EFEKTIFITAS KOMBINASI
ANAEROBIC BAFFLED REACTOR –ANAEROBIC FILTER (ABR-AF) TERHADAP PENURUNAN KADAR COD PADA LIMBAH CAIR PT XXX
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH:
RAHMI HIDAYATI 109101000046
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAHJAKARTA
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Maret 2014
Rahmi Hidayati, NIM :109101000046
Efektifitas Kombinasi ABR-AF terhadap penurunan kadar COD pada limbah cair PT XXX
ABSTRAK
Limbah cair industri yang mengandung kadar COD tinggi dapat meyebabkan penurunan oksigen terlarut dalam air sehingga terjadi perubahan warna, timbulnya bau, kematian biota air serta dapat menjadi media penyakit bagi manusia. Limbah cair PT XXX merupakan salah satu perusahaan yang memliki kadar COD tinggi sehingga berpotensi mencemari lingkungan.Salah satu cara menurunkan kadar COD adalah dengan menggunakan kombinasi Anaerobic Baffled Reactor-Anaerobic Filter. Media yang digunakan adalah kerikil, arang tempurung kelapa, dan zeolit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas kombinasi ABR-AF dalam menurunkan kadar COD pada limbah cair PT XXX.
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan rancangan one group pretest – postest design. Jumlah unit percobaan dalam penelitian ini adalah 20 sampel dengan 5 kali pengulangan. Sampel diambil dari limbah cair PT XXX yang akan dialiran ke badan air. Pengolahan dan analisa data dengan ujipaired t test dan anova test.
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata- rata efektifitas pengolahan pada kombinasi ABR-AF media kerikil sebesar 44,20%, kombinsi ABR-AF media arang tempurung kelapa sebesar 64,92%, dan kombinasi ABR-AF media zeolit sebesar 45,72%. Hasil uji anovadiketahui perlakuan yang memiliki beda rata-rata adalah ABR-AF media arang tepurung kelapa dengan kerikil dan zeolit dengan p-value 0,000.Kombinasi ABR-AF yang memilikinilaiefektifitas paling tinggiadalah media arang tempurung kelapa.
Kadar COD setelah perlakuan masih diatas baku mutu (150 mg/L) sehingga perlu dilakukan kajianulang system IPAL dansumberlimbahcairsertapengolahan lanjut seperti dengan proses aerobik serta waktu operasi sebaiknya dibuat lebih lama sehingga penyisihan kadar COD lebih sempurna. Bagi perusahaan dapat menjadikan rujukan sebagi alat tambahan pengolahan limbah dalam menurunkan kadar COD. Bagi peneliti lain, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang jenis komposit media serta pengaruh waktu tinggal, konsentrasi substrat terhadap kinerja reaktor dalam menurunkan COD.
Kata kunci : kadar COD, air limbah, Anaerobic Baffled Reactor-Anaerobic Filter , media kerikil, arang tempurung kelapa, zeolit.
ii FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduated thesis, Maret 2014
Rahmi Hidayati, NIM :109101000046
The Effectiveness of ABR-AF Combination in Decreasing COD Levels Consisted in PT XXX Effluents
ABSTRACT
The industrial wastewater with high COD levels will cause the dissolved oxygen to decrease in the water which trigger the color changes, odor onset, mortality in aquatic biota and media for pathogens of humans. Waste water PT XXX is one of companies that have high COD levels could contaminated the environment. . One way to decrease the levels of COD is by using an Anaerobic Baffled Reactor - combination Anaerobic Filter. Media that being used were gravel, coconut shell charcoal, and zeolites . The purpose of this study is to determine the effectiveness of ABR – AF Combination in Decreasing COD Levels Consisted in PT XXX Effluents.
This type of study is experimental with one group pretest - posttest design. The number of experimental units that being used in this study were 20 samples with 5 replications . Samples were taken from the effluent of PT XXX which will be released into waterbodies. Thus, processing and analysis data were conducted by using a paired-t test and ANOVA
The results of this study showed an average COD level after treatment with ABR - AF combination of gravel media was 44.20 %, ABR kombinsi - AF coconut shell charcoal media was 64.92 % and the combination of zeolite media ABR - AF was 45.72 %. Based on Anova results, it was known that there’s a significant average difference between coconut shell charcoal media with gravel and zeolite with a p - value of 0.000. The most effective media that being used in ABR – AF Combination was a coconut shell charcoal. Meanwhile, the COD levels after treatment doesn’t meet the quality standards based on KepMen LH no. 51 tahun 1995 with a value of 150 mg/L.
The remaining COD levels after treatment are still exceed the standard. Thus, futher treatment such as aerobic process nd lenghtening the operation time are need to be donein order to achieve the complete elimination of COD levels. For the Company benefit, this study could be referred to as a means of additional effluent treatment in decreasing COD levels. For other researchers, more research is needed on the type of composite media and the influence of the retention time, substrate concentration on reactor performance in reducing COD levels.
Keyword : COD Levels, waste water, Anaerobic Baffled Reactor-Anaerobic Filter , gravel filter, coconut shell charcoal filter, zeolite filter
iv
RIWAYAT HIDUP
NamaLengkap : Rahmi Hidayati TempatLahir : Jakarta
TanggalLahir : 17 November 1991
Agama : Islam
JenisKelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Palem 1 no. 14 rt005/rw005 Beji, Depok
Telepon : 081295160305
Email : mi_amiami@ymail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
1997 – 2003 : SD Negeri Kuningan Timur 02Pagi Jakarta Selatan 2003 – 2006 : SLTP Negeri43Jakarta
2006 – 2009 : SMA Negeri3 Jakarta
2009 –2014 : S1 – KesehatanMasyarakatPeminatanKesehatan LingkunganFakultasKedokterandanIlmuKesehatanUniversitas
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kita panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga zaman yang terang benderang. Skripsi yang berjudul “Efektivitas Kombinasi Anaerobic Baffled Reactor - Anaerobic Filter Terhadap Penurunan Kadar Cod Pada Limbah Cair Pt Xxx Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SarjanaKesehatan Masyarakat (S.KM). Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsiini terdapat banyak kesulitan dan tidak akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan sertadukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidaklupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Mamah, Bapak serta kakak-kakak tersayang dengan do’a, perhatian serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
2. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM, M.Kes, Ph.D selaku kepala program studi kesehatan Masyarakat.
3. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing serta memberikan nasihat dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku pembimbing yang telah membimbing serta memberikan nasihat dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Fase Badriah, Ph.D selaku penguji sidang yang telah memberi masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Ibu Minsarnawati T, SKM, M.Kes selaku penguji sidang yang telah memberi masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
7. Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid. MKKK selaku penguji sidang yang telah memberi masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
vi
9. Kakak pembimbing lapangan yang banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini
10. Ka Dede Zulfan yang senantiasa selalu memberikan semangat, do’a dan waktunya untuk membantu penulis menyelasaikan skripsi ini.
11. Keluarga Kesmas 2009 khususnya KL’09 ( Nita, Imah, Nisa, Agung, Rudi, Yudhi, Ratna, Fauziah, Morrys, Ersa, Yeni, Risma, Aan, Tari, dan Udin).
12. Sahabat- sahabaku yang cantik ( Maya, Dilla, Cita, dan Reni) atas doa, nasihat motivasi dan bantuannya selama ini.
Semoga semua bantuan yang telah kalian berikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini. Segala saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi semua pihak. Terima Kasih.
Wassalamualaikum.
