sastra di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa religius itu bukan karena ketaatan seseorang tapi bagaimana seseorang itu menjaga kualitas ketaatan seseorang dilihat dari dimensi
yang paling dalam dan personal yang sering kali berada di luar kategori ajaran agama pendekatan ini menitik beratkan misi sastra sebagai alat perjuangan meningkatkan mutu kehidupan untuk manusia dan meningkatkan budi pekerti
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengunakan metode yang bertujuan agar penelitian tersusun secara sistematis. Metode adalah cara bertindak menurut sistematis. Metode penerimaan yang sadar atas suatu sumber dan penentuan sebuah cara dan sikap
yang defitif dalam hubungannya dengan kepercayaan/keyakinan tersebut sehingga dapat diperoleh suatu cara bertindak untuk melakukan sesuatu tindakan secara
konkrit. (Choirmain, 2006) sedangkan penelitian adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu permasalahan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode ini adalah upaya untuk menghimpun data yang diperlukan dalam penelitian ini sehingga dapat
membuktikan kebenaran terhadap suatu objek permasalahan.
Dengan demikian dalam penelitian ini penulis tidak akan menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan data dan fakta yang ada dan
kemudian mempertasikan serta dianalisis secara rasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah
3.1. Metode Dasar
Metode dasar yang penulis gunakan pada penelitian ini yakni metode dekriptif yaitu metode dengan mendeksrifsikan semua data yang terdapat dalam
Syair Haji. Dengan cara demikian maka penulis dapat mengumpulkan,
memahami, dan memilih teks yang terdapat di dalam Syair Haji sehingga dapat diketahui unsur-unsur pembentuk ekstrinsik lainnya.
3.2. Objek Penelitian
Sumber data digunakan dalam penelitian ini adalah kepustakaan (Library research) yang bertujuan mencari semua bahan yang berhubungan dengan
masalah penelitian, sehingga nanti mendukung penulisan laporan penelitian ini.
Adapun sumber Penelitian yang penulis analisis adalah: Judul Buku : Syair Haji
Bentuk Karya Sastra : Prosa lama (terdiri dari 3 sub bab) Pengarang buku : Muhammad Fanani
Penerbit : Proyek Pembinaan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Tahun terbit : 1996/1997 Jumlah halaman : 65 Halaman
Ukuran : 24 x 14 cm
Sampul depan : Warna hijau tua. Sampul Belakang : Warna hijau tua
Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan
teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data metode yang penulis gunakan dalam pengumpulan data ini adalah:
1. Metode kepustakaan (library reseach) yaitu mencari bahan referensi yang berkaitan dengan pokok penelitian sebagai bahan acuan penulis.
2. Study teks adalah membaca secara berulang dengan seksama bahan yang
hendak diteliti, mengadakan penyelesaian terhadap data yang telah diperoleh karena data sangat berhubungan dengan masalah yang akan
dibahas, menelaah dan membahas seluruh data yang telah didapat kemudian menerapkan dalam pembahasan masalah.
3. Menafsirkan teks adalah melaksanakan penafsiran terhadap struktur cerita
dan nilai-nilai religius yang terdapat dalam syair.
3.4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriftif. Metode deskriftif ini bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai
subjek penelitian berdasarkan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan fakta yang tampak.
Adapun analisis di dalam unsur intriksik yaitu tema, perasaan, nada, amanat yang terdapat dalam Syair Haji.
Sedangkan unsur ekstriksik yaitu unsur luar pembangun karya sastra itu
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.Analisis Sruktur Fisik Syair Haji 4.1.1 Struktur Fisik
4.1.1.1.Diksi
Kata yang terdapat dalam Syair Haji terdiri atas bahasa arab. Kosa kata bahasa Arab antara lain:
No Kosa kata Asal kata Arti Bait
1 Al-hamdulilah Arab Segala puji 1
2 Iillahi Arab Allah 1
3 Kana Arab Agama 1
4 Qawluhu Arab Allah 4
5 Ta’ala Arab Ta’ala 4
6 Wa Arab Dan 4
7 Hajju Arab Haji 4
8 Bayti Arab Baitullah 4
9 Sabila Arab Menjalani 4
10 Sayyidul Arab Junjungan 4
11 Mursalin Arab Sekalian alam 4
12 Ba’dahu Arab Sesudahnya 5
13 Jama’ahu Arab Jemaah 5
15 Jalla Arab Tinggi 5
16 Jallalah Arab Lemah 5
17 Innama Arab Sesungguhnya 21
18 I’imalu Arab Perbuatan 21
19 Niyyat Arab Niat 21
20 Nawaytu Arab Aku berniat 21
21 Hayyi Arab Maha hidup 21
22 Aliyah Arab Maha tinggi 23
23 Mu’minin Arab Mukmin 27
25 Fiil Arab Perbuatan 30
26 Talib Arab Permintaan 31
27 Allahuma Arab Ya Allah 33
28 S’salam Arab penyelamat 35
4.1.1.2. Imaji
1. Imaji Visual
Adapun imaji visual yang terdapat dalam kumpulan Syair Haji adalah
terlihat pada kutipan berikut:
Telah sampai pada rukun iraq Pohonkan iman jangan bergerak
Merendahkan diri dengan adrak
Dengan doa yang matu’maru malana iraq (SH : 41)
Pohonkan kabar yang kamu sayang (SH : 47)
Dibawah mihrad, batu yang hijau Berantik-antik, berkilau-kilau Tiada dapat lagi di gempa
Pada fiil yang jahat jangan menyilau (SH:63)
Pada bait ke- 41 “Pohonkan iman jangan bergerak” yang mana penyair disini mengambarkan iman seseorang jangan bergerak dan selalu merendahkan
diri kepada Allah SWT.
