PELUANG PENGEMBANGAN USAHA TERNAK DOMBA DI
LAHAN KERING DATARAN RENDAH JAWA BARAT
DITINJAU DARI ASPEK PEMASARAN
DAN KETERSEDIAN TEKNOLOGI
AHMAD HANAFIAH
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat
ABSTRAK
Jawa Barat merupakan daerah penyebaran domba tertinggi di Indonesia. Lebih dari 50% populasi domba di Indonesia dipelihara petani dengan pengelolaan sederhana. Berkembangnya ternak domba di Jawa Barat didukung oleh kemampuan ternak beradaptasi dengan berbagai agroekosistem dan agrososial budaya. Permintaan ternak domba untuk keperluan domestik maupun eksport terus meningkat, kenyataan ini merupakan peluang bagi petani untuk mengembangkan usahaternak domba. Kendala yang dihadapi adalah perlunya kontinuitas suplay ternak bakalan dan standar berat badan 35 – 40 kg yang harus dipenuhi untuk pasar eksport. Kajian ini bertujuan untuk melihat peluang pengembangan usahaternak domba ditinjau dari permintaan pasar, ketersediaan teknologi, daya dukung lahan dan kelembagaan. Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, survey dan kajian lapangan di lokasi pengkajian SUT Integrasi Tanaman – Ternak pada Lahan Kering Dataran Rendah Jawa Barat yang dilaksanakan dari T.A 2001 sampai T.A 2006 di Tasikmalaya dan Garut. Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan teknologi untuk meningkatkan kinerja usahaternak domba. Hasil-hasil penelitian Balai Penelitian Ternak dalam bidang pemuliaan (breeding) domba, menghasilkan domba untuk meningkatkan efisiensi reproduksi dan produktifitas ternak. Dalam bidang pakan dan Nutrisi, teknologi suplementasi leguminosa memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kualitas pakan ternak di pedesaan. Selain itu hasil kajian integrasi tanaman ternak pada berbagai agroekosistem memberikan peluang untuk pengembangan ternak domba sebagai komponen diversifikasi.
Kata kunci: Ternak domba, peluang, pengembangan, lahan kering dataran rendah
PENDAHULUAN
Jawa Barat merupakan tempat penyebaran ternak domba tertinggi di Indonesia. Lebih dari 50 % dari populasi ternak domba di Indonesia dipelihara olah petani di Jawa Barat (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa ternak domba mampu beradaptasi secara luas dengan berbagai agroekosistem dan secara sosial ekonomi ternak domba mempunyai peran yang penting dalam kehidupan petani di Jawa Barat. SUBANDRIYO et al. (1994) menyatakan bahwa pada umumnya ternak domba di Indonesia dipelihara petani secara tradisional dan telah beradaptasi dengan berbagai agroekosistem.
Peran sosial ternak domba dalam kehidupan petani terutama tampak dalam pelaksanaan upacara keagamaan seperti selametan dan Idul Adha (SUJANA, 1999), sedangkan peran ekonomisnya adalah
pemeliharaan ternak domba sebagai sumber pendapatan, tabungan, dan penyedia uang tunai disaat petani mengalami kesulitan keuangan.
Permintaan daging untuk konsumsi dan kulit domba untuk keperluan industri mendorong perkembangan usahaternak domba di tingkat petani. Banyak pasar hewan diselenggarakan di tingkat kecamatan dan kota dengan para pelaku pasar lokal maupun pedagang antar kota. Pasar hewan di Jawa Barat pada umumnya identik dengan pasar domba. Sementara peluang eksport menurut KAROKARO (1993) dalam BATUBARA et al. (2000), untuk tujuan Malaysia, Singapura dan Timur Tengah diperkirakan sekitar tiga juta ekor ternak domba per tahun.
Kendala utama pasar eksport adalah persyaratan kualitas yang harus dipenuhi seperti (umur, standard berat badan, kesehatan ternak) dan kontinuitas suplay. Berat badan domba untuk keperluan eksport sekitar 35 – 40
kg, sedangkan domba yang ada di Jawa Barat, beratnya berkisar antara 22 – 30 kg, akan tetapi pasar domestik masih potensial dan informasi teknologi hasil penelitian sudah mengarah pada tujuan menciptakan jenis domba yang mempunyai pertumbuhan dan berat standard untuk eksport.
