• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii pada Kawasan S1 (Sesuai) di Teluk Gerupuk, NTB Berdasarkan Penginderaan Jauh dan SIG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii pada Kawasan S1 (Sesuai) di Teluk Gerupuk, NTB Berdasarkan Penginderaan Jauh dan SIG"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Kappaphycus alvarezii

PADA KAWASAN S1

(SESUAI) DI TELUK GERUPUK, NTB BERDASARKAN

PENGINDERAAN JAUH DAN SIG

SHARAH GITA KALILA LUBIS

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Budidaya Rumput Laut

Kappaphycus alvarezii pada Kawasan S1 (Sesuai) di Teluk Gerupuk, NTB Berdasarkan Penginderaan Jauh dan SIG adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Sharah Gita Kalila Lubis

(4)

ABSTRAK

SHARAH GITA KALILA LUBIS. Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii pada Kawasan S1 (Sesuai) di Teluk Gerupuk, NTB Berdasarkan Penginderaan Jauh dan SIG. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan SYARIF BUDHIMAN.

Salah satu cara menentukan kawasan yang sesuai untuk kegiatan budidaya rumput laut secara efisien dalam hal biaya, waktu maupun tenaga adalah menggunakan penginderaan jauh, namun perlu dilakukan uji budidaya lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan membuktikan dapat atau tidaknya dilakukan penanaman rumput laut Kappaphycus alvarezii pada kawasan S1 (sesuai) di perairan Teluk Gerupuk, NTB berdasarkan penginderaan jauh dan SIG. Penanaman rumput laut sebanyak 3 titik (A, B dan C) dengan tiga kali pengulangan.Hasil yang diperoleh pada pengukuran bobot basah panen yaitu di titik A sebesar 556,67 gr; titik B 383,33 gr dan titik C 360 gr. Perhitungan SGR di titik A 3,89 %; titik B 3,00 % dan titik C 2,86 %. Hasil pengukuran kadar karbohidrat di titik A 58,07 %; titik B 59,49 % dan titik C 64,44 %. Kadar protein di titik A 5,68 %; titik B 7,23 % dan titik C 7,55%. Kadar lemak di titik A 0,02 %; titik B 0,08 % dan titik C 0,03 %. Pengukuran kadar air setelah dilakukan penjemuran di titik A 27,34 %; titik B 26,27 % dan titik C 26,15 %. Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan, secara keseluruhan nilai parameter masih dalam kisaran layak untuk kegiatan budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii.

Kata kunci: Kappaphycus alvarezii, pertumbuhan, proksimat

ABSTRACT

SHARAH GITA KALILA LUBIS. Seaweed Cultivation Kappaphycus alvarezii

in S1 (Suitable) Area at the Bay Gerupuk, West Nusa Tenggara Based on Remote Sensing and GIS. Supervised by KUKUH NIRMALA and SYARIF BUDHIMAN.

One way to determine suitable areas for seaweed cultivation efficiently in terms of cost, time and energy is using remote sensing, however needs to be tested further cultivation. This research aimed to prove the production of seaweed

Kappaphycus alvarezii cultivation process, in the suitable areas based on remote sensing at the Bay Gerupuk, West Nusa Tenggara. Seaweed cultivation was done at 3 points (A, B and C) with three repetitions. The results obtained on wet weight measurements of harvest were at point A 556,67 grams, point B 383,33 grams, point C 360 grams. SGR calculation at point A, B and C were 3,89 % ; 3,00 % and 2,86 %. Measurements result of carbohydrate content were at point A 58,07 %; point B 59,49 % and point C 64,44 %. Protein content were at point A 5,68 %; point B 7,23 % and point C 7,55%. Fat content were at point A 0,02 %; point B 0,08 % and point C 0,03 %. Measurements of water content after dried were at point A 27,34 %, point B 26,27 % and point C 26,15 %. Measurement result of a physical-chemical water parameters, overall value of each parameter was still in the proper range for the cultivation activities of seaweed Kappaphycus alvarezii.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Kappaphycus alvarezii

PADA KAWASAN S1

(SESUAI) DI TELUK GERUPUK, NTB BERDASARKAN

PENGINDERAAN JAUH DAN SIG

SHARAH GITA KALILA LUBIS

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii pada Kawasan S1 (Sesuai) di Teluk Gerupuk, NTB Berdasarkan Penginderaan Jauh dan SIG

Nama : Sharah Gita Kalila Lubis

NIM : C14090012

Disetujui oleh

Dr Kukuh Nirmala, MSc Pembimbing I

Syarif Budhiman, SPi, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii pada Kawasan S1 (Sesuai) di Teluk Gerupuk, NTB Berdasarkan Penginderaan Jauh dan SIG”. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini diselesaikan dengan banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. Bapak Dr Kukuh Nirmala, MSc dan Bapak Syarif Budhiman, SPi, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingannya selama ini serta Koordinator Bidang Rumput Laut BBL Lombok Bapak Rusman H, SPi, MSi selaku pembimbing lapangan yang sangat membantu dalam proses pengambilan data.

2. Bapak Ir Dadang Shafruddin, MS selaku dosen penguji dan Ibu Yuni Puji Hastuti, SPi, MSi selaku komisi pendidikan S1 departemen Budidaya Perairan yang telah banyak memberikan kritik dan saranya. 3. Bapak Dr Ir Sukenda, MSc selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan 4. Kedua orang tua tercinta, yaitu Bapak H. Ashari Lubis dan Ibu Hj.

Syafarida yang telah memberikan semangat, nasihat dan doa-doanya. 5. Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Bapak Ir Dedy Irawadi

serta Kepala Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut Ibu Dra Maryani Hartuti, MSc yang telah memberikan izin untuk bergabung dengan tim LAPAN, para peneliti Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut Bapak Dr Bidawi Hasyim, MSi; Ibu Emiyati, SSi, MSi; Bapak Dr Ir Dony Kushardono, MEng; Ibu Anneke K. S. Manoppo, SPi serta peneliti, staf dan pegawai lainnya atas segala kebaikannya selama ini. 6. Ir Ujang Komarudin Asdani K, MSc selaku kepala BBL Lombok, para

pegawai BBL Lombok Pak ahmad; Mba Ekky; Amak War dan pegawai BBL Lombok lainnya terima kasih atas segala bantuannya.

