Pengujian Dan Simulasi
Water Heater
Dengan Memanfaatkan
Panas Buang Kondensor Siklus Kompresi Uap Hibrid Dengan
Kapasitas 120 Liter
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Lambok Manik
NIM. 070401068
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
atas berkat dan kasih serta penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pengujian Dan Simulasi Water Heater Dengan Memanfaatkan Panas Buang Kondensor Siklus Kompresi Uap Hibrid Dengan Kapasitas 120 Liter”.
Skripsi ini disusun memenuhi syarat menyeleasikan pendidikan Strata -1
(S-1) Depertemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin Sumatera Utara Sub
Bidang Mesin Konversi Energi.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan
dan dorongan berupa pemikiran, tenaga, semangat serta waktu dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus ST. MT selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita ST. MT yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik
5. Kedua orang tua penulis, Julinar Manik dan Juminah Simarmata yang tidak
pernah putus-putusnya memberikan dukungan, doa serta kasih sayangnya
yang tak terhingga kepada penulis.
6. Kakak, abang, dan adek, Norla Manik SE, Panahatan Manik, Eko Candro
Manik, Berliana Manik yang telah memberikan dukungan dan doanya kepada
penulis.
7. Pihak PT.Seltech Utama khususnya kepada Bapak Ir.Jonner Simanjuntak dan
Pak Wawan atas bimbingan dan arahannya selama di lapangan.
8. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin, yang
telah membimbing serta membantu segala keperluan penulis selama penulis
kuliah.
9. Rekan-rekan penulis, Jeffri OMS, Chandra S , dan Jeffri RGS yang
bersama-sama dengan penulis baik suka maupun duka hingga menyelesaikan skripsi
ini.
10.Rekan-rekan mahasiswa Teknik Mesin, terkhusus rekan Mahasiswa stambuk
2007 , senior dan junior yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam Skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk penyempurnaan Skripsi ini. Sebelum dan sesudahnya penulis
mengucapkan banyak terima kasih.
Medan, Oktober 2011
ABSTRAK
Mesin pendingin Siklus Kompresi Uap dengan pemanas air sudah
dirancang, dibuat dan diuji. Pembuatan dan pengujian mesin pendingin diatas
untuk meningkatkan efisiensi dari mesin pendingin Siklus Kompresi Uap Biasa.
Meningkatkan efisiensi merupakan salah satu cara untuk membantu rencana
pemerintah Indonesia untuk mengurangi pemakaian energi fosil. Memanfaatkan
panas buangan kondensor merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
efisiensi dan dapat digunakan untuk memanaskan air. Pada penelitian ini
perangkat lunak CFD digunakan untuk mensimulasikan proses pemanasan air
pada water heater tersebut. Didalam simulasi CFD, temperature koil pemanas
diasumsikan constant yang merupakan nilai rata-rata dari hasil pengujian
tempeartur. Temperatur awal air 300C dan temperature koil 500C. Simulasi CFD
dilakukan selama 180 menit dan akan di tampilkan Kontur temperatur dan vektor
kecepatan pada waktu 30;60;90;120;150;180 menit. Kesimpuan yang didapat
adalah CFD dapat mensimulasikan proses pemanasan air pada water heater dan
perbandingan dengan hasil pengukuran menunjukkan hasil yang tidak jauh
berbeda.
ABSTRACT
A vapor compression cycle refrigeration machine integrated with water
heater has been designed, fabricated, and tested. Here, the objective of the water
heater installation is to improve the energy efficiency in comparison with the
ordinary vapor compression cycle. Increasing the energy efficiency is one of the
solutions to help Indonesian Government in reducing of using fossil energy
resources. Usually, waste heat from the condenser is released to atmosphere. This
waste heat is used as a heat resource for the water heater. In this work
computational fluid dynamics (CFD) is used to simulate the heating process in the
water heater. In the simulation, temperature of the heating coils is assumed to be
constant at averaged measurements. The initial temperature of the water is 300C
and temperature of the heating coil is 500C. The length of the simulation is 180
minutes. Temperature contour and velocity vector at 30 minutes, 60 minutes, 90
minutes, 120 minutes, 150 minutes, and 180 minutes, are plotted respectively. The
simulation and measurement results are compared. The main conclusion here is
that CFD can be used to simulate the heating process and the simulation and
measurement results show a good agreement.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ...iii
DAFTAR ISI ...v
DAFTAR TABEL ...vi
DAFTAR GAMBAR ...vii
DAFTAR SIMBOL ...ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Tujuan Penelitian ...9
1.2.1 Tujuan Umum ...9
1.2.2 Tujuan Khusus ...10
1.3 Manfaat Penelitian ...10
1.4 Batasan Masalah ...10
1.5 Sistematika Penulisan ...11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...13
2.1 Sistem Refrigerasi ...13
2.1.1 Pendahuluan...13
2.1.2Siklus Kompresi Uap ...14
2.2.1 Tatanama Refrigerant ...19
2.2.2 Keamanan Refrigerant...20
2.3 Siklus Kompresi Uap dengan water heater ...21
2.4 Perpindahan panas Konveksi Alami/natural ...25
2.4.1Gaya apung ...26
2.4.2Bilangan tanpa Dimensi ... 30
2.4.3Penyelesaian Analitik Konveksi Natural...32
2.4.4Persamaan Empirik Konveksi Natural permukaan luar ...37
2.4.5Bidang Vertikal ...38
2.4.6 Bidang Miring ...40
2.4.7 Bidang Horizontal ...42
2.4.8 Konveksi Natural pada permukaan silinder ...44
2.4.9 Konveksi Natural pada Bola ...46
2.5 Computational Fluid Dinamycs (CFD) ...48
2.5.1.Penggunaan CFD ...48
2.5.2.Proses Simulasi CFD...49
2.5.3.Metode Diskritisasi CFD ...50
2.5.4.Langkah Penyelesain Masalah dan Perencanaan Analisis CFD ...51
2.6.1.Metode Diskritisasi pada ...57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...59
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...59
3.1.1 Tempat Penelitian ...59
3.1.2 Waktu ...59
3.2 Alat dan Bahan yang digunakan ...59
3.2.1Alat ...59
3.2.2Bahan...61
3.3 Variabel Riset ...61
3.4 Set-up Pengujian ...61
3.5 Diagram Penelitian ...63
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN SIMULASI...64
4.1Hasil Pengujian ...64
4.1.1 Data Temperatur Dan Radiasi ...69
4.1.2 Pengukuran Temperatur Pada saat tangki pemanas air diisi penuh...69
4.2Simulasi CFD ...68
4.2.1 Proses permodelan Water heater yang telah direncanakan ...68
4.2.2 Permodelan Komputasi ...70
4.3Analisa Numerik ...72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...90
6.1 Kesimpulan ...90
6.2 Saran ...90
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai COP dari beberapa jenis refrigerant ...18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Grafik data “Total Hot Water Operational Cost Hotel DanauToba
International” ... 7
Gambar 2.1 Skema siklus kompresi uap ... 14
Gambar 2.2 Diagram P – h siklus kompresi uap ideal ... 15
Gambar 2.3 Mesin Pendingin siklus kompresi uap hibrid ... 22
Gambar 2.4 Instalasi Siklus kompresi uap dan water heater ... 22
Gambar 2.5 Diagrm P-h siklus kompresi uap hibrid ... 23
Gambar 2.6 Konveksi natural pada plat vertikal yang panas ... 27
Gambar 2.7 Konveksi natural pada plat vertikal yang dingin ... 30
Gambar 2.8 Konveksi natural pada bidang miring ... 41
Gambar 2.9 Konveksi natural pada bidang horizontal (type a) ... 43
Gambar 2.10 Konveksi natural pada bidang horizontal (type b) ... 43
Gambar 2.11 Konveksi natural pada silinder vertikal ... 44
Gambar 2.12 Konveksi natural pada silinder vertikal ... 46
Gambar 2.13 Konveksi natural pada bola ... 47
Gambar 2.14 Alur Penyelesaian Masalah (Problem Solving) ... 52
