• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR DEMOGRAFI DENGAN DEPRESI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DIY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA FAKTOR DEMOGRAFI DENGAN DEPRESI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DIY"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

i

DEPRESI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DIY

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

FERNANDA ARIFTA HUTAMA 20130310028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

i

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR DEMOGRAFI DENGAN

DEPRESI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DIY

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

FERNANDA ARIFTA HUTAMA 20130310028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(3)

ii

DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DIY

Disusun Oleh:

FERNANDA ARIFTA HUTAMA 20130310028

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 21 Desember 2016

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

dr. Ida Rochmawati, M. Sc. Sp. KJ (K) dr. Warih Andan P., M. Sc. Sp. KJ (K)

NIK: NIK: 173042

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(4)

iii

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Fernanda Arifta Hutama

NIM : 20130310028

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis

ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah

ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 14 Desember 2016

Yang membuat pernyataan,

(5)

iv

Alhamdulillahhirobbil’alamin, penulis mengucapkan puji syukur kehadirat

Allah SWT atas berkat, kasih, karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

karya tulis ilmiah berjudul “Hubungan Antara Faktor Demografi dengan Depresi

Pada Penderita Diabetes Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY” sebagai

persyaratan untuk memperoleh derajat sarjana kedokteran pada Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulisan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan

berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan banyak ucapan

terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga

pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini

dengan baik.

2. dr. H. Ardi Pramono, SpAn. M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. dr. Ida Rochmawati, M. Sc, Sp. KJ (K) selaku dosen pembimbing yang

telah bersedia meluangkan waktunya, pengalaman, ilmu, bantuan

pemikiran dan bimbingan yang sangat berguna dalam proses

(6)

v

meluangkan waktu dan memberikan masukan yang sangat membantu

dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

5. Hj. Badingah S. Sos, M. Ap selaku bupati Kabupaten Gunungkidul

DIY sekaligus eyang tercinta, terima kasih telah memberi dukungan

dan kemudahan bagi kami saat melakukan penelitian.

6. Kedua orang tua saya, M. Setyo Wibowo, A.md dan Evi Danoor

Wibawati, S.H. yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan

doa.

7. Teman sepenelitian saya, Nindya Putri Prasasya dan Dimas Adhi

Pradita atas kerjasama, bantuan, pengetahuan dan pengalaman yang

diberikan selama penelitian.

8. Terima kasih untuk orang-orang tersayang, sahabat dan teman-teman

yang selalu mendampingi saya dan selalu ada di hari-hari saya.

9. Segenap dosen, staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

10.Semua rekan seperjuangan, teman-teman Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah angkatan 2013 atas kebersamaannya.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan pada

penulisan karya tulis ilmiah ini, sehingga penulis sangat mengharapkan masukan

(7)

vi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 14 Desember 2016

(8)

vii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR GRAFIK ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRACT ... xii

INTISARI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Keaslian Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Kerangka Teori... 23

C. Kerangka Konsep ... 24

D. Hipotesis ... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 26

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

D. Variabel Penelitian ... 29

E. Definisi Operasional... 29

F. Instrumen Penelitian... 31

G. Jalannya Penelitian ... 32

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 33

I. Analisis Data ... 34

J. Kesulitan Penelitian ... 34

K. Etika Penelitian ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Hasil ... 36

B. Pembahasan ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 46

(9)

viii

Tabel 3. Sebaran Depresi Secara Umum Pada Penderita Diabetes Melitus di

Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016 ... 36

Tabel 4. Hasil Hubungan Jenis Kelamin Dengan Depresi Pada Pederita Diabetes

Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September - Oktober

2016 ... 37

Tabel 5. Hasil Hubungan Kelompok Umur Dengan Depresi Pada Pederita

Diabetes Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September -

Oktober 2016 ... 38

Tabel 6. Hasil Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Depresi Pada Pederita

Diabetes Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September -

Oktober 2016 ... 38

Tabel 7. Hasil Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Depresi Pada Pederita Diabetes

Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September - Oktober

2016 ... 39

Tabel 8. Hasil Hubungan Status Pernikahan Dengan Depresi Pada Pederita

Diabetes Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September -

(10)

ix

Gambar 1. Kerangka Teori ... 23

(11)
(12)

xi

Lampiran 1. Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2. Lembar Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden

Lampiran 3. Kuisioner Beck Depression Inventory

(13)

xii

may arise include the disruption of retinopathy with potential blindness, nephropathy disorders that can lead to kidney failure. These conditions lead to diabetes mellitus have psychological disorders such as depression. Depression can be caused by biological factor, genetic factor and psychosocial factor, but it is also because of demographic factor, such as gender, age group, education level, occupation and marital status. These factors can influence each other. Therefore, research on the relationship between demographic factor with depression in diabetes mellitus’s patient in Gunungkidul DIY is very important to do.

Method : This study is a non-experimental with cross sectional approach. As 36 diabetes mellitus patients are measured the depression score using a Beck Depression Inventory (BDI) questionnaire. Purposive sampling technique is used so that we got 36 patient as samples. Then the data will be analyzed using chi-square test.

Results : From 36 sample, showed that 27,8% patient with diabetes mellitus patient are depressed. The result of normal/minimal is 72,2%, mild depression is 16,7%, moderate depression is 8,3%, and severe depression is 2,8%. The results of chi-square test showed that demographic factors (education level) is associated with depression, with p value= 0,04 (significant), where p<0,05, but the another demographic factor (gender; age group; occupation and marital status) is not associated with depression, with p value= 0,185; 0,520; 0,089; and 0,875 (not significant), where p> 0,05.

Conclusion : The study shows that there is no significant relationship between demographic factor with depression in hypertension’s patient in Gunungkidul DIY, except the education level.

(14)

xiii

Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena jumlahnya terus meningkat. Diabetes melitus akan menimbulkan komplikasi jangka panjang jika tidak ditangani dengan benar, beberapa komplikasi yang akan timbul diantaranya adalah terjadi gangguan retinopati dengan potensi kebutaan, gangguan nefropati yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Berbagai kondisi tersebut menyebabkan penderita diabetes melitus mengalami gangguan psikologis seperti depresi. Depresi dapat disebabkan karena adanya faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial, selain itu juga karena adanya faktor demografi, seperti jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan status pernikahan. Faktor-faktor tersebut dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu, penelitian tentang hubungan antara faktor demografi dengan depresi pada penderita diabetes melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian studi non-ekperimental dengan metode pendekatan cross sectional. 36 penderita diabetes melitus diukur skor

depresi menggunakan kuisioner Beck Depression Inventory (BDI).

Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling hingga didapat jumlah sampel sebanyak 36 orang. Data kemudian dianalisis menggunakan uji

chi-square test.

Hasil : Dari 36 sampel yang didapatkan hasil sebanyak 27,8% pasien diabetes melitus mengalami depresi. Dengan hasil 72,2%, depresi ringan 16,7, depresi sedang 8,3% dan depresi berat 2,8%. Hasil uji chi-square test menunjukkan bahwa faktor demografi (tingkat pendidikan) berhubungan dengan depresi dengan nilai p= 0,04 (signifikan) dimana p< 0,05, sedangkan faktor demografi lain (jenis kelamin; kelompok umur; tingkat pendidikan; jenis pekerjaan dan status pernikahan) tidak berhubungan dengan depresi dengan nilai p= 0,185; 0,520; 0,089; and 0,875 (tidak signifikan), dimana p >0,05.

