• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Kombinasi ABR-AF terhadap penurunan kadar COD pada limbah cair PT XXX

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Kombinasi ABR-AF terhadap penurunan kadar COD pada limbah cair PT XXX"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS KOMBINASI

ANAEROBIC BAFFLED REACTOR –ANAEROBIC FILTER (ABR-AF) TERHADAP PENURUNAN KADAR COD PADA LIMBAH CAIR PT XXX

TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH:

RAHMI HIDAYATI 109101000046

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAHJAKARTA

(2)
(3)

i

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Maret 2014

Rahmi Hidayati, NIM :109101000046

Efektifitas Kombinasi ABR-AF terhadap penurunan kadar COD pada limbah cair PT XXX

ABSTRAK

Limbah cair industri yang mengandung kadar COD tinggi dapat meyebabkan penurunan oksigen terlarut dalam air sehingga terjadi perubahan warna, timbulnya bau, kematian biota air serta dapat menjadi media penyakit bagi manusia. Limbah cair PT XXX merupakan salah satu perusahaan yang memliki kadar COD tinggi sehingga berpotensi mencemari lingkungan.Salah satu cara menurunkan kadar COD adalah dengan menggunakan kombinasi Anaerobic Baffled Reactor-Anaerobic Filter. Media yang digunakan adalah kerikil, arang tempurung kelapa, dan zeolit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas kombinasi ABR-AF dalam menurunkan kadar COD pada limbah cair PT XXX.

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan rancangan one group pretest – postest design. Jumlah unit percobaan dalam penelitian ini adalah 20 sampel dengan 5 kali pengulangan. Sampel diambil dari limbah cair PT XXX yang akan dialiran ke badan air. Pengolahan dan analisa data dengan ujipaired t test dan anova test.

Hasil penelitian menunjukkan nilai rata- rata efektifitas pengolahan pada kombinasi ABR-AF media kerikil sebesar 44,20%, kombinsi ABR-AF media arang tempurung kelapa sebesar 64,92%, dan kombinasi ABR-AF media zeolit sebesar 45,72%. Hasil uji anovadiketahui perlakuan yang memiliki beda rata-rata adalah ABR-AF media arang tepurung kelapa dengan kerikil dan zeolit dengan p-value 0,000.Kombinasi ABR-AF yang memilikinilaiefektifitas paling tinggiadalah media arang tempurung kelapa.

Kadar COD setelah perlakuan masih diatas baku mutu (150 mg/L) sehingga perlu dilakukan kajianulang system IPAL dansumberlimbahcairsertapengolahan lanjut seperti dengan proses aerobik serta waktu operasi sebaiknya dibuat lebih lama sehingga penyisihan kadar COD lebih sempurna. Bagi perusahaan dapat menjadikan rujukan sebagi alat tambahan pengolahan limbah dalam menurunkan kadar COD. Bagi peneliti lain, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang jenis komposit media serta pengaruh waktu tinggal, konsentrasi substrat terhadap kinerja reaktor dalam menurunkan COD.

Kata kunci : kadar COD, air limbah, Anaerobic Baffled Reactor-Anaerobic Filter , media kerikil, arang tempurung kelapa, zeolit.

(4)

ii FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduated thesis, Maret 2014

Rahmi Hidayati, NIM :109101000046

The Effectiveness of ABR-AF Combination in Decreasing COD Levels Consisted in PT XXX Effluents

ABSTRACT

The industrial wastewater with high COD levels will cause the dissolved oxygen to decrease in the water which trigger the color changes, odor onset, mortality in aquatic biota and media for pathogens of humans. Waste water PT XXX is one of companies that have high COD levels could contaminated the environment. . One way to decrease the levels of COD is by using an Anaerobic Baffled Reactor - combination Anaerobic Filter. Media that being used were gravel, coconut shell charcoal, and zeolites . The purpose of this study is to determine the effectiveness of ABR – AF Combination in Decreasing COD Levels Consisted in PT XXX Effluents.

This type of study is experimental with one group pretest - posttest design. The number of experimental units that being used in this study were 20 samples with 5 replications . Samples were taken from the effluent of PT XXX which will be released into waterbodies. Thus, processing and analysis data were conducted by using a paired-t test and ANOVA

The results of this study showed an average COD level after treatment with ABR - AF combination of gravel media was 44.20 %, ABR kombinsi - AF coconut shell charcoal media was 64.92 % and the combination of zeolite media ABR - AF was 45.72 %. Based on Anova results, it was known that there’s a significant average difference between coconut shell charcoal media with gravel and zeolite with a p - value of 0.000. The most effective media that being used in ABR – AF Combination was a coconut shell charcoal. Meanwhile, the COD levels after treatment doesn’t meet the quality standards based on KepMen LH no. 51 tahun 1995 with a value of 150 mg/L.

The remaining COD levels after treatment are still exceed the standard. Thus, futher treatment such as aerobic process nd lenghtening the operation time are need to be donein order to achieve the complete elimination of COD levels. For the Company benefit, this study could be referred to as a means of additional effluent treatment in decreasing COD levels. For other researchers, more research is needed on the type of composite media and the influence of the retention time, substrate concentration on reactor performance in reducing COD levels.

Keyword : COD Levels, waste water, Anaerobic Baffled Reactor-Anaerobic Filter , gravel filter, coconut shell charcoal filter, zeolite filter

(5)
(6)
(7)

iv

RIWAYAT HIDUP

NamaLengkap : Rahmi Hidayati TempatLahir : Jakarta

TanggalLahir : 17 November 1991

Agama : Islam

JenisKelamin : Perempuan

Alamat : Jalan Palem 1 no. 14 rt005/rw005 Beji, Depok

Telepon : 081295160305

Email : mi_amiami@ymail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1997 – 2003 : SD Negeri Kuningan Timur 02Pagi Jakarta Selatan 2003 – 2006 : SLTP Negeri43Jakarta

2006 – 2009 : SMA Negeri3 Jakarta

2009 –2014 : S1 – KesehatanMasyarakatPeminatanKesehatan LingkunganFakultasKedokterandanIlmuKesehatanUniversitas

(8)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kita panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga zaman yang terang benderang. Skripsi yang berjudul “Efektivitas Kombinasi Anaerobic Baffled Reactor - Anaerobic Filter Terhadap Penurunan Kadar Cod Pada Limbah Cair Pt Xxx Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SarjanaKesehatan Masyarakat (S.KM). Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsiini terdapat banyak kesulitan dan tidak akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan sertadukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidaklupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Mamah, Bapak serta kakak-kakak tersayang dengan do’a, perhatian serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

2. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM, M.Kes, Ph.D selaku kepala program studi kesehatan Masyarakat.

3. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing serta memberikan nasihat dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku pembimbing yang telah membimbing serta memberikan nasihat dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Fase Badriah, Ph.D selaku penguji sidang yang telah memberi masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Ibu Minsarnawati T, SKM, M.Kes selaku penguji sidang yang telah memberi masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid. MKKK selaku penguji sidang yang telah memberi masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

(9)

vi

9. Kakak pembimbing lapangan yang banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini

10. Ka Dede Zulfan yang senantiasa selalu memberikan semangat, do’a dan waktunya untuk membantu penulis menyelasaikan skripsi ini.

11. Keluarga Kesmas 2009 khususnya KL’09 ( Nita, Imah, Nisa, Agung, Rudi, Yudhi, Ratna, Fauziah, Morrys, Ersa, Yeni, Risma, Aan, Tari, dan Udin).

12. Sahabat- sahabaku yang cantik ( Maya, Dilla, Cita, dan Reni) atas doa, nasihat motivasi dan bantuannya selama ini.

Semoga semua bantuan yang telah kalian berikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini. Segala saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi semua pihak. Terima Kasih.

Wassalamualaikum.

