• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar‎ Nasional Perikanan dan Kelautan. FPIK Universitas Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Seminar‎ Nasional Perikanan dan Kelautan. FPIK Universitas Riau"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

“Bringing the Better Science for Better Fisheries and the Better Future”

Editor:

Irwandy Syofyan

T. Ersti Yulika Sari

Polaris Nasution

Pani Meinaldi

Rahmaidi Azani

Hak Cipta © dilindungi Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian

atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Irwandy Syofyan

PROSIDING : “Bringing the Better Science for Better Fisheries and the Better Future”. Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan, Pekanbaru 26-27 Oktober 2011.

Irwandy Syofyan,--Pekanbaru : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, 2011. 495 + xviii hlm ; 21,5 cm.

ISBN : ISBN : 978-979-792-286-3

(3)

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan FAPERIKA UR 2011

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirobbil alamin. Maha besar Ya Allah.

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan ini dilaksanakan dengan maksud untuk

mengumpulkan temuan-temuan dan inovasi baru di bidang perikanan dan kelautan. Peserta

yang datang berasal dari ketiga bagian wilayah Republik Indonesia, Timur, Tengah dan Barat.

Setelah dilakukan pemaparan dari para peserta, sudah selayaknyalah hasil pemikiran

yang cemerlang tersebut dituangkan kedalam bentuk sebuah buku/prosiding. Prosiding ini

dibagi kedalam empat tema besar yaitu ;

A. Penelitian dan Pengembangan Bidang Perikanan dan Kelautan Sebagai Sumber IPTEK

Dalam Pengelolaan Dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan

B. Sektor Perikanan dan Kelautan Sebagai Sumber Perekonomian Ketahanan Pangan dan

Pengentasan Kemiskinan.

C. Pembangunan Sektor Perikanan dan Kelautan untuk Energi Terbarukan dan

Keseimbangan Ekosistem Berkelanjutan.

D. Pengelolaan Ekosistem Perairan dalam Mengantisipasi Pemanasan Global.

Harapan panitia, semoga kumpulan hasil pemikiran yang cemerlang ini dapat

menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya untuk bidang perikanan dan kelautan.

Ucapan terima kasih tidak lupa disampaikan kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan dan saran sehingga kegiatan ini dapat terlaksana dengan sukses.

Pekanbaru, Oktober 2011

(4)

DAFTAR ISI

Isi hal

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

1. Fish Behaviour Utilization On Capture Process Of “Jaringperangkappasif” (Set Net, Teichiami) In Mallasoro Bay, Jeneponto Regency

M. Abduh Ibnu Hajar, S.Pi., MP., PhD 2

2. Studi Pertumbuhan Dan Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Gonioporastokesii

(Blainville, 1830) Menggunakan Teknologi Biorock.

Abdul Haris*), Sharifuddin Bin Andy Omar*),Dan Dedy Kurniawan*) 11

3. Penentuan Umur Ikan Sidat Kembang (Anguilla Marmorata) Dengan Menggunakan Lingkaran Pertumbuhan Tahunan Dari Otolith

Achmar mallawa, dan Faisal Amir 20

4. Kandungan Logam Pb Dan Zn Pada Ikan Gulama (Sciaena Russelli) Dari Perairan Selat Lalang Provinsi Riau

Bintal Amin dan Firdaus 24

5. Pengaruh Jumlah Lampu Berbeda Terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung Waktu Dini Di Perairan Desa Naras I Padang Pariaman Sumatera Barat

Bustari dan Pareng Rengi 34

6. Kesadartahuan Kompetensi Ipteks Menuju Literasi Kelautan Bagi Siswa Sekolah Dasar

Esther Sanda Manapa 44

7. Tinjauan kapal perikanan Di merbau kabupaten kepulauan meranti

Syaifuddin, polaris dan jonny zain 54

8. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Manggabai Glossogobius Gluires Di Danau Limboto, Propinsi Gorontalo

Farida G. Sitepu 59

9. Reproductive Studies Of Common Ponyfish (Leiognathus Equulus, Forsskål 1775) At Tempe Lake, Wajo Regency, South Sulawesi Province

