• Tidak ada hasil yang ditemukan

Legalitas Penggunaan Drone (Pesawat Tanpa Awak) Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Legalitas Penggunaan Drone (Pesawat Tanpa Awak) Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

LEGALITAS PENGGUNAAN DRONE (PESAWAT TANPA AWAK) DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

DEBBY AGUSTIN BR.SITEPU 110200125

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM

FAKUTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEGALITAS PENGGUNAAN DRONE(PESAWAT TANPA AWAK) DALAM PERANG DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER

INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Debby Agustin Br. Sitepu 110200125

DisetujuiOleh :

Ketua Departemen Hukum Internasional

Dr. Chairul Bariah S.H.,M.Hum NIP : 195612101986012001

Pembimbing I Pembimbing II

Arif,S.H., M.H Dr. Jelly Leviza,S.H.,M.Hum NIP: 196403301993031002 NIP : 197308012002121002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

(3)

KATA PENGANTAR

Segalapujibagi Allah SWT, TuhanSemestaAlamyangatasrahmatdan

karuniaNyasayadapatmenyelesaikanpenulisanpenelitianinidenganbaikdanShalawa

tdan Salam kepadaRasulullah SAW yang

telahmembawaumatinidarizamankebodohanmenujuzaman yang

terangdenganilmudan Islam.

Penulisanpenelitianberjudul

“LEGALITAS PENGGUNAAN DRONE (PESAWAT TANPA

AWAK)DALAM PERANG DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL”

adalahgunamemenuhipersyaratanmencapaigelarSarjanaHukum di FakultasHukum

USU.

Sayamengucapkanterimakasihkepada:

1. BapakProf.Dr. RuntungSitepu, SH,M.HumselakuDekanFakultasHukum

USU Medan

2. Bapak Prof. BudimanGintingselakuPembantuDekan I

3. BapakSyarifuddin, SH,M.H,D.F.M. selakuPembantuDekan II

4. Bapak Prof. OK Saidin, SH,M.HumselakuPembantuDekan III

5. IbuChairulBariah,SH.,M. Hum

selakuKetuaDepartemenHukumInternasional

6. Bapak Arif, SH,M.Hum selakuDosenPembimbing I

7. Bapak Dr. Jelly Leviza,SH,M.HumselakuDosenPembimbing II yang

(4)

8. BapakAzwarMahyuzar,SH sekaluDosenWali

9. Kepadakedua orang tuasayaBpk. Surya Dharma SitepudanNy.

AfrietaZahira yang telahmemberikansayasemangatsertanasihat

sehinggadapat membuatsayamenyelesaikanpenelitianini

10.KepadakakaksepupusayaDesy Amanda Sitepu, Spd

11.KepadabibisayaNy.

SriyaniSiteputerimakasihataspijitannyaselamasayamenulispenelitianini

12.KepadakilasayaBpk. ZulkarnainSitepu yang

memberisayanasihatkepadasaya agar menjadianak yang dapat

membanggakan orang tua

13.KepadaRaden Puja KiranaSitepuselakupundasaya yang

telahmemberikansayabanyakkemudahandalammenyelesaikanpenulisanpen

elitianinibaiksecara moral maupunfinansial

14.Kepadaom yang selalusaya segani Firdaus Alma

15.Kepada om-om sayaSerma. DidiMawardidan, Erwin Tarigan, SH yang

telahmembantusayadalammencaribahanpenulisanini.

16.KepadaomJuniSurbakti, SH dan staff bagiantatausaha FH USU yang

telahmemberikansemangatmenyelesaikanpenulisanini

17.KepadapaktuasayaMinolaSebayang,SH yang

telahmemberikansayamasukan-masukanuntukmasadepansayakedepan

18.Kepadateman-temanterbaiksayaselama di FakultasHukum USU

yaituNurul Huda Pangaribuan (Uul), WirdaRizky Lestari (Wiwir),

GraciaFebriyantiTambun (Chia), SamithaAdimas (Mitha) yang

(5)

19.Kepadateman-temanterdekatsaya di FakultasHukum USU yaituDesita,

Vincent, Fadel, Hizkia, Algrant, Isaac, Suwito, Dheo, Ka Wanda, Ka

Nanda, KaNetthie, Ka Mila

20.KepadatemansayaYudi, Denni, Thomas, Richard, Rinaldi, Putri, Nova,

Ali, Timothy dll yang tidakbisasayasebutkansatupersatunamaya

21.Kepadateman-teman ILSA yang

tidakbisasayasebutkannamanyasatu-persatu, terimakasihatasdukungan

22.Seluruhpihak yang membantusayaselamaini,

maaftidakbisadisebutkansatupersatu. Terimakasihdukungannyaselamaini

Sayamenyadaripenulisanpenelitianinimasihjauhdarikesempurnaan,

untukitusayamenerimasegalaperbaikansebagaimasukan yang membangun.

Sayamengucapkanterimakasihkepadaseluruhdukungandanperhatian yang

diterimaselamaini, semogapenelitianinibermanfaat

Medan, 10 April 2015

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

ABSTRAK... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 22

C. TujuandanManfaat Penelitian... 22

D. Keaslian Penulisan... 23

E. Tinjauan Kepustakaan... 23

F. Metode Penelitian... 25

G. Sistematika Penulisan... 26

BAB II PENGATURAN DAN PENGGUNAAN SENJATA DALAM PERANG MENURUT HUKUM HUMANITER A. PengertianUmum Senjata... 28

B. Pengaturanalat-alat/ senjata dalam perangHukumHumaniter……. 32

C. PenggunaanSenjata yang dilarangdalamPerangmenurut HukumHumaniter... 46

(7)

A. Pengertian Drone danSejarahpenggunaan Drone

dalam Perang... 67

B. AlasanPenggunaan Drone dalamPerangsertaDampak

Buruk penggunaannya... 74

C. LegalitasPenggunaan Drone dalamPerangditinjaudari

Hukum Humaniter... 82

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA

DAMAI DAN MEKANISME PELAKSANAAN

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

A. PenyelesaianSengketa Internasional Secara Damai Menurut

Hukum Humanier... 95

B. Pelaksanaan Penegakkan Hukum Humaniter... 105

C. SanksiPelanggaranHukumHumaniterInternasional... 116

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 124

B. Saran... 127

(8)

ABSTRAKSI

Mahasiswi Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Unuversitas Sumatera Utara

**

Pembimbing I dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***

Pembimbing II dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Padadasarnyaperangdankonflikbersenjatatidakasinglagidansudahmerupakanhal

atausenjata yang diperbolehkanmaupun yang dilarangdalamperang. Hal tersebutdenganmaksudmengurangipenderitaan yang tidakperlubagi orang yang termasukdalamkombatan maupun non kombatan .Ataspernyaantersebut

timbulpertanyaanmengenaibagaimanapenggunaansenjatadalamperangmenuruthukum

humaniterinternasional?Bagaimanalegalitaspenggunaan drone dalamperangmenuruthukumhumaniterinternasional ? Dan bagaimana pula

sanksipelanggaranhukumhumaniterinternasional ?

(9)

ABSTRAKSI

Mahasiswi Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Unuversitas Sumatera Utara

**

Pembimbing I dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***

Pembimbing II dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Padadasarnyaperangdankonflikbersenjatatidakasinglagidansudahmerupakanhal

atausenjata yang diperbolehkanmaupun yang dilarangdalamperang. Hal tersebutdenganmaksudmengurangipenderitaan yang tidakperlubagi orang yang termasukdalamkombatan maupun non kombatan .Ataspernyaantersebut

timbulpertanyaanmengenaibagaimanapenggunaansenjatadalamperangmenuruthukum

humaniterinternasional?Bagaimanalegalitaspenggunaan drone dalamperangmenuruthukumhumaniterinternasional ? Dan bagaimana pula

sanksipelanggaranhukumhumaniterinternasional ?

(10)

Banyaknya contoh penggunaan drone (pesawat tanpa awak ini) dalam perang yang mengakibatkan banyaknya korban, seharunya dibuat pengaturan mengenai pelegalitasan penggunaan drone dalam perang tersebut.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya perang dan konflik bersenjata tidak asing lagi dan sudah

merupakan hal yang biasa bagi peradaban manusia. Perang menjadi tidak asing lagi

bagi manusia hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sangat panjang sama

halnya dengan peradaban manusia. Hal tersebut dapat dilihat dari kalimat “Armed

conflict is as old as humankind itself.†

S ejarah kehidupan politik manusia, peristiwa yang banyak dicatat adalah

perang dan damai.Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema utama dalam literatur

politik juga hubungan hukum internasional berkisar antara dua macam interaksi

tersebut.Ungkapan bahwa peace to be merely a respite between war menunjukan

situasi perang dan damai terus silih berganti dalam interaksi manusia.

