Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
HARI HARYANTO NIM. 106051001821
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil
jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 22 Agustus 2010
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
HARI HARYANTO NIM. 106051001821
Pembimbing:
DRS. WAHIDIN SAPUTRA. M.A NIP. 197009031996031001
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tanggal 31 Agustus
2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Program Strata Satu (S1) pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
Jakarta, 31 Agustus 2010
Sidang Munaqasah
Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota
Dr. Arief Subhan, MA Umi Musyarrofah, MA
NIP. 19660110 199303 1 004 NIP. 19710816 199703 2 002
Anggota
Penguji I Penguji II
Drs. Study Rizal, LK, MA H. Zakaria, MA
NIP. 19700903 199613 1 022 NIP. 19720807 200312 1 003
Pembimbing
Drs. Wahidin Saputra, MA
Hari Haryanto
Retorika Dakwah KH. Abdul Rahman Madinah Di Pondok Pesantren al-Hidayah
Berdakwah pada dasarnya merupakan aktifitas lisan baik yang disampaikan secara formal melalui berbagai forum resmi ataupun sekedar berbicara dengan orang-perorang dengan mengajak mereka ke jalan Allah SWT. Namun dalam berdakwah seorang da’i dituntun agar memahami betul apa yang dimau oleh mad’u agar dakwah yang disampaikan benar-benar sampai kepada masyarakat sehingga dapat merubah jalan pikiran orang lain ke dalam perbuatan yang lebih baik yang sesuai dengan ajaran islam. Dengan ilmu retorika dakwah maka kita akan bisa mengajak mereka kepada jalan yang diridhoi oleh Allah. KH. Abdul Rahman al-Madinah mampu merekrut jamaah dengan banyak bahkan jamah beliau selalu bertambah setiap harinya, sebagaimana bertambahnya santri setiap tahunnya yang ingin belajar di pondok pesantren al-hidayah.
Dari uraian di atas timbul beberapa pertanyaan yaitu; Apa konsep retorika KH. Abdul Rahman al-Madinah? Bagaimana konsep dakwah KH. Abdul Rahman al-Madinah? Bagaimana penerapan retorika KH. Abdul Rahman al-Madinah dalam berdakwah?
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan representative dalam
penelitian ini maka, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif analisis.
Dengan cara mengumpulkan data seperti, observasi, wawancara dan dokumentasi. Dengan menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu metode yang mendeskripsikan gagsan primer yang diperoleh dari hasil wawancara yang akan menafsirkan penafsiran penulis.
Mengetahui apa konsep retorika menurut KH. Abdul Rahman al-Madinah serta penerapannya dalam berdakwah, mengingat medan dakwah yang bermacam-macam jenisnya. Dan Mengetahui konsep dakwah KH. Abdul Rahman al-Madinah
Dari beberapa kali pengamatan penulis pada retorika dakwah yang beliau gunakan terbilang cukup bagus, dikemas dengan menarik sehingga materi dakwahpun mudah dipahami oleh jamaah. Dakwah yang beliau gunakan bersifat
information,yaitu memberi informasi atau pengetahuan pada jamaah. education, yatu memberi pendidikan, terbukti dengan pondok pesantren dan beberapa majlis
talim yang beliau asuh. Persuasion, mampu mengemas materi dakwah dengan
menarik agar jamaah tertarik untuk melaksanakan apa yang dimaksud oleh da’i.
dan entertainment,dalam berdakwahpun beliau menggunakan canda agar dakwah
terlihat lebih santai. Dengan keempat landasan tersebut dakwah beliau dapat dinikmatioleh semua lapisan masyarakat.
penulis untuk beribadah kepada-Nya dan untuk bersholawat kepada kekasih-Nya,
serta dengan izin-Nya pula penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Sholawat serta salam senantiasa terucap kepada manusia yang mulia, yang
baik ucapannya, yang luhur budi pekertinya, yang tidak pernah lelah untuk
mengajak umatnya kepada jalan yang benar serta yang akan menyelamatkan
umatnya di Dunia dan di Akhirat beliau adalah Sayyidina Muhammad ibn
Abdillah ibn Abdul Muthallib.
Alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini. Walaupun cukup banyak halangan dan rintangan yang penulis hadapi,
baik itu berupa sifat malas, dan lalai dan. Sungguh sebuah anugerah terindah yang
diberikan Allah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,
walau mungkin masih banyak kekurangan. Semua ini dapat terwujud karena
banyaknya dukungan serta motivasi kepada penulis.
Penulis persembahkan segalanya kepada ayahanda Moh. Somad. S.Pd dan
kepada ibunda tersayang Wina Suryanih, yang dengan ketegaran hatinya dalam
menghadapi hidup telah menjadi sumber inspirasi dan semangat hidup bagi
penulis serta air susunya yang telah menjadi daging dalam tubuh ini, yang dengan
keringat dan air matanya telah menyatu dalam jiwa penulis. Adikku Apriyati,
Kakak-Kakakku Moh. Yusuf, Dewi Astuti. Kakak Iparku, Hartanto, Nurjanah
serta Keponakanku, Silvia Salsabila, Nayla Mudrika, dan Awfa Detan, yang selalu
mendoakan penulis agar penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Selanjutnya penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam menyelesaikan penulisan skripsi,
rasa terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak H. Dr. Arief Subhan M.A sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, kepada bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A selaku
Jurusan Ibu Hj. Umi Musyarrofah. M.A
3. Bapak. Drs. Wahidin Saputra, M.A sebagai pembimbing skripsi yang
selalu setia dan sabar membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan dedikasinya sebagai pengajar yang memberikan berbagai
pengarahan, pengalaman, serta bimbingan kepada peneliti selama dalam
masa perkuliahan.
5. Bapak/ibu pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas yang
telah membantu peneliti dengan penyediaan bahan-bahan dalam
mengerjakan skripsi ini.
6. Pengasuh Podok Pesantren Hidayah, bapak KH. Abdul Rahman
al-Madinah beserta keluarga, hormat dan ta’dzim penulis kepada beliau yang
telah memberikan waktu luang untuk wawancara walau di tengah
kesibukan.
7. Ustad Muhammad Zaelani. S.Ag, Ustad Muhammad Romli, dan Ustad
Rofi’uddin.S.t.h.i. Para santri Pondok Pesantren al-Hidayah dan jama’ah
majelis Dzikir Watta’lim Nahdhotus Suybban. Serta semua pihak yang
telah membantu memberikan data-data demi terselesainya skripsi ini.
8. Annisa Balqis beserta keluarga yang telah memberikan dukungan dan
motivasi kepada penulis serta teman-teman dari B4community yang selalu
mewarnai keceriaan hari-hari penulis.
9. Sahabat tercinta, Mukhtar Fauzi, Dafik, Deni Sopiansyah, Dian Putra,
Fikri Rifa’i, Eko Maulana, Badru Tamam, Uut Muthiah, Arsil, Afaf
Sholihin, Devi Epok, Lukmanul Hakim, Rahmat SB, Kiki Maulana,
Dasuki, Dedi Kurniasyah, Said Mukhsin, yang banyak memberikan
motivasi dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.
Hermawati, Fatonah, Fitri Susilawati, Seli Elvira Ria, Eki Susanti, Eri
Wita Widuri, Desti Eka Sari Putri, Dini Utami, Ida Nurul Huda, Fitriyani,
Gita Andini, dan umumnya KPI angkatan 2006, yang sudah memberi
keceriaan dengan indahnya persahabatan yang telah kalian berikan, yang
telah menjadi keluarga serta inspirasi bagi penulis.
11.Keluarga Besar KKS Puraseda-Leuwiliang-Bogor tahun 2009. Semoga tali
silaturahmi ini tidak pernah putus.
12.Semua pihak yang terlibat membantu dalam penulisan skripsi ini.
Pada akhirnya penulis hanya dapat mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya. Hanya ucapan inilah yang dapat penulis berikan, semoga Allah
yang akan membalas semua kebaikan keluarga dan sahabat-sahabatku tercinta.
Amin ya Rabbal Alamin.
