• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Tepung Daun Sirih (Piper Betle L.) Dalam Waktu Lama Untuk Mengatasi Mastitis Subklinis Dan Meningkatkan Produksi Susu Sapi Perah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Tepung Daun Sirih (Piper Betle L.) Dalam Waktu Lama Untuk Mengatasi Mastitis Subklinis Dan Meningkatkan Produksi Susu Sapi Perah"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN TEPUNG DAUN SIRIH (

Piper betle

L.) DALAM

WAKTU LAMA UNTUK MENGATASI MASTITIS SUBKLINIS

DAN MENINGKATKAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

DEDY SUPRIADIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul pengaruh pemberian tepung daun sirih (Piper betle L.) dalam waktu lama untuk mengatasi mastitis subklinis dan produksi susu sapi perah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)
(4)

RINGKASAN

DEDY SUPRIADIN. Pemberian Tepung Daun Sirih (Piper betle L.) Dalam Waktu Lama Untuk Mengatasi Mastitis Subklinis dan Meningkatkan Produksi Susu Sapi Perah. Dibimbing oleh ASEP SUDARMAN dan ANURAGA JAYANEGARA.

Mastitis merupakan salah satu penyakit yang membahayakan pada sapi perah. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan jumlah sel somatis, radang pada ambing (kelenjar mamae), rendahnya kualitas susu dan penurunan produksi susu pada sapi perah. Penggunaan antibiotik dalam mencegah dan mengobati mastitis subklinis memiliki kontribusi sebagai penyebab resistensi bakteri dan perpindahan residu dari ternak ke manusia. Antibakteri yang aman dibutuhkan untuk menggantikan penggunaan antibiotik sebagai feed aditif pada ternak ruminansia diantaranya daun sirih (Piper betle L.), tetapi kajian dalam alat pencernaan ruminansia belum banyak dilakukan menggunakan daun sirih. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mencari metode terbaik dari pemberian tepung daun sirih dalam jangka waktu lama untuk mengatasi mastitis subklinis dan produksi susu sapi perah.

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu : 1) Kajian in vivo pemberian tepung daun sirih (Piper betle L.) dalam waktu lama untuk mengatasi mastitis subklinis dan meningkatkan produksi susu sapi perah 2) Kajian in vivo pengaruh pemberian tepung daun sirih sejak awal laktasi terhadap produksi dan kualitas susu sapi perah. Kajian in vivo yang pertama digunakan 12 ekor sapi perah laktasi ke-2 sampai laktasi ke-4 dengan bulan laktasi normal (bulan ke-3 sampai ke-5) yang menderita mastitis subklinis berdasarkan identifikasi menggunakan reagen IPB-1. Ternak tersebut dikelompokkan kedalam 4 perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali dengan masa penelitian 15 minggu. Perlakuan yang diterapkan yaitu : P0 : Kontrol, tidak diberikan tepung daun sirih; P1 : Tepung daun sirih 2% pemberian setiap hari; P2 : Tepung daun sirih 2% pemberian selang seminggu; P3 : Tepung daun sirih 2% pemberian selang tiga minggu. Parameter yang diukur adalah produksi susu, komposisi susu, jumlah sel somatis, kadar immunoglobulinG (IgG) didalam susu, kadar glukosa dan kadar trigliserida di dalam plasma darah. Pada kajian in vivo ke-2 ternak yang digunakan adalah sapi perah Fries Holland laktasi ke-2 sampai ke-4 sebanyak 9 ekor yang dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diteliti yaitu: P0: Kontrol, tidak diberikan tepung daun sirih; P1: Pemberian tepung daun sirih setiap hari dengan taraf 2% dari konsentrat; P2: Pemberian tepung daun sirih berselang satu hari dengan taraf 2% dari konsentrat. Parameter yang diukur adalah jumlah sel somatis, produksi susu, kadar lemak, padatan tanpa lemak (solid non fat) dan kadar protein susu. Data produksi susu, komposisi susu, jumlah sel somatis, kadar immunoglobulinG didalam susu, kadar glukosa dan kadar trigliserida dianalisis berdasarkan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Sedangkan data produksi susu, jumlah sel somatis dan kadar lemak, padatan tanpa lemak (solid non fat) dan kadar protein susu dianalisis berdasarkan rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan.

(5)

perlakuan. Pemberian tepung daun sirih 2% selang seminggu menunjukkan nyata (P<0.05) menurunkan jumlah sel somatis dan meningkatkan produksi susu menjelang akhir laktasi. Penambahan tepung daun sirih 2% tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak, BK, BKTL, IgG, glukosa dan trigliserida, tetapi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar protein susu. Penambahan tepung daun sirih 2% pemberian selang tiga minggu cenderung menurunkan rataan kualitas susu. Dari hasil penelitian in vivo tahap 1 diperoleh metode terbaik yaitu penambahan tepung daun sirih 2% pemberian selang seminggu dapat menurunkan jumlah sel somatis dan meningkatkan produksi susu.

Dari hasil penelitian in vivo tahap 2 penambahan tepung daun sirih 2% dari total konsentrat, baik diberikan setiap hari atau pemberian selang satu hari, dapat meningkatkan produksi susu lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian tepung daun sirih. Jumlah sel somatis menurun dengan pemberian tepung daun sirih sehingga tidak terdeteksi mastitis subklinis pada akhir penelitian. Penambahan tepung daun sirih tidak mempengaruhi kualitas air susu.

(6)

SUMMARY

DEDY SUPRIADIN. Effect of Betel Leaf Meal (Piper betle L.) in a Long Time to Prevent Subclinical Mastitis and Milk Production of Dairy Cattle. Supervised by ASEP SUDARMAN and ANURAGA JAYANEGARA.

Subclinical mastitis is one of the dangerous disease in dairy cows. The disease is characterized by increasing in somatic cell counts, inflammation of the udder (mammary gland), poor quality of milk and reduction in milk production in dairy cows. The use of antibiotic to prevent and cure has contributied to emergence of antibiotic resistant bacteria and their transmission from livestock to human. An alternative antibacterial compound is needed to replace the use of antibiotic as feed additive such as betel leaf (Piper betle L.), but it must be investigated its effect on rumen fermentation condition before it is fed to mastitis cow. The purpose of this research was to investigate of betel leaf meal (Piper betle L.) in a long time to prevent subclinical mastitis and milk production of dairy cattle.

This research have of two stages: 1) in vivo study effect of betel leaf meal (Piper betle L.) in a long time to preven subclinical mastitis and effects on milk production of dairy cows 2) in vivo study effect of betel leaf meal since the beginning of lactation concerning production and quality of milk of dairy cows. The first in vivo studies used 12 lactating dairy cows 2-4 lactation stage with normal lactation months (months 3-5th) suffer from subclinical mastitis based identification using reagent IPB-1. The cows were grouped into 4 treatments and each treatment was repeated 3 times with 15-week study period. The treatments applied were as follows: P0: Control (without betel leaf meal as control); P1: betel leaf meal 2% given every day; P2: betel leaf meal 2% one week interval; P3: betel leaf meal 2% given in 3 weeks and 1 week was not given. Parameters measured were milk production, milk composition, somatic cell count, immunoglobulinG levels (IgG), level of glucose and triglycerides. The second used Fries Holland dairy cows 2-4 stage lactation, with total samples were 9 Fries Holland dairy cows which divided into 3 treatment groups and 3 replications. The treatments studied were: P0: Control (without betel leaf meal as control); P1: betel leaf flour 2% giving every day; P2: betel leaf flour 2% one week interval. Parameters measured were milk production, milk composition, somatic cell count, immunoglobulinG level (IgG), level of glucose and triglycerides. The data of milk production, milk composition, somatic cell count, immunoglobulinG level in milk, glucose and triglyceride level were analyzed by a completely randomized design with 4 treatments and 3 replications. While data of milk production, somatic cell counts and levels of fat, non-fat solids (solid non fat) and protein content of milk was analyzed by completely randomized design with 3 treatments and 3 replications.

(7)

the protein content. The addition of 2% betel leaf meal interval of 3 weeks preference to lower the average quality of the milk. From the research results first in vivo studies have the best methods is the addition of betel leaf meal 2% one week interval can reduce somatic cell counts and increase milk production.

