KAJIAN PENGARUH ELEMEN PERANCANGAN KOTA
TERHADAP PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN
MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON
TESIS
OLEH
DANIEL ABDI SAMPE HAMONANGAN ARITONANG 117020011/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KAJIAN PENGARUH ELEMEN PERANCANGAN KOTA
TERHADAP PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN
MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
OLEH :
DANIEL ABDI SAMPE HAMONANGAN ARITONANG 117020011/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERNYATAAN
KAJIAN PENGARUH ELEMEN PERANCANGAN KOTA
TERHADAP PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN
MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar magister di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, 10 Februari 2014
DANIEL ABDI SAMPE HAMONANGAN ARITONANG
Judul Tesis : KAJIAN PENGARUH ELEMEN PERANCANGAN KOTA TERHADAP PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON
Nama Mahasiswa : DANIEL ABDI SAMPE HAMONANGAN ARITONANG Nomor Pokok : 117020011
Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR
Bidang Kekhususan : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, PhD) (Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
Telah diuji pada
Medan, 10 Februari 2014
____________________________________________________________________
Ketua Komisi Penguji : Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, PhD Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT
2. Dr. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc
ABSTRAK
Segala kegiatan kehidupan pada kawasan kota cenderung membentuk suatu sifat kawasan, sedangkan sifat kawasan yang spesifik, cenderung membentuk suatu ciri khas suatu kawasan, ciri khas kawasan tersebut menjadi suatu identitas kawasan. Suatu kawasan kota dapat dengan mudah dipahami citranya, bila kawasan kota tersebut mempunyai sifat kawasan, karena karakter kawasan kota diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang identitas kota, sesuai dengan potensi yang ada.
Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon selain sebagai salah satu Kawasan bersejarah di Kota Medan menjadi salah satu segmen penting dalam perkembangan Kota Medan, Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon yang lebih di kenal sebagai Segmen Maimoon dalam sejarah perkembangan Kota Medan termasuk salah satu kawasan yang memiliki perkembangan yang sangat pesat. Hal ini menyebabkan bangunan dan kawasan tersebut cenderung berubah secara fisik menjadi bangunan/kawasan yang lebih bernilai ekonomis jangka pendek.
Penelitian ini untuk mencari potensi elemen perancangan kota sebagai pembentuk citra Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk mengembalikan citra kawasan yang mempunyai karakter dan identitas Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon.
ABSTRACT
Every life activity in a city area tends to from the nature of that area, while the specific nature of that area tends to from a spesific characteristics of that area, and the spesific characteristics of that area becomes a regional identity. The image of a city area can be easily understood if that area has its specific characteristics because the characters of a city area are needed to understand the identity of the city in accordance with its exiting potentials.
Mesjid Raya and Istana Maimoon area is not only and historic district but also an important segment in the development of the City of Medan. Mesjid Raya and Istana Maimoon area which is better known as Maimoon Segment in the history of the development of the City of Medan belongs to one of the areas with very rapid growth. This condition has made this area and the buildings in it tend to change phisycally into the area with a more short-term economic value.
The purpose of this study was to find out the potencial elements of urban design to be used to from the image of Mesjid Raya and Istana Maimoon area. The result of this study is expected to be able to become a guide to restore the image of the area containing the character and identity of Mesjid Raya and Istana Maimoon.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih hanya oleh
berkat dan kasih-Nya tesis yang berjudul KAJIAN PENGARUH ELEMEN
PERANCANGAN KOTA TERHADAP PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN
MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON dapat terselesaikan guna memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Teknik dalam Program Studi
Teknik Arsitektur pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Tesis ini berisi
hasil penelitian untuk mengkaji potensi elemen perancangan kota sebagai pembentuk
citra kawasan Mesjid Raya dan Istana Maimoon.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, PhD dan Bapak Ir.
Dwi Lindarto Hadinugroho, MT selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc,
Bapak Dr. Achmad Delianur, ST, MT, IAI, dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA
sebagai pembanding atau penguji yang memberi masukan dan kritik yang begitu
berharga dalam proses penulisan tesis ini.
Penulis juga membeikan penghargaan khusus kepada bapak dan ibu dosen
Program Studi Magister Teknik Arsitektur yang telah menuntun dan membimbing
selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur dan saudari Novi yang
banyak membantu dalam administrasi.
Akhir kata penulis mempersembahkan tesis ini kepada ibu tersayang
Rusmina Marpaung, istri tercinta Julita Adelayda Manihuruk, ketiga anak kami
Rachel Alexandria Aritonang, Bertha Laura Aritonang dan Mikha Doli Aritonang,
kakak dan adik atas dukungan yang diberikan selama penulis melaksanakan studi,
juga rekan-rekan mahasiswa MPK 2011 yang telah memberikan dorongan moral
dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk ini penulis mengharapkan saran-saran dan tanggapan yang
bersifat membangun untuk perbaikan tesis ini.
Medan, Februari 2014
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 30 Agustus 1973 di Medan, Sumatera Utara, dari
pasangan Drs. Paras Aritonang dan Rusmina Marpaung, anak ke 3 dari 5 bersaudara.
Telah menikah pada tahun 2003 dengan Julita Adelayda Manihuruk dan dikaruniai
tiga orang anak, 2 orang putri Rachel Alexandria Aritonang dan Bertha Laura
Aritonang serta 1 orang putra yaitu Mikha Doli Aritonang.
Penulis menjalani masa sekolah dasar di SD Immanuel Medan dan lulus tahun
1986. Setelah itu, penulis menyelesaikan masa sekolah menengah pertama di SMP
Immanuel Medan pada tahun 1989 dan sekolah menengah atas di SMA Immanuel
Medan tahun 1992. Selanjutnya menyelesaikan kuliah di Program Studi Arsitektur,
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara sejak tahun 1993 sampai tahun 1999.
Sejak tahun 2005 hingga sekarang, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri
Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kota Medan pada Dinas Tata Ruang dan Tata
DAFTAR ISI
1.6 Kerangka Pikir Penelitian……….. 1.7 Sistematika Pembahasan ... 10 11 BAB II KAJIAN TEORI... 13
2.1.1 Tempat (Place) ... 2.1.2 Norberg Schulz (1980) sebuah tempat... 2.1.3 Orientasi Dan Identifikasi...
16
2.7 Aspek-aspek yang Dipertimbangkan dalam Mengidentifikasi Citra Kota Baru Berdasarkan Persepsi Masyarakat ... 39
2.8 Dasar-dasar Perancangan Kawasan ... 41
2.8.1 Pendekatan dasar rancang kota ... 2.8.2 Pemahaman kawasan kota ... 42 43 2.9 Elemen Perancangan Kota ... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 60 3.1 Jenis Penelitian... 60
4.1 Latar Belakang Sejarah Kawasan Mesjid Raya Dan Istana Maimoon Medan... 72
4.2 Rona Fisik Dasar Kecamatan Medan Maimoon Dan Medan Kota... 77
4.2.1 Kecamatan Medan Maimoon... 4.2.1.1Batas Administrasi dan geografis
Kecamatan Medan Maimoon ... 4.2.1.2 Karakteristik kependudukan Kecamatan
Medan Maimoon... 4.2.1.3 Jaringan Jalan dan Penggunaan Lahan
Kecamatan Medan Maimoon... 4.2.2 Kecamatan Medan Kota...
4.2.2.1 Batas administrasi Dan geografis
Kecamatan Medan Maimoon... 4.2.2.2 Penggunaan lahan Kecamatan Medan Kota
77
4.3 Karakeristik Kawasan Penelitian ... 86
4.2.2 Penggunaan lahan kawasan Mesjid Raya dan kawasan Istana Maimoon ... 86 4.2.3 Fungsi Bangunan Kawasan Mesjid Raya dan
Kawasan Istana Maimoon ... 87 4.2.4 Sirkulasi dan Parkir Kawasan Mesjid Raya dan
Kawasan Istana Maimoon ... 98
BAB V KAJIAN ELEMEN PERANCANGAN KOTA SEBAGAI
PEMBENTUK CITRA KAWASAN MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON... 101
5.1 Sifat-sifat Karakter Pembentuk Citra Kawasan ...
5.2 Analisa Land Use Sebagai Potensi Pembentuk Citra
Kawasan... 101
106
5.3 Analisa Bentuk dan Masa Bangunan Sebagai Potensi Pembentuk Citra Kawasan ...
5.3.1 Ketinggian Bangunan/Skyline masa bangunan... 5.3.2 Material, tekstur dan warna...
110
5.4. Analisa Sirkulasi dan Parkir Area sebagai Potensi
Pembentuk Citra Kawasan... 125
5.5. Analisa Pedestrian sebagai Potensi Pembentuk Citra Kawasan... 130
5.6. Analisa Open Space sebagai Potensi Pembentuk Citra Kawasan... 5.7. Analisa Kegiatan Lokal sebagai Potensi Pembentuk Citra Kawasan... 134 140 5.8. Pembahasan... 143
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 152
6.1. Kesimpulan ... 152
6.2. Rekomendasi ... 155
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Variabel – variable yang Mempengaruhi Pembentukan Citra Kawasan...
