• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna konotatif dalam surat Ali-Imran (studi analisis Al-Qur'an terjemahan Hasbi Ash-Shiddieqy)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna konotatif dalam surat Ali-Imran (studi analisis Al-Qur'an terjemahan Hasbi Ash-Shiddieqy)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA KONOTATIF DALAM SURAT ALI-‘IMRAN (Studi Analisis Alquran Terjemahan Hasbi Ash-Shiddieqy)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)

Oleh Musyarofah NIM: 106024000939

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 H/2010

   

(2)

MAKNA KONOTATIF DALAM SURAT ALI-‘IMRAN (Studi Analisis Alquran Terjemahan Hasbi Ash-Shiddieqy)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

Oleh

Musyarofah NIM:106024000939

Pembimbing

Dr. H. A. Ismakun Ilyas, MA NIP : 150274620000000000

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 H/2010

   

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berupa pencabutan gelar.

Jakarta, 18 Mei 2010

Musyarofah NIM: 106024000939

   

(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul”Makna Konotatif dalam Surat Ali-‘Imran (Studi Analisis Alquran Terjemahan Hasbi Ash-Shiddieqy) ” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Kamis, 03 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, 03 Juni 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Ikhwan Azizi, MA Ahmad Saekhuddin, M.Ag. NIP: 195708161994031001 NIP: 197005052000031003

Anggota

Dr. H. A. Ismakun Ilyas, MA. NIP: 15027420000000000

   

(5)

PRAKATA

Puji Syukur senantiasa Penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang senantiasa melimpahkan begitu banyak nikmat serta pertolongan kepada Penulis, sehingga karya ini bisa selesai dan hadir ke hadapan para pembaca. Salawat serta Salam semoga selalu tercurahkan kepada teladan alam semesta, Kanjeng Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat. Semoga kita mendapatkan “curahan syafa’atnya” di hari akhir nanti.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada civitas academica UIN Syarif HIdayatullah Jakarta, terutama kepada Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Dr. Abdul Chaer, MA., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Drs. Ikhwan Azizi, MA., Ketua Jurusan Tarjamah serta Sekretaris Jurusan Tarjamah, Ahmad Saekhuddin, M.Ag.

Terima Kasih yang tak terhingga pula kepada Dr. H. Ismakun Ilyas, MA yang telah meluangkan waktunya untuk membaca, mengoreksi, memberikan serta memotivasi Penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan Bapak.

Kepada Jajaran Dosen Tarjamah: Ibu Karlina Helmanita, M.Ag, Bpk. Syarif Hidayatullah, M.Hum, Bpk. Dr. Syukron Kamil, MA, Bpk. Irfan Abubakar, MA, Bpk. Drs. A. Syatibi, M.Ag, dan lainnya. Terima kasih yang tak terhingga. Semoga ilmu yang Penulis dapatkan menjadi manfaat di kemudian hari.

   

(6)

Penghormatan serta ucapan terima kasih Penulis haturkan kepada Kedua Orang Tua Penulis, Ayahanda terhebat Ismail dan Ibunda terkasih Nur Khotimah, merekalah yang menjadi motivasi penulis dalam menggapai semua mimpi serta orang yang selalu mencintai penulis apa adanya.

Kepada sahabat terbaik penulis Elqie, terima kasih untuk semua kebaikannya dan kebersamaannya hingga detik ini, dan untuk Ira dan Uswah yang selalu ada saat penulis membutuhkan bantuan dan dukungan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kawan seperjuangan di Tarjamah Angkatan 2006, kepada Yatmi dan Ade Ernawati yang telah bersedia menemani penulis baik suka dan duka dalam meyelesaikan skripsi ini dan mengisi kebersamaan dengan penulis selama di kampus ini semoga kebersamaan itu tetap ada dan membawa kesan yang baik. Kemudian kepada Melly Amelia, Yuli, dan Wulandari yang selalu memberikan bantuan laptop dan kesediaan mereka saat dibutuhkan. Juga tak lupa kepada Nubzatus Saniyah, Khairunnisa, Siti Hamidah, dan Elida Syarifah yang telah berbagi informasi dan pengalaman mereka serta mewarnai kehidupan penulis selama menjadi mahasiswi Tarjamah. Selain itu tak lupa juga kepada Rina, Yuyun, Yum, Leni, Fuad, Komeri, Suti, Novita, Ruston, Cholish, dan Daus yang senantiasa menjadi teman yang menyenangkan dan memberikan kontribusi berarti bagi penulis yang berguna untuk masa depan penulis dan tanpa mereka, penulis pastinya sudah menjadi satu-satunya mahasiswi tarjamah untuk angkatan 2006, serta teman-teman BEM-J Tarjamah dan juga kepada seluruh Kakak kelas dan adik kelas sehingga Penulis bangga menjadi salah satu mahasiswi Tarjamah.

   

(7)

Semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Saran serta kritik konstruktif sangat Penulis butuhkan untuk interpretasi yang lebih baik lagi.

Jakarta, 03 Juni 2010

Penulis

   

(8)

ABSTRAK

Musyarofah, “Makna Konotatif dalam Surat Ali-‘Imran(Studi Analisis Terhadap Alquran Terjemahan Hasbi Ash-Shiddieqy)”, Jakarta: Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora Syarif Hidayatullah, 2010

Penerjemahan merupakan kegiatan mereproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan padanan yang paling dekat dan wajar di dalam bahasa penerima, baik dilihat dari segi arti maupun konteks. Idealnya terjemahan tidak akan dirasakan sebagai terjemahan. Namun, untuk mereproduksi amanat itu, mau tidak mau, diperlukan penyesuaian makna, maka untuk menunjang itu dibutuhkan pemilihan padanan makna yang sesuai dengan kata yang akan diterjemakan.

Di Indonesia kegiatan penerjemahan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia terfokus pada nas-nas keagamaan, mulai dari kitab suci Alquran, Hadits, dan Tafsir hingga buku-buku tentang dakwah, akhlak, dan yang menelaah aneka pemikiran keislaman. Salah satu Alquran terjemahan yang dihasilkan oleh para Ulama Indonesia adalah milik Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Alquran terjemahan menjadi sarana terpenting bagi masyarkat non Arab untuk mengetahui isi kandungan Alquran dan menjadi acuan mereka dalam mempelajari dalil hukum-hukum islam. Tidak mudah memahami semua isi kandungan Alquran karena banyaknya makna kata yang membutuhkan interpretasi yang sesuai dengan konteks dimana ayat tersebut diturunkan, oleh karena itu dibutuhkan seorang ahli yang dapat menterjemahkan Alquran sesuai dengan maksud dari kandungan Alquran sehingga para pembaca Alquran terjemahan mengerti isi kandungan Alquran. Selain berhubungan dengan konteks yang harus disesuaikan ayat-ayat Alquran juga terdiri dari kata-kata yang mengandung nilai-nilai konotasi sehingga dibutuhkan sebuah analisis yang harus memadai dalam menterjemahkannya.

Yang jadi permasalahan, hasil terjemahan dari terjemahan Alquran Hasbi Ash-Shiddieqy ini menurut Penulis masih ada yang kurang tepat. Misalnya, penggunaan padanan yang kurang nyaman dibaca oleh kalangan pembaca Indonesia, terutama yang berkaitan dengan makna konotatif sendiri yang dapat membingungkan pembaca dan penggunaan gaya terjemahan harfiah yang mendominasi sehingga hasil terjemahan kurang enak untuk dibaca.

Penulis menarik Kesimpulan bahwa hasil terjemahan Alquran Hasbi Ash-Shiddieqy masih memerlukan koreksi kembali. Padanan makna kata yang berhubungan dengan konotasi perlu dikaji ulang agar hasil terjemahan lebih baik dan lebih enak dibaca.

   

(9)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke dalam huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin dalam Buku

“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

ا ط t

ب b ظ z

ت t ع ‘

ث ts غ gh

ج j ف f

ح h ق q

خ kh ك k

د d ل l

ذ dz م m

ر r ن n

ز z و w

س s ة h

ش sy ء `

ص s ي y

ض d

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

A. Vokal tunggal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

---- A Fathah

---- I Kasrah

--- U Dammah

   

(10)

B. Vokal rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

---ي Ai a dan i

---و Au a dan u

C. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu :

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي/ا---- Â a dengan topi di atas

----ي Î i dengan topi di atas

---و Û u dengan topi di atas

3. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا , dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh : al-rijâl bukan ar- rijâl, al-dîwân bukan ad- dîwân.

4. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau Tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda--- dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata ةروﺮﻀﻟا tidak ditulis ad-darûrah melainkan al- darûrah, demikian seterusnya.

