i
FAKTOR-FAKTOR FINANCIAL RATIOS DAN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING)
(Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) Tahun 2011-2014)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: RITA SUGIARTI NIM: 1112082000038
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Rita Sugiarti
No. Induk Mahasiswa : 1112082000038
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggung jawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebut sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas karya ini
Jika dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan melalui
pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti
bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap untuk dikenakan
sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 22 Maret 2016
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Rita Sugiarti
2. Tempat, Tanggal Lahir : Indramayu, 12 Januari 1994
3. Alamat : Jl. Anggrek No. 46 Rt. 003/005, Kel.
Petukangan Utara, Kec. Pesanggrahan, Jakarta
Selatan, 12260
4. Telepon : 087880347474
5. Email : ritasugiarti1201@gmail.com
ritasugiarti89@yahoo.co.id
II. PENDIDIKAN
1. SD Negeri Srengseng 1 Tahun 2000-2006
2. MTs Annajah Tahun 2006-2009
3. SMA Negeri 47 Jakarta Tahun 2009-2012
4. S1 Ekonomi Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Kerohanian Islam (Rohis) SMA N 47 Jakarta Periode 2010-2011
2. Anggota Divisi Data dan Informasi HMJ Akuntansi
UIN Jakarta
Periode 2013-2014
3. Koordinator Divisi Data dan Informasi HMJ
Akuntansi UIN Jakarta
vii
IV. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Seminar Motivasi dan Kewirausahaan ―Burn Your Spirit! Be A Super Student
2. Bedah Buku dan Seminar Islami
3. Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi HMJ Akuntansi 2012
4. Sekolah Pasar Modal di Bursa Efek Indonesia
V. KEPANITIAAN
1. Dekan Cup 2012
2. Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi 2013 HMJ Akuntansi
3. OPAK (Orientasi Pengenalan Akademik) 2013/2014
4. OPAK (Orientasi Pengenalan Akademik) 2014/2015
VI.LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Agus Muksin
2. Tempat, Tanggal Lahir : Cirebon, 17 Agustus 1974
3. Ibu : Sanirih
4. Tempat, Tanggal Lahir : Indramayu, 29 September 1977
5. Alamat : Jl. Anggrek No. 46 Rt. 003/005, Kel.
Petukangan Utara, Kec. Pesanggrahan, Jakarta
Selatan, 12260
viii ABSTRACT
Factors of Financial Ratios and Good Corporate Governances that Affect Practice of Income Smoothing
This research aimed to get empirical evidence of factors in Financial Ratios (return on equity, net profit margin, and dividend payout ratio) and good corporate governance (independent board of comittee, and public ownership structure) that affect practice of income smoothing.
This research uses purposive sampling as sampling method. There are 13 corporates from 30 corporates that listed in Jakarta Islamic Index (JII) during 4 (four) years observation started from 2011 to 2014, thus 52 research samples were being collected. Agency Theory is the base theory used in the research to explain the relation between variables. Income smoothing measured with Eckel Index (1981). Statistical tool used to test the hyphothesis is Binary Logistic Regression.
This result discovers that net profit margin has effect on practice of income smoothing, whereas return on equity, dividend payout ratio, independent board of committee and public ownership structure have no effect in practice of income smoothing.
ix ABSTRAK
Faktor-Faktor Financial Ratios dan Good Corporat Governance yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai faktor-faktor Financial Ratios (return on equity, net profit margin, dan dividend payout ratio) dan good corporate governance (dewan komisaris independen, dan struktur kepemilikan publik) yang mempengaruhi praktik perataan laba (income smoothing)
Penelitian ini menggunakan purposive sampling dalam menentukan pemilihan sampel. Sebanyak 13 perusahaan dari 30 perusahaan yang terdaftar di
Jakarta Islamic Index (JII) dengan 4 tahun pengamatan yaitu mulai 2011 sampai 2014, sehingga diperoleh 52 sampel penelitian. Agency Theory merupakan teori dasar yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antar variabel. Perataan laba diukur dengan menggunakan indeks Eckel (1981). Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis Regresi Binary Logistic.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa net profit margin memiliki pengaruh terhadap praktik perataan laba, sedangkan return on equity, dividend payout ratio,
dewan komisaris independen dan struktur kepemilikan publik tidak memiliki pengaruh terhadap praktik perataan laba.
Kata kunci : Perataan laba (income smoothing), financial ratios, return on equity, net profit margin, dividend payout ratio, good corporate governance,
x
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil‘alamin, segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kemudahan dan kelancaran selalu penulis rasakan, serta
sholawat yang senantiasa penulis junjung kepada Rasullah SAW, sehingga skripsi
yang berjudul ―Faktor-Faktor Financial Ratios dan Good Corporate Governance
yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba (Income Smoothing)‖ ini dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana (S1) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, banyak hambatan
yang dialami penulis sehingga penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, bimbingan, bantuan,
serta doa tulus yang tiada henti-hentinya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Mama tercinta yaitu Ibu Sanirih (alm), terima kasih untuk doa yang tidak pernah
penulis dengar tetapi selalu penulis rasakan sehingga penulis selalu termotivasi
untuk terus menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak dan ibu yang selalu mencurahkan kasih sayang melalui doa, dukungan, dan
nasihat, terutama untuk bapak terima kasih untuk pertanyaan ―rita kapan wisuda?‖ yang benar-benar dirasakan penulis, sehingga selalu menjadi motivasi kedua bagi
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Adik-adikku tersayang Lucki Anjani dan Raffy Ramadhan yang selalu ikut
mendoakan dan memberikan dukungan, motivasi, dan hiburan kepada penulis
xi
4. Keluarga besar di Indramayu dan Cirebon, Minu dan Uwa di Jakarta yang sudah
penulis anggap orang tua sendiri yang tidak pernah bosan memberikan dukungan
dan doa kepada penulis
5. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, LC.,MA selaku dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Ibu Yessi Fitri,SE.,M.Si.,Ak selaku ketua Jurusan Akuntansi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
7. Bapak Hepi Prayudiawan,SE.,MM.,Ak.,CA selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Bapak Prof. Dr. Azzam Jassin,MBA selaku Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberikan pengarahan dan
bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah Bapak
berikan selama ini
9. Ibu Putriesti Mandasari, SP.,M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih banyak Ibu atas segala
bantuan, dukungan, perhatian, bimbingan, saran, dan waktu yang selalu Ibu
luangkan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang skripsi.
10.Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmunya dan
karyawan dan staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan bantuan
kepada penulis.
11.Sahabat-sahabat kesayangan ABDR, Ani, Chika, Arum, Bety, Dwi, Nana, terima
kasih banyak semangat, motivasi, dan bantuannya serta ilmu yang telah dibagi
xii
13.Ahmad Rifai, terima kasih atas semua hal yang telah diberikan kepada penulis.
Terima kasih telah menjadi pendengar yang baik saat penulis sedang jenuh
ditengah-tengah penulisan skripsi ini, dan terima kasih karena tidak pernah bosan
untuk menemani dari awal penulisan hingga skripsi ini dapat diselesaikan.
