• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta Di Tinjau Dari Perspektif Ekonomi Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta Di Tinjau Dari Perspektif Ekonomi Islam"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN EKONOMI MOHAMMAD HATTA

DiTINJAU DARI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.EI)

Oleh :

Panji Patra Anggaredho

NIM : 203046101750

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PEMIKIRAN EKONOMI MOHAMMAD HATTA

DITINJAU DARI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.EI)

Oleh :

Panji Patra Anggaredho

NIM : 203046101750

Di Bawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Isnawati Rais, MA Jaenal Aripin, M.Ag NIP : 150 222 235 NIP : 150 289 202

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah dicantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya yang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 15 April 2008

(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PEMIKIRAN EKONOMI MOHAMMAD HATTA DITINJAU DARI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 3 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.EI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 3 Juni 2008 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP : 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Drs.Djawahir Hejazziey, SH,MA (...) NIP : 130 789 745

2. Sekretaris : Drs.H.Ahmad Yani, M.Ag (...) NIP : 150 269 678

3. Pembimbing I : Dr.Isnawati Rais, MA (...) NIP : 150 222 235

4. Pembimbing II : Jaenal Aripin, M.Ag (...) NIP : 150 289 202

5. Penguji I : Prof.Dr.H.Hasanuddin AF, MA (...) NIP : 150 050 917

(5)

ABSTRAK

Panji Patra Anggaredho. 203046101750. Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta Ditinjau dari Perspektif Ekonomi Islam. Skripsi. Jurusan Muamalat. Fakultas Syariah dan Hukum. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2008. v - 151 halaman.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai pemikiran ekonomi Mohammad Hatta yang obyektif, utuh dan komprehensif, yang akhirnya diharapkan dapat membuka jangkauan yang lebih luas dalam upaya aplikasi dan konseptualisasi pada perekonomian nasional.

Penelitian ini berupa penelitian kepustakaan (library research) dengan data dan cara analisis kualitatif dengan mendeskripsikan dan menganalisis obyek penelitian yaitu membaca dan menelaah berbagai sumber yang berkaitan dengan topik, untuk kemudian dilakukan analisis dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam bentuk laporan tertulis. Skripsi ini menggunakan content analysis dan metode komparasi.

Kesimpulan sebagai hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa pemikiran ekonomi yang digagas oleh Mohammad Hatta sebagian besar tidak bertentangan dengan ekonomi Islam. Namun ada juga yang bertentangan dengan ekonomi Islam yaitu pemikirannya yang membolehkan praktik bunga di dalam bank dan pemikiran Hatta tersebut kiranya dapat dimaklumi karena Hatta memandang tidak adanya instrumen lain selain mendirikan bank (konvensional seperti yang ada pada saat ini) untuk menghimpun dana masyarakat untuk membangun kembali perekonomian Indonesia yang saat itu sangat berantakan pasca penjajahan. Terlebih lagi pada saat itu belum adanya praktik bank syariah yang memakai instrument mudharabah dan

(6)

Kepada pemuda Indonesia, yang

ingat akan sumpah dan janjinya :

“Indonesia tanah pusaka.

Pusaka kita semuanya.

Marilah kita mendoa :

Indonesia bahagia!

Marilah kita berjanji :

Indonesia abadi”

(7)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain untaian puja dan puji syukur ke

hadirat Allah SWT, karena dengan atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis

diberi kekuatan dan kemampuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan

salam tak lupa penulis tujukan kepada manusia paling mulia, Baginda Agung,

Nabi Muhammad Saw. Semoga penulis bisa menemui beliau di hari akhir kelak.

Setelah mengalami proses yang melelahkan dan perjuangan yang panjang.

Akhirnya penulis berhasil menyelesaikan studi di kampus hijau pembaharu UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta ini. Selanjutnya penulis ingin mengucapkan ribuan

terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.H.M.Amin Suma, SH, MA, MM, sebagai Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum. Seorang figur yang penulis kagumi, semasa penulis

menimba ilmu di kampus ini.

2. Ibu Euis Amalia, M.Ag dan Bapak Ah.Azharuddin Lathif, M.Ag, selaku

Ketua dan Sekretaris Jurusan Muamalat, serta Bapak Drs. Djawahir

Hejazziey, SH, MA dan Bapak Ahmad Yani, M.Ag selaku Ketua dan

Sekretaris Koordinator Teknis Program Non Reguler, yang tak pernah bosan

mendengarkan keluh kesah penulis berkenaan masalah perkuliahan.

3. Ibu Dr.Isnawati Rais, MA dan Bapak Jaenal Aripin, M.Ag sebagai

pembimbing skripsi ini, yang dengan tulus dan ikhlas meluangkan waktunya

(8)

penulis mendapat pencerahan dalam proses pembuatan skripsi ini. Semoga

Allah membalas kebaikan beliau.

4. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas

kepustakaan sebagai bahan referensi dalam pembuatan skripsi penulis.

5. Ayahanda Drs. Herman Effendi, MM dan Ibunda Lukiana, S.Sos tercinta,

yang telah memberikan kasih dan sayang kepada penulis sejak lahir sampai

saat ini. Dan dengan kasih dan sayang tersebut (+ marah-marahnya) penulis

berhasil menyelesaikan studi di kampus ini.

6. Adikku tersayang Tania Adlinzila, yang senantiasa cerewet dalam

memperingati penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Dan penulis

menyadari, tanpa kecerewetannya mungkin skripsi ini tidak akan rampung.

7. Bang Tion dan personel Toko Buku Gerak-Gerik, yang mau bersusah payah

untuk mencari buku yang penulis butuhkan.

8. Kawan-Kawanku jurusan Perbankan Syariah angkatan 2003, khususnya

Perbankan Syariah kelas C : Abdul “Waiz”, M. “Fahmi”, Deden Za”inal”

Muttaqien, Andi “Gudeng” Irmansyah, Andi “Sobat” Kristianto, Khayatul

“Yayat” Qulub, “Erma” Hermawan, M.”Luthfi”, “Jamal”luddin, M.”Syahril”,

Khairil, “Ihsan”uddin Fadhillah, “Wahyu” Mikurason, “Raden” M.Ikhsan,

“Widi” Sentanu.P, M.Arif “Babe” Rifa’I, “Arif” Syamsuddin, “Fikri”

Tamami, “Juli”, Kha”irul” Bejaharnia, “Hana” Rufaidah, Meutia “Muthe

Sari, Siti “Uut” Mahmudah, “Iva” Lutfia, “Euis”, Rahayu Tri”doni”,

Rah”ayu” Lisa, Anita, “Choi”riyah, yang selalu mengejek (kapan lulus? Atau

sudah sampai bab berapa?) setiap kali berjumpa dengan penulis.

9. Alumni Pondok Pesantren Darunnajah angkatan 26, khususnya sahabatku

Abu “Said” At-thobari, Amalia “Amel” Fajrina dan Khilda Zura”ida” Zahara,

yang telah dan selalu memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi

(9)

10. Rekan-rekan di Komunitas Gang Kodok, komunitasnya para pencari

kebenaranya yaitu, Iwin “Iwe” Indra, Minhadzul “Izul” Abidin, “Edi”

Effendi, “Rama” Juwandi, Rahmat Ham”dani”, Ahmad Mu”dassir”, Nana

“Buluk” Lesmana, M.Ali Fer”nandez”, Daulay, yang selalu menjadi sparring

diskusi penulis selama penulis kuliah di kampus ini.

11. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat

khususnya HMI Komisariat Fakultas Syariah (KOMFAKSY) : Asep “Azuba”

Jubaedillah, Fadhlika “Brey” Hima SH, Rudi, Habib, Mukh”tiar” Effendi,

“Fauzul” Azim, Bayu.P, Rahadianto “Putro”, Asep.S, Hamdan.R, M.Siddiq,

Isma, Ira, Syarah, dan kawan-kawan lainnya yang tak mungkin penulis

sebutkan satu persatu. Di himpunan inilah, penulis beraktivitas dan

mendapatkan ide untuk menulis pemikiran Mohammad Hatta dalam skripsi

ini.

12. Nur Afriyanti, seseorang yang selalu menemani penulis selama ini. Seseorang

yang meyakini penulis di saat orang lain meragukan penulis. Teman di kala

susah, sahabat di kala senang dan kekasih di saat suka maupun duka. Semoga

Allah senantiasa memudahkan langkahnya.

Penulis menyadari, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, penulis akan merasa sangat senang terhadap semua kritik dan saran yang

membangun terhadap karya tulis ini. Akhirnya hanya kepada-Nyalah kita kembali

dan berserah diri. Semoga Kita Benar…!!

