STATISTICAL DOWNSCALING
DENGAN SEBARAN PARETO
TERAMPAT UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM
(Studi kasus curah hujan kabupaten Indramayu tahun 1979-2008)
SHYNDE LIMAR KINANTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
* Pelimpahan hak cipta karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Statistical Downscaling
dengan Sebaran Pareto Terampat untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim (Studi kasus curah hujan Kabupaten Indramayu tahun 1979-2008) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Shynde Limar Kinanti
RINGKASAN
SHYNDE LIMAR KINANTI. Statistical Downscaling dengan Sebaran Pareto Terampat untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim (Studi kasus curah hujan Kabupaten Indramayu tahun 1979-2008). Dibimbing oleh AJI HAMIM WIGENA dan ANIK DJURAIDAH.
Indonesia memiliki iklim tropis dengan keragaman suhu kecil, namun keragaman curah hujan cukup besar, sehingga curah hujan merupakan unsur iklim yang penting untuk diamati terkait dengan perubahan iklim. Perubahan iklim dapat meningkatkan kejadian curah hujan ekstrim yang berdampak banjir, sehingga merendam lahan pertanian. Oleh karena itu, untuk mengantisipasinya diperlukan informasi dini mengenai prediksi curah hujan ekstrim, antara lain dengan statistical downscaling.
Statistical Downscaling (SD) digunakan untuk memodelkan hubungan
antara data berskala global dengan data berskala lokal yaitu antara data luaran
Global Circulation Model (GCM) dengan data curah hujan di stasiun cuaca.
Namun dalam pemodelan SD ini perlu memperhatikan curah hujan ektrim.
Penentuan nilai ekstrim dapat dilakukan menggunakan blok maksima yang nilainya akan mengikuti sebaran nilai ekstrim terampat (generalized extreme
value, GEV). Namun metode ini tidak efektif karena akan banyak pengamatan
terbuang, sehingga penentuan nilai ekstrim dilakukan dengan nilai ambang
(threshold). Nilai-nilai di atas nilai ambang akan mengikuti Sebaran Pareto
Terampat (Generalized Pareto Distribution, GPD). Tujuan penelitian ini adalah memodelkan data curah hujan dengan data luaran GCM menggunakan regresi Sebaran Pareto Terampat (GPD) untuk memprediksi curah hujan ekstrim di wilayah Kabupaten Indramayu.
Penelitian ini, menggunakan data curah hujan lokal di kabupaten Indramayu dari tahun 1979 sampai tahun 2008 sebagai peubah respon. Data luaran GCM pada posisi wilayah 1.25°LS-18.75°LS dan 101.25°BT-118.75°BT, yang terdiri dari 8×8 grid. Data luaran GCM memiliki karakteristik non linier, berdimensi tinggi, dan multikolinieritas sehingga diperlukan analisis komponen utama (AKU). Pada regresi GPD, komponen utama merupakan peubah prediktor. Data dibagi menjadi dua, yaitu data tahun 1979-2007 sebagai data training untuk menyusun model dan data tahun 2008 sebagai data testing untuk validasi model. Data training dibagi berdasarkan empat musim yaitu, musim hujan (Desember, Januari, Februari), peralihan musim hujan-kemarau (Maret, April, Mei), kemarau (Juni, Juli, Agustus), peralihan kemarau hujan (September, Oktober, November). Penentuan batas ambang menggunakan Mean Residual Life Plot (MRLP). Nilai-nilai di atas batas ambang diuji kesesuaian sebarannya dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Pendugaan parameter pada regresi GPD menggunakan metode kemungkinan maksimum dengan metode optimasi Nelder-Mead.
Hasilnya menunjukkan bahwa model terbaik adalah model yang membagi empat musim dengan nilai RMSEP terkecil untuk kuantil 75, 90, 95 adalah 78.71, 93.63, 106.54. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa prediksi curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu pada bulan Januari tidak mengikuti pola aktualnya, namun secara umum pola hasil dugaan mirip dengan pola data aktualnya. Musim peralihan dan musim kemarau dapat diprediksi dengan baik di bawah kuantil 75. Model ini dapat memprediksi curah hujan ekstrim dengan baik pada bulan Februari yang merupakan puncak hujan pada tahun 2008. Curah hujan bulan Februari diprediksi pada kuantil ke-95 dengan nilai 453.23 mm/bulan. Model tersebut dapat menduga curah hujan ekstrim dengan baik untuk pendugaan satu tahun kedepan dan model ini merupakan model yang konsisten.
Kata kunci: curah hujan, ekstrim, Generalized Pareto Distribution, Global
SUMMARY
SHYNDE LIMAR KINANTI. Statistical Downscaling with Generalized Pareto Distribution for Extreme Rainfall Prediction (The case study rainfall data in Indramayu from 1979-2008). Supervised by AJI HAMIM WIGENA and ANIK DJURAIDAH
Indonesia has tropical climate which has small of temperature, but quite large variation of rainfall. The rainfall is an important element of climate related to climate change has to be observed. Climate change increase the incidence of extreme rainfall that affect flooding in farmland. In order to anticipate the occurrence of extreme rainfall, the information of rainfall forecast is required.
Statistical Downscaling (SD) is used to model the relationship between global scale data and local scale data. Global Circulation Model (GCM) output data is global scale data and the rain fall data from weather station is local scale data. However, SD modeling needs to consider extreme rainfall.
Extreme value determination can be carried out using a block maxima. These values follow generalized extreme value distribution (GEV). This method is not effective because it discards a lot of observations. Another method use a threshold to determin extreme values. The values over threshold follow generalized Pareto distribution (GPD). Extreme rainfall prediction can be modeled using SD with GPD or called GPD regression. The objective of this study is SD modeling based on GPD to predict extreme rainfall in Indramayu district.
This study use local rainfall data in Indramayu district from 1979 until 2008 as a response variable. GCM output data which are located at 1.25°S-18.75°S (latitude) and 101.25°E-118.75°E (longitude), that consist of 8 × 8 grids. GCM output has non-linear, high dimension, and multicoliniearity characteristics. Principal component analysis (PCA) can be used to overcome these problem. In GPD regression, so components from PCA as a predictor variables. The data devided into two part, i.e the data in 1979 until 2007 as training data for modeling and year of 2008 data as model validation data. Training data is divided into four seasons, i.e the rainy season (December, January, February), the transition rainy to dry season (March, April, May), dry season (June, July, August), the transition dry to rain (September, October, November). Mean Residual Life Plot (MRLP) is used to determine the threshold value for the training data and the sharing of the season. The values above the threshold tested for compliance with the distribution using Kolmogorov-Smirnov test. Parameter estimation of GPD regression is maximum likelihood estimation (MLE) with optimization method is Nelder-Mead.