Jakarta, Mei 2014
vi
1.3. PertanyaanPenelitian ……… 7
1.4. Tujuan ……… 7
1.5.3. InstitusiPendidikan ……… 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 9
2.1. LimbahCairdanKarakteristik ……….. 9
2.1.1. Protein ……… 9
2.2.1. Pengolahan Primer (Primary Treatment) ………... 14
vii
2.2.3. PengolahanTersier (Tertiary Treatment) ……….. 15
2.3. PengolahanLimbahCairSecaraAnaerobik ……….. 16
2.4. ProsesMikrobiologi di DalamPenguraianAnaerob …………. 18
2.4.1. BakteriHidrolitik ………... 19
2.4.2. BakteriAsidogenikFermentatif ………. 20
2.4.3. BakteriAsetogenik ………. 20
2.4.4. BakteriMetanogen ………. 20
2.5. KombinasiAnaerobic Baffled Reactor (ABR) – Anaerobic Filter (AF) ………... 25
2.5.1. KelebihandanKelemahan ABR – AF ………... 26
2.5.2. VariabelDesain ABR – AF ……… 27
2.6. Media Filter ……… 28
2.6.1. ProsesPembentukanBiofilter………. 29
2.6.1.1. ArangTempurungKelapa ………... 30
2.6.1.2. Zeolit ………... 31
2.6.1.3. Kerikil ……….. 32
2.7. DampakPembuangan Air Limbah ………. 33
2.7.1. GangguanTerhadapKesehatan ……….. 34
2.7.2. PenurunanKualitasLingkungan ……… 35
2.8. TeoriEfektifitas ………. 39
2.9. KerangkaTeori ……….. 40
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ……….. 41
3.1. KerangkaKonsep ………... 42
3.2. DefinisiOperasional ……….. 40
3.3. Hipotesis ………. 45
BAB IV METODE PENELITIAN ………. 46
4.1. DesainPenelitian ……… 46
4.2. LokasidanWaktuPenelitian ………. 46
4.3. PopulasidanSampel ……….. 47
viii
5.1. Perbandingan Kadar COD SebelumdanSesudahPerlakuan … 54 5.2. Efektifitas ………... 56
6.1. Keterbatasan Penelitian 63 6.2. Kadar COD SebelumdanSesudahPerlakuan ………... 63
ix
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Perbandingan BOD dengan COD... 12
Tabel 2. Hasil pengukuran kadar COD pada kombinasi ABR-AF... 45
Tabel 3. Hasil perhitungan efektifitas pengolahan pada kombinasi ABR-AF.. 56
Tabel 4. Hasil Pengukuran kadar COD pada kombinasi ABR-AF
media arang tempurung kelapa ... 57
Tabel 5. Hasil Pengukuran kadar COD pada kombinasi ABR-AF media
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Proses
penguraiansenyawahidrokarbonsecaraanaerobikmenjadimethan ………..
23
Gambar 2. Proses penguraiansenyawalemaksecaraanaerobikmenjadimethan
……….. 24
Gambar 3. Proses penguraiansenyawa protein secaraanaerobic ……….. 25
Gambar 4. Kerangkateori ……….. 40
Gambar 5. Kerangkakonsep ……….. 41
Gambar 6. Skemapenelitian. ………. 51
Gambar 7. Penurunan Kadar COD ……….... 55
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Denah Grease Trap PT XXX
Lampiran 2 Laporan Hasil Pengujian COD
Lampiran 3 Tabel Pengawetan Sampel
Lampiran 4 Analisa Data
xiii
DAFTAR ISTILAH
ABR-AF (Anaerobic Baffled Reactor – Anaerobic Filter)
: Pengolahan limbah secara anaerob dalam menguraikan zat organik yang terjadi dalam dua pola pertumbuhan mikroorganisme yaitu pola pertumbuhan tersuspensi dan pola pertumbuhan melekat.
COD (Chemical Oxygen Demand)
: jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air.
WTH (Waktu Tinggal Hidrolik ) : Waktu yang dibutuhkan cairan didalam sistem pengolahan limbah.
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah ) : Serangkaian alat yang digunakan untuk mengolah limbah cair dalam menurunkan kandungan zat yang dapat mencemari lingkungan
Grease Trap : Alat pengolahan limbah pemisah lemak
dan air.
Influent : Air limbah yang belum mengalami proses
pengolahan.
Effluent : Air limbah yang sudah mengalami proses
pengolahan.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air adalah salah satu unsur yang sangat penting bagi lingkungan hidup.
Lingkungan dapat dikatakan baik jika unsur-unsur yang menyusun lingkungan
tetap terpelihara. Pencemaran air dapat terjadi karena buangan limbah cair yang
dihasilkan oleh industri atau pabrik yang tidak dikelola sebagaimana mestinya
dan dibuang begitu saja ke aliran air atau permukaan tanah disekitarnya.
Setiap jenis industri mempunyai karakteristik limbah cair yang spesifik,
yang berbeda dengan jenis industri lainnya, walaupun mungkin suatu jenis
industri mempunyai beberapa parameter pencemar yang sama dengan industri
lainnya. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan. Menurut
PP RI No. 82 Tahun 2001, limbah cair adalah sisa dari suatu usaha dan atau
kegiatan yang berwujud cair. Pada dasarnya limbah adalah bahan yang terbuang
atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses
alam atau belum mempunyai nilai ekonomi bahkan dapat mempunyai nilai
ekonomi yang positif termasuk limbah domestik. Menurut sumbernya limbah
dapat dibagi menjadi tiga yaitu : (a) limbah domestik yang berasal dari
perumahan, perdagangan, dan rekreasi; (b) limbah industri; dan (c) limbah
2
mempunyai komposisi yang sangat bervariasi bergantung kepada bahan dan
proses yang dialaminya (Sugiharto, 2008).
Air limbah dapat menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai
penyakit, media penyebaran mikroorganisme patogen serta tempat
perkembangbiakan nyamuk. Masalah kesehatan masyarakat yang dapat terjadi
antara lain kolera, disentri dan cikungunya (Notoatmodjo, 2007). Selain itu, air
limbah ini juga dapat menimbulkan bau yang tidak sedap serta pandangan yang
tidak enak. Dari segi lingkungan, air limbah merupakan sumber pencemaran air
permukaan, tanah dan lingkungan hidup lainnya (Notoatmodjo, 2007). Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengelolaan limbah yang mempunyai tujuan untuk
mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan
kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatkan kemampuan dan fungsi
kualitas lingkungan (Soenarno, 2011).
PT XXX merupakan perusahaan catering, PT XXX menyediakan jasa
pelayanan makanan yang menjunjung tinggi kesehatan dan keamanan pangan.
Selain mengimplementasikan sistem pengamanan internal, unit bisnis Garuda
Indonesia ini juga menerapkan Food Safety Management System ISO 22.000 -
2005 dan Quality Management System ISO 9001 : 2008. Tidak hanya itu, PT
XXX juga membekali layanannya dengan sertifikat Halal MUI.
Tahun 2011 PT XXX mampu memproduksi 16 juta meal di sepanjang
tahun. Jumlah ini naik 500 ribu dari tahun sebelumnya pada 2010 angka
produksinya masih dikisaran 15,5 juta. Adapun untuk PT XXX Jakarta sendiri,
3
dihasilkan tidak dipungkiri semakin banyak juga limbah cair yang dihasilkan
dari proses produksi.
Limbah cair PT XXX bersumber dari beberapa tempat yaitu dari hot
kitchen (lemak dan minyak), air buangan toilet, air hujan, dan limbah cair
dishwashing. Air tersebut sebelum dialirkan ke badan penerima diolah terlebih
dahulu menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Dilihat dari
proses produksinya, air limbah PT XXX termasuk kedalam limbah domestik.
Limbah domestik, yaitu semua limbah yang berasal dari kamar mandi, dapur,
tempat cuci pakaian, dan lain sebagainya, yang secara kuantitatif limbah tadi
terdiri atas zat organik baik padat maupun cair, bahan berbahaya dan beracun
(B-3), garam terlarut, lemak (Toebing dan Lubis, 1994). Menurut Metcalf dan
Eddy (2004) rata- rata kadar COD pada limbah domestik sebesar 250 – 1000
mg/L dan BOD sebesar 110 – 400 mg/L.
IPAL PT XXX menggunakan gabungan antara kolam grease trap
(fisika) dan kolam aerasi (biologi) dengan bakteri aerob. Sistem IPAL PT XXX
memiliki 4 kolam grease trap yang berfungsi sebagai pemisah lemak, minyak
dan air. Pada kolam aerasi, air yang masuk merupakan dari pemisahan kolam
grease trap, di kolam ini terjadi proses pengolahan oleh bakteri aerob dimana
pengukuran parameter dilakukan.
Meskipun IPAL PT XXX sudah beroperasi, tidak menutup
kemungkinan effluent yang dihasilkan belum memenuhi standar baku mutu.
Dari data departemen Quality Health Safety and Environment (QHSE) Mei
4
520 mg/L dan Chemical Oxygen Demand (COD) 1.606 mg/L. Selain BOD dan
COD parameter lain juga menunjukkan nilai yang tinggi seperti Total
Suspended Solid (TSS) 840 mg/L, pH 5,37. Nilai-nilai tersebut masih sangat
jauh dari nilai ambang batas yang ada pada KEPMENLH nomor 51 tahun 1995
yaitu BOD 50 mg/L, COD 150 mg/L, TSS 200 mg/L, pH 6-9 . Nilai COD dan
BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada
di perairan. Nilai BOD bisa saja sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih
besar dari COD (Laura, 2012). Oleh karena itu, penelitian ini hanya dilakukan
pengukuran COD untuk menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.