Jakarta, 22 Agustus 2010
Hari Haryanto
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...v
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian... 7
D.Manfaat Penelitian... 7
E. Metodologi Penelitian... 8
F. Tinjauan Pustaka ...11
G.Sistematika Penulisan... 12
BAB II LANDASAN TEORITIS RETORIKA DAN DAKWAH A. Ruang Lingkup Retorika... 12
1. Pengertian Retorika...12
2. Tujuan Dan Fungsi Retorika...13
3. Lima Hukum Retorika...18
4. Pembinaan Teknik Berbicara ...19
B. Ruang Lingkup Dakwah...20
1. Pengertian Dakwah...20
2. Unsur-Unsur Dakwah...22
3. Bentuk-Bentuk Dakwah...31
vi
al-Madinah………..33
B. Aktivitas Dakwah KH. Abdul Rahman al-Madinah Dan
Keterkaitan Berdirinya Pondok Pesantren
al-Hidayah......35
C. Visi Dan Misi Pondok Pesantren al-Hidayah...40
BAB IV ANALISIS RETORIKA DALAM PELAKSANAAN
DAKWAH KH. ABDUL RAHMAN AL-MADINAH
A. Konsep Retorika Menurut KH. Abdul Rahman
al-Madinah...43
B. Konsep Dakwah Menurut KH. Abdul Rahman
al-Madinah...48
C. Penerapan Retorika KH. Abdul Rahman al-Madinah
Dalam Berdakwah………..51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...63
B. Saran...65
Islam adalah Agama yang menyerukan kepada Amar Ma’ruf Nahyi Munkar,
atau dengan kata lain Islam adalah agama dakwah. Dakwah mengandung arti. ajakan,
atau seruan baik lisan, tulisan maupun tingkah laku. Dakwah merupakan kewajiban
individu muslim kapanpun dan di manapun berada. Berdakwah tidak dapat
dilaksanakan dengan asal-asalan melainkan harus dengan metode, karena yang diseru
adalah manusia yang mempunyai pendirian.1 Oleh karena itu bagi para da’i harus
mengemas dengan baik tema yang akan di sampaikan oleh khalayak.
Adapun pengertian dakwah nenurut Prof. HM. Toha Yahya Umar, yaitu,
mengajak manusia dengan cara bijaksana pada jalan yang benar sebagaimana
perintah Allah untuk kemaslahatan dan kebahagiaan didunia dan akhirat.2
Allah berfirman dalam al-Qur’an:
☺ ☺
☺ ☺
1
H. Naan Rukmana, masjid dan dakwah (Jakarta: Al-mawardi Prima, 2002), Cet Ke-1, hal. 164.
2
Rafiuddin, dkk, Prinsip-Prinsip Dan Strategi Dakwah (Bandung: Pustaka Setia,1997) hal. 31.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (an-Nahlu: 125)
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia diajak kepada agama Allah melalui
tiga cara, Dakwah dengan Hikmah, Mauizhah Hasanah dan al-Jidal (perdebatan).3
Hikmah adalah al-Burhan al-Aqli (argumentasi yang logis). Maksudnya
argumentasi yang masuk akal, yang tidak dapat dibantah. Argumentasi yang
memuaskan, yang bisa mempengaruhi jiwa siapa saja. Karena manusia tidak dapat
menutupi akalnya dihadapan argumentasi-argumentasi yang pasti serta pemikiran
yang kuat.
Mauizhah Hasanah atau peringatan yang baik. itu berarti mempengaruhi
perasaaan manusia tatkala akal mereka diseru dan mempengaruhi pemikiran mereka
tatkala pemikirannya diseru, sehigga pemahaman mereka terhadap apa yang mereka
dakwahkan senantiasa diliputi oleh semangat untuk melakksanakannya serta
beraktifitas untuk meraihnya.
Adapun cara yang ketiga, al-jidal (perdebatan) dengan cara yang baik dengan
bertujuan mencari kebenaran bukan kemenangan. Yaitu diskusi terbatas pada ide.
Dilakukan dengan menyerang dan menjatuhkan argumentasi-argumentasi yang bathil,
lalu memberikan argumentasi-argumentasi yang jitu dan benar.
3
Salah satu tujuan yang paling utama dalam berdakwah adalah, bagaimana
pesan yang disampaikan oleh da’i dapat dipahami dan dijalani dengan baik oleh
mad’u. Banyak orang yang gagal di atas mimbar, karena tidak mempunyai persiapan.
Persiapan adalah salah satu syarat mutlak yang harus dimiliki bagi para da’i yang
ingin meraih sukses dalam berpidato, oleh karena itu peran da’i sangatlah penting
untuk menentukan hasil dalam berdakwah.
Tujuan lain dilaksanakannya dakwah adalah, mengajak manusia kejalan Allah
SWT, jalan yang benar, yaitu Islam. Di samping itu, dakwah juga bertujuan untuk
mempengaruhi cara berpikir manusia, cara merasa, cara bersikap dan bertindak, agar
manusia bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.4
Ada beberapa kemungkinan menurut Ahmad Mubarok untuk keberhasilan
dakwah. kemungkinan pertama, Karena pesan dakwah yang disampaikan seorang da’i
memang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang merupakan suatu keniscayaan
yang tidak mungkin ditolak, sehingga mereka menerima pesan dakwah itu dengan
antusias.
Kemungkinan kedua, Karena faktor seorang da’i, yaitu da’i tersebut memiliki
daya tarik dan pesona yang menyebabkan masyarakat sudah dapat menerima pesan
dakwahnya meski kualitas dakwahnya bisa jadi sederhana saja.
4
Kemungkinan ketiga, Karena kondisi psikologi masyarakat yang sedang haus
terhadap siraman rohani dan mereka terlanjur memiliki persepsi positif pada setiap
da’i, sehingga pesan dakwah sebenarnya kurang jelas ditafsirkan sendiri oleh
masyarakat dengan penafsiran jelas.
Kemungkinan keempat, Karena faktor keemasan yang menarik, masyarakat
yang semula acuh tak acuh terhadap agama dan juga terhadp da’i setelah paket
dakwah yang diberi keemasan lain, maka paket dakwah berhasil menjadi stimuli yang
menggelitik persepsi masyarakat dan akhirnya merekapun merespon positif.5
Menguasai materi saja belum cukup untuk meraih sukses dalam dunia pidato
tanpa dibarengi dengan keindahan bahasa. Rangkaian kata dan susunan bahasa yang
indah dan berirama dalam pidato merupakan akar dalam retorika. Hitler mampu
menggiring manusia dalam kancah perang dunia kedua, Napoleon Bonaparte berhasil
menguasai duapertiga daratan Eropah, dan Bung Tomo yang terkenal dengan
Arek-Arek Soroboyo. Semuanya itu kalau kita kaji dan analisa tidak lain bersumber dari
sebuah pidato serta keindahan bahasa yang mampu mengerakan hati manusia.
Dengan pidato bisa membakar semangat banyak orang agar mau maju ke medan
perang.
Sering sekali retorika disamakan dengan Public Speaking, yaitu suatu bentuk
komunikasi lisan yang disampaikan kepada kelompok orang banyak, tetapi
sebenarnya retorika itu tidak sekedar berbicara di hadapan umum, melainkan,
5
merupakan suatu gabungan antara seni berbicara dan pengetahuan atau masalah
tertentu untuk meyakinkan pihak orang banyak melalui pendekatan persuasif.6
Dalam bahasa arab disebut Fannul Khitabah yaitu seni pidato atau berbicara.7
Seorang da’i dituntut agar bisa memilah-milih kata yang digunakan dalam berdakwah
dengan struktur kata-kata yang teratur dan rapi agar dapat dimengerti oleh masyarakat
yang mendengarkannya, walaupun ayat dan hadits yang mereka gunakan sama tetapi
tidak semua da’i dapat menyusun pesan dakwahnya dengan baik. Maka retorika
digunakan sebagai ilmu yang memandu atau membimbing untuk merancang atau
menampilkan kata yang baik dan persuasif memiliki relevansi yang tinggi dan
memiliki peran yang besar dalam berdakwah.
Pada saat ini banyak para da’i yang muncul di tengah-tengah masyarakat,
yang menyampaikan dakwahnya dengan metode-metode khusus sehingga
memberikan perhatian pada masyarakat. Seiring dengan harapan kehadiran para da’i
di tengah masyarakat dapat memberikan nuansa baru dalam berdakwah agar
masyarakat mau menjalankan ajaran Islam yang semakin bermakna bagi masyarakat.
KH. Abdul Rahman al-Madinah adalah sosok mubaligh yang terbilang sukses
dalam penyampaian dakwahnya, dengan sisitem penyampaian yang baik beliau dapat
merekrut begitu banyak kalangan mad’u dari berbagai status, beliaupun berhasil
6
Jalaluddin Rahmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1999), hal. 9.
7
menyampaikan dakwahnya melalui bidang pendidikan yaitu tepatnya di Pondok
Pesantren al-Hidayah yang berada di daerah Jakarta Timur.
Beliau adalah salah satu kyai yang disegani di daerah pondok kelapa dan
sekitarnya, dakwah beliau dijadikan contoh oleh para da’i atau ustad, khususnya yang
berada di daerah pondok kelapa Jakarta Timur. Di antara kyai yang tidak asing di
daerah pondok kelapa dan mengikuti gaya dakwah beliau, yakni, Kyai Ihya
Ulumuddin (kyai jaka tingkir), Kyai Nur Fadiilah (kyai tile).