Hal ini menunjukan bahwa perang ada

selama manusia ada.Adanya perbedaan dan pendapat inilah yang menjadi salah satu

pemicu terjadinya perang dan konflik bersenjata. Oleh karena itu selama masih ada

perbedaan maka perang dan konflik akan tetap ada.

“War and International Humanitarian Law”, dimuat dalam http://www.icrc.org/eng/war- and-law/overview-war-and-law.htm , diakses pada 5 Maret 2015 pukul 08.00 WIB

Ambarwati, dkk., Hukum Humanite Internasional dalam Studi Hubungan Internasional,

(11)

Perang tidak akan pernah terelakan, pendapat ini dibuktikan dari beberapa studi

yang menyebutkan bahwa manusia memiliki naluri untuk melukai dan atau

menyerang.§

Secara definitif perang adalah suatu kondisi tertinggi dari bentuk konflik antar

manusia.Studi Hubungan Internasional perang secara tradisional adalah penggunaan

kekerasan yang terorganisasi oleh unit-unit politik dalam sistem internasional. Perang

akan terjadi apabila negara-negara dalam situasi konflik dan saling bertentangan

merasa bahwa tujuan-tujuan eksklusif mereka tidak bisa dicapai, kecuali melalui

cara-cara kekerasan.**

Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit) adalah kondisi

permusuhan denganmenggunakan kekerasan antara dua atau lebih kelompok manusia

untuk melakukan dominasi diwilayah yang dipertentangkan.††

1. Perbedaan ideologi

Perang secara purba

dimaknai sebagai pertikaian bersenjata. Era modern perang lebih mengarah pada

superioritas teknologi dan industri. Hal ini tercermin dari doktrin angkatan perang

yang menyebutkan bahwa :“Barangsiapa menguasai ketinggian maka menguasai

dunia”. Hal ini menunjukan bahwa penguasaan ketinggian harus dicapai oleh

teknologi.

Penyebab terjadinya perang antara lain :

2. Keinginan untuk memperluas kekuasaannya

§

Ambarwati, dkk, Ibid, hlm 4

**

Graham Evans and Jeffrey Newham, The Penguin Dictionary of International Relations,

London: Penguin Books, 1998, hlm. 565

††

(12)

3. Perbedaan kepentingan

4. Perampasan sumber daya alam

Hal-hal tersebut yang menjadi faktor mereka berperang.Namun pada saat

masuknya ajaran Romawi alasan manusia untuk berperang kian bertambah dan serta

merta menciptakan metode-metode perang yang baru dimana menyangkut aturan

yang sudah menjadi kebiasaan pada saat berperang.

Perang dianggap sebagai kontak bersenjata yang melibatkan dua negara atau

lebih, maka ada beberapa kecenderungan perang yang terjadi, antara lain:

Pertama, keengganan negara-negara untuk mendeklarasikan perang secara

terbuka terhadap pihak yang dianggap musuh.Keterlibatan suatu negara secara

diam-diam dalam suatu perang semakin meningkat pada masa Perang Dingin.Amerika

Serikat dan Uni Soviet terbukti melakukan tindakan terselubung (convert action)

dalam konflik-konflik di Nikaragua, Afganistan, konflik Israel-Palestina.‡‡

Keempat, situasi perang menjadi sangat berbeda dengan berkembangnya

teknologi komunikasi dan transportasi.Ketika situasi perang bisa disiarkan ke seluruh Kedua, berkembangnya senjata-senjata penghancur massal (mass destructions

weapons/WMD).Senjata nuklir salah satu bagian dari jenis WMD telah menjadi bagian dari strategi perang.

Ketiga, semakin banyaknya aktor-aktor non-negara yang muncul dan terlibat

dalam perang-perang domestik maupun perang internasional.

‡‡

(13)

dunia melalui satelit yang ditayangkan ke seluruh dunua, opini masyarakat

internasional menjadi bagian pentingdalam strategi perang.

Perang tidak dapat dihindari maka terbentuklah peraturan hukum yang mencoba

mengatur perang dengan melihat dan melandaskan prinsip-prinsip kemanusiaan maka

terbentuklah hukum Humaniter Internasional.§§

1. Jus as bellum, yaitu hukum tentang perang, yaitu hukum yang mengatur tentang perang yang berkaitan dengan legitimasi mengenai penggunaan alat-alat

tertentu angkatan bersenjata

Pada umumnya aturan tentang perang itu termuat dalam tingkah laku, moral

dan agama.Peradaban bangsa Romawi dikenal konsep Perang Adil (just

war).Kelompok orang tertentu ini meliputi penduduk sipil, anak-anak perempuan, kombatan yang meletakkan senjata dan tawanan perang.

Mochtar Kusumaatmadja memberikan pembagian hukum perang yaitu sebagai

berikut :

***

§§

Kalimat tersebut didukung dengan kutipan kalimat “There have always been customary practices in war, but only in the last 150 years have States made international rules to limit the effects of armed conflict for humanitarian reason.” yang dimuat dalam “ War and International Humanitarian Law”, http://www.icrc.org/eng/war-and-law/overview-war-and-law.html, diakses pada5 Maret 2015 pukul 08.52 WIB”

***

Haryomataram, Pengaantar Hukum Humaniter, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm 6

hanya diizinkan dalam kaitan dengan pasal 51

Piagam PBB sebagai suatu pengecualian terhadap larangan umum atas

penggunaan aat-alat tertentu oleh angkatan bersenjata yang termuat dalam Pasal

(14)

2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang†††

Jus in bello sendiri memiliki 2 asas yang konvensional, digolongkan sebagai “Hukum Jenewa” dan “Hukum Den Haaq”.

berisi syarat-syarat

yang harus dipatuhi dan harus ditekankan lagi rezim yang terlibat dalam

persengketaan senjata. Syarat-syarat ini keseluruhnnya harus dilaksanakan

dengan ketaatan tanpa pandang bulu oleh para pihak yang bersengketa.

Hukum ini dibagi menjadi 2 (dua) lagi yaitu‡‡‡

1. Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of war) dan

menentukan hak dan kewajiban negara-negara yang berperang tentang perilaku

pada waktu operasi militer dan membatasi alat yang digunakan untuk

menyerang musuh yang biasa disebut Hukum Den Haaq :

§§§

2. Hukum yang mengatur perlindungan personil militer yang tidak dapat lagi

terlibat dalam pertempuran dan orang-orang yang tidak aktif dalam permusuhan

dengan penduduk sipil dan orang-orang yang menjadi korban perang yang biasa

disebut Hukum Jenewa****

Perhatian hukum internasional bagi perlindungan hukum individu untuk waktu

yang lama hampir semata-mata dipusatkan pada perlakuan yang harus diberikan

negara kepada warganegara lain yang berada dalam yurisdiksi hukum

internasionalnya. Menurut hukum internasional, negara dimana seseorang

†††

Ibid, hlm 6-7

‡‡‡

Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta,1944, hlm 4

§§§

Haryomataram, Pengaantar Hukum Humaniter, Ibid, hlm 7

****

(15)

warganegara asing berada harus diberikan apa yang dimaksud standar minimum,

yang mengandung batas minimum dari hak-hak pribadi dan perlindungan hukum.

Hukum Humaniter merupakan cabang Hukum Internasional publik dan

merupakan hukum baru sehingga istilah tersebut masih banyak orang yang belum

mengenalnya.

Pengertian Hukum Humaniter Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja

adalah bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban

perang, berlainan dengan hukum yang mengatur perang itu sendiri.††††

Sementara itu Esbojrn Rosenbland melihat hukum humaniter internasional

dengan melihat pada pembedannya yaitu

Batasan

Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur ketentuan yang memberikan

perlindungan terhadap korban perang yang berbeda dengan hukum perang yang

mengatur tentang perang tersebut.

‡‡‡‡

a. The Law of Armed Conflict, yang berkaitan dengan : :

1. Mulai dan berakhir perang

2. Pendudukan wilayah lawan

3. Hubungan antara para pihak yang bertikai dengan negara yang netral

b. Law of Lawfare yang mencakupi :

1. Metoda dan sarana perang

2. Status kombatan

3. Perlindungan terhadap yang sakit, tawanan perang dan orang sipil

††††

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia,1980, hlm 5.