Melihat karakteristik limbah cair diatas maka limbah tersebut tergolong
limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi dan pada umumnya mudah
diurai (biodegradable) oleh mikroba. Penanganan limbah secara aerobik
menimbulkan kendala berupa timbulnya busa dan degradasi secara efektif oleh
mikroorganisme aerobik (Metcalf dan Eddy, 2003). Penanganan secara
anaerobik dirasa lebih tepat karena mampu menerima kandungan bahan organik
yang tinggi, dapat menghasilkan energi dan menghasilkan lumpur yang rendah
(pusteklim dalam Laura, 2012).
Kombinasi sistem Anaerobic Baffled Reactor (ABR) - Anaerobic Filter
(AF) merupakan bioreaktor pengolahan limbah cair yang memanfaatkan
aktivitas mikroorganisme untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan
zat organik di dalam limbah cair pabrik. Reaktor ini terdiri dari dua pola yaitu
kombinasi reaktor pertumbuhan terlekat di bagian bawah dengan pertumbuhan
5
memaksa agar aliran limbah cair yang masuk dari bagian atas mengalir sesuai
dengan bentuk pola aliran di dalam ruang. Perjalanan aliran limbah cair tersebut
kembali memaksa melewati bagian atas penyekat dan begitu seterusnya
sehingga mengalir keluar dari bioreaktor. Media untuk reaktor anaerob
sebaiknya memiliki berat jenis yang rendah dan porositas yang besar untuk
menurunkan gaya statis pada bagian bawah reaktor dan untuk menghindari
penyumbatan. Pada penelitian ini media yang digunakan adalah kerikil, arang
tempurung kelapa dan zeolit. Media tersebut dipilih karena murah dan mudah
didapat.
Purwanto (2008) melakukan penelitian dengan menggunakan reaktor
ABR untuk mengolah limbah domestik rumah susun, diperoleh efisiensi
removal zat organik sebesar 41 - 60%. Penelitian lain juga dilakukan oleh Elly
(2006) dalam mengolah air limbah tahu, efisiensi penurunan COD berkisar
30,18 - 64%. Damayanti dkk (2013) melakukan percobaan pada limbah tahu
dengan arang tempurung kelapa di peroleh penurunan kadar COD sebesar 50 -
75%. Sedangkan Ahmad dkk (2011), yang mengolah limbah minyak dan lemak
dengan menggunakan bioreaktor berpenyekat anaerob dengan waktu tinggal
hidrolik (WTH) 3 hari 8 jam, mampu menyisihkan COD sebesar 88,6%.
Ahmad (2011) mengolah limbah domestik menggunakan media campuran
zeolit dan pasir kuarsa diperoleh efisiensi penyisihan COD sebesar 66%.
Penelitan yang dilakukan oleh Henry (2010) terhadap limbah tapioka
menggunakan Anaerobic Filter dengan media gabungan bata dan kerikil
6
melakukan penelitian terhadap limbah perkotaan menggunakan filter media
pecahan bata menghasilkan removal COD sebesar 97%. Johannes (2007)
melakukan penelitian terhadap limbah tapioka dengan campuran media karbon
aktif dan zeolit didapatkan penyisihan COD sebesar 85%.
Dari uraian beberapa jenis penelitian diatas telah diketahui bahwa
kombinasi ABR - AF dengan dengan media campuran arang tempurung kelapa
+ zeolit, arang tempurung kelapa dan kerikil dapat menurunkan nilai zat
organik dengan persentase yang cukup tinggi. Oleh karena itu, hal ini
mendorong peneliti untuk mengetahui efektifitas kombinasi ABR - AF terhadap
penurunan kadar COD limbah cair PT XXX.
1.2. Rumusan Masalah
Kadar rata - rata nilai COD pada limbah cair PT XXX yang diperoleh
dari data departmen Quality Health Safety and Environment (QHSE) dan
Engineering pada bulan mei 2013 yaitu sebesar 1.606 mg/l. Hasil yang
diperoleh berdasarkan telaah dokumen menunjukkan bahwa kadar COD pada
limbah cair PT XXX melampaui baku mutu. Limbah tersebut jika langsung
dibuang ke badan air tanpa pengolahan lebih lanjut dapat menimbulkan dampak
yang merugikan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. ABR - AF
merupakan bioreaktor pengolahan limbah cair yang memanfaatkan aktivitas
mikroorganisme untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan zat organik
di dalam limbah cair. Dengan desain bersekat serta dilengkapi media filter,
7
cair. Penelitian menggunakan kombinasi yang cukup banyak diterapkan pada
berbagai jenis limbah seperti, industri tahu, RPH, tapioka dan lain-lain. Namun
penelitian yang dilakukan hanya sebatas variasi waktu tinggal harian sedangkan
media filter juga memiliki peran pada proses limbah cair. Oleh karena itu,
dilakukan penelitian kombinasi ABR - AF dengan media filter zeolit, arang
tempurung kelapa, dan kerikil dalam menurunkan kadar COD PT XXX. Media
tersebut dipilih karena mudah didapat dan murah.
Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah yang didapatkan
dari penelitian ini yaitu ‘ Efektivitas kombinasi Anaerobic Baffled Reactor-
Anaerobic Filter terhadap penurunan kadar COD PT XXX ’.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana efektifitas kombinasi ABR - AF terhadap penurunan COD
air limbah PT XXX ?
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas kombinasi ABR - AF terhadap penurunan
kadar COD limbah PT XXX.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui penurunan kadar COD sesudah dan sebelum perlakuan
8
b. Mengetahui penurunan kadar COD sesudah dan sebelum perlakuan
dengan kombinasi ABR - AF dengan media arang tempurung
kelapa.
c. Mengetahui penurunan kadar COD sesudah dan sebelum perlakuan
dengan kombinasi ABR - AF dengan media zeolit.
d. Mengetahui kombinasi ABR - AF yang paling efektif untuk
menurunkan kadar COD.
1.5. Manfaat
1.5.1. Mahasiswa
Penambah pengetahuan dan wawasan mengenai proses
pengolahan air limbah serta dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat di
bangku kuliah dengan keadaan yang ada di lapangan.
1.5.2. Perusahaan
Dapat menjadi bahan masukan alternatif alat pengolahan limbah
bagi PT XXX dalam menurunkan kadar COD.
1.5.3. Institusi Pendidikan
Menambah pengetahuan tentang gambaran suatu sistem
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Cair dan Karakteristik
Air limbah (waste water) adalah air buangan dari masyarakat, rumah
tangga, industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya (Sutapa DAI,
1999). Di dalam limbah cair terkandung zat-zat pencemar dengan konsentrasi
tertentu yang bila dimasukkan ke bahan air dapat mengubah kualitas airnya.
Kualitas air merupakan pencerminan kandungan konsentrasi makhluk hidup,
energi, zat-zat, atau komponen lain yang ada dalam air. Limbah cair
mempunyai efek negatif bagi lingkungan karena mengandung zat-zat beracun
yang mengganggu keseimbangan lingkungan dan kehidupan makhluk hidup
yang terdapat di dalamnya. Karakteristik kimia bahan organik dalam limbah
cair adalah sebagai berikut:
2.1.1. Protein
Protein merupakan bagian yang penting dari makhluk hidup,
termasuk didalamnya tanaman, dan bakteri. Protein mengandung
karbon, hidrogen, dan oksigen yang mempunyai bobot molekul sangat
tinggi. Struktur kimianya sangat kompleks dan tidak stabil serta mudah
terurai, sebagian ada yang larut dalam air, tetapi ada yang tidak.
Susunan protein sangat majemuk dan terdiri dari beribu-ribu asam
10
limbah cair, protein merupakan unsur penyebab bau, karena adanya
proses pembusukan dan penguraian oleh bakteri (Siregar, 2005).
2.1.2. Karbohidrat
Karbohidrat antara lain: gula, pati, selulosa dan benang-benang
kayu terdiri dari unsur C, H, dan O (Ginting, 2007). Gula dalam
limbah cair cenderung terdekomposisi oleh enzim dari bakteri-bakteri
tertentu dan ragi menghasilkan alkohol dan gas CO2 melalui proses
fermentasi. Fermentasi merupakan proses penguraian metabolik dari
bahan organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan energi dan
gas, yang berlangsung dalam kondisi anaerobik (Kusnoputranto,
1997). Metabolisme merupakan peristiwa pembentukan dan
penguraian zat didalam diri makhluk hidup yang memungkinkan
berlangsungnya hidup. Karbohidrat ini keberadaannya dalam limbah
cair mengakibatkan bau busuk dan turunnya oksigen terlarut, sehingga
dapat mengganggu kehidupan biota air (Sugiharto, 2008).