7. Keluarga Bapak Suherman atas segala kebaikan selama ini; Muhammad Masyarul Rusdani, SPi, MSi atas segala bantuannya; teman sepenelitian Arlina Ratnasari; M. Dimas FK; semua teman-teman BDP46: Nunung, Fahrul, Peni, Devi, Wiwik, Orin, Soya, Aya dan Yeyen; Defri Herianka serta semua pihak lainnya yang telah membantu dan memberikan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan para pembaca.

Bogor, November 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR GAMBAR...vii

DAFTAR LAMPIRAN...vii

PENDAHULUAN...1

Latar Belakang...1

Tujuan... 2

METODE... 2

Waktu dan Tempat... 3

Metode Penelitian... 4

Budidaya Kappaphycus alvarezii...5

Persiapan penanaman...5

Penanaman bibit... 6

Pemanenan... 7

Metode Pengambilan Sampel... 7

Sampling... 7

Pengukuran kualitas air... 8

Perhitungan dan Prosedur Analisis Data... 8

Rumus perhitungan... 8

Analisa data... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN... 10

Hasil...10

Pembahasan... 14

KESIMPULAN DAN SARAN... 18

Kesimpulan... 18

Saran... 18

DAFTAR PUSTAKA... 18

LAMPIRAN... 21

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kriteria kesesuaian budidaya rumput laut 3

2 Parameter utama yang diamati... 7

3 Parameter kualitas air yang diamati... 8

4 Kadar air rumput laut... 12

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penentuan lokasi budidaya rumput laut... 3

2 Lokasi penanaman rumput laut... 4

3 Long-line... 5

4 Posisi penanaman titik rumput laut... 6

5 Skema prosedur penelitian... 9

6 Pertumbuhan rumput laut... 10

7 Hasil proksimat rumput laut... 11

8 Grafik parameter fisika perairan... 12

9 Grafik parameter kimia perairan... 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Grafik pertumbuhan rumput laut di daerah Maluku, Bali dan Pulau Pari.... 21

2 Kondisi klimatologi perairan Teluk Gerupuk tahun 2012... 21

3 Kandungan klorofil dan abu rumput laut Kappaphycus alvarezii... 22

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumput laut merupakan salah satu komoditi perikanan penting yang diperjual belikan secara masal. Jika ditinjau dari segi ekonomi, rumput laut merupakan komoditi yang potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan nilai gizi yang dikandungnya rumput laut dapat dijadikan bahan makanan seperti agar-agar, algin dan karagenan yang dapat digunakan dalam industri farmasi, kosmetik dan lainnya (Farid 2008). Sebagai salah satu komoditas unggulan, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) mentargetkan peningkatan produksi rumput laut mencapai 10.000.000 ton pada tahun 2014 dengan kenaikan dari tahun 2009 hingga tahun 2014 sebesar 389 % (KKPa 2011). Secara geografis, Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki luas wilayah lautan yang lebih besar dari luas wilayah daratan, yakni 29.159 km2 atau ekuivalen dengan 59,13% dari total wilayah Nusa Tenggara Barat. Potensi produksi dari area budidaya laut yang ada cukup besar mencapai 185.518 ton. Namun demikian, dari besarnya potensi tersebut, pemanfaatan area masih belum optimal yakni 73,26% atau ekuivalen dengan produksi 95.148 ton. Potensi rumput laut, terutama untuk jenis Kappaphycus alvarezii dan Gracillaria sp., mencapai 22,8 ribu hektar dengan potensi produksi tiap tahunnya ditaksir bisa mencapai kurang lebih 765 ton kering. Sementara hingga 2011 tingkat pemanfaatan areal masih di bawah 10 ribu hektar (BI 2011).

Jumlah produksi rumput laut di Nusa Tenggara Barat mengalami peningkatan mulai tahun 2009 memproduksi 147.251 ton, tahun 2010 memproduksi 162.411 ton dan pada tahun 2011 mengalami peningkatan yang cukup besar dimana memproduksi sebanyak 277.700 ton (KKPb 2011). Jenis

Kappaphycus alvarezii menjadi komoditas ekspor karena permintaan pasar sekitar 8 kali lebih banyak dari jenis lainnya (Sulistijo 2002).Sebagian besar rumput laut Indonesia masih diekspor sebagai bahan baku kering atau baru sebagian kecil diolah dalam bentuk bahan setengah jadi dan bahan jadi (Direktorat Jendral Perikanan Budidaya 2005). Penentuan kawasan budidaya rumput laut secara tepat merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha budidaya. Salah satu cara untuk menentukan lokasi yang baik untuk kegiatan budidaya rumput laut adalah menggunakan Penginderaan Jauh.

(12)

2

laut juga dapat digunakan untuk analisis daerah penangkapan ikan, kesesuaian pemilihan lahan untuk manajemen wilayah pantai dll.

Penentuan kawasan untuk dijadikan lokasi budidaya berdasarkan penelitian Ratnasari (2013) terbagi menjadi 3 kelas, yaitu S1 (sesuai), S2 (cukup sesuai) dan S3 (tidak sesuai). Kawasan S1 (sesuai) merupakan kelas pada lahan yang tidak memiliki faktor pembatas yang berarti untuk suatu keuntungan secara lestari. Hambatan tidak mengurangi produktivitas atau keuntungan yang diperoleh dan tidak akan meningkatkan masukan yang diperlukan sehingga melampaui batas-batas yang masih dapat diterima (Suwargana et al. 2006). Sehingga faktor-faktor lingkungan di kawasan tersebut harus berada dalam kisaran kriteria sesuai dari organisme yang akan dibudidayakan misalnya nilai arus, pH, suhu, salinitas, DO, keterlindungan dll. Hasil dari data penginderaan perlu dilakukan uji budidaya lebih lanjut. Oleh karena itu, akan dilakukan penanaman rumput laut

Kappaphycus alvarezii pada kawasan yang sesuai berdasarkan penginderaan jauh dan SIG di perairan Teluk Gerupuk, Nusa Tenggara Barat agar dapat diketahui hasil dari proses budidaya rumput laut tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan membuktikan kelayakan penanaman rumput laut

Kappaphycus alvarezii pada kawasan S1 (sesuai) di perairan Teluk Gerupuk, NTB berdasarkan penginderaan jauh dan SIG.