Jakarta, Mei 2014

(10)

vi

1.3. PertanyaanPenelitian ……… 7

1.4. Tujuan ……… 7

1.5.3. InstitusiPendidikan ……… 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 9

2.1. LimbahCairdanKarakteristik ……….. 9

2.1.1. Protein ……… 9

2.2.1. Pengolahan Primer (Primary Treatment) ………... 14

(11)

vii

2.2.3. PengolahanTersier (Tertiary Treatment) ……….. 15

2.3. PengolahanLimbahCairSecaraAnaerobik ……….. 16

2.4. ProsesMikrobiologi di DalamPenguraianAnaerob …………. 18

2.4.1. BakteriHidrolitik ………... 19

2.4.2. BakteriAsidogenikFermentatif ………. 20

2.4.3. BakteriAsetogenik ………. 20

2.4.4. BakteriMetanogen ………. 20

2.5. KombinasiAnaerobic Baffled Reactor (ABR) – Anaerobic Filter (AF) ………... 25

2.5.1. KelebihandanKelemahan ABR – AF ………... 26

2.5.2. VariabelDesain ABR – AF ……… 27

2.6. Media Filter ……… 28

2.6.1. ProsesPembentukanBiofilter………. 29

2.6.1.1. ArangTempurungKelapa ………... 30

2.6.1.2. Zeolit ………... 31

2.6.1.3. Kerikil ……….. 32

2.7. DampakPembuangan Air Limbah ………. 33

2.7.1. GangguanTerhadapKesehatan ……….. 34

2.7.2. PenurunanKualitasLingkungan ……… 35

2.8. TeoriEfektifitas ………. 39

2.9. KerangkaTeori ……….. 40

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ……….. 41

3.1. KerangkaKonsep ………... 42

3.2. DefinisiOperasional ……….. 40

3.3. Hipotesis ………. 45

BAB IV METODE PENELITIAN ………. 46

4.1. DesainPenelitian ……… 46

4.2. LokasidanWaktuPenelitian ………. 46

4.3. PopulasidanSampel ……….. 47

(12)

viii

5.1. Perbandingan Kadar COD SebelumdanSesudahPerlakuan … 54 5.2. Efektifitas ………... 56

6.1. Keterbatasan Penelitian 63 6.2. Kadar COD SebelumdanSesudahPerlakuan ………... 63

(13)

ix

(14)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbandingan BOD dengan COD... 12

Tabel 2. Hasil pengukuran kadar COD pada kombinasi ABR-AF... 45

Tabel 3. Hasil perhitungan efektifitas pengolahan pada kombinasi ABR-AF.. 56

Tabel 4. Hasil Pengukuran kadar COD pada kombinasi ABR-AF

media arang tempurung kelapa ... 57

Tabel 5. Hasil Pengukuran kadar COD pada kombinasi ABR-AF media

(15)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Proses

penguraiansenyawahidrokarbonsecaraanaerobikmenjadimethan ………..

23

Gambar 2. Proses penguraiansenyawalemaksecaraanaerobikmenjadimethan

……….. 24

Gambar 3. Proses penguraiansenyawa protein secaraanaerobic ……….. 25

Gambar 4. Kerangkateori ……….. 40

Gambar 5. Kerangkakonsep ……….. 41

Gambar 6. Skemapenelitian. ………. 51

Gambar 7. Penurunan Kadar COD ……….... 55

(16)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Denah Grease Trap PT XXX

Lampiran 2 Laporan Hasil Pengujian COD

Lampiran 3 Tabel Pengawetan Sampel

Lampiran 4 Analisa Data

(17)

xiii

DAFTAR ISTILAH

ABR-AF (Anaerobic Baffled Reactor – Anaerobic Filter)

: Pengolahan limbah secara anaerob dalam menguraikan zat organik yang terjadi dalam dua pola pertumbuhan mikroorganisme yaitu pola pertumbuhan tersuspensi dan pola pertumbuhan melekat.

COD (Chemical Oxygen Demand)

: jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air.

WTH (Waktu Tinggal Hidrolik ) : Waktu yang dibutuhkan cairan didalam sistem pengolahan limbah.

IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah ) : Serangkaian alat yang digunakan untuk mengolah limbah cair dalam menurunkan kandungan zat yang dapat mencemari lingkungan

Grease Trap : Alat pengolahan limbah pemisah lemak

dan air.

Influent : Air limbah yang belum mengalami proses

pengolahan.

Effluent : Air limbah yang sudah mengalami proses

pengolahan.

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air adalah salah satu unsur yang sangat penting bagi lingkungan hidup.

Lingkungan dapat dikatakan baik jika unsur-unsur yang menyusun lingkungan

tetap terpelihara. Pencemaran air dapat terjadi karena buangan limbah cair yang

dihasilkan oleh industri atau pabrik yang tidak dikelola sebagaimana mestinya

dan dibuang begitu saja ke aliran air atau permukaan tanah disekitarnya.

Setiap jenis industri mempunyai karakteristik limbah cair yang spesifik,

yang berbeda dengan jenis industri lainnya, walaupun mungkin suatu jenis

industri mempunyai beberapa parameter pencemar yang sama dengan industri

lainnya. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan. Menurut

PP RI No. 82 Tahun 2001, limbah cair adalah sisa dari suatu usaha dan atau

kegiatan yang berwujud cair. Pada dasarnya limbah adalah bahan yang terbuang

atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses

alam atau belum mempunyai nilai ekonomi bahkan dapat mempunyai nilai

ekonomi yang positif termasuk limbah domestik. Menurut sumbernya limbah

dapat dibagi menjadi tiga yaitu : (a) limbah domestik yang berasal dari

perumahan, perdagangan, dan rekreasi; (b) limbah industri; dan (c) limbah

(19)

2

mempunyai komposisi yang sangat bervariasi bergantung kepada bahan dan

proses yang dialaminya (Sugiharto, 2008).

Air limbah dapat menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai

penyakit, media penyebaran mikroorganisme patogen serta tempat

perkembangbiakan nyamuk. Masalah kesehatan masyarakat yang dapat terjadi

antara lain kolera, disentri dan cikungunya (Notoatmodjo, 2007). Selain itu, air

limbah ini juga dapat menimbulkan bau yang tidak sedap serta pandangan yang

tidak enak. Dari segi lingkungan, air limbah merupakan sumber pencemaran air

permukaan, tanah dan lingkungan hidup lainnya (Notoatmodjo, 2007). Oleh

karena itu, perlu dilakukan pengelolaan limbah yang mempunyai tujuan untuk

mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan

kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatkan kemampuan dan fungsi

kualitas lingkungan (Soenarno, 2011).

PT XXX merupakan perusahaan catering, PT XXX menyediakan jasa

pelayanan makanan yang menjunjung tinggi kesehatan dan keamanan pangan.

Selain mengimplementasikan sistem pengamanan internal, unit bisnis Garuda

Indonesia ini juga menerapkan Food Safety Management System ISO 22.000 -

2005 dan Quality Management System ISO 9001 : 2008. Tidak hanya itu, PT

XXX juga membekali layanannya dengan sertifikat Halal MUI.

Tahun 2011 PT XXX mampu memproduksi 16 juta meal di sepanjang

tahun. Jumlah ini naik 500 ribu dari tahun sebelumnya pada 2010 angka

produksinya masih dikisaran 15,5 juta. Adapun untuk PT XXX Jakarta sendiri,

(20)

3

dihasilkan tidak dipungkiri semakin banyak juga limbah cair yang dihasilkan

dari proses produksi.

Limbah cair PT XXX bersumber dari beberapa tempat yaitu dari hot

kitchen (lemak dan minyak), air buangan toilet, air hujan, dan limbah cair

dishwashing. Air tersebut sebelum dialirkan ke badan penerima diolah terlebih

dahulu menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Dilihat dari

proses produksinya, air limbah PT XXX termasuk kedalam limbah domestik.

Limbah domestik, yaitu semua limbah yang berasal dari kamar mandi, dapur,

tempat cuci pakaian, dan lain sebagainya, yang secara kuantitatif limbah tadi

terdiri atas zat organik baik padat maupun cair, bahan berbahaya dan beracun

(B-3), garam terlarut, lemak (Toebing dan Lubis, 1994). Menurut Metcalf dan

Eddy (2004) rata- rata kadar COD pada limbah domestik sebesar 250 – 1000

mg/L dan BOD sebesar 110 – 400 mg/L.

IPAL PT XXX menggunakan gabungan antara kolam grease trap

(fisika) dan kolam aerasi (biologi) dengan bakteri aerob. Sistem IPAL PT XXX

memiliki 4 kolam grease trap yang berfungsi sebagai pemisah lemak, minyak

dan air. Pada kolam aerasi, air yang masuk merupakan dari pemisahan kolam

grease trap, di kolam ini terjadi proses pengolahan oleh bakteri aerob dimana

pengukuran parameter dilakukan.

Meskipun IPAL PT XXX sudah beroperasi, tidak menutup

kemungkinan effluent yang dihasilkan belum memenuhi standar baku mutu.

Dari data departemen Quality Health Safety and Environment (QHSE) Mei

(21)

4

520 mg/L dan Chemical Oxygen Demand (COD) 1.606 mg/L. Selain BOD dan

COD parameter lain juga menunjukkan nilai yang tinggi seperti Total

Suspended Solid (TSS) 840 mg/L, pH 5,37. Nilai-nilai tersebut masih sangat

jauh dari nilai ambang batas yang ada pada KEPMENLH nomor 51 tahun 1995

yaitu BOD 50 mg/L, COD 150 mg/L, TSS 200 mg/L, pH 6-9 . Nilai COD dan

BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada

di perairan. Nilai BOD bisa saja sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih

besar dari COD (Laura, 2012). Oleh karena itu, penelitian ini hanya dilakukan

pengukuran COD untuk menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.

