• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan metode amtsilati dalam pembentukan karakter Islami siswa di P.P Darul Falah Bangsri Jepara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan metode amtsilati dalam pembentukan karakter Islami siswa di P.P Darul Falah Bangsri Jepara"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

DARUL FALAH BANGSRI JEPARA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

Aminudur Yusuf Putra

NIM: 1110011000043

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

Aminudur Yusuf Putra

NIM: 1110011000043

Pembimbing

Dr. Khalimi M.Ag

NIP: 19650515 199403 1 006

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Putra, NIM. 1110011000043, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 5 Juli, 2014

Yang mengesahkan, Pembimbing

(4)

Putra, NIM. 1110011000043, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 29 September 2014 Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Pgs. Ketua Jurusan PAI) Tanggal Tanda Tangan Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA

NIP:19681023 199303 1 002 ________ _______ Sekretaris (Sekretaris Jurusan PAI)

Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA

NIP: 19720313 200801 2 010 ________ _______

Penguji I

Siti Khadijah, MA

NIP: 19700727 199703 2 004 ________ _______ Penguji II

Djunaidatul Munawaroh

NIP: ________ _______

Mengetahui: Dekan,

(5)

Nama : Aminudur Yusuf Putra NIM : 1110011000043

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Angkatan : 2010

Alamat : Jl. KH. Sukhaimi, RT 04/03, Dk. Kr. Tengah, Ds. Benda, Kec. Sirampog, Kab. Brebes, Jateng.

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Penerapan Metode Amtsilati Dalam Pembentukan Karakter Islami Siswa di P.P Darul Falah Bangsri Jepara adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing : Dr. Khalimi M.Ag NIP : 19650515 199403 1 006 Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 5 Juli 2014 Yang Menyatakan

(6)

i

mengingat bahwa kemerosotan moral/akhlak yang melanda negeri kita ini, bahkan di berbagai belahan dunia yang lain, perilaku manusia sudah tampak seperti tidak mempunyai agama. Agama yang menjadi landasan agar kita berbeda dengan mahluk-mahluk lain ciptaan Allah SWT, kini hanya sebuah hiasan pada kartu tanda penduduk semata, bahkan ajaran-ajarannya mulai ditinggalkan. Lembaga pendidikan yang menjadi sandaran untuk dapat meningkatkan moral dan intelektual kini semakin jauh dari tujuan semula, mulai dari sistem, metode, dan faktor-faktor yang menunjangnya kini banyak yang kurang relevan dan terjangkau bagi masyarakat. Dari pernyataan tersebut maka rumusan masalah yang penulis ambil ialah bagaimana penerapan metode Amtsilati pondok pesantren Darul Falah Bangsri Jepara, dalam pembentukan karakter Islami siswa. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan metode Amtsilati dalam pembelajaran kitab kuning/gramatikal bahasa Arab, dan mengetahui nilai-nilai karakter dari penerapan metode Amtsilati. Adapun lebih dari itu, penulis berharap metode ini menjadi alternatif metode pembelajaran karakter Islami berbasis pesantren yang bisa diterima dan diterapkan di masyarakat kita secara luas.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis metode deskriptif analisis, adapun teknik pengumpulan datanya selain menggunakan teknik observasi dan wawancara, digunakan juga dengan cara kuesioner, dengan begitu hasil penelitian terlihat jelas dan valid. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini ialah metode Amtsilati ini baik dalam pembentukan karakter Islami siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian penulis, hasil penelitian menunjukan proses dari metode Amtsilati yang dilakukan secara aktif, komunikatif, serta terjadinya interaksi secara langsung antara guru/ustadz dengan siswa/santri dapat menimbulkan karakter siswa/santri menjadi terbentuk, terlebih lagi adanya beberapa faktor yang dominan untuk pembentukan karakter Islami siswa/santri, seperti faktor pembelajaran dan lingkungan.Dari data penelitian dengan menggunakan angket pun menunjukan bahwa metode Amtsilati cukup baik dalam pembentukan karakter Islami.

Kata kunci: Metode Amtsilati, Karakter Islami, Pendidikan.

(7)

ii

Character Education now is hugely being issued by many people, in accordance with the degradation of morality/akhlak which spread out in our nation, even in many

parts of the world, human’ behavior seem not having religion anymore. Religion

which becomes the principle differentiating among human and any other Allah’s creatures, now just a symbol in identity card only, even the religious teaching is abandoned by the people. Education institution which becomes the base in order to increase morality and intellectualism now seem getting far from its origin purpose, beginning from the system, method, and any other factors which back it up nowdays, also there are so many irrelevant and unreachable factors for the society. From the statement above, the formulation of problem taken by the writer is how is the application of Amtsilati method in Darul Falah Bangsri Jepara Islamic Boarding

School in building students’ Islamic character. Therefore, this research aims to describe the application of Amtsilati method in teaching classical religious book/Arabian grammar, and to know the character values from the application of Amtsilati method. Furthermore, the writer hopes this method will be alternative method in teaching Islamic character- pesantren based accepted and applied by our society widely.

This research uses kind of analysis descriptive method in qualitative approach, the technique of data collecting used is observation and interview, also questionnaire, so that the research becomes clear and valid. The conclusion taken from this research is this Amtsilati method is good in building students’ Islamic character. It can be seen form the result of the research, the research result shows the process of Amtsilati method conducted actively, communicatively, also directly interaction between teacher/ustadz and students/santri , causes the building of students’ character.

Furthermore, there are some factors dominantly building students’ Islamic character,

such as teaching and environment. Questionnaire data also shows that Amtsilati method good enough in building Islamic character.

Keywords: Amtsilati method, Islamic Character, Education.

(8)

iii

Tuhan Yang Maha Kuasa terhadap segala sesuatu yang diciptakan-Nya. Segala nikmat dan karunia-Nya yang selalu mengalir merupakan suatu anugrah yang terindah dalam kehidupan ini. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran atas segala urusan kita di dunia ini, termasuk dalam penulisan skripsi ini yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014.

(9)

iv

Allah SWT, jiwa ini diberi kekuatan untuk melawan semuanya itu, sehingga tulisan yang sederhana ini dapat diselesaikan. Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terhindarkan dari motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada:

1. Ibu Dra. Hj. Nurlena Rifa‟I, MA. Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Kepala Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Ibu Hj. Marhamah Saleh, LC. MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Bapak Dr. Khalimi M.Ag selaku pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, mengarahkan, dan memberikan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan memberikan saran kepada penulis. 6. Seluruh Dosen dan Staff jurusan Pendidikan Agama Islam.

7. K.H Taufiqul Hakim selaku pengasuh Pondok Pesantren Darul Falah “AMTSILATI” Bangsri Jepara, yang telah memberikan izin kepada penulis, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian ini.

8. Ustadz Malik, ustadz Rifa‟I, ustadz Ma‟mun, ustadz Fakhrurozi, dan santri P.P Darul Falah “AMTSILATI” Bangsri Jepara, yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini.

9. K.H Bahrudin, S.Ag selaku guru/pengasuh Pondok Pesantren Daar El-Hikam Ciputat Tangerang Selatan, yang telah banyak memberikan ilmunya, menunjukan jalan kebenaran, menginspirasi, dan memberikan nasihat-nasihat, sehingga penulis dapat menjadi yang sekarang ini.

(10)

v

12.Keluarga besar H. Choir dan H. Zuhdi bin H. Abdul Jamil yang selalu memberi dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.

13.Saudara-saudariku tersayang Liza Nabila, H. Dhorip Zachrowi, Mba Nok, Mba Tuti, Mba Lutfiah, Mba Amanah, Mba I‟is, H. Hasan, H. Dede, yang selalu memberikan do‟a dan motivasi kepada penulis.

14.Sahabat-sahabatku Moch Fahris, Nendi Mulyana, Rian Phadila, Soni Haryanto, Prasetyo Arif, Yongki Trian Prasaja, Suhendra, M. Khudri, Harid Isnaeni, Saiful Amri, dan yang lainnya, yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu-persatu tapi, tidak mengurangi rasa hormat penulis, yang senantiasa mendoakan dan meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam melakukan penelitian.