5. Ta Marbûtah

Jika huruf Ta Marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (contoh no.1). hal yang sama juga berlaku, jika Ta Marbûtah tersebut diikuti oleh (na’t) atau kata    

(11)

sifat (contoh no.2). namun jika huruf Ta Marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (contoh no.3)

No. Kata Arab Alih Aksara

1 ﺔﻘﻳﺮﻃ tarîqah

2 ﺔ ﻣﻼﺳﻹاﺔﻌﻣﺎ ﻟا al-jâmi’ah al-islâmiyah

3 دﻮ ﻮﻟاةﺪﺣو wihdat al-wujûd

6. Huruf kapital

Mengikuti EYD bahasa Indonesia. Untuk proper name (nama diri, nama tempat, dan sebagainya), seperti al-Kindi bukan Al-Kindi (untuk huruf “al” a tidak boleh kapital.

   

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii

PERNYATAAN………... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN………. iv

PRAKATA……… v

ABSTRAK………. viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN……….. ix

DAFTAR ISI………. xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah………... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 5

D. Tinjauan Pustaka……….. 5

E. Metodologi Penelitian……….. 6

F. Sistematika Penulisan………... 6

BAB II KERANGKA TEORI A. Penerjemahan 1. Definisi Terjemahan……… 8

2. Jenis-jenis Penerjemahan………... 13

   

(13)

3. Macam-macam Terjemahan Alquran……….. 17

4. Langkah-langkah menerjemahan………. 19

5. Syarat-syarat Penerjemah………. 21

B. Wawasan Semantik 1. Pengertian Semantik……… 25

2. Jenis-jenis Semantik……… 26

C. Makna 1. Pengertian Makna………... 28

2. Aspek-aspek Makna……….. 30

3. Jenis-jenis Makna……….. 31

4. Pergeseran Dan Perubahan Makna……… 33

D. Makna Konotatif 1. Pengertian Makna Konotatif………. 35

2. Ragam Konotasi……… 35

3. Turun dan Naiknya Konotasi……… 39

4. Fungsi Makna Konotatif……….. 40

BAB III Riwayat Hidup Hasbi Ash-Shiddieqy A. Biografi Hasbi Ash-Shiddieqy 1. Kelahiran, Pendidikan, dan Wafatnya……… 42

2. Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy……… 44

B. Karya-karya Hasbi Ash-Shiddieqy………... 48

   

(14)

   

xiv

BAB IV ANALISIS MAKNA KONOTATIF DALAM SURAT AL-‘IMRAN

A. Gambaran Surat Al-‘Imran……….. 50 B. Metode Terjemahan Hasbi Ash-Shiddieqy………. 50 C. Analisis Makna Konotatif……… 51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………. 66

B. Saran-saran………. 66

DAFTAR PUTAKA………. 68

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan sesuatu yang amat penting bagi siapa pun, karena ia menjadi sarana terpenting dalam menyampaikan informasi atau apa yang ada dalam pikiran kita. Oleh karena itu, bahasa harus dapat dipahami dengan baik oleh penggunanya. Pemakaian bahasa tidak semudah saat kita menggunakannya sehari-hari, karena banyaknya ragam bahasa yang ada di dunia ini adakalanya saat menggunakan bahasa kita harus memperhatikan juga aspek-aspek di luar bahasa yang diantaranya; Siapa orang yang kita ajak berbahasa, latar belakang kebudayaan bahasa tertentu, dan dimana kita berbahasa.

Dalam berbahasa kata adalah unsur terpenting dalam kalimat, kata itu mempunyai makna atau arti.1 Makna inilah yang menjadi obyek utama dalam semantik, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa makna berarti segala informasi yang berkaitan erat dengan suatu ujaran. Bila kata dalam kalimat digunakan secara tidak tepat maka maksud kalimat akan terganggu. Mungkin kalimat menjadi kurang jelas artinya, mungkin tanggapan pendengar atau pembaca akan lain dari yang dimaksud oleh si pembicara atau si penulis, atau mungkin kalimat itu tidak dapat dipahami.2 Namun sedikit sekali orang yang memperhatikan semantik saat menggunakan bahasa, mereka lebih cenderung memfokuskan pada masalah sintaksis dan gramatikal saja. Padahal makna

1

J.S. Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar, (Jakarta, 1995) , h. 50

2

Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar, h. 51

(16)

adalah hal yang amat sensitif dalam berbahasa, berapa banyak kesalahan fatal yang dilakukan seseorang karena ia salah menggunakan atau menafsirkan makna tertentu.

Diantara makna yang terdapat ilmu semantik terdapat dua macam makna, yaitu makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah “makna yang wajar, yang asli, makna sesuai dengan kenyataannya.”3 Makna denotatif ini bersifat obyektif sedangkan makna konotatif adalah “makna yang wajar tadi telah memperoleh tambahan perasaan tertentu, emosi tertentu, nilai tertentu, dengan rangsangan tertentu pula yang bervariasi dan tak terduga pula.”4 Makna konotatif inilah makna yang tidak mudah dipahami. Sedangkan dalam keterangan lain diterangkan bahwa makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem dan makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa seseorang atau sekelompok orang yang menggunakan kata tersebut.5

Pada penelitian ini, penulis akan meneliti salah satu dari dua makna tersebut, yaitu makna konotasi. Dengan definisi di atas, dapat diketahui bahwa konotasi adalah makna yang mempunyai nilai rasa, jadi konotasi muncul karena adanya nilai rasa pada sebuah kata atau sekelompok kata. Adapun nilai rasa yang dimaksud adalah rangsangan yang mempengaruhi panca indera, perasaan, sikap dan penilaian. Rangsangan ini dapat bersifat individual ataupun kolektif dan terkadang berdasarkan pengalaman. Makna konotatif

3

J. D Parera, Teori Semantik, ( Jakarta: Erlangga, 2004), cet. 2. h. 97

4

Parera, Teori Semantik, h. 98

5

Abdul chaer, Linguistik Umum, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), h. 292.

(17)

mengandung beberapa nilai rasa yaitu, nilai rasa positif, nilai rasa negatif dan terkadang mengandung nilai rasa netral. Untuk memahami ketiga nilai rasa tersebut, berikut penulis kemukakan tiga contoh yang mengandung seluruh nilai rasa konotasi.

1. Pak Kumis, tetangga sebelah, berbadan gembrot.

2. Ibu Pinah, penjual ikan di pasar Kramat Jati, berbadan besar. 3. 3.Lisa, mahasiswi semester tujuh, berbadan gemuk.

Pada ketiga contoh kalimat di atas, kata gembrot, besar, dan gemuk adalah sinonim yang memiliki makna “kelebihan lemak” atau “tidak langsing”. Tapi, ketiga contoh tersebut memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata gembrot memiliki nilai rasa negatif, kata gendut memiliki nilai rasa positif dan kata gemuk memiliki nilai rasa netral. Ketiga contoh makna konotatif tersebut adalah sebagian contoh yang terdapat dalam bahasa Indonesia, sedangkan dalam bahasa Arab juga ada kalimat-kalimat atau kata-kata yang juga mengandung makna konotatif. Diantaranya adalah:

1

.

ﺮآﺬﻟا

ﺲ ﻟو

ﺖﻌﺿ

و

ﺎ ﺑ

ﻋا

ﷲاو

ﻰﺜﻧﻷﺎآ

“Dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.”6

2

.

ﺎﻬ

ﻳﺪ

جاوزاو

ةﺮﻬﻄﻣ

“mereka kekal di dalamnya dan (dikarunia)pasangan-pasangan yang suci.”7

3

.

ا

بﺮﻐﻟ

ﻳرﺎﺘﻟاو

ﻟﺎﻌ ﻟ

اﺰآﺮﻣ

ﻪﺴﻔ

ىﺮﻳ

6

Hasbi Ash shiddiqieqy, Tafsir Al-Bayan, (Semarang:PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 40

7

Ash-Shiddieqy, h. 15

(18)

“Barat memandang dirinya sebagai pusat dunia dan pusat sejarah.”8

Ketiga contoh di atas yang berasal dari bahasa Arab juga mengandung makna konotasi yaitu; kata

ﻰﺜﻧأ

memiliki nilai rasa negatif, sebenarnya kalimat pada nomor satu telah mengandung makna yang menunjukkan adanya kesenjangan gender tapi dengan menerjemahkan anak perempuan pada kata tersebut lebih menambah nilai rasa negatif pada kata itu

sendiri, kata جاوزا memiliki nilai rasa positif, penggunaan kata pasangan-pasangan dalam menerjemhkan kata tersebut telah memberi kandungan

makna yang bersifat universal daripada penggunaan kata isteri-isteri yang banyak digunakan oleh terjemahan Alquran pada umumnya, dan kata بﺮﻐﻟا juga memiliki nilai rasa negatif. Kata barat sangat identik sekali dengan Amerika dan sekutu-sekutunya, meski demikian kata barat sudah tidak lagi mengacu kepada persoalan geografis tetapi lebih kepada persoalan sosialis, kini kata tersebut lebih mengacu pada Amerika, Eropa, dan Australia.

Dalam contoh di atas, penulis menemukan keunikan makna kata yang terkandung dalam makna konotatif, dan keunikan inilah yang mendorong penulis untuk meneliti makna konotaif baik dari segi bahasa Indonesia maupun dari segi bahasa Arab. Adapun mengapa kedua bahasa tersebut, itu karena bahasa Indonesia adalah bahasa yang sering digunakan penulis dan bahasa Arab adalah karena bahasa tersebut menjadi studi kajian penulis selama menjadi mahasiswi di jurusan Tarjamah. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti makna konotatif yang terdapat dalam surah Al-‘Imran.

