• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gagasan Pendidikan Integral M. Natsir Dan Implementasinya Di Sekolah Tinggi Ilmu Dawah (Stid) Mohammad. Natsir Kramat Jati Jakarta Dan Tambun Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gagasan Pendidikan Integral M. Natsir Dan Implementasinya Di Sekolah Tinggi Ilmu Dawah (Stid) Mohammad. Natsir Kramat Jati Jakarta Dan Tambun Bekasi"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh: Hasan Fatoni 108011000081

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh: Hasan Fatoni 108011000081

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

i BEKASI

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan Agama Islam

Oleh Hasan Fatoni 108011000081

Di Bawah Bimbingan

Drs. H. Acmad Gholib, MA NIP. 19541015197902 1 001

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(4)

Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah (STID) Mohammad Natsir Kramat Jati Jakarta dan Tambun

Bekasi” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah pada tanggal 28 Maret 2013, dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S. Pd. I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 16 April 2013

Panitia Ujian Munaqosah

Ketua Panitia Tanggal Tanda Tangan

Bahrissalim, M. Ag

NIP : 19680307 199803 1 002 ………….. ...

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Program Studi)

Drs. Sapiudin Shidiq, M. Ag

NIP : 19670328 200003 1 001 ………….. ...

Penguji 1

Drs. Aminudin Yakub, M. ag ... ... NIP : 19710214 199703 1 001

Penguji 2

Drs. Ghufron Ihsan, MA ... ...

NIP : 19530509 198103 1 006

Mengetahui, Dekan

Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA

(5)

Ketua/Sekretaris Jurusan/Program Studi Pendidikan Agama Islam

menyatakan bahwa,

Nama : Hasan Fatoni

N I M : 108011000081

Jurusan / Prodi : Pendidikan Agama Islam

Semester : IX (Sembilan)

Benar telah menyelesaikan semua program akademik sesuai ketentuan yang berlaku dan

berhak untuk menempuh Ujian Skripsi (Munaqasah).

Jakarta, 04 Januari 2031

Mengetahui,

Penasehat Akademik, Ketua/Sekretaris Jurusan/Prodi

Siti Khadijah, MA Bahrissalim, M. Ag

NIP. 19700727199703 2004 NIP. 19680307199803000 1002

(6)

حملل ىنملا تبلطو ىنملل ةبحملا تكرت"

ب

“Aku tinggalkan cinta demi cita

-cita dan aku

mencari cinta untuk cita-

cita”

“EKSPRESIKAN CINTA

KARYA MELALUI

(7)

Ibunda tercinta Suadah, yang telah mencurahan kasih sayang,

doa, dukungan moral dan material sehingga mengantarkan penulis kejenjang sekolah yang lebih tinggi.

Guru-guru, yang telah memberikan keluasan ilmunya kepada

penulis.

Seluruh Keluarga, Kakak serta anak-anaknya (Khatijah, Agus dan

Abida) dan seluruh family yang telah memberikan do'a, motivasi, dan bantuan untuk meraih cita-cita dan untuk menjadi seperti

apa yang mereka harapkan.

Teman-teman Alumni MANBA (Madrasah Aliyah Bangkalan),

Pergerakan intelektual Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah UIN Jakarta yang telah berbagi pengalaman hidup melalui inspirasi ide

dan gagasan keilmuannya.

(8)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

N a m a : Hasan Fatoni

Tempat/Tgl.Lahir : Bangkalan, 06 Agustus 1986

NIM : 108011000081

Jurusan / Prodi : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Gagasan Pendidikan Integral M. Natsir dan Implementasinya

di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah (STID) Mohammad Natsir

Ktamat Jati Jakarta dan Tambun Bekasi

Dosen Pembimbing : Drs. H. Acmad Ghalib, MA

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan

saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat

sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, 03 Januari 2013 Mahasiswa Ybs.

Hasan Fatoni

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’aliakum warahmatullahi wabarakatuh Bismillahirrahmanirrahiim.

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang selalu

melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya tanpa mengenal hitungan kepada seluruh

hambanya. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada baginda besar,

reformis dunia Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, para sahabat dan para

tabi’ tabi’in yang telah mengikuti jejak beliau sampai akhir hayatnya. Ucapan alhamdulillah penulis sampaikan berkat belas kasih Allah SWT. dan berbagai

dorongan, saran dan bimbingan dari semua pihak, akhirnya penulisan skripsi ini

dapat terselesaikan dengan lancar.

Dalam kesempatan ini penulis mencoba menganalisi ulang gagasan

seorang tokoh Indonesia dengan judul yang bertemakan “Gagasan Pendidikan

Integral M. dan Implementasinya di STID M. NATSIR. Penulis menyadari betul

bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi,

penganalisaan, maupun sistematika penulisan. Hal ini dapat dipahami karena

keterbatasan, kedalaman, pengalaman dan kemampuan keilmuan penulis miliki.

Oleh karena itu, saran serta kritik menuju perbaikan sangat penulis harapkan dari

pihak yang bersangkutan.

Selanjutnya penulis menyampaikan rasa banyak terimakasih kepada semua

pihak yang telah membantu penulis baik berupa dorongan moril maupun materi.

Atas dukungan mereka juga bagi penulis menjadi doa dalam setiap saat sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bahrissalim, MA. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN

(10)

3. Drs. H. Syapiuddin Shiddiq, MA. selaku Wakil Ketua Jurusan Pendidikan

Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah.

4. Drs. H. Acmad Gholib, M.A. sebagai dosen Pembimbing penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh bapak ibu dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah meluangkan waktunya dengan membekali

penulis dengan berbagai Ilmu pengetahuan.

6. Seluruh Staf Perpustakaan yang ada di kampus UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

7. Seluruh dosen dan karyawan Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad

Natsir yang telah meluangkan waktunya dalam kesibukan untuk penulis

mendapat informasi yang selama ini penulis butuhkan.

8. Seluruh jema’ah Mihrobul Muhibbin yang sangat penulis ta’dzimi atas dukungan yang diberikan selama ini.

9. Kedua orang tua penulis yang sangat saya ta’dzimi Bapak H. Ali Wafa

(alm) dan Ibu Suadah yang selama ini memperjuangkan penulis lewat

sentuhan doa dan materi. Dan juga keluarga penulis yang ikut serta

mendoakan selama mencari ilmu.

10. Muzakkir Fauzi, Resdia MP, Arifin Seregar, Syukur Ya’kub, Hafidzuddin,

Ikmal Seregar, dan seluruh teman-teman PAI C khusunya dan mahasiswa

PAI umumnya yang penulis tidak dapat sebut satu persatu namun tidak

mengurangi rasa hormat penulis.

11. Uni Ulfa, Vika Martahayu, Fitri, Mbak Zarkatun, mas Romadhon, Ilzam

dan Siti Hanifah terimakasih atas dukungan moral dan masukan selama ini

(11)

Bersamaan dengan ini penulis berharap dengan segala kebaikan dan

dukungan mereka mendapat balasan yang setimpal dari Allah Swt, dan hanya

melalui do’a penulis haturkan semoga apa yang mereka cita-citakan menjadi

kenyataan melalui perjuangan selama ini. Amien Yaa Rabbal ‘alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 5 Januari 2013

(12)

1987 yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

A. Huruf

ا = a ز = z ق = q

ب = b س = s ك = k

ت = t ش = sy ل = l

ث = ts ص = sh م = m

ج = j ض = dl ن = n

ح = h ط = th و = w

خ = kh ظ = zh ? = h

د = d ‘ = ع ا =،

ذ = dz غ = gh ي = y

ر = r ف = f

B. Vokal Panjang

Vokal (a) panjang = ȃ

Vokal (i) panjang = î

Vokal (u) panjang = û

C. Vokal Diftong

أۏ

= aw

يأ

= ay

أۏ

= û

يإ

= î

(13)

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN JURUSAN ... v

HALAMAN MOTTO... ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

HALAMAN TRANSLITERASI ... xii

DAFTAR ISI... . xiii

HALAMAN ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORITIS A.Tinjauan Historis Tradisi Keilmuan dalam Islam: Telaah Integrasi Ilmu Pengetahuan……….. ... 8

B. Tinjauan Historis Pendidikan di Indonesia pada Masa M. Natsir: Telaah Terhadap Dikotomi Keilmuan ... 14

1. Pendidikan Islam Sebelum Kemerdekaan ... 15

2. Pendidikan Islam Setelah Kemerdekaan ... 17

C. Paradigma Pengembangan Ilmu Agama dan Umum ... 21

(14)

d. Model Restoranois ... 25

e. Model Rekonstruksi ... 25

f. Model Reintegrasi ... 25

3. Konsep Islam tentang Ilmu Pengetahuan ... 26

4. Basis Integrasi Keilmuan ... 27

5. Munculnya Ide Integrasi Keilmuan ... 29

6. Hakekat Integrasi Keilmuan ... 31

7. Tujuan Integrasi Keilmuan ... 33

BAB III Metodologi Penelitian A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Metode, Sumber dan Jenis Penelitian ... 38