15.Keluarga besar Pondok Pesantren Daar El-Hikam Ciputat Tangerang Selatan, yang selama ini memberikan bimbingan, do‟a, dan motivasi kepada penulis.

16.Para jama‟ah Mihrobul Muhibbin Thariqat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Ciputat, Tangerang Selatan, yang senantiasa selalu memberikan inspirasi bagi penulis dalam berbagai hal.

17.Keluarga besar Jurusan Pendidikan Agama Islam kelas B angkatan 2010 yang selama ini bersama-sama menyelesaikan studi S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

18.Keluarga besar Kelas Pemikiran Jurusan Pendidikan Agama Islam yang selama ini bersama-sama menyelesaikan studi S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(11)

vi

(12)

vii HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Model Pembelajaran Metode Amtsilati ... 9

1. Pengertian Metode Amtsilati ... 9

2. Sejarah Metode Amtsilati ... 10

3. Teknik Pembelajaran Metode Amtsilati dan Pasca Amtsilati ... 13

4. Kelebihan Metode Amtsilati ... 17

B. Karakter Islam ... 17

1. Pengertian Karakter Islam ... 17

(13)

viii

C. Nilai-Nilai Karakter Yang Terkandung Dalam Metode Amtsilati

... 32

D. Tinjauan Pustaka ... 35

E. Kerangka Berfikir ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian ... 38

B. Metodologi Penelitian ... 38

C. Populasi dan Sampel ... 40

D. Sumber Data ... 41

E. Prosedur Pengumpulan Data ... 41

F. Instrumen Penelitian ... 44

G. Analisis Data ... 45

H. Teknik Penulisan ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Umum Pondok Pesantren Darul Falah “AMTSILATI” .. 51

B. Deskripsi Kitab Amtsilati ... 60

C. Penerapan Metode Amtsilati dalam pembentukan Karakter Islami ... 62

D. Nilai-nilai Karakter Dalam Penerapan Metode Amtsilati ... 65

E. Karakter siswa/santri Pondok Pesantren Darul Falah ... 67

F. Deskripsi dan Analisis Data Terhadap Angket Pembentukan Karakter ... 67

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(14)

ix

Tabel 3.2 Ketentuan skor pembentukan karakter melalui metode Amtsilati ___49 Tabel 4.1 Tabel Deskripsi Data Terhadap Angket Pembentukan Karakter ___69 Tabel 4.2 Nilai Rata-Rata Skor Penilaian Berdasarkan Indikator ___71

Tabel lamp.1 Mengenai kejujuran pada saat ujian ____89

Tabel lamp.2 Mengenai perkataan santri/siswa pada saat transaksi membeli barang ____89

Tabel lamp.3 Mengenai pernyataan santri/siswa pada saat meminjam barang ____90

Tabel lamp.4 Mengenai tindakan kejujuran santri/siswa dalam memberi bantuan kepada orang lain ____91

Tabel lamp.5 Mengenai alasan santri/siswa pada saat meminta izin keluar pondok pesantren ____91

Tabel lamp.6 Kerja keras mengenai kerajinan mengulangi hafalan yang telah di hafalkan dan dipelajari ____92

Tabel lamp.7 Kerja keras mengenai kerajinan mengulangi hafalan kitab Qaidah Amtsilati yang sudah dipelajari ____93

Tabel lamp.8 Kerja keras dalam mempelajari dan mempraktekan kitab Amtsilati ____94

Tabel lamp.9 Kerja keras dalam menghemat uang bulanan ____95 Tabel lamp.10 Kerja keras dalam membantu orang tua ____95

Tabel lamp.11 Kedisiplinan dalam tata tertib pondok pesantren ____96 Tabel lamp.12 Kedisiplinan dalam kegiatan belajar Amtsilati ____97 Tabel lamp.13 Kedisiplinan dalam ibadah shalat berjamaah ____97 Tabel lamp.14 Kedisiplinan dalam ibadah mengaji/sekolah ____98

Tabel lamp.15 Kedisiplinan dalam ibadah puasa sunah (senin dan kamis) ____98 Tabel lamp.16 Kerjasama dalam mempelajari kembali Amtsilati ____99

(15)

x

Tabel lamp.20 Kerjasama dalam mengerjakan tugas sekolah ____101 Tabel lamp.21 Kepatuhan dalam mendengarkan pengajian ____102 Tabel lamp.22 Kepatuhan terhadap perintah Kyai (Romo Yai) ____103 Tabel lamp.23 Ketaatan/kepatuhan terhadap perintah orang tua ____104 Tabel lamp.24 Ketaatan dalam beribadah berupa shadaqoh ____104

Tabel lamp.25 Ketaatan/kepatuhan dalam mengikuti pengajian Al-Qur‟an ____105

Tabel lamp.26 Kesabaran/Ketabahan dalam menghadapi musibah ____106 Tabel lamp.27 Sabar dalam menjalani aktivitas pesantren ____106

Tabel lamp.28 Sabar di dalam pondok pesantren ____107

Tabel lamp.29 Sabar dalam menghafalkan baith-baith khulasoh yang merupakan salah satu bagian dari kitab Amtsilati ____108

Tabel lamp.30 Sabar/tabah dalam menunggu uang bulanan ____108

(16)

xi

(17)

xii

Data hasil wawancara ... 81

Data angket pembentukan karakter ... 89

Gambar kegiatan-kegiatan santri Amtsilati ... 110

Jadwal Kegiatan Harian Ponpes Darul Falah ... 114

Angket Penelitian Skripsi ... 116

Brosur Pesantren

Surat Bimbingan Skripsi

Surat Permohonan Izin Penelitian

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lembar Uji Referensi

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga pendidikan hingga kini masih dipercaya sebagai media yang sangat ampuh dalam membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan secara terus menerus dibangun dan dikembangkan agar dari proses pelaksanaannya menghasilkan generasi yang diharapkan. Demikian pula dengan pendidikan di negeri tercinta ini. Bangsa Indonesia tidak ingin menjadi bangsa yang bodoh dan terbelakang, terutama dalam menghadapi zaman yang terus berkembang di era kecanggihan teknologi dan komunikasi. Maka, perbaikan sumber daya manusia yang cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak mulia terus diupayakan melalui proses pendidikan.

Dalam rangka menghasilkan peserta didik yang unggul dan diharapkan, proses pendidikan juga senantiasa dievaluasi dan diperbaiki. Salah satu upaya perbaikan kualitas pendidikan adalah munculnya gagasan mengenai pentingnya pendidikan karakter dalam dunia pendidikan di Indonesia.1 Dalam mencapai gagasan tersebut-pun dunia pendidikan Indonesia berusaha untuk meraih tujuan pendidikan dengan berbagai cara, diantaranya membenahi kurikulum yang ada, komponen-komponennya, peningkatan kualitas pendidik, sarana dan prasaranya pendidikan serta yang lainnya. Salah satu dari objek pembenahannya ialah

(19)

penerapan pendidikan karakter. Sebagaimana yang tersirat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional yang pada pasal 3

menegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”2

Sementara itu jika kita melacak gagasan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan, beliau berpendapat bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Komponen-komponen budi pekerti, pikiran dan, tubuh anak itu tidak boleh dipisah-pisahkan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak. Hal ini dapat dimaknai bahwa menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dalam pendidikan. Jika kita cermati konsep pendidikan system among Ki Hajar Dewantara yang selengkapnya meliputi, ing ngarsa sung tuladha(jika di depan memberikan teladan), ing madya mangun karsa (jika di tengah-tangah atau sedang bersama-sama menyumbangkan gagasan, maknanya disamping guru memberikan idenya, para siswa juga didorong untuk mengembangkan karsa atau gagasannya), dan tut wuri handayani(jika berada di belakang menjaga agar tujuan pendidikan tercapai dan peserta didik diberi motivasi serta diberi dukungan psikologis untuk mencapai tujuan pendidikan) sebenarnya sarat akan nilai-nilai karakter. Secara ringkas dapat dinyatakan sebagai berikut,

Ing ngarsa sung tuladha, mengandung nilai keteladanan pembimbingan dan pemanduan.

