SKRIPSI
Disusun oleh :
Jefi Mohamad Qoris 20110210014
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Guna Memperoleh
Derajat Sarjana Pertanian
Disusun oleh :
Jefi Mohamad Qoris 20110210014
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
ii
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Q.S Al Insyirah : 6-8)
Jika seseorang percaya sesuatu itu tidak mungkin, pikirannya akan bekerja
baginya untuk membuktikan mengapa hal itu tidak mungkin. Tetapi, Jika
seseorang percaya, benar-benar percaya, sesuatu dapat dilakukan maka
pikirannya akan bekerja baginya dan membantunya mencari jalan untuk
melaksanakannya. (David J. Schwartz)
Kesuksesan adalah standar yang diberikan orang lain untuk menilai kita.
Kepuasan adalah standar yang kita berikan untuk diri sendiri.
iii
takdirMu telah Kau jadikan aku manusia yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku.
Lantunan Al-fatihah beriring Shalawat dalam sholatku merintih, menadahkan doa dalam syukur yang tiada terkira, terima kasihku untukMu. Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk Ayahanda dan Ibundaku tercinta, yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada didepanku. Ayah,.. Ibu... terimalah bukti kecil ini sebagai kado keseriusanku untuk membalas semua pengorbananmu dalam hidupmu demi hidupku kalian ikhlas mengorbankan segala perasaan tanpa kenal lelah, dalam lapar berjuang separuh nyawa hingga segalanya. Maafkan anakmu Ayah,… Ibu… masih saja ananda menyusahkanmu.
Dalam sholat di lima waktu mulai fajar terbit hingga terbenam
seraya tangaku menadah” ya Allah ya Rahman ya Rahim... Terimakasih telah kau tempatkan aku diantara kedua malaikatmu yang setiap waktu
ikhlas menjagaku,...mendidikku,…membimbingku dengan baik, ya Allah… berikanlah balasan setimpal syurga firdaus untuk mereka dan
jauhkanlah mereka nanti dari panasnya sengat hawa api nerakamu.
"Hidupku terlalu berat untuk mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan
bantuan Tuhan dan orang lain.
iv
apa”, buat saudara sekaligus sahabatku
anak-anak BLACKGODZILA dan anak kos Lembah Siluman, Awaludin (suhu walker), Fuad (pudel), Pras (ocos), Emin (paimin), Jefi (jepun), Gilang (geri), Yuda (Bambang), J-ho, Seto (gendon), anam (anamkha), Acil (icong), mas Dedi (amoeng), Rizki (alzoen), Dingga (biloba), Ferdy (batek) dan dede. “Jadi juga aku pakai toga setelah melewati masa-masa sulit harus mengulang penelitian berkali-kali’, makasih sudah jadi sobat
“gila” dalam segala hal yang selalu memotivasiku saat ku benar-benar patah arang mengerjakan skriphit ini. Buat yang masaih mengejar mimpi menggapai toga, tetap semangat kejar terus target wisudamu, pantang menyerah dan tetap fokus, kini hanya doa yang dapat aku bantu, semoga sukses !!!
Kalian semua bukan hanya menjadi teman dan adik yang baik,
kalian adalah saudara bagiku!!
Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan dikejar, untuk sebuah pengharapan, agar hidup jauh lebih bermakna, hidup tanpa mimpi ibarat arus sungai. Mengalir tanpa tujuan. Teruslah
belajar, berusaha, dan berdoa untuk menggapainya. Jatuh berdiri lagi. Kalah mencoba lagi. Gagal Bangkit lagi.
Never give up!
Sampai Allah SWT berkata “waktunya pulang”
Hanya sebuah karya kecil dan untaian kata-kata ini yang dapat kupersembahkan kepada kalian semua,, Terimakasih beribu
terimakasih kuucapkan..
Atas segala kekhilafan salah dan kekuranganku,
kurendahkan hati serta diri menjabat tangan meminta beribu-ribu kata maaf tercurah.
v
1. Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah
mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya
menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah,
maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim
Pembimbing.
4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Yogyakarta, Agustus 2016 Yang membuat pernyataan
vi
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
INTISARI ... Error! Bookmark not defined.
ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined.
I. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.
B. Perumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
II. TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.
A. Tanaman jagung (Zea mays. L) ... Error! Bookmark not defined.
B. Tanah Regosol ... Error! Bookmark not defined.
C. Kompos kotoran sapi ... Error! Bookmark not defined.
D. Pupuk N, P, dan K... Error! Bookmark not defined.
E. Pupuk pelet... Error! Bookmark not defined.
F. Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.
III. TATA CARA PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
B. Bahan dan Alat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
C. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
D. Cara Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
E. Parameter yang Diamati ... Error! Bookmark not defined.
F. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Variabel Vegetatif ... Error! Bookmark not defined.
viii
2. Rerata jumlah daun (helai) 13 MST ... Error! Bookmark not defined.
3. Hasil rerata luas daun ... Error! Bookmark not defined.
4. Rerata berat segar dan berat kering tanaman (gram) pada umur 16 MST. Error! Bookmark not defined.
5. Berata berat segar bunga (gram) pada umur 16 MST ...Error! Bookmark not defined.
6. Berata berat kering bunga (gram) pada umur 16 MST. ....Error! Bookmark not defined.
7. Berata panjang bunga (cm) pada umur 16 MST. ...Error! Bookmark not defined.
ix
2. Perhitungan kebutuhan pupuk. ... Error! Bookmark not defined.
3. Perhitungan kebutuhan pupuk. ... Error! Bookmark not defined.
4. Layout ( tata letak penelitian) ... Error! Bookmark not defined.
5. Proses pembuatan pupuk pelet ... Error! Bookmark not defined.
6. Bahan dan Alat. ... Error! Bookmark not defined.
7. Tanaman umur 16 minggu pada berbagai perlakuan. ...Error! Bookmark not defined.
8. Tabel sidik ragam tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun dan berat segar tanaman. ... Error! Bookmark not defined.
9. Tabel berat kering tanaman, berat segar tanaman, berat kering bunga dan
panjang bunga. ... Error! Bookmark not defined.
10. Tabel sidik ragam jumlah tangkai (helai)... Error! Bookmark not defined.
1
Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas
Pertanin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Email : [email protected]
ABSTRACT
The study, entitled balance dose of fertilizer N, P, K and farm manure in pelet form to the growth of maize ( Zea mays L. ) in soil regosol which aims to determine the effect and the best balance of compost manure on the growth of the corn crop in the ground has regosol conducted between February and June 2016 in the Green House and the Faculty of Agriculture UMY .
This research was conducted with the experimental method with single factor experimental design were arranged in a completely randomized design ( CRD ). Factors that were tested, namely the balance of cow dung compost fertilizers and NPK were pelletized consists of 6 treatments are P1 : Fertilizer N 60 kg / ha ; P 30 kg / hectare ; K 15 kg / hectare + composted farm manure 15 t / ha form of pellets . P2 : Fertilizer N 80 kg / ha ; P 40 kg / hectare ; K 20 kg / hectare + composted farm manure 20 t / ha form of pellets . P3 : Fertilizer N 100 kg / ha ; C 50 kg / hectare ; K 25 kg / hectare + composted farm manure 25 t / ha form of pellets . P4 : Fertilizer N 60 kg / ha ; P 30 kg / hectare ; K 15 kg / hectare + composted farm manure 15 t / ha grain forms . P5 : Fertilizer N 80 kg / ha ; P 40 kg / hectare ; K 20 kg / hectare + composted farm manure 20 t / ha granular form . P6 : Fertilizer N 60 kg / ha ; P 30 kg / hectare ; K 15 kg / hectare + composted farm manure 25 t / ha of grain shape.
Balance of fertilizer N, P , K and composted farm manure granular form affect the growth of corn plants in regosol soil and fertilizer N 60 , P 30 , K 15 kg / hectare + composted farm manure 15 t / ha of grain shape is best counterweight .