METODE

(13)

3

Gambar 1 Diagram alir penentuan lokasi budidaya rumput laut (Ratnasari 2013) Klasifikasi berdasarkan SNI (2010) dan Sulma et al. (2005) untuk masing-masing parameter kelas tersebut adalah sbb:

Tabel 1 Kriteria kesesuaian budidaya rumput laut

No Parameter Sesuai

1 Keterlindungan Terlindung Cukup terlindung Tidak terlindung SNI (2010) 2 Arus (m/s) 0,2-0,4 0,1≤ x <0,2 <0,1 & >0,4 SNI (2010)

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2013. Penanaman rumput laut dilaksanakan selama 45 hari mulai tanggal 2 Juli Tumpang susun (overlay)

(14)

4

Sebagai perbandingan dilakukan pengukuran bobot rumput laut milik petani yang ditanam pada titik koordinat 08o55’10,8’’ LS dan 116o21’24,3’’ BT. Analisa proksimat rumput laut dilakukan di Laboratorium Nutrisi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengolahan data penginderaan jarak jauh di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Pengukuran kualitas air dilakukan di Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok, Nusa Tenggara Barat. Berikut merupakan gambar posisi penanaman rumput laut di Perairan Teluk Gerupuk, Nusa Tenggara Barat pada lokasi yang sesuai berdasarkan penelitian Ratnasari (2013).

Gambar 2 Lokasi penanaman rumput laut (Ratnasari 2013)

Metode Penelitian

(15)

5 H2SO4 0,3 N, 10 ml H2SO4 pekat, 25 ml NaOH 1,5 N, akuades, 10 ml H2SO4 0,05 N, 2 tetes larutan indikator, 1 g katalis, 10 ml NaOH 30%, NaOH 0,05 N, 100 ml air panas, 25 ml aceton, kloroform/metanol, MgCl2 0,03 M.

Budidaya Kappaphycus alvarezii

Kegiatan penanaman rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan metode rawai (long-line method) disesuaikan dengan metode yang digunakan oleh nelayan rumput laut di sekitar Perairan Gerupuk. Kegiatan penanaman dilakukan selama 45 hari. Metode rawai merupakan metode yang paling banyak diminati karena fleksibel dalam pemilihan lokasi, biaya yang dikeluarkan lebih murah, jangka usia ekonomis lebih lama, proses pembuatannya juga lebih mudah bila dibandingkan dengan metode rakit serta pencahayaan yang diterima lebih banyak untuk proses metabolisme dan pertumbuhan tanaman lebih baik dibandingkan dengan metode tancap.

Persiapan penanaman

Persiapan pertama yang dilakukan, yaitu tali utama, pelampung utama dan pemberat yang akan digunakan untuk kegiatan budidaya rumput laut dibersihkan dari berbagai kotoran yang menempel seperti alga, tritip, lumut atau tali-tali bekas kegiatan budidaya sebelumnya. Berikut merupakan gambaran long-line yang digunakan untuk penanaman rumput laut.

Sumber: BBL Lombok

Gambar 3 Long-line

(16)

6

atau campuran dari batu, pasir dan semen. Masing-masing rata-rata mempunyai berat 150 kg dengan diameter 80 cm. Pemberat yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunkan jangkar. Setelah semua bersih, dilanjutkan dengan proses pengikatan pelampung dan jangkar di tali utama menggunakan tali tambang.

Apabila telah selesai, dilanjutkan dengan pengikatan bibit rumput laut.

Penanaman bibit

Bibit rumput laut ditanam di tali ris yang merupakan tali PE 4 mm dan panjang 51 meter, kelebihan panjang 1 meter digunakan untuk mengikat tali ris pada tali utama. Jarak antar tali ris satu dengan sisi selanjutnya yaitu ± 15 meter. Setiap jarak ± 15 meter diikatkan rumput laut menggunakan tali rafia. Penanaman rumput laut sebanyak 3 titik (A, B dan C) dengan pengulangan pada masing-masing titik sebanyak tiga kali (A1, A2, A3 dan seterusnya) yang berjarak masing-masing ± 50 cm. Berikut merupakan gambaran posisi titik penanaman rumput laut di long-line.

Sumber: Data pribadi

Gambar 4 Posisi penanaman titik rumput laut

Agar tali ris terapung, botol air mineral ukuran 600-1000 ml atau pelampung plastik menggunakan tali PE 2 mm setiap 5 meter. Hasil panen budidaya rumput laut baik kualitas maupun kuantitas ditentukan oleh kualitas bibit dan lingkungan di sekitar lokasi penanaman. Bibit rumput laut yang digunakan, yaitu jenis Kappaphycus alvarezii strain Tambalang merah diperoleh dari hasil budidaya sebelumnya di perairan sekitar perairan Teluk Gerupuk, Nusa Tenggara Barat. Dalam penyediaan bibit perlu diperhatikan sumber perolehan, cara penyimpanan dan pengangkutan bibit serta mutu yang baik dan tersedia dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan (Masita 2007).

(17)

7 tanpa ada cacat terkelupas. Bibit rumput laut yang terpilih tidak lebih dr 24 jam penyimpanan di tempat kering dan harus terlindung dari cemaran (terutama minyak), tidak boleh direndam air laut dalam wadah, penyimpanan yang baik adalah di air laut dalam jaring agar sirkulasi air terjaga sementara. Rumput laut ditanam pada kedalaman 25 cm dari permukaan.

Pemanenan

Setelah proses pemeliharaan selama 45 hari, rumput laut siap untuk dipanen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rusdani (2013) bahwa pemanenan dilakukan pada saat rumput laut dianggap cukup matang dengan kandungan polisakarida maksimum, yaitu setelah 6-8 minggu pemeliharaan. Rumput laut yang dipanen dimasukkan ke dalam karung untuk dibawa ke daratan. Setelah sampai di daratan rumput laut selanjutnya ditimbang untuk mengetahui bobot basahnya. Rumput laut kemudian dibersihkan apabila ada parasit atau tanaman pengganggu yang menempel dan diseleksi. Rumput laut yang telah selesai diseleksi dijemur selama 3-5 hari tergantung kondisi matahari di bawah terik matahari menggunakan para-para. Untuk menghindari tercampurnya rumput laut hasil panen dengan kotoran seperti pasir atau kerikil pada saat proses penjemuran maka dapat digunakan alas seperti para-para, terpal plastik dan lain-lain.

Selama penjemuran berlangsung, rumput laut dijaga agar terhindar dari air hujan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Masita (2007) agar menghasilkan rumput laut berkualitas tinggi, rumput laut dijemur di atas para-para dan tidak boleh ditumpuk. Rumput laut yang akan diambil karaginannya tidak boleh terkena air tawar (dapat merusaknya) karena air tawar akan melarutkan karaginan. Rumput laut yang telah kering ditimbang dengan menggunakan timbangan digital untuk mendapatkan data bobot kering. Kemudian setelah kering, rumput laut dimasukkan ke dalam karung plastik untuk dijual atau disimpan dalam gudang.