C.Teknik Perolehan Data ... 39

D.Teknik Pengolahan Data.. ... 40

E. Kisu-kisi Instrumen Pengumpulan Data ... 41

F. Bentuk Laporan ... 41

BAB IV Paparan Hasil Penelitian A.Deskripsi Data ... 42

1. Riwayat Hidup M. Natsir ... 42

2. Kiprah dan Perjuangan M. Natsir... 44

3. Karya Tulis M. Natsir ... 48

B. Hasil Penelitian ... 51

1. Gagasan Integral M. Natsir ... 51

2. Tujuan Pendidikan Integral menurut M. Natsir ... 58

3. STID Mohammad Natsir ... 61

(15)

4. Implementasi Pendidikan Integral

di STID Mohammad Natsir ... 66

BAB V Penutup

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran... ... 70

LAMPIRAN

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pandangan dasar yang menyatakan al-Quran adalah sumber, dan mencakup

semua dasar ilmu kehidupan dan ilmu modern, suatu hal mesti dipahami terlebih

dahulu bahwa al-Quran datang dari Zat pencipta alam yang Maha bijaksana dan

Maha mengetahui segala sesuatu.1 Al-Quran merupakan kitab Allah yang

memiliki perbendaharaan luas dan besar bagi pengembangan dasar keilmuan bagi

umat manusia dalam menghadapi dinamika kehidupan. Dengan demikian, ia

merupakan sumber ilmu pengetahuan terlengkap, baik ilmu yang berhubungan

dengan masyarakat (sosial), moral (akhlak), maupun spiritual (kerohanian), serta material (kejasmanian) dan alam semesta.

Dalam samsul Nizar kejelasan al-Quran yang mengisyaratkan adanya ilmu

pengetahuan telah mendapat pernyataan sekaligus kekaguman dari Mourice

Bucaille, menyatakan, “bahwa isi kandungan al-Quran merupakan kitab suci yang

obyektif dan memuat petunjuk bagi pengembangan ilmu pengetahuan modern”.

Oleh karena itu pelaksanaan pendidikan Islam harus senantiasa mengacu pada

sumber yang termuat dalam al-Quran, dengan berpegang kepada nilai-nilai yang

terkandung dalam al-Quran terutama dalam pelaksanaan pendidikan Islam akan

1

(17)

mampu mengarahkan dan mengantarkan manusia bersifat dinamis-kreatif, serta

mampu mencapai esensi nilai-nilai „ubudiyah pada khaliqnya.2

Dari wacana di atas setidaknya memberi suatu gambaran tentang bagaimana

pendidikan Islam seharusnya menanamkan nilai-nilai yang dapat membentuk

corak manusia yang sempurna. Kesempurnaan ini hanya dapat dicapai setelah

pendidikan melakukan suatu proses usaha pengkajian ulang terhadap isi yang

terkandung dalam al-Quran. Oleh karena itu, sebagai suatu kesimpulan sederhana

berkenaan dengan hubungan al-Quran dan ilmu pengetahuan ialah bahwa ajaran

Islam sebagai petunjuk Ilahi mengandung implikasi dan nilai-nilai kependidikan

yang mampu membimbing, membina serta mampu mengarahkan manusia kearah

hidup yang lebih baik.

Dalam konteks ini, kelembagaan pendidikan Islam telah ada dan eksis

semenjak masuknya Islam ke Indonesia beberapa tahun silam, dan banyak

memainkan peran dalam rangka membangun dan mencerdaskan bangsa. Tidak

sedikit dari tokoh-tokoh dan pemimpin bangsa yang berasal dari lembaga

pendidikan Islam, layaknya pesantren, madarasah yang ikut andil di dalamnya.

Kenyataan tersebut dapat dilihat misalnya, dari gerakan umat Islam dalam

menempatkan pendidikan Islam sebagai rana efektif dalam mewarnai aspek

kultural yang mengarah kepada pertumbuhan dan perkembangan ajaran-ajaran

Islam.

Dengan demikian, pendidikan Islam yang memiliki tujuan membentuk

pribadi yang utuh, pengembangan terhadap potensi dan membentuk hubungan

yang selaras. Selayaknya sudah menjadi tanggung jawab pendidikan Islam di era

globaliasi sekarang ini bergerak mengikuti arus kemajuan ilmu dan teknologi,

terutama komunikasi dan transformasi membuat dunia terasa luas tanpa batas. Hal

ini tentu akan diikuti perubahan pola hidup masyarakat secara akselerasi baik

dalam bidang ekonomi, budaya, politik, terutama dalam bidang pendidikan.

Banyak dari perubahan itu menuntut hadirnya sebuah rekonstruksi dalam

mengukuhkan eksistensi bagi lembaga pendidikan Islam dalam meningkatkan

2

(18)

mutu dan kualitas di masa depan, salah satu dari rekonstruksi pendidikan Islam

yakni dengan membentuk sistem pendidikan yang integral. Diakui sebelumnya,

dalam catatan sejarah pola pendidikan pada awal kemerdekaan bangsa Indonesia

telah mewarisi sistem pendidikan yang dualistis yaitu; Pertama, warisan pemerintahan kolonial Belanda dengan mengambil pola pendidikan umum yang

bersifat sekuler, jauh dari nilai-nilai agama. Kedua, warisan pesantren dengan pola pendidikan tradisional, yang memuat wacana ilmu keislaman semata.3 Sehingga

kedua pola sistem pendidikan tersebut menghasilkan generasi yang bersifat

parsial. Satu sisi menghasilkan generasi yang terbatas pada pelatihan otak dan tak

kenal batas nilai. Di sisi lain menghasilkan generasi yang tidak kenal tanda

zaman.

Dalam menanggapi permasalahan di atas, sistem pendidikan integral

dimaksud mengambil bentuk usaha melepas pengkaplingan lintas dua ilmu, umum

dan agama. Dan bermakna pula mencegah terjadinya dikotomi antara pendidikan

agama dan pendidikan umum. Dan dapat pula diartikan sebagai pelepasan sikap

antipati terhadap ilmu pengetahuan yang sedang berkembang.

Problem yang terkait, lahirnya sistem pendidikan integral ditengarai

terjadinya dikotomi ilmu pengetahuan, maka muncul anggapan bahwa ilmu terdiri

dari dua bagian antara ilmu agama dan ilmu umum. Seakan keduanya memiliki

wilayah masing-masing dan tidak dapat untuk dipertemukan. Kondisi ini semakin

dipertajam oleh adanya anggapan dengan asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang

berasal dari Barat adalah ilmu sekuler dan harus ditolak. Dengan melihat

kenyataan ini ada kesan, bahwa ilmu yang datang dari Barat harus ditolak dan

yang datang dari Timur harus diterima. Pandangan semacam ini pada hakekatnya

akan meruntuhkan sendi-sendi keilmuan yang ada, kerena dasar kedua ilmu

tersebut dapat berjalan secara harmonis (baca: keterpaduan) jika yang menjadi

landasannya adalah tauhid.

Oleh karena itu, sistem pendidikan Indonesia yang bertujuan mencerdasakan

kehidupan bangsa, dan membentuk pribadi yang utuh seharusnya memiliki sistem

3

(19)

pendidikan yang mapan guna menunjang masa depan lebih baik. Sehingga

melahirkan generasi yang dapat mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain.

Keadaan semacam ini mendorong para pemikir Islam khususnya di Indonesia

melakukan rekonstruksi terhadap sistem pendidikan dalam mengembalikan ilmu

yang telah terpisah-pisah menjadi ilmu yang utuh (integral).

Telah dipaparkan sebelumnya bahwa tidak sedikit dari tokoh-tokoh dan

pemimpin bangsa yang berasal dari lembaga pendidikan Islam mampu berbicara

banyak dalam panggung sejarah. Tokoh-tokoh tersebut yang berusaha

memberikan sumbangan berupa ide tentang pendidikan. Salah satu upaya tersebut

diarahkan agar pendidikan mampu beradaptasi dengan dinamika peradaban

modern dengan tetap bernafaskan nilai Islam. Dari sederetan tokoh bangsa yang

memberikan sumbangan ide tentang pendidikan dan ikut andil dalam

merumuskan landasan-landasan ideologi pendidikan Islam salah satunya adalah

M. Natsir.

M. Natsir sebagai tokoh tersohor yang layak menjadi perhatian. Bukan saja

dikenal sebagai seorang multi dimensional, intelektualis terbuka, bahkan

Nurcholish Madjid ia sebut sebagai tokoh univerasalis, pahlawan nasional

sekaligus pemikir sejati. Namun juga kerena ia pejuang konsisten sesui prinsip

yang dimilikinya. Dan masih banyak sebutan-sebutan yang di sandang olehnya.