Pada bait ke- 47 “Tetapkan hatimu jangan bergoyang”penyair memberikan
gambaran atau pengimajian kepada pendengar jangan suka goyah atau berpindah-pindah (teguh pendirian).
Pada bait ke- 63 pada kalimat “Batu yang hijau, berantik-antik,
berkilau-kilau” penyair seolah-olah mengambarkan kalau seseorang yang baik akan melihat sebuah batu yang hijau dan berkilau-kilau dan barangsiapa yang jahat tidak bisa melihatnya.
2. Imaji Auditif (Pendengaran)
Adapun imaji auditif yang terdapat dalam kumpulan Syair Haji adalah
terlihat pada kutipan di bawah ini Beratus-ratus bedil, laykar
Beberapa pucuk meriam yang besar Berkeributan daripada emas yang bertagar Bunyinya itu seperti tagar
Seperti laku hendak berperang
Gegap gempita dengan bunyi genderang
Ramainya bukan sebarang-barang Seperti musuh hendak menyerang. (SH :137)
Beberapa dengan bunyi-bunyian Beberapa lamanya yang demikian Diirinkan oleh orang sekalian
Sepanjang jalan yang beramai-ramai. (SH :138)
Pada bait 135 pada yang “berkeributan daripada emas yang bertagar. Bunyinya itu seperti tagar” penyair mengambarkan seolah-olah suara bedil, laykar
sangat berkeributan daripada suara emas yang bertagar.
Sedangkan pada bait 137 penyair mengambarkan suara gegap gempita bunyi
genderang seperti musuh hendak menyerang. Sedangkan pada bait 138 penyair mengambarkan suara bunyi-bunyian yang diiringkan oleh orang yang ramai.
3. Imaji Taktil (Perasaan)
Adapun imaji taktil yang terdapat dalam kumpulan Syair Haji terlihat
dalam kutipan di bawah ini. Jika sudah janjinya dahulu Barang yang sukar mudah dilalu Daripada hati belas dan pilu Makin bertambah suka selalu. ( SH :17)
Di dalam hati jangan berniat Jikalau diturut seperti itu
Itulah orang yang memperoleh hidayat (SH:193)
Baiklah kepada tempat bersakai Itulah tempat ia sa’i
Sudah tertap hukum syarat
Janganlah masqul pada hati lukai. (SH :212)
Pada bait 17 penyair mengajak khalayak kalau sesuatu janganlah lupa kepada janji karena janji merupakan amanat yang harus di tepati. Terus penyair
mengambarkan walaupun hati belas dan pilu maka tetaplah bergembira..
Pada bait 193 penyair seolah-olah mengambarkan kepada pembaca jangan
kita sekali-kali mempunyai niat yang jahat atau maksiat karena akan membawa kerugian buat kita.
Sedangkan pada bait 212 penyair mengambarkan kepada pembaca kalau
kita jangan ragu pada hati kita sendiri dan berbuat baik kepada orang lain.
4.1.1.3. Kata konkret
Dalam Syair Haji pengubah menggunakan kata kata yang konkret untuk mengkonkretkan imaji yang ditawarkan untuk mengkokretkan keesaaan tuhan
mengambarkan tuhan yang esa tidak beranak dan tidak pula diperanakan/tidak beribu tiada pula sekutu penyair mengambarkan bahwa Allah tidak melahirkan
yang sebanding dengannya untuk melukiskan kekuasaan tuhan yang terdapat
dalam kutipan di bawah ini:
Terlalu baik budi dan bahasa Tiadalah banding dalam dunia Barang perkerjaan dengan perkasa Dengan karunia tuhan yang esa
(SH 88)
Berbagai pula jenis bangsa Berbagai-bagai bunyi bahasa
Datangnya daripada segenap bangsa Kondrat Allah, Tuhan yang Esa.
(SH :158)
Inilah syariah daripada tuhan yang maha besar Sejakterakan Dia pada yaumul Masyar
Luput daripada azab yang Maha besar Hilang dari gila dan besar
(SH:13)
Bait di atas mengambarkan bahwa kekuasan itu tiada banding di dalam
dunia, manusia tidak mempunyai kekuasan apa-apa untuk mengkonkretkan tentang gambaran tentang Tuhan semesta alam.
4.1.1.4. Gaya bahasa
Dalam Syair Haji juga terdapat gaya bahasa, yang mana terdapat pada bait
di bawah ini:
Supaya terbilang umat Muhammad Mustafa Pekerjaan baik jangan kau alpa
(SH:29)
Hendaklah mengikuti perbuatan dia Karena sunat segala anbiya
Disuruhkan Allah, tuhan yang kaya Kepada insan, sekalian manusia (SH:91)
Dengan kodrat Tuhan yang Ghana Akal budi sangat sempurna
Tambahan arif bijaksana Patuhlah disembah hina dina (SH:111)
Pada bait 29 penyair seolah-olah mengambarkan kepada pembaca kalau
kita sebagai manusia umatnya Nabi Muhammad janganlah lupa terhadap segala perintah Allah SWT.
