TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN CEDERA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN CEDERA
MEDULLA SPINALIS MEDULLA SPINALIS Oleh Oleh Kelompok 5 Kelompok 5 TITA
TITA ADIATAMAH ADIATAMAH SY SY 101032201010322030 30 FADHILA FADHILA YANTI YANTI 10103221010322042042 NURAZIZ
NURAZIZAH AH 1010322050 1010322050 NIKE ISNIKE ISMA PUTRI MA PUTRI 10103230061010323006 TRIA
TRIA MURSIDAH MURSIDAH INDRA INDRA 1010323030 1010323030 ROZANISYA ROZANISYA PRATIWI PRATIWI 10103230101032303232 KARTIKA
KARTIKA WULANDARI WULANDARI 101032301010323056 56 DIGA DIGA AYUDIA AYUDIA 10103230610103230600 YASRANDEL
YASRANDEL JONI JONI PUTRA PUTRA 101032101010321018 18 ARSYLINA ARSYLINA FELICIA FELICIA 10103221010322014014 FEBRINA
FEBRINA MUSLIMAH MUSLIMAH 09103220309103220355
FAKULTAS KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
UNIVERSITAS ANDALAS
2013 2013A.
A. KONSEP DASAR PENYAKITKONSEP DASAR PENYAKIT
1.
1. DEFINISIDEFINISI
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb (
lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).Sjamsuhidayat, 1997).
Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang sering kali disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu yang sering kali disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan/atau dibawahnya maka akan dapat mengenai daerah L1-2 dan/atau dibawahnya maka akan dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.
fungsi defekasi dan berkemih. (Doengoes, 1999; 338)(Doengoes, 1999; 338)
Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis. (smeltzer, yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis. (smeltzer, 2001 ; )
2001 ; )
Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang belakang Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang belakang (biasanya mengenai servikal dan lumbal) yang ditandai dengan memar, (biasanya mengenai servikal dan lumbal) yang ditandai dengan memar, robeknya bagaian pada tulang belakang akibat luka tusuk atau fraktur/ robeknya bagaian pada tulang belakang akibat luka tusuk atau fraktur/ dislokasi di kolumna spinalis. (ENA, 2000 )
dislokasi di kolumna spinalis. (ENA, 2000 )
Trauma spinal cord adalah cedera yang mengakibatkan fungsi Trauma spinal cord adalah cedera yang mengakibatkan fungsi konduksi saraf terganggu, reflex dan fungsi motorik berkurang, terjadi konduksi saraf terganggu, reflex dan fungsi motorik berkurang, terjadi perubahan sensasi, dan syok neurogen
2. PENYEBAB
Adapun penyebab dari trauma servikal dan spinal antara lain : Seseorang yang terpeleset di lantai,
Menyelam di air yang dangkal. Terlempar dari kuda atau motor
Jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri Kecelakaan motor.
Terjatuh.Anak-anak yang memakai sabuk bahu yang tidak sesuai di sekitar leher.Leher tergantung.(Campbell, 2004 ; 131)
Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal menurut Campbell (2004 ; 131) :
- Hiperektensi
Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi secara berlebihan.
- Hiperfleksi
Kepala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi dengan berlebihan.
- Kompresi
Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan penekanan pada leher atau batang tubuh.
- Rotasi
Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala dan leher
sehingga terjadi pergerakan berlawanan arah dari kolumna spinalis. - Penekanan ke samping
Pergerakan ke samping yang berlebih menyebabkan pergeseran dari kolumna spinalis.
- Distraksi
Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan spinal cord.
3. TANDA DAN GEJALA
Menurut menurut ENA (2000 : 426), tanda dan gejala adalah sebagai berikut:
Ø Pernapasan dangkal
Ø penggunaan otot-otot pernapasan Ø pergerakan dinding dada
Ø Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg) Ø Bradikardi
Ø Kulit teraba hangat dan kering
Ø Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
Ø kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak Ø Kehilangan sensasi
Ø terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau quadriparesis/quadriplegia Ø adanya spasme otot, kekakuan
Menurut menurut Campbell (2004 ; 133) Ø Kelemahan otot
Ø Adanya deformitas tulang belakang
Ø adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
Ø terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera Ø Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,
4. PATOFISIOLOGI
Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla spinalis yang dapat menyebabkan gangguan pada beberapa system, diantaranya :
1) Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan terputusnya jaringan saraf medulla spinalis, karena jaringan saraf ini terputus maka akan menimbulkan paralisis dan paraplegi pada ekstremitas.
2) Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan makroskopis yang akan menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksi peradangan tersebut akan melepaskan mediator kimiawi yang menyebabkan timbulnya nyeri hebat dan akut, nyeri yang timbul berkepanjangan mengakibatkan syok spinal yang apabila berkepanjangan dapat menurunkan tingkat kesadaran. Reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan juga menyebabkan edema yang dapat menekan jaringan sekitar sehingga aliran darah dan oksigen ke jaringan tersebut menjadi terhambat dan mengalami hipoksia jaringan. Reaksi anastetik yang ditimbulkan dari reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan kerusakan pada system eliminasi urine.
3) Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari cedera tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan sehinggan pemasukan oksigen ke dalam tubuh akan menurun, dengan menurunnya kadar oksigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan tubuh berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernapasan sehingga
timbul sesak.
5. KLASIFIKASI
Holdsworth membuat klasifikasi cedera spinal sebagai berikut : - Cedera fleksi
Cedera fleksi menyebabkan beban regangan pada ligamentum posterior, dan selanjutnya dapat menimbulkan kompresi pada bagian
anterior korpus vertebra dan mengakibatkan wedge fracture (teardrop fracture). Cedera semacam ini dikategorikan sebagai cedera yang stabil - Cedera fleksi-rotasi
Beban fleksi-rotasi akan menimbulkan cedera pada ligamentum posterior dan kadang juga prosesus artikularis, selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya dislokasi fraktur rotasional yang dihubungkan dengan slice fracture korpus vertebra. Cedera ini merupakan cedera yang paling tidak stabil.
- Cedera ekstensi
Cedera ekstensi biasanya merusak ligamentum longitudinalis anterior dan menimbulkan herniasi diskus. Biasanya terjadi pada daerah leher. Selama kolum vertebra dalam posisi fleksi, maka cedera ini masih tergolong stabil.
- Cedera kompresi vertikal (vertical compression)
Cedera kompresi vertical mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra dan dapat menimbulkan burst fracture.
- Cedera robek langsung (direct shearing)
Cedera robek biasanya terjadi di daerah torakal dan disebabkan oleh pukulan langsung pada punggung, sehingga salah satu vertebra bergeser, fraktur prosesus artikularis serta ruptur ligamen.
Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil. Cedera stabil mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior atau lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice injury), dan burst fracture hebat. a. Cedera stabil
- Fleksi
Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal umum ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan
rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik. Jika baji lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips dalam ekstensi dianjurkan. Jika tidak,
analgetik, korset, dan ambulasi dini diperlukan. Ketidaknyamanan yang berkepanjangan tidak lazim ditemukan. - Fleksi ke Lateral dan Ekstensi
Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil, dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien (analgetik dan korset) adalah semua yang dibutuhkan.
- Kompresi Vertikal
Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1) protrusi diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit neurologik tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di tempat tidur selama beberapa hari, dan korset untuk beberapa minggu. Meskipun fraktura ”ledakan” agak stabil,
keterlibatan neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke dalam kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi radiologik yang lebih berharga pada cedera. Jika tidak ada keterlibatan neurologik, pasien ditangani dengan istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala akut menghilang. Brace atau jaket gips untuk menyokong vertebra yang digunakan selama 3 atau 4 bulan direkomendasikan. Jika ada keterlibatan neurologik, fragmen harus dipindahkan dari kanalis neuralis. Pendekatan bisa dari anterior, lateral atau posterior. Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau graft tulang penting untuk mencegah ketidakstabilan setelah dekompresi.
b. Cedera Tidak Stabil
- Cedera Rotasi – Fleksi
Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi dengan vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak stabil, pasien harus ditangani dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis dan radiks. Fraktura dislokasi ini paling sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1 dan berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan neurologik. Setelah radiografik yang akurat didapatkan (terutama CT-Scan), dekompresi dengan memindahkan unsur yang tergeser dan stabilisasi spinal menggunakan berbagai alat metalik diindikasikan.
