UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KUANTITAS DAN KUALITAS PENGGUNAAN
ANTIBIOTIKA PADA PASIEN DEWASA FRAKTUR
TERBUKA TIBIA DI RSUP FATMAWATI TAHUN
(2011-2012)
SKRIPSI
DWI PERMATASARI
NIM. 109102000044
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
KUANTITAS DAN KUALITAS PENGGUNAAN
ANTIBIOTIKA PADA PASIEN DEWASA FRAKTUR
TERBUKA TIBIA DI RSUP FATMAWATI TAHUN
(2011 - 2012)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
DWI PERMATASARI NIM. 109102000044
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
ABSTRAK
Kuantitas dan Kualitas Penggunaan Antibiotika pada Pasien
Dewasa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotika pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati tahun (2011-2012). Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif selama Tahun 2011 sampai 2012. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Fraktur terbuka tibia merupakan fraktur yang paling banyak dialami oleh pasien dewasa laki-laki dan obat ceftriaxone merupakan antibiotika yang paling banyak dikonsumsi. Data diolah dengan menggunakan metode DDD (Defined Daily Dose) dan kategori Gyssens. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 99 rekam medik pasien didapatkan kuantitas penggunaan antibiotika terbesar pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati tahun (2011-2012) adalah ceftriaxone dengan 61,63 DDD 100 patient-days. Penilaian kualitas dengan beberapa kategori Gyssens didapatkan hasil sebesar 77,4% memenuhi kategori 0 (rasional). Sebanyak 5,3% masuk kategori IVA (ada antibiotika lain yang lebih efektif), 2,3% masuk kategori IVC (ada antibiotika lain yang lebih murah), 0,7% masuk kategori IVD (ada antibiotika lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit), 2,3% kategori IIIA (penggunaan antibiotika terlalu lama), 6,7% masuk kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis) dan 5,3% masuk kategori IIB (penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian).
ABSTRACT Hospital Center Years (2011 - 2012)
This study aimed to determine quantity and quality of the use of antibiotics in open fracture of the Tibia adult patients in Fatmawati General Hospital Center Years (2011-2012). An cross sectional descriptive retrospective study was conducted during 2011 to 2012. The results of this study showed that opened fracture of the tibia was the most commonly fracture in adult male patients and then ceftriaxone was an antibiotic most commonly consumed. Data were processed using the DDD (Defined Daily Dose) and Gyssens category method. The results showed that based on 99 patient medical records, it was found that the largest quantity of the use of antibiotics in open fracture of the tibia adult patients in Fatmawati years (2011 - 2012) was 61,63 DDD 100 patient-days ceftriaxone. By using assessment Gyssens category, 77,4% category 0 (rational). 5,3% category IVA (inappropiate due to there were another more effective antibiotic), 2,3% category IVC (inappropiate due to there were another less expensive antibiotics), 0,7% category IVD (inappropiate due to there were another narrower spectrum antibiotics), 2,3% category IIIA (inappropiate due to duration too long), 6,7% category IIA (inappropiate due to incorrect dosage), 5,3% category IIB (inappropiate due to incorrect interval).
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis
dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kuantitas dan Kualitas Penggunaan Antibiotika Pada Pasien dewasa Fraktur terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012)” ini. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah
kepada baginda kita Rasulullah Muhammad SAW, sebagai suri tauladan bagi
umat manusia dalam menjalani kehidupan.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Instalasi Rekam Medik
RSUP Fatmawati, serta teori yang didapat dari berbagai literatur. Dalam
menyelesaikan masa perkuliahan sampai penulisan skripsi ini tentu banyak
berbagai kesulitan dan halangan yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas
dari doa, bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, ucapan
terima kasih penulis haturkan kepada:
1. Ibu Dr. Delina Hasan, M.Kes, Apt sebagai Pembimbing I dan ibu Linda
Triana Yudhorini, M.Si, Apt sebagai Pembimbing II yang telah
memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran selama penelitian
dan penulisan skripsi ini.
2. Kementerian Agama Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan “Beasiswa Santri Jadi Dokter Musi
Banyuasin” selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt selaku ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
5. Ibu Sabrina, M.Farm, Apt selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan selama masa perkuliahan.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Yusri Usman dan Ibunda Ruaidah
(Almh) yang selalu ikhlas memberikan kasih sayang, dukungan moral,
material, nasehat serta lantunan doa bagi anak-anaknya di setiap waktu..
8. Ayuk Ria Utami Handayani, Adik Diba Para Dina Agustini, Isat M. Taufiq
Akbar, Ine Khadijah dan semua keluarga Usman yang selalu memberikan
arahan, semangat dan dukungan.
9. Mbak Ade dewi, Kak Yurni serta saudara halaqah, keluarga Pak Yasri
yang selalu mengingatkan penulis akan kebaikan dan tarbiyah.
10. Ibu Danik, Ibu Astuti, Pak Irawan dan semua petugas di RSUP Fatmawati
yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian.
11.Kak Miftahul Jannah, Donna Pertiwi, Gusti Rusiha, A.Tantowi dan Tiarah
serta saudara-saudari SJD AS-SHOF MUBA dan SJD SUMSEL atas
perhatian dan ukhuwah yang diberikan dan semangat untuk menjadi putra
dan putri kebanggaan MUBA dan SUMSEL
12.Rina Ernawati, Mita, Dewi Novita Sari, Adi Ilhami, Rifan dan keluarga
besar KESTARI LDK SYAHID serta LTQ SYAHID atas bantuan dan
dukungannya selama ini.
13.Teman-teman di Program Studi Farmasi, saudara di KOMDA FKIK dan
LDK SYAHID atas semangat dan kebersamaan, persaudaran,
dakwahtunna kita selama proses pembelajaran berlangsung. Semoga
ukhuwah islamiyah yang telah terjalin akan terus berlanjut bahkan kelak di
14.Teman seperjuangan selama penelitian di RSUP Fatmawati: Misriana,
Wahyu Putri, Ika susanti, Fitri Nurmayanti dan Yunita Sari atas bantuan
yang telah diberikan.
15.Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian
dan penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dan
barokah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam penulisan ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi
perbaikan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.