Jakarta, 10 Mei 2008

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Metode Penelitian ... 11

E. Kajian Pustaka... 13

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG EKONOMI ISLAM A. Pengertian Ekonomi Islam ... 16

B. Nilai-Nilai Dasar Ekonomi Islam ... 21

C. Nilai-Nilai Instrumental Ekonomi Islam ... 27

D. Tujuan Ekonomi Islam ... 42

BAB III RIWAYAT HIDUP MUHAMMAD HATTA A. Pribadi & Pendidikan Mohammad Hatta ... . 45

B. Aktivitas Sosial & Politik Mohammad Hatta ... 52

C. Pemikiran-Pemikiran Mohammad Hatta dan Karya-Karyanya.. 66

(11)

A. Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta ... 73

1.Demokrasi Ekonomi ... 73

2.Koperasi Menurut Mohammad Hatta ... 80

3.Politik Ekonomi Mohammad Hatta ... 88

B. Analisis Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta ditinjau dari Perspektif Ekonomi Islam ... 103

C. Relevansi Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta dengan Kondisi Perekonomian Indonesia Saat ini ... 123

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 129

B. Saran ... 130

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia telah ditunjuk oleh Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi ini,

atas dasar itulah seluruh ciptaan-Nya, baik itu yang berada di langit dan maupun

di bumi, bebas digunakan dan dikelola untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan

kepentingan manusia itu sendiri. Penunjukan manusia sebagai khalifah, bukanlah

tanpa alasan dan bukan pula sebuah kebetulan. Akan tetapi penunjukan tersebut

sudah merupakan sebuah keniscayaan karena dibandingkan makhluk Tuhan

lainnya, manusia dilengkapi dengan akal pikiran, yang mana dengan akal pikiran

ini manusia bisa merenung dan berfikir untuk memaksimalkan segala

potensi-potensi yang ada di jagat raya ini. Kelebihan atau paling tepat sebuah anugerah

dari Tuhan inilah yang membuat manusia berbeda dan lebih tinggi derajatnya dari

makhluk-makhluk Tuhan lainnya dan akhirnya karena kelebihan ini juga manusia

diberikan sebuah hak dan tanggung jawab untuk mengelola alam ini.

Namun, manusia bukannya tidak menemukan kesulitan dalam mengelola

alam ini, sebab ketika manusia itu lahir, manusia sudah diharuskan untuk

berhadapan dengan sebuah kenyataan yaitu bagaimana caranya agar eksistensi

mereka terus berlanjut di dunia ini. Demi eksistensi serta naluri untuk

(13)

mereka anggap cukup dan layak untuk memenuhi segala kebutuhan hidup

mereka, entah itu kebutuhan yang sifatnya dharuriyat (primer), Hajiyyat

(sekunder) ataupun tahsiniyat (tersier).

Kebutuhan hidup manusia, pada masa-masa awal peradabannya, masih sangat

terbatas dan juga masih bersifat sederhana. Tetapi seiring dengan semakin

majunya tingkat peradaban, makin banyak dan makin bervariasi pula kebutuhan

manusia sementara di lain pihak alat pemenuh kebutuhan manusia terbatas

adanya. Ketidakseimbangan antara kebutuhan yang selalu meningkat dengan alat

pemuas kebutuhan yang terbatas ini maka pada akhirnya menyebabkan diperlukan

sebuah ilmu yang mengatur hal tersebut, yang belakangan ilmu ini disebut ilmu

ekonomi.1 Namun pada saat itu ekonomi masih belum menjadi sebuah disiplin

ilmu. Ekonomi pada saat itu hanya masih dalam tahap wacana dan berupa

pemikiran-pemikiran individu. Pada dasarnya pemikiran tentang ekonomi

sebenarnya telah ada jauh sebelum masehi, akan tetapi pembicaraan tentang

ekonomi pun masih merupakan bagian dari pemikiran dan mimpi para filosof

tentang suatu tatanan masyarakat yang ideal, tulisan-tulisan ekonomi yang ada

juga belum tersistematis secara komprehensif. Dari segi topik pembahasan pun

masih sangat terbatas, begitu juga analisis yang dipakai tidak ada yang membahas

aspek-aspek dari kegiatan perekonomian dalam masyarakat secara komprehensif.

1

(14)

Ekonomi baru menjadi disiplin ilmu setelah Adam Smith menulis buku An

inquiry into the nature an causes of the wealth of nations pada tahun 1776.2

Lalu dengan dimulainya abad keduapuluh dan dengan bertambahnya peranan

yang dimainkan oleh ekonomi dalam kehidupan, maka mulailah berbagai bangsa

mengambil studi-studi ekonomi dalam bentuk bentuk baru, yang pada akhirnya

studi ekonomi tersebut, mengarah pada terbentuknya mazhab-mazhab ekonomi.

Studi-studi ekonomi tidak lagi berhenti pada batas observasi dan menguraikan

gejala-gejala ekonomi untuk merumuskan hukum-hukum yang merupakan

kaidah, melainkan telah memiliki tujuan-tujuan kehidupan perekonomian dan

membatasi cara-cara yang perlu ditempuh untuk merealisasikan tujuan tersebut.

Dengan demikian, terpecah-pecahlah mazhab-mazhab ekonomi itu yang berbeda

satu sama lain dan terbagi menjadi dua mazhab besar yaitu mazhab kapitalisme

dan mazhab sosialisme.3

Pada praktiknya, kedua mazhab ini mempunyai yang ciri khas sangat berbeda

dan begitu fundamental, mazhab kapitalisme menekankan tidak adanya intervensi

negara dalam hal perekonomian, negara hanyalah sebuah fasilitator untuk

memberikan suasana kondusif bagi sektor-sektor swasta untuk menjalankan roda

perekonomian. Sedangkan mazhab sosialisme, yang bisa dibilang merupakan

kebalikan dari mazhab kapitalisme, menekankan bahwa perekonomian suatu

2

Euis Amalia, M.Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer, (Jakarta : Pustaka Astaaruss Jakarta ,2005), h.1

3

(15)

negara hanya boleh diatur pemerintah. Berbeda dengan mazhab kapitalisme, yang

sangat mengakui hak milik pribadi, mazhab sosialisme sangat membatasi hak

milik individu bahkan cenderung meniadakan hak milik tersebut dan hanya

mengakui kepemilikan bersama (community). Aliran sosialisme yang meniadakan

hak individu inilah yang sampai saat ini kita kenal dengan aliran komunisme,

yang mana pada praktiknya aliran komunisme ini lebih ekstrim daripada aliran

sosialisme.

Dalam aktivitasnya, kedua mazhab ini sibuk mengkampanyekan serta

menawarkan kesejahteraan dan kemakmuran kepada dunia dan saling berebut

pengaruh dan mengklaim satu sama lain bahwa mazhab mereka

masing-masinglah yang paling benar dan paling ampuh dalam mengatasi

masalah-masalah perekonomian seperti kemiskinan, pengangguran, inflasi dan lain

sebagainya. Tak jarang dalam mengkampenyekan ide-ide tersebut kedua mazhab

ini harus berhadapan satu sama lain dalam posisi yang diametral, bahkan sampai

meruncing, dan merembet ke masalah politik hingga konflik.

Namun sejarah tidak bisa dibohongi, kedua mazhab ini bukanlah mazhab

yang tak pernah gagal dalam menangani masalah perekonomiam, sebut saja

Amerika Serikat, salah satu penganut mazhab kapitalisme, pernah mengalami

depresi besar-besaran pada tahun 1930-an. Dan juga hancurnya perekonomian

Uni Soviet, yang menganut mazhab sosialisme/komunisme, yang pada akhirnya

mengalami masa-masa yang tragis yaitu dengan bubarnya negara tersebut pada

(16)

Masalah ekonomi senantiasa menarik perhatian berbagai macam lapisan

masyarakat dan individu. Berbagai penelitian telah dibuat untuk menyelesaikan

masalah tersebut, walaupun begitu usaha dalam mengatasi masalah ini secara

keseluruhan banyak menemui kegagalan dan sangat sedikit keberhasilan yang

diperoleh.4 Berangkat dari kegagalan-kegagalan tersebut, maka mulai

bermunculan berbagai ekonomi alternatif, diantaranya gagasan ekonomi yang

berdasarkan kerakyatan yang kita kenal dengan nama ekonomi kerakyatan, dan

ekonomi yang berdasarkan Islam, yang kita kenal dengan nama ekonomi Islam.

Pada dasarnya pada kedua mazhab tersebut terdapat pelbagai persamaan dan

pemikiran yang sama, bahkan inti dari kedua mazhab tersebut cenderung sama

dan hampir tidak ada perbedaan, yaitu bagaimana harta itu tidak hanya berputar

bagi kelompok atau golongan tertentu saja akan tetapi juga harus berputar di

seluruh lapisan masyarakat. Retribusi yang adil dalam konsep ekonomi

kerakyatan bukanlah mendistribusikan aset fisik/riil, bukan pula

membagi-bagikan kegiatan bisnis para konglomerat baik yang sedang sekarat ataupun yang

sudah bangkrut, bukan pula merupakan alat untuk memudahkan aset fisik dan

kesempatan memperoleh rente ekonomi dari aktor-aktor lama ke aktor baru.

