• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengelolaan Tanaman Terpadu Terhadap Efisiensi Produksi Dan Ketahanan Pangan Petani Di Sentra Produksi Jagung Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengelolaan Tanaman Terpadu Terhadap Efisiensi Produksi Dan Ketahanan Pangan Petani Di Sentra Produksi Jagung Provinsi Jawa Barat"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

SENTRA PRODUKSI JAGUNGPROVINSI JAWA BARAT

PARLINDUNGAN Y. SILITONGA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengaruh Pengelolaan Tanaman Terpadu terhadap Efisiensi Produksi dan Ketahanan Pangan Petani di Sentra Produksi Jagung Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari disertasi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 17 Januari 2017

(3)
(4)

RINGKASAN

PARLINDUNGAN Y. SILITONGA. Pengaruh Pengelolaan Tanaman Terpadu terhadap Efisiensi Produksi dan Ketahanan Pangan Petani di Sentra Produksi Jagung

Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh SRI HARTOYO, BONAR M. SINAGA dan I WAYAN RUSASTRA.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis pengaruh penerapan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)jagung terhadap pendapatan dan kelayakan teknologi usahatani jagung. (2) Menganalisis pengaruh penerapan teknologi PTT jagung terhadap efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi petani jagung, (3) Menganalisis pengaruh penerapan teknologi PTT jagung terhadap ketahanan pangan rumah tangga petani jagung. (4) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi derajat ketahanan pangan rumah tangga petani jagung. Penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Garut. Metode pengambilan sampel dengan metode stratified random sampling, sampel sebanyak 300 rumahtangga petani. Menggunakan analisis R/C ratio, perubahan penggunaan teknologi PTT dievaluasi dengan analisis anggaran parsial sederhana dan Marginal Benefit Cost Ratio. Pengaruh penerapan teknologi PTT menggunakan fungsi produksi stochastik frontier Cobb-Douglas, efisiensi alokatif dan ekonomis dianalisis menggunakan pendekatan dari sisi input. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh penerapan PTT dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap ketahanan pangan rumah tangga menggunakan klasifikasi silang pangsa pengeluaran pangan dan konsumsi energi per unit ekivalen dewasa serta regresi logistik ordinal.

Hasil penelitian: (1) pengaruh penerapan teknologi PTT dapat meningkatkan pendapatan dan menghasilkan tambahan keuntungan bagi petani jagung sehingga layak untuk diintroduksikan, (2) penerapan teknologi PTT lebih efisien dibandingkan tanpa penerapan teknologi PTT, (3) penerapan teknologi PTT dapat meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga petani melalui peningkatan produksi, pendapatan dan akses pangan, (4) secara umum tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani jagung adalah kurang pangan. Umur ibu rumah tangga, pendapatan usahatani jagung, pendapatan total rumah tangga, tingkat efisiensi teknis produksi jagung, dan dummy petani berpengaruh positif terhadap tingkat ketahanan pangan rumah tangga. Sedangkan jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif terhadap tingkat ketahanan pangan rumah tangga. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani PTT lebih tinggi dibandingkan petani bukan PTT.Implikasi kebijakan : (1) peningkatan produksi dan efisiensi usahatani jagung pada lahan kering melalui penerapan PTT perlu dikembangkan pada kawasan yang lebih luas karena terbukti mampu meningkatkan produksi dan efisiensi usahatani jagung, (2) peningkatan pendidikan informal guna peningkatan kemampuan manajerial petani, (3) penguatan kelembagaan penyuluhan melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia, peningkatan programpenyuluhan, peningkatan sarana prasarana penyuluhan, dan penguatan kelembagaan kelompok tani, (4) peningkatan akses pangan rumah tangga melalui peningkatan pendapatan rumah tangga baik on farm maupun off farm, (5) peningkatan akses terhadap kesempatan kerja diluar usahatani melalui peningkatan sumberdaya manusia.

(5)

SUMMARY

PARLINDUNGAN Y. SILITONGA. The Influence of Integrated Crop Management on Production Efficiency and Food Security of Farmers in the Production Centre of West

Java Province Supervised by SRI HARTOYO, BONAR M. SINAGA andI WAYAN RUSASTRA.

This study aimed to (1) Analyze the effect of the implementation of Integrated Crop Management (ICM) technology for maize on income and the appropriateness of the maize agribusiness technology, (2) Analyze the effect of the implementation of maize ICM technology on the technical, allocative, and economic efficiency and the factors that influence maize farmer inefficiency, (3) Analyze the effect of maize ICM

on maize farmer households’ food security, (4) Analyze the factors that affect maize

farmer household’s food security level. The study was conducted in West Java

Province, in Sukabumi Regency and Garut Regency. The sampling method was the stratified random sampling method with 300 farmer households as the samples. Using the R/C ratio analysis, the changes the use of ICM technology were analyzed with a simple partial budget analysis and Marginal Benefit Cost Ratio. The influence of ICM technology implementation was conducted using the Cobb-Douglas stochastic frontier production function and allocative and economic efficiency were analyzed using an input approach. On the other hand, assessment of the effect of the implementation of ICM on household food security and the factors that influence food security was conducted using cross-classification of the food expenditure budget and the energy consumption per adult equivalent unit and ordinal logistic regression.

The results of the study: (1) the implementation of ICM technology could increase the income and generate additional profits for maize farmers, and is, therefore, worth introducing, (2) it is more efficient with the implementation of ICM technology than without it, (3) the implementation of ICM technology could increase household food security through an increased production and income, (4) in general, the maize

farmer households’ food security level is lacking. The age of the housewife, the maize

agribusiness income, the total household income, the technical efficiency level of maize production, and the farmer dummy all had a positive effect on the household food security level, whereas the number of household members had a negative effect on household food security. The maize farmers’ household food security level was higher than that of non ICM farmers. The policy implications are, among others: (1) increasing the production and efficiency of maize agribusiness on dry fields through the implementation of ICM needs to be developed in a larger area because it has been proven to increase the production and efficiency of maize agribusiness, (2) formal and non-formal education should be improved to build the farmers’ managerial skills, (3) extension institutions need to be strengthened by building the capacity the human resources, improving extension programs, improving extension facilities and infrastructure, and institutional strengthening of farmer groups, (4) household access to food should be increased by increasing both on-farm and off-farm household income, (5) access to off-farm employment opportunities should be increased through improvements in human resources.

(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)
(8)

PARLINDUNGAN Y. SILITONGA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2017

PENGARUH PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:

1. Dr Ir Harianto, MS;

Staf pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

2. Prof (R) Dr Ir Achmad Suryana, MS APU;

Peneliti Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Komisi Promosi Luar pada Sidang Promosi Terbuka:

1. Dr Ir Harianto, MS;

Staf pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

2. Prof (R) Dr Ir Achmad Suryana, MS APU;

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas kasih dan limpahan rahmat-Nya sehingga disertasi ini berhasil penulis selesaikan. Disertasi ini

berjudul “Pengaruh Pengelolaan Tanaman Terpadu terhadap Efisiensi Produksi dan Ketahanan Pangan Petani di Sentra Produksi Jagung Provinsi Jawa Barat”. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian disertasi ini, di antaranya:

1. Kepala BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian dan Sekretaris Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang

telahmemberikanizindankesempatankepada penulis untuk belajardan menuntut ilmu di InstitutPertanian Bogor.

2. Komisipembimbing yang luar biasaProfDrIr Sri Hartoyo, MS;Prof DrIr Bonar MarulituaSinaga, MA; dan Prof Dr I Wayan Rusastra, APU atassegala bimbingan, masukan, arahan, kesabaran, dan semangat luar biasa yang telah diberikan kepada penulis.

3. Pengujiluarkomisipada ujian tertutup Prof (R) Dr Ir Achmad Suryana MS APU dan Dr Ir Harianto, MS, serta tim penguji pada ujian promosi Prof (R) Dr Ir Achmad Suryana MS APU, Dr Ir Harianto, MS, Prof Dr Ir Yusman Syaukat, MEc, dan Dr Meti Ekayani SHut, MSc yang telahmemberikanbanyakmasukanuntukperbaikandan penyempurnaan disertasiini. Seluruh dosen Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang disampaikan selama masa perkuliahan dan semoga dapat dijadikan bekal penulisuntuk mengembangkan ilmu ekonomi pertanian.

