LEGALITAS PENGGUNAAN DRONE (PESAWAT TANPA AWAK) DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
DEBBY AGUSTIN BR.SITEPU 110200125
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM
FAKUTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEGALITAS PENGGUNAAN DRONE(PESAWAT TANPA AWAK) DALAM PERANG DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER
INTERNASIONAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
Debby Agustin Br. Sitepu 110200125
DisetujuiOleh :
Ketua Departemen Hukum Internasional
Dr. Chairul Bariah S.H.,M.Hum NIP : 195612101986012001
Pembimbing I Pembimbing II
Arif,S.H., M.H Dr. Jelly Leviza,S.H.,M.Hum NIP: 196403301993031002 NIP : 197308012002121002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM
KATA PENGANTAR
Segalapujibagi Allah SWT, TuhanSemestaAlamyangatasrahmatdan
karuniaNyasayadapatmenyelesaikanpenulisanpenelitianinidenganbaikdanShalawa
tdan Salam kepadaRasulullah SAW yang
telahmembawaumatinidarizamankebodohanmenujuzaman yang
terangdenganilmudan Islam.
Penulisanpenelitianberjudul
“LEGALITAS PENGGUNAAN DRONE (PESAWAT TANPA
AWAK)DALAM PERANG DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL”
adalahgunamemenuhipersyaratanmencapaigelarSarjanaHukum di FakultasHukum
USU.
Sayamengucapkanterimakasihkepada:
1. BapakProf.Dr. RuntungSitepu, SH,M.HumselakuDekanFakultasHukum
USU Medan
2. Bapak Prof. BudimanGintingselakuPembantuDekan I
3. BapakSyarifuddin, SH,M.H,D.F.M. selakuPembantuDekan II
4. Bapak Prof. OK Saidin, SH,M.HumselakuPembantuDekan III
5. IbuChairulBariah,SH.,M. Hum
selakuKetuaDepartemenHukumInternasional
6. Bapak Arif, SH,M.Hum selakuDosenPembimbing I
7. Bapak Dr. Jelly Leviza,SH,M.HumselakuDosenPembimbing II yang
8. BapakAzwarMahyuzar,SH sekaluDosenWali
9. Kepadakedua orang tuasayaBpk. Surya Dharma SitepudanNy.
AfrietaZahira yang telahmemberikansayasemangatsertanasihat
sehinggadapat membuatsayamenyelesaikanpenelitianini
10.KepadakakaksepupusayaDesy Amanda Sitepu, Spd
11.KepadabibisayaNy.
SriyaniSiteputerimakasihataspijitannyaselamasayamenulispenelitianini
12.KepadakilasayaBpk. ZulkarnainSitepu yang
memberisayanasihatkepadasaya agar menjadianak yang dapat
membanggakan orang tua
13.KepadaRaden Puja KiranaSitepuselakupundasaya yang
telahmemberikansayabanyakkemudahandalammenyelesaikanpenulisanpen
elitianinibaiksecara moral maupunfinansial
14.Kepadaom yang selalusaya segani Firdaus Alma
15.Kepada om-om sayaSerma. DidiMawardidan, Erwin Tarigan, SH yang
telahmembantusayadalammencaribahanpenulisanini.
16.KepadaomJuniSurbakti, SH dan staff bagiantatausaha FH USU yang
telahmemberikansemangatmenyelesaikanpenulisanini
17.KepadapaktuasayaMinolaSebayang,SH yang
telahmemberikansayamasukan-masukanuntukmasadepansayakedepan
18.Kepadateman-temanterbaiksayaselama di FakultasHukum USU
yaituNurul Huda Pangaribuan (Uul), WirdaRizky Lestari (Wiwir),
GraciaFebriyantiTambun (Chia), SamithaAdimas (Mitha) yang
19.Kepadateman-temanterdekatsaya di FakultasHukum USU yaituDesita,
Vincent, Fadel, Hizkia, Algrant, Isaac, Suwito, Dheo, Ka Wanda, Ka
Nanda, KaNetthie, Ka Mila
20.KepadatemansayaYudi, Denni, Thomas, Richard, Rinaldi, Putri, Nova,
Ali, Timothy dll yang tidakbisasayasebutkansatupersatunamaya
21.Kepadateman-teman ILSA yang
tidakbisasayasebutkannamanyasatu-persatu, terimakasihatasdukungan
22.Seluruhpihak yang membantusayaselamaini,
maaftidakbisadisebutkansatupersatu. Terimakasihdukungannyaselamaini
Sayamenyadaripenulisanpenelitianinimasihjauhdarikesempurnaan,
untukitusayamenerimasegalaperbaikansebagaimasukan yang membangun.
Sayamengucapkanterimakasihkepadaseluruhdukungandanperhatian yang
diterimaselamaini, semogapenelitianinibermanfaat
Medan, 10 April 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iv
ABSTRAK... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 22
C. TujuandanManfaat Penelitian... 22
D. Keaslian Penulisan... 23
E. Tinjauan Kepustakaan... 23
F. Metode Penelitian... 25
G. Sistematika Penulisan... 26
BAB II PENGATURAN DAN PENGGUNAAN SENJATA DALAM PERANG MENURUT HUKUM HUMANITER A. PengertianUmum Senjata... 28
B. Pengaturanalat-alat/ senjata dalam perangHukumHumaniter……. 32
C. PenggunaanSenjata yang dilarangdalamPerangmenurut HukumHumaniter... 46
A. Pengertian Drone danSejarahpenggunaan Drone
dalam Perang... 67
B. AlasanPenggunaan Drone dalamPerangsertaDampak
Buruk penggunaannya... 74
C. LegalitasPenggunaan Drone dalamPerangditinjaudari
Hukum Humaniter... 82
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA
DAMAI DAN MEKANISME PELAKSANAAN
PENEGAKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
A. PenyelesaianSengketa Internasional Secara Damai Menurut
Hukum Humanier... 95
B. Pelaksanaan Penegakkan Hukum Humaniter... 105
C. SanksiPelanggaranHukumHumaniterInternasional... 116
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... 124
B. Saran... 127
ABSTRAKSI
Mahasiswi Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Unuversitas Sumatera Utara
**
Pembimbing I dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***
Pembimbing II dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Padadasarnyaperangdankonflikbersenjatatidakasinglagidansudahmerupakanhal
atausenjata yang diperbolehkanmaupun yang dilarangdalamperang. Hal tersebutdenganmaksudmengurangipenderitaan yang tidakperlubagi orang yang termasukdalamkombatan maupun non kombatan .Ataspernyaantersebut
timbulpertanyaanmengenaibagaimanapenggunaansenjatadalamperangmenuruthukum
humaniterinternasional?Bagaimanalegalitaspenggunaan drone dalamperangmenuruthukumhumaniterinternasional ? Dan bagaimana pula
sanksipelanggaranhukumhumaniterinternasional ?
ABSTRAKSI
Mahasiswi Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Unuversitas Sumatera Utara
**
Pembimbing I dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***
Pembimbing II dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Padadasarnyaperangdankonflikbersenjatatidakasinglagidansudahmerupakanhal
atausenjata yang diperbolehkanmaupun yang dilarangdalamperang. Hal tersebutdenganmaksudmengurangipenderitaan yang tidakperlubagi orang yang termasukdalamkombatan maupun non kombatan .Ataspernyaantersebut
timbulpertanyaanmengenaibagaimanapenggunaansenjatadalamperangmenuruthukum
humaniterinternasional?Bagaimanalegalitaspenggunaan drone dalamperangmenuruthukumhumaniterinternasional ? Dan bagaimana pula
sanksipelanggaranhukumhumaniterinternasional ?
Banyaknya contoh penggunaan drone (pesawat tanpa awak ini) dalam perang yang mengakibatkan banyaknya korban, seharunya dibuat pengaturan mengenai pelegalitasan penggunaan drone dalam perang tersebut.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya perang dan konflik bersenjata tidak asing lagi dan sudah
merupakan hal yang biasa bagi peradaban manusia. Perang menjadi tidak asing lagi
bagi manusia hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sangat panjang sama
halnya dengan peradaban manusia. Hal tersebut dapat dilihat dari kalimat “Armed
conflict is as old as humankind itself”.†
S ejarah kehidupan politik manusia, peristiwa yang banyak dicatat adalah
perang dan damai.Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema utama dalam literatur
politik juga hubungan hukum internasional berkisar antara dua macam interaksi
tersebut.Ungkapan bahwa peace to be merely a respite between war menunjukan
situasi perang dan damai terus silih berganti dalam interaksi manusia.