Ing madya mangun karsa, mengandung nilai kreativitas dan pengembangan gagasan, serta dinamisasi pendidikan.

Tut wuri handayani, mengandung nilai memantau, melindungi, merawat, menjaga, memberikan penilaian, dan saran-saran perbaikan, sambil

(20)

memberikan kebebasan untuk bernalar dan mengembangkan karakter peserta didik.3

Mengingat bahwa generasi sekarang ini kurang mengedepankan norma dan etika, sehingga norma-norma para siswa telah berubah menjadi ketidak jujuran, kekerasan, mudah marah dan tersinggung. Mejadi peringatan bagi kita karena persentase siswa yang telah kehilangan nilai-nilai fundamental seperti rasa hormat, kejujuran, berbuat baik, dan pelanggaran hukum semakin meningkat. Dharma Kesuma mengutip pada sumber-sumber akurat, dalam bukunya menyatakan bahwa.

1. Kondisi moral/akhlak generasi muda yang rusak/hancur, ditandai dengan maraknya seks bebas di kalangan remaja(generasi muda), peredaran narkoba di kalangan remaja, tawuran pelajar, dan sebagainya. Data hasil survey mengenai seks bebas di kalangan remaja menunjukan 63% remaja Indonesia melakukan seks bebas. Menurut Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN, M Masri Muadz, data itu merupakan hasil survai oleh lembaga survai yang mengambil sampel di 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2008.

2. Sedangkan remaja korban narkoba di Indonesia ada 1,1 juta orang atau 3,9% dari total jumlah korban.

3. Gangguan Sosial DKI Jakarta, pelajar SD, SMP, dan SMA, yang terlibat tawuran mencapai 0,08% atau sekitar 1.318 siswa dari total 1.647.835 siswa di Jakarta. Bahkan, 26 siswa diantaranya meninggal dunia.4

Sedangkan menurut Akhmad Muhaimin Azzet yang mengutip pernyataan Luh Putu Ikha Widani menyatakan bahwa, angka kehamilan yang tidak diinginkan(KTD) pada remaja menunjukan kecenderungan meningkat, yakni berkisar 150.000 hingga 200.000 kasus tiap tahunnya. Hal ini diperkuat dengan survai yang pernah dilakuan di Sembilan kota besar di Indonesia menunjukan bahwa kehamilan yang tidak diinginkan mencapai 37.000 kasus, 27% diantaranya terjadi dalam lingkungan pranikah dan 12,5% adalah pelajar.5

Selanjutnya Kagan mengutip sejumlah angka statistik terkait kenakalan remaja sebagai berikut:

1. Lebih dari 1 di antara 3 siswa melaporkan bahwa mereka tidak aman di sekolah

3 Ibid., h. 33.

4 Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktis di Sekolah,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.3.

(21)

2. 83% siswa perempuan dan 60% siswa lelaki telah mengalami pelecehan seksual di sekolah berupa disentuh, dicubit, dan digerayangi

3. 180.000 siswa membolos setiap hari karena takut pada kekerasan dan pemalakan(bullies)

4. 54% siswa sekolah menengah pertama dan 70% siswa sekolah menengah atas mengaku telah berbuat curang pada saat ujian tahun sebelumnya 5. 47% siswa menengah atas mengaku mereka mengutil/mencuri di toko

swalayan selama 2 bulan terakhir

6. Jika pada tahun 1950, di antara remaja berusia 14-17 tahun kurang dari 0,5% yang ditahan polisi, pada tahun 1990 telah meningkat menjadi lebih dari 13%

Pentingnya pendidikan karakter diperkuat oleh Nucci dan Narvaez yang mengungkap bahwa 80% Negara bagian telah memiliki mandat untuk mengimplementasikan pendidikan karakter. Negara-negara bagian tersebut cenderung merefleksikan harapan khalayak masyarakat agar sekolah menjadi suatu tempat di mana anak-anak memperoleh dukungan bagi pembentukan nilai-nilai seperti kejujuran(97%), hormat terhadap orang lain(94%), demokrasi(93%), dan menghormati orang-orang yang berbeda ras dan latar belakang(93%). Hal ini termaktub dalam Agenda Publik. Pada Public Agenda ditambahkan satu ekspektasi lagi: khalayak mendukung sekolah dalam mempromosikan nilai-nilai seperti kejujuran dan toleransi(78%).

Sementara itu di perguruan tinggi, dalam publikasi yang mengkhususkan diri pada masalah kecurangan ujian yang tersedia secara online, Profesor Mc Cabe menyampaikan hasil riset mengapa kecurangan ujian di perguruan tinggi di Amerika Serikat marak berlangsung, antara lain karena;

1. Secara kelembagaan(institusional), norma kampus lemah, tidak ada kode etik kehormatan, hukuman yang dijatuhkan amat ringan, dukungan para dosen terhadap kebijakan integritas akademik rendah, hanya sedikit kemungkinan pelaku tertangkap basah, kejadiannya besar, tetapi institusi yang menangani kurang.

(22)

remaja, para siswa/mahasiswa banyak yang terlibat dalam pemufakatan berbuat curang.6

Data tersebut menunjukan betapa penting dan mendesaknya pelaksanaan pendidikan karakter yang efektif, yang termasuk dalam pendidikan kecakapan

hidup. Schwatrz dalam suatu pertanyaan retorik menyampaikan: “mengapa pendidikan karakter diperlukan?” menjawabnya dengan penjelasan bahwa pendidikan karakter terbukti membantu menciptakan perasaan sebagai anggota komunitas di sekolah.

Dalam masyarakat abad XXI yang semakin menyadari pentingnya menyiapkan generasi muda yang luwes, kreatif, dan proaktif. Khususnya di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, yang dimana persepsi Islam ialah beriman, berakhlak, dan sangat menjunjung tinggi sopan santun/moralitas, tapi karena terjadinya banyak faktor yang menyebabkan nilai-nilai tersebut semakin menghilang. Dalam hal ini seharusnya bidang pendidikan mempunyai andil yang cukup besar dalam menangani kemerosotan nilai-nilai ini, tapi kenyataannya karena kurangnya sumber daya manusia yang memadai dalam bidang akhlak atau bidang pendidikan maka pendidikan yang sekarang, belum sepenuhnya berhasil menciptakan generasi yang di cita-cita kan bangsa. Misalnya dalam pendidikan, mengenai penggunaan metode yang masih mengacu pada metode konvensional, dan banyak mengadopsi metode dari luar yang bila diterapkan di negara kita kurang pas karena latar belakang dari adat dan budaya yang berbeda, serta metode-metode klasik seperti metode yang sering digunakan pada pesantren-pesantren Indonesia yang masih banyak belum di modifikasi menjadi metode yang relevan saat ini.

K.H. Taufiqul Hakim mengatakan dalam bukunya “Kenapa metode belajar dulu sangat lambat? Karena diantaranya pembahasan tidak fokus atau

bertele-tele”.7

Dan beliau menawarkan metode Amtsilati sebagai bagian dari kurikulum nasional, metode tersebut termasuk modifikasi dari metode-metode terdahulu dengan metode pembelajaran aktif atau metode yang relevan saat ini. Dalam

6 Samani, op. cit., h. 14.

(23)

kaitannya dengan faktor kemerosotan moral anak bangsa, berbagai riset di sejumlah negara membuktikan perlunya pendekatan pembelajaran yang mampu mengikat siswa atau mahasiswa untuk aktif dalam pembelajaran, membuat pembelajaran lebih relevan, menyenangkan, serta menyajikan pengalaman belajar yang membangkitkan motivasi untuk belajar. Di Indonesia kesadaran semacam ini pada tataran sekolah dasar dan sekolah menengah telah memunculkan pendekatan pembelajaran PAKEM(pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) yang merupakan salah satu pilar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Beberapa sumber memodifikasi PAKEM ini menjadi PAIKEM, dengan sisipan inovatif di antara aktif dan kreatif.8