Retribusi aset dapat diartikan sebagai usaha memberikan kekuasaan dan

kesempatan yang adil bagi pengusaha kecil/menengah dan koperasi untuk

4

(17)

melakukan kegiatan dan bisnis.5 Model ekonomi berdasarkan kerakyatan,

kira-kira sama dengan konsep yang ditawarkan ekonomi Islam. Yang mana dalam

ekonomi Islam hal ini diatur di dalam surat An-Nahl ayat 71 dan Al-Hasyr ayat 7

:

)

ا

:

(

Artinya : dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? (QS An-Nahl : 71)

)

ﺮﺸ

:

(

Artinya : supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu (QS Al-Hasyr : 7)

Prinsip ekonomi kerakyatan yang berdasarkan keadilan sangat sesuai dengan

tatanan dan nilai-nilai Islam, dan ekonomi kerakyatan pun tidak bisa dipungkiri

menjadi sebuah solusi untuk menuju perekonomian yang diidamkan. Hal ini

terbukti, dalam kondisi krisis ekonomi di Indonesia yaitu pada tahun 1997-1998,

ekonomi kerakyatan berperan dalam membantu usaha kecil, menengah dan

koperasi terutama dalam kesulitan produksi dan distribusi kebutuhan pokok

5

(18)

masyarakat di sektor pertanian, tingkat produksi pangan telah berada dalam

kondisi yang aman sehingga tingkat impor beras dapat ditekan dan juga subsektor

perkebunan yang berorientasi ekspor menunjukkan pertumbuhan yang positif.

Pengalaman ini memberikan alasan bahwa pemberdayaan ekonomi rakyat tidak

saja penting dari sudut pandang konseptual dalam mewujudkan demokrasi

ekonomi tetapi bukti empiris menunjukkan bahwa UKM dan koperasi sangat

berperan dalam usaha penyerapan tenaga kerja dan menggerakkan aktivitas

terutama di masa krisis.6

Di Indonesia harapan untuk membangkitkan ekonomi rakyat sering kita

dengar karena pengalaman ketika krisis multidimensi tahun 1997-1998 tersebut

usaha kecil telah terbukti mampu mempertahankan kelangsungan usahanya.

Bahkan ekonomi kerakyatan memainkan fungsi penyelamatan di sektor kegiatan,

fungsi penyelamatan ini terbukti pada sektor penyediaan kebutuhan rakyat

melalui produksi dan normalisasi distribusi.7 Sehingga dengan adanya

pengalaman-pengalaman serta prestesi-prestasi tersebut, diharapkan dalam

masa-masa yang akan datang pemerintah mau untuk lebih memperhatikan dan mulai

melirik ekonomi kerakyatan.

Berbicara tentang ekonomi kerakyatan, tentu tidak pernah lepas dari sosok

Mohammad Hatta. Sosok yang dikenal dengan nama akrab Bung Hatta ini

6

Lihat Adi Sasono, Prospek dan Posisi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, dalam Baihaqi Abdul Madjid dan Saifudin A. Rashid (Ed), Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah,

(Jakarta : PT Pinbuk, 2000), h. 26

7

Noer Strisno, Ekonomi Rakyat Usaha Mikro dan UKM dalam Perekonomian Indonsia,

(19)

merupakan salah salah satu pelopor ekonomi yang berasaskan kerakyatan di

negeri ini. Hatta, yang merupakan proklamator negeri ini, dalam mengemukakan

pemikiran-pemikirannya, baik itu lewat pidato, tulisan, ataupun buku-buku yang

dikarang sendiri oleh beliau, takkan pernah melepaskan perhatiannya dan selalu

memberikan stressing akan pentingnya ekonomi berasaskan kerakyatan dengan

koperasi sebagai instrumennya. Maka dengan memperhatikan sepak terjang Hatta,

tidak heran pada Hatta sampai dijuluki sebagai Bapak Ekonomi Kerakyatan selain

Bapak Koperasi di negeri ini. Hatta pernah mengungkapkan ide ekonomi yang

berdasarkan kerakyatan antara lain :

”inilah dasar kerakyatan Pendidikan Nasional Indonesia! Supaya tercapai suatu masyarakat yang berdasar keadilan dan kebenaran, haruslah rakyat insaf akan haknya dan harga dirinya. Kemudian haruslah ia berhak menentukan nasibnya sendiri dan perihal bagaimana ia mesti hidup dan bergaul. Pendeknya cara mengatur pemerintahan negeri, cara menyusun perekonomian negeri, semuanya harus diputuskan oleh rakyat dengan mufakat. Pendek kata, rakyat itu daulat alias raja atas dirinya sendiri. Tidak lagi golongan kecil saja yang memutuskan nasib rakyat dan bangsa, melainkan rakyat sendiri. Inilah arti kedaulatan rakyat! Inilah suatu dasar demokrasi atau kerakyatan yang seluas-luasnya. Tidak saja dalam hal politik, melainkan juga dalam hal ekonomi dan sosial ada demokrasi ; keputusan mufakat rakyat yang banyak”8

Lalu untuk membangkitkan ekonomi kerakyatan itu, Hatta juga menyatakan,

bahwa koperasi adalah suatu alat yang efektif untuk membangun ekonomi

kerakyatan. Seperti dikatakannya :

”koperasi pada selanjutnya, mendidik semangat percaya pada diri sendiri, memperkuat kemauan bertindak dengan dasar ”self-help”. Dengan koperasi rakyat seluruhnya dapat ikut serta membangun, berangsur-angsur maju dari yang kecil melalui yang yang sedang sampai akhirnya ke lapangan

8

(20)

perekonomian yang besar. Tenaga-tenaga ekonomi yang lemah lambat laun disusun menjadi kuat. Koperasi dapat pula menyelenggarakan pembentukan kapital nasional dalam jangka waktu yang lebih cepat, dengan jalan menyimpan sedikit demi sedikit tapi teratur. Sebab itu koperasi dianggap suatu alat yang efektif untuk membangun kembali ekonomi rakyat yang terbelakang. Koperasi merasionilkan perekonomian, karena menyingkatkan jalan antara produksi dan konsumsi. Dengan adanya koperasi-produksi dan koperasi-konsumsi yang teratur dan bekerja baik, perusahaan-perantaraaan yang sebenarnya tidak perlu, yang hanya memperbesar ongkos dan memahalkan harga dapat disingkirkan. Tenaga-tenaga ekonomi yang tersingkir itu, dapat dialirkan kepada bidang produksi yang lebih produktif. Karena itu produsen memperoleh upah yang pantas bagi jerihnya dan konsumen membayar harga yang murah.” 9

Demikianlah sedikit gambaran pandangan ekonomi Hatta. Pandangan

ekonomi Hatta ini menekankan asas kerakyatan, kekeluargaan dan sarat dengan

nilai dan moral. Dan dengan berdasarkan latar belakang pemikiran dan

argumen-argumen di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian yang lebih

mendalam tentang aspek-aspek pemikiran ekonomi Mohammad Hatta serta ingin

membandingkannya dari sudut pandang ekonomi Islam. Oleh karena itu dalam

hal ini, Penulis memberi judul skripsi ini dengan ”PEMIKIRAN EKONOMI MOHAMMAD HATTA DITINJAU DARI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mohammad Hatta adalah seorang Politikus, Negarawan, ahli Hukum Tata

Negara, Ekonom, serta lebih dari itu ia juga kerap kali mengeluarkan

pemikiran-pemikiran keislaman. Oleh karena itu dalam mengkaji pemikiran-pemikiran Hatta, penulis

9

(21)

membatasi pemikiran Hatta hanya pada pemikirannya di bidang ekonomi saja.

Dalam kajian ini, penulis berusaha mengkaji pemikiran ekonomi Mohammad

Hatta lalu meninjau pemikirannya dari sudut pandang ekonomi Islam.

Agar dalam pembahasannya lebih terarah dan terproses, maka penulis perlu

membuat rumusan-rumusan yang menurut penulis merupakan hal yang tak bisa

disepelekan dari pembahasan ini. Penulisan skripsi ini dirumuskan dalam rangka

menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta?

2. Apakah pemikiran ekonomi Mohammad Hatta masih relevan dengan kondisi

perekonomian Indonesia saat ini?