Berdasarkan pertimbangan dan alasan sebagaimana yang telah diuraikan di
atas dan dikuatkan juga oleh pernyataan bahwa retorika adalah suatu ilmu yang
sangat penting dan harus dimiliki oleh seorang da’i dalam proses pelaksanaan
dakwahnya agar apa yang menjadi tujuan dapat tercapai. dari sebab itulah penulis
tertarik untuk membahas sosok kyai yang memiliki cita-cita luhur untuk menegakkan
dan memajukan Agama Allah. untuk membahas lebih dalam tentang cara yang
digunakan oleh KH. Abdul Rahman al-Madinah dalam menyampaikan dakwah Islam
pada sebuah skripsi yang berjudul “Retorika Dakwah KH. Abdul Rahman
al-Madinah di Pondok Pesantren al-Hidayah”
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Karena luasnya tentang pembahasan retorika, agar lebih terfokus. maka,
penulis membatasi pada penelitian ini, tentang bagaimana retorika KH. Abdul
daerah Jakarta Timur khusunya Pondok Kelapa. Bedasarkan pembahasan tersebut
maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep retorika KH. Abdul Rahman al-Madinah?
2. Bagaimana konsep dakwah KH. Abdul Rahman al-Madinah?
3. Bagaimana penerapan retorika dalam berdakwah menurut KH. Abdul Rahman
al-Madinah?
C. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian pasti ada tujuan di dalamnya, berdasarkan pokok
permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bagaimana konsep retorika menurut KH. Abdul Rahman al-Madinah.
2. Mengetahui bagaimana konsep dakwah KH. Abdul Rahman al-Madinah.
3. Mengetahui bagaimana penerapan retorika dakwah yang digunakan beliau dalam
berdakwah
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi positif, khususnya untuk
menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan umumnya bagi yang lain yang
terjun pada dunia dakwah. yang berkaitan tentang retorika sebagai alat utama dalam
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan agar menjadi bahan tambahan bagi
para dai yang menyampaikan dakwahnya dengan se-efektif mungkin, agar
dakwahnya dapat diterima oleh khayalak khususnya yang berkenaan dengan retorika
KH. Abdul Rahman al-Madinah.
E. Metodologi Penelitian 1. Metodologi Penelitian
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan representative dalam penelitian
ini maka, penulis menggunakan metode Kualitatif Deskriptif Analisis, yaitu metode
yang memiliki beberapa langkah penerapan.8 Langkah pertama adalah
mendeskripsikan gagasan primer yang menjadi bahan utama. Langkah kedua, adalah
membahas gagasan primer yang pada hakikatnya adalah memberikan penafsiran
penulis tehadap gagasan yang dideskripsikan.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang
berarti tidak mengajukan peranyaan-pertanyaan.9 Teknik pada penelitian ini
8
Mastuhu, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Tujuan Antar Disiplin Ilmu,(Bandung:Pusjarlit Dan Nuansa, 1998). Cet. Ke-1, hal. 45.
9
penulis mendatangi ustad yang bermukim di lingkungan Pondok Pesantren
al-Hidayah serta mengikuti dakwah KH. Abdul Rahman al-Madinah, guna
memperoleh data yang kongkrit tentang hal-hal yang berkaitan tentang
retorika. Penulis melakukan kegiatan penelitian dari bulan Mei sampai
Agustus 2010, kurang lebih sebanyak 12 di antaranya:
1. Maulid Nabi Muhammad SAW. Di Musholla Assa’adatul
Abadiyah, Bekasi.
2. Haul KH. Hasbullah, Caman, Jakarta Timur. Pada Tanggal 14 Juli
2010.
3. Haul KH. Madinah, di Pondok Pesantren al-Hidayah. Pada tanggal
06 Agustus 2010.
4. Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Di Kemayoran
Pada Tanggal 28 Juli 2010.
5. Tentang Keutamaan Sholat Dan Mengaji. Di Majelis Daaruus
As-Sa’idah. Pada Tanggal 6 Agustus 2010.
6. Tabligh Akbar. Di Lapangan Kampung Tipar. Pondok Kelapa.
7. Pentingnya Menuntut Ilmu. Di Sekolah SD. Negeri 1. Bekasi.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
kepada informan.10 penulis melakukan wawancara secara langsung dengan
KH. Abdul Rahman al-Madinah, Ust. Moh. Zaelani, Ust. Moh. Ramli, Ust.
Rofi’uddin, dan beberapa santri juga jama’ah beliau dari beberapa Majelis
Ta’lim. Guna mendapatkan informasi tentang penerapan retorika dakwah KH.
Abdul Rahman al-Madinah dalam ceramahnya, serta wawancara ini juga
bertujuan untuk melengkapi data, guna menjawab perumusan masalah yang
penulis ajukan.
c. Dokumentasi
Dalam hal ini penulis mengumpulkan dokumentasi yang berkaitan
tentang dakwah KH. Abdul Rahman al-Madinah dan Pondok Pesantren
Al-Hidayah, baik berupa buku, tulisan atau juga foto beliau ketika berdakwah dan
berkas-berkas lain yang berkaitan dengan retorika dakwah. Dokumen ini
digunakan untuk melengkapi data-data hasil penelitian yang sebelumnya telah
dilakukan.
Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
buku pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang oleh
CeQDA (Center For Quality Develoment And Assurance) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatulloh Jakarta.
10
Joko Subagyo, Metode Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta Rhineka Cipta,1991), Cet Ke-1.
F. Tinjauan Pustaka
Sebelum penulis mengadakan penelitian lebih lanjut, maka langkah pertama
adalah meninjau pustakaan serta menelaah skripsi-skripsi terdahulu yang mempunyai
objek dan subjek penelitian yang hampir sama. Ternyata ada beberapa judul skripsi
yang membahas tentang retorika, baik di Perpustakaan Umum UIN Syarif
Hidayatulloh maupun di Perpustakaan Dakwah UIN Syarif Hidayatulloh. Antara lain.
1. Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir. Karya Syarifah Sa’diyah.
Angkatan 2003.
2. Penerapan Retorika Dakwah Ustadz Yusuf Mansur. Karya Sulnah Syafitri.
Angkatan 2003.
3. Retorika Nasaruddin Umar Pada Pengajian Rutin Di Masjid Agung Sunda
Kelapa. Karya Tiara Zulharbi, Angkatan 2001.
Walaupun skripsi ini terlihat agak sama namun jika diteliti lagi akan
mendapatkan perbedaan. Yang menjadi perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang lain
adalah skripsi ini membahas retorika dakwah KH. Abdul Rahman al-Madinah di
Pondok Pesantren al-Hidayah. Jika skripsi-skripsi yang lalu membahas retorika di
pengajian atau di majelis ta’lim maka skripsi ini membahas retorika di lingkungan
pesantren al-Hidayah. Namun, tidak menutupi kemungkinan penelitipun meneliti
G. Sistematika Penulisan
Penulisan ini ditulis secara sistematis, dan terbagi menjadi lima bab, yang
masing-masing bab terdiri dari beberapa sub, adapun sistematikanya sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan
BAB II : Landasan teoritis retorika dan dakwah, terdiri dari ruang lingkup retorika, yang membahas pengertian retorika, tujuan dan fungi
retorika, lima hukum retorika dan teknik pelatihan berbicara. Ruang
lingkup dakwah, yang membahas pengertian dakwah, metode
dakwah, unsur-unsur dakwah dan bentuk-bentuk dakwah
BAB III : Profil dan aktivitas KH. Abdul Rahman al-Madinah dalam berdakwah serta gambaran Pondok Pesantren Al-Hidayah
BAB IV : Hasil dan Analisis, yang terdiri dari perepsi KH. Abdul Rahman al-Madinah tentang retorika dan dakwah, serta penerapannya dalam
berdakwah
1. Pengertian Retorika
Di tinjau dari segi bahasa retorika berasal dari bahasa yunani yaitu rhetor
yang berarti seorang juru pidato, yang mempunyai sinonim orator.1Dalam bahasa
arab disebut fannul khitabah, sedangkan retorika menurut encyclopedia britania,
seperti yang dikutip Datuk Tombak Alam, retorika adalah kesenian menggunakan
bahasa untuk menghasilkan kesan yang diinginkan terhadap pembaca dan
pendengar.2
Definisi retorika menurut kamus besar bahasa indonesia adalah,
keterampilan berbahasa secara efektif dalam karang mengarang atau seni
berpidato yang muluk-muluk dan bombastis.3 Dalam arti yang sempit berarti
retorika adalah bagaimana seseorang meggunakan tutur bahasa yang baik dan
jelas agar dapat mempengaruhi orang lain dengan tujuan dan maksud tertentu.
Banyak para pakar yang mengungkapkan definisi retorika dari segi istilah,
beberapa pendapat antara lain:
Jalaluddin Rahmat mengatakan dalam bukunya retorika modern pendekatan
praktis, bahwa retorika adalah pemekaran bakat-bakat tertinggi manusia, yakni
1
M.H. Israr, Retorika Dan Dakwah Islam Era Modern, (Jakarta: CV. Firdaus, 1993), Cet. Ke-.1, hal. 10.