Kesimpulan : Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara faktor demografi dengan depresi pada penderita hipertensi di Kabupaten Gunungkidul DIY, kecuali pada tingkat pendidikan.

(15)
(16)

Background : Diabetes Mellitus is a serious health problem in Indonesia, because the amount of patient is continuously rise. Diabetes mellitus will cause long-term complications if not handled properly, some of the complications that may arise include the disruption of retinopathy with potential blindness, nephropathy disorders that can lead to kidney failure. These conditions lead to diabetes mellitus have psychological disorders such as depression. Depression can be caused by biological factor, genetic factor and psychosocial factor, but it is also because of demographic factor, such as gender, age group, education level, occupation and marital status. These factors can influence each other. Therefore, research on the relationship between demographic factor with depression in diabetes mellitus’s patient in Gunungkidul DIY is very important to do.

Method : This study is a non-experimental with cross sectional approach. As 36 diabetes mellitus patients are measured the depression score using a Beck Depression Inventory (BDI) questionnaire. Purposive sampling technique is used so that we got 36 patient as samples. Then the data will be analyzed using chi-square test.

Results : From 36 sample, showed that 27,8% patient with diabetes mellitus patient are depressed. The result of normal/minimal is 72,2%, mild depression is 16,7%, moderate depression is 8,3%, and severe depression is 2,8%. The results of chi-square test showed that demographic factors (education level) is associated with depression, with p value= 0,04 (significant), where p<0,05, but the another demographic factor (gender; age group; occupation and marital status) is not associated with depression, with p value= 0,185; 0,520; 0,089; and 0,875 (not significant), where p> 0,05.

Conclusion : The study shows that there is no significant relationship between demographic factor with depression in hypertension’s patient in Gunungkidul DIY, except the education level.

(17)

komplikasi yang akan timbul diantaranya adalah terjadi gangguan retinopati dengan potensi kebutaan, gangguan nefropati yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Berbagai kondisi tersebut menyebabkan penderita diabetes melitus mengalami gangguan psikologis seperti depresi. Depresi dapat disebabkan karena adanya faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial, selain itu juga karena adanya faktor demografi, seperti jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan status pernikahan. Faktor-faktor tersebut dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu, penelitian tentang hubungan antara faktor demografi dengan depresi pada penderita diabetes melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian studi non-ekperimental dengan metode pendekatan cross sectional. 36 penderita diabetes melitus diukur skor

depresi menggunakan kuisioner Beck Depression Inventory (BDI).

Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling hingga didapat jumlah sampel sebanyak 36 orang. Data kemudian dianalisis menggunakan uji

chi-square test.

Hasil : Dari 36 sampel yang didapatkan hasil sebanyak 27,8% pasien diabetes melitus mengalami depresi. Dengan hasil 72,2%, depresi ringan 16,7, depresi sedang 8,3% dan depresi berat 2,8%. Hasil uji chi-square test menunjukkan bahwa faktor demografi (tingkat pendidikan) berhubungan dengan depresi dengan nilai p= 0,04 (signifikan) dimana p< 0,05, sedangkan faktor demografi lain (jenis kelamin; kelompok umur; tingkat pendidikan; jenis pekerjaan dan status pernikahan) tidak berhubungan dengan depresi dengan nilai p= 0,185; 0,520; 0,089; and 0,875 (tidak signifikan), dimana p >0,05.

Kesimpulan : Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara faktor demografi dengan depresi pada penderita hipertensi di Kabupaten Gunungkidul DIY, kecuali pada tingkat pendidikan.

(18)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena

jumlahnya terus meningkat. World Health Organization (WHO)

memperkirakan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia akan meningkat

hingga tiga kali lipat pada tahun 2030 mencapai 21,3 juta orang. Indonesia

adalah salah satu negara dengan penderita diabetes terbanyak nomor 4 di dunia

dengan jumlah 8,4 juta orang (Wahdah, 2012). Data penderita diabetes melitus

di Kabupaten Gunungkidul DIY tercatat 1262 orang terhitung dari bulan

Januari-Desember 2015 (Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, 2015).

Diabetes melitus akan menimbulkan komplikasi jangka panjang jika tidak

ditangani dengan benar. Beberapa komplikasi yang akan timbul diantaranya

adalah terjadi gangguan retinopati dengan potensi kebutaan, gangguan

nefropati yang dapat menyebabkan gagal ginjal, amputasi, gangguan neuropati

otonom yang dapat mengganggu sistem gastrointestinal, genitourinaria,

gangguan kardiovaskuler, jantung, stroke, serta disfungsi seksual dan gangguan

neuropati perifer dengan resiko terjadinya ulkus kaki yang berujung amputasi

(American Diabetes Assotiation, 2013). Berbagai kondisi tersebut

menyebabkan penderita diabetes melitus mengalami gangguan psikologis

seperti depresi.

Kadang sulit mendeteksi apakah seseorang itu mengalami depresi karena

(19)

umumnya komorbid (tumpang tindih) dengan gangguan mood. Depresi lebih

sulit didiagnosis bila seseorang memiliki penyakit fisik lainnya (Rochmawati,

2009). Oleh karena itu, kita harus melihat penyakit secara holistik, tidak hanya

secara fisik namun juga dari sisi psikis.

Prevalensi depresi pada beberapa penyakit kronis termasuk diabetes

melitus memberikan gambaran bahwa depresi perlu mendapatkan perhatian

dan terapi yang adekuat karena kasusnya cukup banyak. Menurut Silverstone

(1996), diabetes melitus memiliki risiko dapat menyebabkan depresi sebesar

9-27%, sedangkan menurut Cavanaugh (1998), risiko depresi yang disebabkan

oleh diabetes melitus sebesar 8,5-27,3%. Dari data tersebut dapat dikatakan

bahwa diabetes melitus memiliki komorbiditas dengan gangguan depresi

(Mudjaddid, 2001).

Di Kabupaten Gunungkidul selama tahun 2015 tercatat 860 kasus

gangguan depresi. Depresi menduduki peringkat ke empat pada prevalensi

gangguan jiwa setelah somatoform, skizofrenia dan penyakit YDK (yang

diklasifikasikan di tempat lain). Hal tersebut berhubungan dengan tingginya

prevalensi penyakit kronik diabetes melitus di Kabupaten Gunungkidul yang

memiliki komplikasi gangguan jiwa depresi (Dinas Kesehatan Kabupaten

Gunungkidul, 2015). Dari data tersebut dapat kita ketahui secara nyata bahwa

kasus depresi banyak terjadi dan masih banyak juga yang tidak terdeteksi

karena berbagai faktor.