The result shows that the cumulatif variance proportion is 96.6% for 4 components. The determination of threshold by Mean Residual Life Plot (MRLP), obtained the threshold of 145 for the entire data. In the division of the four seasons that the threshold for the rain season is 145 , the rainy to dry transition season is 100, the dry season is 10 and the dry to rainy transition season is 45.
pettern, but the general pattern show that the prediction and the actual data have similar patterns. The transitional and dry season can be predicted well under quintile 75. This model can predict the extreme rainfall well in February which is the peak of rainfall in 2008. The rainfall can be predicted on the quantile 95th with a value 453.23 mm/month. The model can predict extreme rainfall well for estimating the coming year and this model is consistent model.
©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
STATISTICAL DOWNSCALING
DENGAN SEBARAN PARETO
TERAMPAT UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN EKSTRIM
(Studi kasus curah hujan kabupaten Indramayu tahun 1979-2008)
SHYNDE LIMAR KINANTI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tesis dengan judul Statistical Downscaling Dengan Sebaran Pareto Terampat untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim (Studi kasus curah hujan kabupaten Indramayu tahun 1979-2008) dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam penyusunan Tesis ini penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc dan Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS selaku dosen pembimbing atas waktu dan bimbingan yang telah diberikan.
2. Dr. Farit Mochamad Afendi, S.Si, M.Si selaku dosen penguji luar.
3. Ibu Elly Rosidah, Bapak Budi Lenggono dan kedua adik Cindhe P Laras, Gilang Kumala Bangsa serta seluruh keluarga atas cinta, kasih sayang, do’a dan dukungannya.
4. Seluruh staf Departemen Statistika atas bantuan dan kerjasamanya.
5. Tim riset statistical downscaling Dr. Agus M Soleh, MT, Eka Putri Nur Utami dan Dewi Santri.
6. Teman-teman S2 dan S3 Program Studi Statistika Terapan dan Statistika angkatan 2012, 2013, 2014 atas do’a, kebersamaan dan dukungan yang berlimpah.
7. DIKTI Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi atas beasiswa BPDN- Calon Dosen.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tesis.
Dalam penyusunan tesis ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, berbagai saran ataupun kritik yang membangun akan sangat berguna bagi penulis dalam penulisan ilmiah selanjutnya.
Bogor, Januari 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR LAMPIRAN iv
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Curah Hujan 3
Global Circulation Model dan Statistical Downscaling 3
Teori Nilai Ekstrim 4
Sebaran Pareto Terampat 5
Pemilihan Nilai Ambang 6
Tingkat Pengembalia n 7
Regresi GPD 7
3 METODE PENELITIAN 10
Data 10
Metode Analisis 10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Deskripsi Data Curah Hujan 12
Komponen Utama GCM 13
Penentuan Nilai Ambang 14
Tingkat Pengembalian Sebaran GPD 15
Regresi GPD 16
Validasi 19
Konsistensi Model 20
5 SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
DAFTAR GAMBAR
1. Skema statistical downscaling 4
2. Fungsi kepekatan peluang (fkp) sebaran Gumbel, Frechet dan Weibull 5 3. Pola curah hujan Kabupaten Indramayu tahun 1979-2008 12
4. Grafik MRLP data curah hujan 14
5. Grafik penduga parameter dengan ambang batas sebaran GPD 14
6. Nilai RSMEP pemodelan GPD 16
7. Prediksi model GPD dengan M4 data curah hujan tahun 2008 18 8. Hasil prediksi musim peralihan dan musim kemarau 18 9. Validasi dengan RMSEP berdasarkan jumlah tahun prediksi 20
DAFTAR TABEL
1. Deskripsi data curah hujan (mm/bulan) tahun 1979-2008 13 2. Nilai akar ciri dan proporsi kumulatif keragaman komponen utama 13 3. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov triwulan pada α = 5% 15
4. Nilai dugaan parameter GPD 15
5. Prediksi tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan 16 6. Nilai parameter model GPD untuk setiap musim 17
7. Nilai RMSEP empat musim 19
8. Nilai korelasi model GPD untuk prediksi curah hujan 1 tahun 20
DAFTAR LAMPIRAN
1. Grafik hubungan data curah hujan dengan komponen utama 25 2. Grafik MRL dan Grafik range pendugaan parameter dengan nilai ambang
pada sebaran GPD 29
3. Nilai Perbandingan RMSEP setiap model 33
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara maritim yang berada di kawasan katulistiwa memperoleh radiasi matahari dan kandungan uap air yang sangat besar. Keduanya merupakan bahan penghasil awan dan hujan terbesar di dunia, sehingga Indonesia memiliki curah hujan yang bervariasi. Oleh karena itu, curah hujan merupakan unsur iklim yang penting untuk diamati terkait dengan perubahan iklim. Curah hujan ekstrim terjadi dengan intensitas sangat tinggi atau sangat rendah. Dampak buruk dari curah hujan ekstrim adalah kekeringan atau kebanjiran, sehingga untuk mengantisipasi terjadinya curah hujan ekstrim yang dapat memberikan dampak buruk terhadap lahan pertanian diperlukan informasi prediksi1 kejadian curah hujan ekstrim. Sampai saat ini belum banyak model yang mampu mensimulasikan curah hujan di Indonesia dengan baik. Topografi, interaksi antara laut, darat dan atmosfer yang kompleks mempersulit prediksi curah hujan di wilayah Indonesia sehingga perlu peramalan pada skala lokal dengan memanfaatkan informasi tentang sirkulasi atmosfer global dari data global
circulation model (GCM).
GCM merupakan model numerik yang menggambarkan proses fisik di atmosfer, laut, dan kriosfer permukaan tanah, dan merupakan model yang mampu mensimulasikan respon sistem iklim global terhadap meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca. GCM memiliki potensi untuk memberikan perkiraan terhadap perubahan iklim di masa mendatang. GCM masih berskala global, sehingga sulit untuk memperoleh langsung informasi berskala lokal. Resolusi GCM terlalu rendah untuk memprediksi perubahan iklim lokal yang dipengaruhi topografi dan tataguna lahan, tetapi masih mungkin dilakukan bila menggunakan teknik
downscaling (Wigena 2011).
