• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Tepung Daun Sirih Sejak Awal Laktasi Terhadap Produksi Dan Kualitas Susu Sapi Perah

Jumlah Sel Somatis dan Kejadian Mastitis Subklinis

Pengaruh perlakuan terhadap jumlah sel somatis disajikan pada Tabel 6. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa, penambahan tepung daun sirih dalam konsentrat sejak awal laktasi memberikan pengaruh yang positif terhadap tingkat kejadian mastitis pada awal laktasi. Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan tepung daun sirih sejak awal laktasi terhadap jumlah sel somatis menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0.05).

Pada kontrol memiliki jumlah sel somatis yang meningkat sebesar 115% pada akhir penelitian dan terdeteksi mengalami mastitis subklinis yang makin parah seiring berjalannya waktu penelitian. Sedangkan pada perlakuan P1 dan P2 menunjukkan penurunan masing-masing sebesar 90% dan 76%, dan bebas mastitis pada akhir penelitian. Jumlah sel somatis pada akhir penelitian (P1 dan P2) nilainya 20.000 – 166.333 sel/ml sehingga susu dinyatakan dalam kondisi masih segar dan kondisi kelenjar ambing normal, apabila jumlah mikroba susu lebih dari 200.000 cfu/ml menunjukkan kondisi ambing abnormal dan apabila melebihi standar tersebut dapat dinyatakan sapi menderita mastitis (Aritonang, 2003).

Minyak atsiri pada ekstrak daun sirih mampu membunuh bakteri penyebab mastitis subklinis sehingga infeksi terhadap sel-sel ambing dapat menurun dan mengurangi peluruhan sel dan peningkatan sel darah putih. Hasil tersebut didukung oleh percobaan in vitro yang menunjukkan bahwa tepung daun sirih mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus sp (Yamin 2013). Minyak atsiri daun sirih mengandung senyawa fenolik dan terpenoid yang berfungsi sebagai anti mikroba karena adanya gugus OH yang bersifat racun terhadap mikroba (Harapin 1996)

Tabel 6 Pengaruh perlakuan terhadap jumlah sel somatis susu

Pengamatan

Perlakuan Awal Akhir Perubahan (%)

P0 (kontrol) 866 667a 1 863 333b (+) 115

P1 (setiap hari) 390 000a 20 000a (-) 90

P2 (selang satu hari) 690 500a 166 333a (-) 76 a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)

Penelitian Yang dan Cheng (1997), ekstrak daun sirih mempunyai kemampuan menghambat terhadap bakteri Streptococcus salivarius, S. sanguis, S. mutans; Neisseria sp; Salmonella sp; Staphylococcus aureus; Yersinia enterocolitica dan Listeria monocytogenes. Sedangkan Jenie et al (2001) memperoleh hasil bahwa ekstrak daun sirih hijau dapat menghambat bakteri patogen makanan yaitu B. cereus, S. aureus, S. Typhimurium, E. coli dan L. monocytogenes. Shitut et al (1999), ekstrak daun sirih mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio cholera ogawa, Staphylococcus aureus, Diplococcus pneumonia dan Klebsiella aerogenes

18

Produksi susu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pemberian tepung daun sirih 2% sejak awal laktasi dari total konsentrat selama penelitian memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) terhadap rataan produksi susu. Pemberian tepung daun sirih 2% dalam konsentrat sejak awal laktasi diharapkan mampu menurunkan jumlah sel somatis, meningkatkan daya tahan tubuh ternak sehingga dapat mencegah terjadinya mastitis subklinis dan meningkatkan produksi susu. Pola produksi susu selama penelitian disajikan pada Gambar 2 yang dapat digunakan untuk mengetahui produksi susu dari masing-masing perlakuan.

Gambar 2 Pola peningkatan produksi susu dari setiap kwartir selama penelitian. ( ) tidak diberi tepung daun sirih ( ) tepung daun sirih 2% pemberian setiap hari, ( ) tepung daun sirih 2% pemberian diselangi satu hari.

