• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN N JANGKA PANJANG TERHADAP EMISI GAS CO2 DARI TANAH PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) MUSIM KE-41 DI POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN N JANGKA PANJANG TERHADAP EMISI GAS CO2 DARI TANAH PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) MUSIM KE-41 DI POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

Lanang Koko Fernando

ABSTRAK

PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN N JANGKA PANJANG TERHADAP EMISI GAS CO2 DARI TANAH

PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) MUSIM KE-41 DI POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

Oleh

DEFRI BARMINTORO

Praktik pertanian di Indonesia umumnya dengan melakukan Olah Tanah Intensif yang dapat merusak agregat tanah sehingga partikel-partikel tanah menjadi lepas, karbon tanah hilang terbawa erosi, dan memacu oksidasi bahan organik sehingga menurunkan cadangan karbon tanah dan dapat meningkatkan emisi CO2 yang

berpengaruh kepada peningkatan pemanasan global. Hal ini berbanding terbalik dengan Olah Tanah Konservasi.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dan disusun secara faktorial dengan 4 ulangan. Faktor pertama dalam penelitian ini adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu T1 = olah tanah

intensif, T2 = olah tanah minimum, T3 = tanpa olah tanah. Faktor kedua dalam

penelitian ini adalah pemupukan nitrogen jangka panjang (N) yaitu N0 = 0 kg N

ha-1, N1 = 100 kg N ha-1 dan N2 = 200 kg N ha-1. Pengamatan emisi gas CO2

dilakukan 2 minggu 1 kali sebanyak 10 kali pengamatan. Data yang diperoleh diuji homogenitasnya dengan uji Barlet dan aditifitasnya dengan Uji Tukey. Data di analisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji BNJ 5 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum emisi gas CO2 tertinggi pada

perlakuan sistem Olah Tanah Intensif dan pemupukan 200 kg N ha-1, sedangkan emisi gas CO2 terendah pada sistem Tanpa Olah Tanah dan tanpa pemupukan N.

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, diantaranya yaitu CO2,

CH4 dan N2O baik yang dihasilkan dari ekosistem alami maupun ekosistem

buatan termasuk sektor pertanian (MAF, 2006). Sektor pertanian merupakan salah satu pemasok karbon dalam jumlah besar ke atmosfir.

Praktik pengolah tanah pertanian di Indonesia pada umumnya adalah pengolahan tanah intensif. Sistem pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering dapat merusak agregat tanah sehingga partikel-partikel tanah menjadi lepas dan karbon tanah hilang terbawa erosi, dan memacu oksidasi bahan organik tanah sehingga menurunkan cadangan karbon tanah dan meningkatkan emisi gas CO2 (Utomo,

2004). Peningkatan emisi gas CO2 perlu diperhatikan, karena dapat meningkatkan

pemanasan global yang sudah terjadi pada saat ini. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan tanah konservasi untuk mengurangi emisi gas CO2,

(3)

Sistem olah tanah konservasi berpengaruh baik terhadap sifat biologi tanah. Menurut Utomo (2006), dengan sistem olah tanah konservasi (OTK) jangka panjang dapat meningkatkan keanekaragaman biota tanah, baik di dalam tanah maupun di permukaan tanah, hal ini terjadi karena semakin membaiknya kondisi agroklimat akibat penggunaan mulsa.

Selain pengolahan tanah, pemupukan juga berpengaruh penting dalam

pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Pemupukan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memberikan unsur hara kepada tanah dan atau tanaman sesuai yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tanaman ( Hakim, dkk., 1986). Pada penelitian ini diberikan pemupukan Nitrogen terhadap tanah yang sebagai penambah unsur hara bagi tanaman. Pemupukan N digunakan secara intensif pada produksi tanaman non legum, seperti padi, jagung dan tanaman lain. Nitrogen relatif lebih mudah bergerak dalam tanah, oleh karena itu dia mudah mencapai akar dan juga mudah hilang akibat pencucian ataupun menguap ke udara.

Sehingga perlu difikirkan tingkat keefisienan dalam pemupukan N (Hakim, dkk., 1986).