It can be cancluded that addition of betel leaves meal 2% of the total concentrate, with supplementation daily or one day interval, can improve milk production higher than without the betel leaf meal. The number of somatic cells decreased by given of betel leaf meal found not detected subclinical mastitis. In the last of this study the addition of betel leaf meal did not affect the quality of milk.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

PEMBERIAN TEPUNG DAUN SIRIH (

Piper betle

L.) DALAM

WAKTU LAMA UNTUK MENGATASI MASTITIS SUBKLINIS

DAN MENINGKATKAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)

Judul Tesis : Pemberian Tepung Daun Sirih (Piper betle L.) dalam Waktu Lama Untuk Mengatasi Mastitis Subklinis dan Meningkatkan Produksi Susu Sapi Perah

Nama : Dedy Supriadin

NIM : D251120251

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Asep Sudarman, MRurSc Ketua

Dr Anuraga Jayanegara, SPt MSc Anggota

Diketahui oleh

Tanggal Ujian: 2 September 2016 Tanggal Lulus: Ketua Program Studi

Ilmu Nutrisi dan Pakan

Prof Dr Ir Yuli Retnani, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 sampai November 2014 ini ialah Pengaruh Pemberian Tepung Daun Sirih (Piper betle L.) dalam Waktu Lama untuk Mengatasi Mastitis Subklinis dan Meningkatkan Produksi Susu Sapi Perah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Asep Sudarman, MRurSc dan Bapak Dr Anuraga Jayanegara, SPt MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan yang sangat berharga. Kepada ibu Dr Ir Lilis Khotijah, MSi sebagai penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran untuk penyempurnaan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis juga sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, kementerian pendidikan dan kebudayaan yang telah memberikan bantuan penelitian melalui hibah strategis nasional tahun 2013. Selanjutnya, penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak H Mahfuddin yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian di peternakan sapi perah miliknya. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada kedua orangtua penulis atas segala do’a dan kasih sayangnya, istri tercinta dan pangeran kecilku yang setia menunggu Abi pulang, adek-adekku tercinta serta seluruh keluarga besar yang setiap saat mendoakan dan menyayangi penulis, semoga Alloh SWT senantiasa memberikan kesehatan dan limpahan rahmat kepada mereka semua. Kepada teman-teman INP 2012, teman-teman seperjuangan Asrama mahasiswa NTB-Bogor terima kasih atas kerja sama dan bantuanya selama ini, serta semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa ditulis satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

2 METODE 3

Pemberian Tepung Daun Sirih (Piper Betle L.) Pasca Puncak Produksi Dalam Waktu Lama Untuk Mengatasi Mastitis Subklinis

dan Meningkatkan Produksi Susu Sapi Perah 3

Waktu dan Lokasi Penelitian 3

Materi Penelitian 3

Prosedur Penelitian 3

Parameter yang diukur 4

Analisa data 6

Pengaruh Pemberian Tepung Daun Sirih Sejak Awal Laktasi Terhadap

Produksi Dan Kualitas Susu Sapi Perah. 6

Waktu dan lokasi penelitian 6

Materi Penelitian 7

Prosedur Penelitian 7

Parameter yang di ukur 7

Analisis Data 8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Pemberian Tepung Daun Sirih (Piper Betle L) Dalam Waktu Lama Untuk Mengatasi Mastitis Subklinis

dan Meningkatkan Produksi Susu Sapi Perah 9

Pengaruh Penambahan Tepung Daun Sirih Terhadap Jumlah Sel

Somatis Susu 9

Pengaruh Penambahan Tepung Daun Sirih Terhadap Komposisi

Susu 10

Pengaruh Penambahan Tepung daun Sirih Terhadap

ImmunoglobulinG (IgG) 12

Pengaruh penambahan tepung daun sirih terhadap kadar

Trigliserida 13

Pengaruh Penambagan Tepung Daun Sirih Terhadap Kadar

(14)

Pengaruh Penambahan Tepung Daun Sirih Terhadap Produksi

Susu 15

Pengaruh Pemberian Tepung Daun Sirih Sejak Awal Laktasi Terhadap

Produksi Dan Kualitas Susu Sapi Perah 17

Jumlah sel somatis dan kejadian mastitis 17

Produksi susu 18

Kadar Lemak Susu 19

Kadar Solid Non Fat (SNF) susu 20

Kadar Protein Susu 22

4 SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 27

RIWAYAT HIDUP 45

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah sel somatis (x1000 sel/ml) 9 2 Pengaruh penambahan tepung daun sirih terhadap rataan komposisi

susu (Lemak, Protein, BK dan BKTL) selama perlakuan (%). 11 3 Pengaruh perlakuan terhadap ImmunoglobulinG (µg/ml) 12 4 Pengaruh perlakuan terhadap trigliserida (µg/ml) 13 5 Pengaruh perlakuan terhadap glukosa darah sapi perlakuan 14 6 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah sel somatis (SJJ) (x1000 sel/ml) 17 7 Pengaruh perlakuan terhadap kadar lemak susu (%) 19 8 Pengaruh perlakuan terhadap Solid Non Fat (%) 21 9 Pengaruh perlakuan terhadap kadar protein susu (%) 22

DAFTAR GAMBAR

1 Pola produksi susu selama penelitian dari setiap kwartir yang terinfeksi

mastitis subklinis 15

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rataan produksi susu selama perlakuan dari kwartir yang

terdeteksi mastitis subklinis 27

2 Analisis Ragam SCC 0 Minggu 28

3 Analisis Ragam SCC 7 Minggu 28

4 Analisis Ragam SCC 15 Minggu 28

5 Analisis Ragam Lemak Susu 29

6 Analisis Ragam Protein Susu 30

7 Analisis Ragam Bahan Kering Susu 30

8 Analisis Ragam Bahan Kering Tanpa Lemak susu 31

9 Analisis Ragam produksi susu minggu 1 31

10 Analisis Ragam produksi susu minggu 2 31

11 Analisis Ragam produksi susu minggu 3 32

12 Analisis Ragam produksi susu minggu 4 32

13 Analisis Ragam produksi susu minggu 5 32

14 Analisis Ragam produksi susu minggu 6 33

15 Analisis Ragam produksi susu minggu 7 33

16 Analisis Ragam produksi susu minggu 8 33

17 Analisis Ragam produksi susu minggu 9 34

18 Analisis Ragam produksi susu minggu 10 34

19 Analisis Ragam produksi susu minggu 11 34

20 Analisis Ragam produksi susu minggu 12 35

21 Analisis Ragam produksi susu minggu 13 35

22 Analisis Ragam produksi susu minggu 14 35

23 Analisis Ragam produksi susu minggu 15 36

24 Analisis Ragam kadar Glukosa 39

25 Analisis Ragam Kadar Trigliserida 40

26 Analisis Ragam IgG 40

27 Analisis Ragam SCC pada awal penelitian 40

28 Analisis Ragam SCC pada akhir penelitian 41

29 Analisis Ragam kadar lemak awal penelitian 41

30 Analisis Ragam kadar lemak akhir penelitian 42

31 Analisis Ragam kadar SNF awal penelitian 43

32 Analisis Ragam kadar SNF akhir penelitian 43

33 Analisis Ragam kadar protein awal penelitian 43

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mastitis merupakan salah satu penyakit yang membahayakan pada sapi perah. Penyakit ini di tandai dengan peningkatan jumlah sel somatis, radang pada ambing (kelenjar mamae), rendahnya kualitas susu dan penurunan produksi susu pada sapi perah. Kasus mastitis pada sapi perah sangat tinggi terutama mastitis subklinis. Sampai saat ini kasus mastitis pada sapi perah masih menjadi masalah yang dihadapi oleh peternak, baik pada paternakan sapi perah rakyak maupun industri sapi perah. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan secara khusus terhadap susu karena kejadian mastitis subklinis tidak menunjukkan gejala sakit tetapi terjadi penurunan produksi susu dan kualitas susu yang banyak tidak diketahui oleh para peternak.

Penyakit ini dikenal dengan istilah penyakit multifaktor yang cenderung disebabkan oleh interaksi antara agen penyebab (bakteri), inang (host) dan lingkungan (Rodrigues et al. 2005). Manifestasi penyakit mastitis pada sapi perah dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: mastitis klinis (MK) dan mastitis subklinis (MSK) (Hirst et al. 1985). Sebagaian besar peternak lebih mengenal mastitis yang bersifat klinis, karena gejala-gejalanya terlihat nampak jelas secara kasat mata dan ditandai dengan perubahan bentuk ambing yang tidak lazim seperti membesar, panas, berwarna merah, dan nyeri. Sedangkan untuk mastitis subklinis mereka belum begitu paham karena tidak tampak tanda tanda klinisnya, akan tetapi terjadi penurunan produksi dan kualitas susu sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh infeksi penyakit tersebut.

Kasus mastitis terutama mastitis subklinis di Indonesia pada tahun 2006 sekitar 75%-83% (Sudarwanto et al. 2006) dan kemungkinan akan terjadi peningkatan terus dari tahun ke tahun. Kasus ini mengindikasikan bahwa usaha pengendalian yang standar baik dari pemerintah, koperasi maupun individu peternak. Hampir 70% kerugian akibat penurunan produksi susu disebabkan mastitis subklinis.

Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh penyakit mastitis subklinis sangat berdampak pada produksi susu dan kualitas susu yang dihasilkan sehingga akan mempengaruhi tingkat pendapatan peternak. Mastitis subklinis merupakan mastitis yang paling umum terjadi, yaitu kira-kira 15-40 kali lebih banyak dibandingkan dengan mastitis klinis (Hurley dan Morin 2000). Sebagian besar kejadian mastitis di Indonesia merupakan mastitis subklinis (Wibawan et al.1995). Faktor penting yang mempengaruhi penyebaran mastitis pada peternakan adalah terdapatnya mikroorganisme patogen dalam kuartir (puting susu) yang terinfeksi.

Penanganan mastitis langsung dilakukan dengan pemberian antibiotik. Akan tetapi, penggunaan antibiotik yang kurang tepat menyebabkan residu antibiotik pada air susu yang dikonsumsi sehingga memicu terjadinya reaksi alergi, resistensi terhadap antibiotik dan mempengaruhi kualitas susu.

(18)

2

Penggunaan antibiotik untuk pengendalian mastitis dianggap bukan solusi yang ideal karena ada waktu tunggu (withdrawal time) setelah antibiotik diberikan ke ternak selama 10 hari sebelum susu dapat dijual kembali dan adanya residu antibiotik (Sudarwanto 2006). Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah bahan herbal yang aman dan alami untuk ternak dan manusia diantaranya adalah daun sirih (Piper Betle L.).

Daun sirih (Piper Betle L.) sudah dikenal sejak lama di Indonesia. Hampir semua bagian tanaman sirih dapat digunakan sebagai obat, tetapi yang paling banyak digunakan adalah daunnya. Daun sirih mengandung betlephenol dan kavikol yang memiliki daya mematikan kuman, antioksidan, dan fungisida. Selain itu, daun sirih juga membantu dalam mengobati gangguan pencernaan, pendarahan, dan menyembuhkan luka (Muhlisah 2008). Hal ini menghantarkan peluang penggunaan daun sirih dalam ransum sapi perah yang dapat menekan dan membunuh berbagai bakteri penyebab mastitis seperti Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp.

Daun sirih merupakan salah satu dari 13 jenis tumbuhan yang memiliki aktivitas antibakteri paling tinggi (Soewondo et al. 1991). Yamin (2013) melaporkan, bahwa penambahan tepung daun sirih 2% dalam konsentrat sapi perah selama 3 minggu dapat mengobati mastitis subklinis yang diindikasikan dengan rendahnya jumlah sel somatis pada air susu. Pemberian pada level 2% tepung daun sirih adalah yang terbaik untuk mengobati mastitis, meningkatkan produksi, dan kualitas susu. Hasil dari percobaan in vivo Yamin (2013) menjadi acuan untuk percobaan in vivo, untuk dapat mengkaji lebih lanjut kemampuan daun sirih dalam mengobati dan mencegah mastitis khususnya mastitis subklinis di peternakan rakyat. Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi mengenai pengaruh penggunaan tepung daun sirih dalam waktu lama sebagai feed additive dalam mencegah dan mengobati mastitis subklinis pada peternakan sapi perah.

Tujuan Penelitian

(19)

3

2

METODE

Penelitian ini terdiri atas 2 tahapan yaitu : 1) Pemberian tepung daun sirih (Piper betle L.) dalam waktu lama untuk mengatasi mastitis subklinis dan produksi susu sapi perah; 2) Pengaruh pemberian tepung daun sirih sejak awal laktasi terhadap produksi dan kualitas susu sapi perah. Pada tahap pertama dilakukan pengamatan selama 15 minggu dan analisis komposisi susu meliputi jumlah sel somatis, lemak, protein, bahan kering dan bahan kering tanpa lemak, kadar immunoglobulinG (IgG), glukosa dan trigliserida. Pemberian tepung daun sirih pada tahap pertama diberikan 2% dari total bahan kering (BK) dengan tidak merubah pakan yang diberikan peternak. Penelitian tahap kedua dilakukan pengamatan selama 12 minggu, pemberian tepung daun sirih 2% pada konsentrat. Variabel yang di ukur yaitu : jumlah sel somatis, produksi susu, kadar lemak, solid non fat (SNF) dan kadar protein susu.

Penelitian I : Pemberian Tepung Daun Sirih (Piper Betle L.) Pasca Puncak Produksi Dalam Waktu Lama Untuk Mengatasi Mastitis Subklinis

dan Meningkatkan Produksi Susu Sapi Perah

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Desember 2013. Lokasi penelitian dilaksanakan di peternakan sapi perah rakyat di daerah Kebun Pedes, Bogor dan analisis kualitas susu dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Mikrobiologi Medik Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian

Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pipet breed, kertas cetakan atau pola bujur sangkar seluas 1 x 1 cm2, paddle, gelas ukur, gelas objek, kawat ose (berujung siku-siku), bunsen, erlenmeyer, pipet, sentrifuse, mikroskop (objektif 100x), timbangan, ember, botol sampel, box sampel, penangas air panas 65oC, alat tulis. Bahan yang digunakan tepung daun sirih (feed additif) yang telah dikeringkan dan ditepungkan (simplisia), sapi perah menderita mastitis subklinis, pakan (rumput lapangan, rumput gajah, kulit tongkol jagung, ampas tahu, ampas tempe dan konsentrat), Reagen IPB-1, butirometer, H2SO4, alkohol, IgG

peroksidase, Phosphate buffered saline twen (PBST), anti IgG Bovin.

Prosedur Penelitian

(20)

4

a) P0 : Tepung daun sirih 0 %

b) P1 : Tepung daun sirih pemberian setiap hari

c) P2 : Tepung daun sirih pemberian selang satu minggu

d) P3 : Tepung daun sirih pemberian 1 minggu tidak diberi tiga minggu

Parameter yang diukur Produksi Susu

Produksi susu diukur setiap 1 minggu sekali selama penelitian, pengukuran susu dilakukan pada setiap kwartir. Pemerahan susu dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 03.30 pagi WIB dan Sore hari pukul 14.30 WIB.

Pengujian Komposisi Air Susu

Pengujian komposisi air susu dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan tepung daun sirih terhadap kualitas susu sebab penyakit mastitis dapat menurunkan kualitas dari air susu. Pengujian meliputi kadar lemak, kadar protein, kadar bahan kering, dan bahan kering tanpa lemak.

Kadar lemak susu diukur dengan menggunakan metode Gerber (Sanjaya et al. 2009). Sebanyak 10 ml H2SO4 pekat (91–92 %) dimasukkan ke dalam tabung

butirometer, melalui dinding tabung tersebut, secara perlahan-lahan dimasukkan susu sebanyak 10.75 ml, kemudian ditambahkan 1 ml alkohol. Tabung ditutup dengan sumbat karet kemudian dikocok dengan memutar seperti angka delapan sampai homogen. Selanjutnya tabung disentrifuse selama 3 menit dengan putaran 1200 rpm, kemudian direndam dalam penangas air panas 65 oC selama 5 menit. Kadar lemak susu dibaca pada skala butirometer dalam satuan persen.

Terdapat korelasi antara kadar lemak dan kadar protein susu, maka perhitungan kadar protein susu dapat dihitung jika kadar lemak diketahui dengan rumus sebagai berikut (Sanjaya et al. 2009) :

Keterangan : L = Kadar lemak (%)

Kadar bahan kering (BK) susu dihitung dengan persamaan Fleischmann (Sanjaya et al. 2009) diperlukan data kadar lemak dan berat jenis susu 27.5 oC. Rumus yang digunakan adalah:

[

]

(21)

5 Kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL) susu dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Perhitungan Sel Somatis

Perhitungan sel somatis dilakukan untuk mengetahui jumlah sel somatis dari pengaruh perlakuan yang diberikan, sehingga dapat diketahui efektivitas dari tepung daun sirih dalam mengurangi jumlah sel somatis dalam susu sebagai indikator adanya infeksi bakteri penyebab mastitis subklinis. Metode Breed dilakukan dengan mengambil 0.01 ml sampel susu (menggunakan pipet Breed), disebarluaskan di atas bidang 1 cm2 (di atas gelas objek bebas lemak). Preparat ditunggu kering, lalu difiksasi di atas nyala api. Selanjutnya diwarnai dengan pewarnaan Breed. Setelah dikeringkan, jumlah sel somatis dapat dihitung dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran 1000 x (Sudarwanto dan Sudarnika 2008).