Sebuah Elemen Fluida 3Dimensi ... 53
Gambar 2.16 Hukum Kekekalan Momentum Arah Sumbu-x pada Sebuah Elemen Fluida 3 Dimensi ... 54
Gambar 2.17 Kerja yang Dikenakan pada Sebuah Elemen Arah Sumbu-x ... 55
Gambar 2.18 Fluks Panas yang melintasi permukaan sebuah elemen ... 56
Gambar 2.19 Volume kontrol satu dimensi ... 58
Gambar 3.1 Hobo Micro Station Data Logger ... 59
Gambar 3.2 Agilent dengan termokopel tipe T dan K ... 60
Gambar 3.3 Skema Tangki water heater ... 62
Gambar 3.4 Tangki Water heater ... 62
Gambar 3.5 Prosedur Penelitian ... 63
Gambar 4.1 Pengambilan data pada saat pengujian... 65
Gambar 4.2 Grafik temperatur udara lingkungan dan radiasi matahari pada tanggal 7 Oktober 2011. ... 66
Gambar 4.3 Grafik Temperatur Vs Waktu pada saat tangki pemanas air penuh.. ... .67
Gambar 4.4 Grafik Temperatur rata-rata air pada saat tangki diisi penuh... ... 68
Gambar 4.6 mesh 3 dimensi water heater.... ... 71
Gambar 4.7 kontur temperatur aliran perpindahan panas coil ke air selang
waktu 30 menit pada saat beroperasi water heater. ...73
Gambar 4.8 kecepatan rata –rata selang waktu 30 menit pada saat
beroperasi water heater. ...73
Gambar 4.9 Temperatur rata –rata selang waktu 60 menit pada saat
beroperasi water heater. ...74
Gambar 4.10 kecepatan rata –rata selang waktu 60 menit pada saat
beroperasi water heater. ...74
Gambar 4.11 temperatur rata –rata selang waktu 90 menit pada saat
beroperasi water heater. ...75
Gambar 4. 12 kecepatan rata –rata selang waktu 90 menit pada saat
beroperasi water heater. ...75
Gambar 4.13 temperatur rata –rata selang waktu 120 menit pada saat
beroperasi water heater. ...76
Gambar 4.14 kecepatan rata –rata selang waktu 120 menit pada saat
beroperasi water heater. ...76
beroperasi water heater. ...77
Gambar 4.16 kecepatan rata –rata selang waktu 150 menit pada saat
beroperasi water heater. ...77
Gambar 4.17 temperatur rata –rata selang waktu 180 menit pada saat
beroperasi water heater. ...78
Gambar 4.18 kecepatan rata –rata selang waktu 180 menit pada saat
beroperasi water heater. ...78
Gambar 4.19 Temperatur water heater pada waktu air berisi penuh ...79
Gambar 4.20 perbandingan antara temperatur di pengujian dan
Temperatur di simulasi. ...80
Gambar 4.21 Eksperimen bentuk coil yang direncanakan.... ... 81
Gambar 4.22 Mesh Eksperimen bentuk coil yang direncanakan.... ... 82
Gambar 4.23 kontur temperatur aliran perpindahan panas coil ke air selang
waktu 30 menit pada saat beroperasi water heater. ...82
Gambar 4.24 kecepatan rata –rata selang waktu 30 menit pada saat
beroperasi water heater. ...83
Gambar 4.25 Temperatur rata –rata selang waktu 60 menit pada saat
Gambar 4.26 kecepatan rata –rata selang waktu 60 menit pada saat
beroperasi water heater. ...84
Gambar 4.27 temperatur rata –rata selang waktu 90 menit pada saat
beroperasi water heater. ...84
Gambar 4. 28 kecepatan rata –rata selang waktu 90 menit pada saat
beroperasi water heater. ...85
Gambar 4.29 temperatur rata –rata selang waktu 120 menit pada saat
beroperasi water heater. ...85
Gambar 4.30 kecepatan rata –rata selang waktu 120 menit pada saat
beroperasi water heater. ...86
Gambar 4.31 temperatur rata –rata selang waktu 150 menit pada saat
beroperasi water heater. ...86
Gambar 4.32 kecepatan rata –rata selang waktu 150 menit pada saat
beroperasi water heater. ...87
Gambar 4.33 temperatur rata –rata selang waktu 180 menit pada saat
beroperasi water heater. ...87
Gambar 4.34 kecepatan rata –rata selang waktu 180 menit pada saat
Gambar 4.35 perbandingan simulasi CFD pada pengujian dan
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Satuan
A Luas penampang sisi masuk pipa m2
COP Coefficient of Performance -
Cp Kalor spesifik (kJ/Kg.0C)
do Diameter luar pipa m
di Diameter dalam pipa m
g Percepatan gravitasi m/s2
L
Gr Bilangan Grashof -
h1 Entalpi refrigeran masuk kompresor kJ/kg
h2 Entalpi refrigeran keluar kompresor kJ/kg
h3 Entalpi refrigeran keluar kondensor kJ/kg
h4 Entalpi refrigeran masuk evaporator kJ/kg
kwh Jumlah daya perjam
-L Panjang pipa m
LMTD Log Mean Temperature Difference oC
LHV Nilai kalor bawah kJ/kg
Laju aliran massa refrigeran kg/s
Laju aliran massa air kg/s
m Volume air kg
Laju aliran massa air kg/s
Pr Bilangan Prandtl -
Q Kalor sensible air J
RaL Bilangan Rayleigh -
Re Bilangan Reynold -
Tf Temperatur film oC
Tmax Temperatur maksimum oC
To Temperatur awal oC
r
T Temperatur referensi oC
Ts Temperatur permukaan pipa rata-rata oC
v viskositas kinematik -
g gravitasi m/s2
V kecepatan rata-rata fluida m/s2
∆T Perbedaan temperatur oC
ɳ Efisiensi -
ρf Massa jenis refrigeran kg/m3
μw Viskositas absolut air Pa.s
ρw Massa jenis air kg/m3
r
ABSTRAK
Mesin pendingin Siklus Kompresi Uap dengan pemanas air sudah
dirancang, dibuat dan diuji. Pembuatan dan pengujian mesin pendingin diatas
untuk meningkatkan efisiensi dari mesin pendingin Siklus Kompresi Uap Biasa.
Meningkatkan efisiensi merupakan salah satu cara untuk membantu rencana
pemerintah Indonesia untuk mengurangi pemakaian energi fosil. Memanfaatkan
panas buangan kondensor merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
efisiensi dan dapat digunakan untuk memanaskan air. Pada penelitian ini
perangkat lunak CFD digunakan untuk mensimulasikan proses pemanasan air
pada water heater tersebut. Didalam simulasi CFD, temperature koil pemanas
diasumsikan constant yang merupakan nilai rata-rata dari hasil pengujian
tempeartur. Temperatur awal air 300C dan temperature koil 500C. Simulasi CFD
dilakukan selama 180 menit dan akan di tampilkan Kontur temperatur dan vektor
kecepatan pada waktu 30;60;90;120;150;180 menit. Kesimpuan yang didapat
adalah CFD dapat mensimulasikan proses pemanasan air pada water heater dan
perbandingan dengan hasil pengukuran menunjukkan hasil yang tidak jauh
berbeda.
ABSTRACT
A vapor compression cycle refrigeration machine integrated with water
heater has been designed, fabricated, and tested. Here, the objective of the water
heater installation is to improve the energy efficiency in comparison with the
ordinary vapor compression cycle. Increasing the energy efficiency is one of the
solutions to help Indonesian Government in reducing of using fossil energy
resources. Usually, waste heat from the condenser is released to atmosphere. This
waste heat is used as a heat resource for the water heater. In this work
computational fluid dynamics (CFD) is used to simulate the heating process in the
water heater. In the simulation, temperature of the heating coils is assumed to be
constant at averaged measurements. The initial temperature of the water is 300C
and temperature of the heating coil is 500C. The length of the simulation is 180
minutes. Temperature contour and velocity vector at 30 minutes, 60 minutes, 90
minutes, 120 minutes, 150 minutes, and 180 minutes, are plotted respectively. The
simulation and measurement results are compared. The main conclusion here is
that CFD can be used to simulate the heating process and the simulation and
measurement results show a good agreement.
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tentu saja menginginkan suatu keadaan
dimana temperatur dan kelembaman ruangan lebih nyaman. Sistem pendingin
atau refrigerasi merupakan proses pelepasan kalor dari suatu substansi dengan
cara penurunan temperatur dan pemindahan panas ke substansi lainnya. Sistem
pendingin dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan dan kesegaran kerja,
disamping itu juga untuk memungkinkan suatu proses berjalan dengan baik atau
untuk melindungi mesin atau alat-alat agar tidak cepat rusak.