Metode Pengambilan Sampel

Sampling

Parameter yang diamati dalam penelitian ini, meliputi parameter lapang dan laboratorium. Jenis parameter yang diamati disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Parameter utama yang diamati

No. Jenis parameter Satuan Metode

1 Laju pertumbuhan spesifik Persen (%) Huisman (1987)

2 Bobot Gram (gr)

3 Kadar air Persen (%) AOAC (1970)*

4 Kadar kabohidrat Persen (%) Perhitungan*

5 Kadar protein Persen (%) Kjeldahl (1883)*

6 Kadar lemak Persen (%) Folch (1975)*

(18)

8

Sampel yang diambil dalam pengamatan di lapangan dan di laboratorium meliputi semua titik penanaman (A, B dan C). Sedangkan untuk data pembanding, dilakukan sampling pertumbuhan bobot pada rumput laut petani.

Pengukuran kualitas air

Kondisi lingkungan merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Diantaranya yaitu kesesuaian kondisi perairan dengan nilai parameter yang optimum untuk pertumbuhan rumput laut. Parameter kualitas air merupakan parameter penunjang dalam penelitian ini. Jenis parameter yang diamati dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Parameter kualitas air yang diamati

Parameter Alat ukur Satuan

Suhu Termometer digital oC

pH pH meter -

Salinitas Salinometer Ppt

DO DO meter mg/L

Fosfat Spektrofotometer mg/L

Nitrat Spektrofotometer mg/L

Amonia Spektrofotometer mg/L

Arus Floating dredge cm/dtk

Perhitungan dan Prosedur Analisis Data

Rumus Perhitungan

1. Laju pertumbuhan bobot harian (specific growth rate, SGR) dihitung dengan menggunakan rumus dari Huisman (1987) yaitu sebagai berikut:

SGR = - 1 x 100 % Ket:

SGR = Laju pertumbuhan bobot harian individu (%)

t

 = Bobot rata-rata pada waktu ke-t (gram/ekor)

o

= Bobot rata-rata pada waktu ke-0 (gram/ekor)

t = Periode pemeliharaan (hari)

2. Kadar karbohidrat dihitung menggunakan rumus (BDP 2011):

Kadar Karbohidrat = 100 % - (K. Protein + K. Lemak + K. Air + K. Abu) % 3. Kadar protein dihitung menggunakan rumus (Kjeldahl 1883 dalam BDP

2011):

(19)

9 Ket:

S = Sampel (gr)

(Vb-Vs) = Volume titrasi blanko-volume titrasi sampel (ml) F = Faktor koreksi 0,05 NaOH = 1

4. Kadar lemak dihitung menggunakan rumus (Folch 1975 dalam BDP 2011): � �� �� = X − XA x %

Ket:

X1 = Berat labu awal (gr) X2 = Berat labu akhir (gr) A = Sampel (gr)

5. Kadar air dihitung menggunakan rumus (AOAC 1970 dalam BDP 2011): � �� ��� =[ A + B − C]B x %

Ket:

A = Berat cawan awal (gr) B = Sampel (gr)

C = Berat cawan akhir (gr)

Analisis Data

Metode yang digunakan untuk analisa hasil berupa metode deskriptif, yaitu menjelaskan hasil dari analisa hasil yang didapat. Pengolahan data ditabulasi menggunakan Microsoft Excel. Alur penelitian yang meliputi penanaman di lokasi yang sesuai berdasarkan data penginderaan jauh hingga parameter yang diamati disajikan secara ringkas dalam Gambar 4.

Gambar 5 Skema prosedur penelitian Hasil GIS data

pengindraan jauh

Penanaman Analisa hasil

Pertumbuhan

Bobot panen

Bobot kering

Kualitas rumput laut kering

Kadar air

Protein

Kabohidrat

(20)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berikut ini merupakan grafik pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii selama proses pemeliharaan.

(a)

(b)

Gambar 6 Perumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii (a) rata-rata pertambahan bobot (b) Spesific Growth Rate

Berdasarkan Gambar 6a, terlihat bahwa penanaman di titik A mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan titik lainnya, sedangkan pertumbuhan yang terendah terdapat pada titik C. Berdasarkan Gambar 6b di atas, terlihat bahwa SGR tertinggi pada rumput laut si titik A, sedangkan SGR terendah terdapat pada titik C.

Berikut merupakan grafik hasil analisa proksimat rumput laut

Kappaphycus alvarezii dan dibandingkan dengan hasil penelitian Yulianingsih dan Tamzil (2007) di daerah Sulawesi Selatan, Madura dan Biak.

(21)

11

(a)

(b)

(c)

Gambar 7 Hasil proksimat rumput laut Kappaphycus alvarezii (a) karbohidrat (b) protein (c) lemak.

Berdasarkan Gambar 7a dan Gambar 7b, terlihat bahwa nilai karbohidrat dan nilai protein hasil penelitian (titik A, titik B dan titik C) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar karbohidrat dan kadar protein di daerah Sulawesi Sealatan, Madura dan Biak hasil penelitian Yulianingsih dan Tamzil (2007). Sedangkan berdasarkan Gambar 7c, terlihat bahwa nilai lemak hasil penelitian (titik A, titik B dan titik C) lebih rendah dibandingkan dengan kadar lemak di daerah Sulawesi Sealatan, Madura dan Biak hasil penelitian Yulianingsih dan Tamzil (2007).

Berikut merupakan hasil pengukuran kadar air rumput laut yang telah dijemur di bawah terik matahari (kering matahari).

(22)

12

Tabel 4 Kadar air rumput laut

No Sampel Kadar air rumput laut kering matahari (%)

1 titik A 27,34

2 titik B 26,27

3 titik C 26,15

Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa kadar air rumput laut kering matahari berkisar 26,15-27,34 %. Kadar air terendah terdapat pada titik C sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada titik A.

Berikut ini merupakan grafik hasil pengukuran parameter fisika perairan yang meliputi salinitas, suhu dan arus selama proses penanaman rumput laut

Kappaphycus alvarezii.

(a) (b)

(c)

Gambar 8 Grafik parameter fisik perairan (a) salinitas (b) suhu (c) arus Berdasarkan Gambar 8, terlihat bahwa nilai salinitas berkisar 32,75-34,6 ppt; nilai suhu berkisar 26,6-29,2 oC dan nilai arus berkisar 24-40 cm/detik.

