• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA NABI TERAKHIR (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA NABI TERAKHIR (1)"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

24 10 - 25 RABIULAKHIR 1432 H

P

engakuan sebagai Nabi di Indonesia, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri, belakangan cukup marak. Kalangan Ah-madiyah berargumen bahwa, ungkapan Nabi Muhammad saw adalah Nabi terakhir, tidak secara otomatis menegasikan mun-culnya Nabi setelah beliau. Tulisan ini akan menganalisis argumen tersebut berdasar-kan kajian surat Al-Ahzab ayat 40 beserta ayat-ayat dan hadits-hadits terkait pema-haman khâtam al-Nabiyyin.

Pemahaman Terhadap Qs. 33: 40

Bunyi selengkapnya ayat tersebut adalah sebagai berikut:

Artinya: Muhammad itu sekali-kali bu-kanlah bapak dari seorang laki-laki di an-tara kamu (yaitu Zaid ibn Haritsah), tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-Nabi. Dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Kata Khâtham (al-Nabiyyin), secara harfiah mempunyai empat makna. Per-tama, Khâtham bermakna cincin. Kedua,

Khâtham bermakna penutup. Ketiga,

Khâtham bermakna hati yang tertutup hingga tidak pernah bisa memahami se-suatu yang disampaikan kepadanya.

Keempat, Khâtham bermakna tanaman yang disirami (Luis Makluf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, h. 168-169).

Dalam Ushul al-Fiqih, kata yang mem-punyai lebih dari satu makna, disebut lafadl musytarak. Lafadlmusytarak tidak bisa dipahami dengan menggunakan keselu-ruhan makna yang dikandung. Hanya satu makna dari keseluruhan makna yang dapat dipergunakan. Pilihan terhadap salah satu makna yang tersedia, dipersyaratkan di-dukung oleh nash Qur’an dan

Al-Sunnah.

Kalangan pendukung Ahmadiyah sesungguhnya memilih makna penutup atau terakhir untuk kata khâtham yang ter-dapat pada ayat di atas. Mereka berpan-dangan, makna penutup tidak identik de-ngan tidak ada Nabi lagi setelah Muham-mad saw. Masih dimungkinkan hadirnya Nabi-Nabi lain setelah beliau.

Dalam salah satu diskusi dengan pe-nulis di facebook, seorang kader Ah-madiyah menguatkan pemaknaan kata

Khâtham dengan arti penutup atau terakhir, mengacu pada Hadits Nabi saw berikut:

Artinya: Saya adalah akhir dari para Nabi dan masjid saya adalah akhir dari masjid-masjid (yang didirikan oleh para Nabi, pen. Hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah).

Hadits tersebut menegaskan, Masjid Nabawi adalah masjid terakhir dibangun. Mestinya, Masjid Nabawi benar-benar masjid penutup atau terakhir. Nyatanya, masjid-masjid terus bermunculan dan dibangun oleh umat Islam hingga sekarang. Karena itu, pernyataan Nabi Muhammad saw Nabi penutup atau terakhir, bisa dipahami masih dimungkinkan hadirnya Nabi-Nabi lain setelah beliau seperti ha-dirnya masjid-masjid baru di dunia Islam meskipun telah dinyatakan Masjid Nabawi adalah masjid terakhir.

Harus diakui, dalam sejarah Islam, se-telah Masjid Nabawi, muncul Masjid Abd al-Qais. Masjid ini adalah masjid pertama yang dibangun dan dipergunakan untuk penyelenggaraan shalat Jum’at setelah masjid Rasulullah saw. Masjid ini terletak di sebuah desa bernama Juwats di wilayah

Bahrain (al-Aqalani, Fath al-Bari, juz 2,

Kitab al-Maghaziy, bab Wafd Abd al-Qais, h. 1902. Lihat juga Ibnu Katsir, Al-Bidayah,

MAKNA NABI TERAKHIR (1)

h. 332). Kemudian, disusul oleh bangunan masjid-masjid di seluruh dunia Islam.