Hadirnya mesin-mesin ini di tengah kehidupan manusia diharapkan
kehidupan manusia menjadi lebih efektif dan efisien. Namun terkadang dapat
membuat manusia lalai dan menjadi “malas”. Untuk alasan ini juga terkadang
manusia rela hidup boros bahkan mengorbankan lingkungannya demi
kenyamanan yang didapatkan. Salah satu dampak revolusi industri hingga
sekarang adalah terus menurunnya kualitas lingkungan hidup akibat pencemaran
lingkungan yang dilakukan secara terus menerus. Untuk itu dibutuhkan kesadaran
mendasar dan langkah kongkrit sekecil apapun untuk menyelamatkan lingkungan
tempat tinggal kita.
New York 22 September 2009, Perdana Menteri Jepang saat itu, Yokio
Hatoyama berpidato “Japan will aim to reduce its emissions by 25% by 2020, if
compared to the 1990 level, consistent with what the science calls for in order to
halt global warming”. Jepang akan mengurangi emisinya sampai 25% dibanding
untuk menghentikan pemanasan global. Kalimat ini mendapat sambutan hangat
dari para kepala negara yang berada di ruangan tersebut [1].
Pemanasan global (global warming) adalah kenaikan suhu rata-rata
permukaan bumi yang diakibatkan oleh tinginya kandungan gas-gas rumah kaca
hasil dari pembakaran sumber energi berbasis fosil dan pembabatan hutan. Sejak
dimulainya revolusi industri, umat manusia telah sangat tergantung kepada
penggunaan sumber energi yang berasal dari fosil, selanjutnya di tulisan ini akan
diistilahkan dengan energi fosil. Energi fosil termasuk minyak bumi, gas alam,
dan batubara. Sebagai gambaran besarnya ketergantungan umat manusia terhadap
energi fosil, Energy Information Administration (EIA), menyebutkan bahwa
selama tahun 2007, konsumsi energi global bersumber dari minyak bumi sebesar
36%, batubara 27.4%, dan gas alam 23.0%. Total penggunaan energi fosil ini
adalah 86.4% dan sisanya dipasok oleh sumber energi lain seperti nuklir,
hydropower, geothermal, angin, surya dan lain-lain. Menurut laporan statistik
penggunaan minyak dunia, yang dikeluarkan British Petroleum (BP), selama
tahun 2008 konsumsi energi dunia adalah sebesar 474 exajoule (474 x 1018 joule).
Jika komposisi 86.4% (laporan tahun 2007 oleh EIA) dianggap tidak berubah jauh
dengan 2008, maka konsumsi ini berasal dari energi fosil sebesar 409,5 EJ dan
sisanya 64,5 EJ dari sumber energi lain seperti nuklir dan renewable energi.
Pembakaran energi fosil ini setara dengan pelepasan 21.3 Gigaton karbon dioksida
ke alam, tetapi alam dengan bantuan hutan hanya mampu menyerap setengah dari
jumlah ini. Oleh karena itu akan ada penambahan karbon dioksida sekitar 10.6
Gigaton pertahun. Jika tidak ada langkah konkrit, hal ini akan meningkat terus di
Inilah salah satu yang akan menyebabkan pemanasan global, dan jika tidak
diselesaikan bersama akan membahayakan kelangsungan hidup bumi sebagai
planet yang bisa dihuni umat manusia dan mahluk hidup lainnya.
Kondisi Indonesia, tidak jauh berbeda dengan kondisi global saat ini.
Sumber utama energinya masih disuplai oleh energi fosil. Sementara, efisiensi
konversi dan penggunaan energi fosil masih rendah. Menurut laporan statistik
yang dikeluarkan oleh BP, total konsumsi energi Indonesia selama tahun 2007
adalah sebesar 5,18 EJ. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
menyebutkan konsumsi energi ini berasal dari energi fosil sebesar 95%,
hidropower 3,4%, panas bumi 1,4%, lainnya 0,2% (data tahun 2003). Komposisi
ini dengan jelas menunjukkan ketergantungan yang sangat tinggi pada energi
fosil. Perbedaan utama permasalahan enegi yang dihadapi pemerintah Indonesia
adalah ketergantungan yang besar kepada minyak bumi. Pemerintah, pada saat ini
fokus pada usaha untuk mengurangi ketergantungan ini. Efisiensi energi di
Indonesia juga sangat buruk. Menurut data, nilai elastisitas energi yang diolah
oleh ESDM dari BP, Indonesia berada pada angka 1,84, idealnya angka ini
dibawah 1. Elastisitas energi adalah perbandingan antara pertumbuhan konsumsi
energi dengan pertumbuhan ekonomi. Jika nilai elastisitas energi suatu negara
semakin tinggi, berarti pemakaian energi semakin tidak efisien. Sebagai
perbandingan elastisitas energi beberapa negara adalah sebagai berikut: Malaysia
1,69, Thailand 1,16, Singapura 0,73, Jepang 0,1. Kesimpulannya perlu usaha yang
serius untuk mengurangi nilai elastisitas energi ini.
Salah satu titik penggunan energi yang cukup besar di Indonesia adalah
Di masa yang akan datang diyakini akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya taraf hidup masyarakat dan pemanasan global yang telah
berlangsung [1].
Manusia senantiasa menginginkan hal baru dalam efisiensi dan hidup yang
lebih praktis, hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah
memaksimalkan fungsi peralatan yang ada yaitu dengan cara memodifikasi
peralatan standar sehingga didapatkan fungsi ganda tanpa mengabaikan fungsi
utama dari peralatan tersebut. Selain dari fungsi utama tadi kami mencoba untuk
memanfaatkan energy terbuang yang dihasilkan oleh sistem pendingin AC Split
sehingga dapat dimanfaatkan, untuk itu kelompok kami merencanakan sebuah
Water Heater yang terpasang dengan AC Split, dimana fungsi Water Heater ini
nantinya berfungsi untuk memanaskan air. Pemanas air yang terpasang dengan
AC split ini sudah banyak dipakai pada perumahan, bangunan komersial,rumah
sakit,dan hotel.
Pada saat ini kami sudah melakukan survey di tiga tempat, yaitu Hotel
Sapadia Pematang Siantar, Hotel Danau Toba International Medan, dan Rumah
Sakit Columbia Asia Medan. Berikut hasil surveynya:
A. Hotel Sapadia Pematang Siantar (29 Juni 2011 – 1 Juli 2011)
Hotel yang terdiri dari 6 lantai ini berlokasi di Jl. Diponegoro,Pematang
Siantar. Berikut data ruangan dan Cooling Load di Hotel Sapadia Pematang
Siantar:
Untuk keperluan beban pendingin di hotel ini digunakan Chiller type
130GTN130 sebanyak 1 unit dan Chiller Pump sebanyak 2 unit serta instalasi
menggunakan AC jenis DX-System karena ruangan lantai 06 adalah Ruang
Serbaguna/Ruang Pertemuan yang jarang digunakan (hanya digunakan pada saat
dipesan saja), sehingga dibuat jenis DX-System untuk menghemat energi.
 Sizing Hot water
• 59 kamar x 15 L/kamar x 2 orang/kamar = 1770 liter
Dengan diversity factor 75% dan 5% kehilangan panas di pipa
hot water peak hour demand = 1770 x 0,75 x 1,05 = 1393,875
• Jika ikut semua
1770 L + (200x5) = 2770 L
Dengan diversity 75% dan 5% heat loss dan pipe = 2181,375 L
Dengan penambahan wastafel,dll digunakan 2500 L
 Heating load
Dengan mengambil beban maksimum (5pm-8pm)
Maka,2500 L / 3 hr =833,333 L / hr
Heating load = 833,333 / hr x 1 kkal x (60-25)
= 29.166,1666 kkal / hr
= 33,8333 kw
Dengan LCWT 450 F dan CEAT 950F, maka pada chiller 30GTN130
dengan daya input 141,6 kw dan kapasitas 125,1 didapat Total Head
Rejection From
(THRF) = 1,25 X 125,1 tons X 3,517 = 549,970875 KW
Percentage of heat reclaim = 54933,,9708759333
x
100
%
 Calculation of time taken to heat
Dengan menggunakan chiller 30GTN130
• 125,1 tons = 1501420,489 Btu / hr
• Q aktual = 1501420,489 Btu / hr x 1,25
= 1876775,611 btu / hr
Dengan Takhir = 140 F= 60 0C ; Tawal = 80 F = 200C;Cp = 1 btu/lbf ;
p = 62lb/ft3
Maka didapat, 59352 , 31279 ) 80 140 ( 1 611 , 1876775 = − = x w p w V = liter ft
V 504,509 14306,42769
62 2
31279,5935 = 3 =
=
Dalam waktu 1 jam dengan 1876775,611 Btu/hr dapat memanaskan 14306,42769
liter. Jika untuk 2500 liter, maka chiller 30GTN130 memerlukan
4847 , 10 174746 , 0 42769 , 14306 2500 = = hr
Jadi, untuk memanaskan air dengan kapasitas 2500 liter menggunakan chiller
30GTN130 memerlukan waktu 10,4847 menit.
