• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Semiotika Nilai – Nilai Kepemimpinan Dalam Komik 99 Pesan Nabi Karya Vbi_Djenggotten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Semiotika Nilai – Nilai Kepemimpinan Dalam Komik 99 Pesan Nabi Karya Vbi_Djenggotten"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Tengku Abubakar 1112051000037

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Analisis Semiotika Nilai - Nilai Kepemimpina Dalam Komik 99 Pesan Nabi Dewasa ini, orang sudah menyadari bahwa komik bukan hanya sekadar sarana hiburan untuk anak – anak saja tetapi juga dapat menghibur orang dewasa. Komik sering digunakan untuk misi – misi tertentu seperti komik politik atau komik propaganda. Komik juga dapat dijadikan sebagai media dakwah, menjadikan komik sebagai media dakwah adalah suatu langkah yang efektif yang dilakukan oleh seorang

da’i. Komik juga dapat memberikan nilai – nilai kepemimpinan dari gambaran yang

dibuat oleh pengarangnya.

Komik 99 Pesan Nabi karangan Veby Surya Wibawa adalah komik yang bernuansa Islami. Komik ini memberikan gambaran dari hadits – hadits Bukhari dan Muslim yang mahsyur. Komik ini memberikan makna perilaku hidup sehari – hari, dan juga menyisipkan makna tentang nilai – nilai kepemimpinan khususnya pemimpin yang ada di Indonesia. Kemudian muncul pertanyaan, apa makna denotative, makna konotative, dan mitos yang terkandung dalam komik 99 Pesan Nabi?

Melihat konteks yang dibuat oleh pertanyaan penelitian di atas, maka tinjauan teoritis yang digunakan adalah teori semiotika menurut Rolland Barthes yaitu melihat makna tanda ada pada denotasi dan konotasi, atau yang biasa disebut two order of signification (signifikasi dua tahap atau dua tatanan pertanda). Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (isi) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Itulah yang kemudian disebut oleh Barthes sebagai denotasi, yang mana merupakan makna paling nyata dan tanda (sign).

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotik yang bersifat model deskriptif. Data yang didapatkan dalam penelitian ini bersumber dari komik 99 Pesan Nabi, digabungkan dengan buku – buku teoritis yang membahas mengenai komik, semiotika Rolland Barthes dan nilai – nilai kepemimpinan, dan juga dokumentasi.

Kesimpulannya adalah dalam komik 99 Pesan Nabi ini terdapat 13 (tigabelas) cerita yang menjelaskan tentang pentingnya menjadi seorang pemimpin, melihat sudut pandang pemimpin dari kacamata Islam, memilih pemimpin yang sejati.. Ketigabelas cerita tersebut mengandung nilai – nilai kepemimpinan yang dapat dicontohkan kepada pemimpin negeri ini, Serta bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

(6)

ii

Bismillahi Walhamdulillahirabbil’alamin, Dengan mengucap nama Allah SWT segala puji bagi-Nya, Dzat yang Maha Sempurna yang senantiasa memberikan kenikmatan dan kasih sayangnya kepada hamba – hambaNya. Dengan Ridho dan segala karunianyalah penulis akhirnya mampu menyelesaikan penelitian ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabat – sahabatnya dan kita sebagai kaumnya.

(7)

iii

setulus – tulusnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Arief Subhan M.A, beserta Suparto, M.Ed, selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.

2. Ketua Jurusan Komunikasi penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Masran, M.A dan Sekertaris Jurusan Fita Fatkhurokhmah, M.Si.

3. Dr. Rulli Nasrullah, M.Si sebagai pembimbing skripsi yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama penulisan skripsi ini untuk mencapai hasil yang baik.

4. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membagi ilmunya kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(8)

iv

Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku literatur sebagai referensi dalam penyusunan skripsi ini.

7. Kepada Pengarang komik 99 Pesan Nabi, Vebi Surya Wibawa yang telah membalas email saya ketika saya bertanya perilah skripsi. Semoga karyanya bisa lebih mendunia lagi aamiin.

8. Terimakasih kepada teman wanita tercantik saya, Prieska Rachma Danyanti yang telah memberikan semangat, dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini, dan warna hidup saya. Skripsi ini kupersembahkan untukmu juga. Terimakasih juga buat Nanang dan Opi yang sudah memotivasi saya.

9. Terimakasih untuk Tika dan Panji yang repot – repot memberikan solusi tentang berkas – berkas sidang. Serta terimakasih pula untuk teman – teman WEAK KPI B 2012 dan KPI angkatan 2012, semoga pertemanan ini akan terus berlanjut.

(9)

v

saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan segenap keluarga besar civitas akademik Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 20 Juni 2016

(10)

vi

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ………. ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ……….. viii

DAFTAR TABEL ………...x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………..……...1

B. Fokus Penelitian ………5

C. Rumusan Masalah ……….5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….6

E. Metodelogi Penelitian ………...7

F. Tinjauan Pustaka ……….10

G. Sistematika Penulisan ………..11

BAB II KERANGKA TEORI A. Komik ………..13

1. Pengertian Komik ………....…..13

2. Kemunculan Komik ………...…...16

3. Komik Sebagai Media Dakwah ………...…….18

B. Semiotika ……….…….21

1. Konsep Semiotika ………..21

2. Semiotika Rolland Barthes ………....26

C. Nilai – Nilai dan Kepemimpinan dalam Islam …………...…...30

1. Nilai – Nilai ………..30

(11)

vii

B. Biografi Vebi Surya Wibawa ………...…...47

BAB IV ANALISIS DATA

A. Analisis Semiotik Gambar Komik 99 Pesan Nabi Edisi Nilai – Nilai Kepemimpinan ………...51

B. Interpretasi Penulis Terhadap Komik 99 Pesan Nabi Edisi Nilai – Nilai Kepemimpinan Dalam Islam ………..…...82

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………....86

B. Saran ………..89

(12)

viii

Gambar 1 Gambar Ayah Imandaru ……….11

Gambar 2 Gambar Ibu Imandaru ...……….22

Gambar 3 Gambar Imandaru ………..22

Gambar 4 Gambar Pak Ustad ………...33

Gambar 5 Gabar Pak Bos ………....44

Gambar 6 Gambar Pak Polisi ……….……….44

Gambar 7 Gambar Mas Tessy ………....76

Gambar 8 Gambar Pak Rebo ………...22

Gambar 9 Gambar Mbah Kakung ………..45

Gambar 10 Gambar seorang pemimpin yang berfoya – foya ………...34

Gambar 11 Gambar Calon Pemimpin Pengumbar Janji ………...33

Gambar 12 Gambar Pemimpin Zholim ………...33

Gambar 13 Gambar Seorang Suami Yang Dipeluk istrinya ………...33

Gambar 14 Gambar Ketegesan Seorang Polisi Dalam Penyuapan Pelanggar...22

Gambar 15 Gambar Persengkongkolan Antara Pemimpin Desa dengan Pihak Swasta ………....45

Gambar 16 Gambar Presiden yang Membantu Memunguti Sampah Bersama Rakyat ………...22

Gambar 17 Gambar Majikan yang Mengajak Makan Bersama dengan Pembantunya ………..22

Gambar 18 Gambar Seorang Pemimpin yang Tidak Mau Disalahkan ……....33

Gambar 19 Gambar Presiden Yang Mau Menggunakan Transportasi Umum .………....……….33

(13)
(14)

x

Tabel 1 Tabel tanda Rolland Barthes ………..44 Tabel 2 Tabel seorang pemimpin yang berfoya – foya …….……….……....34 Tabel 3 Tabel Calon Pemimpin Pengumbar Janji ………...33 Tabel 4 Tabel Pemimpin Zholim ………...33 Tabel 5 Tabel Seorang Suami Yang Dipeluk istrinya ………....33 Tabel 6 Tabel Ketegesan Seorang Polisi Dalam Penyuapan Pelanggar……..22 Tabel 7 Tabel Persengkongkolan Antara Pemimpin Desa dengan

Pihak Swasta ………...45

Tabel 8 Tabel Presiden yang Membantu Memunguti Sampah

Bersama Rakyat ……….………...22 Tabel 9 Tabel Majikan yang Mengajak Makan Bersama

dengan Pembantunya ………...22

Tabel 10 Tabel Seorang Pemimpin yang Tidak Mau Disalahkan …………....33 Tabel 11 Tabel Presiden Yang Mau Menggunakan Transportasi

Umum ………..……….33

Tabel 12 Tabel Seorang Pemimpin Keluarga Marah Terhadap Seorang Penyuap

………..………..11

(15)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan zaman, banyak media yang dapat digunakan dalam melakukan aktivitas dakwah, salah satunya adalah media cetak. Komik merupakan bagian dari media cetak, komik banyak diminati oleh berbagai kalangan. Berbeda dengan karya sastra lainnya, komik tersebut bukan hanya untuk memberikan informasi tetapi juga sebagai media hiburan yang lucu dan dihiasi dengan gambar – gambar yang mendidik dan mengkritik.