Melihat karakteristik limbah cair diatas maka limbah tersebut tergolong

limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi dan pada umumnya mudah

diurai (biodegradable) oleh mikroba. Penanganan limbah secara aerobik

menimbulkan kendala berupa timbulnya busa dan degradasi secara efektif oleh

mikroorganisme aerobik (Metcalf dan Eddy, 2003). Penanganan secara

anaerobik dirasa lebih tepat karena mampu menerima kandungan bahan organik

yang tinggi, dapat menghasilkan energi dan menghasilkan lumpur yang rendah

(pusteklim dalam Laura, 2012).

Kombinasi sistem Anaerobic Baffled Reactor (ABR) - Anaerobic Filter

(AF) merupakan bioreaktor pengolahan limbah cair yang memanfaatkan

aktivitas mikroorganisme untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan

zat organik di dalam limbah cair pabrik. Reaktor ini terdiri dari dua pola yaitu

kombinasi reaktor pertumbuhan terlekat di bagian bawah dengan pertumbuhan

(22)

5

memaksa agar aliran limbah cair yang masuk dari bagian atas mengalir sesuai

dengan bentuk pola aliran di dalam ruang. Perjalanan aliran limbah cair tersebut

kembali memaksa melewati bagian atas penyekat dan begitu seterusnya

sehingga mengalir keluar dari bioreaktor. Media untuk reaktor anaerob

sebaiknya memiliki berat jenis yang rendah dan porositas yang besar untuk

menurunkan gaya statis pada bagian bawah reaktor dan untuk menghindari

penyumbatan. Pada penelitian ini media yang digunakan adalah kerikil, arang

tempurung kelapa dan zeolit. Media tersebut dipilih karena murah dan mudah

didapat.

Purwanto (2008) melakukan penelitian dengan menggunakan reaktor

ABR untuk mengolah limbah domestik rumah susun, diperoleh efisiensi

removal zat organik sebesar 41 - 60%. Penelitian lain juga dilakukan oleh Elly

(2006) dalam mengolah air limbah tahu, efisiensi penurunan COD berkisar

30,18 - 64%. Damayanti dkk (2013) melakukan percobaan pada limbah tahu

dengan arang tempurung kelapa di peroleh penurunan kadar COD sebesar 50 -

75%. Sedangkan Ahmad dkk (2011), yang mengolah limbah minyak dan lemak

dengan menggunakan bioreaktor berpenyekat anaerob dengan waktu tinggal

hidrolik (WTH) 3 hari 8 jam, mampu menyisihkan COD sebesar 88,6%.

Ahmad (2011) mengolah limbah domestik menggunakan media campuran

zeolit dan pasir kuarsa diperoleh efisiensi penyisihan COD sebesar 66%.

Penelitan yang dilakukan oleh Henry (2010) terhadap limbah tapioka

menggunakan Anaerobic Filter dengan media gabungan bata dan kerikil

(23)

6

melakukan penelitian terhadap limbah perkotaan menggunakan filter media

pecahan bata menghasilkan removal COD sebesar 97%. Johannes (2007)

melakukan penelitian terhadap limbah tapioka dengan campuran media karbon

aktif dan zeolit didapatkan penyisihan COD sebesar 85%.

Dari uraian beberapa jenis penelitian diatas telah diketahui bahwa

kombinasi ABR - AF dengan dengan media campuran arang tempurung kelapa

+ zeolit, arang tempurung kelapa dan kerikil dapat menurunkan nilai zat

organik dengan persentase yang cukup tinggi. Oleh karena itu, hal ini

mendorong peneliti untuk mengetahui efektifitas kombinasi ABR - AF terhadap

penurunan kadar COD limbah cair PT XXX.

1.2. Rumusan Masalah

Kadar rata - rata nilai COD pada limbah cair PT XXX yang diperoleh

dari data departmen Quality Health Safety and Environment (QHSE) dan

Engineering pada bulan mei 2013 yaitu sebesar 1.606 mg/l. Hasil yang

diperoleh berdasarkan telaah dokumen menunjukkan bahwa kadar COD pada

limbah cair PT XXX melampaui baku mutu. Limbah tersebut jika langsung

dibuang ke badan air tanpa pengolahan lebih lanjut dapat menimbulkan dampak

yang merugikan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. ABR - AF

merupakan bioreaktor pengolahan limbah cair yang memanfaatkan aktivitas

mikroorganisme untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan zat organik

di dalam limbah cair. Dengan desain bersekat serta dilengkapi media filter,

(24)

7

cair. Penelitian menggunakan kombinasi yang cukup banyak diterapkan pada

berbagai jenis limbah seperti, industri tahu, RPH, tapioka dan lain-lain. Namun

penelitian yang dilakukan hanya sebatas variasi waktu tinggal harian sedangkan

media filter juga memiliki peran pada proses limbah cair. Oleh karena itu,

dilakukan penelitian kombinasi ABR - AF dengan media filter zeolit, arang

tempurung kelapa, dan kerikil dalam menurunkan kadar COD PT XXX. Media

tersebut dipilih karena mudah didapat dan murah.

Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah yang didapatkan

dari penelitian ini yaitu ‘ Efektivitas kombinasi Anaerobic Baffled Reactor-

Anaerobic Filter terhadap penurunan kadar COD PT XXX ’.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana efektifitas kombinasi ABR - AF terhadap penurunan COD

air limbah PT XXX ?

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas kombinasi ABR - AF terhadap penurunan

kadar COD limbah PT XXX.

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui penurunan kadar COD sesudah dan sebelum perlakuan

(25)

8

b. Mengetahui penurunan kadar COD sesudah dan sebelum perlakuan

dengan kombinasi ABR - AF dengan media arang tempurung

kelapa.

c. Mengetahui penurunan kadar COD sesudah dan sebelum perlakuan

dengan kombinasi ABR - AF dengan media zeolit.

d. Mengetahui kombinasi ABR - AF yang paling efektif untuk

menurunkan kadar COD.

1.5. Manfaat

1.5.1. Mahasiswa

Penambah pengetahuan dan wawasan mengenai proses

pengolahan air limbah serta dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat di

bangku kuliah dengan keadaan yang ada di lapangan.

1.5.2. Perusahaan

Dapat menjadi bahan masukan alternatif alat pengolahan limbah

bagi PT XXX dalam menurunkan kadar COD.

1.5.3. Institusi Pendidikan

Menambah pengetahuan tentang gambaran suatu sistem

(26)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Cair dan Karakteristik

Air limbah (waste water) adalah air buangan dari masyarakat, rumah

tangga, industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya (Sutapa DAI,

1999). Di dalam limbah cair terkandung zat-zat pencemar dengan konsentrasi

tertentu yang bila dimasukkan ke bahan air dapat mengubah kualitas airnya.

Kualitas air merupakan pencerminan kandungan konsentrasi makhluk hidup,

energi, zat-zat, atau komponen lain yang ada dalam air. Limbah cair

mempunyai efek negatif bagi lingkungan karena mengandung zat-zat beracun

yang mengganggu keseimbangan lingkungan dan kehidupan makhluk hidup

yang terdapat di dalamnya. Karakteristik kimia bahan organik dalam limbah

cair adalah sebagai berikut:

2.1.1. Protein

Protein merupakan bagian yang penting dari makhluk hidup,

termasuk didalamnya tanaman, dan bakteri. Protein mengandung

karbon, hidrogen, dan oksigen yang mempunyai bobot molekul sangat

tinggi. Struktur kimianya sangat kompleks dan tidak stabil serta mudah

terurai, sebagian ada yang larut dalam air, tetapi ada yang tidak.

Susunan protein sangat majemuk dan terdiri dari beribu-ribu asam

(27)

10

limbah cair, protein merupakan unsur penyebab bau, karena adanya

proses pembusukan dan penguraian oleh bakteri (Siregar, 2005).