Statistical Downscaling (SD) merupakan suatu teknik untuk memodelkan
hubungan antara data yang berskala global dengan data berskala lokal. Data berskala global merupakan data luaran GCM dan data berskala lokal merupakan data curah hujan) di stasiun cuaca. Luaran GCM digunakan sebagai peubah prediktor pada SD dan data curah hujan yang terukur pada stasiun cuaca sebagai peubah responnya. Data GCM memiliki karakteristik non linier, berdimensi tinggi, dan terdapat multikolinieritas sehingga perlu penanganan dalam pemodelan SD dengan analisis komponen utama (AKU).
2
curah hujan ekstrim dengan sebaran yang lebih spesifik yaitu, Sebaran Pareto Terampat (Generalized Pareto Distribution, GPD).
GPD mengidentifikasi nilai ekstrim melalui data pengamatan yang melebihi suatu nilai ambang (threshold) tertentu. Pendugaan curah hujan ektrim dengan pemodelan SD tergantung pada data luaran GCM. Hal tersebut menurut Friederichs (2010) akan mengikuti sebaran GPD non stasioner di mana kejadian ekstrim tergantung pada peubah prediktor X atau disebut sebagai regresi GPD. Coles (2001) menyebutkan bahwa pendugaan parameter untuk regresi GPD berbasis pada Generelized Linear Model (GLM). Pada penelitian ini akan dikaji mengenai pemodelan SD dengan regresi GPD yang dipengaruhi oleh data luaran GCM untuk pendugaan curah hujan ekstrim.
Tujuan Penelitian
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Curah Hujan
Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan infiltrasi. Jadi, jumlah curah hujan yang diukur adalah tebalnya atau tingginya permukaan air hujan yang menutupi suatu daerah luasan di permukaan tanah. Satuan curah hujan yang umumnya dipakai oleh BMKG adalah milimeter (mm). Curah hujan 1 (satu) milimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1 (satu) milimeter atau tertampung air sebanyak 1 (satu) liter atau 1000 ml (Yoheser 2015).
Indikator iklim ekstrim menurut BMKG (2008) adalah curah hujan di atas 400 mm/ bulan. Curah hujan yang tinggi akan berpotensi menimbulkan bencana banjir dan longsor. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kejadian buruk akibat curah hujan ekstrim perlu diperhatikan nilai-nilai ekstrim. Mondiana (2012) menyatakan bahwa kejadian curah hujan ekstrim sulit untuk diprediksi sehingga hanya dapat dianalisis setelah kejadian itu terjadi, tetapi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka cuaca ekstrim dapat diduga melalui pendekatan empiris dengan model statistical downscaling (SD).
Global Circulation Model dan Statistical Downscaling
GCM merupakan metode numerik yang dibangun berdasarkan persamaan hukum klasik fisika. GCM merupakan model paling canggih yang dapat mensimulasikan perubahan iklim. Simulasi unsur iklim untuk masa mendatang suhu, curah hujan dan yang terkait dengan peubah hidrologi seperti snopack, penguapan atau debit air sungai. GCM menghasilkan data dalam bentuk grid atau petak wilayah dengan resolusi rendah (2.5o atau ± 300 km kali 300 km). Data GCM berupa grid yang menunjukkan bahwa data GCM merupakan salah satu bentuk data spasial yang berkaitan dengan keruangan. GCM mempresentasikan perubahan iklim global tidak secara lokal, untuk itu diperlukan teknik untuk menduga peubah perubahan iklim dengan skala lokal. Data GCM memiliki karakteristik yang berdimensi tinggi, non-linier, dan terdapat multikolinieritas (Wigena 2006, Auffhammer et al. 2011).
Downscaling merupakan salah satu teknik yang dikembangkan untuk
meningkatkan kinerja model, proses di mana dapat digunakan untuk transformasi hasil simulasi GCM pada skala global ke skala lokal. Teknik downscaling
bermanfaat untuk mengetahui hubungan fungsional antara peubah skala global dengan peubah skala lokal dan menduga nilai peubah dalam interval waktu tertentu berdasarkan sirkulasi atmosfer skala global (Hoar & Nychka 2008).
Statistical downscaling (SD) merupakan salah satu teknik yang dapat
4
dengan prediktor yang menjelaskan keragaman iklim lokal dengan baik, b) peubah prediktor disimulasi baik oleh GCM, dan c) hubungan antara respon dengan perubahan waktu dan tetap sama meskipun ada perubahan iklim (Busuioc
et al. 2010). Bentuk umum model SD
= (X) dengan = peubah skala lokal atau respon
X = peubah skala global atau prediktor
Gambar 1 Skema statistical downscaling
Teori Nilai Ekstrim
Teori nilai ekstrim (Extreme Value Theory, EVT) adalah salah satu teori yang membahas kejadian-kejadian ekstrim. Analisis tentang kejadian ekstrim memungkinkan untuk menduga kejadian-kejadian ekstrim. Inti dari EVT adalah mempelajari
= max{ , …, }
dengan , …, adalah peubah acak saling bebas yang memiliki fungsi sebaran F, biasanya mempresentasikan nilai dari proses pengukuran pada regulasi skala waktu, maka adalah nilai maksimum dari proses pengamatan pada kali pengamatan.
Terdapat tiga sebaran dasar nilai ekstrim yaitu sebaran Gumbel (1) , sebaran Frechet (2) dan sebaran Weibull (3) (Coles 2001):
( ) = − − ; −∞< < ∞ (1)
( ) =
0 ; >
− ; ≤ (2)
( ) = − − ; <
1 ; ≥
5
dengan > 0adalah parameter skala, adalah parameter lokasi dan > 0adalah parameter bentuk. Gambar 2 menunjukkan pola dari ketiga sebaran tersebut.