Menjadikan media komik sebagai media dakwah yang efektif tentu harus memperhatikan penyajian kata – kata yang selektif. Pesan dalam sebuah media komunikasi seperti komik dapat dijelaskan secara sungguh – sungguh, artinya bahwa materi yang berbentuk gambar dapat menjelaskan keseluruhan cerita atau materi dengan mengetahui apa maksud dari materi tersebut. Pesan yang ada dalam komik juga dapat berisi pesan dakwah. Pesan dakwah yang bersumber dari kitab suci al – Quran, seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT surah Al-Ahzab ayat 39 yang berbunyi

(16)

39. (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan.

Komik adalah narasi yang diceritakan melalui sejumlah gambar yang diatur di dalam garis – garis horizontal, strip atau kotak, yang disebut Panels, dan dibaca seperti teks verbal dari kiri ke kanan.1Komik sering diartikan sebagai cerita bergambar, menurut Scout McCloud memberikan pendapat bahwa komik dapat memiliki arti gambar – gambar serta lambang lain yang terjuktaposisi (berdekatan, bersebelahan) dalam urutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan mencapai tanggapan estetis dari pembacanya.

Komik sesungguhnya lebih dari sekadar cerita bergambar yang ringan dan menghibur. Komik adalah suatu bentuk media komunikasi visual yang mempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi secara populer dan mudah dimengerti. Hal ini dimungkinkan karena komik memadukan kekuatan gambar dan tulisan, yang dirangkai dalam suatu alur cerita gambar membuat informasi lebih mudah diserap. Komunikasi melalui media gambar memiliki kekuatan tersendiri akan penggambaran tentang suatu hal. Dengan kata lain, gambar – gambar komik merupakan hasil ekspresi dan interpretasi yang telah dihadapi oleh seniman pembuatnya.

Melalui komik, para pembaca dibawa ke situasi yang lebih santai. Meskipun pesan – pesan di dalam beberapa kartun sama seriusnya dengan pesan – pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel, pesan – pesan kartun sering mudah dicerna atau dipahami sehubung dengan sifatnya yang

1

(17)

menghibur. Tambahan pula kritikan – kritikan yang disampaikan secara jenaka tidak begitu dirasakan melecehkan dan mempermalukan.2 Komik sering digunakan untuk misi – misi tertentu seperti komik politik atau komik propaganda. Dewasa ini orang sudah menyadari bahwa komik bukan hanya sekadar sarana hiburan untuk anak – anak saja tetapi juga dapat menghibur orang dewasa seperti yang terjadi di Eropa, Amerika dan Jepang yang telah menghasilkan perkembangan dunia komik lebih maju.

Berbicara mengenai komik yang berupa pelukisan grafis yang disertai pembahasan lewat tulisan, sering menghadapi masalah estetika yaitu nilai keindahan yang kompleks dalam usaha menginterpretasikan dan mengeksplisitkan suatu komik. Seorang da’i dalam menyampaikan pesan

dakwah harus berhati – hati dalam mengucapkan kata – kata yang konotatif agar tidak menimbulkan makna yang salah. Pengertian denotatif yaitu pesan yang diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Sedangkan pengertian konotatif ialah yang maknanya dipengaruhi oleh emosi dan evaluasi disebabkan oleh latar belakang dan pengalaman seseorang. Seperti dalam komik 99 Pesan Nabi menggunakan cara disertai gambar atau simbol – simbol dan kata – kata dalam teks yang penuh dengan tutur bahasa penuh makna, walaupun banyak juga kritikan pedas dari penulis.

2

(18)

Mempelajari dan mengetahui nilai – nilai ajaran Islam tidak harus selalu dengan cara serius. Cara – cara belajar yang lebih menghibur dan menyenangkan seringkali dapat lebih mudah diterima dan mengena dihati. Alasam itulah yang membuat hadirnya ragam komik strip Islam yang membuat nuansa lucu bagi para pembacanya. Salah satunya adalah komik 99 Pesan Nabi karangan dari Veby Surya Wibawa atau dikenal juga dengan Vbi_djenggotten. Komik 99 Pesan Nabi ini adalah salah satu komik terbaik anugerah pembaca Indonesia tahun 2012. Sebuah komik berbahasa Indonesia yang didasarkan pada hadits – hadits Nabi. Komik ini menjelaskan pesan – pesan Nabi SAW dengan penyajian berupa ilustrasi cerita keseharian masyarakat Indonesia dengan cara lucu.

Komik 99 Pesan Nabi yang akan diteliti mengandung nilai – nilai ajaran Islam yang ingin disampaikan seniman pembuatnya. Komik karangan Veby Surya Wibawa atau dikenal Vbi_djenggotten ini mampu memberi kesan dan pesan dari pesan – pesan Nabi melalui gambar – gambar jenaka nya serta memberi pemahaman agama islam yang lebih inovatif melalui teks serta gambar – gambarnya tersebut. Gambaran tokoh kartun – kartun yang lucu dan teks yang memudahkan pembaca untuk memahami komik dengan bahasa jelas dan tegas.

(19)

makna nilai – nilai kepemimpinan ajaran Islam dalam komik tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti bermaksud menyusun skripsi dengan judul “Analisis Semiotika Nilai – Nilai Kepemimpinan Dalam Komik 99 Pesan Nabi”.

B. Batasan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang telah dijabarkan oleh penulis diatas. Untuk menghindari terlalu luas dan melebarnya pembahasan, peneliti fokus pembahasan pada tanda – tanda yang ada didalam komik yang berindikasi pada nilai – nilai kepemimpinan dengan memahami makna denotasi, konotasi, dan mitos di dalam komik 99 Pesan Nabi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang ingin penulis angkat adalah sebagai berikut :

1. Apa makna denotatif yang terdapat dalam komik 99 Pesan Nabi sub bab nilai – nilai kepemimpinan?

2. Apa makna konotatif yang terdapat dalam komik 99 Pesan Nabi sub bab nilai – nilai kepemimpinan?

(20)

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah merupakan usaha dalam memecahkan masalah yang disebutkan dalam perumusan masalah. Untuk itu, maka tujuan dari penelitian ini adalah

a. Untuk mengetahui apa makna denotatif yang terdapat dalam komik 99 Pesan Nabi edisi nilai – nilai kepemimpinan?

b. Untuk mengetahui apa makna konotatif yang terdapat dalam komik 99 Pesan Nabi edisi nilai – nilai kepemimpinan?

c. Untuk mengetahui apa makna mitos yang terdapat dalam komik 99 Pesan Nabi edisi nilai – nilai kepemimpinan?

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan khasanah keilmuan, utamanya dibidang penelitian ilmu dakwah. Secara khusus dibidang kajian komunikasi dan penyiaran islam. Penelitian ini diharapkan menambah wacana bagi peniliti yang lain. Seperti media komik dapat dilakukan sebagai penyampaian pesan dakwah.

b. Manfaat Praktis

(21)

memberikan sumbangan kepada Fakultas Dakwah tentang kondisi media dakwah kita, sehingga bisa dijadikan pertimbangan ketika hendak melakukan dakwah melalui media dakwah seperti media komik.