62 4.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Medan
Maimoon Tahun 2012...
78 4.3 Kelurahan di Kecamatan Medan Kota Menurut Luas
Dan Persentase Terhadap Luas Kecamatan...
83 4.4 Jumlah Penduduk di Kecamatan Medan Kota per
Kelurahan Tahun 2008... 5.1 Sifat – sifat Pembentuk Elemen Citra Kawasan... 105 5.2 Obyek yang Berpotensi Unggulan Sebagai Pembentuk
Citra Kawasan...
DAFTAR GAMBAR
2.1 Model Pemahaman Kawasan Kota... 44
3.1 Foto Udara Kawasan Penelitian Istana Maimoon dan Masjid Raya Medan... 69
4.1 Istana Maimoon... 75
4.2 Mesjid Raya Al- Mashun... 76
4.3 Situasi Istana Maimoon Terhadap Lingkungannya... 77
4.4 Administrasi Wilayah Kecamatan Medan Maimoon... 79
4.5 Kondisi Jalan Kawasan Istana Maimoon... 80
4.6 Jaringan Jalan Kecamatan Medan Maimun... 81
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Kecamatan Maimun...
Peta Batas Administrasi Kecamatan Medan Kota...
Penggunaan Lahan Kawasan Mesjid Raya...
Kondisi dan Fungsi Bangunan Kawasan Mesjid Raya...
Peta Fungsi Bangunan Kawasan Mesjid Raya...
82
84
87
88
4.12
4.13
Area Parkir Jalan Brigjen. Katamso yang Ada di Kawasan
Mesjid Raya... ...
Peta sirkulasi dan Parkir Liar di Kawasan Mesjid Raya...
99
100
5.1 Land Use di Kawasan Penelitian... 107
5.2 Land Use sebagai Potensi Pembentuk Citra Kawasan di Kawasan
Penelitian... 108
5.3
5.4
Persentase Peruntukan Kawasan...
Analisis Spatial Potensi Peruntukan yang Baik...
109
109
5.5 Gambar Bangunan – bangunan yang Masih Memiliki Nilai - nilai
Estetika dengan Mesjid Raya, Istana Maimoon dan Kolam Deli... 111
5.6 Kondisi Skyline Masa Bangunan Kawasan Penelitian Jalan
Sisingamangaraja... 113
5.7 Persentase Material, Tekstur dan Warna... 123
5.8 Gambar Bangunan yang Memberikan Pengaruh Material,
Tekstur dan Warna pada Kawasan Penelitian... 124
5.9 Kondisi Parkir Area di Kawasan Penelitian... 127
5.10 Bangunan pada Kawasan Penelitian yang Memiliki Intensitas
Cukup Tinggi... 127
5.11 Persentase Kondisi Perparkiran yang Baik pada Kawasan
5.12 Analisis Spatial Kondisi Perparkiran yang Baik... 129
5.13 Kondisi Pedestrian di Kawasan Penelitian... 130
5.14 Kondisi Beberapa Pedestrian yang Baik pada Kawasan Penelitian 131
5.15 Persentase Kondisi Pedestrian yang Baik pada Kawasan
Penelitian... 132
5.16 Analisis Spatial Kondisi Pedestrian yang Baik... 133
5.17 Open Space di Kawasan Penelitian... 135
5.18 Persentase Kondisi Ruang Terbuka yang Baik pada Kawasan
Penelitian... 136
5.19 Analisis Spatial Potensi Ruang Terbuka yang Baik... 137
5.20 Persentase Kondisi Signage yang Baik pada Kawasan Penelitian.. 138
5.21 Analisis Spatial Kondisi Signage... 139
5.22 Kawasan Pusat Kegiatan Lokal di Kawasan Penelitian... 140
5.23 Persentase Pusat Kegiatan pada Kawasan Penelitian yang
Berpotensi sebagai Pembentuk Citra Kawasan...
141
ABSTRAK
Segala kegiatan kehidupan pada kawasan kota cenderung membentuk suatu sifat kawasan, sedangkan sifat kawasan yang spesifik, cenderung membentuk suatu ciri khas suatu kawasan, ciri khas kawasan tersebut menjadi suatu identitas kawasan. Suatu kawasan kota dapat dengan mudah dipahami citranya, bila kawasan kota tersebut mempunyai sifat kawasan, karena karakter kawasan kota diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang identitas kota, sesuai dengan potensi yang ada.
Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon selain sebagai salah satu Kawasan bersejarah di Kota Medan menjadi salah satu segmen penting dalam perkembangan Kota Medan, Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon yang lebih di kenal sebagai Segmen Maimoon dalam sejarah perkembangan Kota Medan termasuk salah satu kawasan yang memiliki perkembangan yang sangat pesat. Hal ini menyebabkan bangunan dan kawasan tersebut cenderung berubah secara fisik menjadi bangunan/kawasan yang lebih bernilai ekonomis jangka pendek.
Penelitian ini untuk mencari potensi elemen perancangan kota sebagai pembentuk citra Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk mengembalikan citra kawasan yang mempunyai karakter dan identitas Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon.
ABSTRACT
Every life activity in a city area tends to from the nature of that area, while the specific nature of that area tends to from a spesific characteristics of that area, and the spesific characteristics of that area becomes a regional identity. The image of a city area can be easily understood if that area has its specific characteristics because the characters of a city area are needed to understand the identity of the city in accordance with its exiting potentials.
Mesjid Raya and Istana Maimoon area is not only and historic district but also an important segment in the development of the City of Medan. Mesjid Raya and Istana Maimoon area which is better known as Maimoon Segment in the history of the development of the City of Medan belongs to one of the areas with very rapid growth. This condition has made this area and the buildings in it tend to change phisycally into the area with a more short-term economic value.
The purpose of this study was to find out the potencial elements of urban design to be used to from the image of Mesjid Raya and Istana Maimoon area. The result of this study is expected to be able to become a guide to restore the image of the area containing the character and identity of Mesjid Raya and Istana Maimoon.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perjalanan sejarah, kota mengentalkan fungsinya sebagai pusat
peradaban, pusat budaya, pusat pengambilan keputusan, akumulasi kegiatan ekonomi
(barang dan jasa) dan tempat konsentrasi beragam manusia, wadah berseminya
nilai-nilai kehidupan bangsa yang tinggi yang merupakan jendela budaya bangsa dan
sebagainya. Kota kini selain berfungsi untuk kehidupan dan penghidupan dari
warganya juga harus mampu mendukung kepentingan fungsi global dan regional dan
saling tergantung dengan kota lain, serta melayani wilayah sekitarnya.
Perkembangan kota di Indonesia diawali oleh kota-kota kerajaan, kota
pedalaman yang agraris, atau kota-kota pantai. Peran dan fungsi tersebut menarik
berbagai suku lain untuk tinggal sementara atau menetap. Kelompok-kelompok suku
ini membentuk lingkunganya masing-masing secara terpisah. Dari kondisi inilah kota
berkembang berikut lingkungannya, termasuk di dalamnya pola ruang kota sebagai
wujud budaya material masyarakat pendukungnya.
Segala kegiatan kehidupan pada kawasan kota cenderung membentuk suatu
Suatu kawasan kota dapat dengan mudah dipahami citranya, bila kawasan kota
tersebut mempunyai sifat kawasan, karena karakter kawasan kota diperlukan untuk
memberikan pemahaman tentang identitas kota, sesuai dengan potensi yang ada.
Dalam hal ini, sifat kawasan merupakan perwujudan watak, baik secara fisik maupun
non fisik yang memberikan suatu citra dan identitas kawasan kota (Lynch, 1960).
Identitas dan penampilan fisik kawasan yang menarik serta didukung oleh
penampilan lingkungan sekitarnya, dapat membedakan identitas yang kuat bagi suatu
kawasan kota, yang dapat membedakannya dengan kawasan yang lain.
Citra suatu kawasan merupakan hasil proses dua arah antara pengamat dengan
lingkungannya. Lingkungan memberi kesan perbedaan dan keterhubungan,
sedangkan pengamat dengan kemampuan adaptasi yang besar serta dalam sudut
pandangnya sendiri menyeleksi, mengorganisasi dan memberi dengan pemahaman
dari apa yang dia lihat. Persepsi pengamat terhadap apa yang mereka lihat pada
kenyataannya berbeda-beda, antara pengamat yang satu dengan yang lainnya. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman yang dialaminya,
suasana batin, waktu dimana saat mengamati, sudut pengamatan dan sebagainya.
Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon selain sebagai salah satu
Kawasan bersejarah di Kota Medan menjadi salah satu segmen penting dalam
perkembangan Kota Medan, Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon
yang lebih di kenal sebagai Segmen Maimoon dalam sejarah perkembangan Kota
Salah satu koridor yang ada di Segmen Maimoon antara lain sepanjang koridor jalan
Sisingamangaraja, dimana pada lokasi ini terlihat pertokoan yang menghuni kawasan
dan pusat-puat perbelanjaan juga menjadi tempat yang kerap didatangi oleh para
pengunjung kawasan ini selain menikmati megahnya bangunan Mesjid Raya.
Permasalahan yang muncul adalah kondisi bangunan dan kawasan bersejarah
baik secara kuantitas maupun kualitas semakin menurun ditinjau dari segi arsitektur,
segi konstruksi serta segi fungsi bangunan, dimana bangunan dan kawasan tersebut
cenderung berubah secara fisik menjadi bangunan/kawasan yang lebih bernilai
ekonomis jangka pendek. Nilai lahan yang semakin tinggi sementara nilai
bangunan/kawasan bersejarah yang semakin turun akibat penyusutan nilai ekonomis
menyebabkan desakan tersebut semakin besar.
Ditinjau dari sudut jangka pendek hanya akan menguntungkan bagi kelompok
tertentu saja. Sebenarnya, dari sudut pandang lain dan telah diakui oleh berbagai
belahan dunia bahwa bangunan dan kawasan bersejarah yang dilindungi di suatu kota
akan memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi dalam jangka panjang maupun
pendek, baik bagi segi nilai ekonomi kawasan dan lingkungan maupun nilai ekonomi
dari kegiatan pariwisata jika ada kebijakan pembangunan yang mendukung dalam
pelestarian bangunan dan kawasan bangunan bersejarah ini. Berdasarkan latar
belakang tersebut di atas, maka penelitian ini diperlukan bagi Pemerintah Daerah
1.2 Perumusan Masalah
Elemen citra kawasan istana maimoon mengalami penurunan kualitas,
selanjutnya menimbulkan pertanyaan antara lain elemen perencanaan kota yang
bagaimanakah yang berpotensi sebagai penguat citra kawasan sehingga dapat
berpengaruh terhadap pembentukan citra kawasan pada Segmen Kawasan Mesjid
Raya dan Istana Maimoon.
1.3 Maksud, Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Maksud penelitian
“Kajian pengaruh elemen perancangan kota terhadap pembentukan citra
kawasan Mesjid Raya dan kawasan Istana Maimoon” ini dimaksud: mengungkap
potensi elemen perancangan kota sebagai pembentuk citra kawasan Istana Maimoon
dan Mesjid Raya.
1.3.2. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Mengkaji dan Menentukan elemen-elemen pembentuk citra suatu kawasan
terutama pada Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon.
b. Mengkaji potensi elemen Perancangan Kota sebagai pembentuk citra
1.3.3. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Untuk memberikan pedoman dan umpan balik bagi perencana, perancang,
dan pengambil keputusan terhadap pengembangan kawasan Segmen
Maimoon terutama pada kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana
Maimoon berdasarkan potensi pembentuk citra kota.
b. Merupakan sumbangan pemikiran penelitian bagi konsep perencanaan
bagi pembangunan kota Medan terutama pada kawasan yang memiliki
nilai sejarah.
1.4 Lingkup Penelitian
Adapun lingkup penelitian terbagi 2, yaitu:
a. Lingkup penelitian teoritik
Penelitian ini dibatasi oleh teori-teori yang berhubungan dengan elemen
perancangan kota dan citra suatu kawasan dengan komponen-komponen
pembentuk citra.
b. Lingkup lokasi penelitian
Lingkup lokasi penelitian kawasan ini adalah pada Istana Maimoon
terletak pada wilayah administrasi Kecamataan Medan Maimun dan
Medan Kota. Adapun alasan pemilihan lokasi di kawasan ini karena
degradasi kesinambungan bangunan bersejarah dengan bangunan baru,
maraknya street furniture yang tidak teratur, kemacetan lalu lintas
,kurangnya jalur pejalan kaki yang tersedia, yang menurunkan citra
kawasan ini.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai citra kota pertama kali oleh Kevin Lynch terhadap Kota
Boston, New Jersey dan Los Angeles pada tahun 1960. Inti dari penelitian Lynch
adalah untuk mengetahui sejauh mana suatu kota dapat dikenali berdasarkan
elemen-elemen dasar yang terdiri dari: path, edges, districts, nodes dan landmark. Cara
penelitian yang digunakan oleh Lynch adalah dengan membuat sketsa (peta) kota
yang dilakukan oleh sejumlah orang.
Penelitian Lynch dilanjutkan oleh Hamid Shirvani (1985) dengan
komponen-komponen perancangan kota yang terdiri dari: land use, building form and massing,
circulation and parking, open space, pedestrian ways, activity support, signage dan
preservation.
Namun demikian dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, terdapat
mengandalkan kemampuan sketsa responden, karena tidak semua responden
mempunyai kemampuan sama (Purwanto, 1996), sehingga perlu adanya
penelitian-penelitian lanjutan.
Adapun penelitian lain yang berhubungan dengan citra kota adalah:
1. Thesis S-2 “Kajian Elemen Pembentuk Citra Kawasan Perumahan”, Studi
Kasus: Perumahan Taman Setia Budi Indah, Medan (Achmad Aryanto,
2005), mencoba melihat keberadaan ke-5 elemen citra kota dalam
pembentukan citra kawasan perumahan. Adapun metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian deskriptif, yaitu menggambarkan dan
menganalisa elemen pembentuk citra kawasan perumahan Taman Setia
Budi Indah Medan. Adapun responden yang dijadikan pengamat dalam
penelitian ini adalah mahasiswa, profesi arsitek, dan masyarakat yang
bertempat tinggal di dalamnya dengan cara questioner, wawancara dan
pengamatan.
2. Thesis S-2 “Perkembangan Urban Space dan Citra Kawasan Istana
Maimoon Medan” (Arkinova Syahrum, 2004), meneliti perkembangan
kawasan Istana Maimoon secara fisik dan non fisik pada 4 periode masa
dan faktor-faktor yang berpengaruh pada proses perkembangan ruang kota
terhadap Citra Kawasan Istana Maimoon. Metode penelitian yang
dan makna dengan memperhatikan 5 elemen teori citra kota. Adapun
responden yang dijadikan pengamat adalah orang-orang yang ada di sekitar
lokasi penelitian, dengan cara observasi partisipatori, wawancara dan
penelusuran dokumen.
3. Thesis S-2 “Citra Koridor Jalan Jenderal Sudirman Antara Kawasan Pasar
Gedhe Hardjanagara Dengan Kawasan Kraton Surakarta Hadiningrat”
(Prakarsa Yoga, 2004), meneliti serta mengidentifikasi keberagaman
elemen citra kota dan menganalisa hubungan dan pengaruh elemen citra
kota dengan factor pembentuk citra koridor. Adapun metode penelitian
yang digunakan adalah kuantitatif positivistic, dengan penggunaan teknik
analisis korelasi dan regresi untuk mengetahui hubungan dan pengaruh
keberagaman elemen citra kota terhadap factor pembentuk citra koridor.
Adapun responden yang dijadikan pengamat adalah mahasiswa jurusan
arsitektur semester V ke atas Universitas Sebelas Maret.
Sedangkan penelitian: ”Kajian pengaruh elemen perancangan kota terhadap
pembentukan citra kawasan Mesjid Raya dan Istana Maioon” adalah mencoba
menilai elemen citra kota yang paling berpengaruh pada kawasan Masjid Raya dan
kawasan Istana Maimoon dalam menentukan pengembangan komponen citra kota
dalam rangka mempertahankan kawasan Masjid Raya dan kawasan Istana Maimoon
sebagai Kawasan Bersejarah (Heritage). Untuk lebih jelas lagi perhatikan Gambar 1.1
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Dalam kerangka pikir penelitian ini, di uraikan dari latar belakang, masalah tinjauan teori, metodologi, analisis hingga kesimpulan dan rekomendasi yang akan disajikan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut di bawah.