Sebagai pemikir berlian, ide dan gagasan M. Natsir senantiasa menarik untuk

dikaji. Salah satu ide M. Natsir adalah tentang konsep pendidikan yang bersifat

integral. Ide ini muncul sebagai reaksi terjadinya dikotomi antara pendidikan

agama dan pendidikan umum pada masanya. Asumsi lain kecendrungan kuat

bahwa ilmu-ilmu umum adalah pengetahuan yang datang dari Barat yang sifatnya

sekuler dan membahayakan, karena itu perlu ditolak.

Kondisi inilah yang mendorong seorang M. Natsir tampil sebagai penggagas

pembaharuan pendidikan Islam yang berbasis al-Quran dan Hadits4 maka

pendidikan Islam harus bersifat integral, harmonis dan universal. Selanjutnya,

konsep tersebut dihubungkan dengan misi ajaran agama Islam. Oleh sebab itu,

4

(20)

dalam pandangan beliau, bahwa dalam upaya mengatasi keterbelakangan

pendidikan Islam adalah menata ulang sistem dan kurikulum pendidikan yang

dikotomis menjadi sistem yang integral antara ilmu umum dan ilmu agama dan

yang harus menjadi landasannya adalah nilai tauhid sebagai ideologi pendidikan

Islam.

Dari pertimbangan yang telah diutarakan diatas, nampak bahwa studi

mengenai pemikiran M. Natsir, terlebih tentang pendidikan merupakan bidang

yang amat menarik dan penting untuk diteliti serta cukup beralasan, maka penulis

berusaha menganalisis pemikiran Mohammad M.Natsir, serta membuat format

dari gagasan tersebut yang dikemas dalam suatu rumusan: “GAGASAN

PENDIDIKAN INTEGRAL M. NATSIR DAN IMPLEMENTASINYA DI

SEKOLAH TINGGI ILMU DA’WAH (STID) MOHAMMAD NATSIR

KRAMAT JATI JAKARTA DAN TAMBUN BEKASI”

B. Identifikasi Masalah

Ada beberapa hal yang perlu di tekankan dalam memilih judul skripsi ini

yang erat kaitannya dengan gagasan pendidikan integral M.Natsir, diantaranya:

1. Adanya dualisme sistem pendidikan agama dan pendidikan umum.

2. Adanya dikotomi ilmu pengetahuan.

3. Tidak adanya lembaga pendidikan yang menghasilkan generasi yang kaffah. 4. Kurangya lembaga pendidikan dalam merealisasikan cita-cita yang dapat

memberikan makna hidup dan kebahagiaan manusia.

5. Terjadinya ketimpangan atau ketidak seimbangan antara kehidupan duniawi

dan ukhrawi.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari keluasan terhadap pembahasan dalam penelitian, maka

penulis membatasi masalah pada kajian pendidikan integral menurut M. M. Natsir

dan bagaimana implementasinya di STID M. NATSIR. Adapun yang menjadi

(21)

1. Pengertian Pendidikan Integral

Pendidikan integral yang dimaksud M. Natsir disini adalah pendidikan yang

tidak mempersoalkan didikan yang berasal dari Barat maupun Timur, atau atas

dasar warna kulit. Baginya Barat dan Timur kepunyaan Allah Swt dan Islam

hanya mengenal perbedaan yang hak dan batil, semua yang hak akan diterima,

meskipun datangnya dari Barat. Begitu pula sebaliknya semua yang batil akan

ditolak, meskipun datangnya dari Timur.

2. Tujuan Pendidikan Integral M. Natsir

Adapun yang menjadi tujuan pendidikan integral M. Natsir adalah untuk

dapat menghantarkan manusia mencapai kebahagian dunia dan akhirat.

3. Implementasi Pendidikan Integral M.Natsir

Penulis ingin melihat sejauh mana penerapan gagasan pendidikan integral M.

Natsir di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah (STID) Mohammad Natsir

4. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas. Ada beberapa hal yang

manjadi fokus penulisan skripsi ini dalam merumuskan masalah, diantaranya;

1. Bagaimana Pengertian Pendidikan Integral menurut M. Natsir?

2. Apa Tujuan Pendidikan Integral menurut M. Natsir?

3. Bagaimana Implementasi Gagasan Pendidikan Integral M. Natsir di STID

Mohammad Natsir Kramat Jati Jakarta dan Tambun Bekasi.

5. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penulisan

ini adalah:

1. Mendeskripsikan Pendidikan Integral M. Natsir?

2. Mendeskripsikan Tujuan Pendidikan Integral M. Natsir?

3. Mendeskripsikan Implementasi Gagasan Pendidikan Integral M. Natsir di

(22)

6. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Penulisan skripsi ini dapat di jadikan sebagai bahan dokumentasi, bahan

masukan dalam menyikapi pendidikan Islam kedepan.

2. Dapat menjadi sarana dalam merefleksi suatu kenyataan ilmu pengetahuan

yang sedang berkembang khususnya dunia pendidikan.

3. Sebagai sarana baca untuk mendapatkan informasi-informasi yang terkait

dengan pendidikan Islam.

4. Menambah khazanah ilmu pengetahuan yang ada dalam diri setiap tokoh

(23)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Historis Tradisi Keilmuan dalam Islam: Telaah Terhadap

Integrasi Ilmu Pengetahuan.

Dalam lintasan sejarah, pendidikan Islam adalah bagian dari sejarah

kebudayaan umat manusia. Keadaaan ini didorong oleh adanya upaya

membangun peradaban melalui pelestarian tradisi intelektual dari satu generasi ke

generasi berikutnya. Melalui potensi akal, Islam dapat membangun tradisi

keilmuan yang sangat pesat disamping Islam juga memiliki rujukan yang otoritatif

berupa wahyu Ilahiyah. Rujukan ini serat sekali dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan seperti perintah mencari ilmu, berfikir dan

menjadikan ilmu sebagai jembatan dunia menuju akhirat. Dengan demikian, Islam

tidak hanya berdiri dengan konsep pedidikan parsial (sebagian), tetapi lebih

kepada pengembangan pemikiran pendidikan Islam yang kaffah (menyeluruh). Oleh karena itu, terkait dengan proses Islamisasi ilmu pengetahuan yang perlu

dilakukan. Proses ini bertujuan untuk mengukuhkan eksistensi tradisi keilmuan

dalam keislaman. Disini penulis mencoba mengklarifikasi secara singkat sejarah

pendidikan pada periode awal perkembangan pendidikan Islam.

Seperti diketahui dari latar belakang sejarah, bahwa pendidikan Islam

berkembang sejalan dengan penyebaran agama Islam.1 Dalam periode Rasul saw.,

1

(24)

pendidikan Islam bersumber langsung dari ajaran al-Quran dan al-Sunnah yang

diselenggarakan secara sederhana atau bersifat informal. Dengan kata lain, Rasul

memberikan pendidikan kepada para sahabatnya seperti menghafal, memahami,

dan mengamalkan isi ajaran al-Qur’an yang disesuaikan dengan kondisi

masyarakat pada saat itu. Hal ini dapat dilihat misalnya pada pengajaran

pendidikan Islam baik di Makkah maupun Madinah dengan materi pendidikan

yakni al-Quran. Ia menjadi materi karena mengandung nilai-nilai dari segala

aspek kehidupan manusia.2

Selanjutnya, pada masa perkembangan dan pertumbuhan ajaran Islam

terdapat sebuah proses pembentukan/ setting nilai dan budaya baik secara

kualitatif dalam arti nilai dan budaya ditingkatkan kualitasnya. Sedangkan

pengembangan secara kuantitatif mengarah kepada pembentukan ajaran dan

budaya baru menuju kesempurnaan hidup manusia, Islam yang lengkap, dan

sempurna.3 Dengan kata lain, pada masa Rasul pendidikan diartikan sebagai

pembudayaan ajaran Islam, yaitu dengan memasukkan ajaran-ajaran Islam

kedalam unsur budaya bangsa Arab, baik Islam mendatangkan ajaran yang

bersifat memperkaya dan melengkapi unsur budaya yang telah ada, maupun Islam

datang meluruskan kembali nilai-nilai yang secara praktik telah menyimpang jauh

dari ajaran Islam.

