• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun Dan Pengujian Pemanas Air Dengan Memanfaatkan Panas Buang Kondensor Siklus Kompresi Uap Hybrid Dengan Kapasitas 120 Liter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Rancang Bangun Dan Pengujian Pemanas Air Dengan Memanfaatkan Panas Buang Kondensor Siklus Kompresi Uap Hybrid Dengan Kapasitas 120 Liter"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN PEMANAS AIR

DENGAN MEMANFAATKAN PANAS BUANG

KONDENSOR SIKLUS KOMPRESI UAP HYBRID

DENGAN KAPASITAS 120 LITER

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

JEFFRI R G SIBURIAN NIM. 070401075

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang atas berkat dan kasih serta penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang penulis kerjakan ini adalah “Rancang Bangun Dan Pengujian Pemanas Air Dengan Memanfaatkan Panas Buang Kondensor Siklus Kompresi Uap Hybrid Dengan Kapasitas 120 Liter”.

Dalam menyelesaikan tugas sarjana ini, penulis banyak menerima bimbingan dan dorongan berupa pemikiran, tenaga, semangat serta waktu dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus ST. MT selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita ST. MT yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik

Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera.

5. Kedua orang tua penulis, P.Siburian dan B.br Togatorop yang tidak pernah putus-putusnya memberikan dukungan, doa serta kasih sayangnya yang tak terhingga kepada penulis.

6. Kakak saya Vera Siburian SPd, adik saya Yessika Siburian, Lae Gultom dan juga Roney Togatorop atas semangat dan doanya kepada penulis.

(3)

8. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin,buat kak Ismawaty dan kak Sonta yang telah membimbing serta membantu segala keperluan penulis selama menjalani kuliah di Departemen Teknik Mesin. 9. Seluruh mahasiswa Departemen Teknik Mesin, khususnya kawan-kawan

stambuk 2007 . Teman-teman seperjuangan penulis, (Jeffri OMS, Chandra Saragih, dan Lambok Manik) yang telah banyak memberikan saran dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini, juga buat kakanda Jay Situmorang, Uju Sitanggang, Daniel joe simatupang, David Tambunan, Davis Clive Sidabutar, Vanryzal Purba, Desy Hutagaol, Jhon Ari, Hotdi Siahaan, serta masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu ’Solidarity Forever’.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam Skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan Skripsi ini. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Oktober 2011

(4)

ABSTRAK

Manusia senantiasa menginginkan hal baru, demi effisiensi dan hidup yang lebih praktis. Salah satunya adalah menggabungkan dua fungsi dari dua alat yang berbeda menjadi satu alat baru yang memiliki kedua fungsi tersebut. Sebagai contoh, AC Split digunakan untuk mendinginkan ruangan. Di sisi yang lain manusia sering kali menggunakan heater sebagai alternatif alat pemanas air. Dalam skripsi ini dilakukan modifikasi pada AC Split 1 PK untuk memanaskan air pada tangki water heater dengan memanfaatkan panas buang dari kondensor. Proses modifikasi pada AC Split ini dimulai dengan perancangan dan pembuatan tangki water heater dengan kapasitas air 120 liter, setelah itu dilakukan pengujian. Dari hasil perhitungan yang dilakukan, untuk mencapai suhu air keluar 47 °C dengan suhu masukan air sebesar 30 °C, memerlukan pipa dengan panjang 5m dengan menggunakan 12 lekukan pipa,dan diameter pipa 10 mm. Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah panas buangan kondensor dapat digunakan untuk memanaskan air dengan baik.

(5)

ABSTRACT

Human being always want the new improvement in order to get efficiency and practically. One of the improvements here is to combine two objectives by

using one machine. As an example, on one hand split type Air Conditioner can be used to condition room and on the other hand it can be used to power the water heater in producing hot water. This is the main background of this research. In this work, the conventional split type vapour compression cycle with compressor power of 750 Watt has been modified to produce cooling and to produce hot water. The capacity of the water heater is 120 litres. The heating coil made of copper tube 10 mm in diameter and 5 m length and it consists of 12 elbows. The measurements results show that water with initial temperature of 300C can be heated up to 470C. The main conclusion here is that, the waste heat from the condenser can be used to power the heater in producing hot water.

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL………...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR SIMBOL ...xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Tujuan Penelitian ...7

1.2.1 Tujuan Umum ...7

1.2.2 Tujuan Khusus ...8

1.3 Batasan Masalah ...8

1.4 Manfaat Penelitian ...8

1.5 Sistematika Penulisan ...8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...10

2.1 Sistem Refrigerasi...10

2.1.1 Pendahuluan...10

2.1.2 Siklus Kompresi Uap ...11

2.2 Refrigerant...14

2.2.1 Tatanama Refrigerant ...15

2.2.2 Keamanan Refrigerant...15

2.3 Siklus Kompresi Uap dengan water heater ...16

(7)

2.4.1Gaya apung...22

2.4.2 Bilangan tanpa Dimensi ... 25

2.4.3 Penyelesaian Analitik Konveksi Natural ...27

2.4.4 Persamaan Empirik Konveksi Natural permukaan luar ...30

2.4.5 Bidang Vertikal ...31

2.4.6 Bidang Miring ...33

2.4.7 Bidang Horizontal ...34

2.4.8 Konveksi Natural pada permukaan silinder ...36

2.4.9 Konveksi Natural pada Bola ...38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...50

3.1 Tempat Penelitian ...40

3.2 Alat dan Bahan yang digunakan ...40

3.2.1 Alat ...40

3.2.2 Bahan ...42

3.3 Variabel Riset ...43

3.3 Set-up Pengujian ...43

BAB IV PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT ...46

4.1 Penentuan Dimensi dan Pembuatan tangki pemanas...46

4.2 Penentuan Dimensi dan pembuatan koil ...48

4.2.1 Perancangan panjang koil ...48

4.3 Penentuan Dimensi dan Pembuatan dudukan pemanas air ...53

4.4 Pemasangan Water Heater ...55

4.5 Distribusi temperatur pada bak air...56

(8)

BAB V PENGUJIAN DAN PENGOLAHAN DATA ...58

5.1 Data Hasil Pengujian ...58

5.1.1 Pengukuran Temperatur pada saat tangki pemanas kosong...58

5.1.2 Pengukuran Temperatur pada saat tangki pemanas air diisi setengah ...60

5.1.3Pengukuran Temperatur Pada saat tangki pemanas diisi penuh.62 5.1.4 Pengukuran Temperatur pada saat air bersirkulasi………65

5.2 Analisa Penghematan Biaya………66

5.2.1 Kalor memanaskan air……….. 66

5.2.2 Analisa Penghematan Jika Memakai Bahan Bakar Solar…….67

5.2.3 Analisa Penghematan Jika Memakai energi Listrik…………..68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...70

6.1 Kesimpulan ...70

6.2 Saran ...70

DAFTAR PUSTAKA ...71

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai COP dari beberapa jenis refrigerant ...18

Tabel 5.1 Neraca Kalor Pada Saat Tangki Pemanas Air Kosong ...72

Tabel 5.2 Neraca Kalor Pada Saat Tangki Pemanas Air diisi Setengah ...74

Tabel 5.3 Neraca Kalor Pada Saat Tangki Pemanas Air diisi Penuh ...76

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Grafik data “Total Hot Water Operational Cost Hotel DanauToba

International” ... 7

Gambar 2.1 Skema siklus kompresi uap ... 15

Gambar 2.2 Diagram P – h siklus kompresi uap ideal ... 16

Gambar 2.3 Mesin Pendingin siklus kompresi uap hybrid ... 23

Gambar 2.4 Instalasi Siklus kompresi uap dan water heater ... 23

Gambar 2.5 Diagrm P-h siklus kompresi uap hybrid ... 24

Gambar 2.6 Konveksi natural pada plat vertikal yang panas ... 29

Gambar 2.7 Konveksi natural pada plat vertikal yang dingin ... 32

Gambar 2.8 Konveksi natural pada bidang miring ... 43

Gambar 2.9 Konveksi natural pada bidang horizontal (type a) ... 45

Gambar 2.10 Konveksi natural pada bidang horizontal (type b) ... 46

Gambar 2.11 Konveksi natural pada silinder vertikal ... 46

Gambar 2.12 Konveksi natural pada silinder Horizontal ... 48

Gambar 2.13 Konveksi natural pada bola ... 49

Gambar 3.1 Mesin las listrik ... 50

Gambar 3.2 Bending... 51

Gambar 3.3 Pompa Vakum... 51

Gambar 3.4 Agilent dengan termokopel tipe T dan K ... 52

Gambar 3.5 Pengambilan data temperatur dinding tangki ... 55

Gambar 3.6 Pengambilan data temperatur koil pada sisi masuk dan keluar…..55

Gambar 3.7 Diagram Alir Proses Pengerjaan Tugas Akhir ... 56

Gambar 4.1 Tangki Pemanas yang Akan Dirancang ... 58

Gambar 4.2 Tutup Tangki Pemanas Yang Akan Dirancang ... 59

Gambar 4.3 Tangki Pemanas Yang Telah Diisolasi ... 59

Gambar 4.4 Proses Membending Koil ... 64

Gambar 4.5 Proses Pengelasan Koil ... 64

Gambar 4.6 Koil setelah dipasang kedalam tangki ... 65

Gambar 4.7 Proses Pembuatan Dudukan Pemanas Air ... 66

(11)