B. Hotel Danau Toba International (4 Juli 2011 – 5 Juli 2011)
Hotel Danau Toba International berlokasi di Jl. Imam Bonjol No.17
,Medan. Sebelum menggunakan Water Heater, HDTI menggunakan boiler untuk
menggunakan bahan bakar solar dengan konsumsi bahan bakar solar ± Rp
90.000.000 – 100.000.000 / bulan.
Setelah menggunakan Water Heater, maka boiler dengan bahan bakar
solar tidak digunakan lagi, serta didapat penghematan energi listrik yang dipakai.
Besarnya penghematan yang didapat setelah penggunaan water heater tidak
diberitahu oleh pihak hotel. Berhubung karena tidak diberikan informasi tentang
data fisik Chiller dan kami hanya diberikan data perbandingan sebelum dan
setelah memakai Water Heater, maka berikut grafik data “Total Hot Water
Operational Cost Hotel DanauToba International”:
Gambar 1.1 Grafik data “Total Hot Water Operational Cost Hotel DanauToba
International”
TOTAL SAVING PER MONTH AFTER SELTECH → AIRCON WATER HEATER ± Rp. 90.000.000,-
Estimate Hot Water Operation Cost Hotwater Operational
Cost Using Solar Boiler
C. Rumah Sakit Columbia Asia (RSCA) / 6 Juli 2011 – 7 Juli 2011
Rumah Sakit Columbia Asia yang berlokasi di Jl. Listrik, Medan ini
memiliki 200 kamar dan satu restaurant. RSCA ini memakai chiller jenis
30GT390 sebanyak 3 unit untuk keperluan pendingin. RSCA belum memakai
Water-Heater yang memanfaatkan panas refrigerant untuk keperluan air panas,
baik untuk keperluan mandi maupun untuk keperluan restaurant. Oleh karena itu,
kami mencoba merancang water heater yang cocok untuk bangunan tersebut
dengan jenis Chiller 30GT390.
Perancangan Water Heater
- Sizing hot water
Untuk 200 kamar:
(200kamar x 30L/orang x 2 orang/kamar) = 12000 L
Untuk restaurant, dengan kapasitas 50 orang
(50 orang x 5L/orang) = 250 L
Permintaan air panas = 12250 L
Dengan diversity factor 75% dan 5% heat loss sepanjang pipa
12250L x 0,75 x 1,05 = 9646,75 L
Oleh karena itu, dipilih water heater dengan ukuran 10000 L
- Head Load Calculation
Beban maksimun antara 5pm-8pm
10000 / 3 = 3333,3333 L / hr
Heating Load = 3333,3333 L / hr x 1 kkal / L.C x (600C-250C)
=116666,66055 Kkal / hr
= 1,25 x 36995616 = 4624452 kkal / hr
Percentage of heat reclaim = 2,523% 4624452
66655 ,
116666 =
- Q = 4894318,7475 btu / hr
P = 62 lb / ft3
Cp = 1 btu / lbf
W=
V = W / p
3
67708 , 1315 62
97913 , 81571
ft
= = 37308,77337 L / hr
Dengan kata lain 0,26803
77337 , 37308
10000
= hr = 16 menit
Pada skripsi ini, akan dilakukan simulasi dengan menggunakan
Computational Fluid Dynamics (CFD) untuk membandingkan data yang
diperoleh dari penelitian dan simulasi.
1.2Tujuan Penelitian 1.2.1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk merancang sebuah mesin
pendingin bekeja berdasarkan siklus kompresi uap hybrid dimana panas buangan
kondensor digunakan sebagai sumber tenaga untuk memanaskan air (water
heater). Komponen-komponen utama siklus kompresi uap hibrid ini terdiri dari
dirancang, dipabrikasi, dan dirakit menjadi satu unit mesin pendingin. Kemudian
melakukan penelitian terhadap masing-masing komponen mesin pendingin.
1.2.2. Tujuan khusus
Penelitian ini dikerjakan oleh satu tim yang terdiri dari 4 orang, termasuk
penulis. Secara khusus penulis bertanggung jawab menguji water heater dan
mensimulasikan dengan software Computational Fluid Dynamics (CFD) untuk
mengetahui proses perpindahan panas dan membandingkannya dengan hasil
pengujian.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Pengembangan teknologi alternatif mesin pendingin yang dapat
mendinginkan ruangan sekaligus dapat memanaskan air.
2. Mengurangi pemakaian bahan bakar minyak bumi dan gas untuk
memanaskan air untuk kebutuhan sehari-hari.
3. Bahan referensi pengembangan penelitian dibidang Mesin Pendingin,
khususnya dalam bidang simulasi.
4. Membantu masyarakat melakukan penghematan secara ekonomis.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah yang
dikaji dalam penulisan skripsi, maka perlu diberikan batasan masalah sebagai
berikut :
1. Komponen Siklus Kompresi Uap yang digunakan dalam analisa ini adalah
water heater.
2. Variabel yang digunakan adalah Temperatur dan Waktu
3. Proses kondensasi pada koil pemanas terjadi pada tekanan konstan dan
temperatur permukaan pipa diasumsiakan konstan sesuai hasil pengujian.
1.5. Sistematika Penulisan
Agar penyusunan skripsi ini dapat tersusun secara sistematis dan
mempermudah pembaca memahai tulisan ini, maka skripsi ini dibagi dalam
beberapa bagian yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, batasan masalah, maksud dan tujuan perancangan,
manfaat perancangan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori dasar tentang mesin pendingin, siklus kompresi uap, siklus kompresi
uap hibrid perhitungan perpindahan panas secara konveksi alamiah/natural,dan
teori yang mendasari tentang pendekatan numerik pada program lunak
Computational Fluid Dynamics (CFD).
Berisi tentang metode penelitian yang dilakukan, urutan proses analisis serta
pengerjaan perangkat lunak CFD yang digunakan untuk pengolahan data.
BAB IV PEMODELAN GEOMETRI DAN ANALISA NUMERIK
Berisi tentang data yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung,pengujian dan
simulasi menggunakan perangkat lunak Computational Fluid Dynamics(CFD).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan dari hasil simulasi numerik dan saran untuk
memperbaiki kekurangan desain sebelumnya dan mencegah kesalahan pada
desain optimasi.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Refrigerasi
2.1.1Pendahuluan
Refrigerasi merupakan suatu proses penarikan kalor dari suatu
benda/ruangan ke lingkungan sehingga temperatur benda/ruangan tersebut lebih
rendah dari temperatur lingkungannya. Kinerja mesin refrigerasi kompresi uap
ditentukan oleh beberapa parameter, diantaranya adalah kapasitas pendinginan
kapasitas pemanasan,daya kompresi, koefisien kinerja dan faktor kinerja.Sesuai
dengan konsep kekekalan energi, panas tidak dapat dimusnahkan tetapi dapat
dipindahkan.Sehingga refrigerasi selalu berhubungan dengan proses-proses aliran
panas dan perpindahan panas.
Pada dasarnya sistem refrigerasi dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Sistem refrigerasi mekanik
Sistem refrigerasi ini menggunakan mesin-mesin penggerak atau dan alat
mekanik lain dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem
refrigerasi mekanik di antaranya adalah:
a. Siklus Kompresi Uap (SKU)
b. Refrigerasi siklus udara
c. Kriogenik/refrigerasi temperatur ultra rendah
2. Sistem refrigerasi non mekanik
Berbeda dengan sistem refrigerasi mekanik, sistem ini tidak memerlukan
mesin-mesin penggerak seperti kompresor dalam menjalankan siklusnya. Yang
termasuk dalam sistem refrigerasi non mekanik di antaranya:
a. Refrigerasi termoelektrik
b. Refrigerasi siklus absorbsi
c. Refrigerasi steam jet
d. Refrigerasi magnetic dan Heat pipe
Dewasa ini, penerapan siklus-siklus refrigerasi hampir meliputi seluruh
aspek kehidupan kita sehari-hari.Industri refrigerasi dan tata udara telah
berkembang sangat pesat dan sangat variatif, demi memenuhi kebutuhan pasar
yang sangat bervariasi.