(4)

Pupuk N merupakan masukan utama dalam sistem usahatani. Kekurangan atau ketidaktepatan pemberian pupuk N akan sangat merugikan bagi tanaman dan lingkungan (Hipi, dkk., 2001). Secara umum pupuk N dapat meningkatkan produksi jagung. Nitrogen diperlukan oleh tanaman jagung sepanjang pertumbuhannya. Oleh karena itu perlu dilakukan pemupukan N secara tepat kepada tanaman.

Jagung merupakan tanaman yang sangat respon terhadap pemupukan N, sehingga kekurangan N merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan kegagalan panen pada tanaman jagung (Laffite, 2000 dalam Murni, 2007). Hal ini

disebabkan karena tanaman jagung memerlukan hara cukup tinggi untuk mencapai pertumbuhan terbaiknya. Di daerah tropis, tanaman jagung yang produksinya 4 -5 ton ha-1 menyerap nitrogen 100 – 150 kg ha-1, sedangkan untuk produksi 8 – 10 ton ha-1, tanaman jagung menyerap nitrogen lebih dari 200 kg ha-1 (Sanchez, 1992)

Laju emisi karbon tanah dapat ditekan menjadi seminimum mungkin sehingga sumbangan karbon dari sektor pertanian kepada pemanasan global dapat

berkurang. Dengan penggunan sistem olah tanah ini peningkatan gas rumah kaca ke atmosfer dapat dihambat, sehingga membantu mengurangi pemanasan global (Utomo, 2004). Untuk itu perlu dilakukannya suatu terobosan untuk menjadikan pertanian yang ramah lingkungan dan dapat berkelanjutan.

Dengan penelitian pengaruh olah tanah dan pemupukan N jangka panjang

(5)

lingkungan, yang dapat menjaga kestabilan iklim, dan dapat menghindarkan bumi dari pamanasan global yang semakin hari semakin meningkat.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah konservasi dan pemupukan N jangka panjang terhadap emisi gas CO2.

C. Kerangka Pemikiran

Emisi CO2 dari tanah pertanaman jagung pada saat ini sudah lebih tinggi dari

pada emisi CO2 yang dihasilkan oleh tanah hutan. Penelitian emisi CO2 yang

dilakukan di Thailand menyebutkan bahwa nilai emisi pada tanah pertaman jagung dalam 1 musim sebesar 3810 kg C ha-1, sedangkan emisi dari tanah hutan adalah sebesar 2780 kg C ha-1 (Jaiarree, dkk., 2006). Hal ini perlu diperhatikan

agar pemanasan global tidak meningkat.

Olah tanah intensif (OTI) dan pemupukan N merupakan cara bertani yang sangat umum dilakukan oleh petani dalam praktik usahatani. Penggemburan tanah dan penambahan hara merupakan tujuan utama dari sistem ini untuk mendapatkan produksi tanaman yang tinggi.

Olah tanah intensif dapat meningkatkan aerasi tanah dengan suhu tanah, serta menurunkan kelembaban tanah. Hal ini dapat meningkatkan respirasi tanah yang mengemisikan CO2 ke udara. Penambahan pupuk N ke tanah dapat meningkatkan

(6)

dihasilkan dari respirasi mikroorganisme tanah. Penelitian Fernando (2010)

menyatakan bahwa sistem olah tanah intensif dengan pemupukan N maupun tanpa pemupukan N dapat mempercepat pelepasan C-CO2 ke udara.

Pengolahan tanah yang dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang lama dapat menurunkan kualitas sifat sifat tanah, ketersediaan bahan organik dan unsur hara, kemudian menyebabkan tanah menjadi rentan terhadap erosi yang di

sebabkan oleh pukulan air hujan. Karena seringnya tanah terbuka, maka tanah lebih riskan terhadap dispersi agregat, erosi dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah (Pankhurst dan Lynch, 1993 dalam Rahman dkk., 2008).