Hal ini, sekali lagi, menunjukkan bahwa kata penutup atau akhir itu tidak berarti tidak dimungkinkan munculnya hal yang sama di belakang hari. Dalam logika penganut Ahmadiyah, meski menurut Al-Ahzab ayat 40 di atas Muhammad saw adalah Nabi penutup dan terakhir, masih terbuka ke-mungkinan munculnya Nabi-Nabi setelah beliau. Seperti halnya masjid yang sudah ditegaskan bahwa Masjid Nabawi adalah masjid terakhir, nyatanya masjid-masjid te-tap muncul terus di dunia Islam.

Mereka juga menguatkan argumen-nya, dengan mengacu pada surat Shaff ayat 6 sebagaimana berikut:

Artinya: Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesung-guhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira de-ngan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala Ra-sul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.”

Dalam pandangan penganut Ahmadi-yah, Nabi yang disebut oleh ayat tersebut belumlah datang karena yang datang se-telah Nabi Isa as bukan bernama Ahmad, melainkan bernama Muhammad. Meski Muhammad saw dinyatakan sebagai Nabi penutup atau terakhir, tapi masih dimung-kinkan hadir Nabi yang bernama Ahmad sebagaimana nama yang disebut oleh ayat di atas.

KI AGENG AF WIBISONO / (KETUA PP MUHAMMADIYAH 2010-2015)

D I R A S A H I S L A M I Y A H

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

(2)

25 SUARA MUHAMMADIYAH 06 / 96 | 16 - 31 MARET 2011 Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar

ketika menjelaskan Al-Ahzab ayat 40, memilih makna penutup atu terakhir untuk kata khatham. Makna Muhammad saw sebagai Nabi penutup, bagi Buya Hamka, adalah sudah tidak ada lagi Nabi setelah beliau. Sejalan dengan Buya Hamka, Ma-jelis Tarjih PP Muhammadiyah juga me-milih makna penutup untuk kata khatham

(HPT, h. 280-2810).

Majelis Tarjih menguatkan makna yang dipilih dengan mengacu pada bebe-rapa Hadits berikut:

Artinya: Dalam umatku akan ada pen-dusta-pendusta. Semuanya mengaku diri-nya Nabi. Padahal, aku ini penutup seka-lian Nabi yang tidak ada Nabi sesudahku

(Hadits riwayat Ibnu Mardawaih dari Tsauban ini menurut Albani adalah shahih).

Artinya: Perumpamaanku dan seka-lian Nabi sebelumku adalah ibarat seorang yang mendirikan gedung. Maka diperba-guskan dan diperindahkan bangunan itu kecuali satu bata (yang belum dipasang) pada salah satu penjuru-penjurunya. Orang-orang mengelilingiya dengan heran seraya berkata; Mengapakah bata ini tidak dipasang? Nabi saw bersabda; Aku inilah bata itu dan aku inilah penutup se-kalian Nabi (Hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah).

Pada Hadits pertama ada penggalan kalimat yang relevan untuk diperhatikan. Yakni, . Menurut ilmu nahwu,

lam pada adalah lam lin-nafyi al-jinsi. Artinya, lam yang berfungsi menegasikan segala jenis kandungan kata yang ada sesudahnya. Seperti fungsi lam

D I R A S A H I S L A M I Y A H

pada penggalan kalimat berfungsi menegasikan semua tuhan. Tidak ada

tu-han kecuali Allah. Begitulah makna

lam pada yang menegasikan kehadiran semua Nabi dan Rasul setelah Muhammad saw. Artinya, setelah Muham-mad saw tidak ada lagi Nabi dan Rasul dalam bentuk apa pun. Termasuk mene-gasikan kehadiran Nabi tanpa membawa syariat seperti pengakuan dan klaim Mirza Ghulam Ahmad. Hadits kedua, Nabi saw membuat ilustrasi mengenai posisi dirinya di antara Nabi lain, bak sebuah bangunan yang menyisakan satu lubang. Lubang itu menjadi terisi dengan kedatangan beliau. Artinya, sudah tidak tersisa orang lain untuk mengisinya. Orang yang datang setelah beliau sudah tidak mempunyai tempat untuk mengaku-ngaku menjadi Nabi atau Rasul.

Pemahaman seperti ini sejalan dengan Hadits berikut:

Artinya: Rasulullah saw bersabda; sesungguhnya risalah dan kenabian telah terputus (berakhir). Maka tidak lagi Rasul dan Nabi sesudah saya ….