Pada bait 91 penyair mengambarkan kepada pembaca kalau kita harus
patuh dan tunduk hanya kepada Allah karena dialah yang patuh disembah
Sedangkan 111 penyair mengungkapkan kepada pembaca kalau kita
sebagai manusia adalah makluk yang tidak berdaya dan hanya dialah yang mempunyai kekuasaan dan kodrat yang abad.
4.12.2 Struktur Batin 4.2.2.1. Tema
Tema yang banyak terdapat dalam Syair Haji adalah tema ketuhanan
Setelah melihat persoalan yang menonjol pada Syair Haji terjemahan Muhammad
Fananni dapat disimpulkan kalau tema yang terdapat dalam Syair Haji bertemakan ketuhanan (religius) yang menceritakan tentang rukun haji yang
tergambar dalam kutipan syair di bawah ini. Inilah rukun yang dikaji
Kepada kita yang sekalian dipegangkan Serta kepadanya kendaraan
Serta tanda yang ditinggalkan (SH :15)
Nawayytu I-hajjji wa harramat lebih
Inilah firman tuhan Al-hayyi Kepada Nabi Muhammad si suruhi Allah dan Rasul memberi suci (SH :22)
Haji dan umroh kedua sama Itulah rukun islam yang kelima Seumur hidup sekali wajib agama Jika salah, tiada terima
(SH:284)
4.2.2.2. Perasaan (feeling).
Sehubungan dengan hal tersebut setelah membaca kumpulan syair dapat di paparkan rasa atau perasaan pengarang dalam kumpulan syair tersebut. Seperti
yang terdapat pada kutipan di bawah ini: Hendaklah mengikuti perbuatan Dia Karena sunat segala anbiya
(SH:92)
Dikalam Nabi kita Allah, Rabbul Izzati Kepada nabi kita yang mukjizat
Seperti makanan yang sangat lezat Daripada tuhan yang empunya sifat zat. (SH :95)
Kuadrat Allah, Tuhan yang Ala Menjadikan Makkah, negeri yang asli Tempat ibadah asli sekali
Dijauhkan Allah daripada sekalian bala (SH:102)
Pada bait ke- 92 “Disuruhkan Allah tuhan yang kaya dan kepada insan
sekalian manusia” mengambarkan kalau kita sebagai manusia harus mengikuti perbuatan yang baik yang yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Pada bait ke 95 “Nabi kita yang mukjizat dan Tuhan yang empunya sifat
zat” penyair mengambarkan kalau nabi kita adalah seorang yang mulia yang disisi Allah Swt, dan Allah adalah yang empunya sifat zat segalanya.
Sedangkan pada bait ke- 102 penyair mengambarkan kalau Allah maha besar yang telah menjadikan Mekkah sebagai tempat ibadah dan menjauhkannya dari segala bala.
4.2.2.3. Nada atau Suasana (tone)
Adapun nada yang digunakan dalam syair haji sebagai berikut: A. Nada menegaskan
Allah dan rasul sudah dipuji Inilah kelebihan rukun haji Di dalam hadist telah berjanji Disuruh jauhi segala yang keji (SH :3)
Pada contoh di atas terlihat bahwa penyair mengunakan kata-kata pilihan yang sangat baik sehingga pembaca menjadi tertarik sekaligus memahami akan
makna yang akan disampaikan dalam ungkapan tersebut. Gambaran dari rukun haji yang terdapat dalam hadist dan al’quran. Dengan demikian jauhilah perbuatan yang keji yang perbuatan itu tidak boleh.
B. Nada persuasif
Nada persuasif tergambar pada kutipan berikut ini. Bersahabat dengan yang jahil
Senantiasa datanglah afil Lalaikan kita akan Rabbul jahil Segala Syaitan segera tampil (SH :28)
Contoh di atas mengisyaratkan pembaca agar berhati-hati memilih sahabat
karena sahabat sangat berpengaruh bagi kita. Sahabat yang jahil akan melalaikan kita kepada Rabb (Allah).
4.2.2.4 Amanat
Bertolak dari uraian tentang amanat, jelaslah bahwa amanat yang ingin
melalui ajaran yang ditulisnya. Berdasarkan pengamatan Syair Haji berisi ajaran
dan petunjuk yang sangat bermafaat bagi umat Islam.
Syair Haji kita berisi mengenai masalah yang berhubungan dengan ibadah
haji. Sehubungan dengan itu syair haji sebagai karya sastra secara langsung memberikan ajaran dan sekaligus menyebarkan dakwah islam. Berikut ini kutipan Syair haji yang berisi dakwah Islam.