2
Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan Dan Dakwah, (Jakarta: PT. Rhineka Cipta), hal. 36.
3
Departemen Pendidikan Nasioanal, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), Edisi ke-3, Cet. Ke-2, hal. 953.
rasio dan cita rasa lewat bahasa selaku kemampuan untuk berkomunikasi dalam
medan pikiran.4
I Gusti Ngurah Oka mengatakan bahwa retorika adalah ilmu yang
mengajarkan tindak dan usaha efektif dalam persuasi penataan dan penampilan
kultur untuk membina saling pengertian, dan kerjasama serta kedamaian dalam
kehidupan masyarakat.5
Wahidin Saputra, mengatakan bahwa retorika adalah ilmu yang
mempelajari tentang bagaimana betutur kata di hadapan orang lain dengan
sistematis, logis, untuk memberikan pemahaman dan meyakinkan orang lain.6
2. Tujuan Dan Fungsi Retorika
a. Tujuan Retorika
ketika Aristoteles di sekitar abad ke-4 SM, menampilkan retorika sebagai
ilmu yang berdiri sendiri, dikatakan bahwa tujuannya adalah persuasi, yang
dimaksudkan persuasi dalam hubungan ini adalah yakinnya penanggap tutur akan
kebenaran gagasan topik tutur.
Secara retorika bertujuan berbicara kepada massa itu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
4
Jalaluddin Rahmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), hal. 5.
5
I Gusti Ngurah Oka, Retorika Sebuah Tinjauan Sejarah Pengantar, (Bandung: Terate, 1976), Cet. Ke-1, hal. 13.
6
a) to inform, yaitu memberikan penerangan dan pengertian kepada massa,
guna memberikan penerangan yang mampu menanamkan pengertian
dengan sebaik-baiknya.
b) to convine, yaitu meyakinkan atau menginsafkan.
c) to inspire, yaitu menimbulkan inspirasi dengan teknik dan sistem
penyampaian yang baik dan bijaksana.
d) to entertain, yaitu menggembirakan, menghibur atau menyenangkan
dan memuaskan.
e) to actuate (to put into action), yaitu menggerakan dan mengarahkan
mereka untuk bertindak merealisir dan melaksanakan ide yang telah
dikomunikasikan oleh orator di hadapan massa.7
b. Fungsi Retorika
Menurut Plato, retorika bertujuan untuk memberikan kemampuan dalam
menggunakan bahasa yang sempurna, dan merupakan jalan bagi seseorang untuk
memperoleh pengetahuan yang luas.8
Sedangkan menurut Aristoteles, menampilkan retorika sebagai ilmu yang
beridri sendiri, yang dikatakan tujuannya adalah untuk mempengaruhi orang
(persuasif).9
7
T,A Lathief Rosydy, Dasar-Dasar Retorika Komunikasi Dan Informasi, (Medan: PT.Firma Rinbow,1939), hal. 234-235
8
Onong Uchana Effendi, Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditia Bakti, 2003), hal. 55
9
Aristoteles menyebutkan tiga cara untuk mempengaruhi orang lain:
a. Ethos: anda harus bisa dan sanggup menunjukan pada khalayak bahwa
anda memiliki pengetahuan yang luas dan status terhormat.
b. Phatos: anda mampu menyentuh hati, khalayak (perasaan, emosi,
harapan, kebencian dan kasih sayang mereka).
c. Logos: anda harus meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti.
Pada situasi ini anda harus mendekati khalayak melalui otak atau pola
pikir mereka.10
I Gusti Ngurah Oka mejelaskan bahwa retorika adalah untuk:
a. Menyediakan gambaran yang jelas tentang manusia terutama dalam
[image:26.595.109.517.149.538.2]hubungan kegiatan bertuturnya, termasuk ke dalam gambaran ini antara lain
gambaran proses kejiwaan ketika ia terdodong untuk bertutur ketika ia
mengidentifikasi pokok persoalan dan retorika bertutur ditampilkan.
b. Menampilkan gambaran yang jelas tentang bahasa atau benda yang bisa
diangkat menjadi topik tutur, misalnya gambaran tentang hakikatnya,
strukturnya, fungsi dan sebagainya.
c. Mengemukakan gambaran yang terperinci tentang masalah tutur misalnya,
dikemukakan tentang hakikatnya, strukturnya, bagian-bagian dan
sebagainya.
d. Bersama-sama dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut di atas
disiapkan pula bimbingan tentang:
a) Cara memilih topik.
10
b) Cara-cara memandang dan menganalisa topik tutur untuk
menentukan sasaran ulasan yang persuasif dan objektif.
c) Pemilihan jenis tutur yang disesuaikan dan tujuan yang hendak
dicapai.
d) Pemilihan materi bahasa serta penyusunan menjadi kalimat-kalimat
yang padu, utuh, mantap, dan bervariasi. Pemilihan gaya bahasa
dan gaya tutur dalam penampilan tuturnya.11
Setelah bahan pidato dipersiapkan, untuk selanjutnya adalah mengatur
materi dakwah dan menyusunnya dengan menarik. Banyak cara menyusun pidato,
akan tetapi semuanya harus didasari pada tiga prinsip yaitu:
1) Kesatuan (unity) komposisi yang baik adalah merupakan kesatuan yang
utuh. Ini meliputi kesatuan dalam isi, tujuan dan sifat. Dalam isi
maksudnya adalah gagasan tunggal harus mendominasi uraian,
mengenai tujuanpun harus jelas, apakah tujuan pidato itu untuk
menghibur, memberitahukan dan mempengaruhi, begitupun sifat
pembicara apakah serius, informal, formal atau bermain-main dengan
demikian akan jelas apa yang akan disampaikan dalam pidato tersebut.
2) Pertautan-pertautan (coherency) ini menunjukan urutan bagian yang
berkaitan satus ama lain, pertautan menyebabkan perpindahan dari
pokok yang satu ke pokok yang lainnya secara lancar.
11
3). Titik berat (emphasis), bila kesatuan dan pertauatn membantu pendengar
untuk mengikuti dengan mudah jalannya pembicaraan, maka titik berat
menunjukan mereka pada bagian-bagian yang penting patut diperhatikan.12
Jika kita memahami arti fungsi retorika agak sejalan dengan fungsi dari
komunikasi, yaitu pada umumnya fungsi komunikasi ada empat yakni:
1) Mass Information, yaitu untuk memberi dan menerima informasi kepada
khayalak. Komunikasi dapat digunakan untuk menyampaikan dan
menerima informasi. Hal ini bisa dilakukan oleh setiap orang dengan
pengetahuannya. Tanpa komunikasi informasi tidak dapat disampaikan
dan diterima.
2) Mass Education, yaitu member pedidikan. Biasanya fungsi ini dilakukan
oleh guru kepada muridnya untuk meningkatkan pengetahuan atau oleh
siapa saja yang mempunyai keinginan untuk memberi pendidikan.
3) Mass Persuasion, yaitu untuk mempengaruhi. Hal ini bisa dilakukan oleh
setiap orang atau lembaga yang mencari dukungan. Dan ini lebih banyak
digunakan oleh orang yang bisnis, dengan cara mempengaruhi melalui
iklan yang dibuat.
4) Mass Entertainment, yaitu untuk menghibur, biasanya dilakukan oleh
amatir radio, televisi ataupun orang yang mempunyai professional
menghibur.13
12
Jaluddin Rahmat, Retorika Modern, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. Ke-6, hal, 32-34
13
3. Lima Hukum Retorika
Ada lima tahap penyusunan pidato atau yang sering dikenal dengan (the
five connons rethoric) atau lima hukum retorika. Menurut Aristoteles dalam buku
diksi dan gaya bahasa yang ditulis oleh Gorys Keraf, berikut penjelasannya.
a. Invention atau Heuresis, yaitu penemuan atau penelitian materi-materi.
Langkah ini sebenarnya mencakup kemampuan untuk menemukan,
mengumpulkan, menganalisis dan memilih materi yang cocok untuk
pidato, Menurut Aristoteles argumen-argumen harus dicari melalui rasio,
moral, dan afeksi. Karena ini dianggap sebagai bagian yang sangat
penting.
b. Disposition atau Taxis atau Oikonomia, adalah penyusunan dan
pengurutan materi (argumen) dalam sebuah pidato.
c. Elocutio atau lexis, yaitu pengungkapan atau penyajian gagasan dalam
bahasa yang sesuai. Ada tiga hal yang menjadi dasar elucutio, yaitu
komposisi, kejelasan, dan langgam bahasa dari pidato; kerapian,
kemurnian, ketajaman, dan kesopanan dalam bahasa; kemegahan, hiasan
pikiran dengan upaya retorika.
d. Memoria atau Mneme yaitu menghafalkan pidato, latihan untuk
e. Actio atau Hypokrisis, yaitu menyajikan pidato, penyajian efektif dari
sebuah pidato akan ditentukan juga oleh suara, sikap, dan gerak-gerik
tubuh.14
4. Pembinaan Teknik Berbicara
Teknik berbicara merupakan syarat bagi retorika. Oleh karena itu
pembinaan teknik berbicara merupakan bagian yang penting dalam retorika.