3. Bagaimanakah pemikiran ekonomi Mohammad Hatta menurut tinjauan

perspektif ekonomi Islam?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penulisan skripsi ini bertujuan :

a. Untuk mengetahui pandangan dan pemikiran ekonomi Mohammad

Hatta

b. Untuk mengetahui apakah pemikiran ekonomi Mohammad Hatta

masih relevan untuk diterapkan terhadap kondisi perekonomian

(22)

c. Untuk mengetahui apakah pemikiran ekonomi Mohammad Hatta

sudah sesuai menurut tinjauan ekonomi Islam

2. Manfaat Penelitian

Penelitian skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk :

a. Bagi penulis, untuk memenuhi tugas akademik yang merupakan syarat

dan kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam rangka menyelesaikan

studi tingkat sarjana program strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Bagi pengembangan disiplin ilmu, penulisan skripsi ini diharapkan

dapat memberikan sumbangsih dan bahan masukan pada

pengembangan disiplin ilmu.

D. Metode Penelitian

Penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian kualitatif melalui kajian

kepustakaan (Library Research) yang bersifat normatif, yaitu menelaah dan

mengkaji buku-buku, artikel-artikel, jurnal ilmiah, majalah, koran maupun media

internet yang ada hubungannya dengan topik bahasan di atas. Kemudian

dilakukan analisis dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan

dalam bentuk laporan tertulis.

Dalam mengolah dan menganalisis data penulis menggunakan metode content

(23)

ditiru (replicable),10 dan shahih data dengan memperhatikan konteksnya. Selain

itu penulis juga menggunakan metode komparatif, jadi penulis akan

membandingkan kedua batasan masalah setelah dilakukan analisis isi.

Sumber primer pembahasan skripsi ini adalah hasil karya Mohammad Hatta

antara lain yang berjudul : ”Demokrasi Kita, Bebas Aktif dan Ekonomi Masa

Depan”, “Beberapa Fasal Ekonomi Jilid I Jalan Ekonomi dan Koperasi”,

“Beberapa Fasal Ekonomi Jilid II Jalan Ekonomi dan Bank”, “Kumpulan

Karangan I, II dan III”, ”Kumpulan Pidato I, II dan III”, “Pengantar ke Jalan

Ekonomi Sosiologi”, “Ekonomi Terpimpin”, “Karya Lengkap Bung Hatta Jilid 1

Kebangsaan dan Kerakyatan”, ”Karya Lengkap Mohammad Hatta Jilid 2

Kemerdekaan den Demokrasi”, ”Karya Lengkap Mohammad Hatta Jilid 3

Perdamaian Dunia dan Keadilan Sosial”, “Persoalan Ekonomi Sosialis

Indonesia”, “Bank dalam Masyarakat Indonesia”.

Dan sebagai panduan penulisan skripsi, penulis menggunakan Pedoman

Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan

pengecualian sebagai berikut :

1. Terjemahan dari Al-Qur’an, Hadits dan kutipan dari bahasa Arab lainnya

dipakai cara terjemah yang diketik dengan jarak satu spasi walaupun kurang

dari empat baris. Sedangkan terjemahan Al-Qur’an diambil dari “Al-Qur’an

dan Terjemahannya” yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI.

10

(24)

2. Dalam daftar Kepustakaan, Al-Qur’an ditempatkan pada urutan pertama

sebagai penghormatan kepada kitab suci dan sesuai dengan ketinggian dan

keagungannya sebagai sumber hukum yang pertama.

E. Kajian Pustaka

Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan oleh penulis. Penulis berasumsi

bahwa penelitian mengenai pemikiran Hatta ini sangat prospektif dan menarik untuk

dikaji. Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh peneliti

sebelumnya antara lain :

1. ”Konsepsi Mohammad Hatta tentang Islam dan Demokrasi Sosial”. Tesis

yang ditulis oleh Abdul Rasyid Rahman (NIM 294 PTU 98), mahasiswa

program pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tahun 1999.

Tesis ini meneliti sejauh mana pemikiran Islam dapat memberikan kontribusi

terhadapnya lahirnya demokrasi sosial oleh Mohammad Hatta, lalu bagaimana

Islam dapat mempengaruhi aktivitas politik demokrasi sosial dan bagaimana

peranan Hatta dalam menyatukan pemikiran sosialisme dalam demokrasi

sosial.

2. ”Mohammad Hatta dan Pemikirannya dalam Bidang Politik”. Skripsi yang

ditulis oleh Eti Nurbaeti (NIM 101045222259), mahasiswa Siyasah Syar’iyah

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun

2006. skripsi ini meneliti riwayat hidup Mohammad Hatta dan pemikirannya

(25)

3. ”Pemikiran Mohammad Hatta dan Islam dalam Dinamika Politik Indonesia”.

Disertasi yang ditulis oleh Efrinaldi (NIM 9930010101), mahasiswa program

pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2006. Disertasi ini

meneliti hubungan antara Islam dan demokrasi dalam konstelasi politik

Indonesia, bagaimana dinamika dan faktor yang berpengaruh terhadap

pemikiran Hatta tentang demokrasi dan Islam di Indonesia, dan bagaimana

transformasi pemikiran Hatta dalam praktik politik kebangsaan dan Islam dan

demokrasi dan pluralisme politik di Indonesia.

F. Sistematika Penulisan

Agar dalam penulisan skripsi ini lebih terarah dan sistematis, maka

sistematika penyusunan skripsi ini sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, kajian pustaka, sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG EKONOMI ISLAM

Bab ini terdiri pengertian ekonomi Islam, nilai dasar ekonomi Islam,

nilai-nilai instrumental ekonomi Islam, tujuan ekonomi Islam.

(26)

Bab ini terdiri pribadi dan pendidikan Mohammad Hatta, aktivitas sosial dan

politik Mohammad Hatta, pemikiran-pemikiran Mohammad Hatta dan

karya-karyanya.

BAB 1V PEMIKIRAN EKONOMI MOHAMMAD HATTA DAN TINJAUANNYA DARI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Bab ini terdiri dari pemikiran ekonomi Mohammad Hatta, relevansi pemikiran

ekonomi Mohammad Hatta dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini, dan

analsis pemikiran ekonomi Mohammad Hatta ditinjau dari perspektif ekonomi

Islam.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG EKONOMI ISLAM

A. Pengertian Ekonomi Islam

Kata ekonomi diambil dari bahasa Yunani kuno (greek),11 yaitu oikonomeia.

Kata oikonomeia berasal dari kata oikos yang berarti rumah tangga, dan nomos

yang berarti aturan.12 Dengan demikian ekonomi memiliki arti mengatur rumah

tangga, dimana anggota keluarga yang mampu ikut terlibat dalam menghasilkan

barang-barang berharga dan membantu memberikan jasa lalu seluruh anggota

keluarga yang ada ikut menikmati apa yang mereka peroleh kemudian

populasinya semakin banyak dalam rumah-rumah, lalu menjadi suatu kelompok

(community) yang diperintah oleh satu negara.13 Dari pengertian etimologis

tersebut ilmu ekonomi dapat diartikan sebagai ilmu yang mengatur rumah tangga,

yang dalam bahasa Inggris disebut economics.14

11

Taqyuddin An-Nabhani, Pembangunan Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam,

(Surabaya : Risalah Gusti, 1999), h. 47

12

Murasa Sarkani Putra, Pengertian Ekonomi Islam : Bahan Pengajaran Ekonomi dan Perbankan Syariah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta : tpn, 1999), h. 5

13

Taqyuddin An-Nabhani, Pembangunan Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, h. 47

14

(28)

Adapun secara terminologis para ekonom banyak sekali memberikan definisi

mengenai ekonomi, diantaranya oleh Adam Smith yang dikenal sebagai bapak

ekonomi dunia mendefinsikan ekonomi adalah ilmu kekayaan atau ilmu yang

mempelajari sarana-sarana kekayaan suatu bangsa dengan memusatkan perhatian

secara khusus terhadap sebab-sebab material dari kemakmuran, seperti hasil

industri, pertanian dan lain-lain.15

Tokoh ekonomi Barat lainnya, Marshall berpendapat bahwa ekonomi adalah

ilmu yang mempelajari usaha-usaha individu dalam ikatan pekerjaan dalam

kehidupan sehari-hari, ilmu ekonomi membahas bagian kehidupan manusia yang

berhubungan dengan bagaimana ia memperoleh pendapatan dan bagaimana pula

ia mempergunakan pendapatan itu, definisi tersebut memberikan penjelasan

bahwa pokok dalam ilmu ekonomi adalah manusia dan segala aktifitasnya dalam

memperoleh pendapatan.16

Sedangkan dalam bahasa Arab ekonomi dinamakan mu’amalah maddiyah,

yaitu aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai

kebutuhan hidupnya. Lebih tepat lagi dinamakan iqtishad, yaitu mengatur

soal-soal penghidupan manusia dengan sehemat-hematnya dan secermat-cermatnya.17

15

Ahmad Muhammad al-Assal dan Fathi Ahmad Karim, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, (terj), (Bandung : Pustaka Setia, 1999), h. 10

16 Ibid

17

(29)