E. Metodologi penelitian

1. Metode penelitian (pendekatan dan jenis penelitian)

Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif, pada tahapan teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, analisis data ini merupakan upaya yang dilakukan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, kemudian memilah-milahnya menjadi satuan yang bisa dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.3 Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan didiri pada posisi sang penulis dengan mengikuti struktur maknadari sang penulis sehingga bentuk distribusi dan produksi ideology yang disamaikan dalam wacana dapat diketahui.

Penelitian ini juga melakukan penelusuran terhadap berbagai literature dan studi lapangan. Maka penelitian ini menggunakan analisis semiotik Roland Barthes. Dengan analisis semiotik maka akan sangat membantu penulis untuk melakukan penelitian.

3

(22)

2. Sumber data

Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun angka. Menurut John Lofland dan Lyn Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata – kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain – lain.

a. Data Primer

Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data4. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini yaitu komik 99 Pesan Nabi

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang tidak langsung membebrikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.Data sekunder dalam penelitian ini berupa buku – buku dan tulisan lain yang berkaitan dengan masalah yang menjadi objek studi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini akan menggunakan metode document research. Metode ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu teks berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sasaran utama dalam analisis sedangkan data sekunder berguna untuk mempertajam analisis data primer sekaligus dapat dijadikan bahan pelengkap ataupun pembanding.

4

(23)

Tujuan dari teknik analisis data ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna yang terdapat dalam gambar pada komik 99 Pesan Nabi.

4. Teknik analisis data

Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam menganalisa data, penulis mengetahui dan menganalisis pesan dalam objek melalui tanda – tanda yang ada di dalamnya, maka dalam penelitian ini digunakan metode analisis semiotika. Semiotika, yang biasa didefinisikan sebagai pengkaji tanda-tanda ( the study of sign), pada dasarnya merupakan sebuah study atas kode-kode,

yaitu sebuah sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas sebagai sesuatu yang bermakna.5

Teknik analisa data menggunakan semiotika Rolland Barthes. Barthes adalah penerus Soussure yang tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk – bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Barthes menjelaskan bahwa kunci dari analisis makna ada pada denotasi dan konotasi, atau yang biasa disebut two order of signification (signifikasi dua tahap atau dua tatanan pertanda). Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (isi) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal.

5

(24)

Itulah yang kemudian disebut oleh Barthes sebagai denotasi, yang mana merupakan makna paling nyata dan tanda (sign).6

F. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul skripsi ini penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka keperpustakaan yang terdapat di Fakultas Ilmu Dakwah & Ilmu Komunikasi maupun perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah. Penulis belum menemukan skripsi mahasiswa/I yang meneliti tentang judul ini. Ada beberapa skripsi yang serupa namun memilik fokus yang berbeda dengan yang peneliti teliti. Studi penelitian sebelumnya yaitu:

1. Skripsi yang berjudul “Analisis Semiotika Arti Bersyukur Dalam Komik Islam Gak Pake Ribet” karya Naziah mahasiswi KPI lulusan tahun 2015. Teori yang digunakan adalah teori semiotik Rolland Barthes. Masalah yang diteliti adalah arti bersyukur yang terkandung dalam komik Islam gak ribet.

2. Skripsi yang berjudul “Semiotik Penyimpangan Sosial Dalam Buku Komik Si Juki Cari Kerja! Karya Muly Hayun mahasiswa KPI lulusan tahun 2015. Teori yang digunakan adalah teori semiotik Rolland Barthes. Masalah yang diteliti adalah bentuk penyimpangan sosial yang terkandung dalam komik Si juki cari kerja.

3. Skripsi yang berjudul “Analisis Deskriptif Pesan Dakwah Dalam Komik 33 Pesan Nabi Volume 2 Jaga Hati Buka Pikiran Karya Vbi_Djenggotten”

6

(25)

karya Ahmad Nofal mahasiswa KPI lulusan tahun 2013. Skripsi ini mengambil masalah tentang pesan dakwah yang ada di komik tersebut dengan melihat dari segi akhlaq, aqidah dan syari’ah.

Namun, dari hasil penelusuran ini tidak membuat peneliti berhenti untuk melanjutkan penelitian ini. Karena, ada beberapa hal yang peneliti anggap sebagai kelebihan sekaligus pembeda dari penelitian yang lain. Dengan begitu maka enulis mengambil kesimpulan bahwa belum ada mahasiswa/I yang meneliti tentang Analisis Semiotika Nilai – Nilai Kepemimpinan Dalam Komik 99 Pesan Nabi karangan Veby Surya Wibawa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, penulis secara sistestematis membagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapasub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN membahas Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Rumusan masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodelogi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan.

(26)

BAB III GAMBARAN UMUM membahas Profil Komik 99 Pesan Nabi, Profil Tokoh Komik 99 Pesan Pesan Nabi, Sejarah Singkat Komikus, Profil Veby Surya Wibawa.

BAB IV ANALISIS PENELITIAN membahas hasil penelitian yang berisi Analisis Semiotika Panel Komik 99 Pesan Nabi edisi Nilai – Nilai Kepemimpinan dan Interpretasi Penulis Terhadap Komik 99 Pesan Nabi edisi Nilai – Nilai Kepemimpinan.

(27)

13 berkelanjutan dengan gambar yang lain disertai dengan dialog dalam gambar.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komik adalah cerita bergambar (dalam majalah, surat kabar, atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna dan lucu.2

Komik adalah narasi yang diceritakan melalui sejumlah gambar yang diatur di dalam garis – garis horizontal, strip, atau kotak, yang disebut panels, dan dibaca seperti teks verbal dari kiri ke kanan. Komik biasanya menggambarkan petualangan satu karakter atau lebih dalam rangkaian waktu yang terbatas. Dialog direpresentasikan oleh kata – kata yang dilingkari di dalam balon, yang dikeluarkan dari mulut atau kepala karakter yang berbicara.3

Menurut maestro komik Will Eisner pada tahun 1986, pembuat buku yang berjudul Comics and Sequential Art mengatakan komik sebagai sequential art, yaitu susunan gambar dan kata – kata untuk menceritakan sesuatu atau mendramatisasi suatu ide.

1

Setiawan G. Sasongko, Kartun Sebagai Media Dakwah, (Jakarta: Sisma Digi Media, 2005), h. 53.

2

Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), cet. Ke 10, h.515.

3

Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori

(28)

Scott McCloud dalam bukunya Understanding Comics mengatakan Juxtaposed pictorial and other images in delibarate sequence, intended to convey information and’or to produce an aesthetic response in the viewer”.

maksudnya komik adalah gambar – gambar dan lambang – lambang lain yang terjuktaposisi (berdekatan, bersebelahan) dalam urutan tertentu yang bertujuan untuk memberikan informasi atau untuk mencapai tanggapan estetis dari para pembaca. Namun intinya, komik adalah bentuk lahir dari hasrat manusia yang menceritakan pengalamannya melalui bentuk dan tanda.4

Teori komik di atas dijelaskan sebagai kacamata dalam mendakati komik sebagai komik, yaitu berdasarkan unikum media komik itu sendiri meleburkan gambar dan kata sebagai suatu naratif visual yang merupakan representasi gagasan di baliknya. Sedangkan gagasan dalam komik yang tidak kasat mata atau tersembunyi maka teori yang digunakan adalah teori kajian budaya.5

Komik kartun menurut Setiawan, penuh dengan perlambangan – perlambangan yang kaya akan makna. Oleh karena itu, selain dikaji sebagai “teks”, secara kontektual juga dilakukan, yakni dengan menghubungkan karya

seni tersebut dengan situasi yang menonjol di masyarakat.6

Berdasarkan jenisnya, komik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu comic-strips dan comic-books. Comic-strip atau strip merupakan komik yang tidiri

dari beberapa panel saja dan biasanya dimuat pada surat kabar. Komik jenis ini terbagi menjadi dua kategori yaitu, komik strip bersambung merupakan komik yang terdiri dari tiga atau empat panel yang ditebitkan surat kabar atau majalah yang ceritanya berkesinambungan dan kartun komik merupakan komik yang hanya terdiri dari tiga atau empat panel yang merupakan alat protes dalam bentuk

4

Indira Maharsi, Komik Dunia Kreatif Tanpa Batas, (Yogyakarta: Kata Buku, 2011), h.3-4.