Pada masa awal perkembangan Islam melalui bimbingan Rasul dan pengaruh

al-Quran, telah banyak melahirkan tokoh dari kalangan sahabat dengan kualitas

keilmuan yang tidak diragukan. Diantaranya Umar bin Khattab, Ali bin Abi

Thalib, Zaib bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Siti Aisyah

dan lain-lain.4 Yang kemudian dari sini dapat dikatan sebagai permulaan tumbuh

dan berkembangnya ilmu-ilmu agama.

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), Cet. IV, h. vii

2Zainal Efendi Hasibuan, “Profil Rasulullah Sebagai Pendidik Ideal”, dalam Samsul Nizar

(ed. ), Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Sejara Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. III, h. 11

3

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. VIII, h. 69

4

(25)

Adapun permulaan dan berkembang ilmu pengetahuan dimulai dengan

penamaan ilmu agama seperti tajwid, qiraat, tafsir, ilmu hadits, dan nahwu, terdapat pada masa Khulafa al-Rasyidin. Hal ini dapat dilihat misalnya dari

adanya cara untuk mempermudah pengajaran al-Quran pada masa itu.

Diantaranya ilmu tajwid, tumbuh sebagai tata cara membaca al-Quran dengan baik dan benar, ilmu qiraat untuk mengetetahaui validitas bacaan al-Quran sesuai dengan mushaf. Sehingga muncul ilmu Qiraat al-Sab’ah. Ilmu tafsir, ilmu yang menjelaskan tentang maksud dan pengertian yang dikandung oleh al-Quran. Ilmu

kaidah-kaidah bahasa Arab yang dikenal dengan ilmu nahwu.5

Jadi dengan adanya proses pertumbuhan keilmuan dalam Islam menandai

bahwa ajaran Islam serat dengan ajaran yang mendorong lahirnya Suatu

peradaban dan tumbuhnya keilmuan atas dukungan wahyu. Terjadinya pergerakan

dalam bidang ilmu keagamaan pada masa itu dikarenakan menjadi sebuah

tuntutan dan kebutuhan masyarakat kala itu.

Atas dasar framework ini, menurut Samsul Nizar ada perhatian serius di

bidang pendidikan. Khususnya al-Qur’an dan hadist semenjak pasca wafatnya

Rasulullah Saw Hal ini menjadi wajar, karena kompleksnya tuntutan umat Islam

di segala bidang termasuk pendidikan. Maka menjadi relevan ruang lingkup

pendidikan Islam berkembang pesat dan meluas. Sehingga berbagai disiplin ilmu

tumbuh diseputar kajian ajaran agama Islam. Selain itu, penambahan corak

ilmu-ilmu klasik6 yang dikenal melalui kontak cultural dimana masing-masing

kelompok masyarakat tersebut mempunyai pewarisan kebudayaan dan

intelektualisme Yunani dan Persia.7

5

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam….h. 80-81

6

karya-karya klasik pendidikan Muslim pada tahun (700-1350) maka sebagian besar karya membicarakan tentang beberapa komponen dalam pendidikan diantaranya; tujuan pendidikan Muslim, metode, teori pengetahuan, kurikulum, pendidikan moral, religius, psikologi pendidikan, riset pendidikan, persoalan disiplin, organisasi pendidikan dan administrasi pendidikan. Setiap karya memiliki ciri khas dan anjuran masing-masing tergantung kondisi sosial pada masa karya tersebut ditulis. Baca, Mehdi Nakosten, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat; Deskriptif Analisis Abad Keemasan Islam, terj. dari History of Islamic Origins of Western Education A.D. 800-1350; with an Introduction to Medieval Muslim Education, oleh Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), Cet. II, h. 103

7

(26)

Dari ungkapan di atas dapat digaris bawahi, bahwa dengan adanya kegiatan

ilmiah oleh para sahabat. Kemudian kegiatan tersebut dilanjutkan oleh

tokoh-tokoh klasik. Darinya melahirkan berbagai bidang dan cabang disiplin ilmu, baik

itu ilmu umum maupun ilmu agama. Artinya, ilmu pengetahuan umum baru

tumbuh dan berkembang memasuki awal periode Bani Umayyah melalui kontak

kultural dengan negara lain. Sedangkan ilmu pengetahuan mencapai puncak

keemasannya pada masa Bani Abbasyiah. Penting pula dicatat, dari kedua Dinasti

ini yang menjembatani lahirnya tokoh-tokoh Muslim terkemuka, baik tokoh yang

bernuansa ilmu keagamaan maupun tokoh yang bernuansa ilmu pengetahuan

umum seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Qutaibah, Ibnu Sina, Imam al-Ghazali dan

seterusnya masih banyak lagi tokoh-tokoh pada masa klasik yang tidak mungkin

penulis menyebutkanya disini secara keseluruhan.

Sejarah melecak pada periode Dinasti Umayyah kejayaan masih bertumpu

kepada perluasan dan penaklukan wilayah8, sehingga prestasi yang paling

menonjol darinya adalah prestasi di bidang politik dan meliter.9 Dinasti ini juga

mengalami perkembangan berbagai aliran keagamaan yang turut serta

memperkaya khazanah keislaman dan juga dalam soal budaya misalnya

melahirkan kreatifitas keilmuan dalam bentuk seni bangunan, sastra dan ilmu

pengetahuan setelah terjadinya kontak antara bangsa-bangsa Muslim dengan

negeri-negeri taklukannya yang memiliki tradisi luhur seperti Persia, Mesir, Eropa

dan sebagainya.10

Meskipun dalam perkembangan keilmuan Dinasti Umayyah boleh dikatakan

terbatas. Hal ini diduga karena kesibukan para khalifah dalam menyelenggarakan

pemerintahan yang mapan. Disamping itu pula terjadinya perluasan

8

Pada masa Dinasti ini di bawah pemerintahan al-Walid, Hisyam dan khalifah lainnya emperium Islam berhasil memperluas wilayah sampai batas-batas yang membentang luas dari pantai Lautan Atlantik dan Pyrenees hingga ke Indus dan perbatasan Cina. Pada masa ini pula terjadi penaklukan Transoxiana, Afrika Utara, Eropa dan Spanyol. Baca terj, Philip K. Hitti,

History of The Arabs, oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008), h. 255

9

Didin Saefuddin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Kerja Sama Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2007), Cet. I, h. 60

10

(27)

wilayah baru.11 Namun kemajuan yang pernah diraihnya, merupakan cikal bakal

tradisi keilmuan dalam peradaban Islam.

Selanjutnya perkembangan keilmuan dapat dikatakan tumbuh pesat sejak

munculnya Bani Abbasiyah12. Karena pada masa ini, baik ilmu agama ataupun

ilmu umum mendapat perhatian cukup tinggi. Darinyalah tumbuh berbagai

disiplin ilmu pengetahuan, serta buku-buku pengetahuan berbahasa asing yang

diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab dan India.13 Adapun pemikiran asing yang

mempengaruhi dunia intelektual Muslim atau yang lebih dikenal dengan penetrasi

Hellenisme. Melalui sentuhan kreatif para intelektual Muslim dan perpaduan yang

harmonis antara Islam dan filsafat mampu melahirkan intelektualis Muslim yang

mampu memberikan warna peradaban umat Islam yang dinamis, teruma di bidang

ilmu pengetahuan.14

Daulah Abbasyiah mencapai popularitasnya di zaman khalifah Harun

al-Rasyid dan putranya al-Ma’mun. Selain terjadinya pergerakan penerjemahan

buku-buku dari Yunani, juga berdirinya sebuah lembaga penerjemahan bernama

Bait al-Hikmah berfungsi sebagai perpustakaan dan Universitas.15 Dapat dikatakan pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara

terkuat dan tak tertandingi. Yang mampu menguasai world view secara komprehensif tanpa harus meninggalkan tradisi ajaran dalam Islam. Di bawah

dinasti ini pula, orang-orang Muslim dari dunia Arab, Spanyol, Mesir, India, dan

sebagainya, telah melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang tidak buta

terhadap kekayaan ilmu pengetahuan dan literatur mereka masing-masing, serta

terhadap ilmu pengetahuan dan literatur dari dunia Helenistik dan Kristen. Hal ini

11

Saefuddin, Sejarah Peradaban Islam….h. 83

12

Dalam catatan sejarah, ketenaran Bani Abbasiyah muncul setelah memperoleh kemenangan tentara Islam atas orang Bizantium pada Masa al-Mahadi dan al-Rasyid. Yang membuat periode ini sangat terkenal yaitu sejak adanya gerakan intelektual dalam sejarah Islam yang ditandai oleh proyek terjemahan karya-karya berbahasa asing diantaranya; Persia, Sanksekerta, Suriyah, Arab dan Bahasa Yunani. Bahasa yang disebut terakhir banyak mempengaruhi alam pikiran intelektual Islam pada periode ini. Baca, terj Philip K. Hitti, History of The Arabs….h. 381

13

Saefuddin, Sejarah Peradaban Islam….h. 102-103

14

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam….h. 10

15Usman, “Institusi Pendidikan

(28)

menandakan adanya semangat penelitian dan semangat kreatif yang merupakan

ciri khas pada abad-abad awal Islam.16

Fakta sejarah membuktikan warisan keilmuan pada kedua Dinasti masih

memberikan sentuhan dalam bidang ilmu pengetahuan. Dimana warisan

intelektual mereka masih diakui eksistensi oleh negara Barat. Meskipun demikian

kedua Dinasti tersebut tidak dapat dipertahankan dan pada saatnya mengalami

kemunduran dikarenakan faktor internal maupun faktor eksternal. Kehancuran

yang dialami kedua Dinasti ini berdampak kepada pendidikan dan menjadi

terkotak-kotak yang kemudian mempengaruhi kebudayaan Islam di seluruh dunia

Islam, terutama dibidang intelektual.