Gambar 4.9 Dudukan Pemanas Air ... 67

Gambar 4.10 Proses penyambungan pipa koil... 68

Gambar 4.11 Distribusi temperatur pada bak air ... 68

Gambar 4.12 Proses pemvakuman ... 69

Gambar 4.13 Pemanas air yang sudah terpasang dengan AC ... 69

Gambar 5.1 Grafik Temp Vs Waktu Pada Saat Tangki Pemanas Air Kosong .. 71

Gambar 5.2 Grafik Temp Vs Waktu Pada Saat Tangki Pemanas Air setengah 73 Gambar 5.3 Grafik Temp Vs Waktu Pada Saat Tangki Pemanas Air penuh .... 75

Gambar 5.4 Grafik Temperatur rata-rata air pada saat tangki diisi penuh ... 76

(12)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan

A Luas penampang sisi masuk pipa m2

COP Coefficient of Performance -

Cp Kalor spesifik (kJ / Kg.0C)

d Diameter pipa m

g Percepatan gravitasi m/s2

L

Gr Bilangan Grashof -

h Koefisien perpindahan panas konveksi W/m2.0C h1 Entalpi refrigeran masuk kompresor kJ/kg h2 Entalpi refrigeran keluar kompresor kJ/kg h3 Entalpi refrigeran keluar kondensor kJ/kg h4 Entalpi refrigeran masuk evaporator kJ/kg

k Konduktivitas (W/m.K)

kwh Jumlah daya perjam

-L Panjang pipa m

LMTD Log Mean Temperature Difference oC

LHV Nilai kalor bawah kJ/kg

m massa minyak -

Laju aliran massa refrigeran kg/s

Laju aliran massa air kg/s

m Volume air kg

Laju aliran massa air kg/s

Nu Bilangan Nusselt -

Pr Bilangan Prandtl -

Q Kalor yang diserap air J

qe Besar Panas yang diserap evaporator kJ/kg qc Besarnya Panas dilepas di kondensor kJ/kg

qw Besar Kerja kompresor (kJ/kg)

RaL Bilangan Rayleigh -

(13)

Tf Temperatur film oC

t waktu detik

Tmax Temperatur maksimum oC

To Temperatur awal oC

r

T Temperatur referensi oC

Ts Temperatur permukaan pipa rata-rata oC

v viskositas kinematik -

g gravitasi m/s2

V kecepatan rata-rata fluida m/s2

∆T Perbedaan temperatur oC

ɳ Efisiensi -

ρf Massa jenis refrigeran kg/m3

μw Viskositas absolut air Pa.s

π phi -

ρ Massa jenis air kg/m3

r

(14)

ABSTRAK

Manusia senantiasa menginginkan hal baru, demi effisiensi dan hidup yang lebih praktis. Salah satunya adalah menggabungkan dua fungsi dari dua alat yang berbeda menjadi satu alat baru yang memiliki kedua fungsi tersebut. Sebagai contoh, AC Split digunakan untuk mendinginkan ruangan. Di sisi yang lain manusia sering kali menggunakan heater sebagai alternatif alat pemanas air. Dalam skripsi ini dilakukan modifikasi pada AC Split 1 PK untuk memanaskan air pada tangki water heater dengan memanfaatkan panas buang dari kondensor. Proses modifikasi pada AC Split ini dimulai dengan perancangan dan pembuatan tangki water heater dengan kapasitas air 120 liter, setelah itu dilakukan pengujian. Dari hasil perhitungan yang dilakukan, untuk mencapai suhu air keluar 47 °C dengan suhu masukan air sebesar 30 °C, memerlukan pipa dengan panjang 5m dengan menggunakan 12 lekukan pipa,dan diameter pipa 10 mm. Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah panas buangan kondensor dapat digunakan untuk memanaskan air dengan baik.

(15)

ABSTRACT

Human being always want the new improvement in order to get efficiency and practically. One of the improvements here is to combine two objectives by

using one machine. As an example, on one hand split type Air Conditioner can be used to condition room and on the other hand it can be used to power the water heater in producing hot water. This is the main background of this research. In this work, the conventional split type vapour compression cycle with compressor power of 750 Watt has been modified to produce cooling and to produce hot water. The capacity of the water heater is 120 litres. The heating coil made of copper tube 10 mm in diameter and 5 m length and it consists of 12 elbows. The measurements results show that water with initial temperature of 300C can be heated up to 470C. The main conclusion here is that, the waste heat from the condenser can be used to power the heater in producing hot water.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tentu saja menginginkan suatu keadaan dimana temperatur dan kelembaman ruangan lebih nyaman. Sistem pendingin atau refrigerasi merupakan proses pelepasan kalor dari suatu substansi dengan cara penurunan temperatur dan pemindahan panas ke substansi lainnya. Sistem pendingin dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan dan kesegaran kerja, disamping itu juga untuk memungkinkan suatu proses berjalan dengan baik atau untuk melindungi mesin atau alat-alat agar tidak cepat rusak.

Hadirnya mesin-mesin ini di tengah kehidupan manusia diharapkan kehidupan manusia menjadi lebih efektif dan efisien. Namun terkadang dapat membuat manusia lalai dan menjadi “malas”. Untuk alasan ini juga terkadang manusia rela hidup boros bahkan mengorbankan lingkungannya demi kenyamanan yang didapatkan. Salah satu dampak revolusi industri hingga sekarang adalah terus menurunnya kualitas lingkungan hidup akibat pencemaran lingkungan yang dilakukan secara terus menerus. Untuk itu dibutuhkan kesadaran mendasar dan langkah kongkrit sekecil apapun untuk menyelamatkan lingkungan tempat tinggal kita.

New York 22 September 2009, Perdana Menteri Jepang saat itu, Yokio Hatoyama berpidato “Japan will aim to reduce its emissions by 25% by 2020, if compared to the 1990 level, consistent with what the science calls for in order to halt global warming”. Jepang akan mengurangi emisinya sampai 25% dibanding emisi yang dikeluarkannya tahun 1990, sejalan dengan yang diminta dunia sains untuk menghentikan pemanasan global. Kalimat ini mendapat sambutan hangat dari para kepala negara yang berada di ruangan tersebut.

(17)

diistilahkan dengan energi fosil. Energi fosil termasuk minyak bumi, gas alam, dan batubara. Sebagai gambaran besarnya ketergantungan umat manusia terhadap energi fosil, Energy Information Administration (EIA), menyebutkan bahwa selama tahun 2007, konsumsi energi global bersumber dari minyak bumi sebesar 36%, batubara 27.4%, dan gas alam 23.0%. Total penggunaan energi fosil ini adalah 86.4% dan sisanya dipasok oleh sumber energi lain seperti nuklir, hydropower, geothermal, angin, surya dan lain-lain. Menurut laporan statistik penggunaan minyak dunia, yang dikeluarkan British Petroleum (BP), selama tahun 2008 konsumsi energi dunia adalah sebesar 474 exajoule (474 x 1018 joule). Jika komposisi 86.4% (laporan tahun 2007 oleh EIA) dianggap tidak berubah jauh dengan 2008, maka konsumsi ini berasal dari energi fosil sebesar 409,5 EJ dan sisanya 64,5 EJ dari sumber energi lain seperti nuklir dan renewable energi. Pembakaran energi fosil ini setara dengan pelepasan 21.3 Gigaton karbon dioksida ke alam, tetapi alam dengan bantuan hutan hanya mampu menyerap setengah dari jumlah ini. Oleh karena itu akan ada penambahan karbon dioksida sekitar 10.6 Gigaton pertahun. Jika tidak ada langkah konkrit, hal ini akan meningkat terus di tahun-tahun mendatang seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi dunia. Inilah salah satu yang akan menyebabkan pemanasan global, dan jika tidak diselesaikan bersama akan membahayakan kelangsungan hidup bumi sebagai planet yang bisa dihuni umat manusia dan mahluk hidup lainnya.

(18)

oleh ESDM dari BP, Indonesia berada pada angka 1,84, idealnya angka ini dibawah 1. Elastisitas energi adalah perbandingan antara pertumbuhan konsumsi energi dengan pertumbuhan ekonomi. Jika nilai elastisitas energi suatu negara semakin tinggi, berarti pemakaian energi semakin tidak efisien. Sebagai perbandingan elastisitas energi beberapa negara adalah sebagai berikut: Malaysia 1,69, Thailand 1,16, Singapura 0,73, Jepang 0,1. Kesimpulannya perlu usaha yang serius untuk mengurangi nilai elastisitas energi ini.

Salah satu titik penggunan energi yang cukup besar di Indonesia adalah penggunaan energi listrik untuk penggerak sistem pengkondisian udara atau AC. Di masa yang akan datang diyakini akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat dan pemanasan global yang telah berlangsung.