Olah tanah konservasi (OTK) terdiri dari tanpa olah tanah (TOT) dan olah tanah minimum(OTM). Sistem TOT dan OTM merupakan cara bertani yang

menyisakan sisa tanaman di atas permukaan tanah sebagai mulsa dengan tujuan mengurangi erosi dan penguapan air dari permukaan tanah. Sistem TOT sama sekali tidak melakukan pembongkaran tanah, artinya tanah sama sekali tidak diberi perlakuan mekanik, sedangkan pada sistem OTM, bagian permukaan tanah dibesit, yaitu diberi sedikit cacahan pada bagian permukaan tanah, tanpa adanya pembongkaran tanah (Utomo, 1995).

(7)

mulsa adalah kesalahan. Hal ini berarti bahwa keefektifan sistem OTK ditentukan oleh penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa di permukaan tanah.

Menurut Anas (1990) pengolahan tanah berpengaruh besar terhadap aktivitas dan jumlah mikroorganisme. Peningkatan aktivitas dan jumlah mikroorganisme berpengaruh pula terhadap emisi CO2 ke udara yang dihasilkan dari proses

respirasi mikroorganisme dan akar tanaman. Sistem OTK dapat mengurangi emisi CO2 yang dihasilkan oleh sistem OTI karena kondisi tanah tidak terganggu.

Pada pertanian tanaman pangan, kelembaban dan air tersedia tanah sistem OTK relatif lebih tinggi dibandingkan dengan OTI (Utomo, 2006). Peningkatkan kelembaban tanah pada sistem olah tanah konservasi tidak lepas dari peranan mulsa. Mulsa adalah berbagai macam sisa tanaman yang dihamparkan di

permukaan tanah dengan tujuan melindungi tanah dan akar tanaman dari pengaruh benturan air hujan, retakan tanah, kebekuan, penguapan erosi dan sebagainya (Jack, dkk., 1955 dalam Suwardjo dan Dariah, 1995). Beberapa manfaat dari penggunaan mulsa adalah : (1) melindungi agregat tanah dari daya perusak air hujan, (2) meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah, (3) mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan, (4) mengurangi erosi, (5) memelihara suhu dan kelembaban tanah, (6) memelihara kandungan bahan organic tanah, (7)

(8)

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Emisi gas CO2 (respirasi tanah) pada sistem tanpa olah tanah dan sistem

olah tanah minimum lebih rendah daripada emisi gas CO2 (respirasi tanah)

pada sistem olah intensif.

2. Semakin tinggi pemupukan N maka emisi CO2 akan semakin tinggi.

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertanian dan Pemanasan Global

Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan termasuk sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan nitrous oksida (N2O). Potensi kekuatan

dalam pemanasan global CH4 21 kali dan N2O 290 kali lebih besar dibanding

dengan CO2 (Walter, 2002). Kehilangan karbon dari sektor pertanian dapat terjadi

melalui penggunaan langsung energi fosil dalam proses produksi, penggunaan tidak langsung dari input pertanian dan kehilangan bahan organik tanah melalui dekomposisi dan erosi (Ball dan Pretty, 2002).

Pemanasan global disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca ke lapisan atmosfer yang berdampak terhadap peningkatan suhu di bumi. Salah satu gas rumah kaca adalah CO2, bukan hanya yang dihasilkan oleh industri, transportasi

(10)

Selain sebagai salah satu sektor yang menyebabkan dampak perubahan iklim karena menyumbang emisi GRK, sektor pertanian juga terkena dampak dari perubahan iklim tersebut. Perubahan iklim yang terjadi saat ini secara umum merugikan semua pihak, namun dampak yang cukup besar akan mengenai sektor pertanian. Salah satu dampak besar adalah perubahan siklus musim kemarau dan penghujan, dan perubahan curah hujan. Kedua perubahan ini akan menimbulkan potensi tingginya kegagalan panen, selain itu petani akan kesulitan untuk menentukan waktu memulai bercocok tanam karena ketidakpastian musim kemarau dan musim hujan (Departemen Pertanian, 2007).

B. Sistem Olah Tanah Konservasi

Menurut Utomo (1996) olah tanah konservasi dapat mengkonservasikan tanah dan air sehingga dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, karena terjadinya

akumulasi bahan organik tanah dari serasah di permukaan tanah yang berfungsi memperbaiki sifat fisik dan meningkatkan kesuburan tanah.

(11)

rumpun OTK antara lain olah tanah bermulsa (OTB), olah tanah minimum (OTM) dan tanpa olah tanah (TOT) (Utomo, 1990).