1
mempunyai beberapa keunggulan. Menurut Sugiyono et al. (2004) dalam Nur
(2013) dilihat dari nilai gizinya, jagung mempunyai kadar protein lebih tinggi
(9,5%) dibandingkan dengan beras (7,4%). Selain itu, kandungan mineral dan
vitamin antara beras dan jagung juga hampir sama. Keunggulan jagung dibanding
jenis serealia lainnya adalah warna kuning pada jagung. Warna kuning pada
jagung dikarenakan kandungan karotenoid. Jagung kuning mengandung
karotenoid berkisar antara 6,4-11,3 μg/g, 22% diantaranya beta-karoten dan 51%
xantofil., Pigmen xantofil yang utama adalah lutein dan zeaxanthin (Koswara,
2000 dalam Nur, 2013). Beta-karoten memiliki aktivitas provitamin A yang dapat
memberikan perlindungan terhadap kebutaan, khususnya disebabkan oleh katarak
dengan menjadi filter terhadap sinar UV. Xanthofil memiliki fungsi meregulasi
perkembangan sel dan melindungi sel normal dari sel mutan pemicu penyebab
kanker, menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan tubuh, sistem
imunitas tubuh terhadap serangan infeksi dengan meningkatkan komunikasi antar
sel, dan mencegah penyakit jantung (Abdelmadjid, 2008. dalam Nur, 2013).
Peluang budidaya jagung dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik
(BPS) dan Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan). Produksi
jagung nasional mencapai 17,6 juta ton pipilan kering dengan luas panen 4,8 juta
hektar (ha). Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
turun 1,1 juta ton atau 5,99 persen menjadi 17,23 juta ton pipilan kering
dibandingkan produksi sepanjang 2010. Oleh karena itu data pada tahun 2011
disebutkan bahwa indonesia mengimpor jagung mencapai 2,9 juta ton, Argentina
sejauh ini berkontribusi memasok kebutuhan jagung dalam negeri sekira 70
persen terhadap total volume impor per bulan, kemudian disusul India, yang
berkontribusi sekira 10 % (Gusmardi, 2012).
Upaya peningkatan produksi jagung, baik melalui intensifikasi maupun
ekstensifikasi, selalu diiringi oleh penggunaan pupuk, terutama pupuk anorganik,
untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Pada prinsipnya, pemupukan dilakukan
secara berimbang, sesuai kebutuhan tanaman dengan mempertimbangkan
kemampuan tanah menyediakan hara secara alami, keberlanjutan sistem produksi,
dan keuntungan yang memadai bagi petani. Menurut Syafrudin dkk (2008),
tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang diserap melalui
tanah. Pupuk kandang adalah campuran antara kotoran hewan dengan sisa
makanan hewan. Campuran ini mengalami pembusukan hingga tidak berbentuk
seperti asalnya lagi dan memiliki kandungan hara yang cukup untuk menunjang
pertumbuhan tanaman. Selain itu kandang kotoran sapi yang berasal dari air
kencing hewan, tetapi biasanya hanya dikenal oleh sekelompok masyarakat. Hal
ini disebabkan karena jumlahnya yang kecil dan jarang ada secara khusus
mengumpulkan air kencing hewan untuk pemupukan. Didalam pupuk kandang
sapi teradapat beberapa kandungan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman. Menurut Nina (2014) Pupuk kandang kotoran sapi juga mengandung
pelet adalah salah satu alternatif pengubahan bentuk dari pupuk curah menjadi
berbentuk pelet atau granul. Pupuk pelet mempunyai beberapa keunggulan, hal ini
diungkapkan Isroi (2009), pupuk pelet memiliki keunggulan yang sama dengan
POG, yaitu: kemudahan aplikasi, pengemasan, dan transportasi. Keunggulan yang
lain adalah proses pembuatan yang lebih singkat dan mudah.
Tanah regosol merupakan jenis tanah yang masih muda, terbentuk pada
timbunan bahan induk yang baru diendapkan, yang terangkut dari tempat lain dan
tertimbun pada tempat tersebut. Tanah regosol dengan tekstur kasar atau
kandungan pasir tinggi akan mempunyai porositas yang baik karena didominasi
oleh pori makro, namun mempunyai tingkat kesuburan rendah di mana unsur hara
mudah tercuci (Darmawijaya, 1990 dalam June, 2011). Menurut Gunadi et.al.
(2005) dalam June (2011) tanah regosol miskin akan bahan organik (0,95 %),
dengan demikian kemampuan menyimpan air dan unsur hara sangat rendah,
sedangkan keberadan bahan organik membantu mengimbagi beberapa sifat fisik.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pemberian bahan organik ke
tanah akan berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah secara
simultan. Pengaruhnya adalah memperbaiki aerase tanah, menambah kemampuan
tanah menahan unsur hara, meningkatkan kapasitas menahan air, meningkatkan
daya sanggah tanah, sebagai sumber unsur hara dan sumber energi bagi
mikroorganisme tanah (Hardjowigeno, 2003 dalam June, 2011)
B. Perumusan Masalah
Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan menimbulkan dampak
unsur hara tidak tersedia bagi tanaman. Berdasarkan permasalahan tersebut
diperlukan adanya penggunaan pupuk organik dan anorganik yang seimbang
sehingga unsur hara dapat tersedia bagi tanaman. Untuk mengimbangi pupuk
anorganik (N,P,K) dipadukan dengan pupuk organik (kompos kotoran sapi)
diaplikasikan dalam bentuk pelet dan non pelet.
Belum adanya patokan tentang imbangan antara pupuk N, P, K dan
kompos kotoran sapi maka perlu dikaji dalam penelitian imbangan pupuk N,P,K
dan kompos kotoran sapi dalam bentuk pelet dan non pelet terhadap pertumbuhan
jagung.
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh pupuk N,P,K dan kompos kotoran sapi dalam bentuk
pelet dan non pelet terhadap pertumbuhan tanaman Jagung.
2. Mendapatkan imbangan terbaik pupuk N,P,K dan kompos kotoran sapi
dalam bentuk pelet dan non pelet pada pertumbuhan tanaman jagung di tanah
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman jagung (Zea mays. L)
Jagung sudah familiar bagi sebagian masyarakat. Seiring dengan
perkembangan teknologi, saat ini banyak beredar jenis jagung. Jagung termasuk
dalam keluarga rumput-rumputan dengan jenis Zea mays L. Secara umum
klasifikasi dan sistimatika tanaman jagung sebagai berikut : kingdom plantae
(tumbuh-tumbuhan), divisi Spermatophyta (tumbuhan berbiji), subdivisio
Angiospermae (berbiji tertutup), kelas monocotyledone (berbij satu), ordo
Graminae (rumput-rumputan),family Graminaceae,genus Zea,spesies Zea mays L
Jagung merupakan komoditas pertanian yang masuk dalam unggulan,
karena merupakan tanaman yang dibutuhkan oleh manusia, baik bagi makanan
sehari-hari atau biasa disebut makanan pokok maupun untuk kebutuhan yang lain
(pakan ternak), bahan baku industry, bahkan sebagai bahan baku farmasi (GPEI
Jawa Timur, 2009 ; dalam Bayu, 2010). Meskipun jagung berasal dari daerah
tropis namun jagung dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah
tersebut. Hal ini disebabkan variasi sifat pada sejumlah jenis jagung yang
memiliki kemampuan adaptasi yang baik, sehingga dalam jangka waktu pendek
jagung dapat tersebar diseluruh penjuru dunia. Jagung dapat tumbuh pada iklim
sedang hingga beriklim sub-tropis/tropis yang basah namun di daerah tropis juga
banyak ditemukan jagung. Suhu yang diperlukan jagung berkisar antara 210 C
hingga 300 C akan tetapi temperatur optimum jagung adalah 230 C hingga 270 C
dengan curah hujan ideal 85-200 mm/bulan selama masa pertumbuhan. Hanya
menunjang kehidupan embrio dan pertumbuhan kecambah, suhu yang di inginkan
adalah 300 C. Jagung dapat ditanam di berbagai macam ketinggian tempat yang
berbeda, dari mulai dataran rendah hingga daerah pegunungan yang memiliki
ketinggian 1.000-1.800 m di atsas permukaan laut. Jagung yang ditanam di
dataran rendah di bawah 800 m di atas permukaan laut dapat berproduksi dengan
baik namun bila di budidayakan lebih dari 800 m di atas permukaan laut dapat
memberikan hasil yang baik (AAK, 2010).