‡‡‡‡

(16)

Hukum humaniter internasional adalah bagian dari hukum tentang konflik

bersenjata yang mempunyai kepedulian terhadap perlindungan korban dari konflik

bersenjata yaitu mereka yang karena sesuatu terluka, sakit atau terperangkap dan juga

orang-orang sipil (orang yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata) sebagai akibat

hors de combat.Hukum ini dibangun dari pemikiran bahwa lingkup dari suatu aksi militer adalah tidak dapat dibatasi dan mereka yang tergolong non-kombatan (orang

yang tidak ikut berperang) dimasing-masing pihak yang bersengketa berhak untuk

mendapat perlindungan dan perlakuan mengenai kepedulian terhadap nilai

kemanusiaan yang tidak memihak, mereka wajib dipelihara dan dirawat, mereka tidak

boleh dijadikan sasaran dalam kekerasan konflik. Prinsip ini sangat mudah dapat

dinyatakan namun untuk diwujudkan sebagai norma-norma legal yang masuk akal

dan mampu dilaksanakan dalam keadaan yang ekstrim dalam suatu konflik bersenjata

inilah yang merupakan salah satu masalah utama dalam wilayah hukum untuk dapat

dikembangkan.

Tujuan Hukum Humaniter Internasional ada beberapa yaitu§§§§

1. Melindungi baik kombatan (ikut aktif dalam permusuhan) maupun non

kombatan dari penderitaan yang tidak perlu

2. Menjamin hak-hak asasi tertentu dari orang yang jatuh ke tangan musuh

3. Memungkinkan kembalinya perdamaian

4. Membatasi kekuasaan pihak yang berperang

Hukum Humaniter Internasional awalnya tumbuh dari Laws of War yang

kemudian berkembang menjadi Hukum Sengketa Bersenjata dan akhirnya dikenal

§§§§

(17)

dengan Hukum Humaniter. Hal tersebut dikarenakan orang tidak menyenangi

tercantumnya kata war (perang) sebagai akibat timbulnya korban manusia yang

begitu besar selama Perang Dunia Kedua.Hukum perang sebagian besar dapat

ditemukan dalam berbagai Treaties dan Convention.Mengingat banyaknya

Convention ada beberapa yang penting yaitu*****

1. Declaration of Paris, 1856, yang mengatur perang di laut :

2. Red Cross Convention, 1864, yang memperbaiki kondisi prajurit yang luka-luka dimedan pertempuran.

Konvensi selanjutnya yang dihasilkan dalam Konferensi Perdamaian di Den

Haaq tahun 1907 yaitu sebagai berikut†††††

1. Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa Internasional dengan cara Damai

(Konvensi I)

2. Konvensi mengenai cara mengawali permusuhan (Konvensi II)

3. Konvensi mengenai hukum dan kebiasaan peperangan di darat (Konvensi IV)

Konvensi ini sangat penting karena mengatur segi dari peperangan di darat.

Konvensi ini mempunyai suatu annex yang dikenal dengan namaHaque

Regulation.

4. Konvensi mengenai hak dan kewajiban Negara dan orang netral dalam perang

didarat (Konvensi V)

*****

Ibid, hlm 7

†††††

(18)

Konvensi VI sampai dengan Konvensi XII pada umumnya mengatur masalah

kapal, kapal perang.Jadi, konvensi tersebut membahas permasalahan yang

menyangkut perang dilaut.

Ada beberapa konvensi yang secara khusus melarang pemakaian senjata

tertentu, misalnya‡‡‡‡‡

a. Declaration of St. Petersburg, 1868 (Declaration Renouncing the use in war of certain explosive projectiles), yang melarang any projectile of less weight than four hundred grammes, which is explosive

:

b. Declaration the Haque IV, 2-1899 (Prohibition of expending bullets (dum-dum) c. Declaration the Haque IV, 3-1907 (Prohibiting use of gases)

d. Declaration the Haque XIV-1907 (Prohibiting discharge of projektiles and explosive from ballons)

e. Protocol Jenewa, 1925 (Protocol for the prohibition of poisonous gases and bacteriological method of war fare)

Konvensi Jenewa 1949 merupakan konvensi yang penerimaanya paling luas

karena seluruh dunia menjadi pihak yang terikat dalam konvensi ini. Konferensi

internasional di Jenewa yang merupakan realisasi dari gagasan Henry Dunant§§§§§,

‡‡‡‡‡

Ibid, hlm 8 §§§§§

Hendry Dunant adalah salah satu pendiri ICRC (International Committee of the Red Cross) dimana dalam bukunya “A Memory of Solferino” ia menggambarkan pengalamannya menyaksikan penderitaan para tentara yang menjadi korban dan tidak memperoleh pertolongan di medan perang Solferino. Hal ini yang menjadi awal pembentukan Konvensi Jenewa.

(19)

Jenewa 1949 Tentang Perlindungan Korban Perang (International Convention for the

Protection of Victims of War) yang berjumlah empat yaitu******

1. Konvensi untuk perbaikan keadaan yang luka dan sakit dalam angkatan perang

dimedan pertempuran darat

:

2. Konvensi perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang luka, sakit,

dan korban karam

3. Konvensi tentang perlakuan terhadap tawanan perang

4. Konvensi tentang perlindungan orang sipil di waktu perang

Pada tahun 1977 telah disepakati dua protokol yaitu Protocol additional to the

Geneva Convention 1949.Kedua protokol itu berjudul††††††

1. Protocol I :Protocol relating to the protection of victims of International Armed Conflict

:

2. Protocol II :Protocol relating to the protection of victims of Non-International Armed Conflict

Konvensi selanjutnya dihasilkan dalam tahun 1980. Konvensi tersebut

mempunyai judul Convention on prohibitions or restrictions on the use of certain

conventional weapons, which may be deem to be excessively injurious or to have indiscriminate effect.‡‡‡‡‡‡

Konvensi tersebut disertai dengan tiga protokol yaitu§§§§§§

(20)

2. Protocol II = Protocol on prohibitions or restrictions on the use of mines, booby trap and other device

3. Protocol III = Protocol or prohibitions or restrictions on the use of incendiary weapons

Perang Dunia Pertama ternyata membawa kesengsaraan yang luar biasa pada

umat manusia.Berjuta-juta orang baik militer maupun sipil, menjadi korban.Kerugian

yang berwujud harta kekayaan sangat sulit dihitung, maka tidaklah mengherankan

apabila umat manusia berusaha sekuat-kuatnya menghapuskan perang ataupun

memperkecil kemungkinan terjadinya perang. Telah dilakukan upaya-upaya untuk

menghindari perang antara lain*******

a. Pembentukan Leaque of Nations (Liga Bangsa-Bangsa), dimana para negara

anggotanya sepakat untuk menghindari memilih perang bilamana mereka

terlibat dalam suatu perselisihan dan menjamin perdamaian serta keamanan.

Selanjutnya pada Pasal 12 Piagam tersebut menentukan bahwa negara-negara

peserta sepakat aapabila ada kemungkinan timbulnya perselisihan mereka akan

mengusahakan penyelesaian melalui jalur arbitrase, judicial settlement, dan

tidak akan memulai perang sebelum lewat tiga bulan setelah keputusan arbiter

atau keputusan hukum diterima. :

b. Pembentukan Pakta Kellog-Briand (Kellog Briand Pact) yang dikenal sebagai

Paris Pact 1928, dimana para anggota pakta tersebut menolak mengakui perang sebagai suatu penyelesaian politik dan memilih mengambil jalan damai

bilamana ada pertentangan diantara para anggotanya. Perjanjian ini

*******

(21)

ditandatangani oleh Jerman, Amerika Serikat, Belgia, Inggris, Prancis, Italia,

Jepang, Polandia dan Ceska. Di dalam preambul dinyatakan bahwa mereka

menolak atau tidak mengakui perang sebagai alat politik nasional, dan mereka

sepakat akan mengubah hubungan antara mereka hanya dengan damai.

Pernyataan tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 1 dan 2.†††††††

Menurut ahli, Kellog-Briand Pact tidak menghapus perang. Lauterpcht

berpendapat bahwa the effect of the Pact is not abolish, even for its signatories the

intitutions of war. Sarjana lain yaitu Kunz mengatakan bahwa

The Pact of Paris doesn’t outlaw or abolish war: It only contains a renunciation of war as an instrument of national policy a phrase which never has been interpreted satisfactorily.‡‡‡‡‡‡‡

Suasana antiperang ini mempunyai dampak pada beberapa bidang.Salah satu

diantaranya adalah hukum perang.Orang tidak menginginkam adanya perang, istilah

perang sejauh mungkin dihindari.Hal tersebut yang membuat istilah perang juga tidak

disukai dan akibatnya adalah ditinggalkannya usaha untuk mempelajari dan

menyempurnakan perang.§§§§§§§

Bidang lain suasana tersebut juga berpengaruh besar. Meskipun pada waktu

terjadi berbagai pertikaian bersenjata yang dilihat dari segi militer sudah pantas

†††††††

Pasal 1

The High Contracting Parties solemnly declare, in the names of their respective peoples, that they condemn recourse to war for the solution of international cobtroversies and renounce it as an instrument of national policy in their relations with one another

Pasal 2

The High Contracting Parties agree with the settlement or solution of all dispute or conflict, of whatever nature or whatever origin they may be, which arise among them, shall never be sought exceptby pasific means

‡‡‡‡‡‡‡

Joseph Kunz,1968:845 §§§§§§§

(22)

disebut perang, namun pihak yang bertikai tidak mau menyebutnya dengan perang

karena mereka takut di cap sebagai agresor.