Depresi merupakan tindakan yang di larang oleh Allah SWT sebagaimana

(20)

Ingatlah, sesungguhnya para kekasih Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Faktor risiko terjadinya depresi dapat dikelompokkan menjadi beberapa

faktor, antara lain: faktor psikososial, faktor biologis, karakteristik personal,

faktor medikasi dan faktor demografi. Faktor psikososial dapat meliputi stress

kehidupan, seperti: kesedihan, masalah finansial dan kesepian. Faktor biologis

atau genetik dapat meliputi: jenis kelamin, defisiensi folat dan vitamin B12 dan

penyakit kronis. Karakteristik personal, antara lain: sifat ketergantungan,

pesimis dan rendah diri. Sedangkan faktor medikasi dapat meliputi penggunaan

obat anxiolytics tranquilizers, anti inflamasi dan sebagainya, selain itu jenis

kelamin, usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, status pernikahan

merupakan beberapa faktor demografi yang turut berperan dalam terjadinya

depresi (Mudjaddid, 2001).

Dari uraian fakta di atas, dikhawatirkan faktor demografi berhubungan

dengan depresi pada penyakit diabetes melitus. Untuk itu peneliti merasa

tertarik untuk mengetahui hubungan antara faktor demografi dengan depresi

(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah faktor demografi berhubungan dengan depresi

pada penderita diabetes melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan faktor demografi dengan depresi pada

penderita diabetes melitus.

2. Tujuan Khusus

Mengetahui hubungan faktor demografi dengan depresi pada

penderita diabetes melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

1) Menjadi bahan referensi untuk bahan belajar selanjutnya.

2) Mengetahui apakah ada hubungan antara faktor demografi dengan

depresi pada penderita diabetes melitus.

b. Bagi Mahasiswa Kedokteran

1) Sumber data untuk penelitian selanjutnya.

2) Diharapkan bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahun, khususnya di

(22)

c. Bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan tentang faktor-faktor yang

meningkatkan depresi pada individu maupun keluarga, terutama

pengetahuan mengenai hubungan faktor demografi dengan depresi pada

penderita diabetes melitus, sehingga dapat memberikan informasi dalam

terlaksananya kemandirian penanggulangan maupun pencegahan sedini

mungkin.

2. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan

dalam ilmu pengetahuan di bidang kedokteran khususnya psikiatri.

b. Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi

penelitian selanjutnya di bidang kedokteran.

(23)

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian Nama

Peneliti/Publikasi/Tahun

Judul Penelitian Metode Penelitian Perbedaan

Dewi Erna Susilowati.

accidental sampling dengan 30 responden. Metode

purposive sampling dengan 59 responden. Metode penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain cross sectional.

Variabel, subjek Lanjut Usia di Kecamatan Karangasem Bali.

Teknik pengambilan sample menggunakan

multistage random sampling dengan 163 responden. Metode penelitian cross sectional.

(24)

7

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

1. Faktor Demografi

Demografi adalah ilmu yang memberikan gambaran secara statistik

tentang penduduk. Faktor-faktor demografi yang mempengaruhi tinggi

rendahnya statistik data penduduk, yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi

(Hanum, 2000).

Beberapa faktor demografi yang berpengaruh pada depresi sebagai

berikut:

a. Umur

Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun. Umur

adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat

berulang tahun. Umur merupakan salah satu variabel penting dalam

bidang penelitian komunitas. Umur dapat menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi perkembangan penyakit secara langsung atau tidak

langsung bersama dengan variabel lain sehingga menyebabkan

perbedaan diantara angka kesakitan dan kematian pada masyarakat atau

sekelompok masyarakat (Chandra, 2008).

b. Pendidikan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan

(25)

masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh

pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2010).

Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada pengetahuan dan

kesadaran melalui proses pembelajaran diharapkan akan berlangsung

lama (long lasting) dan menetap karena didasari oleh kesadaran.

Kelemahan dari pendekatan pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya

lama karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran pada

umumnya memerlukan waktu yang lama (Notoatmodjo, 2010).

Orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan

tingkat pendidikan formal yang lebih rendah karena akan lebih mampu

dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan

pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

c. Jenis Kelamin

Menurut Hungu (2007), jenis kelamin (seks) adalah perbedaan

antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir.

Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki

memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur

dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui.

Harista dan Lisiswanti (2015) menyatakan bahwa perempuan lebih

rentan daripada laki-laki untuk mengalami depresi yang dipicu oleh stres

(26)

emosional, sehingga jarang menggunakan logika atau rasio yang

membuat perempuan lebih sulit menghadapi stres.

d. Pekerjaan

Menurut Notoatmodjo (2010), mengatakan pekerjaan adalah

aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh responden sehingga

memperoleh penghasilan.

Menurut Safitri (2013), depresi cenderung ditemukan pada

responden yang berpenghasilan rendah, penghasilan rendah akan

menyebabkan seseorang dihadapkan dengan berbagai permasalahan

dalam hidupnya, kebutuhan pokok yang tidak dapat tercukupi sehingga

akan mempengaruhi kondisi psikis responden dan dapat terjadi depresi.

e. Status Pernikahan

Pernikahan adalah satu bentuk interaksi antara manusia,

ditambahkan bahwa menikah juga didefinisikan sebagai hubungan pria

dan wanita yang diakui dalam masyarakat yang melibatkan hubungan

seksual, adanya penguasaan dan hak mengasuh anak, saling mengetahui

tugas masing-masing sebagai suami dan istri dan sebagai upacara

pengakuan dan pernyataan menerima kewajiban baru dalam tata susunan

masyarakat (Hanum, 2000).

2. Depresi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,

(27)

anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri.

Selain ini, ada beberapa ahli yang mengungkapkan tentang depresi, sebagai

berikut:

a. Definisi Depresi

Seseorang yang mengalami depresi dapat mengalami kesedihan,

kecemasan, kekosongan, tidak ada harapan, khawatir, merasa diri tidak

berguna, sensitif, tersakiti dan kesalahan. Seseorang yang mengalami

depresi juga dapat kehilangan minatnya terhadap sesuatu yang

menyenangkan, kehilangan nafsu makan atau sebaliknya, kesulitan

berkonsentrasi, mengingat sesuatu, ataupun mengambil keputusan, serta

dapat sampai kepada pemikiran ataupun percobaan bunuh diri (National

Institute of Mental Health, 2012).

World Health Organization (WHO) (2010) menambahkan bahwa

depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya

gejala penurunan mood, perasaan bersalah, gangguan tidur dan

kehilangan energi.

b. Etiologi Depresi

Faktor biologis, terdapat monoamine neurotransmitter yang

berperan dalam terjadinya gangguan depresi seperti norephinefrin yang

berperan dalam penurunan sensitivitas dari reseptor α2 adrenergik dan

penurunan respon terhadap antidepresan, dopamin, serotonin yang

ditemukan pada pasien percobaan bunuh diri mempunyai kadar serotonin

(28)

uptake serotonin pada platelet dan histamin. Ada pula gangguan

neurotransmitter lainnya yakni pada neuron-neuron yang terdistribusi

secara menyebar pada korteks cerebrum terdapat Acethilkholine (Ach).