14.Teman-teman seperjuangan Elsa, Inayah, Nida, Rifan, dan Yudhi. Terima kasih
telah berjuang bersama, dan tidak pernah bosan untuk saling mendoakan dan
mendukung satu sama lain. Kalian luar biasa.
15.Teman-teman AKUNTANSI 2012 yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini.
16.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, tanpa mengurangi rasa
hormat, dan terima kasih penulis atas masukan dan bantuannya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan
dan masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengatahuan
yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan
kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan penelitian selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 22 Maret 2016
xiii DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ...ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ...v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 10
1. Tujuan Penelitian ... 10
4. Good Corporate Governance ... 24
B. Keterkaitan Antarvariabel ... 30
xiv
2. Hubungan antara net profit margin dengan praktik perataan laba ... 31
3. Hubungan antara dividend payout ratio dengan praktik perataan laba ... 33
4. Hubungan antara komisaris independendengan praktik perataan laba ... 34
5. Hubungan antara struktur kepemilikan publikdengan praktik perataan laba ... 35
C. Penelitian Terdahulu ... 38
D. Kerangka Pemikiran ... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 50
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 50
B. Metode Penentuan Sampel ... 50
C. Jenis Data ... 51
D. Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 52
1. Variabel Dependen (Y) ... 52
2. Variabel Independen ... 53
E. Metode Analisis Data ... 58
1. Regresi Logistik ... 58
2. Tahapan Regresi Logistik... 59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 64
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian ... 65
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 66
2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ... 68
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu ... 39
Tabel 3. 1 Operasionalisasi Variabel... 56
Tabel 4. 1 Pengambilan Sampel ... 64
Tabel 4. 2 Sampel Penelitian ... 65
Tabel 4. 3 Statistik Deskriptif ... 66
Tabel 4. 4 Block 0: Beginning Block ... 68
Tabel 4. 5 Block 1:Method= Enter ... 69
Tabel 4. 6 Hosmer and Lemeshow Test ... 70
Tabel 4. 7 Nagelkerke‘s R Square ... 70
Tabel 4. 8 Hasil Uji Regresi Logistik ... 71
Tabel 4. 9 Hasil Uji simultan ... 79
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Nama-nama Perusahaan Sampel ... 93
Lampiran 2 Perhitungan Return On Equity ... 94
Lampiran 3 Perhitungan Net Profit Margin... 96
Lampiran 4 Perhitungan Dividend Payout Ratio ... 98
Lampiran 5 Perhitungan Persentase Komisaris Independen ... 99
Lampiran 6 Perhitungan Persentase Struktur Kepemilikan Publik ... 100
Lampiran 7 Perhitungan Praktik Perataan Laba ... 102
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1, Laporan
Keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja
keuangan suatu entitas. Tujuan dari laporan keuangan adalah memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang
bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam membuat
keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang
dipercayakan kepada mereka.
Pada umumnya laporan keuangan terdiri dari neraca, perhitungan laba
rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan
keuangan. Laporan laba rugi merupakan salah satu fokus utama dari pengguna
laporan keuangan. Hal tersebut dikarenakan laporan laba rugi menggambarkan
kinerja perusahaan dalam periode waktu tertentu. Penilaian atas kinerja yang
dijalankan perusahaan tercermin dari perolehan laba atau rugi yang dihasilkan
dalam periode tersebut (Yatulhusna, 2015). Dari seluruh laporan keuangan,
laporan laba rugi merupakan laporan yang paling banyak diperhatikan, karena di
dalam laporan laba rugi terdapat informasi laba, dimana biasanya laba dijadikan
2
sebagai pengukur kinerja dan pertanggungjawaban operasional perusahaan, maka
manajemen berusaha memilih prosedur akuntansi yang menghasilkan angka laba
yang menguntungkan bagi kinerjanya, tetapi tetap sesuai dengan target yang
dikehendaki oleh pemilik perusahaan. Oleh karena penyusun laporan keuangan
adalah pihak manajemen, manajer perusahaan dapat dengan leluasa melakukan
berbagai alternatif tindakan untuk mengubah kebijakan akuntansi sesuai dengan
kepentingan perusahaan dan memberikan fleksibilitas bagi manajemen untuk
memilih satu dari sekumpulan kebijakan akuntansi tersebut. Kondisi ini yang
mendorong manajer untuk secara oportunistik memilih kebijakan akuntansi yang
sesuai dengan kepentingannya (Setiawan, 2011).
Perusahaan memiliki tujuan selain memperoleh keuntungan tentu harus
mampu memaksimumkan kekayaan bagi para pemegang saham (investor).
Namun, seringkali para manajer sebuah perusahaan membuat keputusan yang
bertentangan dengan tujuannya yaitu memaksimumkan kekayaan bagi para
pemegang saham (investor). Selain itu, berdasarkan kenyataan yang ada, sering
kali pengguna laporan keuangan terutama investor hanya ditunjukkan dan lebih
menyenangi data mengenai informasi laba, tanpa memperhatikan bagaimana laba
tersebut dihasilkan (Damayanti, 2013). Kecenderungan untuk memperhatikan
laba yang terdapat dalam laporan laba rugi dilakukan oleh banyak pihak. Situasi
ini didasari oleh manajemen terutama dari kalangan manajemen yang kinerjanya
diukur berdasarkan informasi tersebut, sehingga mendorong timbulnya
3
Manajer sebagai pengelola perusahaan sekaligus yang diberikan
kewenangan dalam pengambilan keputusan, tentunya lebih banyak mengetahui
informasi internal perusahaan dan kondisi perusahaan saat ini dibandingkan
dengan pemilik (pemegang saham). Hal tersebut dikarenakan para manajer yang
mengelola perusahaan dan melaksanakan kegiatan operasionalnya, sehingga
mereka mengetahui seluk beluk perusahaan, yang menyebabkan terjadinya
asimetri informasi antara manajer dengan pemilik. Asimetri informasi inilah yang
nantinya bisa mendorong terjadinya management opportunistic behavior. Selain itu, Mohebi et. al (2013) menyatakan bahwa para pemegang saham tidak
memiliki alat lain selain laporan keuangan tahunan untuk mengetahui bagaimana
aset yang mereka tanamkan dalam perusahaan tersebut dikelola, dan para
pemegang saham hanya bisa memastikan kinerja, efisiensi, dan produktivitas
manager melalui laporan keuangan tersebut. Salah satu penyebab mengapa
pemegang saham sangat terikat pada laporan keuangan karena pemegang saham
dibatasi atau tidak semua pelaporan akuntansi perusahaan dapat diakses oleh
pemegang saham (Saringat et. al, 2013).
Walaupun manajer adalah perantara dari pemilik, pengalaman menyatakan
bahwa manajer tidak selalu bertindak dalam kepentingan terbaik bagi pemilik.