Gambar 2 Fungsi kepekatan peluang (fkp) sebaran Gumbel, Frechet dan Weibull Gambar 2 menunjukkan bahwa ketiga sebaran memberikan gambaran perilaku nilai ekstrim yang berbeda. Ketiga sebaran dapat digabung dalam satu bentuk umum yang disebut generalized extreme value (GEV). Berikut merupakan fungsi sebaran GEV:
( ) = −
1 + ; ≠0
− − ; = 0
dengan adalah parameter lokasi, > 0parameter skala dan parameter bentuk, menentukan karakteristik ujung sebaran. Jika > 0 fungsi peluang akan mempunyai ujung yang tak terhingga, bentuk parameter GEV akan mengarah pada sebaran Frechet, mengarah pada sebaran Gumbel untuk limit = 0 dan
< 0 akan mengarah pada sebaran Weibull.
Sebaran Pareto Terampat
Penentuan nilai ekstrim pada sebaran GEV menggunakan blok maksima, memilih nilai maksimum untuk setiap blok. Metode ini akan membuang banyak data yang telah diamati, sehingga terdapat cara lain yaitu dengan menentukan nilai ambang (threshold). Jika pengambilan nilai ekstrim diperoleh dari nilai yang melampaui ambang , − > 0akan mengikuti sebaran Pareto Terampat
(Generalized Pareto Distribution, GPD) (Coles 2001, Mallor et al. 2009) dengan
6 peluang (fkp) dari GPD dengan menurunkan fungsi sebarannya dapat dinyatakan sebagai berikut (Coles 2001, Mallor et al. 2009):
ℎ( ) = 1 + ; ≠0
− ; = 0
(4)
Metode pendugaan kemungkinan maksimum adalah cara yang digunakan untuk menduga parameter GPD. Berikut ini adalah fungsi kemungkinan dari fungsi kepekatan peluang GPD pada persamaan (4)
( , | . . . ) = ∏ 1 + (5)
Fungsi ln kemungkinan dari persamaan (5) sebagai berikut:
ln ( , | . . . ) = − ln − 1 + ∑ ln 1 + (6) Selanjutnya dari persamaan (6) diturunkan parsial terhadap parameter skala dan bentuk diperoleh
= − + ( 1 + )∑ (7)
= ∑ ln 1 + − + 1 ∑ (8)
Dari persamaan (7) dan (8) disamakan dengan nol untuk memperoleh penduga bagi dan . Persamaan yang diperoleh tidak dalam bentuk tertutup maka perhitungan dilakukan dengan analisis numerik dengan cara iterasi untuk memaksimumkan fungsi kemungkinan. Analisis numerik yang digunakan adalah metode Nelder-Mead.
Pemilihan Nilai Ambang
Menurut Coles (2001), pemilihan nilai ambang u dalam sebaran GPD dapat menggunakan Mean Residual Life Plot (MRLP). Metode MRLP didasarkan pada rata-rata nilai ekstrim, jika Y menyebar Pareto Terampat dengan parameter dan , maka
( ) =
dengan < 1, jika ≥1 rata-ratanya tak terhingga. Misal peubah acak merupakan pengamatan yang lebih dari nilai ambang batas akan menyebar GPD dengan rata-rata sebagai berikut:
( − | > ) =
7
MRLP dilengkapi dengan selang kepercayaan yang dihitung melalui pendekatan normal dari rataan contoh. Pemilihan titik pada MRLP sebagai nilai ambang batas adalah dengan cara melihat nilai u yang mendekati linier.
Tingkat Pengembalian
Tingkat pengembalian merupakan nilai maksimum yang diharapkan pada jangka waktu tertentu. Pada bidang pertanian nilai tingkat pengembalian memberikan informasi tentang jenis tanaman yang sesuai untuk ditanam pada jangka waktu tertentu. Untuk menghitung tingkat pengembalian diperlukan peluang tidak bersyarat peubah acak yaitu ( > ) dengan merupakan nilai maksimum yang diharapkan dari tingkat pengembalian > . Peluang bersyarat
dengan syarat > adalah sebagai berikut: { > | > } = 1 +
dengan
{ > } = 1 +
untuk = ( > ). Bila ditetapkan level yang dilampaui pada rata-rata untuk setiap pengamatan adalah
= 1 + (10)
maka nilai tingkat pengembalian pada jangka waktu m diperoleh dari persamaan (10), diperoleh hasil sebagai berikut:
= + ( ) −1 (11)
dengan dapat diduga dengan = (Mallor et al. 2009).
Regresi GPD
Model linier menghubungkan peubah prediktor dengan peubah respon, seperti pada regresi linier:
= X+
dengan adalah vektor koefisien regresi dan adalah vektor error model dengan ~ ( x, ) atau dapat dituliskan
8
Sebaran dari peubah respon bergantung pada peubah prediktor melalui rata-ratanya. Model linier dapat diperluas untuk yang tidak linier atau tidak menyebar normal yaitu, model linier terampat (generalized linear models, GLM). Dalam GLM sebaran dari peubah respon diasumsikan mengikuti sebaran keluarga eksponensial (exponential family of distribution), dengan bentuk sebagai berikut:
( ; , ) = − ( )
( ) + ( , )
Parameter adalah parameter natural dari keluarga eksponensial dan adalah parameter skala. Ketergantungan pada peubah prediktor dimodelkan melalui rata-rata dari peubah respon menggunakan fungsi hubung (link function) :
( | ) = ′X
dengan fungsi hubung adalah monoton dan turun.
Pada beberapa kejadian, nilai ekstrim tergantung pada peubah prediktor atau dapat dinyatakan sebagai bentuk regresi GPD. Sebaran dari peubah respon akan bergantung pada peubah prediktor melalui parameter GPD, sebagai berikut (Coles 2001, Friederichs 2010):
| ~ ( (X) , (X) )
dengan peubah acak bebas dan X adalah matriks peubah prediktor. Parameter sebaran GPD memiliki hubungan ketergantungan linier dengan peubah prediktor
,sehingga membentuk model regresi linier terampat (Friederichs 2010)
( ) = + ∑ =
( ) = + ∑ =
dengan adalah banyak peubah prediktor, invers dari ( )dan ( ) merupakan fungsi hubung (link function). Friederichs (2010) menyatakan bahwa statistical
downscaling dengan GPD dilakukan dengan parameter bentuk konstan ( ) =
dan parameter skala tidak stasioner.