2.1.2 Siklus Kompresi Uap
Dari sekian banyak jenis-jenis sistem refigerasi, namun yang paling umum
digunakan adalah refrigerasi dengan sistem kompresi uap.Komponen utama dari
sebuah siklus kompresi uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan katup
expansi.
Kondensor
Kompresor
Evaporator
Katup expansi
1 2 3
4
Pada siklus kompresi uap, di evaporator refrigeran akan ‘menghisap’
panas dari lingkungan sehingga panas tersebut akan menguapkan refrigeran.
Kemudian uap refrigeran akan dikompres oleh kompresor hingga mencapai
tekanan kondensor, dalam kondensor uap refrigeran dikondensasikan dengan cara
membuang panas dari uap refrigeran ke lingkungannya. Kemudian refrigeran akan
kembali di teruskan ke dalam evaporator. Dalam diagram P-h siklus kompresi uap
ideal dapat dilihat dalam gambar berikut ini.
Gambar 2.2 Diagram P – h siklus kompresi uap ideal (Himsar Ambarita, 2010)
Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap seperti pada gambar
2.2 diatas adalah sebagai berikut:
a. Proses kompresi (1-2)
Proses ini dilakukan oleh kompresor dan berlangsung secara isentropik
uap jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami kompresi refrigeranakan menjadi
uap bertekanan tinggi. Karena proses ini berlangsung secara isentropik, maka
temperatur ke luar kompresor pun meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan
massa refrigeran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
qw= h1– h2 (1)
dimana : qw = besarnya kerja kompresor (kJ/kg)
h1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)
h2= entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
b. Proses kondensasi (2-3)
Proses ini berlangsung didalam kondensor. Refrigeran yang bertekanan
tinggi dan bertemperatur tinggi yang berasal dari kompresor akan membuang
kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di dalam
kondensor terjadi pertukaran kalor antara refrigeran dengan lingkungannya
(udara), sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara pendingin yang
menyebabkan uap refrigeran mengembun menjadi cair. Besar panas per satuan
massa refrigeran yang dilepaskan di kondensor dinyatakan sebagai:
qc = h2 – h3 (2)
dimana : qc = besarnya panas dilepas di kondensor (kJ/kg)
h1 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg)
h2= entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
Proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini berarti tidak terjadi
perubahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur, atau
dapat dituliskan dengan:
h3 = h4 (3)
Proses penurunan tekanan terjadi pada katup expansi yang berbentuk pipa
kapiler atau orifice yang berfungsi untuk mengatur laju aliran refrigeran dan
menurunkan tekanan.
d. Proses evaporasi (4-1)
Proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur
konstan) di dalam evaporator. Panas dari lingkungan akan diserap oleh cairan
refrigeran yang bertekanan rendah sehingga refrigeran berubah fasa menjadi uap
bertekanan rendah. Kondisi refrigeran saat masuk evaporator sebenarnya adalah
campuran cair dan uap, seperti pada titik 4 dari gambar 2.2 diatas.
Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator adalah:
Qe = h1 – h4 (4)
dimana : qe= besarnya panas yang diserap di evaporator (kJ/kg)
h1 = entalpi refrigeran saat keluar evaporator (kJ/kg)
h2= entalpi refrigeran saat masuk evaporator (kJ/kg)
Selanjutnya, refrigeran kembali masuk ke dalam kompresor dan
tercapai.Untuk menentukan harga entalpi pada masing-masing titik dapat dilihat
dari tabel sifat-sifat refrigeran.
Setelah melakukan perhitungan untuk beberapa jenis refrigerant yang
sering dipakai di Indonesia, didapat nilai COP (Coefficient of Performance)
sebagai fungsi temperatur kondensasi ditampilkan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Nilai COP dari beberapa jenis refrigerant
T(oC) Refrgt
40 45 50 55 60 65 70
R12 5,58 4,75 4,21 3,65 3,22 2,84 2,48
R600 5,08 4,34 3,69 3,18 2,77 2,44 2,14
R134a 4,92 5,05 3,92 3,34 2,90 2,54 2,18
R22 5,47 4,75 4,98 3,97 3,26 2,78 2,44
2.2 Refrigerant
Refrigerant adalah fluida kerja utama pada suatu siklus refrigerasi yang
bertugas menyerap panas pada temperatur dan tekanan rendah dan membuang
panas pada temperatur dan tekanan tinggi. Umumnya refrigerant mengalami
perubahan fasa dalam satu siklus. Media pendingin (cooling media) adalah media
yang digunakan untuk mengantarkan efek refrigerasi ke tempat yang
membutuhkan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Sistem pendingin udara
terpusat pada suatu tempat. Dan ruangan yang menggunakan efek refrigerasi
relatif jauh dari unit ini, untuk keperluan ini adalah lebih baik menggunakan
medium lain daripada harus mensirkulasikan refrigerant ke tiap ruangan. Medium
yang lain inilah yang disebut medium pendingin atau sering juga diistilahkan
refrigerant sekunder. Medium yang umum digunakan adalah air, glycol, dan
larutan garam. Cairan absorbent (liquid absorbent) adalah cairan yang digunakan
untuk menyerap uap refrigerant. Istilah ini hanya dijumpai pada siklus absorpsi.
Contoh yang umum dijumpai adalah lithium bromida dan ammonia.
2.2.1 Tatanama Refrigerant
Umumnya refrigerant mempunyai nama kimia yang cukup panjang dan
kompleks, misalnya CCl2FCClF2. DuPont mengusulkan sistem penamaan dengan
menyingkat dengan huruf depan “R” atau kadang ditulis “Freon” dan diikuti
beberapa angka. Sistem ini diusulkan untuk umum sejak tahun 1956 dan masih
digunakan sampai saat ini.
1. Angka pertama dari kanan adalah jumlah atom Fluorin dalam ikatan
2. Angka kedua dari kanan adalah jumlah atom Hidrogen ditambah 1
3. Angka ketiga dari kanan adalah jumlah atom Karbon dikurangi 1 (Jika nol tidak
dipakai)
4. Angka keempat dari kanan adalah jumlah ikatan unsaturated karbonkarbon
senyawa (Jika nol tidak digunakan)
a. Jika atom Bromin ada pada tempat Klorin, rumus yang sama dapat digunakan
dengan menambahkan huruf B setelah nama induknya. Huruf B diikuti dengan
angka yang mengatakan jumlah atom Bromin yang ada.
b. Huruf kecil yang mengikuti nama suatu refrigerant (Misalnyahuruf ”a” pada R
134a) adalah menyatakan kecenderungan isomer simetri yang terbentuk.
Urutannya dimulai dari a, b, dan c. Huruf c menyatakan ketidak simetrian.
Contoh:
1. CHClF2 (Atom F =2, Atom H+1 = 2, Atom C – 1 = 0) Ditulis R-22.
2. CCl3F (Atom F = 1, Atom H+1 = 1, Atom C-1 = 0) Ditulis R-11.
3. CF3CH2F (Atom F=4, Atom H+1=3, Atom C-1=1) Ditulis R-134a, karena
kehadiran polimer yang cenderung simetri.
2.2.2 Keamanan Refrigerant
Refrigerant dirancang untuk ditempatkan didalam siklus tertutup atau tidak
bercampur dengan udara luar. Tetapi, jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang
tidak diinginkan, maka refrigerant akan keluar dari system dan bisa saja terhirup
manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigerant harus
dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk
mengklassifikasikan refrigerant berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun
(toxicity) dan bersifat mudah terbakar (flammability). Berdasarkan toxicity,
konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat racun. Batas yang digunakan
untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah sebagai berikut.