Neuron-neuron yang bersifat kolinergik terdapat hubungan yang

interaktif terhadap semua sistem yang mengatur monoamine

neurotransmitter. Kadar kolin yang abnormal yang dimana merupakan

prekursor untuk pembentukan Ach ditemukan abnormal pada

pasien-pasien yang menderita gangguan depresi (Sadock dan Sadock, 2010).

Hormon telah diketahui berperan penting dalan gangguan mood,

khususnya gangguan depresi berdasarkan segi neuroendokrin. Sistem

neuroendokrin meregulasi hormon-hormon penting yang berperan dalam

gangguan mood, yang akan mempengaruhi fungsi dasar, seperti:

gangguan tidur, makan, seksual dan ketidakmampuan dalam

mengungkapkan perasaan senang. Tiga komponen penting dalam sistem

neuroendokrin yaitu hipotalamus, kelenjar pituitari dan korteks adrenal

yang bekerja sama dalam feedback biologis yang secara penuh

berkoneksi dengan sistem limbik dan korteks serebral (Sadock dan

Sadock, 2010).

Studi neuroimaging, menggunakan Computerized Tomography

(CT) Scan, Positron-Emission Tomography (PET), dan Magnetic

Resonance Imaging (MRI) telah menemukan abnormalitas pada 4 area

otak pada individu yang mengalami gangguan mood. Area-area tersebut

(29)

amigdala. Reduksi dari aktivitas metabolik dan reduksi volume dari gray

matter pada korteks prefrontal, secara partikuler pada bagian kiri

ditemukan pada individu dengan depresi berat atau gangguan bipolar

(Sadock dan Sadock, 2010).

c. Gejala Depresi

Depresi dapat dikelompokkan berdasarkan gejala utama seperti

mood depresi, hilangnya minat atau semangat, dan mudah lelah, gejala

tambahan seperti konsentrasi menurun, harga diri berkurang, perasaan

bersalah, pesimis melihat masa depan, ide bunuh diri atau menyakiti diri

sendiri, pola tidur berubah dan nafsu makan menurun. Depresi ringan

bila terdapat minimal 2 gejala utama dan 2 gejala tambahan, depresi

sedang bila terdapat minimal 2 gejala utama dan 3-4 gejala tambahan,

depresi berat bila terdapat minimal 3 gejala utama dan 4 gejala tambahan

(Mudjaddid, 2001).

PPDGJ-III juga menyatakan bahwa episode depresif terbagi

menjadi beberapa gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat

yaitu afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya

energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang

nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktifitas. Ada pula

gejala lainnya, seperti konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri

dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak

(30)

atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu,

nafsu makan berkurang.

Episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan

masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan

tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa

beratnya dan berlangsung cepat.

1) Episode Depresif Ringan

Pedoman diagnosik:

a) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti

tersebut di atas.

b) Ditambah sekura:ng-kurangnya 2 dari gejala lainnya.

c) Tidak boleh adanya gejala yang berat di antaranya.

d) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar

2 minggu.

e) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang

biasa dilakukan.

2) Episode Depresif Sedang

Pedoman diagnosik:

a) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti

pada episode depresi ringan.

b) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala

lainnya.

(31)

d) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan dan urusan rumah tangga.

3) Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik

Pedoman diagnostik:

a) Semua 3 gejala utama depresi harus ada.

b) Ditambah sekurang-kurannya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa

diantaranya harus berintensitas berat.

c) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikmotor)

yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu

untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal

demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif

berat masih dapat dibenarkan.

d) Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu, akan tetapi jika gejalanya amat berat dan beronset sangat

cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam

kurun waktu kurang dari 2 minggu.

e) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegitan

sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang

sangat terbatas.

4) Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik:

Pedoman diagnostik:

(32)

b) Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya

melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang

mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.

Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang

menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.

Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika

diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi

atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent).

5) Episode Depresif Lainnya.

6) Episode Depresif YTT.

d. Klasifikasi Depresi

Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu gangguan

depresi mayor yang ditandai dengan adanya perubahan dari nafsu makan

dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan energi,

perasaan bersalah dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung

setidaknya kurang lebih 2 minggu (Sadock dan Sadock, 2010), gangguan

distimik yang bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama) distimia

bersifat lebih berat yang mana penderita masih dapat berinteraksi dengan

aktivitas sehari-harinya, gangguan depresi minor yang bersifat lebih

ringan dan atau berlangsung lebih singkat (National Institute of Mental

Health, 2010).

Tipe lain dari gangguan depresi yaitu gangguan depresi psikotik

(33)

halusinasi dan delusi, gangguan depresi musiman yang muncul pada saat

musim dingin dan menghilang pada musim semi dan musim panas

(National Institute of Mental Health, 2010).

3. Diabetes Melitus

Diabetes melitus atau sering disebut kencing manis, merupakan

penyakit kronis yang sering terjadi. Penyakit ini ditandai dengan

peningkatan kadar glukosa dalam darah. Beberapa ahli mengungkapkan

sebagai berikut:

a. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang dikarakterisasi

dengan adanya hiperglikemi akibat dari kerusakan insulin, aksi insulin,

atau keduanya. Hiperglikemi kronik pada diabetes dapat menyebabkan

komplikasi yang berupa gangguan, disfungsi, dan kegagalan pada organ

lain, terutama seperti mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah

(ADA, 2013).

Nugroho (2012) menjelaskan bahwa pada diabetes melitus, glukosa

tidak dapat masuk ke dalam sel untuk dimanfaatkan sebagai energi,

sehingga glukosa akan menumpuk dan meningkat kadarnya dalam darah

(hiperglikemi). Kadar glukosa pada orang normal adalah <120 mg/dL

pada kondisi puasa dan <140 mg/dL saat 2 jam setelah makan. Pada

pasien diabetes melitus kadar glukosa darah >120 mg/dL pada kondisi

puasa dan >200 mg/dL saat 2 jam setelah makan.

(34)

b. Klasifikasi Diabetes Melitus

1) Diabetes Melitus Tipe I

Diabetes melitus tipe I disebut juga sebagai Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (diabetes tergantung insulin) akibat adanya

autoimun seluler dari kerusakan pada sel β pankreas. Terjadi

autoantibodi diinsulin, autoantibodi di GAD (GAD65), dan

autoantibodi di tirosin fosfatase IA-2 dan IA-2β. Diabetes tipe ini

banyak dialami pada usia anak-anak dan orang dewasa <30 tahun

akibat faktor lingkungan dan predeposisi genetik. Dalam hal ini sel β

pankreas mensekresi sedikit insulin atau tidak dapat mensekresi

insulin sehingga tidak dapat mengontrol glukosa dalam darah dan

terjadi hiperglikemi. Manifestasi klinik diabetes tipe I yaitu

ketoasidosis, jadi pasien sangat tergantung pada insulin (ADA, 2013).

ADA (2013) menyatakan jika pasien diebetes tipe 1 juga cenderung

untuk mengalami gangguan autoimun yang lain, misalnya Grave’s

disease, Hashimoto’s thyroiditis, Addison’s disease, vitiligo, celiac

spure, autoimun hepatitis, myasthenia gravis, dan pernicious anemia.