Gambar 1.2 Kerangka Pikir Penelitian (Sumber: Hasil Analisis, 2013)
Teori pembentukan Citra Kawasan Kevin Lynch (1960) Teori Urban Design Process Hamid Shirvani (1978)
Kesimpulan dan Rekomendasi Penurunan Vitalitas Kawasan Istana Maimoon dan Masjid Raya sebagai
kawasan beridentitas
Mengenali dan Menentukan Elemen pembentuk citra kawasan
Tinjauan terhadap kondisi eksisting elemen tata ruang kawasan: - Tata Guna Lahan
- Bentuk dan massa bangunan - Sirkulasi dan Parkir Area - Pedestrian dan signage - Ruang Terbuka - Kegiatan Lokal Kebijakan Pmerintah Kota Medan
dalam pembangunan kawasan Istana Maimoon dan Masjid Raya
Medan (RDTRK Kawasan)
1.7 Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan laporan penelitian ini nantinya adalah
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang penelitian, permasalahan dan perumusan
masalah, maksud, tujuan dan manfaat penelitian, lingkup penelitian,
keaslian penelitian, dan sistematika pembahasan. Bagian ini merupakan
pengantar dan pendahuluan tentang latar belakang dan uraian keseluruhan
program penelitian.
BAB II : KAJIAN TEORI
Bab ini berisi pemahaman mengenai landasan teori dan kajiannya tentang
citra lingkungan dengan cara mengetahui peta mental manusia sebagai
pengamat. Dalam kajian teori ini juga dikemukakan beberapa pustaka
mengenai proses kognitif dan citra (image) yang digunakan untuk
memperjelas isi penelitian ini.
BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang uraian metode yang akan digunakan beserta
tahap-tahapnya. Dimana didalamnya akan dijelaskan dari awal tahap penelitian
BAB III : GAMBARAN UMUM KAWASAN MESJID RAYA DAN KAWASAN ISTANA MAIMOON MEDAN
Bab ini berisi uraian tentang lokasi penelitian yang dijalankan serta
mengemukakan alasan pemilihan lokasi penelitian yang dilakukan.
Diawali dengan penjelasan tinjauan umum dan tinjauan khusus wilayah
kajian. Dilanjutkan dengan identifikasi karakter fisik wilayah kajian dan
diakhiri dengan penggambaran peta kognitif dari kawasan Mesjid Raya
Medan dan kawasan Istana Maimoon.
BAB V : KAJIAN ELEMEN PERANCANGAN KOTA SEBAGAI PEMBENTUK CITRA KAWASAN ISTANA MAIMOON DAN MESJID RAYA
Bagian analisis merupakan proses kajian elemen pembentuk citra
kawasan, kajian mengenai karakter fisik kawasan, dan diakhiri dengan
pembahasan mengenai potensi elemen perancangan kota sebagai
pembentuk citra kawasan.
BAB VI : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Penelitian ini akan diakhiri dengan suatu kesimpulan dan rekomendasi
tingkatan elemen perancangan kota sebagai pembentuk citra kawasan
maupun manfaat lain sesuai yang dinyatakan dalam kontribusi dan
BAB II
KAJIAN TEORI
Lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan manusia, dan secara implisit
tujuan dari arsitektur melampaui definisi yang diberikan oleh kaum fungsionalis.
Untuk mengetahui bagaimana citra kawasan dari suatu kawasan yang telah terbangun
maka sebenarnya kita harus terlebih dahulu mengetahui kekuatan makna apa saja
yang dimiliki oleh suatu kawasan tersebut. Dalam mencari suatu kekuatan makna
yang dimiliki oleh suatu kawasan maka secara umum lingkup yang dapat
memecahkan hal tersebut dapat dilakukan melalui pemahaman yang dapat dikaji
melalui teori genius loci yang menempatkan arsitektur sebagai sebuah makna untuk
memberikan “tumpuan eksistensial” (existensial foothold) bagi manusia, oleh karena
itu penelitian ini akan lebih menyelidiki implikasi aspek fisik arsitektur daripada
aspek praktis, walaupun sebenarnya terdapat hubungan di antara kedua aspek ini.
Dimensi eksistensial tidak mutlak ”ditentukan” oleh kondisi sosio-ekonomi,
walaupun faktor ini bisa memfasilitasi atau menghalangi pengertian kita terhadap
struktur eksistensial. Kondisi sosio-ekonomi lebih merupakan bingkai gambar,
dimana mereka menawarkan ruang tertentu bagi kehidupan agar dapat berlangsung,
akar yang lebih dalam, yang ditentukan oleh struktur-struktur keberadaan manusia di
dunia.
Setelah mengetahui kekuatan makna yang dimiliki oleh suatu kawasan
terbangun dengan sendirinya kita akan mengetahui karakter lingkungan yang
merupakan berkah berupa timbulnya kesan kepada manusia yang sering disebut
sebagai “perasaan terhadap tempat tertentu” (sense of place). Sepertinya perasaan
khusus ini berperan terhadap terbentuknya arsitektur dan urbanisme namun karena
perasaan ini sebagian besar merupakan bagian dari diri manusia maka sering luput
dari perhatian.
Selanjutnya setelah mengetahui bagaimana kekuatan makna dan sense of
place dari suatu kawasan, maka dapat dilakukan usaha untuk melihat beberapa
elemen perencanaan kota yang dapat menentukan pembentukan citra kawasan dan
menjadi suatu kekuatan di dalam mengembangkan kawasan tersebut.
2.1 Genius Loci
Pada tahun 1960 telah dikumandangkan peringatan awal tentang keterbatasan
fungsionalisme dan pentingnya genius loci dalam arsitektur dalam manifesto yang
ditulis oleh dua arsitek Jerman yaitu Reinhart Geiselmann dan Oswald Mathias
Unger yang dipublikasikan dalam jurnal arsitektur Der Monad di Berlin:
corporeal (raga sebagai lawan dari spirit atau sesuatu yang dapat disentuh, material dan fisikal) dan realitas ruang yang terbentuk saat dilalui, dikitari, dimasuki……..hubungan antara subjek dan objek sudah dikesampingkan ….Arsitektur merupakan penutup, pembungkus dan pelindung dari setiap individu sehingga lebih kepada sebuah penyempurnaan suatu kewajiban dan sebuah pendalaman suatu makna.
Norman Crowe (1997:75) menyebutkan bahwa genius loci merupakan
fenomena bangsa Romawi, yang mempercayai bahwa tempat-tempat tertentu
memiliki roh atau jiwa. Roh-roh ini, atau genius loci, merefleksikan keunikan dari
sebuah tempat, yang membedakan satu tempat dengan tempat yang lain. Roh-roh ini
mendiami semua tempat dan memberi makna, menjaga dan mengilhami tempat
tersebut dengan perasaan. Genius loci menyimbolkan kekuatan yang bersifat
perseorangan yang melengkapi suatu tempat dengan kepribadian dan karakter berupa
sebuah kualitas yang lebih dari sekedar fakta. Tugas yang diemban oleh genius loci
adalah memelihara suatu perasaan atas sebuah kehadiran yang menjiwai sesuatu.
Tanpa kehadiran genius loci suatu tempat tidak memiliki makna dan akan timbul
kejadian yang tidak bersifat personal tetapi general.
Usaha memperkenalkan kembali dimensi fenomenologi dalam membuat
interpretasi atas sebuah lingkungan buatan menjadi penting dalam usaha
mengevaluasi modernisme yang telah merupakan suatu tuntutan pada dekade
berikutnya. Norberg-Schulz sangat erat hubungannya dengan kebangkitan
pengertian, dimana tidak ada sesuatupun yang bisa digeneralisasi, kecuali beberapa
prinsip dasar, yang memberikan karya manusia sebuah basis yang aman, dengan
diperkuat oleh tradisi.
Kenneth Frampton (1980:296) ketika membahas Place, Production and
Architecture menyimpulkan bahwa: “Terdapat saat yang tidak mungkin luput, yaitu
ketika tempat dan produksi digabungkan bersama untuk menghasilkan sebuah
karakter suatu tempat yang berkualitas sehingga akhirnya manusia menerima
perasaan adanya suatu identitas (sense of identity)”.
Identitas merupakan faktor yang penting dalam pendekatan arsitektur.
Identitas mengacu kepada lokalitas dan tidak dapat digeneralisasi dan memberikan
makna pada sebuah tempat, yang sesuai dengan dasar pemikiran dari tesis ini.