8

Ibnu Burdah, menjadi penerjemah (metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab), (Yogyakarta; Tiara Wacana Yogya, 2004), cet. 1. h. 90

(19)

Penelitian ini penulis beri judul: MAKNA KONOTATIF DALAM SURAT ALI-‘IMRAN (Analisis terhadap Alquran Terjemahan Hasbi Ash

shddiqieqy).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pada ayat-ayat Alquran banyak sekali makna yang terkandung di dalamnya, namun pada penelitian ini penulis membatasinya pada makna konotatif dalam surah Ali-‘Imran terjemahan Alquran Hasbi Ash-shiddieqy. Adapun perumusan yang dilakukan berkisar tentang :

1. Apakah penerjemahan makna konotatif dalam surat Ali-‘Imran sudah tepat?

2. Bagaimana menerjemahkan makna konotatif yang baik dari ayat-ayat Alquran ke bahasa Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui ketepatan penerjemahan makna konotatif dalam surat Ali-‘Imran

2. Untuk mengetahui penerjemahan makna konotatif yang baik dari ayat-ayat Alquran ke bahasa Indonesia

D. Tinjauan Pustaka

Sejauh ini dari hasil observasi penulis, penelitian mengenai makna konotatif hanya dilakukan oleh satu orang saja yaitu, Aulia Azhar Mutaqin(2006) dengan judul makna konotatif dalam surat Al-Baqarah(studi analisis Alquran terjemahan al-Jumanatul ‘Aliy). Hal ini pula yang

(20)

mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang sama, namun berbeda studi analisis yaitu dengan menggunakan Alquran Hasbi Ashshidieqy dalam surat Ali-‘Imran. Tujuannya adalah untuk menambah pengetahuan yang lebih luas mengenai makna konotatif yang terdapat dalam Alquran, sehingga dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pembaca atau pun peneliti selanjutnya khususnya mahasiswa tarjamah.

E. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan oleh penulis adalah metode analisis deskriptif, yaitu dengan memaparkan terlebih dahulu mengenai makna konotatif kemudian menganalisa terjemahan makna konotatif pada surat Al-‘Imran setelah itu membandingkan dan membedakan dua konsep tersebut dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.

Adapun tekhnik yang digunakan oleh penulis dalam menyusun penelitian ini dan guna menghindari kesalahan dalam penulisan. Penulis berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi, tesis, dan disertasi yang disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat masalah, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

(21)

7

Bab II memaparkan gambaran umum penerjemahan yang terdiri dari Definisi Penerjemahan, Jenis-jenis Penerjemahan, Macam-macam Terjemahan Alquran, Langkah-langkah Menerjemahkan, dan Syarat-syarat Penerjemah. Pada bab ini juga dibahas mengenai semantik yang mencakup beberapa sub pembahasan yaitu, Pengertian Semantik, Jenis-jenis dan Semantik. Selain itu, untuk membantu penulis melakukan analisa pada bab ini juga membahas tentang makna yang mencakup Pengertian Makna, Aspek-aspek Makna, Jenis-jenis Makna, serta Pergeseran dan Perubahan Makna. Selanjutnya sebagai acuan dalam menganalisa permasalahan pada skripsi ini, penulis harus memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan makna konotatif yang terdiri dari Pengertian Makna Konotatif, Ragam Konotasi, Turun dan Naiknnya Konotasi, dan Fungsi Makna. Semua pembahasan yang ada ada bab ini akan menjadi alat analisis pada bab IV.

Bab III membahas Riwayat Hidup Hasbi Ash-Shiddieqy yang terdiri dari Kelahirannya, pendidikannya, Wafatnya, dan Pemikirannya.

Bab IV Berupa analisis Makna Konotatif dalam Alquran Terjemahan Hasbi Ashshiddieqy Surat Ali-’Imran.

(22)

BAB II

KERANGKA TEORI A. Penerjemahan

1. Definisi Terjemah

Secara bahasa terjemah (translation) berasal dari kata bahasa Arab tarjama yutarjimu, artinya menerangkan atau memindahkan perkataan dari suatu bahasa ke bahasa lainnya. Pelakunya disebut penerjemah (mutarjim).1

Dalam literatur linguistik, teori terjemahan sering juga disebut ilmu terjemahan. Namun, kata “ilmu” disini berarti teori, metode, tehnik dan bukannya ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.2 Ada dua pengertian yang menyangkut kata “terjemahan”. Pertama, terjemahan merupakan proses kegiatan manusia dalam bidang bahasa (analisis) yang hasilnya merupakan teks terjemahan (sintesis), kedua, terjemahan hanya sebagai hasil dari proses kegiatan manusia itu yang hasilnya kita sebut dengan teks terjemahan.3

Namun Rudolf Nababan mengungkapkan tiga pengertian penerjemahan dan mengelompokkannya menjadi tiga bagian, yaitu lemah, kuat, dan saling melengkapi.4 Dia mengatakan bahwa proses terjemah merupakan suatu proses pengubahan suatu teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran, tetapi Nababan mengatakan bahwa proses tersebut merupakan kelompok pengertian yang lemah karena ketidakmungkinan seorang

1

Akmaliyah, Wawasan dan Teknik Terampil Menerjemahkan,( Bandung, N&Z Press, 2007), h. 4

2

Solihen Moentaha, Bahasa dan terjemahan, (Jakarta, Kesaint Blanc, 2006) cet. Pertama, h. 9

3

Moentaha, Bahasa dan terjemahan, h. 10

4

Akmaliyah, Wawasan dan Teknik Terampil Menerjemahkan , h. 2

(23)

penerjemah menggantikan teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran dikarenakan struktur kedua bahasa tersebut berbeda. Dia lebih setuju dengan pendapat Brislin yang mengatakan bahwa penerjemahan mengacu kepada sebuah proses pengalihan pikiran atau sebuah gagasan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Dalam melakukan proses penerjemahan peenerjemah harus memperhatikan gaya bahasa, karena masing-masing bidang ilmu pada hakekatnya memiliki gaya bahasa berbeda dalam mengungkapkan pesannya.

Penggunaan kata terjemah sendiri dalam bahasa Arab bukan hanya berarti memindahkan perkataan dari suatu bahasa ke bahasa lainnya, akan tetapi terjemah bisa juga berarti riwayat hidup seseorang (bigografi) atau bisa berarti juga bab atau pasal dalam pembahasan sebuah buku, atau bisa berarti juga penafsir.5

Sedangakan menurut Widyamartaya menerjemahkan adalah sebagai memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima (sasaran) dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya bahasanya.6

Sementara itu menurut Maurits Simatupang menerjemahkan adalah menglihkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dam mewujudkan kembali di dalam bahasa sasaran dengan bentuk sewajar mungkin menurut aturan yang belaku dalam bahasa sasaran. Jadi yang dialihkan adalah makna bukan bentuk.7

5

Akmaliyah, Wawasan dan Teknik Terampil Menerjemahkan, h. 6

6

Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, (Yogyakarta, Kanisius, 1989), h. 11

7

Maurits Simatupang, Pengantar Teori Terjemahan, (Jakarta, Dirjen Dikti Depdiknas, 1992), h. 2

(24)

Eugene A. Nida dan Charles R Taber memberikan definisi penerjemahan sebagai berikut:

Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.

Menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekat-dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya.8

Pada buku lain dituliskan bahwa ada dua pengertian yang menyangkut kata “terjemahan”. Pertama, terjemahan sebagai proses kegiatan manusia di bidang bahasa yang hasilnya merupakan teks terjemahan. Kedua, terjemahan hanya sesbagai hasil saja dari proses kegiatan manusia itu. Hasil itu kita sebut teks terjemahan.9

Catford mendifinisikan penerjemahan sebagai penggantian bahan kenaskahan dalam suatu bahasa lain (bahasa sasaran).10

Adapun menurut Mary M. F. Massoud penerjemahan tidak cukup hanya menghasilkan kembali makna yang tepat dalam bahasa yang lain. Makna tersebut haruslah disampaikan dengan gaya bahasa yang otentik/wajar dan sekaligus sedekat-dekatnya dengan karya asli. Jadi yang terpenting dalam penerjemahan yaitu kepentingan pembaca merupakan tujuan utama, maka isi

8

Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, h. 11

9

Salihen Moentaha, Bahasa dan Terjemahan, (Bekasi Timur: Kesaint Blanc, 2006), cet. pertama, h. 9

10

Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, h. 12

(25)

terjemahan seutuh mungkin harus sama dengan karya asli, dan gaya bahasaa terjemahan terasa wajar bagi pembaca yang dituju.11

Secara definitif mungkin penerjemahan terlihat sederhana namun, apabila kita melihat pada prosesnya maka tidaklah mudah. Proses penerjemahan selalu melewati proses interpretasi ulang dari apa yang dipahami oleh penerjemahan. Dimana proses ini melalui sebuah pencitraan yaitu gambaran sebuah konsep baik yang berupa peristiwa atau sebuah benda dan direpresentasi hanya dengan atau beberapa buah kata. Ini disebabkan karena bahasa merupakan symbol dan sistem penandaan dari dunia nyata.