Motivasi para manajer, kadang-kadang berbeda dengan pemilik (Keown et. al,
2011). Namazi (2011) menyatakan bahwa manajer memiliki informasi tersendiri
tentang kinerja keuangan perusahaan yang sebenarnya, sedangkan pemegang
4
dibandingkan dengan kepentingan pemilik (pemegang saham), dan dengan
informasi yang dimilikinya, manajer berupaya memenuhi kepentingannya
tersebut dengan melakukan berbagai cara, salah satunya adalah dengan
melakukan manipulasi angka-angka keuangan yang terdapat dalam laporan
keuangan. Tindakan tersebut biasa dikenal dengan manajemen laba (earnings
management). Earnings Management terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangannya dalam menyusun laporan keuangan yang dapat menyesatkan
pemangku kepentingan mengenai kondisi yang mendasar yang ada dalam suatu
perusahaan dan mempengaruhi kontrak-kontrak yang akan dihasilkan oleh
perusahaan. Kamran dan Shah (2014) menyatakan bahwa manajemen laba
mengarah pada tindakan yang dilakukan oleh manajer perusahaan untuk
memanipulasi angka-angka akuntansi, dengan demikian akan membuat laporan
keuangan menjadi kurang transparan. Salah satu bentuk manajemen laba yang
dilakukan manajer perusahaan adalah praktik perataan laba (Income Smoothing).
Perataan laba merupakan fenomena umum yang bertujuan untuk
mengurangi variabilitas atas laba yang dilaporkan guna mengurangi resiko pasar
atas saham perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga pasar
perusahaan. Tindakan perataan laba ini telah dianggap tindakan yang logis dan
rasional, namun bisa merugikan pihak lain (Pradana, 2013). Jelas saja, karena
tindakan perataan laba bisa membohongi pihak-pihak yang menggunakan
informasi yang diberikan, sehingga bisa menyesatkan dalam pengambilan
5
Manajemen perusahaan memiliki beberapa alasan untuk melakukan
praktik perataan laba, (1) rekayasa untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya
pada periode berjalan dapat mengurangi utang pajak; (2) tindakan perataan laba
dapat meningkatkan kepercayaan investor karena mendukung kestabilan laba
sesuai dengan keinginan; (3) tindakan perataan laba dapat mempererat hubungan
antara manajer dan karyawan karena dapat menghindari permintaan kenaikan
upah oleh karyawan; (4) tindakan perataan laba memiliki dampak psikologis pada
perekonomian, sebab akan menurunkan harapan yang terlalu optimistik dan
menaikkan harapan yang terlalu pesimistik (Pradipta dan Susanto, 2012).
Informasi laba merupakan perhatian utama untuk menilai kinerja dan
pertanggungjawaban manajemen (Pradana, 2013). Hal tersebut pulalah yang
mendorong manajemen untuk melakukan praktik perataan laba dengan tujuan
agar kinerja dan tanggungjawab manajemen terlihat baik dimata pemilik
(pemegang saham). Sehingga, ketika kinerja dan tanggungjawab pihak
manajemen dinilai baik, maka akan memberikan nilai tambah yang mana akan
menguntungkan pihak manejemen itu sendiri.
Praktik manajemen laba merupakan fenomena yang umum dan banyak
dilakukan oleh berbagai negara. Tindakan earnings management telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas
diketahui, antara lain perusahaan Enron. Sebelum bangkrut pada akhir 2001,
Enron mempekerjakan sekitar 21.000 orang pegawai dan mengaku
6
tersebut berasal dari kutak-katik laporan keuangan, penipuan akuntansi yang
sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Dikenal juga dengan
istilah financial engeneering. Kebangkrutan Enron tersebut menyebabkan dibubarkannya Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen, yang berdiri
sejak tahun 1913, sehingga karyawannya sebanyak 85.000 kehilangan pekerjaan.
Kesalahan yang ditimpakan kepada Athur Andersen, KAP yang mengaudit
Laporan Keuangan Enron karena memberikan Opini Wajar, tidak menemukan atau bahkan dengan sengaja menutupi kecurangan penipuan akuntansi yang
dilakukan Enron (http://www.kompasiana.com, 2010). Selain itu, praktik perataan
laba juga dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar lainnya seperti Merck,
WorldCom, dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat (Cornett et al,
2006)
Di Indonesia sendiri pernah terjadi kasus terkait dengan praktik perataan
laba antara lain terjadi pada PT. Waskita Karya. Pada penghujung 2009, Waskita
Karya menjadi sorotan karena kasus manipulasi laporan keuangan. Dimana terjadi
kelebihan pencatatan pada laporan keuangan 2004-2007. Pada rentang waktu itu
Waskita seharusnya mencatat rugi namun dalam laporannya malah terlihat
untung. Hal ini disebabkan karena direksi melakukan rekayasa keuangan sejak
tahun buku 2004-2007 dengan memasukkan proyeksi multitahun kedepan sebagai
pendapatan tertentu. Pemalsuan keuangan perusahaan ini terdeteksi sejak Agustus
2009 dan menyebabkan Waskita mengalami defisit modal sebesar Rp 475 miliar.
7
administratif (accounting). Oknum direksi yang terlibat, diakui tidak secara
sengaja memalsukan laporan keuangan guna kepentingan pribadi. Ini hanya
pelangaran standar sisi akuntansi saja. Kondisi perusahaan yang sulit
menyebabkan mereka mencari jalan dengan memalsukan laporan
(http://finance.detik.com, 2014). Selain itu, kasus serupa juga terjadi pada PT
Katarina Utama Tbk. Kasus tersebut terjadi ketika manajemen Katarina Utama
yang seluruhnya ekspatriat asal Malaysia diduga telah menyelewengkan
perolehan dana IPO, penggelembungan aset serta memanipulasi laporan keuangan
auditan 2009. Dari perolehan dana IPO sebesar Rp 33,6 miliar, manajemen
diduga menggelapkan sebesar Rp 29,6 miliar. Akibatnya, kas perusahaan pun
bolong dan manajemen tidak dapat menyelesaikan kewajiban kepada karyawan.
Saat ini, hampir seluruh kegiatan operasi Katarina Utama berhenti, sehingga tidak
ada pemasukan (http://finance.detik.com, 2010).
Berdasarkan banyak kasus perataan laba yang dilakukan perusahaan,
sudah banyak juga penelitian yang dilakukan terkait dengan perataan laba itu
sendiri, namun hasil yang disimpulkan menunjukkan ketidakkonsistenan antara
satu peneliti dengan peneliti lainnya untuk variabel yang sama.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk melakukan
tindakan perataan laba, beberapa diantaranya adalah return on equity (ROE), net
profit margin (NPM), dividend payout ratio (DPR), komisaris independen dan struktur kepemilikan publik. Saeidi (2012), Lubis (2012), dan Siregar (2015)
8
dengan ROA dan ROE berpengaruh terhadap perataan laba, sedangkan Monalisa
(2015) menunjukkan hasil bahwa profitabilitas yang di proksikan dengan ROE
bukan merupakan faktor yang mempengaruhi perataan laba.