Hal ini menunjukan bahwa perang ada
selama manusia ada.Adanya perbedaan dan pendapat inilah yang menjadi salah satu
pemicu terjadinya perang dan konflik bersenjata. Oleh karena itu selama masih ada
perbedaan maka perang dan konflik akan tetap ada.
‡
†
“War and International Humanitarian Law”, dimuat dalam http://www.icrc.org/eng/war- and-law/overview-war-and-law.htm , diakses pada 5 Maret 2015 pukul 08.00 WIB
‡
Ambarwati, dkk., Hukum Humanite Internasional dalam Studi Hubungan Internasional,
Perang tidak akan pernah terelakan, pendapat ini dibuktikan dari beberapa studi
yang menyebutkan bahwa manusia memiliki naluri untuk melukai dan atau
menyerang.§
Secara definitif perang adalah suatu kondisi tertinggi dari bentuk konflik antar
manusia.Studi Hubungan Internasional perang secara tradisional adalah penggunaan
kekerasan yang terorganisasi oleh unit-unit politik dalam sistem internasional. Perang
akan terjadi apabila negara-negara dalam situasi konflik dan saling bertentangan
merasa bahwa tujuan-tujuan eksklusif mereka tidak bisa dicapai, kecuali melalui
cara-cara kekerasan.**
Perang adalah sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit) adalah kondisi
permusuhan denganmenggunakan kekerasan antara dua atau lebih kelompok manusia
untuk melakukan dominasi diwilayah yang dipertentangkan.††
1. Perbedaan ideologi
Perang secara purba
dimaknai sebagai pertikaian bersenjata. Era modern perang lebih mengarah pada
superioritas teknologi dan industri. Hal ini tercermin dari doktrin angkatan perang
yang menyebutkan bahwa :“Barangsiapa menguasai ketinggian maka menguasai
dunia”. Hal ini menunjukan bahwa penguasaan ketinggian harus dicapai oleh
teknologi.
Penyebab terjadinya perang antara lain :
2. Keinginan untuk memperluas kekuasaannya
§
Ambarwati, dkk, Ibid, hlm 4
**
Graham Evans and Jeffrey Newham, The Penguin Dictionary of International Relations,
London: Penguin Books, 1998, hlm. 565
††
3. Perbedaan kepentingan
4. Perampasan sumber daya alam
Hal-hal tersebut yang menjadi faktor mereka berperang.Namun pada saat
masuknya ajaran Romawi alasan manusia untuk berperang kian bertambah dan serta
merta menciptakan metode-metode perang yang baru dimana menyangkut aturan
yang sudah menjadi kebiasaan pada saat berperang.
Perang dianggap sebagai kontak bersenjata yang melibatkan dua negara atau
lebih, maka ada beberapa kecenderungan perang yang terjadi, antara lain:
Pertama, keengganan negara-negara untuk mendeklarasikan perang secara
terbuka terhadap pihak yang dianggap musuh.Keterlibatan suatu negara secara
diam-diam dalam suatu perang semakin meningkat pada masa Perang Dingin.Amerika
Serikat dan Uni Soviet terbukti melakukan tindakan terselubung (convert action)
dalam konflik-konflik di Nikaragua, Afganistan, konflik Israel-Palestina.‡‡
Keempat, situasi perang menjadi sangat berbeda dengan berkembangnya
teknologi komunikasi dan transportasi.Ketika situasi perang bisa disiarkan ke seluruh Kedua, berkembangnya senjata-senjata penghancur massal (mass destructions
weapons/WMD).Senjata nuklir salah satu bagian dari jenis WMD telah menjadi bagian dari strategi perang.
Ketiga, semakin banyaknya aktor-aktor non-negara yang muncul dan terlibat
dalam perang-perang domestik maupun perang internasional.
‡‡
dunia melalui satelit yang ditayangkan ke seluruh dunua, opini masyarakat
internasional menjadi bagian pentingdalam strategi perang.
Perang tidak dapat dihindari maka terbentuklah peraturan hukum yang mencoba
mengatur perang dengan melihat dan melandaskan prinsip-prinsip kemanusiaan maka
terbentuklah hukum Humaniter Internasional.§§
1. Jus as bellum, yaitu hukum tentang perang, yaitu hukum yang mengatur tentang perang yang berkaitan dengan legitimasi mengenai penggunaan alat-alat
tertentu angkatan bersenjata
Pada umumnya aturan tentang perang itu termuat dalam tingkah laku, moral
dan agama.Peradaban bangsa Romawi dikenal konsep Perang Adil (just
war).Kelompok orang tertentu ini meliputi penduduk sipil, anak-anak perempuan, kombatan yang meletakkan senjata dan tawanan perang.
Mochtar Kusumaatmadja memberikan pembagian hukum perang yaitu sebagai
berikut :
***
§§
Kalimat tersebut didukung dengan kutipan kalimat “There have always been customary practices in war, but only in the last 150 years have States made international rules to limit the effects of armed conflict for humanitarian reason.” yang dimuat dalam “ War and International Humanitarian Law”, http://www.icrc.org/eng/war-and-law/overview-war-and-law.html, diakses pada5 Maret 2015 pukul 08.52 WIB”
***
Haryomataram, Pengaantar Hukum Humaniter, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm 6
hanya diizinkan dalam kaitan dengan pasal 51
Piagam PBB sebagai suatu pengecualian terhadap larangan umum atas
penggunaan aat-alat tertentu oleh angkatan bersenjata yang termuat dalam Pasal
2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang†††
Jus in bello sendiri memiliki 2 asas yang konvensional, digolongkan sebagai “Hukum Jenewa” dan “Hukum Den Haaq”.
berisi syarat-syarat
yang harus dipatuhi dan harus ditekankan lagi rezim yang terlibat dalam
persengketaan senjata. Syarat-syarat ini keseluruhnnya harus dilaksanakan
dengan ketaatan tanpa pandang bulu oleh para pihak yang bersengketa.
Hukum ini dibagi menjadi 2 (dua) lagi yaitu‡‡‡
1. Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (conduct of war) dan
menentukan hak dan kewajiban negara-negara yang berperang tentang perilaku
pada waktu operasi militer dan membatasi alat yang digunakan untuk
menyerang musuh yang biasa disebut Hukum Den Haaq :
§§§
2. Hukum yang mengatur perlindungan personil militer yang tidak dapat lagi
terlibat dalam pertempuran dan orang-orang yang tidak aktif dalam permusuhan
dengan penduduk sipil dan orang-orang yang menjadi korban perang yang biasa
disebut Hukum Jenewa****
Perhatian hukum internasional bagi perlindungan hukum individu untuk waktu
yang lama hampir semata-mata dipusatkan pada perlakuan yang harus diberikan
negara kepada warganegara lain yang berada dalam yurisdiksi hukum
internasionalnya. Menurut hukum internasional, negara dimana seseorang
†††
Ibid, hlm 6-7
‡‡‡
Haryomataram, Sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta,1944, hlm 4
§§§
Haryomataram, Pengaantar Hukum Humaniter, Ibid, hlm 7
****
warganegara asing berada harus diberikan apa yang dimaksud standar minimum,
yang mengandung batas minimum dari hak-hak pribadi dan perlindungan hukum.
Hukum Humaniter merupakan cabang Hukum Internasional publik dan
merupakan hukum baru sehingga istilah tersebut masih banyak orang yang belum
mengenalnya.
Pengertian Hukum Humaniter Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja
adalah bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban
perang, berlainan dengan hukum yang mengatur perang itu sendiri.††††
Sementara itu Esbojrn Rosenbland melihat hukum humaniter internasional
dengan melihat pada pembedannya yaitu
Batasan
Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur ketentuan yang memberikan
perlindungan terhadap korban perang yang berbeda dengan hukum perang yang
mengatur tentang perang tersebut.
‡‡‡‡
a. The Law of Armed Conflict, yang berkaitan dengan : :
1. Mulai dan berakhir perang
2. Pendudukan wilayah lawan
3. Hubungan antara para pihak yang bertikai dengan negara yang netral
b. Law of Lawfare yang mencakupi :
1. Metoda dan sarana perang
2. Status kombatan
3. Perlindungan terhadap yang sakit, tawanan perang dan orang sipil
††††
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia,1980, hlm 5.