2.1.2. Karbohidrat

Karbohidrat antara lain: gula, pati, selulosa dan benang-benang

kayu terdiri dari unsur C, H, dan O (Ginting, 2007). Gula dalam

limbah cair cenderung terdekomposisi oleh enzim dari bakteri-bakteri

tertentu dan ragi menghasilkan alkohol dan gas CO2 melalui proses

fermentasi. Fermentasi merupakan proses penguraian metabolik dari

bahan organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan energi dan

gas, yang berlangsung dalam kondisi anaerobik (Kusnoputranto,

1997). Metabolisme merupakan peristiwa pembentukan dan

penguraian zat didalam diri makhluk hidup yang memungkinkan

berlangsungnya hidup. Karbohidrat ini keberadaannya dalam limbah

cair mengakibatkan bau busuk dan turunnya oksigen terlarut, sehingga

dapat mengganggu kehidupan biota air (Sugiharto, 2008).

2.1.3. Minyak dan Lemak

Minyak adalah lemak yang bersifat cair. Keduanya mempunyai

komponen utama karbon dan hidrogen yang mempunyai sifat tidak

larut dalam air. Bahan-bahan tersebut banyak terdapat pada makanan,

hewan, manusia dan bahkan ada dalam tumbuh-tumbuhan sebagai

minyak nabati. Sifat lainnya adalah relatif stabil, tidak mudah

(28)

11 2.1.4. COD (Chemical Oxygen Demand)

COD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan untuk

mengoksidasi senyawa organik secara kimiawi. COD diukur

berdasarkan jumlah oksigen pada substansi organik dalam limbah cair

yang dapat dioksidasi dengan menggunakan pengoksidasi kuat dalam

kondisi asam. COD itu sendiri menunjukkan kebutuhan oksigen dalam

menguraikan air limbah secara kimiawi. Tes COD dilakukan pada

temperatur tinggi. Tes COD lebih sering digunakan daripada tes BOD

karena membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat yaitu sekitar 2

jam. Pada umumnya nilai COD lebih tinggi dibandingkan BOD karena

lebih banyak senyawa yang dapat dioksidasi secara kimia

dibandingkan biologis. Hasil analisis COD menunjukkan kandungan

senyawa organik yang terdapat dalam limbah. Analisis COD dapat

dilakukan dengan metode dikromat (Driyanti Rahayu, 2007).

2.1.5. BOD (Biological Oxygen Demand)

BOD adalah jumlah kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh

mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa organik yang ada dalam

limbah. Hasil analisa BOD menunjukkan besarnya kandungan

senyawa organik yang dapat terbiodegradasi (Driyanti Rahayu, 2007).

Adapun perbandingan antara BOD dengan COD dapat dilihat pada

(29)

12

Tabel 1. Perbandingan BOD dengan COD

No. Jenis Air Buangan BOD5 / COD

1. Dari rumah tangga 0,4 – 0,6

2. Air sungai 0,1

3. Buangan organik 0,5 – 0,65

4. Buangan anorganik 0,2

Sumber : Perdana Ginting, 2007

Komponen dasar dari senyawa organik adalah karbon,

hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor dan sulfur. Tiga dari kelompok

senyawa organik adalah protein, karbohidrat dan lipida. Protein

merupakan bahan dasar dari sel-sel binatang, yakni sekitar 40 - 60%.

Karakteristik yang diketahui dari protein adalah kandungan nitrogren

didalamnya. Karbohidrat merupakan bahan penyusun utama dalam sel

tumbuhan dan meliputi selulosa, serat kayu, gula dan tepung. Lipida

tidak terlarut dalam air dan meliputi lemak, minyak, dan lilin. Zat-zat

organik di dalam air dalam kadar yang rendah dan hanya sebagian

kecil dari seluruh jumlah padatan yang ada. Keberadaan senyawa

organik di dalam air akan menimbulkan berbagai masalah, antara lain

masalah rasa dan bau. Keberadaaan senyawa organik juga

menyebabkan air memerlukan proses pengolahan air bersih yang lebih

kompleks, menurunkan kandungan oksigen, serta menyebabkan

(30)

13 2.2. Pengolahan Limbah

Air limbah yang tidak diolah dibiarkan terakumulasi, maka dekomposisi

material organik yang terdapat dalam air limbah dapat menimbulkan gas yang

berbau busuk. Selain itu juga mengandung mikroorganisme penyebab penyakit

(pathogen) (Rahmi & Puji, 2010).

Tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi zat

organik, partikel tercampur, dan membunuh mikroorgenisme pathogen, serta

menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun yang tidak dapat didegradasi

(Sugiharto, 1987). Air limbah diolah dalam unit pengolahan sehingga air

effluent-nya bisa dibuang ke badan air tanpa menimbulkan gangguan

(Kusnoputranto, 1997).

Prinsip dasar pengolahan limbah cair adalah menghilangkan atau

mengurangi besarnya kontaminasi yang terdapat dalam limbah cair sehingga

hasil olahan limbah tersebut tidak mengganggu lingkungan apabila dibuang ke

tanah atau badan air penerima. Bila dilihat dari tingkat perlakuan pengolahan

air limbah maka sistem pengolahan limbah cair diklasifikasikan menjadi

Primary Treatment System, Secondary Treatment System, Tertiary Treatment

System. Setiap tingkatan treatment terdiri pula atas sub-sub treatment yang satu

dengan lainnya berbeda, tergantung pada jenis parameter pencemar didalam

limbah cair, volume limbah cair, dan kondisi fisik lingkungan. Ada beberapa

proses yang dilalui air limbah agar limbah ini benar-benar bebas dari unsur

(31)

14

Pada mulanya air limbah harus dibebaskan dari benda terapung atau

padatan melayang. Untuk itu diperlukan treatment pendahuluan (pretreatment).

Pengolahan selanjutnya adalah mengendapkan partikel-partikel halus kemudian

lagi menetralisasinya. Demikian tingkatan ini dilaksanakan sampai seluruh

parameter pencemar dalam air buangan dapat dihilangkan (Mahida, 1994).

2.2.1. Pengolahan Primer (Primary Treatment)

a. Pengolahan Awal (Pretreatment)

Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan

untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air

limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini

ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil

separation.

b. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)

Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki

tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah

pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan

tahap pertama ialah menghilangkan partikel-partikel padat melalui

proses fisika, yakni neutralization, chemical addition and coagulation,

flotation, sedimentation, dan filtration. Sehingga partikel padat akan

mengendap (sludge) sedangkan partikel lemak dan minyak akan berada

di atas / permukaan (grease). Dengan adanya pengendapan ini, maka

akan mengurangi kebutuhan oksigen pada proses pengolahan biologis

(32)

15

gravitasi (Ginting, 2007).2.2.2. Pengolahan Sekunder (Secondary

Treatment)

Pada tahap ini air limbah menggunakan bahan-bahan kimia agar

senyawa- senyawa pencemar dalam limbah diikat melalui reaksi kimia.

Karena itu sitem operasinya disebut juga dengan cara kimia yaitu

metode pengolahan dengan menghilangkan atau mengubah senyawa

pencemar dalam air limbah dengan menambahkan bahan kimia.

Zat-zat pencemar pada umumnya berada pada jenis padatan

suspensi. Padatan terlarut dalam koloidal. Padatan ini tidak mengalami

pengendapan secara alami walaupun dalam jangka waktu relatif lama.

Oleh karena itu, diperlukan bahan kimia yang direaksikan agar terjadi

peningkatan senyawa pencemar baik dalam bentuk gumpalan atau

pengapungan (Ginting, 2007).

2.2.3. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)

Pengolahan ini merupakan kelanjutan dari pengolahan sekunder

(Secondary Treatment). Pada sistem ini pengolahan limbah dengan

konsentrasi bahan pencemar tinggi atau limbah dengan parameter yang

bervariasi banyak dengan volume yang relatif banyak.

Sistem operasinya dikenal dengan operasi biologi yaitu metode

pengolahan dengan menghilangkan senyawa pencemar melalui aktivitas

biological yang dilakukan pada peralatan unit proses biologi. Metode ini

dipakai terutama untuk menghilangkan bahan organic biodegradable

(33)

16

menjadi gas dan air yang kemudian dilepaskan di atmosfir. Zat-zat

organik dengan rantai karbon panjang diubah menjadi rantai ikatan

karbon sederhana dan air yang berbentuk gas. Pembunuhan kuman

(desinfektan) dilakukan apabila limbah cair mengandung bakteri

pathogen. Pengolahan limbah secara biologi dapat dibedakan menjadi 2

yaitu:

a. Secara Anaerob

Pengolahan limbah cair secara anaerob berarti yang bekerja atau

yang hidup adalah bakteri anaerob yang tidak memerlukan oksigen

bebas. Bakteri ini dapat bekerja dengan baik pada suhu yang semakin

tinggi sampai 40oC, pada pH sekitar 7,0. Bakteri ini juga akan bekerja

dengan baik pada keadaan yang gelap dan tertutup.

b. Secara Aerob

Pengolahan limbah secara aerob berarti yang dipergunakan

adalah bakteri aerob yang memerlukan oksigen bebas. Bakteri ini akan

bekerja dengan baik pada pH sekitar 7,0 dengan suhu yang semakin

tinggi sampai pada 40oC. Oleh karena itu, dalam pengolahan limbah

secara aerob harus dimasukkan oksigen dari udara secara kontinyu

(Darsono, 2007).

