• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK PEMODELAN DINDING TERHADAP BEAM COLUMN JOINT PADA GEDUNG BERTINGKAT (Komunitas Bidang Ilmu : Rekayasa Struktur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEK PEMODELAN DINDING TERHADAP BEAM COLUMN JOINT PADA GEDUNG BERTINGKAT (Komunitas Bidang Ilmu : Rekayasa Struktur)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK PEMODELAN DINDING TERHADAP

BEAM COLUMN JOINT PADA GEDUNG BERTINGKAT

(Komunitas Bidang Ilmu : Rekayasa Struktur)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Program Studi Strata I Pada Jurusan Teknik Sipil

ZULFADLI

1.30.04.021

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan

1.3 Batasan Masalah

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

1.5 Metode Penulisan

1.6 Manfaat Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Struktur Gedung

2.2.1 Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)

(3)

2.2Pembebanan pada Struktur Bangunan Gedung

2.2.1 Jenis Pembebanan

2.3Perencanaan dan Desain Bangunan Gedung

2.3.1 Ketentuan Umum Analisa Struktur dengan Beban

Gempa (SNI 03-1726-2002)

2.3.1.1Gempa Rencana dan Kategori Gedung

2.3.1.2Beban Gempa Nominal Statik Ekuivalen

2.3.1.3Waktu Getar Alami Fundamental

2.3.1.4Analisa Statik Ekuivalen

2.4Desain Join Kolom Balok SRPMK (SNI 03-2847-2002)

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3.1Konfigurasi Struktur

3.2Pemodelan Struktur

3.3Tahapan Analisis

3.4Hubungan Balok Kolom (Beam Column Joint)

3.4.1 Tipe-tipe Hubungan Balok Kolom (Beam Column

Joint)

3.4.2 Tahapan Analisis Hubungan Balok Kolom (Beam

Column Joint)

3.5Contoh Perhitungan

3.5.1 Hubungan Balok Kolom Internal

3.5.2 Hubungan Balok Kolom Eksternal

(4)

BAB IV PEMBAHASAN 4.1Umum

4.2Kriteria Analisis dan Desain

4.3Portal Gedung Kategori I

4.4Portal Gedung Kategori II

4.5Portal Gedung Kategori III

4.6Data untuk Perencanaan dan Desain

4.7Analisa Beban Gempa Portal Gedung tanpa Pemodelan Dinding

4.7.1 Perhitungan Beban Mati (W)

4.7.2 Taksiran Waktu Getar Alami (Fundamental Periode)

4.7.3 Distribusi Fi

4.7.4 Kombinasi Pembebanan

4.8Hasil Analisa Struktur dengan ETABS untuk Portal Gedung tanpa

Pemodelan Dinding

4.9Hasil Desain dengan ETABS Portal Gedung tanpa Pemodelan

Dinding

4.9.1 Desain Balok

4.9.2 Desain Kolom

4.9.2.1Desain Kolom Portal tanpa Pemodelan

Dinding Gedung Kategori I

4.9.2.2Desain Kolom Portal tanpa Pemodelan

Dinding Gedung Kategori II

4.9.2.3Desain Kolom Portal tanpa Pemodelan

Dinding Gedung Kategori III

(5)

4.10 Analisa Beam Column Joint

4.10.1 Persyaratan “Strong Column Weak Beam” (SCWB)

4.10.1.1 SCWB Portal tanpa Pemodelan Dinding

Gedung Kategori I

4.10.1.2 SCWB Portal tanpa Pemodelan Dinding

Gedung Kategori II

4.10.1.2 SCWB Portal tanpa Pemodelan Dinding

Gedung Kategori III

4.10.2 Joint Analysis Portal Gedung tanpa Pemodelan

Dinding

4.10.2.1 Hubungan Balok Kolom Dalam (Internal

Beam Column Joint)

4.10.2.2 Hubungan Balok Kolom Luar (Eksternal

Beam Column Joint)

4.11 Analisa Lanjutan

4.11.1 Analisa Beban Gempa Portal Gedung dengan

Pemodelan Dinding

4.11.2 Hasil Desain ETABS untuk Portal Gedung dengan

Pemodelan Dinding

(6)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN I

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Rusak Beam-Column Joint

Gambar 1.2 Kerangka Pikiran Penelitian

Gambar 2.1 Dinding geser

Gambar 2.2 Dinding pasangan bata

Gambar 2.3 Peta wilayah Gempa Indonesia

Gambar 2.4 Kurva Respons Spektrum Wilayah Gempa Indonesia

Gambar 2.5 Luas efektif Hubungan Kolom Balok

Gambar 3.1 Kurva Respon Spektrum Wilayah 5 Tanah Sedang

Gambar 3.2 Konfigurasi bangunan gedung

Gambar 3.3 Portal gedung kategori I

Gambar 3.4 Portal gedung kategori II

Gambar 3.5 Portal gedung kategori III

Gambar 3.6 Diagram alir tahap analisis

Gambar 3.7 Pembebanan pada portal

Gambar 3.8 Tipe Beam-Column Joint

Gambar 3.9 Detail join

Gambar 3.10 Posisi join yang ditinjau

Gambar 3.11 Diagram alir disain join

Gambar 3.12 Denah Join Internal

Gambar 3.13 Gaya pada Joint Internal

Gambar 3.14 Denah Joint Eksternal

(8)