Joeharnani Tresnati 69

10. Mapping And Distribution Of Fish Herbivore In Spermonde Islands, South Sulawesi

M.Natsir Nessa 1) Ahmad Faizal 1,2), Jamaluddin Jompa 1), Dan Chair Rani 1 78 11. Characteristics Of Mackerel (Rastrelliger Spp) Fishing Ground In Jeneponto

Coastal Waters, South Sulawesi

Muktizainuddin 85

12. Rancang Bangun Jaring Insang Ikan Terbang Di Perairan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan

Najamuddin 1), Mahfud Palo2) dan Ahmad Affandy3). 90 13. Pemanfaatan Komponen Bioaktif Teripang Dalam Bidang Kesehatan

Rahman Karnila 100

14. Komposisi Biokimiawi Telur Ikan Baung (Mystus Nemurus Cv) Sebagai Dasar Untuk Pengkayaan Pakan Induk

Dr.Ir. Netti Aryani, Ms 115

15. Study On Gillnetter Stability Of Flying Fish In Takalar Regency

St.Aisyah Farhum1), Ilham Jaya1) Dan Herliyani2) 122 16. Effect Of Microbe Bacillus Sp. And Carnobacterium Sp. As Feed Additive On

(5)

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan FAPERIKA UR 2011

Siti Aslamyah 131

17. Teknologi Penentuan Sistem Transmisi Tenaga

Pada Kapal Nelayan Tradisional Di Kepulauan Bengkalis

Polaris Nasution, Irwanto, Saipul Bakri, Muhammad Eri, Rohani Dan Abdul

Munab 144

18. Penggunaan Pola Lingkaran Pertumbuhan Pada Otolith Untuk

Mengkaji Sejarah Kehidupan (Life History) Ikan Di Perairan Sungai Siak Dan Kampar Provinsi Riau

Windarti, Ari Nardani, Fajar Kesuma 158

19. Pemetaan Kedalaman (Bathymetri) Perairan Tanjung Kedabu, Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau

Irwandy Syofyan 167

20. Pemanfaatan Fasilitas Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga (PPN Sibolga) Propinsi Sumatera Utara

Jonny Zain 1, Syaifuddin1, Sri Wahyuningsih 173

21. The Concetration Of Heavy Metal Cd In Marine Water, Sediment And Green Mussel Around Marine Estuarine Of Makassar

Liestiaty Fachruddinand Musbir 183

22. Peran Perguruan Tinggi Dalam Mengakselerasi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Dan Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Dan Nelayan

Mulyono S.Baskoro*) Dan Thomas Nugroho 188

23. Motivation Level Fishermen duano To fishing enterprise tanjung pasir village Of riau province.

Nur Affnia1), Kusai2) And Lamunbathara 200

24. Studi Potensi Pengembangan Budidaya Laut Di Desa Limbung Kecamatan Lingga Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau

Rusliadi 205

25. Pengaruh Migrasi Musiman Wanita Nelayan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Dan Pendidikan Anak

Sutinah Made*), A. Adri Arief*), Muh. Saeful 218

26. Laju tangkapan dan kelayakan bisnis perikanan muroami desa pulau balai kecamatan pulau banyak Kabupaten aceh singkil provinsi aceh

Arthur brown, parengrengi dan indra wahyudi 224

27. Karakteristik mutu dan penerimaan konsumen terhadap bekasem ikan patin (pangasius hypopthalamus)yang dibuat dengan kadar karbohidrat dan garam berbeda

Bustari Hasan1), Edison2), Syahrul3), Erikson4) Dan Jelly Fariaz 233 28. Penghasilan Dan Penilain Kualiti Salutan Nuget