2.1.1 Tempat (place)
Tempat diartikan sebagai sesuatu yang lebih dari hanya sekedar lokasi yang
abstraks. Tempat diartikan sebagai sebuah totalitas yang terdiri dari hal-hal konkret
yang memiliki substansi material, bentuk, tekstur, dan warna. Bersama hal-hal diatas
ini ditentukan sebuah karakter lingkungan, yang merupakan esensi dari tempat. Pada
umumnya tempat diberi sebuah karakter atau atmosfir. Sebuah tempat dengan
demikian adalah fenomena yang kualitatif dan total, yang tidak bisa diuraikan ke sifat
Selain itu pula pengalaman sehari-hari menjelaskan bahwa tindakan yang
berbeda membutuhkan lingkungan yang berbeda pula. Oleh karena itu, kota dan
rumah terdiri dari kumpulan tempat-tempat tertentu yang khusus.
Sebagai suatu totalitas kualitatif dari alam yang kompleks, tempat tidak bisa
digambarkan dengan konsep ilmiah dalam arti analitis. Secara prinsip sains
mengabstraksikan dunia kehidupan sehari-hari untuk mencapai pengetahuan objektif
yang netral.
Kajian yang dibuat oleh Norberg-Schulz (1980) memberikan beberapa
indikasi mengenai struktur dari tempat.
Langkah penting adalah dengan mengambil konsep karakter (character).
Karakter ditentukan oleh bagaimana benda itu sendiri, dan memberikan basis bagi
pengamatan kita dalam fenomena konkret dunia kehidupan sehari-hari. Hanya
melalui cara ini bisa sepenuhnya diungkap genius loci, jiwa/ roh dari sebuah tempat
(spirit of place).
Untuk sanggup bermukim (to dwell) manusia harus memahami langit dan
bumi. Memahami disini merupakan satu konsep eksistensial yang merupakan
pengalaman terhadap nilai-nilai yang mempunyai makna.
Terdapat lima bentuk dasar pengertian mitos yang membentuk tempat buatan
manusia. Pertama, mengambil kekuatan yang ada sebagai titik keberangkatan dan
menghubungkannya untuk mengkonkretkan mereka dengan elemen-elemen alam atau
hasil abstraksi susunan kosmik sistematis dari perubahan yang terjadi terus-menerus
(matahari dan titik mata angin atau struktur geografis). Ketiga, terdiri dari definisi
karakter lingkungan natur, menghubungkan mereka dengan sifat dasar manusia.
Keempat yaitu cahaya dan yang kelima adalah irama temporal.
Secara konkret alam buatan terdiri dari benda (thing), susunan, karakter,
cahaya dan waktu. Struktur tempat buatan manusia dapat pula dideskripsikan dengan
node, jalur (path), dan domain yang memiliki tekstur, warna dan vegetasi.
Kualitas tempat buatan manusia tergantung pada pelingkup (enclosure).
Karakter tempat buatan manusia ditentukan oleh tingkat keterbukaan (openness),
bagaimana bangunan dikonkretkan dan dihubungkan dengan cara pembangunan yang
dapat dideskripsikan dalam hal teknis-formal, bentuk atap, dan bukaan.
2.1.2 Norberg Schulz (1980) Sebuah Tempat
Struktur penjelasan tentang fenomena sebuah tempat menuntun kepada
kesimpulan bahwa struktur tempat harus digambarkan dalam istilah lansekap
(landscape) dan permukiman (settlement), dapat dianalisa dengan menggunakan
kategori ruang (space) dan karakter (character). Ruang berarti organisasi
elemen-elemen tiga dimensi yang membentuk satu tempat, dan karakter menunjukkan
”atmosfir” umum yang merupakan sifat paling komprehensif dari tempat tertentu
yang dalam hal ini termasuk aktifitas yang dilakukan pengguna. Organisasi spasial
konkret pengguna terhadap elemen-elemen pembatas yang menentukan ruang.
Sepanjang perjalanan sejarah, bentuk-bentuk spasial dasar terus menerus mengalami
perubahan penafsiran dan karakteristik. Pada sisi lain organisasi spasial memberikan
batasan tertentu terhadap karakterisasi, dan kedua konsep ini selalu saling berkaitan.
Ruang dibedakan menjadi dua penggunaan yang berbeda: ruang sebagai
geometri tiga dimensional, dan ruang sebagai bidang perseptual (Norberg-Schulz,
1980:11). Tak satupun dari kedua pandangan diatas memenuhi tesis ini, sebagai
totalitas intuitif tiga dimensional pengalaman setiap hari, yang bisa disebut ’ruang
konkret’. Kevin Lynch (1960) menjelaskan ke dalam struktur ruang konkret, yang
memperkenalkan konsep “node, landmark, path, edge, dan district”, untuk
menunjukkan elemen-elemen yang membentuk dasar bagi orientasi manusia dalam
ruang. Heidegger (1971) menyebutkan: “ruang-ruang memulai kehadirannya dari
lokalitas, bukan dari ruang”. Hubungan luar-dalam (outside-inside) merupakan aspek
primer dari ruang konkret, menunjukkan bahwa ruang memiliki tingkat ekstensi
(extension) dan pelingkup (enclosure) yang bervariasi.
Karakter merupakan konsep yang lebih umum dan konkret dibandingkan
dengan ruang. Pada satu sisi, karakter menunjukkan sebuah atmosfir komprehensif
yang bersifat umum, sisi lainnya merupakan bentuk konkret dan substansif dari
elemen-elemen pembentuk ruang. Setiap kehadiran yang nyata secara intim selalu
dihubungkan dengan suatu karakter.
praktis, ruang pesta festif, dan rumah peribadatan harus khidmat. Bila mengunjungi
sebuah kota asing, seseorang biasanya akan disuguhi oleh karakternya yang khusus,
yang akan menjadi bagian penting dari pengalaman pengunjung.
Secara umum setiap tempat memiliki karakter, dan bahwa karakter adalah
moda dasar terbentukya dunia. Karakter sebuah tempat merupakan fungsi waktu,
berjalannya hari, dan cuaca.
Karakter tempat juga ditentukan oleh material dan konstitusi formal (formal
constitution), seperti keadaan lantai dimana manusia berjalan, keadaan langit atau
kondisi pembatas-pembatas pembentuk tempat yang tergantung pada artikulasi
formalnya (formal articulation), yakni berhubungan dengan cara pembatas tersebut
dibangun. Perhatian khusus harus diberikan terhadap batasan lateral, atau dinding,
yang juga berkontribusi menentukan karakter internal dan eksternal lingkungan kota.
Tempat menjadi perwujudan struktur totalitas lingkungan yang terdiri dari
aspek-aspek karakter dan ruang seperti ”negara, wilayah, lansekap, hunian, dan
bangunan”.
Struktur dari sebuah tempat tidak tetap, atau abadi, tetapi senantiasa berubah,
bahkan terkadang dengan cepat. Namun demikian bukan berarti bahwa genius loci
berubah atau hilang. Stabilitas loci adalah kondisi yang perlu untuk kehidupan
manusia. Setiap tempat dalam batas-batas tertentu memiliki kemampuan untuk
menerima kandungan yang berbeda,. Tempat yang hanya cocok untuk satu tujuan
dengan cara yang berbeda. Untuk melindungi, mempertahankan dan memelihara
genius loci berarti mengkonkretkan esensinya dalam konteks sejarah yang baru. Sejarah suatu tempat harus merupakan realisasi yang keluar dari tempat itu
sendiri, dari sejak awal perkembangan dan kemudian dikonkretkan pada kombinasi
arsitektur yang lama dan baru. Dengan demikian sebuah tempat terdiri dari
unsur-unsur yang memiliki tingkat variasi arsitektur lama dan baru yang berbeda.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa tempat merupakan titik
keberangkatan sekaligus tujuan pengamatan pengguna yang pada awalnya tampil
seperti yang terbangun melalui pengalaman totalitas secara spontan, namun pada
akhirnya nampak sebagai dunia yang terstruktur, yang diterangi oleh analisis dari
aspek ruang dan karakter.
2.1.3 Orientasi dan Identifikasi
Konsep Kevin Lynch (1960) tentang node, jalur (path), dan distrik
mengartikan struktur spasial dasar berupa objek yang menjadi orientasi manusia.
Hubungan yang dipersepsikan elemen-elemen ini membentuk imaji lingkungan yang
menyeluruh.
Seluruh kebudayaan telah mengembangkan sistem orientasi, yakni struktur
spasial yang menfasilitasi pembentukan imaji lingkungan yang baik. Dunia bisa
diorganisir di sekeliling serangkaian titik fokal, atau dipecahkan ke dalam beberapa
sekali sistem orientasi ini berdasarkan atau diperoleh dari struktur alam tertentu. Bila
sistem orientasi lemah, penciptaan imaji menjadi sulit, dan manusia akan merasa
tersesat.