Pada OTB, pengolahan tanahnya sama dengan olah tanah intensif (OTI), yaitu dibajak minimal dua kali, tetapi pada permukaan tanahnya ditutupi mulsa. Pada sistem OTM tanah dibersihkan gulmanya saja, sedangkan pada sistem TOT, tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali alur kecil atau lubang tugalan untuk

penempatan benih agar cukup kontak dengan tanah. Tumbuhan pengganggu dikendalikan dengan cara kimia (herbisida) dan bersama-sama dengan sisa-sisa tanaman sebelumnya, biomassa dapat dimanfaatkan sebagai mulsa (Utomo, 2006).

Simatupang (2006) mengatakan bahwa olah tanah konservasi dilakukan untuk mengatasi dan mengendalikan terjadinya degradasi kesuburan tanah terutama pada lahan-lahan merginal, sehingga produktivitas lahan dapat dipertahankan. Sistem ini juga diterapkan sebagai pengganti sistem olah tanah yang banyak menggunakan tenaga kerja.

C. Peranan Pupuk Nitrogen pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Unsur N merupakan unsur hara yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman sebagai komponen produksi, kecuali untuk tanaman yang produksinya berupa buah berair atau umbi/akar. Menurut Hakim, dkk. (1986) nitrogen merupakan penyusun setiap sel hidup, karenanya terdapat pada seluruh bagian tanaman.

(12)

NO3- dan NH4+ dari dalam tanah. Sumber N utama tanah adalah bahan organik

yang melalui proses dekomposisi menghasilkan NH4+ dan NO3-. Selain itu, N

dapat juga bersumber dari atmosfer sebesar 78% di udara yang kemudian masuk ke dalam tanah melalui curah hujan (8-10 % N tanah), kemudian terjadi

penambatan (fiksasi) oleh mikroorganisme tanah baik secara simbiosis dengan tanaman maupun yang hidup bebas (Nyakpa, dkk., 1988).

Nitrogen relatif lebih mudah bergerak dalam tanah. Oleh karena itu nitrogen mempunyai kesempatan mencapai permukaan akar dan juga ia mudah hilang baik akibat pencucian ataupun menguap ke udara. Masalah penggunaan nitrogen terutama di daerah tropis yang mempunyai kelembaban dan suhu yang tinggi serta iklim basah seperti indonesia mempunyai keefisienan rendah. Hal ini disebabkan banyaknya pemberian pupuk nitrogen ke dalam tanah (Hakim, dkk., 1986).

Walaupun unsur N tanah dapat tersedia secara alami, akan tetapi umumnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Oleh karena itu perlu penambahan unsur N dari luar dalam bentuk pupuk seperti Urea, ZA dan dalam bentuk pupuk kandang ataupun pupuk hijau (Sanchez, 1992).

D. Emisi Gas CO2 (Respirasi Tanah)

(13)

mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme dapat dipelajari dengan menghitung jumlah CO2 yang dilepaskan dalam proses dekomposisi (Foth, 1994).

Pengukuran respirasi tanah merupakan cara yang digunakan untuk menentukan aktivitas mikroorganisme tanah. Penetapan respirasi tanah adalah berdasarkan penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah, dan jumlah O2

yang dihasilkan olah mikroorganisme tanah (Anas, 1989).

Karbon menyusun lebih kurang 45-50% dari bobot kering tanaman dan binatang, bila jaringan dirombak oleh mikroorganisme, O2 digunakan dan CO2 dilepaskan.

Pada umumnya reaksi yang terjadi dapat ditulis sebagai berikut (Gomes, 2001) :

(CH2O)x + O2 CO2 + H2O + Energi (Gomes, 2001)

Respirasi tanah merupakan kombinasi dari proses biotik, kimia, dan fisika. Respirasi tanah adalah produksi CO2 yang dihasilkan dari aktivitas biologi oleh

mikroorganmisme, akar tanaman, cacing tanah, dan serangga lainnya. Respirasi tanah yang tinggi menunjukkan bahwa aktivitas biologi tinggi dan dekomposisi bahan organik berjalan dengan baik dalam menyediakan unsur tersedia bagi tanaman (Gomes, 2001).