Manusia senantiasa menginginkan hal baru dalam efisiensi dan hidup yang lebih praktis, hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah memaksimalkan fungsi peralatan yang ada yaitu dengan cara memodifikasi peralatan standar sehingga didapatkan fungsi ganda tanpa mengabaikan fungsi utama dari peralatan tersebut.

Selain dari fungsi utama tadi kami mencoba untuk memanfaatkan energy terbuang yang dihasilkan oleh system pendingin AC Split sehingga dapat dimanfaatkan, untuk itu kelompok kami merencanakan sebuah Water Heater yang terpasang dengan AC Split, dimana fungsi Water Heater ini nantinya berfungsi untuk memanaskan air. Pemanas air yang terpasang dengan AC split ini sudah banyak dipakai pada perumahan, bangunan komersial,rumah sakit,dan hotel.

(19)

HOTEL SAPADIA PEMATANGSIANTAR (29 Juni 2011 – 1 Juli 2011) Hotel yang terdiri dari 6 lantai ini berlokasi di Jl. Diponegoro, Pematangsiantar. Berikut data ruangan dan Cooling Load di Hotel Sapadia Pematangsiantar:

Untuk keperluan beban pendingin di hotel ini digunakan Chiller type 130GTN130 sebanyak 1 unit dan Chiller Pump sebanyak 2 unit serta instalasi Heat Recovery System dengan kapasitas 2500 L.

Untuk Lantai 6, hotel ini menggunakan AC jenis DX-System karena ruangan lantai 06 adalah Ruang Serbaguna/ Ruang Pertemuan yang jarang digunakan (hanya digunakan pada saat dipesan saja), sehingga dibuat jenis DX-System untuk menghemat energi.

Sizing Hot water

• 59 room x 15 /o x 2 o /room = 1770 liter

Dengan diversity factor 75% dan 5% kehilangan panas di pipa hot water peak hour demand = 1770 x 0,75 x 1,05 = 1393,875

• Jika ikut semua

1770 L + (200x5) = 2770 L

Dengan diversity 75% dan 5% heat loss dan pipe = 2181,375 L Dengan penambaha wastafel,dll digunakan 2500 L

Heating load

Dengan mengambil beban maksimum (5pm-8pm) Maka,2500 L / 3 hr =833,333 L / hr

Heating load = 833,333 / hr x 1 kkal x (60-25) = 29.166,1666 kkal / hr

= 33,8333 kw

Dengan LCWT 450 F dan CEAT 950F, maka pada chiller 30GTN130 dengan daya input 141,6 kw dan kapasitas 125,1 didapat Total Head Rejection From.

kw tons

THRF) 1,25 125,1 3,517 549,970875

( = × × =

Percentage of heat reclaim = 100 970875 ,

549 833 , 32

× %

= 6,1518403 %

Calculation of time taken to heat

(20)

• 125,1 tons = 1501420,489 Btu / hr

Dalam waktu 1 jam dengan 1876775,611 Btu/hr dapat memanaskan 14306,42769 liter.Jika untuk 2500 liter, maka chiller 30GTN130 memerlukan

menit

Jadi, untuk memanaskan air dengan kapasitas 2500 liter menggunakan chiller

30GTN130 memerlukan waktu 10,4847 menit.

HOTEL DANAU TOBA INTERNATIONAL (4 Juli 2011 – 5 Juli 2011)

Hotel Danau Toba International berlokasi di Jl. Imam Bonjol No.17 ,Medan. Sebelum menggunakan Water Heater, HDTI menggunakan boiler untuk keperluan air panas, baik untuk keperluan mandi, café, dapur, dll. Boiler tersebut menggunakan bahan bakar solar dengan konsumsi bahan bakar solar ± Rp 90.000.000 – 100.000.000 / bulan.

Setelah menggunakan Water Heater, maka boiler dengan bahan bakar solar tidak digunakan lagi, serta didapat penghematan energy listrik yang dipakai. Besarnya penghematan yang didapat setelah penggunaan water heater tidak diberitahu oleh pihak hotel.

(21)

Gambar 1.1 Grafik data “Total Hot Water Operational Cost Hotel DanauToba International”

RUMAH SAKIT COLUMBIA ASIA (RSCA) / 6 Juli 2011 – 7 Juli 2011 Rumah Sakit Columbia Asia yang berlokasi di Jl. Listrik, Medan ini memiliki 200 kamar dan satu restaurant. RSCA ini memakai chiller jenis 30GT390 sebanyak 3 unit untuk keperluan pendingin.

RSCA belum memakai Water-Heater yang memanfaatkan panas refrigerant untuk keperluan air panas, baik untuk keperluan mandi maupun untuk keperluan restaurant. Oleh karena itu, kami mencoba merancang water-heater yang cocok untuk bangunan tersebut dengan jenis Chiller 30GT390.

Perancangan Water-Heater

- Sizing hot-water Untuk 200 kamar:

(200kamar x 30L/orang x 2 org/kamar) = 12000 L Untuk restaurant, dengan kapasitas 50 orang

(50 orang x 5L/orang) = 250 L Permintaan air panas = 12250 L

Dengan diversity factor 75% dan 5% heat loss sepanjang pipa 12250L x 0,75 x 1,05 = 9646,75 L

Oleh karena itu, dipilih water-heater dengan ukuran 10000 L Hot water Operational

Cost Using Solar Boiler

Estimate Hot Water Operation Actual Operational Cost

using Seltech Aircon Water Heater

TOTAL SAVING PER MONTH AFTER SELTECHAIRCON WATER HEATER ± Rp. 90.000.000,-

95,299 90,049

(22)

- Head Load Calculation

Beban maksimun antara 5pm-8pm 10000 / 3 = 3333,3333 L / hr

Heating Load = 3333,3333 L / hr x 1 kkal / L.C x (600C-250C) =116666,66055 Kkal / hr

Total Heat Rejectiondari 3 nos dengan 407,8 tons = 1,25 x 36995616 = 4624452 kkal / hr

Percentage of heat reclaim = 2,523 4624452

Jadi, untuk memanaskan air dengan kapasitas 10000 liter menggunakan chiller

30GTN130 memerlukan waktu sekitar 16 menit.

1.2Tujuan Penelitian 1.2.1. Tujuan umum

(23)

dipabrikasi, dan dirakit menjadi satu unit mesin pendingin. Kemudian melakukan pengujian terhadap masing-masing komponen mesin pendingin.

1.2.2. Tujuan khusus

Penelitian ini dikerjakan oleh satu tim yang terdiri dari 4 orang, termasuk penulis. Secara khusus penulis bertanggung jawab atas Perancangan, Pembuatan, dan Pengujian Pemanas air. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menguji performansi Pemanas air Siklus Kompressi Uap Hibrid dimana kondensor bertindak sebagai sumber energi dengan kapasitas 120 liter.

1.3. Batasan Masalah

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai masalah yang dikaji dalam penulisan skripsi, maka perlu kiranya diberikan batasan masalah sebagai berikut :

 Perancangan dan pembuatan tangki pemanas.

 Perancangan dan pembuatan koil pemanas.

 Teori yang dipakai adalah teori siklus kompresi uap hybrid..

 Pengujian dan Pengambilan Data

 Batasan-batasan (asumsi) yang lain ditentukan pada saat perhitungan 1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Pengembangan teknologi alternatif mesin pendingin yang dapat mendinginkan ruangan sekaligus dapat memanaskan air.

2. Meningkatkan performansi siklus kompresi uap.

3. Mengurangi pemakaian bahan bakar minyak bumi dan gas untuk memanaskan air untuk kebutuhan sehari-hari.

4. Menambah variasi siklus kompresi uap di Laboratorium Pendingin Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.

1.5 Sistematika Penulisan

(24)

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari judul skripsi yang telah ditetapkan, tujuan, manfaat, batasan masalah,dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penulisan skripsi. Dasar teori didapatkan dari berbagai sumber, diantaranya berasal dari : buku - buku pedoman, jurnal, paper, tugas akhir, e-mail, e-book, dan enews.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini membahas model yang direncanakan, serta alat dan bahan dalam perancangan dan pembuatan .

BAB IV : PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT Pada bab ini membahas perancangan dan pembuatan alat. BAB V : PENGUJIAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini akan berisi hasil dari pengujian alat yang dibuat, pada penelitian ini saya akan membahas pengujian dari pemanas air.

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan berisi kesimpulan dari skripsi yang telah selesai dikerjakan dan saran – saran yang diperlukan untuk menyempurnakan hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka berisikan literatur-literatur yang digunakan untuk menyusun laporan ini.

LAMPIRAN

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Refrigerasi 2.1.1 Pendahuluan

Refrigerasi merupakan suatu proses penarikan kalor dari suatu benda/ruangan ke lingkungan sehingga temperatur benda/ruangan tersebut lebih rendah dari temperatur lingkungannya. Kinerja mesin refrigerasi kompresi uap ditentukan oleh beberapa parameter, diantaranya adalah kapasitas pendinginan kapasitas pemanasan,daya kompresi, koefisien kinerja dan faktor kinerja.Sesuai dengan konsep kekekalan energi, panas tidak dapat dimusnahkan tetapi dapat dipindahkan.Sehingga refrigerasi selalu berhubungan dengan proses-proses aliran panas dan perpindahan panas.