2.1.3. Minyak dan Lemak
Minyak adalah lemak yang bersifat cair. Keduanya mempunyai
komponen utama karbon dan hidrogen yang mempunyai sifat tidak
larut dalam air. Bahan-bahan tersebut banyak terdapat pada makanan,
hewan, manusia dan bahkan ada dalam tumbuh-tumbuhan sebagai
minyak nabati. Sifat lainnya adalah relatif stabil, tidak mudah
11 2.1.4. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan untuk
mengoksidasi senyawa organik secara kimiawi. COD diukur
berdasarkan jumlah oksigen pada substansi organik dalam limbah cair
yang dapat dioksidasi dengan menggunakan pengoksidasi kuat dalam
kondisi asam. COD itu sendiri menunjukkan kebutuhan oksigen dalam
menguraikan air limbah secara kimiawi. Tes COD dilakukan pada
temperatur tinggi. Tes COD lebih sering digunakan daripada tes BOD
karena membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat yaitu sekitar 2
jam. Pada umumnya nilai COD lebih tinggi dibandingkan BOD karena
lebih banyak senyawa yang dapat dioksidasi secara kimia
dibandingkan biologis. Hasil analisis COD menunjukkan kandungan
senyawa organik yang terdapat dalam limbah. Analisis COD dapat
dilakukan dengan metode dikromat (Driyanti Rahayu, 2007).
2.1.5. BOD (Biological Oxygen Demand)
BOD adalah jumlah kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh
mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa organik yang ada dalam
limbah. Hasil analisa BOD menunjukkan besarnya kandungan
senyawa organik yang dapat terbiodegradasi (Driyanti Rahayu, 2007).
Adapun perbandingan antara BOD dengan COD dapat dilihat pada
12
Tabel 1. Perbandingan BOD dengan COD
No. Jenis Air Buangan BOD5 / COD
1. Dari rumah tangga 0,4 – 0,6
2. Air sungai 0,1
3. Buangan organik 0,5 – 0,65
4. Buangan anorganik 0,2
Sumber : Perdana Ginting, 2007
Komponen dasar dari senyawa organik adalah karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor dan sulfur. Tiga dari kelompok
senyawa organik adalah protein, karbohidrat dan lipida. Protein
merupakan bahan dasar dari sel-sel binatang, yakni sekitar 40 - 60%.
Karakteristik yang diketahui dari protein adalah kandungan nitrogren
didalamnya. Karbohidrat merupakan bahan penyusun utama dalam sel
tumbuhan dan meliputi selulosa, serat kayu, gula dan tepung. Lipida
tidak terlarut dalam air dan meliputi lemak, minyak, dan lilin. Zat-zat
organik di dalam air dalam kadar yang rendah dan hanya sebagian
kecil dari seluruh jumlah padatan yang ada. Keberadaan senyawa
organik di dalam air akan menimbulkan berbagai masalah, antara lain
masalah rasa dan bau. Keberadaaan senyawa organik juga
menyebabkan air memerlukan proses pengolahan air bersih yang lebih
kompleks, menurunkan kandungan oksigen, serta menyebabkan
13 2.2. Pengolahan Limbah
Air limbah yang tidak diolah dibiarkan terakumulasi, maka dekomposisi
material organik yang terdapat dalam air limbah dapat menimbulkan gas yang
berbau busuk. Selain itu juga mengandung mikroorganisme penyebab penyakit
(pathogen) (Rahmi & Puji, 2010).
Tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi zat
organik, partikel tercampur, dan membunuh mikroorgenisme pathogen, serta
menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun yang tidak dapat didegradasi
(Sugiharto, 1987). Air limbah diolah dalam unit pengolahan sehingga air
effluent-nya bisa dibuang ke badan air tanpa menimbulkan gangguan
(Kusnoputranto, 1997).
Prinsip dasar pengolahan limbah cair adalah menghilangkan atau
mengurangi besarnya kontaminasi yang terdapat dalam limbah cair sehingga
hasil olahan limbah tersebut tidak mengganggu lingkungan apabila dibuang ke
tanah atau badan air penerima. Bila dilihat dari tingkat perlakuan pengolahan
air limbah maka sistem pengolahan limbah cair diklasifikasikan menjadi
Primary Treatment System, Secondary Treatment System, Tertiary Treatment
System. Setiap tingkatan treatment terdiri pula atas sub-sub treatment yang satu
dengan lainnya berbeda, tergantung pada jenis parameter pencemar didalam
limbah cair, volume limbah cair, dan kondisi fisik lingkungan. Ada beberapa
proses yang dilalui air limbah agar limbah ini benar-benar bebas dari unsur
14
Pada mulanya air limbah harus dibebaskan dari benda terapung atau
padatan melayang. Untuk itu diperlukan treatment pendahuluan (pretreatment).
Pengolahan selanjutnya adalah mengendapkan partikel-partikel halus kemudian
lagi menetralisasinya. Demikian tingkatan ini dilaksanakan sampai seluruh
parameter pencemar dalam air buangan dapat dihilangkan (Mahida, 1994).
2.2.1. Pengolahan Primer (Primary Treatment)
a. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan
untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air
limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini
ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil
separation.
b. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki
tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah
pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan
tahap pertama ialah menghilangkan partikel-partikel padat melalui
proses fisika, yakni neutralization, chemical addition and coagulation,
flotation, sedimentation, dan filtration. Sehingga partikel padat akan
mengendap (sludge) sedangkan partikel lemak dan minyak akan berada
di atas / permukaan (grease). Dengan adanya pengendapan ini, maka
akan mengurangi kebutuhan oksigen pada proses pengolahan biologis
15
gravitasi (Ginting, 2007).2.2.2. Pengolahan Sekunder (Secondary
Treatment)
Pada tahap ini air limbah menggunakan bahan-bahan kimia agar
senyawa- senyawa pencemar dalam limbah diikat melalui reaksi kimia.
Karena itu sitem operasinya disebut juga dengan cara kimia yaitu
metode pengolahan dengan menghilangkan atau mengubah senyawa
pencemar dalam air limbah dengan menambahkan bahan kimia.
Zat-zat pencemar pada umumnya berada pada jenis padatan
suspensi. Padatan terlarut dalam koloidal. Padatan ini tidak mengalami
pengendapan secara alami walaupun dalam jangka waktu relatif lama.
Oleh karena itu, diperlukan bahan kimia yang direaksikan agar terjadi
peningkatan senyawa pencemar baik dalam bentuk gumpalan atau
pengapungan (Ginting, 2007).
2.2.3. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)
Pengolahan ini merupakan kelanjutan dari pengolahan sekunder
(Secondary Treatment). Pada sistem ini pengolahan limbah dengan
konsentrasi bahan pencemar tinggi atau limbah dengan parameter yang
bervariasi banyak dengan volume yang relatif banyak.
Sistem operasinya dikenal dengan operasi biologi yaitu metode
pengolahan dengan menghilangkan senyawa pencemar melalui aktivitas
biological yang dilakukan pada peralatan unit proses biologi. Metode ini
dipakai terutama untuk menghilangkan bahan organic biodegradable
16
menjadi gas dan air yang kemudian dilepaskan di atmosfir. Zat-zat
organik dengan rantai karbon panjang diubah menjadi rantai ikatan
karbon sederhana dan air yang berbentuk gas. Pembunuhan kuman
(desinfektan) dilakukan apabila limbah cair mengandung bakteri
pathogen. Pengolahan limbah secara biologi dapat dibedakan menjadi 2
yaitu:
a. Secara Anaerob
Pengolahan limbah cair secara anaerob berarti yang bekerja atau
yang hidup adalah bakteri anaerob yang tidak memerlukan oksigen
bebas. Bakteri ini dapat bekerja dengan baik pada suhu yang semakin
tinggi sampai 40oC, pada pH sekitar 7,0. Bakteri ini juga akan bekerja
dengan baik pada keadaan yang gelap dan tertutup.
b. Secara Aerob
Pengolahan limbah secara aerob berarti yang dipergunakan
adalah bakteri aerob yang memerlukan oksigen bebas. Bakteri ini akan
bekerja dengan baik pada pH sekitar 7,0 dengan suhu yang semakin
tinggi sampai pada 40oC. Oleh karena itu, dalam pengolahan limbah
secara aerob harus dimasukkan oksigen dari udara secara kontinyu
(Darsono, 2007).