Pengujian Konsentrasi ImmunoglobulinG

Pengukuran konsentrasi immunoglobulinG di lakukan pada akhir peneliatian dengan tujuan untuk mengetahui adanya peningkatan level IgG dari selama perlakuan tepung daun sirih. Konsentrasi immunoglobulin diuji dengan metode ELISA (Burgess 1995). Plate dicoating dengan anti IgG Bovine 1: 15000 dalam buffer bicarbonate pH 9.6, selajutnya diinkubasi semalam pada temperature 4 oC. masing-masing sumuran di cuci empat kali dengan 300 µl 0,1% Phosphate buffered saline tween (PBST) 20, kemudian dibloking dengan 0,5 % skim milk sebanyak 100 µl PBS, kemudian di inkubasi 1 jam pada temperature 37 oC, kemudian di cuci empat kali dengan 300 µl 0,1% PBST 20. Selanjutnya, ditambahkan sampel yang telah diencerkan (1:100, 1 : 500 dan 1 : 1000 dalam PBS), sebagai blangko digunakan PBS. Setelah itu, diinkubasi pada temperature 37 oC selama 1 jam. Setelah itu, dicuci 4 kali dengan 300 µl 0,1% PBST 20. Selanjutnya, ditambahkan substrat dan diinkubasi selama 1 jam. Hasil dibaca dengan mikroplat reader pada panjang gelombang 450 nm.

Analisis Glukosa

Analisis kadar glukosa dilakukan menggunakan metode GOD-PAP, sesuai dengan petunjuk kerja KIT nomor catalog 676543 (Mannheim, 1998) yang diukur melalui spectronic 21 spectrophotometer. Plasma darah dipipet ke dalam tabung sentrifuge 0.1 dan 1 ml URAC, diaduk kemudian disentrifuse pada kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Supernatant yang jernih diambil 0.1 ml untuk dianalisis. Dibuat larutan reagen dengan mencelupkan satu batang reagen strip ke dalam larutan penyangga selama 5 menit, lalu dikeluarkan dan dibuang reagen strip tersebut.

(22)

6

di ukur pada panjang gelombang 510 nm. Kadar glukosa darah diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Dimana : C = Kadar glukosa darah. A sampel = Nilai absorban sampel. A standar = Nilai absorban standar.

Analisis Trigliserida

Diambil 0.01 ml serum darah, lalu dicampurkan dengan I ml reagen (kit). Setelah itu diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit, kemudian dibaca absorbansinya pada 546 nm. Perhitungan kadar trigliserida dilakukan dengan menggunakan rumus :

Analisa data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam, dianalisis berdasarkan rancangan acak lengkap. Jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Gasperz 1994). Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y j µ τ ε j

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan untuk perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum

αi = Efek dari perlakuan ke-i

εij = Galat dari satuan percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Penelitian II : Pengaruh Pemberian Tepung Daun Sirih Sejak Awal Laktasi Terhadap Produksi Dan Kualitas Susu Sapi Perah.

Waktu dan lokasi penelitian

(23)

7

Materi Penelitian

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah (peranakan fries Holland) laktasi ke-2 sampai dengan ke-4 sebanyak 9 ekor yang dibagi dalam 3 kelompok perlakuan dan 4 ulangan. Pemberian pakan dan pemerahan susu dilakukan pagi dan sore hari sesuai dengan yang dilakukan peternak. Produksi susu di ukur sekali seminggu. Kejadian mastitis subklinis dideteksi menggunakan reagen IPB-1 dan menghitung jumlah sel somatis dilakukan pada awal dan akhir penelitian.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung daun sirih (Piper betle L.), sapi perah, pakan (rumput,ampas tahu, ampas tempe dan konsentrat), reagen IPB-1, butirometer, H2SO4, alkohol, phosphate buffered saline

tween (PBST), alat yang digunakan adalah paddle, gelas ukur, ember, timbangan.

Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini metode pemberian tepung daun sirih yang dilakukan adalah berdasarkan hasil terbaik dari penelitian sebelumnya (Yamin, 2013), perlakuan yang diterapkan :

P0 : Kontrol, tidak diberi daun sirih

P1 : Tepung daun sirih 2 % pemberian setiap hari P2 : Tepung daun sirih 2 % pemberian diselangi sehari

Parameter yang di ukur

Produksi susu diukur sekali seminggu selama penelitian, pemerahan susu dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Susu diperah pada setiap putting diukur dan dicatat. Parameter yang diamati diantaranya ; jumlah sel somatis, produksi susu, solid non fat (SNF), dan kadar protein susu,

Perhitungan Sel Somatis

Perhitungan sel somatis dilakukan untuk mengetahui jumlah sel somatis dari pengaruh perlakuan yang diberikan, sehingga dapat diketahui efektivitas dari tepung daun sirih dalam mengurangi jumlah sel somatis dalam susu sebagai indikator adanya infeksi bakteri penyebab mastitis subklinis. Metode Breed dilakukan dengan mengambil 0.01 ml sampel susu (menggunakan pipet Breed), disebarluaskan di atas bidang 1 cm2 (di atas gelas objek bebas lemak). Preparat ditunggu kering, lalu difiksasi di atas nyala api. Selanjutnya diwarnai dengan pewarnaan Breed. Setelah dikeringkan, jumlah sel somatis dapat dihitung dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran 1000 x (Sudarwanto dan Sudarnika 2008).

Analisa Komposisi Susu (kadar lemak, protein dan SNF)

Kadar lemak susu diukur dengan menggunakan metode Gerber (Sanjaya et al. 2009). Sebanyak 10 ml H2SO4 pekat (91–92 %) dimasukkan ke dalam tabung

(24)

8

sampai homogen. Selanjutnya tabung disentrifuse selama 3 menit dengan putaran 1200 rpm, kemudian direndam dalam penangas air panas 65 oC selama 5 menit. Kadar lemak susu dibaca pada skala butirometer dalam satuan persen.

Terdapat korelasi antara kadar lemak dan kadar protein susu, maka perhitungan kadar protein susu dapat dihitung jika kadar lemak diketahui dengan rumus sebagai berikut (Sanjaya et al. 2009) :

Keterangan : L = Kadar lemak (%)

Mengukur kadar solid non fat (SNF) menggunakan alat Lactoscan Milk Analizer MCC50 Serial number 0403. tata urut kerjanya yaitu : 1. Susu dihomogenkan dengan cara mengaduk susu dengan sendok pengaduk, 2. Susu dimasukkan kedalam backer glass sebanyak 25 ml; 3. Memasukkan tabung yang berisi susu pada ujung jarum yang merupakan bagian alat Lactoscan; 4. Tombol ok pada alat ditekan dan sampel di sedot masuk ke dalam alat; 5. Tombol ok pada alat ditekan lagi dan akan di tampilkan data lemak (fat), BJ (density), laktosa (lactosa), solid non fat (NDF), solids, protein dan added water.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (Steel and Torrie, 1983) berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) sesuai dengan prosedur Hanafiah (1994). Jika terdapat perbedaan yang nyata diujilanjut dengan uji Duncan (Gasperz, 1994), dengan model matematika:

Y j μ τ ɛij

Keterangan:

Yij : Nilai percobaan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i : Nilai tengah (rata-rata)

τi : Pengaruh perlakuan ke-i

ɛijk : Pengaruh galat ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i I : Perlakuan imbangan yang berbeda (1,2,3)

J : Ulangan (1,2,3,4)

(25)

9

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian I : Pemberian Tepung Daun Sirih (Piper Betle L) Pasca Puncak Produksi Dalam Waktu Lama Untuk Mengatasi Mastitis Subklinis dan

Meningkatkan Produksi Susu Sapi Perah

Pengaruh Penambahan Tepung Daun Sirih Terhadap JSS Susu

Hasil yang diperoleh memiliki pengaruh yang positif terhadap penurunan jumlah sel somatis susu. Pengaruh perlakuan tepung daun sirih 2% dari total konsentrat terhadap jumlah sel somatis pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1. Peningkatan sel somatis merupakan salah satu indikator untuk memantau kesehatan kelenjar ambing dan status mastitis. Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan tepung daun sirih terhadap jumlah sel somatis menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap jumlah sel somatis pada minggu terakhir perlakuan. Jumlah sel somatis pada kontrol (P0) mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah sel somatis +17.22% pada akhir penelitian. Pemeriksaan awal pada perlakuan P2 menunjukkan jumlah sel somatis sebesar 5295 x 103 sel/ml dan mengalami penurunan sebesar 670 x 103 sel/ml (-87.35%) pada pertengahan penelitian hingga 150 x 103 sel/ml (-97.17%) pada akhir perlakuan. Sedangkan pada perlakuan P1 dan P3 juga mengalami penurunan masing-masing -95.74% dan -89.03% pada akhir perlakuan.