Refrigerant dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami gejala
keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di lingkungan
yang mengandung konsentrasi refrigerant sama atau kurang dari 400 ppm (part
per million by mass). Sementara kategori B adalah sebaliknya. Berdasarkan
flammability, refrigerant dibagi atas 3 kelas, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang
disebut kelas 1 jika tidak terbakar jika diuji pada tekanan 1 atm (101 kPa)
temperature 18,30C. Kelas 2 jika menunjukkan keterbakaran yang rendah saat
konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m3 pada 1 atm 21.10C atau kalor pembakarannya
kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3 sangat mudah terbakar. Refrigerant ini akan
terbakar jika konsentrasinya kurang dari 0,1 kg kg/m3 atau kalor pembakarannya
lebih dari 19 MJ/kg. Berdasarkan defenisi ini, sesuai standard 34-1997,
refrigerants diklassifikasikan menjadi 6 kategori, yaitu:
1. A1: Sifat racun rendah dan tidak terbakar
2. A2: Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah
3. A3: Sifat racun rendah dan mudah terbakar
4. B1: Sifat racun lebih tinggi dan tidak terbakar
5. B2: Sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah
2.3 Siklus Kompresi Uap dengan Water Heater
Water heater di letakan di antara setelah bagian kompresor dan sebelum
kondensor karena proses pemanasan air pada water heater tersebut menggunakan
panas buangan dari kondensor dimana pada umumnya suhu Freon yang keluar
dari kompresor AC dibuang pada kondensor.
Dengan adanya water heater, aliran panas itu dibelokkan dulu kedalam
tangki air dingin sebelum masuk ke kondensor sehingga terjadi kontak
perpindahan panas dari pipa AC dan air di dalam tangki. Pipa AC yang keluar dari
kompresor langsung di alirkan dahulu ke dalam heat exchanger berupa pipa spiral
dalam tangki dan air yang semula dingin pun memanas, begitupula sebaliknya
suhu Freon yang panas menurun, setelah melewati pipa spiral dalam tangki
barulah kemudian pipa AC kembali diarahkan ke kondensor. Untuk memperoleh
air panas AC harus menyala dulu, bila ingin mendapat air panas pagi hari, AC
dinyalakan malam sebelumnya minimal 3 jam.
Adapun manfaat dari siklus kompresi uap dengan water heater adalah:
 Hemat Biaya
 Daya Tahan lebih lama
 Aman
Gambar 2.3.Mesin Pendingin siklus kompresi uap hybrid (Himsar Ambarita,
2010)
Gambar 2.4.Instalasi Siklus kompresi uap dan water heater (Himsar Ambarita,
Gambar 2.5. Diagrm P-h siklus kompresi uap hibrid (Himsar Ambarita, 2010)
Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap hybrid seperti pada
gambar 2.5 diatas adalah sebagai berikut:
1-1’= proses berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur
konstan) di dalam evaporator. Panas dari lingkungan akan diserap oleh
cairan refrigerant yang bertekanan rendah sehingga refrigerant berubah
fasa menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi refrigerant saat masuk
evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap.
1’-2= proses berlangsung di antara evaporator dan compressor, dimana tekanan
konstan (isobar).
2-3= proses berlangsung dilakukan oleh compressor dan berlangsung secara
isentropik adibatik. Kondisi awal refrigerant pada saat masuk ke dalam
compressor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami
kompresi refrigerant akan menjadi uap bertekanan tinggi. Karena proses
ini berlangsung secara isentropic, maka temperature ke luar kompresor pun
3-4= proses ini berlangsung di dalam water heater dalam kondisi superheat.
Dimana uap refrigerant dari kompressor akan di kompres hingga mencapai
tekanan kondensor.
4-.5= proses ini berlangsung di dalam water heater dalam kondisi superheat.
dimana panas refrigerant yang telah di kompres oleh compressor
dibelokkan ke dalam koil pemanas di dalam tangki sebelum masuk ke
dalam kondensor.
5-6= proses berlangsung di antara water heater dan kondensor dengan tekanan
konstan (isobar). Dimana panas refrigerant sudah menurun, karena sudah
diserap oleh air di dalam tangki water heater.
6-.7=Proses ini berlangsung didalam kondensor. Refrigeran yang bertekanan
tinggi dalam kondisi superheat yang berasal dari water heater akan
membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti
bahwa di dalam kondensor terjadi pertukaran kalor antara refrigeran
dengan lingkungannya (udara), sehingga panas berpindah dari refrigeran
ke udara pendingin yang menyebabkan uap refrigeran mengembun
menjadi cair.
7-8= proses berlangsung di antara kondensor ke katup expansi, dimana tekanan
dan temperature sudah menurun.
8-9= proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini tidak terjadi
9-1= proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan,
temperature konstan) di dalam evaporator. Dimana panas dari lingkungan
akan di serap oleh cairan refrigerant yang bertekanan rendah sehingga
refrigerant berubah fasa menjadi uap bertekan rendah. Kondisi refrigerant
saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap.
2.4. Perpindahan Panas Konveksi Alamiah / Natural
Konveksi Alamiah (natural convection),atau konveksi bebas (free
convection), terjadi karena fluida yang, karena proses pemanasan, berubah
densitasnya (kerapatannya), dan bergerak naik. Syarat terjadinya perpindahan
panas konveksi adalah terdapat aliran fluida, jika tidak ada fluida maka bukan
konveksi namanya. Perpindahan panas dan aliran fluida adalah dua hal yang
berbeda. Pada bagian ini perpindahan panas yang menginisiasi aliran fluida.
Karena perbedaan temperatur, massa jenis fluida akan berbeda, dimana fluida
yang suhunya lebih tinggi menjadi lebih ringan. Sebagai akibatnya, fluida akan
mengalir dengan sendirinya atau tanpa adanya gaya luar. Aliran fluida yang
timbul juga akan mengakibatkan perpindahan panas dan sebaliknya perpindahan
panas akan mengakibatkan aliran fluida. Keduanya, perpindahan panas dan aliran
fluida, saling mempengaruhi, inilah yang disebut konveksi natural. Aplikasi dari
fenomena ini di bidang engineering sangat luas. Aliran udara di atmosfer dan
aliran arus air di biosfer dapat dijelaskan dengan konveksi natural, demikian juga
proses pengkondisian udara (Air conditioning), kondensor, pengeringan, solar
collector, dll. Akhir-akhir ini topik konveksi natural mendapat tempat yang
khusus dan makin populer bagi para peneliti yang fokus pada sustainable energi.
fluidanya dipaksa mengalir, misalnya dengan menggunakan pompa atau blower.
Dengan kata lain, aliran fluida tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi diakibatkan
oleh oleh gaya luar. Pada bagian ini akan dibahas fenomena konveksi yang lain,
dimana aliran fluida terjadi secara alami, sebagai akibat perpindahan panas yang
terjadi. Konveksi inilah yang disebut konveksi natural atau kadang disebut
konveksi bebas dalam bahasa Inggris disebut natural convection atau free
convection.
Contoh sederhana dari fenomena ini banyak dijumpai di sekitar kita.
Misalnya naiknya asap rokok secara natural. Temperatur pembakaran yang terjadi
pada tembakau rokok adalah lebih kurang 10000C, temperatur ini akan
memanaskan udara disekitar ujung rokok yang terbakar. Udara panas ini akan
lebih ringan dari udara sekililingnya karena udara dengan temperatur lebih tinggi
akan mempunyai kerapatan lebih rendah. Akibatnya udara akan terapung dan naik
ke atas dan meninggalkan ruang kosong. Udara yang lebih dingin disekitarnya
akan mengalir, untuk mengganti udara pada daerah yang ditinggalkan oleh udara
yang naik. Maka terjadilah aliran udara secara natural.
2.4.1 Gaya apung (Buoyancy force)
Misalnya sebuah plat yang panas diletakkan pada posisi vertikal di udara
terbuka yang awalnya diam. Setelah beberapa saat akan terlihat aliran udara di
sekitar plat vertikal tersebut. Aliran udara di sekitar plat tersebut akan berada di
dalam lapisan batas, yang biasa disebut boundary layer. Di luar lapisan batas ini
fluida akan dianggap diam karena bergerak dengan kecepatan relatif kecil, seperti
lapisan batas akan menyebabkan perbedaan rapat massa fluida. Oleh karena itu
gaya gravitasi pada tiap-tiap partikel fluida akan berbeda.
Asumsi yang umum digunakan untuk dapat menurunkan persamaan
pembentuk aliran pada udara di sekitar plat vertikal ini adalah: aliran 2D,
incompressibel, sifat fisik konstan. Untuk memunculkan efek dari perbedaan
kerapatan sebagai gaya pendorong aliran fluida, maka pada persamaan momentum
arah vertikal, gaya gravitasi harus diperhitungkan.