- Fraktura ”Potong”
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil pada daerah lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani seperti pada cedera fleksi-rotasi.
- Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera sabuk pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak stabil. Stabilisasi bedah direkomendasikan.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a. Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
b. CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas c. MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal d. Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
e. Sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (Fraktur/Dislokasi)
f. Tomogram g. Mielogram
h. Odontoid View Films
i. Spinal Films (lateral and oblique) (ENA, 2000 ; 427)
7. KOMPLIKASI
- Autonomic Dysreflexia
terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical
Bradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffness
- Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan seksual berubah
8. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN DAN TERAPI PENGOBATANNYA
a. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
b. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : jaw thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
c. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
d. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.
e. Menyediakan oksigen tambahan.
f. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
h. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari hipotensi dan bradikardi.
i. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung. Berikan antiemboli
Tinggikan ekstremitas bawah Gunakan baju antisyok.
j. Meningkatkan tekanan darah Monitor volume infuse
Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
k. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala bradikardi.
l. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy. m. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
n. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah kejadian.
o. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
p. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi jika ada indikasi.
q. memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih. r. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus. s. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
t. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan. u. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.(ENA,
2000 ; 427).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN
- PENGKAJIAN PRIMER Data Subyektif
1. Riwayat Penyakit Sekarang a) Mekanisme Cedera b) Kemampuan Neurologi
c) Status Neurologi d) Kestabilan Bergerak
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a) Keadaan Jantung dan pernapasan b) Penyakit Kronis
Data Obyektif 1. Airway
Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal sehingga mengganggu jalan napas
2. Breathing
Pernapasan dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding dada
3. Circulation
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
4. Disability
Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak, kehilangan sensasi, kelemahan otot
· PENGKAJIAN SEKUNDER a) Exposure
Adanya deformitas tulang belakang b) Five Intervensi
- Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
- CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas - MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal - Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
- Sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (Fraktur/Dislokasi)
c) Give Comfort
Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak d) Head to Toe
Leher : Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
Dada : Pernapasan dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal
Pelvis dan Perineum : Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses, terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)
Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau quadriparesis/quadriplegia
e) Inspeksi Back / Posterior Surface
Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang belakang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA, NIC DAN NOC
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hiperventilasi
Definisi : inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat.
Data Obyektif : 1. Airway
adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal sehingga mengganggu jalan napas
2. Breathing
Pernapasan dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding
dada
3. Circulation
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
Status Pernafasan: Kepatenan Nafas
Indikator yang diharapkan : - jumlah pernafasan diharapkan normal - ritme pernafasan diharapkan normal - kedalaman pernafasan diharapkan normal - klien diharapkan tidak
mengalami sesak nafas lagi saat istirahat