Berikut ini merupakan grafik hasil pengukuran parameter kimia perairan yang meliputi pH, DO, amonia, nitrat dan fosfat selama proses penanaman rumput laut Kappaphycus alvarezii.

0 10 20 30 40 50

0 10 20 31

cm

/d

tk

(23)

13

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 9 Grafik parameter kimia perairan (a) DO (b) pH (c) amonia (d) nitrat (e) fospat

Berdasarkan Gambar 9, terlihat bahwa nilai nilai DO berkisar 4,8-6,4 mg/l; pH berkisar 7,99-8,9; nilai amonia berkisar 0,002-0,045 mg/l; nilai nitrat berkisar 1,0-2,0 mg/l dan nilai fosfat berkisar 0,03-0,19 mg/l.

(24)

14

Pembahasan

Pertumbuhan rumput laut merupakan perubahan bobot basah (biomassa) selama selang waktu tertentu, yang memerlukan cahaya matahari untuk membentuk sel dari substansi abiotik melalui proses fotosintesis (Sakdiah 2009). Berdasarkan hasil sampling pertumbuhan bobot pada tiap-tiap titik A, B dan C serta pada petani terlihat bahwa bobot rumput laut mulai terlihat bertambah mulai dari hari ke-10. Masita (2007) menyatakan bahwa secara umum bobot basah rumput laut pada kondisi yang normal dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan dan secara nyata dimulai pada minggu kedua sampai minggu ketujuh. Hal ini didukung oleh Salisbury dan Ross (1992) bahwa pada jaringan muda rumput laut, aktivitas sel diarahkan untuk pertumbuhan, yaitu melakukan pembelahan dan pembesaran sel. Berdasarkan Gambar 6b, terlihat bahwa nilai SGR pada masing-masing titik A, B dan C yaitu 3,89 %; 3,00 % dan 2,86 %. Rata-rata laju pertumbuhan harian sebesar 2,56%/hari rumput laut sudah dapat dilakukan pemanenan. Pertumbuhan rumput laut seperti halnya pertumbuhan

algae akan mengikuti pola pertumbuhan logistik (ekperimen maksimal), yaitu pada mulanya meningkat linear sampai tingkat maksimal mendekati plateau (Alamsjah et al. 2009).

Berdasarkan hasil pengukuran bobot basah panen didapatkan hasil di titik A 556,67 gram, titik B 383,33 gram dan titik C 360 gram serta pada petani 375 gram (Gambar 6a). Hasil bobot tersebut lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Iksan (2005) di daerah Maluku dengan bobot 700 gram, sedangkan lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Antara (2007) dan Masita (2007) di daerah Bali dengaan bobot 336,86 gram dan di Pulau Pari dengan bobot 180,5 gram (gambar dapat dilihat pada Lampiran 1). Rendahnya bobot rumput laut di Bali disebabkan oleh adanya tumbuhan epifit Chaetomorpha crassa sehingga timbulnya persaingan untuk memperoleh nutrisi. Rendahnya bobot rumput laut di Pulau Pari disebabkan oleh rumput laut yang terserang penyakit ice-ice. Hasil bobot saat penelitian lebih rendah dibandingkan hasil bobot saat dilakukannya penelitian Rusdani (2009) yang dilakukan di Teluk Gerupuk pada bulan yang sama Juli-Agustus namun pada tahun 2012 didapatkan bobot panen lebih dari 698 gram.

(25)

15 massa rumput laut yang semakin berat sehingga mudah rontok ketika terkena arus dan gelombang air.

Berdasarkan hasil pengukuran arus selama kegiatan budidaya, didapatkan hasil berkisar 25-40 cm/detik (Gambar 8c). Rusdani (2013) menyatakan arus dapat berpengaruh dalam kegiatan budidaya, baik pengaruh baik maupun pengaruh buruk. Pengaruh baiknya yaitu rumput laut memerlukan arus untuk membantu ketersediaan pasokan nutrien. Adapun pengaruh buruknya yaitu jika arus terlalu besar akan merusak rumput laut tersebut. Lokasi untuk budidaya K. alvarezii harus terlindung dari arus dan hempasan ombak yang besar (SNI 2010; Anggadiredja et al. 2006). Apabila hal ini terjadi, arus dan ombak akan merusak dan menghanyutkan tanaman (Anggadiredja et al. 2006). Hal ini sesuai dengan SNI (2010) menyatakan arus untuk rumput laut 20-40 cm/detik dengan kisaran optimum 20-30 cm/detik. Menurut As-syakur et al. (2010) di Pulau Lombok musim hujan mulai dari bulan Oktober hingga Maret sedangkan musim kemarau mulai bulan April hingga September. Di bulan Januari hujan cukup deras dan angin bertiup kencang hingga bulan Februari. Kemudian hasil dari pengukuran kondisi klimatologi dari penelitian Erlania (2013) menunjukan bahwa penanaman pada bulan Juni hingga bulan September termasuk waktu yang baik karena kecepatan angin yang stabil dan tidak terlalu tinggi dan curah hujan yang sangat rendah (gambar dapat dilihat pada Lampiran 2).

Berdasarkan hal tersebut dan berdasarkan wawancara dengan narasumber di lapangan, maka seharusnya penanaman pada bulan Juli termasuk musim kemarau dan angin tidak betiup kencang. Namun ternyata saat kegiatan dilakukan terjadi angin yang cukup kencang. Hal ini diduga disebabkan oleh perubahan cuaca yang tak menentu akhir-akhir ini. Neish (2003) menyatakan bahwa saat ini, permasalahan yang umumnya dihadapi dalam budidaya rumput laut jenis K. Alvarezii antara lain sulitnya memperoleh bibit yang berkualitas, kondisi cuaca yang berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi, kurangnya nutrien di perairan, serta serangan hama, penyakit ice-ice dan ikan-ikan pemakan rumput laut. Kecepatan arus merupakan faktor penentu lama waktu keberadaan substansi gas, unsur hara terlarut dan padatan partikel berada pada suatu habitat dan kolom air. Kecepatan arus secara tidak langsung menjadi penentu suplai unsur hara, pembersih/pengengkut padatan partikel yang dapat menempel pada rumput laut dan mengatasi kenaikan temperatur air laut yang tajam (Masita 2007).