2.3. Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerobik
Pengolahan limbah cair dengan proses anaerob pada dasarnya sama
17
mikroorganisme atau metabolisme sel untuk menurunkan atau menghilangkan
substrat tertentu terutama senyawa-senyawa organik biodegradable dalam air
buangan, proses metabolisme sel dapat dipisahkan atas 2 jenis proses, yaitu
katabolisme dan anabolisme (Ritmann dan McCarty, 2001). Katabolisme
adalah semua proses biokimia yang terlibat dalam degradasi atau oksidasi
substrat menjadi produk akhir yang disertai dengan pelepasan energi. Energi
yang dilepas dalam proses oksidasi tersebut ditransfer ke energy carrier yang
kemudian menyimpannya, dan selanjutnya digunakan oleh bakteri tersebut
untuk pergerakan sel, maintenance sel serta kebutuhan energi proses lainnya
(Ritmann dan McCarty, 2001).
Anabolisme adalah termasuk semua proses biokimia yang dilakukan
bakteri untuk sintesa sel baru atau komponen seluler dari sumber karbon.
Proses sintesa ini digerakkan sel baru atau komponen seluler dari sumber
karbon. Proses sintesa ini digerakkan oleh energi yang telah tersimpan atau
tersedia dalam energy carrier (Davis dan Cornwell, 1991). Jadi suatu
organisme dapat menggunakan proses metabolisme baik untuk menghasilkan
energi maupun untuk memodifikasi senyawa-senyawa biomolekuler (Manahan,
1994).
Berdasarkan pemanfaatan oksigen dalam proses metabolisme sel,
pengolahan limbah cair secara biologis dapat dikelompokkan atas 2 kelompok,
yaitu proses aerob dan anaerob. Pada proses aerob, katabolisme senyawa
organik berlangsung dengan memanfaatkan oksigen bebas yang terdapat dalam
18
disebut respirasi anaerob, katabolisme senyawa organik berlangsung tanpa
oksigen bebas dalam lingkungan dan penguraian terjadi dengan memanfaatkan
senyawa organik sebagai penerima elektron terakhir (Rittmann dan McCarty,
2001).
Dalam perlakuan biologis, prinsip biologi diterapkan untuk mengolah
limbah cair dengan bantuan mikroorganisme yang dapat diperoleh secara
alamiah (MetCalf & Eddy, 2003) atau seleksi (Tobing dan Loebis, 1994).
Pengolahan limbah cair secara biologis merupakan cara yang sangat menarik
dan menguntungkan. Keuntungan lainnya adalah lumpur yang dihasilkan dari
pengolahan limbah khususnya proses anaerob relatif sedikit (MetCalf dan
Eddy, 2003). Perlakuan anaerobik untuk degradasi senyawa organik kompleks
dalam limbah cair muncul sebagai pilihan yang logis dan menarik, karena
biodegradasi senyawa-senyawa organik kompleks dapat dilakukan dalam
sistem anaerob. Dalam proses anaerob, senyawa-senyawa organik kompleks
(protein, karbohidrat dan minyak/lemak) berantai panjang mula-mula
didegradasi menjadi asam lemak dan asam amino sederhana dan berantai
pendek serta sejumlah kecil gas hidrogen (MetCalf dan Eddy, 2003).
Selanjutnya asam-asam organik dan asam-asam amino sederhana diuraikan
lebih lanjut menjadi gas metan (CH4), karbon dioksida (CO2) dan sejumlah
kecil H2, hidrogen sulfida (H2S) dan nitrogen serta biomassa (Balch dkk, 1977;
19
2.4. Proses Mikrobiologi di dalam Penguraian Anaerob
Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam
transformasi senyawa komplek organik menjadi metan. Lebih jauh lagi,
terdapat interaksi sinergis antara bermacam-macam kelompok bakteri yang
berperan dalam penguraian limbah. Keseluruhan reaksi dapat digambarkan
sebagai berikut (Polprasert, 1983):
Senyawa Organik ---> CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S
Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam
penguraian anaerobik, bakteri bakteri tetap merupakan mikroorganisme yang
paling dominan bekerja didalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar
bakteri anaerobik dan fakultatif (seperti: Bacteroides, Bifidobacterium,
Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus) terlibat dalam proses hidrolisis dan
fermentasi senyawa organik.
Ada empat grup bakteri yang terlibat dalam transformasi material
komplek menjadi molekul yang sederhana seperti metan dan karbon dioksida.
Kelompok bakteri ini bekerja secara sinergis (Kirsop, 1991).
2.4.1 Kelompok 1: Bakteri Hidrolitik
Kelompok bakteri anaerobik memecah molekul organik komplek
(protein, cellulose, lignin, lipids) menjadi molekul monomer yang
terlarut seperti asam amino, glukosa, asam lemak, dan gliserol. Molekul
monomer ini dapat langsung dimanfaatkan oleh kelompok bakteri
berikutnya. Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi oleh enzim ekstra
20
penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi terbatas dalam
penguraian limbah sellulolitik yang mengandung lignin (Polprasert;
Speece, 1983).
2.4.2 Kelompok 2 : Bakteri Asidogenik Fermentatif
Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium
merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam organik
(seperti asam asetat, propionik, formik, lactik, butirik, atau suksinik),
alkohol dan keton (seperti etanil, metanol, gliserol, aseton), asetat, CO2
dan H2. Asetat adalah produk utama dalam fermentasi karbohidrat. Hasil
dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis bakteri dan kondisi kultur
seperti temperatur dan pH.
2.4.3 Kelompok 3 : Bakteri Asetogenik
Bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2)
seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei (McInernay et
al., 1981) merubah asam lemak (seperti asam propionat, asam butirat)
dan alkohol menjadi asetat, hidrogen, dan karbon dioksida, yang
digunakan oleh bakteri pembentuk metan (metanogen). Kelompok ini
membutuhkan ikatan hidrogen rendah untuk merubah asam lemak; dan
oleh karenanya diperlukan monitoring hidrogen yang ketat.
2.4.4 Kelompok 4 : Bakteri Metanogen
Penguraian senyawa organik oleh bakteri anaerobik
dilingkungan alam melepas 500 - 800 juta ton metan ke atmosfir tiap
21
fotosintesis (Kirsop, 1991). Bakteri metanogen terjadi secara alami
didalam sedimen yang dalam atau dalam pencernaan herbivora.
Kelompok ini dapat berupa kelompok bakteri gram positif dan gram
negatif dengan variasi yang banyak dalam bentuk. Mikroorganime
metanogen tumbuh secara lambat dalam air limbah dan waktu tumbuh
berkisar 3 hari pada suhu 35oC sampai dengan 50 hari pada suhu 10oC.
Bakteri metanogen dibagi menjadi dua katagori, yaitu :
1. Bakteri Metanogen Hidrogenotropik (seperti : chemolitotrof yang
menggunakan hidrogen) merubah hidrogen dan karbon dioksida
menjadi metan.
CO2 + 4H2 ---> CH4 + 2H2O Metan
Bakteri metanogen yang menggunakan hidrogen membantu
memelihara tekanan parsial yang sangat rendah yang dibutuhkan
untuk proses konversi asam volatil dan alkohol menjadi asetat
(speece, 1983).
2. Bakteri Metanogen Asetotropik, atau biasa disebut sebagai
bakteri asetoklastik atau bakteri penghilang asetat, merubah asam
asetat menjadi metan dan CO2.
CH3COOH ---> CH4 + CO2
Bakteri asetoklastik tumbuh jauh lebih lambat (waktu
generasi = beberapa hari) dari pada bakteri pembentuk asam (waktu
generasi = beberapa jam). Kelompok ini terdiri dari dua kelompok,
22
(Huser dkk., 1982). Selama penguraian termofilik (58oC) dari
limbah lignosellulosik, Metanosarkina adalah bakteri asetotropik
yang ditemukan dalam bioreaktor. Sesudah 4 minggu,
Metanosarkina (m mak = 0,3 tiap hari; Ks = 200 mg/l) digantikan
oleh Metanotrik (m mak = 0,1 tiap hari; Ks = 30 mg/l).
Kurang lebih sekitar 2/3 metan dihasilkan dari konversi
asetat oleh metanogen asetotropik. Sepertiga sisanya adalah hasil
reduksi karbon dioksida oleh hidrogen (Mackie dan Bryant, 1984).