Melihat berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan ekonomi pada umumnya

didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan

pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk memproduksi

barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi, dengan

demikian bidang garapan ekonomi adalah salah satu sektor dalam perilaku

manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi.18

Dengan semakin beragamnya definisi mengenai ekonomi secara umum yang

dikemukakan oleh para pakar ekonomi, maka ekonomi Islam pun didefinisikan

secara beragam pula oleh para pakar ekonomi Islam, diantaranya Muhammad

Abdul Mannan soerang pakar ekonomi Islam, menurutnya yang dimaksud dengan

ekonomi Islam adalah pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah

ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.19

Adapun menurut Dr.Yusuf Qardhawi ekonomi Islam adalah ekonomi yang

berdasarkan ketuhanan, sistem ini bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada

Allah dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah, aktifitas

ekonomi seperti produksi, distribusi, konsumsi, import dan eksport tidak lepas

dari titik tolak ketuhanan dan bertujuan akhir untuk Tuhan.20

18

Monzer Kahf, Ekonomi Islam , (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995), cet ke-1, h. 2

19

Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek¸ Penerjemah Potan Arif Harahap, (Jakarta : Intermasa, 1992), cet ke-1, h. 10

20

(30)

Sedangkan Abdullah Al-Arabi berpendapat, Ekonomi Islam adalah

sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan

As-Sunnah dan merupakan bangunan perekonomian yang didirikan diatas

dasar-dasar sesuai dengan lingkungan dan masyarakat.21

Ekonomi Islam yang dikemukakan S.M Hasanuzzaman adalah

pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah

ketidakadilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-sumber daya guna

memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka melaksanakan

kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.22

Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari

ekonomi Islam adalah studi tentang problem-problem ekonomi dan institusi yang

berkaitan dengannya atau ilmu yang mempelajari tata kehidupan masyarakat

dalam memenuhi kebutuhannya untuk mencapai ridha Allah. Dari definisi ini

terdapat tiga cakupan utama dalam ekonomi Islam, yaitu tata kehidupan,

pemenuhan kebutuhan dan ridha Allah yang kesemuanya diilhami oleh nilai-nilai

Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang akhirnya

menunjukkan konsistensi antara niat karena Allah, kaifat atau cara-cara dan

ghayah dan tujuan dari setiap manusia.23

21

Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam : Suatu Pengantar, (Jakarta : Kalam Mulia, 1994), cet ke-1, h. 245

22

(31)

Ini tidak berarti ekonomi Islam hanya diproyeksikan untuk orang-orang yang

beragama Islam, karena Islam membolehkan umatnya untuk melakukan transaksi

ekonomi dengan orang-orang non muslim sekalipun. Dengan kalimat lain,

ekonomi Islam lebih mengedepankan urgensi sistem ekonominya yang hendak

dibina dan dibangun daripada sekedar membangun dan membina para pelakunya

yang harus beragama Islam. Hanya saja, tentu Islam menghendaki agar umat

Islam itu sendiri justru menjadi pelopor dan pengawal dari sistem ekonomi Islam

itu sendiri yang dimilikinya.24

Sebagai agama yang oleh Al-Qur’an dijuluki dengan agama terlengkap dan

tersempurna (dinul kamil wa-dinun Itmam), Islam memiliki dan

mempersembahkan konsep-konsep pemikiran ekonomi yang filosofis, nilai-nilai

etika ekonomi yang moralis, dan norma-norma hukum ekonomi yang tegas dan

jelas. Diatas akar tunggang akidah Islamiah yang ajeg (kokoh), dan dibingkai

dengan tiga pilar utama (konsep yang filosofis, nilai etika yang moralis dan

hukum yang normatif aplikatif).25

Agama Islam berbeda dengan agama lainnya, karena agama lainnya tidak

dilandasi postulat iman dan ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari, ajaran Islam

juga dapat diterjemahkan ke dalam teori dan juga diinterprestasikan bagaimana

23

Murasa Sarkani Putra dan Agus Kristiawan, Ilmu Ekonomi (Pengantar Ekonomi Moneter : Suatu Awalan), Bahan Pengajaran Ekonomi Perbankan dan Asuransi Islam, (Jakarta : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000), Cet ke-1, h. 7

24

Prof. Dr. H. M.Amin Suma, SH, MA, MM, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, (Ciputat : Kolam Publishing, 2008), h. 49

25

(32)

seseorang berhubungan dengan orang lain, dalam ajaran Islam, perilaku individu

dan masyarakat digiring ke arah bagaimana pemenuhan kebutuhan mereka

dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada, dan ini

merupakan subyek yang dipelajari dalam ekonomi Islam.26

Namun pada perkembangan selanjutnya, kira-kira sama dengan sistem

ekonomi lainnya. Ekonomi Islam juga terdapat mazhab-mazhab didalamnya.

Adiwarman Karim, salah seorang pakar ekonomi islam Indonesia, dan penggagas

The International Intitute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia, menuliskan bahwa

ada 3 mazhab dalam ekonomi Islam, yaitu sebagai berikut. Pertama, Mazhab

Baqir al-Shadr. Mazhab ini dipelopori oleh Baqir al-Shadr dengan bukunya

Iqtishaduna”, mazhab ini berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena

adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat sistem ekonomi

yang membolehkan eksploitasi pihak yang lemah. Ilmu ekonomi (economics)

tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap

Islam. Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan karena keduanya berasal dari

filosofi yang saling kontradiktif. Oleh karena itu, al-Shadr menolak statemen

bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak

terbatas, Sedangkan sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan

manusia tersebut jumlahnya terbatas. Hal tersebut sangat tidak relevan karena

firman Allah SWT dalam surat QS. al-Qamar (54:49) dinyatakan :

26

(33)

)

ﺮ ا

:

฀฀

(

Artinya : “sesungguhnya telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya”. (QS.Al-Qamar : 49)

Kedua, Mazhab Mainstream yang terdiri dari M. Umer Chapra, M. Abdul

Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, dan para pemikir ekonomi Islam dunia lebih

banyak tergolong pada kelompok ini. Berbagai pendapat dari mazhab mainstream

tidak begitu berbeda dengan pendapat konvensional, hanya saja yang

membedakan adalah cara penyelesaian permasalahan (method of problem

solving). Berbeda dengan penentuan skala prioritas dalam ekonomi konvensional

yang tergantung pada individu dengan atau tanpa pendekatan agama, tetapi

dengan “mempertuhankan nawa nafsu dan materi”, sedangkan mazhab ini

berpendapat dalam ekonomi Islam, keputusan pilihan tidak dapat dilakukan

semaunya saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk

ekonomi, harus merujuk pada ajaran Allah lewat al-Qur’an dan Sunnah. Mazhab

ini juga setuju dengan kemunculan masalah ekonomi karena keterbatasan sumber

daya yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Namun,

keterbatasan sumber daya tersebut, hanya terjadi pada berbagai tempat dan waktu

saja, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah (2:155) :

(34)

selain keterbatasan merupakan ujian dari Allah SWT, juga sifat manusia yang

berkeinginan tidak terbatas dianggap sebagai sifat yang alamiah.

Ketiga, mazhab Alternatif-Kritis Dipelopori oleh Timur Kuran (Ketua Jurusan

Ekonomi di University of Southern California). Kuran mengkritisi kedua mazhab

di atas. Mazhab ini berpendapat bahwa yang perlu dikritisi tidak saja kapitalisme

dan sosialisme, tetapi juga ekonomi Islam itu sendiri.27

Dari sekian literatur dan perkembangan perekonomian Islam di dunia,

tampaknya mazhab Mainstream lebih fleksibel dan dominan dalam berkiprah

karena seperti yang ditulis oleh Muhammad Muslehuddin bahwa sesungguhnya

esensi dari ekonomi Islam adalah perilaku dan sistem ekonomi yang dibangun

(established) dan ditegakkan berdasarkan syariah, dan (kemungkinan) menerima

unsur ekonomi lainnya selama tidak bertentangan dengannya.28 Oleh karena itu,

mengenai pembahasan ekonomi Islam selanjutnya, yaitu nilai-nilai dasar ekonomi

Islam, nilai-nilai instrumental ekonomi Islam dan tujuan ekonomi Islam, penulis

menggunakan pendekatan yang lebih condong kepada mazhab mainstream.

B. Nilai-Nilai Dasar Ekonomi Islam

Nilai-nilai dasar ekonomi Islam tersebut adalah :

27

Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta : IIIT Indonesia, 2002), h. 13-16

28

(35)

1. Nilai Dasar Pemilikan

Menurut sistem ekonomi Islam (a) pemilikan bukanlah penguasaan mutlak

atas-atas sumber ekonomi, tetapi kemampuan untuk memanfaatkannya. Seorang

muslim yang tidak memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang diamanatkan

Allah kepadanya, misalnya dengan membiarkan lahan atau sebidang tidak diolah

sebagaimana mestinya akan kehilangan hak atas sumber-sumber ekonomi itu.