Berdasarkan uraian singakat di atas, kejayaan yang ditorehkan oleh umat

Islam, tampak terdapat asas integrasi bentuk keragaman keilmuan dalam Islam.

Tanpa adanya integrasi keilmuan dalam Islam sulit untuk bisa membentuk

peradaban yang kuat. Dengan demikian, Islam pada dasarnya tidak mengenal

adanya pemisahan atau dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum keduanya

saling berpadu, harmonis dan saling melengkapi. Adanya pemikiran asing yang

masuk ke dalam tubuh Islam berfungsi sebagai bahan pengayaan dan bukan unsur

pendominasi ajaran Islam. Akan tetapi sebagai upaya pelestarian keilmuan dalam

menjawab persoalan-persoalan yang muncul di setiap zaman.

Memasuki era modern, perhatian di bidang keilmuan dipertanyakan

eksistensinya. Mengingat kehancuran total yang dialami oleh kedua Dinasti

tersebut. Salah satu bentuk pergerakan kembali di bidang ilmu pengetahuan

adalah mengadakan pembaharuan (modernisasi) oleh pemikir Islam. Hal itu

dilakukan dalam rangka membangun kembali orientasi masyarakat ilmiah yang

mampu turut serta membangun kualitas keilmuan dan memberikan respons Islam

terhadap perkembangan zaman.

Menurut Harun Nasution,17 periode modern di mulai sejak tahun 1800 M.

Periode ini di tandai oleh Jatuhnya Mesir ke tangan Barat. Hal ini membuat Islam

sadar dan mengerti akan kelemahannya. Sedangkan di Barat telah timbul

16

Mehdi Nakosten, Kontribusi Islam….h. 17

17

(29)

peradaban baru yang merupakan ancaman bagi umat Islam. Situasi ini mendorong

para pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan

kekuatan Islam kembali. Di periode inilah timbulnya ide-ide pembahruan dalam

Islam atau kebangkitan umat Islam terutama di bidang ilmu pengetahuan.

Secara garis besar pola pembaharuan dalam Islam dapat di bagi dalam dua

pola: Pertama, pola pembaharuan pendidikan Islam yang mengadopsi pola pendidikan modern di Barat. Gerakan ini disebut sebagai gerakan modernis.

Kedua, pola pembaharuan pendidikan Islam dengan cara kembali kepada ajaran Islam secara kaffah.18 Salah satu secara garis besar dari kedua pola pembaharuan

tersebut akan menjadi pembahasan khusus soal integrasi keilmuan sebagai

pembahasan pokok tentang gagasan pendidikan integral menurut M. Natsir.

Sebelum itu sedikit penulis meninjau kembali kondisi pendidikan Islam di

Indonesia pada masa M. Natsir.

B. Tinjauan Historis Pendidikan di Indonesia pada Masa M. Natsir: Telaah

Terhadap Dikotomi Keilmuan.

Sebagaimana yang telah di paparkan pada bab sebelumnya, bahwa dalam

ajaran Islam tidak ada pemisahan keilmuan. Karena dalam pandangan Islam

sendiri semua ilmu itu berasal dari Yang satu yaitu Allah Swt. Namun persolan

yang berkembang dan melanda pendidikan di Indonesia khususnya, sebagai akibat

terjadinya dualisme atau dikotomi dalam sistem pendidikan ketika itu. Keadaan

ini memotivasi M. Natsir untuk berusaha keras dalam mengintegrasikan ilmu

umum dan agama. Upaya yang pertama kali diusulkan olehnya adalah sistem

pendidikan yang bersifat integral.

Jika dilihat dari tahun lahir sampai wafat beliau yakni 17 Juli 1908 - 6

pebruari 1993. Maka beliau hidup dalam periode akhir abad 19 sampai abad 20.

Pendidikan itu sendiri pada masa M. Natsi melewati dua periode yakni sebelum

dan setelah kemerdekaan. Oleh karena itu beliau bisa dikatakan pelaku atau saksi

sejarah perjalanan pendidikan di indonesia. Adapun gambaran pendidikan Islam

18

(30)

pada masa sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan diuraikan sebagai

berikut:

1. Pendidikan Islam Sebelum Kemerdekaan

Pendidikan Islam sebelum kemerdekaan memiliki ruang gerak yang sempit

dan diwarisi peraturan serta kebijakan yang menghambat pendidikan Islam untuk

berkembang, yaitu dengan adanya kebijakan pemerintah Hindia Belanda berupa

ordonansi guru.19 Ordonansi pertama yang dikeluarkan pada tahun 1905

mewajibkan setiap guru agama Islam untuk meminta dan memperoleh izin

terlebih dahulu, sebelum melaksanakan tugasnya sebagai guru agama, sedangkan

ordonansi kedua yang dikeluarkan pada tahun 1925, hanya mewajibkan guru

agama untuk melaporkan diri.

Pada tahun yang sama. Pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan yang

lebih ketat lagi, berupa tidak semua orang (kyai) boleh memberikan pelajaran

mengaji.20 Hal ini terkait dengan Snouck Hourgronje yang pernah mengemukakan

usul untuk memberikan pengawasan ketat kepada para pegawai agama.21 Hal ini

menunjukan Kedua ordonansi ini dimaksudkan sebagai media pengontrol bagi

pemerintah kolonial untuk mengawasi sepak terjang para pengajar dan penganjur

agama Islam di negeri ini. Peraturan itu mungkin disebabkan oleh adanya gerakan

organisasi pendidikan Islam yang sudah tampak tumbuh seperti Muhammadiyah,

Partai Syarikat Islam, dan lain-lain.

Pada tahun 1926, Ordonansi Guru disalahgunakan oleh Pemerintah lokal

untuk menghambat gerakan ummat Islam. Peristiwa itu dialami oleh kalangan

Muhammadiyah di Sekayu Palembang. Pada waktu itu, pengurus Pusat yang akan

19

Ordonansi guru adalah surat perintah mengenai kebijakan pada Hindia Belanda untuk guru agama yang ditekankan yakni guru agama Islam diharuskan mendapatkan surat ijin mengajar oleh pemerintah Hindia Belanda. Jelas ini akan menyudutkan, karena fakta dilapangan untuk mendapatkan ijin dipersulit. Apalagi untuk guru-guru agama yang mempunyai misi pergerakan dan pembaharuan yang bersifat radikal. Biasanya diperlakukan bagi guru-guru yang pernah mendapat pengaruh dari pembaharu dari luar, seperti Muhammad Abduh, Jamaludin Al-Afghani, dll. Karena mereka dianggap akan memperkuat umat Islam dan mengancam keberadaan pemerintahan Hindia Belanda. Baca,Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1996), Cet. VIII, h. 199

20

Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah ed. Terj, Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islmaondererricht Door, oleh Abdurrahman,(Jakarta, PT. Pustaka LP3ES Indonesia, 1994), Cet. II, h. 111

21

(31)

meresmikan Sekolah Muhammadiyah setempat tiba-tiba dilarang, padahal

sebelumnya mereka sudah memberitahukan rencana kegiatan itu kepada Residen

Palembang.22 Oleh karena Ordonansi Guru pada hakikatnya adalah kebijakan

yang digunakan untuk mematikan gerakan pembaharuan terutama pendidikan

Islam yang sedang digalakkan.