- klien diharapkan tidak menggunakan otot-otot pernafasan dalam
bernafas
- klien diharapkan tidak mengalami batuk lagi Tingkat Ketidaknyamanan Klien diharapkan mampu menghilangkan :
-
Rasa nyeri-
Rasa cemas-
Rasa stress-
Rasa takut-
Depresi-
Rasa gelisah Monitor Respirasi Aktivitas:-
Monitor jumlah, ritme,dan usaha untuk bernafas
-
Catat pergerakan dada,lihatkesimetrisan,peng gunaan otot bantu nafas dan retraksi otot supraklavikula dan interkostal
-
Monitor bunyi nafas-
Monitor pola nafas:tachynea, hiperventilasi, nafas kusmaul, Terapi Oksigen Aktivitas:
-
Bersihkan mulut,hidung dan secret trakea
-
Pertahankan jalan nafasyang paten
-
Atur peralatanoksigenasi
-
Monitor aliran oksigen-
Pertahankan posisipasien
-
Onservasi adanya tandatanda hipoventilasi
-
Monitor adanyakecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital Sign Monitoring Aktivitas:
-
Monitor TD, nadi,suhu, dan RR
-
Catat adanya fluktuasitekanan darah
-
Monitor VS saatpasien berbaring, duduk, atau berdiri
-
Auskultasi TD padakedua lengan dan bandingkan
-
Monitor TD, nadi, RR,sebelum, selama, dan setelah aktivitas
-
Monitor kualitas darinadi
-
Monitor frekuensi danirama pernapasan
-
Monitor suara paru-
Monitor polapernapasan abnormal
-
Monitor suhu, warna,dan kelembaban kulit
-
Monitor sianosisperifer
-
Monitor adanyacushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
2. Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif
Definisi: pengurangan/penurunan dalam sirkulasi darah ke perifer yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan/ membahayakan kesehatan
Status Perfusi Jaringan Perifer dan Cerebral
Kriteria Hasil:
- Pengisisan capilary refil - Kekuatan pulsasi perifer distal - Kekuatan pulsasi perifer proksimal Perawatan Sirkulasi Aktivitas:
- Cek nadi perifer - Catat warna kulit dan
temperatur
- Cek capilery refill - Catat prosntase dema,
Data Objektif :
Circulation
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
Disability
Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak, kehilangan sensasi,
kelemahan otot
- Kesimetrisan pulsasi perifer proksimal
- Tingkat sensasi normal - Warna kulit normal - Kekuatan fungsi otot - Keutuhan kulit
- Suhu kulit hangat - Tidak ada edema
perifer
- Tidak ada nyeri pada ekstremitas
Status Sirkulasi Kriteria:
- Tekanan darah dalam batas normal ( dbn ) - Kekuatan nadi dbn - Rata – rata tekanan
darah dbn
- Tekanan vena sentral dbn
- Tidak ada hipotensi ortostatik
- Tidak ada bunyi jantung tambahan
- Tidak ada angina
- Tidak ada hipotensi ortostatik - AGD dbn - Perbedaan O2 arteri ekstremitas - Jangan mengelevasi tangan melebihi jantung
- Jaga kehangatan klien - Elevasi ekstremitas
yang edema jika dianjurkan , pastikan tidak ada tekanan di tumit
- Monitor status cairan, masukan dan keluaran yang sesuaiMonitor lab Hb dan Hmt - Monitor perdarahan - Monitor status
hemodinamik,
neurologis dan tanda vital
Monitor tanda vital Aktivitas :
- Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor saat tekanan darah saat klien berbaring, duduk dan berdiri
dan vena dbn
- Tidak ada suara nafas tambahan
- Kekuatan pulsasi perifer
- Tidak pelebaran vena Tidak ada edema perifer
pada kedua lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR sebelum, selama dan setelah aktivitas
- Monitor frekuensi dan irama jantung
- Monitor bunyi jantung - Monitor frekuensi dan
irama pernafasan - Monitor suara paru - Monitor irama nafas
abnormal
- Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit - Monitor sianosis
perifer
Monitor status neurologi Aktivitas: :
- Monitor ukuran, bentuk, kesmetrisan
dan reaksi pupil
- Monitor tingkat kesadaran
- Monitor tingkat orientasi
- Monitor GCS
- Monitor tanda vital Monitor respon pasien terhadap pengobatan 3. Nyeri Akut b.d Gangguan
Neurologis
Defenisi : pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan dalam
hal kerusakan sedemikian rupa. Data Objektif:
Exposure
Adanya deformitas tulang belakang Leher : Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
Hasil yang diharapkan : Status kenyamanan:fisik Tingkat
ketidaknyamanan Mengontrol rasa sakit Tinkat nyeri
Tingkat stress Tanda-tanda vital Tingkatan Nyeri
Hasil yang diharapkan: Melaporkan nyeri Persen respon tubuh Frekuensi nyeri Lamanya nyeri Ekspresi nyeri lisan Ekspresi wajah saat
nyeri
Melindungi bagian tubuh yang nyeri
Kegelisahan Ketegangan otot Perubahan frekuensi pernafasan Perubahan tekanan darah
Perubahan ukuran pupil Berkeringat
Hilangnya nafsu makan Kontrol Nyeri Recognize lamanya nyeri Gunakan ukuran pencegahan Penggunanaan mengurangi nyeri dengan non analgesic Penggunaan analgesic yang tepat Gunakan TTV memantau perawatan Laporkan tanda/gejala Aktivitas:
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Menggunaakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui
mengalami rasa sakit dan menyampaikan
penerimaan respon pasien terhadap nyeri.