Menurut Fernando (2010) sistem olah tanah intensif dengan pemupukan N maupun tanpa pemupukan N dapat mempercepat pelepasan gas C-CO2 ke udara,

(14)

masalah emisi gas C-CO2 ke udara (atmosfer) yang merupakan salah satu

(15)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Mei 2011. Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Analisis Tanah Dan Tanaman, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

a. Alat

Alat yang digunakan adalah cangkul, bor tanah, kantung plastik, alat tulis, timbangan, lakban, toples (r = 6 cm) dan alat-alat laboratorium lainnya untuk analisis tanah., lakban, stopwatch, jarum suntik, botol vial ukuran 20 cc, alat ukur kelembaban tanah, alat ukur suhu tanah dan alat-alat laboratorium lainnya untuk analisis tanah.

b. Bahan

Bahan yang digunakan yaitu Aquades, pupuk kimia (Urea, SP18 dan KCl), benih jagung hibrida Pioner P 21, herbisida glifosat, insektisida Decis produksi dari Senggeta, bahan-bahan kimia untuk analisis Respirasi Tanah (Produksi CO2)

(16)

C. Metode Penelitian

a. Metode

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok Lengkap (RAKL) dan disusun secara faktorial dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama dalam penelitian ini adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu T1 = olah tanah

intensif, T2 = olah tanah minimum, dan T3 = tanpa olah tanah. Faktor kedua dalam

penelitian ini adalah pemupukan nitrogen (N) yaitu N0 = 0 kg N ha-1, N1 = 100 kg

N ha-1 dan N2 = 200 kg N ha-1. Data yang diperoleh diuji homogenitasnya dengan

Uji Bartlett dan aditifitasnya dengan Uji Tukey. Data di analisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji BNJ 5 %.

Kombinasi perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. T1N0 4. T2N0 7. T3N0

2. T1N1 5. T2N1 8. T3N1

3. T1N2 6. T2N2 9. T3N2

b. Pelaksanaan Penelitian

(17)

Pada saat 2 minggu sebelum melakukan penanaman benih, lahan disemprot menggunakan herbisida glifosat dengan konsentrasi 4 liter ha-1 untuk mematikan gulma yang tumbuh, kemudian gulma tersebut digunakan sebagai mulsa untuk perlakuan tanpa olah tanah (TOT) dan olah tanah minimum (OTM). Lahan dibagi menjadi 36 petak percobaan sesuai dengan perlakuan dan dengan ukuran tiap petak dibuat 4 x 6 meter dan jarak antar petak 1 meter. Jarak tanam yang

digunakan adalah 75 x 25 cm. Ketika tanaman jagung berumur 1 minggu setelah tanam pupuk Urea diberikan dengan dosis 0 kg N ha-1, 100 kg N ha-1 dan 200 kg N ha-1, SP18 dengan dosis 100 kg ha-1 dan KCl dengan dosis 100 kg ha-1. Pupuk Urea diberikan 2 tahap yaitu pada saat tanaman jagung berumur 1 minggu dan pada saat pertumbuhan vegetatif maksimum. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyulaman dan penyiangan gulma. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan bilamana diperlukan.

Pengamatan emisi gas CO2 dilakukan pada saat 1 hari sebelum pengolahan tanah,

kemudian hari ke-17, 31, 45, 59, 73, 87, 101, 115 dan 129 setelah benih jagung ditanam. Pengamatan dilakukan 2 kali dalam 1 hari, yaitu pada pukul 08.00 WIB dan 15.30 WIB.

(18)

D. Pengamatan

1. Variabel Utama

Emisi CO2 dengan metode Verstraete

Respirasi tanah diukur dengan menutup permukaan tanah dengan toples yang telah diketahui volumenya yang di dalamnya berisikan botol film. Toples pertama sebagai sampel dan toples kedua sebagai blanko. Botol film berisi 10 ml 0,1 N KOH. Pada toples blanko, permukaan tanah dilapisi plastik terlebih dahulu sehingga tidak menangkap CO2 dari tanah. Perlakuan tersebut dilakukan selama 2

jam pada tiap-tiap plot perlakuan. Pada hari yang sama diukur juga kelembaban dan suhu tanah.