Jakarta, 18 September 2013
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... xi
DAFTAR ISI ... xii
2.2.5 Penatalaksanaan Fraktur ... 14
2.2.6 Pengobatan Fraktur Terbuka Tibia ... 15
2.3 Evaluasi Penggunaan Antibiotika ... 16
2.3.1 Penilaian Kuantitas Penggunaan Antibiotika ... 17
2.3.2 Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotika ... 18
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 21
5.2 Hasil Analisis Data Berdasarkan Karakteristik Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011-2012) ... 25
5.2.1 Jenis Kelamin ... 25
5.2.2 Usia ... 26
5.3 Distribusi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Dewaa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011-2012) ... 27
5.3.1 Jenis Antibiotika ... 27
5.3.2 Bentuk Sediaan Oral dan Jumlah Antibiotika ... 28
5.3.2.1 Sediaan Oral ... 28
5.3.2.2 Sediaan Parenteral ... 29
5.4 Kuantitas Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Dewaa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012) ... 30
5.5 Kualitas Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012) ... 31
5.6 Pembahasan ... 32
5.6.1 Keterbatasan Penelitian ... 32
5.6.2 Distribusi Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia Berdasarkan Karakteristik di RSUP Fatmawati Tahun (2011 – 2012) ... 32
5.6.3 Kuantitas Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012) ... 34
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5.1. Distribusi Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia Berdasarkan Jenis Kelamin... 25 5.2. Distribusi Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia Berdasarkan Usia .... 26 5.3. Penggunaan Antibiotika pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia
Berdasarkan Jenis Kelamin ... 27 5.4. Penggunaan Antibiotika pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia
Berdasarkan Bentuk Sediaan PerOral dan Jumlah Antibiotika ... 28 5.5. Penggunaan Antibiotika pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia
Berdasarkan Bentuk Sediaan Parenteral dan Jumlah Antibiotika ... 29 5.6. Penggunaan Antibiotika pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia
Berdasarkan DDD 100 Pateint-days Tahun (2011 – 2012)... 30 5.7. Penggunaan Antibiotika pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia
Lampiran 1. Perhitungan DDD 100 patient-days Pada Pasien Dewasa
Fraktur Terbuka Tibia Fatmawati Tahun (2011 – 2012) ... 45
Lampiran 2. Hasil Perhitungan DDD 100 patient-days Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011 – 2012) ... 48
Lampiran 3. Distribusi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia Berdasarkan Bentuk Sediaan dan Harga Jual di RSUP Fatmawati Tahun (2011-2012) ... 49
Lampiran 4. Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia Berdasarkan Kategori Gyssens di RSUP Fatmawati Tahun (2011 – 2012) ... 51
Lampiran 5. Alasan Pemilihan Kategori gyssens ... 52
Lampiran 6. Lembar Pengumpulan Data ... 60
Lampiran 7. Surat Ijin Melakukan Penelitian di RSUP Fatmawati ... 61
Lampiran 8. Clinical Pathway Fraktur Tibia Terbuka di Fatmawati ... 64
DAFTAR ISTILAH
DDD : Defined Daily Dose
DDDs : Defined Daily Dose System
LOS : Length of Stay
WHO : World Organization Health
PerMenKes : Peraturan Menteri Kesehatan
DirJen Binfar : Direktur Jenderal Bina Kefarmasian
IV : Intravena
PO : Peroral
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di
dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari
seperempat anggaran Rumah Sakit dikeluarkan untuk penggunaan antibiotika
(Lestari dkk, 2011). Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu
mikroorganisme hidup terutama jamur yang dapat menghambat atau dapat
membasmi mikroba jenis lain (Gunawan dkk, 2007).
Prinsip dalam penggunaan antibiotika secara tepat adalah penggunaan
antibiotika dengan spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis
yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat (PerMenKes, 2011).
Penggunaan Antibiotika secara tidak tepat dan berlebihan merupakan
fenomena yang terjadi di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang
(Gaash B, 2008). Tahun 2004, World Health Organization melaporkan tingkat
penggunaan antibiotika yang tidak perlu mencapai 50% (Tampi & Nugroho,
2010).
Hasil studi di Indonesia, Pakistan dan India menunjukkan bahwa lebih
dari 70% pasien diresepkan antibiotika dan hampir 90% pasien mendapatkan
suntikan antibiotika yang sebenarnya tidak diperlukan (Perception
Communities in Physicians, 2011). Studi lain menunjukkan penggunaan
antibiotika secara berlebihan di Indonesia sebesar 43% (Gaash b, 2008).
Penggunaan antibiotika telah menjadi bagian dari perawatan standar
patah tulang terbuka ekstremitas sejak pertengahan 1970-an. Cochrane
mengkonfirmasi hal ini secara sistematis, yang menunjukkan bahwa pemberian
antibiotika pada patah tulang terbuka mengurangi resiko infeksi sebesar 59 %
(Okeke dkk, 2006).
Pada Open Fracture derajat I dan II, untuk mengatasi bakteri gram
negatif terutama Pseudomonas aeruginosa, sering diindikasikan antibiotika
2
1-3 hari, sedangkan untuk derajat III ditambah golongan aminoglycoside
misalnya gentamicin (Dipiro, 2005).
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati merupakan rumah sakit yang
pertama kali memperkenalkan endoskopi tulang belakang yang memiliki
keunggulan di bidang bedah ortopedi. Klasifikasi bidang ortopedi meliputi
spondylitis TB, arthritis, osteoarthritis dan fraktur. Patah tulang terbuka
(opened fracture) adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi baik
yang bersifat total maupun parsial yang pada umumnya disebabkan oleh
trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang.
Berdasarkan Hasil studi pendahuluan di Instalasi Rekam Medik RSUP
Fatmawati, didapatkan pasien gangguan fraktur terbuka terbanyak di RSUP
Fatmawati selama tahun (2011 - 2012) adalah pasien dengan kasus fraktur
terbuka tibia.
Penggunaan antibiotika dapat dinilai secara kuantitas dengan Defined
Daily Dose (DDD) yang menunjukkan asumsi dosis rata-rata per hari
penggunaan antibiotika untuk indikasi tertentu pada orang dewasa dan secara
kualitas dengan metode Gyssens berdasarkan data rekam medik dan kondisi
klinis pasien (Dirjen Binfar, 2011). Berdasarkan uraian diatas maka perlu
dilakukan penelitian mengenai kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotika
pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati tahun
(2011 - 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka disusunlah
rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
Belum diketahuinya gambaran mengenai kuantitas dan kualitas
penggunaan antibiotika pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP
Fatmawati tahun (2011 - 2012) dan penelitian mengenai kuantitas dan
kualitas penggunaan antibiotika pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia di
1.3 Pertanyaan Penelitian
Uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas menjadi dasar bagi
peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian berikut :
1. Bagaimana gambaran karakteristik pasien dewasa fraktur terbuka tibia di
RSUP Farmawati tahun (2011 – 2012) ?
2. Bagaimana kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien dewasa fraktur
terbuka tibia di RSUP Fatmawati tahun (2011 - 2012) ?
3. Bagaimana kualitas penggunaan antibiotika pada pasien dewasa fraktur
terbuka tibia di RSUP Fatmawati tahun (2011 - 2012) ?
1.4 Tujuan Penelitian
I.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah :
Diketahuinya gambaran karakteristik, kuantitas serta kualitas penggunaan
antibiotika pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati
tahun (2011 - 2012)
I.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Diketahuinya gambaran karakteristik pasien dewasa fraktur terbuka tibia
di RSUP Fatmawati tahun (2011 - 2012)
2. Diketahuinya kuantitas (jumlah dan jenis) antibiotika yang diberikan
pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati tahun
(2011 - 2012)
3. Diketahuinya kualitas (ketepatan) penggunaan antibiotika pada pasien
4
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Praktisi Kesehatan RSUP Fatmawati
1. Dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi pihak manajemen Rumah
Sakit khususnya tenaga farmasis dalam memberikan terapi antibiotika
secara tepat
2. Meminimalkan resiko terjadinya kesalahan penggunaan antibiotika di
rumah sakit sehingga efek terapi optimal yang diinginkan dapat tercapai
3. Menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi para dokter pasien
dengan kasus fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati dalam
penggunaan antibiotika
4. Menjadi bahan informasi serta bahan evaluasi bagi para Farmasis dalam
pemantaun penggunaan obat di RSUP Fatmawati
1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan
Di bidang Pendidikan, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran
pengetahuan tentang kuantitas dan kualitas penggunaan anibiotika di
masyarakat khususnya di Rumah Sakit.