Pengamatan parameter produksi susu dilakukan sejak awal laktasi sampai dengan 12 minggu pengamatan, dimana produksi susu masing-masing ternak meningkat sampai puncak laktasi. Pola produksi susu selama penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung daun sirih 2% dalam konsentrat (P1) mampu mempertahankan peningkatan produksi susu yaitu 3 liter dari 14,3 liter meningkat menjadi 17,3 liter/ekor/hari, meskipun pada minggu ketiga terjadi penurunan produksi, akan tetapi kembali meningkat pada minggu kelima sampai akhir pengamatan pada minggu kedua belas. Berbeda dengan kontrol (P0) tanpa penambahan tepung daun sirih mengalami peningkatan produksi susu yang sangat kecil yaitu 1,1 liter dari 11,6 liter menjadi 12,7 liter/ekor/hari, terjadi penurunan produksi susu seiring dengan meningkatnya jumlah sel somatis selama penelitian. Sedangkan pemberian tepung daun sirih 2% selang sehari dari konsentrat (P2) mengalami peningkatan produksi susu sebesar 4,1 liter dari 9,7 liter menjadi 13,8 liter/ekor/hari

Peningkatan produksi susu pada perlakuan P1 dan P2 terjadi dimungkinkan karena pemberian tepung daun sirih 2% dari konsentrat mulai

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 m l/ ekor/ k w art il Pengamatan minggu ke

19 mempengaruhi sel-sel alveoli ambing untuk meningkatkan daya tahan tubuh ternak. Peningkatan produksi susu dari ketiga perlakuan (P0, P1 dan P2), terlihat bahwa perlakuan P1 dan P2 memiliki pola peningkatan produksi susu yang sama, sedangkan pada kontrol (P0) menunjukan penurunan seiring dengan waktu penelitian. Dengan kata lain bahwa, perlakuan P1 dan P2 menunjukkan kecenderungan meningkatkan produksi susu yang sama dan lebih tinggi dibandingkan dengan pola produksi susu pada kontrol (P0).

Produksi susu yang lebih tinggi pada perlakuan P1 sejalan dengan total VFA, konsentrasi NH3 dan total bakteri rumen pada perlakuan in-vitro

penambahan tepung daun sirih 2% dari total konsentrat yang didapatkan dari hasil penelitian Yamin (2013) dilaporkan bahwa penambahan tepung daun sirih pada level 2% dapat meningkatkan produk fermentasi rumen diantaranya produksi VFA dan konsentrasi NH3. Hal ini mengidentifikasikan bahwa secara umum

produksi susu kwartir yang tidak terdeteksi mastitis subklinis dapat di pertahankan peningkatan melalui pemberian tepung daun sirih. Kemampuan untuk mempertahakan puncak laktasi secara terus menerus dalam jangka waktu lama (persistensi),akan menghasilkan total produksi susu yang lebih tinggi (Ensminger 2006). Aktivitas antioksidan tepung daun sirih melindungi dan meningkatkan integritas sel-sel alveoli ambing dan mampu mempertahankan produksi susu.

Kadar Lemak Susu

Komposisi nutrient pada pakan dianggap berhasil apabila memberikan pengaruh fisiologis dan meningkatkan produksi secara biologis pada ternak dan meningkatkan nilai tambah dari segi usaha. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung daun sirih tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap rataan kadar lemak di antara perlakuan. Data rataan kadar lemak susu selama penelitian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengaruh penambahan tepung daun sirih terhadap kadar lemak susu (%)

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)

Produksi susu berkorelasi negatif dengan kadar lemak susu sehingga peningkatan produksi susu relatif akan mengurangi kadar lemak susu (Akers 2002). Mastitis subklinis, selain dapat menurunkan produksi susu, hal ini juga dapat menurunkan kadar lemak, protein susu yang dihasilkan akbibat dari peningkatan aktifitas enzim lipase dan protease (Sudarnika 2006).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kadar lemak terendah terdapat pada perlakuan P2, demikian juga halnya pada akhir pengamatan, sedangkan pada P0 dan P1 secara fluktuatif terjadi penurunan dan peningkatan hingga minggu terakhir pengamatan. Perlakuan pemberian tepung daun sirih secara statistik tidak memperlihatkan perbedaan, namun secara deskriptif dapat dilihat rataan kadar

Pengamatan

Perlakuan Awal Akhir

P0 (kontrol) 1,71 ±0.73b 1,76±0.90b

P1 (setiap hari) 1,48±1.50ab 1,46±1.52ab

20

lemak susu (P1) dapat dipertahankan dengan pemberian tepung daun sirih setiap hari. Dengan kata lain bahwa, kadar lemak susu yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak di pengaruhi oleh pemberian tepung daun sirih. Hal ini diduga, kandungan serat kasar yang dikonsumsi oleh ternak hanya sedikit, sehingga asam asetat dan butirat yang dihasilkan juga sedikit. Jumlah asam asetat dan butirat yang sedikit berdampak pada kadar lemak susu yang dihasilkan rendah.