Sampel Blanko

Gambar 1. Pengukuran respirasi tanah Metode Vestraete (Anas, 1989)

Pada akhir masa inkubasi kuantitas C-CO2 yang dihasilkan ditentukan dengan

(19)

dan dititrasi kembali dengan HCl sampai warna kuning (orange) berubah menjadi merah muda (pink). Jumlah HCl yang digunakan pada tahap kedua titrasi

berhubungan langsung dengan jumlah CO2 yang difiksasi.

Cara yang sama juga dilakukan pada toples tanpa tanah sebagai kontrol CO2.

Jumlah CO2 dihitung dengan mengunakan formula:

2. Perubahan warna menjadi tidak berwarna (fenolftalein) K2CO3 + HCl KCl + KHCO3

(20)

Menurut Al-Kaisi, dkk. (2007) untuk menghitung CO2 yang diemisikan selama

musim tanam jagung didapat dari formula: komulatif CO2 (t) =

= Jumlah Emisi CO2 Selama musim tanam

= Emisi CO2 minggu awal

(21)

V. SIMPULAN DAN SARAN

a. Simpulan

Dari penelitian ini didapat kesimpulan sebagai berikut :

1. Emisi gas CO2 (respirasi tanah) dalam satu musim tanam jagung pada

sistem TOT dan sistem OTM lebih rendah daripada emisi gas CO2 pada

sistem OTI.

2. Emisi gas CO2 dalam satu musim tanam jagung pada pemupukan 200 kg

N ha-1 lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemupukan N.

3. Terdapat interaksi antara perlakuan pengolahan tanah dan pemupukan N terhadap emisi gas CO2 (respirasi), dimana pada perlakuan OTI dengan

pemupukan dosis 200 kg N ha-1 menghasilkan emisi CO2 tertinggi,

sebaliknya pada perlakuan TOT tanpa pemupukan N menghasilkan emisi CO2 hasil respirasi dengan jumlah terendah.

4. Perlakuan TOT dapat menurunkan emisi gas CO2 antara 40 – 56% dari

(22)

b. Saran

Saran yang dapat diberikan penulis adalah:

1. Perlu dilakukan pengolahan tanah secara konservasi dalam sistem

pertanaman jagung untuk mengurangi emisi gas CO2 ke udara yanga dapat

meningkatkan pemanasan global.

2. Jarak waktu pengambilan data emisi gas CO2 pada awal pertumbuhan

(23)

PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN N JANGKA PANJANG TERHADAP EMISI GAS CO2 DARI TANAH

PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) MUSIM KE-41 DI POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

( Skripsi )

Oleh

DEFRI BARMINTORO

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(24)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. 2.

3.

Pengukuran respirasi tanah Metode Vestraete (Anas, 1989) ... Kurva hasil pengamatan respirasi tanah pengamatan pertama sampai dengan pengamatan ke sepuluh akibat pengaruh olah tanah dan pemupukan nitrogen

jangka panjang ………

Tata letak penelitian ………...

17

(25)

DAFTAR ISI

A. Pertanian Intensif dan Pemanasan Global………. 8

B. Sistem Olah Tanah Konservasi ……….. 9

C. Peranan Pupuk Nitrogen terhadap Pertumbuhan Tanaman……... 10

D. Emisi CO2 (Respirasi Tanah)………... 11

III. BAHAN DAN METODE………... 14

A. Tempat dan Waktu penelitian………... 14

(26)

V. KESIMPULAN DAN SARAN………... 36

A. Simpulan……….. 36

B. Saran……… 36

DAFTAR PUSTAKA……… 37

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Kaisi,M.M, M. L. Kruse, J. E. Sawyer. 2007. Effect of Nitrogen Fertillizer Application on Growing Season Soil Carbon Dioxide Emission in a Corn-Soybean Rotation. Journal of Enviromental Quality. Soil Science Society of America. Hal 325 - 332

Anas, I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. 161 hlm.