Cahaya yang masuk ke dalam perairan, akan ditangkap oleh klorofil yang terdapat pada kloroplas tumbuhan (Alamsjah et al. 2009) dan mengakibatkan meningkatnya pertumbuhan (Hasil pengukuran kandungan klorofil rumput laut

Kappaphycus alvarezii dapat dilihat pada Lampiran 3). Fotosintesis merupakan proses metabolisme yang menggunakan energi cahaya tampak (visible light energy) untuk mengkonversi karbon anorganik (dalam bentuk CO2) dan air menjadi karbon organik (dalam bentuk karbohidrat) dan molekul oksigen (O2) (Diaz-Pulido & McCook 2008). Berikut merupakan proses reaksi fotosintesis (Erlania 2013):

nCO2 + 2nH2O + energi matahari (CH2O)n + nO2 + nH2O

klorofil

(26)

16

550 CO2 + 580 H2O + 30 HNO3 + H3PO4 (CH2O)550(NH3)30H3PO4 + 610 O2 Untuk menunjang pertumbuhan rumput laut diperlukan ketersediaan unsur hara seperti nitrogen dan fosfat dalam perairan tersebut. Masuknya unsur hara ke dalam jaringan tubuh rumput laut adalah dengan jalan proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian permukaan tubuh rumput laut. Bila proses difusi semakin sering terjadi, maka akan mempercepat proses metabolisme sehingga akan meningkatkan laju perumbuhan. Apabila perairan mengalami kekurangan unsur hara, maka akan mengakibatkan pertumbuhan rumput laut lambat dan tidak sehat. Semakin besar nilai pertumbuhannya, semakin meningkat juga kandungan nitrogen dalam tubuh rumput laut (Sakdiah 2009). Berdasarkan hasil pengukuran kadar nitrat pada long-line dan petani didapatkan kisaran nitrat 1,0-2,0 mg/L (Gambar 9d). Hasil ini cukup sesuai bila dibandingkan dengan SNI (2010) menyebutkan bahwa kadar nitrat untuk pertumbuahan rumput laut berkisar 1,0-3,2 mg/L dengan kisaran optimum adalah 1,5-2,5 mg/L. Kisaran amonia pada long-line 0,002-0,025 mg/L, sedangkan pada petani 0,003-0,045 mg/L. Nitrat dimanfaatkan oleh rumput laut untuk metabolisme dengan bantuan enzim nitrat reduktase yang dihasilkannya (Sakdiah 2009). Pospat merupakan unsur penting bagi semua aspek kehidupan terutama berfungsi dalam transformasi energi metabolik yang perannya tidak dapat digantikan oleh unsur lain (Masita 2007).

Fosfat dalam bentuk orto-fosfat memiliki korelasi positif dengan laju pertumbuhan, karena fosfat merupakan komponen penting penyusun Adenosin Trifosfat (ATP), yang nantinya ATP bersama dengan Nikotinamida Adenin Dinukleotida Fosfat Hidrogen (NADPH) menjadi sumber energi dalam pertumbuhan alga (Salisbury dan Ross 1992). Selain itu fosfat berfungsi memacu pertumbuhan dan mempercepat pembentukan spora rumput laut (Anam 2007). Berdasarkan hasil pengukuran fosfat selama proses pemeliharaan rumput laut

Kappaphycus alvarezii didapatkan hasil berkisar 0,04-0,19 mg/L (Gambar 9e). Sedangkan hasil pengukuran pada petani berkisar 0,03-0,06 mg/L. Hasil ini cukup sesuai apabila dibandingkan dengan kisaran fosfat menurut SNI (2010), yang menyatakan kisaran fosfat untuk pertumbuhan rumput laut adalah 0,021-0,1 ppm dengan kisaran optimum 0,050-0,075 ppm. Unsur hara (N dan P) diperlukan rumput laut untuk pertumbuhan, reproduksi dan pembentukan cadangan makanan berupa kandungan zat-zat organik seperti karbohidrat, protein dan lemak (Masita 2007). Unsur utama yang dibutuhkan oleh rumput laut adalah fosfor dalam bentuk fosfat (PO4) dan nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3) untuk kelangsungan hidupnya (Effendi 2000). Mizuta et al. (2002) menyebutkan, ada korelasi positif antara peningkatan nitrogen di perairan dengan konsentrasi klorofil-a dan fikoeritrin pada alga merah. Pertumbuhan rumput laut berhubungan dengan proses pembentukan dan pembelahan sel pada talus. Pembentukan talus tersebut diduga mempengaruhi proses metabolisme dinding sel. Pembentukan dinding sel yang meningkat menyebabkan material penyusun dinding sel juga meningkat.

(27)

17 salinitas tinggi karena berperan untuk menjaga keseimbangan ion dalam sel. Sehingga ada kecenderungan peningkatan produksi karaginan oleh rumput laut seiring dengan peningkatan salinitas atau stress lingkungan yang dialami (Goes dan Reis 2012). Kemudian Nio dan Banyo (2011) menyatakan ketika salinitas atau stress lingkungan lain meningkat, akan diikuti dengan peningkatan kandungan vitamin C, asam abisat, glisin-betain, total gula (polisakarida), prolin, polifenol dan sebagainya pada alga.

Berdasarkan hasil pengukuran suhu selama proses pemeliharaan rumput laut didapatkan hasil 26,7-29,2 oC. Sedangkan pengukuran suhu pada petani didapatkan hasil 26,6-28,9 oC (Gambar 8b). Persyaratan suhu perairan yang cocok untuk budidaya K. alvarezii berkisar antara 26-32 oC dan dengan fluktuasi suhu yang rendah antara malam dan siang hari (SNI 2010). Dengan demikian, suhu perairan selama proses penanaman tergolong sesuai/cocok untuk budidaya rumput. Berdasarkan hasil pengukuran DO, didapatkan hasil 4,8-6,4 mg/L. Sedangkan pengukuran DO pada petani didapatkan hasil 4,9-6,2 (Gambar 9a). Hasil ini sesuai dengan pernyataan SNI (2010) dimana DO optimum untuk rumput laut adalah 3-8 mg/L. Berdasarkan hasil pengukuran pH selama proses pemeliharaan rumput laut didapatkan hasil 7,99-8,9. Sedangkan pengukuran pH pada petani didapatkan hasil 8,00-8,9 (Gambar 9b). Hasil tersebut tidak berbeda jauh dari kisaran pH optimum yang disyaratkan untuk menunjang kelangsungan hidup K. alvarezii oleh SNI (2010), yaitu 7,0-8,5.