Metanogen dikelompokkan menjadi tiga order: Metanobakteriales
(contoh: Metanobakterium, Metanobreviater, Metanotermus),
Metanomikrobiales (contoh: Metanomikrobium, Metanogenium,
Metanospirilium, Metanosarkina, dan Metanokokoid), dan
Metanokokales (contoh: Metanokokkus). Paling sedikit ada 49
Gambar 1 Sumber : B
. Proses pen Balch et al., 1
nguraian sen 1979.
23 nyawa hidro
3
Gambar 2. Proses pen Sumber
nguraian sen : Balch et al.
24 nyawa lema , 1979.
4
26
2.5. Kombinasi Anaerobic Baffled Reactor (ABR) – Anaerobic Filter (AF)
Anaerobic Baffled Reactor – Anaerobic Filter merupakan suatu jenis
reaktor anaerob laju tinggi yang terdiri dari beberapa kompartemen bervolume
sama dan media filter pada kompartemen terakhir (dalam Hudson, 2010). Antar
tiap kompartemen ABR dipisahkan oleh hanging dan standing baffle secara
selang-seling yang berfungsi memaksa cairan mengalir ke atas dan ke bawah
pada tiap kompartemen untuk meningkatkan kontak antara air limbah dan
mikroorganisme pada tiap dasar kompartemen (Hudson, 2010).
2.5.1. Kelebihan dan Kelemahan ABR - AF
Reaktor ABR mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
jenis reaktor anaerob lain. Keunggulan-keunggulan tersebut
diantaranya adalah:
a. Sistem Desain
Biaya konstruksi ABR - AF tercatat 20% lebih rendah
dibandingkan reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)
(Mrafkova dkk, 2000). Desain konstruksi yang dimiliki
memungkinkan untuk menghindari terperangkapnya gas dalam partikel
lumpur yang dapat mengakibatkan terangkatnya partikel lumpur dan
efek turbulensi yang merusak sedimen (Rahayu dan Purnavita, 2008).
Produksi lumpur yang hanya bernilai sekitar 0,03g sel/g substrat
(Stuckey et al., 2000) membuat tidak diperlukan proses sedimentasi
akhir (Smith and Scott, 2005).
27
Sistem ABR - AF mampu menurunkan 70 - 90% BOD dan 72 -
95% COD (Foxon dkk., 2006). Operasi ABR - AF 2 baffle juga dapat
berlangsung dalam waktu tinggal 2 kali lebih singkat dibanding jika
digunakan septic tank bervolume sama untuk dapat menghasilkan
besar penurunan Total Suspended Solid (TSS), COD dan BOD sama
(Koottatep dkk, 2004). Waktu tinggal dibutuhkan pengoperasian ABR
pun 39% lebih singkat dibandingkan UASB (Krishna and Kumar,
2007).
c. Sistem Operasi
ABR bersifat lebih resisten terhadap shocking loading
dibandingkan proses anaerob lainnya (Foxon dkk, 2006). Penurunan
performa yang ditimbulkan akibat adanya shocking loading juga
memerlukan waktu lebih singkat untuk kembali ke operasi normal
dibandingkan sistem anaerob lain karena kecilnya kemungkinan
terjadinya wash out (Khanal, 2008). Namun, ABR juga mempunyai
kelemahan yaitu rendahnya efisiensi penghilangan TSS yang kurang
baik, yaitu berkisar antara 40 - 70%. Zat padat dengan densitas yang
mendekati densitas air juga akan terbawa keluar dari kompartemen
pertama dan terbawa keluar reaktor bersama dengan effluent. Proses
penghilangan kadar TSS influen dapat membuat terjadi penurunan
97% COD dan 98% BOD pada sistem anaerobic digestion (Indriani
28 2.5.2. Variabel Desain ABR - AF
Variabel-variabel yang perlu diperhatikan dalam desain sistem
kombinasi ABR - AF antara lain:
a. Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran ke atas setelah kompartemen pertama tidak
boleh melebihi 2 m3/m2/jam. Hal tersebut dapat diatasi dengan
mendesain ABR - AF yang mempunyai luas penampang besar dan
kedalaman dangkal (Rahayu dan Purnavita, 2008). Cara tersebut
dilakukan untuk menjamin 95% padatan tetap tinggal dalam
kompartemen guna mengurangi kemungkinan washout dan
mendukung populasi mikroba yang mampu menangani anaerobic
digestion 2 fase (Foxon et al., 2001).
b. Dimensi Reaktor
Agar influen limbah terdistribusi merata dan kontak dengan
mikroorganisme efisien, lebar reaktor dianjurkan berkisar antara 0,5 -
0,6 kedalamannya (Rahayu dan Purnavita, 2008).
c. Hydraulic Retention Time (HRT)
Nilai HRT terlalu kecil dapat mengakibatkan terjadinya laju
pertumbuhan bakteri yang tidak cukup untuk menghilangkan polutan
(Schuner and Jarvis, 2009). HRT dipersyaratkan dalam pengoperasian
ABR - AF adalah lebih dari 8 jam (Indriani dan Herumurti, 2010).
Dengan memperpanjang HRT, kemungkinan terjadinya washout
29
pembentukan lumpur anaerob yang lebih stabil juga dapat dilakukan
dengan menambah waktu kontak antara limbah dan mikroorganisme
(Pillay dkk, 2006).
2.6 Media Filter
Pada proses pengolahan pertumbuhan melekat media merupakan faktor
penentu bagi pertumbuhan microbial film (lapisan mikroba) yang untuk
selanjutnya menentukan tingkat efisiensi pengolahan biologis tersebut. Semakin
luas permukaan media perunit volume, maka proses biologis yang terjadi pada
unit pengolahan tersebut dapat diharapkan untuk mencapai tingkat efisiensi
yang diharapkan. Media yang digunakan bermacam- macam tetapi prinsipnya
lebih luas permukaan akan lebih baik fungsinya. Misalnya koral, kerikil, plastik
yang dibuat khusus sebagai media, ijuk, pasir dan lain sebagainya.
2.6.1 Proses Pembentukan Biofilter
Biofilter pada dasarnya adalah sekumpulan aggregat
mikroorganisme atau produk polimer ekstrasellular yang melekat pada
permukaan padatan atau bahan inert dalam lingkungan berair (Rittman
dan Mc Carty, 2001). Menurut Costerton (1985) populasi bakteri pada
lingkungan berair paling banyak dijumpai dalam keadaan aggregat yang
dapat membentuk biofilter dari pada keadaan planktonik (bebas).
Bakteri dalam keadaan planktonik bertindak sebagai suatu individu,
sehinga tidak mampu bersaing untuk mendapatkan ruang, oksigen dan
30
mempunyai tingkat kepadatan rendah. Dalam keadaaan aggregat dan
molekul bakteri mampu memperoleh nutrisi lebih banyak.
Mekanisme pembentukan biofilter dimulai ketika sel melekat
kepermukaan bahan inert. Beberapa faktor yang berperan dalam proses
pelekatan sel permukaan suatu media adalah transportasi sel, adsorbsi
reversible, adhesi irreversible dan penggandaan sel (Schmidt dan
Ahring, 1996). Proses pelekatan sel bakteri dimulai dengan
pembentukan butiran perintis (aggregat bakteri yang kecil) yang
cenderung tercuci (washout) dari reaktor dan kemudian tumbuh menjadi
butiran-butiran mikroorganisme (Callander dan Barford, 1983). Pada
awal pelekatannya, bakteri tertarik pada permukaan, namun tidak
langsung melekat erat dan bakteri melakukan gerak Brown (acak) serta
dapat lepas kembali. Setelah menyesuaikan diri dengan permukaan,
bakteri selanjutnya melekat erat pada permukaan. kecepatan pelekatan
bakteri berbeda-beda tergantung pada struktur dan daya rekatnya.
Beberapa bakteri seperti substansi polimer ekstrasellular dan fimbriae
memiliki struktur dan daya rekat yang kuat, sehingga dengan cepat akan
melekat pada permukaan media. Tetapi ada juga bakteri yang
membutuhkan waktu kontak yang lama agar dapat melekat erat pada
permukaan media (Marshall, 1992).
Biofilter merupakan filter dari media kerikil, batu apung, karbon
31
proses pengolahan atau penyisihan bahan organik kompleks terlarut atau
tersuspensi dalam limbah cair.