5

Seno Gumira Ajidarma, Panji Tengkorak: Kebudayaan Dalam Perbincangan, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2011), h.63

6

(29)

banyolan. Adapun comic-books adalah kumpulan cerita bergambar yang terdiri dari satu atau lebih judul dan tema cerita, yang di Indonesia disebut komik atau buku komik. Namun, dalam perkembangan selanjutnya ada pula novel grafis, komik kompilasi dan juga muncul pula web comic atau komik online.7

Dalam perkembangan dewasa ini komik mengalami kemajuan yang relatif cepat, hal ini dikarenakan perkembangan terknologi dan tuntutan yang semakin beragam serta komplek dari para pembaca. Banyak media yang dipakai komik untuk merepresentasikan dirinya bagi pembaca. Media komik terbagi menjadi tiga, yaitu:8

1. Komik berbasis kertas, media ini paling banyak digunakan sampai saat ini. Media berbasis kertas ini adalah buku komik, komik strip, majalah dan segala bentuk yang beruhubungan dengan kertas sebagai media presentasinya di masyarakat pembaca.

2. Komik berbasis digital, media ini lahir dari perkembangan zaman yang menggunakan format digital. Entah itu komik – komik yang populer lama lalu di digitalkan ataupun komik yang sengaja dibuat dalam format digital. Komik digital ini sangat dimanfaatkan oleh komikus untuk mendistribusikan hasil karyanya ke seluruh dunia dengan sekali klik. Ada tiga kategori komik jenis ini:

a) Online Comic

Komik online merujuk kepada komik yang hanya bisa dilihat melalui browser di internet.

7

Indira Maharsi, Komik Dunia Kreatif Tanpa Batas, (Yogyakarta: Kata Buku, 2011), h.15-20.

8

(30)

b) Mobile Comic

Mobile comic merujuk kepada komik yang tampilannya bisa

dibawa kemana – mana. Saat ini yang terbaru adalah munculnya PSP Komik Digital yang dirilis Sony. Komik ini sudah terisi program khusus komik digital online.

3. Media Baru (New Media), merujuk kepada berbagai media yang dipakai sebagai presentasi komik selain kertas konvensional dan media digital. Medium yang dipakainya bisa bermacam – macam seperti hiasan mug, hiasan topi, sign system dan sebagainya.

2. Kemunculan Komik

Melihat sejarah perjalanan komik, kita dapat menemukan bahwa komik ternyata sudah dimanfaatkan oleh sementara golongan agama untuk tujuan – tujuan propaganda. Golongan agama yang memanfaatkan bentuk komik ialah para pengikut Martin Luther (1983 – 1546) ketika pemimpin rohani ini mengajukan 95 tesis yang berlawanan dengan Gereja di Roma. Oleh pengikutnya, 95 tesis ini dijabarkan untuk awam dalam bentuk komik.9

Namun, jika dilihat lebih jauh tentang cikal bakal komik, kita dapat menemukan itu ada pada jaman prasejarah. Merujuk pada definisi Will Eisner dan Scott McCloud mengenai definisi komik, maka gambar pada dinding – dinding candi yang dibangun pada masa kejayaan Hindu dan Budha dapat dikategorikan sebagai komik, karena merupakan gambar yang berurutan dan merupakan rangkaian suatu cerita tertentu. Ada dua peninggalan di Indonesia yang menjadi

9

(31)

cikal bakal komik, yaitu relief Borobudur dan Wayang Beber yang merupakan karya seni rupa dengan formatnya yang tidak seperti komik modern saat ini.10

Candi Borobudur adalah nama sebuah candi agama Buddha yang terletak di daerah Borobudur, Magelang , Jawa Tengah. Candi ini didirikan sekitar tahun 800-an Masehi, menurut J.G. de Casparis candi ini digunakan sebagai tempat pemujaan. Gambar yang di frame(panel), saling berurutan, bersebelahan dan berdekatan (juktaposisi) dan bertujuan memberikan informasi (menjadi manusia sempurna) benar – benar memakai prinsip yang terdapat dalam komik. Wayang Beber adalah seni rupa di pulau Jawa yang dibuat pada tahun 861 M. Seni ini memiliki ciri – ciri sama seperti komik. Bedanya, media yang dipakai dalam Wayang Beber adalah dengan menggunakan kertas ataupun kain.

Sedangkan seni rupa barat mengatakan Trajan’s Columnyang menjadi cikal bakal komik dunia. Trajan’s Column ini merupakan sebuah monumen yang dibuat untuk menghormati kaisar Roma saat itu. Di monumen tersebut terdapat spiral bas relief yang intinya memperingati kemenangan Trajan di perang Dacian. Relief atau lukisan timbul inilah yang dikatakan sebagai cikal bakal komik dunia.

Komik di Indonesia pada tahun 1930 sampai tahun 1970 banyak mengadopsi komik yang bercerita tentang kehidupan masyarakat jaman itu, seperti di awal tahun 1950-an muncul komik strip berjudul “Kisah Pendudukan Jogya” yang episodenya bercerita tentang agresi milter Belanda ke Yogyakarta.

Baru pada tahun 1960-an komikus indonesia membuat cerita tentang pahlawan – pahlawan super yang diadaptasi oleh promotor luar. Seperti tokoh super hero lokal yaitu Sri Asih yang buat oleh Kosasih seperti Superman ataupun Wonder Woman.

10

(32)

Tahun 1965 komik indonesia mengalami pergeseran nilai. Cerita yang berbau pornografi banyak bermunculan dikalangan masyarakat. Jadi, hanya segelintir komik yang dapat beredar karena tidak lulus sensor. Namun, pada tahun 1980 komik Indonesia kembali bangkit dengan adanya komik remaja bertemakan roman kehidupan kota. Kini komik Indonesia lebih banyak cerita yang menarik, ini karena mengikuti kualitas gambar dan alur yang menarik sama seperti yang dibuat di Jepang. Tidak hanya membuat ide lebih menarik, komikus Indonesia kini menambahkan nuansa Islami.11

Di Indonesia, komik lokal dan komik luar negeri sempat populer secara bersamaan. Komik luar negeri yang dapat ditemui di Indonesia antara lain berasal dari Amerika, Eropa, Asia Timur. Komik Eropa yang beredar di Indonesia antara lain berasal dari Belanda, Belgia, atau Prancis. Komik Asia Timur yang beredar di Indonesia antara lain berasal dari Cina (terutama Hong Kong), Jepang, dan Korea. Di antara ketiga ranah asalnya, komik dari Asia Timur merupakan yang populer di Indonesia pada awal 1990-an sampai sekarang mengalahkan popularitas komik lokal dan di antara ketiga negara di Asia Timur yang berkontribusi dalam keberadaan komik di Indonesia, komik jepang adalah yang terpopuler.

3. Komik sebagai media dakwah

Dalam pembuatannya komik pasti memiliki makna yang ingin disampaikan oleh pembuatnya. Komik merupakan media cetak, komik tidak sekadar berisi cerita fiksi atau humor. Saat ini komik tampil sebagai media dakwah. Media dakwah adalah alat untuk menyampaikan pesan – pesan dakwah. Dengan menggunakan media – media atau alat – alat yang tepat akan menghasilkan dakwah yang efektif.