1.5.4 Bagi Program Studi Farmasi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi serta bahan
pembelajaran bagi mahasiswa Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
1.5.4 Bagi Peneliti
Peneliti dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
pendidikan serta penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi
1.6 Ruang Lingkup.
Penelitian tentang antibiotika sudah banyak dilakukan, namun dalam
penelitian ini hanya dibatasi pada kuantitas dan kualitas penggunaan
antibiotika. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan
desain penelitian cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
dewasa fraktur terbuka tibia yang dirawat inap di RSUP Fatmawati dengan
besar sampel sesuai jumlah data rekam medik yang ada selama tahun
(2011 - 2012) yaitu menggunakan metode DDD (Defined Daily Dose) dengan
unit pengukuran DDD 100 patient-days dan beberapa kategori Gyssens.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di Instalasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotika
2.1.1 Definisi Antibiotika
Antibiotika adalah obat yang melawan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Pada tahun 1927, Alexander Fleming menemukan antibiotika
pertama yaitu penicilin. Istilah antibiotika awalnya dikenal sebagai senyawa
alami yang dihasilkan oleh jamur atau mikroorganisme lain yang
membunuh bakteri penyebab penyakit pada manusia atau hewan (Katzung,
2010).
Pengertian antibiotika secara sempit adalah senyawa yang dihasilkan
oleh berbagai jenis mikroorganisme (bakteri, fungi, actinomicetes) yang
menekan pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Namun, penggunaanya
secara umum sering kali memperluas istilah antibiotika sehingga meliputi
senyawa antimikroba sintetik, seperti sulfonamide dan quinolone (Goodman
& Hilman, 2010).
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibiotika memiliki dua
aktivitas yaitu bakteriostatika dan bakterisida. Bakteriostatika bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba sedangkan bakterisida bersifat
membunuh mikroba (Katzung, 1997 & Gunawan dkk, 2004).
Beberapa antibiotika merupakan senyawa sintetis (yang tidak
dihasilkan oleh mikroorganisme) yang juga dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri. Meskipun antibiotika memiliki banyak
manfaat tetapi penggunaannya telah berkontribusi terhadap terjadinya
2.1.2 Penggunaan Antibiotika
2.1.2.1Profilaksis bedah
Antibiotika profilaksis adalah penggunaan antibiotika yang
bertujuan mencegah terjadinya infeksi, yang diberikan dalam keadaan
tidak atau belum terdapat gejala infeksi pada pasien yang berisiko tinggi
mengalami infeksi bakterial. Misalnya, profilaksis untuk bedah, hanya
dibenarkan untuk kasus dengan risiko infeksi paska bedah yang tinggi
yaitu yang tergolong clean contaminated dan contaminated. Waktu
pemberian antibiotika profilaksis untuk bedah lebih optimal pada 30 menit
sebelum dilakukan insisi, misalnya saat induksi anestesi (Gunawan dkk,
2008, Faridah, 2005, Gyssens 1996).
Profilaksis pada kasus bedah berlaku prinsip sebagai berikut
(Gunawan dkk, 2007, Gyssenss, 1995) :
a. Antibiotika yang digunakan untuk profilaksis harus dibedakan dari
antibiotika untuk terapi
b. Pemberian profilaksis hanya diindikasikan kasus dengan risiko infeksi
daerah operasi yang tinggi yang tergolong operasi bersih
terkontaminasi dan terkontaminasi. Tindakan bedah yang bersih
(clean) tidak memerlukan antibiotika karena kemungkinan terjadi
infeksi kecil dan tidak akan berkurang dengan pemberian antibiotika
profilaksis, kecuali bila dikhawatirkan terjadi infeksi daerah operasi
pada tindakan bedah dimana bahan asing atau implan dipasangkan di
tubuh.
c. Antibiotika yang dipakai harus sesuai dengan jenis kuman yang
potensial menimbulkan infeksi daerah operasi.
d. Cara pemberian biasanya intravena (IV) atau intramuskular (IM).
e. Antibiotika profilaksis dosis tunggal diberikan beberapa saat sebelum
dilakukan insisi.
f. Pada beberapa kasus, pemberian profilaksis dapat dilanjutkan hingga
8
2.1.2.2Antibiotika Terapetik
Antibiotik terapetik adalah penggunaan antibiotik pada keadaan
adanya manifestasi infeksi, dibedakan menjadi terapi empirik dan definitif
atau terdokumentasi (Gunawan dkk, 2007). Terapi empirik diberikan bila
bukti klinis dan laboratorium penunjang mendukung adanya infeksi, tetapi
tidak atau belum ada bukti pemeriksaan yang memastikan adanya agen
penyebab infeksi. Terapi empirik seharusnya tidak lebih dari 72 jam.
Terapi definitif dilakukan bila jenis mikroorganisme beserta pola
kepekaannya telah diketahui berdasarkan hasil kultur dan uji sensitivitas.
Antibiotik untuk terapi definitif harus ditujukan secara spesifik untuk
mikroorganisme penyebab infeksi, memiliki efektivitas tertinggi, toksisitas
terendah dan spektrum aktivitas tersempit (katzung, 1997).
2.1.3 Penggolongan Antibiotika
2.1.3.1 Antibiotika Berdasarkan Spektrum Aktivitas
Antibiotika dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu (Kee, 1996) :
a. Antibiotika kerja luas (broad spectrum), contohnya seperti
tetracycline dan cephalosporin efektif terhadap organisme baik gram
positif maupun negatif. Antibiotika berspektrum luas sering kali
dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang belum diidentifikasi
dengan pembiakan sensitivitas.
b. Antibiotika kerja sempit (narrow spectrum). Golongan ini terutama
efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penicilin dan
erythromycin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
bakteri gram positif. Karena antibiotika berspektrum sempit bersifat
selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme
2.1.3.2Antibiotika Berdasarkan Mekanisme Kerja
Penggolongan antibiotika berdasarkan mekanisme kerjanya pada bakteri
adalah sebagai berikut :
1. Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel
bakteri, misalnya cephalosporin, fosfomycin
a. Cephalosporin (Mycek, 2001; Katzung, 2010)
Cephalosporin merupakan antibiotika β - laktam yang dihasikan
oleh jamur Cephalosporium acremonium. Berdasarkan spektrum
aktivitas cephalosporin dikelompokkan menjadi (Goodman &
Hilman, 2010) :
a) Generasi I
Obat ini sangat aktif terhadap kokus bakteri gram positif seperti
Pneumonococcus, Streptococcus, Stafilococcus. Cephalosporin
tidak aktif terhadap galur Stafilococcus yang resisten terhadap
meticilin. Contoh : cefalotin, cefazolin, cefradin, cefalexin,
cefadroxyl. Golongan ini digunakan secara oral pada infeksi
saluran kemih ringan dan pada infeksi kulit dan jarigan lunak
tetapi hendaknya tidak diandalkan pada infeksi sistemik yang
serius.
b) Generasi II
Obat ini aktif terhadap organisme yang dihambat oleh obat
generasi pertama, aktif terhadap kuman gram negatif tetapi tidak
aktif terhadap Enterococcus atau Pseudomonas aeruginosa. obat
ini terutama digunakan untuk mengobati sinusitis, otitis atau
infeksi saluran napas bawah oleh Haemophilus influzae atau
Moraxella catarrhalis. Misalnya: cefaclor, cefamandol,
cefmetazol, cefonicid dan cefuroxime.
c) Generasi III
Generasi ini lebih aktif terhadap bakteri gram negatif meliputi
Pseudomonas aeruginosa dan bacteriodes dan mampu melewati
sawar darah-otak. Contoh: cefoperazone, cefotaxime,
10
mengobati berbagai macam infeksi berat oleh Klebsiella,
Enterobacter dan Haemophillus.
d) Generasi IV
Obat ini lebih resisten terhadap hidrolisis oleh β-laktamase yang
kromosonal (yang diproduksi oleh enterobakter). Obat ini
diindikasikan untuk infeksi nosokomial. Contoh : cefpirome dan
cefepime.
b. Fosfomycin
Fosfomycin bekerja dengan menghambat tahap awal sintesis
dinding sel kuman. Fosfomycin aktif terhadap kuman gram positif
maupun gram negatif. Obat ini disetujui pnggunaanya sebagai dosis
tunggal 3 gram untuk pengobatan infeksi saluran kemih tanpa
komplikasi pada wanita yang disebabkan oleh Escherichia coli dan
Escherichia faecalis dan obat ini diekskresi melalui ginjal (Katzung,
2004).