Menerjemahkan berarti berkomunikasi.12 Maksudnya adalah bahwa apa yang kita terjemahkan harus bisa dipahami oleh para pembaca dan alangkah baiknya jika hasil terjemahan tersebut selain dapat dipahami juga dapat dinikmati, sehingga para pembaca merasa bahwa buku yang dibacanya merasa bukan hasil terjemahan.

Dari semua definisi yang dipaparkan di atas, semuanya mengandung pengertian yang sama bahwa menerjemahkan berarti memindahkan sebuah pesan dari satu bahasa yang satu ke bahasa yang lain dengan mematuhi kaedah-kaedah kebahasaan tertentu pula.

Sedangkan berdasarkan bukti sejarah tertua tentang aktivitas penerjemahan pertama dilakukan adalah terjemahan yang terpatri pada batu Rosetta di sepanjang sungai nil (Mesir), yang ditemukan para arkeolog barat

11

Vero sudiati dan Aloys Widyamartaya. Panggilan menjadi penerjemah, (Yogyakarta:Pustaka Widyatama. 2005), h. 7

12

Sadtono, pedoman penerjemahan, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1985), h. vii

(26)

tahun 1799 M. Pada batu itu terpahat tulisan Mesir Kuno Hiroglyf dengan terjemahannya dalam bahasa Yunani Kuno.13

Kegiatan terjemah juga dikerjakan oleh bangsa Yahudi sekitar 397SM tahun, atau tahun 445 SM dalam catatan sejarah yang lain. Masyarakat Nehemiah biasa dikumpulkan di alun-alun kota untuk mendengarkan berbagai penjelasan hukum. Masyarakat asing yang tidak mengenal bahasa Ibrani kemudian dapat mendengarkan terjemahannya dalam bahasa Aramaika, bahasa yang dipergunakan secara luas di Mediterania.14

Penerjemahan interlingual karya sastra Eropa yang pertama kali dikerjakan oleh Livius Adronicus yang menerjemahkan naskah karyanHomerus, Odyssey dari bahasa Yunani kuno ke dalam bahasa Latin dan Naevius. Kemudian Ennius menerjemahkan naskah-naskah Yunani kuno karya Euripides, dan yang paling terkenal sangat produktif pada masa itu adalah Cicero dan catulus dalam menerjemahkan naskah-naskah Yunani ke dalam bahasa Latin. Kemudian pada tahun 384 SM, Paus Damasus memerintahkan Jerome untuk menerjemahkan kitab suci Perjanjian Baru ke dalam bahasa Latin, dikarenakan terjemahan lama yang telah diterjemahkan oleh pendahulunya terasa kaku dan buruk, dia menyuruh Jerome untuk menerjemahkannya dengan menggunakan penerjemahan bebas. 15

Sekitar abad ke-7, Baghdad menjadi kota yang paling banyak melakukan kegiatan penerjemahan terhadap karya-karya filsafat klasik

13

Suhendra Yusuf, teori Terjemah, (Bandung: Mandar Maju, 1999), h. 32-33

14

Eko sutyo Humanika, Mesin Penerjemah: Sebuah Tinjauan Linguistik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), h. 4

15

Yusuf, Teori Terjemah, h. 34

(27)

Aritoteles, Galen, Hipocrates, Plato, dan lain-lainnya ke dalam bahasa Arab. Sebab itulah kota Baghdad dikenal dengan sebutan kota ilmu pengetahuan, kota kebudayaan, kota seribu malam, dan juga sebagai kota terjemah. Kemudia sekitar tahun 1236M kegiatan ilmiiah pindah ke barat setelah sebelumnya kota Baghdad diserbu oleh bangsa Barbar dari Mongolia. Jika Baghdad dikenal dengan kota terjemah, maka Teledo di Spanyol dikenal sebagai kota penerjemah.

Menurut sejarah, penerjemahan Alquran ke dalam bahasa Eropa dimulai pada abad ke-12 yang dilakukan oleh Riobert de Ratines, terjemahan ini pula yang dijadikan acuan dalam menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris. 16

Di Indonesia, terjemahan telah dilakukan sejak abad ke-4 Masehi, karena pada masa itu telah sampai kepada kita keterangan-keterangan tertulis prasasti yang tergoreskan pada batu yang dikemukakan di Kutai, Kalimantan Timur, dari raja Mulawarman, dan di Jawa Barat dari raja Purnawarman.17

2. Jenis-jenis Penerjemahan

Sebelum memaparkan jenis-jenis penerjemahan sebaiknya kita mengetahui bahwa pada umumnya tujuan yang berbeda menentukan pendekatan yang berbeda pula, dan pendekatan yang berbeda akan menghasilkan jenis terjemahan yang berbeda pula.

16

Yusuf, Teori Terjemah, h. 35

17

Akmaliyah, Wawasan dan Teknik Terampil Menerjemahkan, h. 27

(28)

Menurut Daud H. Soesilo ada empata jenis pendekatan: 18

a. Pendekatan filologis, pendekatan ini berfokus pada bahasa/budaya sumber

b. Pendekatan linguistik, berfokus pada kesepadanan bentuk dan makna antar bahasa sumber dan bahasa sasaran

c. Pendekatan komunikatif, berfokus pada komunikasi/pembaca terjemahan

d. Pendekatan sosiosemioka, pendekatan yang terakhir ini berfokus pada segala segi komunikasi antar bahasa: cirri-ciri lambang linguistik, jenis huruf, jenis gambar, jenis kertas, dll

Para ahli membagi kegiatan penerjemahan berbeda-beda, seperti Nida dan Taber membagi terjemahan menjadi terjemahan harfiah dan dinamis, Larson membaginya menjadi terjemahan yang berdasarkan makna (meaning-based translation) dan terjemahan yang berdasarkan bentuk (form-(meaning-based translation). Sedangkan Mariuts Simatupang membagi dalam dua bagian besar, yaitu terjemahan harfiah (literal translation) dan penerjemahan yang tidak harfiah/terjemahan bebas (non literal translation/free translation).19

Dalam literature barat, metode penerjemahan diklasifikasikan secara lebih rinci. New mark misalnya, memandang bahwa metode penerjemahan dapat dikritik dari segi penekanannya terhadap bahasa sumber dan bahasa

18

Sudiati dan Widyamartaya, Panggilan menjadi penerjemah, h. 13

19

Maurits simatupang, Pengantar Teori Terjemahan h. 2

(29)

sasaran. Penekanan terhadap bahasa sumber melahirkan 8 metode terjemahan sebagai berikut.20

1. Penerjemahan kata demi kata

Pada penerjemahan ini kata diterjemahkan satu persatu dengan makna yang paling umum tanpa memperhatikan konteks pemakaiannya. Urutan kata bahasa dijaga dan dipertahankan. Biasanya penerjemahan ini digunakan sebagai langkah awal dari proses penerjemahan yang bertujuan untuk melihat cara operasi bahasa sumber serta memecahkan kesukaran nas.

Contoh: مﻼ أﺔ ﻼ يﺪ ﻋو artinya; Dan di sisiku tiga bolpoin. 2. Penerjemah harfiah

Metode ini digunakan dengan menkonversi gramatika bahasa sumber ke dalam konstruksi bahasa sasaran yang paling dekat, sedangkan kata-katanya tetap diterjemahkan satu persatu. Metode ini digunakan oleh DEPAG dalam menerjemahkan Alquran.

Contoh: لﺰﻟﺰﻟاﺎﻳﺎ ﺿةﺪﻋﺎﺴ ﻟ وﺪ ﺑﻰﻟإنﺎﺴﺣﻹاوﺮ ﻟالﺎ ر ﻣ رءﺎ

Artinya; Datang seorang laki-laki baik ke bandung untuk membantu korban-korban goncangan.21

3. Penerjemahan setia

Metode ini berusaha untuk menghasilkan makna konseptual bahasa sumber ke dalam struktur bahasa sasaran setepat mungkin. Metode ini setia dengan tujuan penulis.

20

Syihabuddin, penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek),(Bandung:HUMANIORA, 2005), h. 71

21

Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, h. 113

(30)

Contoh: دﺎﻣﺮﻟاﺮ آﻮهartinya; Dia dermawan karena banyak abunya.22 4. Penerjemahan semantis

Penggunaan metode ini sangat fleksibel serta memberikan kebebasan kepada penerjemaha dalam berkreatifitas dan menggunakan intuisinya.

Contoh: ﺖ ﻟامﺎﻣا ﻬ ﻮﻟااذ ﺖﻳأر artinya; Aku melihat si muka dua di depan kelas.

5. Penerjemahan adaptasi

Diantara semua metode penerjemahan yang ada penerjemahan adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling bebas, karena pada metode ini penerjemah boleh mengubah kultur bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Metode ini sering digunakan untuk menerjemahkan naskah drama dan puisi. Meski demikian, penerjemahan adaptasi tetap mempertahankan tema, karakter, dan alur cerita bahasa sasaran.