Tabel 1 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah sel somatis (x1000 sel/ml) Perlakuan pemberian setiap hari, P2=tepung daun sirih pemberian selang satu minggu, P3=tepung daun sirih pemberian 1 minggu dan tidak diberi tiga minggu. . a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama

tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)

(26)

10

Menurut Jenie et al (2001) dan Duke (2002), dalam daun sirih dapat ditemukan bahan kimia yang mempunyai aktivitas antibakteri yaitu ; kavikol, kavibetol, tannin, eugenol, karvakrol dan kariofilene. Sedangkan menurut Nalina dan Rahim (2006), dalam daun sirih selain terdapat hidroksikavikol juga mengandung asam stearat dan palmitat yang mempunyai aktivitas antimikroba. Minyak atsiri pada ekstrak daun sirih mengandung senyawa fenolik dan terpenoid yang berfungsi sebagai anti mikroba karena adanya gugus OH yang bersifat racun terhadap mikroba (Harapin 1996). Daya kerja dari senyawa fenol sebagai senyawa antimikroba adalah dengan membentuk ikatan pada permukaan sel kemudian berpenetrasi kedalam sel sasaran dengan cara difusi pasif untuk bakteri Gram positif ataupun untuk bakteri Gram negatif adalah dengan mengganggu ikatan hidrofobik (Buck 2001). Pada konsentrasi rendah fenolik akan mempengaruhi membrane sel sedangkan pada konsentrasi lebih tinggi akan dapat masuk ke dalam menyerang sitoplasma sel bakteri. Fenolik akan menempel pada membrane sel dan menjadi bagian dari membran sel tersebut sehingga akan menyebabkan terganggunya lapisan fosfolipid dari membran sel bakteri (Kim et al 1995).

Penelitian Yang dan Cheng (1997), ekstrak daun sirih mempunyai kemampuan menghambat terhadap bakteri Streptococcus salivarius, S. sanguis, S. mutans; Neisseria sp; Salmonella sp; Staphylococcus aureus; Yersinia enterocolitica dan Listeria monocytogenes. Sedangkan Jenie et al (2001) memperoleh hasil bahwa ekstrak daun sirih hijau dapat menghambat bakteri patogen makanan yaitu B. cereus, S. aureus, S. Typhimurium, E. coli dan L. monocytogenes. Shitut et al (1999), ekstrak daun sirih mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio cholera ogawa, Staphylococcus aureus, Diplococcus pneumonia dan Klebsiella aerogenes.

Jumlah sel somatis dalam susu sangat tinggi pada awal laktasi hingga minggu ke-5 dan ke-6 setelah melahirkan, selanjutnya sel somatis mengalami penurunan dan kembali normal hingga minggu ke-30 sampai ke-33, jumlah sel somatis kembali mengalami peningkatan pada minggu ke-36 sampai ke-41 atau saat akan memasuki masa kering kandang (Nielsen et al 2009). Penambahan tepung daun sirih 2% dari total konsentrat selama 15 minggu pada penelitian ini mampu menurunkan jumlah sel somatis dan mempertahankan produksi susu dalam waktu lama sebelum masa kering kandang.

Pengaruh Penambahan Tepung Daun Sirih Terhadap Komposisi Susu

Perlakuan metode pemberian tepung daun sirih pada sapi yang menderita mastitis subklinis memperlihatkan perubahan rataan kandungan lemak (Tabel 2). Komposisi lemak susu berbeda nyata (P<0.05) di antara perlakuan. Kadar lemak susu kontrol (2.29) tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian tepung daun sirih P1 dan P2 (2.71 dan 2.47). Sedangkan perlakuan P3 nyata lebih rendah dari perlakuan lainnya. Perlakuan P3 yang diberikan 2% tepung sirih selang 3 minggu cenderung menurunkan rataan kandungan lemak susu.

(27)

11 Produksi susu berkorelasi negatif dengan kadar lemak susu sehingga peningkatan produksi susu akan mengurangi kadar lemak susu (Akers 2002). Kondisi ternak menderita mastitis subklinis, selain mengalami penurunan produksi susu, kadar lemak dan protein yang dihasilkan juga akan mengalami penurunan akibat dari peningkatan aktifitas enzim lipase dan protease (Ruegg 2001; sudarwanto dan sudarnika 2006).

Tabel 2 Pengaruh penambahan tepung daun sirih terhadap rataan komposisi susu (Lemak, Protein, BK dan BKTL) pada akhir perlakuan (%).

Perlakuan Parameter nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda a Duncan)

Kandungan protein juga tidak berpengaruh nyata dengan penambahan tepung daun sirih (Tabel 2) dibandingkan dengan kontrol (P0). Namun ditinjau dari rataan dari setiap perlakuan, perlakuan P1 cenderung lebih tinggi (2.94) di bandingkan dengan kontrol (3.40) dan diikuti oleh perlakuan P1 dan P3 (2.63 dan 2.43). Perlakuan P1 dan P3 lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Badan standar nasional (SNI) 01-3141-1998 tentang syarat susu segar menetapkan kadar protein susu yaitu 2.70% sehingga hasil penelitian ini berada di atas syarat SNI yaitu pada perlakuan P1 (2.94) dibandingkan dengan perlakuan P2 dan P3, masih dibawah standar.

Faktor yang mempengaruhi kadar protein susu sangat erat kaitanya dengan keseimbangan nitrogen dalam tubuh, pada kondisi kadar nitrogen dalam tubuh seimbang (positif) maka akan meningkatkan kadar protein dan sebaliknya akan menurun pada keseimbangan protein negatif (Akers 2002). Kadar protein susu merupakan salah satu komponen yang mudah berubah dan cenderung sangat penting dari segi kandungan nutrisi. Perombakan protein dapat terjadi pada susu yang berasal dari sapi perah yang terinfeksi mastitis subklinis maupun mastitis klinis, hal ini dipengaruhi oleh adanya enzim proteolitik.

Lemak, laktosa, dan protein sangat mempengaruhi bahan kering (BK) susu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tepung daun sirih tidak berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rataan kandungan BK susu. Kandungan BK susu cenderung terlihat meningkat pada perlakuan P2. BK susu sangat di pengaruhi oleh kandungan lemak susu, semakin tinggi lemak susu maka akan semakin tinggi BK susu. BK susu yang dihasilkan berkisar antara 9.48% sampai dengan 10.67%.

(28)

12

dibandingkan dengan perlakuan penambahan tepung daun sirih. Pada perlakuan kontol (P0) menghasilkan BKTL lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P1, P2 dan P3, sehingga perlakuan tepung daun sirih tidak mempengaruhi komposisi BKTL. Hasil penelitian Raluca dan Gavan (2010) mengkaji pengaruh jumlah sel somatis susu dapat menurunkan BKTL. Badan standar Nasional (SNI) 013141-1998 tentang syarat susu segar menetapkan kandungan BKTL minimal 8.0% sehingga rataan BKTL yang diperoleh dari penelitian ini masih memenuhi syarat.

Pengaruh Penambahan Tepung Daun Sirih terhadap IgG

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung daun sirih dalam jangka waktu lama tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rataan konsentrasi IgG selama perlakuan. Rataan nilai konsentrasi IgG kontol (0.959) tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2 (0.969 dan 0.962). Sedangkan pemberian tepung daun sirih P3 nyata lebih tinggi (P<0.05) pada pemberian P1 dan P2. Perlakuan P3 (0.974) yang diberikan tepung daun sirih selang tiga minggu cenderung sedikit meningkatkan rataan immunoglobulinG. Pengaruh perlakuan tepung daun sirih 2% dari total konsentrat terhadap immunoglobulinG pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengaruh penambahan tepung daun sirih terhadap IgG dalam darah

Perlakuan Kandungan IgG (µg/ml) pemberian setiap hari, P2=tepung daun sirih pemberian selang satu minggu, P3=tepung daun sirih pemberian 1 minggu dan tidak diberi tiga minggu.

Pada pemberian P3 sedikit meningkatkan IgG disebabkan adanya proses adaptasi kembali ternak akibat pemberian tepung daun sirih. Hal ini akibat selang pemberian yang agak lama (3 minggu) dan diberikan kembali selama satu minggu sehingga ternak membutuhkan adaptasi kembali dan secara tidak langsung terjadi peningkatan antibodi alami dalam tubuh ternak. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Yamin (2013) bahwa penambahan tepung daun sirih dalam ransum sapi perah yang terinfeksi mastitis subklinis tidak memberikan pengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh namun lebih berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan bakteri.

(29)

13 Immunoglobulin memiliki beberapa fungsi penting antara laian untuk mencegah bakteri menyerang membran epitel, menghambat perbanyakan bakteri, dan menetralisir racun. Fungsi utama dari immunoglobulin adalah untuk mencegah fagositosis mikroorganisme (Batavia et al. 2007). Ketersediaan bahan baku berupa asam amino yang ada dalam darah sangat mempengaruhi limfosit dalam mensintesis IgG. Sintesis IgG berasal dari pasokan protein asal pakan dan asam amino rumen untuk menyeimbangkan pola asam amino dalam darah.

Yamin (2013) melaporkan bahwa penambahan 2% tepung daun sirih secara in-vitro menghasilkan total VFA, konsentrasi NH3 dan total bakteri rumen cenderung lebih meningkat dan menghasilkan diameter hambat tertinggi di antara perlakuan. Hal ini mampu menjaga keseimbangan kondisi ekosistem rumen sapi perah penderita mastitis subklinis. Kondisi ekosistem rumen yang seimbang memicu sel-sel pertahanan tubuh membentuk antibodi (Subronto 2007).