Terdapat dua tahap dalam pendugaan nilai ekstrim dengan sebaran GPD. Tahap pertama adalah menduga parameter menggunakan metode pendugaan kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood Estimation, MLE). Secara umum GPD memiliki fungsi kepekatan peluang seperti pada persamaan (1). Berikut ini merupakan fungsi kemungkinan untuk ≠ 0 dari , …, di mana adalah banyaknya nilai yang melampaui ambang (Mallor et al. 2009):
( ( ) , | . . . ) = ( ) ∏ 1 +
( ) (12)
Fungsi ln kemungkinan dari persamaan (12) sebagai berikut:
ln ( ( ) , | . . . ) = − ln ( ) − 1 + ∑ 1 + ( ) (13)
Selanjutnya dari persamaan (13) diturunkan terhadap parameter yang akan diduga dan disamakan dengan nol. Persamaan yang diperoleh tidak dalam bentuk tertutup maka perhitungan dilakukan dengan analisis numerik dengan cara iterasi untuk memaksimumkan fungsi kemungkinan.
Tahap kedua adalah menduga nilai ekstrim, Beirlant et al. (2004) menyatakan bahwa model regresi GPD memungkinkan untuk menggunakan regresi kuantil untuk menduga nilai ekstrim. Model regresi kuantil ke- untuk batas ambang adalah model linier sebagai berikut:
9
adalah koefisien regresi kuantil. Selanjutnya untuk menghitung regresi kuantil pada GPD non stasioner diduga peluang dari yang lebih besar dari bersyarat peubah prediktor X adalah ( > | ) = 1− . Misal didefinisikan peluang ̃:
̃ ≡ ( | > 0, ) = − 1−
Pendugaan kuantil ke-τ dari peubah acak sebagai berikut:
( | ) = +
( )
( 1− ̃) −1 ; ≠0 + ( ) log( 1− ̃) ; = 0
10
3 METODE PENELITIAN
Data
Terdapat dua data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data luaran GCM dan data curah hujan dari stasiun cuaca. Data GCM adalah data curah hujan bulanan Climate Model Intercomparison Project (CMIP5) dari website http://climexp.knmi.nl/ tahun 1979 sampai 2008 dengan posisi wilayah 1.25°LS-18.75°LS dan 101.25°BT-118.75°BT. Terdapat 8x8 grid luasan daerah berbentuk persegi, sehingga terdapat 64 peubah X. Curah hujan lokal diukur pada 15 stasiun cuaca di kabupaten Indramayu dari tahun 1979 sampai tahun 2008, data yang digunakan adalah rata-rata curah hujan dari semua stasiun.
Metode Analisis
Berikut ini adalah langkah-langkah analisis data:
1. Statistika deskriptif untuk data curah hujan sebagai informasi awal keragaman data amatan.
2. Mereduksi dimensi peubah prediktor (data GCM) dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU) , dengan langkah-langkah sebagai berikut:
 Sekumpulan pengamatan xij, dengan i= 1, 2,..., n dan j= 1, 2,..., p
 Membuat matriks ragam peragam atau matriks korelasi (misalnya A)  Menentukan nilai akar ciri dengan persamaan |A-λI| = 0
 Menentukan jumlah komponen utama berdasarkan ukuran keragaman lebih dari 90% dan nilai akar ciri lebih dari 1 (λ >1)
 Menghitung skor komponen utama (KU) berdasarkan dari model = , dengan adalah vektor ciri
3. Membagi data menjadi 2, yaitu data training untuk menyusun model tahun 1979-2007 dan data testing untuk validasi model tahun 2008.
4. Membagi data menjadi empat triwulan yaitu musim hujan (Desember, Januari, Februari), peralihan musim hujan-kemarau (Maret, April, Mei), kemarau (Juni, Juli, Agustus), peralihan kemarau hujan (September, Oktober, November) (Wulan & Sutikno 2013)
5. Menentukan batas ambang ( ) dengan menggunakan mean residual life
plot (MRLP) untuk data curah hujan sesuai dengan persamaan (9)
 Membuat MRLP menggunakan software R dengan dengan package
6. Melakukan uji kesesuaian sebaran untuk data curah hujan yang lebih dari nilai ambang dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan cara sebagai berikut:
11
H0: ( ) = ( ) (data telah mengikuti sebaran GPD)
H1: ( ) ≠ ( ) (data tidak mengikuti sebaran GPD)
dengan ( ) adalah sebaran teoritis tertentu, sesuai dengan yang dihipotesisikan yaitu GPD
 Menduga parameter bentuk (ξ) dan skala (σ) GPD untuk data curah hujan bulanan sesuai dengan persamaan (7) dan (8).
 Menghitung tingkat pengembalian GPD dengan persamaan (11).  Menghitung rata-rata kesalahan absolut relatif (mean absolute percent
error, MAPE) dengan rumus:
= ∑| − |/ × 100%
 Menghitung root mean square error of prediction (RMSEP)
= 1 ( − )
8. Model regresi GPD
 Melakukan transformasi terhadap waktu (bulan) pada data curah hujan, karena pola curah hujan di Indonesia memiliki pola musiman dengan transformasi sin dan cos dengan cara (Kurniawati 2013)
= cos = −sin
dengan t adalah bulan t= 1, 2,..., 12; M adalah banyak bulan yaitu 12 bulan
 Membangun empat model regresi GPD 1. M1 adalah model dari data awal.
2. M2 adalah model M1 dengan penambahan dummy dua musim, yaitu musim penghujan (Januari, Februari, Maret, Oktober, November, Desember) dan musim kemarau (April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September).
3. M3 adalah model M1 dengan penambahan dummy 4 musim menurut Wulan & Sutikno, 2013.
4. M4 adalah model dengan membagi data menjadi 4 musim (seperti M3) dengan nilai ambang untuk setiap musim.
 Memilih model terbaik dilihat dari RMSEP terkecil.
 Memduga curah hujan ekstrim pada kuantil 75, 90, 95 dengan persamaan (14).
9. Melakukan validasi dan pengujian konsistensi
 Menghitung nilai RMSEP, semakin kecil nilai RMSEP model yang terbentuk semakin akurat dalam menghasilkan nilai dugaan.