Contoh:ﺖﺷﺎﻋ ﺮﻬ ﻟا ﻋﺄﺑ ﺑﺎ ﻟا ﺪ ﻋ مﺪ ﻮﻄﺨﺗ اﺪ ﻌﺑ artinya; Dia hidup jauh dari jangkauan, di atas gemericik air sungai yang terdengar jernih.23 6. Penerjemahan bebas

Penerjemahan ini lebih bersifat parafrastik karena mengungkapkan maksud bahasa sumber dengan menggunakan ungkapan penerjemah sendiri dalam bahasa sasaran, sehingga terkadang terjemahannya lebih panjang daripada teks aslinya.

Contoh:دﺎﺴﻔﻟا ﻌ ا سﺎ ﻟا ةﺎ ﻟ لﻮﺻأ ﻣ ﻈﻋ ﺻأ لﺎ ﻟا نأ artinya; Harta sumber malapetaka.24

22

Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, h.114

23

Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, h.114

(31)

7. Penerjemahan idiomatis

Pada penerjemahan idiomatis ini hasil terjemahannya cenderung mengubah nuansa makna karena penerjemahnya sering menampilkan idiom-idiom atau kolokasi yang tidak terdapat pada naskah bahasa sumbernya.

Contoh: ﺐﻌﺘﻟا ﺪﻌﺑ إ ةﺬﻟاﺎﻣو artinya; Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian.25

8. Penerjemahan komunikatif.

Penerjemahan ini digunakan untuk menyampaikan makna kontekstual teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran dengan suatu cara sehingga pesannya dapat dimengerti olen pembaca.

Contoh: ﺔﻐﻀﻣ ﻣ ﺔﻘ ﻋ ﻣ ﺔﻔﻄ ﻣ رﻮﻄﺘ artinya; Kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan kemudian segumpal daging.26

3. Macam-macam Terjemahan al-Qur’an

Al-Shabuni mengatakan, mengalihkan Alquran kepada bahasa asing selain bahasa arab dan terjemahan, dicetak dengan maksud agar dapat dikaji oleh mereka yang tidak menguasai bahasa Arab sehingga memudahkan mereka untuk memahami maksud dari firman Allah dengan bantuan terjemahan tersebut.27 Muhammad Mansur membagikan penerjemahn Alquran menjadi tiga bagian:28

24

Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, h. 114

25

Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, h.115

26

Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, h.115

27

Muhammad Ali al-Shabuni, al Tibyan fi ‘Ulum Alquran,(Beirut:Alam al Kutub, 1985), h. 205

28

al-Shabuni, al-Tibyan fi ‘Ulum Alquran, h. 206

(32)

a. Terjemahan Harfiah b. Terjemahan Tafsiriyah c. Terjemahan Maknawiyah

Menerjemahkan Alquran merupakan pekerjaan yang paling sulit bagi seorng penerjemah karena berhubungan erat dengan maksud sang penciptanya-Allah- dan ini tidaklah mudah mengingat kandungan yang terdapat dalam Alquran sangat kompleks terutama yang berhubungan dengan akidah. Sebab itulah banyak para ulama bahkan sampai sekarang yang sangat takut atau khawatir dalam menerjemahkan Alquran sehingga karena kekhawatiannya tersebut mereka menerjemahkan Alquran dengan menggunakan metode kata demi kata atau harfiah, ini dilakukan guna menghindari penyelewangan makna atau pesan yang tidak diinginkan. Maka jangan heran, apabila kita sering membaca terjemahan Alquran terasa kaku dan kurang mudah dipahami.

Perlu diketahui bahwa redaksi Alquran tidak dapat dijangkau secara pasti, kecuali Allah sendiri. Hal ini menghasilkan keanekaragaman penerjemah maupun penafsir. Bahkan para sahabat nabi pun sering berbeda pendapat dalam menerjemahkan dan menefsirkan serta menangkap-menangkap firman Allah.29

Selain metode penerjemahan Alquran yang telah dikemukakan di atas. Para ulama al-Azhar pun merekomendasikan sebuah metode penafsiran makna Alquran. Metode diuraikan dalam langkah-langkah sebagai berikut.

29

M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran, (Bandung: Mizan, 1997), h. 75

(33)

a. Membahas sebab turunnya ayat, menafsirkan sebuah ayat dengan Hadits atau perkataan para sahabat dan pilihlah riwayat yang paling shahih.

b. Membahas kosa kata Alquran secara lughawi serta melihat karakteristik ayat yang akan ditafsirkan dari segi balaghah.

c. Membahas semua pendapat para ulama tafsir dan memilih pendapat yang paling kuat. 30

4. Langkah-langkah Menerjemahkan

Dr. Ronald H. Bathgate mengemukakan tujuh unsur, langkah, atau bagian integral dari proses penerjemahan sebagai berikut:

a. Tuning (Penjajagan)

b. Analysis (Penguraian)

c. Understanding (Pemahaman) d. Terminology (Peristilahan) e. Restructuring (Perakitan)

f. Checking (Pengecekan)

g. Discussion (Pembicaraan).31

1) Penjajagan. Pada proses ini seorang penerjemah dituntut untuk melakukan tuning terlebih dahulu sebelum melakukan penerjemahan yaitu menjajagi bahan yang akan diterjemahkan baik dari segi makna ataupun gaya bahasanya.

30

Syihabuddin, penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek), h. 175

31

Akmaliyah, Wawasan dan Teknik Terampil Menerjemahkan, h. 71-75

(34)

2) Penguraian. Setelah melakukan proses penjajagan, penerjemah perlu melakukann analisis, yaitu dengan mengurai tiap kalimat bahasa sumber ke dalam satuan-satuan berupa kata-kata atau frase-frase, langkah tersebut dilakukan guna memudahkan penerjemah dalam melihat hubungan-hubungan antara unsure-unsur dalam bagian teks yang lebih besar sehngga memudahkan penerjemah untuk menciptakan konsistensi dalam terjemahannya.

3) Pemahaman. Selanjutnya seorang penerjemah harus dapat menangkap gagasan utama tiap pragraf dan ide-ide pendukungnya serta pengembangnya; ia harus menangkap hubungan gagasan satu sama lain dalam tiap paragraf dan antar paragraf. Seorang penerjemah yang ideal adalah seseorang yang sebidang ilmu dengan pengarang yang akan diterjemahkannya.

4) Peristalahan. Kemudian setelah melakukan pemahaman pada sebuah teks penerjemah harus berpikir untuk mengungkapkan isinya ke dalam bahasa sasaran. Terutama ia harus menemukan istilah-istilah, ungkapan-ungkapan dalam bahasa sasaran yang tepat, cermat, dan selaras.

5) Perakitan (Restructing, al-Tarkib). Tahap dimulai dengan merakit atau menyusun kalimat terjemahan dengan wajar dan efektif berdasarkan aturan makna dan gaya bahasa sasaran yang sesuai dengan bahasa sumber.

(35)

6) Pengecekan (Checking, al-Taqwim). Yaitu melakukan pengecekan penggunaan kata dan tanda baca serta susunan kalimat yang digunakan. Pada tahap ini boleh dilakukan orang lain atau editor.

7) Pembicaraan (Discussion, al-Mubahatsah). Ialah melakukan pembahasan dengan orang lain mengenai hasil terjemahan kita, sebaiknya pada tahap ini jangan melibatkan banyak orang karena akan terlalu banyak pendapat yang masuk.

5. Syarat-syarat Penerjemah

Kualitas penerjemah berdampak pada kualitas terjemahan. Penerjemah berkualitas buruk akan menghasilkan terjemahan yang buruk. Karena seorang penerjemah tidak dapat menerjemahkan naskah untuk segala bidang. Penerjemah harus menguasai pengetahuan umum, seperti tentang kehidupan social, politik, ekonomi, budaya, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Penerjemah yang berspesialisasi, misalnya hokum, teknik, atau kedokteran, harus menguasai subtansi yang diterjemahkan.32

Syarif Hidayatullah memaparkan cara menanggulangi penerjemah berkualitas buruk, yaitu:

Pertama, etik. Salah satu butir kode etik Himpunan Penerjemah Indonesia menyebutkan penerjemah tidak dibenarkan menerima pekerjaan penerjemah yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Kedua, peningkatan diri. Penerjemah harus selalu meningkatkan dan memperluas serta menyegarkan pengetahuannya. Ketiga,perguruan tinggi harus

32

Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, (Jakarta, Tp, 2007), h. 3

(36)

berperan sebagai tempat mengembangkan program latihan disamping program pendidika formal di jenjang pasca sarjana (spesialis atau magister). Keempat, HPI sedang membina para penerjemah dengan pendidikan non formal untuk meningkatkan kualitas. Keenam, pengembangan karir penerjemah harus mendapat dorongan dari masyarakat pengguna.33

Berikut beberapa syarat untuk menjadi penerjemah yang baik menurut Bathgate.34 Diantaranya yaitu:

a. Penerjemah dituntut untuk benar-benar menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran.

b. Penerjemah harus memahami bahan yang akan diterjemahkannya, alangkah baiknya jika sesuai dengan bidang yang ia kuasai.

c. Penerjemah harus memiliki kemampua menulis yang baik.

d. Penerjemah dituntut untuk dapat bekerja dengan teliti dan cermat terutama dalam diksi.

e. Penerjemah juga diharapkan untuk memiliki kerendahan hati untuk berkonsultasi atau sharing dengan orang lain, jika ia ragu-g-ragu dalam menerjemahkan sesuatu.

f. Penerjemah memiliki pengalaman dalam menefsirkan

Sementara Machali, ia menggunakan istilah perangkat untuk pengetahuan dan keterampilan penerjemah ini. Perangkat itu sendiri menurut Machali dibedakan menjadi perangkat intelektual dan perangkat praktis.