Pada dasarnya sistem refrigerasi dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Sistem refrigerasi mekanik

Sistem refrigerasi ini menggunakan mesin-mesin penggerak atau dan alat mekanik lain dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem refrigerasi mekanik di antaranya adalah:

a. Siklus Kompresi Uap (SKU) b. Refrigerasi siklus udara

c. Kriogenik/refrigerasi temperatur ultra rendah d. Siklus sterling

2. Sistem refrigerasi non mekanik

Berbeda dengan sistem refrigerasi mekanik, sistem ini tidak memerlukan mesin-mesin penggerak seperti kompresor dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem refrigerasi non mekanik di antaranya:

(26)

Dewasa ini, penerapan siklus-siklus refrigerasi hampir meliputi seluruh aspek kehidupan kita sehari-hari.Industri refrigerasi dan tata udara telah berkembang sangat pesat dan sangat variatif, demi memenuhi kebutuhan pasar yang sangat bervariasi.

2.1.2 Siklus Kompresi Uap

Dari sekian banyak jenis-jenis sistem refigerasi, namun yang paling umum digunakan adalah refrigerasi dengan sistem kompresi uap.Komponen utama dari sebuah siklus kompresi uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan katup expansi.

Kondensor

Kompresor

Evaporator Katup expansi

1 2 3

4

(27)

Gambar 2.2 Diagram P – h siklus kompresi uap ideal

Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap seperti pada gambar 2.2 diatas adalah sebagai berikut:

a. Proses kompresi (1-2)

Proses ini dilakukan oleh kompresor dan berlangsung secara isentropik adiabatik. Kondisi awal refrigerant pada saat masuk ke dalam kompresor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami kompresi refrigerant akan menjadi uap bertekanan tinggi. Karena proses ini berlangsung secara isentropik, maka temperatur ke luar kompresor pun meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigeran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

qw= h1– h2 (1)

dimana : qw = besarnya kerja kompresor (kJ/kg)

h1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg) h2= entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)

b. Proses kondensasi (2-3)

(28)

terjadi pertukaran kalor antara refrigeran dengan lingkungannya (udara), sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara pendingin yang menyebabkan uap refrigeran mengembun menjadi cair. Besar panas per satuan massa refrigeran yang dilepaskan di kondensor dinyatakan sebagai:

qc = h2 – h3 (2)

dimana : qc = besarnya panas dilepas di kondensor (kJ/kg) h2 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg) h3= entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg) c. Proses expansi (3-4)

Proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur, atau dapat dituliskan dengan:

h3 = h4 (3)

Proses penurunan tekanan terjadi pada katup expansi yang berbentuk pipa kapiler atau orifice yang berfungsi untuk mengatur laju aliran refrigeran dan menurunkan tekanan.

d. Proses evaporasi (4-1)

Proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur konstan) di dalam evaporator. Panas dari lingkungan akan diserap oleh cairan refrigeran yang bertekanan rendah sehingga refrigeran berubah fasa menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi refrigeran saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap, seperti pada titik 4 dari gambar 2.2 diatas.

Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator adalah:

Qe = h1 – h4 (4)

dimana : qe= besarnya panas yang diserap di evaporator (kJ/kg) h1 = entalpi refrigeran saat keluar evaporator (kJ/kg)

h4= entalpi refrigeran saat masuk evaporator (kJ/kg)

(29)

Setelah melakukan perhitungan untuk beberapa jenis refrigerant yang sering dipakai di Indonesia, didapat nilai COP(Coefficient of Performance) sebagai fungsi temperatur kondensasi yang ditampilkan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Nilai COP dari beberapa jenis refrigerant

T(oC)

Ref. 40 45 50 55 60 65 70

R12 5,58 4,75 4,21 3,65 3,22 2,84 2,48

R600 5,08 4,34 3,69 3,18 2,77 2,44 2,14

R134a 4,92 5,05 3,92 3,34 2,90 2,54 2,18

R22 5,47 4,75 4,98 3,97 3,26 2,78 2,44

2.2 Refrigerant

(30)

2.2.1 Tatanama Refrigerant

Umumnya refrigerant mempunyai nama kimia yang cukup panjang dan kompleks, misalnya CCl2FCClF2. DuPont mengusulkan sistem penamaan dengan menyingkat dengan huruf depan “R” atau kadang ditulis “Freon” dan diikuti beberapa angka. Sistem ini diusulkan untuk umum sejak tahun 1956 dan masih digunakan sampai saat ini.

1. Angka pertama dari kanan adalah jumlah atom Fluorin dalam ikatan 2. Angka kedua dari kanan adalah jumlah atom Hidrogen ditambah 1

3. Angka ketiga dari kanan adalah jumlah atom Karbon dikurangi 1 (Jika nol tidak dipakai)

4. Angka keempat dari kanan adalah jumlah ikatan unsaturated karbonkarbon senyawa (Jika nol tidak digunakan)

tambahan:

a. Jika atom Bromin ada pada tempat Klorin, rumus yang sama dapat digunakan dengan menambahkan huruf B setelah nama induknya. Huruf B diikuti dengan angka yang mengatakan jumlah atom Bromin yang ada.

b. Huruf kecil yang mengikuti nama suatu refrigerant (Misalnyahuruf ”a” pada R 134a) adalah menyatakan kecenderungan isomer simetri yang terbentuk. Urutannya dimulai dari a, b, dan c. Huruf c menyatakan ketidak simetrian.

Contoh:

1. CHClF2 (Atom F =2, Atom H+1 = 2, Atom C – 1 = 0) Ditulis R-22. 2. CCl3F (Atom F = 1, Atom H+1 = 1, Atom C-1 = 0) Ditulis R-11.

3. CF3CH2F (Atom F=4, Atom H+1=3, Atom C-1=1) Ditulis R-134a, karena kehadiran polimer yang cenderung simetri.

2.2.2 Keamanan Refrigerant

(31)

(toxicity) dan bersifat mudah terbakar (flammability). Berdasarkan toxicity, refrigerants dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah sebagai berikut.

Refrigerant dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigerant sama atau kurang dari 400 ppm (part per million by mass). Sementara kategori B adalah sebaliknya. Berdasarkan flammability, refrigerant dibagi atas 3 kelas, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika tidak terbakar jika diuji pada tekanan 1 atm (101 kPa) temperature 18,30C. Kelas 2 jika menunjukkan keterbakaran yang rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m3 pada 1 atm 21.10C atau kalor pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3 sangat mudah terbakar. Refrigerant ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang dari 0,1 kg kg/m3 atau kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg. Berdasarkan defenisi ini, sesuai standard 34-1997, refrigerants diklassifikasikan menjadi 6 kategori, yaitu:

1. A1: Sifat racun rendah dan tidak terbakar 2. A2: Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah 3. A3: Sifat racun rendah dan mudah terbakar 4. B1: Sifat racun lebih tinggi dan tidak terbakar 5. B2: Sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah 6. B3: Sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar

2.3 Siklus Kompresi Uap dengan Water Heater

Water heater di letakan di antara setelah bagian kompresor dan sebelum kondensor karena proses pemanasan air pada water heater tersebut menggunakan panas buangan dari kondensor dimana pada umumnya suhu Freon yang keluar dari kompresor AC dibuang pada kondensor.

(32)

berupa pipa spiral dalam tangki, dan air yang semula dingin pun memanas, begitupula sebaliknya suhu Freon yang panas menurun, setelah melewati pipa spiral dalam tangki barulah kemudian pipa refrigerant kembali diarahkan ke kondensor. Untuk memperoleh air panas AC harus menyala dulu, bila ingin mendapat air panas pagi hari, AC dinyalakan malam sebelumnya minimal 3 jam. Adapun manfaat dari water heater adalah:

 Hemat Biaya

 Daya Tahan lebih lama

 Aman

 Air panas yang diperoleh stabil.

(33)

Gambar 2.4.Instalasi Siklus kompresi uap dan water heater

(34)

Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap hybrid seperti pada gambar 2.5 diatas adalah sebagai berikut:

1-1’= Proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur konstan) di dalam evaporator. Panas dari lingkungan akan diserap oleh cairan refrigeran yang bertekanan rendah sehingga refrigeran berubah fasa menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi refrigeran saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap.

1’-2= Proses ini berlangsung di antara evaporator dan kompressor, dimana tekanan konstan (isobar).

2-3= Proses ini dilakukan oleh kompresor dan berlangsung secara isentropik adiabatik. Kondisi awal refrigerant pada saat masuk ke dalam kompresor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami kompresi refrigerant akan menjadi uap bertekanan tinggi. Karena proses ini berlangsung secara isentropik, maka temperatur ke luar kompresor pun meningkat.