Kadar lemak dipengaruhi oleh asam asetat yang berasal dari hijauan (Ace dan Wahyuningsih, 2010 dan Ramadhan et al., 2013). Prekusor dari asam asetat adalah serat kasar (Suhardi, 2011). Hijauan yang dimakan oleh ternak, kemudian mengalami proses fermentatif didalam rumen oleh mikroba rumen. Hasil proses fermentatif berupa VFA. VFA terdiri dari propionat, asetat, dan butirat. Asetat masuk kedalam darah dan diubah menjadi asam lemak, kemudian akan masuk ke dalam sel-sel sekresi ambing dan menjadi lemak susu. Asam asetat dan butirat merupakan bahan dasar penyusun lemak rantai panjang pada susu. Semakin tinggi kadar serat kasar pakan, maka semakin tinggi pula kadar asam asetat dalam rumen hasil perombakan mikroba rumen. Tanuwiria dkk (2008) menyatakan bahwa kadar lemak susu dipengaruhi oleh serat pakan dan hasil metabolismenya berupa asetat. Ransum yang mengandung serat kasar tinggi akan banyak menghasilkan asam asetat yang merupakan prekursor sintesis de novo lemak susu di ambing. Pemberian hijaun dan konsentrat pada penelitian ini tidak berubah (konstan), hal ini memungkinkan kadar lemak yang dihasilkan relatif tidak berubah.

Temperatur lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kadar lemak dalam susu kambing, sebab temperatur akan mempengaruhi konsumsi makan pada ternak. Pada daerah yang bertemperatur rendah konsumsi makan ternak cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah yang bertemperatur lebih tinggi, sehingga kebutuhan nutrien pada ternak yang berada di daerah yang bertemperatur rendah menjadi terpenuhi. Berdasarkan hasil penelitian Mulyati et al. (2007) bahwa perbedaan temperatur lingkungan yang rendah yaitu 1oC tidak mempengaruhi kadar lemak susu kambing. Hal tersebut disebabkan karena kecilnya penurunan suhu. Lu (1989) menyatakan bahwa temperatur lingkungan dapat mempengaruhi kadar lemak susu dengan perbedaan temperatur lingkungan sebesar 10oC. Temperatur lingkungan di lokasi penelitian yaitu antara 25-30oC, sehingga tidak berpengaruh terhadap kadar lemak maupun kadar bahan kering tanpa lemak susu.

Kadar Solid Non Fat (SNF) susu

Solid non fat (SNF) adalah komponen susu selain air dan lemak. Komponen makro penyusun susu antara lain lemak dan SNF yang terdiri dari protein, laktosa, mineral, vitamin dan bahan lainnya. Lemak susu menyebabkan rasa susu menjadi gurih, sedangkan laktosa susu menyebabkan susu terasa manis. Data pengaruh penambahan tepung daun sirih 2% terhadap kadar SNF susu selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian tepung daun sirih tidak berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar SNF susu.

21 Berdasarkan Tabel 8, menunjukan rataan SNF P0 sampai P2 menunjukkan nilai yang tidak begitu berbeda. Nilai rataan SNF pada masing- masing perlakuan yaitu P0 (8,24 - 8,36%), P1 (8,67 – 8,84%) dan P2 (7,85 – 7,83%). Hal ini menunjukkan susu sapi segar sampel normal, seperti yang ditetapkan Dewan Standardisasi Nasional (1998), menyatakan bahwa susu normal mengandung bahan kering tanpa lemak minimal 8 %. Jika dilihat dari rataan pada table 9, mendekati hasil penelitian Budi (2002) yaitu SNF sekitar 8,65 - 9,69 %.

Kadar SNF pada perlakuan menunjukkan kadar SNF tidak berbeda nyata (P<0.05) ini diduga, karena jumlah dan jenis hijauan, konsentrat yang diberikan selama penelitian relatif sama, sehingga tidak banyak mempengaruhi kadar SNF susu. Perbedaan kadar SNF susu tergantung dari kadar laktosa susu dan jumlah asam propionat dari hijauan yang diberikan.

Asam propionat berasal dari konsumsi serat kasar. Asam propionat didalam jaringan tubuh diubah menjadi glukosa yang merupakan penyususun laktosa susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto (1982) bahwa, SNF terdiri dari protein, laktosa hasil perubahan asam propionat, mineral dan vitamin susu. Perbedaan yang tidak nyata ini, diduga karena turunnya jumlah laktosa susu sehingga menyebabkan persentase SNF susu menjadi menurun.