Dalam bagian ini, perhatian lebih diarahkan pada pembinaan teknik bernafas,
teknik mengucap, bina suara, teknik berbicara dan bercerita.15
Setiap orang bisa menyampaikan pidato, karena pidato adalah satu hal
yang dapat dipelajari asalkan dia mau mengetahui dan mempelajari serta
mempraktekkan tiga prinsip pidato atau yang biasa disebut trisila pidato, yaitu:
a. Pelihara kontak visual dan kontak mental dengan khalayak (kontak).
b. Gunakan lambang-lambang audiktif atau usahakan agar suara anda
memberikan makna yang lebih baik kaya pada bahasa anda (olah vokal).
c. Berbicaralah dengan seluruh kepribadian anda: dengan wajah, tangan, dan
tubuh anda (olah visual).16
Dari tiga prinsip pidato di atas dapat diambil satu kesimpulan bahwa pidato
adalah satu bakat yang dapat dipelajari dengan menguasai trisila pidato tersebut.
14
Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1984), Cet. Ke-7, hal.9-10
15
P. Rudi Wuwur Hedrikus, Retorika, (Jakarta: CV. Firdaus, 1993), hal. 16-17 16
A.H. Hasanuddin, Rhetorika Dakwah Dan Publisistik Dalam Kepemimpinan,
B. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian Dakwah
Dilihat dari segi bahasa kata dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu
bentuk isim masdar dari kata da’a-yad’u-da’watan yang artinya menyeru,
memanggil, mengajak dan menjamu.17 Toha Yahya Umar menegaskan, bahwa
dakwah berasal dari bahasa arab yang berarti, seruan, panggilan atau undangan,
adapun dakwah di Islam dimaksudkan adalah, mengajak dengan cara bijaksana
kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah, untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.18
Di dalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang menunjukan kata tersebut,
antara lain, dalam surat Yunus ayat 25 yang berbunyi
“Allah menyeru manusia ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)”. (Yunus: 25)
Sedangkan menurut istilah, mengandung beberapa makna yang berbeda
namun tujuan dan arti dari dakwah itu sendiri sama, di bawah ini ada beberapa
pengertian istilah dakwah menurut para pakar ilmu dakwah, antara lain:
M. Arifin menyatakan bahwa dakwah adalah suatu kajian dalam seruan,
baik dengan lisan, tulisan maupun tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan
17
Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah, 1973), hal.127
18
berencana untuk mempengaruhi orang lain agar timbul suatu pengertian,
kesadaran, penghayatan serta pengamalan ajaran agama tanpa adanya unsur
paksaan.19
Karena dakwah adalah upaya untuk menumbuhkan kecenderungan dan
ketertarikan, oleh karena itu dalam dakwah tidak hanya terbatas pada aktivitas
lisan semata, akan tetapi mencakup sekuruh aktivitas lisan maupun perbuatan
yang ditujukan dalam rangka menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan
terhadap Islam.20 Artinya tujuan dakwah adalah bagaimana kita mengajak orang
lain agar senantiasa mengamalkan yang diperintahkan oleh Allah SWT, yang
timbul dari kemauan mereka sendiri. Allah berfirman
⌧
☺ ☺
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran. Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.( al-Maidah: 8).
19
M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal.6
20
Quraish Shihab berpendapat, bahwa dakwah adalah seruan atau ajakan
kepada jalan keinsyapan atau mengubah situasi yang kurang baik menjadi lebih
baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.21
Sedangkan dakwah menurut H.N.S Nasrudin Latif, dakwah artinya setiap
usaha atau aktifitas dengan lisan atau tulisan yang bersifat menyeru, mengajak,
memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai
dengan garis-garis aqidah dan syariah serta akhlak islamiyah.
2. Unsur-Unsur Dakwah
a. Dai
Da’i secara bahasa diambil dari bahasa arab, bentuk isim fa’il dari asal
kata da’a-yad’u-da’watan, artinya orang yang melakukan dakwah. Secara
terminologi, da’i yaitu setiap muslim yang berakal mukallaf (akil baligh) dengan
kewajiban dakwah.22 Seorang da’i tidak hanya harus mengetahi dan hapal
berbagai macam hadits melainkan seorang da’i dituntut harus menguasai
ajaran-ajaran Islam, penuh kewibawaan dan wawasan yang tinggi karena selayaknya da’i
memahami berabagai aspek sendi kehidupan.
Menurut DR. Musthafa Ar-rafi’i dalam bukunya yang berjudul potret juru dakwah. Syarat-syarat dan sifat yang harus dipenuhi sosok juru dakwah adalah,
pertama, Amal dan kegiatannya harus ikhlas karena mencari ridha Allah dan
karena ingin meraih pahalanya. Kedua, Seorang juru dakwah harus menjadi
teladan dalam amal soleh. Ketiga, Menempuh cara hikmah (bijaksana) terhadap
orang-orang terpelajar dan intelek, dan melakukan metode “mauizhah hasanah”
(nasihat yang baik) dalam mengahadapi orang awam dan orang biasa. Keempat,
21
Quraish Shihab,Membumikan Al-Quran Fungsi Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1999), Cet. Ke, .XIX, hal. 194
22
Seorang juru dakwah harus betul-betul menguasai ilmu yang sesuai dengan
jamannya dan menguasai teori dari berbagai aliran pemikiran. Kelima, Seorang
juru dakwah harus lembut dalm menyampaikan nilai-nilai dan pandangan serta
lembut dalam mengingkari kesesatan. Keenam, Dalam dakwahnya ia bertujuan
menarik manfaat dan menghilangkan kemudharatan. Ketujuh, Harus sabar dan
tabah dalam menghadapi cobaan. Kedelapan, Harus mengetahui tabiat kejiwaan
jama’ahnya. Kesembilan, Sang juru dakwah harus menggunakan kekuatan apabila
cara hikmah, jidal dan mauizhah hasanah tidak mempan.23
Dewasa ini banyak para da’i yang menyiarkan agama Allah dengan cara
yang bermacam-macam, dengan satu tujuan amar ma’ruf nahyi munkar.banyak
ayat-ayat yang menjelaskan tentang pentingnya amar maruf nahyi munkar, seperti
yang tertera dalam surat al-Imron ayat 104.
☺ ☺
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.(al-Imron:104)
Setiap muslim berkewajiban melakukan dakwah dengan caranya
masing-masing, karena ayat di atas menjelaskan agar kita menyeru orang lain terhadap
kebaikan. Menyeru terhadap yang ma’ruf dan mencegah terhadap yang munkar.
Pentingnya subjek dakwah dalam mendidik diri pribadi dengan kesabaran dan
keteguhan hati serta kemauan yang keras untuk berbuat baik dan berupaya agar
selalu kembali kepada Allah SWT, mendidik diri supaya berbudi luhur, baik hati,
bersifat murah hati, dermawan dan lebih mementingkan diri orang lain dan
berinfak dengan ikhlas tanpa dilingkupi keragu-raguan dan kebimbangan sama
sekali.
23
b. Mad’u
Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia
penerima dakwah, baik individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang
beragama Islam maupun tidak, atau dengan kata lain, manusia secara
keseluruhan.24
Objek dakwah adalah manusia yang dijadikan sasaran untuk menerima
dakwah yang sedang dilakukan oleh da’i. Keberadaan objek dakwah yang sering
dikenal dengan mad’u, yang sangat heterogen baik ideologi, pendidikan, status
sosial, kesehatan dan sebagainya.25
Menurut Muhammad Abduh dalam buku manajemen dakwah karangan M.
Munir dan Wahyu Ilahi mad’u menjadi tiga golongan26, yaitu:
a) Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berpikir
secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan
b) Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir
secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap
pengertian-pengertian yang tinggi
c) Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut, mereka
senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan
tidak mampu membahas secara mendalam.