Gambar 3.15 Gaya pada Joint Eksternal

Gambar 4.1 Gedung Kategori 1

Gambar 4.2 Gedung Kategori II

Gambar 4.3 Gedung Kategori III

Gambar 4.4 Balok dan kolom untuk analisis

Gambar 4.10 Tampak gedung K I

Gambar 4.11 Luas Tulangan balok dan kolom gedung K I

Gambar 4.12 Luas Tulangan geser balok dan kolom gedung K I

Gambar 4.13 Capacity ratio kolom gedung K I

Gambar 4.14 Tampak gedung K II

Gambar 4.15 Luas Tulangan balok dan kolom gedung K II

Gambar 4.16 Luas Tulangan geser balok dan kolom gedung K II

Gambar 4.17 Capacity ratio kolom gedung K II

Gambar 4.18 Tampak gedung K III

Gambar 4.19 Luas Tulangan balok dan kolom gedung K III

Gambar 4.20 Luas Tulangan geser balok dan kolom gedung K III

Gambar 4.21 Capacity ratio kolom gedung K III

Gambar 4.22 Detail balok portal gedung K I, K II, dan K III

Gambar 4.23 Detail kolom portal gedung tanpa pemodelan dinding

kategori I

Gambar 4.24 Detail kolom portal gedung tanpa pemodelan dinding

kategori II

Gambar 4.25 Detail kolom portal gedung tanpa pemodelan dinding 4-19

(9)

Gambar 4. 26 Beam Column Joint

Gambar 4.27 Diagram Interaksi Kolom Tepi K1-1 K 1

Gambar 4.28 Diagram Interaksi Kolom Tepi K1-2 K 1

Gambar 4.29 Diagram Interaksi Kolom Tengah K2-1 K 1

Gambar 4.30 Diagram Interaksi Kolom Tengah K2-2 K 1

Gambar 4.31 Diagram Interaksi Kolom Tepi K1-1 K II

Gambar 4.32 Diagram Interaksi Kolom Tepi K1-2 K II

Gambar 4.33 Diagram Interaksi Kolom Tengah K2-1 K II

Gambar 4.34 Diagram Interaksi Kolom Tengah K2-2 K II

Gambar 4.35 Diagram Interaksi Kolom Tepi K1-1 K III

Gambar 4.36 Diagram Interaksi Kolom Tepi K1-2 K III

Gambar 4.37 Diagram Interaksi Kolom Tengah K2-1 K III

Gambar 4.38 Diagram Interaksi Kolom Tengah K2-2 K III

Gambar 4.39 Gaya pada Beam-Column Joint

Gambar 4. 40 Analisis Joint Internal

Gambar 4. 41 Analisis Joint eksternal

Gambar 4.42 Portal gedung dengan dinding Kategori I

Gambar 4.43 Short Element

Gambar 4.44 Tampak gedung K I

Gambar 4.45 Luas Tulangan balok dan kolom gedung K I

Gambar 4.46 Luas Tulangan geser balok dan kolom gedung K I

Gambar 4.47 Capacity ratio kolom gedung K I

Gambar 4.48 Tampak gedung K II

Gambar 4.49 Luas Tulangan balok dan kolom gedung K II

(10)

Gambar 4.50 Luas Tulangan geser balok dan kolom gedung K II

Gambar 4.51 Capacity ratio kolom gedung K II

Gambar 4.52 Tampak gedung K III

Gambar 4.53 Luas Tulangan balok dan kolom gedung K III

Gambar 4.54 Luas Tulangan geser balok dan kolom gedung K III

Gambar 4.55 Capacity ratio kolom gedung K III

Gambar 5.1 Grafik Joint Displacement

Gambar 5.2 Kegagalan Beam-Column joint akibat kombinasi lentur

dan geser

Gambar 5.3 Ilustrasi Short Element

Gambar 5.4 Rusak Beam-Column Joint

Gambar 5.5 Percobaan Beam-Column Joint di Laboratorium

4-45

4-46

4-46

4-47

4-47

5-3

5-3

5-4

5-5

5-5

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor Keutamaan I untuk kategori gedung dan bangunan