Demikian juga halnya dengan sumber-sumber ekonomi yang lain. Hal ini

disandarkan pada ucapan Nabi Muhammad yang mengatakan bahwa ”Barang

siapa yang menghidupkan satu bumi yang mati, maka ia (bumi) itu baginya” (HR

Tirmidzi). Islam sangat mendorong serta memberikan janji pahala yang besar bagi

orang yang mengelola tanah yang terbengkalai, karena pekerjaan itu akan

meluaskan daerah pertanian dan menambah sumber pendapatan.29 Rasulullah

bersabda :“Barang siapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi

miliknya. Dan apa yang dimakan pencuri rizki (binatang liar), maka menjadi

shadaqah baginya” Akan tetapi, kalau ia menelantarkan tanah itu, misalnya

dengan hanya memagarinya saja dengan tembok selama tiga tahun lamanya, maka

ia tidak berhak lagi ”memiliki tanah itu”.

Selain dari itu menurut sistem ekonomi Islam, (b) lama pemilikan atas sesuatu

benda terbatas pada lamanya manusia itu hidup di dunia ini. Apabila seorang

manusia meninggal dunia, harta kekayaannya harus dibagikan kepada ahli

29

(36)

warisnya menurut ketentuan yang ditetapkan Allah. Menurut ajaran Islam, (c)

sumber-sumber daya alam yang menyangkut kepentingan umum atau yang

menjadi hajat hidup orang harus menjadi milik umum atau negara, atau

sekurang-kurangnya dikuasai oleh negara untuk kepentingan umum atau orang banyak.

Islam memandang kepemilikan manusia hanyalah kepemilikan untuk menikmati

dan memberdayakan harta kekayaan yang ada, bukan sebagai pemilik hakiki.

Manusia hanya bisa memiliki kemanfaatan atas fasilitas yang ada, seperti

mempunyai tanah untuk dimanfaatkan sebagai tempat tinggal, sebagai lahan

pertanian ataupun sebagai ladang bisnis. Kepemilikan yang ada hanya sebatas

mengambil manfaat dan tidak bisa menghilangkan kepemilikan Allah yang hakiki

atau mengurangi hak-hak Allah atas segala fasilitas kehidupan yang telah

diturunkan di muka bumi.30 Oleh karena itu, Islam tidak membolehkan

pembentukan atau penguasaan monopoli yang bersifat pribadi, yang ada

kemungkinan merugikan bagi masyarakat. Rasulullah Saw melarang pemilikan

secara atau pengontrolan secara pribadi terhadap barang-barang yang digunakan

masyarakat. Menurut riwayat Ibn Abbas, Rasulullah bersabda : “Padang rumput

adalah milik Allah dan RasulNya dan tak seorangpun yang diperbolehkan

memilikinya untuk dirinya sendiri.” Adapun hadits lain yang diriwayatkan oleh

Ibn Abbas bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Semua umat Islam bersama-sama

memiliki tiga hal yaitu air, rumput dan api”.

30

(37)

Maka dalam pandangan ekonomi Islam apabila terdapat cabang-cabang

produksi yang mangandung hajat hidup orang banyak dikuasai oleh pribadi, maka

negara berhak menyitanya. Hal tersebut bersandar pada suatu riwayat, yaitu nabi

pernah menyita sebidang tanah di kota Madinah “Tanah al-Naqi” yang

diperuntukkan bagi kaum muslimin untuk mengembalakan kuda-kuda mereka,

artinya tanah tersebut dijadikan sebagai milik publik dan tidak boleh dimiliki

secara pribadi. Prinsip tersebut juga dilestarikan oleh khalifah Umar bin Khattab

yang berusaha untuk menyita/menjaga aset yang dapat mendatangkan

kemanfaatan bagi masyarakat publik dalam penguasaan ruang publik tersebut,

Umar pernah menyita tanah ar-Rabdzah dan diperuntukkan bagi tempat

pengembalaan kaum muslimin.31

2. Keseimbangan

Keseimbangan merupakan nilai dasar yang mempengaruhi berbagai aspek

tingkah laku ekonomi seorang muslim. Atas keseimbangan ini misalnya terwujud

dalam kesederhanaan, hemat dan menjauhi keborosan (QS. Al-Furqan : 67,

Ar-Rahman : 9). Nilai dasar keseimbangan ini harus dijaga sebaik-baiknya bukan

saja antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat dalam ekonomi, tetapi

31

(38)

juga keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan umum.

Disamping itu harus juga dipelihara keseimbangan antara hak dan kewajiban.32

3. Keadilan

Nilai dasar sistem ekonomi Islam ketiga adalah keadilan. Kata adil adalah

kata terbanyak disebut dalam Al-Qur’an (lebih dari seribu kali), setelah perkataan

Allah dan ilmu pengetahuan. Karena itu dalam Islam, keadilan adalah titik tolak,

sekaligus proses dan tujuan semua tindakan manusia. Ini berarti bahwa nilai kata

itu sangat penting dalam ajaran Islam terutama dalam kehidupan hukum, sosial

politik dan ekonomi. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan bahwa (a) keadilan

itu harus diterapkan di semua bidang kehidupan ekonomi. Dalam proses produksi

dan konsumsi, misalnya, keadilan harus menjadi penilai yang tepat, faktor-faktor

produksi dan kebijaksanaan harga, agar hasilnya sesuai dengan tekanan yang

wajar dan kadar yang sebenarnya. Oleh karena itu dalam Islam sistem ijon sangat

dilarang dan tidak hanya ijon Islam juga melarang untuk menjual barang-barang

yang palsu dan menganjurkan penggunaan ukuran dan timbangan yang benar, hal

itu bisa dilihat :

32

(39)

)

ﺮ ا

ة

:

(

Artinya : dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS.Al-Baqarah : 188)

ا

ل

:

ر

ل

م

ص

ﷲا

ﱢﺜ ا

رﺎ

ه

,

و

و

ه

.

لﺎ

لﺎ و

ﱠﻰ

ا

ر

د

ت

ا

ذ

ا

ﺜ ا

ﷲا

ة

ا

آ

لﺎ

ا

.

و

ر

و

ا

رﺎ

ر

ﷲا

ا

ﱠن

ر

ل

ﷲا

م

ص

ا

ﱠ ا

ﱠﻰ

ه

و

ا

ﱠﻰ

و

ا

ه

ا

و

ا

ى

)

اور

ىرﺎ ا

او

(

Artinya : disampaikan oleh Anas (semoga Allah ridha kepadanya) bahwa Rasulullah Saw melarang memperjualbelikan buah-buahan selama mereka belum matang. Ditanyakan : “bagaimana kita bisa mengetahui bahwa buah tersebut belum matang”. Jawabnya : “apakah engkau kira ada salah seorang diantaramu akan sanggup mengambil milik saudaranya jika Allah menghentikan buah-buahan itu untuk menjadi matang?“ seperti juga dikemukakan oleh Ibnu Umar yang mengatakan bahwa nabi Saw melarang jual beli pohon kurma sebelum kurma tersebut matang atau mempertukarkan bunga jagung sampai ia menjadi (matang) atau tidak terdapat kerusakan-kerusakan. Ia melarang tindakan membeli atau menjual seperti apa yang disebutkan diatas. (HR.Bukhari dan Muslim)

)

ﺎ ا

:

(

Artinya : ….dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil…(Al-An’am : 152)

Keadilan dalam ekonomi juga berlaku dalam penetapan upah pekerja. Dalam

ekonomi Islam, upah yang diberikan oleh majikan kepada buruh harus sesuai dan

(40)

masyarakat kapitalis dan dalam ekonomi Islam, upah buruh ditetapkan secara adil

dan seimbang. Yang mana upah yang seimbang itu disesuaikan dengan porsi kerja

dari buruh tersebut. Seperti diterangkan oleh Allah :

)

ﺎ ا

ء

:

(

Artinya : sesungguhnya, bahwasanya Alah memerintahkan kalian agar menunaikan amanat kepada yang berhak, dan apabila kalian menetapkan keputusan diantara sesama manusia hendaklah kalian menetapkannya dengan adil. (An-Nisa : 58)

Selain itu, (b) keadilan juga berarti kebijaksanaan mengalokasikan sejumlah

hasil kegiatan ekonomi tertentu bagi orang yang tidak mampu memasuki pasar,

melalui zakat, infak (pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang, setiap kali

ia memperoleh rezeki), sedekah (pemberian ikhlas yang dilakukan oleh seseorang

kepada orang lain, terutama kepada orang-orang miskin setiap kesempatan

terbuka yang tidak ditentukan, baik jenis, jumlah maupun waktunya). Watak

utama nilai keadilan yang dikemukakan diatas adalah bahwa masyarakat ekonomi

haruslah merupakan masyarakat yang memiliki sifat makmur dalam keadilan dan

adil dalam kemakmuran. Penyimpangan dari watak ini akan menimbulkan

bencana bagi masyarakat yang bersangkutan.