Kebijakan lain yang menghambat selain Ordonansi Guru yakni Ordonansi

Sekolah Liar. Sejak Tahun 1880 pemerintah kolonial secara resmi memberikan

izin untuk mendidik pribumi.23 Pada tahun 1932 keluar pula peraturan yang dapat

memberantas dan menutup madrasah yang tidak ada izinnya atau memberikan

pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah kolonial yang disebut Ordonansi

Sekolah Liar.24 Peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya gerakan

Nasionalisme- Islamisme tahun 1928, berupa sumpah pemuda.25

Agaknya perlu dicatat beberapa faktor yang ikut mewarnai situasi menjelang

lahirnya ordonansi pengawasan ini. Salah satu faktornya adalah Pemerintah

kolonial pada saat itu terpaksa mengadakan penghematan, berhubung merosotnya

ekonomi dunia, dan memperendah/ menghambat segala aktifitas termasuk dalam

bidang pendidikan khususnya Islam. Kebijaksanaan ini membawa akibat sangat

majunya pendidikan Kristen di Indonesia. Sementara itu keinginan orang-orang

Indonesia untuk memperoleh pendidikan Barat juga semakin berkembang.

Ketidak mampuan pemerintah kolonial dalam mengatasi arus yang justru sejalan

dengan apa yang digalakannya selama ini, mengakibatkan bermunculannya

sekolah suwasta pribumi, yang kemudian dikenal sebagai “sekolah liar”. Tetapi

karena pengelola dan kurikulum sekolah ini dinilai tidak memenuhi syarat yang

ditentukan pemerintah, maka ijazah sekolah tersebut tidak diakui dikantor-kantor

22

Maksum Muchtar, Madrasah, Sejarah & Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001) h. 116

23

Suwendi, Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), Cet. I, h. 81

24

Maksum Muchtar, Madrasah, Sejarah & Perkembangannya….h. 118

25

(32)

resmi. Sekolah liar ini selalu didirikan oleh orang-orang Indonesia dan dimasuki

oleh anak-anak Indonesia.

Adapun pendidikan yang berdiri pada masa Hindia Belanda, yaitu Pesantren

dan Sekolah Belanda. Disinilah adanya dualisme pendidikan yang sengaja

diciptakan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Meskipun pesantren dianggap

sebagai lembaga yang sederhana dan masih banyak menyimpan kelemahan.

Namun gerak perkembangannya tetap di bawah pengawasan pemerintahan

Belanda agar tidak membahayakan. Melihat dari sejarahnya, dualisme pendidikan

hampir dialami oleh umat Islam dikarenakan untuk memisahkan dan membuat

jarak antara Islam dan Penguasa.

2. Pendidikan Islam Setelah Kemerdekaan

Setelah merdeka, pendidikan Islam mendapat kedudukan yang sangat penting

dalam sistem pendidikan nasional. Di Sumatra, Mahmud Yunus sebagai

pemeriksa agama pada kantor pengajaran mengusulkan kepada kepala pengajaran,

agar pendidikan agama disekolah-sekolah pemerintah ditetapkan dengan resmi

dan guru-gurunya digaji seperti guru umum dan usul pun diterima.26 Selain itu,

pendidikan agama disekolah juga mendapat tempat yang teratur, seksama, dan

penuh perhatian. Untuk itu dibentuk Departemen Agama pada tanggal 13

Desember 1946 yang bertugas mengurus penyelenggaraan pendidikan agama

disekolah umum dan madrasah serta pesantren-pesantren.

Pendidikan Islam perlahan mulai diajukan. Istilah pesantren yang dulu hanya

mengajar agama di surau dan menolak modernitas pada zaman kolonial, sudah mulai ikut mendirikan madrasah dan sekolah umum, sehingga pemuda Islam

diberi banyak pilihan. Upaya ini merupakan usaha untuk menata diri

ditengah-tengah realitas sosial modern dan kompleks. Pesantren juga telah lebih

berkembang dengan berdirinya perguruan tinggi Islam.

Sekolah agama, termasuk madrasah, ditetapkan sebagai model dan sumber

pendidikan Nasional yang berdasarkan Undang-undang 1945. Ekstensi pendidikan

agama sebagai komponen pendidikan nasional dituangkan dalam Undang-undang

pokok pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950, bahwa belajar

26

(33)

sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap

telah memenuhi kewajiban belajar27.

Pada tahun 1958 pemerintah terdorong untuk mendirikan Madrasah Negeri

dengan ketentuan kurikulum 30 % pelajaran agama dan 70 % pelajaran umum.

Sistem penyelenggaraannya sama dengan sekolah-sekolah umum dengan

perjenjangan sebagai berikut:

1. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) setingkat SD lama belajar enam tahun. 2. Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) setingkat SMP lama belajar tiga tahun. 3. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) setingkat SMA lama belajar tiga tahun.28

Pada masa awal kemerdekaan, pemerintah dan bangsa Indonesia mewarisi

sistem pendidikan dan pengajaran yang dualistis, yaitu 1) sistem pendidikan dan

pengajaran pada sekolah-sekolah umum yang sekuler, tak mengenal ajaran agama,

yang merupakan warisan dari pemerintah belanda. 2) Sistem pendidikan dan

pengajaran Islam yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat sendiri,

baik yang bercorak isolatif-tradisional maupun yang bercorak sintesis dengan

berbagai variasi pola pendidikannya sebagaimana uraian tersebut diatas.

Kedua sistem pendidikan tersebut sering dianggap saling bertentangan serta

tumbuh dan berkembang secara terpisah satu sama lain. Sistem pendidikan dan

pengajaran yang pertama pada mulanya hanya menjangkau dan dinikmati oleh

sebagian masyarakat, terutama kalangan atas saja. Sedangkan yang kedua (sistem

pendidikan dan pengajaran Islam) tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat

dan berurat berakar dalam masyarakat.29 Hal ini diakui oleh Badan Komite

Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) dalam usul rekomendasinya yang

disampaikan kepada pemerintah, tentang pokok-pokok pendidikan dan pengajaran

baru, pada tanggal 29 Desember 1945.30

Merdekanya bangsa Indonesia diharapkan bisa menggali segala potensi yang

ada, sehingga dapat digunakan dan dikembangkan untuk tercapainya masyarakat

27

DJumhur, Sejarah Pendidikan, (Bandung: Ilmu,1959) h. 45

28

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1985), h. 89

29

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu, 1995) h. 67

30

(34)

adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Harapan ini walaupun sudah lama

dicanangkan, namun belum juga terwujud sampai sekarang.

Keadaan lebih parah lagi dengan timbulnya gejala-gejala salah urus (mis

management)31 akibatnya pada bidang pendidikan fasilitasnya tidak mampu untuk

memenuhi kebutuhan. Lagi pula politik dan usaha-usaha pendidikan tidak berhasil

menjadikan sektor pendidikan sebagai faktor penunjang bagi suatu pendidikan.

Perkembangan selanjutnya pendidikan hanya mengakibatkan benih-benih

pengangguran. Lahirnya Orde Baru (ORBA) memungkinkan pendobrakan salah

urus itu dalam segala bidang juga dalam pendidikan. Dimana, perkembangan

masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat pada khususnya sudah

memasuki masyarakat informasi yang merupakan kelanjutan dari masyarakat

modern dengan ciri-cirinya yang bersifat rasional, berorientasi kemasa depan,

terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandiri dan inovatif. Sedangkan masyarakat

informasi di tinjau oleh penguasaan terhadap teknologi informasi, mampu

bersaing, serba ingin tahu, imajinatif, mampu mengubah tantangan manjadi

peluang dan menguasai berbagai metode dalam memecahkan masalah.

Pada masyarakat informasi peranan media elektronika sangat memegang

peranan penting dan bahkan menentukan corak kehidupan. Penggunaan teknologi

elekronik seperti computer, faximile, internet, dan lain-lain telah mengubah

lingkungan yang bercorak lokal dan nasional kepada lingkungan yang bersifat

internasional, mendunia dan global. Pada era informasi lewat komunikasi satelit

dan computer orang tidak hanya memasuki lingkungan informasi dunia, tetapi

juga sanggup megelolahnya dan mengemukakannya secara lisan, tulisan dan

visual. Peranan media elektronika yang demikian besar akan menggeser

agen-agen sosialisasi manusia yang berlangsung secara tradisional seperti yang

dilakukan oleh orang tua, guru, pemerintah, dan sebagainya. Komputer dapat

dijadikan teman bermain, orang tua yang akrab, guru yang memberi nasehat juga

31

(35)

sewaktu-waktu dapat memberikan jawaban sesegara mungkin atas petanyaan

eksistensisal yang mendasar.32

Kemajuan dalam bidang informasi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh

pada kejiwaan dan keperibadian masyarakat. Pada era informasi yang sanggup

bertahan hanyalah mereka yang berorintasi ke masa depan, yang mampu

mengubah pengetahuan menjadi kebijakan dan mereka yang memiliki ciri-ciri

sebagaimana yang dimiliki masyarakat modern tersebut diatas. Dari keadaan ini,

keberadaan masyarakat suatu bangsa dengan bangsa lain terjalanin hubungan baik

dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya.