Mereka yang menentang pengkajian hukum perang mengajukan alasan berbagai

alasan berikut ini.********

1. Hukum perang tidak mungkin disusun sebab perang tidak dapat diatur, perang

hanya dapat ditiadakan

2. Hukum orang tidak perlu ada karena ada praktik pasti akan dilanggar

3. Perang sudah ditiadakan. Hukum perang sudah tiada lagi

4. Perang sudah dinyatakan bertentangan dengan hukum (outlawed), pembahasan

hukum perang tidak logis, dan seolah-olah kita tidak percaya kepada kamajuan

yang telah dicapai dalam usaha untuk menghapus perang.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian perang dan

hukum perang tidak disukai lagi.Dan pada saat itu muncul istilah baru yaitu Laws of

Armed Conflict.Istilah armed conflict sebagai pengganti war banyak dipakai, baik

dalam konsepsi-konsepsi internasional maupun dalam resolusi-resolusi.††††††††

********

Ibid, hlm 13

††††††††

Ibid, hlm 14

Dalam

Geneva Conventions 1949, artikel 2 disebutkan sebagai berikut

(23)

Penggantian atau perubahan istilah ini memberikan beberapa keuntungan yaitu

sebagai berikut‡‡‡‡‡‡‡‡

1. Secara psikologis, dengan perubahan itu kata perang atau hukum perang yang

tidak disukai lagi telah dihapus

2. Ruang lingkup berlakunya hukum tersebut sangat diperluas, karena hukum

tersebut berlaku baik apabila pecah perang, atau terjadi suatu pertiakaian

bersenjata.

Demikian istilah laws of war atau hukum perang berubah menjadi laws of

armed conflict atau hukum pertikaian senjata. Pada permulaan abad ke-20 hukum perang berusaha untuk mengatur cara berperang. Salah satu konvensi yang sangat

terkenal pada waktu itu ialah Haque Convention IV, dengan Annexnya yang terkenal

berjudul Regulation respecting the laws and customs of war on land. Annex ini

biasanya disebut Haque Regulation yang berusaha mengatur perang.§§§§§§§§

Sesudah Perang Dunia Kedua usaha untuk mengatur tentang perang terdesak

oleh suatu usaha untuk melindungi orang dari kekejaman perang.Pada penyusunan

konsepsi-konsepsi berikut asas perikemanusiaan mempunyai pengaruh yang sangat

besar. Besarnya pengaruh tersebut dapat dilihat dari resolusi-resolusi PBB, berikut

contohnya*********

1. Resolusi Majelis Umum No. 2444 tahun 1968, Majelis mengakui perlunya

menerapkan asas-asas humaniter dalam semua pertikaian bersenjata. Adanya :

‡‡‡‡‡‡‡‡

Ibid, hlm 15 ` §§§§§§§§Ibid, hlm 15-16

*********

(24)

resolusi ini diakui bahwa asas kemanusiaan itu harus dihormati baik dalam

waktu damai maupun apabila timbul pertikaian senjata

2. Sidang tahun 1969, Majelis Umum mencantumkan dalam agendanya sebagai

salah satu topik, yaitu Respect for Human Right in Armed Conflict.

3. Resolusi no. 2675 tahun 1970

Recalling further its Resolution 2444 (XXIII) of 19th

Fundamental human rights, as accepted in international law and laid down in international instruments, continue to apply fully in situation of armed conflicts†††††††††

December 1968, on respect for human rights in armed conflict, bearing in mind the need for measures to ensure the better protection for human rights in armed conflict in all types, Dan selanjutnya dinyatakan sebagai berikut

Mengenai pendapat para ahli dapat dikemukakan beberapa contoh berikut

ini‡‡‡‡‡‡‡‡‡

1. Rosenbland menyatakan : “this humanitarian approach has turned out to be

highly essensial when drafting new treaty rules applicable in future armed conflict.”§§§§§§§§§

2. Mengenai hal ini, Starke mengemukakan bahwa salah satu perkembangan yang

menonjol dalam dasawarsa terakhir ini adalah : “the importation of human

rights rules standart into the law of armed conflict.”**********

†††††††††

Mushtaq Hussein, 1977 hal 11-12

(25)

Berkaitan dengan itu maka tidak heran apabila istilah laws of armed conflict

juga mengalami perubahan. Beberapa resolusi dan konferensi ditampilkaan istilah

baru, yaitu International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict

Pada tahun 1971 diadakan suatu Conference of Government Expert on the

Reaffirmation and Development of International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict. Tahun 1974, 1975, 1976, 1977 diadakan konferensi yang nama resminya adalah Diplomatic Conference on theReaffirmation and Development of

International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict. Istilah ini dianggap terlalu panjang sehingga sering disingkat menjadi International Humanitarian Law.

Istilah yang dianggap singkat ini di dalam bahasa Indonesia biasanya disingkat lagi

menjadi Hukum Humaniter.††††††††††

Asas Hukum Humaniter Internasional adalah‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

a) Asas Kepentingan Militer

Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa diperbolehkan atau

dibenarkan menggunakan kekerasaan untuk menundukkan lawan demi

tercapainya tujuan dan keberhasilan perang. Asas ini dalam pelaksaannya sering

pula dijabarkan dengan adanya penerapan prisip-prinsip sebagai berikut :

1. Prinsip pembatasan (Limitation Principle) adalah suatu prinsip yang

menghendaki adanya pembatasan terhadap sarana atau alat serta cara atau

metode berperang yang dilakukan pihak yang bersengketa.

††††††††††

Ibid, hlm 18

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

(26)

2. Prinsip proporsionalitas (Proportionality Principle) yang menyatakan

bahwa kerusakan yang akan diderita oleh penduduk sipil atau objek sipil

harus proporsional sifatnya

b) Asas Keperikemanusiaan (Humanity)

Menurut asas ini pihak yang bersengketa harus memperhatikan

perikemanusiaan, dimana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang

dapat menimbulkan luka berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu.

c) Asas Kesatriaan (Chivalry)

Berdasarkan asas ini bahwa dalam perang, kejujuran harus

diutamakan.Pengaturan alat-alat yang tidak terhormat, berbagai tipu daya dan

muslihat dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang.

d) Prinsip Pembeda (distinction principle)

Suatu prinsip yang membedakan atau membagi penduduk dari suatu negara

yang sedang berperang atau sedang terlibat dalam konflik bersenjata kedalam

dua golongan yaitu kombatan dan penduduk sipil (civilian).Kombatan adalah

golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan

(hostilities), sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang tidak

turut serta dalam permusuhan.Perlunya prinsip pembeda ini adalah untuk

mengetahui mana yang boleh dijadikan sasaran atau objek kekerasaan dan mana

(27)

ini memerlukann penjabaran lebih jauh lagi dalam sebuah asas pelaksanaan

(principles of application) yaitu :

a. Pihak-pihak yang bersengketa setiap saat harus bisa membedakan antara

kombatan dan penduduk sipil untuk menyelamatkan penduduk sipil dan

objek-objek sipil

b. Penduduk sipil tidak boleh dijadikan objek serangan walaupun untuk

membalas serangan

c. Tindakan maupun ancaman yang bertujuan untuk menyebarkan teror

terhadap penduduk sipil dilarang

d. Pihak yang bersengketa harus mengambil langkah pencegahan yang

memungkinkan untuk menyelamatkan penduduk sipil atau setidaknya

untuk menekan kerugian atau kerusakan yang tidak sengaja menjadi kecil

e. Hanya angkatan bersenjata yang berhak menyerang dan menahan musuh

f. Rule of Engagement (ROE)

Situasi sengketa bersenjata pihak lawan diperbolehkan untuk menggunakan

berbagai strategi untuk menundukkaan lawannya supaya kemenangan berada

dipihaknya.Tetapi harus memperhatikan asas perikemanusiaan dan asas kesatriaan

yaitu perang harus dilaksanakan dengan jujur dan harus memperhatikan aspek

kemanusiaan.

Perkembangannya, Hukum Humaniter Internasional banyak memberikan

konstribusi untuk adanya perang yang manusiawi.Perang yang menjunjung tinggi

prinsip kemanusiaan dan hak asasi setiap manusia untuk dilindungi.Hal ini

(28)

Hukum Internasioanal lainnya untuk mencegah terjadinya perang yang lebih besar

karena dengan adanya kemajuan zaman memberikan konstibusi yang sangat besar

terhadap besarnya dampak perang yang terjadi yang dihasilkan oleh penggunaan

senjata yang terus diperbaharui.