Diabetes tipe 1 juga dapat disebabkan oleh penyebab yang tidak

diketahui (idiopatik). Pasien secara permanen mengalami

insulinopenia dan cenderung ketoasidosis, tetapi tidak terbukti bahwa

terjadi autoimun. Meskipun penderita diabetes tipe 1 yang termasuk

dalam kategori ini sangat sedikit, tetapi pada keturunan ras Afrika atau

(35)

diabetes kategori ini adalah insulin karena sama seperti diabetes yang

disebabkan oleh autoimun, penderita sangat tergantung dengan insulin

(ADA, 2013).

2) Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin atau terjadi

gangguan sekresi insulin. Diabetes tipe ini dapat diakibatkan oleh

obesitas, karena pada orang obesitas terjadi penumpukan lemak dan

mengakibatkan resistensi insulin terhadap glukosa yang masuk ke

dalam tubuh. Risiko terjadinya komplikasi pada diabetes ini adalah

komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, komplikasi

mikrovaskuler diantaranya neuropati, nefropati dan retinopati.

Sedangkan komplikasi makrovaskuler terjadi komplikasi pada

penyakit kardiovaskuler, seperti gagal jantung, stroke, dislipidemia

dan lainnya (ADA, 2013).

Secara spesifik diabetes dapat disebabkan karena genetik,

hubungannya dengan gangguan monogenetik pada fungsi sel β

pankreas, terjadi mutasi pada kromosom 12 pada faktor transkriptase

hepatic menjadi hepatocyte nuclear factor (HNF)-1α. Selain itu akibat

dari mutasi gen glukokinase pada kromosom 7p dan hasilnya akan

terjadi gangguan pada molekul glukokinase. Karakter dari diabetes

yang disebabkan oleh genetik yaitu terjadi hiperglikemia diusia yang

(36)

3) Diabetes Melitus Spesifik

Penyebab lain atau diabetes sekunder, sebagai contoh adanya

kelainan genetik yang menyebabkan penurunan fungsi sel β pankreas,

menurunkan aksi insulin, penyakit eksokrin pankreas, obat atau bahan

kimia, infeksi, akibat imunologi dan sindrom genetik lain yang

berkaitan dengan diabetes melitus (RodBard, dkk., 2007).

4) Diabetes Gestasional

Penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan kadar

gula darah yang didiagnosis pada saat kehamilan, biasanya terjadi

pada usia kehamilan 24 minggu dan setelah melahirkan kadar gula

darah kembali normal (RodBard, dkk., 2007).

c. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Beberapa faktor resiko pada diabetes melitus (Rodbard, dkk., 2007

dalam Puspita, 2013) yaitu riwayat diabetes melitus dalam keluarga,

riwayat diabetes gestasional, melahirkan dengan berat badan bayi >4 kg,

kista ovarium (PCOS), obesitas (jika berat badan >120% berat badan

ideal), usia (pada usia 20-59 tahun 8,7% dan >65 tahun 18%), hipertensi,

hiperlipidemia dan faktor lainnya, seperti kurang olahraga dan pola

makan yang tidak sehat.

d. Etiologi Diabetes Melitus

Diabetes melitus dapat disebabkan oleh pola hidup seseorang yang

jarang berolahraga, terlalu banyak makan makanan yang mengandung

(37)

diabetes melitus, berusia >45 tahun, berat badan melebihi batas normal

(Soegondo, 2008).

e. Komplikasi Diabetes Melitus

Jika konsentrasi gula darah tetap tinggi dalam jangka waktu yang

lama akan dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang, seperti

retinopati (kerusakan retina mata) yang disebabkan oleh terganggunya

peredaran darah karena kadar gula dalam darah tinggi, nefropati

(kerusakan ginjal) yang berujung pada rutinitas pencucian darah,

neuropati (kerusakan syaraf) yang dapat menyebabkan penurunan

sensitivitas pada ujung kaki sehingga berisiko terjadi luka dan akan

berakhir dengan amputasi (Soegondo, 2008).

f. Epidemiologi Diabetes Melitus

Menurut berbagai penelitian eidemiologi menunjukkan

kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di

berbagai penjuru dunia. WHO (World Health Organization)

memprediksi meningkatnya jumlah penyandang DM tipe 2 di Indonesia

dari 8,4 juta ditahun 2000 menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030.

Badan Pusat Statistik (2003) memperkirakan penduduk Indonesia yang

berusia diatas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa. Prevalensi DM di

daerah urban 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%. Dalam jumlah

penderita DM pada tahun 2000 Indonesia menduduki peringkat ke-4

(38)

oleh WHO tetap menduduki peringkat yang sama (Staff Bagian Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM, 2012).

4. Hubungan Diabetes Melitus Dengan Depresi

Stres dan diabetes melitus memiliki hubungan yang sangat erat.

Penderita diabetes melitus harus mengalami banyak perubahan dalam

hidupnya, mulai dari pengaturan pola makan, olah raga, kontrol gula darah,

dan lain-lain yang harus dilakukan secara rutin sepanjang hidupnya.

Perubahan hidup yang mendadak membuat penderita DM menunjukkan

beberapa reaksi psikologis yang negatif diantaranya kecemasan yang

meningkat dan depresi. Stres pada penderita DM berakibat gangguan pada

pengontrolan kadar gula darah (Roupa, 2009).

Soegondo (2008) menegaskan bahwa depresi dengan diabetes

melitus tipe 2 dapat memengaruhi satu sama lain. Sebuah artikel

menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus tipe 2 memiliki risiko

sedikit lebih besar 15% menderita depresi dibandingkan dengan orang tanpa

diabetes melitus. Sementara itu orang dengan depresi memiliki 60% risiko

lebih besar menderita diabetes melitus tipe 2.

Risiko depresi pada penderita diabetes melitus dapat disebabkan

oleh stresor psikososial kronik karena mengidap penyakit kronik.

Sebaliknya, depresi dapat menjadi faktor risiko diabetes melitus.

Mekanisme yang mendasari depresi menjadi faktor risiko diabetes melitus

(39)

sekresi dan aksi hormon kontra-regulasi, perubahan fungsi transport

glukosa, dan peningkatan aktivasi inflamasi (Soegondo, 2008).