‡‡‡‡
Hukum humaniter internasional adalah bagian dari hukum tentang konflik
bersenjata yang mempunyai kepedulian terhadap perlindungan korban dari konflik
bersenjata yaitu mereka yang karena sesuatu terluka, sakit atau terperangkap dan juga
orang-orang sipil (orang yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata) sebagai akibat
hors de combat.Hukum ini dibangun dari pemikiran bahwa lingkup dari suatu aksi militer adalah tidak dapat dibatasi dan mereka yang tergolong non-kombatan (orang
yang tidak ikut berperang) dimasing-masing pihak yang bersengketa berhak untuk
mendapat perlindungan dan perlakuan mengenai kepedulian terhadap nilai
kemanusiaan yang tidak memihak, mereka wajib dipelihara dan dirawat, mereka tidak
boleh dijadikan sasaran dalam kekerasan konflik. Prinsip ini sangat mudah dapat
dinyatakan namun untuk diwujudkan sebagai norma-norma legal yang masuk akal
dan mampu dilaksanakan dalam keadaan yang ekstrim dalam suatu konflik bersenjata
inilah yang merupakan salah satu masalah utama dalam wilayah hukum untuk dapat
dikembangkan.
Tujuan Hukum Humaniter Internasional ada beberapa yaitu§§§§
1. Melindungi baik kombatan (ikut aktif dalam permusuhan) maupun non
kombatan dari penderitaan yang tidak perlu
2. Menjamin hak-hak asasi tertentu dari orang yang jatuh ke tangan musuh
3. Memungkinkan kembalinya perdamaian
4. Membatasi kekuasaan pihak yang berperang
Hukum Humaniter Internasional awalnya tumbuh dari Laws of War yang
kemudian berkembang menjadi Hukum Sengketa Bersenjata dan akhirnya dikenal
§§§§
dengan Hukum Humaniter. Hal tersebut dikarenakan orang tidak menyenangi
tercantumnya kata war (perang) sebagai akibat timbulnya korban manusia yang
begitu besar selama Perang Dunia Kedua.Hukum perang sebagian besar dapat
ditemukan dalam berbagai Treaties dan Convention.Mengingat banyaknya
Convention ada beberapa yang penting yaitu*****
1. Declaration of Paris, 1856, yang mengatur perang di laut :
2. Red Cross Convention, 1864, yang memperbaiki kondisi prajurit yang luka-luka dimedan pertempuran.
Konvensi selanjutnya yang dihasilkan dalam Konferensi Perdamaian di Den
Haaq tahun 1907 yaitu sebagai berikut†††††
1. Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa Internasional dengan cara Damai
(Konvensi I)
2. Konvensi mengenai cara mengawali permusuhan (Konvensi II)
3. Konvensi mengenai hukum dan kebiasaan peperangan di darat (Konvensi IV)
Konvensi ini sangat penting karena mengatur segi dari peperangan di darat.
Konvensi ini mempunyai suatu annex yang dikenal dengan namaHaque
Regulation.
4. Konvensi mengenai hak dan kewajiban Negara dan orang netral dalam perang
didarat (Konvensi V)
*****
Ibid, hlm 7
†††††
Konvensi VI sampai dengan Konvensi XII pada umumnya mengatur masalah
kapal, kapal perang.Jadi, konvensi tersebut membahas permasalahan yang
menyangkut perang dilaut.
Ada beberapa konvensi yang secara khusus melarang pemakaian senjata
tertentu, misalnya‡‡‡‡‡
a. Declaration of St. Petersburg, 1868 (Declaration Renouncing the use in war of certain explosive projectiles), yang melarang any projectile of less weight than four hundred grammes, which is explosive
:
b. Declaration the Haque IV, 2-1899 (Prohibition of expending bullets (dum-dum) c. Declaration the Haque IV, 3-1907 (Prohibiting use of gases)
d. Declaration the Haque XIV-1907 (Prohibiting discharge of projektiles and explosive from ballons)
e. Protocol Jenewa, 1925 (Protocol for the prohibition of poisonous gases and bacteriological method of war fare)
Konvensi Jenewa 1949 merupakan konvensi yang penerimaanya paling luas
karena seluruh dunia menjadi pihak yang terikat dalam konvensi ini. Konferensi
internasional di Jenewa yang merupakan realisasi dari gagasan Henry Dunant§§§§§,
‡‡‡‡‡
Ibid, hlm 8 §§§§§
Hendry Dunant adalah salah satu pendiri ICRC (International Committee of the Red Cross) dimana dalam bukunya “A Memory of Solferino” ia menggambarkan pengalamannya menyaksikan penderitaan para tentara yang menjadi korban dan tidak memperoleh pertolongan di medan perang Solferino. Hal ini yang menjadi awal pembentukan Konvensi Jenewa.
Jenewa 1949 Tentang Perlindungan Korban Perang (International Convention for the
Protection of Victims of War) yang berjumlah empat yaitu******
1. Konvensi untuk perbaikan keadaan yang luka dan sakit dalam angkatan perang
dimedan pertempuran darat
:
2. Konvensi perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang luka, sakit,
dan korban karam
3. Konvensi tentang perlakuan terhadap tawanan perang
4. Konvensi tentang perlindungan orang sipil di waktu perang
Pada tahun 1977 telah disepakati dua protokol yaitu Protocol additional to the
Geneva Convention 1949.Kedua protokol itu berjudul††††††
1. Protocol I :Protocol relating to the protection of victims of International Armed Conflict
:
2. Protocol II :Protocol relating to the protection of victims of Non-International Armed Conflict
Konvensi selanjutnya dihasilkan dalam tahun 1980. Konvensi tersebut
mempunyai judul Convention on prohibitions or restrictions on the use of certain
conventional weapons, which may be deem to be excessively injurious or to have indiscriminate effect.‡‡‡‡‡‡
Konvensi tersebut disertai dengan tiga protokol yaitu§§§§§§
2. Protocol II = Protocol on prohibitions or restrictions on the use of mines, booby trap and other device
3. Protocol III = Protocol or prohibitions or restrictions on the use of incendiary weapons
Perang Dunia Pertama ternyata membawa kesengsaraan yang luar biasa pada
umat manusia.Berjuta-juta orang baik militer maupun sipil, menjadi korban.Kerugian
yang berwujud harta kekayaan sangat sulit dihitung, maka tidaklah mengherankan
apabila umat manusia berusaha sekuat-kuatnya menghapuskan perang ataupun
memperkecil kemungkinan terjadinya perang. Telah dilakukan upaya-upaya untuk
menghindari perang antara lain*******
a. Pembentukan Leaque of Nations (Liga Bangsa-Bangsa), dimana para negara
anggotanya sepakat untuk menghindari memilih perang bilamana mereka
terlibat dalam suatu perselisihan dan menjamin perdamaian serta keamanan.
Selanjutnya pada Pasal 12 Piagam tersebut menentukan bahwa negara-negara
peserta sepakat aapabila ada kemungkinan timbulnya perselisihan mereka akan
mengusahakan penyelesaian melalui jalur arbitrase, judicial settlement, dan
tidak akan memulai perang sebelum lewat tiga bulan setelah keputusan arbiter
atau keputusan hukum diterima. :
b. Pembentukan Pakta Kellog-Briand (Kellog Briand Pact) yang dikenal sebagai
Paris Pact 1928, dimana para anggota pakta tersebut menolak mengakui perang sebagai suatu penyelesaian politik dan memilih mengambil jalan damai
bilamana ada pertentangan diantara para anggotanya. Perjanjian ini
*******
ditandatangani oleh Jerman, Amerika Serikat, Belgia, Inggris, Prancis, Italia,
Jepang, Polandia dan Ceska. Di dalam preambul dinyatakan bahwa mereka
menolak atau tidak mengakui perang sebagai alat politik nasional, dan mereka
sepakat akan mengubah hubungan antara mereka hanya dengan damai.
Pernyataan tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 1 dan 2.†††††††
Menurut ahli, Kellog-Briand Pact tidak menghapus perang. Lauterpcht
berpendapat bahwa the effect of the Pact is not abolish, even for its signatories the
intitutions of war. Sarjana lain yaitu Kunz mengatakan bahwa
The Pact of Paris doesn’t outlaw or abolish war: It only contains a renunciation of war as an instrument of national policy a phrase which never has been interpreted satisfactorily.‡‡‡‡‡‡‡
Suasana antiperang ini mempunyai dampak pada beberapa bidang.Salah satu
diantaranya adalah hukum perang.Orang tidak menginginkam adanya perang, istilah
perang sejauh mungkin dihindari.Hal tersebut yang membuat istilah perang juga tidak
disukai dan akibatnya adalah ditinggalkannya usaha untuk mempelajari dan
menyempurnakan perang.§§§§§§§
Bidang lain suasana tersebut juga berpengaruh besar. Meskipun pada waktu
terjadi berbagai pertikaian bersenjata yang dilihat dari segi militer sudah pantas
†††††††
Pasal 1
The High Contracting Parties solemnly declare, in the names of their respective peoples, that they condemn recourse to war for the solution of international cobtroversies and renounce it as an instrument of national policy in their relations with one another
Pasal 2
The High Contracting Parties agree with the settlement or solution of all dispute or conflict, of whatever nature or whatever origin they may be, which arise among them, shall never be sought exceptby pasific means
‡‡‡‡‡‡‡
Joseph Kunz,1968:845 §§§§§§§
disebut perang, namun pihak yang bertikai tidak mau menyebutnya dengan perang
karena mereka takut di cap sebagai agresor.