Tanaman jagung berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar, yaitu akar
seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar seminal tumbuh dari radikula dan
embrio, akar adventif disebut juga akar tunjang. Akar ini tumbuh dari buku paling
bawah, yaitu sekitar 4 cm dibawah permukaan tanah. Sementar akar udara adalah
akar yang tumbuh dari dua atau lebih buku terbawah dekat permukaan tanah.
Perkemabangan jagung tergantung varietas, kesuburan tanah, dan keadaan air
tanah.
Batang jagung tidak bercabang, berebentuk silinder, dan terdiri dari
beberapa ruas yang akan memunculkan buah atau tongkol jagung. Daun jagung
memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8-48 helai
(tergantung varietas).
Bunga jagung tidak memiliki petal dan sepal sehingga disebut bunga tidak
lengkap. Bunga jagung juga tidak sempurna karena bunga jantan dan betina
berada pada bunga yang berbeda. Bunga jantan terdapat di ujung batang
sedangkan bunga betina terdapat diketiak daun ke-6 atau ke-8 dari bunga jantan.
jantan jatuh dan menempel pada rambut tongkol. Pada jagung biasanya terjadi
penyerbukan silang (cross pollinated crop). Penyerbukan terjadi dari serbuk sari
tanaman lain, sangat jarang terjadi penyerbukan yang serbuk sarinya berasal dari
tanaman sendiri (Purwono dan Rudi, 2011).
Jagung Super Hibrida BISI-18 merupakan jagung hibrida silang tunggal
(single cross), yang baik sekali bila ditanam pada dataran rendah hingga dataran
tinggi sampai ketinggian 1.000 meter diatas permukaan laut. Tinggi tanaman
mencapai sekitar 230 cm, batang dan daun berwarna hijau gelap. Daun bertipe
medium dan tegak, sedangkan batang tanaman besar, kokoh dan tegak. Jagung
super hibrida BISI-18 mempunyai ketahanan terhadap penyakit penyakit karat
daun (Puccinia sorghi) dan hawar daun (Helminthosporium maydis). Saat 50%
pembungaan (keluar rambut) pada dataran rendah terjadi pada sekitar umur 57
hari sedangkan pada dataran tinggi saat sekitar umur 70 hari. Bentuk tangkai
bunga kompak dan agak tegak dengan warna tangkai (anther) ungu kemerahan,
warna sekam ungu kehijauan serta warna rambut juga ungu kemerahan.
Kedudukan tongkol jagung super hibrida BISI-18 sekitar 115 cm di atas
tanah dan relatif sama pada setiap tanaman, sedangkan besar tongkolnya relatif
sangat seragam di setiap tanaman. Klobot yang menutupi tongkol jagung dengan
baik bermanfaat untuk menghindari tetesan air hujan yang masuk ke dalam
tongkol jagung yang dapat menyebabkan tumbuhnya jamur pada biji jagung.
Sehingga jagung ini bisa ditanam pada musim hujan maupun kemarau. Tingkat
pengisian pucuk tongkolnya (tip filling) bisa mencapai 97%. Bentuk biji termasuk
Jumlah barisan biji dalam satu tongkol antara 14-16 baris. Termasuk tipe tongkol
yang besar. Kadar rendemen tongkol, mencapai sekitar 83%. Jagung dipanen saat
masak fisiologis yaitu umur sekitar 100 hari pada dataran rendah sedangkan pada
dataran tinggi saat umur sekitar 125 hari. Potensi hasil panen mencapai 12
ton/hektar. rata-rata pipilan kering adalah sekitar 9,1 ton/hektar. Bobot 1.000 butir
biji jagung (diukur dalam kondisi Kadar Air 15%) adalah sekitar 303 gram.
B. Tanah Regosol
Tanah regosol, adalah tanah dengan ciri-ciri antara lain: kasar, teksturnya
berbutir, warna sedikit abu-abu hingga kekuningan, mengandung bahan organik
dalam jumlah yang sedikit. Jenis tanah regosol ini sangat baik jika ditanami
tanaman palawija semisal tembakau jagung, tomat dan lain-lain. Tanah regosol ini
banyak dijumpai di selurun nusantara khususnya di Pulau Jawa, Pulau Sumatera,
NTT dan masih banyak lagi lainnya
Menurut USDA, regosol merupakan tanah yang termasuk ordo entisol.
Secara umum, tanah entisol adalah tanah yang belum mengalami perkembangan
yang sempurna, dan hanya memiliki horizon A yang marginal. Contoh yang
tergolong entisol adalah tanah yang berada di sekitar aliran sungai, kumpulan
debu vulkanik, dan pasir. Umur yang masih muda menjadikan entisol masih
miskin sampah organik sehingga keadaannya kurang menguntungkan bagi
sebagian tumbuhan.
Secara spesifik, ciri regosol adalah berbutir kasar, berwarna kelabu sampai
kuning, dan bahan organik rendah. Sifat tanah yang demikian membuat tanah
Dengan kandungan bahan organik yang sedikit dan kurang subur, regosol lebih
banyak dimanfaatkan untuk tanaman palawija, tembakau, dan buah-buahan yang
juga tidak terlalu banyak membutuhkan air.
Ciri tanah Regosol umumnya belum menampakkan deferensiasi horison,
meski regosol tua sudah terbentuk horison A1 lemah warna kelabu mulai terlapuk.
Tekstur kasar, Struktur kursai/lemah, Konsistensi lepas sampai gembur, pH 6-7.
Makin tua, struktur dan konsistensi makin padat/memadas dengan drainase dan
forositas yang terhambat, Umumnya belum membentuk hakikat sehingga peka
terhadap erosi. Cukup mengandung P & K yang masih segar, tetapi kurang N
Regosol Abu Vulkanik terdapat di sekitar bangunan api dengan visiografi
vulkanik fan, semua bahan vulkanik hasil eropsi gunung berapi berupa debu,
pasir, kerikil, batu, bom dan lapili. Bahan kasar di tengah lahan halus di tepi.
Kaya hara tanaman kecuali N tapi belum terlapuk sehingga perlu pupuk organik,
pupuk kandang, dan pupuk hijau. Umumnya tekstur makin halus makin produktif.
Bahan mineral yang ada dalam tanah dikategorikan berdasarkan ukuran
fraksi/pecahannya, yaitu : Ukuran Fraksi 2 mm – 50 µ : pasir, Ukuran Fraksi 50 µ
– 2 µ : debu, Ukuran Fraksi kurang dari 2µ : liat Beberapa jenis mineral primer
yang sering terdapat dalam tanah dan juga kandungan unsur hara-nya dapat dilihat
pada tabel berikut : Kwarsa (SiO2), Alsit Ca, Dolomit Ca, Mg, Feldspar (K, Na,
Ca), Mika (K, Mg, Fe), Amfibole (Ca, Mg, Fe, Na), Piroksin (Ca, Mg, Fe), Olivin
(Mg, Fe), Leusit K, Apatit P.
Regosol banyak tersebar di Jawa, Sumatera, dan Nusa Tenggara yang
Dikdik (2014) jenis tanah Regosol memiliki ciri-ciri bertekstur kasar dengan
kadar pasir lebih dari 60%, umur tanah masih muda, belum mengalami
diferensiasi horizon, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis. Jenis
tanah ini mendukung kapasitas infiltrasi dengan kategori sedang. Tanah Regosol
pada Sub DAS Kreo sebesar 46,87% dan berada pada lereng atas hingga tengah.