Respon-respon hormonal lain diluar kortisol juga berperan dalam

keseluruhan respon metabolik terhadap stres. Sistem saraf simpatis dan

epinephrine yang dikeluarkan menyebabkan hambatan pada insulin dan

merangsang glukagon. Perubahan-perubahan hormonal ini bekerja sama

untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah. Epinephrine dan

glukagon, yang kadarnya meningkat selama stres, meningkatkan

glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati. Namun insulin yang sekresinya

tertekan selama stres mempunyai efek yang berlawanan terhadap

glikogenolisis di hati. Apabila insulin tidak dengan sengaja dihambat

selama respon stres, akibatnya peningkatan kadar glukosa darah tidak dapat

(40)

B. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

Faktor tidak terkontrol:

1. Keturunan/genetik 2. Usia

Penyebab:

1. Biologi 2. Genetika 3. Kepribadian 4. Psikodinamika 5. Kognitif 6. Psikososial 7. Usia

8. Jenis kelamin 9. Pendidikan 10.Pekerjaan

11.Status Pernikahan

Depresi berat

Depresi sedang

Depresi ringan

Depresi

Diabetes Melitus Faktor terkontrol:

(41)

C. Kerangka Konsep

Keterangan:

: diteliti

: tidak diteliti

Gambar 2. Kerangka Konsep

Faktor-faktor yang mempengaruhi:

 Usia

 Jenis Kelamin

 Pendidikan

 Pekerjaan

 Status Pernikahan Depresi

Ringan

Sedang

(42)

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan

antara faktor demografi dengan depresi pada penderita diabetes melitus di

(43)

26

Jenis penelitian ini adalah penelitian studi non-eksperimental dengan

rancangan penelitian cross sectional.

Sastroasmoro dan Ismael (2011) menjelaskan bahwa cross sectional study

hanya merupakan salah satu studi observasional untuk menentukan hubungan

antara faktor risiko dan penyakit. Dalam arti kata luas, cross sectional study

mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran variabelnya dilakukan

hanya satu kali pada satu saat yang bertujuan menguraikan dan menjelaskan

suatu keadaan dan situasi di dalam komunitas subyek penelitian diukur atau

dikumpulkan secara simultan atau dalam waktu bersamaan.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita diabetes melitus di

Kabupaten Gunungkidul DIY.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu

hingga dianggap dapat mewakili populasi. Sampel dalam penelitian ini

adalah penderita diabetes melitus di Puskesmas Wonosari. Pemilihan

sampel dalam penelitian ini menggunakan cara purposive sampling. Adapun

(44)

a. Kriteria Inklusi

1) Penderita diabetes melitus di Puskesmas Wonosari.

2) Penderita diabetes melitus di Puskesmas Wonosari yang menderita

diabetes melitus >6 bulan.

3) Penderita diabetes melitus di Puskesmas Wonosari yang menderita

diabetes melitus dengan usia >40 tahun.

4) Penderita diabetes melitus di Puskesmas Wonosari yang menderita

diabetes melitus tanpa komplikasi lain.

5) Mampu berkomunikasi, tidak ada keterbatasan dalam hal pendengaran

dan penglihatan.

b. Kriteria Eksklusi

1) Riwayat diabetes melitus dengan komplikasi penyakit kronis lain.

2) Penderita diabetes melitus yang mengalami buta huruf.

3) Penderita diabetes melitus yang sedang dalam perawatan di rumah

sakit.

3. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel untuk penelitian analitik numerik ditentukan dengan

rumus Slovin menurut Akdon dan Ridwan (2005), sebagai berikut:

Taraf kepercayaan yang diambil adalah 95% dan batas eror

penaksiran maksimal 5%, maka jumlah sampel sebanyak 40 orang.

Keterangan:

(45)

N: Populasi= 40.

d: Nilai Presisi 95% atau sig.= 0,05.

Jadi, perhitungannya:

n = 36,4 ≈ 36

Sampel penelitian ini akan dipakai sebanyak 36 orang dengan skor

depresi oleh pasien diabetes melitus yang memenuhi kriteria yang

ditentukan.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian adalah

Puskesmas Wonosari, sedangkan untuk waktu penelitian pada bulan

(46)

Tabel 2. Time Table Kegiatan Karya Tulis Ilmiah.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel tergantung dan variabel

bebas, sebagai berikut:

1. Variabel tergantung.

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah depresi.

2. Variabel bebas.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor demografi.

E. Definisi Operasional

Budiarto (2002) definisi operasional sebagai batasan semua konsep yang

ada dalam penelitian agar tidak ada makna ganda dari istilah yang digunakan.

(47)

1. Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang dimiliki oleh subyek penelitian.

Variabel ini berupa skala nominal; laki-laki dan perempuan.

2. Umur adalah usia subyek penelitian saat pengisian kuisioner sesuai dengan

tanggal kelahiran di KTP. Variabel ini berupa skala ordinal, dinyatakan

sebagai dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal (46-55 tahun), lansia akhir

(56-65 tahun) dan manula (>65 tahun).

3. Pendidikan adalah tahapan pembelajaran yang ditetapkan berdasarkan

tingkat perkembangan peserta didik. Variabel ini berupa skala ordinal,

dinyatakan sebagai tidak sekolah, SD, SMP dan SMA.

4. Pekerjaan adalah pekerjaan pokok subyek penelitian saat pengisian

kuisioner. Variabel ini berupa skala ordinal, dinyatakan sebagai ibu rumah

tangga, petani, buruh, pensiunan dan wiraswasta.

5. Status pernikahan adalah status pernikahan subyek penelitian saat pengisian

kuisioner. Variabel ini berupa skala nominal, dinyatakan sebagai menikah

dan tidak menikah.

6. Skor depresi merupakan kondisi mental dengan gejala utama afek depresif,

hilangnya minat dan kegembiraan dan keadaan mudah lelah yang

dinyatakan dalam skor. Dalam penelitian ini, depresi dinilai dengan

kuisioner Beck Depression Inventory (BDI) yang mana instrumen tersebut

digunakan pada semua rentang umur.

7. Diabetes melitus adalah kondisi penyakit kronis yang ditandai dengan kadar

glukosa darah puasa (GDP) plasma ≥126 mg/dL, kadar glukosa darah

(48)

toleransi glukosa oral (TTGO) ≥200 mg/dL yang didapatkan dari catatan

rekam medis atau berdasarkan keterangan pasien dan keluarganya.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Beck Depression Inventory (BDI) merupakan instrumen self administered

yang dirancang untuk menilai intensitas depresi pada pasien psikiatri,

penapisan di dalam komunitas maupun untuk penelitian klinik dengan nilai

sensitivitas 83% dan spesifisitas 82%. Beck Depression Inventory (BDI)

terdiri dari 21 pertanyaan yang mengevaluasi gejala depresi, seperti: suasana

perasaan hati, rasa pesimis, perasaan gagal, rasa ketidakpuasan akan dirinya,

perasaan bersalah, perasaan dihukum, perasaan benci pada dirinya,

menyalahkan diri sendiri, ide bunuh diri, menangis, mudah tersinggung,

kehilangan minat, tidak dapat membuat keputusan, pandangan perubahan

bentuk tubuh, kesulitan kerja, gangguan tidur, kelelahan, kehilangan nafsu

makan, penurunan berat badan, preokupasi somatik dan libido. Beck

Depression Inventory (BDI) terdiri dari 21 item pertanyaan yang diberi

skala 0-3 dengan nilai maksimal 63 dan minimal 0. Penilaian skala

pengukuran BDI juga dikemukakan oleh Beck, A.T. (1996), seperti 0-13:

normal, 14-19: depresi ringan, 20-28: depresi sedang dan 29-63: depresi

berat. Pada penelitian ini dilakukan uji validitas internal dan didapatkan

semu butir pertanyaan berkorelasi positif dengan skor depresi (rentang r=

0,344-0,845; p= 0,000-0,024). Uji reliabilitas untuk semua butir pertanyaan

(49)

Setiap pertanyaan yang dijawab akan dicatat skornya dan akan

diakumulasi dari semua pertanyaan yang dijawab. Akumulai skor tersebut

akan menjadi skor depresi.