Tersesat merupakan lawan dari rasa aman yang membedakan kualitas
lingkungan binaan. Kualitas lingkungan yang melindungi manusia dari “tersesat”,
Lynch (1960) menyebutnya sebagai imajibilitas (imageability), yang berarti bahwa
elemen-elemen yang secara struktural membentuk spasial seperti bentuk, warna, atau
rangkaian yang menfasilitasi pembuatan kesan mental yang diidentifikasi sebagai
hidup yang jika ditata secara kuat akan merupakan imaji mental yang sangat penting
dari sebuah lingkungan. Disini Lynch menyatakan bahwa elemen-elemen yang
membentuk struktur spasial adalah benda-benda konkret dengan karakter dan makna.
Karya Lynch membangun suatu kontribusi yang mendasar terhadap teori tentang
tempat.
Dalam masyarakat tradisional detail lingkungan terkecilpun dikenal dan
mempunyai makna, dan tersusun dalam struktur spasial yang kompleks. Dalam
masyarakat modern, perhatian terutama dipusatkan pada fungsi praktis dari orientasi,
sedangkan identifikasi telah ditinggalkan. Oleh karena itu pemukiman yang
sesungguhnya, dalam arti psikologis, telah diganti oleh alienasi. Dengan demikian
dibutuhkan untuk bisa mencapai pengertian yang penuh dari konsep identifikasi dan
karakter.
Identifikasi berarti berteman dengan lingkungan tertentu. Di daerah Utara,
pecahan salju dibawah kaki ketika berjalan. Sebaliknya orang Arab harus berteman
dengan padang pasir yang tidak terbatas dan terik matahari. Secara implisit ini
menunjukkan bahwa lingkungan dirasakan sebagai bermakna (meaningful). Bollnow
(1956) dengan tepat mengatakan: “setiap karakter terkandung dalam penyesuaian
antara dunia luar dan dunia dalam, dan antara tubuh dan jiwa”.
Identitas dan orientasi merupakan aspek primer dari keberadaan manusia,
dimana identitas adalah basis untuk rasa memiliki manusia sedang orientasi
merupakan fungsi yang memungkinkan dia menjadi homo viator, yang merupakan
bagian dari kodratnya. Manusia modern menginginkan kebebasan untuk
menaklukkan dunia, namun saat ini terpaksa mengakui bahwa kebebasan juga
mensyaratkan kepemilikan, dan bahwa bermukim berarti dimiliki oleh sebuah tempat
yang konkret.
Manusia disebut berdiam bila mampu mengkonkretkan dunia dalam bangunan
dan benda-benda. Konkretitasi merupakan fungsi dari karya seni, yang berlawanan
dengan abstraksi sains. Karya seni mengkonkretkan apa yang tertinggal antara
objek-objek murni sains. Dunia kehidupan sehari-hari terdiri dari objek-objek-objek-objek perantara
tersebut, dan fungsi dasar dari seni adalah mengumpulkan kontradiksi-kontradiksi
dan kompleksitas dunia kehidupan. Menjadi imago mundi, karya seni membantu
manusia untuk bermukim.
Arsitektur merupakan suatu seni yang sulit. Untuk membuat kota dan
mengkonkretkan genius loci. Konkretisasi terlihat pada bangunan-bangunan yang
mengumpulkan beberapa unsur tempat dan membuatnya dekat dengan manusia.
Tindakan dasar arsitektur dengan demikian adalah memahami wilayah kerja
dari tempat. Dengan cara ini manusia melindungi bumi dan menjadi bagian dari
totalitas yang komprehensif. Yang didukung di sini bukanlah jenis determinisme
lingkungan. Manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari lingkungannya.
2.2 Citra Kota; Kevin Lynch, 1960
Dalam bukunya “Image of the City” (1960), Kevin Lynch di dalam risetnya
meminta para penduduk untuk menjelaskan kepadanya suatu gambaran mental
terhadap kota mereka. Apa yang diingat? Di mana letaknya di dalam kawasan?
Bagaimana rupanya? Ke mana saya harus pergi dari tempat ini ke tempat yang lain?
Kevin Lynch telah menelusuri peta kognitif pengamat dengan hasil bahwa pemetaan
kognitif terjadi karena adanya penangkapan terhadap atribut-atribut kota yang
langsung ‘terbaca’ oleh pengamat. Lynch mengamati dengan baik bahwa rata-rata
berbagai jawaban yang diberikan orang agak sama dan sering jauh berbeda dengan
realitas di dalam kawasan. Misalnya, sketsa-sketsa yang dibuat orang dengan tim
peneliti sering jauh berbeda dengan peta kota yang sebenarnya. Ia mengamati bahwa
masalah itu terutama tidak disebabkan oleh ketidakbiasaan orang untuk menggambar
sketsa, melainkan karena kesulitan mereka untuk mengingat keadaan tempatnya.
lebih sedikit dialami orang. Di dalam riset ini telah diteliti dari mana perbedaan itu
berasal dan mengapa di berbagai kota orang memiliki gambaran mental yang lebih
kuat terhadap kawasannya daripada di tempat lain. Berdasarkan analisis tersebut,
Lynch (1960: 8) menemukan bahwa citra kawasan yang tergambar dari peta mental
seseorang berkaitan dengan tiga komponen, yaitu:
1. Identitas; artinya, orang dapat memahami gambaran mental perkotaan
(identifikasi obyek-obyek, perbedaan antara obyek, perihal yang dapat
diketahui), atau dengan pengertian lain identitas dari beberapa
obyek/elemen dalam suatu kawasan yang berkarakter dan khas sebagai
jatidiri yang dapat membedakan dengan kawasan lainnya.
2. Struktur; artinya orang dapat melihat pola perkotaan (hubungan
obyek-obyek, hubungan subyek-obyek-obyek, pola yang dapat dilihat), atau dengan
kata lain yaitu mencakup pola hubungan antara obyek/elemen dengan
obyek/elemen lain dalam ruang kawasan yang dapat dipahami dan
dikenali oleh pengamat, struktur berkaitan dengan fungsi kawasan tempat
obyek/elemen tersebut berada.
3. Makna; orang dapat mengalami ruang perkotaan (arti obyek-obyek, arti
subyek-obyek, rasa yang dapat dialami), atau merupakan pemahaman arti
oleh pengamat terhadap dua komponen (identitas dan struktur).
lainnya (misalnya New Jersey, Amerika Serikat). Jika dibandingkan, perbedaan
masing-masing peta kota tidak terlalu besar tetapi ternyata kebanyakan orang akan
memakai kriteria-kriteria lain untuk mengingat identitas, struktur, dan arti kawasan
perkotaan daripada peta kota. Kriteria-kriteria umum yang dipakai oleh masyarakat
adala citra terhadap tempatnya. Oleh karena itu Lynch menyatakan pembangunan
kota hendaknya berorientasi pada penataan yang mudah ‘dibaca’ (highly legible).
Penelitian Lynch mengarah kepada mengidentifikasi elemen-elemen struktur
fisik yang membuat kota dapat memberikan kesan. Dia menyimpulkan bahwa
terdapat lima kategori elemen yang digunakan orang untuk menyusun kesadaran atas
image kawasan. Elemen-elemen tersebut adalah: paths, edges, districts, nodes, dan
landmarks.
Lima elemen citra tersebut hanya merupakan unsur dasar sebuah citra
kawasan secara keseluruhan. Pada kenyataannya, kelima elemen ini di dalam kota
tidak dapat terlihat secara terpisah, karena keberadaannya satu dengan yang lain. Jika
hanya dengan cara tersebut gambaran citra terhadap kawasan menjadi kenyataan dan
benar, maka perlu diperhatikan interaksi antara kelima elemen citra tersebut. Kelima
elemen akan berfungsi dan berarti secara bersamaan dalam satu jaringan (interaksi)
besar. Sering terjadi bahwa satu elemen berasal dari satu elemen citra lain yang
berbeda. Semua elemen ini berfungsi bersama dalam kawasan yang sama. Dan yang
lebih sulit lagi, citra kota secara keseluruhan dapat berbeda pula tergantung luas
daerahnya, posisi subyek dalam daerah, waktu (siang/malam), dan musim. Dengan
mempunyai citra yang baik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan kualitas formulasi
kelima elemen tersebut dengan yang lain. Dalam analisis dan perancangan kota,
kualitas bentuk lima elemen tersebut harus dicari dan ditingkatkan. Sepuluh pola
karakteristik yang mempengaruhi kualitas citra kawasan adalah: (Lynch, 1960: 85).