Manuari dan Yasa (2014) menyatakan bahwa variabel net profit margin
berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sedangkan Sherlita dan Kurniawan
(2013) dan Mohebi et. al (2013) menyatakan bahwa variabel net profit margin
tidak mempengaruhi perataan laba. Budiasih (2009) menyatakan bahwa dividend
payout ratio berpengaruh positif signifikan terhadap perataan laba. Sedangkan Santoso dan Salim (2012) menyatakan bahwa variabel dividen yang diproksikan
dengan dividend payout ratio berpengaruh negatif terhadap tindakan perataan laba. Hal tersebut berbeda dengan Manuari dan Yasa (2015), Monalisa (2015),
dan Supriastuti dan Warnanti (2015) yang menyatakan bahwa variabel dividend
payout ratio tidak mempengaruhi perataan laba.
Gaganis et al (2015) dan Dewantari dan Badera (2015) menyatakan bahwa
corporate governance tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap income
smoothing. Namun, Ghader dan Muhsen (2014) menyatakan bahwa size dan
board independence pada perusahaan yang melakukan praktik perataan laba lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan perataan laba, hal
tersebut berarti size dan board independence mempengaruhi perataan laba.
Sedangkan Manuari dan Yasa (2014) menyatakan bahwa dewan komisaris
independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba.
9
pengaruh terhadap perataan laba, sedangkan Manuari dan Yasa (2014)
menyatakan bahwa kepemilikan publik tidak berpengaruh terhadap praktik
perataan laba.
Berdasarkan latar belakang penelitian dan hasil dari penelitian sebelumnya
yang menunjukkan ketidakkonsistenan sehingga menarik untuk dikaji kembali,
maka penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali faktor-faktor yang
mempengaruhi praktik perataan laba (Income Smoothing) dengan mengambil
judul “FAKTOR-FAKTOR FINANCIAL RATIOS DAN GOOD
CORPORATE GOVERNANCE YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK
PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING); (Studi Empiris Pada
Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII) Tahun 2011-2014)”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka permasalahan pokok
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah return on equity berpengaruh terhadap praktik perataan laba (income
smoothing)?
2. Apakah net profit margin berpengaruh terhadap praktik perataan laba (income
smoothing)?
10
4. Apakah proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap praktik perataan
laba (income smoothing)?
5. Apakah struktur kepemilikan publik berpengaruh terhadap praktik perataan
laba (income smoothing)?
6. Apakah return on eqity, net profit margin, dividend payout ratio, komisaris independen dan kepemilikan publik secara simultan berpengaruh terhadap
praktik perataan laba (income smoothing)?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui apakah return on equity berpengaruh terhadap praktik
perataan laba (income smoothing)
b. Untuk mengetahui apakah net profit margin berpengaruh terhadap praktik perataan laba (income smoothing)
c. Untuk mengetahui apakah dividend payout ratio berpengaruh terhadap praktik perataan laba (income smoothing)
d. Untuk mengetahui apakah proporsi komisaris independen berpengaruh
terhadap praktik perataan laba (income smoothing)
e. Untuk mengetahui apakah struktur kepemilikan publik berpengaruh
11
f. Untuk mengetahui apakah return on eqity, net profit margin, dividend
payout ratio, komisaris independen dan kepemilikan publik secara simultan berpengaruh terhadap praktik perataan laba (income smoothing).
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
pihak-pihak dibawah ini:
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sarana pengembangan
kemampuan untuk peneliti dalam bidang penelitian dan penerapan teori
yang diperoleh dari bangku kuliah, serta memberikan informasi tambahan
untuk mendapatkan pemahaman dan wawasan yang lebih terutama
mengenai perataan laba dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
b. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dibidang Ekonomi. Khususnya
akuntansi dan manajemen terkait praktik perataan laba yang dilakukan
oleh perusahaan.
c. Bagi emiten
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
masukan dan menjadi informasi yang dapat membantu manajemen dalam
12
masyarakat mengetahui bahwa perusahaan melakukan praktik perataan
laba dalam membuat laporan keuangannya, maka perusahaan bisa
dianggap memberi laporan yang tidak sesuai dengan keadaan yang
sesungguhnya, dan laporan keuangan tersebut bisa saja menyesatkan
dalam pengambilan keputusan.
d. Bagi investor
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi para investor
dalam mengambil keputusan dalam hal investasi saham terutama dalam
hal menilai kualitas laba yang tercantum dalam laporan keuangan
perusahaan.
e. Bagi pembaca
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi para
pembaca, yang nantinya bisa memberikan tambahan wawasan dan ilmu
pengetahuan, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian
untuk lebih memahami dalam kaitannya tentang praktik-praktik perataan
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Keagenan
Hubungan keagenan didefinisikan oleh Jensen dan Meckling (1976) dalam
Godfrey (2010) sebagai kontrak antara satu orang atau lebih pemilik (principal) yang menyewa orang lain (agent) untuk melakukan beberapa jasa atas nama
pemilik yang meliputi pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada
agen. Walaupun terdapat kontrak, agen tidak akan melakukan hal yang terbaik
untuk kepentingan pemilik. Hal ini karena agen juga mempunyai kepentingan
untuk memaksimalkan utilitasnya sendiri.
Menurut Anthony dan Govindarajan (2005:269) hubungan agensi ada ketika
salah satu pihak (principal) menyewa pihak lain (agen) untuk melaksanakan suatu
jasa, principal mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen
tersebut. Pada teori keagenan yang disebut principal adalah pemegang saham dan
yang disebut agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Principal
diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari
investasi mereka pada perusahaan. Sedangkan agen diasumsikan akan menerima
kepuasan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan lain
14
Konsep teori keagenan menyatakan bahwa praktik manajemen laba
dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara manajemen dan pemilik yang timbul
ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat
kemakmuran yang dikehendakinya. Dalam hubungan keagenan, manajer memiliki
asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan, seperti kreditor dan
investor. Asimetri informasi terjadi ketika manajer memiliki informasi internal
perusahaan relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut relatif lebih
cepat dibandingkan pihak eksternal. Dalam kondisi demikian, manajer dapat
menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan
keuangan dalam usaha memaksimalkan kemakmurannya (Salno dan Baridwan,
2000).
Dalam konteks perilaku oportunis (the opportunistic behaviour), manajer diasumsikan berusaha untuk memaksimalkan kemakmuran pribadinya, yang mana
kemakmuran tersebut sangat tergantung pada seberapa besar kinerja yang dicapai
terkait dengan bonus tunai (the bonus plan). Sama halnya dengan agen, prinsipal juga memiliki kepentingan yaitu menginginkan laba perusahaan selalu stabil agar
dana yang telah diinvestasikan di perusahaan tersebut tetap aman (safety) dan dapat menghasilkan tingkat return yang diharapkan. Konflik antara principal dan
agent diperparah oleh adanya asymmetry information, yaitu ketika manajer sebagai
15
melakukan tindakan disfunctional behavior (adverse selection dan moral hazard)
(Wulandari, 2013).
Satu-satunya informasi yang digunakan untuk mengukur kinerja yang
selanjutnya diinginkan sebagai dasar dalam pemberian reward adalah informasi
akuntansi karena informasi ini dianggap lebih objektif daripada informasi lainnya.