Semenjak diadopsinya Konvensi-konvensi Jenewa 1949, umat manusia

mengalami konflik bersenjata dalam jumlah yang sangat

mencemaskan.Konflik-konflik bersenjata ini terjadi hampir disetiap belahan dunia. Keempat Konvensi

Jenewa 1949 beserta Kedua Protokol Tambahan 1977 menyediakan perlindungan

hukum bagi orang-orang yang tidak maupun yang tidak lagi ikut serta langsung

dalam permusuhan dan perselisihan (yaitu korban sakit, luka, korban karam, orang

yang ditahan sehubungan dengan konflik bersenjata dan orang-orang sipil). Meskipun

demikian, masih banyak sekali pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian

internasional tersebut, sehingga timbul penderitaan dan korban tewas yang mungkin

dapat dihindari seandainya Hukum Humaniter Internasional lebih dihormati.

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, manusia berusaha

menciptakan dan mengembangkan alat-alat pembunuh. Mulai dari alat-alat yang

berupa kayu, hingga yang jauh lebih canggih seperti sekarang ini misalnya semjata

api, senjata biologis, senjata kimia dll. Penerapannya dapat dilihat dalam Perang Salib

I dan II dimana perlindungan terhadap tawanan perang sudah menjadi kebiasaan juga

berusaha mngembangkan senjata-senjata yang mampu membunuh secara masal

contohnya Trebuchet atau yang lebih dikenal sebagai alteri kuno abad pertengahan

yang digunakan untuk mengantam kota-kota negara yang berperang bahkan negara

(29)

Penggunaan senjata-senjata tersebut juga digunakan untuk menjatuhkan mental

tentara musuh, hal tersebut terus berkembang pada sampai saat ini, dimana

perlombaan senjata yang digunakan untuk menjatuhkan mental tentara musuh.Ada

dan dibuatnya suatu hukum perang untuk menjaga agar jatuhnya korban tidak banyak

dalam perang.Saat itu telah ada hukum perang dan saat itu sudah diatur dalam Hukum

Humaniter Internasional dan Statuta Roma.

Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau yang lebih dikenal dengan Drone merupakan kendaraan udara tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh oleh

manusia sebagai pilotnya atau melalui program yang telah ditentukan§§§§§§§§§§.

§§§§§§§§§§

Diakses dari

Penggunaan drone (pesawat tanpa awak) dalam konflik bersenjata telah

meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun belakangan ini. Menimbulkan

perhatian terhadap isu kemanusiaan, hukum dan lainnya. Drone adalah sebuah mesin

terbang atau pesawat yang berfungsi dengan dikendalikan jarak jauh oleh pilot atau

mampu mengendalikan dirinya sendiri, menggunakan aerodinamikaa untuk

mengangkat dirinya, bisa digunakan kembali dan mampu membawa muatan baik

senjata maupun muatan lainnya.

Salah satu fungsi dan kegunaan dari drone adalah sebagai senjata dalam perang.

Secara umum drone terbagi menjadi dua yaitu untuk pengintaian/ pengawasan dan

untuk tujuan militer. Kemudian dipersenjatai dan bisa digunakan untuk meluncurkan

misil dan bom.

(30)

Seiring berkembangnya pemanfaatan drone tidak hanya terbatas pada hal

militer saja, namun kini juga sudah digunakan untuk berbagai kebutuhan yang lebih

beragam.

Drone pertama kali digunakan sebagai senjata dalam perang adalah pada tahun

1912 sampai dengan tahun 1913 yang sering disebut juga dengan Perang Balkan.

Perang Balkan adalah suatu rangkaian pertempuran yang berlangsung pada tahun 8

Oktober 1912 sampai dengan 18 Mei 1913 antara Liga Balkan

(Serbia,Montenegro,Yunani dan Bulgari) melawan Kekaisaran Ottoman Turki.

Setelah itu diikuti pada Perang Dunia Kedua.

Penggunaan drone semakin meningkat secara drastis pada saat terjadi pertikaian

di Afganistan, Irak, dan Pakistan oleh Amerika.Meski memiliki beberapa keunggulan

dalam penggunaanya, penggunaan drone juga menuai protes dari banyak

kalangan.Perkembangan senjata berbahaya telah terjadi pada masa Perang Dingin,

dengan tanpa ada pengawasan yang tegas dari PBB dimana ditandai dengan

munculnya bom-bom gas, bakteriologi dan nuklir serta senjata-senjata kontroversial

lainnya yang menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan.Meski telah ada

peraturan-peraturan tentang penggunaan senjata tersebut seperti yang tercantum

dalam konvensi-konvensi dan traktat-traktat yang telah ada.

Penggunaan senjata yang berbahaya ini juga bahkan digunakan oleh negara

adidaya seperti Amerika yang menggunakan senjata kimia dan biologis maupun

kimia dalam Perang Vietnam dan juga dalam dalam penyerangannya ke Pakistan

pada tahun 2004-2009 yang menggunakan UAV atau drone.Amerika dalam hal ini

(31)

perang.Amerika memakai pesawat tanpa awak atau drone.Kasus ini banyak korban

yang mati karena penggunaan senjata tersebut.Korban yang berjatuhan tidak secara

khusus ditujukan kepada kombatan namun juga mengenai non kombatan dalam hal

ini penduduk sipil.Dengan terjadinya hal ini, Amerika dikecam oleh banyak negara

karena penggunaan drone tersebut.

Konvensi lain yang dihasilkan menyangkut penggunaan alat/senjata perang

adalah Konvensi 1980 yang mempunyai judul Convention on prohibitions or

restrictions on the use of certain conventional weapons, which may be deem to be excessively injurious or have indiscriminate effect. Konvensi tersebut disertai dengan

tiga protokol, yaitu***********:

1. Protokol I tentang non-detectable fragments (kepingan logam yang tidak dapat

terdeteksi)

2. Ptotokol II tentang prohibition on restiction on use of mines bobby trap and

other (larangan dan pembatasan penggunaan ranjau darat dan lainnya) Device

1. Protokol III tentang prohibition on restiction on us of incendiary weapons

(larangan dan pembatasan pengunaan senjata-senjata pembakar)

Protokol ini menyatakan secara tegas menentang penggunaan didalam kategori

protokol tersebut dan pada poin III juga menambahkan larangan penggunaan senjata

dan metode peperangan atau angkatan bersenjata yang menyebabkan kerusakan hebat

dan tidak selayaknya dan menambahkan suatu larangan tersebut penggunaan

***********

(32)

metode atau cara yang akan menimbulkan kerusakan luas berjangka waktu lama dan

dahsyat terhadap lingkungan alam (pasal 35).

Dengan ini maka penggunaan senjata tidak dapat dilakukan secara

sewenang-wenang dan semakin terus diperhatikan karena kembali lagi dengan menjunjung

kemanusiaan untuk menciptakan perang yang manusiawi, walaupun pada prakteknya

saat ini penggunaan drone sebagai senjata perang masih dapat kita temui sampai saat

ini. Contoh yang paling bisa kita ingat adalah serangan drone yang bertubi-tubi

terhadap Palestina yang menyebabkan banyaknya korban berjatuhan baik yang

kombatan maupun yang non-kombatan

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan penggunaan senjata dalam perang menurut hukum

humaniter internasional ?

2. Bagaimana legalitas penggunaan drone ditinjau dari hukum humaniter

internasional ?

3. Bagaimana sanksi pelanggaran hukum humaniter internasional?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk membantu dalam mengetahui mengenai

pembahasan tentang apa yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini. Adapun

tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengenai pengaturan penggunaan senjata dalam perang yang diatur

(33)

2. Untuk mengetahui legal atau tidak penggunaan drone dalam perang oleh hukum

humaniter internasional

3. Untuk mengetahui saksi hukum bagi pelanggar hukum humaniter internasional

Selain tujuan dari penelitian ini, juga perlu diketahui mengenai manfaat dari

penelitian ini yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Secara teoritis

Penelitian ini dapat membantu menambah bahan pengetahuan Hukum

Humaniter Internasional secara umum maupun hukum Humaniter Internasional

secara khusus. Dapat pula dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya pada

bidang yang sama.

b. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang tinjauan yuridis

atas Hukum Humaniter Internasional terkait dengan legalitas penggunaan drone

dalam perang.