Kepada babullahmi haza l-bayta Dengan tawad, merendahkan serta Pekerjaan yang jahat jangan di cinta Dihilangkan Allah azab dan lata (SH:40)
. Di dalam dunia lagi yang demikian Jika pada akhiratnya beberapa kian Ingat-ingat sahabat sekalian
Janganlah menaruh perkara yang hina// (SH :169)
Ziarah pada tempat yang itu wa mursala Di sanalah maqom Sayyidul Murtada Kebesaran tuhan Azza wa jalla Batu berlubang bekas kepala (SH:202)
Pada bait 40 penyair memberi pesan kepada pembaca jangan pernah mencintai suatu pekerjaan yang jahat karena itu akan mendatangkan azab dari tuhan.
Sedangkan pada bait 202 penyair memberikan amanat kalau kita pergi ke tanah suci jangan lupa berziarah karena itu akan menambah keimanan kita.
4.3 Nilai –Nilai Religius Pada Syair Haji 4.3.1. Ketauhidan
Secara harfiah tauhid makna tauhid bersal dari kata wahada, yuwahhidu,
tauhid yang berarti mengesakan. Jadi esensi iman kepada Allah adalah tauhid yang mengesakan-Nya baik dalam Dzat, asma’ wa shiffaat, maupun af al –Nya.
Dengan demikian jelaslah bahwa tauhid merupakan hal yang paling utama dalam ajaran agama islam mengenai ketuhanan dan keesaan Allah Swt.
Sedangkan menurut Shiddieqy (1952:94) tauhid terbagi atas tujuh di antara
nya:
1. Tauhid Dzat
Mengetahui ke esaan dzat Allah 2. Tauhid Sifat
Mengetahui bahwa sifat-sifat Tuhan, hanya sifat sebagai sifat Tuhan dan bahwa Allah sendiri yang wajib mempunyai segala sifat kesempurnaan. 3. Tauhid Wujud
Mengakui bahwa hanya dzat Allah sendiri yang wajib adanya. 4. Tauhid Al’aal
Mengakaui bahwa Allah sendiri yang menjadikan Alam dan segala isinya dan yang menjadikan atau menghasilkan segala perbuatan hambanya. 5. Tauhid ibadat
Mengakui Allah sendiri yang berhak menerima ibadat dan wajib kita ibadati; tak boleh kita ibadati yang selain nya.
6. Tauhid Qashdi
Mengakui bahwa Allah sendiri yang dituju langsung dalam memohon sesuatu hajat
7. Tauhid Tasjri
Meng-iktikadkan bahwa Allah sendiri yang menentukan hukum halal, hukum haram, dan pokok undang-undang.
Tauhid dapat di bagi dalam tingkatan yaitu tauhid rububiyah (mengimani
Allah sebagai satu-satunya Rabb), tauhid uluhiyah (mengimani Allah swt sebagai satunya Ilah), dan tauhid mulkiyah (mengimani Allah swt sebagai
satu-satunya Malik)
A. Tauhid Rububiyyah.
Secara etimologi kata “Rabb” mempunyai banyak arti, antara lain menumbuhkan, mengembangkan, mendidik, memelihara, memperbaiki,
menangung, mengumpulkan, mempersiapkan, memimpin, mengepalai, menyelesaikan suatu perkara memiliki dan lain-lain.
Menurut (Shiddiegy 1952 :95) Tauhid rububiyah adalah meng-iktikadkan
bahwa tuhan sendirilah yang menciptakan alam seluruhnya. Maka timbullah kesadaran bagi makluk untuk mengagungkan Allah, makluk harus bertuhan hanya
kepada Allah tidak kepada yang lain. Keyakinan inilah yang disebut tauhid rububiyah.penjelasan ini bisa dilihat pada bait syair berikut:
Wa’ala alihi wa ashabihi l-ashabihi l-ansaf wa l-mujahiddin
Wa s-sadiqina wa sayyidu s-sabirin
Telah di anugrahi rahmat serta nazirin Rahmat Allah wa ya khyru n-nasirin (SH:2)
Di dalam nabi Allah, rabbul izzati Kepada Nabi kita yang bermukjizat Seperti makanan yang sangat lezat
Daripada Tuhan yang yang empunya sifat zat (SH: 94)
Serta dengan Ayat kursyi
Namun Tuhan, Rabbul izatti Ialah menjadikan semesta seisinya. (SH: 57)
Dalam Alqur’an juga disebutkan sifat Allah yang pencipta juga ditemukan dalam Alquran seperti yang tercantum dalam kitab alquran.
“Dia Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, yang mempunyai nama-nama yang baik”(AL-Hayr :24)
B. Tauhid Uluhiyah
Kata Ilaha berakar pada a-la-ha (alif-lam-ha) yang mempunyai arti antara
lain tentram, tenang, lindungan, cinta dan sembah (‘abada). Semua kata-kata itu releven dengan sifat-sifat dan kekhususan Dzat Allah.
Menurut (Shiddieqy,1952:95) Tauhid uluhiyah adalah meng-iktikadkan bahwa Allah sendirilah yang berhak disembah dan yang berhak dituju oleh segala hambanya.
Jadi tauhid uluhiyah menyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah seperti yang terdapat dalam bait Syair Haji berikut.