Menetukan dampak dari pengalaman nyeri pada
kualitas hidup.
Pengaturan lingkungan : kenyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
nyeri pada tenaga kesehatan professional Gunakan sumber yang
tersedia
Menilai gejala dari nyeri
Gunakan catatan nyeri Laporkan bila nyeri
terkontrol
ketidaknyamanan dari prosedur
Self care assistance
Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. Monitor kebutuhan
klien untuk alat-alat bantu untuk
kebersihan diri, berpakaian, berhias,
toileting dan makan. Sediakan bantuan
sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
Menempatkan pasien di tempat tidur yang nyaman, yang bersifat terapeutik. Menyediakan tempat tidur yang kuat/kokoh. Menempatkan pada posisi yang terapeutik. Memposisikan tubuh pasien dengan tepat. Menghentikan atau mendukung pengaruh bagian tubuh. Meningkatkan pengaruh bagian- bagian tubuh. Mencegah terjadinya amputasi pada posisi flexi. Memposisikan pasien untuk mengurangi dyspnea. Memberikan tindakan keperawatan untuk mengurangi edema seperti memberi alas di bawah lengan. Memposisikan pasien
agar pertukaran gas menjadi lancar. Memberi dorongan
pada pasien untuk melakukan latihan secara aktif.
Memberikan bantuan pada leher yang
mengalami trauma. Menggunakan papan
kaki pada kasur. Kembali
menggunakan teknik. Memposisikan
saluran urin dengan tepat.
untuk mencegah nyeri pada luka. Menyanggah punggung dengan menggunakan penopang punggung dengan tepat. Meningkatkan efek anggota badan pada tingkat 20 atau lebih di atas tingkat jantung untuk memperbaiki aliran pembuluh balik.
Memberikan arahan pada pasien tentang bagaimana
menggunakan postur tubuh yang baik ketika melakukan kegiatan.
Mengontrol penggunaan alat penarik yang tepat. Mempertahankan
posisi dan integritas daya tarik.
Meninggikan tempat tidur pada posisi kepala. Membalikkan tubuh pasien dengan memperhatikan kondisi kulit. Mengistirahatkan pasien setidaknya setiap 2 jam sesuai jadwal.
Menggunakan alat yang tepat untuk menopang
tungkai/lengan.
Menempatkan pasien pada tempat yang
mudah dicapai. Penempatan tempat
mudah dijangkau. Tempatkan lampu
tanda panggilan yang mudah dilihat.
DAFTAR PUSTAKA
McCloskey, Joanne C, dkk. 2009. Nursing intervetion Classification (NIC). USA: Mosby
Wiley, dkk. 2009. Nursing Diagnoses: Defenitions & Classification. USA: Mosby Moorhead, Sue, dkk. 2009. Nursing Outcomes Classifications (NOC). USA:
Mosby
Wikipedia, the free encyclopedia, 2009, Spinal cord injury, (Online), (http://en.wikipedia. org/wiki/Triage, Diakses pada tgl 20 Februari 2013)
http://www.scribd.com/doc/29163472/asuhan-Keperawatan-pada-klien-dengan-cidera-medula-spinalis diaksestgl 20 Februari 2013
http://www.nardinurses.files.wordpress.com%2F2008%2F10%2Faskep-pasien-dengan-trauma-medspin.ppt diakses tgl 20 Februari 2013