3-4= Proses ini berlangsung di dalam water heater, dalam kondisi superheat. dimana uap refrigerant dari kompressor akan di kompres hingga mencapai tekanan kondensor.

4-.5= Proses ini berlangsung di dalam water heater, dalam kondisi superheat. Dimana panas refrigerant yang telah di kompress oleh kompressor dibelokkan ke dalam koil pemanas di dalam tangki sebelum masuk ke dalam kondensor.

5-6= proses berlangsung di antara water heater dan kondensor dengan tekanan konstan (isobar) . Dimana panas refrigerant sudah menurun, karena sudah diserap oleh air di dalam tangki water heater.

(35)

lingkungannya (udara), sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara pendingin yang menyebabkan uap refrigeran mengembun menjadi cair.

7-8 = proses berlangsung di antara kondensor ke katup expansi, dimana tekanan dan temperature sudah menurun.

8-9 = Proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperature.

9-1= Proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur konstan) di dalam evaporator. Panas dari lingkungan akan diserap oleh cairan refrigeran yang bertekanan rendah sehingga refrigeran berubah fasa menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi refrigeran saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap.

2.4. Perpindahan Panas Konveksi Alamiah / Natural

Konveksi Alamiah (natural convection),atau konveksi bebas (free convection), terjadi karena fluida yang, karena proses pemanasan, berubah densitasnya (kerapatannya), dan bergerak naik. Syarat terjadinya perpindahan panas konveksi adalah terdapat aliran fluida, jika tidak ada fluida maka bukan konveksi namanya. Perpindahan panas dan aliran fluida adalah dua hal yang berbeda. Pada bagian ini perpindahan panas yang menginisiasi aliran fluida. Karena perbedaan temperatur, massa jenis fluida akan berbeda, dimana fluida yang suhunya lebih tinggi menjadi lebih ringan. Sebagai akibatnya, fluida akan mengalir dengan sendirinya atau tanpa adanya gaya luar.

(36)

perpindahan panas dimana dimana fluidanya dipaksa mengalir, misalnya dengan menggunakan pompa atau blower. Dengan kata lain, aliran fluida tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi diakibatkan oleh oleh gaya luar. Pada bagian ini akan dibahas fenomena konveksi yang lain, dimana aliran fluida terjadi secara alami, sebagai akibat perpindahan panas yang terjadi. Konveksi inilah yang disebut konveksi natural atau kadang disebut konveksi bebas dalam bahasa Inggris disebut natural convection atau free convection.

Contoh sederhana dari fenomena ini banyak dijumpai di sekitar kita. Misalnya naiknya asap rokok secara natural. Temperatur pembakaran yang terjadi pada tembakau rokok adalah lebih kurang 10000C, temperatur ini akan memanaskan udara disekitar ujung rokok yang terbakar. Udara panas ini akan lebih ringan dari udara sekililingnya karena udara dengan temperatur lebih tinggi akan mempunyai kerapatan lebih rendah. Akibatnya udara akan terapung dan naik ke atas dan meninggalkan ruang kosong. Udara yang lebih dingin disekitarnya akan mengalir, untuk mengganti udara pada daerah yang ditinggalkan oleh udara yang naik. Maka terjadilah aliran udara secara natural.

Contoh yang paling kolosal dari pemanfaatan efek konveksi natural adalah solar chimney power plants atau sistem pembangkit cerobong matahari sebagai pembangit tenaga listrik. Sinar matahari digunakan memanaskan udara di dalam suatu ruangan luas yang tertutup dari atas. Udara yang panas akan mengapung dan naik melalui sebuah cerobong. Semakin tinggi cerobong tersebut semakit besar kecepatan udara naik. Naiknya udara melalui cerobong ini akan digunakan memutar turbin angin dan putaran turbin angin digunakan memutar generator yang akhirnya akan menghasilkan listrik.

Saat ini, masih sedang dibangun sistem pembangkit tenaga yang menggunakan prinsip yang sama di Australia. Tanpa menggunakan bahan bakar, hanya sinar matahari yang tersedia secara gratis, diharapkan sistem ini mempunyai daya output sebesar 200 MW. Sebagai perbandingan, satu unit turbin gas yang saat ini beroperasi di PLTGU Belawan mempunyai daya output 130 MW.

(37)

collector) yang mengakibatkan konveksi natural 5630 m, dan jumlah turbin ada

sebanyak 32 unit. Di dunia ada beberapa system pembangkit yang menggunakan prinsip yang sama yang sedang diteliti dan sedang dibangun.

Didalam perpindahan panas konveksi alami akan dijelaskan persamaan differensial, atau biasa disebut sebagai governing equations, yang mengatur pergerakan fluida pada konveksi natural.

Didalam konveksi alamiah akan dibahas perumusan gaya apung yang menyebabkan fluida mengalir secara natural. Gaya ini biasa disebut gaya apung atau bouyancy force. Sebenarnya gaya ini berasal dari gaya gravitas, tetapi dengan menggunakan pendekatan Boussnesq, gaya gravitasi ini diubah menjadi gaya akibat perbedaan temperatur. Didalam perpindahan panas konveksi alamiah akan dijabarkan juga bilangan tanpa dimensi.

2.4.1 Gaya apung (Buoyancy force)

Misalnya sebuah plat yang panas diletakkan pada posisi vertikal di udara terbuka yang awalnya diam. Setelah beberapa saat akan terlihat aliran udara di sekitar plat vertikal tersebut. Aliran udara di sekitar plat tersebut akan berada di dalam lapisan batas, yang biasa disebut boundary layer. Di luar lapisan batas ini fluida akan dianggap diam karena bergerak dengan kecepatan relatif kecil, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6 Perbedaan temperatur fluida di dalam dan di luar lapisan batas akan menyebabkan perbedaan rapat massa fluida. Oleh karena itu gaya gravitasi pada tiap-tiap partikel fluida akan berbeda.

(38)

Gambar 2.6 Konveksi natural plat vertikal yang panas(Himsar AMBARITA 2011) Dengan menggunakan asumsi-asumsi yang telah disebutkan, maka persamaan pembentuk aliran menjadi:

Kontinuitas: (5)

Momentum arah-x:

(6)

Momentum arah-y

(7)

Energi

(8)

Persamaan-persamaan ini, masih dapat disederhanakan lagi dengan menggunakan asumsi-asumsi tambahan. Asumsi tambahan yang digunakan antara lain: distribusi tekanan searah sumbu-x dapat dianggap konstan, sehingga

. Selanjutnya turunan tekanan searah sumbu-y dapat dianggap sama

dengan turunan tekanan hidrostatis fluida diam diluar lapisan batas. Atau dalam bentuk persamaan menjadi:

(9)

Dengan menggunakan defenisi tekanan hidrostatis ,dimana

(39)

yang ada di luar lapisan batas, biasa disebut fluida referensi. Hasil differensiasi persamaan (9) adalah:

g

Jika persamaan (10) dan (9) disubstitusi ke persamaan (7), maka akan di dapat:

(

)

g

Perbedaan massa jenis pada persamaan (11) biasa dikenal sebagai perbedaan massa jenis semu, pseudo-density difference. Pendekatan Boussinesq dapat digunakan untuk mengubah perubahan rapat massa ini menjadi perbedaan temperatur. Dengan menganggap udara bertindak sebagai gas ideal, maka massa jenis udara dapat dinyatakan dengan persamaan:

[

1 ( r)

]

rTT

=ρ β

ρ (12)

Dimana β=1Tr adalah koefisien ekspansi volume gas. Tradalah

temperatur fluida pada suhu referensi, yaitu suhu diluar lapisan batas. Jika persamaan ini disubstitusi ke persamaan (11), dan massa jenis dapat dianggap konstan, maka persamaan menjadi:

(

T Tr

)

Persamaan (13) ini untuk selanjutnya akan digunakan sebagai pengganti persamaan (7). Sebagai catatan ada dua perbedaan utama antara persamaan (13) dan persamaan (7). Pertama, rapat massa dapat dianggap konstan (tidak perlu dihitung lagi). Kedua, gaya yang bekerja pada partikel udara, sekarang sudah bukan lagi fungsi rapat massa tetapi telah berubah menjadi fungsi temperatur. Dengan kata lain, seandainya distribusi temperatur diketahui, maka distribusi kecepatan akan dapat dihitung. Model inilah, persamaan (13), yang telah diikuti selama puluhan tahun untuk menyelesaikan permasalah konveksi natural. Dan model ini juga yang akan digunakan buku ini untuk menjelaskan timbulnya gaya apung yang menyebabkan fluida bergerak sendiri.

(40)

Maka suku yang paling kanan akan berharga positif, artinya gaya yang timbul mengarah ke atas. Inilah yang menjelaskan kenapa partikel fluida akan naik dan sesuai dengan yang ditampilkan di Gambar 2.5. Sekarang jika yang terjadi sebaliknya, temperatur plat lebih dingin dari fluida di sekitarnya. Maka temperatur fluida di dekat plat vertikal akan lebih kecil dari temperatur fluida referensi, atau . Maka suku paling kanan dari persamaan (13) akan negatif atau gaya yang

timbul mengarah ke bawah. Jika ini yang terjadi, maka aliran fluidanya akan seperti Gambar 2.6 harus mengarah ke bawah. Pada prinsipnya kedua masalah ini adalah sama, yang membedakannya hanya arah gaya apungnya.