Kajian ini bertujuan untuk melihat prospek usahaternak domba ditinjau dari peluang pasar, perkembangan teknologi hasil penelitian, daya dukung lahan dan kelembagaan yang tersedia.
MATERI DAN METODA
Materi berasal dari data primer hasil pengkajian dan survey di daerah sentra produksi ternak domba di Jawa Barat, data sekunder dan literatur hasil penelitian yang relevan. Pengkajian dilakukan di lokasi pengkajian lahan kering Tasikmalaya, Majalengka, Purwakarta, dan Garut, yang berlangsung dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006. survey pemasaran dilakukan di daerah potensial ternak domba, yaitu Garut, Majalengka, Tasikmalaya dan Sumedang. Data yang terkumpul disajikan secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemasaran ternak domba
Pemasaran ternak domba di beberapa tempat di Jawa Barat pada umumnya mengikuti mata rantai yang hampir sama. Petani biasanya menjual ternak domba kepada pedagang pengumpul (tengkulak) lokal, kemudian ternak domba dibawa ke pasar hewan atau dikirim langsung ke pemesan. Di pasar hewan domba yang dibawa pedagang lokal ditawarkan oleh perantara yang lazim disebut calo kepada pembeli lokal maupun pedagang antar kota atau pedagang besar. Tingkat harga domba di pasar ditentukan oleh ukuran berat dan tujuan pemeliharaan dan peruntukan domba. Harga domba bibit dan pejantan lebih tinggi 50% hingga 100%. Pembeli domba potong lebih suka membeli domba betina yang bukan bibit atau domba afkir, karena domba betina yang bukan bibit
Tasikmalaya, Sumedang dan Majalengka. Beberapa pasar domba yang potensial di Jawa Barat dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa pasar domba yang potensial di
Jawa Barat
Lokasi pasar Hari pasar Garut:
1. Wanaraja 2. Simpang
Minggu dan Rabu Selasa dan Jumat Tasikmalaya: 1. Singaparna 2. Cikurubuk 3. Ciawi 4. Gunung Tanjung 5. Manonjaya
Selasa dan Jumat Selasa dan Kamis Kamis dan Sabtu Senin dan Kamis Selasa dan Kamis Ciamis:
1. Kota Minggu dan Kamis Majalengka: 1. Kadipaten 2. Jati tujuh 3. Talaga 4. Maja 5. Dawuan Tiap hari Selasa dan Jumat Selasa
Minggu dan Rabu
Sumedang:
1. Tanjungsari Selasa dan Sabtu
Hasil survey pemasaran di daerah Tasikmalaya menunjukan bahwa sekitar 1.000 ekor domba setiap minggu dijual 70% ke Jakarta dan 30% ke Bandung. Dari Garut setiap Minggu jumlah ternak domba yang terjual ke luar kota sekitar 1.600 – 2000 ekor untuk tujuan Bandung, Jakarta, Bogor, Serang. Sedangkan dari Majalengka terjual sekitar 1.000 ekor untuk tujuan Cirebon, Indramayu, Kuningan dan lokal. Menurut STATISTIK JAWA BARAT (2005) dalam angka, angka pemotongan domba di Jawa Barat mencapai 542.693 ekor dan export mencapai angka 129.493. Hal ini menunjukan bahwa potensi pasar domestik masih sangat potensial. Dan berpengaruh positif pada pengembangan usahaternak domba.
Dukungan informasi dan hasil penelitian
Breeding
Menurut ARGONO et al. (2000) ada tiga hasil penelitian breeding domba yang siap dipakai peternak. Hasil-hasil penelitian itu adalah: 1) bibit domba prolifik untuk meningkatkan produksi domba, 2) Bibit domba komposit hasil persilangan domba lokal Sumatra dengan domba hair sheep dan 3) bibit domba komposit hasil persilangan domba Garut dengan domba Charolais dan st Croix.
Penelitian domba prolifik bertujuan untuk meningkatkan jumlah anak sekelahiran, total berat sapih dan meningkatkan efisiensi reproduksi. Penelitian bibit domba prolifik diharapkan untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam upaya memenuhi kebutuhan produksi dan pasar domestik terhadap produk domba, terutama kurang terjaminnya kontinuitas suplay ternak bakalan.