Terlalu baik budi dan bahasa Tiada banding di dalam dunia Barang pekerjaan dengan perkasa Dengan karunia Tuhan Yang Esa (SH :125)
Beberapa pula jenis bangsa Berbagai-bagai bunyi bahasa
Kodrat Allah, Tuhan yang esa. (SH:156)
Penyataan Keesaa Allah terlihat pada yang ke 125 “Tiada banding di dalam dunia” dan “dengan karunia Tuhan yang esa” penyair mengambarkan kalau keesaan Allah tiada banding di atas dunia ini yang bisa kita lihat dengan
karunia-karunia-Nya.
Sedangkan pada bait yang 158 “ Berbagai-bagai jenis bangsa” dan “kodrat
Allah, tuhan yang Esa” penyair mengambarkan walaupun kita berbeda bahasa atau bangsa tapi kodrat Allah ada pada kita.
Bisa juga dilihat pada ayat-ayat Al-quran seperti yang dinyatakan Allah
dalam kitab suci alqur’an
“Dan orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
mengingat Allah lah hati menjadi tentram.”(AR Ra’du:28)
“Aku berlindung kepada Allah akan termasuk orang-
yang jahil”(Al baqarah:67)
“Adapun orang –orang yang beriman amat sangat cinta
nya kepada allah”(Al-baqarah:165)
Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada
tiap-tiap umat(untuk menyerukan ) Sembahlah Allah saja, dan jauhi
thagut.”(An Nahl:36)
Diantara makna Ilah di atas yang paling asasi adalah makna ‘abada (ain-ba-dal) yang mempunyai arti, antara lain :hamba sahaya (‘abdun) patuh dan
Jadi tauhid uluhiyah adalah mengimani Allah swt Al Ma’bud (yang di
sembah) dalam hal ini Allah berfirman:
“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan selain aku, maka
sembahlah aku (Beribadahlah) dan dirikanlah shalat untuk mengingatkanKu
“(Thaha:14)
C. Tauhid Mulkiyah
Kata Malik yang berarti raja ,dan Mulk yang berarti memiliki akar kata yang sama yaitu ma-la-ka. Keduanya mempunyai relevensi makna yang kuat. Si
pemilik sesuatu pada hakikatnya adalah raja dari sesuatu yang dimilikinya. Misalnya pemilik rumah, dia bebas mendiami, menyewakan atau bahkan menjual
kepada orang lain.
Jadi tauhid mulkiyah adalah kekuasan Allah yang memiliki alam beserta isinya yang mana terdapat pada kutipan dibawah ini:
Jabal nur, tempang kalilu r-rabbi Ialah di belah perut Nabi
Kepada jibrail membawa suruh rabbi Ialah nabi daripada asal arabi
(SH: 96)
Min hajji lama yazid rabbi pada hazani
Ialah kesudahan hak subhani Jal jallah, tuhan Rabbani
Pohonkan dunia. Akhirat minta kasihan. (SH:217)
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumiuntuk
kamudan ia berkehendak menuju langit dan lalu dijadikan nya tujuh langit, dan
Dia bisa mengetahui segala sesuatu”
4.3.2. Komponen ibadah haji
Haji secara lughowi (etimologis) berasal dari bahasa Arab al-hajji; berarti
tujuan, maksud, dan menyengaja untuk perbuatan yang besar dan agung. Selain itu, al hajj berarti mengunjungi atau mendatangi (Munawar, 2003:1). Makna ini
sejalan dengan aktivitas ibadah haji, dimana umat islam dari berbagai negara mengunjungi dan mendatangi Baitullah (Ka’bah) pad musim haji karena tempat ini dianggap mulia dan agung.
Haji asal maknanya menyengaja sesuatu. Haji yang di maksudkan disini (menurut syara’) ialah:menyeganjakan mengunjungi Ka’bah (rumah suci) untuk
melakukan beberapa amal ibadah, dengan syarat-syarat yang tertentu.
Dalam Syair haji banyak berisi mengenai komponen ibadah haji yang berkenaan dengan syarat wajib, syarat sah haji, rukun haji, wajib haji, sunat haji
dan yang membatalkan haji.
A. Syarat Wajib Haji
Syarat wajib haji adalah ketentuan- ketentuan atau syarat-syarat apabila ada pada seseorang, maka wajib haji berlaku bagi dirinya.
Syarat-syarat wajib haji ada yang bersifat umum (berlaku bagi laki-laki dan wanita)dan ada yang bersifat khusus bagi wanita (Munawar, 2003:22).
1. Muslim
Beragama islam merupakan syarat wajib bagi pelaksanaan berbagai ibadah, termasuk ibadah haji. Seperti bisa kita lihat pada bait syair berikut ini
Haji dan umroh keduanya sama Itulah rukun islam yang kelima Seumur hidup sekali wajib agama Jika salah, tiada terima
(SH:274)
Dalam kutipan bait syair di atas terdapat beberapa kelompok kata seumur hidup sekali wajib agama pada larik yang ketiga. Kata wajib yang tertulis itu
menurut ilmu fikih disebut fardu yang dibagi menjadi dua, yakni fardu a’in dan
fardu kifayah. Dalam hal ini yang dibicarakan hanyalah fardu ain yang suatu
kewajiban didalam agama Islam yang harus dilakukan oleh setiap individu orang
islam. Jika fardu ain itu telah di lakukan berarti orang itu telah bebas dari beban yang dipikulnya dan ia akan mendapatkan pahala dari Allah. Tetapi jika fardu’ain itu ditinggalkan ia akan memperoleh siksa dari Allah.