Menurut Lia (2015) perbaikan regosol perlu dilakukan untuk memperkecil
faktor pembatas yang ada pada tanah tersebut sehingga mempunyai tingkat
kesesuaian yang lebih baik untuk lahan pertanian. Untuk menghindari kerusakan
tanah lebih lanjut dan meluas diperlukan usaha konservasi tanah dan air yang
lebih mantap. Salah satu upaya pengelolaan untuk peningkatan produktivitas
sumberdaya lahan, perlu diberikan energi kepada lahan-lahan pertanian, antara
lain dengan penambahan bahan amelioran, bahan organik dan pemupukan.
Menurut Helmi (2009) pemberian jerami padi sejumlah 20 ton/ha dan
pupuk SP-36 sejumlah 60 kg/ha mampu meningkatkan berat polong kering per
hektar sebesar 35,82 % terhadap tanpa perlakuan (kontrol). Kombinasi perlakuan
ini dapat menghasilkan perubahan beberapa sifat fisika tanah Regosol serta dapat
meningkatkan potensi hasil kacang tanah dan produktivitas hingga sebesar 32,84
% terhadap hasil deskripsi kacang tanah varietas Anoa. Pada pemberian 20 ton/ha
bahan organik berupa jerami padi, dosis optimum pemberian pupuk fosfat (SP-36)
diperoleh pada dosis 108,50 kg/ha dengan hasil maksimum berat polong kering
C.
Kompos kotoran sapiBahan organik memiliki peran penting di tanah karena : 1) membantu
menahan air sehingga ketersediaan air tanah lebih terjaga, 2) membantu
memegang ion sehingga meningkatkan kapasitas tukar ion atau ketersediaan hara.
3) menambah hara terutama N, P, dan K setelah bahan organik terdekomposisi
sempurna, 4) membantu granulasi tanah sehingga tanah menjadi lebih gembur
atau remah, yang akan memperbaiki aerasi tanah dean perkembangan sistem
perakaran, serta 5) memacu pertumbuhan mikroba dan hewan tanah lainnya yang
sangat membantu proses dekomposisi bahan organik tanah (Sarwono, 1987 dalam
Yoga, 2010).
Pupuk padat biasanya didapatkan dari kotoran sapi sedangkan pupuk cair
diambil dari air kencing (urin). Ada juga yang diambil dari campuran faeses dan
urin, biasanya berbentuk campuran kental seperti lumpur. Selain bentuk fasanya,
ada juga pupuk kandang yang berupa campuran antara kotoran dengan material
lain. Seperti, kotoran ayam yang bercampur dengan sekam padi yang dijadikan
alas kandang atau kotoran sapi yang bercampur jerami. Berikut ini, beberapa jenis
pupuk kandang yang banyak dipergunakan.
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan
atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik yang
berbentuk cair maupun padat. Pupuk organik mengandungan hara makro dan
mikro rendah sehingga perlu diberikan dalam jumlah banyak. Manfaat utama
pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik dan biologis
dapat dibuat dari berbagai jenis bahan, antara lain sisa panen (jerami, brangkasan,
tongkol jagung, bagas tebu, sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah
media jamur, limbah pasar, limbah rumah tangga dan limbah pabrik, serta pupuk
hijau. Karena bahan dasar pembuatan pupuk organik bervariasi, kualitas pupuk
yang dihasilkan juga beragam sesuai dengan kualitas bahan asalnya (Yoga, 2010).
Kotoran ternak sapi merupakan salah satu bahan organik yang berpotensi
untuk dijadikan pupuk organik. Kandungan unsur hara pupuk kompos kotoran
sapi adalah Kadar air 80%, Bahan organik 16 %, N 0,3 %, P2O5 0,2 %, K2O
0,15 %, CaO 0,2%, Rasio C/N 20-25 % namun kandungan hara ini belum cukup
untuk dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman sehingga perlu penambahan
pupuk lainnya untuk meningkatkan kadar unsur hara agar menjadi pupuk organik
yang berkualitas (Setiawan, 2005 dalam Muh dan Fatmawati, 2008). Selain itu
pupuk kandang sapi memiliki komposisi kandungan unsur hara paling banyak bila
dibandingkan dengan pupuk kandang dari hewan lain.
Jenis hewan
Unsur Makro (%) Unsur Mikro (%)
N P K Ca Mg Mn Fe Cu Zn
Ayam 1,72 1,82 2,18 9,23 0,86 610 3475 160 501
Sapi 2,04 0,76 0,82 1,29 0,48 528 2597 56 236
Kambing 2,43 0,73 1,35 1,95 0,56 468 2891 42 291
Domba 2,03 1,42 1,61 2,45 0,62 490 2188 23 225
Sumber : Organic Vegetable Cultivation in Malaysia
Menurut penelitian M Fachrurozi dkk (2014) menunjukkan bahwa yang
berupa kompos kotoran sapi 75% (14,12 ton/ha) dan paitan 25% (1,335 ton/ha-1)
dengan perlakuan lain dengan potensi panen sebesar 2,904 ton/ha. Pada hasil
analisa kimia tanah setelah penelitian secara umum menunjukkan adanya
peningkatan residu tertinggal dalam tanah seperti persentase N-total, P dan K.
Menurut Andhi dkk (2014) Perlakuan perlakuan kompos kotoran sapi 75%
dan paitan 25% menghasilkan hasil bobot segar buah tomat lebih tinggi dibanding
perlakuan yang lain.
D. Pupuk N, P, dan K
Pupuk merupakan salah satu sumebr nutrisi utama yang diberikan pada
tanaman, baik dalam masa pertumbuhan, perkembangan dan proses reproduksi.
Setiap hari tanaman memerlukan nutrisi berupa mineral dan air. Tiga senyawa
utama dalam pupuk anorganik yaitu nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).
Menurut Arif (2013), Unsur nitrogen (N) merupakan komponen utama dari
protein yang cepat terlihat pengaruhnya pada tanaman dan bermanfaat memacu
pertumbuhan secara umum, terutama pada fase vegetatif. Unsur fosfor (P)
bertugas untuk mengedarkan energi kesuluruhan bagian tanaman, merangsang
pertumbuhan dan perkembangan akar serta mempercepat pertumbuhan tanaman,
sedangkan unsur kaliaum (K) berperan sebagai aktivator berbagai enzim dan
membantu membentuk protein, karbohidrat, dan sebagai faktor pendukung dalam
proses fotosintesis, fiksasi nitrogen, respirasi dan reaksi-reaksi biokimia dalam
tanaman.
Nitrogen (N) terkandung didalam pupuk urea dalam jumlah 46%. Unsur
Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman. Pupuk Urea
merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya sangat mudah
menghisap air (higroskopis), karena itu sebaiknya disimpan di tempat kering dan
tertutup rapat. Pupuk Urea sangat besar kegunaannya bagi tanaman untuk
pertumbuhan dan perkembangan, antara lain: Membuat daun tanaman lebih hijau
segar dan banyak mengandung butir hijau daun (chlorophyl) yang mempunyai
peranan sangat panting dalam proses fotosintesa, Mempercepat pertumbuhan
tanaman (tinggi, jumlah anakan, cabang), dan menambah kandungan protein
tanaman menurut (Palimbani, 2007 dalam Lia 2015).
Phospor (P) terkandung dalam SP-36 dalam bentuk P2O5 dengan jumlah
36%. Pupuk ini berasal dari fosfat alam batuan. Berbentuk non peletdan berwarna
abu-abu. Unsur hara phospor (P) mempunyai peranan memacu pertumbuhan akar
perkembangan akar, memacu pembentukan bunga dan masaknya buah/biji,
mempercepat panen, dan memperbesar presentase terbentuknya bunga menjadi
buah/biji, menambah daya tahan tanaman terhadap gangguan hama, penyakit dan
kekeringan. Namun kekurangannya dapat mengakibatkan daun berubah warna
menjadi tua dan tampak mengkilat kemerahan: tepi daun, cabang, dan batang
berwarna merah ungu lalu berubah menjadi kuning. Ukuran buah atau biji kecil,
buruk, dan cepat matang, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, lamban
pemasakan dan produksi tanaman rendah (Hakim dkk, 1986).