2.3. Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerobik

Pengolahan limbah cair dengan proses anaerob pada dasarnya sama

(34)

17

mikroorganisme atau metabolisme sel untuk menurunkan atau menghilangkan

substrat tertentu terutama senyawa-senyawa organik biodegradable dalam air

buangan, proses metabolisme sel dapat dipisahkan atas 2 jenis proses, yaitu

katabolisme dan anabolisme (Ritmann dan McCarty, 2001). Katabolisme

adalah semua proses biokimia yang terlibat dalam degradasi atau oksidasi

substrat menjadi produk akhir yang disertai dengan pelepasan energi. Energi

yang dilepas dalam proses oksidasi tersebut ditransfer ke energy carrier yang

kemudian menyimpannya, dan selanjutnya digunakan oleh bakteri tersebut

untuk pergerakan sel, maintenance sel serta kebutuhan energi proses lainnya

(Ritmann dan McCarty, 2001).

Anabolisme adalah termasuk semua proses biokimia yang dilakukan

bakteri untuk sintesa sel baru atau komponen seluler dari sumber karbon.

Proses sintesa ini digerakkan sel baru atau komponen seluler dari sumber

karbon. Proses sintesa ini digerakkan oleh energi yang telah tersimpan atau

tersedia dalam energy carrier (Davis dan Cornwell, 1991). Jadi suatu

organisme dapat menggunakan proses metabolisme baik untuk menghasilkan

energi maupun untuk memodifikasi senyawa-senyawa biomolekuler (Manahan,

1994).

Berdasarkan pemanfaatan oksigen dalam proses metabolisme sel,

pengolahan limbah cair secara biologis dapat dikelompokkan atas 2 kelompok,

yaitu proses aerob dan anaerob. Pada proses aerob, katabolisme senyawa

organik berlangsung dengan memanfaatkan oksigen bebas yang terdapat dalam

(35)

18

disebut respirasi anaerob, katabolisme senyawa organik berlangsung tanpa

oksigen bebas dalam lingkungan dan penguraian terjadi dengan memanfaatkan

senyawa organik sebagai penerima elektron terakhir (Rittmann dan McCarty,

2001).

Dalam perlakuan biologis, prinsip biologi diterapkan untuk mengolah

limbah cair dengan bantuan mikroorganisme yang dapat diperoleh secara

alamiah (MetCalf & Eddy, 2003) atau seleksi (Tobing dan Loebis, 1994).

Pengolahan limbah cair secara biologis merupakan cara yang sangat menarik

dan menguntungkan. Keuntungan lainnya adalah lumpur yang dihasilkan dari

pengolahan limbah khususnya proses anaerob relatif sedikit (MetCalf dan

Eddy, 2003). Perlakuan anaerobik untuk degradasi senyawa organik kompleks

dalam limbah cair muncul sebagai pilihan yang logis dan menarik, karena

biodegradasi senyawa-senyawa organik kompleks dapat dilakukan dalam

sistem anaerob. Dalam proses anaerob, senyawa-senyawa organik kompleks

(protein, karbohidrat dan minyak/lemak) berantai panjang mula-mula

didegradasi menjadi asam lemak dan asam amino sederhana dan berantai

pendek serta sejumlah kecil gas hidrogen (MetCalf dan Eddy, 2003).

Selanjutnya asam-asam organik dan asam-asam amino sederhana diuraikan

lebih lanjut menjadi gas metan (CH4), karbon dioksida (CO2) dan sejumlah

kecil H2, hidrogen sulfida (H2S) dan nitrogen serta biomassa (Balch dkk, 1977;

(36)

19

2.4. Proses Mikrobiologi di dalam Penguraian Anaerob

Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam

transformasi senyawa komplek organik menjadi metan. Lebih jauh lagi,

terdapat interaksi sinergis antara bermacam-macam kelompok bakteri yang

berperan dalam penguraian limbah. Keseluruhan reaksi dapat digambarkan

sebagai berikut (Polprasert, 1983):

Senyawa Organik ---> CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S

Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam

penguraian anaerobik, bakteri bakteri tetap merupakan mikroorganisme yang

paling dominan bekerja didalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar

bakteri anaerobik dan fakultatif (seperti: Bacteroides, Bifidobacterium,

Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus) terlibat dalam proses hidrolisis dan

fermentasi senyawa organik.

Ada empat grup bakteri yang terlibat dalam transformasi material

komplek menjadi molekul yang sederhana seperti metan dan karbon dioksida.

Kelompok bakteri ini bekerja secara sinergis (Kirsop, 1991).

2.4.1 Kelompok 1: Bakteri Hidrolitik

Kelompok bakteri anaerobik memecah molekul organik komplek

(protein, cellulose, lignin, lipids) menjadi molekul monomer yang

terlarut seperti asam amino, glukosa, asam lemak, dan gliserol. Molekul

monomer ini dapat langsung dimanfaatkan oleh kelompok bakteri

berikutnya. Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi oleh enzim ekstra

(37)

20

penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi terbatas dalam

penguraian limbah sellulolitik yang mengandung lignin (Polprasert;

Speece, 1983).

2.4.2 Kelompok 2 : Bakteri Asidogenik Fermentatif

Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium

merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam organik

(seperti asam asetat, propionik, formik, lactik, butirik, atau suksinik),

alkohol dan keton (seperti etanil, metanol, gliserol, aseton), asetat, CO2

dan H2. Asetat adalah produk utama dalam fermentasi karbohidrat. Hasil

dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis bakteri dan kondisi kultur

seperti temperatur dan pH.

2.4.3 Kelompok 3 : Bakteri Asetogenik

Bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2)

seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei (McInernay et

al., 1981) merubah asam lemak (seperti asam propionat, asam butirat)

dan alkohol menjadi asetat, hidrogen, dan karbon dioksida, yang

digunakan oleh bakteri pembentuk metan (metanogen). Kelompok ini

membutuhkan ikatan hidrogen rendah untuk merubah asam lemak; dan

oleh karenanya diperlukan monitoring hidrogen yang ketat.

2.4.4 Kelompok 4 : Bakteri Metanogen

Penguraian senyawa organik oleh bakteri anaerobik

dilingkungan alam melepas 500 - 800 juta ton metan ke atmosfir tiap

(38)

21

fotosintesis (Kirsop, 1991). Bakteri metanogen terjadi secara alami

didalam sedimen yang dalam atau dalam pencernaan herbivora.

Kelompok ini dapat berupa kelompok bakteri gram positif dan gram

negatif dengan variasi yang banyak dalam bentuk. Mikroorganime

metanogen tumbuh secara lambat dalam air limbah dan waktu tumbuh

berkisar 3 hari pada suhu 35oC sampai dengan 50 hari pada suhu 10oC.

Bakteri metanogen dibagi menjadi dua katagori, yaitu :

1. Bakteri Metanogen Hidrogenotropik (seperti : chemolitotrof yang

menggunakan hidrogen) merubah hidrogen dan karbon dioksida

menjadi metan.

CO2 + 4H2 ---> CH4 + 2H2O Metan

Bakteri metanogen yang menggunakan hidrogen membantu

memelihara tekanan parsial yang sangat rendah yang dibutuhkan

untuk proses konversi asam volatil dan alkohol menjadi asetat

(speece, 1983).

2. Bakteri Metanogen Asetotropik, atau biasa disebut sebagai

bakteri asetoklastik atau bakteri penghilang asetat, merubah asam

asetat menjadi metan dan CO2.

CH3COOH ---> CH4 + CO2

Bakteri asetoklastik tumbuh jauh lebih lambat (waktu

generasi = beberapa hari) dari pada bakteri pembentuk asam (waktu

generasi = beberapa jam). Kelompok ini terdiri dari dua kelompok,

(39)

22

(Huser dkk., 1982). Selama penguraian termofilik (58oC) dari

limbah lignosellulosik, Metanosarkina adalah bakteri asetotropik

yang ditemukan dalam bioreaktor. Sesudah 4 minggu,

Metanosarkina (m mak = 0,3 tiap hari; Ks = 200 mg/l) digantikan

oleh Metanotrik (m mak = 0,1 tiap hari; Ks = 30 mg/l).

Kurang lebih sekitar 2/3 metan dihasilkan dari konversi

asetat oleh metanogen asetotropik. Sepertiga sisanya adalah hasil

reduksi karbon dioksida oleh hidrogen (Mackie dan Bryant, 1984).