2.6.2 Arang Tempurung Kelapa
Karbon atau arang merupakan suatu padatan berpori yang
mengandung 85 – 95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Karbon aktif
merupakan arang yang telah diproses sedemikian rupa dengan cara
diaktifasi oleh suatu zat sehingga mempunyai daya serap tinggi. Karbon
aktif dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau
dari arang yang diperlukan dengan cara khusus untuk mendapatkan
permukaan yang lebih halus. Luas permukaan karbon aktif berkisar
antara 300 – 3.500 m2/gram yang berhubungan dengan struktur pori
internal yang menyebabkan karbon aktif mempunyai sifat sebagai
adsorben. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa
kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau
volume pori-pori dan luas permukaan. Daya resap karbon aktif sangat
besar, yaitu 25 – 100% terhadap karbon aktif (Darmawan, 2011).
Permukaan karbonaktif merupakan kondisi ideal bagi pertumbuhan
mikroorganisme yang baik. Jika bahan teradsorpsi berupa bahan organik
dapat terombak secara biologis, bahan tersebut dapat digunakan sebagai
bahan makanan bagi mikroorganisme. Pada saat yang sama, diperoleh
efek regenerasi kabon aktif secara biologis, karena melalui perombakan
32
kapasitas baru. Mikroorganisme juga mampu menggunakan bahan
polutan dari larutan langsung, sehingga selain efek adsorpsi dicapai efek
pengolahan air lainnya (Suprihatin dan Suparno, 2000).
2.6.3 Zeolit
Zeolit umumnya didefinisikan sebagai kristal aluminium silika
yang berstruktur tiga dimensi, yang terbentuk dari tetrahedral alumina
dan silika dengan rongga-rongga di dalam yang berisi ion logam,
biasanya alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak
bebas. Secara empiris, rumus molekul zeolit adalah
Mx/n.(AlO2)x.(SiO2)y.xH2O. Struktur zeolit secara garis besar
strukturnya terbentuk dari unit bangun primer, berupa tetrahedral yang
kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral dan membentuk
polihedra dan akhirnya unit struktur zeolit (Putra, 2007).
Partikel zeolit juga berperan sebagai media menumbuhkan flok
bakteri. Keuntungan menggunakan zeolit diantaranya:
a. Membuat air yang dalam kondisi pH asam menjadi lebih netral
berdasarkan kapasitas perubahan kation yang besar.
b. Menambah laju aliran secara gravitasi dan sistem pengatur tekanan.
c. Kapasitas penyaringan dapat bertambah.
d. Kapasitas pengangkutan yang lebih besar pada permukaan wilayah
yang besar menghasilkan kapasitas yang lebih besar juga.
e. Zeolit dapat berfungsi sebagai penyaring fisik untuk bakteri pathogen
33 2.6.4 Kerikil
Pada sistem pertumbuhan melekat media termasuk hal yang
penting, karena sebagai tempat tumbuh dan menempelnya
mikroorganisme. Salah saut kunci penting untuk mendapatkan effluent
yang maksimal adalah menggunakan media yang tepat. Media yang
digunakan bisa berupa plastik (polivinil klorida), kerikil dan pecahan
batu, gambut, kompos, arang aktif, sabut kelapa, humus dan tanah
(Nurcahyani, 2006). Kerikil merupakan salah satu media yang cukup
banyak digunakan pada pengolahan limbah sistem melekat. Bahan padat
tersebut diharapkan dapat melakukan proses pengolahan atau
penyishihan bahan organik kompleks terlarut atau tersuspensi dalam
limbah cair. Kerikil memiliki luas permukaan yang besar, dan bakteri
dapat hidup dan melekat pada permukaannya. Selain itu, penyumbatan
yang terjadi pada kerikil sangat kecil dan volume rongganya besar
dibandingkan dengan media lain serta mudah didapat dan relatif lebih
murah.
Laura (1995) melakukan penelitian menggunakan media kerikil
pada air sungai sungai yang kotor diperoleh penurunan kadar COD 90 -
95%. Henry (2010) terhadap limbah tapioka menggunakan Anaerobic
Filter dengan media gabungan bata dan kerikil didapatkan penyisihisan
COD sebesar 85,13 %. Dewi (2009) mengolah limbah cair tahu
menggunakan AF media kerikil didapatkan penurunan COD sebesar
34
kerikil sebagai salah satu media yang diharapkan dapat menurunkan
kadar COD pada limbah cair PT XXX.
2.7. Dampak Pembuangan Air Limbah
Sesuai dengan batasan dari air limbah yang merupakan benda sisa, maka
sudah barang tentu bahwa air limbah merupakan benda yang sudah tidak
dipergunakan lagi, akan tetapi tidak berarti bahwa air limbah tersebut tidak
perlu dilakukan pengelolaan. Air limbah jika tidak dikelola secara baik akan
dapat menimbulkan gangguan, baik terhadap lingkungan maupun terhadap
kehidupan yang ada (Sugiharto, 2008).
2.7.1. Gangguan Terhadap Kesehatan
Air limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia
mengingat bahwa banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui air
limbah. Air limbah ini ada yang hanya berfungsi sebagai media
pembawa saja seperti penyakit kolera, radang usus, hepatitis infektiosa,
serta schitosomiasis. Selain sebagai pembawa penyakit di dalam air
limbah itu sendiri banyak terdapat bakteri pathogen penyebab penyakit.
Selain sebagai pembawa dan kandungan kuman penyakit air limbah
juga mengandung bahan-bahan beracun, penyebab iritasi, bau dan
bahkan suhu yang tinggi serta bahan-bahan lainnya yang mudah
terbakar. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh sumber air limbah. Kasus
yang terjadi di Teluk Minamata pada tahun 1953 adalah contoh yang
35
penyempitan ruang pandang, kelumpuhan, kulit terasa menebal dan
bahkan dapat menyebabkan kematian. Kejadian yang demikian adalah
sebagai akibat termakannya ikan oleh nelayan, sedangkan ikan tersebut
telah mengandung air raksa sebagai akibat termakannya kandungan air
raksa yang ada di dalam teluk. Air raksa ini berasal dari air limbah yang
tercemar oleh adanya pabrik yang menghasilkan air raksa pada buangan
limbahnya. Selain air raksa masih banyak lagi racun lainnya yang dapat
membahayakan kesehatan manusia antara lain:
1. Timah Hitam
Apabila manusia terpapar oleh timah hitam, maka orang tersebut
dapat terserang penyakit anemia, kerusakan fungsi otak, serta kerusakan
pada ginjal.
2. Krom
Krom dengan senyawa bervalensi tujuh lebih berbayaha bila
dibandingkan dengan krom yang bervalensi tiga. Apabila terpapar oleh
krom ini dapat menyebabkan kanker pada kulit dan saluran pencernaan.
3. Sianida
Senyawa ini sangat beracun terhadap manusia karena dalam
jumlah yang sangat kecil sudah dapat menimbulkan keracunan dan
merusak organ hati.
2.7.2. Penurunan Kualitas Lingkungan
Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya
36
tersebut. eberadaan limbah cair domestik/rumah tangga akan terus
meningkat sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk, demikian
juga limbah industri termasuk industri rumah tangga mempunyai
kontribusi yang cukup signifikan terhadap zat pencemar organik pada
badan-badan air.
Parameter BOD (Biochemical Oxigen Demand) adalah
parameter yang digunakan untuk tolok ukur kandungan senyawa
organik yang dapat dirombak oleh mikroorganisme. Tolok ukur ini
dipilih karena kebutuhan oksigen untuk reaksi yang dilakukan oleh sel
ini setara dengan konsentrasi senyawa organik yang dirombak.
Perombakan ini akan terus berlangsung selama oksigen didalam air
masih tersedia. Hasil perombakan ini menghasilkan sel baru.
Jika air mengandung senyawa organik yang dapat dirombak oleh
mikroorganisme, maka peningkatan akan terjadi didalam air itu selama
kandungan oksigen terlarut dapat memenuhi kebutuhan untuk reaksi
biokimiawi. Jadi nilai BOD yang tinggi dari suatu limbah cair yang
dibuang ke perairan alami akan menyusutkan kandungan oksigen
terlarut pada perairan itu.
Makhluk air yang tinggi tidak dapat hidup di perairan ini akibat
kebutuhan oksigen untuk kehidupannya tidak tercukupi. Jika oksigen
terlarut dalam air mencapai nol, maka mikroorganisme yang berperan
akan berganti dari mikroorganisme jenis aerob menjadi mikroorganisme
37
adalah munculnya bau akibat dari terbentuknya gas H2S dan NH3.