Gambar 2.7 Konveksi natural plat vertikal yang dingn(Himsar AMBARITA 2011) Satu hal yang perlu dicatat di sini adalah, parameter yang selalu dihitung hanya ada satu yaitu bilangan Nu yang menyatakan koefisien perpindahan panas. Karena fluida mengalir sendiri maka koefisien gesekan atau faktor gesekan tidak perlu dihitung. Bedakan pada konveksi paksa permasalahan selalu ada dua, yaitu Nu dan CRfR atau f. Pada konveksi natural ini hanya satu yaitu Nu.

2.4.2 Bilangan tanpa dimensi

(41)

L

Pada persamaan (14) huruf besar menyatakan bilangan tanpa dimensi. L adalah panjang plat vertikal dan V adalah kecepatan rata-rata fluida. Jika persaman (14) didifferensialkan, akan didapat:

x

Substitusi persamaan (15) ke dalam persamaan (13) dan dilakukan sedikit manipulasi akan didapat persamaan:



Bagian yang di dalam kurung kurawal adalah bilangan-bilangan tanpa dimensi. Dengan mengelompokkan semua bilangan tanpa dimensi menjadi satu group, maka persamaan (16) dapat ditulis menjadi:



Dimana GrLadalah Bilangan Grashof yang dirumuskan dengan:

2

Dan bilangan Reynolds, sama dengan defenisi pada konveksi paksa, yaitu:

µ ρVL

=

Re (19)

Sebagai catatan, bilangan tanpa dimensi yang lebih sering digunakan untuk menuliskan rumus empirik pada kasus-kasus konveksi natural adalah bilangan Rayleigh biasa disebut sebagai Rayleigh number yang didefenisikan sebagai:

termal. Hubungan antara bilangan Rayleigh dan bilangan Grashof didapat dengan membandingkan persamaan (18) dan persamaan (20).

Pr

L

L Gr

(42)

Dengan cara yang sama, persamaan energi pada persamaan (8), dapat diubah dengan menggunakan parameter-parameter tanpa dimensi pada persamaan (14) dan turunannya pada persamaan (15). Persamaan energi pada persamaan (8), dalam bentuk tanpa dimensi menjadi:



2.4.3. Penyelesaian Analitik Konveksi Natural

Seperti yang telah dijelaskan, tujuannya sekarang adalah mencari koefisien perpindahan panas konveksi. Persamaan ini dapat dihitung dengan menyelesaikan dulu persamaan pembentuk aliran untuk mendapatkan distribusi temperatur. Dengan distribusi temperatur yang diketahui akan dapat dicari koefisien konveksi natural. Dengan kata lain, untuk mendapatkan persamaan koefisien perpindahan panas pada lapisan batas, maka persamaan differensial pembentuk aliran harus diselesaikan, yaitu persamaan (8) dan persamaan (13). Menyelesaikan persamaan ini secara teori ada dua metode yang bisa dilakukan yaitu cara analitik dan cara numerik. Pada bagian ini akan dibahas cara analitik. Meskipun konveksi alamiah bisa terjadi pada berbagai bentuk permukaan, tetapi yang akan dibahas secara analitik adalah hanya pada plat vertikal. Telah disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa ada dua kemungkian kasus konveksi natural pada plat vertikal. Pertama temperatur permukaan plat lebih tinggi daripada fluida disekitarnya dan kedua temperatur permukaan plat lebih rendah dari fluida di sekitarnya. Kedua kasus ini adalah sama dan hanya arahnya yang berbeda. Oleh karena itu penyelesaian analilitik hanya akan fokus pada satu kasus yang pertama seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.5

Kasus yang dianalisis di sini adalah sebuah plat vertikal yang panjangnya L dan temperatur permukaannya Tsberada pada fluida diam yang mempunyai

temperatur T∞. Tetapi untuk memmudahkan pembahasan temperatur fluida ini

akan disebut temperatur referensi, Tr. Yang harus dicari pada kasus ini adalah

(43)

0

Persamaan (24) dan persaman (25) masing-masing diperoleh dari persamaan (13) dan persamaan (8). Penyederhanaan ini didapat dengan menggunakan fakta bahwa di dalam lapisan batas ∂2 ∂ 2 =∂2 ∂ 2 ≈0

y T y

v . Kondisi batas untuk ketiga persamaan ini adalah:

Dan sebagai kondisi batas tambahan dari persaman (26) jika dimasukkan ke persamaan (24), akan diperoleh:

µ

Setelah mereview beberapa text book heat transfer, ada dua jenis penyelesaian yang umum digunakan untuk menyelesaikan persamaan yang ditampilkan di atas beserta dengan kondisi batasnya. Pertama menggunakan metode similaritas seperti yang digunakan oleh Ostrach (1953) dan kedua menggunakan metode integral yang diajukan secara terpisah oleh Squire dan Goldstein, selanjutnya akan disatukan dan disebut persamaan Squire-Goldstein. Pembahasan masing-masing dipublikasikan oleh Eckert dan Drake (1987) dan Goldstein (1930).

(44)

Hasil pengintegralan dari persamaan energi, persamaan (25), adalah profil temperatur yang merupakan fungsi jarak horizontal dari permukaan (x) diusulkan berbentuk parabola dengan persaman:

2

Dengan syarat batas untuk temperatur dari persamaan (26) dan persamaan (27), koefisien a, b, dan c dapat dihitung. Jika diselesaikan akan didapat nilai masing-masing a=1, b=-2, dan c=1. Substitusi nilai-nilai ini ke persamaan (29) akan menghasilkan persamaan profil temperatur di dalam lapisan batas.

2

Persamaan ini membuktikan bahwa temperatur suatu titik di lapisan batas tergantung pada posisi titik itu dari permukaan dan tebal lapisan batasnya δ . Meskipun belum diturunkan rumus untuk tebal lapisan batas ini tetapi, berdasarkan visualisasi pada Gambar 2.5 tebal lapisan batas ini merupakan fungsi y.

Berikutnya adalah untuk profil kecepatan. Untuk membuat profil kecepatan tanpa dimensi, di sini diusulkan suatu kecepatan karakteristik yang merupakan fungsi jarak vertikal Vc(y). Pada posisi y yang sama, kecepatan ini

adalah konstan sepanjang x. Persamaan kecepatan karakterstik ini akan dirumuskan kemudian. Hasil pengintegralan persamaan (25) disusulkan profil kecepatan tanpa dimensi berupa persamaan jarak pangkat tiga, atau dituliskan:

3

Koefisien c dan d didapat dengan menggunakan syarat batas pada persamaan (26) dan persamaan (27), dan hasilnya c = -2 dan d=1. Dengan menggunakan angka ini profil kecepatan di dalam lapisan batas adalah:

2

(45)

bagi yang serius silahkan merujuk pada Lienhart (2003). Pada bagian ini hanya hasilnya yang akan ditampilkan. Persamaan mencarai kecepatan karakteristiknya adalah:

Dan tebal lapisan batas

25

Koefisien perpindahan panas konveksi akan dirumuskan dengan defenisi yang telah dijelaskan diatas dan persamannya adalah:

r

Dengan menggunakan persaman distribusi temperatur pada persamaan (30) akan diperoleh persaman koefisien konveksi lokal:

δ k hy

2

= (36)

Dan akhirnya bilangan Nusselt lokal sebagai fungsi jarak y dari sisi masuk adalah:

25

Bilangan Nusselt rata-rata didapat dengan mengintegralkan persamaan (37) sepanjang L dan hasilnya:

25

Persamaan-persamaan ini digunakan dengan sifat fisik dievaluasi pada temperatur film 2( )

2.4.4 Persamaan Empirik Konveksi Natural permukaan Luar

(46)

karena diturunkan dengan asumsi untuk aliran laminar maka hanya pada bilangan Ra yang rendah sebaiknya persamaan itu dipakai. Sementara untuk bilangan Ra

yang lebih besar persamaan tersebut tidak disarankan. Meskipun demikian, bentuk dasar persamaan tersebut memberikan informasi bahwa bilangan Nu dari suatu masalah konveksi natural dapat dirumuskan sebagai berikut:

m L

CRa

=

Nu (39)

Dimana C dan m adalah konstanta yang tergantung pada permukaan, jenis fluida dan besar bilangan Rayleigh.

Permasalahannya sekarang adalah mencari konstanta C dan m yang sesuai untuk suatu kasus konveksi natural. Kedua konstanta ini dihitung dengan menggunakan data-data eksperimen. Dengan menggunakan data-data eksperimen yang baik maka seorang peneliti dapat mengajukan konstanta yang sesuai, cara inilah yang dikenal dengan cara membangun persamaan empirik. Beberapa peneliti telah mengajukan persamaan untuk beberapa kasus yang akan ditampilkan pada bagian berikut. Persamaan akan dibagi berdasarkan bentuk permukaan dan kondisi permukaan apakah untuk temperatur konstan atau untuk flux konstan.