Tabel 4.1 Beban pada portal tanpa pemodelan dinding K I

Tabel 4.2 Massa pada portal tanpa pemodelan dinding K I

Tabel 4.3 Beban pada portal tanpa pemodelan dinding K II

Tabel 4.4 Massa pada portal tanpa pemodelan dinding K II

Tabel 4.5 Beban pada portal tanpa pemodelan dinding K III

Tabel 4.6 Massa pada portal tanpa pemodelan dinding K III

Tabel 4.7 Beban Statik ekuivalen untuk portal tanpa pemodelan

dinding K I

Tabel 4.8 Beban Statik ekuivalen untuk portal tanpa pemodelan

dinding K II

Tabel 4.9 Beban Statik ekuivalen untuk portal tanpa pemodelan

dinding K III

Tabel 4.7 Beban satik ekuivalen untuk portal dengan pemodelan

dinding K I

Tabel 4.8 Beban satik ekuivalen untuk portal dengan pemodelan

dinding K II

Tabel 4.9 Beban satik ekuivalen untuk portal dengan pemodelan

dinding K III

Tabel 5.1 Selisih waktu getar alami

Tabel 5.2 Perbedaan Nilai Fi

Tabel 5.3 Luas tulangan geser dan capacity ratio

(12)

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

fc’ = kuat tekan beton

fy = kuat tarik tulangan longitudinal

fys = kuat tarik tulangan transversal/sengakang

b = lebar balok

h =tinggi Balok

DL = dead Load

LL = live Load

E = quake Load

V = gaya geser pada tingkat dasar

Fi = beban nominal static ekuivalen

Mn = momen nominal

Vh = gaya Geser

Aj = luas efektif pada Hubungan Balok Kolom

∑Me = jumlah momen pada Hubungan Kolom Balok sehubungan dengan

kuat lentur nominal kolom yang merangkai pada HBK tersebut.

∑Mg = jumlah momen pada Hubungan Kolom Balok sehubungan dengan

kuat lentur nominal balok-balok yang merangkai pada HBK

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Struktur Gedung

Dalam perencanaan gedung, sistem struktur gedung juga menjadi pertimbangan,

sistem struktur hendaknya memiliki kriteria yang lazim untuk digunakan dan

seperti yang telah kita ketahui struktur harus mampu menahan beban-beban yang

bekerja baik beban vertikal dan gravitasi maupun beban lateral.

2.1.1 Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)

Adapun jenis sistem struktur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sistem

Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) yang berada pada wilayah resiko

gempa tinggi. Sistem Rangka Pemikul Momen adalah suatu sistem struktur yang

pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap.

Dimana beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui

mekanisme lentur sehingga Joint pada struktur ini perlu perencanaan khusus.

2.1.2 Dinding

Secara garis besar dinding berdasarkan fungsi dan material penyusunnya dapat

dibagi menjadi 2 bagian, yaitu dinding struktural dan dinding non-struktural.

Adapun dinding struktural secara langsung menjadi salah satu komponen dari

suatu bangunan, misalnya dinding geser (shearwall) dengan material penyusun

adalah campuran beton dan tulangan dengan mutu tertentu yang berfungsi sebagai

(14)

2 - 2

Sedangkan dinding non-struktural adalah dinding yang bukan merupakan

komponen gedung secara langsung tetapi sebagai bahan pelengkap, sebagai

tembok, dan penyekat antar ruangan, misalnya dinding bata/batako. Dinding

non-struktural tidak diperuntukkan menahan gaya-gaya khusus pada suatu struktur

bangunan. Sehingga material penyusunnya dapat berupa campuran standar untuk

dinding tembok saja.

Gambar 2.1 Dinding geser

(15)

2 - 3

2.2. Pembebanan pada Struktur Bangunan Gedung

Beban yang bekerja pada suatu struktur ditimbulkan secara langsung oleh

gaya-gaya baik yang bersumber dari alam maupun buatan manusia. Beban yang

bersumber dari alam misalnya gempa bumi, angin, hujan salju dan lain-lain,

sedangkan beban yang ditimbulkan oleh manusia misalnya akibat dari mobilitas

manusia itu sendiri, mesin, kendaraan bermotor dan sebagainya, untuk lebih

jelasnya beban diatas akan diklasifikasi sesuai dengan jenisnya.

2.2.1 Jenis Pembebanan 1. Beban Mati

Beban Mati adalah beban/berat dari semua bagian dari suatu struktur

gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan,

penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan-peralatan tetap

yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung tersebut.

2. Beban Hidup

Beban Hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghuni atau

penggunaan suatu gedung dan kedalamnya termasuk beban-beban pada

lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin

serta peralatan-peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung

itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap

gedung tersebut. Khusus pada atap gedung beban hidup dapat meliputi

(16)

2 - 4

3. Beban angin

Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian

gedung yang disebabkan selisih dalam tekanan udara.

4. Beban Gempa/Seismik

Beban Gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada

gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari pergerakan

tanah akibat gempa tersebut, Dalam hal pengaruh gempa pada struktur

gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan

dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut

yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa tersebut.

5. Beban Khusus

Beban hhusus adalah semua beban yang bekerja pada bangunan atau

bagian gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan

pemasangan (konstruksi) , penurunan pondasi, susut, gaya-gaya tambahan

dari beban hidup, dan gaya dinamis yang dtimbulkan mesin pendukung

bangunan.

6. Kombinasi Pembebanan

Kombinasi pembebanan dilakukan untuk mendapatkan nilai beban yang

paling besar bekerja dari kombinasi beban-beban diatas. Hal ini bertujuan

(17)

2 - 5

ditetapkan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung

(SNI 03-2847-2002). Kombinasi pembebanan sebagai berikut:

1.4 DL

1.2 DL + 1.6 LL

1.2 DL + f.LL ± E ; (f =0.5 jika L < 500 kg/m2)

0.9 DL ± E

2.3. Perencanaan dan Desain Bangunan Gedung

Dalam perencanaan struktur direncanakan kuat menahan gaya-gaya yang mungkin

akan terjadi berdasarkan perhitungan-perhitungan beban. Setelah beban-beban

yang bekerja diketahui maka untuk mendapatkan gaya-gaya dalam akan dilakukan

analisa struktur. Dewasa ini sangat banyak program-program yang khusus

diciptakan khusus untuk menganalisa bahkan sekaligus mendesain struktur, dalam

kasus ini penulis menggunakan salah satu program/software yaitu ETABS. Hal ini

bertujuan agar mempersingkat perhitungan dan meminimalisir kesalahan dalam

analisis.

2.3.1 Ketentuan Umum Analisa Struktur dengan Beban Gempa (SNI 03-1726-2002)

2.3.1.1 Gempa Rencana dan Kategori Gedung

1. Standar ini menentukan pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau

dalam perencanaan struktur gedung serta berbagai bagian dan peralatannya

secara umum. Akibat pengaruh Gempa Rencana, struktur gedung secara

(18)

2 - 6

ambang keruntuhan. Gempa Rencana ditetapkan mempunyai perioda

ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama

umur gedung 50 tahun.

2. Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya

keruntuhan struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung

tersebut yang diharapkan, pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus

dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan I menurut persamaan : di mana

I1 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa

berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama

umur gedung, sedangkan I2 adalah Faktor Keutamaan untuk

menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan

penyesuaian umur gedung tersebut. Faktor-faktor Keutamaan I1, I2 dan I

ditetapkan menurut Tabel 2.1.

Kategori Gedung Faktor Keamanan

I1 I2 I Gedung umum seperti

penghunian, perniagaan dan perkantoran

1 1 1

Monumen dan bangunan

monumental 1 1.6 1.6

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, listrik, pusat penyelamatan dalam darurat, fasilitas radio dan televisi

1.4 1 1.4

Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun.

1.6 1 1.6

(19)

2 - 7

2.3.1.2 Beban Gempa Nominal Statik Ekuivalen Perencanaan struktur gedung beraturan

Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan

gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam arah

masing-masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa

nominal statik ekuivalen, yang ditetapkan lebih lanjut dalam pasal-pasal

berikut.

1. Apabila kategori gedung memiliki Faktor Keutamaan I menurut Tabel 1

dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan

sekaligus arah pembebanan Gempa Rencana memiliki faktor reduksi

gempa R dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar

nominal statik ekuivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung

menurut persamaan :

Wt R

I C

V = 1. . (26)

di mana C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari

Spektrum Respons Gempa Rencana menurut Gambar 2 untuk waktu getar

alami fundamental T1, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk

beban hidup yang sesuai.

2. Beban geser dasar nominal V menurut Pasal 6.1.2 harus dibagikan

sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal

statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i

(20)

2 - 8

di mana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang

sesuai, zi adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan

lateral menurut Pasal 5.1.2 dan Pasal 5.1.3, sedangkan n adalah nomor

lantai tingkat paling atas.

3. Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam

arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1 V harus

dianggap sebagai beban horisontal terpusat yang menangkap pada pusat

massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya harus dibagikan

sepanjang tinggi struktur gedung menjadi bebanbeban gempa nominal

statik ekuivalen menurut Pasal 6.1.3.

4. Pada tangki di atas menara, beban gempa nominal statik ekuivalen

sebesar V harus dianggap bekerja pada titik berat massa seluruh struktur

menara dan tangki berikut isinya.

2.3.1.3 Waktu Getar Alami Fundamental

Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah

masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai berikut :

di mana Wi dan Fi mempunyai arti yang sama seperti yang disebut dalam

(21)

2 - 9

mm dan ‘g’ adalah percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9810 mm/det2.

Apabila waktu getar alami fundamental T1 struktur gedung untuk penentuan

Faktor Respons Gempa C1 menurut Pasal 6.1.2 ditentukan dengan rumus-rumus

empiric atau didapat dari hasil analisis vibrasi bebas 3 dimensi, nilainya tidak

boleh menyimpang lebih dari 20% dari nilai yang dihitung menurut Pasal 6.2.1.

2.3.1.4 Analisis Statik Ekuivalen

Mengingat pada struktur gedung beraturan pembebanan gempa nominal akibat

pengaruh Gempa Rencana dapat ditampilkan sebagai beban-beban gempa nominal

statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai-lantai tingkat, maka

pengaruh beban-beban gempa nominal statik ekuivalen tersebut dapat dianalisis

dengan metoda analisis statik 3 dimensi biasa yang dalam hal ini disebut analisis

statik ekuivalen 3 dimensi.

(22)

2 - 10

Gambar 2.4 Kurva Respons Spektrum Wilayah Gempa Indonesia

2.4 Desain Joint Kolom Balok SRPMK (SNI 03-2847-2002)

Ketentuan dan syarat dalam pendetailan dan desain joint adalah sesuai yang

diisyaratkan dengan standar yang ditetapkan dalam Tata Cara Perhitungan

Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002). Karena dalam

(23)

2 - 11

maka beberapa ketentuan ketentuan tentang Hubungan Balok Kolom SPRMK

tersebut akan diuraikan selanjutnya.

1) Ketentuan umum Desain Joint SRPMK

a. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka hubungan

balok-kolom harus ditentukan dengan menganggap bahwa

tegangan pada tulangan tarik lentur adalah 1,25.fy.

b. Kuat hubungan balok-kolom harus direncanakan menggunakan

faktor reduksi kekuatan sesuai dengan 11.3.

c. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus

diteruskan hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom terkekang dan

diangkur sesuai dengan 23.5(4) untuk tulangan tarik dan pasal 14

untuk tulangan tekan.

d. Bila tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melewati

hubungan balok-kolom, dimensi kolom dalam arah paralel

terhadap tulangan longitudinal balok tidak boleh kurang daripada

20 kali diameter tulangan longitudinal terbesar balok untuk beton

berat normal. Bila digunakan beton ringan maka dimensi tersebut

tidak boleh kurang daripada 26 kali diameter tulangan longitudinal

terbesar balok.

2) Tulangan transversal

a) Tulangan transversal berbentuk sengkang tertutup sesuai 23.4(4)

harus dipasang di dalam daerah hubungan balok-kolom, kecuali

bila hubungan balok-kolom tersebut dikekang oleh

(24)

2 - 12

b) Pada hubungan balok-kolom dimana balok-balok, dengan lebar

setidak-tidaknya sebesar tiga per empat lebar kolom, merangka

pada keempat sisinya, harus dipasang tulangan transversal

setidak-tidaknya sejumlah setengah dari yang ditentukan pada 23.4(4(1)).

Tulangan transversal ini dipasang di daerah hubungan balok-kolom

disetinggi balok terendah yang merangka ke hubungan tersebut.

Pada daerah tersebut, spasi tulangan transversal yang ditentukan

23.4(4(2b)) dapat diperbesar menjadi 150 mm.

c) Pada hubungan balok-kolom, dengan lebar balok lebih besar

daripada lebar kolom, tulangan transversal yang ditentukan pada

23.4(4) harus dipasang pada hubungan tersebut untuk memberikan

kekangan terhadap tulangan longitudinal balok yang berada diluar

daerah inti kolom; terutama bila kekangan tersebut tidak

disediakan oleh balok yang merangka pada hubungan tersebut.

3) Kuat geser

a) Kuat geser nominal hubungan balok-kolom tidak boleh diambil

lebih besar daripada ketentuan berikut ini untuk beton berat

normal. Untuk hubungan balok-kolom yang terkekang pada

keempat sisinya ………..……….1,7 f'c.Aj

Untuk hubungan yang terkekang pada ketiga sisinya atau dua sisi

yang berlawanan...1,25 f'c.Aj

Untuk hubungan lainnya... 1,0 f'c.Aj

(25)

2 - 13

Gambar 2.5 Luas efektif Hubungan Kolom Balok

Suatu balok yang merangkai pada suatu hubungan balok-kolom

dianggap memberikan kekangan bila setidaknya-tidaknya tiga per

empat bidang muka hubungan balok-kolom tersebut tertutupi oleh

balok yang merangka tersebut. Hubungan balok-kolom dapat

dianggap terkekang bila ada empat balok yang merangka pada

keempat sisi hubungan balok-kolom tersebut.

b) Untuk beton ringan, kuat geser nominal hubungan balok-kolom

tidak boleh diambil lebih besar daripada tiga per empat nilai-nilai

yang diberikan pada 23.5(3(1)).

4) Panjang penyaluran tulangan tarik

a) Panjang penyaluran ldh untuk tulangan tarik dengan kait standar 90° dalam beton berat normal tidak boleh diambil lebih kecil

daripada 8db, 150 mm, dan nilai yang ditentukan oleh persamaan 126 berikut ini,

) ' 4 . 5 /(

.db f c

fy dh=

(26)

2 - 14

untuk diameter tulangan sebesar 10 mm hingga 36 mm. Untuk

beton ringan, panjang penyaluran tulangan tarik dengan kait

standar 90° tidak boleh diambil lebih kecil daripada 10db, 190 mm, dan 1,25 kali nilai yang ditentukan persamaan 126. Kait standar

90° harus ditempatkan di dalam inti terkekang kolom atau

komponen batas.

b) Untuk diameter 10 mm hingga 36 mm, panjang penyaluran

tulangan tarik ld tanpa kait tidak boleh diambil lebih kecil daripada (a) dua setengah kali panjang penyaluran yang ditentukan pada

23.5(4(1)) bila ketebalan pengecoran beton di bawah tulangan

tersebut kurang daripada 300 mm, dan (b) tiga setengah kali

panjang penyaluran yang ditentukan pada 23.5(4(1)) bila ketebalan

pengecoran beton di bawah tulangan tersebut melebihi 300 mm.

c) Tulangan tanpa kait yang berhenti pada hubungan balok-kolom

harus diteruskan melewati inti terkekang dari kolom atau elemen

batas. Setiap bagian dari tulangan tanpa kait yang tertanam bukan

di dalam daerah inti kolom terkekang harus diperpanjang sebesar

1,6kali.

d) Bila digunakan tulangan yang dilapisi epoksi, panjang penyaluran

pada 23.5(4(1)) hingga 23.5(4(3)) harus dikalikan dengan

(27)

5-1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Setelah melakukan serangkaian analisis untuk ketiga jenis kategori gedung yang

digunakan dalam penelitian ini maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan,

diantaranya sebagai berikut:

1. Dalam mendesain komponen-komponen struktur gedung pada portal tanpa

pemodelan dinding tiap-tiap kategori, telah memenuhi ketentuan-ketentuan

diisyaratkan pada Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan

Gedung (SNI 03-2847-2002) dan Standar Perencanaan Ketahanan Gempa

untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) dengan pendetailan

yang dilampirkan pada Lampiran I.

2. Pengaruh-pengaruh yang terjadi pada Beam Column Joint pada suatu

struktur gedung dapat diakibatkan oleh berbagai faktor. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan salah satu penyebabnya adalah akibat adanya

pemodelan dinding pada bangunan gedung tersebut.

3. Perilaku struktur gedung mengalami perubahan yang cukup signifikan hal

ini dapat dilihat dari perbedaan waktu getar alami pada Tabel 5.1 di bawah

ini antara portal gedung tanpa pemodelan dinding dengan portal gedung

dengan pemodelan dinding yang disebabkan perbedaan kekakuan dan

massa sehingga berpengaruh terhadap komponen-komponen struktur

(28)

5-2

Tabel 5.1 Selisih waktu getar alami

4. Besarnya waktu getar alami (Fundamental Periode) yang diperoleh dari

analisis dinamik akan berpangaruh dengan beban lateral yang diuraikan

menjadi gaya statik ekuivalen yang akan diterima oleh struktur seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 5. berikut ini.

Story

Portal tanpa Pemodelan Dinding

Portal dengan Pemodelan Dinding

KI KII KIII KI KII KIII

Fi (kg) Fi (kg)

LT-5 8451.86 8227.86 8610.36 52500.87 16758.68 26405.65

LT-4 9736.25 9478.21 8837.82 60479.16 19305.41 27103.21

LT-3 7386.12 7190.36 6704.55 45880.75 14645.49 20561.06

LT-2 5035.99 4902.52 4571.29 31282.33 9985.56 14018.90

LT-1 3890.20 3135.75 3324.13 24164.95 6386.97 10194.21

Tabel 5.2 Perbedaan Nilai Fi

5. Pada portal gedung akibat pemodelan dinding pengaruh terhadap Beam

Column Joint lainnya secara tidak langsung meredam simpangan yang

terjadi pada tiap lantai gedung tersebut hal ini mencerminkan bahwa

struktur portal gedung dengan pemodelan dinding lebih kaku. Berikut ini

adalah grafik perpindahan joint (joint displacement) untuk tiap-tiap

kategori portal gedung akibat tanpa pemodelan dinding dan dengan

(29)

5-3

Gambar 5.1 Grafik Joint Displacement

6. Penyebab kegagalan Beam-Column Joint disebabkan meningkatnya gaya

geser pada Beam-Column Joint tersebut yang disebabkan meningkatnya

beban lateral dalam hal ini beban gempa untuk tiap-tiap kategori gedung

akibat pemodelan dinding. Dengan demikian, untuk melihat kegagalan

suatu Beam Column Joint pada suatu struktur bangunan gedung bertingkat

dapat diamati pada kolom posisi join tersebut berada karena Beam Colomn

Joint merupakan bagian dari kolom.

7. Dilihat dari pola keruntuhan Beam Column Joint berdasarkan pengamatan

terdapat dua keruntuhan yang menyebabkan kegagalan pada Beam Column

Joint, yaitu 1) Keruntuhan akibat geser yang tampak pada Gambar 5.1.a

dan 2) Keruntuhan akibat kombinasi dan geser seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 5.1.b.

8. Kerusakan pada dinding yaitu akan timbulnya retak-retak pada dinding

(30)

5-4

penuh kategori I hal ini dikarenakan dinding secara langsung ikut menahan

gaya geser yang besar akibat kekakuan yang dimiliki gedung tersebut.

9. Soft Story Mechanisme adalah suatu mekanisme atau bentuk keruntuhan

yang terjadi pada satu lantai hal ini disebabkan adanya perbedaan

kekakuan antar lantai yang menyebabkan keruntuhan pada kolom yang

berdiri bebas. Pada penelitian ini untuk portal gedung dengan pemodelan

dinding kategori II berpotensi menimbulkan kegagalan pada Beam

Column Joint akibat Soft Story Mechanisme ini. Hal ini dibuktikan bahwa

meningkatnya luas tulangan geser yang diperlukan pada kolom serta

meningkatnya capacity ratio kolom tersebut.

(a)

(b)

Gambar 5.2 Kegagalan Beam-Column joint akibat kombinasi lentur dan geser

10.Pada portal gedung dengan pemodelan dinding kategori II Short Element

pada Kolom Akibat pemodelan dinding dapat terjadi, dimana Short

Element yang dimaksudkan disini adalah pemendekan yang terjadi pada

kolom yang seharusnya berdiri bebas dengan ketinggian dan beban

(31)

5-5

Gambar 5.3 Ilustrasi Short Element Gambar 5.4 Rusak Beam-Column Joint

dinding akibatnya dampak dari pemodelan dinding semacam ini terhadap

Beam-Column Joint seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.3 dan

Gambar 5.4 di atas.

11.Karena desain ini mengacu pada portal gedung tanpa pemodelan dinding,

setelah dilakukan analisis dan desain kembali hasil desain portal tanpa

pemodelan dinding diatas pada portal gedung dengan pemodelan dinding

adalah berbahaya khususnya pada kolom yang berdampak langsung pada

Beam Column Joint sehingga mengalami kegagalan dan berpotensi

menimbulkan keruntuhan.

Jenis  Kategori Desain  Keterangan 

Shear Reinf.  Cr 

Portal  tanpa  Dinding 

K I  0.718 0.73 Desain Awal 

K II  0.718 0.69 Desain Awal 

K III  0.718 0.86 Desain Awal 

Portal  dengan  Dinding 

K I  0.718 0.63 Aman 

K II  2.028 1.29 Tidak Aman 

(32)

5-6

12.Dari beberapa kesimpulan diatas maka direkomendasikan :

- Pada portal gedung kategori I desain komponen struktur

dinyatakan memenuhi dan aman untuk kedua pemodelan dan

tidak perlu ada penambahan.

- Sedangkan untuk portal gedung kategori II :

o Menambah luas penampang kolom

o Menambah jumlah tulangan geser dan longitudinal

o Meningkatkan mutu tulangan geser dan longitudinal

o Memperpendek jarak sengkang, misal :

mm

o Menggunakan diameter tulangan yang lebih besar

- Untuk portal gedung kategori II :

o Menambah luas penampang kolom

o Menambah jumlah tulangan geser dan longitudinal

o Meningkatkan mutu tulangan geser dan longitudinal

o Memperpendek jarak sengkang, misal :

mm

(33)

5-7

5.2Saran

1. Perlu adanya analisis lebih lanjut tentang pengaruh dinding terhadap

komponen-komponen struktur secara umum dan terhadap Beam Column

Joint secara khususnya. Seperti yang kita ketahui Beam Column Joint

memegang peranan sangat penting pada suatu bangunan, sehingga

kerugian baik harta maupun yang menyangkut nyawa manusia dapat

ditekan.

2. Untuk mendapatkan hasil yang lebih signifikan dan jelas untuk Beam-

Column Joint maka Percobaan di Laboratorium merupakan salah satu

alternatif yang paling baik untuk dilakukan seperti yang tampak pada

Gambar 5. 4 di bawah ini.

Gambar 5.5 Percobaan Beam-Column Joint di Laboratorium

3. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi komputer

dibidang teknik sipil metode element hingga (finite element analysis)

dirasakan dapat membantu dalam memberikan simulasi terhadap

(34)

5-8

bantuan software komputer dan memiliki hasil yang tidak jauh berbeda

dari percobaan di laboratorium.

4. Pengamatan di lapangan juga sangat penting hal ini akan memberikan

hasil yang nyata (real) yaitu kondisi komponen-komponen struktur yang

mengalami kegagalan (failure) setelah runtuhnya sebuah bangunan

misalnya akibat gempa yang terjadi.

5. Pada wilayah dengan resiko gempa tinggi yaitu sesuai dengan peta gempa

Indonesia yaitu pada wilayah 5 dan 6, Persyaratan teknis dan non-teknis

sangat perlu diperhatikan, untuk itu misalnya pada saat pelaksanaan

pembangunan sebuah gedung bertingkat perlu diadakan pengawasan, baik

pengawasan terhadap mutu material maupun pengawasan terhadap

pekerjaan yang cukup agar tidak terjadi kegagalan pada Beam Column

Joint.

6. Bagi para praktisi perencana gedung bertingkat juga memegang peranan

penting sebab pada kondisi dilapangan sangat sering dijumpai keruntuhan

Beam Column Joint akibat pendeknya panjang penyaluran pada Beam

Column Joint, geometri tulangan dan mutu tulangan dan lain-lain yang

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Adiyono. (2005). Menghitung Konstruksi Beton, Jakarta : Penebar Swadaya.

Dept. KIMPRASWIL. (2002), Standar Perencanaan ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung 03-1726-2002, Bandung, BSN.

Dept. PU, (1987). Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, Jakarta. Yayasan Badan Penerbit PU.

Dept. PU. (2002) Standar Nasional Indonesia Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung 03-2847-2002, Bandung, Yayasan LPMB.

Dewobroto, W. (2006). Evaluasi Kinerja Bangunan Tahan Gempa dengan SAP2000, Bandung : “Jurnal Teknik SipilVol 3 No.1”

Poerbo, Hartono. (2007). Struktur dan Kosntruksi Bangunan Tinggi Jilid II : Dasar Perhitungan, Jakarta : Djambatan.

Purwono, Rachmat. (2005). Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa, Surabaya : ITS-Press.

Purwono, Rachmat, dkk. (2007). “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung [SNI 03-2847-2002] dilengkapi dengan Penjelasan), Surabaya : ITS-Press.

Schueller, Wolfgang. (2001). Struktur Bangunan Bertingkat Tinggi, Bandung : PT. Refika Aditama.

Setiyarto, Djoko. (2004). Diktat Kuliah Komputer Aplikasi Teknik Sipil dengan SAP 2000, Bandung : Universitas Komputer Indonesia

Simanta, Djoni. (2004). Desain Tahan Gempa Struktur Gedung Beton Bertulang Penahan Momen Khusus Berdasarkan SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-2847-2002. Bandung : Unpar.

Gambar

Gambar 2.1 Dinding geser
Tabel 2.1 Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan
Gambar 2.3 Peta wilayah Gempa Indonesia
Gambar 2.4 Kurva Respons Spektrum Wilayah Gempa Indonesia
+4

Referensi

Dokumen terkait

Jadi saya akan merancang sebuah sistem simulasi penataan barang dimana pengguna nantinya dapat memilih bentuk barang seperti tabung, bola, atau kubus yang diinginkan dan

dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial. bahwa ujaran kebencian

Penelitian yang berjudul Analisis Konflik melalui Relasi Karakter Tokoh Utama dalam Film “Sang Penari” ini bertujuan untuk menjabarkan konflik apa saja yang

Pada tipe ini, jumlah refrigerant yang mengalir dari evaporator ke compressor diatur dan tekanan di dalam evaporator dijaga tetap 1,9 kg/cm 2 atau lebih tinggi. agar temperatur

Dua puluh tiga (23) jenis rotan dapat dikelompokkan berdasarkan nilai kerapatan dan keteguhan tarik sejajar serat menjadi empat kelas, yaitu sangat baik (kelas I),

Pada sistem pelayanan informasi yang akan dibangun ini menggunakan metode algoritma Nazief Andriani dimana algoritma Nazief Andriani ini berdasarkan pada aturan

“Pengaruh Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Melakukan Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (Studi Pada Wajib Pajak

Informasi tentang proses pengembangan media diorama papercraft yang diperoleh dari deskripsi masing-masing tahap pengembangan, Informasi tentang kualitas media diorama