Kalium (K) terkandung dalam pupuk KCl dengan jumlah 60% melalui
proses ekstraksi bahan baku (deposit K) yang kemudian diteruskan dengan
pemisahan bahan melalui penyulingan untuk menghasilkan pupuk KCl. Peran
berfungsi mengurangi efek negatif dari pupuk N, memperkuat batang tanaman,
serta meningkatkan pembentukan hijau dan dan dan karbohidrat pada buah dan
ketahanan tanaman terhadap penyakit. Kekurangan hara kalium menyebabkan
tanaman kerdil, lemah (tidak tegak, proses pengangkutan hara pernafasan dan
fotosintesis terganggu yang pada akhirnya mengurangi produksi. Kelebihan
kalium dapat menyebabkan daun cepat menua sebagai akibat kadar magnesium
daun dapat menurun kadang-kadang menjadi tingkat terendah sehingga aktivitas
fotosintesa terganggu (Mutmainna, 2012 dalam Lia 2015).
Menurut hasil penelitian Susantidiana (2011) kombinasi perlakuan tanah,
pukan kambing + Urea 1,8 g/tanaman, SP36 1,3 g/tanaman, KCl 1,5 g/tanaman
mengasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman terbaik. Kombinasi perlakuan
Tanah, pukan kambing + Urea 1,8 g/tanaman, SP36 1,3 g/tanaman, KCl 1,5
g/tanaman mengasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman terbaik.
Kasniari dan Nyoman (2007) perlakuan kombinasi dosis pupuk (Urea 300
kg ; SP.36 75 Kg ; KCl 50 kg) per hektar dengan pupuk alternatif Dekorgen (3
liter per hektar) memberikan berat gabah kering giling tertinggi (65,69 g/pot) atau
lebih tinggi 59,99% dibandingkan perlakuan kombinasi antara pupuk (Urea 150
kg ; SP.36 0 kg ; KCl 0 kg) per hektar dengan pupuk Dekorgan (3 liter per
hektar).
E. Pupuk pelet
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pupuk organik. Salah satunya yaitu dengan mengubah pupuk organik curah ke
tidak menimbulkan debu, dapat mencegah terjadinya segresi, mencegah
overdosisnya tanaman terhadap pelepasan nutrisi yang mendadak, serta
memperbaiki penampilan dan kemasan produk (Menurut Ni Wayan, 2015). Selain
itu kompos yang berbentuk pelet memiliki beberapa kelebihan yang mampu
menutupi kekurangan dari kompos berbasis kotoran sapi yang berbentuk curah,
yaitu:
a. Efektif dalam model transportasi jarak jauh dan penyimpanan. Hal ini
dikarenakan terjadinya pengurangan volum yang signifikan setelah proses
pelletizing. Volum pelet berukuran 5 mm menjadi 50-80% dari volume awal.
b. Dapat diaplikasikan di dekat pemukiman penduduk karena kompos berbentuk
pelet tidak menghasilkan atau menimbulkan debu.
c. Proses peluruhan kompos pelet lebih lama dibandingkan dengan kompos
curah (slow release). Oleh karena itu, jika kompos yang digunakan belum
matang maka efek terhadap tanaman akibat dari dekomposisi material
organik yang mudah terdekomposisi akan terbatasi. Proses peluruhan yang
lebih lama (atau bertahap) ini juga mencegah over dosisnya tanaman
terhadap pelepasan nutrisi yang mendadak (fertilizer burn).
d. Kompos pelet mengalami peluruhan dan melepaskan nitrogen nitrat
beberapa minggu setelah kompos curah. Hal ini membuat kondisi
anaerobik dipertahankan dalam pelet sehingga nitrifikasi meningkat.
Agar pupuk organik granul atau pelet tidak mudah larut dan hancur maka
perlu ditambah bahan perekat. Penggunaan bahan perekat bertujuan untuk
Perekat yang biasa digunakan sebagai campuran dapat berupa perekat alami dan
buatan. Bahan perekat yang digunakan harus mempunyai sifat rekat yang baik
sehingga dapat memperbaiki sifat fisik maupun kimia, selain itu perekat mudah
ditemukan, dan dengan harga yang terjangkau.
Menurut Suriadikarta dan Setyorini, (2006) dalam Krishna (2015), Secara
fisik, pupuk organik dapat dibedakan dalam bentuk curah dan pelet. Pupuk
organik dalam bentuk curah memiliki beberapa kekurangan, antara lain lebih
cepat kering dan mudah tersapu oleh hembusan angin sehingga sulit untuk
diaplikasikan. Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pupuk curah tersebut
adalah dengan membuat pupuk organik dalam bentuk pelet. Pupuk dalam bentuk
pelet dapat mengurangi overdosis tanaman, memperbaiki penampilan dan
kemasan produk. Pupuk dalam bentuk pelet memiliki kelebihan, yaitu dapat
mereduksi volume sampai 50-80% dan juga mereduksi debu sehingga lebih
mudah diangkut untuk jarak jauh. Namun, pupuk organik dalam bentuk pelet
memiliki beberapa kelemahan yang antara lain mudah pecah dan hancur.
Kelemahan ini dapat diatasi dengan menambahkan bahan perekat dalam
pembuatan pelet.
Menurut penelitian Agus Ruhnayat (2015) pemberian pupuk organik pelet
sebanyak 15 ton/hektar memberikan peningkatan pertubuhan, hasil panen dan
mutu tanaman sedangkan pemberian pupuk organik dalam bentuk cair hanya
memberikan pengaruh terhadap hasil tanaman. Didukung oleh penelitian
Phrasetyo (2011) dalam Lia (2015) pemberian pupuk organik dikobinasikan
hasil tanaman, sehingga dari hasil penelitian diduga semakin meningkatnya dosis
akan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan maupun hasil
tanaman jagung.
Menurut Isroi (2009) dalam Lia (2015), pembuatan pupuk dalam bentuk
pelet dilakukan untuk memudahkan aplikasi, memudahkan transportasi pupuk dan
mengurangi biaya tranportasi. Pupuk berbentuk pelet juga lebih mudah ditaburkan
dari pada bentuk curah.
F. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah imbangan pupuk N 60 kg/hektar, P 30
ton/hektar, K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar akan
19
III. TATA CARA PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah
kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan
Februari 2016 – Juli 2016.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu tanah Regosol, tanah
lempung, kotoran sapi, benih jagung, benih jagung (BISI-18). Alat yang akan
digunakan dalam penelitian adalah polybag, mesin pencetak pelet, sekop, cangkul,
karung goni, timbangan elektrik, mistar, leaf area meter, green moisture meter.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode percobaan
dengan rancangan percobaan faktor tunggal yang disusun dalam rancangan acak
lengkap (RAL). Faktor yang diujikan yaitu imbangan dosis pupuk kompos
kotoran sapi dan NPK yang dipeletkan terdiri dari 6 perlakuan yaitu
P1 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/ hektar bentuk pelet.
P2 : Pupuk N 80 kg/hektar ; P 40 kg/hektar ; K 20 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar bentuk pelet.
P3 : Pupuk N 100 kg/hektar ; P 50 kg/hektar ; K 25 kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/ hektar bentuk pelet.
P5 : Pupuk N 80 kg/hektar ; P 40 kg/hektar ; K 20 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar bentuk non pelet.
P6 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/hektar bentuk non pelet.
Pada penelitian ini terdapat 6 perlakuan dengan masing-masing perlakuan
diulang sebanyak 3 kali sehingga total percobaan 18 unit percobaan. Setiap unit
percobaan terdapat 3 tanaman sampel dan 1 tanaman cadangan.