Desmelati1 , Sumarto1& Mohd Khan A 242

29. Aplikasi Analisis Kapasitas Kelembagaan Dalam Pengembangan Perikanan Tangkap Di Provinsi Riau

T. Ersti Yulika Sari 249

30. Konsep Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Ir. M. Ramli, MP. 259

31. Analisis Kesesuaian Dan Daya Dukung Kawasan Wisata Bahari Di Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat

Ahmad Bahardan Rahmadi Tambaru 267

32. Telaah Aspek Reproduksi Ikan Bujuk (Channa Lucius Cv) Untuk Domestikasi

Azrita1), Dahelmi 1), Hafrijal Syandri2), Estu Nugroho 3) Dan Syaifullah1 276 33. Struktur Populasi Benih sidat tropis (Anguilla Spp.) Yang rekrut ke perairan

malunda, Sulawesi Barat

Budimawan dan Faisal Amir 283

34. Karakteristik Populasi Dan Habitat Pemijahan Ikan Bilih (Mystacoleucus Padangensis Blkr) Endemik Di Danau Singkarak, Sumatera Barat

Prof.Dr.Ir. Hafrijal Syandri, Ms 1); Dr. Ir. Netti Aryani, Ms2) dan Azrita,

S.Pi, M.Si 288

35. Processing Of Pond Culture Fish Based On Ratio Omega 6 And Omega 3 Fatty Acid

(6)

36. Konsep Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis Masyarakat

Mulyono S. Baskorodan Ronny I Wahju 302

37. Analysis Study Of Pelabuhan Ratu Bay For Floating Net Cage Culture Area1)

Prama Hartami2), Hefni Effendi3), Sigid Hariyadi 320 38. Improving The Physical Quality Of Inceptisols Pond Bottom Soil By Mixing It With

Ultisols And Vertisols For Red Tilapia (Oreochromis Sp.) Cultivation

Saberina Hasibuanad, Bambang Djadmo Kertonegorob, Kamiso Handoyo Nitimulyoc,

Eko Hanudin 331

39. Perilaku Polutan Hidrokarbon Minyak Di Perairan Selat Rupat Riau

Syahril Nedi 346

40. Species Of Seaweeds In The Badas Island Coastal Waters, Lingga District, Lingga Regency, Kepulauan Riau Province

Yuliati2) , Syafril Nurdin2), Dina Fitrianti 359 41. Kualitas Perairan Dan Struktur Komunitas Plankton Perairan Tanjung Buton

Kabupaten Siak Provinsi Riau

Adnan Kasry dan Sondang Purba 370

42. Diversitas Komunitas Fitoplankton Di Teluk Ambon Dalam

Sara Haumahu 387

43. Kajian pola penerimaan anak balita terhadap Produk makanan jajanan berbahan baku konsentrat protein Ikan patin (pangasius hypothalmus) di kabupaten Kampar, Riau

Dewita Bukhari dan Syahrul 396

44. The Accuracy Test Of Several Image's Classification Methods Using Alos Avnir Ii Image

Ahmad Faizal, 407

45. The Relationship Between Oceanographic Conditions And Composition And Density Of Marine Sponge In Spermonde Islands

Muh. Farid Samawi, Chair Rani dan Ramli 414

46. Predicting Erosion And Accretion Of An Sand Beach, Tanjungbira, South Sulawesi

Mahatma Lanuru 422

47. The Potential Sinkingof Small Islandsin The Northof Sumatraaffected By Climatechange

Noir P. Poerba1, M. Ridha S.2, Syawaludin H 428

48. Sediment Composition As Vertical In Dumai Coastal Waters

Nunung Fidiatur R1), Rifardi2) And Edward Rufli2 434 49. Penentuan Parameter Paling Dominan Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan

Populasi Fitoplankton Pada Musim Hujan Di Perairan Pesisir Maros Sulawesi Selatan

Rahmadi Tambaru1, Enan M. Adiwilaga2, Ismudi Muchsindan Ario Damar 443 50. Oseanogrfai Laut Aru

Simon Tubalawony 450

51. Bioabsorption Heavy Metal Of Kadmium (Cd) In Waste Water Of Petroleum With Kiambang (Eichornia Grasipes)

Syafriadiman 466

52. Vertical Contentan Alysiscrude Oil At The Core Of Sediment In Dumai Coastal Waters

Syahminan1, Rifardi2, And Edward Rufli 472

53. Kualitas Perairan Sungai Kerinci Kabupaten Pelalawan Berdasarkan Indikator Makrozoobenthos

Nur El Fajri, T. Efrizal Dan Eldika Prima Septiana 480 54. Pengaruh Tumpahan Minyak Mentah (Crude Oil) Terhadap Komunitas

Makrozoobentos Di Muara Karangsong Kabupaten Indramayu.