33

Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, h. 3-4

34

Sudiati dan Widyamartaya, Panggilan menjadi penerjema, h. 11-12

(37)

Perangkat intelektual mencakup: (a) kemampuan yang baik dalam Bsu; (b) kemampuan yang baik dalam Bsa; (c) pengetahuan mengenai pokok masalah yang diterjemahkan; (d) penerapan pengetahuan yang dimiliki; dan (e) keterampilan. Sementara perangkat praktis berupa (a) kemampuan menggunakan sumber-sumber rujukan (kamus manual maupun elektronik, narasumber, dll); dan (b) kemampuan mengenali konteks suatu teks.35

Pada buku lain dituliskan bahwa setidaknya seorang penerjemah yanga baik memenuhi empat syarat dasar, yaitu:36

(1) Memiliki pengetahuan umum

(2) Memelihara pengetahuannya dengan banyak membaca dan menyerap informasi.

(3) Mempunyai kecerdasan, kemampuan untuk melakukan analogi, dan kemampuan dalam memahami taks dan wacana.

(4) Memiliki keterampilan retorika yang dapat dilatih dan dikembangkan dengan banyak membaca, mendengarkan, dan menulis.

Sedangkan dalam menerjemahkan ayat-ayat Alquran seorang penerjemah harus memperhatikan beberapa kaedah atau aturan yang pernah difatwakan oleh al-Azhar berkenaan dengan penerjemahan Alquran ke bahasa asing dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah itu.37

35

http://callhavid.wordpress.com/my-articles/05-persamaan-dan-perbedaan-penerjemahan-tulis-dan-lisan-, diakses pada tanggal 5 maret 2010

36

Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan( Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 2006), cet. 1, h. 115

37

Syihabuddin, penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek), h. 174-175

(38)

a. Ketika menafsirkan ayat Alquran sebisa mungkin hindari istilah-istilah ilmiah.

b. Tidak boleh menyuguhkan pandangan-pandangan ilmiah.

c. Apabila memerlukan penelitian ilmiah pada sebuah ayat sebaiknya dibentuk sebuah komisi yang bertugas melakukan itu kemudian menempatkannya sebagai catatan terhadap tafsiran yang telah diberikan.

d. Komisi hanya boleh tunduk kepada sesuatu yang dikemukakan oleh sebuah ayat dan tidak boleah terikat pada madzhab fiqih atau teologi tertentu.

e. Tidak boleh melakukan pemaksaan dalam mengaitkan ayat atau surat yang satu dengan yang lainnya.

f. Sebaiknya menuliskan sebab-sebab turunnya ayat yang sangat berguna untuk menambah pemahaman pembaca akan makna suatu ayat.

g. Pada permulaan surat disajikan hal-hal yang berhubungan dengan masalah surat mengenai penggolongan Makiyyah atau Madaniyah h. Sebuah tafsir atau terjemahan sebaiknya didahului dengan pengantar

yang mencakup pengertian Alquran, kandungan utama Alquran, dan metode yang digunakan.

(39)

B. WAWASAN SEMANTIK 1. Pengertian Semantik

Secara singkat dan popular dapatlah kita katakana bahwa “semantik adalah telaah mengenai makna”.38

Istilah semantik dapat dipakai dalam pengertian luas dan sempit. Berikut kita bahas satu persatu secara singkat. Dalam pengertian luas, semantik dapat terbagi dalam tiga pokok bahasan, yaitu:

a. Sintaksis menelaah hubungan-hubungan formal antara tanda-tanda satu sama lain.

b. Semantik menelaah hubungan-hubungan tanda-tanda dengan obyek-obyek yang merupakan wadah dari penerapan tanda-tanda tersebut.

c. Pragmatik menelaah hubungan-hubungan tanda-tanda dengan para penafsir.39

Dalam bahasa Arab, semantik dinamakan dengan ‘Ilmu al-Dalalah’ yang berarti ﻰ ﻌ ﻟا سرﺪﻳ يﺬﻟا ﻌﻟا (Ilmu yang mempelajari makna).40 Selain itu, semantik disebut juga dengan ﻰ ﻌ ﻟا ﻋ (ilmu makna).41 Artinya semantik adalah ilmu yang obyek kajiannya mengenai makna suatu bahasa. Bahasa adalah fenomena kemaknaan dalam komunikasi antar manusia dimanapun ia berada, kebermaknaan komunikasi inilah yang menjadi ciri khas bahasa sebagai suatu isyarat komunikasi.42

38

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, ( Bandung: ANGKASA, 1995), cet. 10, h. 2

39

Tarigan, Pengajaran Semantik, h. 2-3

40

Ahmad Mukhtar Umar, ‘Ilmu al-Dalalah (Kairo: Ilmu al-Kutub, 1998), h. 11

41

Mukhtar Umar, h. 2

42

J.D. Parera, Teori Semantik, (Jakarta: Erlangga), cet. 2. h. 41

(40)

Coseriu dan Geckeler mengatakan bahwa istilah semantik yang mulai popular tahunn 50-an mula-mula diperkenalkan oleh sarjana dari Perancis yang bernama M. Breal pada tahun 1883. Mereka mengatakn bahwa sekurang-kurangnya ada tiga istilah yang berhubungan dengan semantik, yakni (i) linguistic semantic; (ii) the semantic of logician; dan (iii) general semantic.43

Pada penjelasan lain dapat disimpulkan bahwa semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna. Dengan kata lain semantik berobjekkan makna.44

2. Jenis-jenis Semantik

Makna yang menjadi obyek semantik dapat dikaji dari banyak segi, terutama teori atau aliran yang berada dalam linguistik. Teori yang mendasari dan dalam lingkungan mana semantik dibahas membawa kita ke pengenalan tentang jenis-jenis semantik. Jenis-jenis semantik itu akan dibicarakan sebagai berikut:45

a. Semantik Behavioris

Pada jenis semantik ini dikatakan bahwa, formula umum yang berlaku bagi penganut behavioris, yakni adalah hubungan antara rangsangan dan reaksi. Menurut mereka makna beraa daalam rentangan stimulus dan respon, antara rangsangan dan jawaban. Makna ditentukan oleh situasi yang berarti ditentukan oleh lingkungan.46 Oleh karena itu, makna dapat dipahami apabila ada data yang diamati yang berada di

43

Mansour Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: PT. Rineka Cipta), h. 3

44

Pateda,Semantik Leksikal, h. 7

45

Pateda,Semantik Leksikal, h. 65

46

Pateda,Semantik Leksikal, h. 66

(41)

sekitar lingkungan pengalaman atau kegiatan manusia. Contoh: seorang ibu memberitahukan anaknya yang masih kecil akan seekor kucing dengan sebutan meong…meong..sambil menunjuk-nunjuk atau memanggil kucing itu, kejadian seperti itu terjadi berulang-ulang. Anak kecil tadi akan memahami bahwa seekor hewan(kucing) yang sering ia lihat selalu mengeluarkan bunyi meong-meong. Dari kebiasaan tersebut anak tadi akan mengetahui sebuah makna meong..meong.

b. Semantik Deskriptif

Semantik ini mengkaji makna yang sekarang berlaku dan hanya memperhatikan makna sekarang dalam bahasa yang diketahui secara umum, bukan karena bahasa tersebut berasal dari bahasa daerah atau dialek bahasa yang bersangkutan.

c. Semantik Generatif

Teori semantik generatif muncul tahun 1968. Teori ini tiba pada kesimpulan bahwa tata bahasa terdiri dari struktur dalam yang berisi tidak lain dari struktur semantik dan struktur luar yang merupakan perwujudan ujaran. Kedua strktur ini dihubungkan dengan suatu proses yangdisebut transformasi.47

d. Semantik Gramatikal

Semantik gramatikal adalah studi semantik yang khusus mengkaji makna yang terdapat dalam satuan kalimat.48

47

Pateda,Semantik Leksikal h.70

48

Pateda,Semantik Leksikal, h. 71

(42)

e. Semantik Historis

Semantik ini merupakan suatu kajian semantik yang mempelajari system makna dalam rangkaian waktu.

f. Semantik Leksikal

Pada semantik tidak ada kajian baru yang dilakukan tapi ia mengkaji lebih dalam mengenai system makna yang terdapat dalam kata. g. Semantik Logika

Semantik logika adalah cabang logika modern yang berkaitan dengan konsep-konsep dan notasi simbolik dalam analisis bahasa.49 Pada semantik ini pengkajian terhadap sistem makna dilihat dari segi logika. h. Semantik Struktural

Semantik jenis ini pertama kali dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure.