12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data Curah Hujan
Data curah hujan bulanan yang tercatat pada 15 stasiun penakar curah hujan di Kabupaten Indramayu secara umum menunjukkan bahwa curah hujan bulanan rata-rata sebesar 122.62 mm/bulan. Curah hujan tertinggi adalah sebesar 582.6 mm/bulan yang terjadi pada Bulan Januari, sedangkan curah hujan terendah sebesar 0 mm/bulan. Curah hujan di Kabupaten indramayu memiliki nilai simpangan terhadap rata-ratanya sebesar 110.36 mm/bulan. Nilai tersebut cukup besar untuk menggambarkan bahwa data curah hujan cukup beragam.
Gambar 3 memperlihatkan bahwa curah hujan di Kabupaten Indramayu memiliki pola muson atau memiliki pola huruf U, yaitu memiliki satu puncak musim hujan. Puncak musim hujan terjadi pada Bulan Januari dengan nilai rata-rata curah hujan sebesar 308.8 mm/bulan. Gambar 3 menunjukkan bahwa periode musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai Maret dan musim kemarau antara bulan April sampai September.
Gambar 3 Pola curah hujan Kabupaten Indramayu tahun 1979-2008
13
Tabel 1 Deskripsi data curah hujan (mm/bulan) tahun 1979-2008 Bulan
Rata-Intercomparison Project (CIMP5) yang berupa luasan daerah berbentuk persegi.
Pada penelitian ini data GCM digunakan sebagai peubah prediktor. Terdapat 8 × 8 grid, sehingga terdapat 64 peubah prediktor X yang berada di atas kawasan Kabupaten Indramayu. Data GCM berdimensi tinggi dan memiliki multikolinieritas antar grid, sehingga untuk mereduksi dimensi data GCM dan mengatasi multikolinieritas dilakukan analisis komponen utama (AKU).
Nilai akar ciri dari AKU untuk enam komponen utama (KU) disajikan pada Tabel 2. Telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa dalam menentukan jumlah KU yang digunakan dapat melihat nilai akar ciri yang lebih dari satu dan keragaman kumulatif lebih dari 90%. Dengan demikian jumlah KU yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat KU dengan nilai akar ciri sebesar 1.16 dan keragaman kumulatif 0.9663, artinya dengan empat KU dapat menjelaskan 96.63% peubah asal.
14
Eksplorasi antara skor KU dengan respon curah hujan dilakukan untuk melihat pola data dan ada atau tidaknya pengaruh nonlinear. Lampiran 1 memperlihatkan bahwa hubungan masing-masing skor KU dengan curah hujan tidak membentuk pola linear melainkan menyebar mengikuti sebaran nonlinear sehingga sudah selayaknya pemodelan dilakukan dengan mengakomodasi pengaruh nonlinear melalui model terampat.
Penentuan Nilai Ambang
Identifikasi curah hujan ekstrim pada kabupaten Indramayu dilakukan dengan penentuan nilai ambang dengan menggunakan MRLP. Penentuan nilai ambang dilihat dari MRLP yang membentuk atau memiliki pola yang telah linier. Pada Gambar 4 MRLP mulai menunjukkan pola linier untuk nilai ambang antara 140 sampai 200. Selanjutnya penentuan nilai ambang dilihat dari grafik range pendugaan parameter, apabila nilai kedua parameter telah konstan pada suatu nilai. Berdasarkan Gambar 5 kedua parameter telah konstan pada nilai 145, maka nilai ambang yang dipilih pada kasus ini adalah 145.
Gambar 4 Grafik MRLP data curah hujan
15
Penentuan nilai ambang dengan MRLP sifatnya subyektif, sehingga perlu dilakukan pengujian secara formal agar data ekstrim yang diambil mengikuti sebaran GPD. Uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk menguji kesesuaian data ekstrim menyebar GPD. Hasil pengujian pada nilai ambang 145 menunjukkan statistik hitung sebesar 0.047, nilainya lebih kecil dari nilai kritisnya 0.11 pada α=5% sehingga tidak tolak hipotesis nol. Hal ini menunjukkan bahwa data curah hujan ekstrim yang terpilih mengikuti sebaran GPD. Penentuan nilai ambang juga dilakukan pada kelompok triwulan dengan menggunakan MRLP dapat dilihat pada Lampiran 2 dan pengujian kesesuaian sebaran GPD menggunakan uji Kolmogorof- Smirnov seperti pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji Kolmogorov-Smirnov triwulan pada α = 5%
Bulan Nilai
ambang
Statistik uji Daerah kritis Keputusan
Desember, Januari, Februari 145 0.053 0.149 Menyebar GPD
Maret, April, Mei 100 0.068 0.170 Menyebar GPD
Juni, Juli, Agustus 10 0.067 0.168 Menyebar GPD
September, Oktober, November 45 0.070 0.192 Menyebar GPD
Tingkat Pengembalian Sebaran GPD
Analisis tentang kejadian ekstrim memungkinkan untuk menduga kejadian-kejadian ekstrim. Teori nilai ekstrim bertujuan untuk mengkaji perilaku stokastik suatu proses pada suatu nilai ambang tertentu. Tabel 4 menunjukkan hasil pendugaan parameter GPD, parameter skala , parameter bentuk tiap tahun menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Nilai rata-rata parameter skala sebesar 82.76 dan parameter bentuk sebesar 0.06 dengan simpangan baku sebesar 1.36 dan 0.01. Nilai ini menunjukkan tingkat keragaman yang relatif kecil.
Tabel 4 Nilai dugaan parameter GPD Periode Analisis Nilai Dugaan
u
16
jauh dari nilai ekstrim aktualnya. Nilai MAPE kesalahan relatifnya cukup besar yaitu, berkisar antara 18-47%.
Tabel 5 Prediksi tingkat pengembalian curah hujan periode tahunan Periode
Analisis
Periode Ramalan
Tingkat
Pengembalian Aktual MAPE
1979-2003 2004 275.99 521.27 47%
1979-2004 2005 277.71 235.07 18%
1979-2005 2006 274.69 409.00 33%
1979-2006 2007 274.25 356.40 23%
1979-2007 2008 276.29 439.33 37%
Hasil prediksi dari nilai tingkat pengembalian yang diperoleh memberikan nilai RMSEP sebesar 150.56 dan nilai korelasi sebesar 0.36. Nilai kesalahan relatif dan RMSEP yang besar serta korelasi yang kecil menunjukkan bahwa nilai tingkat pengembalian GPD belum cukup baik untuk menduga curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu. Oleh karena itu, pendugaan curah hujan ekstrim dengan pemodelan SD pada sebaran GPD akan dilakukan dengan pendekatan GLM atau regresi GPD.