Metanogen dikelompokkan menjadi tiga order: Metanobakteriales

(contoh: Metanobakterium, Metanobreviater, Metanotermus),

Metanomikrobiales (contoh: Metanomikrobium, Metanogenium,

Metanospirilium, Metanosarkina, dan Metanokokoid), dan

Metanokokales (contoh: Metanokokkus). Paling sedikit ada 49

(40)

Gambar 1 Sumber : B

. Proses pen Balch et al., 1

nguraian sen 1979.

23 nyawa hidro

3

(41)

Gambar 2. Proses pen Sumber

nguraian sen : Balch et al.

24 nyawa lema , 1979.

4

(42)
(43)

26

2.5. Kombinasi Anaerobic Baffled Reactor (ABR) – Anaerobic Filter (AF)

Anaerobic Baffled Reactor – Anaerobic Filter merupakan suatu jenis

reaktor anaerob laju tinggi yang terdiri dari beberapa kompartemen bervolume

sama dan media filter pada kompartemen terakhir (dalam Hudson, 2010). Antar

tiap kompartemen ABR dipisahkan oleh hanging dan standing baffle secara

selang-seling yang berfungsi memaksa cairan mengalir ke atas dan ke bawah

pada tiap kompartemen untuk meningkatkan kontak antara air limbah dan

mikroorganisme pada tiap dasar kompartemen (Hudson, 2010).

2.5.1. Kelebihan dan Kelemahan ABR - AF

Reaktor ABR mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

jenis reaktor anaerob lain. Keunggulan-keunggulan tersebut

diantaranya adalah:

a. Sistem Desain

Biaya konstruksi ABR - AF tercatat 20% lebih rendah

dibandingkan reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)

(Mrafkova dkk, 2000). Desain konstruksi yang dimiliki

memungkinkan untuk menghindari terperangkapnya gas dalam partikel

lumpur yang dapat mengakibatkan terangkatnya partikel lumpur dan

efek turbulensi yang merusak sedimen (Rahayu dan Purnavita, 2008).

Produksi lumpur yang hanya bernilai sekitar 0,03g sel/g substrat

(Stuckey et al., 2000) membuat tidak diperlukan proses sedimentasi

akhir (Smith and Scott, 2005).

(44)

27

Sistem ABR - AF mampu menurunkan 70 - 90% BOD dan 72 -

95% COD (Foxon dkk., 2006). Operasi ABR - AF 2 baffle juga dapat

berlangsung dalam waktu tinggal 2 kali lebih singkat dibanding jika

digunakan septic tank bervolume sama untuk dapat menghasilkan

besar penurunan Total Suspended Solid (TSS), COD dan BOD sama

(Koottatep dkk, 2004). Waktu tinggal dibutuhkan pengoperasian ABR

pun 39% lebih singkat dibandingkan UASB (Krishna and Kumar,

2007).

c. Sistem Operasi

ABR bersifat lebih resisten terhadap shocking loading

dibandingkan proses anaerob lainnya (Foxon dkk, 2006). Penurunan

performa yang ditimbulkan akibat adanya shocking loading juga

memerlukan waktu lebih singkat untuk kembali ke operasi normal

dibandingkan sistem anaerob lain karena kecilnya kemungkinan

terjadinya wash out (Khanal, 2008). Namun, ABR juga mempunyai

kelemahan yaitu rendahnya efisiensi penghilangan TSS yang kurang

baik, yaitu berkisar antara 40 - 70%. Zat padat dengan densitas yang

mendekati densitas air juga akan terbawa keluar dari kompartemen

pertama dan terbawa keluar reaktor bersama dengan effluent. Proses

penghilangan kadar TSS influen dapat membuat terjadi penurunan

97% COD dan 98% BOD pada sistem anaerobic digestion (Indriani

(45)

28 2.5.2. Variabel Desain ABR - AF

Variabel-variabel yang perlu diperhatikan dalam desain sistem

kombinasi ABR - AF antara lain:

a. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran ke atas setelah kompartemen pertama tidak

boleh melebihi 2 m3/m2/jam. Hal tersebut dapat diatasi dengan

mendesain ABR - AF yang mempunyai luas penampang besar dan

kedalaman dangkal (Rahayu dan Purnavita, 2008). Cara tersebut

dilakukan untuk menjamin 95% padatan tetap tinggal dalam

kompartemen guna mengurangi kemungkinan washout dan

mendukung populasi mikroba yang mampu menangani anaerobic

digestion 2 fase (Foxon et al., 2001).

b. Dimensi Reaktor

Agar influen limbah terdistribusi merata dan kontak dengan

mikroorganisme efisien, lebar reaktor dianjurkan berkisar antara 0,5 -

0,6 kedalamannya (Rahayu dan Purnavita, 2008).

c. Hydraulic Retention Time (HRT)

Nilai HRT terlalu kecil dapat mengakibatkan terjadinya laju

pertumbuhan bakteri yang tidak cukup untuk menghilangkan polutan

(Schuner and Jarvis, 2009). HRT dipersyaratkan dalam pengoperasian

ABR - AF adalah lebih dari 8 jam (Indriani dan Herumurti, 2010).

Dengan memperpanjang HRT, kemungkinan terjadinya washout

(46)

29

pembentukan lumpur anaerob yang lebih stabil juga dapat dilakukan

dengan menambah waktu kontak antara limbah dan mikroorganisme

(Pillay dkk, 2006).

2.6 Media Filter

Pada proses pengolahan pertumbuhan melekat media merupakan faktor

penentu bagi pertumbuhan microbial film (lapisan mikroba) yang untuk

selanjutnya menentukan tingkat efisiensi pengolahan biologis tersebut. Semakin

luas permukaan media perunit volume, maka proses biologis yang terjadi pada

unit pengolahan tersebut dapat diharapkan untuk mencapai tingkat efisiensi

yang diharapkan. Media yang digunakan bermacam- macam tetapi prinsipnya

lebih luas permukaan akan lebih baik fungsinya. Misalnya koral, kerikil, plastik

yang dibuat khusus sebagai media, ijuk, pasir dan lain sebagainya.

2.6.1 Proses Pembentukan Biofilter

Biofilter pada dasarnya adalah sekumpulan aggregat

mikroorganisme atau produk polimer ekstrasellular yang melekat pada

permukaan padatan atau bahan inert dalam lingkungan berair (Rittman

dan Mc Carty, 2001). Menurut Costerton (1985) populasi bakteri pada

lingkungan berair paling banyak dijumpai dalam keadaan aggregat yang

dapat membentuk biofilter dari pada keadaan planktonik (bebas).

Bakteri dalam keadaan planktonik bertindak sebagai suatu individu,

sehinga tidak mampu bersaing untuk mendapatkan ruang, oksigen dan

(47)

30

mempunyai tingkat kepadatan rendah. Dalam keadaaan aggregat dan

molekul bakteri mampu memperoleh nutrisi lebih banyak.

Mekanisme pembentukan biofilter dimulai ketika sel melekat

kepermukaan bahan inert. Beberapa faktor yang berperan dalam proses

pelekatan sel permukaan suatu media adalah transportasi sel, adsorbsi

reversible, adhesi irreversible dan penggandaan sel (Schmidt dan

Ahring, 1996). Proses pelekatan sel bakteri dimulai dengan

pembentukan butiran perintis (aggregat bakteri yang kecil) yang

cenderung tercuci (washout) dari reaktor dan kemudian tumbuh menjadi

butiran-butiran mikroorganisme (Callander dan Barford, 1983). Pada

awal pelekatannya, bakteri tertarik pada permukaan, namun tidak

langsung melekat erat dan bakteri melakukan gerak Brown (acak) serta

dapat lepas kembali. Setelah menyesuaikan diri dengan permukaan,

bakteri selanjutnya melekat erat pada permukaan. kecepatan pelekatan

bakteri berbeda-beda tergantung pada struktur dan daya rekatnya.

Beberapa bakteri seperti substansi polimer ekstrasellular dan fimbriae

memiliki struktur dan daya rekat yang kuat, sehingga dengan cepat akan

melekat pada permukaan media. Tetapi ada juga bakteri yang

membutuhkan waktu kontak yang lama agar dapat melekat erat pada

permukaan media (Marshall, 1992).

Biofilter merupakan filter dari media kerikil, batu apung, karbon

(48)

31

proses pengolahan atau penyisihan bahan organik kompleks terlarut atau

tersuspensi dalam limbah cair.