Penganut struktualisme berpendapat bahwa setiap bahasa dalah sebuah sistem, sebuah hubungan struktur yang unik yang terdiri dari satuan-satuan yang disebut struktur. Struktur itu terjelma dalam unsure berupa fonem, morfem, kata. Frasa, klausa, klaimat dan wacana yang membaginya menjadi kajian fonologi, morfololgi, sintaksis,dan wacana.50 C. MAKNA

1. Pengertian Makna

Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa sentiasa dianalisis dan

49

Pateda,Semantik Leksikal, h. 75

50

Pateda,Semantik Leksikal, h. 76

(43)

dikaji dengan menggunakan perbagai pendekatan untuk mengkajinya. Antara pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang makna.

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan.51 Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.52

Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi empat bagian.53

1. Maksud pembicara;

2. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia;

3. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan 4. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa.

51

Pateda,Semantik Leksikal, h.79

52

Abdul, Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), h. 286

53

Harimurti Kridalaksana, kamus linguistic(Jakarta: Gramedia, 1993, h. 132

(44)

2. Aspek-aspek Makna

Aspek-aspek makna dalam semantik menurut ada empat hal, yaitu:54

1. Pengertian (sense)

Pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara dengan lawan bicaranya atau antara penulis dengan pembaca mempunyai kesamaan bahasa yang digunakan atau disepakati bersama. Lyons mengatakan bahwa pengertian adalah sistem hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain di dalam kosakata.55

2. Nilai rasa (feeling)

Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan.dengan kata lain, nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah kata0kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan dorongan maupun penilaian. Jadi, setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.

3. Nada (tone)

Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara terhadap kawan bicara.56 Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara

54

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h.88

55

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h.92

56

Pateda, Semantik Leksikal, h. 94

(45)

dengan pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan.

4. Maksud (intention)

Aspek maksud menurut Shipley merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan.57 Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperatif, narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik.

3. Jenis-jenis makna

Aspek-aspek makna tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap jenis-jenis makna yang ada dalam semantik. Di bawah ini akan dijelaskan seperti apa keterkaitan aspek-aspek makna dalam semantik dengan jenis-jenis makna dalam semantik.

a. Makna Emotif

Makna emotif menurut Sipley adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai atau terhadap sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan.58 Dicontohkan dengan kata kerbau dalam kalimat Engkau kerbau., kata itu tentunya menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar. Dengan kata lain,kata kerbau tadi mengandung makna emosi. Kata kerbau dikaitkan dengan sikap atau poerilaku malas, lamban, dan disamakan sebagai penghinaan. Dimana pendengarnya tentunya akan merasa tersimggung atau merasa tidak nyaman. Bagi orang yang mendengarkan hal tersebut sebagai sesuatu yang ditujukan

57

Pateda, Semantik Leksikal, h. 95

58

Pateda, Semantik Leksikal, hal. 101

(46)

kepadanya tentunya akan menimbulkan rasa ingin melawan. Dengan demikian, makna emotif adalah makna dalam suatu kata atau kalimat yang dapat menimbulkan pendengarnya emosi dan hal ini jelas berhubungan dengan perasaan. Makna emotif dalam bahasa indonesia cenderung mengacu kepada hal-hal atau makna yang positif dan biasa muncul sebagai akibat dari perubahan tata nilai masyarakat terdapat suatu perubahan nilai. b. Makna Konotatif

Makna konotatif berbeda dengan makna emotif karena makna konotatif cenderung bersifat negatif, sedangkan makna emotif adalah makna yang bersifat positif.59 Makna konotatif muncul sebagai akibat adanya asosiasi perasaan kita terhadap apa yang diucapkan atau didengar. Misalnya, pada kalimat Anita menjadi bunga desa. Kata nunga dalam kalimat tersebut bukan berarti sebagai bunga di taman melainkan menjadi idola di desanya sebagai akibat kondisi fisiknya atau kecantikannya. Kata bunga yang ditambahkan dengan salah satu unsur psikologis fisik atau sosial yang dapat dihubungkan dengan kedudukan yang khusus dalam masyarakat, dapat menumbuhkan makna negatif.

c. Makna Kognitif

Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis

59

Fatimah Djajasudarma, Semantik I (Pengantar Ke Arah Ilmu Makna), (Bandung: PT. Rafika Aditama, 1999), h. 9

(47)

komponenya.60 Kata pohon bermakna tumbuhan yang memiliki batang dan daun denga bentuk yang tinggi besar dan kokoh. Inilah yang dimaksud dengan makna kognitif karena lebih banyak dengan maksud pikiran. d. Makna Referensial

Referen menurut Palmer adalah hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-kalimat dan dunia pengalaman nonlinguistik. Referen atau acuan dapat diartikan berupa benda, peristiwa, proses atau kenyataan.61 Referen merupakan sesuatu yang ditunjuk oleh suatu lambang. Makna referensial mengisyaratkan tentang makna yamg langsung menunjuk pada sesuatu, baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses.

Disini perlu dicatat ada kata-kata yang refrennya tidak tetap. Dapat berpindah dari satu rujukan ke rujukaan lain.62 Contoh kata ganti aku dan kamu, kedua kata ini memiliki rujukan yang berpindah-pindah.

4. Pergeseran dan Perubahan Makna

Makna berkembang melalui perubahan, perluasan, penyempitan, atau pergeseran. Pergeseran makna terjadi pada kata-kata (frase)bahasa Indonesia yang disebut eufisme (melemahkan makna). Caranya dapat dengan mengganti simbolnya (kata,frase) dengan yang baru dan maknanya bergeser, biasany aterjadi bagi kata-kata yang dianngap memiliki makna

60

Pateda, Semantik Leksikal, h. 109

61

Pateda, Semantik Leksikal, h. 125

62

Abdul, chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 63

(48)

yang menyinggung perasaan orang yang mengalaminya.63 Contoh kata dipecat bergeser menjadi dipensiunkan dan kata orang sudah tua bergeser menjadi orang lanjut usia.

Secara sinkronis makna sebuah kata tidak akan berubah, maka secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Sebuah kata yang dulu bermakna ‘A’, maka sekarang bisa bermakna ‘B’ dan kelak mungkin bermakna ‘C’ atau bermakna ‘D’. Ini gejala bahasa yang lumrah terjadi dimana-mana, karena bahasa bersifat dinamis. Meski demikian, perubahan makna tidak terjadi pada semua kata, melainkan hanya beberapa kata saja.

Jenis-jenis perubahan makna meliputi: 1. Perluasan makna

2. Penyempitan makna 3. Perubahan makna total

4. Penghalusan (Eufemia/ Eufemisme) 5. Pengasaran (Disfemia/ Disfemisme).64

Dari jenis-jenis perubahan makna tersebut di atas, dapat diketahui bahwa perubahan yang terjadi meliputi perubahan.:65

1. Ruang lingkup atau fungsi (perluasan makna, penyempitan makna, perubahan makna total)

2. Nilai rasa (eufemia dan disfemia)

63

Fatimah Djajasudarma, Semantik 2 (Pemahaman Ilmu makna), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), h. 78

64

http://www.studycycle.net/2009/12/perubahan-makna-pergeseran-makna.html, diakses pada tanggal 5 Maret 2010

65

Abdul, Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h.141

(49)

D. MAKNA KONOTATIF

1. Pengertian Makna Konotatif

Dalam kehidupan berbahasa sehari-hari tentunya kita menngunakan berbagai macam jenis makna untuk menunjang komunikasi kita dengan orang lain. Diantaranya adalah penggunaaan makna konotatif. dalam kamus besar bahasa Indonesia dituliskan, konotasi adalah tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata. Sedangkan konotatif adalah mempunyai makna tautan.66

Dalam buku lain dikatakan, konotasi adalah segala sesuatu yang kita pikirkan apabila kita melihat kata tersebut, yang mungkin dan juga mungkin tidak sesuai dengan makna sebenarnya.67 Contoh kata kurus dan langsing berdasarkan arti pusat kedua kata tersebut mengandung pengertian kepada seseorang yang memiliki berat badan yang kurang, tetapi jika dilihat dalam hubungannya dengan manusia kedua konotasi tersebut jelas berbeda. Menjadi langsing merupakan dambaan setiap orang sedangkan menjadi kurus adalah hal yang dihindari semua orang karena kata kurus mengandung konotasi negatif yaitu kurang gizi.

2. Ragam Konotasi

Setelah membahas pengertian makna konotatif. Sekarang kita akan membicarakan ragam konotasi yang terdapat dalam bahasa Indonesi. Terdapat dua ragam konotasi yang sering kita pergunakan dalam komunikasi

66

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: BALAI PUSTAKA, 1988), cet. 1, h. 456

67

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik , h. 58

(50)

hari, yaitu konotasi yang bersifat individual dan konotasi yang bersifat kolektif.