2.4.5 Bidang vertikal

Arah aliran fluida akibat konveksi natural pada bidang vertikal mempunyai dua kemungkinan. Pertama temperatur bidang lebih tinggi dari temperatur fluida sehingga fluidanya mengalir ke atas atau sebaliknya temperatur bidang lebih rendah dari temperatur fluida, sehingga arah aliran ke bawah. Secara kuantitatif persamaan mencari nilai bilangan Nu adalah sama, hanya arahnya saja yang berbeda. Kedua kemungkinan ini sudah ditampilkan pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7

a. Untuk bidang vertikal dengan Ts konstan

Parameter bilangan Rayleigh dihitung dengan menggunakan panjang bidang L dan dinyatakan dengan RaL. Untuk kasus ini ada beberala alternatif yang

dapat digunakan. Persamaan yang paling sederhana dapat dijumpai pada McAdams (1954), Warner dan Arpaci (1968), dan Bayley (1955), yaitu:

(47)

Kedua persamaan benar-benar sangat mirip dengan persamaan (39). Keunggulan dari persamaan ini adalah bentuknya yang sangat sederhana sehingga mudah untuk digunakan. Tetapi kedua persamaan ini kurang teliti. Untuk meningkatkan ketelitiannya persamaan yang direkomendasikan Churchill dan Chu (1975) dapat digunakan.

Persamaan ini diklaim berlaku untuk semua rentang bilangan RaRLR. Dan jika

ingin lebih teliti lagi, untuk bilangan Rayleigh yang lebih rendah 9

10 ≤

L

Ra ,

Churchill dan Chu (1975) menyarankan persamaan berikut:

9

Meskipun kedua persamaan ini mempunyai bentuk yang sangat berbeda dengan hasil analitik pada persamaan (38), tetapi pada kasus tertentu dapat memberikan hasil yang sama. Telah disebutkan bahwa penyelesaiaan analitik didapatkan dengan asumsi bahwa aliran yang terjadi adalah laminar dimana bilangan RaRLR kecil. Jika bilangan ini kecil, bagian kanan dari persamaan (42)

dan persamaan (43) akan bisa diabaikan. Sebagai hasilnya bilangan Nu untuk kedua persamaan akan mendekati 0,68 dan 0,825P2P ≈0,68. Demikian juga hasil analitik pada persamaan (38) akan mendekati 0,678. Kesimpulannya memberikan angka yang sama. Tetapi sebaliknya jika bilangan RaRLR besar masing-masing

persamaan ini akan menyimpang dan disarankan menggunakan yang sesuai rekomendasi.

b. Bidang vertikal dengan flux q′′ konstan

Plat vertikal yang dipanasi dengan flux panas q′′ [W/mP2P] sangat cocok

memodelkan plat vertikal yang disinari dengan cahaya yang tetap. Pada plat seperti ini, temperatur plat tidak diketahui. Karena memang temperatur tidak diketahui, maka temperatur yang digunakan pada persamaan adalah temperatur rata-rata, dan dirumuskan dengan persamaan:

(48)

Dengan menggunakan persaman ini bilangan RaRLR dapat dihitung.

Kemudian, bilangan Nu dapat dihitung dengan menggunakan persaman yang diajukan oleh Churchill dan Chu (1975).

2

Meskipun semua parameter dapat dihitung tetapi permasalahannya tidak sederhana untuk diselesaikan. Perhatikan persamaan (44) untuk menghitung beda temperatur harus diketahui koefisien konveksi rata-rata h. Sementara ini masih harus dihitung pada persamaan (45). Oleh karena itu masalah ini harus diselesaikan dengan trial and error dengan menebak dulu nilai h, kemudian dilanjutkan dengan menghitung beda temperatur. Beda temperatur ini akan digunakan menghitung RaRLR, dan akhirnya Nu dapat dihitung. Nilai h hasil

tebakan harus dicek lagi dengan menggunakan nilai Nu yang baru didapat. Jika tidak berbeda jauh atau bedanya dapat diterima, maka perhitungan bisa dihentikan. Tetapi jika tidak maka perhitungan harus diulang lagi sampai hasilnya sama atau perbedaannya dapat diterima.

2.4.6 Bidang miring

Bidang vertikal dapat dianggap sebagai bidang miring dengan kemiringan 90PoP. Dengan kata lain bidang miring adalah bidang vertikal yang sudut kemiringannya kurang dari 90PoP. Jika fakta ini dibawa ke kasus konveksi natural, maka semua persamaan pada bidang vertikal dengan satu catatan kemiringannya harus diperhitungkan. Untuk lebih jelasnya sebuah plat yang panas dimiringkan dengan sudut kemiringan 0

90

<

θ terhadap vertikal ditampilkan pada

(49)

Gambar 2.8 Konveksi natural pada bidang miring (Himsar AMBARITA 2011)

Pada gambar dapat dilihat bahwa pada bidang miring dengan sudut kemiringan terhadap vertikal, percepatan gravitasi dapat diproyeksikan menjadi

yang sejajar dengan bidang. Ini berarti bidang miring dapat dianggap

sebagai plat vertikal tetapi percepatan gravitasinya menjadi . Maka untuk

bidang miring semua persamaan pada kasus bidang vertikal dengan dan

konstan dapat digunakan. Tetapi gravitasi harus diganti menjadi saat

menghitung bilangan Ra.

(46)

Setelah menghitung bilangan Ra, maka semua persamaan untuk plat vertikal, persamaan (40) sampai dengan persamaan (45) dapat digunakan. Kita tinggal memilih persamaan mana yang sesuai untuk kasus yang sedang dibahas.

2.4.7 Bidang Horizontal

(50)

menghitung bilangan RaRLR adalah panjang karakteristik yang didefenisikan

dengan persamaan: (47)

Dimana menyatakan luas bidang horizontal dan adalah kelilingya. Dengan menggunakan panjang karakteristik ini bilngan RaRLR dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan (20). Pola konveksi natural pada permukaan horizontal dapat dibagi dua. Masing-masing dijelaskan pada bagian berikut.

a. Permukaan atas yang panas atau permukan bawah yang dingin.

Pola ini ditunjukkan pada Gambar 2.8 Pada bagian kiri gambar tersebut bidang horizontal yang panas berada pada fluida yang lebih dingin. Sebagai akibatnya fluida yang bersentuhan dengan permukaan akan lebih ringan karena lebih panas dan akan mengalir naik. Pada bagian kiri digambarkan sebaliknya bidang horizontal yang dingin berada pada fluida yang lebih panas. Fluida yang bersentuhan dengan bidang akan lebih dingin. Karena lebih dingin akan menjadi lebih berat dan akan mengalir turun.

Gambar 2.9 Konveksi natural pada bidang horizontal (type a) (Himsar AMBARITA 2011)

Persamaan bilangan Nu untuk kedua bagian gambar ini adalah sama. Hanya arah alirannya saja yang berbeda. Persamaan menghitung bilangan Nu dapat digunakan persamaan yang diajukan oleh Llyod dan Moran (1974):

Untuk :

(48)

Untuk

(51)

b. Permukaan atas yang dingin atau permukaan bawah yang panas

Pola ditunjukkan pada Gambar 2.9 Pada bagian kiri gambar ditunjukkan bahwa fluida yang panas akan terdesak dari permukaan yang panas dan mengalir ke sebelah luar. Untuk mengisi kekosongan akibat aliran ini maka fluida dibawahnya akan mengalir ke atas. Hal yang sama tetapi dengan arah yang berbeda ditampilkan pada bagian kanan gambar tersebut.

Gambar 2.10 Konveksi natural pada bidang horizontal (type b) (Himsar AMBARITA 2011)

Persamaan menghitung bilangan Nu untuk kasus ini dapat digunakan persamaan yang dituliskan pada buku Incropera (2006).

(50)

Persamaan ini berlaku untuk .

2.4.8 Konveksi natural pada permukaan silinder

(52)

a. Silinder vertical

D

L

Ts

Tr

Gambar 2.11 Konveksi natural pada silinder vertikal (Himsar AMBARITA 2011) Sebuah silinder vertikal dengan temperatur permukaan Tsditampilkan pada

Gambar 2.10 Diameter silinder dinyatakan dengan D dan tingginya L berada pada fluida fluida yang mempuyai temperatur Tr. Jika temperature permukaan silinder

lebih panas daripada fluida. Maka fluida di sekitar silinder akan mengalir naik. Sebaliknya, jika permukaan silinder lebih lebih dingin daripada fluida, maka fluida di sekitar silinder akan turun. Kedua kasus ini akan memberikan bialngan Nu yang sama.