D. Keaslian Penulisan

Penelitian ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman

selama duduk dibangku kuliah terlebih setelah berada di Jurusan Hukum

Internasional. Penelitian ini berupaya untuk menuangkan ide atau gagasan dari sudut

pandangan Hukum Humaniter Internasional terhadap legalitas penggunaan drone

dalam perang. Sepanjang penelusuran dalam ruang lingkup FH USU bahwa penulisan

tentang “Legalitas Penggunaan Drone (Pesawat Tanpa Awak) Dalam Perang Ditinjau

(34)

demikian, dalam beberapa literatur penulisan sebelumnya dalam lingkup FH USU

khususnya Departemen Hukum Internasional dapat dijumpai persamaan dalam hal

substansi seperti dasarmengenai Hukum Humaniter Internasional, Konvensi Den

Haaq 1907, Konvensi Jenewa 1949.

E. Tinjauan Yuridis

Penelitian ini memperoleh bahan tulisan dari buku-buku yang berkaitan dengan

penelitian laporan-laporan dan informasi dari internet. Untuk menghindari penafsiran

ganda, maka diberikan penegasan batasan pengertian dari judul penelitian yang

diambil dari sudut ilmu hukum, penafsiran secara etimologi, maupun pendapat dari

para satjana terhadap beberapa pokok pembahasan maupun materi yang akan

dijabarkan dalam skripsi ini antara lain :

a. Hukum Humaniter Internasional : adalah hukum yang mengatur mengenai

konflik bersenjata baik yang bersifat internasional (international armed

conflict) maupun yang bersifat non internasional (non international armed conflict)

b. Senjata : adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh atau

menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang

maupun untuk mempertahankan diri dan juga untuk mengancam dan

melindungi. Adapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi

dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata†††††††††††

†††††††††††

(35)

c. Senjata konvensional : senjata yang lazin (umum,biasa)

d. Drone/UAV‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

digunakan (tidak

termasuk senjata atom, nuklir, kuman, dan senjata-senjata inkonvensional

lainnya)

e. Sanksi hukum : perlakuan tertentu yang sifatnya tidak mengenakkan atau

menimbulkan penderitaan yang diberikan oleh pihak yang berperilaku

menyimpang.

(pesawat tanpa awak): adalah sebuah mesin terbang atau

pesawat yang berfungsi dengan dikendallikan jarak jauh oleh pilot atau mampu

mengendalikan dirinya sendiri, menggunakan aerodinamika untuk mengangkat

dirinya, bisa digunakan kembali dan mampu membawa muatan baik senjata

maupun muatan lainnya.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptifanalisis yang merupakan suatu penelitian yang

menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif maka sumber data yang

digunakan merupakan sumber data sekunder yang dapat di verifikasi sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah hukum yang terdiri dari aturan hukum yang

terdapat pada berbagai perangkat hukum atau aturan peraturan

perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang terkait objek penelitian antara

lain :

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

(36)

1. Konvensi Den Haaq 1907

2. Konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol Tambahan I dan II

3. Lieber Code

4. St. Petersburg Declaration

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang diperoleh dari buku-buku terkait,

jurnal-jurnal, pendapat para sarjana dan hasil- hasil penelitian sebelumnya.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum pelengkap yang memberikan

petunjuk atau penjelasan lebih terhadap bahan hukum primer dan sekunder

ensiklopedia dan lain-lain.

d. Metode Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian yang bersifat

deskriptif analitis, maka analisis data yang dipergunakan adalah analisis

secarapendekatan kualitatif terhadap data sekunder.

G. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran umum untuk mempermudah memahami materi yang

disampaikan, penelitian ini dibagi menjadi 5 (lima) bab yang berhubungan erat satu

sama lain, dengan perincian sebagai berikut :

Bab pertama merupakan dasar bagi pembuatan penelitian ini, dan juga

(37)

penulisan penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian apakah yang digunakan

dalam menyelesaikan penelitian ini serta sistematika penulisan.

Bab kedua menjabarkan tentang pengaturan dan penggunaan senjata dalam

perang menurut hukum humaniter yang juga berisi mengenai pengertian senjata,

pengaturan alat-alat/senjata perang serta penggunaan senjata dalam perang menurut

hukum humaniter

Bab ketiga menjelaskan mengenaiaspek historis dan yuridis penggunaan drone

dilihat dari hukum humaniteryang berisi mengenai pengertian drone beserta sejarah

lahirnya drone, alasan penggunaan drone sebagai senjata dalam perang serta dampak

buruknya juga menjelaskan legalitas penggunaan drone dalam perang ditinjau dari

hukum humaniter internasional

Bab keempat menjelaskan mengenai penyelesaian damai sengketa

internasional, mekanisme pelaksaan penegakan hukum humaniter internasional serta

sanksi pelanggaran hukum humaniter internasional

Bab kelima merupakan kesimpulan dan saran yang memberikan semua

kesimpulan jawaban atas rumusan masalah serta saran yang berupa

(38)

BAB II

PENGATURAN DAN PENGGUNAAN SENJATA DALAM PERANG MENURUT HUKUM HUMANITER

A. Pengertian Umum Senjata

Dalam perang, setiap masing-masing pihak yang bertikai memiliki alat/senjata

perang.Senjata ini dimaksudkan dengan tujuan untuk mempermudah masing-masing

pihak yang bertikai dalam menggapai kemenangan.Senjata sendiri memiliki arti yaitu

suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu

benda.Senjata dapat digunakan untuk mempertahankan diri, dan juga untuk

mengancam dan melindungi.Adapun yang dapat digunakan untuk merusak (baik

dalam arti merusak psikologi maupun fisik manusia).

Senjata juga dapat dikategorikan kedalam 3 (tiga) jenis utama yaitu

berdasarkan§§§§§§§§§§§

1. Siapa yang memakainya

Siapa pemakainya merujuk kepada apa yang menggunakannya misalnya :

a. Senjata pribadi (senjata ringan) yang dibuat untuk digunakan satu orang

b. Senjata kru lebih besar dari senjata pribadi, membutuhkan lebih dari satu

orang

c. Senjata kendaraan yang dibuat untuk dipasang dan ditembakan dari

kendaraan

§§§§§§§§§§§

(39)

d. Senjata udara dibuat untuk dibawa dan di pakai kendaraan udara seperti

pesawat daaan helikopter

e. Senjata laut yang dibuat untuk ditembakan dari kapal atau kapal selam

f. Senjata antariksa yang dibuat untuk ditembakan dari luar angkasa

2. Cara pemakaiannya

Cara pemakaian merujuk pada cara pengoperasian senjata yaitu :

a. Artileri adalah senjata yang menembak proyektil berhulu ledak ke jarak

yang sangat jauh

b. Panah adalah senjata yang memakai energi yang dihasilkan seutas tali

untuk melemparkan proyektil

c. Roket adalah sejenis pesawat yang menggunakan bahan kimia untuk

meluncurkan proyektil berhulu ledak

d. Misil atau peluru kendali adalah roket yang bisa dikendalikan setelah

diluncurkan

e. Senjata api menggunakan ledakan mesiu untuk menembakkan proyektil

f. Senjata biologi menggunakan agen biologi seperti bakteri untuk menyerang

manusia dan hewan

g. Senjata kimia menggunakan bahan-bahan kimia untuk menyerang dan

meracuni manusia

h. Senjata energi menggunakan konsentrasi energi seperti laser, listrik, suhu,

atau suara

(40)

j. Senjata pembakar menggunakan bahan yang bisa menghasilkan kerusakan

dengan pembakaran

k. Senjata tajam adalah alat yang ditajamkan untuk digunakan langsung untuk

melukai tubuh lawan

l. Senjata nuklir menggunakan bahan radioaktif untuk menghasilkan fusi

nuklir atau fisi nuklir yang menghasilkan ledakan dahsyat

m. Senjata bunuh diri biasanya adalah bahan peledak yang diledakkan oleh

operator dan operatornya tidak akan selamat dari ledakan itu.

3. Apa targetnya

Apa targetnya merujuk pada senjata yang dirancang untuk menghancurkan

benda tertentu :

a. Senjata anti udara adalah senjata yang dirancang untuk menghancurkan

pesawat, helikopter, peluru kendali dan benda terbang lainnya

b. Senjata anti personel adalah senjata yang dirancang untuk menyerang

manusia (infanteri)

c. Senjata anti kapal adalah senjata yang menargetkan kapal dan kendaraan

air lainnya

d. Senjata anti tank adalah senjata yang dibuat untuk menghancurkan

kendaraan yang berlapis baja

e. Senjata anti kapal selam adalah senjata yang dibuat untuk menghancurkan

kapal selam

(41)

g. Senjata pendukung infanteri adalah senjata yang dibuat dan digunakan

untuk menyerang dan sifatnya mendukung infanteri, misalnya mortir dan

senapan mesin.