Dari pernyataan K.H Taufiqul Hakim di atas, penulis berfikir bahwa untuk merubah karakter suatu bangsa maka harus dimulai dari pendidikan karakter dan termasuk metode yang berkarakter sesuai dengan karakter bangsa, yakni metode Amtsilati yang merupakan pembaharuan dari metode-metode terdahulu. Dalam hal ini penulis mengangkat skripsi yang berjudul Penerapan Metode Amtsilati dalam Pembentukan Karakter Islami Siswa di P.P Darul Falah Bangsri Jepara”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan judul yang penulis ambil yakni, “Penerapan Metode Amtsilati Dalam Pembentukan Karakter Islami Siswa di P.P Darul Falah Bangsri Jepara”, dapat diambil garis besar yang melatar belakangi, dari judul tersebut pertama, yakni dari faktor kemerosotan karakter anak bangsa, yang kedua adalah system pendidikan Indonesia yang masih bermasalah, dan yang ketiga adalah sumber daya manusia dalam mengatasi pendidikan di Indonesia yang belum kompeten, seperti penggunaan metode pembelajaran yang kurang pas dalam kegiatan pembelajaran dan minimnya metode lokal yang dikembangkan. Maka dari itu dapat di idetifikasikan permasalahan dasar dari latar belakang tersebut antara lain :

1. Kurangnya aplikasi dan aspek-aspek keislaman pada diri siswa

(24)

2. Terdapat orang-orang Islam yang kurang menerapkan atau mencerminkan karakter Islami

3. Minimnya metode-metode pembelajaran yang berbasis keislaman 4. Terdapat lulusan pesantren yang kurang bekarakter islami

5. Terdapat guru-guru yang kurang menerapkan karakter keislaman pada proses pembelajaran

6. Minimnya penerapan metode yang relevan dengan budaya Indonesia 7. Minimnya metode pembelajaran aktif yang diaplikasikan, sehingga

berdampak pada proses pembelajaran yang masih kaku (teacher centered)

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis tidak akan membahas seluruh permasalahan yang diidentifikasikan di atas. Penulis membatasi pada aspek pembelajaran metode Amtsilati, dan bagaimana metode Amtsilati berpengaruh terhadap perubahan karakter Islami. Karakter Islami disini hanya dilihat dari sisi, karakter jujur, kerja keras, disiplin, kerjasama, ketaatan(kepatuhan), dan kesabaran/ketabahan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan masalah di atas, maka masalah yang dirumuskan dan akan dikaji serta diteliti penulis dalam tulisan ini adalah “Bagaimana penerapan metode Amtsilati dalam pembentukan karakter Islami siswa di pondok pesantren Darul Falah Bangsri Jepara?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan penerapan metode Amtsilati dalam pembelajaran kitab kuning/gramatikal bahasa Arab.

2. Mengetahui nilai-nilai karakter dari penerapan metode Amtsilati.

(25)

4. Untuk solusi dari permasalahan metode-metode konvensional dan yang masih kurang relevan

F. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan sumbangan teoritik berupa kritik dan saran serta pendapat tentang penerapan metode Amtsilati dalam pembentukan karakter Islami siswa.

2. Penelitian ini dilakukan dengan harapan hasilnya dapat dijadikan bahan kajian dan masukan tentang penerapan metode Amtsilati pada lembaga-lembaga pendidikan yang terkait, guna menjadikan metode aktif dan berkarakter yang berbasis pesantren.

3. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan rekomendasi dan menjadi pengetahuan dasar serta perbandingan dalam penyusunan skripsi, bagi peneliti selanjutnya dalam melaksanakan penelitian

(26)

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Model Pembelajaran Metode Amtsilati 1. Pengertian Metode Amtsilati

Menurut kamus bahasa Indonesia, metode berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Secara etimologi, istilah metode

berasal dari bahasa Yunani “metodos”, kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu

metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.1 Sementara itu Tri Rama K mendefinisikan, metode adalah cara yang telah diatur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya.2 Haidar Putra Daulay menyatakan bahwa, metode adalah upaya atau cara pendidik untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik.3 Dari definisi-definisi tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa metode adalah suatu cara atau alat untuk menggapai suatu tujuan.

1 M. Arifin Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1966), h. 61.

(27)

Amtsilati berasal dari bahasa arab yakni dari kata

ٌلوثم لثْمي لثم

yang berarti

contoh, dan dalam bentuk jamak’

ةلثما

yang artinya contoh-contoh, dan

berakhiran “ti” itu diambil dari kata Qira’ati.4 Dan juga bisa diartikan sebagai Amtsilah(lambang), dimana di dalam kitab-kitab Amtsilati, itu bisa dijadikan sebagai lambang-lambang untuk memudahkan para santri atau peserta didik dalam mempelajari ilmu alat.5 Serta definisi lain menyebutkan bahwa, Amtsilati adalah kitab atau buku berisi metode membaca kitab kuning secara cepat, yang digagas oleh KH Taufiqul Hakim, pengasuh Pondok Pesantren Darul Falah, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah.6

Dengan demikian metode Amstilati adalah cara yang digunakan untuk mempelajari kitab kuning atau gramatika bahasa Arab dengan cepat melalui kitab-kitab yang telah disusun oleh KH. Taufiqul Hakim dari pondok pesantren Darul Falah Bangsri, Jepara. Kitab tersebut berjumlah 10 jilid yakni berupa, 5 jilid Amtsilati, 2 jilid tatimmah, 1 jilid qa’idati, 1 jilid khulashoh, dan 1 jilid sharfiyah.

2. Sejarah Metode Amtsilati

Ditemukannya metode Amtsilati, berawal dari pengalaman pribadi penemu metode tersebut, yakni KH. Taufiqul Hakim. Beliau mulai menuntut ilmu agama atau nyantri di Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen, Margoyoso Pati, dan dilanjutkan perjuangannya ke Peguruan Islam Mathali’ul Falah, di bawah bimbingan KH. Sahal Mahfudh dan KH. Abdullah Salam. Dengan pengalaman beliau menuntut ilmu di pesantren-pesantren, beliau merasa cukup kesulitan dalam memahami kitab kuning. Hal tersebut dirasakannya karena latar belakang beliau dari sekolah umum(TK, SD, dan MTsN), yang identiknya sangat sedikit, pembelajaran ilmu tentang agamanya. Untuk memahami kitab kuning atau pemahaman tentang gramatika bahasa Arab, yang dimana persyaratan pada waktu itu ialah dengan menghafal nadzam Alfiyah atau memahaminya, maka beliau

4 Taufiqul Hakim, Tawaran Revolusi Sistem Pendidikan Nasional, (Jepara: PP Darul Falah, 2004), h. 8.

5 Ibid., h. 57.

6 Ensiklopedia NU,

(28)

dengan sekuat tenaga menghafalkannya. Tetapi setelah beliau lulus dari Diniyah Wustho atau yang sederajat dengan madrasah tsanawiyah/sekolah menengah pertama selama 2(dua) tahun, dan beliau mulai masuk kelas satu madrasah Aliyah, Alfiyah yang telah dihafal pun, hilang sedikit demi sedikit dari ingatannya dikarenakan terkalahkan dengan hafalan-hafalan wajib madrasah Aliyah yang lain. Kemudian mulai memasuki kelas dua Aliyah, beliau mulai menyadari bahwa hafalan-hafalan Alfiyah merasa dibutuhkan karena ternyata hafalan tersebut bermanfaat untuk pemahaman dalam mempelajari kitab kuning.

Merasakan manfaatnya hafalan Alfiyah, yang sebelumnya menghafal tanpa mengetahui untuk apa tujuannya, tetapi setelah mengetahuinya beliau bersemangat, dan termotivasi untuk semakin memahami Alfiyah. Setelah beliau memahami semua dari pembahasan kitab Alfiyah, beliau menyimpulkan bahwa nadzam Alfiyah yang berjumlah 1000 baith/syair, tidak semuanya harus dipelajari secara detail, tapi hanya beberapa yang harus diprioritaskan. Hanya sekitar 100-200 baith/syair yang harus dipelajari terlebih dahulu untuk lebih cepat memahami tata bahasa atau ilmu nahwu dan sharaf, dan yang lainnya adalah sebagai penyempurna. Tahun 1995 beliau lulus dari Kajen, setelah itu beliau mulai merintis pembelajaran yang sangat sederhana karena keterbatasannya ekonomi. Dimulai bersama teman-temannya yang berjumlah empat orang, lalu bertambah dengan keponakan beliau dan teman-temannya. Sementara itu beliau merasakan keinginan untuk menuntut ilmu kembali, dikarenakan beliau rasa ada yang kurang dalam dirinya. Lalu beliau pergi ke pesantren Thariqah, yang di asuh oleh KH. Salman Dahlawi. Satu minggu berlalu, beliau mendengar kabar bahwa ayahanda beliau meninggal, dan hal tersebut menjadi suatu penyesalan karena beliau tidak bisa mengantarkan jasad ayahandanya ke pemakaman.