Senyawa organik yang dinyatakan dengan BOD ini dapat berupa
senyawa organik yang tersuspensi dan senyawa organik yang terlarut.
Air limbah yang mencemari tanah dalam perjalanannya akan
mengalami peristiwa fisik mekanik, kimia, dan biologis. Peristiwa fisik
mekanik yang terjadi karena adanya distribusi larutan yang mengalir
melalui pori-pori tanah yang tidak seragam, sehingga terjadi efek
penahanan oleh zat-zat padat dan pengendapan partikel-partikel padat
karena gaya berat. Peristiwa kimia terjadi penyebaran molekuler yang
dihasilkan dari potensi kimia, sedangkan proses biologis terjadi pada
bahan pencemar organik yang diuraikan oleh bakteri pembusuk.
Pada tanah kering gerakan bakteri horizontal ± 1 meter dan
vertikal kebawah ± 3 meter. Pada tanah basah dengan kecepatan aliran
tanah 1 – 3 meter perhari maka gerakan atau perjalanan bakteri bersama
aliran air secara horizontal mencapai maksimum 11 meter dimana pada
jarak 5 meter akan melebar maksimum 2 meter dan kemudian
menyempit kembali sampai jarak 11 meter. Adapun gerakan kebawah
tergantung dari kedalaman air limbah itu menembus kedalam tanah.
Gerakan pencemar bahan kimia dalam tanah secara horizontal
mengikuti aliran air akan melebar 9 meter pada jarak 25 meter dan
menyempit lagi sampai jarak 95 meter. Mengingat limbah cair domestik
38
penetrasi di dalam tanah akan mencapai jarak yang cukup jauh, sehingga
berpotensi untuk mencemari air tanah/air sumur.
Dalam standar kualitas air (Permenkes No. 416 Tahun 1990)
ditentukan maksimal angka zat organik adalah 10 mg/l. Penyimpangan
terhadap batas maksimum yang diperbolehkan ini akan dapat
menyebabkan timbulnya bau tidak sedap dan dapat menyebabkan sakit
perut.
a. Gangguan Terhadap Keindahan
Adakalanya air limbah mengandung polutan yang tidak
mengganggu kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan.
Kadang-kadang air limbah dapat juga mengandung bahan-bahan yang
bila terurai menghasilkan gas-gas yang berbau. Bila air limbah jenis ini
mencemari badan air, maka dapat menimbulkan gangguan keindahan
pada badan air tersebut.
b. Gangguan Terhadap Kerusakan Benda
Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat
dikonversi oleh bakteri anaerobic menjadi gas yang agresif seperti H2S.
Gas ini dapat mempercepat proses perkaratan benda yang terbuat dari
besi dan bangunan air kotor lainnya. Dengan cepat rusaknya air tersebut
maka biaya pemeliharaannya akan semakin besar juga, yang berarti
akan menimbulkan kerugian material.
Untuk menghindarkan terjadinya gangguan-ganguan diatas, air
40 2.9. Kerangka Teori
Berdasarkan paparan dari tinjauan pustaka diatas, maka kerangka teori
yang dikembangkan ialah sebagi berikut :
Gambar 4. Kerangka teori .
Sumber : modifikasi Alaerts dan Sartika (1987) dikelola
ABR-AF media kerikil ABR – AF media arang
ABR-AF media zeolit Air Limbah Industri
biologi kimia
fisik
41 BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang bertujuan untuk
mengetehui efektivitas kombinasi ABR - AF yang dilihat dari kadar COD. Oleh
karena itu, kerangka konsep yang dibuat merupakan gambaran pengaruh
kombinasi ABR - AF terhadap air limbah PT XXX sehingga terjadi penurunan
kadar COD seperti yang terlihat pada gambar 5.
Air limbah dengan zat organik tinggi akan diolah dengan proses anaerob
menggunakan reaktor kombinasi ABR - AF dengan variasi berbagai media.
Pada proses ini penguraian zat organik dilakukan oleh mikroorganisme
anaerob, zat organik kompleks (lemak, karbohidrat, protein) dalam air limbah
diurai menjadi senyawa yang lebih sederhana, terjadinya penguraian pada zat Pengolahan limbah :
ABR-AF media kerikil ABR-AF media arang tempurung kelapa ABR-AF media zeolit
Kadar COD ( effluent ) Kadar COD ( influent )
42
organik kompleks ditandai dengan menurunnya kadar COD pada air limbah
43 3.2 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi
Operasi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Skala
0. Efektif apabila kadar
COD sesudah perlakuan sesuai dengan baku mutu < 150 mg/L
46 6. Effluent
limbah cair
Cairan yang dihasilkan
setelah melalui proses
pengolahan.
3.3 Hipotesis
1. Ada perbedaan kadar COD antara sebelum dan setelah perlakuan kombinasi
ABR – AF.
2. Ada penurunan kadar COD setelah perlakuan dengan kombinasi ABR -AF
media kerikil.
3. Ada penurunan kadar COD setelah perlakuan dengan kombinasi ABR -AF
media arang tempurung kelapa.
4. Ada penurunan kadar COD setelah perlakuan dengan kombinasi ABR - AF
media zeolit.
5. Kombinasi ABR - AF media tempurung kelapa paling efektif dalam
47 BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini eksperimen yaitu kegiatan percobaan yang
melibatkan pengukuran terhadap sistem yang dikaji dengan one group
pretest-postest design, memberi perlakuan terhadap sistem dan kemudian melakukan
pengukuran dengan cara yang sama terhadap sistem yang diperlakukan untuk
mengetahui apakah perlakuan mengubah nilai pengukuran. Perlakuan diberikan
secara simultan dan pengaruhnya diukur dalam waktu yang bersamaan
(Riwidikdo, 2007). Desain penelitian yang akan dilakukan dapat digambarkan
sebagai berikut :
Pre post
Limbah 1 ---X1---Limbah 1 (media kerikil)
Limbah 2 ---X2---Limbah 2 (media arang tempurung kelapa)
Limbah 3 ---X3---Limbah 3 (media zeolit)
Keterangan :
48 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium lingkungan kampus I UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan November
2013 – Maret 2014.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah limbah cair yang dihasilkan
dari kegiatan di PT XXX pada bak setelah proses aerasi.
4.3.2. Sampel
Sampel dalam penilitian ini adalah sebagian air limbah PT XXX
yang siap dibuang kebadan air. Volume limbah yang akan digunakan
adalah ± 200 liter. Cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara
composite sampling (sampel gabungan waktu), yaitu campuran dari
sampel individual yang diambil secara proposional sesuai dengan pola
aliran limbah cair. Penggabungan sampel biasa dilakukan dengan
mengumpulkan sampel individual pada interval waktu yang teratur
(Soeparman dan Soeparmin, 2000). Sampel yang diambil pada pukul
08.00 WIB, 10.00 WIB, dan 12.00 WIB pemilihan waktu tesebut
berdasarkan waktu produksi dan pembuangan limbah PT XXX.
Hanafiah (1994) menjelaskan bahwa dalam penentuan jumlah
pengulangan dipengaruhi oleh (1) derajat ketelitian, (2) keragaman bahan,
49
tersedia. Alasan pengambilan secara replikasi adalah untuk mendapatkan
variasi data, maka minimal adalah 2 data, karena 2 data sangat kasar
dalam menjelaskan hasil penelitian maka replikasi disarankan minimal 3
data. Atas dasar hal tersebut, umumnya jumlah ulangan r = 4 yang
dilakukan di lapangan dan r = 3 untuk penelitian yang dilakukan di rumah
kaca/laboratorium .Selanjutnya dilakukan pengujian dengan replikasi.
Replikasi yang dilakukan yaitu 5 kali pengulangan agar data yang
didapatkan lebih bervariasi dan dapat mendeskripsikan hasil analisis.
Dengan demikian jumlah unit percobaan dalam penelitian ini adalah 20
sampel yang berasal dari 3 perlakuan (variasi media zeolit + arang
tempurung kelapa, arang tempurung kelapa dan kerikil) dan praperlakuan.
4.4. Alat dan Bahan
4.4.1 Alat
a.. Alat yang digunakan untuk pengujian COD yaitu sebagai berikut :
1. Buret 50 ml 1 buah
2. Erlenmeyer COD 2 buah
3. Alat refluks dan pemanasnya
4. Pipet 10 ml, 5 ml
5. Beker glass 50 ml 1 buah
b. Alat yang digunakan untuk kombinasi Anaerobic Baffled Reactor dan