Regresi GPD
Pemodelan nilai ekstrim dengan GPD memanfaatkan data GCM sebagai peubah prediktor. Berdasarkan Gambar 3, tampak bahwa pola curah hujan di Kabupaten Indramayu mengikuti pola musiman. Berdasarkan penelitian Kurniawati & Sutikno (2013) untuk menangkap pola musiman pada data curah hujan ditambahkan peubah tranformasi sin cos pada bulan. Oleh karena itu peubah transformasi ditambahkan sebagai peubah prediktor pada pemodelan nilai ekstrim GPD.
Gambar 6 Nilai RSMEP pemodelan GPD
17
Guna mendapatkan model yang terbaik untuk pendugaan curah hujan ekstrim dengan GPD, dibangun empat model, yaitu M1, M2, M3 dan M4. Gambar 6 memperlihatkan nilai RMSEP untuk keempat model yang dibangun. Penambahan peubah dummy dapat sedikit menurunkan nilai RMSEP, namun dengan pembagian empat musim menunjukkan penurunan yang lebih signifikan. Berdasarkan keempat model yang didapat nilai RMSEP terkecil pada model M4 dengan nilai RMSEP pada kuantil ke-75, ke-90, dan ke-95 adalah 78.7112, 93.6305, dan 106.5443. Dengan demikian M4 merupakan model terbaik yang akan digunakan untuk memprediksi curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu.
Model M4 memberikan hasil prediksi curah hujan ekstrim yang lebih baik bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Sari (2015) yaitu model SD berbasis regresi kuantil dengan reduksi peubah prediktor menggunakan Komponen Utama Fungsional (KUF) dan Komponen Utama (KU). Nilai RMSEP pada kuantil 90, 95 untuk model regresi kuantil dengan KUF dan KU adalah 100.45, 124.69 dan 104.80, 145.83. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan RMSEP model GPD pada kuantil 90 dan 95 yaitu, 93.63 dan 106.54. Jadi dapat disimpulkan bahwa model SD berbasis GPD lebih baik daripada model SD berbasis regesi kuantil dengan KUF dan KU dalam memprediksi curah hujan ekstrim di kabupaten Indramayu. Tabel 6 merupakan hasil pendugaan parameter regresi GPD untuk M4.
Tabel 6 Nilai parameter model GPD untuk setiap musim
Bulan Nilai
Pemodelan regresi GPD dilakukan pada setiap musim. Terdapat delapan parameter yang diduga, tujuh diantaranya adalah parameter skala yang tidak konstan (misal untuk batas ambang 145) dan satu parameter bentuk ( ).
( ) = 142.43−1.91 1 + 14.99 2−9.24 3 + 20.68 4 + 3.8 sin( ) −21.94cos( )
18
Gambar 7 Prediksi model GPD dengan M4 data curah hujan tahun 2008
Gambar 7 menunjukkan bahwa model GPD dapat memprediksi curah hujan ekstrim dengan baik. Curah hujan prediksimengikuti pola curah hujan aktual, hanya bulan Januari tidak mengikuti pola. Curah hujan pada bulan januari seharusnya lebih rendah dari bulan Februari namum diprediksi lebih tinggi. Bulan Februari memiliki curah hujan tertinggi yang terjadi di tahun 2008 dengan nilai 439 mm/bulan. Nilai ini dapat diduga dengan baik pada kuantil ke-95 yakni 453.23 mm/bulan. Begitupula pada curah hujan pada bulan Maret nilai aktual berada tepat pada kuantil ke-95, artinya pada bulan Maret terjadi curah hujan ekstrim. Hal tersebut dapat dilihat bahwa curah hujan pada bulan Maret memiliki curah hujan lebih tinggi dari yang biasa terjadi yaitu mencapai 263.97 mm/bulan. Secara umum, untuk bulan-bulan yang berada di musim kemarau dan peralihan akan lebih baik diprediksi di bawah kuantil 75, seperti terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Hasil prediksi musim peralihan dan musim kemarau
19
Gambar 8 menyajikan hasil prediksi curah hujan untuk kuantil 5, 10, 25, 50 dan 75 pada musim peralihan dan musim kemarau. Musim kemarau akan lebih tepat diprediksi dengan kuantil ke-5, nilai curah hujan aktual bulan Juli dan Agustus berada tepat di kuantil ke-5, sedangakan bulan Juli berada pada kuantil ke-25. Hal tersebut dimungkinkan karena bulan Juli masih dalam proses peralihan musim. Pola prediksi curah hujan pada musim peralihan dan musim kemarau menjadi lebih baik pada Gambar 8 dibandingkan dengan Gambar 7 yang hanya mampu untuk menduga curah hujan ekstrim atas.
Nilai RMSEP dapat dibagi-bagi menurut kelompok musim untuk menentukan ketepatan kuantil dalam memprediksi curah hujan. Tabel 7 menyajikan nilai RMSEP untuk keempat musim. Nilai RMSEP terkecil pada musim hujan pada kuantil ke-75, musim peralihan hujan kemarau pada kuantil ke-50, musim kemarau pada kuantil ke-5 dan musim peralihan kemarau hujan baik pada kuantil ke-45. Curah hujan pada setiap musim akan diprediksi untuk kuantil yang sesuai.
Tabel 7. Nilai RMSEP empat musim
Musim Kuantil RMSEP
Hujan 75 69.47
90 80.90
95 112.29
Peralihan hujan-kemarau 25 88.74 50 85.77
75 94.16
Kemarau 5 10.08
10 11.43
25 19.52
Peralihan kemarau-hujan 10 51.87 25 46.39
50 56.98
Validasi
20
Gambar 9 Validasi dengan RMSEP berdasarkan jumlah tahun prediksi
Konsistensi Model
Model SD akan memberikan hasil yang baik jika hubungan antara peubah respon dengan peubah prediktor tidak berubah dengan perubahan waktu dan tetap sama meskipun ada perubahan iklim, atau model SD tetap konsisten dalam pendugaannya pada waktu-waktu yang berbeda (Wigena 2006). Konsistensi model GPD dapat diketahui dari hasil pendugaan yang konsisten pada berbagai waktu pendugaan. Tabel 8 menyajikan korelasi untuk setiap peduaan pada berbagai waktu yang nilainya tidak jauh berbeda.