Mereka yang menentang pengkajian hukum perang mengajukan alasan berbagai
alasan berikut ini.********
1. Hukum perang tidak mungkin disusun sebab perang tidak dapat diatur, perang
hanya dapat ditiadakan
2. Hukum orang tidak perlu ada karena ada praktik pasti akan dilanggar
3. Perang sudah ditiadakan. Hukum perang sudah tiada lagi
4. Perang sudah dinyatakan bertentangan dengan hukum (outlawed), pembahasan
hukum perang tidak logis, dan seolah-olah kita tidak percaya kepada kamajuan
yang telah dicapai dalam usaha untuk menghapus perang.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian perang dan
hukum perang tidak disukai lagi.Dan pada saat itu muncul istilah baru yaitu Laws of
Armed Conflict.Istilah armed conflict sebagai pengganti war banyak dipakai, baik
dalam konsepsi-konsepsi internasional maupun dalam resolusi-resolusi.††††††††
********
Ibid, hlm 13
††††††††
Ibid, hlm 14
Dalam
Geneva Conventions 1949, artikel 2 disebutkan sebagai berikut
Penggantian atau perubahan istilah ini memberikan beberapa keuntungan yaitu
sebagai berikut‡‡‡‡‡‡‡‡
1. Secara psikologis, dengan perubahan itu kata perang atau hukum perang yang
tidak disukai lagi telah dihapus
2. Ruang lingkup berlakunya hukum tersebut sangat diperluas, karena hukum
tersebut berlaku baik apabila pecah perang, atau terjadi suatu pertiakaian
bersenjata.
Demikian istilah laws of war atau hukum perang berubah menjadi laws of
armed conflict atau hukum pertikaian senjata. Pada permulaan abad ke-20 hukum perang berusaha untuk mengatur cara berperang. Salah satu konvensi yang sangat
terkenal pada waktu itu ialah Haque Convention IV, dengan Annexnya yang terkenal
berjudul Regulation respecting the laws and customs of war on land. Annex ini
biasanya disebut Haque Regulation yang berusaha mengatur perang.§§§§§§§§
Sesudah Perang Dunia Kedua usaha untuk mengatur tentang perang terdesak
oleh suatu usaha untuk melindungi orang dari kekejaman perang.Pada penyusunan
konsepsi-konsepsi berikut asas perikemanusiaan mempunyai pengaruh yang sangat
besar. Besarnya pengaruh tersebut dapat dilihat dari resolusi-resolusi PBB, berikut
contohnya*********
1. Resolusi Majelis Umum No. 2444 tahun 1968, Majelis mengakui perlunya
menerapkan asas-asas humaniter dalam semua pertikaian bersenjata. Adanya :
‡‡‡‡‡‡‡‡
Ibid, hlm 15 ` §§§§§§§§Ibid, hlm 15-16
*********
resolusi ini diakui bahwa asas kemanusiaan itu harus dihormati baik dalam
waktu damai maupun apabila timbul pertikaian senjata
2. Sidang tahun 1969, Majelis Umum mencantumkan dalam agendanya sebagai
salah satu topik, yaitu Respect for Human Right in Armed Conflict.
3. Resolusi no. 2675 tahun 1970
Recalling further its Resolution 2444 (XXIII) of 19th
Fundamental human rights, as accepted in international law and laid down in international instruments, continue to apply fully in situation of armed conflicts†††††††††
December 1968, on respect for human rights in armed conflict, bearing in mind the need for measures to ensure the better protection for human rights in armed conflict in all types, Dan selanjutnya dinyatakan sebagai berikut
Mengenai pendapat para ahli dapat dikemukakan beberapa contoh berikut
ini‡‡‡‡‡‡‡‡‡
1. Rosenbland menyatakan : “this humanitarian approach has turned out to be
highly essensial when drafting new treaty rules applicable in future armed conflict.”§§§§§§§§§
2. Mengenai hal ini, Starke mengemukakan bahwa salah satu perkembangan yang
menonjol dalam dasawarsa terakhir ini adalah : “the importation of human
rights rules standart into the law of armed conflict.”**********
†††††††††
Mushtaq Hussein, 1977 hal 11-12
Berkaitan dengan itu maka tidak heran apabila istilah laws of armed conflict
juga mengalami perubahan. Beberapa resolusi dan konferensi ditampilkaan istilah
baru, yaitu International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict
Pada tahun 1971 diadakan suatu Conference of Government Expert on the
Reaffirmation and Development of International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict. Tahun 1974, 1975, 1976, 1977 diadakan konferensi yang nama resminya adalah Diplomatic Conference on theReaffirmation and Development of
International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict. Istilah ini dianggap terlalu panjang sehingga sering disingkat menjadi International Humanitarian Law.
Istilah yang dianggap singkat ini di dalam bahasa Indonesia biasanya disingkat lagi
menjadi Hukum Humaniter.††††††††††
Asas Hukum Humaniter Internasional adalah‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
a) Asas Kepentingan Militer
Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa diperbolehkan atau
dibenarkan menggunakan kekerasaan untuk menundukkan lawan demi
tercapainya tujuan dan keberhasilan perang. Asas ini dalam pelaksaannya sering
pula dijabarkan dengan adanya penerapan prisip-prinsip sebagai berikut :
1. Prinsip pembatasan (Limitation Principle) adalah suatu prinsip yang
menghendaki adanya pembatasan terhadap sarana atau alat serta cara atau
metode berperang yang dilakukan pihak yang bersengketa.
††††††††††
Ibid, hlm 18
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
2. Prinsip proporsionalitas (Proportionality Principle) yang menyatakan
bahwa kerusakan yang akan diderita oleh penduduk sipil atau objek sipil
harus proporsional sifatnya
b) Asas Keperikemanusiaan (Humanity)
Menurut asas ini pihak yang bersengketa harus memperhatikan
perikemanusiaan, dimana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang
dapat menimbulkan luka berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu.
c) Asas Kesatriaan (Chivalry)
Berdasarkan asas ini bahwa dalam perang, kejujuran harus
diutamakan.Pengaturan alat-alat yang tidak terhormat, berbagai tipu daya dan
muslihat dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang.
d) Prinsip Pembeda (distinction principle)
Suatu prinsip yang membedakan atau membagi penduduk dari suatu negara
yang sedang berperang atau sedang terlibat dalam konflik bersenjata kedalam
dua golongan yaitu kombatan dan penduduk sipil (civilian).Kombatan adalah
golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan
(hostilities), sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang tidak
turut serta dalam permusuhan.Perlunya prinsip pembeda ini adalah untuk
mengetahui mana yang boleh dijadikan sasaran atau objek kekerasaan dan mana
ini memerlukann penjabaran lebih jauh lagi dalam sebuah asas pelaksanaan
(principles of application) yaitu :
a. Pihak-pihak yang bersengketa setiap saat harus bisa membedakan antara
kombatan dan penduduk sipil untuk menyelamatkan penduduk sipil dan
objek-objek sipil
b. Penduduk sipil tidak boleh dijadikan objek serangan walaupun untuk
membalas serangan
c. Tindakan maupun ancaman yang bertujuan untuk menyebarkan teror
terhadap penduduk sipil dilarang
d. Pihak yang bersengketa harus mengambil langkah pencegahan yang
memungkinkan untuk menyelamatkan penduduk sipil atau setidaknya
untuk menekan kerugian atau kerusakan yang tidak sengaja menjadi kecil
e. Hanya angkatan bersenjata yang berhak menyerang dan menahan musuh
f. Rule of Engagement (ROE)
Situasi sengketa bersenjata pihak lawan diperbolehkan untuk menggunakan
berbagai strategi untuk menundukkaan lawannya supaya kemenangan berada
dipihaknya.Tetapi harus memperhatikan asas perikemanusiaan dan asas kesatriaan
yaitu perang harus dilaksanakan dengan jujur dan harus memperhatikan aspek
kemanusiaan.