Pengaruh Penambahan Tepung Daun Sirih terhadap Kadar Trigliserida

Trigliserida adalah salah satu senyawa penyusun lemak yang diserap oleh usus setelah mengalami hidrolisis, kemudian dialirkan dalam plasma darah dalam bentuk kilomikron (penyerapan usus setelah makan) dan sebagai VLDL (Very Low Density Lipoprotein) yang di bentuk oleh hati dengan bantuan insulin.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun sirih dalam waktu lama (15 minggu) perlakuan tidak berpengaruh terhadap kadar trigliserida serum sapi perah (P>0,05) di antara perlakuan. Kadar trigliserida kontrol (26.56) tidak berbeda jauh dengan perlakuan pemberian tepung daun sirih P1 dan P3 (26.56 dan 26.04). sedangkan perlakuan P2 (27.08) cenderung lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Perlakuan P1 dan P3 (26.56 dan 26.04) yang cenderung menurunkan rataan kadar trigliserida. Rataan kadar trigliserida selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap kadar Trigliserida dalam darah Perlakuan Trigliserida (µg/ml) pemberian setiap hari, P2=tepung daun sirih pemberian selang satu minggu, P3=tepung daun sirih pemberian 1 minggu dan tidak diberi tiga minggu.

Hasil analisis sidik ragam untuk kadar trigliserida menunjukkan bahwa perlakuan pemberian tepung daun sirih dalam jangka waktu lama (15 minggu) tidak memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar trigliserida pada setiap perlakuan. Hal ini dapat dilihat dari rataan kadar trigliserida (Tabel 4) pada akhir perlakuan berada di bawah nilai 150 mg/dl, yang berarti masih dikategorikan normal.

(30)

14

menurut Tanaka (1980) juga dapat dipengaruhi oleh umur. Selain faktor umur, pemberian imbangan energi dan protein yang semakin diperluas dalam ransum menurut Batavani et al. (2007) juga dapat mempengaruhi peningkatan kadar trigliserida. Trigliserida yang ada pada tubuh hewan berasal dari 95% makanan dan 5% disintesis oleh tubuh.

Serat pangan larut air sehingga dapat meningkatkan eksresi asam empedu yang berfungsi membantu penyerapan lemak/trigliserida. Bila ekskresi asam empedu semakin meningkat, maka penyerapan lemak/trigliserida juga akan terganggu, akibatnya dapat menurunkan kadar trigliserida serum. Ada kemungkinan serat dapat mengikat produk pencernaan lemak (asam lemak dan gliserol) juga dapat menghambat penyerapan dan mengakibatkan penurunan trigliserida.

Pengaruh Penambagan Tepung Daun Sirih terhadap Kadar Glukosa

Perlakuan metode pemberian 2% tepung daun sirih dalam jangka waktu lama (15 minggu) terhadap kadar gula darah pada sapi yang terinfeksi mastitis subklinis dapat dilihat pada Tabel 5. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan sekali pada akhir penelitian. Darah diambil pada pagi hari jam 09.00-10.00 dimana pengambilan sampel darah ini sapi perlakuan sebelumnya sudah diberi pakan selama 3 jam. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung daun sirih tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap rataan kadar glukosa di antara perlakuan.

Sapi perlakuan yang menderita mastitis subklinis memperlihatkan perubahan kadar glukosa dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar glukosa kontrol (56.17), perlakuan P1 dan P3 (54.24 dan 54.59) sedangkan perlakuan P2 cenderung lebih tinggi dari perlakuan lainya.

Tabel 5 Kadar Glukosa darah sapi yang diberi tepung daun sirih pada akhir perlakuan

Perlakuan Kandungan glukosa mg/100 ml

P0 56,17 ± 1.14

P1 54,24 ± 7.36

P2 58,09 ± 4.19

P3 54,59 ± 10.23

Keterangan : P0= sapi yang tidak diberi tepung daun sirih, P1=tepung daun sirih pemberian setiap hari, P2=tepung daun sirih pemberian selang satu minggu, P3=tepung daun sirih pemberian 1 minggu dan tidak diberi tiga minggu.

(31)

15 Berdasarkan hasil penelitian pada pemberian 2% tepung daun sirih pemberian setiap hari (54.24 mg/dl) dan pemberian selang tiga minggu (54.59 mg/dl) dapat direkomendasikan sebagai alternatif terapi pada sapi perah positif mastitis subklinis karena tidak mempengaruhi kadar glukosa darah dan relatif lebih aman bagi kesehatan. Glukosa darah melalui peredaran darah dihantar dari suatu organ ke organ lain. Organ seperti usus dan hati akan memberikan masukkan glukosa ke dalam darah, sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa di dalam darah. (Djojosoebagio 1990).

Pengaruh Penambahan Tepung Daun Sirih terhadap Produksi Susu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tepung daun sirih 2% dari total konsentrat selama penelitian memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) terhadap rataan produksi susu pada kwartir yang positif mastitis subklinis. Pola produksi susu selama penelitian disajikan pada Gambar 1 yang dapat digunakan untuk mengetahui persistensi produksi dari masing-masing perlakuan. Penigkatan produksi susu dari minggu 1 sampai dengan minggu ke-15 tertinggi terjadi pada perlakuan P2 diikuti oleh perlakuan P1, P3 dan P0 (Lampiran 1).

Gambar 1 Pola produksi susu selama penelitian dari setiap kwartir yang terinfeksi mastitis subklinis ( ) tidak diberi tepung daun sirih ( ) tepung daun sirih 2% pemberian setiap hari, ( ) tepung daun sirih 2% pemberian selang satu minggu, ( × ) tepung daun sirih 2% pemberian satu minggu dan tidak diberi tiga minggu

Penurunan produksi susu merupakan dampak utama yang diakibatkan oleh mastitis subklinis, sebagai akibat dari kerusakan sel ambing yang terinfeksi mikroorganisme patogen. Mastitis menekan pembentukan susu pada kwartir yang terinfeksi atau meradang sehingga menyebabkan penurunan produksi susu.

(32)

16

Penambahan tepung daun sirih dalam konsentrat diharapkan mampu meningkatkan permeabilitas sel epitel ambing melalui peningkatan daya tahan tubuh ternak.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P1 dan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P2, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0 (kontrol). Dengan kata lain pemberian tepung daun sirih sebesar 2% dari total konsentrat selama 15 minggu (persistensi) berpengaruh terhadap peningkatan produksi susu sapi perah yang menderita mastitis subklinis. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan zat aktif tepung daun sirih yang mampu membunuh bakteri penyebab mastitis subklinis sehingga infeksi terhadap sel-sel ambing menurun dan mengurangi peluruhan sel dan meningkatkan sel darah putih.

Peningkatan produksi pada perlakuan P2 terjadi pada minggu ke-4, minggu ke-8 dan meningkat kembali pada minggu ke-15 perlakuan, dimungkinkan pada minggu ke-4 perlakuan pemberian tepung daun sirih 2% selang seminggu melalui konsentrat mulai mempengaruhi sel-sel alveoli ambing yang terinfeksi dan dapat berhubungan dengan penurunan jumlah sel somatis dan pengobatan (Benneddgaard et al. 2003). Kemampuan untuk mempertahankan produksi susu terus menerus dalam waktu yang lama (persistensi) akan meningkatkan total produksi susu yang lebih tinggi (Phillips 2001, Tyler dan Ensminger 2006).

Peningkatan produksi susu yang lebih tinggi pada perlakuan P2 sejalan dengan total VFA, konsentrasi NH3 dan total bakteri rumen pada perlakuan

in-vitro penggunaan tepung daun sirih 2% yang di laporkan Yamin (2013) bahwa penambahan tepung daun sirih 2% cenderung meningkatkan konsentrasi VFA, kadar NH3 dan menghasilkan diameter hambat tertinggi terhadap pertumbuhan

bakteri, sehingga mampu menjaga keseimbangan ekosistem rumen sapi perah penderita mastitis subklinis dan meningkatkan kadar konsentrasi VFA yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan produksi sapi perah penderita mastitis subklinis.

Pengamatan produksi susu dilakukan pada setiap kwartir yang terinfeksi mastitis subklinis. Penurunan produksi susu yang terjadi akibat terinfeksi mastitis subklinis berbeda untuk masing-masing kwartir. Hal ini sangat nyata tergantung dari tingkat infeksi oleh bakteri pathogen yang menyerang ambing. Peradangan yang dialami oleh kwartir lain tidak berefek sama dan belum tentu akan perpengaruh pada kwartir lainnya, hal ini dikarenakan bakteri pathogen menyebabkan mastitis subklinis tidak dapat berpindah atau menular secara langsung antar kwartir (Ruegg 2001).