D. Cara Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap sebagai
berikut:
1. Pembuatan Kompos Kotoran Sapi
Tahap pertama adalah pencampuran semua bahan-bahan yang di perlukan
untuk pembuatan kompos, yaitu kotoran sapi (50 kg), serbuk gergaji (112 g), abu
(2700 g) dan kapur (1 kg) secara merata. Lalu ditumpuk di tempat yang ternaungi
dari sinar matahari dan hujan secara langsung dan dibiarkan selama 1 hari. Esok
harinya mengaduk tumpukan bahan kompos lalu taburi dengan stardec dosis 2500
gram, kemudian ditumpuk lagi dengan ketinggian minimal 80 cm. Tumpukan di
biarkan terbuka sampai 7 hari. Pambalikan bahan kompos di lakukan setiap 7 hari
sekali, tujuan membalik tumpukan agar suplai oksigen dapat masuk kedalam
bahan secara merata karena oksigen diperlukan untuk aktivitas mikroba..
Aktivitas mikroba dapat di tandai dengan adanya peningkatan suhu. Peningkatan
suhu terjadi menjelang hari ke 8 hingga hari ke 21. Dan pada hari ke 28, suhu
2. Pembuatan Pelet Kotoran Sapi
Pada pembuatan pelet ini membutuhkan beberapa proses diantaranya :
a. Pencampuran
Pada tahap pencampuran ini adalah tahap awal dalam pembuatan pelet.
Tujuan dari proses pencampuran ini adalah agar bahan-bahan yang diperlukan
akan tercampur secara merata/ homogen. Pencampuran bahan-bahan dilakukan
mulai dari bahan yang volumenya paling besar hingga bahan yang volumenya
paling kecil. Bahan-bahan yang dicampurkan adalah kompos kotoran sapi, urea,
KCL, SP36 dan lempung sebagai perekat serta kebutuhan lempung 10 % dari total
kompos kotoran sapi yaitu sebanyak 1360,572 gram.
b. Pencetakan/Penggilingan pelet.
Pencetakan/ penggilingan pelet merupakan pembentukan bahan baku
menjadi pelet dengan menggunakan mesin pencetak pelet (farm pelleter). Cara
pencetakan/penggilingan pelet dilakukan dengan cara memasukan semua bahan
yang sudah dicampur ke dalam mesin pencetak pelet, sambil menekan bahan yang
belum masuk dengan sempurna agar masuk secara keseluruhan. Saat pelet keluar
lalu ditampung menggunakan wadah agar pelet tidak jatuh dan hancur
dikarenakan pelet masih dalam kondisi basah.
c. Pengeringan
Setelah pelet yang dicetak keluar dan tertampung dalam wadah maka tahap
selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan dilakuakan di dalam green house
kadar air yang terkandung di dalam pelet sehingga kadar air berkurang menjadi
stabil (± 10%) dan tidak mudah ditumbuhi jamur.
3. Pengaplikasian Pelet Kotoran Sapi Pada Budidaya Jagung
a. Persiapan media tanam
Tahap pertama yaitu persiapan media tanam. Media yang digunakan dalam
penelitian adalah tanah regosol yang menggunakan polybag. Media disiapkan
dengan memasukan tanah regosol ke dalam polybag yang sudah sudah dicampur
dengan pupuk dasar denga dosis 95,22 gram dan diberi label menurut perlakuan
masing-masing.
b. Penanaman
Penanaman dilakukan sehari setelah pemupukan dengan cara memberi
lubang pada tanah polybag dan memasukan 2 benih/ lubang.
c. Pemeliharaan tanaman
Penyiraman dilakukan setiap hari dengan memberi air secukupnya
menggunakan selang, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya untuk menjaga
agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, jumlah air yang
diperlukan lebih besar sehingga pemberian air diberikan dua kali lipatnya.
Pemberian pupuk susulan baik pelet dan non pelet diberikan 2 kali selama
masa tanam, yaitu pada umur 10 hari dan 45 hari, masing-masing sebanyak 95,12
gram. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman jagung berumur 2 minggu (daun
2) setelah tanam (MST) dengan memilih 1 tanaman jagung dengan
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan
pestisida saat terjadi serangan yang dapat membahayakan produksi tanaman
jagung namun bila serangan hama tidak terlalu merugikan maka pengendalian
hanya menggunakan pengendalian manual. Hama yang dikendalikan adalah
belalang, pengendalian menggunakan pestisida regen dengan dosis 5 ml.
Pengendalian dilakukan hanya saat hama menyerang.
d. Pengamatan terahkir tanaman jagung
Pengamatan terakhir tanaman jagung dilakukan dengan cara memisahkan
bunga, batang, daun dan akar. Pengamtan terakhir tanaman jagung dengan cara
mengambil bunga dilakukan dengan cara memotong bunga atau dapat dilakukan
dengan mematahkan bunga. Bunga jagung dan brangkasan tanaman (akar, batang
dan daun) dimasukan ke dalam kantong kertas yang sudah diberi label dan untuk
selanjutnya dilakukan analisis data.
E. Parameter yang Diamati
Pengamatan dilakukan terhadap 3 tanaman sampel yang terdiri dari :
1. Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap 1 minggu sekali sejak
tanaman berumur 1 minggu setelah tanam sampai tanaman berbunga. Pengukuran
tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur mulai dari pangkal batang bawah
hingga ujung daun tertinggi dinyatakan dalam satuan centimeter (cm).
2. Jumlah daun (helai)
Penghitungan jumlah daun dilakukan setiap 1 minggu sekali sejak tanaman
Perhitungan dilakukan dengan cara mengitung daun yang membuka dan
dinyatakan dalam satuan helai.
3. Luas daun (cm)
Pengukuran luas daun dilakukan saat akhir pengamatan tanaman berumur
13 minggu dengan menggunakan leaf area meter. Pengukuran dilakukan dengan
cara meletekkan sampel daun di atas scanner leaf area meter dan hasil dilihat di
layar monitor. Hasil pengukuran luas daun dinyatakan dalam satuan centimeter
(cm2).
4. Berat segar brangkasan tanaman (g)
Pengukuran berat segar tanaman dilakukan saat akhir pengamtan (umur 13
MST), dengan cara menyobek polybag kemudian media tanam digemburkan di
bawah pancuran air sambil dibilas sampai bagian akar bersih. Setelah itu
dilakukan penimbangan dan berat segar dinyatakan dalam satuan gram (g).
5. Berat kering brangkasan tanaman (g)
Pengukuran berat kering tanaman dilakukan setelah diukur berat
brangkasan basah dan dijemur pada terik sinar matahari sampai kering. Tanaman
yang telah dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas koran dan dioven pada
suhu 65oC sampai berat konstan 2 hari. Hasil berat kering tanaman dinyatakan
dalam satuan gram (g).
6. Berat segar bunga (g)
Berat segar bunga dilakukan saat akhir pengamatan (umur 13 MST).
Dengan memotong pangkal bunga jagung dan menimbangnya. Hasil berat segar
7. Berat kering bunga (g)
Pengamatan berat kering bunga dilakukan saat akhir pengamatan (umur 13
MST). Dengan cara di jemur pada terik matahari sampai kering. Untuk
mendapatkan berat kering yang konstan maka bunga dioven pada 650C. Hasil
berat kering bunga dinyatakan dalam satuan gram (g).
8. Panjang bunga (cm)
Pengukuran panjang bunga dilakukan saat saat akhir pengamatan (umur 13
MST). Dengan cara mengukur menggunakan penggaris. Pengukuran panjang
bunga mulai dari pangkal bunga hingga ujung bunga dan dinyatakan dalam satuan
gram (g).
9. Jumlah tangkai bunga (helai)
Penghitungan jumlah tangkai bunga dilakukan saat masa tanam selesai
dengan cara menghitung setiap helai tangkai bunga yang ada. Hasil jumlah
tangkai bunga dinyatakan dalam satuan helai.
F. Analisis Data
Hasil pengamatan yang diperoleh kemudian di sidik ragam pada taraf
nyata 5%. Apabila hasil sidik ragam terdapat pengaruh perlakuan yang berbeda
nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan DMRT (Duncan’s Multiple Range
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Variabel Vegetatif
Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun,
luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman.
1. Tinggi tanaman (cm)
Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda
nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman
dapat dilihat pada table 1.