Perkembangannya, Hukum Humaniter Internasional banyak memberikan
konstribusi untuk adanya perang yang manusiawi.Perang yang menjunjung tinggi
prinsip kemanusiaan dan hak asasi setiap manusia untuk dilindungi.Hal ini
Hukum Internasioanal lainnya untuk mencegah terjadinya perang yang lebih besar
karena dengan adanya kemajuan zaman memberikan konstibusi yang sangat besar
terhadap besarnya dampak perang yang terjadi yang dihasilkan oleh penggunaan
senjata yang terus diperbaharui.
Semenjak diadopsinya Konvensi-konvensi Jenewa 1949, umat manusia
mengalami konflik bersenjata dalam jumlah yang sangat
mencemaskan.Konflik-konflik bersenjata ini terjadi hampir disetiap belahan dunia. Keempat Konvensi
Jenewa 1949 beserta Kedua Protokol Tambahan 1977 menyediakan perlindungan
hukum bagi orang-orang yang tidak maupun yang tidak lagi ikut serta langsung
dalam permusuhan dan perselisihan (yaitu korban sakit, luka, korban karam, orang
yang ditahan sehubungan dengan konflik bersenjata dan orang-orang sipil). Meskipun
demikian, masih banyak sekali pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian
internasional tersebut, sehingga timbul penderitaan dan korban tewas yang mungkin
dapat dihindari seandainya Hukum Humaniter Internasional lebih dihormati.
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, manusia berusaha
menciptakan dan mengembangkan alat-alat pembunuh. Mulai dari alat-alat yang
berupa kayu, hingga yang jauh lebih canggih seperti sekarang ini misalnya semjata
api, senjata biologis, senjata kimia dll. Penerapannya dapat dilihat dalam Perang Salib
I dan II dimana perlindungan terhadap tawanan perang sudah menjadi kebiasaan juga
berusaha mngembangkan senjata-senjata yang mampu membunuh secara masal
contohnya Trebuchet atau yang lebih dikenal sebagai alteri kuno abad pertengahan
yang digunakan untuk mengantam kota-kota negara yang berperang bahkan negara
Penggunaan senjata-senjata tersebut juga digunakan untuk menjatuhkan mental
tentara musuh, hal tersebut terus berkembang pada sampai saat ini, dimana
perlombaan senjata yang digunakan untuk menjatuhkan mental tentara musuh.Ada
dan dibuatnya suatu hukum perang untuk menjaga agar jatuhnya korban tidak banyak
dalam perang.Saat itu telah ada hukum perang dan saat itu sudah diatur dalam Hukum
Humaniter Internasional dan Statuta Roma.
Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau yang lebih dikenal dengan Drone merupakan kendaraan udara tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh oleh
manusia sebagai pilotnya atau melalui program yang telah ditentukan§§§§§§§§§§.
§§§§§§§§§§
Diakses dari
Penggunaan drone (pesawat tanpa awak) dalam konflik bersenjata telah
meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun belakangan ini. Menimbulkan
perhatian terhadap isu kemanusiaan, hukum dan lainnya. Drone adalah sebuah mesin
terbang atau pesawat yang berfungsi dengan dikendalikan jarak jauh oleh pilot atau
mampu mengendalikan dirinya sendiri, menggunakan aerodinamikaa untuk
mengangkat dirinya, bisa digunakan kembali dan mampu membawa muatan baik
senjata maupun muatan lainnya.
Salah satu fungsi dan kegunaan dari drone adalah sebagai senjata dalam perang.
Secara umum drone terbagi menjadi dua yaitu untuk pengintaian/ pengawasan dan
untuk tujuan militer. Kemudian dipersenjatai dan bisa digunakan untuk meluncurkan
misil dan bom.
Seiring berkembangnya pemanfaatan drone tidak hanya terbatas pada hal
militer saja, namun kini juga sudah digunakan untuk berbagai kebutuhan yang lebih
beragam.
Drone pertama kali digunakan sebagai senjata dalam perang adalah pada tahun
1912 sampai dengan tahun 1913 yang sering disebut juga dengan Perang Balkan.
Perang Balkan adalah suatu rangkaian pertempuran yang berlangsung pada tahun 8
Oktober 1912 sampai dengan 18 Mei 1913 antara Liga Balkan
(Serbia,Montenegro,Yunani dan Bulgari) melawan Kekaisaran Ottoman Turki.
Setelah itu diikuti pada Perang Dunia Kedua.
Penggunaan drone semakin meningkat secara drastis pada saat terjadi pertikaian
di Afganistan, Irak, dan Pakistan oleh Amerika.Meski memiliki beberapa keunggulan
dalam penggunaanya, penggunaan drone juga menuai protes dari banyak
kalangan.Perkembangan senjata berbahaya telah terjadi pada masa Perang Dingin,
dengan tanpa ada pengawasan yang tegas dari PBB dimana ditandai dengan
munculnya bom-bom gas, bakteriologi dan nuklir serta senjata-senjata kontroversial
lainnya yang menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan.Meski telah ada
peraturan-peraturan tentang penggunaan senjata tersebut seperti yang tercantum
dalam konvensi-konvensi dan traktat-traktat yang telah ada.
Penggunaan senjata yang berbahaya ini juga bahkan digunakan oleh negara
adidaya seperti Amerika yang menggunakan senjata kimia dan biologis maupun
kimia dalam Perang Vietnam dan juga dalam dalam penyerangannya ke Pakistan
pada tahun 2004-2009 yang menggunakan UAV atau drone.Amerika dalam hal ini
perang.Amerika memakai pesawat tanpa awak atau drone.Kasus ini banyak korban
yang mati karena penggunaan senjata tersebut.Korban yang berjatuhan tidak secara
khusus ditujukan kepada kombatan namun juga mengenai non kombatan dalam hal
ini penduduk sipil.Dengan terjadinya hal ini, Amerika dikecam oleh banyak negara
karena penggunaan drone tersebut.
Konvensi lain yang dihasilkan menyangkut penggunaan alat/senjata perang
adalah Konvensi 1980 yang mempunyai judul Convention on prohibitions or
restrictions on the use of certain conventional weapons, which may be deem to be excessively injurious or have indiscriminate effect. Konvensi tersebut disertai dengan
tiga protokol, yaitu***********:
1. Protokol I tentang non-detectable fragments (kepingan logam yang tidak dapat
terdeteksi)
2. Ptotokol II tentang prohibition on restiction on use of mines bobby trap and
other (larangan dan pembatasan penggunaan ranjau darat dan lainnya) Device
1. Protokol III tentang prohibition on restiction on us of incendiary weapons
(larangan dan pembatasan pengunaan senjata-senjata pembakar)
Protokol ini menyatakan secara tegas menentang penggunaan didalam kategori
protokol tersebut dan pada poin III juga menambahkan larangan penggunaan senjata
dan metode peperangan atau angkatan bersenjata yang menyebabkan kerusakan hebat
dan tidak selayaknya dan menambahkan suatu larangan tersebut penggunaan
***********
metode atau cara yang akan menimbulkan kerusakan luas berjangka waktu lama dan
dahsyat terhadap lingkungan alam (pasal 35).
Dengan ini maka penggunaan senjata tidak dapat dilakukan secara
sewenang-wenang dan semakin terus diperhatikan karena kembali lagi dengan menjunjung
kemanusiaan untuk menciptakan perang yang manusiawi, walaupun pada prakteknya
saat ini penggunaan drone sebagai senjata perang masih dapat kita temui sampai saat
ini. Contoh yang paling bisa kita ingat adalah serangan drone yang bertubi-tubi
terhadap Palestina yang menyebabkan banyaknya korban berjatuhan baik yang
kombatan maupun yang non-kombatan
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan penggunaan senjata dalam perang menurut hukum
humaniter internasional ?
2. Bagaimana legalitas penggunaan drone ditinjau dari hukum humaniter
internasional ?
3. Bagaimana sanksi pelanggaran hukum humaniter internasional?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membantu dalam mengetahui mengenai
pembahasan tentang apa yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengenai pengaturan penggunaan senjata dalam perang yang diatur
2. Untuk mengetahui legal atau tidak penggunaan drone dalam perang oleh hukum
humaniter internasional
3. Untuk mengetahui saksi hukum bagi pelanggar hukum humaniter internasional
Selain tujuan dari penelitian ini, juga perlu diketahui mengenai manfaat dari
penelitian ini yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Secara teoritis
Penelitian ini dapat membantu menambah bahan pengetahuan Hukum
Humaniter Internasional secara umum maupun hukum Humaniter Internasional
secara khusus. Dapat pula dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya pada
bidang yang sama.
b. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang tinjauan yuridis
atas Hukum Humaniter Internasional terkait dengan legalitas penggunaan drone
dalam perang.