Informasi akuntansi juga digunakan oleh para principal untuk menilai kinerja para
manajer, yang selanjutnya dijadikan dasar dalam pemberian reward (biasanya
dalam bentuk bonus). Konsekuensi logis dari penggunaan informasi akuntansi
sebagai satu-satunya dasar dalam pemberian reward tersebut adalah munculnya
perilaku tidak semestinya dikalangan manajer. Manajer cenderung melakukan
perataan (smoothing) dengan memanipulasi informasi sedemikian rupa agar
kinerjanya tampak bagus (Dewi, 2010).
2. Perataan Laba (Income Smoothing) a. Pengertian Laba
Belkaoui (2007) menyatakan bahwa laba adalah hal yang mendasar dan
penting bagi laporan keuangan dan memiliki banyak kegunaan diberbagai
konteks. Laba pada umumnya dipandang sebagai dasar untuk perpajakan, penentu
dari kebijakan pembayaran dividen, panduan dalam melakukan investasi dan
pengambilan keputusan, dan satu elemen peramalan. Menurut Harahap (2009)
Laba adalah naiknya nilai equity dari transaksi yang bersifat insidentil dan bukan
16
mempengaruhi entity selama satu periode tertentu, kecuali yang berasal dari hasil
atau investasi dari pemilik. Sedangkan menurut Kurniawan (2012) laba akuntansi
(accounting income) secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan pendapatan yang direalisasikan dari transaksi yang terjadi selama satu periode
dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut. Menurut Kasmir (2011)
laba dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Laba kotor (gross profit) artinya laba yang diperoleh sebelum dikurangi biaya-biaya yang menjadi beban perusahaan. Artinya laba keseluruhan
yang pertama sekali perusahaan peroleh.
2. Laba bersih (net profit) merupakan laba yang telah dikurangi biaya-biaya yang merupakan beban perusahaan dalam suatu periode tertentu termasuk
pajak.
Informasi laba harus dilihat dalam kaitannya dengan persepsi pengambilan
keputusan karena kualitas informasi laba ditentukan oleh kemampuannya
memotivasi tindakan individu dan membantu pengambilan keputusan yang
efektif. Hal ini didukung FASB yang menerbitkan SFAC No.1 yang menganggap
bahwa laba akuntansi merupakan pengukuran yang baik atas prestasi perusahaan
dan oleh karena itu laba akuntansi hendaknya dapat digunakan dalam prediksi
arus kas dan laba dimasa yang akan datang (Yusuf dan Soraya, 2004). Informasi
laba di laporkan oleh perusahaan dalam laporan Laba Rugi. Menurut Hery (2009)
tujuan keseluruhan dari pelaporan keuangan adalah untuk memberikan informasi
17
dan kredit. Sehingga, informasi laba yang terdapat dalam laporan keuangan akan
mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.
b. Manajemen Laba
Pada dasarnya, definisi operasional dari manajemen laba adalah potensi
penggunaan manajemen akrual dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi
(Belkaoui, 2007). Menurut Molenaar (2009) manajemen laba didefinisikan
sebagai penggunaan penilaian dalam pelaporan dan penataan transaksi keuangan
untuk mengubah laporan keuangan sehingga menunjukkan angka yang
menguntungkan. Penelitian empiris sebelumnya menyimpulkan bahwa
manajemen laba terjadi karena alasan-alasan seperti persepsi pasar keuangan,
kompensasi manajemen, perjanjian utang, dan menghindari intervensi pemerintah
(biaya politik).
Scoot (2000) mengidentifikasi adanya empat pola yang dilakukan
manajemen untuk melakukan manajemen laba yaitu sebagai berikut:
1. Taking a Bath
Pola ini terjadi selama periode tekanan organisasi berkaitan dengan
reorganisasi, termasuk pengangkatan CEO baru. Jika perusahaan harus
melaporkan kerugian, maka manajemen berusaha menutupinya dengan cara
menangguhkan aset, menyediakan biaya yang dapat diperkirakan dimasa
depan, dan secara umum ―clear the decks. ― Hal ini diharapakan dapat
18 2. Income Minimization
Pola ini dilakukan saat perusahaan memiliki profitabilitas yang tinggi,
sehingga jika pada periode mendatang laba diperkirakan turun drastis dapat
diatasi dengan mengalokasikan laba periode sebelumnya.
3. Income Maximization
Manajer yang terlibat dalam income maximization memiliki tujuan
bonus. Perusahaan yang mendekati pelanggaran perjanjian hutang juga dapat
memaksimalkan laba.
4. Income Smoothing
Merupakan upaya yang dilakukan manajer perusahaan untuk
mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan akan terlihat
stabil dan tidak berisiko tinggi.
Seringkali manajer melakukan satu atau kombinasi dari empat strategi
ini pada waktu yang berbeda untuk mencapai tujuan manajemen. Dalam
penelitian ini akan dibahas lebih lanjut tentang praktik perataan laba.
c. Perataan Laba (Income Smoothing)
Menurut Belkaoui (2007), pengertian terbaik tentang perataan laba adalah
yang disajikan oleh Beidleman yang didefinisikan sebagai pengurangan atau
fluktuasi yang disengaja terhadap beberapa tingkatan laba yang saat ini dianggap
normal oleh perusahaan. Dengan pengertian ini, perataan mencerminkan suatu
19
dalam laba sejauh yang diizinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen
yang baik. Sedangkan menurut Kustono (2009), perataan laba dapat didefinisi
sebagai suatu cara yang dipakai manajemen untuk mengurangi variabilitas laba di
antara deretan jumlah laba, yang timbul karena adanya perbedaan antara jumlah
laba yang seharusnya dilaporkan dengan laba yang diharapkan (laba normal).
Perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu pola dari
manajemen laba dan dapat dipandang sebagai proses manipulasi waktu terjadinya
laba yang secara sengaja dimaksudkan untuk menormalkan income (laba) agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil dan diharapkan mempunyai pengaruh yang
bermanfaat bagi evaluasi kinerja manajemen. Tindakan tersebut sengaja
dilakukan manajemen guna menarik minat pasar dalam berinvestasi, karena
perhatian investor seringkali hanya terpusat pada prosedur yang digunakan
perusahaan untuk menghasilkan informasi laba tersebut. Di samping itu laba yang
dilaporkan dalam posisi yang stabil akan memberikan rasa lebih percaya diri bagi
pemilik perusahaan yang disertai dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasaan
pemegang saham melalui tingkat pertumbuhan dan stabilitas laba yang
dilaporkan, namun masih dalam batas aturan akuntansi yang berlaku (Yulfita,
2014).
Perataan laba dilakukan oleh manajer menggunakan teknik-teknik
tertentu. Berikut adalah berbagai teknik yang digunakan manajer dalam
20
1. Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi. Pihak
manajemen dapat menentukan atau mengendalikan waktu transaksi melalui
kebijakan manajemen sendiri (accruals) misalnya: pengeluaran biaya riset dan pengembangan. Selain itu banyak juga perusahaan yang menggunakan
kebijakan diskon dan kredit, sehingga hal ini dapat menyebabkan
meningkatnya jumlah piutang dan penjualan pada bulan terakhir tiap kuarter
dan laba kelihatan stabil pada periode tertentu.
2. Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Manajer
mempunyai wewenang untuk mengalokasikan pendapatan atau beban untuk
periode tertentu. Misalnya: jika penjualan meningkat, maka manajemen dapat
membebankan biaya riset dan pengembangan serta amortisasi goodwill pada
periode itu untuk menstabilkan laba.
3. Perataan melalui klasifikasi. Manajemen memiliki kewenangan untuk
mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang berbeda. Misalnya:
jika pendapatan non-operasi sulit untuk didefinisikan, maka manajer dapat
mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan
nonoperasi.
Perataan laba meliputi penggunaan teknik-teknik tertentu untuk
memperkecil atau memperbesar jumlah laba suatu periode sama dengan jumlah
periode sebelumnya. Usaha untuk mengurangi fluktuasi laba adalah suatu bentuk
21
jumlah laba periode sebelumnya. Namun, usaha ini bukan untuk membuat laba
suatu periode sama dengan jumlah laba tahun sebelumnya, karena dalam
mengurangi fluktuasi laba itu juga dipertimbangkan tingkat pertumbuhan normal
yang diharapkan pada periode tersebut. Dapat disimpulkan bahwa praktik
perataan laba meliputi usaha untuk memperkecil jumlah laba yang dilaporkan jika
laba aktual (laba yang direalisasikan) lebih besar dari laba normal, dan usaha
untuk memperbesar laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih kecil dari laba
normal (Yulianto, 2007).
3. Financial Ratios
Menurut Harahap (2006) rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari
hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang
mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). Sedangkan menurut
Van Horne (2005), Rasio keuangan adalah alat yang digunakan untuk
menganalisis kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Kita menghitung berbagai
rasio karena dengan cara ini kita bisa mendapat perbandingan yang mungkin akan
berguna daripada berbagai angka mentahnya sendiri.
Menurut Keown et.al (2011), rasio keuangan adalah penulisan ulang data akuntansi ke dalam bentuk perbandingan dalam rangka mengidentifikasi kekuatan
dan kelemahan keuangan perusahaan. Rasio tersebut memberikan dua cara
bagaimana membuat perbandingan dan data keuangan perusahaan yang berarti: (1)
22
membandingkan rasio perusahaan dengan perusahaan lainnya. Dua kelompok yang
ditemukan dalam penggunaan rasio keuangan. Pertama, terdiri atas para manajer
yang biasa menggunakan rasio keuangan untuk mengukur dan mengetahui kinerja
perusahaan dari waktu ke waktu. Fokus analisis mereka sering dihubungkan
dengan berbagai ukuran profitabilitas yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja
perusahaan dari perspektif pemilik. Kelompok pemakai rasio keuangan yang kedua
meliputi penganalisis diluar perusahaan yaitu seorang yang dikarenakan satu
alasan atau lainnya, tertarik dengan kesejahteraan ekonomi suatu perusahaan.
Rasio keuangan bisa digunakan untuk menjawab empat pertanyaan: (1) seberapa
likuid suatu perusahaan, (2) apakah manajemen cukup efektif untuk menghasilkan
laba usaha atas aktiva perusahaan, (3) bagaimana perusahaan didanai, (4) apakah
tingkat pengembalian yang didapatkan oleh pemegang saham biasa sesuai dengan
investasi yang mereka tanamkan.
Terdapat banyak rasio keuangan yang biasa digunakan oleh perusahaan
untuk menilai likuiditas, proftitabilitas, solvabilitas dan tingkat pengembalian.
Berikut adalah rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini:
a. Return On Equity
Menurut Brigham & Houston (2010) rasio yang paling penting adalah
pengembalian atas ekuitas (return on equity), yang merupakan laba bersih
bagi pemegang saham dibagi dengan total ekuitas pemegang saham.
23
tinggi atas modal yang mereka investasikan, dan ROE menunjukkan tingkat
yang mereka peroleh.
Return on equity adalah rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri (Kasmir, 2011). Tingkat pengembalian saham
biasa menunjukkan rata-rata penghitungan pengembalian atas investasi
pemegang saham yang diukur dengan membandingkan pendapatan bersih
terhadap ekuitas saham biasa (Keown et al, 2011). Sedangkan menurut Irham (2012), ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengkaji sejauh mana suatu
perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu
memberikan laba atas ekuitas.
b. NetProfit Margin
Menurut Bastian dan Suhardjono (2006), net profit margin adalah perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini sangat penting
bagi manajer operasi karena mencerminkan strategi penetapan harga
penjualan yang diterapkan perusahaan dan kemampuannya untuk
mengendalikan beban usaha. Net Profit Margin (NPM), merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan, rasio ini akan
menggambarkan penghasilan bersih perusahaan berdasarkan total penjualan.
Pengukuran rasio dapat dilakukan dengan cara membandingkan laba bersih
24 c. Dividend Payout Ratio
Dividend Payout Ratio merupakan perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan. DPR yang mengecil dapat
berakibat merugikan para investor tetapi dari aspek keuangan di dalam
perusahaan tentunya akan semakin tangguh (solid) (Ginantra dan Putra,
2015). Menurut Simatupang (2010) Dividend Payout Ratio adalah rasio
perbandingan antara dividen yang dibagikan dibandingkan dengan laba
perlembar saham yang diperoleh perusahaan. Dengan mengetahui dividend
payout ratio ini, investor akan dapat mengetahui berapa besar rasio laba yang dibagikan dari laba per-lembar saham yang diperoleh perusahaan.
Menurut Gitman (2003) Dividend payout ratio menunjukkan
persentase dari setiap dolar yang diterima yang didistribusikan kepada pemilik
dalam bentuk uang tunai. Hal ini dihitung dengan membagi dividen kas
perusahaan per saham dengan laba per saham perusahaan.
4. Good Corporate Governance
Corporate governance menurut Turnbull Report dalam Effendi (2009) adalah:
“Corporate governance is a company system of internal control, which
has an its principal aim the management of risk that are significant to the
25
Berdasarkan pengertian diatas, corporate governance didefinisikan
sebagai suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan
utama mengelola resiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui
pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham
(Effendi, 2009).
Organization of Economic Corporation and Development (OECD, 2004) mendefinisikan corporate governance merupakan suatu sistem dimana sebuah perusahaan atau entitas bisnis diarahkan dan diawasi. Sejalan dengan itu, maka
struktur dari Corporate Governance menjelaskan distribusi hak-hak dan
tanggungjawab dari masing-masing pihak yang terlibat dalam sebuah bisnis, yaitu
antara lain Dewan Komisaris dan Direksi, Manajer, Pemegang saham, serta
pihak-pihak lain yang terkait sebagai stakeholders. Selanjutnya, struktur dari
Corporate Governance juga menjelaskan bagaimana aturan dan prosedur dalam pengambilan dan pemutusan kebijakan sehingga dengan melakukan itu semua
maka tujuan perusahaan dan pemantauan kinerjanya dapat dipertangungjawabkan
dan dilakukan dengan baik.
Komite Nasional Kebijakan Governance atau KNKG (2006) menyatakan
bahwa setiap perusahaan harus memastikan bahwa prinsip-prinsip pokok GCG
diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan.