2. Diabetes melitus didapatkan dari riwayat catatan rekam medis yang ada dan

wawancara atau keterangan pasien dan keluarga.

G. Jalannya Penelitian

1. Prosedur Persiapan

Peneliti menyusun proposal penelitian dan melakukan survei

mengenai skor depresi pada penderita diabetes melitus di Dinas Kesehatan

Kabupaten Gunungkidul dan menentukan lokasi penelitian di Kabupaten

Gunungkidul DIY.

2. Prosedur Administrasi

Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada

Dekan Fakultas Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang diajukan

kepada Kepala Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu, Kepala

Puskesmas Wonosari.

3. Prosedur Teknis

a. Peneliti meminta persetujuan dari Kepala Puskesmas Wonosari untuk

melakukan penelitian di Puskesmas Wonosari yaitu dengan

memberikan surat permohonan izin sebagai tempat dilakukannya

(50)

b. Peneliti menemui Kepala Puskesmas Wonosari untuk

menginformasikan dan menjelaskan bahwa akan melakukan

pengambilan data.

c. Peneliti menemui calon responden dan meminta kesediaan untuk

berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi lembar informed

consent apabila responden bersedia.

d. Peneliti membagi lembar kuisioner yang telah diuji validitas dan

reliabilitasnya kepada responden secara bertahap. Pengisian kuisioner

dilakukan dalam waktu maksimal 30 menit (termasuk pengisian

identitas responden).

e. Setelah kuisioner diisi oleh responden, peneliti juga melakukan

wawancara kepada responden dan setelah semua teknik pengambilan

data selesai, peneliti langsung mengambil kembali kuisioner tersebut

dan selanjutnya dicek kelengkapan data, jika ada yang tidak lengkap,

maka peneliti akan meminta kepada responden untuk melengkapi

kembali, jika responden bersedia.

f. Peneliti mengumpulkan dan mencatat data yang dibutuhkan untuk

keperluan penelitian, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan kevalidan atau

kesahihan suatu instrumen. Pengujian validitas ini mengacu pada sejauh mana

(51)

instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur

(Sugiyono, 2008).

Sugiyarto (2006) menjelaskan bahwa uji reliabilitas adalah ketetapan atau

keajegan alat tersebut dalam mengukur apa yang diukurnya, artinya, kapan pun

alat ukur tersebut digunakan akan memberikan hasil ukur yang sama.

1. Beck Depression Inventory (BDI).

Kuisioner ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh Karl Pearson

dengan teknik korelasi product moment dan didapatkan nilai Alpha

Cronbach 0,923, hal ini berarti Beck Depression Inventory (BDI) sangat

reliabel (Aditomo dan Retnowati, 2004).

I. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini akan menggunakan uji analisis

tingkat signifikansi (p value) menggunakan tes kuadrat kai (chi-square

test) pada tingkat kemaknaan 95%. Dalam hal ini, peneliti ingin

mengetahui apakah faktor demografi berpengaruh dengan depresi pada

penderita diabetes melitus. Program yang digunakan adalah SPSS versi 15.

J. Kesulitan Penelitian

Kesulitan dan keterbatasan penelitian yang dialami penulis selama

melakukan penelitian ini yaitu:

1. Kuisioner ini menggunakan Bahasa Indonesia dan sebagian responden

hanya bisa berbahasa Jawa, sehingga membutuhkan penjelasan dari

pihak ke-3.

(52)

3. Dalam pengamatan peneliti, pertanyaan depresi pada kuisioner Beck

Depression Inventory (BDI) merupakan hal yang bersifat sensitif

sehingga membuat responden kurang nyaman. Hal ini ditandai dengan

responden tampak ragu dalam mengisi kuisioner.

4. Ada waktu pengambilan data pada sebagian responden yang bersamaan

dengan waktu responden berobat, sehingga responden tidak dapat fokus

hanya pada pengisian kuisioner saja.

K. Etika Penelitian

Etik penelitian meliputi:

1. Peneliti menjelaskan secara lisan terhadap responden maksud, tujuan

dan prosedur pengambilan data penelitian ini.

2. Lembar Persetujuan (informed consent).

Peneliti membuat surat pernyataan yang berisi penjelasan tentang

penelitian, meliputi topik penelitian, tujuan dan cara pengambilan data.

Setelah calon responden memahami atas penjelasan peneliti terkait

penelitian ini, calon responden sebagai sampel penelitian kemudian

menandatangani imformed consent tersebut.

3. Kerahasiaan Informasi (confidentiality).

Informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga

kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk kepentingan

(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Wonosari Kabupaten

Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016. Metode

pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuisioner dengan

jumlah responden 36 orang. Didapatkan hasil sebagai berikut:

2. Depresi Pada Subjek

Pada penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 3. Sebaran Depresi Secara Umum Pada Penderita Diabetes Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016.

Tingkat Depresi Jumlah Prosentase

Normal atau Minimal 26 72,2%

Depresi Ringan 6 16,7%

Depresi Sedang 3 8,3%

Depresi Berat 1 2,8%

Total 36 100%

Grafik 1. Sebaran Depresi Secara Umum Pada Penderita Diabetes Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016.

(54)

Tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa pasien diabetes melitus

yang mengalami depresi sebesar 27,8%, yang terdiri dari tingkat depresi

ringan, sedang dan berat.

3. Faktor Demografi Dengan Depresi

Ditinjau dari jenis kelamin, penderita diabetes melitus yang mengalami

depresi di Kabupaten Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016

sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Hubungan Jenis Kelamin dengan Depresi Pada Penderita Diabetes Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016. Karakteristik

Kabupaten Gunungkidul DIY bulan September-Oktober 2016 yang

mengalami depresi lebih banyak pada perempuan dibanding pada laki-laki.

Berdasarkan uji analisis menggunakan chi-square-test menunjukkan nilai

signifikasi 0,185 (p>0,05) artinya hubungan antara jenis kelamin dengan

depresi pada penderita diabetes melitus adalah tidak signifikan.

Penderita diabetes melitus yang mengalami depresi di Kabupaten

Gunungkidul tidak hanya monopoli lanjut usia. Rentang pelaku dari dewasa

awal (36-45 tahun) sampai manula (>65 tahun). Selengkapnya, distribusi

penderita depresi pada diabetes melitus berdasarkan kelompok umur adalah

(55)

Tabel 5. Hasil Hubungan Kelompok Umur dengan Depresi Pada Penderita Diabetes Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016. Karakteristik Tabel di atas menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus yang

mengalami depresi prosentase paling banyak pada kelompok usia 56-65

tahun, kemudian disusul oleh kelompok umur lain yang jumlahnya sama rata.

Berdasarkan uji analisis menggunakan chi-square-test menunjukkan nilai

signifikasi 0,520 (p>0,05) artinya hubungan antara kelompok umur dengan

depresi pada penderita diabetes melitus adalah tidak signifikan.