Pembentukan domba komposit bertujuan untuk meningkatkan produksi ternak lokal yang mempunyai keunggulan. Domba Garut yang terkenal di Jawa Barat mempunyai keunggulan dapat kawin dan beranak sepanjang tahun, dapat melahirkan setiap delapan bulan sekali dengan jumlah anak sekelahiran dua ekor atau lebih, tapi memiliki produksi susunya rendah. Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka domba Garut disilangkan dengan domba Moulton charollais yang unggul dalam produksi susu. Untuk meningkatkan ketahanan terhadap lingkungan tropis, diatasi dengan introduksi gen dari persilangan dengan domba St Croix yang tahan terhadap cuaca panas. Hasil dari penelitian domba komposit ini adalah dapat beranak tiga kali dalam dua tahun dengan jumlah anak sekelahiran dua ekor dan bobot potong yang tinggi, sehingga harapan untuk memenuhi kriteria berat badan untuk domba eksport (35 – 40 kg) dapat dicapai.
Hasil kegiatan pengkajian Integritas usahaternak domba dalam sistem usahatani lahan kering dataran rendah di Jawa Barat yang berlokasi di Tasikmalaya adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Keragaan reproduksi domba Garut
komposit di lahan kering dataran rendah
No Parameter Domba Garut Domba komposit 1. Jumlah anak sekelahiran (ekor) 2 2 2. Tingkat kematian (%) 14 0 3. Berat lahir (kg) Tunggal: Jantan Betina Kembar: Jantan Betina 2,4 2,2 2,2 1,8 – – 2,9 2,8 4. Berat sapih (kg) Tunggal: Jantan Betina Kembar: Jantan Betina 13,8 12,2 – – – – 24,8 23,4
Manajemen perkawinan ternak domba
Selain teknologi breeding, manajemen perkawinan ternak merupakan faktor penting dalam meningkatkan produktivitas ternak domba. Ada dua metoda perkawinan alami yang dapat diterapkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan pejantan dan perkawinan ternak. Salah satu diantaranya telah biasa dilakukan petani secara individual, yaitu cara hand mating. Cara perkawinan hand mating menuntut perhatian dan keterampilan petani. Cara yang lebih efektif dan efisien adalah perkawinan group mating, dimana satu pejantan dapat melayani 20 ekor beting per periode perkawinan (selama 2 bulan) dalam satu kandang kawin berukuran 20 m2. Management perkawinan group mating sangat efekfif dan efisien, karena secara teknis memudahkan petani dan ekonomis dalam penggunaan pejantan.
Teknologi nutrisi/pakan ternak
Campuran leguminosa dalam hijauan pakan
Telah banyak penelitian leguminosa sebagai pakan ternak ruminansia. Glirisidia, kaliandra, lamtoro mudah dibudidayakan sebagai pakan ternak maupun tanaman konservasi tanah. Menurut ARGONO et al. (2000), tanin pada kaliandra berpotensi sebagai coating protein by pass pada glirisidia. Aplikasi teknologi ini sangat mudah dan murah, sehingga ternak ruminansia untuk tujuan breeding tidak perlu diberi konsentrat. Sebagai pedoman pemberian komposisi pakan untuk pedesaan, MATHIUS et al. (1991), menyajikan komposisi pemberian pakan disesuaikan dengan kondisi fisiologis ternak.