(7)

PERAN PERGURUANTINGGI DALAM MENGAKSELERASI

PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DANMENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR DAN NELAYAN

Oleh

Mulyono S Baskoro1)dan Thomas Nugroho2)

1,2: Staf pengajar pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Bogor

I. PENDAHULUAN

Aktualisasi peran Perguruan Tinggi terutama pada aspek tridharma yakni pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan dan mempengaruhi perubahan-perubahan dalam masyarakat. Peran dan fungsi perguruan tinggi dapat diwujudkan melalui upaya membangun terjadinya proses pembelajaran dalam masyarakat untuk mendorong terciptanya transformasi sosial.

Hingga kini, kiranya masih ada jarak antara perguruan tinggi dengan basis-basis perubahan masyarakat yang ada. Tidaklah berlebihan sekiranya perguruan tinggi diharapkan dapat berperan lebih progresif dalam mempengaruhi perubahan masyarakat secara lebih sistematis dan berdampak luas di masa-masa mendatang. Untuk itu kedekatan Perguruan Tinggi dan masyarakat harus diusahakan melalui program kemitraan antara pemerintah serta kelompok-kelompok masyarakat dengan Perguruan Tinggi.

Langkah-langkah operasional yang dapat diupayakan oleh Perguruan Tinggi dalam merespon permasalahan bangsa antara lain, seperti :

• Mengembangkan model pembangunan yang benar-benar berbasis pada keilmuan dan sumberdaya local (resources base).

• Membangun basis-basis pengembangan keilmuan yang benar-benar relevan bagi kebutuhan masyarakat dalam rangka merespon perubahan global yang sangat dinamis.

• Mengembangkan pusat-pusat pengembangan masyarakat, dengan memanfaatkan

sumberdaya lokal yang ada.

• Membantu pengembangan kebijakan strategis terhadap legislatif dan eksekutif serta mengontrol implementasi kebijakan-kebijakan tersebut.

• Menyebarluaskan (dissemination) berbagai informasi hasil penelitian yang dapat diterapkan oleh masyarakat melalui berbagai cara (public education) agar kelompok-kelompok masyarakat mempunyai kemampuan adaptif memperkuat proses otonomi daerah.

Fakta yang menjadi pertimbangan perlunya peran perguruan tinggi dalam pembangunan kelautan dan perikanan adalah ketidakberdayaan masyarakat pesisir dan nelayan dan keterbatasan jumlah SDM institusi pemerintah bidang kelautan dan perikanan di daerah. Ketidakberdayaan masyarakat pesisir dan nelayan antara lain disebabkan oleh adanya kegagalan pasar yang cirikan oleh kegagalan dalam kompetisi, keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, pasar yang tidak sempurna, kegagalan informasi, permasalahan makro ekonomi yang kurang mendukung, dan kemiskinan dan ketidakmerataan pembangunan.

Keterbatasan jumlah SDM pada institusi pemerintah dibidang kelautan sangat terkait dengan otonomi daerah. Otonomi daerah menuntut perlunya dukungan jumlah SDM dibidang kelautan dan perikanan yang memadai. Oleh karena itu perguruan tinggidiharapkan menjadi patner institusi pemerintah dan swasta di daerah baik dalam konsep, aktifitasmaupun dalam menjembatani kepentingan masyarakat pesisir dan nelayan.

(8)

kelautan dan perikanan yang mampu memberdayakan masyarakat pesisir dan nelayan; (ii) melakukan riset untuk menghasilkan rekayasa teknik maupunkelembagaan yang dapat mendukung pengembangan bisnis yangmemberdayakan masyarakat pesisir dan nelayan; (iii) melakukan pembinaan kepada masyarakat pesisir dan nelayan secara langsung maupun secaratidak langsung.