D. Keaslian Penulisan
Penelitian ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman
selama duduk dibangku kuliah terlebih setelah berada di Jurusan Hukum
Internasional. Penelitian ini berupaya untuk menuangkan ide atau gagasan dari sudut
pandangan Hukum Humaniter Internasional terhadap legalitas penggunaan drone
dalam perang. Sepanjang penelusuran dalam ruang lingkup FH USU bahwa penulisan
tentang “Legalitas Penggunaan Drone (Pesawat Tanpa Awak) Dalam Perang Ditinjau
demikian, dalam beberapa literatur penulisan sebelumnya dalam lingkup FH USU
khususnya Departemen Hukum Internasional dapat dijumpai persamaan dalam hal
substansi seperti dasarmengenai Hukum Humaniter Internasional, Konvensi Den
Haaq 1907, Konvensi Jenewa 1949.
E. Tinjauan Yuridis
Penelitian ini memperoleh bahan tulisan dari buku-buku yang berkaitan dengan
penelitian laporan-laporan dan informasi dari internet. Untuk menghindari penafsiran
ganda, maka diberikan penegasan batasan pengertian dari judul penelitian yang
diambil dari sudut ilmu hukum, penafsiran secara etimologi, maupun pendapat dari
para satjana terhadap beberapa pokok pembahasan maupun materi yang akan
dijabarkan dalam skripsi ini antara lain :
a. Hukum Humaniter Internasional : adalah hukum yang mengatur mengenai
konflik bersenjata baik yang bersifat internasional (international armed
conflict) maupun yang bersifat non internasional (non international armed conflict)
b. Senjata : adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh atau
menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang
maupun untuk mempertahankan diri dan juga untuk mengancam dan
melindungi. Adapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi
dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata†††††††††††
†††††††††††
c. Senjata konvensional : senjata yang lazin (umum,biasa)
d. Drone/UAV‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
digunakan (tidak
termasuk senjata atom, nuklir, kuman, dan senjata-senjata inkonvensional
lainnya)
e. Sanksi hukum : perlakuan tertentu yang sifatnya tidak mengenakkan atau
menimbulkan penderitaan yang diberikan oleh pihak yang berperilaku
menyimpang.
(pesawat tanpa awak): adalah sebuah mesin terbang atau
pesawat yang berfungsi dengan dikendallikan jarak jauh oleh pilot atau mampu
mengendalikan dirinya sendiri, menggunakan aerodinamika untuk mengangkat
dirinya, bisa digunakan kembali dan mampu membawa muatan baik senjata
maupun muatan lainnya.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptifanalisis yang merupakan suatu penelitian yang
menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif maka sumber data yang
digunakan merupakan sumber data sekunder yang dapat di verifikasi sebagai berikut :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer adalah hukum yang terdiri dari aturan hukum yang
terdapat pada berbagai perangkat hukum atau aturan peraturan
perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang terkait objek penelitian antara
lain :
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
1. Konvensi Den Haaq 1907
2. Konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol Tambahan I dan II
3. Lieber Code
4. St. Petersburg Declaration
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang diperoleh dari buku-buku terkait,
jurnal-jurnal, pendapat para sarjana dan hasil- hasil penelitian sebelumnya.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum pelengkap yang memberikan
petunjuk atau penjelasan lebih terhadap bahan hukum primer dan sekunder
ensiklopedia dan lain-lain.
d. Metode Analisis Data
Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian yang bersifat
deskriptif analitis, maka analisis data yang dipergunakan adalah analisis
secarapendekatan kualitatif terhadap data sekunder.
G. Sistematika Penulisan
Sebagai gambaran umum untuk mempermudah memahami materi yang
disampaikan, penelitian ini dibagi menjadi 5 (lima) bab yang berhubungan erat satu
sama lain, dengan perincian sebagai berikut :
Bab pertama merupakan dasar bagi pembuatan penelitian ini, dan juga
penulisan penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian apakah yang digunakan
dalam menyelesaikan penelitian ini serta sistematika penulisan.
Bab kedua menjabarkan tentang pengaturan dan penggunaan senjata dalam
perang menurut hukum humaniter yang juga berisi mengenai pengertian senjata,
pengaturan alat-alat/senjata perang serta penggunaan senjata dalam perang menurut
hukum humaniter
Bab ketiga menjelaskan mengenaiaspek historis dan yuridis penggunaan drone
dilihat dari hukum humaniteryang berisi mengenai pengertian drone beserta sejarah
lahirnya drone, alasan penggunaan drone sebagai senjata dalam perang serta dampak
buruknya juga menjelaskan legalitas penggunaan drone dalam perang ditinjau dari
hukum humaniter internasional
Bab keempat menjelaskan mengenai penyelesaian damai sengketa
internasional, mekanisme pelaksaan penegakan hukum humaniter internasional serta
sanksi pelanggaran hukum humaniter internasional
Bab kelima merupakan kesimpulan dan saran yang memberikan semua
kesimpulan jawaban atas rumusan masalah serta saran yang berupa
BAB II
PENGATURAN DAN PENGGUNAAN SENJATA DALAM PERANG MENURUT HUKUM HUMANITER
A. Pengertian Umum Senjata
Dalam perang, setiap masing-masing pihak yang bertikai memiliki alat/senjata
perang.Senjata ini dimaksudkan dengan tujuan untuk mempermudah masing-masing
pihak yang bertikai dalam menggapai kemenangan.Senjata sendiri memiliki arti yaitu
suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu
benda.Senjata dapat digunakan untuk mempertahankan diri, dan juga untuk
mengancam dan melindungi.Adapun yang dapat digunakan untuk merusak (baik
dalam arti merusak psikologi maupun fisik manusia).
Senjata juga dapat dikategorikan kedalam 3 (tiga) jenis utama yaitu
berdasarkan§§§§§§§§§§§
1. Siapa yang memakainya
Siapa pemakainya merujuk kepada apa yang menggunakannya misalnya :
a. Senjata pribadi (senjata ringan) yang dibuat untuk digunakan satu orang
b. Senjata kru lebih besar dari senjata pribadi, membutuhkan lebih dari satu
orang
c. Senjata kendaraan yang dibuat untuk dipasang dan ditembakan dari
kendaraan
§§§§§§§§§§§
d. Senjata udara dibuat untuk dibawa dan di pakai kendaraan udara seperti
pesawat daaan helikopter
e. Senjata laut yang dibuat untuk ditembakan dari kapal atau kapal selam
f. Senjata antariksa yang dibuat untuk ditembakan dari luar angkasa
2. Cara pemakaiannya
Cara pemakaian merujuk pada cara pengoperasian senjata yaitu :
a. Artileri adalah senjata yang menembak proyektil berhulu ledak ke jarak
yang sangat jauh
b. Panah adalah senjata yang memakai energi yang dihasilkan seutas tali
untuk melemparkan proyektil
c. Roket adalah sejenis pesawat yang menggunakan bahan kimia untuk
meluncurkan proyektil berhulu ledak
d. Misil atau peluru kendali adalah roket yang bisa dikendalikan setelah
diluncurkan
e. Senjata api menggunakan ledakan mesiu untuk menembakkan proyektil
f. Senjata biologi menggunakan agen biologi seperti bakteri untuk menyerang
manusia dan hewan
g. Senjata kimia menggunakan bahan-bahan kimia untuk menyerang dan
meracuni manusia
h. Senjata energi menggunakan konsentrasi energi seperti laser, listrik, suhu,
atau suara
j. Senjata pembakar menggunakan bahan yang bisa menghasilkan kerusakan
dengan pembakaran
k. Senjata tajam adalah alat yang ditajamkan untuk digunakan langsung untuk
melukai tubuh lawan
l. Senjata nuklir menggunakan bahan radioaktif untuk menghasilkan fusi
nuklir atau fisi nuklir yang menghasilkan ledakan dahsyat
m. Senjata bunuh diri biasanya adalah bahan peledak yang diledakkan oleh
operator dan operatornya tidak akan selamat dari ledakan itu.