(29)

Lika-liku kehidupan yang penuh tantangan, derita, dan perjuangan beliau lalui dengan tabah sambil merintis pesantren kecil yang beliau bimbing dengan santri yang seadanya. Suatu hari ide nama Amtsilati pun muncul, karena beliau mendengar ada suatu metode cepat baca Al-Qur’an yakni yang dikenal dengan

Qira’ati. Tanggal 27 Rajab, tahun 2001 M, beliau mulai merenung dan mujahadah(sebuah istilah yang dapat digunakan untuk aktivitas amalan-amalan yang dilakukan atau dibaca secara bersungguh-sungguh dan terus-menerus, seperti: membaca wirid, doa yang diijazahkan untuk mengamalkannya oleh para kyai),7sampai tanggal 17 Ramadlan, bertepatan dengan malam Nuzulul Qur’an, di saat bermujahadah terkadang beliau pergi ke makam Mbah Ahmad Mutamakin, dan di tempat tersebut beliau seakan-akan berjumpa dengan Syeikh Muhammad

Baha’uddin An-Naqsyabandiy(pendiri Thariqah Naqsyabandiyah), Syeikh Ahmad Mutamakin, dan Imam Ibnu Malik dalam keadaan setangah sadar. Semenjak kejadian pada hari itu beliau merasa mendapat dorongan yang sangat kuat untuk menulis, siang malam beliau menulis, dan pada akhirnya selesailah penulisan Amtsilati dalam bentuk tulisan tangan pada tanggal 27 Ramadlan, beliau melakukannya hanya dalam rentan waktu sepuluh hari(17-27 Ramadlan).

Setelah Amtsilati selesai dengan tulisan tangan, dilakukan pengetikan Amtsilati yang memakan waktu hampir satu tahun, dari Khulashah sampai Amtsilati. Lalu dicetak sebanyak 300 set, sebagai follow up dari terciptanya Amtsilati. Dan dibukanya bedah buku di gedung Nahdlatul Ulama(NU) Kabupaten Jepara, pada tanggal 16 Juni 2002. Dari acara bedah buku itu pun Amtsilati mulai menjadi perbincangan yang pro dan kontra, puncaknya pada tanggal 1 Agustus 2004, Amtsilati telah tercetak lebih dari 3 juta eksemplar, dan sudah merambah ke negeri tetangga yakni Malaysia.8

7 Dadan Ramdhani Umarela, Penerapan Metode Amtsilati dalam Meningkatkan Baca Kitab Kuning (Studi KasusTerhadapPembelajaran Kitab Kuning Di Pesantren As Salafiyah Sukabumi), Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), h. 20, t.d.

(30)

3. Teknik Pembelajaran Metode Amtsilati dan Pasca Amtsilati

Sebelum membahas sistematika pembelajaran metode Amtsilati, perlu diketahui dahulu tentang pembagian penggunaan kitab Amtsilati. Dari 1 paket kitab Amtsilati yang terdiri dari 10 jilid. Adapun prosedur penggunaan jilidnya yakni; 5 jilid Amtsilati dipakai secara bertahap atau berurutan, setelah jilid 1 selesai, baru naik ke jilid 2, dan seterusnya sampai jilid 5. Tetapi untuk naik ke jilid yang selanjutnya, peserta didik harus melalui tes tulis terlebih dahulu, yang berupa pengisian soal-soal jilid yang sudah dilaluinya, Besertaan dengan pembelajaran dari 5 jilid tersebut, diiringi dengan pemahaman rumus qa’idah yang terdapat di dalam jilid qa’idati, serta penghafalan dalil-dalil dari ringkasan Alfiyah Ibnu Malik yang terdapat pada jilid khulashoh Alfiyah Ibnu Malik, dan terakhir adalah sesi tes, evaluasi, atau praktek yang menggunakan 2 jilid tatimmah, adapun penggunaan sharfiyah yakni pada saat peserta didik mulai pada jilid ke-4 Amtsilati.9

Teknik pembelajaran metode Amtsilati, ialah sebagai berikut:

1. Dalam waktu 1 minggu sampai 10 hari diusahakan peserta didik menyelesaikan 1 jilid. Jika ada peserta didik yang susah menyelesaikan Amtsilati dalam satu jilid, maka sebaiknya anak tersebut ditinggal saja, maksudnya anak tersebut tetap mempelajari sampai dia menyelesaikan Amtsilati pada jilid yang dia pelajari.

2. 1 kali pertemuan membutuhkan waktu 45 menit, dengan rincian, 10 menit pertama untuk mengulangi rumus qoidah pelajaran sebelumnya yang

termuat dalam jilid qa’idati, kemudian dalam 25 menit yang selanjutnya, untuk mempelajari materi baru, dan 10 menit setelahnya untuk menghafal rumus qaidah yang telah dipelajari.

3. Dalam 1 hari terdapat 3-4 kali pertemuan.10

4. Tes dalam pembelajaran Amtsilati dilakukan, setelah peserta didik menyelesaikan 1 jilid Amtsilati yang semuanya berjumlah 5 jilid, dan tes

tersebut dilakukan dengan tes tulis. Peserta didik dinyatakan “lulus”

(31)

apabila, nilai dari tes yang telah ia kerjakan mencapai nilai sembilan koma sekian,(9,…), sebaliknya apabila ada peserta didik yang nilainya kurang

dari sembilan maka dinyatakan “tidak lulus”.

5. Setelah semua pembelajaran Amtsilati selesai, maka dilakukan tes akhir. Tes dilakukan secara tertulis dan lisan atau praktek, dan ditempatkan pada ruangan khusus tes. Dan apabila peserta berhasil dalam tes dan praktik, maka peserta didik tersebut berhak melanjutkan ke program pasca Amtsilati.

Metode ini termasuk dalam metode pembelajaran aktif, karena siswa/santri akan selalu berkomunikasi atau berdialog selama proses pembelajaran berlangsung, baik dengan guru/ustadznya maupun dengan sesama siswa. Siswa juga aktif dalam hal persaingan/kompetisi kenaikan kelas, karenanya siswa harus rajin dalam belajar dan hafalan. Siswa yang tidak lulus tes/ujian bisa langsung mengikuti tes/ujian apabila sudah siap dan menguasai materi.11

Berikut ini adalah skema ruangan atau skema kenaikan kelas pembelajaran metode Amtsilati:

Gambar 2.1

Skema Ruangan atau Skema Kenaikan Kelas Pembelajaran Amtsilati

(32)

Model pembelajaran pasca Amtsilati, adalah perpaduan antara pembelajaran sistem lama/klasik dan modern, sistem lama yakni dengan metode bandongan/wetonan, dan sorogan, yang memakan waktu dua tahun. Sedangkan sistem modern, yakni berbasis komunikasi/bahasa, dan memakan waktu satu tahun.12 Samsul Nizar mengutip pendapat dari Abasri yang menyatakan bahwa; metode bandongan/wetonan adalah metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling Kyai yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat jika perlu. Pelajaran diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melaksanakan shalat fardlu. Di Jawa barat metode ini dikenal dengan metode bandongan, sedangkan di Sumatera disebut dengan halaqah. Selanjutnya adalah metode sorogan, metode sorogan adalah metode dimana santri menghadap Kyai, seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Metode sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dalam keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional, sebab system ini menuntut kesabaran, kerajina, ketaatan, dan disiplin pribadi santri/kendatipun demikian, metode ini diakui paling intensif, karena dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan untuk tanya

jawab langsung.”13

Selanjutnya dalam pembelajaran sistem modern, dimaksudkan peserta didik dapat menguasai ilmu bahasa dan komunikasi. Adanya sistem ini karena menanggapi bahwa fenomena yang terjadi pada lulusan pondok pesantren tradisional/salafi itu kurang menguasai ilmu bahasa atau percakapan/komunikasi. Program lanjutan pasca Amtsilati merupakan program penyempurna setelah lulus dari Amtsilati, karena Amtsilati adalah program yang bertujuan untuk membaca kitab kuning dengan cepat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh KH.