26
1. Transparasi (Transparency)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan
harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
diisyaratkan oleh peraturan perundangundangan, tetapi juga hal yang penting
untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga
dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
27
4. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola
secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Good Coporate Governance merupakan komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika yang mengatur
hubungan antara shareholder dengan stakeholders untuk menciptakan nilai
tambah (Value Added) bagi perusahaan. Pada awalnya corporate governance lahir sebagai prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harus dikembangkan oleh perusahaan
agar tetap survive. Karena menyangkut prinsip dan nilai tersebut maka dalam praktiknya corporate governance muncul di setiap Negara dengan isu yang
berbeda-beda yang disesuaikan dengan sistem ekonomi yang ada disetiap Negara.
Selain itu untuk dapat dilaksanakan, prinsip dan nilai corporate governance harus disesuaikan dengan kondisi yang ada pada suatu perusahaan dan sangat
tergantung dengan bentuk perusahaan, jenis perusahaan, dan komposisi
28
Mekanisme good corporate governance yang dapat mengontrol tindakan
perataan laba diantaranya adalah komisaris independen dan kepemilikan publik.
a. Komisaris Independen
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UUPT) pasal 1, Dewan Komisaris (Dewan
Pengawas) adalah organ perusahaan yang menjalankan tugas pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar yang telah
ditetapkan perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi.
Keberadaan komisaris maupun komisaris independen tidak hanya
sebagai pelengkap, karena dalam diri dalam komisaris melekat tanggung
jawab secara hukum (yuridis). Oleh karena itu, peranan komisaris sangatlah
penting. Namun, dalam praktik yang selama ini terjadi di Indonesia, terdapat
kecenderungan bahwa komisaris sering kali melakukan intervensi terhadap
direksi dalam menjalankan tugasnya. Sementara, disisi lain, kedudukan
direksi biasanya tidak kuat, bahkan ada direksi yang enggan membagi
wewenang serta tidak memberikan informasi yang memadai kepada
komisaris. Selain itu, terdapat kendala yang cukup menghambat kinerja
komisaris yang masih lemahnya kompetensi dan integritas mereka. Hal ini
dapat terjadi karena pengangkatan komisaris biasanya hanya didasarkan pada
penghargaan, hubungan keluarga, atau hubungan dekat lainnya (nepotisme).
29
sifatnya sangat mendasar (fundamental). Oleh karena itu, dalam merekrut
anggota komisaris, kedua hal ini menjadi prioritas utama agar GCG di
perusahaan dapat terwujud (Effendi, 2009).
b. Struktur Kepemilikan Publik
Struktur kepemilikan adalah struktur kepemilikan saham yaitu
perbandingan jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan kata
lain struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional dan
kepemilikan manajemen dalam kepemilikan saham perusahaan (Sugiarto,
2009). Struktur kepemilikan menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam
Yunitasari (2014) dibedakan menjadi tiga, yaitu kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, dan kepemilikan publik.
Kepemilikan publik merupakan presentase kepemilikan saham yang
dimiliki oleh pihak luar (outsider ownership). Tujuan perusahaan yaitu
meningkatkan nilai perusahaan maka diperlukan pendanaan yang diperoleh
baik melalui pendanaan internal maupun pendanaan eksternal. Sumber
pendanaan eksternal diperoleh dari saham masyarakat (publik) (Yunitasari,
2014).
Menurut Wijayanti (2009) kepemilikan publik adalah proporsi atau
jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh publik atau masyarakat umum
30
Febriantina (2010) menyatakan bahwa kepemilikan publik adalah kepemilikan
saham perusahaan oleh masyarakat umum atau oleh pihak luar.
B. Keterkaitan Antarvariabel
1. Hubungan antara return on equity dengan praktik perataan laba
Hanafi (2009) menyebutkan bahwa Return on Equity (ROE) digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal
saham tertentu yang merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang
pemegang saham diduga mempengaruhi tindakan perataan laba. ROE sering kali
menjadi rasio pertimbangan investor dalam memilih beberapa pilihan untuk
berinvestasi. ROE ini merupakan bagian dari keuntungan (return) dalam
berinvestasi. Secara teoritis, return on equity merupakan ukuran profitabilitas
dari segi investor dan alat ukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
berdasarkan modal saham tertentu, return on equity seringkali menjadi
pertimbangan investor dalam menentukan pilihan untuk berinvestasi (Munawir,
2007).
Lubis (2012) dan Siregar (2015) menyatakan bahwa ROE berpengaruh
terhadap tindakan perataan laba. Karena return on equity merupakan salah satu
faktor penentu dasar dalam penentuan pertumbuhan tingkat pendapatan
perusahaan yang merupakan indikator yang dapat mencerminkan kinerja
keuangan yang berkorelasi dengan earning perusahaan yang bersangkutan.
31
praktik perataan laba karena untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
mempunyai kinerja yang baik walaupun profitabilitasnya rendah (Haryadi,
2011). Tingkat profitabilitas yang stabil (smooth) akan memberikan keyakinan pada investor bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang
baik dalam menghasilkan laba, karena investor lebih menyukai tingkat
profitabilitas yang stabil disetiap tahunnya (Amanza, 2012). Hal ini senada
Aini (2012) yang menyatakan bahwa profitabilitas yang rendah atau menurun
memiliki kecenderungan bagi perusahaan tersebut untuk melakukan tindakan
perataan laba, terlebih lagi jika perusahaan menetapkan skema kompensasi
bonus didasarkan pada besarnya profit yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian diatas, maka:
Ha1 : return on equity berpengaruh terhadap praktik perataan laba (income smoothing).
2. Hubungan antara net profit margin dengan praktik perataan laba
Net profit margin diduga mempengaruhi perataan laba karena secara logis marjin ini terikat langsung dengan obyek perataan laba, terlebih lagi jika
perusahaan menetapkan skema kompensasi bonus kepada pihak manajemen.
Diduga pihak manajemen akan melakukan praktik perataan laba untuk
32 Net Profit Margin (NPM) adalah rasio antara rupiah laba yang dihasilkan perusahaan dibagi oleh setiap satu rupiah penjualan. Ginantra dan
Putra (2015) dan Manuari dan Yasa (2014) menyatakan bahwa net profit
margin berpengaruh terhadap tindakan perataan laba. Karena apabila rasio NPM yang dihasilkan manajemen stabil, hal ini akan memperlihatkan bahwa
kinerja manajemen tersebut baik dibanding dengan kinerja manajemen yang
menghasilkan rasio NPM yang berfluktuatif. Hal ini akan memberikan
keyakinan pada calon investor untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut.
Ketika rasio NPM yang dihasilkan suatu perusahaan ternyata lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat NPM yang dianggap normal oleh manajemen,
maka manajemen cenderung melakukan praktik perataan laba untuk
menurunkan tingkat NPM, dan apabila NPM lebih rendah dibandingkan
dengan tingkat NPM yang dianggap normal oleh manajemen, maka
manajemen akan melakukan praktik perataan laba untuk menaikkan NPM
sampai dengan tingkat NPM yang dianggap normal oleh manajemen.