2.6.2 Arang Tempurung Kelapa

Karbon atau arang merupakan suatu padatan berpori yang

mengandung 85 – 95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang

mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Karbon aktif

merupakan arang yang telah diproses sedemikian rupa dengan cara

diaktifasi oleh suatu zat sehingga mempunyai daya serap tinggi. Karbon

aktif dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau

dari arang yang diperlukan dengan cara khusus untuk mendapatkan

permukaan yang lebih halus. Luas permukaan karbon aktif berkisar

antara 300 – 3.500 m2/gram yang berhubungan dengan struktur pori

internal yang menyebabkan karbon aktif mempunyai sifat sebagai

adsorben. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa

kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau

volume pori-pori dan luas permukaan. Daya resap karbon aktif sangat

besar, yaitu 25 – 100% terhadap karbon aktif (Darmawan, 2011).

Permukaan karbonaktif merupakan kondisi ideal bagi pertumbuhan

mikroorganisme yang baik. Jika bahan teradsorpsi berupa bahan organik

dapat terombak secara biologis, bahan tersebut dapat digunakan sebagai

bahan makanan bagi mikroorganisme. Pada saat yang sama, diperoleh

efek regenerasi kabon aktif secara biologis, karena melalui perombakan

(49)

32

kapasitas baru. Mikroorganisme juga mampu menggunakan bahan

polutan dari larutan langsung, sehingga selain efek adsorpsi dicapai efek

pengolahan air lainnya (Suprihatin dan Suparno, 2000).

2.6.3 Zeolit

Zeolit umumnya didefinisikan sebagai kristal aluminium silika

yang berstruktur tiga dimensi, yang terbentuk dari tetrahedral alumina

dan silika dengan rongga-rongga di dalam yang berisi ion logam,

biasanya alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak

bebas. Secara empiris, rumus molekul zeolit adalah

Mx/n.(AlO2)x.(SiO2)y.xH2O. Struktur zeolit secara garis besar

strukturnya terbentuk dari unit bangun primer, berupa tetrahedral yang

kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral dan membentuk

polihedra dan akhirnya unit struktur zeolit (Putra, 2007).

Partikel zeolit juga berperan sebagai media menumbuhkan flok

bakteri. Keuntungan menggunakan zeolit diantaranya:

a. Membuat air yang dalam kondisi pH asam menjadi lebih netral

berdasarkan kapasitas perubahan kation yang besar.

b. Menambah laju aliran secara gravitasi dan sistem pengatur tekanan.

c. Kapasitas penyaringan dapat bertambah.

d. Kapasitas pengangkutan yang lebih besar pada permukaan wilayah

yang besar menghasilkan kapasitas yang lebih besar juga.

e. Zeolit dapat berfungsi sebagai penyaring fisik untuk bakteri pathogen

(50)

33 2.6.4 Kerikil

Pada sistem pertumbuhan melekat media termasuk hal yang

penting, karena sebagai tempat tumbuh dan menempelnya

mikroorganisme. Salah saut kunci penting untuk mendapatkan effluent

yang maksimal adalah menggunakan media yang tepat. Media yang

digunakan bisa berupa plastik (polivinil klorida), kerikil dan pecahan

batu, gambut, kompos, arang aktif, sabut kelapa, humus dan tanah

(Nurcahyani, 2006). Kerikil merupakan salah satu media yang cukup

banyak digunakan pada pengolahan limbah sistem melekat. Bahan padat

tersebut diharapkan dapat melakukan proses pengolahan atau

penyishihan bahan organik kompleks terlarut atau tersuspensi dalam

limbah cair. Kerikil memiliki luas permukaan yang besar, dan bakteri

dapat hidup dan melekat pada permukaannya. Selain itu, penyumbatan

yang terjadi pada kerikil sangat kecil dan volume rongganya besar

dibandingkan dengan media lain serta mudah didapat dan relatif lebih

murah.

Laura (1995) melakukan penelitian menggunakan media kerikil

pada air sungai sungai yang kotor diperoleh penurunan kadar COD 90 -

95%. Henry (2010) terhadap limbah tapioka menggunakan Anaerobic

Filter dengan media gabungan bata dan kerikil didapatkan penyisihisan

COD sebesar 85,13 %. Dewi (2009) mengolah limbah cair tahu

menggunakan AF media kerikil didapatkan penurunan COD sebesar

(51)

34

kerikil sebagai salah satu media yang diharapkan dapat menurunkan

kadar COD pada limbah cair PT XXX.

2.7. Dampak Pembuangan Air Limbah

Sesuai dengan batasan dari air limbah yang merupakan benda sisa, maka

sudah barang tentu bahwa air limbah merupakan benda yang sudah tidak

dipergunakan lagi, akan tetapi tidak berarti bahwa air limbah tersebut tidak

perlu dilakukan pengelolaan. Air limbah jika tidak dikelola secara baik akan

dapat menimbulkan gangguan, baik terhadap lingkungan maupun terhadap

kehidupan yang ada (Sugiharto, 2008).

2.7.1. Gangguan Terhadap Kesehatan

Air limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia

mengingat bahwa banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui air

limbah. Air limbah ini ada yang hanya berfungsi sebagai media

pembawa saja seperti penyakit kolera, radang usus, hepatitis infektiosa,

serta schitosomiasis. Selain sebagai pembawa penyakit di dalam air

limbah itu sendiri banyak terdapat bakteri pathogen penyebab penyakit.

Selain sebagai pembawa dan kandungan kuman penyakit air limbah

juga mengandung bahan-bahan beracun, penyebab iritasi, bau dan

bahkan suhu yang tinggi serta bahan-bahan lainnya yang mudah

terbakar. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh sumber air limbah. Kasus

yang terjadi di Teluk Minamata pada tahun 1953 adalah contoh yang

(52)

35

penyempitan ruang pandang, kelumpuhan, kulit terasa menebal dan

bahkan dapat menyebabkan kematian. Kejadian yang demikian adalah

sebagai akibat termakannya ikan oleh nelayan, sedangkan ikan tersebut

telah mengandung air raksa sebagai akibat termakannya kandungan air

raksa yang ada di dalam teluk. Air raksa ini berasal dari air limbah yang

tercemar oleh adanya pabrik yang menghasilkan air raksa pada buangan

limbahnya. Selain air raksa masih banyak lagi racun lainnya yang dapat

membahayakan kesehatan manusia antara lain:

1. Timah Hitam

Apabila manusia terpapar oleh timah hitam, maka orang tersebut

dapat terserang penyakit anemia, kerusakan fungsi otak, serta kerusakan

pada ginjal.

2. Krom

Krom dengan senyawa bervalensi tujuh lebih berbayaha bila

dibandingkan dengan krom yang bervalensi tiga. Apabila terpapar oleh

krom ini dapat menyebabkan kanker pada kulit dan saluran pencernaan.

3. Sianida

Senyawa ini sangat beracun terhadap manusia karena dalam

jumlah yang sangat kecil sudah dapat menimbulkan keracunan dan

merusak organ hati.

2.7.2. Penurunan Kualitas Lingkungan

Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya

(53)

36

tersebut. eberadaan limbah cair domestik/rumah tangga akan terus

meningkat sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk, demikian

juga limbah industri termasuk industri rumah tangga mempunyai

kontribusi yang cukup signifikan terhadap zat pencemar organik pada

badan-badan air.

Parameter BOD (Biochemical Oxigen Demand) adalah

parameter yang digunakan untuk tolok ukur kandungan senyawa

organik yang dapat dirombak oleh mikroorganisme. Tolok ukur ini

dipilih karena kebutuhan oksigen untuk reaksi yang dilakukan oleh sel

ini setara dengan konsentrasi senyawa organik yang dirombak.

Perombakan ini akan terus berlangsung selama oksigen didalam air

masih tersedia. Hasil perombakan ini menghasilkan sel baru.

Jika air mengandung senyawa organik yang dapat dirombak oleh

mikroorganisme, maka peningkatan akan terjadi didalam air itu selama

kandungan oksigen terlarut dapat memenuhi kebutuhan untuk reaksi

biokimiawi. Jadi nilai BOD yang tinggi dari suatu limbah cair yang

dibuang ke perairan alami akan menyusutkan kandungan oksigen

terlarut pada perairan itu.

Makhluk air yang tinggi tidak dapat hidup di perairan ini akibat

kebutuhan oksigen untuk kehidupannya tidak tercukupi. Jika oksigen

terlarut dalam air mencapai nol, maka mikroorganisme yang berperan

akan berganti dari mikroorganisme jenis aerob menjadi mikroorganisme

(54)

37

adalah munculnya bau akibat dari terbentuknya gas H2S dan NH3.

Senyawa organik yang dinyatakan dengan BOD ini dapat berupa

senyawa organik yang tersuspensi dan senyawa organik yang terlarut.