Gambar 2.6 Konveksi natural pada plat vertikal yang panas (Himsar Ambarita,
2010)
Dengan menggunakan asumsi-asumsi yang telah disebutkan, maka persamaan
pembentuk aliran menjadi:
Kontinuitas: (5)
      ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ − = ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 y u x u x p y u v x u
u ρ ρ µ (6)
Momentum arah-y g y v x v y p y v v x v
u ρ ρ µ −ρ
     ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ − = ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 (7) Energi       ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 y T x T c k y T v x T u p
ρ (8)
Persamaan-persamaan ini, masih dapat disederhanakan lagi dengan
menggunakan asumsi-asumsi tambahan. Asumsi tambahan yang digunakan antara
lain: distribusi tekanan searah sumbu-x dapat dianggap konstan, sehingga
0
= ∂
∂p x . Selanjutnya turunan tekanan searah sumbu-y dapat dianggap sama
dengan turunan tekanan hidrostatis fluida diam diluar lapisan batas. Atau dalam
bentuk persamaan menjadi:
dy dp y p= h ∂ ∂
(9)
Dengan menggunakan defenisi tekanan hidrostatis ph=−ρrgy,dimana ρr
adalah massa jenis fluida yang diam diluar lapisan batas. Sebagai catatan fluida
yang ada di luar lapisan batas, biasa disebut fluida referensi. Hasil differensiasi
persamaan (9) adalah:
g dy dp
r
Jika persamaan (10) dan (9) disubstitusi ke persamaan (7), maka akan di dapat:
(
)
g y v x v y v v x vu ρ ρ µ + ρr−ρ
     ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 (11)
Perbedaan massa jenis pada persamaan (11) biasa dikenal sebagai
perbedaan massa jenis semu, pseudo-density difference. Pendekatan Boussinesq
dapat digunakan untuk mengubah perubahan rapat massa ini menjadi perbedaan
temperatur. Dengan menganggap udara bertindak sebagai gas ideal, maka massa
jenis udara dapat dinyatakan dengan persamaan:
[
1 ( r)]
r − T−T
=ρ β
ρ (12)
Dimana β=1Tr adalah koefisien ekspansi volume gas. Tradalah
temperatur fluida pada suhu referensi, yaitu suhu diluar lapisan batas. Jika
persamaan ini disubstitusi ke persamaan (11), dan massa jenis dapat dianggap
konstan, maka persamaan menjadi:
(
T Tr)
g y v x v y v v x vu + −
     ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∂ ∂ + ∂ ∂ β ρ µ 2 2 2 2 (13)
Persamaan (13) ini untuk selanjutnya akan digunakan sebagai pengganti
persamaan (7). Sebagai catatan ada dua perbedaan utama antara persamaan (13)
dan persamaan (7). Pertama, rapat massa dapat dianggap konstan (tidak perlu
dihitung lagi). Kedua, gaya yang bekerja pada partikel udara, sekarang sudah
bukan lagi fungsi rapat massa tetapi telah berubah menjadi fungsi temperatur.
Dengan kata lain, seandainya distribusi temperatur diketahui, maka distribusi
kecepatan akan dapat dihitung. Model inilah, persamaan (13), yang telah diikuti
model ini juga yang akan digunakan buku ini untuk menjelaskan timbulnya gaya
apung yang menyebabkan fluida bergerak sendiri.
Pada persamaan (13) khususnya bagian paling kanan dari persamaan itu.
Jika temperatur plat lebih tinggi dari temperatur fluida, maka temperatur fluida di
sekitar plat vertikal akan lebih besar dari temperatur fluida referensi, atau .
Maka suku yang paling kanan akan berharga positif, artinya gaya yang timbul
mengarah ke atas. Inilah yang menjelaskan kenapa partikel fluida akan naik dan
sesuai dengan yang ditampilkan di Gambar 2.5. Sekarang jika yang terjadi
sebaliknya, temperatur plat lebih dingin dari fluida di sekitarnya. Maka temperatur
fluida di dekat plat vertikal akan lebih kecil dari temperatur fluida referensi, atau
. Maka suku paling kanan dari persamaan (13) akan negatif atau gaya yang
timbul mengarah ke bawah. Jika ini yang terjadi, maka aliran fluidanya akan
seperti Gambar 2.6 harus mengarah ke bawah. Pada prinsipnya kedua masalah ini
[image:53.595.232.425.522.669.2]adalah sama, yang membedakannya hanya arah gaya apungnya.
Satu hal yang perlu dicatat di sini adalah, parameter yang selalu dihitung
hanya ada satu yaitu bilangan Nu yang menyatakan koefisien perpindahan panas.
Karena fluida mengalir sendiri maka koefisien gesekan atau faktor gesekan tidak
perlu dihitung. Bedakan pada konveksi paksa permasalahan selalu ada dua, yaitu
Nu dan CRfR atau f. Pada konveksi natural ini hanya satu yaitu Nu.
2.4.2 Bilangan tanpa dimensi
Pada kasus-kasus konveksi paksa persamaan empirik yang digunakan
untuk mencari bilangan Nusselt dinyatakan dengan bilangan tanpa dimensi yaitu
bilangan Reynolds. Sementara pada konveksi natural akan digunakan bilangan
tanpa dimensi yang lain. Untuk mengetahui bilangan tanpa dimensi yang akan
digunakan, maka persamaan pembentuk aliran harus diubah ke dalam bentuk
tanpa dimensi. Parameter-parameter tanpa dimensi yang digunakan adalah:
L x
X = ,
L y
Y = ,
V u U = ,
V v V = dan
r s r T T T T − − =
θ (14)
Pada persamaan (14) huruf besar menyatakan bilangan tanpa dimensi. L adalah
panjang plat vertikal dan V adalah kecepatan rata-rata fluida. Jika persaman (14) didifferensialkan, akan didapat:
x L
X = ∂
∂ 1 , y
L
Y = ∂
∂ 1 , u
V U = ∂
∂ 1 , v
V V = ∂
∂ 1 , dan T
T Ts r
∂ − = ∂ ) ( 1
θ (15)
Substitusi persamaan (15) ke dalam persamaan (13) dan dilakukan sedikit
      ∂ ∂ + ∂ ∂       +       ×       − = ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 ) ( X V Y V L V L V L Tr Ts g Y V V X V U ρ µ θ ρ µ µ β ρ (16)
Bagian yang di dalam kurung kurawal adalah bilangan-bilangan tanpa dimensi.
Dengan mengelompokkan semua bilangan tanpa dimensi menjadi satu group,
maka persamaan (16) dapat ditulis menjadi:
      ∂ ∂ + ∂ ∂ + = ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 2 Re 1 Re X V Y V Gr Y V V X V
U Lθ (17)
Dimana GrLadalah Bilangan Grashof yang dirumuskan dengan:
2 3 2 ) ( µ β
ρ g T T L
Gr s r
L
−
= (18)
Dan bilangan Reynolds, sama dengan defenisi pada konveksi paksa, yaitu:
µ ρVL
=
Re (19)
Sebagai catatan, bilangan tanpa dimensi yang lebih sering digunakan
untuk menuliskan rumus empirik pada kasus-kasus konveksi natural adalah
bilangan Rayleigh biasa disebut sebagai Rayleigh number yang didefenisikan
sebagai:
να
β 3
) (T T L g
Ra s r
L
−
= (20)
Dimana ν =µ ρadalah viskositas kinematik, dan α =k ρcpadalah difusivitas
termal. Hubungan antara bilangan Rayleigh dan bilangan Grashof didapat dengan
Pr
L L Gr
Ra = (21)
Dengan cara yang sama, persamaan energi pada persamaan (8), dapat
diubah dengan menggunakan parameter-parameter tanpa dimensi pada persamaan
(14) dan turunannya pada persamaan (15). Persamaan energi pada persamaan (8),
dalam bentuk tanpa dimensi menjadi:
      ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 Pr Re 1 Y X Y V X
U θ θ θ θ (22)
2.4.3. Penyelesaian Analitik Konveksi Natural
Seperti yang telah dijelaskan, tujuannya sekarang adalah mencari koefisien
perpindahan panas konveksi. Persamaan ini dapat dihitung dengan menyelesaikan
dulu persamaan pembentuk aliran untuk mendapatkan distribusi temperatur.