4. Istrikutercinta Maulyna br. Siagian dan anak-anakku tersayang Aurelia Taruli Juliyanti Silitonga dan Alexandra Meira Magdalena Silitonga atas pengertian, kesabaran, pengorbanan dan kesetiaan mendampingi penulis selama proses penyelesaian belajar, serta dorongan semangat dan doa dari Orang Tua penulis Gopang Simon Silitonga (Alm) dan Riana Veronika Siagian (Alm)danBapak dan Ibu mertuapenulis Manarsar Siagian dan Manuala br. Tambunan (Alm).

5. Pimpinan SekolahPascasarjana IPB besertajajarannya yang telahbanyak membantumemfasilitasistudipenulis.

6. SekretariatProgram StudiIlmuEkonomiPertaniandanseluruh staf yang

selalumemberikan pelayanan terbaik dan prima selama proses studi penulis.

7. DinasPertanianTanamanPanganProvinsiJawa Barat,

DinasTanamanPangandanHortikulturaKabupatenGarut, dan

DinasPertanianTanamanPanganKabupatenSukabumi yang telah banyak

memberikan data dan informasi SL-PTT jagung selama pra survey dan survey kegiatan penelitian.

8. Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Jawa Barat yang telah banyak memberikan informasi, arahan dan bantuan kepada penulis selama pelaksanaan pra survey kegiatan penelitian.

(13)

(BP4K) KabupatenSukabumi yang telah memberikan informasi dan data SL-PTT Jagung kepada penulis selama pra survey kegiatan penelitian.

10.Peneliti BPTP Jawa Barat Ir. EndjangSujitno MP yang

telahbanyakmembantupenulispadapelaksanaan pra survey

kegiatanpenelitiansertaLisence Officer SL-PTT Jagung Kabupaten Sukabumi. 11.SKPD Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut di Kecamatan

Banyuresmi dan Kecamatan Karang Pawitan serta SKPD Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sukabumi di Kecamatan Jampang Tengah dan Kecamatan Cidolog yang telah banyak membantu penulis pada pelaksanaan pra survey dan survey kegiatan penelitian.

12.Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Banyuresmi dan Kecamatan Karang Pawitan Kabupaten Garut yang telah banyak membantu penulis pada pelaksanaan pra survey dan survey kegiatan penelitian. 13.Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan

Jampang Tengah dan Kecamatan Cidolog Kabupaten Sukabumi yang telah banyak membantu penulis pada pelaksanaan pra survey dan survey kegiatan penelitian. 14.Teman-teman penyuluhan lapangan BP3K Kecamatan Banyuresmi dan Kecamatan

Karang Pawitan Kabupaten Garut yang telah banyak membantu penulis pada pelaksanaan pra survey dan survey kegiatan penelitian.

15.Teman-teman penyuluhan lapangan BP3K Kecamatan Cidolog dan Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi yang telah banyak membantu penulis pada pelaksanaan pra survey dan survey kegiatan penelitian.

16.Rekan-rekanseperjuangan mahasiswa Mayor IlmuEkonomiPertaniankhususnya program Doktorangkatan 2011.

17.Sertabanyakpihak yang tidakdapatpenulis sebutkansatu-persatu yang turutberkontribusidalampenyelesaianpenelitianini.

Akhirnya penulis sampaikan tidak ada disertasi yang sempurna, namun penulis berharap semoga disertasi ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi penelitian-penelitian lain yang sejenis dan memberikan manfaat bagi orang banyak.

Bogor, 17 Januari 2017

Penulis,

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xix

DAFTAR GAMBAR xxi

DAFTAR LAMPIRAN xxi

1 PENDAHULUAN 1

LatarBelakang 1

Perumusan Masalah 4

TujuanPenelitian 6

Kebaruan Penelitian 7

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Efisiensi Produksi 8

Efisiensi Teknis 9

Efisiensi Alokatif 10

Efisiensi Ekonomi 10

Metode Pengukuran Efisiensi 11

Kebijakan Pengembangan Jagung 14

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Jagung 16

Ketahanan Pangan Rumah Tangga 20

Indikator Ketahanan Pangan 23

Penelitian Tentang Efisiensi Produksi 26

Penelitian Tentang Pengelolaan Tanaman Terpadu 28

Penelitian Tentang Ketahanan Pangan Rumah Tangga 30

3 KERANGKA PEMIKIRAN 32

Fungsi Produksi dan Pengaruh Teknologi 32

KonsepdanPengukuranEfisiensi 33

Ekonomi Rumah Tangga Petani 37

(16)

dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Kerangka Konseptual 39

4 METODOLOGI PENELITIAN 41

MetodeDasar 41

Lokasi Penelitian 41

JenisdanSumber Data 42

MetodePengambilanSampel 42

Model danAnalisis Data 43

AnalisisPendapatandanKelayakanPerubahanTeknologi 43

Spesifikasi Model FungsiProduksiStochastik Frontier 44

AnalisisEfisiensiAlokatifdanEfisiensiEkonomis 46

AnalisisKetahananPanganRumahTangga 48

5 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PETANI JAGUNG

52

KeadaanUmum Daerah Penelitian 52

KondisiGeografis 52

Iklim 52

TatagunaLahan 53

PendudukdanMataPencaharian 54

Luas panen dan Produksi Jagung 56

Gambaran Umum Rumah Tangga Petani Jagung 57

KarakteristikRumahTanggaPetaniJagung 57

KeanggotaandalamKelompokTani 60

Aksesterhadapkredit 62

6 ANALISIS USAHATANI DAN STRUKTUR PENDAPATAN 63 RUMAH TANGGA PETANI JAGUNG

KeragaanUsahatani 63

Keragaanteknologi PTT jagung di tingkatpetani 63

Input produksiusahatanijagung 68

Analisisusahatanijagungdankelayakanperubahanteknologi 71

StrukturPendapatanRumahTanggaPetaniJagung 72

(17)

PendugaanFungsiProduksiStochastik Frontier Jagung 73 EfisiensiTeknisdanFaktor-Faktor yang

MempengaruhiInefisiensiTeknisPetaniJagung di ProvinsiJawa Barat

78

Efisiensi Alokatif Petani Jagung di Provinsi Jawa Barat 82

EfisiensiEkonomiPetaniJagung di ProvinsiJawa Barat 83

8 ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI JAGUNG

85

Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Jagung 85

Pangsapengeluaranpangan rumah tangga 85

Kecukupan energi rumah tangga 86

Ketahanan pangan rumah tangga 87

Karakteristik ketahanan pangan rumah tangga 89

Hasil Estimasi FaktorPenentu Tingkat

KetahananPanganRumahTanggaPetaniJagung

92

Faktor-Faktor yang

MempengaruhiKetahananPanganRumahTanggaPetaniJagung

94

Pengaruh PTT Jagung terhadap Ketahanan Pangan Rumah Tangga

96

9 SIMPULAN DAN SARAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 98

Simpulan 98

Saran Kebijakan 99

DAFTAR PUSTAKA 100

LAMPIRAN 115

RIWAYAT HIDUP 138

DAFTAR TABEL

1 Luas areal danproduktivitasjagung per kabupatendanlokasi PTT jagung di ProvinsiJawa Barat tahun 2014

41

2 Pembagianrespondenmenurutlokasipenelitian di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

43

3 Pengukuranderajatketahananpanganrumahtangga 48

(18)

5 Luaslahanmenurutpenggunaannya di ProvinsiJawa Barat tahun 2015 54

8 Mata pencaharianpendudukusia 15 tahunkeatas di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

12 Luasdan status kepemilikanlahanpetanijagung (responden) di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

60

13 Keanggotaandalamkelompokpetanijagung (responden) di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

61

14 Akses terhadap penyuluhan petani jagung di Provinsi Jawa Barat tahun 2015

62

15 Aksesterhadapkreditpetanijagung (responden) di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

62

16 Komponenteknologipetani PTT danpetanibukan PTT usahatanijagung di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

64

17 Jumlahpetanijagung yang menggunakan input

produksipadausahatanijagung di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

67

18 Rata-rata penggunaan input danproduksiusahatanijagungpadapetani PTT danpetanibukan PTT di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

70

19 Rincianharga rata-rata output dan input usahatanijagungpadapetani PTT danpetanibukan PTT di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

71

20 Analisisusahatanijagungdankelayakanperubahanteknologi PTT jagung di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

72

21 Struktur pendapatan rata-rata rumah tangga petani PTT dan bukan PTT di Provinsi Jawa Barat tahun 2015

73

22 Pendugaanfungsiproduksi stochastic frontier

padausahatanijagungdenganmenggunakanmetode Maximum Likelihood Estimation (MLE) di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