Itulah gambaran masa depan yang akan terjadi, dan umat manusia pasti

menghadapinya. Masa depan itu selanjutnya akan mempengaruhi dunia

pendidikan baik dalam dunia kelembagaan materi pendidikan guru metode sarana

prasarana dan lain sebagainya. hal ini pada gunanya menjadi tantangan yang harus

dijawab oleh dunia pendidikan.

Memasuki melenium ketiga dunia pendidikan dihadapkan kepada berbagai

masalah yang sangat urgen yang apabila tidak diatasi secara tepat, tidak mustahil

dunia pendidikan akan ditinggal oleh zaman. Kesadaran akan tampilnya dunia

pendidikan dalam memecahkan dan merespon berbagai tantangan baru yang

timbul pada setiap zaman adalah suatu hal yang logis bahkan suatu keharusan. Hal

demikian dapat dimengerti mengingat dunia pendidikan merupakan salah satu

pranata yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa depan umat manusia.

Kegagalan dunia pendidikan dalam menyipakan masa depan umat manusia adalah

merupakan kegagalan bagi kelangsungan kehidupan bangsa.

Oleh karena itu, gagasan pendidikan integral mempunyai peranan sangat

penting dan strategis. Peran utama pendidikan integral adalah sebagai respon

perkembangan zaman di bawah landasan spiritual, moral dan etika. Agama

sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu,

warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai kehidupan bangsa dan

negara.

32

(36)

C. Paradigma Pengembangan Ilmu Agama dan Umum

1. Pengertian Pendidikan Integral

Sudah menjadi kesepakatan umum oleh pakar pendidikan, bahwa dalam

memberi definisi kata pendidikan tidak lepas dari cara dan sudut pandang mereka

masing-masing. Perbedaan ini bukan berarti menunjuk kepada tujuan yang

berbeda tetapi lebih kepada kompleksitas keilmuan yang mereka miliki. Dengan

demikian secara sederhana pendidikan dapat diartikan sebagai proses usaha sadar

yang diarahkan untuk menggali potensi yang terpendam dalam diri anak sampai

mancapai taraf pendewasaan (jasmani dan rohani) dengan menanamkan sikap

moral serta pelatihan otak atau transfer of knowlage.

Kedua penanaman ini harus berjalan sebagaimana mestinya. Keduanya

bagaikan koin dengan memiliki sisi yang saling berdampingan dan

menyempurnakan. Kehilangan satu sisi akan menyebabkan kepincangan di sisi

lain. Artinya sikap moral tanpa diikuti ilmu akan menghasilkan generasi yang tak

kenal dengan tanda zaman. Sebaliknya jika pendidikan terbatas pada pelatihan

otak semata, akan menghasilkan generasi yang tak kenal batas nilai. Ironisnya

pendidikan akan menghasilkan generasi perusak nilai-nilai luhur dari suatu

bangsa.

Menurut Jalaluddin33, penanaman moral dalam pendidikan adalah syarat

terbentuknya kepribadian yang utama atau ideal serta diikuti sikap mental secara

teguh dan sungguh-sungguh memegang dan melaksanakan ajaran atau

prinsip-prinsip nilai yang menjadi pandangan hidup secara individu, masyarakat maupun

bangsa dan negara. Dengan kata lain, pembentukan moral merupakan syarat

terpenting dalam dunia keilmuan.

Gagasan tentang pendidikan integral ini pada hakekatnya berusaha

mengembangkan konsepsi ajaran Islam secara normatif-integralistik dengan

bertitiktolak dari kecendrungan kuat pemisahan antara ilmu agama dengan ilmu

umum. Secara bersamaan, kegagalan terjadi pula pada sistem pendidikan Barat

dalam mendidikan anak hanya semata-mata berorientasi pada satu aspek,

“intelektual”. Di satu sisi keseriusan ini mendorong pendidikan di Barat

33

(37)

tergolong ke dalam tingkat pendidikan kelas atas, tetapi di sisi lain sistem

pendidikanya terbilang masih jauh dari pada nilai-nilai agama. Hal ini ditandai

dengan pesatnya kemajuan ilmu dan teknologi yang sedang memuncak di Barat

juga diiringi dengan kriminalitas yang tak kunjung habis-habisnya. Di sini

Azyumardi Azra34 memandang bahwa makna pendidikan dipersempit dengan

interpretasi bahwa pendidikan hanya terbatas pada sekedar pengajaran atau

transfer ilmu belaka. Baginya, pendidikan harus memiliki arti lebih dari itu, yakni

adanya penanaman nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang

dicakupnya.

Namun pendidikan Islam sekarang telah memiliki kecendrungan bergerak ke

arah mencetak generasi yang berakhlak mulia. Tetapi itu semua harus

diseimbangkan dengan perkembangan zaman, dalam hal ini sebagai tolak ukur

kemajuan. Supaya tujuan pendidikan Islam terkontrol dengan nilai-nilai agama.

Karena jika pendidikan Islam dilepas begitu saja, secara perlahan-lahan akan

menggrogoti nilai-nilai Islam itu sendiri.

Adapun istilah integral secara bahasa dapat dilihat dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia yang mempunyai arti sebagai berikut; 1. mengenai keseluruhannya; meliputi seluruh bagian yang perlu untuk menjadikan lengkap; utuh; bulat; sempurna. 2. Tidak terpisahkan; terpadu. 35 sedangkan dalam kamus bahasa inggris, kata integral dapat di lihat dalam bentuk kata sifat, kata ini merujuk pada kata integral yang bermakna hitungan integral, bulat, utuh, yang perlu untuk melengkapi. kata kerja to integrate yang berarti mengintegrasikan, menyatu-padukan, mengabungkan, mempersatukan. Integrated yang berarti yang digabungkan, yang terbuka untuk siapa saja. Sebagai kata benda, integration, yang berarti integrasi, pengentegrasian atau penggabungan. Integrationist yang bermakna penyokong paham integrasi, pemersatu. Integrity berarti ketulusan hati, kejujuran dan keutuhan.36

34

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi….h. 3

35

Dekdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 383

36

(38)

Dari paparan rumusan di atas dapat diambil penampilan sementara bahwa

pendidikan integral yaitu proses usaha sadar terhadap perkembangan jasmani dan

rohani anak oleh pendidik menuju terbentuknya kepribadian yang utuh, bulat,

sempurna sehinga ia dapat melaksanakan tugas hidupnya dengan baik. Atau dapat

juga diartikan, pendidikan integral adalah usaha memadukan intelektual, moral,

spiritual menuju kepada kepribadian yang utuh. Oleh sebab itu, dari segi substansi

pola gagasan pendidikan integral dapat dipandang sebagai pola dalam

pembentukan keseimbangan antara kekuatan intelektual dan kekuatan spiritual.

Sehingga kedua hal tersebut secara bersamaan membentuk pribadi yang utuh

melalui ajaran tauhid.

2. Model Integrasi Keilmuan

Wacana tentang usaha menuju integrasi keilmuan sejatinya telah dimulai

sejak abad ke-19, meski keadaanya mengalami pasang-surut.37 Hal ini dilakukan

paling kurang, selain untuk membendung terjadinya dikotomi ilmu pengetahuan

antara ilmu umum dan ilmu agama juga dilakukan sebagai respon arah pendidikan

Islam di era globalisasi yang serat sekali dengan kemajuan. Dalam kerangka

analisis itu, menurut Muhaimin38 dapat dilakukan dengan upaya integrasi ilmu

melalui tiga model yaitu: purifikasi, modernisasi Islam dan Neo-Modernisasi.

a. Model Purifikasi

Purifikasi bermakna pembersihan atau penyucian. Dengan kata lain,

proses ini berusaha menyelenggarakan penyucian ilmu pengetahuan agar

sejalan dengan nilai dan norma Islam secara kaffah, lawan dari Islam yang parsial. Ajaran ini bermakna bahwa setiap ilmuan Muslim dituntut menjadi

aktor beragama yang loyal, concern dan komitment dalam menjaga dan memelihara ajaran dan nilai-nilai Islam dalam aspek kehidupannya, serta

bersedia dan mampu berdedikasi sesuai minat, bakat, kemampuan, dan

bidang keahliannya masing-msing dalam perspektif Islam untuk kepentingan

kemanusiaan. Model Islamisasi di atas, dapat di cermati juga dari rencana

37

Armai Arief, Reformasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRCD Press, 2005), h. 125

38

(39)

kerja Islamisasi pengetahuan sebagaimana yang dikembangkan oleh al-faruqi

dan al-Attas, meliputi: 1) Pengusaan khazanah ilmu pengetahuan Muslim, 2)

Penguasaan khazanah ilmu pengetahuan masa kini, 3) Indentifikasi

kekurangan-kekurangan ilmu pengetahuan itu dalam kaitannya ideal Islam, 4)

Rekonstruksi ilmu-ilmu itu sehingga menjadi paduan yang selaras dengan

wawasan dan ideal Islam.

b. Model Modernisasi

Modernisasi disini berarti proses perubahan menurut fitrah atau

sunnattullah. Model modernisasi ini berangkat dari kepedulian terhadap

keterbelakangan umat Islam yang disebabkan oleh sempitnya pola pikir

dalam memahami agama Islam, sehingga sistem pendidikan Islam dan ilmu

pengetahuan agama Islam tertinggal jauh dari bangsa non-Muslim. Islamisasi

disini cendrung mengembangkan pesan Islam dalam proses perubahan sosial

dan perkembangan iptek, adaptif terhadap perkembangn zaman tanpa harus

meninggalkan sikap kritis terhdap unsur negatif dan proses modernisasi.