II. POTENSI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN

Paling tidak ada 4 hal penting yang dapat menjelaskan mengapa sektor kelautan dan perikanan menjadi sector yang amat strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia dewasa ini.

Pertama, sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai luas wilayah perairan laut 5,8 juta km2yang kaya akan sumberdaya hayati baik ikan maupun non ikan. Potensi lestari sumberdaya ikan diperkirakan 6,408 juta ton per tahun terdiri dari pelagis besar 1,165 juta ton; pelagis kecil 3,605 juta ton; demersal 1,365 juta ton; karang konsumsi 0,145 juta ton; dan udang, lobster serta cumi-cumi 0,128 juta ton (DKP, 2003). Potensi ikan tersebut tersebar di 9 wilayah pengelolaan yaitu Selat Malaka (0,276 juta ton); Laut Cina Selatan (1,057 juta ton); Laut Jawa (0,797 juta ton); Selat Makasar dan Laut Flores (0,930 juta ton); Laut Banda (0,278 juta ton); Laut Seram dan Teluk Tomini (0,591 juta ton); Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik (0,633 juta ton); Laut Arafura (0,772 juta ton); dan Samudera Hindia (1,077 juta ton).

Kedua,tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan secara nasional masih relatif rendah yakni sebesar 63,49% dari potensi lestari atau sekitar 4,069 juta ton. Mengingat jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 80% dari potensi lestari atau sekitar 5,350 juta ton per tahun, berarti Indonesia masih dapat meningkatkan produksi ikan sekitar 1,281 juta ton per tahun atau 16,51% dari potensi lestari.

Ketiga, kontribusi sektor perikanan terhadap total pendapatan (PDB) nasional pada tahun 2002 mencapai 2,43% atau Rp 40,30 trilyun. Jumlah tersebut meningkat menjadi 2,46% atau Rp 59,63 trilyun pada tahun 2005. Selama periode tahun 2002-2005 kontribusi sektor perikanan meningkat rata-rata 2,49% dari total PDB nasional (BPS, 2006). Yang cukup mengejutkan, pada tahun 2000 kontribusi sektor perikanan terhadap total PDB nasional sudah diatas sektor kehutanan dan sejak tahun 2004 kontribusinya telah melampaui sektor perkebunan.

Keempat, nilai ekspor hasil laut terhadap total nilai ekspor sektor pertanian pada tahun 2005 mencapai 29,40% atau US$ 846,9 juta untuk komoditi udang dan 16,68% atau US$ 480,5 untuk komoditi ikan. Baik komoditi udang maupun ikan nilai ekspornya mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yakni sebesar 2,78% dan 2,08%. Khusus komoditi udang, kenaikan nilai ekspor pada tahun 2005 disebabkan adanya kenaikan permintaan dari negara tujuan utama diantaranya AS 11,52% dengan nilai US$ 263,3 juta; Belgia 13,13% dengan nilai US$ 54,3 juta; Inggris 18,41% dengan nilai US$ 27,7 juta; dan Hongkong 19,37% dengan nilai US$ 22,8 juta. Sedangkan negara tujuan utama lainnya seperti Jepang turun 5,39% dengan nilai US$ 365,3 (BPS 2006).

Selama periode 10 tahun terakhir (1995-2005) kontribusi (share) nilai ekspor hasil laut terhadap total nilai ekspor sektor pertanian mencapai rata-rata 33,42% atau US$ 938,53 juta untuk komoditi udang dan 14,02% atau US$ 390,77 juta untuk komoditi ikan. Dalam periode yang sama, kontribusi (share) ekspor komoditi udang terhadap total ekspor sektor pertanian cenderung menurun rata-rata 1,20%. Sedangkan untuk komoditi ikan yang terjadi sebaliknya yakni mengalami peningkatan rata-rata 4,40%.