74

23 Distribusifrekuensiefisiensiteknisusahatanijagungpetani PTT,

petanibukan PTT dangabunganresponden di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

79

24 HasilPendugaan Parameter Model EfekInefisiensiTeknisProduksi Stochastic Frontier UsahataniJagung di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

80

25 Distribusifrekuensiefisiensialokatifpadapetanijagung PTT,

petanijagungbukan PTT dangabunganresponden di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

83

26 Distribusi frekuensi efisiensi ekonomi pada petani jagung PTT, petani jagung bukan PTT dan gabungan responden di Provinsi Jawa Barat tahun 2015

(19)

27 Rata-rata pengeluaranpangandan non panganrumahtanggapetanijagung di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

85

28 Distribusipangsapengeluaranpanganrumahtanggapetanijagung di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

86

29 Distribusisyaratkecukupanenergirumahtanggapetanijagung di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

87

30 Distribusitingkatketahananpanganrumahtanggapetanijagung di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

88

31 Rata-rata konsumsi energi riil rumah tangga (KErt), konsumsi energi per ekivalen orang dewasa (KED, pangsa pengeluaran pangan (PPP) dan derajat ketahanan pangan pada petani PTT dan petani bukan PTT di Provinsi Jawa Barat tahun 2015

89

32 Distribusitingkatketahananpanganrumahtanggaberdasarkankelompokum uriburumahtanggapetanijagung di Jawa Barat tahun 2015

89

33 Distribusitingkatketahananpanganrumahtanggaberdasarkantingkatpendid ikan formal iburumahtanggapetanijagung di Jawa Barat tahun 2015

90

34 Distribusitingkatketahananpanganrumahberdasarkanjumlahanggotaruma htanggapetanijagung di Jawa Barat tahun 2015

91

35 Distribusi tingkat ketahanan pangan rumah tangga berdasarkan total pendapatan rumah tangga petani jagung di Jawa Barat tahun 2015

92

36 Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani jagung di Provinsi Jawa Barat tahun 2015

94

DAFTAR GAMBAR

1 Pengukuran efisiensi teknis dan alokatif beorientasi output 12

2 Konsep efisiensi berdasarkan fungsi produksi dengan perbaikan teknologi 34

3 FungsiProduksiStokastik Frontier 36

4 HubunganPenerapan PTT, Efisiensi, Konsumsi, danKetahananPangan 39

5 Kerangka konseptual pengaruh pengelolaan tanaman terpadu (PTT) jagung terhadap efisiensi teknis, alokatif, ekonomis serta ketahanan pangan rumah tangga petani jagung di Provinsi Jawa Barat

40

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perkembangan produksi, konsumsi, dan impor jagung nasional tahun 2009-2013

116

2 Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas jagung di Indonesia tahun 2009-2015

(20)

3 Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas jagung di Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2014

116

4 Perkembangan produksi jagung berdasarkan provinsi tahun 2009-2013 117 5 Hasil pendugaan fungsi produksi dan inefisiensi teknis usahatani jagung di

Provinsi Jawa Barat tahun 2015

118

6 Analisis anggaran parsial sederhana usahatani jagung per hektar di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015

129

7 Analisis kelayakan perubahan teknologi usahatani jagung di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015

130

8 Uji statistik rata-rata penggunaan input dan produksi jagung petani PTT dan bukan PTT di Provinsi Jawa Barat tahun 2015

131

9 Uji statistik rata-rata konsumsi energi riil rumah tangga (KErt), konsumsi energi per ekivalen orang dewasa (KED, pangsa pengeluaran pangan (PPP) dan derajat ketahanan pangan pada petani PTT dan petani bukan PTT di Provinsi Jawa Barat tahun 2015

132

10 Hasilanalisisregresilogistik ordinal 4, 3, dan 2

kategoritingkatketahananpanganrumahtanggapetanijagung di ProvinsiJawa Barat tahun 2015

(21)

Latar Belakang

Pembangunan sektor pertanian masih memegang peran strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis tersebut diwujudkan melalui kontribusi nyata dalam sumber devisa negara, sumber pendapatan, penyerapan tenaga kerja, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio energi. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2015sebesar 10.60 persen meningkat sebesar 0.27 persen dibandingkan tahun 2014 yang hanya mencapai 10.33 persen.Tanaman pangan merupakan salah satu subsektor yang bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan pangan serta sebagai sumber pendapatan petani. Kontribusi tanaman pangan terhadap PDB juga mengalami peningkatan sebesar 1,04 persen yaitu dari 3.26 persen pada tahun 2014 menjadi 4,30 persen tahun 2015 (Pusdatin, 2015).

Jagung (Zea mays)merupakan salah satu tanaman pangan utama selain padi dan kedelai (Rusastra etal.2004) yang potensial dan mempunyai nilai ekonomi tinggi untuk dikembangkan. Jagung juga digunakan sebagai makanan hewan ternak dan dapat juga digiling menjadi tepung jagung (cornstarch) untuk produk-produk makanan, minuman, pelapis kertas dan farmasi. Di beberapa negara, jagung dapat diolah menjadi alkohol sebagai campuran bahan bakar kendaraan untuk mengurangi polusi (Park 2001). Selain itu, jagungsebagai salah satu komoditas utama tanaman pangan sumber karbohidrat kedua setelah beras yang memiliki peran penting dalam menunjang ketahanan pangan, dan kecukupan pasokan pakan ternak. Posisi jagung dalam diversifikasi konsumsi pangan berfungsi dalam mengurangi ketergantungan terhadap makanan pokok beras. Jagung juga sangat berperan dalam industri pakan dan industri pangan yang memerlukan pasokan terbesar dibanding untuk konsumsi langsung (Zubachtirodin etal. 2007).

Peran jagung dalam ekonomi nasional, khususnya di pedesaan, juga sangat penting. Rumah tangga jagung merupakan rumah tangga terbesar kedua setelah padi yaitu 6,71 juta kk (37,63%) dari 17,83 juta kk padi, palawija dan tebu. Peran ini semakin besar apabila juga dihitung multiplier effek dari agribisnis jagung (DJTP 2010a).Komoditi jagung memiliki peran penting untuk memenuhi kebutuhan akan pangan, pakan dan industri pengolahan makanan di dalam negeri. Setiap tahun permintaan jagung cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan, sehingga dari sisi ketahanan pangan fungsinya menjadi demikian strategis.Kebutuhan jagung nasional selama periode 2009-2013 mengalami peningkatan sebesar 0.08 persen per tahun (BPS 2014; Haryono, 2012; Pusdatin, 2012 dan 2015; dan DJTP 2010b).

(22)

2009 sampai 2013 dengan besaran antara 338.798 ton sampai dengan 2.800.000 ton. Kebutuhan jagung nasional tahun 2013 sebesar 32.77 juta ton sementara produksi nasional hanya sebesar 18.51 juta ton, sedangkan impor jagung sekitar 2.8 juta ton. Sehingga impor diperlukan untuk menjaga stabilitas produksi secara merata sepanjang tahun (Lampiran 1).

Ketersediaan pasokan jagung akan mempengaruhi industri peternakan secara luas. Apabila pasokan jagung mengalami kelangkaan akan mengakibatkan stagnasi ketersediaan bahan baku bagi industri pakan ternak maupun industri pangan. Sebaliknya dengan adanya kecukupan jagung akan mendorong ketersediaan pakan ternak. Menurut data GPMT (2014) menyebutkan bahwa di Indonesia saat ini terdapat industri-industri pakan ternak berskala besar yang tersebar di 10 provinsi yaitu provinsi DKI Jakarta (11 pabrik); Jawa Timur (16 pabrik); Sumatera Utara (8 pabrik); Jawa Barat dan Sulawesi Selatan (5 pabrik); Jawa Tengah dan Lampung (3 pabrik); sementara Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan (masing-masing 1 pabrik).

Perkembangan produksi jagung nasional selama periode 2009-2015 mengalami peningkatan sebesar 1.57 persen per tahun dari 17.63 juta ton pipilan kering tahun 2009 menjadi 19.61 juta ton pipilan kering tahun 2015, pada peningkatan produktivitas mencapai 3.10 persen per tahun dan luas panen mengalami penurunan sebesar 1.56 persen per tahun. Dengan demikian peningkatan produktivitas tidak disebabkan dari peningkatan luas lahan akan tetapi dari penerapan teknologi budidaya (Lampiran 2).