2. Antibiotika yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba
3. Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesa protein, yang
termasuk golongan ini adalah antibiotika golongan aminoglycoside.
a. Aminoglycoside
Aminoglycoside dihasilkan oleh kelompok fungi
Streptomyces dan Microspora. Obat ini merupakan golongan
antibiotika utama untuk pengobatan infeksi serius yang disebabkan
oleh bacil aerob gram negatif dan bersifat bakterisida.
Aminoglycoside dapat menimbulkan efek toksik yang serius
sehingga penggunaanya terbatas dan telah digantikan dengan obat
yang lebih aman seperti cephalosporin generasi ketiga,
fluoroquinolone, imipenem. Contoh golongan ini antara lain
gentamicin (Mycek dkk, 2001)
Gentamicin digunakan pada infeksi Pseudomonas.
Gentamicin juga sering diberikan secara topikal sebagai salep atau
antara lain ototoksisitas, nefrotoksisitas, paralisis neuromuskular,
dan reaksi alergi (Mycek dkk, 2001).
b. Clindamycin (Linkomycin)
Clindamycin adalah turunan asam amino, yaitu asam
trans-L-4-n-prophilhigrinat yang terikat pada turunan oktosa yang
mengandung sulfur, dihasilkan oleh Streptomyces lincolnensis.
Mekanisme kerja adalah clindamycin berikatan secara eksklusif pada
subunit 50S ribosom bakteri dan menekan sintesis protein.
Clindamycin lebih aktif terhadap bakteri anaerob, terutama Bacillus
fragilus. Clindamycin diindikasikan untuk terapi infeksi anaerob
yang disebabkan oleh bakteriodes dan sebagai profilaksis
endokarditis pada pasien dengan penyakit katup jantung (Goodman
& Hilman, 2010; Katzung, 2004).
4. Antibiotika yang bekerja melalui penghambatan sintesis asam nukleat
bakteri
a. Fluoroquinolone
Fluoroquinolone menghambat kerja enzim DNA gyrase pada
kuman, obat ini diserap dengan baik pada pemberian oral dan
beberapa derivatnya tersedia dalam bentuk parenteral sehingga
dapat digunakan untuk penanggulangan infeksi berat, khususnya
yang disebabkan oleh kuman gram negatif, daya antibakterinya
terhadap kuman gram-positif realtif lemah. Yang termasuk gologan
ini adalah ciprofloxacin, levofloxacin (Katzung, 2004).
a) Ciprofloxacin
Obat ini adalah zat yang paling aktif terhadap gram negatif
terutama Pseudomonas aeruginosa.
b) Levofloxacin
Obat ini dua kali lebih poten, mempunyai aktivitas terhadap
organisme gram-positif termasuk Streptococcus pneumoniae.
5. Antibiotika yang menghambat metabolisme sel mikroba, yang termasuk
12
2.2 Fraktur (Patah Tulang) Terbuka Tibia
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma (Sjamsuhidajat, 1997). Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer, S.c & Bare, B.G, 2001). Patah tulang terbuka atau disebut
juga opened fracture adalah keadaan patah tulang yang terjadi dengan adanya
hubungan antara jaringan tulang yang patah tersebut dengan lingkungan
eksternal dari kulit, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya infeksi
(Sjamsuhidajat, 2004). Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian
tibia sebelah kanan maupun kiri akibat pukulan benda keras atau terjatuh
(Smeltzer, S.c & Bare, B.G, 2001).
2.2.1 Etiologi Fraktur
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk dan
bahkan kontraksi otot ekstrem. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma
dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung
terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun
dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang
disebabkan oleh kecelakaan bermotor (Smeltzer, S.c & Bare, B.G, 2001).
Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia (dan fibula)
yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi
atau gerakan memuntir yang keras. Fraktur tibia dan fibula sering terjadi
dalam kaitan satu sama lain. Pasien datang dengan nyeri, deformitas,
hematoma yang jelas dan edema berat. Sering kali fraktur ini melibatkan
kerusakan jaringan lunak berat karena jaringan subkutis didaerah ini sangat
tipis (Smeltzer, S.c & Bare, B.G, 2001).
2.2.2 Manifestasi Klinis Fraktur
Gejala klinis fraktur adalah nyeri, hilangya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembekakan lokal dan perubahan warna
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya nyeri sampai fragmen
tulang imobilisasi.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur.
2.2.3. Klasifikasi Fraktur
Secara umum, keadaan fraktur secara klinis apat diklasifikasikan
sebagai berikut (Smeltzer, S.c & Bare, B.G, 2001)
a. Fraktur tertutup (simple fracure) adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan lingkungan luar.
b. Fraktur terbuka (compound fracture) adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan lingkungan luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak.
Fraktur terbuka digradasi menjadi (Luchette F.A, 2008) :
Grade I: luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.
Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Grade III: sangat terkontaminasi, mengalami kerusakan jaringan lunak
14
2.2.4. Infeksi pada Fraktur terbuka
Infeksi merupakan invasi dan multiplikasi mikroorganisme atau
parasit di dalam jaringan tubuh, secara klinis memang mungkin tidak
tampak (infeksi subklinis) atau tetap lokalisata dengan cedera selular akibat
toksin, replikasi intra seluler, atau respon antigen antibodi (Dorland, 2010)
Infeksi yang terjadi pada patah tulang terbuka ini disebabkan adanya
kontaminasi pada luka terbuka yang tidak ditangani dengan segera dan
serius. Hal tersebut dipicu dengan kondisi lingkungan luka yang
menyebabkan kuman dapat berkembang biak. Lingkungan yang dimaksud
adalah jaringan yang hancur dan mati, darah pada luka, benda asing,
kelembaban serta panas yang optimal dalam pertumbuhan mikroorganisme.
Mikroorganisme atau kuman-kuman patogen akan mencapai jumlah dan
virulensi untuk dapat mengakibatkan infeksi setelah melewati periode 6-10
jam dari terjadinya luka (Rochanan, 2003).
2.2.5 Penatalaksanaan Fraktur
Menurut (Smeltzer, S.c & Bare, B.G, 2001), prinsip penanganan
Fraktur meliputi:
a. Reduksi fraktur adalah mengembalikan fragmen tulang pada keadaan
normal
b. Imobilisasi fraktur adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi ekterna dan interna.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala upaya yang
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai dengan kebutuhan.
Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan luka terbuka
memanjang sampai permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat
resiko infkesi osteomielitis, gangren dan tetanus. Tujuan penanganan adalah
meminimalkan kemungkinan terjadinya infeksi luka, jaringan lunak dan
asing dan jaringan mati diangkat) dan diirigasi, dilakukan usapan luka.
Fraktur direduksi dengan hati-hati dan distabilisasi dengan fiksasi eksterna,
setiap kerusakan pada pembuluh darah, jaringan lunak, otot, saraf dan
tendon diperbaiki (Smeltzer, S.c & Bare, B.G, 2001).
Ekstremitas ditinggikan untuk meminimalkan terjadinya edema.
Suhu tubuh pasien diperiksa dengan interval teratur, dan pasien dipantau
mengenai adanya tanda infeksi. Luka yang sangat terkontaminasi sebaiknya
tidak dijahit, dibalut dengan pembalut steril dan ditutup sampai
diketahuinya bahwa daerah tersebut tidak mengalami infeksi. Profilaksis
tetanus diberikan. Biasanya diberikan antibiotika intravena untuk mencegah
atau menangani infeksi serius (Smeltzer, S.c & Bare, B.G, 2001).