Kandungan kimia rumput laut yang bermanfaat antara lain adalah karbohidrat yang berupa polisakarida seperti agar, karaginan dan alginat; mineral; protein; lemak dan yodium (Somala 2002). Karbohidrat merupakan komponen terbesar terutama sebagai dinding sel dan sebagai jaringan intraseluler (Masita 2007). Rumput laut dapat dijadikan sumber gizi karena umumnya mengandung karbohidrat, protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam seperti natrium dan kalsium. Selain itu juga merupakan sumber vitamin seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12 dan vitamin C serta mengandung mineral seperti K, Ca, P, Na, Fe dan Iodium (Somala 2002). Berdasarkan hasil proksimat yang telah dilakukan didapatkan hasil kadar karbohidrat dan protein hasil dari penelitian yang dilakukan lebih tinggi dibandingkan kadar karbohidrat dan protein di daerah Sulawesi Selatan, Madura dan Biak hasil penelitian Yulianingsih dan Tamzil (2007) (Gambar 7a dan Gambar 7b).

Berdasarkan hasil proksimat pada kadar lemak, didapatkan hasil dari penelitian yang dilakukan lebih rendah dibandingkan dengan kadar lemak di daerah Sulawesi Selatan, Madura dan Biak hasil penelitian Yulianingsih dan Tamzil (2007) (Gambar 7c). Perbedaan hasil dari masing-masing lokasi diduga karena perbedaan kandungan perairan di masing-masing lokasi. Sehingga unsur-unsur di dalam perairan akan mempengaruhi pembentukan kandungan di thallus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yulianingsih dan Tamzil (2007) rumput laut hasil budidaya dari berbagai lokasi memiliki kualitas yang berbeda-beda,

mungkin disebabkan kualitas perairan yang berbeda pula. Nitrat merupakan salah

(28)

18

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Mengacu terhadap hasil pengukuran pertumbuhan, proksimat dan kisaran kualitas air yang baik dan mendukung, maka hasil penanaman rumput laut pada kawasan S1 (sesuai) di perairan Teluk Gerupuk, NTB berdasarkan penginderaan jauh dan SIG terbukti layak untuk dilakukannya penanaman rumput laut

Kappaphycus alvarezii.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai hasil karaginan dari penanaman rumput laut Kappaphycus alvarezii.

Sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya hasil karaginan tersebut untuk dijadikan komoditas ekspor.

DAFTAR PUSTAKA

Alam AA. 2011. Kualitas karaginan rumput laut jenis Eucheuma spinosum di Perairan Desa Punaga Kabupaten Takalar [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.

Alamsjah, Silviana dan Rachmawati. 2009. Pengaruh kombinasi pupuk kompos dan NPK terhadap pertumbuhan, jumlah klorofil a dan kadar air. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 1 (2): 169-178.

Anam M. 2007. Petunjuk Budidaya Polikultur Rumput Laut, Bandeng dan Udang di Tambak. Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Pasuruan. Hal 3.

Anggadireja J, A. Zatnika, H. Purwoto dan S. Istini. 2006. Rumput Laut. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Antara KL. 2007. Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii strain maumere dan strain sacol, serta Eucheuma denticulatum di perairan Desa Musi, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

As-syakur, Nuarsa dan Sunarta. 2010. Pemutakhiran Agroklimat Klasifikasi Oldeman di Pulau Lombok dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi.

Penelitian Masalah Lingkungan di Indonesia: 79-87.

Atkinson MJ, Smith SV. 1983. C:N:P ratios of benthic marine plant. Limnol. Oceanogr. 28 (3): 568-674.

(29)

19 BI [Bank Indonesia]. 2011. Potensi Kelautan NTB: Menjadi Lumbung Ikan Nasional. [diunduh 2013 Feb 13]. Tersedia pada: http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/75AA37E0-5945-4AAF-A44F258A0D E 9318C/10 623/Boks1.pdf. [13 Februari 2013]

BDP [Budidaya Perairan]. 2011. Buku Penuntun Praktikum Nutrisi Ikan. Bogor (ID): Departemen Budidaya Perairan. Institut Pertanian Bogor.

BSN [Badan Standarisasi Nasional]. 1998. Standar mutu rumput laut kering E. cottonii. BSN: Jakarta.

Diaz-Pulido G, McCook L. 2008. Macroalgae (seaweeds). In: Chin. A, (ed). The State of the Great Barrier Reef On-line. Great Barrier Reef Marine Park Authority. Townsville. 44p.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Jakarta (ID): Departemen Kelautan dan Perikanan.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2005. Program unggulan bidang perikanan budidaya. Jakarta (ID): Departemen Kelautan dan Perikanan. Effendi H. 2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisisus.

Erlania. 2013. Potensi budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii dan

Gracilaria gigas dalam penyerapan karbon [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Farid, Akhmad. 2008. Studi lingkungan perairan untuk budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) di Perairan Branta, Pamekasan, Madura. Jurnal Penelitian Perikanan. Vol. 11(1): 1-6.

Goes HG, Reis RP. 2012. Temporal variation of the growth, carrageenan yield and quality of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) cultivated at Sepetiba bay, southeastern Brazilian coast. Journal Appl Phycol. 24: 173-180.

Hamid A. 2009. Pengaruh berat bibit awal rumput laut (Eucheuma cottonii) terhadap laju pertumbuhan [Skripsi]. Malang (ID): Universitas Islam Negeri Malang.

Iksan KH. 2005. Kajian pertumbuhan, produksi rumput laut (Eucheuma cottonii), dan kandungan karaginan pada berbagai bobot dan asal thallus di perairan Desa Guruaping Oba Maluku Utara [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

KKPa [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2011. Proyeksi produksi Perikanan Budidaya [diunduh 2013 Sep 16]. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/3934/-PRODUKSI-RUMPUT-LAUT-LAMPAUI-TARGET/?category_id=

KKPb [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2011. Statistik Budidaya Laut [diunduh 2013 Feb 13]. Tersedia pada: http://statistik.kkp.go.id/index.php /statistik/c/7/0/0/0/Statistik-Budidaya-Laut/?pulau_id=3&provinsi_id=18& subentitas_id=44&view_data=1&tahun_start=2009&tahun_to=2011&tahu n =2012&filter=Lihat+Data+%C2%BB.

Masita N. 2007. Kajian pertumbuhan dan kandungan karaginan rumput laut

(30)

20

Mizuta M, Shirakura Y, Yasui H. 2002. Relationship between phycoerythrin and nitrogen content in Gloiopeltis furcata and Porphyra yezoensis. Algae. 17: 89-93.

Neish IC. 2003. The ABC of Eucheuma Seaplant Production: Agronomy, Biology and Crop-handling of Betaphycus, Eucheuma and Kappaphycus, The Gelatine, Spinosum and Cottonii of Commerce. Monograph No. 1-0703. SuriaLink Infomedia. 82p.