11

(33)

Menjadikan media komik sebagai media dakwah yang efektif tentu harus memperhatikan penyajian kata – kata yang selektif. Pesan dalam sebuah media komunikasi seperti komik dapat dijelaskan secara sungguh – sungguh, artinya bahwa materi yang berbentuk gambar dapat menjelaskan keseluruhan cerita atau materi dengan mengetahui apa maksud dari materi tersebut. Pesan yang ada dalam komik juga dapat berisi pesan dakwah. Pesan dakwah yang bersumber dari kitab suci al – Quran, seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT surah Al-Ahzab ayat 39 yang berbunyi

(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan. Kita sebagai orang Islam diwajibkan berdakwah, secara umum dakwah Islam dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu dakwah bi Al-Lisan (berdakwah melalui lisan), dakwah bi Al-Hal (berdakwah dengan perbuatan nyata yang meliputi keteladanan), dan dakwah bi Al-Qalam (berdakwah melalui tulisan seperti buku, majalah dan sebagainya).12

Di era informasi canggih seperti sekarang ini, tidak mungkin dakwah masih hanya menggunakan pengajian di mushalla saja. Penggunaan media – media modern adalah sebuah hal yang harus dimanfaatkan untuk menyampaikan ajaran – ajaran Islam.Media dibagi menjadi dua, yaitu:13

1. Nonmedia Massa

a. Manusia; utusan, kurir, dan lain – lain

12

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), h.11.

13

(34)

b. Benda; telepon, surat, dan lain – lain 2. Media Massa

a. Media massa manusia; pertemuan, rapat umum, seminar, sekolah, dan lain – lain

b. Media massa benda; spanduk, buku, komik, selebaran, poster, folder, dan lain – lain

c. Media massa periodik (cetak dan elektronik); visual, audio,dan audio visual.

Dengan banyaknya media yang bisa digunakan, seorang da’i harus dapat

memilih media yang paling efektif untuk mencapai tujuan dakwah. Berbagai hal dalam media dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk melakukan kebaikan atau dakwah. Salah satunya seni, berbagai kesenian sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan – pesan dakwah. Musik, drama, puisi, novel, komik, dan lain – lain adalah seni yang bisa digunakan sebagai media dakwah. Secara umum media – media benda yang dapat digunakan sebagai media dakwah dikelompokkan pada:14

a. Media Visual, yaitu media atau alat yang dapat dioperasikan melalui indera penglihatan, seperti film slide, overhead Proyektor (OHP), gambar dan foto. b. Media Audio, yaitu media atau alat yang dapat dioperasikan melalui indera

pendengaran, seperti tape recorder.

c. Media Audio Visual, yaitu media atau alat penyampaian informasi yang dapat menampilkan unsur gambar (visual) dan suara (audio) secara bersamaan pada saat memngkomunikasikan pesan dan informasi, seperti televisi, film atau sinetron, dan video.

14

(35)

d. Media Cetak, yaitu media atau alat untuk menyampaikaninformasi melalui tulisan yang tercetak, seperti buku, surat kabar, dan majalah.

B. Semiotika

1. Konsep Semiotika

Istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani semeiotikos, berarti penerjemah dari tanda – tanda. Kata “semiotika” untuk pertama kali diperkenalkan oleh Henry Stubbes (1670), itu pun dalam bahasa Inggris, yang digunakan dalam ilmu kedokteran untuk menginterpretasi tanda (simptom). Pada abad ke 19, Charles Sanders Peirce mendefinisikan “semiotik” (yang kadang –

kadang dieja sebagai semeiotic) sebagai “kuasa formal dari doktrin tanda –tanda” yang bersifat abstrak tentang “apa yang harus menjadi karakter dari semua tanda yang digunakan oleh atau kemampuan intelegensi manusia yang diperoleh melalui pengalaman”.15

Studi tentang bagaimana suatu masyarakat menghasilkan makna dan nilai – nilai dalam suatu sistem komunikasi disebut semiotika. Tanda itu sendiri

didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain atas dasar konvensi sosial.16 Istilah semiotika sering digunakan bersama dengan istilah semiologi.

Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek – objek, peristiwa – peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Van Zoest mengartikan semiotic sebagai “ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya

15

Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.344.

16

(36)

dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakanya”.17

Semiotika adalah studi tentang (sign) dan simbol yang merupakan tradisi penting dalam pemikiran tradisi komunikasi. Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan, dan sebagainya yang berada di luar diri. Studi mengenai tanda tidak saja memberikan jalan atau cara dalam mempelajari komunikasi. Tetapi juga memiliki efek besar pada hampir setiap aspek (perspektif) yang digunakan dalam teori komunikasi.18

Dalam Islam, semiotika masuk dalam pembahasan Ilmu Mantiq. Ilmu Mantiq adalah mempelajari bagaimana orang bernalar, atau bagaimana caranya orang bisa berpikir benar. Seperti dasar – dasar semiotika yang dikemukakan oleh Charles Sanders Pierce itu ada pada konsep “dilalah”, yaitu suatu hal yang dapat

membangkitkan adanya petunjuk, sedangkan apa yang diacunya atau yang ditunjuknya disebut “madlul”.19

Semiotika (semiotics) yang didefinisikan oleh Ferdinand de Saussure di dalam Course in General Linguistics, sebagai “ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Implisit dalam definisi Saussure adalah

prinsip, bahwa semiotika sangat menyandarkan dirinya pada aturan main (rule) atau kode sosial (social code) yang berlaku di dalam masyarakat, sehingga tanda dapat dipahami maknanya secara kolektif.20

17

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan

Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 95-96.

18

Morissan dan Andy Cory Wardhany, Teori Komunikasi: Tentang Komunikastor, Pesan, Percakapan,

dan Hubungan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), h.27

19

Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa: Mengungkapkan Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.253.

20

(37)

Penggunaan metoda semiotika dalam penelitian desain harus didasarkan pada pemahaman yang komprehensif mengenai elemen – elemen dasar semiotika. Elemen dasar dalam semiotika adalah tanda (penanda/penanda), aksis tanda (sintagma/sistem), tingkatan tanda (denotasi/konotasi), serta relasi tanda (metafora/metomini).21

1. Komponen tanda

Saussure menjelaskan tanda sebagai kesatuan yang tak dapat dipisahkan dari dua bidang, seperti halnya selembar kertas yaitu bidang penanda (signifier) untuk menjelaskan bentuk atau ekspresi dan bidang petanda (signified), untuk menjelaskan konsep atau makna.

Penanda + Petanda = Tanda 2. Aksis tanda

Di dalam konteks strukturalisme bahasa, tanda tidak dapat dilihat hanya secara individu, akan tetapi dalam relasi dan kombinasinya dengan tanda – tanda lainnya di dalam sebuah sistem. Analisis tanda berdasarkan sistem atau kombinasi yang lebih besar ini (kalimat, buku, kitab) melibatkan apa yang disebut aturan pengkombinasian (rule of combination), yaitu terdiri dari dua aksis, yaitu aksis paradigmatik (paradigmatic), yaitu perbendaharaan tanda atau kata (seperti kamus), serta aksis sintagmatik (syntagmatic), yaitu cara pemilihan dan pengkombinasian tanda – tanda berdasarkan aturan (rule) atau kode tertentu, sehingga dapat menghasilkan sebuah ekspresi bermakna.

Bahasa adalah struktur yang dikendalikan oleh aturan main tertentu, semacam mesin untuk memproduksi makna. Aturan main bahasa yang digunakan oleh Saussure adalah bahwa di dalam bahasa hanya ada prinsip

21

(38)

perbedaan. Perbedaan dalam bahasa menurut Saussure hanya dimungkinkan lewat beroperasinya dua aksis bahasa yang disebut aksis paradigma dan aksis sintagma.

3. Tingkatan Tanda

Rolland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertanda (staggered system), yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga

bertingkat – tingkat, yaitu tingkat denotasi (denotation) dan konotasi (connotation).

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti.Konotasi adalah tingkatan pertanda yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan).

Selain itu, Rolland Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatannya, akan tetapi lebih bersifat konvensional, yaitu makna – makna yang berkaitan dengan mitos.

4. Relasi Antar Tanda

Selain kombinasi tanda, analisis semiotika juga berupaya mengungkap interaksi di antara tanda – tanda. Meskipun bentuk interaksi di antara tanda – tanda ini sangat terbuka luas, akan tetapi ada dua bentuk interaksi utama yang dikenal, yaitu metafora (metaphor) dan metomini (metonymy).

(39)

sebuah tanda diasosiasikan dengan tanda tanda lain, yang di dalamnya terdapat hubungan bagian (part) dengan keseluruhan (whole).