Tabel 3. Komposisi hijauan pakan domba untuk
komdisi pedesaan Status ternak Rumput
(%) Hijauan Kacang-kacangan (%) Sedang tumbuh 60 40 Betina dewasa 75 25 Betina bunting 60 40 Betina menyusui 50 50 Pejantan pemacek 75 25
Sumber: MATHIUS, HARYANTO dan SIREGAR (1991) MERKEL dan SUBANDRIYO (1997), memberikan contoh komposisi pakan untuk ternak domba yang disesuaikan dengan kondisi fisiologis ternak sebagai berikut :
Tabel 4. Contoh komposisi pakan berdasarkan status fisiologis domba
Persentasi (%) Status ternak
rumput Leguminosa
Konsentrat
Jantan dewasa 86 14 Bila tidak ada legum dapat diganti dengan ampas tahu 500 g
Calon induk 75 25
200 g dedak atau 300 g campuran dedak dan ampas tahu atau 1 kg ampas tahu + sedikit kapur dan garam Induk bunting 75 (jumlah tidak
dibatasi) 25
200 g campuran dedak dan ampas tahu, atau 500 g ampas tahu dan sedikit kapur dan garam Induk menyusui 75 (jumlah tidak
dibatasi) 25
250 – 300 g campuran dedak + ampas tahu, atau 1 kg ampas tahu
Anak 100 (sebaiknya daun-daunan muda)
Campuran dedak + ampas tahu, sesuai kemampuan makan
Anak lepas sapih
Hijauan muda dengan komposisi daun-daunan lebih banyak
Campuran daun-daunan muda dengan legum
50 – 75 gram konsentrat, atau 200 g ampas tahu
Sumber: MERKEL dan SUBANDRIYO (1997)
Flushing
Menurut WARDHANI et al. (1998) flushing adalah pemberian pakan bergizi tinggi pada periode kritis seperti menjelang kawin, bunting tua dan masa menyusui. Metoda flushing untuk meningkatkan produktivitas ternak dapat dilakukan dengan cara pemberian pakan
Perbaikan status mineral ruminansia kecil
Meskipun pemberian mineral pada ruminansia di Indonesia belum banyak dipermasalahkan, namun kenyataannya peranan mineral sangat penting bagi metabolisme dalam tubuh ternak. Menurut P et al. (1997) defisiensi mineral
seperti Cu, Mo, S, Se dan Co dikatakan cukup. Sedangkan kekurangan mineral Iodine sangat menyebar, akan tetapi sebenarnya masalah ini mudah diatasi dan respon ternak terhadap suplementasi mineral umumnya positif.. Untuk mengatasi masalah ini peternak dapat mengadopsi teknologi suplementasi mineral yang telah dihasilkan Balitnak. Produk mineral tersebut antara lain UMB dan Cominblock.
Budidaya pakan ternak domba
Budidaya hijauan makanan ternak masih jarang dilakukan oleh para peternak ruminansia kecil, hal ini disebabkan oleh sempitnya lahan yang dimiliki petani dan penggunaan lahan lebih diprioritaskan untuk tanaman pangan. Selain itu petani masih terbiasa mengandalkan sumber hijauan pakan dari alam, karena pada lahan kering biasanya banyak tumbuh rumput liar. Pengembangan tanaman leguminosa untuk meningkatkan kualitas hijauan pakan belum banyak dilakukan para petani. Padahal budidaya tanaman leguminosa dapat diperlakukan sebagai pagar-pagar kandang, batas pemilikan lahan, ditanam di bibir teras dan di pematang sawah. Selain itu menurut PURWANTARI et al. (1998), Budidaya tanaman pakan ternak dengan berbagai pola tanam dapat dilakukan dengan budidaya lorong (alley cropping). Beberapa jenis tanaman Rumput seperti rumput gajah (pennisetum purpureum), Brachiaria sp, dan leguminosa seperti Glirisidia, kaliandra dan lamtoro cukup mudah untuk dikembangkan, (PRAWIRADIPUTRA et al. 2006).
Daya dukung lahan kering dataran rendah
Luas lahan kering di Jawa Barat mencapai 4,4 juta hektar. Sekitar 1 juta hektar (31,4%) merupakan lahan kering dataran rendah yang dipergunakan untuk kegiatan pertanian berupa tegalan, kebun, ladang dan huma (KANWIL PERTANIAN JAWA BARAT, 1996). Lahan kering dataran rendah pada umumnya dipergunakan untuk tanaman semusim, tanaman tahunan, ditumbuhi semak, perdu dan rumput yang potensial sebagai sumber hijauan pakan ternak. Berdasarkan hasil survey karakterisasi wilayah lahan kering dataran rendah (NURAWAN et al. 2000), lahan kering dataran rendah dengan status pengelolaan kurang intensif dapat
menampung 19 ekor ternak domba per hektar, dengan acuan produksi bahan kering dan kebutuhan bahan kering ternak domba sebesar 2,5% dari berat badan.