2.2.6 Pengobatan Fraktur Terbuka Tibia
Pengobatan yang sesuai untuk fraktur terbuka tibia adalah
Antibiotika golongan cephalosporin generasi kedua diberikan pada
luka tingkat I sampai IIIA akan tetapi untuk luka berat sebaiknya ditambah
dengan golongan aminoglycoside (gentamicin) untuk mengatasi bakteri
gram negatif. Jika luka dihasilkan dari kejadian agrikultur, maka untuk
bakteri anaerobik perlu ditambahkan metronidazole. Periode penggunaan
antibiotika pada fraktur terbuka tibia bervariasi, akan tetapi untuk
kebanyakan luka bedah, pengobatan terapetik dilanjutkan selama 3 sampai 5
16
Prinsip penggunaan antibiotika yang tepat (PerMenKes, 2011) :
1. Penggunaan antibiotika tepat yaitu penggunaan antibiotika dengan
spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat,
interval dan lama pemberian yang tepat.
2. Kebijakan penggunaan antibiotika ditandai dengan pembatasan
penggunaan antibiotika dan mengutamakan penggunaan antibiotika lini
pertama.
3. Pembatasan penggunaan antibiotika dapat dilakukan dengan
menerapkan pedoman penggunaan antibiotika dan penerapan
kewenangan dalam penggunaan antibiotika tertentu.
4. Indikasi ketat penggunaan antibiotika dimulai dengan menegakkan
diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil
pemeriksaan laboratotium seperti mikrobiologi, penunjang lainnya.
5. Pemilihan jenis antibiotika harus berdasar pada :
a. Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola
kepekaan kuman terhadap antibiotika
b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab
infeksi
c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika
d. Melakukan deeskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi
dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat.
5.1 Evaluasi Penggunaan Antibiotika
Evaluasi penggunaan antibiotika dilakukan bertujuan untuk (Permenkes,
2011):
1. Mengetahui jumlah penggunaan antibiotika di Rumah Sakit
2. Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika di Rumah
Sakit
3. Sebagai dasar dalam menetapkan surveilans penggunaan antibiotika di
Rumah Sakit secara sistematik dan terstandar.
Evaluasi penggunaan antibiotika dapat dilakukan secara kuantitatif
maupun kualitatif. Evaluasi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
penghitungan DDD 100 patient-days, untuk mengevaluasi jenis dan jumlah
antibiotika yang digunakan. Evaluasi secara kualitatif dapat dilakukan antara
lain dengan metode Gyssens, untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan
antibiotika (Permenkes, 2011).
2.4.1 Penilaian Kuantitas Penggunaan Antibiotika
Kuantitas penggunaan antibiotika adalah jumlah penggunaan
antibiotika di Rumah Sakit yang diukur secara retrospektif dan prospektif
melalui studi validasi. Evaluasi penggunaan antibiotika secara retrospektif
dapat dilakukan dengan memperhatikan DDD (Defined Daily Dose). DDD
adalah asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan antibiotika untuk indikasi
tertentu pada orang dewasa. Penilaian penggunaan antibiotika di Rumah
Sakit dengan satuan DDD 100 patient days.
Untuk mempermudah perhitungan dapat dilakukan dengan
menggunakan piranti lunak ABC calc yang dikembangkan oleh World
Health Organization (WHO). Kuantitas penggunaan antibiotika dapat
dinyatakan dalam DDD 100 patient-days. Cara perhitungan (Dirjen Binfar,
2011) :
a) Kumpulkan data semua pasien yang menerima terapi antibiotika
b) Kumpulkan lamanya waktu perawatan pasien rawat inap (total Length Of
Stay atau LOS semua pasien)
c) Hitung jumlah dosis antibiotika (gram) selama dirawat
18
2.4.2 Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotika
Penilaian kualitas penggunaan antibiotika bertujuan untuk perbaikan
kebijakan atau penerapan program edukasi yang lebih tepat terkait kualitas
penggunaan antibiotika (Permenkes, 2011).
Kualitas penggunaan antibiotika dinilai dengan menggunakan data
yang terdapat pada Rekam Pemberian Antibiotika (RPA), catatan medik
pasien dan kondisi klinis pasien. Berikut ini adalah langkah yang sebaiknya
dilakukan dalam melakukan penilaian kualitas penggunaan antibiotika :
a. Untuk melakukan penilaian, dibutuhkan data diagnosis, keadaan klinis
pasien, hasil kultur, jenis dan regimen antibiotika yang diberikan.
b. Untuk setiap data pasien, dilakukan penilaian sesuai alur.
c. Hasil penilaian dikategorikan sebagai berikut :
1. Kategori 0 = penggunaan antibiotika tepat
2. Kategori I = penggunaan antibiotika tidak tepat waktu
3. Kategori IIA = penggunaan antibiotika tidak tepat dosis
4. Kategori IIB = penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian
5. Kategori IIC = penggunaan antibiotika tidak tepat cara atau rute
pemberian
6. Kategori IIIA = penggunaan antibiotika terlalu lama
7. Kategori IIIB = penggunaan antibiotika terlalu singkat
8. Kategori IVA = ada antibiotika lain yang lebih efektif
9. Kategori IVB = ada antibiotika lain yang kurang toksik atau lebih
aman
10.Kategori IVC = ada antibiotika lain yang lebih murah
11.Kategori IVD = ada antibiotika lain yang spektrum anti bakterinya
lebih sempit
13.Kategori VI = data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat
dievaluasi
Alur Penilaian Kualitatif Penggunaan Antibiotika menggunakan
Gyssen Classification terdapat pada :
Gambar 3. Diagram alur penilaian kualitas pemberian antibiotika
20
Berdasarkan teori yang tercantum dalam tinjauan pustaka, disusun
kerangka teori sebagai berikut :
BAB 3
Penggunaan antibiotika pada pasien dewasa
fraktur terbuka tibia berdasarkan :
1. Kuantitas penggunaan antibiotika
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
1.2Definisi Operasional
Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang didefinisikan sebagai
berikut :
1. Kuantitas antibiotika adalah pengukuran jumlah suatu antibiotika yang
digunakan pasien dewasa fraktur terbuka tibia berdasarkan DDD 100
patient-days (PerMenKes, 2011)
Metode : DDD (Defined Daily Dose)
Cara Ukur : lembar perhitungan DDD
Hasil Ukur : jumlah antibiotika
Skala : rasio
2. Kualitas antibiotika adalah ketapatan penggunaan antibiotika yang diberikan
berdasarkan kategori Gyssens (PerMenkes, 2011)
Metode : diagram alur penilaian Gyssens
Cara ukur : lembar penilaian kualitas penggunaan antibiotika
Hasil Ukur : a. Tepat penggunaan antibiotika
b. Tidak tepat penggunaan antibiotika
Skala : nominal
Kuantitas
Antibiotika
Kualitas
Antibiotika Penggunaan
BAB 4
METODA PENELITIAN
4.1Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1.1 Lokasi
Penelitian dilakukan di instalasi rekam medik RSUP Fatmawati
1.1.2 Waktu
Penelitian dilakukan selama tiga bulan yaitu pada bulan April sampai Juni
2013 dengan pengamatan retrospektif yaitu data pasien dewasa fraktur
terbuka tibia yang dirawat di RSUP Fatmawati selama tahun (2011 - 2012).
4.2 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif melalui pendekatan
kuantitatif dengan desain cross sectional .
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah pasien dewasa fraktur terbuka tibia di
RSUP Fatmawati tahun (2011 - 2012)
4.3.1 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah semua pasien dewasa fraktur terbuka tibia
yang mempunyai rekam medik yang menggunakan antibiotika dan dirawat
di RSUP Fatmawati selama tahun (2011 - 2012).