Sedangkan mad’u menurut Imam Habib Abdullah Haddad dapat
dikelompokan dalam delapan rumpun, yaitu27 :
24
M.Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), edisi ke-1, Cet. Ke-2, hal.23
25
Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta, Grafindo,2005), Cet. Ke-1, hal.107
26
a. Para ulama
b. Ahli zuhud dan ahli ibadah
c. Penguasa dan pemerintah
d. Kelompok ahli perniagaan, industri dan sebagainya
e. Fakir miskin dan orang lemah
f. Anak, istri dan kaum hamba
g. Orang awam yang taat dan berbuat maksiat
h. Orang yang tidak beriman kepada Allah dan rasulnya
c. Materi Dakwah
Seorang da’i yang bijaksana adalah orang yang dapat mempelajari realitas
masyarakat dan kepercayaan mereka serta menempatkan mereka pada tempatnya
masing-masing, kemudian ia mengajak mereka bedasarkan kemampuan akal,
pemahaman, tabiat, tingkat keilmuan dan status sosial mereka, dan seorang da’i
yang bijak adalah yang mengetahui metode yang akan dipakainya.28
Materi (maddah) dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang
disampaikan da’i dan mad’u, pada dasarnya bersumber dari al-Qur’an dan hadits
sebagai sumber utama yang meliputi akidah, syari’ah, dan akhlak.29 Yang perlu
dipahami dakwah tidak hanya berkaitan dengan eksistensi dan wujud Allah, akan
tetapi lebih dari itu, bagaimana memberikan kesadaran yang dalam agar mad’u
dapat mengaktualisasikan akidah, syari’ah, dan akhlak dalam kehidupan
sehari-hari.
27
Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta, Prenada Media,2006), Cet. Ke-2, ed.rev, hal. 106.
28
Sa’id al-Qathani, Menjadi Da’i Sukses, (Jakarta:Qisthi Press, 2005), Cet Ke-1, Hal. 97.
29
Seyogyannya seorang da’i harus mampu membaca kondisi dan situasi mad’u
agar materi yang disampaikan mudah dipahami dan dilaksanakan oleh mad’u. di
sinilah. Peran materi sangat dibutuhkan guna menunjang keberhasilan dalam
berdakwah.
Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah
pokok, yaitu.30
Pertama, masalah akidah (keimanan), masalah pokok yang menjadi materi
dakwah adalah aqidah islamiyah, aspek akidah ini yang akan membentuk moral
manusia. Karena akidah bersifat sentral pada diri manusia dan sangat erat
hubungannya dengan rukun iman maka yang dibahas pada akidah tidak hanya
tertuju iman akan teteapi mencakup apa yang dilarang seperti syirik.
Kedua, masalah syari’ah, hukum atau syariah disebut sebagai cermin
peradaban dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna, maka
peradaban mencerminkan dirinya dalam hukum-hukumnya. Materi dakwah yang
menyajikan unsur syariat harus dapat menggambarkan atau memberika informasi
yang jelas di bidang hukum dalam bentuk status hukum yang berifat wajib,
mubah, makruh, dan haram.
Ketiga, masalah mu’amalah, Islam merupakan agama yang melakukan
urusan mu’amalah lebih besar porsinya daripada urusan ibadah. Islam lebih
banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual.
Ibadah dalam mu’amalah di sini, diartkan sebagai ibadah yang mencakup
hubungan dengan Allah SWT dalam rangka mengabdi padanya.
30
Keempat, masalah akhlak. Islam mengajarkan agar manusia berbuat baik
dengan ukuran yang bersumber pada Allah. Sebagaimana telah diaktualisasikan
oleh Rasulluloh SAW. Apa yang menjadi sifat dan digariskan baik olehnya dapat
dipastikan baik secara esensial oleh akal manusia. Dalam al-Quran dikemukakan
bahwa kriteria baik itu, antara lain bertumpu pada sifat Allah SWT.
d. Metode Dakwah
Metode adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara atau
jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien.
Efektif artinya antara biaya, tenaga, dan waktu dapat seimbang. Sedangkan efisien
atau sesuatu yang berkenaan dengan pencapaian suatu hasil. Jadi metode dakwah
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari cara-cara berdakwah untuk mencapai
suatu tujuan dakwah yang efektif dan efisien.31
Sekurang-kurangnnya ada tiga metode yang digambarkan dalam al-Quran
yang tertera dalam surat an-Nahl:
☺ ☺
☺
☺
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.(an-Nahl: 125)
31
Dakwah dengan hikmah, menurut pendapat M. Abduh dalam buku metode
dakwah yang dikarang oleh Munzier Suparta dan Harjani Hefni32 bahwa. Hikmah
adalah mengetahui rahasia-rahasia dan faedah di dalam arti ucapan yang sedikit
lafazh akan tetapi banyak makna ataupun diartikan meletakkan sesuatu pada
tempat atau semestinya.
Dakwah dengan nasehat yang baik, menurut para pakar bahasa, nasehat
mengandung arti teguran atau peringatan. Menurut Ashfani, dengan mengutip
pendapat Imam Khalil yang ditulis oleh A. Ilyas Ismail33, menyatakan bahwa
nasehat adalah memberikan peringatan (al-tadzkir) dengan kebaikan yang dapat
menyentuh hati. Jadi, makna terpenting dari nasehat adalah mengingatkan
(tadzkir) dan membuat peringatan (dzikra) kepada umat manusia. Menurut Sayyid
Qutub nasehat yang baik adalah, nasehat yang dapat masuk dalam jiwa manusia
serta dapat menyejukan hati, bukan nasehat yang dapat memerahkan telinga
karena penuh dengan kecaman dan caci-maki yang tidak pada tempatnya.
Dakwah dengan dialog yang baik, perdebatan dengan cara yang baik
dengan bertujuan mencari kebenaran bukan kemenangan. Yaitu diskusi terbatas
pada ide. Dilakukan dengan menyerang dan menjatuhkan
argumentasi-argumentasi yang bathil, lalu memberikan argumentasi-argumentasi-argumentasi-argumentasi yang jitu dan
benar.34 Menurut Qutub, dakwah yang baik (jadal husna) adalah jadal yang tidak
mengandung unsur penganiayaan karena adanya unsur pemaksaan kehendak, juga
tidak mengandung unsur merendahkan dan melecehkan lawan dialog.
32
Munzier Suparta dan Harjani, Hefni metode dakwah, hal. 8
33
A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Qutub, (Jakarta, Pemadani, 2006), Cet. Ke-1, hal. 249-250
34
e. Media Dakwah
Media dakwah menjadi salah satu unsur dalam berdakwah, karena
bagaimanapun media dapat membantu da’i dalam menyampaikan isi pesannya
agar menjadi efektif. Banyak media yang dapat dimanfaatkan oleh juru dakwah,
termasuk di dalamnya adalah semua jenis media masa, seperti radio, televisi, surat
kabar, majalah dan sebagainya. Di samping itu masih banyak lagi media dakwah
yang lainnya mengingat media itu dapat berupa orang, tempat, kondisi tertentu
dan sebagainya.35
Pada saat ini masih banyak para da’i yang menggunakan media
dakwahnya dengan menggunakan mimbar, dan tabligh akbar, walaupun cara ini
terbilang tradisional namun cukup efektif dan masih dipertahankan sampai saat
ini.
Dalam buku yang berjudul studi tentang ilmu dakwah, karangan Anwar
Mas’ari. Dia menyebutkan beberapa media dan sarana yang diperlukan oleh juru
dakwah antara lain:
a) Mimbar dalam khitabah
b) Qalam dalam khitabah
c) Pementasan dan drama
d) Seni suara dan bahasa
e) Medan dakwah
f) Alat bantu perlengkapan
35
f. Tujuan Dakwah
Unsur lain yang tidak kalah pentingnya adalah tujuan dakwah,
bagaimanapun dakwah merupakan suatu kegiatan dalam rangka mencapai tujuan
tertentu, karena tanpa tujuan dakwah yang disampaikan akan sia-sia. Menurut
Asmuni Syukir dalam buku dasar-dasar strategi dakwah Islam, tujuan dakwah
terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Tujuan Umum Dakwah
Tujuan umum dakwah adalah mengajak manusia meliputi orang mu’min maupun orang kafir atau musyrik kepada jalan yang benar yang diridlai Allah SWT. Agar dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia maupun di akhirat. Kebahagiaan di dunia maupun di akhirat merupakan titik tujuan hidup manusia, maka dakwah pun mengajak kita untuk mengarah kepada kebajikan.