Jika diameter silinder cukup besar maka, dapat dianggap sama dengan bidang vertikal. Maka semua persamaan yang sudah dituliskan untuk bidang vertikal berlaku untuk silinder ini. Syarat diameter untuk yang dikategorikan besar adalah:

Persamaan (40) sampai dengan persamaan (45) dapat digunakan asal semua syarat memenuhi.Tetapi jika persamaan (40) tidak dipenuhi lagi, silinder vertikal akan dikategorikan tipis dan persamaan menghitung bilangan Nu nya akan khusu. Le Fevre dan Ede (1956) merekomendasikan persamaan berikut:

D

Sifat fluida pada persamaan ini menggunakan lapisan film kecuali βsaat

(53)

b. Silinder Horizontal

Pola konveksi natural pada silinder yang mempunyai termperatur lebih panas daripada fluida di sekelilingnya ditampilkan pada Gambar 2.12.

D L

Ts

Tr

Gambar 2.12 Konveksi natural pada silinder Horizontal (Himsar Ambarita 2011) Untuk kasus ini, jika bilangan 12

10 ≤

D

Ra , persamaan berikut dapat digunakan,

Churchill dan Chu (1975):

2

2.4.9 Konveksi natural pada Bola

Bentuk permukaan terakhir yang akan ditampilkan adalah konveksi natural pada permukaan bola. Jika permukaan bola lebih panas daripada fluida di sekitarnya, maka fluida yang berada di dekat permukaan bola akan naik. Pada permukaan akan terjadi perpindahan panas konveksi natural seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13 dibawah.

(54)

9

Syarat menggunakan persamaan ini adalah 11

10 ≤

D

Ra dan Pr≥0,7.

Sebagai catatan, semua persamaan yang ditampilkan pada bagian ini menggunakan sifat-sifat fisik fluida yang dievaluasi pada temperatur film,

2 ) ( s r

f T T

T = + , kecuali untuk gas nilai koefisien ekspansi dihitung pada temperatur

fluidu referensi β =1Tr.

(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat yaitu di laboratorium Teknik pendingin Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, PT Seltech Utama Medan, Hotel Sapadia Pematangsiantar,dan Hotel Danau Toba Medan,dimulai pada bulan Mei sampai Oktober 2011.

3.2 Alat dan Bahan yang digunakan

Penelitian ini akan menggunakan bahan-bahan untuk pengukuran dan beberapa alat seperti alat produksi dan alat ukur.

3.2.1. Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam dalam pengujian ini adalah : 1. Mesin las

Mesin las digunakan untuk menyambung besi siku.

(56)

2. Bending

Bending digunakan untuk melengkungkan koil.lengkungan koil dibuat sebanyak dua belas lengkungan.

Gambar 3.2 Bending 3. Pompa Vakum

Pompa Vakum digunakan untuk mengeluarkan udara didalam pipa refrigerant. Udara dikeluarkan dari dalam pipa refrigerant untuk meminimalkan tekanan yang ada didalam pipa.

Gambar 3.3 Pompa Vakum

Spesifikasi:

Merk : Robinair

(57)

Capacity : 142 l/m

Volts : 110-115 V / 220-250 V

4. Alat ukur temperatur / termokopel (AGILENT)

Gambar 3.4 Agilent dengan termokopel tipe T dan K Spesifikasi :

a. Daya 35 Watt

b. Jumlah saluran termokopel 20 buah c. Tegangan 250 volt

d. Mempunyai 3 saluran utama

e. Dapat memindai data hingga 250 saluran per detik f. Mempunyai 8 tombol panel dan sistem kontrol

g. Fungsional antara lain pembacaan suhu termokopel, RTD dan termistor, arus listrik AC

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang di perlukan untuk pabrikasi siklus kompresi uap hibrid adalah sebagai berikut:

1. AC split 1PK 2. Air

3. Koil / pipa tembaga 3/8” 4. Tangki Pemanas

(58)

7. Tiner

8. Kertas aluminium coil 9. Pipa PVC ¾”

10.Klem Pipa 11.Cat minyak 12.Kuas

13.Kabel NYM ukuran 2x3.5 mm 14.Aluminium

15.Besi siku 16.Baut

17.Selang karet 1 meter dan 2 meter 18.Katup/valve 5 buah

19.Ember plastic 1 buah 20.Paku

21.Seltip

3.3 Variabel Riset

Adapun variabel input dari pengujian yang akan dianalisa antara lain adalah kenaikan Temperatur air. Dimana akan dihasilkan data variabel output yang diharapkan, yaitu panas yang diserap air ,perancangan panjang pipa dan besarnya penghematan bahan bakar jika menggunakan pemanas air yang memanfaatkan panas buang kondensor.

3.4 Set-up Pengujian

Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini sesuai dengan tanggung jawab penulis adalah perhitungan panas yang diserap air dari koil. Penulis menghitung secara analitik perubahan temperatur koil apabila tangki water heater dalam keadaan kosong, tangki diisi setengah, tangki diisi penuh, dan air pada tangki water heater dibuat bersirkulasi.

(59)

pada dasar tangki.Pengambilan data diambil selama 4 hari menggunakan alat ukur temperatur dan termokopel Agilent.

Salah satu gambar pengambilan data temperatur koil, data temperature tangki pemanas dan diagram alir proses pengerjaan skripsi ini dapat dilihat pada gambar 3.5, 3.6 dan 3.7 berikut.

Gambar 3.5 Pengambilan data temperatur dinding tangki

(60)

Gambar 3.7 Diagram Alir Proses Pengerjaan Skripsi Mulai

Studi Literatur

Survei

Pembuatan Alat

Pengujian Alat

Analisa Data

Perlu perbaikan

Selesai

Tidak Ya

(61)

BAB IV

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

Pemanas air yang akan dirancang dan dibuat pada penelitian ini adalah pemanas air dengan menggunakan siklus kompresi uap hybrid. Pemanas air ini memanfaatkan panas buang dari kondensor untuk memanaskan air pada tangki . Dengan adanya pemanas air ini, aliran panas dari kompresor dibelokkan dulu kedalam tangki air dingin sebelum masuk ke kondensor sehingga terjadi kontak perpindahan panas dari pipa refrigerant dan air di dalam tangki.

4.1 Penentuan Dimensi dan Pembuatan Tangki Pemanas

Salah satu komponen utama pemanas air yang akan dirancang adalah tangki pemanas. Tangki pemanas dirancang sesuai dengan kapasitas air yang akan dipanaskan. Kapasitas air yang akan dipanaskan pada penelitian adalah adalah 120 liter dengan dimensi 50×50×70 (cm). Bahan yang digunakan untuk pembuatan tangki adalah fiber glass dengan ketebalan 0.5 cm.Tangki dibuat 5 lubang yaitu dua lubang sebagai sisi masuk air dan sisi keluar keluar air, dua lubang lagi sebagai sisi keluaran dari kompresor dan sisi menuju kondensor dan yang satu lagi untuk lubang drain/pembuangan. Gambar dibawah adalah tangki yang akan dirancang.

Gambar 4.1 Tangki Pemanas yang dirancang

(62)

koil / pipa tembaga yang sudah dibending dengan beberapa lekukan dipasang ke dalam lubang yang telah ditentukan. Jika lubang koil masih renggang, maka dipasang karet disekelilingnya agar lubang nya ketat.Hal ini dilakukan agar udara luar tidak masuk ke dalam tangki dan untuk mencegah kehilangan panas pada saat water heater beroperasi.

Kemudian tangki diisolasi dengan piralo dengan ketebalan 20 mm,setelah dilapisi dengan piralo, tangki diisolasi lagi dengan aluminium. Jadi tangki diisolasi dua kali tujuannya untuk menjaga agar suhu di dalam tangki tetap terjaga, dan panas yang dihasilkan juga maksimum.Setelah itu penutup tangki juga diisolasi dua kali seperti pengisolasian tangki diatas agar tidak ada udara luar yang masuk ke dalam tangki.

(63)

Gambar 4.3 Tangki Pemanas Yang Telah Diisolasi

4.2 Penentuan Dimensi Dan Pembuatan Koil

Berikutnya adalah perancangan koil, koil terbuat dari pipa tembaga dengan panjang 5 meter, dan diameter 10 mm. Koil dibengkokkan dengan menggunakan bending, jumlah lekukan koil disesuaikan dengan besar tangki pemanas, dan dalam perancangan ini koil dibuat sebanyak duabelas lekukan.

4.2.1 Perancangan panjang koil

Pada water heater yang dirancang, koil didominasi oleh pipa yang vertikal.Maka persamaan konveksi natural yang digunakan yaitu pada pipa vertikal.Sebelum menentukan panjang koil maka terlebih dahulu dicari kalor yang diserap oleh air.

Kalor yang diserap oleh air

Untuk mencari besarnya kalor yang diserap oleh air, maka digunakan persamaan :

) max .(

.Cp T To

m

Q= −

Dimana : Q = kalor yang diserap oleh air (J) Cp = panas jenis (J/Kg0C)

m = volume air (kg)

Gambar

Gambar 2.3.Mesin Pendingin siklus kompresi uap hybrid
Gambar 2.4.Instalasi Siklus kompresi uap dan water heater
Gambar 2.6 Konveksi natural plat vertikal yang panas(Himsar AMBARITA 2011)
Gambar 2.7 Konveksi natural plat vertikal yang dingn(Himsar AMBARITA 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait