• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERIKSAAN KUALITAS BEBERAPA SEDIAAN TABLET NIFEDIPIN YANG BEREDAR DI MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMERIKSAAN KUALITAS BEBERAPA SEDIAAN TABLET NIFEDIPIN YANG BEREDAR DI MALANG"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ELNY FITRI

PEMERIKSAAN KUALITAS BEBERAPA

SEDIAAN TABLET NIFEDIPIN YANG

BEREDAR DI MALANG

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)

i

Lembar Pengesahan

PEMERIKSAAN KUALITAS BEBERAPA SEDIAAN

TABLET NIFEDIPIN YANG BEREDAR DI MALANG

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Malang 2011

Oleh:

Elny Fitri NIM: 07040064

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

(3)

ii

Lembar Pengujian

PEMERIKSAAN KUALITAS BEBERAPA SEDIAAN

TABLET NIFEDIPIN YANG BEREDAR DI MALANG

SKRIPSI

Telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 27 juli 2011

Oleh : ELNY FITRI NIM : 07040064

Tim Penguji

Penguji I Penguji II

Dra. Uswatun Chasanah, Apt., M.Kes. Dr. H. Achmad Radjaram, Apt. NIP UMM.11407040448

Penguji III Penguji IV

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirobil’aalamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senatiasa melimpahkan rahmat taufik dan

hidayah-Nya, sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul

“Pemeriksaan Kualitas Beberapa Sediaan Tablet Nifedipin yang Beredar di Malang”sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini terselesaikan karena

adanya bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak, oleh karena itu

pada kesempatan ini penulis dengan rasa tulus ikhlas ingin menyampaikan ucapan

terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Tri Lestari Handayani, M.Kep., Sp.Mat., Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan

kesempatan untuk mengikuti program sarjana.

2. Ibu Hidajah Rachmawati, Ssi., Apt., Sp.FRS., Ketua Program Studi

Farmasi dan selaku Dosen Wali yang senantiasa dengan sabar memberikan

bimbingan, nasehat, semangat serta dukungan baik moril maupun materil

selama saya menimba ilmu di Program Studi Farmasi Universitas

Muhammadiyah Malang.

3. Ibu Dra. Uswatun Chasanah, Apt., M.Kes., selaku Pembimbing I dan

Bapak Dr. H. Achmad Radjaram, Apt., selaku Pembimbing II yang telah

membantu, membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh

kesabaran kebaikkan, kebijaksanaan serta ketulusan hati yang dengan rela

meluangkan waktu ditengah kesibukkan beliau sehingga penulis tidak

patah semangat saat kesulitan dalam menyelesaikan tugas akhir ini, sejak

persiapan sampai dengan selesainya tugas akhir ini.

4. Ibu Dra. Lilik Yusetyani, Apt., Sp.FRS., dan Ibu Ika Ratna Hidayati,

(5)

iv

keramahan dan ketulusan hati, yang selalu memberikan masukkan, arahan

yang membangun demi tercapainya kesempurnaan tugas akhir ini.

5. Bapak Drs. H. Achmad Inoni, Apt., yang senatiasa memberikan

bimbingan, nasehat dan motivasi selama menimba ilmu di Program Studi

Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang.

6. Ibu Dra. Lilik Yusetyani, Apt., Sp.FRS., selaku Kepala Laboratorium

Teknologi Sediaan Farmasi yang telah memberikan kesempatan untuk

menggunakan fasilitas laboratorium dalam menyelesaikan tugas akhir.

7. Ibu Siti Rofida, S.Si., Apt., Ibu Sovia Aprina Basuki, S.Farm., Apt., Ibu

Dian Ermawati, S.Farm., Apt., Ibu Arina Swastika Maulita, S.Farm., Apt.,

dan Ibu Engrid Juni A., S.Farm., Apt., terimakasih yang sebesar-besarnya

atas bimbingan, nasehat dan motivasi selama perkuliahan sampai akhirnya

saya dapat menyelesaikan pendidikan sarjana di Program Studi Farmasi

Universitas Muhammadiyah Malang.

8. Seluruh staf pengajar Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah

Malang yang dengan ketulusan hatinya telah mendidik dan berbagi ilmu

pengetahuan hingga akhirnya saya dapat menyelesaikan pendidikan

sarjana.

9. Mba Susi, Mba Sri dan Mas Ferdy selaku staf Laboratorium Kimia

Terpadu dan Laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi yang selalu

memberikan motivasi dan banyak membantu saya.

10. Ayahanda dan Ibunda tersayang, Ayahanda Arnila, SE., MM dan Ibunda

Elta Ridha yang selalu memberikan semangat dan motivasi tiada henti

serta selalu mendoakan Ananda sehingga akhirnya Ananda dapat

menyelesaikan studi ini. Ananda berjanji akan selalu memberikan yang

terbaik untuk Ayahanda dan Ibunda tersayang.

11. Ade-adeku tersayang, Arta Rahman, Aulia Spanita, Ziqri Sulaiman yang

selalu memberikan semangat serta sedia menemaniku dan menghiburku

disaat menghadapi kesulitan. Semoga kita semua dapat membuat

(6)

v

berguna bagi agama, bangsa dan negara, serta dapat meraih sukses baik di

dunia maupun di akhirat kelak.

12. Neneku tersayang, yang selalu mendoakan Ananda dan memberikan

nasehat kepadaku.

13. Rekan-rekan yang membantu penulis dalam penelitian ini Ahmad, Andri,

Angy, Evi, Fahnyah, Ina, Ira, Iklima, Yoga, Mba Amel, Mertojoyo FC

(Abi, Aga, Bangkit, Cupal, Hendra dan Rizal) dan TK (Fidel, Rian, Dony)

serta seluruh rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

14. Teman-temanku Farmasi 2007, persahabatan yang telah kita bina selama 4

tahun ini, canda serta tawa yang tak kan pernah terlupakan. Kalian adalah

motivasi bagiku. Gapailah impian kalian.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih jauh

dari kesempurnaan, mengingat berbagai keterbatasan, terutama pengetahuan,

pengalaman, waktu, serta tenaga yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran

yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan dan

perbaikkan kearah yang lebih sempurna.

Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat yang cukup

berarti bagi penulis, pembaca serta dapat menyumbang dalam upaya

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang farmasi

dan kesehatan pada umumnya. Dan kepada semua pihak yang disebutkan diatas

semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak, Ibu, dan Saudara sekalian. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Malang, 19 Juli 2011

Penulis

(7)

vi

RINGKASAN

“PEMERIKSAAN KUALITAS BEBERAPA SEDIAAN TABLET NIFEDIPIN YANG BEREDAR DI MALANG”

Nifedipin merupakan CCB (calcium channel blockers) turunan

phenyldihidropyridine yang digunakan untuk pengobatan hipertensi serta angina pektoris. Dalam sistem klasifikasi biofarmaseutik (BCS) nifedipin tergolong kelas dua yaitu obat dengan kelarutan rendah, namun permeabilitas terhadap membran baik dan merupakan salah satu obat esensial nasional di Indonesia yang memperlihatkan kualitas dan efektivitas yang rendah dilihat dari segi disolusinya. Berbagai penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan laju disolusi dari nifedipin. Berdasarkan data spesialite obat yang beredar di Indonesia (ISO 2009) terdapat 21 macam produk non generik yang mengandung nifedipin (ISFI, 2009). Sediaan tablet yang berkualitas dapat ditinjau dari berbagai aspek selain dari segi ketersediaan hayati (bioavailabilitas) obat, kualitas obat juga ditinjau dari aspek dimana tablet harus memenuhi kriteria yang dipersyaratkan Farmakope. Kualitas produk sediaan tablet nifedipin yang beredar di pasaran tentunya sangat bervariasi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain perbedaan bahan baku obat, prosedur manufaktur serta bahan-bahan tambahan dalam formulasi antar pabrik. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna untuk mengetahui apakah beberapa sediaan tablet nifedipin yang beredar di Malang baik yang diproduksi oleh pabrik PMA, PMDN dan PMDN Generik telah memenuhi persyaratan.

(8)

vii

besar dari F tabel. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan bermakna antar ketiga produk sehingga dilanjutkan dengan uji Tukey HSD (Honestly Significant Difference Test). Untuk keseragaman kandungan tablet nifedipin produk PMA dengan PMDN tidak terdapat perbedaan bermakna sedangkan PMA dengan PMDN Generik dan PMDN dengan PMDN Generik terdapat perbedaan bermakna. Untuk keseragaman bobot, waktu hancur dan disolusi tablet nifedipin produk PMA dengan PMDN, PMA dengan PMDN Generik dan PMDN dengan PMDN Generik memiliki perbedaan yang bermakna.

(9)

viii

ABSTRACT

QUALITY EXAMINATION OF SOME DOSAGE NIFEDIPINE TABLETS CIRCULATED IN MALANG

There has been quality examinations of some dosage nifedipine tablets produced by foreign, domestic and generic national factories circulated in Malang. This research is to determine whether some dosage nifedipine tablets produced by foreign, domestic and generic national factories circulated in Malang meet the requirements.

Samples of 100 tablets were taken from three different factories with same batch number and issuing date from every factory. The quality examination parameters were uniformity of weight, uniformity of content, disintegration and dissolution test.

The result this research shows that all products meet the requirements for uniformity of weight, uniformity of content, disintegration and dissolution test stated by Pharmacopoeia Indonesia edition IV and United Stated Pharmacopeia XXXII.

(10)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RINGKASAN ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Hipotesis ... 2

1.5 Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Nifedipin ... 3

2.2 Tablet ... 5

2.3 Pemeriksaan Kualitas Tablet Nifedipin... 5

2.3.1 Pemeriksaan Keseragaman Bobot ... 5

2.3.2 Pemeriksaan Keseragaman Kandungan ... 6

2.3.3 Pemeriksaan Waktu Hancur ... 6

2.3.4 Uji Disolusi ... 6

2.4 Obat Generik dan Non Generik (Merek Dagang) ... 8

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 10

3.1 Uraian Kerangka Konseptual ... 10

3.2 Alur Kerangka Konseptual ... 11

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 12

4.1 Bahan Penelitian ... 12

4.2 Alat Penelitian ... 12

4.3 Rancangan Penelitian ... 12

(11)

x

4.3.2 Populasi dan Sampel ... 12

4.3.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 13

4.4 Metode Penelitian ... 13

4.4.1 Kerangka Kerja ... 13

4.4.2 Pemeriksaan Kualitas Tablet Nifedipin ... 14

4.4.3 Analisis Statistik... 16

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 18

5.1 Pengambilan Sampel ... 18

5.2 Pemeriksaan Kualitas Tablet Nifedipin ... 18

5.2.1 Pemeriksaan Keseragaman Bobot ... 18

5.2.2 Pemeriksaan Keseragaman Kandungan ... 21

5.2.3 Pemeriksaan Waktu Hancur ... 22

5.2.4 Uji Disolusi ... 23

BAB 6 PEMBAHASAN ... 26

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

V.1 Data Pemeriksaan Keseragaman Bobot Tablet Nifedipin ... 19

V.2 Absorban Larutan Nifedipin dalam Cairan Lambung Buatan tanpa Pepsin ... 21

V.3 Data Pemeriksaan Keseragaman Kandungan Tablet Nifedipin ... 22

V.4 Data Pemeriksaan Waktu Hancur Tablet Nifedipin ... 23

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Rumus Struktur Nifedipin ... 4

2.2 Hubungan Antara Disolusi dan Proses Absorpsi ... 7

3.3 Skema Kerangka Konseptual ... 11

4.4 Skema Kerangka Kerja ... 13

5.1 Spektra Nifedipin dalam Media Cairan Lambung Buatan tanpa Pepsin ... 20

5.2 Kurva Baku Larutan Nifedipin dalam Media Cairan Lambung Buatan Tanpa Pepsin ... 21

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Riwayat Hidup ...35

2. Surat Pernyataan ... 36

3. Sertifikat Baku Pembanding Farmakope Indonesia ... 37

4. Profil Sampel Tablet Nifedipin 10 mg yang Diperiksa ... 38

5. Perhitungan Penyimpangan Bobot Tablet Nifedipin PMDN ... 39

6. Perhitungan Penyimpangan Bobot Tablet Nifedipin PMA ... 40

7. Perhitungan Penyimpangan Bobot Tablet Nifedipin PMDN Generik 41 8. Data Penentuan Kurva Baku Nifedipin BPFI ... 42

9. Data Absorbansi Pemeriksaan Kandungan Tablet Nifedipin ... 43

10. Perhitungan Penetapan Kandungan Tablet Nifedipin PMDN ... 44

11. Perhitungan Penetapan Kandungan Tablet Nifedipin PMA ... 46

12. Perhitungan Penetapan Kandungan Tablet Nifedipin PMDN Generik ... 48

13. Perhitungan Persen Nifedipin Terlarut PMDN ... 50

14. Data Absorbansi Uji Disolusi Tablet Nifedipin PMDN ... 51

15. Perhitungan Persen Nifedipin Terlarut PMA ... 52

16. Data Absorbansi Uji Disolusi Tablet Nifedipin PMA ... 53

17. Perhitungan Persen Nifedipin Terlarut PMDN Generik ... 54

18. Data Absorbansi Uji Disolusi Tablet Nifedipin PMDN Generik ... 55

19. Hasil Analisis Statistik dengan Program SPSS 17 ... 56

(15)

xiv

D

AFTAR PUSTAKA

Alderborn, G., 2002, Tablets and Compaction, in: Aulton, M. E., (ed.),

Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design, Second Edition, New York: Churchill Livingstone, p. 404-412.

Ansel, H.C.,1989. Introduction to Pharmaceutical dosage Form, Terjemahan : Farida Ibrahim, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat, Universitas Indonesia Press: Jakarta, hal. 125, 201, 244-259.

Banker, G.S., Anderson.N.R., 1986, Tablet, in : Lachman,L.,H.A.Lieberman, J. L. Kanig.(ed.), Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi Ketiga, Vol. 2 Jakarta: Universitas Indonesia Press, hal.651-663.

BPOM, 2004. Pedoman Uji Bioekivalensi, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 5, 18.

BPOM, 2009. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang

Baik, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 589. Bühler, V., 1998. Generic Drug Formulations, 2nd Ed, Germany: Laboratories

of BASF AG.

Depkes, RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 4-5,515, 611, 999, 1083, 1086.

Depkes, RI. 2008. Daftar Obat Esensial Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Florey, K., 1989, Analytical Profiles of Drug Substances, Vol.18, California: Academic Press. Inc., p. 221-280.

Gunawan, G.S. (ed.), 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima, Jakarta: Gaya Baru, hal. 342,359.

Hermann, M.A., Devissaguet, Aiache, M.J. 1993. Biofarmasi, Edisi 2, Surabaya: Airlangga University Press, hal. 13, 294, 377.

ISFI, 2009. Informasi Spesialite Obat Indonesia, Vol. 44, Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, hal. 248-251.

(16)

xv

Sciences 16th Edition, Volume 2. Easton: Mack Publishing Company. p.

1559.

Kurniawan, Sulaiman. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi Edisi I.Yogyakarta : Graha Ilmu, hal. 3.

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, 12nd edition, London: Pharmaceutical Press. p. 975.

Mutschler, E. 1999. Dinamika Obat, Edisi kelima. Bandung: Institut Teknologi Bandung, hal. 477.

Puspitasari, I., 2006. Cerdas Mengenali Penyakit dan Obat. Yogyakarta: B-first, hal. 4.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. hal. 81-82, 215-217.

Sulistyowati, D., 2008. Pengaruh Penambahan PEG 6000 Terhadap Sifat Fisik dan Disolusi Tablet Nifedipin. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sweetman, C.S. (ed.), 2009. Martindale The Complete Drug Reference, 36th Edition, London: The Pharmaceutical Press, p. 1154, 1350.

Shargel, L., Andrew, B. C., 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press, hal: 95. Sheth, B. B., Bandelin, F. J., and Shangraw, R. F. 1980. Compressed Tablet, in:

Lieberman H. A., Lachman L., Pharmaceutical Dosage Forms Tablets,

Vol. 1. New York: Marcel Dekker Inc. p. 114.

Siregar Charles, J.P., Wikarsa, S., 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet.

Jakarta: EGC, hal. 55, 159,160, 377, 403, 407, 420, 421.

Siswandono, Bambang, S., 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press, hal. 338-339.

Swarbrick, J., (ed.), 2010. Absorption of Drugs, In: Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, Third Edition, Vol.1, North Carolina: PharmaceuTech, Inc., p. 29.

(17)

xvi

Tjay, T.H., Rahardja, K., 2008. Obat-Obat Penting, Edisi Keenam Cetakan Kedua, Jakarta: PT. Alex Media Komputindo, hal. 13-15, 527.

Vippagunta, S., Maul, K., Tallavajhala, S., Grant, D., 2002. Solid State Characterization of Nifedipine Solid Dispersions, International Journal of Pharmaceutics, Volume 236. p. 111-123.

(18)

SKRIPSI

ELNY FITRI

PEMERIKSAAN KUALITAS BEBERAPA

SEDIAAN TABLET NIFEDIPIN YANG

BEREDAR DI MALANG

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(19)

2

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan komponen yang sangat penting dalam pelayanan

kesehatan. Intervensi obat diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan baik

upaya preventif, kuratif dan rehabilitatif. Obat merupakan komponen biaya

terbesar dalam pelayanan kesehatan yakni dapat mencapai hingga 70% dari total

biaya pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit

khususnya penyakit kardiovaskular tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi

dengan obat atau farmakoterapi (DepKes RI, 2000). Obat-obat jantung khususnya

nifedipin yang beredar di pasaran ada dalam berbagai bentuk sediaan, diantaranya

dalam bentuk tablet. Tablet yang beredar di pasaran diharapkan terjamin

kualitasnya. Hal ini dikarenakan kualitas dapat dijadikan dasar acuan untuk

menetapkan kebenaran khasiat (efficacy) dan keamanan (safety) dari suatu produk obat.

Nifedipin merupakan CCB (calcium channel blockers) turunan

phenyldihidropyridine yang digunakan untuk pengobatan hipertensi serta untuk pencegahan dan pengobatan angina pektoris (Siswandono & Bambang, 1995).

Nifedipin termasuk bahan obat yang dalam sistem klasifikasi biofarmaseutik

(BCS) tergolong kelas dua yaitu obat dengan kelarutan rendah, namun

permeabilitas terhadap membran baik dan merupakan salah satu obat esensial

nasional di Indonesia yang memperlihatkan kualitas dan efektivitas yang rendah

dilihat dari segi disolusinya (BPOM, 2004). Obat yang memiliki profil disolusi

yang baik akan memberikan bioavailabilitas yang baik karena ketersediaan

farmaseutik dari obat tersebut tinggi, namun bioavailabilitas akan menurun untuk

obat-obatan yang mempunyai profil disolusi yang buruk.

Berdasarkan data spesialite obat yang beredar di Indonesia (ISO 2009)

terdapat 21 macam nama dagang (non generik) produk obat yang mengandung

nifedipin (ISFI, 2009). Produk sediaan tablet nifedipin yang beredar di pasaran

mempunyai kualitas yang sangat bervariasi karena adanya faktor-faktor yang

(20)

3

atau ukuran partikel), bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam proses

formulasi serta prosedur manufaktur dari sediaan obat tersebut. Sediaan tablet

yang berkualitas dapat ditinjau dari berbagai aspek antara lain dari segi

ketersediaan hayati (bioavailabilitas) obat, selain itu kualitas juga ditinjau dari

aspek teknologi yang meliputi stabilitas fisik dan kimia dimana tablet harus

memenuhi kriteria yang dipersyaratkan Farmakope.

Banyak literatur mengatakan bahwa sifat fisika kimia dari zat aktif,

perbedaan dalam prosedur manufaktur serta bahan-bahan tambahan dalam

formulasi berpengaruh terhadap kualitas sediaan tablet khususnya menyangkut

laju disolusi dari zat aktif yang tentunya mempengaruhi bioavailabilitas.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna

untuk mengetahui apakah beberapa sediaan tablet nifedipin yang beredar di

Malang baik yang diproduksi oleh pabrik PMA, PMDN dan PMDN Generik telah

memenuhi persyaratan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah beberapa sediaan tablet nifedipin yang beredar di Malang baik

yang diproduksi oleh pabrik PMA, PMDN dan PMDN Generik telah memenuhi

persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV dan United Stated

Pharmacopeia XXXII?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kualitas beberapa sediaan tablet nifedipin yang

diproduksi pabrik PMA, PMDN dan PMDN Generik yang beredar di Malang.

1.4 Hipotesis

Terdapat perbedaan kualitas sediaan tablet nifedipin yang diproduksi

pabrik PMA, PMDN dan PMDN Generik yang beredar di Malang.

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan didapatkannya data kualitas beberapa sediaan tablet nifedipin

yang diproduksi pabrik PMA, PMDN dan PMDN Generik yang beredar di

Malang, maka diharapkan dapat melindungi masyarakat dari kemungkinan

(21)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nifedipin

Nifedipin merupakan salah satu obat yang digunakan untuk pengobatan

hipertensi serta untuk pencegahan dan pengobatan angina pektoris dengan

mekanisme kerja menghambat influks Ca2+ (calcium channel blockers) melalui saluran kalsium, terutama melalui voltage dependent channel pada membran sel jantung dan sel otot polos. Ca2+ ekstraseluler diperlukan otot jantung, begitu pula

nodus SA dan AV juga terutama tergantung pada Ca2+ untuk automatisitas dan

konduksinya. Dengan demikian terhadap otot polos pembuluh darah, nifedipin

akan menimbulkan vasodilatasi sehingga terjadi penurunan resistensi perifer dan

tekanan darah. Nifedipin sering digunakan dibandingkan penghambat saluran

kalsium lainnya, karena nifedipin merupakan golongan dihidropiridin bersifat

vaskuloselektif dengan selektivitas yang tinggi (Gunawan, 2007). Nifedipin

diindikasikan untuk vasodilatasi terutama digunakan pada hipertensi esensial

(ringan atau sedang), juga pada angina variant berdasarkan efeknya terhadap

jantung yang relatif ringan, tidak berkhasiat inotrop negatif. Pada angina stabil

hanya digunakan bila β - blockers dikontraindikasikan atau kurang efektif (Tjay &

Rahardja, 2008).

Pada pemberian oral kadar darah tertinggi obat dicapai dalam 20-45 menit,

waktu paronya ± 2-5 jam, dengan masa kerja ± 8-12 jam (Siswandono &

Bambang, 1995). Resorpsinya dari usus baik (90%), tetapi bioavailabilitas

rata-rata hanya 60% karena mengalami FPE (first pass effect), dimana dalam hati akan dirombak menjadi metabolit inaktif yang dieksresikan lewat kemih (90%) dan

tinja (10%) (Tjay & Rahardja, 2008). Dosis nifedipin biasanya 30-60 mg/hari

(Mutschler, 1999).

Efek samping yang paling umum dari nifedipin terkait dengan khasiatnya

sebagai vasodilator yakni pusing, sakit kepala, hipotensi, edema perifer,

takikardia, dan jantung berdebar (Sweetman, 2009). Pada pasien dengan penyakit

(22)

5

(Gunawan, 2007). Nifedipin tersedia dalam bentuk sediaan tablet 5 mg dan 10 mg

(BPOM, 2000).

Nifedipin merupakan derivat phenylpyridine yang relatif sensitif terhadap paparan cahaya, yang dapat teurai menjadi derivat nitrosophenylpyridine bila kontak dengan cahaya matahari serta juga dapat terurai menjadi derivat

nitrophenylpyridine apabila kontak dengan sinar ultraviolet (Sweetman, 2009). Nifedipin mempunyai spektrum serapan maksimum pada daerah ultraviolet dalam

larutan asam dan basa pada panjang gelombang 238 nm dan 340 nm sedangkan

dalam metanol pada panjang gelombang 235 nm dan 340 nm. Semua percobaan

dengan larutan nifedipin harus dilakukan di bawah cahaya merah, cahaya kuning

atau lampu natrium (Ali, 1989). Nifedipin mempunyai bobot molekul 346,30

dengan titik lebur 171° - 175°C dan larut pada suhu 20°C dalam aseton (250 g/l),

metilen klorida (160 g/l), kloroform (140 g/l), etil asetat (50 g/l), metanol (26 g/l),

etanol (17 g/l) namun praktis tidak larut dalam air (Ali, 1989). Menurut sistem

klasifikasi biofarmaseutik (BCS), nifedipin tergolong kelas dua yaitu obat dengan

kelarutan rendah, namun permeabilitas terhadap membran baik (BPOM, 2004).

Berbagai penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan laju

disolusi dari nifedipin diantaranya dengan memberi pra-perlakuan pada bahan

baku zat aktif dengan membuat dispersi padat (Vippagunta, 2002) dan dengan

penambahan PEG 6000 saat proses granulasi (Sulistyowati, 2008). Nifedipin

mempunyai rumus molekul C17H18N2O6, sedangkan rumus struktur ditunjukkan

[image:22.595.208.410.558.699.2]

pada pada gambar 2.1.

(23)

6

2.2 Tablet

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet adalah sediaan padat

mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi (DepKes RI, 1995).

Dari sudut pandang farmaseutika bentuk sediaan padat pada umumnya lebih stabil

daripada bentuk cair, sehingga bentuk sediaan padat lebih cocok untuk obat-obat

yang kurang stabil (Ansel, 1989).

Apabila pemakaian obat harus secara oral, baik ditelan, ditempatkan dalam

rongga mulut tanpa ditelan, dikunyah dulu baru ditelan, atau hanya dihisap maka

bentuk sediaan tablet yang paling sering digunakan. Selain tablet yang diberikan

melalui oral, terdapat juga tablet yang diberikan melalui rektal, vaginal,

implantasi-transdermal dan sebagainya. Dewasa ini diperkirakan paling tidak 40%

dari seluruh obat diracik dalam bentuk tablet.

Tablet terdapat dalam berbagai ragam bentuk, ukuran, bobot, kekerasan,

ketebalan, sifat disolusi dan disintegrasi, tergantung pada cara pemakaian tablet

dan metode pembuatannya. Tablet umumnya memiliki diameter 5-17 mm,

sedangkan bobot tablet 0,1-1 gram (Voight, 1995).

Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan

tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan. Tablet

kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul

menggunakan cetakan baja. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa

serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan dimana kepadatan

tablet tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses pengeringan

selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan yang diberikan (DepKes

RI, 1995).

2.3 Pemeriksaan Kualitas Tablet Nifedipin 2.3.1 Pemeriksaan Keseragaman Bobot

Pada tablet yang didesain mengandung sejumlah obat didalam sejumlah

formula, berat tablet yang dibuat harus secara rutin diukur untuk membantu

memastikan bahwa setiap tablet mengandung sejumlah zat aktif yang tepat

(Banker & Anderson, 1986). Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang

cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian kecil dari

(24)

7

2.3.2 Pemeriksaan Keseragaman Kandungan

Untuk mengevaluasi kemanjuran suatu tablet, jumlah zat aktif dalam tablet

harus dipantau pada setiap tablet atau batch. Hal ini umumnya dilakukan dengan cara analisis kimiawi (Voight, 1995). Farmakope mensyaratkan bahwa tablet

bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang, dan bobot zat

aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman

kandungan (DepKes RI, 1995). Menurut USP XXXII, kapsul nifedipin

mengandung tidak kurang dari 90 % dan tidak lebih dari 110 % nifedipin

(C17H18N2O6) dari jumlah yang tertera pada etiket (USP, 2009).

2.3.3 Pemeriksaan Waktu Hancur

Bagi tablet, langkah penting pertama sebelum melarut adalah pecahnya

tablet menjadi partikel-partikel kecil atau granul-granul (Banker & Anderson,

1986). Waktu hancur adalah waktu yang diperlukan tablet untuk hancur menjadi

partikel dibawah kondisi yang ditetapkan (King, 1980). Pada umumnya waktu

hancur akan mempengaruhi laju pelarutan zat aktif (Hermann dkk, 1993). Sebagai

medium biasanya digunakan air atau cairan pencernaan buatan bersuhu 37°C,

dimana pengujian dilakukan pada kondisi yang sedapat mungkin mendekati

situasi fisiologis (Voight, 1995). Waktu hancur tablet dapat dianggap sebagai

kriteria untuk memprediksi penyerapan obat secara in vitro (Swarbrick, 2010). Menurut USP, tablet tidak bersalut mempunyai standar waktu hancur paling

rendah 5 menit, akan tetapi kebanyakkan tablet tidak bersalut memiliki waktu

hancur 30 menit (Banker & Anderson, 1986).

2.3.4 Uji Disolusi

Bahan obat dalam bentuk sediaan farmaseutik solid yang diberikan peroral

yaitu tablet setelah dikonsumsi seseorang akan terlepas dari sediaannya dan

mengalami disolusi dalam media biologis diikuti dengan absorpsi zat aktif ke

dalam sirkulasi sistemik dalam tubuh melalui suatu rangkaian proses yang dapat

(25)

8

Gambar 2.2 Hubungan Antara Disolusi dan Proses Absorpsi (Hermann dkk, 1993)

Berdasarkan skema diatas, kemampuan obat berada dalam tubuh atau

ketersediaan hayati dari produk sediaan farmaseutik solid yang diberikan peroral

sangat besar tergantung pada adanya obat dalam keadaan melarut, maka

karakteristik disolusi merupakan sifat yang penting dari produk obat (Ansel,

1989). Disolusi merupakan proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi

terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, 2005). Jika bentuk sediaan farmaseutik yang

diberikan peroral masuk dan berada di saluran cerna dalam bentuk sediaan solid,

ada dua kemungkinan yang dapat terjadi untuk tahap pembatasan kecepatan zat

aktif dalam sirkulasi. Pertama, bentuk sediaan solid harus terdisintegrasi dan zat

aktif larut dalam media cair dan kemudian melewati membran saluran cerna. Zat

aktif yang mudah larut akan cenderung cepat melarut, membuat tahap pembatasan

kecepatan, yakni difusi pasif dan transpor aktif zat aktif, untuk absorpsi melalui

membran saluran cerna. Sebaliknya, kecepatan absorpsi zat aktif yang sukar larut

akan dibatasi oleh laju disolusi zat aktif yang tidak larut atau juga dapat dibatasi

oleh kecepatan disintegrasi bentuk sediaan (Siregar & Wikarsa, 2010).

Maka seringkali laju disolusi bahan obat sangat kecil bila dibandingkan

dengan laju absorpsinya sehingga laju disolusi merupakan tahap penentu

kecepatan (rate limiting step) dalam proses absorpsi (Shargel, 2005). Kecepatan disolusi suatu senyawa tergantung pada beberapa parameter, diantaranya

(Hermann dkk, 1993):

Karakteristik fisika-kimia bahan obat

Tablet Agregat Partikel

Zat aktif terlarut

Zat aktif terserap

Penghancuran I Penghancuran II

Pelarutan Pelarutan

(26)

9

Luas permukaan yang berubah antara senyawa dan cairan pelarut

Sifat cairan pelarutan (pH, kekentalan, tegangan permukaan)

Parameter yang berkaitan dengan alat (suhu dan volume cairan uji serta

pengadukan)

Untuk obat yang kelarutan dalam air terbatas, disolusi akan lebih berarti

daripada waktu hancur. Dalam banyak hal, kecepatan disolusi dapat dikorelasikan

dengan ketersediaan hayati zat aktif (DepKes RI, 1995). Bioavailabilitas

(ketersediaan hayati) dapat ditentukan secara in vitro dalam laboratorium dengan mengukur laju disolusi zat aktif dalam waktu tertentu (dissolution rate). Untuk laju disolusi nifedipin kapsul setelah waktu 20 menit harus larut tidak kurang 80%

(Q) C17H18N2O6 dari jumlah yang tertera pada etiket, dengan media disolusi

berupa cairan lambung buatan tanpa pepsin (USP, 2009).

2.4 Obat Generik dan Non Generik (Merek Dagang)

Kebijakan Obat Nasional mengamanatkan bahwa upaya peningkatan mutu

pelayanan kesehatan, jaminan ketersediaan obat yang aman, bermanfaat serta

bermutu dalam jumlah dan jenis yang cukup, keterjangkauan serta akses obat bagi

seluruh masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah. Pemerintah Indonesia

telah memberikan perhatian serius dalam pencegahan dan penanggulangan

penyakit tidak menular termasuk hipertensi. Hal ini dapat dilihat dengan

dibentuknya Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular berdasarkan

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575 Tahun 2005 dalam melaksanakan

pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk

hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit metabolik, kanker, penyakit kronik dan

penyakit generatif lainnya serta gangguan akibat kecelakaan dan cedera. Dalam

pencegahan dan penanggulangan hipertensi berbagai upaya juga telah dilakukan,

diantaranya pemerintah mengambil kebijakan untuk memproduksi obat generik

diantaranya seperti nifedipin, captopril dan hidroklortiazid.

Obat generik adalah salah satu kebijakkan pemerintah dalam rangka

meningkatkan keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat luas

khususnya dalam hal daya beli obat, dimana obat dipasarkan dengan nama bahan

aktifnya terutama untuk obat-obatan yang banyak dibutuhkan masyarakat. Obat

(27)

10

RI, 2008). Memang bukan pemerintah langsung yang memproduksinya, tetapi

melalui perusahaan-perusahaan milik negara atau milik swasta yang bersedia

memproduksinya. Biaya produksi ditekan seminimal mungkin, namun tetap harus

memenuhi persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).

Pemasaran obat generik tidak memerlukan biaya promosi (iklan atau

seminar), kalaupun ada iklan untuk obat generik, sifatnya massal dan dilakukan

oleh pemerintah yang dikenal dengan iklan layanan masyarakat, maka harga obat

dapat ditekan sehingga produsen (pabrik obat) tetap punya keuntungan, begitu

pula konsumen mampu membeli dengan harga terjangkau.

Obat paten atau spesialite (non generik) adalah obat milik suatu perusahaan dengan nama khas yang dilindungi hukum, yaitu merek terdaftar atau

proprietary name (Tjay & Rahardja, 2008). Biaya yang dikeluarkan produsen untuk menghasilkan obat paten, lebih dari 50% merupakan biaya non produksi

salah satunya biaya pemasaran untuk mempromosikan masing-masing produknya,

maka harga obat dengan nama dagang umumnya relatif lebih mahal dibandingkan

(28)

11

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Uraian Kerangka Konseptual

Sampai saat ini, banyak sekali penelitian bioavailabilitas diantaranya

bioavailabilitas secara in vitro diterapkan khususnya untuk sediaan padat berupa tablet yang mengandung bahan obat yang mempunyai kelarutan rendah yang

diberikan secara oral namun dimaksudkan untuk memberikan efek sistemik. Obat

yang memiliki profil disolusi yang baik akan memberikan bioavailabilitas yang

baik karena ketersediaan farmaseutik dari obat tersebut tinggi, namun

bioavailabilitas akan menurun untuk obat-obatan yang mempunyai profil disolusi

yang buruk. Sediaan tablet yang berkualitas dapat ditinjau dari berbagai aspek

antara lain dari dari segi ketersediaan hayati (bioavailabilitas) obat, selain itu

kualitas obat juga ditinjau dari aspek teknologi yang meliputi stabilitas fisik dan

kimia dimana tablet harus memenuhi kriteria yang dipersyaratkan Farmakope.

Nifedipin merupakan CCB (calcium channel blockers) golongan dihidropiridin bersifat vaskuloselektif dengan selektivitas tinggi yang digunakan

pada pengobatan hipertensi serta angina pektoris. Dalam sistem klasifikasi

biofarmaseutik (BCS), nifedipin tergolong kelas dua yaitu obat dengan kelarutan

rendah, namun permeabilitas terhadap membran baik dan termasuk salah satu obat

esensial nasional di Indonesia yang memperlihatkan kualitas dan efektivitas yang

rendah dilihat dari segi disolusinya (BPOM, 2004). Berbagai penelitian telah

dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi dari

nifedipin diantaranya dengan memodifikasi sifat-sifat fisika kimia, menambahkan

bahan-bahan peningkat kelarutan maupun membentuk senyawa komplek. Bahan

obat tertentu bila diformulasi dan dibuat secara berbeda menjadi bentuk sediaan

padat cenderung mempunyai laju disolusi yang bervariasi sehingga mengalami

perbedaan bioavailabilitas (Ansel, 1989). Berdasarkan data tersebut, maka

dilakukan penelitian guna untuk mengetahui apakah beberapa sediaan tablet

nifedipin yang beredar di Malang baik yang diproduksi oleh pabrik PMA, PMDN

(29)

12

keseragaman kandungan, waktu hancur dan uji disolusi seperti yang tertera pada

Farmakope Indonesia edisi IV dan United Stated Pharmacopeia XXXII.

[image:29.595.139.478.167.495.2]

3.2 Alur Kerangka Konseptual

Gambar 3.3 Skema Kerangka Konseptual Sistem Klasifikasi Biofarmaseutik (BCS) kelas II

Nifedipin

(Calcium channel blockers)

Disolusi dipengaruhi oleh: Karakteristik fisika-kimia bahan obat Formulasi

Prosedur manufaktur

Perbedaan kualitas sediaan tablet nifedipin yang diproduksi oleh pabrik PMA, PMDN dan PMDN Generik

(30)

13

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah nifedipin (Baku

Pembanding Farmakope Indonesia), tablet nifedipin dari tiga pabrik yang berbeda

(PMA, PMDN dan PMDN Generik), asam klorida p.a (E. Merck), natrium klorida

p.a (E. Merck), metanol p.a (E. Merck) dan air suling.

4.2 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah single beam

spektrofotometri UV-Vis (Shimadzu UV-1240), alat uji disolusi: dissolution tester, alat uji waktu hancur: disintegration tester 2 cavity, pH meter (Crison), neraca analitik (Mettler Toledo), beaker glass, labu ukur, pipet volume, milipore

membran filter 0,45 mikron, dan alat laboratorium lainnya.

4.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metodologi penelitian eksperimental

dengan membandingkan kualitas sediaan tablet yang mengandung nifedipin 10

mg yang beredar diMalang baik generik dan non generik (nama dagang) dari tiga

pabrik yang berbeda PMA, PMDN dan PMDN Generik yang meliputi

keseragaman bobot, keseragaman kandungan, waktu hancur dan uji disolusi.

4.3.1 Variabel Penelitian

Variabel bebas : Tablet nifedipin generik (PMDN Generik) dan non

generik (PMA dan PMDN).

Variabel terikat : Kualitas tablet meliputi keseragaman bobot,

keseragaman kandungan, waktu hancur dan uji disolusi.

4.3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah tablet nifedipin yang beredar di Malang (PMA, PMDN

dan PMDN Generik) dengan kandungan zat aktif 10 mg per tablet. Pengambilan

sampel tablet nifedipin dari tiga pabrik yang berbeda (PMA, PMDN dan PMDN

(31)

14

Randomized Sampling dengan jumlah sampel sesuai dengan jumlah tablet yang diperlukan untuk pemeriksaan.

4.3.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilakukan selama 3 bulan bertempat di Laboratorium Teknologi

Sediaan Farmasi dan Laboratorium Kimia Terpadu Universitas Muhammadiyah

Malang.

4.4 Metode Penelitian 4.4.1 Kerangka Kerja

Kerangka kerja yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada

gambar 4.4.

[image:31.595.76.568.321.589.2]

Gambar 4.4 Skema Kerangka Kerja Pengambilan Sampel

Tablet nifedipin 3 pabrik:

PMA

PMDN

PMDN Generik

Pemeriksaan Kualitas Tablet Nifedipin

Waktu Hancur

Keseragaman Bobot Uji Disolusi

(32)

15

4.4.2 Pemeriksaan Kualitas Tablet Nifedipin

Pemeriksaan kualitas tablet nifedipin yang dilakukan meliputi

keseragaman bobot,keseragaman kandungan, waktu hancur dan uji disolusi.

4.4.2.1Pemeriksaan Keseragaman Bobot

Untuk produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang

merupakan 50 % atau lebih dari bobot satuan sediaan, maka uji keseragaman

sediaan dilakukan dengan cara keseragaman bobot (DepKes, 1995). Prosedur

pemeriksaan keseragaman bobot adalah:

Ditimbang seksama 10 tablet satu per satu dan hitung bobot rata-rata. Dari

hasil pemeriksaan keseragaman kandungan, dihitung jumlah zat aktif dari

masing-masing 10 tablet dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen.

4.4.2.2 Pemeriksaan Keseragaman Kandungan

1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Nifedipin dalam Media Cairan Lambung Buatan tanpa Pepsin

Panjang gelombang maksimum ditentukan menggunakan larutan baku

kerja nifedipin 8,0 µg/ml diamati dengan single beam spektrofotometri UV-Vis

pada panjang gelombang 200 sampai 300 nm. Pada larutan baku kerja tersebut

dilakukan pengamatan nilai absorbansi terhadap panjang gelombang sehingga

panjang gelombang maksimum dapat diketahui.

2. Pembuatan Kurva Baku Nifedipin dalam Media Cairan Lambung Buatan tanpa Pepsin

Pembuatan kurva baku terlebih dahulu diawali dengan pembuatan larutan

baku induk (500,0 µg/ml) dengan cara ditimbang nifedipin BPFI sebanyak 50,0

mg, dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100,0 ml, ditambahkan

metanol hingga garis tanda dan dikocok homogen. Kemudian larutan baku induk

(500,0 µg/ml) tersebut dipipet 5,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0

ml, diencerkan dengan cairan lambung buatan tanpa pepsin hingga garis tanda

sehingga diperoleh larutan baku induk (50,0 µg/ml). Kemudian dilanjutkan

dengan pembuatan larutan baku kerja nifedipin yang dibuat dengan cara dipipet

(33)

16

masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml, ditambahkan cairan

lambung buatan tanpa pepsin sampai garis tanda, lalu dikocok homogen.

Diperoleh larutan baku kerja dengan kadar 1; 2; 4; 6; 8; 10; dan 12 µg/ml yang

diamati absorbannya pada panjang gelombang maksimum dan sebagai blanko

cairan lambung buatan tanpa pepsin. Data yang diperoleh dibuat kurva absorbansi

terhadap kadar.

3. Keseragaman Kandungan

Tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang,

dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan harus memenuhi uji

keseragaman kandungan (Depkes RI, 1995). Adapun prosedur pemeriksaan

keseragaman kandungan tablet sebagai berikut:

Sejumlah 10 tablet yang telah memenuhi keseragaman bobot digerus

sampai homogen. Ditimbang sejumlah serbuk yang setara dengan 10 mg nifedipin

sebanyak 5 kali. Masing-masing serbuk tablet tersebut dimasukkan ke dalam labu

ukur 10,0 ml dan ditambah metanol hingga garis tanda lalu dikocok. Larutan

tersebut disaring dengan milipore membran filter 0,45 mikron kemudian dipipet

1,0 ml dan dimasukkan dalam labu ukur 100,0 ml, ditambahkan cairan lambung

buatan tanpa pepsin hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan konsentrasi

10,0 µg/ml. Sebagai larutan standar dipakai larutan baku kerja 10,0 ppm.

Absorban larutan diamati dengan menggunakan Spektrofotometri UV-Vis pada λ

maksimum. Sebagai blanko digunakan cairan lambung buatan tanpa pepsin.

4.4.2.3Pemeriksaan Waktu Hancur

Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur

yang tertera dalam masing-masing monografi. Untuk menetapkan waktu hancur

dari tablet nifedipin dapat menggunakan alat Disintegration tester 2 cavity dengan prosedur sebagai berikut (Depkes RI, 1995):

Untuk tablet tidak bersalut. Dimasukkan 1 tablet ke dalam masing-masing

tabung dari keranjang, lalu dimasukkan satu cakram pada tiap tabung dan

dijalankan alat. Gerakan turun naik keranjang dalam cairan media pada frekuensi

yang tetap antara 29 hingga 32 kali per menit dan gunakan air suhu 37°C ± 2°C

(34)

17

Pada akhir batas waktu seperti yang tertera pada monografi diangkat keranjang

dan amati semua tablet (semua tablet harus hancur sempurna). Untuk tablet

bersalut bukan enterik. Dimasukkan 1 tablet ke dalam masing-masing tabung dari

keranjang, bila tablet mempunyai penyalut luar yang dapat larut, celupkan

keranjang dalam air pada suhu kamar selama 5 menit kemudian dimasukkan

cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan cairan lambung buatan

bersuhu 37°C ± 2°C sebagai media. Setelah alat dijalankan selama 30 menit,

angkat keranjang dan amati semua tablet (semua tablet harus hancur sempurna).

Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12

tablet lainnya, tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.

4.4.2.4Uji Disolusi

Untuk mengukur laju disolusi tablet dilakukan dengan menggunakan

Dissolution tester, dengan prosedur sebagai berikut (Depkes RI, 1995):

Sebanyak 900,0 ml cairan lambung buatan tanpa pepsin sebagai media

disolusi dimasukkan ke dalam wadah, biarkan media disolusi hingga suhu 37°C ±

0,5°C. Apabila suhu telah tercapai, dimasukkan 1 tablet ke dalam wadah dan

segera dijalankan alat dengan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing

monografi dengan kecepatan 50 putaran per menit. Pada interval waktu 5, 10, 15

dan 20 menit larutan dipipet sebanyak 10,0 ml. Kemudian disaring melalui

milipore membran filter 0,45 mikron. Setiap kali setelah pengambilan cuplikan,

media disolusi diganti dengan cairan lambung buatan tanpa pepsin sebanyak

volume yang diambil. Kemudian absorban masing-masing cuplikan diamati

dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang

maksimum. Konsentrasi nifedipin yang terlarut setiap interval waktu, didapatkan

dengan memasukkan data absorban kedalam persamaan kurva baku. Untuk blanko

digunakan cairan lambung buatan tanpa pepsin. Pengujian disolusi dilakukan

terhadap 6 tablet.

4.4.3 Analisis Statistik

Data hasil pemeriksaan kualitas tablet yang mengandung nifedipin 10 mg

(35)

18

keseragaman bobot, keseragaman kandungan, waktu hancur dan uji disolusi,

dianalisa dengan One Way Anova (Analisys of Variances).

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan bermakna secara signifikan pada

masing-masing tablet nifedipin generik dan non generik (nama dagang) dari tiga

pabrik yang berbeda (PMA, PMDN dan PMDN Generik) dengan membandingkan

harga F hitung yang diperoleh dengan harga F tabel pada tingkat signifikan (α =

0,05). Apabila diperoleh harga F hitung lebih besar dari F tabel, maka dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan bemakna antar tablet-tablet nifedipin tersebut,

(36)

19

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel tablet nifedipin dilakukan dengan membeli tablet

nifedipin di apotik yang ada di Malang sebanyak 100 tablet untuk masing-masing

produk baik PMA, PMDN dan PMDN Generik dengan ketentuan tablet nifedipin

yang diambil dari satu pabrik mempunyai nomor batch dan waktu edar yang sama. Profil sampel dapat dilihat pada Lampiran 4.

5.2 Pemeriksaan Kualitas Tablet Nifedipin

Data Pemeriksaan kualitas tablet nifedipin meliputi keseragaman bobot,

keseragaman kandungan, waktu hancur dan uji disolusi.

5.2.1 Pemeriksaan Keseragaman Bobot

Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa bobot tablet nifedipin dari ketiga

produk (PMA, PMDN dan PMDN Generik) yang diperiksa memenuhi persyaratan

keseragaman bobot yang tercantum pada Farmakope Indonesia edisi IV yaitu

persyaratan keseragaman bobot dipenuhi jika jumlah zat aktif dalam

masing-masing dari 10 satuan sediaan terletak antara 85,0 % - 115,0 % dari jumlah yang

tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0 %

(DepKes, 1995). Data hasil pemeriksaan keseragaman bobot tablet nifedipin dapat

(37)
[image:37.595.147.477.100.432.2]

20

Tabel V.1 Data Pemeriksaan Keseragaman Bobot Tablet Nifedipin

Replikasi

Bobot Tablet (gram)

PMA PMDN PMDN Generik

1 0,224 0,315 0,327

2 0,230 0,314 0,322

3 0,229 0,318 0,326

4 0,234 0,319 0,327

5 0,227 0,316 0,327

6 0,228 0,313 0,322

7 0,229 0,318 0,327

8 0,224 0,316 0,324

9 0,238 0,315 0,330

10 0,234 0,313 0,324

Rata-rata ± SD 0,230 ± 0,004 0,316 ± 0,002 0,326 ± 0,003

RSD 1,74 0,63 0,61

Dari hasil analisis statistik dengan analisis varian (Anova) dalam bentuk one way didapatkan harga F hitung (2676,717) lebih besar dibandingkan F tabel (2,96) pada tingkat signifikan (α = 0,05). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan

bermakna antar produk (PMA, PMDN dan PMDN Generik), maka analisis

dilanjutkan dengan uji Tukey HSD (Honestly Significant Difference Test) dan diperoleh produk PMA dengan PMDN, PMA dengan PMDN Generik dan PMDN

dengan PMDN Generik memiliki perbedaan yang bermakna. Data hasil analisis

statistik pemeriksaan keseragaman bobot tablet nifedipin dapat dilihat pada

(38)

21

5.2.2 Pemeriksaan Keseragaman Kandungan

5.2.2.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Nifedipin dalam Media Cairan Lambung Buatan tanpa Pepsin

Hasil pengamatan nilai absorbansi nifedipin dalam media cairan lambung

buatan tanpa pepsin pada panjang gelombang 200 sampai 300 nm dapat dilihat

pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Spektra Nifedipin dalam Media Cairan Lambung Buatan tanpa Pepsin

Dari Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa pada panjang gelombang 241,0 nm

larutan baku kerja nifedipin 8,0 µg/ml memberikan nilai serapan yang maksimum

yaitu 2,041.

5.2.2.2Pembuatan Kurva Baku Nifedipin dalam Media Cairan Lambung Buatan tanpa Pepsin

Kurva baku dibuat dengan 7 konsentrasi larutan baku kerja nifedipin yang

diamati serapannya pada panjang gelombang maksimum 241,0 nm yang diperoleh

[image:38.595.216.469.240.538.2]
(39)

22

Tabel V.2 Absorban Larutan Nifedipin dalam Media Cairan Lambung Buatan tanpa Pepsin

Kadar (ppm) Absorban

1,0 0,066

2,0 0,113

4,0 0,242

6,0 0,322

8,0 0,466

10,0 0,549

12,0 0,716

Gambar 5.2 Kurva Baku Larutan Nifedipin dalam Media Cairan Lambung Buatan tanpa Pepsin

Dari hasil perhitungan diperoleh data persamaan regresi Y =

0,0574x-0,0004 dengan koefisien korelasi (r) = 0,997, dimana kriteria penerimaan untuk

korelasi adalah ≥ 0,98 (BPOM, 2004).

5.2.2.3 Keseragaman Kandungan

Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tablet nifedipin dari ketiga produk

(PMA, PMDN dan PMDN Generik) yang diperiksa memenuhi persyaratan

keseragaman kandungan yang tercantum pada Farmakope Indonesia edisi IV dan

United Stated Pharmacopeia XXXII yaitu mengandung tidak kurang dari 90 % dan tidak lebih dari 110 % nifedipin (C17H18N2O6) dari jumlah yang tertera pada

[image:39.595.146.495.106.480.2]
(40)

23

yaitu kurang dari 6,0% (DepKes, 1995). Data hasil pemeriksaan keseragaman

[image:40.595.148.484.148.336.2]

kandungan tablet nifedipin dapat dilihat pada Tabel V.3.

Tabel V.3 Data Pemeriksaan Keseragaman Kandungan Tablet Nifedipin

Replikasi Kandungan Tablet (%)

PMA PMDN PMDN Generik

1 96 95 105

2 91 90 98

3 98 92 108

4 98 93 103

5 100 101 107

Rata-rata ± SD 97 ± 3,43 94 ± 4,21 104 ± 3,96

RSD 3,54 4,48 3,81

Dari hasil analisis statistik dengan analisis varian (Anova) dalam bentuk one way didapatkan harga F hitung (9,044) lebih besar dibandingkan F tabel (3,88) pada tingkat signifikan (α = 0,05). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan

bermakna antar produk (PMA, PMDN dan PMDN Generik), maka analisis

dilanjutkan dengan uji Tukey HSD (Honestly Significant Difference Test) dan diperoleh produk PMA dengan PMDN tidak terdapat perbedaan bermakna

sedangkan PMA dengan PMDN Generik dan PMDN dengan PMDN Generik

terdapat perbedaan bermakna. Data hasil analisis statistik pemeriksaan

keseragaman kandungan tablet nifedipin dapat dilihat pada lampiran 19.

5.2.3 Pemeriksaan Waktu Hancur

Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tablet nifedipin dari ketiga produk

(PMA, PMDN dan PMDN Generik) yang diperiksa memenuhi persyaratan waktu

hancur yang tercantum pada Farmakope Indonesia edisi IV. Data hasil

(41)
[image:41.595.169.472.95.281.2]

24

Tabel V.4 Data Pemeriksaan Waktu Hancur Tablet Nifedipin

Replikasi

Waktu Hancur (menit) PMA PMDN PMDN

Generik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 5,98 6,50 6,77 6,95 7,37 7,18 2,82 3,07 2,97 3,37 3,17 3,93 4,17 4,57 5,33 6,58 5,70 6,35

Rata-rata ± SD 6,79 ± 0,50 3,22 ± 0,40 5,45 ± 0,96

Dari hasil analisis statistik dengan analisis varian (Anova) dalam bentuk one way didapatkan harga F hitung (44,306) lebih besar dibandingkan F tabel (3,68) pada tingkat signifikan (α = 0,05). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan

bermakna antar produk (PMA, PMDN dan PMDN Generik), maka analisis

dilanjutkan dengan uji Tukey HSD (Honestly Significant Difference Test) dan diperoleh bahwa produk PMA dengan PMDN, PMA dengan PMDN Generik dan

PMDN dengan PMDN Generik memiliki perbedaan yang bermakna. Data hasil

analisis statistik pemeriksaan waktu hancur tablet nifedipin dapat dilihat pada

lampiran 19.

5.2.4 Uji Disolusi

Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa tablet nifedipin dari ketiga produk

(PMA, PMDN dan PMDN Generik) yang diuji memenuhi persyaratan uji disolusi

yang tercantum pada United Stated Pharmacopeia XXXII yaitu tidak kurang dari (Q) 80% + 5% terlarut dalam waktu 20 menit (USP, 2009). Data hasil uji disolusi

(42)
[image:42.595.153.491.97.222.2]

25

Tabel V.5 Data Persen nifedipin terlarut

Waktu Sampling

(menit)

(%) Nifedipin Terlarut

PMA PMDN PMDN Generik

5 10 15 20

36 ± 18,28 % 71 ± 13,19 % 91 ± 5,89 % 97 ± 1,97 %

40 ± 19,78 % 78 ± 9,83 % 90 ± 3,20 % 91 ± 1,52 %

33 ± 16,59 % 71 ± 10,31 % 84 ± 2,88 % 87 ± 1,52 % Keterangan: Hasil rata-rata 6 kali replikasi

Adapun profil dari hasil uji disolusi dari ketiga produk (PMA, PMDN dan

PMDN Generik) dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3 Profil Disolusi Tablet Nifedipin

Dari Gambar 5.3 terlihat bahwa produk PMA, PMDN dan PMDN Generik

mempunyai profil disolusi yang hampir sama meskipun secara statistik produk

PMA, PMDN dan PMDN Generik berbeda makna dimanadengan analisis varian

(Anova) dalam bentuk one way didapatkan harga F hitung (44,902) lebih besar dibandingkan F tabel (3,68) pada tingkat signifikan (α = 0,05) dan dengan uji

Tukey HSD (Honestly Significant Difference Test) diperoleh bahwa produk PMA dengan PMDN, PMA dengan PMDN Generik dan PMDN dengan PMDN Generik

memiliki perbedaan yang bermakna. Beberapa faktor yang menyebabkan

[image:42.595.146.514.293.541.2]
(43)

26

baku obat, perbedaan dalam prosedur manufaktur serta bahan-bahan tambahan

(44)

27

BAB 6 PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian terhadap kualitas beberapa sediaan tablet yang

mengandung nifedipin 10 mg yang beredar di Malang baik generik maupun non

generik (nama dagang) dari tiga pabrik yang berbeda (PMA, PMDN dan PMDN

Generik). Nifedipin termasuk bahan obat yang dalam sistem klasifikasi

biofarmaseutik (BCS) tergolong kelas dua yaitu obat dengan kelarutan rendah,

namun permeabilitas terhadap membran baik. Sediaan tablet yang berkualitas

dapat ditinjau dari berbagai aspek selain dari segi ketersediaan hayati

(bioavailabilitas) obat, kualitas obat juga ditinjau dari aspek dimana tablet harus

memenuhi kriteria yang dipersyaratkan Farmakope. Produk sediaan tablet

nifedipin yang beredar mempunyai kualitas yang bervariasi. Perbedaan kualitas

dari tiap produk adalah multifaktorial, antara lain dikarenakan perbedaan bahan

baku obat, bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam proses formulasi serta

prosedur manufaktur dari masing-masing pabrik. Kualitas dapat dijadikan dasar

acuan untuk menetapkan kebenaran khasiat (efficacy) dan keamanan (safety) dari suatu produk obat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah beberapa

sediaan tablet nifedipin yang beredar di Malang baik yang diproduksi oleh pabrik

PMA, PMDN dan PMDN Generik telah memenuhi persyaratan keseragaman

bobot, keseragaman kandungan, waktu hancur dan uji disolusi seperti yang tertera

pada Farmakope Indonesia edisi IV dan United Stated Pharmacopeia XXXII. Pengambilan sampel tablet nifedipin dilakukan dengan membeli tablet

nifedipin di apotik yang ada di Malang sebanyak 100 tablet untuk masing-masing

produk baik PMA, PMDN dan PMDN Generik dengan ketentuan tablet nifedipin

yang diambil dari satu pabrik mempunyai nomor batch dan waktu edar yang sama. Profil sampel dapat dilihat pada Lampiran 4.

Pemeriksaan keseragaman bobot tablet nifedipin dilakukan dengan

menimbang 10 tablet satu per satu dan dihitung bobot rata-ratanya. Setelah

dilakukan penimbangan terhadap tablet nifedipin dari ketiga produk diperoleh

(45)

28

0,002 gram dan produk PMDN Generik 0,326 ± 0,003 gram, dengan simpangan

baku relatif kurang dari 6,0 %. Data hasil pemeriksaan keseragaman bobot tablet

nifedipin dari ketiga produk dapat dilihat pada Tabel V.1. Hasil pemeriksaan

menunjukkan bahwa bobot tablet nifedipin dari ketiga produk (PMA, PMDN dan

PMDN Generik) telah memenuhi persyaratan keseragaman bobot seperti yang

tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV yaitu persyaratan keseragaman bobot

dipenuhi jika jumlah zat aktif dalam masing-masing dari 10 satuan sediaan

terletak antara 85,0 % - 115 % dari jumlah yang tertera pada etiket dan simpangan

baku relatif kurang dari atau sama dengan 6,0 %. Dari hasil perhitungan statistik

menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution) tipe 17 dengan analisis varian (Anova) dalam bentuk one way anova diperoleh F hitung (2676,717) lebih besar dari F tabel (2,96) dengan tingkat signifikan (α = 0,05)

yang menunjukkan adanya perbedaan bermakna dari ketiga produk. Untuk

mengetahui produk yang berbeda makna maka analisis dilanjutkan dengan uji

Tukey HSD (Honestly Significant Difference Test) dan diperoleh hasil antara produk PMA dengan PMDN, PMA dengan PMDN Generik dan PMDN dengan

PMDN Generik memiliki perbedaan yang bermakna. Data hasil analisis statistik

pemeriksaan keseragaman bobot tablet nifedipin dapat dilihat pada lampiran 19.

Dengan demikian perbedaan bahan baku obat, prosedur manufaktur serta

bahan-bahan tambahan-bahan dalam formulasi antar pabrik memberikan pengaruh yang

bermakna terhadap keseragaman bobot tablet nifedipin.

Pemeriksaan keseragaman kandungan tablet nifedipin diawali dengan

penentuan panjang gelombang maksimum nifedipin (Baku Pembanding

Farmakope Indonesia) dengan menggunakan larutan baku kerja 8,0 µg/ml yang

diamati dengan single beam spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang

200 sampai 300 nm, dan absorban tertinggi diperoleh pada panjang gelombang

241,0 nm. Setelah itu dilanjutkan dengan pembuatan kurva baku menggunakan

larutan baku kerja nifedipin yang diamati absorbannya pada λ maksimum. Dari

hasil perhitungan diperoleh data persamaan garis regresi yaitu y = 0,0574x-0,0004

dengan koefisien korelasi r = 0,997, dimana kriteria penerimaan untuk korelasi

adalah ≥ 0,98 (BPOM, 2004). Dari 10 tablet yang telah memenuhi keseragaman

(46)

29

dengan 10 mg nifedipin sebanyak 5 kali. Masing-masing serbuk tablet tersebut

dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan ditambah metanol hingga garis tanda

lalu dikocok. Larutan tersebut disaring dengan milipore membran filter 0,45

mikron kemudian dipipet 1,0 ml dan dimasukkan dalam labu ukur 100,0 ml,

ditambahkan cairan lambung buatan tanpa pepsin hingga garis tanda sehingga

diperoleh larutan konsentrasi 10,0 µg/ml. Dari pemeriksaan diperoleh kandungan

rata-rata nifedipin per tablet produk PMA 97 ± 3,43 %, produk PMDN94 ± 4,21

% dan produk PMDN Generik 104 ± 3,96 %. Hasil pemeriksaan keseragaman

kandungan tablet nifedipin menunjukkan bahwa tablet nifedipin dari ketiga

produk baik PMA, PMDN dan PMDN Generik telah memenuhi persyaratan

seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV dan United Stated Pharmacopeia XXXII yaitu mengandung tidak kurang dari 90 % dan tidak lebih dari 110 % nifedipin (C17H18N2O6) dari jumlah yang tertera pada etiket dengan

simpangan baku relatif kurang dari 6%. Data hasil pemeriksaan keseragaman

kandungan tablet nifedipin dari ketiga produk dapat dilihat pada Tabel V.3. Hasil

perhitungan statistik menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution) tipe 17 dengan analisis varian (Anova) dalam bentuk one way anova diperoleh F hitung (9,044) lebih besar dari F tabel (3,88) dengan tingkat signifikan

(α = 0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan bermakna dari ketiga produk.

Untuk mengetahui produk yang berbeda makna maka analisis dilanjutkan dengan

uji Tukey HSD (Honestly Significant Difference Test) dan diperoleh hasil produk PMA dengan PMDN tidak terdapat perbedaan bermakna sedangkan PMA dengan

PMDN Generik dan PMDN dengan PMDN Generik terdapat perbedaan

bermakna. Data hasil analisis statistik pemeriksaan keseragaman kandungan tablet

nifedipin dari ketiga produk dapat dilihat pada lampiran 19. Dengan demikian

perbedaan bahan baku obat, prosedur manufaktur serta bahan-bahan tambahan

dalam formulasi antar pabrik memberikan pengaruh yang bermakna terhadap

keseragaman kandungan tablet nifedipin.

Pemeriksaan waktu hancur tablet nifedipin dilakukan dengan alat

Disintegration tester 2 cavity menggunakan 6 tablet dimana masing-masing 1 tablet dimasukkan ke dalam tabung dari keranjang, lalu dimasukkan satu cakram

(47)

30

sempurna, tablet dari produk PMAmemerlukan waktu 6,79 ± 0,50 menit, produk

PMDNmemerlukan waktu 3,22 ± 0,40 menit sedangkan produk PMDN Generik

memerlukan waktu 5,45 ± 0,96 menit. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa

tablet nifedipin dari ketiga produk (PMA, PMDN dan PMDN Generik) telah

memenuhi persyaratan waktu hancur seperti yang tertera pada Farmakope

Indonesia edisi IV. Data hasil pemeriksaan waktu hancur tablet nifedipin dari

ketiga produk dapat dilihat pada Tabel V.4. Hasil perhitungan statistik

menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution) tipe 17 dengan analisis varian (Anova) dalam bentuk one way anovadiperoleh F hitung (44,306) lebih besar dari F tabel (3,68) dengan tingkat signifikan (α = 0,05) yang

menunjukkan adanya perbedaan bermakna dari ketiga produk. Untuk mengetahui

produk yang berbeda makna maka analisis dilanjutkan dengan uji Tukey HSD

(Honestly Significant Difference Test) dan diperoleh hasil bahwa produk PMA dengan PMDN, PMA dengan PMDN Generik dan PMDN dengan PMDN Generik

memiliki perbedaan yang bermakna sehingga dengan demikian perbedaan bahan

baku obat, prosedur manufaktur serta bahan-bahan tambahan dalam formulasi

antar pabrik memberikan pengaruh yang bermakna terhadap waktu hancur tablet

nifedipin. Data hasil analisis statistik pemeriksaan waktu hancur tablet nifedipin

dari ketiga produk dapat dilihat pada lampiran 19.

Uji disolusi merupakan suatu prosedur tetap dalam Cara Pembuatan Obat

yang Baik (CPOB) yang menjamin kualitas produk obat. Pengujian laju disolusi

menggunakan alat Dissolution tester yang dilakukan terhadap 6 tablet. Tablet nifedipin 10 mg dimasukkan ke dalam wadah yang berisi 900,0 ml cairan

lambung buatan tanpa pepsin bersuhu 37°C ± 0,5°C dan kemudian paddle diputar

dengan kecepatan 50 putaran per menit. Pada interval waktu 5, 10, 15 dan 20

menit larutan dipipet sebanyak 10,0 ml dan selanjutnya disaring melalui milipore

membran filter 0,45 mikron. Volume media disolusi diusahakan tetap dengan

menambahkan cairan lambung buatan tanpa pepsin sebanyak 10,0 ml setelah

pemipetan. Setiap cuplikan diamati absorbannya dengan menggunakan single

beam spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 241,0 nm dan sebagai

blanko digunakan cairan lambung buatan tanpa pepsin. Dari data hasil uji disolusi

Gambar

Tablet ..................................................................................
Gambar 2.1 Rumus Struktur Nifedipin           (DepKes RI, 1995)
Gambar 3.3 Skema Kerangka Konseptual
Tablet nifedipin 3 pabrik:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disamping itu, sangatlah penting untuk mengetahui pengaruh kebijakan penetapan harga dalam meningkatkan volume penjualan sepeda motor merek Honda pada PT.Daya Anugrah Mandiri..

Persoalannya adalah khusus untuk jadwal salat sepanjang masa yang berlaku di satu kota tertentu dan kota-kota lainnya di atas, hanya menampilkan koreksi atau

Secara m u m karang tumbuh di perairan dekat pantai lebih lebih toleran terhadap konsentrasi tinggi sedimen tersuspensi daripada spesies yang hidup di perairan lebih

Pengujian dengan penanda morfologi menunjukkan bahwa populasi sampel yang digunakan dalam penelitian ini sudah seragam (100%) meskipun beberapa karakter seperti

Selain para bayi yang terbuang atau terlantar, di Ponpes Millinium juga ada santri dari yatim piatu yang diantar oleh keluarganya, ada juga santri yang dewasa yaitu

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan metode mengajar yang dipergunakan guru dan tutor, (2) Mendeskripsikan metode mengajar yang paling dominan dipergunakan guru

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian ini, maka diperoleh implementasi pendidikan berkarakter integrasi pada mata pelajaran matematika ditinjau dari RPP SD Inti

Uji korelasi sederhana diketahui bahwa sebesar 0.848 menunjukan bahwa korelasi atau hubungan antara promosi jabatan dan prestasi kerja adalah sangat kuat, uji t diketahui bahwa