3. Apa targetnya
Apa targetnya merujuk pada senjata yang dirancang untuk menghancurkan
benda tertentu :
a. Senjata anti udara adalah senjata yang dirancang untuk menghancurkan
pesawat, helikopter, peluru kendali dan benda terbang lainnya
b. Senjata anti personel adalah senjata yang dirancang untuk menyerang
manusia (infanteri)
c. Senjata anti kapal adalah senjata yang menargetkan kapal dan kendaraan
air lainnya
d. Senjata anti tank adalah senjata yang dibuat untuk menghancurkan
kendaraan yang berlapis baja
e. Senjata anti kapal selam adalah senjata yang dibuat untuk menghancurkan
kapal selam
g. Senjata pendukung infanteri adalah senjata yang dibuat dan digunakan
untuk menyerang dan sifatnya mendukung infanteri, misalnya mortir dan
senapan mesin.
Kategori senjata yang termasuk dalam senjata yang paling mematikan/ senjata
pembunuh masal yaitu
1. Senjata nuklir************
Senjata yang mendapat tenaga dari reaksi nuklir dan mempunyai daya
pemusnah yang dasyat dan bahkan mampu menghancurkan kota
2. Senjata kimia††††††††††††
Senjata yang memanfaatkan sifat racun senyawa kimia untuk membunuh,
melukai, atau melumpuhkan musuh.Penggunaan senjata kimia ini berbeda
dengan senjata konvensional maupun senjata nuklir karena efek merusak pada
senjata kimia ini bukan pada daya ledaknya.Menurut Konvensi Senjata Kimia
(Chemical Weapons Convention) yang dianggap sebagai senjata kimia adalah penggunaan produk toksik yang dihasilkan organisme hidup (misalnya
botulinum, risin, atau saksitoksin).Menurut konvensi ini juga segala jenis zat kimia yang beracun, tanpa memperdulikan asalnya, dianggap sebagai senjata
kimia kecuali jika digunakan untuk tujuan yang tidak dilarang (suatu definisi
hukum yang penting, yang dikenal sebagai Kriteria Penggunaan Umum,
General Purpose Criteron).
3. Senjata Biologis
************ ibid ††††††††††††
Senjata yang menggunakan patogen (bakteri, virus, atau organise penghasil
penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai atau melumpuhkan
musuh.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
4. Drone
Pengertian yang lebih luas senjata biologi tidak hanya berupa
organise patogen tetapi juga toksin berbahaya yang dihasilkan oleh organisme
tertentu. Kenyataannya senjata biologis tidak hanya menyerang manusia tetapi
juga tumbuhan dan hewan.
Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau yang lebih dikenal dengan Drone merupakan kendaraan udara tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh oleh
manusia sebagai pilotnya atau melalui program yang telah ditentukan.
B. Pengaturan Penggunaan Alat-alat/Senjata dalam Perang Menurut Hukum Humaniter
Hukum Humaniter Internasional hadir untuk berusaha melindungi orang yang
tidak terlibat maupun yang tidak terlibat lagi dalam konflik bersenjata dan juga untuk
membatasi alat dan cara dalam berperang dan juga memberikan perlindungan
terhadap orang yang terkena dampak dari konflik tersebut. Sebenarnya pengaturan
mengenai alat-alat atau senjata perang di atur dalam Konvensi Den Haaq. Hukum
Den Haaq terdiri dari serangkaian peraturan yang mengatur mengenai sarana (alat)
dan metoda berperang, baik berupa konvensi maupun deklarasi, yang terbentuk dalam
Konferensi Perdamaian di Den Haaq pada tahun 1899 dan 1907, yakni yang
menghasilkan serangkaian konvensi Den Haaq.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Namun sebelum terbentuknya Konvensi Den Haaq 1899 dan 1907 tersebut
lebih dulu ada aturan yang mengatur mengenai cara dan alat perang, yaitu diantaranya
:
- Lieber Code atau Instructions for Goverment of Armies ofthe United States (1863)
- St Petersburg Declaration (1868).
Sebelum terbentuk Lieber Code dan St Petersburg Declaration, pada tahun
1874 telah diadakan Brussel Conference oleh Tsaar Alexander I guna membahas
hukum dan kebiasaan berperang. Brussel Conferencemenghasilkan “Final Protocol”
dan “Project of an International Declaration Concerning the Laws and Costume of War” (Proyek dari sebuah Deklarasi Internasional yang berkaitan dengan Hukum dan Kebiasaan Perang), namun karena tidak semua negara mau menerimanya sebagai
suatu konvensi yang mengikat, menyebabkan Final Protocol dan Project of and
International Declaration Concerning the Laws and Costume of War tidak diratifikasi. Kedua Deklarasi Internasional mengenai hukum dan kebiasaan perang
yang batal ini memicu dilakukannya hukum perang.
Walaupun Lieber Code dan St Petersburg Declaration bukan merupakan hasil
dari Konferensi Perdamaian I (1899) dan II (1907) di Den Haaq, namun kedua
instrument ini sangat penting guna bisa memahami perangkat peraturan hukum yang
Ketentuan dimana para pihak yang berkonflik memiliki hak untuk
menggunakan senjata secara tak terbatas untuk tujuan perangnya. Pembatasan ini
didasarkan pada dua ketentuan yaitu§§§§§§§§§§§§
1. Ketentuan mengenai prinsip-prinsip persenjataan yang telah dikembangkan
2. Masyarakat internasional yang sudah menerima sejumlah larangan khusus atau
setiap pembatasan dimana telah disepakati suatu bentuk tertentu dari
persenjataan atau metode perperang
Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 35 Protokol Tambahan tahun 1977
mengakui bahwa maksud dari melukai musuh dengan tidak terbatas ini dan kemudian
menetapkan larangan bagi para personil militer menggunakan materi dan peluru atau
metode perang yang secara nyata menyebabkan luka yang berlebihan atau
penderitaan yang tidak perlu. Selain itu penggunaan alat dan senjata perang juga telah
di cantumkan dalam Lieber Code.
Lieber Code atau Instruksi Lieber adalah sebuah dokumen yang berisi serangkaian peraturan berbentuk instruksi bagi para tentara Amerika Serikat dalam
menghadapi Perang Saudara di Amerika (1861-1865).*************Nama lengkap dari
Lieber Code
§§§§§§§§§§§§
Evans, Malcom D, International Law, Published in The United State by Oxford University Press Inc, New York, 2003, hlm 80
*************
Ambarwati,dkk, op cit, hlm 31
adalah Instruction for the Goverment of Armies of the United States in
a. Bagaimana perang dilaksanakan ?
b. Bagaimana perlakuan yang harus diberikan kepada penduduk sipil, para
tawanan perang, mereka yang terluka dan sebagainya.
Pasal 14 jo 16 Lieber Code mengatur mengenai hakekat dari prinsip
kepentingan militer, yaitu suatu prinsip yang sangat penting dalam hukum perang
sedangkan Pasal 170 Lieber Code secara eksplisit memberikan larangan penggunaan
senjata beracun†††††††††††††.
Pada awalnya Lieber Code ini merupakan dokumennya Amerika Serikat secara
nasional, yang diterapkan saat terjadi perang saudara atau Civil War yang sifatnya
tidak mengikat negara-negara lain, namun kemudian dalam kenyataanya Lieber Code
pada abad ke-19 menjadi model dan sumber inspirasi bagi kodifikasi mengenai
hukum dan kebiasaan perang. Menurut Fritz Kalshoven Lieber Code ini ternyata
kemudian mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan Hukum Den
Haaq.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Selain Lieber Code, ada pula St. Petersburg Declaration (1868)dimana Secara
lengkap St. Petersburg Declaration ini berjudul “Declaration Renouncing the Use, in
†††††††††††††
Pasal 14 Lieber Code adalah “kebutuhan militer yang dapat dimengerti oleh masyarakat modern yang beradap, terdiri dari kebutuhan yang dipilih dengan hati-hati yang sangat dibutuhkan guna menjamin akhir dari perang dan tidak melanggar hukum berkaitan dengan hukum modern bagi penggunanya dalam perang”.
Pasal 16 Lieber Code adalah “dalam keaadan mendesak militer tidak diizinkan menggunakan tindakan yang kejam.. juga tidak diijinkan menggunakan racun dalam segala cara, maupun dalam keseluruhannya kebutuhan militer tidak memasukkan perilaku permusuhan yang akan membuat kemungkinan untuk damai menjadi sukar”.