Anas, I, P. Bangun 1990. Mikroorganisme Tanah Dari Budi Daya Pertanian Olah Tanah Minimum. Jurusan Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor. Hal 51-55

Barchia, F., N. Aini, dan P. Prawito, 2007. Bahan Organik dan Respirasi di Bawah Beberapa Tegakan pada Das Musi Bagian Hulu. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus No. 2 hlm 172 – 175.

Ball, A.S., J.N. Pretty. 2002. Agricultural Influences on Carbon Emissions and Sequestration. University of Essex. Wivenpark, Colchester, UK. Hal 247 - 250

Departemen Pertanian. 2007. Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Pertanian. Agenda Nasional (2008-2015) dan Rencana Aksi (2008-2009). 59 hlm

Departemen Pertanian. 2007. Strategi Penanggulangan Pencemaran Lahan Pertanian dan Kerusakan Lingkungan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor.

Fernando, L, K. 2010. Pengaruh Olah Tanah Konservasi dan Pemupukan N Jangka Panjang Terhadap Penyerapan Karbon dan Emisi Gas CO2 Pada Lahan Pertanaman Jagung (Zea

mays L.) Di Tanah Ultisol. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Foth, H. D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Diterjemahkan Oleh Adasumarto, S. Erlangga. Jakarta. 374 hlm.

Gomes, S. 2001. Soil Quality Field Results. The Online Newsletter . Cedar Basin Crop Consulting, Inc. October 2001.soils.usda.gov/sqi/assessment/ files/chpt2.pdf. Diakses tgl 12 Februari 2011.

Hairiah, K. D. Murdiyarso. Alih Guna Neraca Karbon Terestrial. ICRAF. Asia 90 hlm.

(28)

Hipi, A, B. Tri Ratna Erawati, M. Lutfhi dan Sudarto. 2001. Pengelolaan Pupuk Nitrogen pada Tanaman Jagung Dengan Alat Pandu Bagan Warna Daun. BPTP NTB. Mataram. 6 hlm Jaierree, S., A. Chidthaisong, dan N Tangtham. 2006. The 2nd Joint International Conference on

“Sustainable Energy and Environtment”. Kasetsart University. Bangkok. 5 hlm Koloi, Syamsudin. 2005. Kajian Agronomi Pengembangan Budidaya Padi Tanam Benih

Langsung dan Kedelai. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 146 hlm.

MAF. 2006. Sustainable Land Management and Climate Change. Option for Plan of Action. New Zealand Gorvernment Initiative on Sustainability.

Murni, A, M. 2007. Efisiensi Penggunaan Pupuk Nitrogen, Posfor dan Kalium Pada Tanaman Jagung (Zea mays). Prosiding Seminar. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Nyakpa, M.Y., M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, G.B. Hong, dan N. Hakim. 1988.

Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 258 hlm.

Rahman. A, A. Dariah, E Husen. 2008. Olah Tanah Konservasi. Balittan. Departemen Pertanian. Saleh. R. Pengaruh Olah Tanah Konservasi dan Pemupukan N Jangka Panjang Terhadap

Penyerapan Karbon dan Emisi Gas CO2 Pada Lahan Pertanaman Kedelai ( Glycine max

L. ) Di Tanah Ultisol. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sarief, E. S. 1985. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. 157 hlm

Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Diterjemahkan oleh Johara T. Jayadinata. Penerbit ITB. Bandung. 397 hlm.

Subagyono, K. 2007. Konservasi Air Untuk Adaptasi Pertanian Terhadap Perubahan Iklim. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian(BPTP). Lembang. Jawa Barat.

Suprapto. 1996. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta.59 hlm.

Suwardjo, H. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air Pada Usaha Tani Tanaman Semusim. IPB. Bogor.

Suwardjo, H. dan A. Dariah. 1995. Teknik Olah Tanah Konservasi Untuk Menunjang Pengembangan Pertanian Lahan Kering Yang Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional V. 469 hlm

Utomo, M. 1990. Budidaya pertanian tanpa olah tanah, teknologi untuk pertanian berkelanjutan. Direktorat produksi Padi dan Palawija, Dapartemen Pertanian. Jakarta.

Utomo, M. 1995. Sistem olah tanah konservasi dan pertanian berkelanjutan. Sarasehan tentang Kebijakan Pertanian Berkelanjutan. Kantor Menteri Lingkungan Hidup. Jakarta. 9 Maret 1995.