Dengan distribusi temperatur yang diketahui akan dapat dicari koefisien konveksi
natural. Dengan kata lain, untuk mendapatkan persamaan koefisien perpindahan
panas pada lapisan batas, maka persamaan differensial pembentuk aliran harus
diselesaikan, yaitu persamaan (8) dan persamaan (13). Menyelesaikan persamaan
ini secara teori ada dua metode yang bisa dilakukan yaitu cara analitik dan cara
numerik. Pada bagian ini akan dibahas cara analitik. Meskipun konveksi alamiah
bisa terjadi pada berbagai bentuk permukaan, tetapi yang akan dibahas secara
analitik adalah hanya pada plat vertikal. Telah disebutkan pada bagian
sebelumnya bahwa ada dua kemungkian kasus konveksi natural pada plat vertikal.
Pertama temperatur permukaan plat lebih tinggi daripada fluida disekitarnya dan
kasus ini adalah sama dan hanya arahnya yang berbeda. Oleh karena itu
penyelesaian analilitik hanya akan fokus pada satu kasus yang pertama seperti
yang ditampilkan pada Gambar 2.8
Kasus yang dianalisis di sini adalah sebuah plat vertikal yang panjangnya L
dan temperatur permukaannya Tsberada pada fluida diam yang mempunyai
temperatur T∞. Tetapi untuk memmudahkan pembahasan temperatur fluida ini
akan disebut temperatur referensi, Tr. Yang harus dicari pada kasus ini adalah
profil kecepatan, profil temperatur, tebal lapisan batas, dan koefisien konveksi
pada permukaan plat vertikal. Pada lapisan batas, setelah mengalami
penyederhanaan persamaan yang akan diselesaikan akan dituliskan kembali.
0 = ∂ ∂ + ∂ ∂ y v x u (23)
(
T Tr)
g x v y v v x vu + −
∂ ∂ = ∂ ∂ + ∂ ∂ β ρ µ 2 2 (24) 2 2 x T c k y T v x T u p ∂ ∂ = ∂ ∂ + ∂ ∂
ρ (25)
Persamaan (24) dan persaman (25) masing-masing diperoleh dari persamaan (13)
dan persamaan (8). Penyederhanaan ini didapat dengan menggunakan fakta bahwa
di dalam lapisan batas ∂2 ∂ 2 =∂2 ∂ 2≈0 y T y
v . Kondisi batas untuk ketiga persamaan
ini adalah:
0
=
x , u=v=0, dan T=Ts (26)
δ
=
x , v=0, =0
∂ ∂
x v
, dan T =Tr, ∂ =0 ∂
x T
Dan sebagai kondisi batas tambahan dari persaman (26) jika dimasukkan ke
persamaan (24), akan diperoleh:
µ β ρ ( ) 0 2 2 r s y T T g x
v =− −
∂ ∂
=
(28)
Setelah mereview beberapa text book heat transfer, ada dua jenis
penyelesaian yang umum digunakan untuk menyelesaikan persamaan yang
ditampilkan di atas beserta dengan kondisi batasnya. Pertama menggunakan
metode similaritas seperti yang digunakan oleh Ostrach (1953) dan kedua
menggunakan metode integral yang diajukan secara terpisah oleh Squire dan
Goldstein, selanjutnya akan disatukan dan disebut persamaan Squire-Goldstein.
Pembahasan masing-masing dipublikasikan oleh Eckert dan Drake (1987) dan
Goldstein (1930).
Penyelesaian dengan menggunakan metode similaritas dapat dilihat pada
buku Incropera (2006). Pada buku ini, penyelesaian analitik untuk konveksi
natural di sekitar plat vertikal yang akan digunakan adalah formulasi
Eckert-Goldstein. Tetapi, langka-langkah penyelesaiannya tidak akan ditampilkan
seluruhnya, bagi yang ingin lebih mendalami cara penyelesaiannya pembaca bisa
membacanya pada buku yang ditulis oleh Lienhart (2003).
Hasil pengintegralan dari persamaan energi, persamaan (25), adalah profil
temperatur yang merupakan fungsi jarak horizontal dari permukaan (x) diusulkan
berbentuk parabola dengan persaman:
2       +       + = − − δ δ x c x b a T T T T r s
Dengan syarat batas untuk temperatur dari persamaan (26) dan persamaan
(27), koefisien a, b, dan c dapat dihitung. Jika diselesaikan akan didapat nilai
masing-masing a=1, b=-2, dan c=1. Substitusi nilai-nilai ini ke persamaan (29)
akan menghasilkan persamaan profil temperatur di dalam lapisan batas.
2 1 ) (       − × − + = δ x T T T
T r s r (30)
Persamaan ini membuktikan bahwa temperatur suatu titik di lapisan batas
tergantung pada posisi titik itu dari permukaan dan tebal lapisan batasnya δ .
Meskipun belum diturunkan rumus untuk tebal lapisan batas ini tetapi,
berdasarkan visualisasi pada Gambar 2.7 tebal lapisan batas ini merupakan fungsi
y.
Berikutnya adalah untuk profil kecepatan. Untuk membuat profil
kecepatan tanpa dimensi, di sini diusulkan suatu kecepatan karakteristik yang
merupakan fungsi jarak vertikal Vc(y). Pada posisi y yang sama, kecepatan ini
adalah konstan sepanjang x. Persamaan kecepatan karakterstik ini akan
dirumuskan kemudian. Hasil pengintegralan persamaan (25) disusulkan profil
kecepatan tanpa dimensi berupa persamaan jarak pangkat tiga, atau dituliskan:
3 2 ) (       +       +       = δ δ δ y d y c y V v y c (31)
Koefisien c dan d didapat dengan menggunakan syarat batas pada persamaan (26)
dan persamaan (27), dan hasilnya c = -2 dan d=1. Dengan menggunakan angka ini
2 )
( 1 
     − × = δ δ x x V
v cy (32)
Sekarang dengan menggunakan profil kecepatan dan profil temperatur yang sudah
dihitung ini kecepatan karakteristik dapat dihitung dan dan tebal lapisan batas
dapat dihitung. Caranya substitusi persamaan (30) dan persamaan (32) ke dalam
persamaan (25) dan integralkan. Caranya memang sangat panjang dan berliku,
bagi yang serius silahkan merujuk pada Lienhart (2003). Pada bagian ini hanya
hasilnya yang akan ditampilkan. Persamaan mencarai kecepatan karakteristiknya
adalah:
(2021 Pr) 2
3 Pr )
( δ
µ ρβ s r c
T T g y
V × −
+
= (33)
Dan tebal lapisan batas
25 , 0 25 , 0 2 Pr Pr 952 , 0 936 ,
3  × −
  
 +
= y Gry
δ (34)
Koefisien perpindahan panas konveksi akan dirumuskan dengan defenisi yang
telah dijelaskan diatas dan persamannya adalah:
r s x T T x T k h − ∂ ∂ −
= ( ) =0 (35)
Dengan menggunakan persaman distribusi temperatur pada persamaan (30) akan
diperoleh persaman koefisien konveksi lokal:
δ
k hy
2
= (36)
25 , 0 25 , 0 Pr 952 , 0 Pr 508 , 0 Nu       + = y
y Ra (37)
Bilangan Nusselt rata-rata didapat dengan mengintegralkan persamaan (37)
sepanjang L dan hasilnya:
25 , 0 25 , 0 Pr 952 , 0 Pr 678 , 0 Nu       +
= RaL (38)
Persamaan-persamaan ini digunakan dengan sifat fisik dievaluasi pada temperatur
film 2( )
1
r s
f T T
T = + , kecuali βharus dievaluasi pada temperatur referensi Tr.
2.4.4 Persamaan Empirik Konveksi Natural permukaan Luar
Persamaan mencari bilangan Nu yang diturunkan secara analitik dan
menghasilkan persamaan (38) didapat dengan asumsi bahwa aliran adalah
laminar. Validasi yang dilakukan dengan cara eksperimen membuktikan adanya
penyimpangan dari persaman tersebut dengan hasil eksperimen. Hal ini, salah
satunya diakibatkan adanya efek turbulensi. Penentuan kondisi aliran pada kasus
konveksi natural adalah menggunakan bilangan Ra yang telah didefenisikan pada
persamaan (20). Pada penyelesaian analitik yang telah telah ditampilkan di atas,
karena diturunkan dengan asumsi untuk aliran laminar maka hanya pada bilangan
Ra yang rendah sebaiknya persamaan itu dipakai. Sementara untuk bilangan Ra
yang lebih besar persamaan tersebut tidak disarankan. Meskipun demikian, bentuk
dasar persamaan tersebut memberikan informasi bahwa bilangan Nu dari suatu
m L
CRa
=
Nu (39)
Di