Kelembagaan
Untuk dapat berkembang menjadi usaha , usahaternak domba memerlukan kelembagaan usaha yang mampu berperan dari sektor hulu hingga hilir. Saat ini kelembagaan yang ada adalah kelompoktani dan kelembagaan pembinaan teknis, sedangkan kelembagaan ekonomi petani dan pedesaan masih belum berkembang. Kelembagaan Pembina (BPTP, Dinas Pertanian, KPP) secara partisipatif sedang berupaya mendorong kelompoktani menjadi kelompok usaha. Kegiatan Pengkajian Integrasi–Tanaman Ternak Pada Lahan Kering Jawa Barat yang dilaksanakan BPTP di Tasikmalaya dan Garut mengintegrasikan usahatani tanaman dengan ternak domba pada lahan kering dataran rendah. Dalam waktu delapan bulan peningkatan populasi ternak domba mencapai 129%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Permintaan ternak domba untuk pasar domestik maupun eksport belum dapat direspon dengan baik oleh para peternak, karena adanya persyaratan standard yang menjadi kendala, seperti ukuran/berat ternak yang diminta, dan kontinuitas suplai. Diperlukan dukungan inovasi, permodalan, daya dukung lahan, dan kerjasama kemitraaan.
Pengembangan sistem usahatani integrasi tanaman–ternak domba pada lahan kering dataran rendah dapat dilakukan ke daerah-daerah yang mempunyai karakteristik agroekologis dan sosial budaya yang serupa.
Untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas ternak domba terutama untuk tujuan export, hasil penelitian breeding seperti domba komposit Garut perlu disebar luaskan kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
BADAN PUSAT STATISTIK PROPINSI JAWA BARAT. 2005. Jawa Barat dalam Angka. Provinsi Jawa Barat.
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA
BARAT. 2002. Laporan Pengkajian SUT Integrasi Tanaman-Ternak pada Lahan Kering Dataran Rendah Jawa Barat di Tasikmalaya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat.
BATUBARA, LEO. P, E. ROMJALI, M. DOLOKSARIBU, L. HALOHO, S. GINTING, J. SIRAIT, dan E. SIHITE. 2000. Teknologi Budidaya Domba pada Lahan Perkebunan di Sumatra Utara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Volume 3 Nomor 1, Juli 2000. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
MATHIUS, I. W, B. HARYANTO, dan M.E. SIREGAR. 1991. Makanan Ternak. Pedoman Praktis Beternak Kambing – Domba Sebagai ternak potong. Pusat penelitian Dan Pengembangan peternakan. Bogor.
MERKEL. ROGER. C, and SUBANDRIYO. 1997. Sheep and Goat Production Handbook For Southeast Asia. SR – CRSP, University of California – Davis, Winrock International, Heifer Project International, USA, AARD Indonesia.
PRABOWO, A., A. DJAJANEGARA, dan K. DIWYANTO. 1997. Nutrisi Mineral pada ternak ruminansia, dalam Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol XVI, Nomor 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
PRAWIRADIPUTRA, B.R, SAJIMIN, NURHAYATI D. PURWANTARI dan I. HERDIAWAN. 2006. Hijauan Pakan Ternak di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
PURWANTARI, N.D, B. R. PRAWIRADIPUTRA, S. YUHAENI dan P. SURATMINI. 1999. Rangkaian Penelitian Tanaman Pakan Ternak. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
SETIOKO, A.R, P.P. KETAREN, dan SUPRIHATI. 2000. Teknologi Peternakan Hasil Penelitian Balai Penelitian Ternak yang Siap Dipakai Peternak. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
SUBANDRIYO. 1994. Penelitian Pengembangan Pemuliaan Domba Prolifik di Pedesaan. Pusat penelitian Dan Pengembangan Peternakan, bekerjasama dengan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional.
NERLOVE, M., and T. D. SUDJANA. 1999. Slametan and Sheep: Saving and Small Ruminants in Semi-Subsistence Agriculture in Indonesia dalam Indonesian Agricultural Research and Development Journal. Agency for Agricultural Researh and Development. Ministry of Agriculture.
WARDHANI, N. K, A. MUSOFIE, RUDY HARWONO. 1998. Upaya Perbaikan Pakan Dengan Metode Flushing Untuk Meningkatkan Produktifitas ternak Kambing di Wilayah Lahan Kering Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.