Schmidt and Van Vleck (1974) menyatakan bahwa SNF susu dapat dirubah hanya sedikit dan variasinya lebih rendah dari pada kadar lemak susu sehingga Schmidt (1971), menyatakan bahwa SNF susu mengalami puncak produksi pada awal laktasi dan menurun pada awal laktasi dan akhir laktasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu SNF pada kondisi puncak laktasi memperlihatkan angka persentase yang meningkat. Artinya SNF pada kondisi pada puncak lebih tinggi dibandingkan dengan SNF pada kondisi awal laktasi dan akhir laktasi.

Perubahan SNF sebagian besar dikarenakan dari adanya perubahan kandunagn protein susu (Harris dan Bachman, 2003). Kandungan SNF pada kondisi puncak laktasi yang tinggi disebabkan terutama komposisi protein yang tinggi dan kadar lemak yang relatif rendah. Kadar lemak yang tinggi akan mengakibatkan SNF rendah, seperti pada Tabel 9.

Tabel 8 Rataan kadar SNF susu (%) pemberian tepung daun sirih

Perlakuan

Pengamatan

Awal Akhir

P0 (kontrol) 8,24±0.54 8,36±0.57

P1 (setiap hari) 8,67±0.72 8,84±0.66

22

Kadar Protein Susu

Kadar protein susu merupakan komponen utama susu yang penting artinya ditinjau dari nilai gizi suatu bahan makanan. Pemeriksaan kadar protein susu dilakukan pada setiap kwartir dari masing-masing ternak. Hasil analisis ragam terhadap kadar protein susu menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Data rataan pengaruh pemberian tepung dauh sirih sejak awal laktasi terhadap kadar protein susu ditampilkan pada Tabel 9.

Kandungan protein susu tidak berpengaruh terhadap pemberian tepung daun sirih dibandingkan dengan kontrol. Namun ditinjau dari rataan setiap perlakuan, perlakuan P1 lebih tinggi (3,17) dan P2 cenderung lebih rendah (2,84) dibandingkan dengan kontrol (3,01). Variasi kadar protein antara perlakuan pada akhir pengamatan menunjukkan tidak berbeda nyata. Hal ini menggambarkan bahwa sintesis protein dan penggunaan precursor sel kelenjar ambing sapi perlakuan diperkirakan sama walaupun pada perlakuan yang berbeda pada metode pemberian tepung daun sirih. Badan Standar Nasional (SNI) 01-3141-1998 tentang syarat susu segar menetapkan kadar protein susu yaitu 2,70% sehingga dari hasil penelitian ini masih memenuhi standar.

Tinggi rendahnya kadar protein susu erat kaitanya dengan status keseimbangan nitrogen tubuh, pada kondisi keimbangan nitrogen positif, kadar protein cenderung meningkat dan akan menurun pada keseimbangan nitrogen negatif (Akers 2002). Kadar protein susu cenderung dipengaruhi oleh persediaan asam amino intraseluler untuk sintesis susu (Fox 2003). Kadar protein susu merupakan komponen yang mudah berubah dan mempunyai arti penting dari segi nutrisi. Perombakan protein dapat terjadi pada susu yang berasal dari kwartir penderita mastitis maupun mastitis subklinis, karena keberadaan enzim proteolitik. Plasmin meningkat dua kali lipat selama mastitis yang berasal dari sel somatis yang dapat menyebabkan kerusakan kasein. Kerusakan protein susu akibat mastitis dapat terus berlangsung selama pemrosesan dan penyimpanan susu (Jones 2009).

Tabel 9 Pengaruh perlakuan terhadap rataan kadar protein (%) susu

Pengamatan

Perlakuan Awal Akhir

P0 (kontrol) 2,96±0.20 3,01±0.21

P1 (setiap hari) 3,18±0.25 3,17±0.23

23

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penggunaan tepung daun sirih 2% pasca puncak laktasi dari total konsentrat pemberian selang seminggu selama perlakuan (15 minggu) dapat meninggkatkan produksi susu dengan tidak mengubah komposisi susu dan dapat menurunkan jumlah sel somatis susu sapi perah sekaligus dapat mengobati mastitis subklinis pada sapi perah.

Pemberian tepung daun sirih 2% sejak awal laktasi dari total konsentrat, mampu menghasilkan produksi susu lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian tepung daun sirih, dengan metode pemberian setiap hari atau pemberian selang sehari. Pemberian tepung daun sirih sejak awal dapat menurunkan jumlah sel somatis sehingga tidak terdeteksi mastitis subklinis, sedangkan kontrol positif mastitif subklinis pada akhir penelitian.

24

Dokumen terkait