Ketiga nilai dasar sistem ekonomi Islam tersebut diatas yaitu (1) kebebasan

(41)

keseimbangan dan (3) keadilan merupakan pangkal (asal) nilai-nilai instrumental

sistem ekonomi Islam.33

C. Nilai Instrumental Ekonomi Islam

Tiap sistem ekonomi, menurut aliran pemikiran dan agama tertentu, memiliki

perangkat nilai instrumental sendiri yang berlainan. Dalam sistem kapitalisme

nilai instrumental terletak pada nilai persaingan sempurna dan kebebasan keluar

masuk pasar tanpa restriksi, informasi dan bentuk pasar atomistik dari tiap unit

ekonomi, pasar yang monopolistik untuk mencegah perang harga dan pada waktu

yang sama menjamin produsen dengan kemampuan untuk menetapkan harga

lebih tinggi daripada biaya marginal. Sedangkan dalam sistem marxisme, semua

perencanaan ekonomi dilaksanakan secara sentral melalui proses yang

mekanistik, pemilikan kaum proletar terhadap faktor-faktor produksi diatur secara

kolektif, proses iterasi dan kolektivisme ini adalah beberapa nilai instrumental

yang pokok dari sistem marxisme.34

Dalam sistem ekonomi Islam dapat kita tangkap, lima nilai instrumental yang

strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan

masyarakat serta pembangunan ekonomi umumnya, sebagai berikut :

1. Zakat

33

Ibid,hal 8-9

34

(42)

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai arti tumbuh dan berkembang.

Sedang secara istilah, zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan dan

aturan tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada pemiliknya untuk

diberikan kepada yang berhak menerimanya.35 Zakat adalah salah satu rukun

Islam yang merupakan kewajiban agama yang dibebankan atas harta kekayaan

seseorang menurut aturan tertentu. Zakat bukanlah pajak yang merupakan sumber

pendapatan negara. Karena itu, keduanya harus dibedakan. Perkataan zakat

disebut di dalam Al-Qur’an 82 kali banyaknya dan selalu dirangkaikan dengan

shalat (sembahyang) yang merupakan rukun Islam kedua.36

Zakat memainkan peranan penting dan signifikan dalam distribusi pendapatan

dan kekayaan dan berpengaruh nyata pada tingkah laku konsumsi. Zakat

berpengaruh pula terhadap pilihan konsumen dalam beberapa hal,

mengalokasikan pendapatannya untuk tabungan atau investasi dan konsumsi.

Pengaruh-pengaruh baik dari zakat pada aspek sosial ekonomi memberikan

dampak terciptanya keamanan masyarakat dan menghilangkan pertentangan kelas

karena ketajaman perbedaan pendapatan. Pelaksanaan zakat oleh negara akan

menunjang terbentuknya keadaan ekonomi yang growth with equity, peningkatan

produktivitas yang dibarengi dengan pemerataan pendapatan serta peningkatan

lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

35

M.Umar Chapra, The Future Of Economic On Islamic Perspektif, (Jakarta : SEBI, 2001), h. 63

36

(43)

Mengingat kedudukan zakat sebagai rukun Islam ketiga dan memiliki dampak

sosial ekonomi yang baik, sampai-sampai khalifah Abu bakar Ash-Shiddiq berani

mengambil risiko dan memerangi orang Islam yang tidak membayar zakat

walaupun shalat. Peranan lembaga zakat, baik zakat harta (maal) maupun zakat

fitrah (nafs) akan sangat nampak lagi dengan lebih baik bila diberlakukan

bersama-sama dengan pelarangan riba dan qirad sebagai nilai instrumental

lainnya.37

2. Pelarangan Riba

Secara etimologi, riba berarti kelebihan atau tambahan Secara etimologi,

ar-riba berarti kelebihan atau tambahan. Semua pengertian ar-riba secara etimologis ini

digunakan Allah diantaranya dalam Al-Qur’an, surat Fussilat : 39 yang berbunyi :

)

ﺼ ا

ت

:

(

Artinya :…maka apabila kami turunkan air diatasnya, niscaya bergerak dan subur…(QS Al-Fussilat : 39)

Dan surat An-Nahl : 92 yang berbunyi

)

ا

:

(

Artinya : …disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan lain…(QS An-Nahl : 92)

37

(44)

Adapun para ulama fiqih mendefinsikan riba dengan “kelebihan harta dalam

suatu muamalah dengan tidak ada imbalan/gantinya.”38 Pelarangan riba dalam

Islam pada hakikatnya berarti penolakan terhadap risiko finansial tambahan yang

ditetapkan dalam transaksi uang atau modal maupun jual beli yang dibebankan

kepada satu pihak saja sedangkan pihak lainnya dijamin keuntungannya. Bunga

pinjaman uang, modal dan barang dalam segala bentuk dan macamnya, baik

bunga tinggi maupun pendek, adalah termasuk riba. Sesungguhnya Islam itu

adalah sustu sistem ekonomi yang bersendikan larangan riba.

☺⌧

38

(45)

)

ﺮ ا

ة

:

-(

Artinya : orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak berdiri seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit gila ; keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berpendapat, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah ; orang yang mengulangi (mengambil riba), maka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya

Allah menghapuskan (berkat) riba dan menyuburkan sedekah, dan Allah tidak menyukai tiap orang dalam kekafirannya lalu berbuat dosa.

Sesungguhnya orang beriman dan mengerjakan amal saleh, mendirikan salat dan mengeluarkan zakat, untuk mereka itu pahala di sisi Tuhannya dan tak ada ketakutan atas mereka dan tiada mereka berduka cita.

Wahai orang-orang yang beriman, takutlah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa riba (yang belum dipungut) itu, jika kamu beriman.

(46)

kamu menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (Al-Baqarah 275-280)

Ulama-ulama telah sepakat tentang larangan riba menurut Al-Qur’an, yaitu

riba nasiah, riba yang tambahan padanya merupakan imbalan dari masa yang

tertentu, panjang atau pendek, sedikit atau banyak. Dan riba Al-Qur’an, termasuk

riba yang dijalankan oleh bank atau lembaga keungan non bank dan orang-orang

dalam transaksi perdagangan mereka yang non Islami, semuanya haram tanpa

keraguan.

Islam mengharamkan seorang pengusaha mengambil sejumlah modal dari

pihak lain, Bank atau non Bank, lalu membayar bunganya dengan kadar yang

ditentukan, baik ia rugi dan untung. Dan Islam melarang setiap pedagang menjual

barangnya melalui transaksi utang-piutang yang dibayar kemudian dengan

tambahan tertentu.39

3. Kerjasama Ekonomi

Dalam ekonomi Islam dikatakan bahwa antara satu manusia dengan manusia

yng lain adalah sebuah saudara dan oleh karena itu sesama saudara, Islam

menganjurkan untuk saling tolong-menolong dan gotong-royong. Hal itu terlihat

dari firman Allah :

39

(47)

)

ةدءﺎ ا

:

(

Artinya : dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

(QS.Al-Maidah : 2)

Kerjasama (cooperation) merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi

yang Islami versus kompetisi bebas dari masyarakat kapitalis dan kediktatoran

ekonomi marxisme. Nilai kerjasama dalam Islam harus dapat dicerminkan dalam

semua tingkat kegiatan ekonomi, produksi, distribusi barang maupun jasa. Satu

bentuk kerjasama ialah yang terwujud dalam qirad, yaitu kerjasama antara

pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau keterampilan

atau tenaga dalam melaksanakan unit-unit ekonomi atau proyek usaha.40

Doktrin kerjasama dalam ekonomi Islam seperti diatas akan dapat

menciptakan kerja produktif sehari-hari dari masyarakat, meningkatkan

kesejahteraan dan mencegah kesengsaraan sosial, mencegah penindasan ekonomi

distribusi kekayaan yang tidak merata, dan melindungi kepentingan ekonomi dari

pihak atau golongan ekonomi lemah. Ekonomi berdasar kerjasama Islami ini

dalam semua kegiatan ekonomi menghendaki organisasi dengan prisnip serikat

atau syarikah, si kuat membantu si lemah, pembagian kerja atau spesialisasi

karena adanya saling ketergantungan serta pertukaran barang dan jasa karena

tidak mungkin dapat berdiri sendiri.