Hadits riwayat at-Turmudzi dari Anas ibn Malik ini menegaskan bahwa risalah dan kenabian telah final dan usai. Peng-akuan seseorang sesudah Muhammad saw tentang kenabian dan kerasulannya adalah tidak sah karena bertolak belakang dengan Hadits di atas. Dengan demikian, makna kata Khâtham pada Al-Ahzab ayat 40 di atas penutup atau terakhir.

Pertanyaannya kemudian, apakah kata terakhir itu masih memungkinkan ada Nabi lagi? Seperti halnya pernyataan di atas, bahwa Masjid Nabawi adalah masjid terakhir dan ternyata masih lahir masjid-masjid baru setelah Masjid Nabawi?

Pertama-tama harus didudukkan terlebih dahulu makna yang sesungguhnya dari pernyataan Masjid Nabawi adalah masjid terakhir. Pernyataan itu agaknya dikutip secara kurang lengkap dari Hadits berikut:

Hadits riwayat al-Bazzâr, al-Dailamy dan Ibn al-Najjâr dari ‘Âisyah ini menurut Albani adalah shahih. Arti Hadits ini; “Saya adalah penutup sekalian para Nabi dan masjid saya (Masjid Nabawi), adalah penutup (akhir) masjid para Nabi”. Tidak bisa tidak, hadits “masjid-ku adalah akhir dari masjid-masjid para Nabi”, mesti dipahami, akhir dari masjid yang didirikan oleh Nabi. Setelah masjid Nabawi, kenyataannya tidak ada lagi

masjid yang didirikan oleh seorang Nabi, karena Muhammad Rasulullah saw adalah akhir dari rangkaian para Nabi-Nabi dan tidak ada lagi Nabi setelah beliau.

Sangat rasional pernyataan Nabi tersebut. Karena sudah tidak ada Nabi lagi, praktis tidak akan ada masjid yang dibangun oleh seorang Nabi, meskipun umat Islam akan didatangi para pembohong yang mengaku sebagai Nabi. Karena itu pula, melaksanakan shalat di masjid-masjid di luar Masjid al-Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsha, pahalanya tidak sama dengan melaksanakan shalat di Masjid al-Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsha.

Bagaimanakah perbedaan nama Ahmad dengan Muhammad? Nama Nabi Muhammad saw, sebagaimana disebut dalam Hadits tidak hanya Muhammad:

Artinya: Nabi saw bersabda; Saya ada-lah Muhammad. Saya adaada-lah Ahmad. Sa-ya adalah Al-MâhÉ (Sa-yang sebab saSa-ya ke-kufuran terhapuskan). Saya adalah Al-Hâ-syir (manusia berhimpun kepada saya) dan Al-‘Âqib (tidak ada Nabi setelahnya).

Hadits riwayat Muslim dari Jubair ibn Muth’im ini menginformasikan nama lain Nabi Muhammad adalah Ahmad. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa yang dimaksud Ahmad pada surat Shaaf ayat 6 adalah Muhammad saw, bukan Mirza Ghulam Ahmad. Wallâhu A’lam bi al-Shawâb.l

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai sebuah lembaga keuamgan pada bank syariah adalah lembamaga keuangan yang menjalankan peranannya untuk menjadi lembaga keuangan intermediasi antara pemilik modal

Klasik Mantık I dersininde temel mantık işlemleri açıklanıp, günümüzde kullanılan geçerlilik ve tutarlılık denetleme yöntemleri anlatılmıştır.

Dari uraian di atas peneliti tertarik sekali untuk melakukan penelitian di dalam kelas dari masalah yang ada, dengan judul Peningkatkan Aktivitas dan

Pengujian terhadap hipotesis 3 yang menyatakan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran berpengaruh pada kinerja manajerial melalui komitmen tujuan anggaran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB)

bahwa untuk menindaklanjuti ketentuan Pasal 160 Ayat 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri

Negosiasi yang bersifat menyerang atau mendominasi situasi dan kondisi negosiasi, yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan diri sendiri, dilakukan dengan cara: Menggunakan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab IV, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, variasi yang dimunculkan guru Bahasa