Rendahnya produksi jagung secara umum dalam memenuhi kebutuhan jagung disebabkan oleh masih rendahnya rata-rata produktivitas jagung nasional. Selama kurun waktu 2009-2013 rata-rata produktivitas jagung nasional adalah sebesar 4.58 ton per hektar (BPS 2014). Menurut Kasryno etal. (2007) bahwa potensi produktivitas jagung hibrida dapat mencapai 7 ton/ha. Sedangkan DJTP (2010a) melaporkan bahwa untuk sejumlah varietas jagung komposit mampu mencapai produksi 5-6 ton per ha, sedang jagung hibrida mampu mencapai 8-10 ton per ha. Produktivitas jagung nasional relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan produktivitas jagung negara produsen jagung seperti Amerika Serikat yang telah mencapai 10.34 ton/ha dan China yang telah mencapai 5.35 ton/ha (FAO2009).

(23)

Di Provinsi Jawa Barat, distribusi PDRB menurut sektor ekonomi atau lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun. Tiga sektor utama yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor pertanian mempunyai peranan sebesar 70.95 persen pada tahun 2013. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 34.56 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian memberikan kontribusi masing-masing sebesar 24.44 persen dan 11.95 persen. Dibandingkan dengan tahun 2012 maka pada tahun 2013 terjadi peningkatan kontribusi sektor pertanian sebesar 0.26 persen yakni dari 11.69 persen menjadi 11.95 persen (BPS 2014).

Sektor tanaman pangan merupakan salah satu faktor kunci dalammemacu pertumbuhan ekonomi nasional. Selain berperan sebagai sumberpenghasil devisa yang besar, juga merupakan sumber kehidupan bagisebagian besar penduduk di provinsi Jawa Barat. Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri yang setiap tahunnyacenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk danberkembangnya industri pangan dan pakan, sehingga dari sisi ketahanan pangan nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis.

Tahun 2009-2014 di Provinsi Jawa Barat menunjukkan rata-rata pertumbuhan per tahun untuk luas panen, produksi dan produktivitas jagung memiliki nilai positip masing-masing 0.68 persen, 5.14 persen, dan 5.71 persen. Persen pertumbuhan terbesar terjadi pada rata-rata pertumbuhan produksi (Lampiran 3). Rata-rata pencapaian produktivitas jagung di provinsi Jawa Barat sebesar 6.46 ton per hektar lebih tinggi 1.87 ton per hektar bila dibandingkan dengan produktivitas jagung nasional sebesar 4.59 ton per hektar. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2013, ditetapkan sasaran produksi jagung tahun 2013 sebesar 1.145.942 ton pipilan kering (PK).

Sentra-sentra produksi jagung di Indonesia antara lainSulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Jawa Timur, NusaTenggara Barat, Lampung, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Jawa Barat.Provinsi Jawa Barat menempatkan pertanian sebagai sektor unggulan sertakomoditas andalan jagung yang bertujuan untuk memacu peningkatan pendapatandan kesejahteraan masyarakat khususnya petani yang sekaligus menjadipenggerak utama pembangunan ekonomi daerah. Apabila dilihat dari produksi jagung nasional, maka share produksi jagung Provinsi Jawa Barat tahun 2013sebesar5.95 persen dari total produksi jagung nasional sebesar 18.506.287 ton(Lampiran 4). Share produksi jagung Provinsi Jawa Barat masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan wilayah sentra produksi lainnya seperti Jawa Timur, JawaTengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara, masing-masing sebesar31.13 persen, 15.84 persen, 9.51 persen, 6.76 persen dan 6.39 persen.

(24)

memiliki keunggulan kompetitif. Berdasarkan nilai DRCR dan PCR maka untuk memenuhi kebutuhan komoditas jagung dapat diproduksi sendiri di Provinsi Jawa Barat.Bias perubahan teknologi yang terjadi pada usahatani jagung adalah netral. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan teknologi yang terjadi pada usahatani jagung akan menyebabkan peningkatan input (benih, pupuk dan tenaga kerja) dengan proporsi yang sama.

Peningkatan produktivitas jagung dapat dilakukan melalui dua cara yaitu mengembangkan dan mengadopsi teknologi baru serta menggunakan sumber daya yang tersedia secara lebih efisien. Teknologi merupakan bagian dalam pembangunan pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani karena teknologi merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses produksi. Teknologi yang senantiasa berkembang merupakan salah satu syarat yang tidak boleh tidak harus ada (syarat mutlak) untuk adanya pembangunan pertanian (Jatileksono 1992; Nicholson 1998; Mosher AT 1966).

Salah satu teknologi baru yang dikembangkan adalah teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). PTT adalah suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani melalui Sekolah Lapang serta bersifat spesifik lokasi. PTT merupakan inovasi baru untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam peningkatan produktivitas jagung. Penerapan PTT di tingkat petani adalah salah satu bentuk teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Perumusan Masalah

Di Indonesia, jagung ditanam pada agroekosistem yang beragam, mulaidari lingkungan berproduktivitas tinggi (lahan subur) sampai berproduktivitasrendah (lahan suboptimal dan marjinal). Karena itu diperlukanteknologi produksi spesifik lokasi sesuai dengan kondisi lingkungansetempat.Pengembangan jagung di lahan sawah pada

musim kemarau merupakansesuatu yang strategis, karena (a) dapat

mengurangi/mengatasi defisit pasokanjagung yang umumnya terjadi pada musim kemarau, (b) kualitas produk jagungpertanaman musim kemarau adalah tinggi, dan (c) petani jagung musim kemaraumemperoleh pendapatan yang lebih baik karena harga jagung yang relatif tinggi.

Penerapan teknologi budidaya jagung oleh petani yang sekarang berlakupada umumnya masih bersifat parsial khususnya bagi wilayah berproduktivitasrendah. Memperpadukan sejumlah komponen teknologi produksi diharapkan akanmeningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani jagung. Keberhasilan perbaikanproduktivitas dan pendapatan tersebut pada gilirannya akan memperlancarupaya pengembangan areal pertanaman jagung di Indonesia.

(25)

yangluas akan dapat meningkatkan produksi jagung nasional dan ekonomi masyarakatyang terkait.

PTT adalah model atau pendekatan dalam budi daya yang

mengutamakanpengelolaan tanaman, lahan, air, dan organisme pengganggu tanaman(OPT) secara terpadu dan bersifat spesifik lokasi. Dengan demikian PTTbukan paket teknologi serta tidak menggunakan pendekatanpaket teknologimelainkan dengan pendekatan penerapan teknologiuntuk memecahkan masalah-masalah usahatani di wilayah tertentu danbersifat spesifik lokasi dengan bantuan para penyuluh dan petugaspertanian. Tujuan utama penerapan PTT adalah untuk meningkatkanproduksi, pendapatan dan kesejahteraan petani.PTT jagung bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkanproduktivitas jagung secara berkelanjutan dan meningkatkan efisiensiproduksi. Pengembangan PTT di suatu lokasi senantiasa memperhatikankondisi sumber daya setempat, sehingga teknologi yang diterapkan di suatulokasi dapat berbeda dengan lokasi yang lain. Dengan demikian teknologiyang diterapkan dengan pendekatan PTT bersifat sinergistik dan spesifiklokasi.Sesuai dengan masalah yang ada di lokasi setempat, komponenteknologi yang dapat dikembangkan dalam PTT jagung antara lain varietasunggul, benih bermutu, penyiapan lahan hemat tenaga, populasi

tanamanoptimal, pemupukan yang efisien, pengendalian OPT dengan

mengutamakanaspek kelestarian lingkungan, pengelolaan panen dan pascapanenyang sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan produksi jagung secara nasional maka tahun 2014dilaksanakan program peningkatan produktivitas melalui Sekolah LapangPengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) berbasis kawasan seluas 260.000 ha yang terdiri dari: (1) Kawasan pertumbuhan seluas 54.700 ha(jagung hibrida seluas 9.000 ha yang dialokasikan di 9 kabupaten/kota pada 7provinsi dan jagung komposit seluas 45.700 ha yang dialokasikan di 60kabupaten/kota pada 14 provinsi); (2) Kawasan pengembangan seluas 170.300 ha(jagung hibrida seluas 170.300 ha yang dialokasikan di 138 kabupaten/kota pada24 provinsi); 3) Kawasan pemantapan seluas 35.000 ha (jagung hibrida seluas 35.000 ha yang dialokasikan di 31 kabupaten/kota pada 10 Provinsi (DJTP 2013).

(26)

faktor ketidakstabilan modal usaha tani mutu hasil belum optimal, efisiensi usaha belum berkembang dan optimalisasi pendapatan melalui produksi subsektor tanaman sudah maksimal (kecuali ada introduksi teknologi baru).