2) Tujuan Khusus Dakwah
Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perincian daripada tujuan umum. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktifitas dakwah dapat jelas diketahui kemana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang hendak dikerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara yang bagaimana dan sebagaimana secara terperinci. Di bawah ini disajikan beberapa tujuan khusus dakwah
a. Mengajak ummat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu
meningkatlan taqwanya kepada Allah SWT. Tujuan ini pun dibagi lagi kedalam tujuan yang lebih khusus
a) Menganjurkan dan menunjukan perintah-perintah Allah
b) Menunjukan larangan-larangan Allah
c) Menunjukan keuntungan-keuntungan bagi kaum yang mau bertaqwa
kepada Allah
d) Menunjuakan ancaman Allah bagi kaum yang ingkar kepadanya
b. Membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih muallaf. Tujuan ini
pun dibagi menjadi beberapa tujuan yang lebih khusus
a) Menunjukan bukti-bukti ke-Esaan Allah
b) Menunjukan keuntungan bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah
c) Menunjukan ancaman bagi orang yang ingkar kepadanya
d) Menganjurkan untuk berbuat baik dan mencegah berbuat kejahatan
e) Mengajarkan sareat Allah dengan cara bijaksana
c. Mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah
d. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya. Tujuan ini pun masih dijabarkan menjadi beberapa tujuan khusus, yaitu:
a) Menanamkan rasa keagamaan pada anak
b) Memperkenalkan ajaran-ajaran Islam
c) Membiasakan berakhlak mulia
d) Mengajarkan Al-Qur’an.36
3. Bentuk-Bentuk Dakwah a. Dakwah bi al-Lisan
Dakwah ini dilakukan dengan menggunakan lisan antara lain :
a) Qaulun ma’rufun, dengan bebicara dalam pergaulan sehari-hari yang
disertai dengan misi agama yaitu agama Islam, seperti penyebarluasan
salam, mengawali perbuatan dengan membaca basmalah.
b) Mudzakarah, yaitu mengingatkan orang lain jika berbuat salah dalam
ibadah maupun perbuatan.
c) Nasihatuddin yaitu memberi nasihat kepada orang yang dilanda problem
kehidupan agar mampu melaksanakan agamanya dengan baik, seperti
bimbingan penyuluhan agama dan sebagainya.
d) Majelis Ta’lim, seperti pembahasan pada bab-bab dengan menggunakan
buku atau dengan kitab dan berakhir dengan dialog.
e) Penyajian Umum, yaitu menyajikan materi dakwah di depan umum.
f) Mujadalah, yaitu berdebat dengan menggunakan argumentasi serta alasan
dan diakhiri dengan kesepakatan bersama dengan menarik satu
kesimpulan.
36
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, t.t), hal.54
b. Dakwah bi al-Hal
Yaitu dakwah yang dilakaukan melalui berbagai kegiatan yang langsung
menyentuh kepada masyarakat sebagai objek dakwah atau berdakwah melalui
perbuatan, mulai dari tutur kata, tingkah laku, sampai pada kerja bentuk nyata
seperti mendirikan panti asuhan, fakir miskin, sekolah-sekolah, rumah ibadah
dll.37
c. Dakwah bi al-Qolam
Berbicara dakwah tentang dakwah bi al-Qalam tidak terlepas dengan
memahami makna tulisan. Dalam konteks ini, tulisan memiliki dua fungsi.
Pertama, sebagai alat komunikasi atau komunikasi ide yang produknya berupa
ilmu pengetahuan. Kedua, sebagai alat komunikasi ekspresi yang produknya
berupa karya seni (jurnalistik).38
Dakwah bi al-Qalam dengan kekuatannya mempengaruhi masa mampu
membawa perubahan dalam masyarakat. Perubahan merupakan pola pikir dan
prilaku masyarakat. Perkembangan media cetak semakin mencuat karena media
yang bisa diperoleh oleh siapa saja yang membutuhkan perkembangan masyarakat
sekarang ini, pada umumnya mampu membaca, selain itu media cetak cenderung
bisa diperoleh siapa saja dan di mana saja berada.39
37
Rafi’uddin, dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip Dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 24
38
Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, hal.175
39
Sosok yang senantiasa menyeru ke jalan Allah serta mengamalkan
sunnah-sunnah Nabi, akhlaknya yang mulia menjadi panutan bagi keluarga dan
masyarakat. KH. Abdul Rahman al-Madinah kelahiran Jakarta Tanggal 31
Agustus 1962. Ayah beliau bernama H. al-Madinah (al-maghfurlah) Ulama asli
Pondok Kelapa, dan Ibunda beliau bernama Hj. Tiharoh. Beliau berada di
lingkungan pendidikan Agama yang sangat kuat dan patuh dalam menjalankan
Syariat Allah, karena ayah beliau selalu menekankan agar kelak dewasa nanti
menjadi anak yang berilmu dan mampu meneruskan perjuangan ayahnya.
KH. Abdul Rahman al-Madinah merupakan anak ke enam dari tujuh
bersaudara, yaitu, H. Abdul Latif (al-maghfurlah), H. Matroji, Hj. Rosadah, H.
Tamin Hadi, Hj. Dra. Rodemah, H. Abdul Rahman dan Rosidah. Sejak kecil
mereka semua dididik dalam keluarga yang taat pada Agama.
KH. Abdul Rahman al-Madinah merupakan salah satu kyai yang disegani di
mata masyarakat, karena ilmu dan wibawanya yang menjadi figure seorang
ulama. Beliau dikenal dimasyarakat sebagai panutan bagi para ustad-ustad atau
para kyai, khususnya yang berada di daerah Pondok Kelapa dan sekitarnya.
Karena kegigihan beliau dalam berdakwah, beliau berhasil mendirikan Pondok
Pesantren untuk anak yatim dan anak yang tidak mampu. Tidak hanya itu beliau
juga membuat Majlis Dzikir Watta’lim yang baru dirintisnya, walaupun Majlis
Dzikir Watta’lim ini terbilang baru namun jamaah yang hadir setiap pertemuan
sudah mencapai ratusan. Majlis ini dinamakan “Nahdlhotus Syubban” yang
berarti Kebangkitan Para Pemuda. Didedikasikan buat para remaja agar selalu
menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya serta selalu berpegang
teguh pada Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Pada tahun 1987 KH. Abdul Rahman al-Madinah menikah dengan Ibu
Kasmawati. Dari pernikahan tersebut beliau dikaruniai Enam orang anak yaitu,
Qonita Rahmawati, Zaqi Mubarok, Fadli Rahman, Hafizuddin, Rofi’uddin, dan
Silvia Annajma. Di dalam keluarga beliau memiliki keluarga yang harmonis dan
humoris, sehingga anaknyapun tidak segan-segan untuk menceritakan keluh
kesahnya pada beliau.1
Tokoh Ulama betawi ini berharap perjuanganya nanti dapat diteruskan oleh
anak-anakya, maka tidak heran jika semua anaknya beliau masukan ke
pesantren-pesantren yang ada di Jakarta bahkan ada pula yang di Luar Jawa.dalam satu
hadits Rasul dikatakan.
“Jika Anak Adam Meninggal Maka Terputuslah Amal Ibadahnya Kecuali Tiga. Yang Pertama. Shodaqoh Jariyah, Kedua. Ilmu Yang Bermanfaat Dan Ketiga
Anak Yang Selalu Mendoakan Kedua Orangtuanya2”.
Penerapan pendidikan yang sangat tegas oleh KH. Abdul Rahman al-Madinah
membuat anak-anaknya memiliki pengetahuan agama dan umum yang cukup,
perjuangan beliaupun dalam mendidik anaknya tidak sia-sia karena ada salah satu
dari anak beliau yang sudah mampu perpidato di depan masyarakat atau
terkadang mengisi majelis ta’lim yang beliau asuh.
1
Wawancara Pribadi Dengan Ustad Rofi’uddin (Menantu KH. Abdul Rahman al-Madinah) Pada Tanggal 24 juli di Pon-Pes al-Hidayah.
2
Tuntutlah Ilmu Walau Sampai Ke Negeri China, itulah untaian pribahasa arab
yang menjadi landasan beliau dalam menuntut ilmu. Beliau banyak mengemban
ilmu-ilmu Agama di berbagai Sekolah hingga menjadi Mubaligh terkenal dan
disegani. Adapun sekolah yang pernah beliau jadikan tempat untuk menuntu ilmu,
1. Sekolah Dasar di Pondok Kelapa.
2. Madrasah Ibtidaitah (MI) di Pondok Kelapa.
3. PGA di Bekasi Pada Tahun 1979.
4. Pondok Pesantren Daarul-Rahman terletak di Jakarta Selatan di bawah
asuhan KH. Syukron Ma’mun.
5. Salafiyah, Serang Banten Pada Tahun 1985.3
B. Aktivitas Dakwah KH. Abdul Rahman al-Madinah dan Keterkaitan Berdirinya Pondok Pesantren al-Hidayah
Aktivitas dakwah beliau tidak hanya sebatas dengan siraman-siraman rohani
ataupun ceramah, akan tetapi beliau juga melakukan kegitan atau dakwah bilhal
sebagai usaha mengefektifkan dakwah Islam agar balance antara dakwah billisan
dan dakwah bilhal.
Setiap hari beliau menjalan aktivitas yang padat dimulai dari mengajar di
beberapa majlis talim sampai berdakwah di atas mimbar, namun beliau tidak
3
pernah lelah untuk berdakwah, karena itu perintah dari Allah yang dituangkan
pada al-Quran.dan Hadits.
☺ ☺
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkarmerekalah orang-orang yang beruntung.” (al-Imran Ayat 104).