Tabel 1. Rerata tinggi tanaman (cm) pada umur 13 MST
Perlakuan
Tinggi Tanaman
(cm) P1 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet
P2 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar pelet P3 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar pelet P4 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar non pelet P5 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet P6 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar non pelet
250,8 c Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
pengaruh antar perlakuan berdasarkan uji Duncan pada taraf α = 5%.
Dari tabel 1 terdapat perbedaan nyata antar perlakuan P6 (N,P,K
(100,50,25) kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/ hektar bentuk non pelet)
dengan perlakuan P1, P2, P3 dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain. Hal
ini diduga perlakuan N,P,K (100,50,25) kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/
hektar bentuk non pelet (P6), bahwa pupuk sudah lebih mudah tersedia bagi
tanaman karena pupuk non pelet yang bersifat lebih remah dan mudah tersedia
Gambar 1. Grafik tinggi tanaman umur 1-13 minggu pada berbagai perlakuan
Keterangan :
P1 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/ hektar bentuk pelet.
P2 : Pupuk N 80 kg/hektar ; P 40 kg/hektar ; K 20 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar bentuk pelet.
P3 : Pupuk N 100 kg/hektar ; P 50 kg/hektar ; K 25 kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/ hektar bentuk pelet.
P4 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/hektar bentuk non pelet.
P5 : Pupuk N 80 kg/hektar ; P 40 kg/hektar ; K 20 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar bentuk non pelet.
P6 : Pupuk N 100 kg/hektar ; P 50 kg/hektar ; K 25 kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/hektar bentuk non pelet.
Berdasarkan gambar 1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman mulai umur 12
minggu pada perlakuan P6 yaitu perlakuan pupuk bentuk non pelet dengan dosis
N,P,K 100, 50, 25 kg/hektar dan kotoran sapi 25 ton/hektar lebih tinggi dari
perlakuan lain.
Menurut Ni Wayan (2014) semakin banyak bahan perekat yang digunakan
untuk membuat pelet akan mempengaruhi waktu hancurnya pelet yang semakin
granul akan lebih cepat hancur. Jika granul terlalu cepat hancur maka akan terjadi
pelepasan nutrisi yang lebih cepat. Demikian pula jika granul lebih lama hancur
makan lebih lama pula pertumbuhan tanaman jagung akibat terhambatnya
persediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman jagung.
Peleburan granul pelet juga dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam tanah,
pada penelitian ini dilakukan penyiraman setiap hari untuk memperoleh hasil yang
baik pada tanaman sampel. Pada perlakuan pupuk-pelet memiliki kecenderungan
untuk menyerap air lebih tinggi dibanding dengan perlakuan non-pelet.
Kecenderungan menyerap air lebih tinggi ini diduga mengakibatkan pori mikro
tanah tertutup dengan air (an-aerob) sehingga akan mempengaruhi proses
dekomposisi bahan organik oleh karena itu pada perlakuan pupuk-pelet didapat
hasil yang rendah dalam tabel tinggi tanaman jagung (tabel 1).
Perlakuan P6 menunjukkan tinggi tanamann nyata lebih tinggi daripada
perlakuan P1, P2 dan P3 walalupun perlakuan P6 menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata dengan P4 dan P5. Jika dilihat pada tabel 1 maka dapat disimpulkan
dengan pemberian pupuk yang semakin rendah semakin rendah pula pertumbuhan
tinggi tanaman. Raihan (2000) dalam Hermanuddin dkk. (2012), menyatakan
bahwa dalam budidaya tanaman jagung umumnya membutuhkan unsur hara dari
berbagai jenis dan dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga hampir dipastikan
bahwa tanpa dipupuk, tanaman tidak mampu memberikan hasil seperti yang
diharapkan. Atau dengan kata lain sangat perlu diperhatikan pemberian unsur hara
Ini diduga pada perlakuan pupuk pelet itensitas penyerapan unsur hara
menjadi lebih terhambat akibat lambatnya proses peleburan granul sehingga
ketersediaan unsur hara menjadi terhambat. Menurut Sarief (1986), menyatakan
bahwa dengan tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup pada saat
pertumbuhan vegetatif, maka proses fotosintesis akan berjalan aktif, sehingga
proses pembelahan, pemanjangan, dan differensiasi sel akan berjalan lancar
sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Ini juga
didukung oleh hasil sidik ragam (lampiran 7) yang menunjukkan perlakuan
pupuk-pelet menghasilkan tinggi tanaman yang rendah, hasil terendah didapat
pada perlakuan pupuk pelet dengan dosis pupuk N 60 kg/hektar, P 30 kg/hektar, K
15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/hektar (P1).
2. Jumlah daun (helai)
Daun sebagai tempat kegiatan fotositensis untuk penghasil energy yang
akan diperlukan untuk proses pertumbuhan tanaman. Hasil sidik ragam parameter
jumlah daun menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 %
(lampiran 8), rerata jumlah daun dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rerata jumlah daun (helai) 13 MST
Perlakuan
Jumlah Daun (helai) P1 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet
P2 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar pelet P3 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar pelet P4 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar non pelet P5 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet P6 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar non pelet
14,0 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
Bedasarkan tabel 2 menunjukkan rerata jumlah daun yang dihasilkan dari
semua perlakuan baik pupuk kompos dalam bentuk pelet maupun non pelet
dengan berbagai dosis tidak beda nyata. Diduga jumlah daun yang terbentuk lebih
dominan dipengaruhi oleh faktor genetik dari tanaman tersebut yaitu sifat yang
diturunkan dari induknya. Hal ini sejalan dengan pendapat Gardner et al (1991)
dalam Selly (2011) pada beberapa komponen pengamatan seperti laju
pemanjangan batang dan jumlah daun tanaman, dipengaruhi oleh genotipe dan
lingkungan. Sifat genetik tanaman berasal dari varietas atau kultivar unggul
karena masing-masing varietas memiliki ciri dalam menampilkan sifat tanaman
seperti seberapa banyak jumlah daun yang terbentuk pada tanaman jagung.
Menurut Syukur (2005), menyatakan bila varietas yang sama di tanam pada
lingkungan yang sama akan memberikan karakter yang sama.
Grafik pengamatan jumlah daun gambar 2 yang diamati setiap satu minggu
satu kali, menunjukkan bahwa jumlah daun minggu ke 11-12 pada perlakuan
pupuk N,P,K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet (P1) lebih banyak
daripada perlakuan lain.
Tanaman jagung dalam pertumbuhan vegetatifnya membutuhkan unsur
hara yang cukup khususnya unsur hara nitrogen. Penyerapan unsur hara yang
cukup berpengaruh terhadap proses pembentukan sel tanaman yaitu daun apabila
penyerapan yang dilakukan oleh tanaman tidak maksimal maka pembentukan sel
yang terjadi pada tanaman juga tidak maksimal. Pertumbuhan tanaman jagung
memerlukan unsur hara untuk pembentukan organ-organ tanaman terutama
dengan bertambahnya unsur N pada tanaman berasosisasi dengan pembentukan
klorofil daun sehingga meningkatkan fotosintesis untuk memacu pertumbuhan
daun.
Gambar 2. Grafik jumlah daun pada berbagai perlakuan
Keterangan :
P1 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/ hektar bentuk pelet.
P2 : Pupuk N 80 kg/hektar ; P 40 kg/hektar ; K 20 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar bentuk pelet.
P3 : Pupuk N 100 kg/hektar ; P 50 kg/hektar ; K 25 kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/ hektar bentuk pelet.
P4 : Pupuk N 60 kg/hektar ; P 30 kg/hektar ; K 15 kg/hektar + kompos kotoran sapi 15 ton/hektar bentuk non pelet.
P5 : Pupuk N 80 kg/hektar ; P 40 kg/hektar ; K 20 kg/hektar + kompos kotoran sapi 20 ton/hektar bentuk non pelet.
P6 : Pupuk N 100 kg/hektar ; P 50 kg/hektar ; K 25 kg/hektar + kompos kotoran sapi 25 ton/hektar bentuk non pelet.