Besar sampel dihitung sebagai berikut (Satroasmoro & Ismael, 2010 ;
Notoatmodjo, 2010) :
Keterangan :
N : Estimasi besar sampel
: nilai Z dari derajat kemaknaan 95% dengan α = 0,05 yaitu
D : Derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan
10% yaitu 0,1
Hasil perhitungan didapatkan besar sampel sebesar 97 sampel sedangkan
total jumlah pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati tahun
(2011 - 2012) adalah 99 sampel maka sampel yang diambil adalah semua
pasien yang ada.
4.4Krtiteria Inklusi dan Ekslusi 4.4.1 Kriteria Inklusi :
1. Rekam medik pasien dewasa fraktur terbuka tibia yang menggunakan
antibiotika
2. Rekam medik pasien dewasa yang jelas terbaca dan lengkap meliputi
data diagnosis pasien, hasil laboratorium serta data pasien lainnya
3. Rekam medik Pasien dewasa fraktur terbuka tibia yang dirawat inap
selama tahun (2011 - 2012)
4.4.2 Kriteria Eksklusi :
1. Data rekam medik yang tidak lengkap dan tidak bisa di evaluasi
2. Pasien dewasa fraktur terbuka tibia yang di rawat inap selain tahun
(2011 - 2012)
4.5Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan didapat dari :
1. Rekam medik pasien dewasa fraktur terbuka tibia
24
4.6 Cara Kerja
1. Peneliti mengambil data dari rekam medik pasien dewasa fraktur terbuka
tibia selama tahun (2011 - 2012). Data yang diambil meliputi :
a. Nama, usia, jenis kelamin
b. Length of Stay (LOS)
selama tahun (2011 - 2012) yang memenuhi kriteria inklusi
3. Mencatat semua data yang diperlukan pada lembar pengumpulan data
4. Analisis Data untuk melihat kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotika
pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati tahun
(2011 - 2012)
5. Membandingkan hasil analisa data dengan clinical pathway fraktur terbuka
tibia dan literatur lainnya
4.7Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk melihat sebaran data yang ada
antara lain :
1. Karakteristik pasien dewasa fraktur terbuka tibia (jenis kelamin, usia)
2. Jenis dan jumlah Penggunaan antibiotika
3. Kuantitas serta kualitas penggunaan antibiotika pada pasien dewasa fraktur
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1Hasil Penelitian
Dari jumlah 99 sampel pasien dewasa fraktur terbuka tibia yang
menjalani rawat inap di RSUP Fatmawati. Data tersebut diambil dari bagian
bagian Instalasi Rekam Medik, untuk melihat gambaran penggunaan
antibiotika dari setiap variabel yang diteliti sesuai dengan kriteria inklusi.
5.2Hasil Analisis Data Berdasarkan Karakteristik Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012)
5.2.1 Jenis Kelamin
Tabel 5.1 Distribusi Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia berdasarkan
Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N (%)
Laki-laki 74 74,7
Perempuan 25 25,3
Total 99 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 99 pasien pasien dewasa fraktur
terbuka tibia yang diambil datanya secara retrospektif, terlihat jenis
kelamin yang paling banyak menggunakan antibiotika adalah laki – laki
26
5.2.2 Usia
Tabel 5.2. Distribusi Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia Berdasarkan
Usia
Usia N (%)
18-40 tahun 69 69,7
41-60 tahun 30 30,3
Total 99 100
Pengelompokkan usia pada tabel diatas berdasarkan data di RSUP
Fatmawati.
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 99 pasien dewasa fraktur terbuka
tibia yang diambil datanya secara retrospektif, terlihat usia yang paling
5.3Distribusi penggunaan Antibiotika pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012)
5.3.1 Jenis Antibiotika
Tabel 5.3 Distribusi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Dewasa Fraktur
Terbuka Tibia berdasarkan Jenis Antibiotika
No Golongan Antibiotika Jenis Antibiotika
1
7 Aminoglycoside Gentamicin
8
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 99 pasien dewasa fraktur terbuka
tibia yang datanya diambil secara retrospektif, terlihat ada 13 jenis
antibiotika yang digunakan pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia
28
5.3.2 Bentuk Sediaan dan Jumlah Antibiotika
5.3.2.1 Sediaan Oral
Tabel 5.4. Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka
Tibia Berdasarkan Bentuk Sediaan Oral dan Jumlah Antibiotika
No Jenis Antibiotika N (%)
1 Cefixime 55 75,3
2 Ciprofloxacin 10 13,6
3 Metronidazole 4 5,5
4 cefadroxyl 1 1,4
5 Clindamycin 1 1,4
6 Co-amoxiclav 1 1,4
7 Levofloxacin 1 1,4
Total 73 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 99 pasien dewasa fraktur terbuka
tibia yang diambil datanya secara retrospektif, terlihat jenis antibiotika
peroral yang banyak digunakan pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia
5.3.2.2Sediaan Parenteral
Tabel 5.5. Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka
Tibia Berdasarkan Bentuk Sediaan Parenteral dan Jumlah Antibiotika
No Jenis Antibiotika N (%)
1 Ceftriaxone 93 67,4
5 Gentamicin 35 25,4
2 Cefpirome 1 0,7
3 Cefazol 1 0,7
4 Cefotaxime 4 2,9
6 Fosfomycin 4 2,9
Total 138 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 99 pasien dewasa fraktur terbuka
tibia yang diambil datanya secara retrospektif, terlihat jenis antibiotika
parenteral yang banyak digunakan pada pasien dewasa fraktur terbuka
30
5.4 Kuantitas Penggunaan Antibiotika pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012)
Kuantitas penggunaan antibiotika dihitung dengan menggunakan
metode DDD (Defined Daily Dose) 100 patient-days. Dari 99 pasien dewasa
fraktur terbuka tibia yang diambil datanya secara retrospektif, didapatkan
data hasil perhitungan DDD untuk setiap antibiotika pada pasien dewasa
fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati tahun (2011 - 2012) sebagai
berikut (Dirjen Binfar, 2011).
Tabel 5.6 Penggunaan Antibioika pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka
Tibia berdasarkan DDD 100 patient-days Tahun (2011 - 2012)
No Jenis Antibiotika DDD 100 patient-days
1 Ceftriaxone 61,63
tibia yang diambil datanya secara retrospektif, terlihat kuantitas terbesar
penggunaan antibiotika pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP
5.5 Kualitas Penggunaan Antibiotika pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012)
Tabel 5.7. Penggunaan Antibiotika pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka
Tibia Berdasarkan Kategori Gyssens Tahun (2011 – 2012)
Kategori Kriteria Gyssens N (%)
IVA ada antibiotika lain yang lebih efektif 7 5,3
IVC Ada antibiotika lain yang lebih murah 3 2,3
IVD Ada antibiotika lain dengan spektrum
lebih sempit
1 0,7
IIIA Penggunaan Antibiotika terlalu lama 3 2,3
IIA Penggunaan antibiotika tidak tepat dosis 9 6,7
IIB penggunaan antibiotika tidak tepat
interval pemberian
7 5,3
0 penggunaan antibiotika tepat 103 77,4
Total 133 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 99 rekam medik pasien dewasa
fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati selama tahun (2011 – 2012),
terlihat hanya ada beberapa kategori Gyssens ( IVA, IVC, IVD, IIIA, IIA,
IIB, 0) dari 13 kategori Gyssens yang masuk ke dalam penilain kualitas
penggunaan antibiotika dan yang memenuhi kategori Gyssens 0
32
5.6Pembahasan
5.6.1 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian adalah data yang diambil dalam
penelitian ini merupakan data sekunder berupa data rekam medik pasien
dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati tahun (2011 - 2012),
Sehingga memungkinkan peneliti kesulitan dalam menganalisa beberapa
data yang diperlukan misalnya tidak ada data tinggi badan atau berat badan
pasien pada beberapa rekam medik pasien untuk menghitung nilai kreatinin
pasien, hanya ada 11 pasien dari 99 pasien dewasa fraktur terbuka tibia yang
mempunyai data hasil kultur bakteri.
1.6.2 Distribusi Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia Berdasarkan Karakteristik di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012)
Dalam penelitian ini, selama tahun (2011 - 2012) pasien dewasa
fraktur terbuka tibia yang paling banyak adalah berjenis kelamin laki-laki
dengan rentang usia antara 18-40 tahun. Penelitian lainnya seperti yang
dilakukan juga oleh fitriah (2011), dimana juga didapatkan bahwa pasien
berjenis kelamin laki-laki yang berusia antara 20-40 tahun lebih banyak
mengalami fraktur terbuka. Dari data yang diperoleh didapatkan gambaran
bahwa pasien fraktur terbuka tibia banyak dialami oleh yang berusia muda.
Hal ini dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas maupun dalam
melakukan kegiatan yang berbahaya seperti terkena gerindra, kurangnya
kepatuhan masyarakat akan tertib lalu lintas dan kurangnya kewaspadaan
berkendaraan di jalan raya.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwasanya dari 99 rekam medik
pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati selama tahun
(2011 – 2012), ada 13 jenis antibiotika yang digunakan pada pasien
dewasa fraktur terbuka tibia yaitu meliputi obat antibiotika golongan
cephalosporin, antibiotika golongan aminoglycoside, golongan
obat antibiotika golongan cephalosporin merupakan antibiotika yang
paling banyak digunakan oleh subjek penelitian (pasien dewasa fraktur
terbuka tibia di RSUP Fatmawati tahun (2011 – 2012).
Adapun jenis penggunaan antibiotika golongan cephalosporin
terbanyak pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati
selama tahun (2011 - 2012) adalah antibiotika ceftriaxone dan kombinasi
ceftriaxone - gentamicin. Rekomendasi pemilihan antibiotika yang
diberikan oleh East Practice Management Guidelines Work Group adalah
antibiotika yang aktif terhadap bakteri gram positif dikombinasikan
dengan antibiotika golongan aminoglycoside untuk mengatasi kuman basil
gram negatif. Pada open fracture derajat I dan II, untuk mengatasi bakteri
gram negatif terutama Pseudomonas aeruginosa, sering diindikasikan
antibiotika profilaksis cephalosporin generasi I dengan dosis 1-2 gram tiap
8 jam selama 1 -3 hari, sedangkan untuk derajat III ditambah golongan
aminoglycoside misalnya gentamicin (Dipiro, 2005).
Ceftriaxone merupakan antibiotika golongan cephalosporin
generasi ketiga yang spektrum anti bakterinya lebih luas, yang mempunyai
waktu paruh yang lebih panjang dari pada golongan cephalosporin lain,
antibiotika ini termasuk anti kuman gram negatif kuat kecuali
Pseudomonas. ceftriaxone merupakan antibiotika lini pertama untuk
pengobatan infeksi di RSUP Fatmawati dan kini ceftriaxone dianggap
sebagai obat pilihan pertama untuk gonore terutama bila telah timbul
resistensi terhadap senyawa fluoroquinolone (ciprofloxacin) (Goodman &
Hilmann, 2010).
Gentamicin merupakan senyawa yang penting untuk pengobatan
berbagai jenis infeksi bacillus gram negatif yang berat. Senyawa ini
menjadi pilihan pertama karena harganya murah dan aktivitasnya yang
terandalkan terhadap semua jenis infeksi kecuali terhadap bakteri aerob
gram-negatif yang paling resisten. Banyak jenis infeksi berhasil diatasi
dengan aminoglycoside ini namun karena sifat toksisitsnya, penggunaan
34
kontraindikasi dengan obat yang toksisitasnya lebih rendah atau kurang
efektif (Goodman & Hilmann, 2010).
Kombinasi β-laktam–aminoglycoside telah direkomendasikan untuk pengobatan infeksi oleh Pseudomonas aeruginosa. Secara in vitro,
senyawa antipseudomonas β-laktam ditambah suatu aminoglycoside
menunjukkan sinergisme terhadap kebanyakan galur Pseudomonas
aeruginosa (Goodman & Hilmann, 2010).
kombinasi gentamicin dan antibiotika golongan cephalosporin
merupakan kombinasi antibiotika yang menguntungkan karena selain
meningkatkan kemampuan dalam mencakup bakteri gram positif dan gram
negatif kombinasi ini bersifat sinergis. Antibiotika golongan cephalosporin
bekerja pada dinding sel sedangkan gentamicin bekerja pada pembentukan
protein mikroba, sehingga efek membunuh keduanya menjadi meningkat
(Goodman & Hilmann, 2010).
Pada beberapa kasus pasien dewasa fraktur terbuka tibia tertentu,
penggunaan kombinasi ceftriaxone ditambah dengan antibiotika
metronidazole, hal ini dikarenakan mekanisme kerja obat yang aktif
terhadap protozoa menjadi pertimbangan yang paling dasar, sehingga obat
ini diindikasikan untuk infeksi intra abdomen anaerob, enterokolitis yang
terkait antibiotika. Kombinasi dengan antibiotika golongan cephalosporin
diharapkan mencapai target terapi yang lebih luas dan efek kerja yang
maksimal, karena mekanisme kerja obat ini melalui penghambatan sintesis
DNA protozoa, sehingga menyebabkan kematian sel dari mikroorganisme
tersebut.
5.6.3 Kuantitas Penggunaan Antibiotika pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012)
Penilaian penggunaan antibiotika secara kuantitas dilakukan
dengan cara menghitung DDD (Defined Daily Dose) 100 patient - days
yang telah direkomendasikan oleh WHO (World Organization Health).
mencerminkan dosis global yang terlepas dari variasi genetik, sehingga
memungkinkan untuk menilai trend konsumsi obat dan membandingkan
antar kelompok populasi atau sistem pelayanan kesehatan. Data resep yang
disajikan dalam DDD 100 patient-days dapat memberikan perkiraan kasar
dari proporsi pasien rumah sakit yang diberikan antibiotika (WHO, 2012).
Tujuan dari sistem DDD adalah sebagai alat pelayanan untuk
penelitian pemanfaatan obat dalam rangka meningkatkan kualitas
penggunaan obat. Salah satu komponen ini adalah presentasi dan
perbandingan statistika konsumsi obat di tingkat internasional dan lainnya.
DDDs (Defined Daily Doses) system tidak ditetapkan untuk produk
topikal, sera, vaksin, agen antineoplastik, ekstrak alergen, anestesi umum
dan lokal dan media kontras (WHO, 2012).
Berdasarkan lampiran 1 Dan 3. Dari hasil perhitungan DDD
(Defined Daily Dose) menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika
terbesar yang digunakan pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP
Fatmawati selama tahun (2011 – 2012) adalah ceftriaxone dengan 61,63
DDD 100 patient – days yang artinya ada sekitar 61 % pasien dewasa
fraktur terbuka tibia yang menkonsumsi antibiotika ceftriaxone setiap
harinya. Pada dasarnya DDD adalah metode untuk mengkonversi dan
menstandarisasi data kuantitas produk menjadi estimasi kasar penggunaan
obat dalam klinik dan tidak menggambarkan penggunaan obat yang
sebenarnya (WHO, 2012).