Dengan adanya penerapan teknologi PTT jagung diduga akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi baik efisiensi teknik maupun efisiensialokatif dibandingkan dengan petani yang tidak menerapkan teknologi PTT jagung.Hasil penelitian Fadwiwati (2013) mengungkapkan bahwa penerapan komponen teknologi PTT jagung berupa penggunaan varietas unggul baru pada petani jagung di provinsi Gorontalo berdampak positif dan nyata terhadap peningkatan tingkat efisiensi teknis,efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomis dibandingkan dengan petani yang menggunakan varietas unggul lama.Pertanyaannya adalah bagaimanapenerapan teknologi PTT jagung mempengaruhi tingkat efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis petani jagung.

Hasil penelitianSyuryawatietal. (2013) menunjukkan penerapan teknologi melalui pendekatan PTT lebih menguntungkan karena lebih unggul dibandingkan dengan yang diterapkan petani, ini ditunjukkan dengan nilai B/C ratio 9,59–14,76 dan peningkatan pendapatan rata-rata sebesar 10,3 persen sehingga sangat layak dikembangkan petani.Dengan penerapan teknologi PTT jagung akan berdampak terhadap produksi sertatingkat efisiensi yang lebih tinggi. Dengan anggapan permintaan jagung tetapmaka kenaikan produksi akan berakibat harga jagung menurun. Walaupun hargajagung menurun namun karena kenaikan produksi yang jauh lebih tinggi maka penerapan teknologi PTT ini masih menyebabkan peningkatan pendapatan. Di sisi lain masih terdapatpetani yang tidak menerapkan teknologi PTT jagung yang produktivitasnya relatiftetap, tetapi di sisi lain harganya turun, maka diduga akan

berakibat padapendapatan jagungnya menurun. Pertanyaannya adalah

bagaimanapengaruh penerapan teknologi PTT jagung terhadap pendapatan petani jagung.

Peta ketahanan dan kerentanan pangan 2009 (DKP2009) melaporkan beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Barat yaitu Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi memiliki kerentanan terhadap kerawanan pangan yang antara lain disebabkan tidak memadainya produksi pangan pokok dan kemiskinan. Program PTT sesuai dengan tujuannya meningkatkan produktivitas melalui efisiensi penggunaan input produksi dan pelestarian sumberdaya diharapkan dapat memiliki pengaruh terhadap peningkatan pendapatan usahatani, karena dengan penggunaan faktor-faktor produksi yang lebih efisien maka akan mempengaruhi biaya produksi sehingga pada akhirnya berpengaruh pula terhadap pendapatan petani. Meningkatnya pendapatan petani akan mempengaruhi pada ketahanan pangan rumah tangga karena akses rumah tangga terhadap pangan sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat dijadikan indikator bagi ketahanan pangan rumah tangga karena pendapatan merupakan salah satu kunci utama bagi rumah tangga untuk mengakses pangan.Pertanyaannya adalah bagaimana pengaruh pendapatan usahatani jagung terhadap ketahanan pangan rumah tangga petani jagung.

(27)

Berdasarkan uraian-uraian padarumusan masalah,maka tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Menganalisis pengaruh penerapan teknologi PTT terhadap pendapatan dan kelayakan teknologi usahatani jagung.

2. Menganalisis pengaruh penerapan teknologi PTT terhadap efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi petani jagung.

3. Menganalisis pengaruh penerapan teknologi PTT terhadap ketahanan pangan rumah tangga petani jagung.

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi derajat ketahanan pangan rumah tangga petani jagung.

Kebaruan Penelitian

Penelitian ini mengkaji bagaimana pengaruh Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) jagung terhadap : (1) efisiensi teknis usahatani jagung; (2) efisiensi alokatif usahatani jagung; dan (3) efisiensi produksi terhadap ketahanan pangan rumah tangga petani jagung.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada petani jagung di dua kabupaten sentraproduksi jagungdi Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Garut dan Kabupaten Sukabumi.Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini terbatas pada petaniyang menanam jagung di agroekosistem lahan kering dengan menerapkan komponen-komponen teknologi PTT jagung,serta merupakan alumni PTT jagung dan petani yang menanam jagung dengan tidak menerapkan komponen teknologi PTT jagung serta tidak ikut serta dalam PTT jagung.Varietas jagung yang ditanam adalah varietas jagung hibrida, komposit, dan varietas lokal. Varietas jagung hibrida merupakanvarietas yang bersumber dari balai penelitian, dinas pertanian, atau perusahaan swasta.Sedangkan varietas komposit dan lokal bersumber dari balai penelitian ataupun perusahaan swastamaupun dari petani yang benihnya ditanam dua sampai tiga kali musim tanamdengan tingkat produktivitas yang lebih rendah dari varietas hibrida.

(28)

Teknologi Pertanian (BPTP)Jawa Barat; Badan Pusat Statistik (BPS) baik tingkat nasional, provinsi maupunkabupaten;Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) tingkat provinsi maupun kabupaten;Dinas Pertanian Tanaman Pangan ProvinsiJawa Barat;Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut; Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sukabumi;serta instansi-instansi lainnya yang terkait dengan kebutuhanpenelitian.

Penelitian ini terbatas pada analisis pendapatan dan kelayakan perubahan teknologi, analisis fungsi produksi stochastic frontier. Untuk menganalis ketahanan pangan rumah tangga, derajat ketahanan pangan rumah tangga, dan faktor-faktor yang mempengaruhi probabilitas kategori derajat ketahanan pangan rumah tangga digunakan analisis silang pangsa pengeluaran pangan dan konsumsi energi per unit ekivalen dewasa sertamodel ordered logistic regression. Konsumsi energi per unit ekivalen dewasa digunakan menghitung konsumsi energi riil rumah tangga dengan perhitungan konsumsi energi riil rumah tangga, konsumsi energi per ekivalen orang dewasa, konsumsi energi seharusnya, dan persentase kecukupan energi.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Efisiensi Produksi

Sesuai prinsip dasar dalam ilmu ekonomi maka efisiensi produksi adalah dengan penggunaan input produksi tertentu, akan dapat dihasilkan output semaksimal mungkin atau untuk dapat memproduksi output tertentu dengan input dan biaya seminimal mungkin. Jika prinsip efisiensi produksi tersebut diaplikasikan pada proses kegiatan produksi pertanian maka petani akan berupaya mencapai suatu efisiensi dalam menggunakan input produksi. Apabila petani dapat mengalokasikan sumberdaya secara efisien maka akan terdapat tambahan kontribusi sektor pertanian, sebaliknya apabila petani tidak mengalokasikan input produksi secara efisien akan terdapat potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan pendapatan usahatani dan menciptakan surplus. Oleh karena itu, efisiensi penggunaan sumberdaya merupakan hal penting yang menentukan eksistensi berbagai peluang di sektor pertanian dan terkait dengan potensi kontribusinyaterhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rumahtangga tani(Weesink et al. 1990).

Farrell (1957) menyatakan alasan-alasan pentingnya pengukuran efisiensi yaitu (i) masalah pengukuran efisiensi produksi suatu industri adalah penting untuk ahliteori ekonomi maupun pengambil kebijakan ekonomi; (ii) alasan-alasanteoritis efisiensi relatif dari berbagai sistem ekonomi harus diuji, maka pentinguntuk mampu membuat pengukuran efisiensi aktual; (iii) perencanaanekonomi sangat terkait dengan industri tertentu adalah penting untukmeningkatkan output tanpa menyerap sumberdaya-sumberdaya tambahan ataumenaikkan efisiensinya.

(29)

produksi akan memberikan gambaran tentangteknologi produksi. Penghitungan efisiensi selanjutnya dapat dibuat relatifterhadap fungsi produksi. Secara khusus, inefisiensi teknis akan ditentukan olehjumlah penyimpangan dari fungsi produksi ini. Byerlee (1987), menyatakan pada istilah ekonomi, inefisiensi teknis mengacu pada kegagalan untukberoperasi pada fungsi produksi tersebut. Penyebab potensial inefisensi teknisadalah informasi tidak sempurna, kapabilitas teknis yang rendah dan motivasiyang tidak memadai (Daryanto 2000).