Diantara tokoh – tokoh yang menggeluti semiotika antara lain:22

1. Charles Sanders Pierce, adalah seorang pemikir yang argumentatif. Bagi Peirce, tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or

capacity.” Pierce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol

(simbol). Ikon adalah tanda yang berhubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah, atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.

2. Ferdinand de Saussure, adalah pendiri linguistik modern yang menulis buku tentang Course in General Linguistics. ada lima pandangan tentang tanda dari Saussure yaitu, (1) Signifier (penanda) dan Signified (petanda), menurut Saussure prinsip yang mengatakan bahasa itu adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yakni penanda dan petanda. Penanda adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. (2) Form (bentuk) dan content (materi). (3) Langue (bahasa) dan Parole (tuturan, ujaran). (4) Synchronic (sinkronik) dan Diachronic (diakronik); serta (5) Syntagmatic

(sintagmatik) dan associative (paradigmatik).

22

(40)

3. Roman Jakobson, adalah salah satu dari beberapa ahli linguistik abad 20. Pemikirannya yang penting adalah penekanannya pada dua aspek dasar struktur bahasa yang diwakili oleh gambaran metafor retoris (kesamaan), dan metonimia (kesinambungan). Jakobson berpandangan bahwa bahasa ada enam macam fungsi, yaitu (1) fungsi referensial, pengacu pesan; (2) fungsi emotif, pengungkap keadaan pembicara; (3) fungsi konatif, pengungkap keinginan pembicara yang langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh sang penyimak; (4) fungsi metalingual, penerang terhadap sandi atau kode yang digunakan; (5) fungsi fatis, pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak; dan (6) fungsi puitis, penyandi pesan.

4. Louis Hjelmslev, adalah salah satu tokoh linguistik yang berperan dalam pengembangan semiologi pasca-Saussure. Hjelmslev mengembangkan sistem dwipihak (dyadic system) yang merupakan ciri sistem Saussure. Sumbangan Hjelmslev terhadap semiologi Saussure adalah dalam menegaskan perlunya sebuah “sains yang mempelajari bagaimana tanda hidup dan berfungsi dalam masyarakat”. Menurut Hjelmslev, linguistik adalah sebuah contoh metasemiotika:

telaah tentang bahasa yang juga adalah bahasa itu sendiri.

5. Rolland Barthes, adalah salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi – asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.

2. Semiotika Rolland Barthes

(41)

yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Pada 1976, Barthes diangkat sebagai profesor untuk “semiologi literer” di College de France. Barthes telah banyak menulis buku yang beberapa di antaranya, telah menjadi bahan rujukan penting untuk studi semiotika di Indonesia.23

Sejak munculnya tokoh Saussure dan Pierce, maka semiologi menitikberatkan dirinya pada studi tentang tanda dan segala yang berkaitan dengannya. Pada semiotika Pierce mengarahkan pada inferensi (pemikiran, logis) dan Saussure menekankan pada linguistik, pada kenyataan semiologin juga membahas signifikasi dan komunikasi. Sementara Barthes (1988: 199) semiologi hendak mempelajari bagaimana manusia memaknai hal – hal.24

Teori semiotika Barthes hampir secara harfiah diturunkan dari teori bahasa menurut de Saussure. Rolland Barthes mengungkapkan bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi – asumsi dari masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Selanjutnya, Barthes (1957, dalam de Saussure, yang dikutip Sartini) menggunakan teori signifiant – signifient yang dikembangkan menjadi teori tentang metabahasa dan konotasi. Istilah signifiant menjadi ekspresi (E) dan signifie menjadi isi (C). Namun, Barthes mengatakan bahwa antara E dan C harus ada relasi (R) tertentu, sehingga membentuk tanda (sign, Sn). Konsep relasi ini membuat teori tentang tanda lebih mungkin berkembang karena relasi ditetapkan oleh pemakai tanda. Menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang dan membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu isi yang sama.

Barthes menjelaskan bahwa kunci dari analisis makna ada pada denotasi dan konotasi, atau yang biasa disebut two order of signification (signifikasi dua tahap atau dua tatanan pertanda). Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan

23

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.63-64.

24

(42)

antara signifier (ekspresi) dan signified (isi) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Itulah yang kemudian disebut oleh Barthes sebagai denotasi, yang mana merupakan makna paling nyata dan tanda (sign).25

1. Signifier (penanda)

2. Signified (pertanda) 3. Denotative Sign (tanda denotatif)

4. Connotative Sign (penanda konotatif) 5. Connotative Signified (petanda Konotatif) 6. Connotative Sign (tanda konotatif)

Tabel 1 (Gambar tanda Rolland Barthes)

Dari peta diatas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Tataran denotasi menghasilkan makna yang eksplisit dan langsung. Dontasi merupakan makna yang sebenar – benarnya, yang disepakati bersama secara sosial. Tanda konotatif merupakan tanda yang penandanya mempunyai keterbukaan makna atau makna yang implisit, artinya terbuka kemungkinan terhadap penafsiran – penafsiran lain. Jadi, dalam konsep Barthes tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. 26

Menurut Arthur Asa Berger, makna denotasi bersifat langsung, dan dapat disebut sebagai gambaran dari suatu pertanda. Sedangkan makna konotatif dari beberapa tanda akan menjadi semacam mitos atau petunjuk mitos (yang menekankan makna – makna tersebut) sehingga dalam banyak hal (makna) konotasi menjadi perwujudan mitos yang sangat berpengaruh. Menurut Piliang

25

Indiwan Seto Wahyu Wibowo,Semiotika Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media,2011), h.16

26

(43)

yang dikutip Sumbu Tinarbuko, makna denotatif adalah hubungan jelas antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan tahap denotatif. Sedangkan makna konotatif meliputi aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dengan emosi serta nilai – nilai kebudayaan dan ideologi.

Secara ringkas, denotasi dan konotasi dapat dijelaskan sebagai berikut:27

1. Denotasi adalah interaksi antara Signifier dan Signified dalam sign, dan antara sign dengan referent (object) dalam realitas eksternal.

2. Konotasi adalah interaksi yang muncul ketika sign bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca/pengguna dan nilai – nilai budaya mereka. Makna menjadi subjektif atau inter subjektif. Tanda lebih terbuka dalam penafsirannya pada konotasi daripada denotasi.

Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum dengan denotasi dan kontasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umumnyanya, denotasi itu biasanya dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang “sesungguhnya”, akan tetapi di dalam semiologi

Roland Barthes denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam kerangka Barthes, konotasi juga identik dengan operasi ideologi, yang disebut sebagai „mitos’, dan berfungsi untuk

mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai – nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

Mitos dalam pandangan Barthes adalah perkembangan dari konotasi, konotasi yang sudah terbentuk lama di masyarakat itu mitos. Barthes juga mengatakan bahwa mitos merupakan sistem semiologis yakni sistem tanda – tanda yang dimaknai manusia. Mitos Barthes berbeda dengan anggapan tentang tahayul,

27

(44)

tidak masuk akal, dan lain – lain, tetapi mitos menurut Barthes sebagai type of speech (gaya bicara) seseorang. Mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang

telah ada sebelumnya atau dengan kata lain mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran ke-dua.

Jadi, semiotika adalah tatanan tanda dari petanda dan penanda yang menghasilkan makna langsung maupun tidak langsung untuk menjelaskan hubungan penanda dan petanda dalam makna yang eksplisit maupun tidak eksplisit.

C. Nilai – Nilai dan Kepemimpinan dalam Islam 1. Nilai - Nilai

Dipandang dalam perspektif sejarah filsafat yang sudah panjang, “nilai”

merupakan suatu tema filosofis yang berumur agak muda. Baru pada akhir abad ke-19 tema ini mendapat kedudukan mantap dalam uraian – uraian filsafat akademis. Sekurang – kurangnya secara eksplisit. Tapi secara implisit nilai sudah lama memegang peranan dalam pembicaraan filsafat, sudah sejak Plato menempatkan ide “baik” paling atas dalam hierarki ide – ide.28

Nilai adalah sesuatu yang berharga yang memungkinkan manusia untuk membuat keputusan mengenai apa yang ingin dicapai atau sesuatu yang dibutuhkan untuk sampai ketujuannya agar memenuhi kebutuhan psikologinya.