Tanaman jagung dalam pertumbuhan vegetatifnya membutuhkan unsur
hara yang cukup khususnya unsur hara nitrogen. Penyerapan unsur hara yang
cukup berpengaruh terhadap proses pembentukan sel tanaman yaitu daun apabila
penyerapan yang dilakukan oleh tanaman tidak maksimal maka pembentukan sel
yang terjadi pada tanaman juga tidak maksimal. Pertumbuhan tanaman jagung
memerlukan unsur hara untuk pembentukan organ-organ tanaman terutama
kebutuhan unsur hara Nitrogen. Menurut Widayanti (2008) menyatakan bahwa
dengan bertambahnya unsur N pada tanaman berasosisasi dengan pembentukan
klorofil daun sehingga meningkatkan fotosintesis untuk memacu pertumbuhan
daun tanaman.
3. Luas daun (cm2)
Hasil sidik ragam parameter luas daun menunjukkan tidak beda nyata
berdasarkan uji F pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata luas daun dapat dilihat
pada tabel 3.
Tabel 3.Hasil rerata luas daun
Perlakuan Luas Daun
(cm2) P1 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet
P2 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar pelet P3 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar pelet P4 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar non pelet P5 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet P6 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar non pelet
3364,0 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
pengaruh antar perlakuan berdasarkan uji F pada taraf 5%.
Pertumbuhan tanaman merupakan proses peningkatan jumlah dan ukuran
daun dan batang. Oleh karena itu luas daun sering digunakan suatu tolak ukur
pertumbuhan tanaman. Menurut Suwarsono dkk (2011), indeks luas daun adalah
salah satu parameter penting untuk mengidentifikasi produktivitas tanaman.
Pengamatan luas daun dilakukan setelah masa tanam peneleitian selesai. Pada
perlakuan penggunaan pupuk organik kotoran sapi baik yang dipelet ataupun non
pelet dengan berbagai macam dosis tidak memberikan pengaruh terhadap luas
daun. Hal ini diduga pemberian dosis pada masing-masing perlakuan sudah
mampu mencukupi ketersidaan unsur hara untuk pembentukan luas daun. Menurut
muhammad (2014), Semakin banyak makanan maka daun akan lebih lebar jika
dibandingkan dengan daun yang zat haranya kurang.
Menurut Sri rahmi (2002), pengukuran luas daun dapat dipakai untuk
menduga proses-proses fisiologi pada tanaman seperti proses intersepsi,
fotosisntesis dan proses evapotranspirasi. Karena luas daun menunjukkan akan
seberapa banyak sinar matahari yang dapat diserap tanaman untuk dimanfaatkan
dalam proses fotosintesis.
4. Berat segar dan Berat kering tanaman (gram).
Hasil sidik ragam parameter berat segar tanaman menunjukkan beda nyata
berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil berat segar tanaman dapat
dilihat pada tabel 4:
Tabel 4. Rerata berat segar dan berat kering tanaman (gram) pada umur 16 MST.
Perlakuan P1 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet
P2 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar pelet P3 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar pelet P4 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar non pelet P5 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet P6 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar non pelet
339,5 d
Dari tabel 4 terdapat perbedaan nyata antara perlakuan P5 yaitu N, P, K
(80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet dengan perlakuan P1, P2, P3
dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dengan dosis
pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar bentuk non pelet yang
diberikan maka akan memberikan hasil berat segar tanaman yang baik. Hal itu
diduga karena pemberian dosis pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20
ton/hektar bentuk non pelet akan meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi
tanaman. Manuhuttu dkk (2014), mengatakan bahwa berat segar tanaman juga
dipengaruhi oleh keadaan hara yang tersedia dalam media tanam.
Adapun hasil berat segar tanaman terbaik diperoleh pada perlakuan pupuk
N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar bentuk non pelet. Hal tersebut
dipengaruhi oleh pupuk organik non pelet bersifat lebih remah daripada pupuk
organik pelet. Sifat pupuk pelet yang lebih lambat tersebut dikarenakan peleburan
atau hancurnya pupuk pelet yang juga dipengaruhi oleh bahan perekat, dalam
penelitian ini yang menggunakan bahan perekat lempung/tanah liat. Menurut
Hanafiah (2007), tanah liat memiliki permeabilitas (tingkat kesarangan tanah
untuk dilalui aliran massa air) atau pelokasi (kecepatan aliran air untuk melewati
massa tanah) yang lambat sehingga bahan penyuburan tanah, seperti kapur dan
pupuk organik yang diberikan tidak akan cepat hilang (tersedia bagi tanaman).
Berdasarkan hasil sidik ragam berat kering tanaman yang ditunjukkan
tidak berbeda nyata namun, ke 3 perlakuan nyata lebih berat daripada perlakuan
P1, P2, P3 (pelet).
Berat kering tanaman dapat menunjukkan bahwa seberapa banyak unsur
hara yang terserap oleh tanaman. Lakitan (1996) juga menyatakan bahwa unsur
hara yang diserap tanaman, baik yang digunakan dalam sintesis senyawa organik
maupun yang tetap dalam bentuk ionic dalam jaringan tanaman akan memberikan
kontribusi terhadap pertambahan berat tanaman.
B. Variabel Generatif
Parameter pertumbuhan generatif terdiri dari berat segar bunga, berat
kering bunga, panjang bunga, dan jumlah tangkai bunga jantan.
1. Berat segar bunga (gram)
Hasil sidik ragam parameter berat segar bunga menunjukkan tidak beda
nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 % (lampiran 9) Hasil rerata berat segar bunga
dapat dilihat pada tabel 5 :
Tabel 5. Berata berat segar bunga (gram) pada umur 16 MST
Perlakuan
Berat Segar Bunga (gram) P1 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar pelet
P2 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar pelet P3 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar pelet P4 = Pupuk N, P, K (60,30,15 kg/ha) + kompos 15 ton/hektar non pelet P5 = Pupuk N, P, K (80,40,20 kg/ha) + kompos 20 ton/hektar non pelet P6 = Pupuk N, P, K (100,50,25 kg/ha) + kompos 25 ton/hektar non pelet
3,2 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata
pengaruh antar perlakuan berdasarkan uji F pada taraf 5%
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa berat segar bunga yang dihasilkan dari
semua perlakuan baik pupuk kompos dalam bentuk pelet maupun dengan berbagai
Unsur hara yang paling berperan dalam masa pembungaan adalah unsur P
dan air, oleh karena itu ketersidiaan unsur P akan berpengaruh dalam berat segar
bunga. Sarief (1986) mengatakan bahwa unsur phospor ini mempunyai peranan
yang lebih besar pada pertumbuhan generatif tanaman, terutama pada
pembungaan, pembentukan tongkol dan biji.
Peran air sangat berpengaruh terhadap terbentuknya bunga pada tanaman
jagung dan sebagai media untuk mengangkut kebutuhan hara tanaman. Ini
sependapat pritchet (1979) dalam Onrizal (2005) yang mengatakan air merupakan
faktor penting untuk memfungsikan secara tepat bagian besar proses-proses
tumbuh-tumbuhan dan tanah. Air memperngaruhi, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dalam semua proses pertumbuhan, aktivitas metabolisme sel.
Tinggi tanaman mempengaruhi proses fotosintesis tanaman, cahaya yang
dimanfaatkan secara langsung untuk proses fotosintesis akan mendapatkan hasil
fotosintesis yang besar pula diamana akan mempengaruhi proses generatif
tanaman jagung yang tidak langsung akan berpengaruh terhadap berat segar bunga
(Ni Nyoman dan Ari, 2007 dalam Aris dan I ketut ngawit, 2011)
2. Berat kering bunga (gram)
Hasil sidik ragam parameter berat kering bunga menunjukkan tidak beda
nyata berdasarkan uji F pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata berat kering
bunga dapat dilihat pada tabel 6.
Pada tabel 6 berat kering bunga menunjukkan hasil bahwa berat kering
bunga yang dihasilkan dari semua perlakuan dengan berbagai dosis dalam bentuk