Farrell (1957) mengemukakan bahwa efisiensi produksi terdiri dari komponen teknis dan alokatif. Efisiensi teknis (Technical Efficiency/TE) merupakan kemampuan suatu unit usaha untuk dapat berproduksi sepanjang kurva isokuan yaitu menghasilkan output seoptimal mungkin dengan kombinasi input dan teknologi yang tertentu. Efisiensi alokatif (Allocative Efficiency/AE) merefleksikan kemampuan suatu unit usaha menggunakan input dalam proporsi yang optimal, sesuai dengan harganya masing-masing dan teknologi produksi. Kedua pengukuran ini kemudian digabungkan untuk mengukur total efisiensi ekonomi.

Efisiensi Teknis (TE)

Efisiensi teknis merupakan kemampuan untuk menghindari pemborosan dengan memproduksi output sebanyak mungkin dengan input dan teknologi yang ada atau dengan menggunakan input yang lebih sedikit dengan teknologi yang sama akan menghasilkan output yang sama. Sehingga efisiensi teknis merupakan menggunakan input seminimal mungkin atau menghasilkan output sebanyak mungkin.Coelli et al. (1998) menyatakan efisiensi teknis adalah kemampuan seorangprodusen atau petani untuk mendapatkan output maksimum dari penggunaansejumlah input atau kemampuan petaniuntuk berproduksi pada kurva batas isoquan (frontier isoquan). Apabila suatu usahatani berada pada titik di fungsi produksi frontier artinyausahatani tersebut efisien secara teknis. Jika fungsi produksi frontier diketahuimaka dapat diestimasi inefisiensi teknis melalui perbandingan posisi aktual relatifterhadap frontiernya.

(30)

Efisiensi Alokatif (AE)

Efisiensi alokatif mengukur kemampuan suatu unit produksi dalam memilih kombinasi input yang dapat meminimalkan biaya dengan teknologi yangsama sehingga dapat memaksimalkan keuntungan. Efisiensi alokatif merupakan rasio antara total biaya produksi suatu output menggunakan faktor aktual dengan total biaya produksi suatu output menggunakan faktor optimal dengan kondisi efisien secara teknis.Efisiensi alokatif menunjukkan kemampuan seorang petani untukmenggunakan input pada proporsi yang optimal pada harga faktor dan teknologiproduksi yang tetap. Dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan petaniuntuk memilih tingkat penggunaan input minimum di mana harga-harga faktordan teknologi tetap. Efisiensi alokatif sudahmemperhitungkan faktor harga input.Seorang petani dikatakan efisien secaraalokatif apabila petani mencapai keuntungan maksimum pada saat nilai produkmarginal setiap faktor produksi sama dengan biaya marginalnya atau kemampuanpetani dalam menghasilkan sejumlah output pada kondisi minimisasi ratio biayainput (Tylor et al. 1986; Ogundari & Ojo 2006).

Efisiensi alokatif mengacu padakemampuan petani merespon sinyal ekonomidan memilih kombinasi input optimal padaharga-harga input yang berlaku. Berdasarkankonsep efisiensi teknis dan alokatif, makadapat dikatakan bahwa proses produksi tidakefisien karena dua hal berikut (Sumaryanto et al. 2003). Pertama, karena secara teknis tidakefisien. Ini terjadi karena ketidakberhasilanmewujudkan produktivitas maksimal, artinyaper unit paket masukan tidak dapatmenghasilkan produksi maksimal. Kedua,secara alokatif tidak efisien karena padatingkat harga-harga masukan dan keluarantertentu, proporsi penggunaan masukan tidakoptimum. Ini terjadi karena produk penerimaanmarginal (marginal revenue product) tidaksama dengan biaya marginal (marginal cost)masukan yang digunakan.

Efisiensi Ekonomis (EE)

Gabungan kedua efisiensi teknik danalokatif disebut Efisiensi Ekonomi (EE), artinyabahwa produk yang dihasilkan baik secarateknik maupun secara alokatif efisien. Secararingkas dapat dikatakan efisiensi ekonomi sebagaikemampuan yang dimiliki oleh petani dalamberproduksi untuk menghasilkan sejumlahoutput yang telah ditentukan sebelumnya.Secara ekonomik efisien bahwa kombinasiinput-output akan berada pada fungsi produksifrontier dan jalur pengembangan usaha(expantion path). Pendekatan yang digunakan untuk mengestimasi tingkat efisiensi teknis dalamperkembangan selanjutnya menggunakan fungsi stochastic production frontier(SPF). Berdasarkan artikel, ketiga pendekatan tersebut diperkenalkan secara lebihluas oleh Aigner, Lovell dan Schmidt (1977) maupun Meeusen dan Van denBroeck (1977).

(31)

Ellis (1998); Ellis (2003) dalam (Saptana 2011) menyebutkan terdapat 4 (empat) implikasi kebijakanyang dapat dihasilkan dari bahasan tentangefisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis, yaitu (1) Jika petani memang dibatasioleh teknologi yang tersedia, maka hanyaperubahan teknologi secara nyata yang dapatmeningkatkan kesejahteraan petani, (2)Dengan asumsi bahwa petani secara alokatifresponsif terhadap perubahan harga, makakebijakan harga input dan output misalnya skema kredit atau subsidi pupuk mungkinmempunyai pengaruh yang sama pada biayayang lebih rendah, (3) Jika inefisiensi adalahakibat dari ketidaksempurnaan pasar, makamekanisme bekerjanya pasar harus diperbaiki, dan (4) Jika petani secara teknik inefisienmaka pendidikan dan penyuluhan pertanianperlu ditingkatkan.Selain itu, Ellis(1988) mengemukakan inefisiensi teknis juga dapat disebabkan oleh perilakupetani terhadap risiko produksi, pada petani yang berperilaku menghindari risikoroduksi (risk averse) maka alokasi penggunaan input semakin rendah, sehinggaakan meningkatkan inefisiensi teknis.

Metode Pengukuran Efisiensi

Pengukuran tingkat efisiensi dan penggunaan input optimum

secarakonvensional sering dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi.Pendekatan fungsi produksi menyangkut estimasi rata-rata dari fungsi produksi.Penggunaan input akan optimum atau efisien bila Nilai Produk Marjinal(Marginal Value Product = MVP) untuk masing-masing input sama dengan biayainput marjinal (Marginal Factor Cost= MFC). Dalam pasar persaingan sempurna MFC =harga input. Bila NVP tidak sama dengan MFC, menunjukkan penggunaan inputtidak efisien. Pendekatan fungsi produksi rata-rata telah banyak digunakan dalamekonomi produksi untuk mengukur efisiensi alokatif. Namun Lau and Yotopoulus(1971) menyebutkan untuk pendekatan fungsi produksi rata-rata

mempunyaimasalah persamaan simultan yang bias dan mudah terjadi

multikolinier.Pendekatan fungsi produksi frontier dilakukan untuk mengestimasifrontier dan bukan fungsi produksi rata-rata. Metodologi frontier pertama kalidiperkenalkan oleh Farrel (1957) dan telah berkembang secara luas digunakandalam aplikasi analisis produksi.

Pengukuran efisiensi dapat dilakukan melalui dua carayaitu pengukuran berorientasi input (input-orientated measures) dan pengukuranberorientasi output (output-orientated measures).Pengukuran efisiensi berorientasi input adalahmengukur efisiensi dari minimisasi biayapenggunaan input-input dalam usahatani untukmencapai output tertentu. Jika informasiharga-harga input tersedia maka efisiensialokatif dapat dihitung.

(32)

penggunaankombinasi input yang lebih sedikit. Nilaiefisiensi teknis (TE) bervariasi antara 0 dan 1.Jika TE = 1 menunjukkan petani secara teknisefisien penuh. Jika data harga input tersedia,efisiensi alokatif bisa ditentukan.

Seorang petani dikatakan efisiensisecara alokatif (AE) jika petani yangbersangkutan beroperasi kurva isoquan yangbersinggungan dengan garis biaya (isocost).Total efisiensi ekonomi (EE) adalah samadengan perkalian efsiensi teknis denganefisiensi alokatif. Dapat disimpulkan bahwaefisiensi teknis dan alokatif bisa diukur darisegi fungsi produksi frontier dan asosiasi first order condition (FOC) atau dengan menggunakandual fungsi biaya (Taylor et al. 1986).