Sehubungan dengan hal itu, di dalam Syair Haji pada bait yang lain tertulis penyataan yang berhubungan dengan seruan untuk menunaikan ibadah haji
seperti di dalam kutipan Syair Haji berikut:
Syarat wajibnya lima perkara
Pertama islam, merdeka kedua perkara Ketiga baliq pula saudara
Dari kutipan syair di atas mengungkapkan bahwa orang yang diwajibkan
melakukan ibadah haji hanyalah orang Islam yang telah memenuhi persyaratan, seperti orang yang merdeka, telah cukup umur, berakal, tidak cidera dan kuasa
melakukannya, serta mempunyai bekal yang cukup untuk pergi dan pulangnya, sedangkan orang yang yang bukan Islam tidak wajib melakukan ibadah haji.
Di dalam syarat yang kelima tertulis penyataan seperti berikut kelima
kuasa ia mengerjakan, kata kuasa di dalam penyataan itu mempunyai pengertian
bagi seseorang yang akan melakukan ibadah haji. Makna kuasa yang pertama
ialah bahwa ibadah haji itu dapat dilakukan oleh diri sendiri, dalam hal ini, berarti ia telah sanggup terhadap segala macam risiko.
2. Mukallaf
Mukallaf adalah orang yang telah di anggap cakap dalam bertindak secara hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah maupun larangan-Nya.
3. Merdeka
Kewajiban haji hanya bagi orang yang merdeka. Hamba sahaya (Budak) tidak dikenakan kewajiban melaksanakan ibadah haji, karena haji merupakan
ibadah badaniyah dan maliyah yang mesti dilakukan secara langsung oleh yang bersangkutan dan atas biaya sendiri.
4. Memiliki kemampuan
Kewajiban menaunaikan ibadah haji adalah bagi mereka yang memiliki kemampuan. Menurut ulama Syafi’I menentukan kriteria kemampuan itu meliputi
suci; perjalanan di tanah suci aman; jika yang menunaikan haji itu seseorang
wanita, harus ada mahramnya.
Kewajiban untuk menunaikan ibadah haji itu boleh dilakukan hanya satu
kali seumur hidup mengingat Baitulllah itu letaknya sangat jauh dan sulit dalam perjalanan. Dan lagi harus menyediakan biaya yang cukup selama menunaikaan ibadah haji, oleh karena itu menunaikan ibadah haji memperoleh keringanan dari
Allah dengan catatan bahwa orang itu mampu melaksanakanya. Dalam hal ini yang penting biaya yang harus mencukupi untuk pergi dan pulangnya. Persyaratan
itu terlukis di dalam bait yang berisi ajaran dan harus diketahui oleh pemeluk Islam. Ada pun baitnya seperti di bawah ini:
Ada perkasa dan kembalinya Cukup bekal kelengkapannya Pada perginya dan kembalinya Cukup bekal kelengkapanya ( SH : 191)
Dari kutipan syair di atas menunjukan bahwa masalah biaya sangat
penting dan sangat diutamakan, hal ini diungkapkan dalam larik yang kedua dan keempat, yaitu penyataan “cukup bekal kelengkapannya” Dengan demikian
terlihat bahwa jika tanpa biaya yang cukup, orang tidak dapat melaksanakan ibadah haji ke Masjid Alharam di Mekkah.
Sehubungan dengan isi syair yang dikutip di atas yang menjelaskan bahwa
setiap orang Islam diwajibkan untuk melengkapi rukun Islam yang kelima, yakni menunaikan ibadah haji ke Baitulllah, Hal ini dikukuhkan oleh firman Allah
Imran :97) Sehubungan dengan hal itu, di dalam Syair Haji pada bait yang lain
tertulis penyataan yang berhubungan dengan seruan untuk menunaikan ibadah haji seperti di dalam kutipan Syair Haji berikut:
Seperti firman, qawluhu Taala
Wa hajju I-bayti manistatu ilayhi sabila
Di wajibkan kepada islam segala Demikian iman Sayyidul I-mursalin ( SH:14)
Ajaran ibadah yang tertulis pada syair tersebut cukup jelas dan mudah di pahami, terutama pemeluk agama Islam, berdasarkan hal itu terlihat bahwa ajaran agama Islam yang disampaikan melalui karya sastra yang berupa syair itu sangat
membantu calon jemaah haji karena dakwah Islam itu disajikan dengan mengunakan kata-kata yang sederhana sehingga mudah diikuti dan dipahami.
Adapun syarat-syarat wajib yang khusus bagi wanita melaksanakan ibadah haji meliputi dua hal. yaitu:
1. Harus didampingi suami atau mahramnya, jika tidak didampingi, maka haji
tidak wajib baginya.
Dalam syair haji terdapat petunjuk yang sekaligus merupakan ajaran bagi
seorang muslim yang akan pergi menunaikan ibadah haji ke Mesjid Alharam. Ajaran itu dinyatakan dalam syair berikut.