Berdasarkan uraian diatas, maka:
33 3. Hubungan antara dividend payout ratio dengan praktik perataan laba
Investor memilih perusahaan untuk investasi dengan pertimbangan
dividendnya. Perusahaan menentukan jumlah dividen (dividen per share) yang akan dibagikan kepada pemegang saham dengan membuat kebijakan
dividen. Untuk meningkatkan kepercayaan investor, perusahaan berusaha
menunjukkan laba yang stabil yang akan menghasilkan dividen yang stabil
juga. Oleh karena itu, manajer dapat melakukan tindakan perataan laba untuk
menstabilkan laba (Mukhtaruddin dan Abukosim, 2013). Selain itu, manajer
akan meratakan laba yang dilaporkan dalam GAAP untuk meningkatkan
kepuasan pemegang saham, karena tingkat laba yang stabil akan
meningkatkan dividen dan meningkatkan harga saham (Monalisa, 2015).
Budiasih (2009) menyatakan bahwa Dividend Payout Ratio
berpengaruh positif signifikan terhadap praktik perataan laba. Hal ini terjadi
karena besar kecilnya dividen tergantung oleh besar kecilnya laba yang
diperoleh sehingga perusahaan cenderung melakukan perataan laba. Selain
itu, investor lebih tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan
yang dapat memberikan dividen yang besar. Tidak hanya dividen yang besar,
investor juga akan cenderung menanamkan modal pada perusahaan yang
menghasilkan laba yang stabil karena akan membuat dividen yang dibagikan
kepada investor juga akan stabil. Jika kucuran dari hasil keuntungan
perusahaan stabil tentunya akan berakibat pada dukungan dividen dengan
34
bervariasi, maka dapat memacu manajemen untuk melakukan perataan laba
(Ginantra dan Putra, 2015).
Berdasarkan uaraian diatas, maka:
Ha3 : Dividend Payout Ratio berpengaruh terhadap praktik perataan laba (Income Smoothing)
4. Hubungan antara komisaris independendengan praktik perataan laba
Siallagan dan Machfoedz (2006) menyebutkan bahwa Dewan
komisaris mampu mengurangi tingkat perataan laba atas pelaporan keuangan
melalui fungsi pengawasan. Ghader dan Mohsen (2014) juga menyatakan
bahwa terdapat perbedaan jumlah board independence antara perusahaan
yang melakukan perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan
perataan laba, yang mana perusahaan yang melakukan perataan laba memiliki
jumlah board independence yang lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan perataan laba. Ukuran dewan yang lebih
besar akan lebih memungkinkan untuk mendapatkan masalah agensi, karena
akan lebih banyak orang yang berada dibawah aktivitas manajemen. Ketika
ukuran dewan lebih besar, akan memungkinkan lebih banyak anggota
independen dengan keahlian yang berharga. Keahlian anggota dewan
diharapkan bisa lebih baik untuk mencegah atau membatasi perilaku
35
Komisaris independen berpengaruh negatif terhadap perataan laba, karena
semakin banyak anggota komisaris independen dalam perusahaan maka
proses pengawasan oleh komisaris independen akan semakin berkualitas
sehingga dapat mencegah tindakan kecurangan terhadap laporan keuangan.
Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan berfungsi
sebagai penyeimbang dalam proses pengambilan keputusan yang memihak
kepada pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang berhubungan
dengan perusahaan. Komisaris independen diharapkan dapat menciptakan
good corporate governance melalui fungsinya dan tanggungjawabnya atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan.
Masuknya dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan meningkatkan
efektivitas dewan tersebut dalam mengawasi manajemen untuk mencegah
kecurangan laporan keuangan (Kharisma dan Agustina, 2015).
Berdasarkan uraian diatas, maka:
Ha4 : Komisaris Independen berpengaruh terhadap praktik
perataan laba
5. Hubungan antara struktur kepemilikan publikdengan praktik perataan
laba
Kepemilikan publik merupakan persentase kepemilikan saham yang
36
baik melalui pendanaan internal maupun pendanaan eksternal. Sumber
pendanaan eksternal diperoleh dari saham masyarakat (publik) (Yunitasari,
2014).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan
hasil yang berbeda terkait dengan hubungan antara struktur kepemilikan
publik dengan praktik perataan laba. Menurut Ginantra dan Putra (2015)
Proporsi kepemilikan publik yang tinggi dalam suatu perusahaan membuat
manajemen selalu dituntut untuk menunjukkan kredibilitas yang baik dengan
cara menampilkan performa laporan keuangan yang sesuai dengan keinginan
investor seperti menstabilkan rasio-rasio keuangan yang dapat mempengaruhi
keputusan investor. Hal ini dilakukan agar investor tetap menginvestasikan
dana pada perusahaan, karena kondisi tersebut manajemen cenderung
melakukan perataan laba agar selalu dapat menampilkan kinerja yang terbaik
dalam perusahaan. Kinerja perusahaan yang selalu baik akan mempengaruhi
para keputusan investor untuk berinvestasi.
Pengelolaan laba dapat bersifat efisien, tidak selalu oportunis. Jika
pengelolaan laba efisien maka kepemilikan publik yang tinggi akan
meningkatkan pengelolaan laba (berhubungan positif). Proporsi kepemilikan
publik yang besar, menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan investor terhadap
perusahaan tinggi karena itu manajemen cenderung untuk melakukan perataan
laba untuk menunjukkan tingkat laba dan kinerja perusahaan yang baik
37
kepemilikan perusahaan, maka perusahaan cenderung melakukan perataan
laba agar menghasilkan variabilitas laba yang rendah yang mengindikasikan
risiko yang rendah. Risiko yang rendah ini lah yang direspon positif oleh
investor (Noviana dan Yuyetta, 2011).
Mohebi et al (2013) dan Akhooridnejad et al (2013) menyatakan bahwa kepemilikan publik mempengaruhi perataan laba. Kepemilikan publik
yang besar cenderung membuat perusahaan untuk tidak melakukan praktik
perataan laba karena semakin besar kepemilikan saham oleh publik maka
semakin banyak informasi yang diketahui oleh masyarakat (Setyani dan Liffa,
2012). Namun, berbeda dengan Mohebi et. al (2013) dan Akhooridnejad et. al
(2013), Witjaksono dan Tediyanto (2011) menyatakan bahwa struktur
kepemilikan publik berpengaruh terhadap praktik perataan laba tetapi
memiliki hubungan yang positif yaitu semakin kecil struktur kepemilikan
publik, semakin kecil kemungkinan perusahaan untuk melakukan perataan
laba. Hal ini dapat terjadi karena perusahaan yang memiliki struktur
kepemilikan publik yang kecil akan mengakibatkan pengawasan yang
dilakukan oleh publik menjadi tidak ketat.
Berdasarkan uraian diatas, maka:
Ha5 : Struktur Kepemilikan Publik berpengaruh terhadap
38 C. Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Praktik
Perataan Laba ternyata menunjukkan hasil yang menarik untuk dikaji lebih dalam.
Adapun hasil penelitian terdahulu mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian
40 2. The other objective is to