Hasil kajian menunjukkan bahwaefisiensi teknis (TE) tidak harus berimplikasiefisiensi ekonomi maupun minimisasi biaya.Petani dapat mencapai TE dengan menggunakaninput tanpa mempertimbangkanharga-harga input produksi. Terlepas daritingkat produksi yang relatif tinggi, produsenyang mengikuti strategi ini tidak akan mungkinmeminimalkan biaya. Pengukuran efisiensimenurut Farrel semula sah untuk teknologirestriktif yang dicirikan oleh CRS atauhomogenitas linier. Analisis Farrel tidakmempertimbangkan level produksi optimalkarena skala produksi tidak terbatas padaCRS. Tetapi, pengukuran Farrel telahdigeneralisir menjadi teknologi yang kurangrestriktif (Fare and Lovell 1978; Forsund andHjalmarsson 1979; dan Forsund et al. 1980).

Metode pengukuran berorientasi output (output-oriented measures) ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengukuran Efisiensi Teknis dan Alokatif Beorientasi Output(Sumber : Coelli, et al., 1998)

Pada Gambar 1 dijelaskan denganmenggunakan kurva kemungkinan produksi (production possibility frontier/PPF)yang direpresentasikan garis DD’. Garis ZZ’ adalah garis isocost yang ditariksecara tangensial ke kurva kemungkinan produksi. Sementara itu, titik Amenunjukkan petani yang berada dalam kondisi inefisien secara teknis. GarisAB menggambarkan kondisi yang inefisien secara teknis, yang ditunjukkan olehadanya tambahan output tanpa membutuhkan tambahan input.

(33)

Dengan adanya informasi harga output yang digambarkan oleh garis isorevenue DD’ maka efisiensi alokatif dituliskan dalam bentuk :

Sementara itu, kondisi efisien secara ekonomi ditujukkan oleh :

Nilai rasio dari ketiga efisiensi tersebut berkisar antara 0 dan 1. Namun pendekatan ini mudah terkena kesalahan di dalam pengukuran (measurement errors), sedangkan dalam proses pengambilan data di lapang kesalahan yang terjadi juga relatif tinggi. Namun pendekatan ini lebih banyakdigunakan karena sebagian besar petaniberperilaku maksimasi output.Efek inefisiensi itu dikurangkan padafrontier produksi dan ditambahkan padafrontier biaya Coelli et al.(1998). Hal inidisebabkan untuk fungsi produksi merepresentasikanoutput maksimum, artinya inefisiensiyang terjadi menyebabkan tingkat output yangdicapai dalam praktek petani lebih rendah darioutput frontiernya. Pada fungsi biayamerepresentasikan biaya minimum, artinyainefisiensi yang terjadi mengakibatkan biayameningkat, sehingga biaya yang dikeluarkandalam praktek petani lebih besar dibandingkanbiaya frontiernya.

Dalam produksi frontier, selain istilah parametrik dan non parametrik,dikenal juga istilah konsep stochastic dan deterministik. Menurut Farrel (1957)pengukuran efisiensi dapat diklasifikasikan menjadi dua katagori yaitu parametrikfrontier dan non parametrik frontier. Model parametrik dibagi ke dalam modelstochastic (Stochastic Frontier Analysis) dan deterministik (deterministic frontier)(Coelli et al. 1998). Ada dua macam pengukuran yang banyak digunakan untukmenghitung efisiensi teknis yaitu pendekatan parametrik dengan metodestochastic frontier dan pendekatan non parametrik yaitu metode Data EnvelopmentAnalysis (DEA). Avenzora (2008) dalam Kalangi (2014) membandingkan metodeparametrik dan non parametrik. Model deterministikmengasumsikan bahwa deviasi dari frontier disebabkan oleh inefisiensi sementaradalam model stochastic, error disebabkan oleh gangguan statistik yang berasaldari gangguan diluar kontrol produksi dan berasal dari efek inefisiensi. Karenanyamasalah utama dalam model deterministik dan stochastic adalah dalampengukuran error (Greene 1993).

(34)

olehvariasi faktor-faktor manajemen di bawah kontrol petani. Pendekatan stochastic frontiermenggunakan model ekonometrika.

Aigner and Chu (1968) adalah orang pertama yang mengestimasi fungsiproduksi deterministik frontier menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas.Argumentasi yang dikemukakan adalah pada industri tertentu, perusahaan akanberbeda dengan perusahaan lain dalam hal proses produksi, disebabkan olehparameter teknik dalam industri, perbedaan skala operasi, dan struktur organisasi.Bravo-Ureta and Pinheiro (1997) menunjukkan bahwa dasar untuk pengukurantingkat efisiensi usahatani adalah dengan teknik maximum likelihood yangdigunakan untuk mengestimasi frontier produksi Cobb-Douglas, dan frontierbiaya dual. Selanjutnya Daryanto (2000) mengemukakan ada dua alternatif pendekatan untukmenguji faktor-faktor penentu efisiensi teknis dan juga inefisiensi teknis. Metodepertama terdiri dari dua tahap. Tahap pertama yaitu estimasi nilai efisiensi atauefek efisiensi untuk usahatani individu setelah estimasi fungsi produksi frontier.Tahap kedua adalah estimasi model regresi dimana nilai efisiensi diekspresikansebagai suatu fungsi dari variabel-variabel sosial ekonomi yang diasumsikanmempengaruhi inefisiensi. Metode kedua adalah prosedur satu tahap (simultan)dimana efek-efek inefisiensi di dalam stochastic frontier dimodelkan di dalamvariabel-variabel yang relevan di dalam menjelaskan inefisiensi produksi.

Kebijakan Pengembangan Jagung

Jagung merupakan salah satu komoditas strategis bagi Indonesia karenaperanannya sangat penting, baik untuk kebutuhan pangan dan pakan maupunindustri lainnya. Pada masa yang akan datang, Indonesia tidak mustahil akanmenggunakan jagung sebagai salah satu bahan baku alternatif untuk industribiofuel. Menurut Zakaria (2011) pengembangan tanaman jagung harus terus ditingkatkan dan diperbaikimulai dari subsistem hulu (pra budidaya), tengah (budidaya), sampai dengan hilir (panen, industri pengolahan hasil dan pemasaran).

Penggunaan komoditi jagung lebih didominasi untuk bahan baku utamaindustri pakan ternak, yaitu sebesar 51 persen. Selanjutnya diikuti penggunaanbahan pangan antara lain pangan langsung, bahan baku minyak nabati

nonkolesterol, tepung jagung dan makanan kecil, sehingga dalam

pengembangannyaharus melihat potensi dan struktur kebutuhan secara komprehensif (DJTP2010a).

(35)

yangrelatif rendah, modal usahatani terbatas, ketersediaan sarana pupuk, dan kelompoktani kurang aktif. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Galib dan Qomariah (2006)yang terjadi pada pengembangan agribisnis jagung di lahan kering.

Pengembangan produksi jagung dapat dilakukan melalui

peningkatanproduktivitas maupun perluasan areal tanam. Beberapa tantangan dalampengembangan jagung antara lain; (1) kebutuhan jagung yang terus meningkatseiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yaitu untuk pangan dan bahanbaku industri makanan, serta untuk pemenuhan kebutuhan pakan ternak dimanahasil produk peternakan untuk penyediaan protein hewani; (2) produksi jagungyang belum merata sepanjang tahun, dan saat ini masih dominan ditanam dilahankering (tadah hujan); (3) jagung masih dianggap sebagai tanaman kedua setelahpadi (secondary crop); (4) untuk komoditas jagung masih belum terdapat jaminanharga jual seperti halnya komoditas padi yang telah memiliki referensi hargapembelian pemerintah; dan (5) penerapan teknologi yang belum sepenuhnyasesuai anjuran, sementara introduksi teknologi spesifik lokasi cukup intensifdisebarkan ke tingkat petani baik pemerintah maupun swasta (DJTP 2010a).

Peningkatan produksi memiliki peluang besar dan dapat dilakukan melalui upaya (1) peningkatan produktivitas jagung, dimana produktivitas saat ini masihdibawah produktivitas potensial dengan semakin meningkatnya varietas unggulbaru (hibrida); (2) terdapatnya peran swasta yang aktif dalam pengembanganindustri benih, teknologi budidaya dan pemasaran hasil; (3) harga jagung yangsemakin meningkat; (4) dukungan pemerintah daerah dalam pengembanganjagung; dan (5) masih memungkinnya perluasan areal pertanaman jagung padalahan-lahan yang belum diusahakan dan yang belum dimanfaatkan.

Purwanto (2007) menyebutkan kebijakan peningkatan produksi jagung nasional dapat dilakukan dengan upaya: (1) perbaikan infrastruktur penunjang pertanian seperti irigasi, jalan usahatani dan lainnya, (2) pengembangan kelembagaan pertanian, seperti kelompok tani, koperasi tani dan lainnya, (3) penyuluhan aplikasi teknologi produksi, (4) bantuan permodalan pertanian, misal melalui penjaminan pinjaman, subsidi bunga, dan kredit lunak terhadap petani, dan (5) pemasaran hasil pertanian melalui peningkatan mutu hasil pertanian, sarana pemasaran hasil dan sebagainya.