Dengan cara penyampaiannya yang bagus dan mudah dicerna oleh
masyarakat serta memadukan materi ceramah dengan humor yang dapat
menyegarkan Suasana mad’u. KH. Abdul Rahman al-Madinah mampu merekrut
jama’ah dari berbagai kalangan, bahkan banyak jamah yang menginginkan majlis
talimnya diajar oleh beliau. Aktifitas beliau selain membimbing dan mengasuh
santriawan dan santriawati yang ada di Pondok Pesantren beliau juga aktif
dakwah di luar dan berbagai Daerah termasuk Sulawesi, Padang, Kalimantan dan
masih banyak lagi .
Beliau mengajar dari masjid ke masjid dari remaja orang tua dan kaum ibu
terutama di lingkungannya sendiri karena beliau ingin lingkungannya disirami
dengan siraman rohani. Beliau mengajar juga di luar Kota atau Jawa akan tetapi
mengajar di sana hanya sebulan sekali, karena yang beliau mendahulukan dakwah
di lingkungannya sendiri. Oleh karena itu setiap hari beliau mengajar di
majelis-majelis yang terletak khusunya di Daerah Pondok Kelapa dan sekitarnya. Beliau
juga sering berdakwah di Luar Jawa untuk mengisi ceramah dalam rangka
memperingati hari besar Islam seperti, Maulid Nabi, Isra Miraj, Nuzulul
Dalam berdakwah KH. Abdul Rahman al-Madinah tidak mengenal kelas atas
dan kelas bawah, yang terpenting bagi beliau bagaimana dakwah itu dapat
tersalurkan bagi yang membutuhkannya, karena dakwah merupakan warisan dari
Rasullullah, walaupun tantangan dakwah itu sulit, namun dakwah Islam harus
tetap dilaksanakan.
Sampai saat ini beliau menjadi penasehat FBR dan FORKABI. Banyak partai
yang mengajak beliau untuk bergabung dengan partainya. Namun beliau menolak
karena beliau berharap dakwahnya ini dapat bermanfaat bagi semua lapisan
masyarakat, maka dari itu beliau tidak mau bergelut dalam partai karena
menurutnya. Jika bergelut dalam partai maka mungkin dakwah saya memihak
untuk satu partai saja, saya hanya ingin dakwah saya meluas di berbagai kalangan.
Karena saya dari masyarakat dan saya masyarakat supaya saya diterima oleh
masyarakat makanya saya mengambil satu keputusan bahwa saya ingin dimiliki
oleh semua masyarakat dan tidak memegang kepada satu partai, atau satu
golongan, atau satu organisasi tertentu dengan maksud agar dakwah saya dapat
masuk kesemua kalangan dan masyrakat, karena saya ingin memasyarakatkan
dakwah karena saya berprinsip kalau saya berdakwah satu partai maka partai lain
tidak menikmati dakwah saya, karena berbeda pendapat atau argument oleh partai
lain. Sedangkan kita satu bangsa yanga harus diberi siraman rohani sehingga
menjadi bangsa yang selalu menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi
larangannya.
KH. Abdul Rahman al-Madinah tertarik dengan Dunia Dakwah karena itu
atau serulah manusia dalam kebaikan, jika kita senantiasa mengajak
saudara-daudara kita kejalan kebaikan yang diridhoi oleh Allah maka itu sangat mulia di
hadapan-Nya. tugas yang mulia ini merupakan perintah Allah, tanpa pamrih,
tanpa mengharap balasan dari seseorang yang kita ajak berdakwah. Jika mereka
mengikuti apa yang kita serukan sesuai dengan ajaran Allah dan Rasulnya berarti
kita telah menyelamatkan mereka.4
Maka dari itu beliau sangat tertarik dengan tugas yang mulia itu, ada satu
pepatah yang mengatakan. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi
orang lain. Kita ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang
lain makanya saya akan terus menjalakan dakwah walau dakwah itu sangat berat
Katakan Yang Benar Walau Itu Pahit. Kita harus berani katakan yang benar itu
benar dan yang bathil itu bathil di tengah-tengah Umat dan di tengah masyarakat
Berdirinya Pondok Pesantren al-Hidayah dilatar belakangi oleh adanya
keprihatinan terhadap anak-anak yatim dan dhua’fa yang kurang mendapatkan
perhatian yang memadai untuk memahami dan melaksanakn petunjuk Agama
Islam. Islam adalah agama “Rahmatan Lil’aalamin” (Rahmat Bagi Seluruh
Alam). Namun di sisi lain ada juga manusia yang seakan-akan tidak merasakan
kerahmatan Islam karena dari mereka tidak memiliki kelebihan harta, ilmu,
maupun kesempatan. Di antara manusia yang tidak kurang mendapatkan perhatian
tersebut adalah anak-anak yatim dan dhu’afa.
4
Agar keprihatinan di atas dapat membuahkan hasil maka perlu segera
didirikan sebuah sarana pendidikan untuk menampung anak-anak yatim dan
dhua’fa, maka H. al-Madinah (al-magfurlah) , H. Abd. Latif (al-magfurlah), dan
KH Abdul Rahman al-Madinah mendirikan sebuah yayasan al-Hidayah, pada
mulanya yayasan ini hanya bergerak di bidang informasi seperti Majelis Ta’lim,
Kuliah Ramadhan dan kegiatan-kegiatan Islam lainnya.
Namun pengurus dan pengasuh tidak putus asa juga tidak tinggal diam
berbagai usaha telah dilakukan agar dapat mengembangkan cita-cita melalui
yayasan yang sudah terbentuk. Maka untuk mengantisipasi kamajuan jaman serta
dukungan dan dana-dana dari warga setempat yang tak henti-hentinya
didedikasikan kepada pengurus dan pengasuh. maka didirikan juga Pondok
Pesantren al-Hidayah dan sekolah formal hingga saat ini, mulai dari Raudhotul
Atfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madarasah Tsanawiyah (MTs), Dan
Madrasah Aliyah (MA).5
Para santri yang datang dan bermukim di Pondok Pesantren al-Hidayah
ternyata tidak hanya dari masyarakat Pondok Kelapa, akan tetapi ada pula santri
yang berasal dari Luar Jawa seperti, Lampung, Palembang dan Irian Jaya. Mereka
bermukim di sana semata-mata hanya ingin menuntut ilmu dan sekaligus
mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka melalui program
EkstraKurikuler di Pondok Pesantren. Pondok Pesantren al-Hidayah diharapkan
menjadi Lembaga Pendidikan Islam yang menciptakan generasi muslim serta
5
Wawancara Pribadi Dengan Ustad Moh. Zaelani, Pada Tanggal 19 Juni Di Kediaman Beliau.
mampu menjawab tantangan jaman dan yang paling pokok adalah mampu
menyiapkan sumber daya alam yang berkualitas.
C. Visi dan Misi Pondok Pesantren al-Hidayah
Sebagaimana layaknya lembaga pendidikan yang lainnya. Pondok Pesantren
al-Hidayah bertujuan untuk menyiarkan ajaran Agama Islam secara menyeluruh,
di samping sebagai lembaga pendidikan Pondok Pesantren al-Hidayah juga
berfungsi sebagai lembaga sosial kemasyarakatan untuk kemaslahatan umat Islam
yaitu dengan cara melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
1. Visi
Mencetak generasi muslim yang siap terjun ke masyarakat untuk
menyebarluaskan Agama Allah yang selalu berpegang teguh pada al-Qur’an
dan Hadits, Jujur, Amanah, Ilmiyah Amaliyah, Amaliyah Ilmiyah.
2. Misi
a. Mempersiapkan kader-kader muslim yang menguasai ilmu Agama,
mampu berkreasi secara aktif berlandaskan Iman dan Taqwa.
b. Menanamkan jiwa tauhid yang tinggi dengan landasan al-Quran dan
Hadits.
c. Membentuk anak-anak yatim dan dhua’fa menjadi generasi muslim yang
memiliki Iman yang kuat, berakhlak mulia dan berpendidkan.
Sejak diresmikannya Pondok Pesantren al-Hidayah pada tanggal 1 Januari
Tahun 1990 oleh KH. Syukron Mamun. Pesantren ini sudah menerapkan
mulai pukul 06.30 sampai 07.10 semua santri melakukan percakapan di halaman
sekolah dengan menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Pada pukul 07.20 sampai
12.00 dilaksanakn proses belajar di dalam kelas. Lalu pada siang harinya sampai
pukul 15.00 para santri mengikuti kursus bahasa Arab dan Inggris. Selanjutnya
pada sore harinya diberlakukan Sistem Salafi, karena pada pukul 16.00 sampai
pukul 17.30 para santri belajar kitab kuning seperti Fathul Mu’in, Fathul Qurib
dan lain sebagainya. Lalu selepas sholat maghrib sampai isya