(33)

17

Penelitian II : Pengaruh Pemberian Tepung Daun Sirih Sejak Awal Laktasi Terhadap Produksi Dan Kualitas Susu Sapi Perah

Jumlah Sel Somatis dan Kejadian Mastitis Subklinis

Pengaruh perlakuan terhadap jumlah sel somatis disajikan pada Tabel 6. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa, penambahan tepung daun sirih dalam konsentrat sejak awal laktasi memberikan pengaruh yang positif terhadap tingkat kejadian mastitis pada awal laktasi. Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan tepung daun sirih sejak awal laktasi terhadap jumlah sel somatis menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0.05).

Pada kontrol memiliki jumlah sel somatis yang meningkat sebesar 115% pada akhir penelitian dan terdeteksi mengalami mastitis subklinis yang makin parah seiring berjalannya waktu penelitian. Sedangkan pada perlakuan P1 dan P2 menunjukkan penurunan masing-masing sebesar 90% dan 76%, dan bebas mastitis pada akhir penelitian. Jumlah sel somatis pada akhir penelitian (P1 dan P2) nilainya 20.000 – 166.333 sel/ml sehingga susu dinyatakan dalam kondisi masih segar dan kondisi kelenjar ambing normal, apabila jumlah mikroba susu lebih dari 200.000 cfu/ml menunjukkan kondisi ambing abnormal dan apabila melebihi standar tersebut dapat dinyatakan sapi menderita mastitis (Aritonang, 2003).

Minyak atsiri pada ekstrak daun sirih mampu membunuh bakteri penyebab mastitis subklinis sehingga infeksi terhadap sel-sel ambing dapat menurun dan mengurangi peluruhan sel dan peningkatan sel darah putih. Hasil tersebut didukung oleh percobaan in vitro yang menunjukkan bahwa tepung daun sirih mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus sp (Yamin 2013). Minyak atsiri daun sirih mengandung senyawa fenolik dan terpenoid yang berfungsi sebagai anti mikroba karena adanya gugus OH yang bersifat racun terhadap mikroba (Harapin 1996)

Tabel 6 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah sel somatis susu

Pengamatan

Perlakuan Awal Akhir Perubahan (%)

P0 (kontrol) 866 667a 1 863 333b (+) 115

P1 (setiap hari) 390 000a 20 000a (-) 90

P2 (selang satu hari) 690 500a 166 333a (-) 76 a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)

(34)

18

Produksi susu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pemberian tepung daun sirih 2% sejak awal laktasi dari total konsentrat selama penelitian memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) terhadap rataan produksi susu. Pemberian tepung daun sirih 2% dalam konsentrat sejak awal laktasi diharapkan mampu menurunkan jumlah sel somatis, meningkatkan daya tahan tubuh ternak sehingga dapat mencegah terjadinya mastitis subklinis dan meningkatkan produksi susu. Pola produksi susu selama penelitian disajikan pada Gambar 2 yang dapat digunakan untuk mengetahui produksi susu dari masing-masing perlakuan.

Gambar 2 Pola peningkatan produksi susu dari setiap kwartir selama penelitian. ( ) tidak diberi tepung daun sirih ( ) tepung daun sirih 2% pemberian setiap hari, ( ) tepung daun sirih 2% pemberian diselangi satu hari.

Pengamatan parameter produksi susu dilakukan sejak awal laktasi sampai dengan 12 minggu pengamatan, dimana produksi susu masing-masing ternak meningkat sampai puncak laktasi. Pola produksi susu selama penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung daun sirih 2% dalam konsentrat (P1) mampu mempertahankan peningkatan produksi susu yaitu 3 liter dari 14,3 liter meningkat menjadi 17,3 liter/ekor/hari, meskipun pada minggu ketiga terjadi penurunan produksi, akan tetapi kembali meningkat pada minggu kelima sampai akhir pengamatan pada minggu kedua belas. Berbeda dengan kontrol (P0) tanpa penambahan tepung daun sirih mengalami peningkatan produksi susu yang sangat kecil yaitu 1,1 liter dari 11,6 liter menjadi 12,7 liter/ekor/hari, terjadi penurunan produksi susu seiring dengan meningkatnya jumlah sel somatis selama penelitian. Sedangkan pemberian tepung daun sirih 2% selang sehari dari konsentrat (P2) mengalami peningkatan produksi susu sebesar 4,1 liter dari 9,7 liter menjadi 13,8 liter/ekor/hari

Peningkatan produksi susu pada perlakuan P1 dan P2 terjadi dimungkinkan karena pemberian tepung daun sirih 2% dari konsentrat mulai

(35)

19 mempengaruhi sel-sel alveoli ambing untuk meningkatkan daya tahan tubuh ternak. Peningkatan produksi susu dari ketiga perlakuan (P0, P1 dan P2), terlihat bahwa perlakuan P1 dan P2 memiliki pola peningkatan produksi susu yang sama, sedangkan pada kontrol (P0) menunjukan penurunan seiring dengan waktu penelitian. Dengan kata lain bahwa, perlakuan P1 dan P2 menunjukkan kecenderungan meningkatkan produksi susu yang sama dan lebih tinggi dibandingkan dengan pola produksi susu pada kontrol (P0).

Produksi susu yang lebih tinggi pada perlakuan P1 sejalan dengan total VFA, konsentrasi NH3 dan total bakteri rumen pada perlakuan in-vitro

penambahan tepung daun sirih 2% dari total konsentrat yang didapatkan dari hasil penelitian Yamin (2013) dilaporkan bahwa penambahan tepung daun sirih pada level 2% dapat meningkatkan produk fermentasi rumen diantaranya produksi VFA dan konsentrasi NH3. Hal ini mengidentifikasikan bahwa secara umum

produksi susu kwartir yang tidak terdeteksi mastitis subklinis dapat di pertahankan peningkatan melalui pemberian tepung daun sirih. Kemampuan untuk mempertahakan puncak laktasi secara terus menerus dalam jangka waktu lama (persistensi),akan menghasilkan total produksi susu yang lebih tinggi (Ensminger 2006). Aktivitas antioksidan tepung daun sirih melindungi dan meningkatkan integritas sel-sel alveoli ambing dan mampu mempertahankan produksi susu.

Kadar Lemak Susu

Komposisi nutrient pada pakan dianggap berhasil apabila memberikan pengaruh fisiologis dan meningkatkan produksi secara biologis pada ternak dan meningkatkan nilai tambah dari segi usaha. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung daun sirih tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap rataan kadar lemak di antara perlakuan. Data rataan kadar lemak susu selama penelitian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengaruh penambahan tepung daun sirih terhadap kadar lemak susu (%)

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)

Produksi susu berkorelasi negatif dengan kadar lemak susu sehingga peningkatan produksi susu relatif akan mengurangi kadar lemak susu (Akers 2002). Mastitis subklinis, selain dapat menurunkan produksi susu, hal ini juga dapat menurunkan kadar lemak, protein susu yang dihasilkan akbibat dari peningkatan aktifitas enzim lipase dan protease (Sudarnika 2006).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kadar lemak terendah terdapat pada perlakuan P2, demikian juga halnya pada akhir pengamatan, sedangkan pada P0 dan P1 secara fluktuatif terjadi penurunan dan peningkatan hingga minggu terakhir pengamatan. Perlakuan pemberian tepung daun sirih secara statistik tidak memperlihatkan perbedaan, namun secara deskriptif dapat dilihat rataan kadar

Pengamatan

Perlakuan Awal Akhir

P0 (kontrol) 1,71 ±0.73b 1,76±0.90b

P1 (setiap hari) 1,48±1.50ab 1,46±1.52ab

(36)

20

lemak susu (P1) dapat dipertahankan dengan pemberian tepung daun sirih setiap hari. Dengan kata lain bahwa, kadar lemak susu yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak di pengaruhi oleh pemberian tepung daun sirih. Hal ini diduga, kandungan serat kasar yang dikonsumsi oleh ternak hanya sedikit, sehingga asam asetat dan butirat yang dihasilkan juga sedikit. Jumlah asam asetat dan butirat yang sedikit berdampak pada kadar lemak susu yang dihasilkan rendah.

Kadar lemak dipengaruhi oleh asam asetat yang berasal dari hijauan (Ace dan Wahyuningsih, 2010 dan Ramadhan et al., 2013). Prekusor dari asam asetat adalah serat kasar (Suhardi, 2011). Hijauan yang dimakan oleh ternak, kemudian mengalami proses fermentatif didalam rumen oleh mikroba rumen. Hasil proses fermentatif berupa VFA. VFA terdiri dari propionat, asetat, dan butirat. Asetat masuk kedalam darah dan diubah menjadi asam lemak, kemudian akan masuk ke dalam sel-sel sekresi ambing dan menjadi lemak susu. Asam asetat dan butirat merupakan bahan dasar penyusun lemak rantai panjang pada susu. Semakin tinggi kadar serat kasar pakan, maka semakin tinggi pula kadar asam asetat dalam rumen hasil perombakan mikroba rumen. Tanuwiria dkk (2008) menyatakan bahwa kadar lemak susu dipengaruhi oleh serat pakan dan hasil metabolismenya berupa asetat. Ransum yang mengandung serat kasar tinggi akan banyak menghasilkan asam asetat yang merupakan prekursor sintesis de novo lemak susu di ambing. Pemberian hijaun dan konsentrat pada penelitian ini tidak berubah (konstan), hal ini memungkinkan kadar lemak yang dihasilkan relatif tidak berubah.