Kategori senjata yang termasuk dalam senjata yang paling mematikan/ senjata

pembunuh masal yaitu

1. Senjata nuklir************

Senjata yang mendapat tenaga dari reaksi nuklir dan mempunyai daya

pemusnah yang dasyat dan bahkan mampu menghancurkan kota

2. Senjata kimia††††††††††††

Senjata yang memanfaatkan sifat racun senyawa kimia untuk membunuh,

melukai, atau melumpuhkan musuh.Penggunaan senjata kimia ini berbeda

dengan senjata konvensional maupun senjata nuklir karena efek merusak pada

senjata kimia ini bukan pada daya ledaknya.Menurut Konvensi Senjata Kimia

(Chemical Weapons Convention) yang dianggap sebagai senjata kimia adalah penggunaan produk toksik yang dihasilkan organisme hidup (misalnya

botulinum, risin, atau saksitoksin).Menurut konvensi ini juga segala jenis zat kimia yang beracun, tanpa memperdulikan asalnya, dianggap sebagai senjata

kimia kecuali jika digunakan untuk tujuan yang tidak dilarang (suatu definisi

hukum yang penting, yang dikenal sebagai Kriteria Penggunaan Umum,

General Purpose Criteron).

3. Senjata Biologis

************ ibid ††††††††††††

(42)

Senjata yang menggunakan patogen (bakteri, virus, atau organise penghasil

penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai atau melumpuhkan

musuh.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

4. Drone

Pengertian yang lebih luas senjata biologi tidak hanya berupa

organise patogen tetapi juga toksin berbahaya yang dihasilkan oleh organisme

tertentu. Kenyataannya senjata biologis tidak hanya menyerang manusia tetapi

juga tumbuhan dan hewan.

Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau yang lebih dikenal dengan Drone merupakan kendaraan udara tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh oleh

manusia sebagai pilotnya atau melalui program yang telah ditentukan.

B. Pengaturan Penggunaan Alat-alat/Senjata dalam Perang Menurut Hukum Humaniter

Hukum Humaniter Internasional hadir untuk berusaha melindungi orang yang

tidak terlibat maupun yang tidak terlibat lagi dalam konflik bersenjata dan juga untuk

membatasi alat dan cara dalam berperang dan juga memberikan perlindungan

terhadap orang yang terkena dampak dari konflik tersebut. Sebenarnya pengaturan

mengenai alat-alat atau senjata perang di atur dalam Konvensi Den Haaq. Hukum

Den Haaq terdiri dari serangkaian peraturan yang mengatur mengenai sarana (alat)

dan metoda berperang, baik berupa konvensi maupun deklarasi, yang terbentuk dalam

Konferensi Perdamaian di Den Haaq pada tahun 1899 dan 1907, yakni yang

menghasilkan serangkaian konvensi Den Haaq.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

(43)

Namun sebelum terbentuknya Konvensi Den Haaq 1899 dan 1907 tersebut

lebih dulu ada aturan yang mengatur mengenai cara dan alat perang, yaitu diantaranya

:

- Lieber Code atau Instructions for Goverment of Armies ofthe United States (1863)

- St Petersburg Declaration (1868).

Sebelum terbentuk Lieber Code dan St Petersburg Declaration, pada tahun

1874 telah diadakan Brussel Conference oleh Tsaar Alexander I guna membahas

hukum dan kebiasaan berperang. Brussel Conferencemenghasilkan “Final Protocol”

dan “Project of an International Declaration Concerning the Laws and Costume of War” (Proyek dari sebuah Deklarasi Internasional yang berkaitan dengan Hukum dan Kebiasaan Perang), namun karena tidak semua negara mau menerimanya sebagai

suatu konvensi yang mengikat, menyebabkan Final Protocol dan Project of and

International Declaration Concerning the Laws and Costume of War tidak diratifikasi. Kedua Deklarasi Internasional mengenai hukum dan kebiasaan perang

yang batal ini memicu dilakukannya hukum perang.

Walaupun Lieber Code dan St Petersburg Declaration bukan merupakan hasil

dari Konferensi Perdamaian I (1899) dan II (1907) di Den Haaq, namun kedua

instrument ini sangat penting guna bisa memahami perangkat peraturan hukum yang

(44)

Ketentuan dimana para pihak yang berkonflik memiliki hak untuk

menggunakan senjata secara tak terbatas untuk tujuan perangnya. Pembatasan ini

didasarkan pada dua ketentuan yaitu§§§§§§§§§§§§

1. Ketentuan mengenai prinsip-prinsip persenjataan yang telah dikembangkan

2. Masyarakat internasional yang sudah menerima sejumlah larangan khusus atau

setiap pembatasan dimana telah disepakati suatu bentuk tertentu dari

persenjataan atau metode perperang

Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 35 Protokol Tambahan tahun 1977

mengakui bahwa maksud dari melukai musuh dengan tidak terbatas ini dan kemudian

menetapkan larangan bagi para personil militer menggunakan materi dan peluru atau

metode perang yang secara nyata menyebabkan luka yang berlebihan atau

penderitaan yang tidak perlu. Selain itu penggunaan alat dan senjata perang juga telah

di cantumkan dalam Lieber Code.

Lieber Code atau Instruksi Lieber adalah sebuah dokumen yang berisi serangkaian peraturan berbentuk instruksi bagi para tentara Amerika Serikat dalam

menghadapi Perang Saudara di Amerika (1861-1865).*************Nama lengkap dari

Lieber Code

§§§§§§§§§§§§

Evans, Malcom D, International Law, Published in The United State by Oxford University Press Inc, New York, 2003, hlm 80

*************

Ambarwati,dkk, op cit, hlm 31

adalah Instruction for the Goverment of Armies of the United States in

(45)

a. Bagaimana perang dilaksanakan ?

b. Bagaimana perlakuan yang harus diberikan kepada penduduk sipil, para

tawanan perang, mereka yang terluka dan sebagainya.

Pasal 14 jo 16 Lieber Code mengatur mengenai hakekat dari prinsip

kepentingan militer, yaitu suatu prinsip yang sangat penting dalam hukum perang

sedangkan Pasal 170 Lieber Code secara eksplisit memberikan larangan penggunaan

senjata beracun†††††††††††††.

Pada awalnya Lieber Code ini merupakan dokumennya Amerika Serikat secara

nasional, yang diterapkan saat terjadi perang saudara atau Civil War yang sifatnya

tidak mengikat negara-negara lain, namun kemudian dalam kenyataanya Lieber Code

pada abad ke-19 menjadi model dan sumber inspirasi bagi kodifikasi mengenai

hukum dan kebiasaan perang. Menurut Fritz Kalshoven Lieber Code ini ternyata

kemudian mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan Hukum Den

Haaq.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Selain Lieber Code, ada pula St. Petersburg Declaration (1868)dimana Secara

lengkap St. Petersburg Declaration ini berjudul “Declaration Renouncing the Use, in

†††††††††††††

Pasal 14 Lieber Code adalah “kebutuhan militer yang dapat dimengerti oleh masyarakat modern yang beradap, terdiri dari kebutuhan yang dipilih dengan hati-hati yang sangat dibutuhkan guna menjamin akhir dari perang dan tidak melanggar hukum berkaitan dengan hukum modern bagi penggunanya dalam perang”.

Pasal 16 Lieber Code adalah “dalam keaadan mendesak militer tidak diizinkan menggunakan tindakan yang kejam.. juga tidak diijinkan menggunakan racun dalam segala cara, maupun dalam keseluruhannya kebutuhan militer tidak memasukkan perilaku permusuhan yang akan membuat kemungkinan untuk damai menjadi sukar”.

Pasal 170 Lieber Code adalah “penggunaan racun dalam acara apapun, ataukah itu dengan cara meracuni sumur, atau makanan atau senjata sama sekali harus dicegah dalam suatu perang modern. Mereka yang menggunakan hal itu menempatkan dirinya sendiri diluar batas hukum dan kebiasan perang”.

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

(46)

Time of Wa, Explosive Projectile Under 400 Grammes Weight” (Deklarasi Yang Tidak Mengakui Penggunaan, Dalam Saat Perang, Projektile Yang Dapat Meledak

Dibawah Berat 400 Gram). Ini adalah instrumen yang sangat berbeda sekali dengan

Lieber Code. Lieber Code adalah suatu aturan yang sangat rinci dan bersifat nasional,

sedangkan St. Petersburg Declaration adalah suatu perjanjian internasional yang

hanya mengatur mengenai suatu aspek saja dari peperangan, yaitu mengatur tentang

persenjataan khususnya mengenai perkembangan projektil-projektil yang dapat

meledak.§§§§§§§§§§§§§

Fritz Kalshoven menulis bahwa apabila ditunjukan kepada manusia, maka

penggunaannya tidak akan efektif ketimbang menggunakan senjata biasa, karena

tidak menyebabkan pihak lawan menyandang status horst de combat, karena luka

yang disebabkan tembakan projektil tersebut justru bertambah parah dan menambah

penderitaan bagi mereka yang mengalaminya.**************

Maksud utama dari deklarasi ini adalah untuk membatasi penggunaan

persenjataan yang dikembangkan sehingga mudah menyala dan meledak, yang

bilamana senjata ini digunakan terhadap bangunan-bangunan militer akan

menimbulkan akibat yang cukup berarti.