Jenis antibiotika yang digunakan pada pasien dewasa fraktur
terbuka tibia sebanyak 4 golongan yaitu golongan cephalosporin
(Ceftriaxone, Cefixime, Cefpirome, Cefazol, Cefotaxime),golongan
aminoglycoside (Gentamicin), golongan fluoroquinolone (Ciprofloxacin,
levofloxacin), antibiotika lain (metronidazole, fosfomycin, Clyndamycin,
Co-Amoxiclav).
Golongan cephalosporin selama tahun (2011 - 2012) menjadi
antibiotika yang paling banyak digunakan pada pasien dewasa fraktur
terbuka tibia di RSUP Fatmawati, mengingat cephalosporin merupakan
36
terapi empiris berbagai jenis infeksi. Golongan cephalosporin generasi
ketiga, baik dengan atau tanpa aminoglycoside, telah dipertimbangkan
sebagai obat pilihan untuk infeksi berat yang disebabkan oleh spesies
Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Serratia dan Haemophilus (Goodman &
Hilmann, 2010).
Antibiotika terbanyak yang digunakan pada pasien dewasa fraktur
terbuka tibia di RSUP Fatmawati selama tahun (2011 - 2012) adalah
generasi ketiga cephalosporin yaitu ceftriaxone, hal ini didasarkan pada
clinical pathway fraktur terbuka tibia pada bagian ortopedi di RSUP
Fatmawati, bahwa antibiotika parenteral yang dianjurkan untuk
pengobatan pasien dewasa dengan kasus fraktur terbuka tibia adalah
ceftriaxone dan ceftriaxone merupakan antibiotika lini pertama yang
digunakan untuk pengobatan infeksi di RSUP Fatmawati.
Penelitian mengenai kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien
dewasa fraktur terbuka tibia belum pernah dilakukan sebelumnya di RSUP
Fatmawati oleh karena itu diharapkan penggunaan antibiotika secara
kuantitas dapat dilakukan penelitian lebih lanjut.
5.6.4. Kualitas Penggunaan Antibiotika pada Pasien Dewasa Fraktur Terbuka Tibia di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012)
Penggunaan antibiotika secara kualitas dinilai dengan
menggunakan kriteria Gyssens yang terbagi dalam 0 - VI kategori,
menurut Gyysens penilaian ini membutuhkan kelengkapan data agar dapat
dinilai secara cermat oleh seorang peneliti. Berdasarkan data hasil
penelitian, hanya ada beberapa kategori Gyssens ( IVA, IVC, IVD, IIIA,
IIA, IIB, 0) dari 13 kategori Gyssens yang masuk ke dalam penilaian
kualitas penggunaan antibiotika pada pasien dewasa fraktur terbuka tibia
di RSUP Fatmawati Tahun (2011 - 2012), hasil penilaian gyssens
menunjukkan penggunaan antibiotika yang memenuhi kategori Gyssens 0
(tepat penggunaan antibiotika) adalah sebesar 71,5 % .
Dari 99 catatan rekam medik pasien dewasa fraktur terbuka tibia
hanya 12 pasien dari 99 pasien tahun (2011 - 2012) yang memiliki data
hasil pemeriksaan kultur bakteri untuk melihat sensitivitas antibiotika
terhadap bakteri tertentu. Apabila didasarkan pada kelengkapan data, maka
kebanyakan rekam medik pasien dewasa fraktur terbuka tibia akan masuk
kategori VI (data tidak lengkap). Data tidak lengkap adalah data rekam
medik tanpa diagnosa kerja, atau ada halaman rekam medik yang hilang
sehingga tidak dapat dievaluasi. Untuk dapat menilai lebih lanjut mengenai
ketepatan penggunaan antibiotika, maka kelengkapan data dari semua
rekam medik pasien dewasa fraktur terbuka tibia harus memenuhi semua
kategori Gyssens (ada indikasi pemberiaan antibiotika, data dosis
antibiotika, lama pemberian obat, interval pemberian obat) disamping data
pasien lainnya (DirJen BinFar, 2011).
Indikasi tanpa obat antibiotika artinya kondisi medis yang
memerlukan terapi tetapi tidak mendapatkan obat, seperti memerlukan
terapi kombinasi untuk mendapatkan efek sinergis atau aditif, terapi
preventif untuk mengurangi perkembangan penyakit. Semua pasien
dewasa fraktur terbuka tibia dalam penelitian ini diberikan antibiotika,
pengobatan pertama yang diberikan pada pasien bedah atau fraktur terbuka
dengan resiko infeksi berat yaitu pemberian antibiotika profilaksis
parenteral (PerMenKes, 2011).
Dari 99 rekam medik pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP
Fatmawati tahun (2011 – 2012), hanya ada 7 antibiotika yang masuk ke
dalam kategori IVA yaitu masih ada antibiotika lain yang lebih efektif.
Penilaian kategori ini didasarkan pada hasil kultur pasien dewasa fraktur
terbuka tibia dan peta bakteri RSUP Fatmawati. Pasien diberikan
pengobatan antibiotika ceftriaxone dan ciprofloxacin sedangkan
berdasarkan hasil kultur yang diperoleh tanggal 10 maret 2011
menunjukkan bahwa terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa antibiotika
ciprofloxacin telah resisten, sedangkan antibiotika yang masih sesnsitif
terhadap bakteri tersebut adalah golongan fluoroquinolone yang sama
38
sensitivitas levofloxacin lebih besar untuk bakteri gram negatif
dibandingkan dengan antibiotika ciprofloxacin.
Antibiotika yang tersedia di Indonesia bisa dalam bentuk obat
generik maupun obat paten. Harga antibiotika pun sangat beragam, harga
antibiotika dengan kandungan yang sama bisa berbeda hingga 100 kali
lebih mahal dibanding generiknya. Apalagi untuk sediaan parenteral yang
harganya bisa 1000 kali lebih mahal dari sediaan oral dengan kandungan
yang sama (PerMenKes, 2011). Antibiotika cefxon (ceftriaxone) dengan
harga jual per satuan yaitu 228.000 rupiah, jika dibandingkan dengan
ceftriaxone (obat generik) yang harganya hanya 7.200 rupiah per vial.
Dari sisi harga obat, hanya ada 3 antibiotika yang masuk ke dalam
kategori IV C yang menunjukkan bahwa dalam kasus tersebut masih dapat
digunakan antibiotika lain yang lebih murah. Berdasarkan data status
pasien dewasa fraktur terbuka tibia di RSUP Fatmawati tahun
(2011-2012), bahwa ada beberapa pasien yang berstatus asurasi kesehatan
(ASKES) diberikan obat paten cefxon (ceftriaxone), jika melihat pada
DPHO (Daftar Plafon dan Harga Obat) PT. ASKES hanya terdapat daftar
harga obat generik ceftriaxone.
Peresepan antibiotika yang mahal, dengan harga di luar batas
kemampuan pasien akan berdampak pada tidak terbelinya antibiotika oleh
pasien, sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi (PerMenKes,
2011). Untuk kedepannya diharapkan para praktisi kesehatan khususnya
intervensi farmasis dalam hal pemilihan antibiotika selama pengobatan
pasien dapat menyesuaikan dengan kondisi ekonomi pasien tersebut.
Menurut PerMenKes tahun 2011 sebagai terapi empirik, dipilih
antibiotika berspektrum luas dalam hal membunuh bakteri penyebab
penyakit, setelah hasil kultur keluar diharapkan pengobatan pasien
dilanjutkan terapi definitif dengan menggunakan antibiotika berspektrum
sempit sesuai hasil kultur yang ada. Akan tetapi dikarenakan hanya
sebagian kasus yang mempunyai hasil kultur, hal ini mungkin disebabkan