Pasal 170 Lieber Code adalah “penggunaan racun dalam acara apapun, ataukah itu dengan cara meracuni sumur, atau makanan atau senjata sama sekali harus dicegah dalam suatu perang modern. Mereka yang menggunakan hal itu menempatkan dirinya sendiri diluar batas hukum dan kebiasan perang”.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Time of Wa, Explosive Projectile Under 400 Grammes Weight” (Deklarasi Yang Tidak Mengakui Penggunaan, Dalam Saat Perang, Projektile Yang Dapat Meledak
Dibawah Berat 400 Gram). Ini adalah instrumen yang sangat berbeda sekali dengan
Lieber Code. Lieber Code adalah suatu aturan yang sangat rinci dan bersifat nasional,
sedangkan St. Petersburg Declaration adalah suatu perjanjian internasional yang
hanya mengatur mengenai suatu aspek saja dari peperangan, yaitu mengatur tentang
persenjataan khususnya mengenai perkembangan projektil-projektil yang dapat
meledak.§§§§§§§§§§§§§
Fritz Kalshoven menulis bahwa apabila ditunjukan kepada manusia, maka
penggunaannya tidak akan efektif ketimbang menggunakan senjata biasa, karena
tidak menyebabkan pihak lawan menyandang status horst de combat, karena luka
yang disebabkan tembakan projektil tersebut justru bertambah parah dan menambah
penderitaan bagi mereka yang mengalaminya.**************
Maksud utama dari deklarasi ini adalah untuk membatasi penggunaan
persenjataan yang dikembangkan sehingga mudah menyala dan meledak, yang
bilamana senjata ini digunakan terhadap bangunan-bangunan militer akan
menimbulkan akibat yang cukup berarti.
1. That the progress of civilization should have the effect of alleviating as much as possible the calamities of war (karena adanya kemajuan peradaban manusia
Dalam St. Petersburg Declaration dapat dilihat adanya tiga paragraf
operasional yang perlu diperhatikan sehubungan dengan cara berperang :
§§§§§§§§§§§§§
Arlina pertamasari dkk, Pengantar Hukum Humaniter, International Committe of the Red Cross, Jakarta,1999,hlm 43
maka harus menimbulkan efek mengurangi sedapat mungkin bencana dari
perang). Maksudnya, demi kemajuan peradaban manusia harus banyak dicegah
bencana dari perang.
2. That the only legitimate object which States should endeavour to accomplish during war is to weaken to military force of the enemy (yang menjadi objek yang sah yang harus diusahakan dengan keras untuk diselesaikan oleh
negara-negara selama peperangan adalah untuk melemahkan kekuatan tentara dari
musuh). Maksudnya, dalam setiap pertempuran harus dihindari perusakan atau
korban dari mereka yang bukan tentara.
Ada klausula dalam St. Petersburg Declaration yang menyebutkan bahwa
penggunaan senjata yang bersifat mudah meledak dapat menambah penderitaan
pada manusia, penggunaan mana diakui bertentangan dengan hukum
kemanusiaan (the laws of humanity)
3. The contracting or Accending Parties reserve to themselves to come hereafter to an understanding whenever a precise proporsition shall be drawn up in a view of future improvment which science may effect in the armemend of troops, in order to maintain the principles which they have established and to conciliate the necessities of war with the laws of humanity. Maksudnya, bahwa dengan menyadari kemungkinan timbulnya perkembangan ilmu dan teknologi
di bidang persenjataan yang dapat mempengaruhi angkatan perang, maka tetap
harus diutamakan prinsip-prinsip yang telah diakui, yakni prinsip mengenai
Lieber Code dan St. Petersburg Declaration dimana keduanya menjadi faktor penting dalam memahami Konvensi Den Haaq selanjutkan, khususnya yang
bersangkutan dengan metode dan sarana berperang. Misalnya paragraf operasional
pertama dan kedua didalami secara seksama, nampaknya merupakan bahan pokok
mengenai ketentuan yang menyangkut sasaran militer dalam berperang, yang
kemudian ditegaskaan kembali dalam Konvensi atau Hukum Jenewa 1949 yang
kemudian secara definitif ditegaskan dalam Protokol Tambahan I/1977.
Demikian pula dalam klausula St. Petersburg Declaration yang disebut diatas
yaitu tentang penggunaan senjata yang bersifat tidak terbatas yang secara berulang
kali ditegaskan kembali dalam dalam banyak konvensi (termasuk dalam Protokol
Tambahan I/1977).Demikian juga pada pasal 155 Lieber Code††††††††††††††,
Lieber Code dan St. Petersburg Declaration adalah cikal bakal terbentuknya Konvensi Den Haaq atau yang lebih sering disebut dengan Hukum Den
yang
menentukan klasifikasi mereka yang terlibat dalam peperangan yaitu mereka yang
tergolong combatans dan non combatans yang berkembang menjadi prinsip pembela
(disriction principles) dalam hukum perang.
††††††††††††††
Pasal 155 Liber Code menyebutkan bahwa “All enemies in regular war are divided into two general classes - that is to say, into combatants and noncombatants, or unarmed citizens of the hostile government. The military commander of the legitimate government, in a war of rebellion, distinguishes between the loyal citizen in the revolted portion of the country and the disloyal citizen. The disloyal citizens may further be classified into those citizens known to sympathize with the rebellion without positively aiding it, and those who, without taking up arms, give positive aid and comfort to the rebellious enemy without being bodily forced thereto.”
Haaq.Konvensi Den Haaq merupakan ketentuan hukum humaniter yang mengatur
mengenai cara dan alat berperang, serta menekankan bagaimana cara melakukan
operasi-operasi militer. Konvensi ini disebut dengan The Haque Laws, karena
pembentukan ketentuan-ketentuan tersebut dihasilkan di kota Den Haaq, Belanda.
Hukum Den Haaq terdiri dari serangkaian ketentuan yang dihasilkan dari Konferensi
1899 dan ketentuan-ketentuan yang dihasilkan dari Konferensi 1907.Hukum Den
Haaq adalah kelanjutan dari hasil korespondensi Perdamaian I pada tahun 1899.
Konvensi Den Haaq terjadi sebanyak dua kali. Dimana konvensi pertama pada tahun
1899 dan yang kedua tahun 1907. Isi dari dua konvensi ini sama yakni mangatur tata
cara dan alat yang diperbolehkan dalam perang yang dilakukan oleh negara-negara
yang melakukan, hanya saja isi dari konvensi kedua merupakan penyempurnaan dari
konvensi pertama.
Dalam Konvensi Den Haaq 1899 korespondensi yang dimulai pada tanggal 20
Mei 1899 dan berakhir pada tanggal 29 Juli 1899. Korespondensi Perdamaian I
merupakan prakarsa Tsaar Nicholas II dari Rusia yang merupakan usaha mengulangi
prakarsa pendahulunya yaitu Tsaar Alexander I yang menemui kegagalan dalam
mewujudkan suatu Korespondesi Internasional di Brussel pada tahun 1874 yaitu
Final Protocol dan Project of and International Declaration Concerning the Laws and Costume of War. Dasar pemikiran Tsaar Nicholas II untuk menghidupkan kembali gagasan Tsaar Alexander I adalah Rencana Konsepsi Persekutuan Suci (Holy
Alliance) antara Austria, Prusia dan Rusia pada tanggal 3 September 1815. Sebagaimana diketahui bahwa Aliansi Empat Negara (Quadruple Alliance) yang
merupakan kelanjutan dari Konggres Wina yang diselenggarakan antara bulan
September Peristiwa Waterloo (kalahnya Napoleon Bonaparte) pada tanggal 18 juni
1815‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡. Untuk memenuhi ambisi Tsaar Nicholas II, maka pada tahun 1898
Court Mouravieff (Menlu Rusia) mengedarkan surat kepada semua Kepala
Perwakilan negara negara yang diakteritasikani St. Petersburg,
1. Konvensi I tentang Penyelesaian Damai Persengketaan Internasional
yang isinya ajakan
dari Tsaar Nicholas II untuk secara bersama-sama mempertahankan Perdamaian
Dunia dan mengurangi persenjataan. Konferensi ini menghasilkan tiga konvensi dan
tiga deklarasi, yaitu :
2. Konvensi II tentang Hukum dan Kebiasan Perang di Darat
3. Konvensi III tentang Adaptasi Asas-Asas Konvensi Jenewa tanggal 22 Agustus
1864 tentang Hukum Perang di Laut
Deklarasi yang dihasilkan adalah
1. Larangan penggunaan peluru-peluru dum-dum (peluru-peluru yang bungkusnya
tidak sempurna menutup bagian dalam sehingga dapat pecah dan membesar
dalam tubuh manusia)
2. Peluncuran proyektil-proyektil dan bahan-bahan peledak dari balon, selama
jangka waktu lima tahun yang berakhir pada tahun 1905, juga dilarang
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