Selanjutnya Rusastra dan Kasryno (2005) menyatakan terdapat beberapa kebijakan strategis yangperlu dilakukan dalam pengembangan usahatani jagung terutama padaagroekosistem lahan kering yaitu; (a) introduksi varietas komposit yang berdayahasil tinggi, berumur genjah, tipe tanaman pendek dan berbatang kokoh; (b)penerapan teknologi usahatani konservasi sistem budidaya lorong (alley cropping); (3) pemanfaatan pupuk kandang untuk meningkatkan bahan organiktanah; (4) penanaman tepat waktu pada awal musim hujan; (5) introduksiteknologi tanpa olah tanah dan hemat tenaga kerja; dan (6) intensifikasi programpenyuluhan untuk memperbaiki kemampuan manajemen petani.

(36)

agribisnisditingkat petani, kelembagaan usaha dan pemerintah sesuai perannya masingmasing;dan (5) pembiayaan dalam pengembangan produksi jagung, melalui polaPenguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), pendampingan teknologi, fasilitasikredit pertanian dan program pengembangan jagung melalui kemitraan usaha(Purwanto 2007).

Program lainnya yang ikut mendukung program nasional dalam rangkameningkatkan produksi pertanian khususnya jagung dengan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian adalah program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), Cadangan Benih Nasional (CBN), Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Program RintisanPemasyarakatan Inovasi Pertanian (PRIMATANI), Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT), Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT), Farmer Empowerment Trought Agricultural Technology andInformation (FEATI). Program-program tersebut lebihmenekankan pada penerapan dan pengembangan teknologi budidaya di tingkatpetani dan optimalisasi pembinaan melalui pendampingan dan pengawalan. Pada tahun 2015, untuk menyempurnakan SL-PTT maka oleh Kementerian Pertanian upaya peningkatan produksi dilakukan melalui Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT), yaitu kegiatan peningkatan produktivitas yang difokuskan melalui pola kawasan yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, peningkatan jumlah paket bantuan sebagai instrumen stimulan, serta dukungan pendampingan dan pengawalan (DJTP 2015).

Program-program tersebut diatas akan berhasil dan berdaya guna bila didukung oleh penggalangan partisipasi dan pemberdayaan petani. Toisuta (1977) menyatakan untuk menumbuhkan partisipasi petani terhadap inovasi, meliputi: (1) melakukanpendekatan untuk mencairkan penolakan atau mengusahakan penerimaan; (2)menjadikan petani sebagai partisipan agar lebih aktif dan bertanggung jawab; dan(3) meningkatkan peran petani dalam mengembangkan produksi di daerahnya.

Kondisi yang sangat mempengaruhi keputusan petani berpartisipasi dalamprogram peningkatan produksi jagung adalah iklim ekonomi yang menguntungkandan secara sosial dapat diterima. Untuk menjamin keberhasilan usahatani, menurutBaharsjah (2004) perlu diberikan insentif jaminan harga dasar yang didukungkegiatan penyuluhan untuk penciptaan teknologi budidaya serta pengembanganinfrastruktur fisik dan kelembagaan. Oleh karena itu, tingkat partisipasi serta sikappetani yang dinamis dan bertanggung jawab menjadi kunci sukses keberhasilandalam peningkatan produksi jagung yang berkelanjutan menuju swasembadajagung nasional.

Kemampuan petani dalam mengadopsi teknologi budidaya, merupakan syarat

mutlak tercapainya upayapengembangan pembangunan pertanian. Upaya

memberdayakanpetani oleh pemerintah dengan pemberian bantuan fasilitas penguatan modal,pelatihan dan pembinaan sehingga petani mau bekerja sama dan mampumenerapkan teknologi anjuran. Selain itu, kebijakan pemerintah untukmelindungi petani perlu terus dilakukan, karena menurut Pakpahan (2004) petanidi negara-negara maju juga masih mendapat perlindungan dan subsidi yang sangatbesar.

(37)

Secara teknis, upaya peningkatan produksi jagung di dalam negeri dapat ditempuh melalui perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Coelli et al. (1998) menyatakan terdapat 3 (tiga) sumber pertumbuhanproduktivitas yaitu : (a) perubahan teknologi(technological change), (b) peningkatanefisiensi teknis, dan (c) skala usaha. Teknologibaru diharapkan dapat menggeser kurva produksi keatas dan berdampak pada peningkatan produktivitasdan pendapatan petani. Efisiensi teknisdan alokatif akan meningkatkan produktivitasmelalui kombinasi penggunaan input danminimisasi rasio biaya input. Masalah inefisiensidalam usahatani pangan masih dihadapi dibanyak negaraberkembang termasuk Indonesia.

Permasalahan-permasalahan pokokyang dihadapi dalam pengembangan usahatanipangan, khususnya di sentra-sentraproduksi di Indonesia adalah belumterwujudnya ragam, kuantitas, kualitas, dankesinambungan pasokan berbagai produkpangan yang sesuai dengan dinamikapermintaan pasar dan preferensi konsumen.Hal tersebut terkait dengan beberapapermasalahan pokok yaitu (1) polapemilikan lahan yang sempit dan tersebar; (2)sistem usahatani yang kurang intensif karenalemahnya permodalan petani; (3) stagnasiteknologi budidaya beberapa komoditaspangan; (4) masih relatif rendahnya tingkatefisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensiekonomi yang dicapai pada beberapakomoditas pangan; dan (5) lemahnyakonsolidasi kelembagaan di tingkat petani.

Salah satu cara yang dapat ditempuh dalam upaya peningkatan produktivitas jagung adalah penerapkan teknologi dengan pendekatan Pengeloaan Tanaman Terpadu (PTT).PTT merupakan inovasi baru untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam peningkatan produktivitas. Teknologi intensifikasi bersifat spesifik lokasi, tergantung kepada masalah yang akan diatasi (demand driven technology). Komponen teknologi PTT ditentukan bersama-sama petani melalui analisis kebutuhan teknologi (need assessment).

Prinsip-prinsip PTT adalah sebagai berikut (1) Terpadu yaitu bahwa PTT merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya secara terpadu, (2) Sinergis yaitu PTT memanfaatkan teknologi pertanian terbaik, dengan memperhatikan keterkaitan yang saling mendukung antar komponen teknologi, (3) Spesifik lokasi bahwa PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya dan ekonomi petani setempat, dan (4) Partisipatif dimana petani turut berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk Laboratorium Lapangan (LL).

Gambar

Gambar 4.  Hubungan Penerapan PTT, Efisiensi, Konsumsi dan Ketahanan Pangan
Gambar 5. Kerangka Konseptual Pengaruh Pengelolaan Tanaman Terpadu Jagung terhadap Efisiensi dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Jagung di Provinsi Jawa Barat
Tabel 2.   Pembagian responden menurut lokasi penelitian di Provinsi Jawa Barat                 tahun 2015
Tabel 3.Pengukuran derajat ketahanan pangan rumah tangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk manfaat quasi menggunakan teknik-teknik: (1) Value Linking: digunakan untuk mengevaluasi manfaat yang merepresentasikan ripple effect dari peningkatan

nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit (tidak nyaman terhadap luka dekubitus). Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

Sebagian besar responden adalah ibu-ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan sedang tentang imunisasi dasar anak dan mempunyai pengalaman menjadi kader lebih dari 5 sampai dengan

Menyatakan bahwa karya ilmiah skripsi dengan judul "Representasi Perlawanan Korupsi dalam Lirik Lagu Merdeka karya Slank Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce" adalah karya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepala sekolah sebagai motivator di SMK Muhammadiyah 3 Makassar, untuk mengetahui kinerja guru dan pegawai di SMK Muhammadiyah

Memaparkan budidaya, pertumbuhan, produksi, nilai nutrisi serta kecernaan TPT Stenotaphrum secundatum serta potensinya sebagai pakan ternak ruminansia untuk dapat

Sustainable Development Goals (SDGs) nomor delapan yaitu memajukan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, inklusif, produktif, dan layak untuk semua. Dusun Bobung yang

tergantung pada latihan yang sering dilakukan untuk mengembangkan berpikir kritis (Fakhriyah, 2014) Kenyataan yang ditemui pada mahasiswa PGSD FKIP Universitas