Taufiqul Hakim dalam bukunya, “Jangan pindah dari satu fan ke fan yang lain sebelum fan itu sempurna.”14

Dengan adanya program pasca Amtsilati maka diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman-pemahaman intelektualitas yang lebih, dan akan menjadi manusia yang beradab dan berkarakter. Hal tersebut telah diketahui khalayak umum (ma’lum), bahwa umat yang berkarakter dan beradab serta hidup dalam kedamaian adalah keinginan dari semua orang, namun implementasinya yang kurang. Dengan kata lain untuk

12 Hakim, op. cit., h. 70.

13 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam “Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era

(33)

mencapai manusia yang berkarakter, yakni dengan ilmu atau dengan mengetahui/memahami akan hal yang baik dan buruk dalam kehidupan ini. Sebagaimana firman Allah SWT:



















....



“Dan tatkala Tuhanmu berfirman kepada malaikat, sungguh, Aku akan menjadikan di muka bumi seorang khalifah…” (Qs. Al-Baqarah, 2:30)

Seorang yang diangkat sebagai khalifah tentu tidak sembarangan, seorang khalifah sudah pasti berkarakter. Adi Hidayat berpendapat bahwa, “tugas khalifah ialah menegakan nilai-nilai rabbani di muka bumi, sekaligus mengisi hidupnya dengan ibadah, dan tugas ini hanyalah dibebankan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh.” 15 Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebani juga

berpendapat bahwa “Siswa belajar berkarakter dengan cara menyerap ilmu pengetahuan dan meneladani para guru”, dan “ilmu pengetahuan merupakan salah satu kebutuhan fitrah manusia, karena dengan ilmu pengetahuan, secara sadar atau tidak, manusia memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan kehidupannya.”16

4. Kelebihan Metode Amtsilati

Ada beberapa kelebihan yang dimiliki metode Amtsilati ini, diantaranya adalah sebagai berikut:17

a. Peletakan rumus disusun secara sistematis b. Contoh diambil dari Quran dan Hadist

c. Siswa dituntut untuk aktif, semangat, komunikatif, dan dialogis.18 d. Siswa dapat menjadi guru bagi teman-temannya.19

e. Penyelesaian gramatika bahasa Arab melalui penyaringan dan pentarjihan.

15 Adi Hidayat, “Ma’rifatul Insan (Bimbingan al-Qur’an Menuju Insan Paripurna)”, (Jakarta: Quantum Adi Karya, 2012), cet. I, h. 25.

16 Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013), h. 63-69.

17 Saepul Hidayatulloh, http://idb4.wikispaces.com/file/view/an4003.pdf, 2 November 2013. 18 Hakim, op. cit., h.32

(34)

f. Rumus yang pernah dipelajari diikat dengan hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu rumus qa’idah dan khulasoh alfiyah.

B. Karakter Islam

1. Pengertian Karakter Islam

Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas tabiat, temperamen, watak,.” Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan

berwatak. Asal kata “Karakter” dapat dicari dengan kata lati “Kharakter”, “Kharassein”, dan “Xharax”, yang maknanya “tool for marking”, “to engrave”, dan “pointed stake”. Kata ini mulai banyak dignakan kembali dalam bahasa Prancis “carter” pada abad ke-14 dan kemudian masuk dalam bahasa inggris,

menjadi “Character”, sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia “Karakter”. Secara etimologis, karakter(character) berarti mengukir(verb) dan sifat-sifat kebajikan(noun). Secara konseptual, konsep karakter dapat diartikan sebagai usaha terus menerus seorang individu atau kelompok dengan berbagai cara untuk mengukir, mengembangkan atau melembagakan sifat-sifat kebajikan pada dirinya sendiri atau pada orang lain.20 Menurut Wynne karakter berasal dari bahasa

Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan tata cara

mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.

Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebani mengutip pendapat Abdul Haris bahwasannya karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai, seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela bekorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berfikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif,

(35)

pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu.21 Karakter adalah istilah serapan dari bahasa Inggris character. Encarta Dictionaries menyatakan bahwa “karakter” adalah kata benda yang memiliki arti:

1. Kualitas-kualitas pembeda 2. Kualitas-kualitas positif 3. Reputasi

4. Seseorang dalam buku atau film 5. Orang yang luar biasa

6. Individu dalam kaitannya dengan kepribadian, tingkah laku, atau tampilan Di samping itu terdapat kata karakteristik(characteristic) yang masih kata benda yang artinya : figur(ciri) pembatas(defining feature), sebuah fitur atau kualitas yang membuat seseorang atau suatu hal dapat dikenali. Kata sifat untuk

karakter adalah “khas”(typical), artinya pembeda atau mewakili seseorang atau hal tertentu. Hurlock dalam bukunya, Personality Development, secara tidak langsung mengungkapkan bahwa karakter terdapat pada kepribadian. Karakter mengimplikasikan sebuah standar moral dan melibatkan sebuah pertimbangan nilai. Karakter berkaitan dengan tingkah laku yang diatur oleh upaya dan keinginan. Hati nurani, sebuah unsur esensial dari karakter, adalah sebuah pola kebiasaan perlarangan yang mengontrol tingkah laku seseorang, membuatnya menjadi selaras dengan pola-pola kelompok yang diterima secara sosial. Berikut merupakan komponen-komponen karakter menurut Hurlock :

1. Aspek kepribadian

2. Standar moral dan ajaran moral 3. Pertimbangan nilai

4. Upaya dan keinginan individu 5. Hati nurani

6. Pola-pola kelompok

7. Tingkah laku individu dan kelompok.22

21 Hamid, op. cit., h. 30.

(36)

Akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan kejahatan, terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat adalah sandangan fundamental yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan kebaikan dan kebajikan, yang bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak bermoral. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan , dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik baik yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Scerenko mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yan membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa. Sementara itu The Free Dictionary dalam situs onlinenya yang dapat diunduh secara bebas mendefinisikan karakter sebagai suatu kombinasi kualitas atau ciri-ciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau suatu benda dengan yang lain. Karakter, juga didefinisikan sebagai suatu deskripsi dari atribut, ciri-ciri atau kemampuan seseorang.

(37)

hati(humility), kasih sayang(love), tanggung jawab(responsibility), kesederhanaan(simplicity), toleransi(tolerance), dan persatuan(unity). Karakter dipengaruhi oleh hereditas. Perlaku seorang anak sering kali tidak jauh dari perilaku ayah atau ibunya. Dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah “Kacang ora

ninggal lanjaran”(Pohon kacang panjang tidak pernah meninggalkan kayu atau bambu tempatnya melilit atau menjalar). Kecuali itu lingkungan, baik lingkungan social maupun lingkungan alam ikut membentuk karakter. Di sekitar lingkungan social yang keras seperti di Harlem New York, para remaja cenderung berperilaku antisocial, keras, tega, suka bermusuhan, dan sebagainya. Sementara itu di lingkungan yang gersang, panas, dan tandus, penduduknya cenderung bersifat keras berani mati. Mengacu pada berbagai pengertian dan definisi karakter tersebut di atas, serta factor-faktor yang dapat mempengaruhi karakter, maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.23

“Sedangkan Islam berasal dari bahasa Arab, aslama, yuslimu, islam. Ditinjau dari segi bahasa, Islam memiliki beberapa arti:

1. Islam berarti ta’at/patuh, dan berserah diri kepada Allah SWT.

2. Islam berarti damai dan kasih sayang. Maksudnya, agama Islam mengejarkan perdamaian dan kasih saying bagi umat manusia tanpa memandang warna kulit, agama, dan status sosial. Oleh karenanya Islam tidak membenarkan adanya penjajahan.