Jika ditinjau dari tingkat pendidikan, penderita diabetes melitus di

Kabupaten Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016 yang

mengalami depresi sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Depresi Pada Penderita Diabetes Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016. Karakteristik

Tabel yang tertera di atas menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus

yang mengalami depresi paling banyak pada tingkat pendidikan SD.

(56)

signifikasi 0,040 (p<0,05) artinya hubungan antara tingkat pendidikan dengan

depresi pada penderita diabetes melitus adalah signifikan.

Ditinjau dari sisi pekerjaan, penderita diabetes melitus yang mengalami

depresi di Kabupaten Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016

sebagai berikut:

Tabel 7. Hasil Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Depresi Pada Penderita Diabetes Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016. Karakteristik

Tabel di atas menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus yang

mengalami depresi di Kabupaten Gunungkidul DIY pada bulan

September-Oktober 2016 lebih banyak dialami oleh petani. Berdasarkan uji analisis

menggunakan chi-square-test menunjukkan nilai signifikasi 0,089 (p>0,05)

artinya hubungan antara jenis pekerjaan dengan depresi pada penderita

diabetes melitus adalah tidak signifikan.

Mengenai status pernikahan, penderita diabetes melitus di Kabupaten

Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016 yang mengalami

(57)

Tabel 8. Hasil Hubungan Status Pernikahan dengan Depresi Pada Penderita Diabetes Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016. Karakteristik

Dapat dilihat dari tabel dan grafik di atas, ditinjau dari status pernikahan,

penderita diabetes melitus yang mengalami depresi di Kabupaten

Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016 terlihat lebih banyak

pada orang yang telah menikah. Berdasarkan uji analisis menggunakan

chi-square-test menunjukkan nilai signifikasi 0,875 (p>0,05) artinya hubungan

antara status pernikahan dengan depresi pada penderita diabetes melitus

adalah tidak signifikan.

Dapat disimpulkan pada penelitian ini, bahwa hipotesis ditolak karena

p>0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor

demografi dengan depresi pada penderita diabetes melitus di Kabupaten

Gunungkidul DIY, kecuali pada tingkat pendidikan.

B. Pembahasan

Hasil penelitian ini terdapat 27,8% penderita diabetes melitus yang

mengalami depresi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Igwe, dkk.

(2013) bahwa terdapat 27,8% penderita diabetes melitus yang mengalami

depresi, diperkuat oleh penelitian Silverstone (1996), diabetes melitus

memiliki risiko dapat menyebabkan depresi sebesar 9-27%, lalu menurut

penelitian Cavanaugh (1998), risiko depresi yang disebabkan oleh diabetes

(58)

Lisiswanti (2015) bahwa risiko depresi pada penderita diabetes melitus

disebabkan oleh stresor psikososial kronik karena mengidap penyakit kronik.

Sebaliknya, depresi dapat menjadi faktor risiko diabetes melitus. Secara teori,

hal ini diakibatkan dari proses peningkatan sekresi dan aksi hormon

kontra-regulasi, perubahan fungsi transpor glukosa dan peningkatan aktivasi

inflamasi. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Mudjaddid (2001) yang

menyatakan bahwa depresi dan diabetes melitus saling berkomorbid

(tumpang tindih).

Penelitian ini ditemukan bahwa pasien diabetes melitus yang mengalami

depresi lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Didukung dengan

hasil penelitian Harista dan Lisiswanti (2015) yang menyatakan bahwa

responden perempuan yang menderita diabetes melitus memiliki tingkat

kejadian depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, Harista dan

Lisiswanti (2015) juga menyebutkan beberapa faktor yang berkaitan dengan

rentannya perempuan mengalami depresi, diantaranya adalah faktor genetik,

kerentanan fluktuasi hormonal, serta sistem saraf pusat yang peka terhadap

perubahan hormonal. Selain itu, faktor psikososial, seperti peran perempuan

dalam masyarakat, kebiasaan memendam perasaan dan status sosial yang

kurang menguntungkan juga dapat berperan dalam kerentanan perempuan

terhadap depresi. Perempuan juga lebih rentan daripada laki-laki untuk

mengalami depresi yang dipicu oleh stres karena perempuan cenderung

menggunakan perasaan atau lebih emosional, sehingga jarang menggunakan

(59)

Sadock dan Sadock (2010) juga menegaskan bahwa kejadian cemas dan

depresi pada perempuan lebih banyak dibandingkan pada pasien diabetes

melitus laki-laki, dari hasil analisis penelitian ini tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara jenis kelamin dengan depresi, sejalan dengan

penelitian Wulandari (2011) bahwa antara jenis kelamin dengan depresi tidak

ada hubungan yang signifikan jika dilihat dari sudut pandang statistik, hal ini

dikarenakan antara laki-laki dan perempuan memiliki porsi yang sama untuk

mengalami depresi, dimungkinkan adanya faktor lain yang lebih berpengaruh

terhadap depresi yaitu ketersediaan dukungan sosial, dalam penelitian

Wulandari (2011) juga didapatkan data yang sama dengan penelitian ini

bahwa depresi lebih banyak pada perempuan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien diabetes melitus yang

mengalami depresi lebih banyak pada kelompok umur 56-65 tahun. Demikian

juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2013) yang menemukan

bahwa penderita diabetes melitus dengan depresi lebih banyak pada usia

45-60 tahun, karena pada usia >45 tahun tubuh mengalami banyak perubahan

terutama pada organ pankreas yang memproduksi insulin dalam darah dan

berperan dalam kontrol penyakit diabetes melitus, dari hasil analisis

penelitian ini didapatkan bahwa usia tidak berhubungan dengan depresi,

sejalan dengan penelitian Wulandari (2011) bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara usia dengan tingkat depresi, dalam penelitian tersebut juga

Gambar

Gambaran Tingkat
Gambar 1. Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Konsep
Tabel 2. Time Table Kegiatan Karya Tulis Ilmiah.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelanggan terhadap Loyalitas pelanggan smartphone merek Samsung sedangkan penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel Pengaruh Kepercayaan dan Kepuasan

1) Program pengajaran Penjas Adaptif disesuaikan dengan jenis dan karateristik kelainan siswa. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang

Vektor beban ini mempunyai sifat, jika beban-beban ini dikerjakan sebagai beban statik pada lokasi sensor yang digunakan untuk pengukuran, maka tegangan pada elemen yang

[r]

Seharusnya pendidik sebelum proses pembelajaran berlangsung menentukan media pembelajaran yang sesuai, sehingga dapat meningkatkan semangat belajar peserta didik serta

mengajar di sekolah yang patut diteliti untuk memperoleh gambaran tentang model pembelajaran yang akan diterapkan, (2) Melakukan studi pendahuluan terhadap

Jadi, maksud penulis dengan definisi operasional dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi atau dorongan belajar, baik yang berasal dari luar maupun

Berdasarkan pengolahan data hasil penelitian tentang makna simbol kenegaraan (variabel Y), 19,64% menyatakan kategori menolak, ini disebabkan karena siswa masih