1. That the progress of civilization should have the effect of alleviating as much as possible the calamities of war (karena adanya kemajuan peradaban manusia

Dalam St. Petersburg Declaration dapat dilihat adanya tiga paragraf

operasional yang perlu diperhatikan sehubungan dengan cara berperang :

§§§§§§§§§§§§§

Arlina pertamasari dkk, Pengantar Hukum Humaniter, International Committe of the Red Cross, Jakarta,1999,hlm 43

(47)

maka harus menimbulkan efek mengurangi sedapat mungkin bencana dari

perang). Maksudnya, demi kemajuan peradaban manusia harus banyak dicegah

bencana dari perang.

2. That the only legitimate object which States should endeavour to accomplish during war is to weaken to military force of the enemy (yang menjadi objek yang sah yang harus diusahakan dengan keras untuk diselesaikan oleh

negara-negara selama peperangan adalah untuk melemahkan kekuatan tentara dari

musuh). Maksudnya, dalam setiap pertempuran harus dihindari perusakan atau

korban dari mereka yang bukan tentara.

Ada klausula dalam St. Petersburg Declaration yang menyebutkan bahwa

penggunaan senjata yang bersifat mudah meledak dapat menambah penderitaan

pada manusia, penggunaan mana diakui bertentangan dengan hukum

kemanusiaan (the laws of humanity)

3. The contracting or Accending Parties reserve to themselves to come hereafter to an understanding whenever a precise proporsition shall be drawn up in a view of future improvment which science may effect in the armemend of troops, in order to maintain the principles which they have established and to conciliate the necessities of war with the laws of humanity. Maksudnya, bahwa dengan menyadari kemungkinan timbulnya perkembangan ilmu dan teknologi

di bidang persenjataan yang dapat mempengaruhi angkatan perang, maka tetap

harus diutamakan prinsip-prinsip yang telah diakui, yakni prinsip mengenai

(48)

Lieber Code dan St. Petersburg Declaration dimana keduanya menjadi faktor penting dalam memahami Konvensi Den Haaq selanjutkan, khususnya yang

bersangkutan dengan metode dan sarana berperang. Misalnya paragraf operasional

pertama dan kedua didalami secara seksama, nampaknya merupakan bahan pokok

mengenai ketentuan yang menyangkut sasaran militer dalam berperang, yang

kemudian ditegaskaan kembali dalam Konvensi atau Hukum Jenewa 1949 yang

kemudian secara definitif ditegaskan dalam Protokol Tambahan I/1977.

Demikian pula dalam klausula St. Petersburg Declaration yang disebut diatas

yaitu tentang penggunaan senjata yang bersifat tidak terbatas yang secara berulang

kali ditegaskan kembali dalam dalam banyak konvensi (termasuk dalam Protokol

Tambahan I/1977).Demikian juga pada pasal 155 Lieber Code††††††††††††††,

Lieber Code dan St. Petersburg Declaration adalah cikal bakal terbentuknya Konvensi Den Haaq atau yang lebih sering disebut dengan Hukum Den

yang

menentukan klasifikasi mereka yang terlibat dalam peperangan yaitu mereka yang

tergolong combatans dan non combatans yang berkembang menjadi prinsip pembela

(disriction principles) dalam hukum perang.

††††††††††††††

Pasal 155 Liber Code menyebutkan bahwa “All enemies in regular war are divided into two general classes - that is to say, into combatants and noncombatants, or unarmed citizens of the hostile government. The military commander of the legitimate government, in a war of rebellion, distinguishes between the loyal citizen in the revolted portion of the country and the disloyal citizen. The disloyal citizens may further be classified into those citizens known to sympathize with the rebellion without positively aiding it, and those who, without taking up arms, give positive aid and comfort to the rebellious enemy without being bodily forced thereto.”

(49)

Haaq.Konvensi Den Haaq merupakan ketentuan hukum humaniter yang mengatur

mengenai cara dan alat berperang, serta menekankan bagaimana cara melakukan

operasi-operasi militer. Konvensi ini disebut dengan The Haque Laws, karena

pembentukan ketentuan-ketentuan tersebut dihasilkan di kota Den Haaq, Belanda.

Hukum Den Haaq terdiri dari serangkaian ketentuan yang dihasilkan dari Konferensi

1899 dan ketentuan-ketentuan yang dihasilkan dari Konferensi 1907.Hukum Den

Haaq adalah kelanjutan dari hasil korespondensi Perdamaian I pada tahun 1899.

Konvensi Den Haaq terjadi sebanyak dua kali. Dimana konvensi pertama pada tahun

1899 dan yang kedua tahun 1907. Isi dari dua konvensi ini sama yakni mangatur tata

cara dan alat yang diperbolehkan dalam perang yang dilakukan oleh negara-negara

yang melakukan, hanya saja isi dari konvensi kedua merupakan penyempurnaan dari

konvensi pertama.

Dalam Konvensi Den Haaq 1899 korespondensi yang dimulai pada tanggal 20

Mei 1899 dan berakhir pada tanggal 29 Juli 1899. Korespondensi Perdamaian I

merupakan prakarsa Tsaar Nicholas II dari Rusia yang merupakan usaha mengulangi

prakarsa pendahulunya yaitu Tsaar Alexander I yang menemui kegagalan dalam

mewujudkan suatu Korespondesi Internasional di Brussel pada tahun 1874 yaitu

Final Protocol dan Project of and International Declaration Concerning the Laws and Costume of War. Dasar pemikiran Tsaar Nicholas II untuk menghidupkan kembali gagasan Tsaar Alexander I adalah Rencana Konsepsi Persekutuan Suci (Holy

Alliance) antara Austria, Prusia dan Rusia pada tanggal 3 September 1815. Sebagaimana diketahui bahwa Aliansi Empat Negara (Quadruple Alliance) yang

(50)

merupakan kelanjutan dari Konggres Wina yang diselenggarakan antara bulan

September Peristiwa Waterloo (kalahnya Napoleon Bonaparte) pada tanggal 18 juni

1815‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡. Untuk memenuhi ambisi Tsaar Nicholas II, maka pada tahun 1898

Court Mouravieff (Menlu Rusia) mengedarkan surat kepada semua Kepala

Perwakilan negara negara yang diakteritasikani St. Petersburg,

1. Konvensi I tentang Penyelesaian Damai Persengketaan Internasional

yang isinya ajakan

dari Tsaar Nicholas II untuk secara bersama-sama mempertahankan Perdamaian

Dunia dan mengurangi persenjataan. Konferensi ini menghasilkan tiga konvensi dan

tiga deklarasi, yaitu :

2. Konvensi II tentang Hukum dan Kebiasan Perang di Darat

3. Konvensi III tentang Adaptasi Asas-Asas Konvensi Jenewa tanggal 22 Agustus

1864 tentang Hukum Perang di Laut

Deklarasi yang dihasilkan adalah

1. Larangan penggunaan peluru-peluru dum-dum (peluru-peluru yang bungkusnya

tidak sempurna menutup bagian dalam sehingga dapat pecah dan membesar

dalam tubuh manusia)

2. Peluncuran proyektil-proyektil dan bahan-bahan peledak dari balon, selama

jangka waktu lima tahun yang berakhir pada tahun 1905, juga dilarang

‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡

Referensi

Dokumen terkait

Legalitas Penggunaan Drone Yang Melintasi Batas Wilayah Negara Berdasarkan Hukum Internasional ... Pengaturan Drone Dalam Hukum

Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina Rusman, Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional, Rajawati Pers, Jakarta,2009.. Effendi, Masjur, Moh Ridwan, Muslich

PENGGUNAAN TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Bagian

internasional dan hukum Islam? Kedua, sejauh mana implementa;i hukum humaniter internasional dan hukum Islam saat tetjadinya sengketa bersetl}ata?. Berdasarkan penelitian

Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Islam dalam melindungi wanita ketika konflik bersenjata adalah sebagai berikut.. Perbudakan dalam Hukum Humaniter Internasional adalah

Isti Indira : Tinjauan Hukum Humaniter Internasional Mengenai Perlindungan Anak, 2004 USU E-Repository © 2008... Isti Indira : Tinjauan Hukum Humaniter Internasional

Hukum Humaniter Internasional (HHI) adalah kesatuan hukum yang terdiri dari konvensi-konvensi Jenewa (Geneva Conventions) dan konvensi- konvensi-konvensi Hague (Hague

Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penelitian ini, diantaranya untuk mengkaji dan mengetahui apakah telah terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan hukum Humaniter