3. Islam berarti selamat, maksudnya Islam merupakan petunjuk untuk memperoleh keselamatan hidup baik di dunia maupun akhirat kelak. Ditinjau dari segi pengertian istilah, menurut Drs. Humaidi Tatapangarsa dalam bukunya Kuliah Aqidah Lengkap, Islam memiliki dua macam pengertian: Pengertian khusus dan pengertian umum.

1. Islam menurut pengertian khusus adalah agama yang diajarkan oleh Nabi

(38)

Muhammad SAW.

2. Menurut pengertian umum, Islam ialah agama yang diajarkan oleh semua Nabi dan Rasul Allah SWT dari mulai Nabi Adam as sampai Nabi

Muhammad SAW.”24

Menurut penjelasan Abu al-A’la Al-Maududi, Islam adalah tunduk dan patuh terhadap perintah orang yang memberi perintah dan larangan tanpa membantah, sedangkan Ali bin Abi Thalib menjelaskan bahwa islam itu adalah taslim (menyerah). Taslim itu yakin. Yakin itu percaya. Percaya itu berikrar. Berikrar itu menunaikan, dan menunaikan itu adalah amal.25

Dalam bukunya yang berjudul nilai-nilai karakter islam berhulu dari akhlak, berhilir pada rakhmat, Rusydi Sulaiman menjelaskan dari sudut pandang nilai keislaman, bahwa seseorang dapat terhindar/terjaga dari kerusakan moral atau perilaku negatif, apabila orang tersebut mempunyai akhlak terutama akhlak Islami. Bahkan apabila orang tersebut dapat menjalankan nilai keislaman secara istiqomah/kontinyu maka orang tersebut akan mendapatkan derajat yang lebih disisi manusia dan Tuhan, dan perilaku tersebut dikatakan sebagai muru’ah.

Muru’ah adalah batasan kesopanan yang bersifat sangat pribadi yang membawa kearah pemeliharaan diri terhadap tegaknya kebijakan moral dan kebiasaan seseorang, atau juga dapat didefinisikan sebagai akhlak, etika, tatakrama, adab, sikap, tingkah laku, dan kesopanan pada batasan yang sangat halus.26 Maka dengan definisi-definisi tersebut, karakter Islami adalah watak, tabiat, atau perangai seseorang yang dilandasi oleh nilai-nilai agama Islam, artinya watak tersebut tersifati oleh norma-norma keislaman.

2. Dasar-Dasar Karakter dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya “Kementrian Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pembentukan karakter dalam diri individu menyangkut seluruh potensi individu manusia, baik dari sisi kognitif, afektif, konatif dan psikomotorik dalam interaksi social-kultural dalam

(39)

keluarga, sekolah maupun masyarakat, yang berlangsung seumur hidup. Konfigurasi yang digagas tersebut menyangkut olahhati(spiritual and emotional development) olahpikir(intellectual deveopment), olahraga dan kinestetik (physical and kinesthetic development), dan olahrasa dan karsa(affective and creativity development)”. Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila, yang dikembangkan dari buku Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025 , antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, bersyukur jujur, amanah, adil, tertib, sabar, disiplin, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, punya rasa iba(compassion), berani mengambil resiko, pantag menyerah, menghargai lingkungan, rela berkorban dan berjiwa patriotik.

2. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, analitis, ingin tahu(kuriositas, kepenasaran intelektual), produktif, berorientasi ipteks, dan reflektif.

3. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetik antara lain bersih dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinative, kompetitif, ceria, ulet, dan gigih.

4. Karakter yang bersumber dari oleh rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, saling mengasihi, gotong royong, kebersamaan, ramah, peduli, hormat, toleran, nasionalis, kosmopolit(mendunia), mengutaakan kepentingan umum, cinta tanah air(patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja. Dalam pada itu landasan yuridis formal bagi implementasi pendidikan karakter di Indonesia tentu saja adalah konstitusi nasional Undang-Undang Dasar 1945. Nilai-nilai universal yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 harus terus dipertahankan menjadi norma konstitusional bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, dalam konteks universal, juga harus disepakati sebagai dasar filosofi pendidikan karakter apa yang pernah ditulis oleh William Franklin Graham Jr., berikut ini :

(40)

When health is lost, something is lost When character is lost, everything is lost

“Bila harta benda yang hilang, tidak ada sesuatu berarti yang hilang

Bila kesehatan hilang, ada sesuatu yang hilang Bila karakter hilang, segala sesuatu hilang”27

Dalam pernyataan di atas maka dapat garis bawahi bahwa pemerintah menyediakan atau membantu pembentukan karakter melalui bidang yang menanganinya yakni pendidikan. Oleh karena itu Kementrian Pendidikan Nasional menginstruksikan kepada semua lembaga pendidikan untuk menanamkan karakter pembangunan mental(character building) bagi anak didiknya. Beberapa karakter itu diantaranya kreatif, inovatif, problem selver, berpikir kritis, dan intrepreneurship atau disingkat KIPBE.28 Akan tetapi, implementasi pendidikan karakter tidak bisa berjalan optimal karena beberapa hal yang sebelumnya sudah dibahas pada bab pendahuluan, sebagian diantaranya meliputi:

1. Kurang terampilnya para guru mengimplementasikan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran

2. Sekolah terlalu fokus mengejar target akademik khususnya lulus ujian nasional(UN). Karena sekolah masih focus pada aspek-aspek kognitif dan akademik, baik secara nasional maupun lokal satuan pendidikan, aspek soft skils atau nonakademik sebagai unsur utama pendidikan karakter

sering terabaikan.

Dalam konteks berbangsa, pendidikan karakter merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara. Hal itu diharapkan mampu memberikan konstribusi optimal dalam mewujudkan masyarakat yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Maka Maswardi Muhammad Amin dalam bukunya menyebutkan, “Membangun

(41)

karakter/budi pekerti bangsa melalui pendidikan non-formal merupakan salah satu alternatif. Pendidikan karakter/budi pekerti/akhlak mulia adalah pendidikan perilaku, perilaku yang unggul dapat di bentuk dari kegiatan-kegiatan pendidikan

dimasyarakat”.29

Setelah kita mengetahui tentang dasar-dasar karakter, seperti halnya penjelasan diatas, maka berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya:

1. Karakter dipengaruhi oleh hereditas atau bawaan(natur)

2. Karakter dipengaruhi oleh lingkungan, termasuk pendidikan dan keluarga. Muchlas samani dan Hariyanto meyebutkan contoh dari factor yang mempengaruhi karakter, “Perilaku seorang anak sering kali tidak jauh dari

perilaku ayah atau ibunya. Dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah “Kacang ora ninggal lanjaran” (Pohon kacang panjang tidak pernah meninggalkan kayu atau bambu tempatnya melilit dan menjalar). Kecuali itu lingkungan, baik lingkunan sosial maupun lingkungan alam ikut membentuk karakter.”30

3. Hubungan Pembentukan Karakter dengan Tujuan Pendidikan Karakter

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Amanah Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, tetapi juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai luhur bangsa serta agama. Dengan demikian pembentukan karakter tidak lepas dari peranan pendidikan nasional yang sedang mencanangkan bagaimana karakter bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam berada pada

29 Maswardi Muhammad Amin, , Pendidikan Karakter Anak Bangsa, (Jakarta: Baduose Media Jakarta, 2011), h. 67.

(42)

koridor atau kaidah-kaidah ke-Islaman. Dan adapun tujuan pendidikan karakter meliputi:

1. Membentuk siswa berpikir rasional, dewasa, dan bertanggung jawab 2. Mengembangkan sikap mental yang terpuji

3. Membina kepekaan sosial anak didik

4. Membangun mental optimis dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan

5. Membentuk kecerdasan emosional

6. Membentuk anak didik yang berwatak pengasih, penyayang, sabar, beriman, takwa, bertanggung jawab, amanah, jujur, adil, dan mandiri.31 Menurut pengamat pendidikan, Sahrudin dan Iriani berpendapat bahwa pendidikan karakter bertujuan membentuk masyarakat yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, serta berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semuanya dijiwai, oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sekaligus berdasarkan Pancasila.32

4. Nilai-Nilai Karakter Bangsa Indonesia

Dalam referensi Islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat yang mencerminkan akhlak/perilaku yang luar biasa tercermin pada Nabi Muhammad SAW, yaitu: sidik, amanah, fatonah, dan tablig. Tentu dipahami bahwa empat nilai ini merupakan esensi, bukan seluruhnya. Karena Nabi Muhammad SAW juga terkenal dengan karakter kesabarannya, ketangguhannya, dan berbagai karakter lainnya. Ke empat sifat Rasul tersebut diartikan sebagai berikut :

1. Sidik yang berarti benar, mencerminkan bahwa Rasulullah SAW berkomitmen pada kebenaran, selalu berkata dan berbuat benar, dan berjuang untuk menegakkan kebenaran.