Modernisasi berarti berfikir dan bekerja menurut fitrah atau sunnatullah.

Sunnatullah ini mengejawantahkan dirinya dalam hukum alam, sehingga

untuk melangkah modern, umat Islam dituntut memahami hukum alam

(perintah Allah Swt) yang pada giliran berikutnya, akan melahirkan ilmu

pengtahuan. Menyadari akan keterbatasan paham hukum alam yang dimiliki

manusia sehingga manusia perlu menempuh secara tahap demi tahap. Karena

itu, menjadi modern berarti progresif dan dinamis. Jadi arti Islamisasi

pengetahuan yang ditawarkan oleh model modernisasi Islam adalah

membangun semangat umat Islam untuk selalu modern, maju, progresif, dan

terus melakukan perbaikan agar terhindar dari keterbelakngan dan

ketertingalan di bidang iptek.39

c. Model Neo-Modernis

Model ini berusaha memahami ajaran-jaran Islam dan nilai-nilai

mendasar yang terkandung dalam al-Quran dan al-Hadits dengan

39

(40)

mempertimbangkan khazanah intelektual Muslim klasik serta mencari

kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh IPTEK.

Model ini menurut Muzani bertolak dari landasan metodologis; 1)

Persoalan-persoalan kontemporer umat harus dicari penjelasannya dari tradisi, dari hasil

ijtihad para ulama terdahulu hingga sunnah yang merupakan hasil penafsiran

terhdap al-Quran, 2) Bila dalam tradisi tidak ditemukan jawaban yang tidak sesuai

dengan kontemporer, maka selanjutnya menalaah konteks sosi-historis dari

ayat-ayat al-Quran yang dijadikan sasaran ijtihad ulama tersebut, 3) Melalui telaah

historis akan terungkap pesan moral al-Quran sebenarnya yang merupakan etika

sosial al-Quran, 4) Dari etika sosial al-Quran itu selanjutnya diamati relevansi

dengan umat sekarang berdasarkan bantuan hasil studi yang cermat dari ilmu

pengetahuan atas persoalan yang dihapi umat rersebut, 5) Al-Quran berfungsi

evaluatif, legitimatif hingga memberi landasan dan arahan moral terhadap

persolan yang ditanggulangi.40

Menurut hemat penulis, model-model integrasi keilmuan di atas memiliki

pola dasar tujuan yang sama. Pola dasar tujuan yang sama tersebut bertemu dalam

kesimpulan yaitu mengembalikan nuansa tradisi penalaran intelekual pemikir dan

keilmuan Muslim dan sekaligus memecahkan permasalahan disharmoni yang

diakibatkan oleh terjadinya dikotomi ilmu pengetahuan dengan merujuk kembali

kepada al-Quran dan al-Hadits.

Terkait dengan model-model integrasi diatas, permasalahan yang kemudian

muncul adalah, apakah integrasi ilmu pengetahuan antara “ilmu agama dan ilmu

umum” mungkin dapat dilakukan sehingga keduanya dapat berjalan dengan baik

dan menghasilkan produk yang baik pula jika keduanya dapat di padukan. Disini

Azyumardi Azra41 mengemukakan tiga tipologi respon cendikiawan Muslim

terkait dengan hubungan antara ilmu agama dan ilmu umum. Ketiga respon

tersebut di antaranya; restorasionis, rekonstruksionis dan pragmatis. Menurutnya, dua kelompok terakhir memiliki kerja analitis yang bermanfaat, di mana

40

Abuddin Nata, dkk, Integrasi Ilmu….h. 175

41Azyumarsi Azra, “Reintegrasi Ilmu

(41)

seseorang dapat menguji masalah-masalah dan kemungkinan-kemungkinan

pengembangan sebuah sains yang berorientasi kemasyarakatan dalam Dunia

Islam. pertama: Restorasionis, Respon ini berusaha mencari versi ideal masa lalu dan meletakkan kegagalan, kekalahan, dan kemunduran orang Islam disebabkan

penyimpangan mereka dari jalan yang benar, yakni Islam yang orisinal dan murni

pada periode nabi dan sahabat-sahabatnya.

Kedua: Rekonstruksionis, Kelompok ini berusaha menginterprestasikan kembali ajaran-ajaran Islam untuk memperbaiki hubungan peradaban modern

dengan Islam. Mereka berpendapat, bahwa Islam pada masa nabi Muhammad

Saw dan sahabatnya sangat revolutif, progresif, dan rasionalis. Ketiga,

Reintegrasi, respon ketiga ini merupakan rekonstruksi keilmuan yang berasal dari

al-ayah al-qur’aniyah dan berasal dari al-ayah kauniyyah. Berarti kembali pada

kesatuan transedental semua pengetahuan.

3. Konsep Islam tentang Ilmu Pengetahuan

Pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan tak dapat di pisahkan dari

pembahasan mengenai kedudukan dan tradisi keilmuan dalam Islam. sebab Islam

sendiri sangat mendukung terhadap pengembangan dan penguasaannya.

Memisahkan agama dari ilmu pengetahuan berarti melumpuhkan sumber satu

yang berasal dari Allah Swt. Hal ini tidak mengherankan, karena sesungguhnya

ayat-ayat Allah Swt dapat di kaji melalui dua bentuk. Pertama, Mengkaji ayat-ayat Allah Swt yang bersifat qauliyah berupa wahyu. Kedua. Mengkaji ayat-ayat Allah Swt yang bersifat kauniyah berupa alam semesta.

Menurut Zuhairini, keduanya adalah merupakan satu kesatuan. Dengan kata

lain, pemahaman terhadap alam semesta dapat di kaji melalui wahyu. Wahyu pun

dapat dibuktikan melalui kenyataan yang ada di alam semsesta. Karena wahyu

berasal dari Tuhan Yang Maha Mengetahui, maka kebenaran menjadi mutlak dan

tidak berubah meskipun ada perkembangan zaman. Sedangkan ilmu pengetahuan

berpijak dan terikat pada pemikiran rasional yang berasal dari alam semesta, dan

kebenarannya bersifat relatif. Oleh karena agama dan ilmu dalam posisi tidak

Gambar

gambaran jelas tentang objek tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Adanya pemahaman dari Tim Koordinasi dan pemangku kepentingan mengenai perkembangan hibah Energi Terbarukan Berbasis Komunitas dan Skala Komersial, dan hibah

Rekomendasi pemanfaatan Bahan limbah slag baja untuk Bidang Jalan , memperhatikan hasil kajian aspek Lingkungan, dengan pengujian laboratorium kandungan kimia, uji lindi

perbedaan antara pretest dan posttest dan terjadi penurunan nilai rata-rata pretest dan posttest diberikan terapi musik klasik yaitu dari 3 menjadi 2, dapat

Akibat yang ditimbulkan oleh perilaku kekerasan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy, adalah kekerasan fisik yang dialami oleh tokoh

e. Peningkatan ketersediaan dan kualitas infrastruktur; strategi diarahkan melalui pemeliharaan dan pembangunan sarana kebinamargaan, pengairan, keciptakaryaan dan tata ruang serta

Jika Anda tidak memiliki Microsoft Excel 2007, maka ketika Anda membuat chart baru, chart akan muncul dengan sebuah datasheet yang sangat mirip dengan spreadsheet.. Aplikasi

Skripsi yang berjudul “ Analisis Faktor – Faktor Pertimbangan Konsumen Dalam Membeli Buku – Buku Rohani Kristen Protestan Di Rhema Bookstore Semarang “ ini digunakan

Sebagai kesimpulan kepada masalah ancaman sindiket terhadap golongan juvenil, sememangnya tidak dapat dinafikan, penyalahgunaan, penagihan dadah dan pengedaran dadah di kalangan