Air limbah yang mencemari tanah dalam perjalanannya akan

mengalami peristiwa fisik mekanik, kimia, dan biologis. Peristiwa fisik

mekanik yang terjadi karena adanya distribusi larutan yang mengalir

melalui pori-pori tanah yang tidak seragam, sehingga terjadi efek

penahanan oleh zat-zat padat dan pengendapan partikel-partikel padat

karena gaya berat. Peristiwa kimia terjadi penyebaran molekuler yang

dihasilkan dari potensi kimia, sedangkan proses biologis terjadi pada

bahan pencemar organik yang diuraikan oleh bakteri pembusuk.

Pada tanah kering gerakan bakteri horizontal ± 1 meter dan

vertikal kebawah ± 3 meter. Pada tanah basah dengan kecepatan aliran

tanah 1 – 3 meter perhari maka gerakan atau perjalanan bakteri bersama

aliran air secara horizontal mencapai maksimum 11 meter dimana pada

jarak 5 meter akan melebar maksimum 2 meter dan kemudian

menyempit kembali sampai jarak 11 meter. Adapun gerakan kebawah

tergantung dari kedalaman air limbah itu menembus kedalam tanah.

Gerakan pencemar bahan kimia dalam tanah secara horizontal

mengikuti aliran air akan melebar 9 meter pada jarak 25 meter dan

menyempit lagi sampai jarak 95 meter. Mengingat limbah cair domestik

(55)

38

penetrasi di dalam tanah akan mencapai jarak yang cukup jauh, sehingga

berpotensi untuk mencemari air tanah/air sumur.

Dalam standar kualitas air (Permenkes No. 416 Tahun 1990)

ditentukan maksimal angka zat organik adalah 10 mg/l. Penyimpangan

terhadap batas maksimum yang diperbolehkan ini akan dapat

menyebabkan timbulnya bau tidak sedap dan dapat menyebabkan sakit

perut.

a. Gangguan Terhadap Keindahan

Adakalanya air limbah mengandung polutan yang tidak

mengganggu kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan.

Kadang-kadang air limbah dapat juga mengandung bahan-bahan yang

bila terurai menghasilkan gas-gas yang berbau. Bila air limbah jenis ini

mencemari badan air, maka dapat menimbulkan gangguan keindahan

pada badan air tersebut.

b. Gangguan Terhadap Kerusakan Benda

Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat

dikonversi oleh bakteri anaerobic menjadi gas yang agresif seperti H2S.

Gas ini dapat mempercepat proses perkaratan benda yang terbuat dari

besi dan bangunan air kotor lainnya. Dengan cepat rusaknya air tersebut

maka biaya pemeliharaannya akan semakin besar juga, yang berarti

akan menimbulkan kerugian material.

Untuk menghindarkan terjadinya gangguan-ganguan diatas, air

(56)
(57)

40 2.9. Kerangka Teori

Berdasarkan paparan dari tinjauan pustaka diatas, maka kerangka teori

yang dikembangkan ialah sebagi berikut :

Gambar 4. Kerangka teori .

Sumber : modifikasi Alaerts dan Sartika (1987) dikelola

ABR-AF media kerikil ABR – AF media arang

ABR-AF media zeolit Air Limbah Industri

biologi kimia

fisik

(58)

41 BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk

mengetehui efektivitas kombinasi ABR - AF yang dilihat dari kadar COD. Oleh

karena itu, kerangka konsep yang dibuat merupakan gambaran pengaruh

kombinasi ABR - AF terhadap air limbah PT XXX sehingga terjadi penurunan

kadar COD seperti yang terlihat pada gambar 5.

Air limbah dengan zat organik tinggi akan diolah dengan proses anaerob

menggunakan reaktor kombinasi ABR - AF dengan variasi berbagai media.

Pada proses ini penguraian zat organik dilakukan oleh mikroorganisme

anaerob, zat organik kompleks (lemak, karbohidrat, protein) dalam air limbah

diurai menjadi senyawa yang lebih sederhana, terjadinya penguraian pada zat Pengolahan limbah :

ABR-AF media kerikil ABR-AF media arang tempurung kelapa ABR-AF media zeolit

Kadar COD ( effluent ) Kadar COD ( influent )

(59)

42

organik kompleks ditandai dengan menurunnya kadar COD pada air limbah

(60)

43 3.2 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi

Operasi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala

0. Efektif apabila kadar

COD sesudah perlakuan sesuai dengan baku mutu < 150 mg/L

(61)
(62)
(63)

46 6. Effluent

limbah cair

Cairan yang dihasilkan

setelah melalui proses

pengolahan.

3.3 Hipotesis

1. Ada perbedaan kadar COD antara sebelum dan setelah perlakuan kombinasi

ABR – AF.

2. Ada penurunan kadar COD setelah perlakuan dengan kombinasi ABR -AF

media kerikil.

3. Ada penurunan kadar COD setelah perlakuan dengan kombinasi ABR -AF

media arang tempurung kelapa.

4. Ada penurunan kadar COD setelah perlakuan dengan kombinasi ABR - AF

media zeolit.

5. Kombinasi ABR - AF media tempurung kelapa paling efektif dalam

(64)

47 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini eksperimen yaitu kegiatan percobaan yang

melibatkan pengukuran terhadap sistem yang dikaji dengan one group

pretest-postest design, memberi perlakuan terhadap sistem dan kemudian melakukan

pengukuran dengan cara yang sama terhadap sistem yang diperlakukan untuk

mengetahui apakah perlakuan mengubah nilai pengukuran. Perlakuan diberikan

secara simultan dan pengaruhnya diukur dalam waktu yang bersamaan

(Riwidikdo, 2007). Desain penelitian yang akan dilakukan dapat digambarkan

sebagai berikut :

Pre post

Limbah 1 ---X1---Limbah 1 (media kerikil)

Limbah 2 ---X2---Limbah 2 (media arang tempurung kelapa)

Limbah 3 ---X3---Limbah 3 (media zeolit)

Keterangan :

(65)

48 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium lingkungan kampus I UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan November

2013 – Maret 2014.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah limbah cair yang dihasilkan

dari kegiatan di PT XXX pada bak setelah proses aerasi.

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penilitian ini adalah sebagian air limbah PT XXX

yang siap dibuang kebadan air. Volume limbah yang akan digunakan

adalah ± 200 liter. Cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara

composite sampling (sampel gabungan waktu), yaitu campuran dari

sampel individual yang diambil secara proposional sesuai dengan pola

aliran limbah cair. Penggabungan sampel biasa dilakukan dengan

mengumpulkan sampel individual pada interval waktu yang teratur

(Soeparman dan Soeparmin, 2000). Sampel yang diambil pada pukul

08.00 WIB, 10.00 WIB, dan 12.00 WIB pemilihan waktu tesebut

berdasarkan waktu produksi dan pembuangan limbah PT XXX.

Hanafiah (1994) menjelaskan bahwa dalam penentuan jumlah

pengulangan dipengaruhi oleh (1) derajat ketelitian, (2) keragaman bahan,

(66)

49

tersedia. Alasan pengambilan secara replikasi adalah untuk mendapatkan

variasi data, maka minimal adalah 2 data, karena 2 data sangat kasar

dalam menjelaskan hasil penelitian maka replikasi disarankan minimal 3

data. Atas dasar hal tersebut, umumnya jumlah ulangan r = 4 yang

dilakukan di lapangan dan r = 3 untuk penelitian yang dilakukan di rumah

kaca/laboratorium .Selanjutnya dilakukan pengujian dengan replikasi.

Replikasi yang dilakukan yaitu 5 kali pengulangan agar data yang

didapatkan lebih bervariasi dan dapat mendeskripsikan hasil analisis.

Dengan demikian jumlah unit percobaan dalam penelitian ini adalah 20

sampel yang berasal dari 3 perlakuan (variasi media zeolit + arang

tempurung kelapa, arang tempurung kelapa dan kerikil) dan praperlakuan.

4.4. Alat dan Bahan

4.4.1 Alat

a.. Alat yang digunakan untuk pengujian COD yaitu sebagai berikut :

1. Buret 50 ml 1 buah

2. Erlenmeyer COD 2 buah

3. Alat refluks dan pemanasnya

4. Pipet 10 ml, 5 ml

5. Beker glass 50 ml 1 buah

b. Alat yang digunakan untuk kombinasi Anaerobic Baffled Reactor dan

Gambar

Tabel 1. Perbandingan BOD dengan COD..............................................
Gambar 1.  Proses
Tabel Pengawetan Sampel
gambaran suatu
+7

Referensi

Dokumen terkait