Adapun konotasi individual adalah nilai rasa yang hanya menonjolkan diri bagi orang perseorangan. Sedangkan konotasi kolektif adalah nilai raa yang berlaku untuk para anggota sesuatu golongan atau masyarakat.68 Pada konotasi individual kita memerlukan penelitian terhadap setiap individu baik dari segi lahir maupun batin, sejarah, perkembangannya, serta aspek-aspek lainnya.

Selanjutnya konotasi kolektif secara garis besarnya dapat dibagi atas: a. Konotasi baik, yang meliputi:

(1) Konotasi tingi

Sudah merupakan hal yang biasa terjadi bahwa kata-kata sastra dan kata-kata klasik lebih indah dan anggun terdengar oleh telinga umum; oleh karena itu tidak perlu heran bahwa kata-kata seperti tersebut mendapat konotasi atau nilai rasa tinngi.69 Contoh kata yang mengandung nilai rasa tinggi, yaitu,

garasi ‘kandang mobil (2) Konotasi ramah

Terkadang dalam kegiatan komunikasi sehari-sehari kita sering menggunakan bahasa campuran dari bahasa lain untuk memberikan kesan lebih ramah dari pada menggunakan bahasa Indonesia. Contoh: sampeyan ‘kamu’

68

Tarigan,Pengajaran Semantik, h. 59

69

Tarigan,Pengajaran semantik, h. 61

(51)

b. Konotasi tidak baik, yang meliputi: (1) Konotasi kasar

Adakalanya kata-kata yang dipakai oleh rakyat jelata terdengar kasar dan mendapat nilai rasa kasar.70

Contoh: mampus ‘mati’ (2) Konotasi keras

Biasanya untuk membesar-besarkan suatu keadaan kita bisa menngunakan makna konotasi keras. Contoh: lembah kemelaratan (3) Konotasi berbahaya

Penggunaan konotasi berbahaya biasanya berhubungan dengan kepercayaan masyarakat terhadap magis, karena itu dalam menggunakannya kita harus bersikap hati-hati karena mungkin dapat mendatangkan mara bahaya.

Contoh: ular disebut tali;ikat pinggang raja Sulaiman (4) Konotasi tidak pantas

Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita mendengar beberapa kata yang tidak pantas diucapkan atu tidak sesuai dengan tempatnya, sehingga ketika menggunakan kata-kata tersebut masyarakat akan menganggapnya ”kurang sopan”. Contoh: beranak ‘bersalin’

70

Tarigan ,Pengajaran semantik, h. 70

(52)

(5) Konotasi tidak enak

Ada sejumlah kata yang karena biasa dipakai dalam hubungan yang tidak atau kurang baik, maka tidak enak didengar oleh telinga dan mendapat nilai rasa tidak enak. Kata-kata semacam itu disebut dengan istilah Latin “in malem partem”.71 Contoh: orang udik ‘orang desa’

c. Konotasi netral atau biasa, yang meliputi: (1) Konotasi hipokoristik

Dalam bahasa inggris biasa disebut pet-name or hyphocristic connotation dan terutama sekali dipakai dalam dunia kanak-kanak, yaitu sebutan nama kanak-kanak yang dipendekkan lalu diulang.72 Contoh: Dede

(2) Konotasi bentuk nonsense

Jenis konotasi sering terjadi pada kata-kata ingris yang dikenal dengan istilah connotation of nonsense-form. Contoh: tri-li-li (3) Konotasi bentukan sekolah

Sebuah nilai rasayang memiliki hubungan erat dengan hal-hal di sekolah. Contoh: nilai anak itu baik benar ‘nilai anak itu seratus’ (4) Konotasi kanak-kanak

Nilai rasa kanak-kanak ini biasa terdapt dalam dunia kanak-kanak, tetapi adalah sebuah kenyataan bahwa orang tua sering pula turut menggunakannya.73 Contoh: Bobo ‘tidur’

71

Tarigan,Pengajaran semantik, h. 68

72

Tarigan,Pengajaran semantik, h. 78

73

Tarigan,Pengajaran semantik, h. 78

(53)

3. Turun dan Naiknya Konotasi

Turun naiknya makna konotasi bergantung pada masyarakat yang menggunakannya. Adakalanya ada sebuah kata yang pada mulanya mengandung konotasi jelek berubah menjadi konotasi yang baik begitupun sebaliknya, yang mengakibatkan sebagian kata turun dan sebagian lagi naik pula konotasinya.Dalam dunia ilmiah nilai makna kotasi dapat ditekan atau dikurangi seminim mungkin. Pada hakikatnya istilah-istilah yang digunakan oleh dunia ilmiah maknanya sudah jelas, akan tetapi jika istilah-istilah tersebut digunakan di luar bidangnya, maka tentu akan menimbulkan nilai rasa yang nyata.

Makna dan konotasi tidak ditentukan oleh etimologi. Biarpun sesuatu kata berasal dari suatu etimologi yang jelek artinya, asal diterima oleh masyarakat dengan makna yang baik, maka kata tersebut akan mempunyai konotasi yang baik. Kebiasaan pemakai bahasa itulah yang menentukan makna dan nilai rasa sesuatu kata.74

Mengenai konotasi yang turun dapat kita lihat pada masa penjajahan dahulu kala, dimana kata raja, bangsawan, dan nyai memiliki konotasi yang tinggi. Tetapi pada zaman sekarang makna kata tersebut telah mengalami penurunan nilai rasa atau konotasinya.

Sebaliknya ada beberap kata yang dulu mengandung nilai rasa rendah atau turun, namun padaera sekarang kata itu mengalami kenaikan konotasi seperti kata gotong-royong, musyawarah dan rakyat.

74

Tarigan,Pengajaran semantik, h. 80

(54)

4. Fungsi makna konotatif

Pada pemaparan sebelumnya telah dikatakan bahwa makna konotasi adalah makna yang memiliki tautan antara ujaran dan situasi. Dapat pula dikatakan bahwa makna konotatif adalah ko-makna yang ditentukan oleh stilis fungsional dan nuansa ekspresif pengungkapan bahasa.75 Jadi makna konotatif timbul akibat dari situasi atau psikis sang penutur.

Dari segi makna, konotatif memilki berbagai macam fungsi karena sebuah makna-terutama makna konotatif- cenderung masih membutuhkan suatu argumentasi yang memang disesuaikan dengan situasi atau kondisi si penutur atau penulis.

Berikut beberapa fungsi makna konotatif, yaitu:76

1. Sebagai efek pembantu ingatan terhadap suatu perangsang. 2. Sebagai tempat untuk menafsirkan sesuatu.

3. Untuk mengetahui esensi dari sesuatu yang bersifat samar atau terkandung.

4. Sebagai konsekuensi-konsekuensi praktis suatu hal atau benda dalam pengalaman.

5. Penghubung yang bersifat aktual dan berhubungan dengan tanda tertentu.

75

Salihen Moentaha, Bahasa dan Terjemah, h.163

76

Aulia Azhar muttaqien, “Makna Konotatif dalam Surah al-BAqarah: Studi Analisis Alquran Terjemahan al-Jumanatul ‘aliy,” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006), h. 34

(55)

41

6. Mengetahui tautan pikiran atau hal-hal lain yang dapat menimbulkan nilai rasa.

(56)

BAB III

BIOGRAFI HASBI ASH-SHIDDEQY

A. Riwayat Hidup Hasbi Ash-Shiddieqy 1. Kelahiran, pendidikan, dan wafat

Hasbi Ash-Shiddieqy dilahirkan di Lhokseumawe, 10 Mac 1904.

Nama sebenarnya ialah Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Ayahnya,

Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husein ibn Muhammad Su'ud,

adalah seorang ulama ter

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat motivasi belajar antara mahasiswa yang berasal dari dalam dan luar daerah Jombang

Nilai konsumsi BO yang relatif sama diduga karena perlakuan pengeringan terhadap isi rumen menyebabkan jumlah populasi mikroba relatif sama sehingga penambahan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui unsur paksaan dan unsur ancaman dalam Pasal 71 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam dan

Karena telah diketahui metode regresi linier adalah metode dengan nilai error yang terkecil maka untuk melakukan peramalan data pelanggan 10 tahun yang akan datang kita

Bu makamda feyzin mevridi (vard ı ğ ı yer) âlem-i emrin beş latifesiyle birlikte nefs latifesidir. Mezkur şartlar ı na uyarak bu makamda dil ile tehlil zikri; uruc, bat ı

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka permasalahan yang akan diteliti dalam tesis ini akan meliputi 2 (dua) hal yakni tentang syarat-syarat apa yang harus dipenuhi

untuk penerimaan kargo yang akan dikirm, harus melihat kondisi hewan yang akan dikirim serta kelengkapan dokumen yang diperlukan seperti yang tertera di IATA Live

Dalam hal strategi ini, ada beberapa strategi yang dilakukan oleh beatles Indonesia, seperti strategi publikasi yang dilakukan oleh organisasi ini, strategi