2. Amanah yang berarti jujur atau terpercaya, mencerminkan bahwa apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan Rasulullah SAW dapat dipercaya oleh siapa pun, baik kaum muslimin maupun nonmuslim.

3. Fathonah yang berarti cerdas/pandai, arif, luas wawasan, terampil, dan professional. Artinya, perilaku Rasulullah SAW dapat dipertanggungjawabkan kehandalannya dalam memecahkan masalah. 4. Tabligh yang bermakna komunikatif mencerminkan bahwa siapapun yang

menjadi lawan bicara Rasulullah SAW, maka orang tersebut akan mudah

31 Hamid, op. cit., h. 39.

(43)

memahami apa yang dibicarakan/dimaksudkan oleh Rasulullah SAW.33 Dalam kajian Pusat Pengkajian Pedagogik Universitas Pendidikan Indonesia (P3 UPI) nilai yang perlu diperkuat untuk pembangunan bangsa saat ini adalah sebagai berikut.

1. Jujur

Perilaku jujur merupakan sebuah karakter yang dapat membawa bangsa ini menjadi bangsa yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Jujur dalam kamus Bahasa Indonesia dimaknai dengan lurus hati; tidak curang. Dalam

pandangan umum, kata jujur sering dimaknai “adanya kesamaan antara realitas(kenyataan) dengan ucapan”, dengan kata lain “apa adanya”. Jujur sebagai seuah nilai merupakan keputusan seseoranguntuk mengungkapkan(dalam bentuk perasaan, kata-kata atau perbuatan) bahwa realitas yang ada tidak dimanipulasi dengan cara berbohong atau menipu orang lain untuk keuntungan dirinya. Kata

jujur identik dengan “benar” yang antonimnya adalah “salah”. Maka jujur lebih

dekat dikorelasikan dengan kebaikan(kemaslahatan). Kemaslahatan memiliki makna kepentingan orang banyak, bukan kepentingan diri sendiri atau kelompoknya, tetapi semua orang yang terlibat.

Berikut ini merupakan ciri-ciri orang yang berperilaku jujur diantaranya: a. Jika bertekad(inisiasi keputusan) untuk melakukan sesuatu, tekadnya

adalah kebenaran dan kemaslahatan.

b. Jika berkata tidak berbohong(benar apa adanya)

c. Jika adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang dilakukannya.34

Sedangkan menurut Nurla Isna Aunillah, mengatakan bahwa “penanaman kejujuran bagi peserta didik sejak dini dapat dilakukan saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Terkait itu, banyak pihak yang berpendapat bahwa sekolah dasar dinilai menjadi wadah utama dalam pembentukan karakter. Dan selain guru, orang tua juga memegang peranan penting dalam menumbuhkan karakter jujur bagi peserta didik. Oleh sebab itu, sekolah perlu melakukan kerja sama

(44)

yang intensif dengan keluarga peserta didik”. Serta Mansur Umar menambahkan bahwa keteladanan merupakan faktor yang sangat penting d ilakukan oleh guru dan orang tua dalam menanamkan karakter jujur pada diri peserta didik. Sebab, sikap tidak jujur dan berbohong yang dilakukan olehnya seringkali dipengaruhi oleh tingkah laku orang lain. Dengan ungkapan lain, sikap tidak jujur dan suka berbohong merupakan hasil peniruan dari orang lain.35

2. Kerja keras

Perilaku kerja keras adalah suatu istilah yang melingkupi suatu upaya yang terus dilakukan dalam menyelesaikan pekejaan yang menjadi tugasnya sampai tuntas. Kerja keras bukan berarti bekerja sampai tuntas lalu berhenti, istilah yang kami maksud adalah mengarah kepada visi besar yang harus dicapai untuk kebaikan/kemaslahatan manusia dan ligkungannya. Mengingat arah dari dari istilah kerja keras, maka upaya untuk kemaslahatan manusia dan lingkungannya merupakan upaya yang tiada hentinya.

3. Ikhlas

Ikhlas berasal dari bahasa Arab, yang artinya “murni”, “suci”, “tidak

bercampur”, “bebas” atau pengabdian yang tulus”. Dalam kamus bahasa

Indonesia, Ikhlas memiliki arti tulus hati;(dengan) hati yang bersih dan jujur. Sedangkan ikhlas menurut Islam adalah setiap kegiatan yang kita kerjakan semata-mata hanya karena mengharapkan ridha Allah SWT. Para ulama bervariasi dalam mendefinisikan ikhlas namun hakikat dari definisi-definisi mereka adalah

sama. Ada yang mendefinisikan ikhlas adalah “menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah tatkala beribadah”, yaitu jika engkau sedang beribadah maka hatimu dan

wajahmu engkau arahkan kepada Allah bukan kepada manusia. Ada yang mengatakan bahwa ikhlas adalah “membersihkan amalan dari komentar manusia”, yaitu jika engkau sedang melakukan suatu amalan tertentu maka engkau membersihkan dirimu dari memperhatikan manusia untuk mengetahui apakah perkataan (komentar) mereka tentang perbuatanmu itu.

Perilaku yang mencerminkan ikhlas memiliki sejumlah karakter, yaitu:

a. Konsistensi yang kuat dari waktu ke waktu dan dari satu kondisi ke

(45)

kondisi lainnya. Konsistensi sebagai ciri ikhlasnya seseorang bukan dari cara pemecahan masalah yang dihadapi, tetapi perilaku seseorang yang memihak kepada yang benar tidak berubah dan terus melakukan apapun yang dihadapi yang bersangkutan sebagai konsekuensi dari tindakan yang dilakukannya.

b. Pengharapan dan kepuasan bagi pelaku adalah keridhaan dari Tuhannya, bukan dari siapa pun. Hal ini sangat berguna untuk evaluasi diri kita dalam mengidentif

Gambar

Tabel 2.1 Domain Budi Pekerti Islami
Tabel 3.1 Kisi-kisi Angket Karakter Islami Metode Amtsilati
Tabel Deskripsi Data Terhadap Angket Pembentukan Karakter
Tabel 4.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pembentukan karakter tanggung jawab antara penggunaan metode pembelajaran

Metode pembiasaan perlu diterapkan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam proses pembentukan karakter islami, bila seorang anak telah terbiasa dengan sifat-sifat terpuji,

Penelitian ini dimulai dengan kegiatan memberikan tes awal pada kelas XI IPS 2 SMA Darul Falah Cihampelas, lalu dilanjutkan dengan pemberian perlakuan berupa metode

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) yang bersifat kualitatif deskriptif, dengan mengambil lokasi penelitian di SD Islam Darul Falah

Skripsi ini membahas mengenai implementasi dalam kegiatan keagamaan sebagai upaya dalam pembentukan karakter Islami Siswa di SDN Sukaresmi Cianjur. Kajian ini dilatarbelakangi

(2).Pelaksanaan program tahfidz al-Qur'an dalam pembentukan karakter islami siswa sudah berjalan dengan baik dapat dilihat dari proses hafalan dan murojaaah dan

Berdasarkan data yang telah diperoleh di MTs Darul Falah Bendiljati Kulon Sumbergempol Tulungagung, menunjukkan bahwa komunikasi intrapersonal dapat membentuk karakter

Apri Atika Sari. Implementasi Pilar Kebangsaan Dalam Pembentukan Karakter Santri Di Pondok Pesantren Darul ‘Ulum Kecamatan Sekampung Kabupaten Lampung Timur.