1. Ketajaman batas elemen.
2. Kesederhanaan bentuk elemen secara geometris.
3. Kontinuitas elemen.
4. Pengaruh yang terbesar antara elemen.
5. Tempat hubungan antara elemen.
6. Perbedaan antara elemen.
7. Artikulasi antara elemen.
8. Orientasi antara elemen.
9. Pergerakkan antara elemen.
10. Nama dan arti elemen.
Teori citra kota yang diformulasikan Kevin Lynch ini memperhatikan skala
makro di dalam kota. Namun demikian, sesuai dengan pandangan Van Eyck (1985)
bahwa kota adalah ‘rumah yang besar’ dan rumah adalah ‘kota yang kecil’, maka
prinsip-prinsip yang diungkapkan teori ini juga berlaku sampai ke skala mikro, yaitu
tersebut dapat berlaku di dalam sebuah gedung besar, misalnya sebuah gedung pusat
perbelanjaan.
Teori Kevin Lynch ini akan digunakan sebagai alat untuk mengkaji
elemen-elemen pembentuk citra kawasan melalui temuan karakter fisik kawasan.
2.3 Pemetaan Kognitif; David Stea, 1974
Peta mental yaitu satu upaya pemahaman suatu tempat khususnya suatu kota.
Istilah peta mental mengacu pada definisi oleh David Stea dan Roger Down, yaitu
proses yang memungkinkan kita untuk mengumpulkan, mengorganisasikan,
menyimpan dalam ingatan, memanggil, serta menguraikan kembali informasi tentang
lokasi relatif dan tanda-tanda tentang lingkungan fisik (Tolman 1932, Moore dan
Colledge, 1976). Image yang terbentuk termasuk elemen yang diperoleh dari
pengamatan langsung, dari seseorang yang pernah mendengar langsung tentang suatu
tempat, dan dari informasi yang telah dibayangkan. Hal ini termasuk pengaruh dari
struktur atau penampilan suatu tempat yang kesemuanya bergantung dari lokasi,
fungsi dan maknanya. Beberapa image dapat menjadi hal terbaik sebagai tanda
penunjuk (Neisser, 1977).
Pemetaan kognitif merupakan aspek utama terhadap tingkah laku manusia
sehari-hari. Roger Downs dan David Stea (1973) menjelaskan:
“Kami memandang pemetaan kognitif sebagai suatu komponen dasar bagi
dibutuhkan untuk manusia bertahan dan tingkah laku sehari-hari. Hal ini
mencakup pemikiran dalam menjawab dua permasalahan mendasar yaitu
kecepatan dan efisiensi: (1) Dimana benda itu berada; (2) Bagaimana
mencapai kesana dari tempat ini.”
Orientasi ruang telah pernah didefinisikan oleh Passini (1984) sebagai
“kemampuan orang untuk menentukan posisinya dalam sebuah gambaran lingkungan
menjadi memungkinkan melalui pemetaan kognitif”. Orang yang telah besar disuatu
kota dan membangun orientasi mereka sendiri sebagai kebutuhan utama dari struktur
mereka. Bagian-bagian yang terpenting adalah elemen-elemen yang berkelanjutan
seperti sungai, jalur pergerakan, fasade jalan, dan tanda-tanda yang menyolok. Orang
yang telah hidup dalam berbagai lingkungan menggunakan sistem orientasi yang
berbeda karena beberapa kebutuhan mereka yang berbeda-beda.
Penelitian ini merupakan sebuah proses pemanggilan dan menguraikan
kembali informasi yang disimpan manusia (information retrieval) melalui
penggambaran peta mental (coqnitive mapping) pengamat mengenai lingkungannya.
2.4 Kadar Image/Citra
Suatu kota yang sangat berkesan, pemukiman, komplek bangunan, atau
interior bangunan adalah satu yang dilihat sebagai sebuah sistem dari komponen yang
kepada kedua rancangan dan keperluan bentuk tiga dimensi, seperti hasil kajian
Ulrich Neisser (1977), skematik untuk menganalisa dan membentuk image adalah
sama.
Image suatu tempat akan terus diperkaya dan disempurnakan sepanjang terus
dipergunakan (Steinitz 1968). Jika struktur dari suatu tempat telah berubah, image
orang terhadap tempat tersebut juga akan berubah jika orang tersebut terus
mempergunakannya. Hal itu juga dapat berubah jika orang tersebut berbicara
mengenai perubahan lingkungan tetapi akan mengakibatkan dampak yang kecil.
Sering terdapat suatu hal penting yang tertinggal antara perubahan lingkungan
dengan perubahan image, dengan hasil yang dibicarakan mengarah kepada keadaan
masa lalu daripada situasi sekarang.
Image mental terdiri dari beberapa kelompok elemen. Porteous (1977)
menjelaskan:
“Sebuah pusat perbelanjaan, sebagai contoh, tidak hanya dikenal sebagai
daerah yang formal dan berfungsi jelas dari suatu kota, tetapi itu dapat
terlihat sebagai sebuah node, tempat pertemuan dari path, diperjelas oleh edges dan di identifikasi oleh karakteristik landmark.”
Pemetaan kognitif menyerupai kepada susunan dari beberapa ciri khas yang
berhubungan dengan path. Tidak semua dari beberapa elemen sama penting dalam
sebuah kawasan yang khas. Pocock dan Hudson (1978) telah menyusun melalui
di dalam image umum dari beberapa kota. Penelitian ini menguatkan penemuan
Lynch dan memberikan suatu indikasi dari karakter pribadi dari masing-masing kota.
Beberapa kota kaya akan elemen-elemen yang jelas dan kota lainnya minim akan
elemen tersebut, beberapa kota telah meberikan sumbangan yang berarti bagi
kotanya. Satu hal yang paling banyak dimiliki kota secara umum adalah beberapa
edge yang tidak jelas, meskipun Saarinen (1968) menemukan beberapa edges
menjadi penting dalam penelitiannya di Chicago.
Penelitian selanjutnya sangat dibutuhkan untuk menjelaskan mengapa paths,
districts, nodes, landmarks, dan edges menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam
image orang yang mendiami suatu kota, yaitu:
1. Berdasarkan teori Gestalt dinyatakan bahwa persepsi manusia hanya bisa
dimengerti melalui proses holistik. Menurut teori Gestalt, keseluruhan
lebih bermakna daripada penjumlahan bagiannya, yang berarti seseorang
mempersepsikan suatu lingkungan sebagai suatu pola holistik (Holistic
Pattern), termasuk prinsip-prinsip kedekatan (proximity), kesamaan
(similarity), berkelanjutan (continuity), dan pengakhiran (closure).
Hukum Gestalt mengenai organisasi visual yang mana dilakukan untuk
menjelaskan observasi Lynch mengenai pemetaan kognitif. Paths dan
edges adalah elemen yang berkelanjutan (continuity). Districts dapat
dijelaskan dalam bentuk kedekatan (proximity) dan kesamaan (similarity)
dari elemen yang berbeda dengan sekelilingnya. Nodes sulit untuk
dijelaskan dalam pengertian psikologi Gestalt.
2. Christian Norberg-Schultz (1971) telah mengidentifikasi tiga elemen
dasar dalam pemetaan kognitif, yaitu places, paths, dan domain. Places
mengarah kepada Loci, sama dengan nodes dan landmarks yang
dikemukakan Lynch, dimana kegiatan berpengaruh kepada individu yang
mendiami suatu tempat. Paths merupakan elemen yang
berkesinambungan yang membentuk struktur secata keseluruhan,
sedangkan domain merupakan area menyerupai district-nya Lynch, yang
mengandung kesamaan elemen yang tertutup. Domain bertindak sebagai
tempat atau bidang bagi paths dan places. Hubungan antara penjelasan
Norberg-Schultz dan teori Gestalt tidak terlihat sama sekali.
3. David Stea (1969) mengidentifikasi empat ciri khas dasar dalam
pemetaan kognitif, yaitu points, boundaries, paths, dan barriers. Points
disini sama dengan nodes, dan boundaries sama dengan edges, sedangkan
barriers sama dengan edges yang melintasi paths.
Telah jelas semua penelitian mengenai pemetaan kognitif dan orientasi
manusia di dalam lingkungan buatan dimana hukun Gestalt mengenai organisasi
visual menjadi prediksi penting bagi kebutuhan dari sebuah kota atau bangunan yang
Appleyard, 1970 dan Clay, 1973) mungkin menggunakan terminologi yang berbeda
untuk elemen yang mereka identifikasi dan penting dalam menyusun mental dari kota
dan bangunan, tetapi kesimpulan mereka memiliki kesamaan.