Atau perempuan dengan suaminya Atau mukrim dengan suaminya
Atau muhrimnya atau sama perempuanya Tiga orang perempuan yang serta
Di isyaratkan jangan memandangnya (SH: 296)
Berdasarkan bait 295 pada bait perjalanan hajinya penyair mengambarkan kalau seorang yang menunaikan ibadah haji harus ada kawan atau yang buta ada
pimpinanya. Sedangkan pada bait 296 penyair mengambarkan kalau seorang ketika melaksanakan haji hendak membawa kawan atau mukhrim terlihat pada baris mukhrim dengan suaminya atau sama perempuanya kerena itu lebih baik.
2. Wanita yang tidak dalam masa iddah, baik karena talak atau karena di tinggal mati suaminya.
B. Syarat Sah Haji
Syarat sah haji adalah segala ketentuan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan ibadah haji. Jika terpenuhi, maka ibadah haji yang dilaksanakan di
pandang sah (diterima). Namum jika ketentuan itu tidak terpenuhi, ibadah haji yang dilaksanakan tidak sah.
Seperti yang dikemukakan Abdurahman Al-jaziri (Munawar, 2003:27). Ada beberapa syarat sah ibadah haji, yaitu
1. Beragama Islam
Ibadah haji menjadi sah bila dilaksanakan orang Islam, baik haji itu dilaksanakan oleh diri sendiri atau orang lain. Oleh sebab itu, ibadah haji tidak sah
. Dengan menelaah Syair Haji terdapat persyaratan ibadah haji dan umroh.
Untuk jelasnya kutipan syair berikut ini menunjukan ajaran agama Islam yang berhubungan dengan ibadah haji.
Seperti firman, qawluhu Taala
Wa hajju I-bayti manistatu ilayhi sabila
Di wajibkan kepada Islam segala Demikian iman Sayyidul I-mursalin ( SH:14)
Ayohai saudaraku, dengarkan lah tuan Fakir menyatakan wajib dan arkan Haji dan umroh sama berkawan Keduanya itu kita wajibkan (SH:277)
Sehubungan dengan isi syair yang dikutip di atas yang menjelaskan bahwa
setiap orang Islam diwajibkan untuk melengkapi rukun Islam yang kelima, yakni menunaikan ibadah haji ke Baitullah
1. Mumayyiz
Mumayyiz adalah seorang anak yang sudah dapat membedakan antara sesuatu yang baik dan bermanfaat dengan sesuatu yang tidak baik mendatangkan
mudarat.
2. Amalan ibadah haji harus dilakukan pada waktu yang telah ditentukan. Wakt pelaksanaan ibdah haji adalah mulai bulan syawal, zulkaidah dan Sembilan
hari pertama bulan zulhijjah sampai terbit fajar hari kesepuluh atau yang di sebut jauga yaumul an-Nahrar serta 2 hari Tasyrik. Jika amalan yang diamalkan di
C. Rukun Haji
Rukun haji adalah amalan-amalan yang wajib dikerjakan selama melaksanakan ibadah haji. Bila salah satu amalan tersebut tertinggal atau sengaja
ditinggalkan, ibadah haji menjadi batal dan wajib mengulang pada kesempatan lain.Ulama ada yang berpendapat dalam menentukan amalan-amalan mana saja yang termasuk rukun haji.
Ulama mazhab Syafi’i menetapkan rukun haji sebanyak enam perkara yaitu:
1.Ihram,
2 Wukuf di Arafah 3. Tawaf
4. Sa’i
5. Memotong minimal tiga helai
6. Tertib. Yaitu mendahulukan Ihram dari keseluruhan rukun lainnya, mendahulukan wukuf dari tawaf ifadah dan potong rambut, dan mendahulukan tawaf atas sa’i itu tidak dilakukan setelah tawaf qudum.
Rukun haji juga terdapat pada bait Syair Haji yang terdapat di bawah ini. Haji dan umroh lima rukunnya
Niat serta ihram pertamanya Kedua tawaf, sai ketiganya
Bercukur keempat , tertib kelimanya ( SH :298 )
Rukun haji bersama-sama dengan umrah Bertambah haji, wukuf di arafah
Sembilan hari, bulan Zulhijjah
(SH :299)
Dari kutipan syair di atas bahwa ibadah haji itu dilaksanakan pada bulan
Zulhijjah dan ibadah umroh secara langsung wajib dilakukan bersama-sama pada saat itu, para jamaah harus melaksanakan semua rukun haji dan umroh. Jika salah satu rukun itu ditinggalkan, ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima itu tidak
sah, terutama jika yang ditinggalkan itu wukuf di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah. Wajib mengantinya haji pada tahun berikutnya.
Dalam Syair Haji juga terdapat pentunjuk mengenai salah satu rukun atau wajib haji yang ditinggalkan oleh seorang jemaah yang terlihat pada syair dibawah ini
Rukun dan wajib fardu sekutu Sekalian ibadah maknanya Satu Jikalau tinggal salah sesuatu Tiadalah sah ibadahnya ( SH: 306)
Kutipan di atas merupakan petunjuk ajaran ibadah haji dan umroh yang berisi tentang salah satu rukun atau wajib haji dan umroh yang tidak dikerjakan
pada saat musim haji sedangkan berlangsung di Mesjid Alharam, maka ibadahnya tidak sah.