40

(48)

Qirad atau syirkah dalam Islam jelas berbeda dengan sistem ekonomi non

Islami yang individualistis, yang mengajarkan konflik antara pesaing dan

memenangkan yang terkuat, sehingga melahirkan usaha untuk menumpuk

kekayaan dan kekuatan, ketidakadilan sosial ekonomi, pertentangan antar kelas

dan akhirnya kejatuhan bangsa dan kebudayaan.41

)

ا

:

(

Artinya : apakah mereka membagi-bagikan karunia dari Tuhanmu? Kamilah yang membagikan kepada mereka nafkah kehidupan diatas dunia ini, dan kami melebihi sebagian diantara mereka daripada yang lainnya, sehingga sebagian diantara mereka dapat membantu yang lainnya. Sesungguhnya karunia Tuhanmu adalah lebih baik dari kekayaan yang mereka timbun (QS. Zukhruf : 32)

Implikasi dari nilai kerjasama dalam ekonomi Islam ialah aspek sosial politik

dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah untuk

memperjuangkan kepentingan bersama di bidang ekonomi, kepentingan negara

dan kesejahteraan umat.

4. Jaminan Sosial

41

(49)

Di dalam Al-Qur’an banyak dijumpai ajaran antara lain untuk menjamin

tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut

antara lain adalah : 1) manfaat sumber-sumber alam harus dapat dinikmati oleh

semua makhluk Allah (QS Al-An’am : 38 dan QS. Ar-Rahman : 10) (2)

kehidupan fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat, terutama oleh mereka

yang punya. Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar diantara orang

kaya saja (QS : Al-Humazah : 2) (4) berbuat baiklah kepada masayarakat,

sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu (QS Al-Qashas : 77). Antara lain

dengan menyediakan sumber-sumber alam itu, (5) seorang muslim yang tidak

mempunyai kekayaan, harus mau dan mampu menyumbangkan tenaganya untuk

tujuan-tujuan sosial (QS At-Taubah : 79), (6) seseorang janganlah menyumbang

untuk kepentingan sosial dan juga untuk keperluan pribadi serta keluarga sebagai

unit kecil masyarakat, agar dipuji orang lain (QS. At-Taubah : 262), (7) jaminan

sosial itu harus diberikan, sekurang-kurangnya kepada mereka yang disebutkan

dalam Qur’an sebagai pihak-pihak yang berhak atas jaminan tersebut (QS

Al-Baqarah : 273, At-Taubah : 60).42

Maksud jaminan sosial ialah bahwa negara menjamin bagi setiap individu

dalam negara tersebut taraf hidup yang layak, dalam hal itu sekiranya ada orang

fakir, sakit atau lanjut usia yang tidak lagi dapat mencapai taraf hidup ini, maka

negara melalui zakat tetap menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi mereka.

Dalam hal ini elemen jaminan sosial tidak hanya terbatas pada dana zakat saja,

42

(50)

melainkan sumber pendapatan negara lain seperti pajak, dan retribusi dapat

dialokasikan begi pemenuhan kebutuhan dan jaminan sosial negara.

Dalam membahas jaminan sosial ini, Ibnu Hazm, seorang pemikir ekonomi

Muslim masa lampau, mengatakan bahwa orang-orang kaya dari penduduk setiap

negeri wajib menanggung kehidupan orang-orang fakir miskin diantara mereka.

Pemerintah harus memaksakan hal ini terhadap mereka jika zakat dan harta kaum

muslimin (bait al-mal) tidak cukup untuk mengatasinya. Orang fakir miskin itu

harus diberi makanan dari bahan makanan semestinya, pakaian untuk musim

dingin dan musim panas yang layak dan tempat tinggal yang dapat melindungi

mereka dari hujan, panas matahari dan pandangan orang-orang yang lalu lalang.43

Ibnu Hazm mendasarkan pandangannya tersebut pada firman Allah SWT :

)

ءﺮ ا

:

(

Artinya : dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang terdekat akan haknya, kepada orang-orang miskin dan orang dalam perjalanan (QS Bani Israil : 26)

43

(51)

)

ﺎ ا

ء

:

(

Artinya : dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu” (An-Nisa : 36).

Pendapat senada dikemukakan Afzalur Rahman, pemikir ekonomi Islam

kontemporer, dalam bukunya “Doktrin Ekonomi Islam”. ia mengatakan, dalam

negara Islam, setiap individu berhak atas penghidupan dan setiap warga memiliki

jaminan atas kebutuhan pokoknya. Sesungguhnya tugas dan tanggung jawab

utama negara Islam untuk mengawasi setiap warga memperoleh kebutuhan

pokoknya menurut prinsip “hak atas penghidupan” dan dalam hal yang berkaitan

dengan masalah kebutuhan pokok. Seluruh warganya dalam kedudukan yang

sederajat. Berdasarkan prinsip di negara Islam ini, departemen jaminan sosial

memberikan jaminan kebutuhan pokok kepada seluruh warganya yang sakit, tua,

miskin, kekurangan, penganggur atau cacat serta tidak mampu melakukan suatu

pekerjaan. Lalu Afzalur Rahman juga mengatakan bahwa kebijaksanaan ini

pernah dilaksanakan oleh nabi Muhammad saw yang menyediakan bantuan

keuangan bagi orang miskin dan kekurangan dari lembaga keuangan rakyat, para

pekerja yang mampu memberi keuangan kepada mereka yang sakit, cacat dan

tidak mampu bekerja. Kebijaksanaan ini pun diteruskan oleh masa

khulafaurrasyidin. Abu Bakar, pemerintahannya sangat ketat untuk memberikan

jaminan rakyat yang diciptakannya. Umar, khalifah yang kedua, lebih

(52)

jaminan dan dana umum kepada seluruh warga yang miskin dan kekuarangan,

tanpa membedakan warna kulit dan agamanya. Seluruh rakyat, Islam, Yahudi,

Kristen dan semuanya memperoleh bantuan dana darinya. Ia memberikan dana

untuk anak-anak, penganggur, usia lanjut dan membantu orang miskin dan

kekurangan yang sakit dan cacat dengan berbagai jenis jaminan untuk memenuhi

keuangan mereka.

Setelah Umar, departemen jaminan sosial dipertahankan dengan baik oleh

Usman, khalifah yang ketiga dan Ali, khalifah yang keempat, yang memberikan

bantuan kepada kalangan miskin dan mereka yang dpandang layak dibantu bagi

warga negaranya.

Disamping pemberian masalah sandang, pangan dan papan tersebut, dalam

ekonomi Islam juga memberikan perhatian serta jaminan sosial pada bidang

pendidikan dan kesehatan. Hal itu dicontohkan oleh Rasulullah yang semasa

hidupnya memberi perhatian besar terhadap pengajaran dan pendidikan bagi

setiap muslim dan menanamkan setiap sumber daya untuk membuat mereka

melek huruf. Sebagai contoh, Rasulullah memerintahkan Zaid bin Tsabit yang

telah diajarkan membaca dan menulis oleh seorang tawanan perang Badar, untuk

mempelajari tulisan yahudi. Rasulullah juga menyatakan kepada sepuluh orang

pemuda Anshar membaca dan menulis, mereka akan dibebaskan. Dengan cara ini,

jumlah sahabat yang melek huruf meningkat sehingga juru tulis dan baca

Rasulullah Saw tercatat sebanyak 42 orang. Angka ini sangat berarti

(53)

huruf hanya 17. Demikian juga di Madinah, kecuali bangsa Yahudi, jumlah

penduduk yang dapat membaca dan menulis sangat sedikit. Al-Waqidi

mengatakan jumlah itu ha

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis penokohan yang telah dilakukan terhadap tokoh-tokoh dalam novel yang berjudul Pukat (Serial Anak-anak Mamak) karya Tere Liye dapat

Oleh karena itu, penulis berusaha untuk membuat sebuah aplikasi secara online agar dapat membantu para pegawai dalam melakukan penyewaan peralatan kepada

Muh. Fatchuwwoh Selaku Guru Fiqih MA Manbaul A’laa Purwodadi Grobogan , Wawancara, pada tanggal 15 Januari 2016.. mengeluarkan ide atau pendapatnya masing-masing. Karena

Pada bank tempat saya bekerja, sistem komunikasi yang ada mampu memberikan informasi kepada seluruh pihak, baik intern maupun ekstern, seperti otoritas pengawasan Bank,

Intervensi yang harus dilakukan pada dusun dan sektor prioritas (Dusun Melati pada sektor pertanian) adalah penanganan prasarana transportasi (jaringan jalan) berupa

teman-temannya, hal ini menandakan bahwa seseorang yang tidak mandiri dalam perilakunya yaitu seseorang tidak menunjukkan bahwa dirinya memiliki kekuatan

bersabda: "Tahanlah untukmu sendiri sebagian dari harta-hartamu itu, sebab yang sedemikian itu adalah lebih baik." Saya menjawab: "Sebenarnya saya telah menahan

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menambah wacana baru tentang pengembangan media pembelajaran yang bermanfaat dalam proses pembelajaran di