2.5 Citra Kota
Teori mengenai citra place sering disebut sebagai milestone, suatu teori penting dalam perancangan kota, karena sejak tahun 1960-an teori citra kota
mengarahkan pandangan perancangan kota ke arah yang memperhatikan pikiran
terhadap kota dari orang yang hidup di dalamnya. Teori-teori berikutnya sangat
dipengaruhi oleh teori tokoh ini. Teori ini diformulasikan oleh Kevin Lynch,seorang
tokoh peneliti kota (Lynch, Kevin. Image of city. Cambridge, 1969). Risetnya
didasarkan pada citra mental jumlah penduduk dari kota tersebut. Dalam risetnya, ia
menemukan betapa pentingnya citra mental itu karena citra yang jelas akan
memberikan banyak hal yang sangat penting bagi masyarakatnya, seperti kemampuan
untuk berorientasi dengan mudah dan cepat disertai perasaan nyaman karena tidak
merasa tersesat, identitas yang kuat terhadap suatu tempat, dan keselarasan hubungan
dengan tempat-tempat yang lain.
Citra kota dapat didefinisikan sebagai berikut:
Kevin Lynch di dalam risetnya meminta para penduduk untuk menjelaskan
kepadanya suatu gambaran mental terhadap kota mereka: Apa yang diingat? Di mana
letaknya di dalam kawasan? Bagaimana rupanya? Kemana saya harus pergi dari
tempat ini ke tempat yang lain? Lynch mengamati dengan baik bahwa rata-rata
berbagai jawaban yang diberikan orang agak sama, dan sering jauh berbeda dengan
realitas di dalam kawasannya. Misalnya, sketsa-sketsa yang dibuat orang dengan tim
peneliti sering jauh berbeda dengan peta kota yang sebenarnya. Ia mengamati bahwa
masalah itu terutama tidak disebabkan oleh ketidakbiasaan orang untuk menggambar
sketsa, melainkan karena kesulitan mereka untuk mengingat keadaan tempatnya.
Lynch mengamati bahwa di beberapa kota dan di berbagai kawasan masalah tersebut
lebih sedikit dialami orang. Di dalam riset ini telah diteliti dari mana perbedaan itu
berasal dan mengapa di berbagai kota orang memiliki gambaran mental yang lebih
kuat terhadap kawasannya daripada ditempat lain. Berdasarkan analisis tersebut,
Lynch (1960) menemukan tiga komponen yang sangat mempengaruhi gambaran
mental orang terhadap suatu kawasan, yaitu:
1. Identitas
“Merupakan obyek atau elemen dalam suatu kota yang mempunyai cirri
khas sebagai jati diri yang dapat membedakan dengan kota lainnya”.
2. Struktur
“Mencakup pola hubungan antara obyek/elemen dengan obyek/elemen
lain dalam kota yang mudah dipahami/dikenali oleh manusia sebagai
3. Makna
“Merupakan pemahaman arti oleh manusia sebagai pengamat, terhadap
dua factor di atas”.
Kevin Lynch mengamati bahwa tiga potensi ini lebih mudah ditemukan di
beberapa kota (misalnya Boston, Amerika Serikat), sedangkan sulit di kota-kota
lainnya (misalnya New Jersey, Amerika Serikat). Jika dibandingkan, perbedaan
masing-masing peta kota tidak begitu besar, tetapi nyatanya kebanyakan orang akan
memakai kriteria-kriteria lain untuk mengingat identitas, struktur, dan arti kawasan
perkotaan daripada peta kota. Kriteria-kriteria umum yang dipakai oleh masyarakat
adalah citra terhadap tempatnya.
Elemen-elemen apakah yang dipakai untuk mengungkapkan citra perkotaan?
Menurut Kevin Lynch, citra kota dapat dibagi dalam lima elemen, yaitu path (jalur),
edge (tepian), district (kawasan), node (simpul), serta landmark (tengeran). Setiap
elemen citra tersebut akan dijelaskan satu demi satu, serta akan diilustrasikan salah
satu contoh keadaannya di dalam satu kota di Indonesia, yaitu Yogyakarta. Oleh
karena istilah dari bahasa Inggris untuk lima elemen tersebut sudah begitu umum
dipakai di dalam konteks bahasa Indonesia, maka istilah-istilah itu akan dipakai
dalam buku ini pula.
1. Path (jalur)
jelas, maka kebanyakan orang meragukan citra kota secara keseluruhan.
Path merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk
melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan
transit, lintasan kereta api, saluran, dan sebagainya. Path mempunyai
identitas yang lebih baik kalau memiliki tujuan yang besar (misalnya ke
stasiun, tugu, alun-alun, dan lain-lain), serta ada penampakan yang kuat
(misalnya fasad, pohon, dan lain-lain), atau ada belokan yang jelas.
2. Edge (tepian)
Edge (tepian) adalah elemen linear yang tidak dipakai/dilihat sebagai
path. Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi
sebagai pemutus linear, misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan
kereta api, topografi, dan sebagainya. Edge lebih bersifat sebagai
referensi daripada misalnya elemen sumbu yang bersifat koordinasi
(linkage). Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada
tempat untuk masuk. Edge merupakan pengakhiran dari sebuah district
atau batasan sebuah district dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas
yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya. Demikian pula
fungsi batasnya harus jelas:membagi atau menyatukan.
3. District (kawasan)
District (kawasan) merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua
dimensi. Sebuah kawasan district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk,
harus mengakhiri atau memulainya. District dalam kota dapat dilihat
sebagai referensi interior maupun eksterior. District mempunyai identitas
yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan
dapat dilihat homogen, serta fungsi dan posisinya jelas (introver/ekstrover
atau berdiri sendiri atau dikaitkan dengan yang lain).
4. Node (simpul)
Node (simpul) merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana
arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau
aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan
terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala makro besar,
pasar, taman, square, dan sebagainya. (Catatan: tidak setiap
persimpangan jalan adalah sebuah node. Yang menentukan adalah citra
place terhadapnya). Node adalah satu tempat dimana orang mempunyai
perasaan masuk dan keluar dalam tempat yang sama. Node mempunyai
identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang jelas
(karena lebih mudah diingat), serta tampilan berbeda dari lingkungannya
(fungsi, bentuk).
5. Landmark (tengeran)
Landmark (tengeran) merupakan titik referensi seperti elemen node,
tetapi orang tidak masuk ke dalamnya karena bisa dilihat dari luar
tinggi, menara, tanda tinggi, tempat ibadah, pohon tinggi, dan sebagainya.
Beberapa landmark letaknya dekat, sedangkan yang lain jauh sampai
diluar kota. Beberapa landmark hanya mempunyai arti di daerah kecil dan
dapat dilihat hanya di daerah itu, sedangkan landmark lain mempunyai
arti untuk keseluruhan kota dan bisa dilihat dari mana-mana. Landmark
adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang untuk
mengorientasikan diri di dalam kota dan membantu orang mengenali
suatu daerah. Landmark mempunyai identitas yang lebih baik jika
bentuknya jelas dan unik dalam lingkungannya, dan ada sekuens dari
beberapa landmark (merasa nyaman dalam orientasi), serta ada perbedaan
skala masing-masing.
2.6 Peranan Citra Kota bagi Kota Baru
Citra kota merupakan kesan fisik yang memberikan ciri khas atau identitas
fisik kepada kota sehingga citra kota yang teridentifikasi merupakan identitas fisik
bagi suatu kota baru. Menurut Lynch (1982) elemen pembentuk citra kota dapat
menstrukturkan identitas kota. Menurutnya semakin nyata atau semakin jelas (secara
visual) penempatan elemen-elemen pembentuk citra kota dalam suatu lingkungan
tersebut maka semakin mudah bagi seseorang untuk mengenal dan mengingat
lingkungan tersebut.
Elemen-elemen tersebut akan menjadi identitas atau ciri khas visual kota
identitas kota ataupun memperkuat identitas kota yang sudah ada. Oleh sebab itu citra
kota dapat membantu kota baru untuk memunculkan identitas (secara fisik) kota dan
membantu dalam hal pemasaran kota.
2.7 Aspek-aspek yang Dipertimbangkan dalam Mengidentifikasi Citra Kota Baru Berdasarkan Persepsi Masyarakat
Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan, maka dalam upaya
mengindentikasikan citra kota dengan menstrukturkan elemen dan faktor pembentuk
citra kota, perlu dipertimbangkan aspek-aspek berikut:
1. Karakteristik Masyarakat
a. Berdasarkan persepsi personal masyarakat kota baru, karakteristik
masyarakat dibedakan antara penghuni dengan pengunjung.
b. Berdasarkan posisi pengamat kota baru, karakteristik penghuni
dibedakan menurut lokasi tempat tinggal didalam kota baru tersebut.
c. Berdasarkan waktu, karakteristik penghuni dibedakan menurut lama
tinggal sedangkan pengunjung dibedakan menurut pengalaman
berkunjung.
2. Kriteria Elemen Pembentuk Citra Kota
Proses pengidentifikasian citra kota baru tidak dapat dilepaskan dari