Melalaikan haji, umrohpun sama Rukun dan wajib berlainan makna Ketinggalan rukun, haji percuma Ketinggalan wajib, dan terkena ( SH:306)
Meninggalkan wajib beroleh susah Dibayar damnya, hajinya sah
Demikianlah hukum haji dan umroh (SH: 307)
Syair di atas menunjukankan, baik rukun maupun wajib mempunyai kedudukan yang sama. Kedua harus dikerjakan, dan keduanya merupakan ibadah
yang saling berkaitan, rukun dan wajib itu tidak boleh ditinggalkan. Barangsiapa yang meninggalkannya salah satu rukun dan wajib, jelaslah ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima tidak sah.
D. Wajib Haji
Wajib haji adalah rangkaian amalan yang harus dilakukan dalam ibadah haji disamping rukun haji, bila ditiggalkan akan dikenakan dam atau denda
Masalah yang menimbulkan adanya dam. Para ulama menjelakan
seseorang yang sedang menunaikan ibadah haji dapat dikenakan denda jika ia melanggar atau meninggalkan beberapa butir wajib haji, seperti melakukan haji Qiran atau Tamatu tidak bermalam di Muzdalifah dan Mina, tidak melemparkan
Jumrah Aqabah,, melanggar miqat makani, dan tidak tawaf wada; yang mana terdapat dalam syair di bawah ini:
Tertib dan takdir sebabnya sembilan Pertama tamatu dan kedua qiran Ketika luput waktu berjalan Pelontar jumrah jua ditinggalkan ( SH : 310 )
Berjalan lalu turun ke mina Itulah sebab dam yang kelima Keenam tidak bermalam di mina ( SH : 311 )
Ketujuh miqa makani di tinggalkan Kedelapan tawaf wada di tinggalkan Menyalahi zadar sebabnya sembilan Cukup sebab sudah sembilan
( SH:312 )
Jadi dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang menunaikan ibadah haji jika melanggar atau meninggalkan salah satu butir
tersebut wajib membayar dam. Jika dam itu telah dibayar oleh orang yang bersangkutan, InsyaAllah hajinya mabrur dan akan diterima Allah.
E. Sunat Haji
Sunat Haji adalah amalan-amalan yang dianjurkan agar dilaksanakan
dalam ibadah. Bila amalan tersebut itu dikerjakan akan mendapatkan mendapatkan ganjaran pahala. Namun bila amalan tersebut ditinggalkan, tidak
mendapatkan dosa atau celaan.
Ulama berpendapat dalam mengklafikasikan amalan-amalan yang menjadi sunat haji adalah.
1. Mabit di Mina pada malam-malamhari tasyri’(11,12,dan 13 dzulhijjah) 2. Mabit di Muzdalifah pada malam tanggal 10 dzulhijjah, setelah keluar dari
arafah
4. Melontar ketiga jumrah dengan tertib.
F. Hal-hal yang membatalkan Haji
Haji menjadi batal lantaran melakukan tiga hal, yaitu: 1. Meninggalkan wukuf di arafah pada waktunya 2. Meninggalkan salah satu rukun haji
3. Berjimak. Namum mengenai waktu batalnya haji. karena berjimak dan syaratnya.
4.3.3. Pelaksanaan ibadah Haji
Dari segi pelaksanaan, ibadah haji tidak selalu terkait erat dengan ibadah
umrah, dengan kata lain, ada haji mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan umrah, bahkan umrah merupakan satu kesatuan dari ibadah
haji, sehingga jika seseorang diwajibkan melaksanakan haji berarti diwajibkan juga melakukan umrah.
Menurut (Munawar, 2003:43). Pelaksanaan ibadah haji dapat
dikelompokkan dalam tiga macam, yaitu haji ifrad. Haji Tamattu dan haji Qirans. A. Haji ifrad
B. Haji Tamattu
Kata Tamattu’ berarti bersenang - senang atau bersantai-santai.tamattu adalah melakukan ihram untuk melaksanakan umrah dibulan-bulan haji.setelah
amalan umrah selesai, langsung mengerjakan haji. C. Haji Qiran
Kata qiran dapat diartikan dengan menyertakan atau mengabungkan.
Adapun dalam termilogi fikih, haji qiran adalah pelaksanaan ibadah haji dan umrah sekaligus dengan satu niat.
Orang Islam umumya telah mengetahui bahwa ibadah haji dan umroh itu di laksnakan di tanah suci Makkah, yakni di masjid Alharam atau disebut juga dengan Baitullah. Di tempat suci itu para jamah haji bersama-sama melakukan
umroh. Ibadah itu dilakukan setiap tahun yang jatuh pada bulan Zulhijjah, sedangkan umroh dapat juga dilakukan sepanjang tahun, boleh di kerjakan dalm
bulan apa saja sesuai dengan kesempatan dan kemampuan.
Sehubungan dengan hal itu, para jamaah, antara lain harus mensucikan dirinya. Lalu melakukan shalat sunat dua rakaat. Penyataan itu terdapat dalam
Syair haji di bawah ini.
Takkala hendak akan ihram Sunat pula mandi bersiram Menghilangkan pula daki dan Inilah amal yang terlalu akram. (SH :19)
Sunat sembanyang dua rakaat Inilah amal dan taat