Tabel 8 Nilai korelasi model GPD untuk prediksi curah hujan 1 tahun Data historis Data
dugaan Kuantil Korelasi
21
22
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penentuan nilai ambang dengan MRLP dan uji kesesuaian sebaran Kolmogorov Smirnov untuk semua bulan diperoleh hasil sebesar 145. Nilai ambang untuk musim hujan sebesar 145, untuk musim peralihan hujan ke kemarau 100, untuk musim kemarau 10 dan untuk musim peralihan kemarau ke hujan 45. Berdasarkan empat model yang dibentuk, model terbaik yang didapatkan adalah model GPD dengan membagi data menjadi 4 musim. Hasil prediksi curah hujan ekstrim di Kabupaten Indramayu pada bulan Januari lebih tinggi dan tidak mengikuti pola dengan baik, namun secara umum pola dugaan mirip dengan pola data aktualnya.
Model ini dapat memprediksi curah hujan ekstrim dengan baik pada bulan Februari yang merupakan puncak hujan pada tahun 2008. Februari diprediksi pada ke-95 dengan nilai 453.23 mm/bulan. Musim peralihan hujan-kemarau diprediksi pada kuantil ke-50, musim kemarau dapat diprediksi dengan baik pada kuantil ke 5 dan musim peralihan kemarau-hujan pada kuanti ke-10. Model yang dihasilkan dapat memduga curah hujan ekstrim dengan baik untuk pendugaan satu tahun kedepan dan model ini merupakan model yang konsisten.
Saran
Pada penelitian ini model yang dihasilkan belum mengikuti pola data aktual seluruhnya. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan metode lain dalam penentuan batas ambang misalnya metode
Likelihood-based procedures. Menduga curah hujan ekstrim untuk harian, agar
23
DAFTAR PUSTAKA
Auffhammer M, Hsiang SM, Schlenker W, Sobel A. 2011. Global Climate Data: A User Guide For Economists. Columbia University.
Beirlant J, Goegebeur Y, Teugels J, Segers J, Waal DD, Ferro C. 2004. Statistics of Extreme: Theory and Application. London: John Wiley & Son
BMKG. 2008. Curah Hujan dan Potensi BencanaGerakan Tanah [Internet]. [Diunduh 30 Maret 2015]. Tersedia. http://www.bmkg.go.id/BMKGPusat /Informasi_Iklim/Informasi_Perubahan_Iklim/Informasi_Indeks_Ekstrim_ Perubahan_Iklim.bmkg
Busuioc A, Chen D, Hellstrom C. 2001. Performance Of Statistical Downscaling Models In GCM Validation And Regional Climate Change Estimates: Application For Swedish Precipitation. Int J Climatol. 21:557-578.
Coles S. 2001. An Introduction To Statistical Modeling Of Extreme Value. Springer Series In Statistics.. London: Springer-Verlag.
Friederichs P. 2010. Statistical Downscaling Of Extreme Precipitation Event Using Extreme Value Theory . Springer: Volume 13, Issue 2, pp 109-132. Handayani L. 2014. Statistical Downscaling Dengan Model Aditiv Terampat
Untuk Pendugaan Curah Hujan Ekstrim [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hoar T, Nychka D. 2008. Statistical Downscaling Of The Community Climate System Model (CCSM) Monthly Temperature And Precipitation Projections [Internet]. [Diunduh 30 Maret 2015]. Tersedia Pada: Https://Gisclimatechange.Ucar.Edu/Sites/Default/Files /Users/ Downscaling.Pdf.
Kurniawati Y, Sutikno. 2013. Analisis Data Ekstrim Dependen (Non Stationer) Pada Kasus Curah Hujan Ekstrim Di Jawa Timur Dengan Pendekatan Peaks Over Threshold. Surabaya: Jurusan Statistika ITS
Mallor F, Omey E, Nualart E. 2009. An Introduction To Statistical Modelling Of Extreme Value. Application To Calculate Extreme Wind Speed. Research Paper: Hogeschool-Brussel University.
Mondiana QM. 2012. Pemodelan Statistical Downscaling Dengan Regresi Untuk Pendugaan Curah Hujan Ekstrim [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sari WJ.2015. Pemodelan Statistical Downscaling Dengan Regresi Komponen Utama Fungsional Untuk Prediksi Curah Hujan Ekstrim [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertania Bogor.
Wigena AH. 2006. Pemodelan Statistical Downscaling Dengan Regresi
Projection Pursuit Untuk Peramalan Curah Hujan Bulanan: Kasus Curah
Hujan Bulanan Di Indramayu [Disertasi]. Bogor (Id): Institut Pertanian Bogor.
Wigena AH. 2011. Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Untuk Statistical
Downscaling. Prosiding Scientific Jurnal Club BMKG.
Wulan YS, Sutikno. 2013. Estimasi Parameter Generalized Pareto Distribution Pada Kasus Identifikasi Perubahan Iklim di Sentra Produksi Padi Jawa Timur. Jurnal Sains Dan Seni POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520. Yoheser R. 2015. Curah Hujan [Internet]. [Diunduh 30 Maret 2015]. Tersedia
24
25
Lampiran 1. Grafik hubungan data curah hujan dengan komponen utama Musim penghujan (Januari, Februari, Desember)
26
Lanjutan Lampiran 1.
Musim peralihan penghujan ke kemarau (Maret, April, Mei)
27
Lanjutan Lampiran 1.
Musim kemarau (Juni, Juli, Agustus)
28
Lanjutan Lampiran 1.
Musim peralihan kemarau ke penghujan (September, Oktober, November)
29
Lampiran 2. Grafik MRL dan Grafik range pendugaan parameter dengan nilai ambang pada sebaran GPD
Semua Bulan
30
Lanjutan Lampiran 2.
31
Lanjutan Lampiran 2.
Musim kemarau (Juni, Juli, Agustus)
32
33
39
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar pada tanggal 22 Desember 1989, sebagai anak pertama dari pasangan Budi Lenggono dan Elly Rosidah. Pendidikan sekolah menengah ditempuh di SMA Negeri 1 Blitar Program Ilmu Alam, lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Statistika Universitas Brawijaya Malang dan menyelesaikan pada tahun 2012. Pada saat S1, penulis menjadi asisten praktikum dan responsi dari beberapa mata kuliah.