Dalam pengertiannya, nilai tidak terlepas hubungannya dengan manusia. Ada banyak pengertian yang mewakili tentang definisi nilai dari berbagai sudut pandang, nilai merupakan sesuatu yang potensial, dalam arti terdapatnya hubungan yang harmonis dan kreatif, sehingga berfungsi untuk menyempurnakan

28

(45)

manusia, sedangkan kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya dimiliki. 29

Manusia sebagai makhluk yang memiliki nilai akan memaknai nilai dalam dua konteks. Pertama nilai sebagai sesuatu yang objektif, yaitu nilai dipandang telah ada sebelum manusia itu memberi nilai. Nilai bagi pandangan objektivis tidak tergantung pada objek, melainkan objek lah sebagai penyangga perlu hadir dan menampakkan nilai tersebut, karena meskipun tidak ada objek, nilai telah ada dengan sendirinya. Keduanilai sebagai subjektif, yaitu nilai dipandang sangat bergantung pada subjek yang menilainya. Jadi nilai memang tidak akan ada dan tidak akan hadir tanpa hadirnya penilai. Oleh karena itu nilai melekat dengan subjek penilai.30

Sekurang – kurangnya ada enam nilai yang amat menentukan wawasan etika dan kepribadian manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat, yaitu:31

1. Nilai teori. Dalam pengenalan konsep teori ini manusia mengenal objektifitas benda – benda atau kejadian – kejadian dalam prosesnya hingga menjadi pengetahuan.

2. Nilai ekonomi. Ketika manusia menggunakan benda – benda atau kejadian – kejadian maka ada proses penilaian ekonomi atau kegunaan, yaitu dengan kegunaan tersebut dapat keuntungan tersendiri.

29

Elly M. Setiadi Dkk, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Jakarta, Kencana Prenadamedia Group, 2006), h.126-127

30

Elly M. Setiadi Dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2008), Ed.2, h.110.

31

(46)

3. Nilai agama. Ketika manusia mendapatkan ketakjuban dan kebesaran yang membuat tergetarnya hati manusia maka manusia mengenal nilai agama.

4. Nilai seni. Ketika manusia mengalami keindahan di mana ada konsep estetika dalam menilai benda atau kejadian – kejadian, maka manusia mengenal nilai seni.

5. Nilai kuasa. Ketika manusia merasa puas jika orang mengikuti apa yang dipikirkan, norma – normanya dan kemauannya maka manusia mengenal nilai kuasa.

6. Nilai solidaritas. Ketika manusia mengenal hubungan menjadi itu menjadi cinta, persahabatan dan simpati dan merasakan kepuasaan ketika itu mereka mengenal nilai solidaritas.

Penilaian ini dihubungkan dengan unsur – unsur atau hal yang ada pada manusia, seperti jasmani, cipta, karsa, rasa, dan keyakinan. Oleh karena itu, nilai itu memiliki polaritas dan hierarki. Dalam hierarki nilai sangat tergantung dari sudut pandang dan nilai yang menjadi patokan dasar si penilai. Menurut Max Scheller dalam Kaelan, menyebutkan hierarki tersebut terdiri atas:32

1. Nilai kenikmatan, yaitu nilai yang mengenakan atau tidak mengenakan, yang berkaitan dengan indra manusia yang menyebabkan manusia senang atrau menderita.

2. Nilai kehidupan, yaitu nilai yang penting bagi kehidupan.

3. Nilai kejiwaan, yaitu nilai yang tidak tergantung baik pada keadaan jasmani maupun lingkungan.

32

(47)

4. Nilai kerohanian, yaitu moralitas nilai dari yang suci maupun yang tidak suci.

Nilai kerohanian ini bisa dibedakan pada empat macam:

a. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, dan cipta) manusia.

b. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (estetis, gevoel, dan rasa) manusia.

c. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (will, wollen, dan karsa) manusia.

d. Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Berdasarkan analisis sederhana ini dapat disimpulkan bahwa nilai sekurang – kurangnya memiliki tiga ciri berikut ini:

1. Nilai berkaitan dengan subyek. Kalau tidak ada subyek yang menilai, maka tidak ada nilai juga. Entah manusia hadir atau tidak, gunung tetap meletus. Tapi untuk dapat dinilai sebagai “indah” atau “merugikan”, letusan gunung itu memerlukan kehadiran subyek yang menilai.

2. Nilai tampil dalam suatu konteks praktik, dimana subyek ingin membuat sesuatu. Dalam pendekatan yang semata – mata teoretis, tidak akan ada nilai. (hanya menjadi pertanyaan apakah suatu pendekatan yang secara murni teoretis bisa diwujudkan).

(48)

Rupanya hal itu harus dikatakan karena obyek yang sama bagi pelbagai subyek dapat menimbulkan nilai yang berbeda – beda.

Yang dibicarakan tentang nilai pada umumnya tentu berlaku juga untuk nilai moral. Nilai moral tidak terpisah dari nilai – nilai jenis lainnya. Setiap nilai dapat memperoleh suatu “bobot moral”, bila diikutsertakan dalam tingkah laku

moral. Kejujuran, misalnya, merupakan suatu nilai moral, tapi kejujuran itu sendiri “kosong”, bila tidak diterapkan pada nilai lain, seperti umpamanya nilai

ekonomis. Kesetiaan merupakan suatu nilai moral yang lain, tapi harus diterapkan pada nilai manusiawi, misalnya, cinta antara suami istri. Jadi, nilai – nilai yang disebut sampai sekarang bersifat “pramoral”. Nilai – nilai itu mendahului tahap

moral, tapi bisa mendapat bobot moral, karena diikutsertakan dalam tingkah laku moral.

2. Kepemimpinan

Kata “kepemimpinan” terjemahan dari bahasa Inggris “leadership” banyak

sekali kita temukan dalam kehidupan kita sehari – hari. Di dalam kepemimpinan selalu terdapat unsur pemimpin (influencer) yakni yang mempengaruhi tingkah laku pengikutnya (influencee) atau para pengikut – pengikutnya dalam suatu situasi. Dalam definisinya kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan dari organisasi lalu memotivasi perilaku para pengikutnya untuk mencapai tujuan dan mempengaruhi pengikut untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa – peristiwa para pengikutnyan.33

Ensiklopedia Umum tahun 1973 terbitan yayasan kansius mengartikan kepemimpinan, yaitu Hubungan yang erat antara seseorangdan sekelompok

33

(49)

manusia, karena adanya kepentingan bersama; hubungan itu ditandai tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pada manusia yang seorang itu; manusia atau orang ini biasanya disebut yang memimpin atau pemimin, sedangkan kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.34

Kepemimpinan adalah orang atau kelompok orang yang memimpin. Misalnya “Orang mau mengubah kepemimpinan nasional”, artinya orang mau

menggantikan personalia pimpinan negara di tingkat nasional. Dengan kepemimpinan dimaksudkan juga seluruh usaha memipin. Bila dikatakan: “Kepemimpinannya sungguh berhasil”, maka yang dimaksudkan ialah seluruh

usaha, seluruh kegiatan memimpin mencapai sasarannya.35

Dalam pengertiannya, kepemimpinan itu dibedakan menjadi dua, yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan non formal. Kepemimpinan formal diartikan sebagagai proses pemberian motivasi agar orang – orang yang dipimpin melakukan kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga berarti usaha mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi orang lain, agar pikiran dan kegiatan tidak menyimpang dari tugas pokok masing – masing. Sedangkan kepemimpinan non formal dapat diartikan sebagai proses

mempengaruhi pikiran, perasaan, tingkah laku, dan mengarahkan semua fasilitas untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan secara bersama – sama pula.36

Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita.

34

M. Karjadi, Kepemimpinan (Leadership), (Bandung: PT. Karya Nusantara, 1989), h.2 35

Dr.J.Riberu, Dasar – Dasar Kepemimpinan, (Jakarta: CV.Pedoman Ilmu Jaya, 1992), cet ke-4, h.1.