(29)

Utomo, M. 2004. Olah Tanah Konservasi untuk Budidaya Jagung Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional IX Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Gorontalo.

Utomo, M. 2006. Bahan Buku Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 25 hlm.

Tjitrosemito, S. 2005. Olah Tanah Konservasi. IPB. Bogor. 15 hlm

(30)

Hidup itu tidak semudah melempar batu

Perlu perjuangan untuk melewatinya.

Namun hidup itu juga tidak sesulit mengukir air

Jika ada niat tulus, Insya Allah bisa.

Hormatilah orang yang lebih tua,

(31)

MENGESAHKAN

1. Penguji

Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. ………

Sekretaris : Prof. Dr. Ir. Irwan S Banuwa, M.Si. ……… Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sutopo Ghani Nugroho, M.Sc. ………

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001

(32)

Judul Skripsi : PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI DAN

PEMUPUKAN N JANGKA PANJANG TERHADAP EMISI GAS CO2 DARI TANAH PERTANAMAN JAGUNG

(Zea mays L.) MUSIM KE-41 DI POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG.

Nama Mahasiswa : Defri Barmintoro NPM : 0514031020 Program Studi : Ilmu Tanah Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Irwan S Banuwa, M.Si. NIP. 19500716 197603 1002 NIP. 19611020 198603 1002

2. Ketua Jurusan

(33)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Defri Barmintoro, dilahirkan di Bandar Lampung 29 Mei 1988, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Sabar Mulyanto, S.Pd. dan Mistrismi, S.Pd.

Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 4 Kertosari, Tanjung Bintang, Lampung Selatan pada tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Al-Kautsar Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2002, dan Sekolah Menengah Umum (SMU) di SMUN 12 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2005.

(34)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. selaku pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan saran, pengarahan dan bimbingan dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S. selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan saran, pengarahan dan bimbingan dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. Sutopo Ghani Nugroho, M.Sc. selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Tamaluddin Syam, M.S. selaku pembimbing akademik untuk semua bimbingan dan nasehat serta motivasi yang telah diberikan.

5. Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr.Sc. selaku Ketua Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

(35)

telah diberikan.

8. Keluarga tercinta : Ayah, Ibu, dan adik-adikku serta seluruh keluarga besar untuk semua kasih sayang, kebahagiaan, dana, motivasi serta doa yang selalu terucap dan tak pernah lelah untuk keberhasilanku.

9. Seluruh teman-teman Ilmu tanah, khususnya keluarga besar angkatan 2005, Ari Liwa, Fikar, Ayu Tuba, Yuni, Ida, Rahmat, Lanang, Braja, Wawan, Haikal Medan, Adi Kupang, Pipit, Ola, untuk semua bantuan dan semangatnya.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka semua dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 5 Juli 2012 Penulis

Defri Barmintoro

Gambar

Gambar 1. Pengukuran respirasi tanah Metode Vestraete (Anas, 1989)

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2008) h. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia …, h.. Uraian pekerjaan harus diuraikan secara jelas agar pejabat

Objek penelitian yang diamati adalah prestasi belajar penjas siswa kelas VII A SMPN 5 Metro yang dihubungkan dengan tingkat kebugaran jasmani siswa.. Subjek penelitian yang

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis regresi ganda setelah sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik seperti uji normalitas, uji linieritas,

on Fitm Performancei Evideoce from Indonesia,s State - Owtr€d Enterprises (SOES).. ehtd Pef{edrrtu 1hd4futr@k44@MM@

Solusinya adalah: (1) Membangun pemahaman masyarakat Islam Indonesia agar lebih sensitif terhadap persoalan perempuan sebagai upaya membangun penghargaan yang adil

Skala wilayah merupakan perwakilan dari berbagai ukuran parameter pada pelatihan model, terdapat tiga (3) wilayah besar dalam keluaran pada pelatihan dataset yaitu

[r]

tujuan organisasi diperlukan tingkat kinerja yang baik dari para karyawan baik dalam bentuk individual maupun dalam bentuk organisasi. Untuk mengetahui kinerja para