Nio SA, Banyo Y. 2011. Konsentrasi klorofil daun sebagai indikator kekurangan air pada tanaman. Jurnal Ilmiah Sains. 11: 166-173.

Ratnasari A. 2013. Penentuan kesesuaian lokasi budidaya rumput laut menggunakan penginderaan jauh dan SIG di Teluk Gerupuk, NTB [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rusdani MM. 2013. Analisa laju pertumbuhan dan kualitas karaginan rumput laut

Kappaphycus alvarezii yang ditanam pada kedalaman berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sakdiah M. 2009. Pemanfaatan limbah nitrogen udang vaname (Litopenaeus vannamei) oleh rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada sistem budidaya polikultur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Salisbury FB, Ross CW. 1992. Plant Physiology, 4th edition. Belmont (US): Wadsworth Publishing Co., A division of Wadsworth, Inc. 682p.

Samad F. 2011. Analisis kesesuaian lahan budidaya rumput laut menggunakan penginderaan jauh dan SIG di Taman Nasional Karimun Jawa [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[SNI 7579.2:2010] Standar Nasional Indonesia. 2010. Produksi Rumput Laut Kotoni (Eucheuma cottonii)-Bagian 2: Metode long-line. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Somala, Wawan. 2002. Pengaruh kelembaban udara terhadap mutu rumput laut kering tawar jenis Eucheuma cottonii selama penyimpanan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sulistijo. 2002. Penelitian budidaya rumput laut (Algae Makro/Seaweed) di Indonesia. Pidato Pengukuhan Ahli Peneliti Utama Bidang Akuakultur. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Sulma S, Hasyim B, Susanto A, Budiono A. 2005. Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pengembangan budidaya laut. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh. Kedeputian Bidang Penginderaan Jauh. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

Suwargana N, Sudarsono dan Siregar VP. 2006. Analisis lahan tambak konvensional melalui uji kualitas lahan dan produksi dengan bantuan penginderaan jauh dan SIG. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital 3(1): 1-13.

(31)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1 Grafik pertumbuhan rumput laut di daerah Maluku, Bali dan Pulau Pari.

Sumber: *Antara (2007); **Masita (2007); ***Iksan (2005)

Lampiran 2 Kondisi klimatologi perairan Teluk Gerupuk tahun 2012 (Erlania 2013)

y = 68.30e0.217x

R² = 0.940

y = 94.69e0.110x

R² = 0.802 y = 70.24e0.320x

R² = 0.978

0 100 200 300 400 500 600 700

0 1 2 3 4 5 6

B

ob

ot

(g

r)

Minggu

ke-Bobot Rumput Laut di Daerah Lainnya

(32)

22

Lampiran 3 Kandungan klorofil dan abu rumput laut Kappaphycus alvarezii

Lampiran 4 Dokumentasi

2,62484

2,90194

2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3

bibit panen

m

g

/l

sampel

klorofil

10,64

6,94

5,41

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00

A B C

kad

ar

ab

u

(

%

)

Titik

(33)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 1991. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Ashari Lubis dan Ibu Hj. Syafarida Nasution. Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 1996-1997 di TK Islam Tunas Harapan Jakarta. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1997-2003 di M.I Darun Najah Jakarta. Pendidikan SLTP ditempuh pada tahun 2003-2006 di SLTP Negeri 110 Jakarta. Pendidikan SMA ditempuh pada tahun 2006-2009 di SMA Negeri 47 Jakarta dan pada tahun 2009 diterima di IPB melalui jalur USMI pada program studi Teknologi dan Managemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi diantaranya HIMAKUA (Himpunan Mahasiswa Akuakultur) sebagai anggota divisi Olah Raga dan Kesenian pada tahun 2010/2011 serta sebagai anggota divisi Budaya, Olah Raga dan Seni pada tahun 2011/2012. Penulis juga mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan diberbagai acara diantaranya AQUAFEST (Aquaculture festival) sebagai anggota divisi konsumsi dan BDP-CUP 2012 sebagai penanggung jawab pertandingan basket. Penulis pernah menjadi Asisten mata kuliah Manajemen Kualitas Air tahun ajaran 2013/2014.

Penulis juga menghadiri beberapa seminar selama masa pekuliahan diantaranya International Scholarship Education Expo (2011), Cantik dan Elegan dengan Kepribadian Menawan (2011), Pekan Santri Berprestasi Nasional (2011) serta seminar lainnya. Penulis juga mengikuti magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dengan komoditas Udang Galah (Machrobrachium rosenbergii de Man) pada tahun 2011. Penulis juga mengikuti kegiatan IPB Goes to Field Program Induce Breeding pada Ikan Mas dan Ikan Tawes di Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011. Penulis juga mengikuti PKL di Balai Budidaya Laut (BBL) Batam dengan komoditas Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) pada tahun 2012.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penentuan lokasi budidaya rumput laut (Ratnasari 2013)
Gambar 2 Lokasi penanaman rumput laut (Ratnasari 2013)
Gambar 3 Long-line
Tabel 2 Parameter utama yang diamati
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel di atas diperoleh total skor aktivitas guru selama proses pembelajaran 15 poin dari 6 aktivitas yang diamati, sehingga didapatkan skor maksimum dari 6

Jenis fiber yang sering digunakan di bidang kedokteran gigi adalah fiber polyethylene, karena dapat meningkatkan kekuatan dan modulus elastistas material komposit,

; (2) Probabilitas pekerja sopir untuk berhenti kerja tidak berhubungan dengan jumlah pendapatan yang sudah di peroleh, sehingga NRH¿VLHQ SDUDPHWHU J juga diprediksikan

(İstendiği takdirde tezler, araştırma raporları, çalışma belgeleri, vb. gibi diğer tür yayınlar ve araştırma çıktıları da bu maddeye eklenebilir.). c) Ulusal ve

Berdasarkan pendapat ahli diatas dapat dikatakan bahwa dengan disiplin yang baik serta mampu mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas- tugas

E pistemology adalah pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh; apakah dari akal pikiran (aliran rasionalisme), dari

Rutekan kabel sinyal dari lemari baterai modular 1 melalui sisi kiri UPS (untuk lemari baterai modular yang berdekatan) atau melalui bagian belakang UPS (untuk lemari baterai

Belajar sesuai perkembangan yang ada sekarang ini lebih mengutamakan keaktifan peserta didik dalam mencari apa yang dia belum mengerti, sementara guru adalah