Temperatur lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kadar lemak dalam susu kambing, sebab temperatur akan mempengaruhi konsumsi makan pada ternak. Pada daerah yang bertemperatur rendah konsumsi makan ternak cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah yang bertemperatur lebih tinggi, sehingga kebutuhan nutrien pada ternak yang berada di daerah yang bertemperatur rendah menjadi terpenuhi. Berdasarkan hasil penelitian Mulyati et al. (2007) bahwa perbedaan temperatur lingkungan yang rendah yaitu 1oC tidak mempengaruhi kadar lemak susu kambing. Hal tersebut disebabkan karena kecilnya penurunan suhu. Lu (1989) menyatakan bahwa temperatur lingkungan dapat mempengaruhi kadar lemak susu dengan perbedaan temperatur lingkungan sebesar 10oC. Temperatur lingkungan di lokasi penelitian yaitu antara 25-30oC, sehingga tidak berpengaruh terhadap kadar lemak maupun kadar bahan kering tanpa lemak susu.

Kadar Solid Non Fat (SNF) susu

(37)

21 Berdasarkan Tabel 8, menunjukan rataan SNF P0 sampai P2 menunjukkan nilai yang tidak begitu berbeda. Nilai rataan SNF pada masing-masing perlakuan yaitu P0 (8,24 - 8,36%), P1 (8,67 – 8,84%) dan P2 (7,85 – 7,83%). Hal ini menunjukkan susu sapi segar sampel normal, seperti yang ditetapkan Dewan Standardisasi Nasional (1998), menyatakan bahwa susu normal mengandung bahan kering tanpa lemak minimal 8 %. Jika dilihat dari rataan pada table 9, mendekati hasil penelitian Budi (2002) yaitu SNF sekitar 8,65 - 9,69 %.

Kadar SNF pada perlakuan menunjukkan kadar SNF tidak berbeda nyata (P<0.05) ini diduga, karena jumlah dan jenis hijauan, konsentrat yang diberikan selama penelitian relatif sama, sehingga tidak banyak mempengaruhi kadar SNF susu. Perbedaan kadar SNF susu tergantung dari kadar laktosa susu dan jumlah asam propionat dari hijauan yang diberikan.

Asam propionat berasal dari konsumsi serat kasar. Asam propionat didalam jaringan tubuh diubah menjadi glukosa yang merupakan penyususun laktosa susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto (1982) bahwa, SNF terdiri dari protein, laktosa hasil perubahan asam propionat, mineral dan vitamin susu. Perbedaan yang tidak nyata ini, diduga karena turunnya jumlah laktosa susu sehingga menyebabkan persentase SNF susu menjadi menurun.

Schmidt and Van Vleck (1974) menyatakan bahwa SNF susu dapat dirubah hanya sedikit dan variasinya lebih rendah dari pada kadar lemak susu sehingga Schmidt (1971), menyatakan bahwa SNF susu mengalami puncak produksi pada awal laktasi dan menurun pada awal laktasi dan akhir laktasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu SNF pada kondisi puncak laktasi memperlihatkan angka persentase yang meningkat. Artinya SNF pada kondisi pada puncak lebih tinggi dibandingkan dengan SNF pada kondisi awal laktasi dan akhir laktasi.

Perubahan SNF sebagian besar dikarenakan dari adanya perubahan kandunagn protein susu (Harris dan Bachman, 2003). Kandungan SNF pada kondisi puncak laktasi yang tinggi disebabkan terutama komposisi protein yang tinggi dan kadar lemak yang relatif rendah. Kadar lemak yang tinggi akan mengakibatkan SNF rendah, seperti pada Tabel 9.

Tabel 8 Rataan kadar SNF susu (%) pemberian tepung daun sirih

Perlakuan

Pengamatan

Awal Akhir

P0 (kontrol) 8,24±0.54 8,36±0.57

P1 (setiap hari) 8,67±0.72 8,84±0.66

(38)

22

Kadar Protein Susu

Kadar protein susu merupakan komponen utama susu yang penting artinya ditinjau dari nilai gizi suatu bahan makanan. Pemeriksaan kadar protein susu dilakukan pada setiap kwartir dari masing-masing ternak. Hasil analisis ragam terhadap kadar protein susu menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Data rataan pengaruh pemberian tepung dauh sirih sejak awal laktasi terhadap kadar protein susu ditampilkan pada Tabel 9.

Kandungan protein susu tidak berpengaruh terhadap pemberian tepung daun sirih dibandingkan dengan kontrol. Namun ditinjau dari rataan setiap perlakuan, perlakuan P1 lebih tinggi (3,17) dan P2 cenderung lebih rendah (2,84) dibandingkan dengan kontrol (3,01). Variasi kadar protein antara perlakuan pada akhir pengamatan menunjukkan tidak berbeda nyata. Hal ini menggambarkan bahwa sintesis protein dan penggunaan precursor sel kelenjar ambing sapi perlakuan diperkirakan sama walaupun pada perlakuan yang berbeda pada metode pemberian tepung daun sirih. Badan Standar Nasional (SNI) 01-3141-1998 tentang syarat susu segar menetapkan kadar protein susu yaitu 2,70% sehingga dari hasil penelitian ini masih memenuhi standar.

Tinggi rendahnya kadar protein susu erat kaitanya dengan status keseimbangan nitrogen tubuh, pada kondisi keimbangan nitrogen positif, kadar protein cenderung meningkat dan akan menurun pada keseimbangan nitrogen negatif (Akers 2002). Kadar protein susu cenderung dipengaruhi oleh persediaan asam amino intraseluler untuk sintesis susu (Fox 2003). Kadar protein susu merupakan komponen yang mudah berubah dan mempunyai arti penting dari segi nutrisi. Perombakan protein dapat terjadi pada susu yang berasal dari kwartir penderita mastitis maupun mastitis subklinis, karena keberadaan enzim proteolitik. Plasmin meningkat dua kali lipat selama mastitis yang berasal dari sel somatis yang dapat menyebabkan kerusakan kasein. Kerusakan protein susu akibat mastitis dapat terus berlangsung selama pemrosesan dan penyimpanan susu (Jones 2009).

Tabel 9 Pengaruh perlakuan terhadap rataan kadar protein (%) susu

Pengamatan

Perlakuan Awal Akhir

P0 (kontrol) 2,96±0.20 3,01±0.21

P1 (setiap hari) 3,18±0.25 3,17±0.23

(39)

23

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penggunaan tepung daun sirih 2% pasca puncak laktasi dari total konsentrat pemberian selang seminggu selama perlakuan (15 minggu) dapat meninggkatkan produksi susu dengan tidak mengubah komposisi susu dan dapat menurunkan jumlah sel somatis susu sapi perah sekaligus dapat mengobati mastitis subklinis pada sapi perah.

Gambar

Tabel 2  Pengaruh penambahan tepung daun sirih terhadap rataan komposisi susu (Lemak, Protein, BK dan BKTL) pada akhir perlakuan (%)
Tabel 6 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah sel somatis susu
Gambar 2 Pola peningkatan produksi susu dari setiap kwartir selama penelitian.
Tabel 8 Rataan kadar SNF susu (%) pemberian tepung daun sirih
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan hormat, disampaikan kepada saudara agar dapat menghadiri acara Pembuktian Kualifikasi dan Klarifikasi Harga Penawaran untuk paket pekerjaan tersebur diatas dengan membawa

Data yang dianalisis pada penelitian ini adalah hasil dari kebiasaan. membaca dan

Alat kajian yang digunakan dalam kajian ini ialah bentuk soal selidik yang mengandungi sejumlah soalan yang berkaitan dengan tahap pengetahuan guru terhadap peranan Pusat

Input dari sistem ini adalah isi surat laporan kehilangan kepolisian dalam beberapa dokumen teks yang akan diproses dengan menggunakan algoritma K-Nearest Neighbor sehingga

Insidensi dan keparahan penyakit diamati pada tanaman kubis-kubisan yang terserang oleh penyakit bercak daun alternaria, akar gada, dan busuk hitam.. Insidensi penyakit (IP)

Pada siklus I nilai rata-rata yang diperoleh dari sikap guru berdiskusi melalui supervise akademik adalah 79,38 kategori “cukup”,sedangkan pada siklus II nilai

Dengan kekuatan-Nya juga penulis telah dapat menyelesaikan kegiatan karya tulis yang tertuang dalam skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Conceptual

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas II SDN Wiyung 1 Surabaya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Aktivitas guru selama proses