36

(50)

Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan memepengaruhi aktivitas – aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu37:

1. Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut,

2. Kepemipinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya,

3. Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalu berbagai cara. Sesungguhnya banyak ilmuwan tang telah lama mengakui bahwa kepemimpinan lebih dari sekadar pertukaran sosial antara pemimpin dan pengikut. Jika kepemimpinan dibatasi pada perilaku seorang pemimpin yang memberi hadiah ketika bawahannya berhasil dan memberikan hukuman jika gagal, maka kepemimpinan semacam ini akan membuat bawahan merasa seperti seekor keledai. Kepemimpinan semestinya juga ditujukan untuk menciptakan komitmen dan keterlibatan yang sesungguhnya dari pengikut atau bawahan secara sukarela.

Dalam fungsinya, kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing – masing yang mengisyarakatkan bahwa pemimpin itu berada dalam lingkup dan bukan berada di luar situasi. Fungsi kepemimpinan memiliki dau dimensi seperti:38

1. Dimensi yang berkenan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin.

37

Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006), h.3.

38

(51)

2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang – orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas – tugas pokok kelompok/organisasi.

Sedikitnya ada enam tipologi kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:39

1. Tipe Otoriter, adalah tipe pemimpin yang berbagai kegiatan yang akan dilakukan dan penetapan keputusan ditentukan sendiri oleh pemimpin semata – mata. (tidak memberi kesempatan pada bawahan).

2. Tipe Demokratis, adalah tipe pemimpin yang berbagai kegiatan yang akan dilakukan dan penetapan keputusan ditentukan bersama antara pemimpin dengan bawahan. (memberi kesempatan partisipasi pada bawahan).

3. Tipe Liberal, adalah tipe pemimpin yang berbagai kegiatan dan penetapan keputusan lebih anyak diserahkan pada bawahan. (memberi kebebasan pada bawahan).

4. Tipe Populis, adalah tipe pemimpin yang mampu mebangun rasa solidaritas pada bawahan atau pengikutnya.

5. Tipe Kharismatik, adalah tipe pemimpin yang memiliki nilai ciri khas kepribadian yang istimewa atau wibawa yang tinggi sehingga sangat dikagumi dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap bawahan atau pengikutnya. 6. Tipe kooperatif, dimaksudkan sebagai kepemimpinan ciri khas Indonesia,

yaitu yang memiliki jiwa Pancasila, yang memiliki wibawa dan daya untuk membawa serta dan memimpin masyarakat lingkungannya kedalam kesadaran kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945.

Kepemimpinan Dalam Islam

39

(52)

Di dalam Islam kepemimpinan identik dengan istilah khalifah yang berarti wakil. Ini merujuk pada surat Al-Baqarah (2) ayat 30 yang berbunyi:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Selain kata khalifah disebutkan juga kata Ulil Amri yang satu akar dengan kata amir, kata ulil amri berarti pemimpin yang tertinggi dalam masyarakat Islam, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Nisa’ (4) ayat 59:

 Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Dari ayat tersebut pelajaran yang dapat kita petik yaitu :

1. Taat kepada Rasul dan Ulil Amri dalam ayat ini bersifat mutlak, selama Ulil Amri tidak memerintahkan kepada yang dilarang oleh Allah SWT.

(53)

3. Jalan yang terbaik menyelesaikan perselisihan mazhab Islam adalah merujuk kepada al-Quran dan Sunnah Rasul yang diterima oleh semua orang. 4. Masyarakat haruslah menerima pemerintahan Islam dan mendukung para

pimpinan yang adil.

Dalam pandangan islam, seorang pemimpin itu adalah orang yang diberi amanat oleh Allah SWT untuk memimpin siapa saja yang dipimpin. Dengan menjadi pemimpin maka ia akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di akhirat. Veitzal Rivai menyebutkan ada enam ciri kepemimpinan dalam Islam, yaitu:40

1. Setia kepada Allah, menjadi pemimpin sudah sepatutnya bersedia setia kepada Allah, bukan karena ambisi menjadi penguasa tetapi mengikuti aturan maupun syariat yang sudah ditetapkan Allah SWT.

2. Tujuan Islam secara menyeluruh, pemimpin harus bisa mengendalikan yang dipimpin secara menyeluruh, karena dalam Islam kepentingan yang dilakukan oleh pemimpin bukan hanya untuk pribadi atau segelintir kelompok melainkan secara menyeluruh.

3. Menjunjung tinggi syariat dan akhlak Islam, pemimpin dalam Islam adalah orang yang mampu memegang teguh aturan – aturan di dalam syariat Islam, oleh karena itu pemimpin tidak boleh mengabaikannya. Jika pemimpin mengabaikan aturan dalam syariat Islam maka pemimpin tersebut di makzulkan.

4. Pengemban Amanah, pemimpin adalah seorang pengemban amanah dari Allah. 5. Bermusyawarah dan tidak sombong, kepemimpinan Islam memiliki prinsip dasar

yaitu terlaksananya musyawarah untuk menyelesaikan masalah.

40

(54)
(55)

41

GAMBARAN UMUM

A. Sinopsis Komik 99 Pesan Nabi

Komik 99 Pesan Nabi adalah kompilasi dari seri 33 pesan Nabi volume 1, 2, dan 3. Komik ini karangan dari Veby Surya Wibawa atau dikenal juga dengan Vbi_djenggotten. Komik 99 Pesan Nabi ini adalah salah satu komik terbaik anugerah pembaca Indonesia tahun 2012. Sebuah komik berbahasa Indonesia yang didasarkan pada hadits – hadits Nabi. Komik ini menjelaskan pesan – pesan Nabi SAW dengan penyajian berupa ilustrasi cerita keseharian masyarakat Indonesia dengan cara lucu.

Komik ini lebih lengkap dengan berbagai nilai – nilai kehidupan sehari – hari. Banyak pembelajaran yang dapat diambil dari komik ini, selain itu komik ini juga memberikan gambaran adegan – adegan dengan sangat baik dan lebih santai. Karakter – karakter yang dibuat dalam komik mirip dengan kenyataan di kehidupan sehari – hari. Pesan – pesan dakwah yang disampaikan lebih jelas dan lebih mengena di hati seperti yang ada di Indonesia khususnya. Masalah tentang perebutan jabatan, tahayul, menggosip dan lain sebagainya adalah contoh yang lumrah dilakukan di Indonesia.

(56)

Gambar

Tabel 1 (Gambar tanda Rolland Barthes)
Gambar 3 Gambar Imandaru
Gambar 5 Gabar Pak Bos
Gambar 7 Gambar Mas Tessy
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Wawancara dengan Sugianto , Branch Operational dan Service Manager, tanggal Wawancara 16 April 2019 Pukul 10.30 WIB.. berkomunikasi dengan bahasa yang jelas dan mudah

Model yang digunakan tersusun atas 2 faktor perlakuan, faktor A terdiri atas 3 taraf dan faktor B terdiri atas 3 taraf dengan ulangan sebanyak 3 kali sehingga disebut

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmatNya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Peningkatan Pemahaman

Hasil dari penelitian ini menunjukkan gambaran nyata proses produksi dalam bentuk Operation Process Chart (OPC), sedangkan hasil dari perhitungan dengan menggunakan

Kurva Daya Listrik sebagai Fungsi Tekanan Flasher pada Double Flash Steam Optimisasi dilakukan pada kondisi operasi flasher yaitu tekanan operasi (kPa) untuk mendapatkan

Kungkang; 2) sebagai pembangkit rasa solidaritas, tumbuhnya keselarasan dan keharmonisannya akan dapat mempererat ikatan sosial antar anggota masyarakat Desa

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa isolat morfologi koloni bakteri endofit A memiliki bentuk yang tipis, menyebar; pertumbuhan koloni banyak; letak pertumbuhan

Melibatkan masyarakat dalam suatu gagasan ini adalah dengan bentuk desa atau daerah wisata permainan tradisonal yang merupakan suatu kawasan daerah yang menawarkan