(9)

III. TANTANGAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Pembangunan perikanan saat ini dan masa mendatang membutuhkan SDM yang handal dan profesional. SDM yang berkualitas akan mendukung terciptanya keberlanjutan usaha dan peningkatan daya saing produk perikanan baik di dalam maupun di luar negeri. Apalagi di era globalisasi saat ini, persaingan ekonomi akan semakin kompetitif. Oleh karena itu dukungan SDM yang profesional sangat diperlukan. Profesionalisme sangat penting bukan hanya untuk pengembangan dunia usaha dan industri perikanan di Indonesia tetapi juga memberikan keunggulan dan daya saing bagi SDM itu sendiri karena SDM tersebut akan lebih dibutuhkan dan dihargai, disamping secara langsung akan meningkatkan kesejahteraan.

Untuk menciptakan SDM atau pelaku-pelaku pembangunan disektor perikanan yang berkualitas dan profesional diperlukan sistem pendidikan yang baik dan memadai melalui penerapan dan memasukkan konsep pembangunan perikanan ke dalam kurikulum pendidikan. Untuk menunjang kegiatan tersebut perlu dibangun suatu hubungan yang erat (kerjasama) antara perguruan tinggi, pemerintah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan dunia usaha/swasta.

Faktor penting yang patut mendapat perhatian serius untuk meningkatkan kualitas SDM dan memacu pembangunan sektor perikanan adalah penguasaan ilmu, teknologi dan seni (Ipteks). Peningkatan kualitas SDM sangat penting untuk mempercepat terjadi proses transformasi Ipteks. Transformasi Ipteks bagi masyarakat yang bekerja disektor perikanan sebaiknya diarahkan pada mata rantai sistem bisnis/usaha perikanan. Transformasi Ipteks difokuskan untuk meningkatkan efisiensi usaha dan kemandirian masyarakat melalui penguasaan, pengembangan dan penerapan teknologi.

Sementara disisi lain Indonesia menghadapi situasi globalisasi dan liberalisasi perdagangan yang dampaknya sangat serius bagi produk perikanan. Liberalisasi perdagangan memberikan peluang (opportunities) melalui penurunan berbagai hambatan tarif dan non tarif; dan ancaman (threat) berupa penghapusan subsidi dan proteksi. Sehingga proses liberalisasi akan meningkatkan akses produk perikanan domestik ke pasar internasional sekaligus juga meningkatkan akses produk perikanan asing ke pasar dalam negeri.

Konsekuensinya dimasa mendatang persaingan produk perikanan akan semakin ketat. Perdagangan produk perikanan akan sangat ditentukan oleh berbagai kriteria dan isu perdagangan internasional seperti ISO 9000 (kualitas), ISO 14000 (lingkungan), property right, responsible fisheries, precautionary approach, HAM, ketenagakerjaan, dll. Disamping beberapa standar internasional lain misalnya SPS (Sanitary & Phytosanitary) yang bersifat multidimensi diantaranya mencakup keamanan pangan (Food Safety Attributes) dan kandungan gizi (Nutrition Attributes). Dengan demikian standardisasi produk perikanan menjadi keharusan untuk mencegah penolakan ekspor komoditas hasil laut oleh negara lain.

Untuk mencetak dan mempersiapkan SDM yang menguasai Ipteks bidang penangkapan ikan diperlukan lembaga pendidikan bertaraf nasional dan internasional yang menawarkan program dan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan perikanan dan dilengkapi dengan berbagai sarana dan fasilitas penunjang yang memadai.

Ada tiga hal penting menyangkut kondisi SDM Indonesia yaitu Pertamaadanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2005 sekitar 105,8 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 94,9 juta orang dan ada sekitar 10,8 juta orang pengangguran terbuka (open unemployment). Angka pengangguran terbuka tahun 2005 meningkat lebih dari 100% dibandingkan tahun 1998 yang hanya sekitar 5,06 juta orang. Kedua, tingkat pendidikan tenaga kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan tenaga kerja masih didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 50,42%, sementara tenaga kerja yang berpendidikan tinggi hanya sekitar 5,42%.

(10)

orang sarjana mengganggur. Ketiga masalah tersebut di atas menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi.Fenomena ini patut diantisipasi sebab cakupannya berdimensi luas, khususnya dalam kaitannya dengan strategi serta kebijakan perekonomian dan pendidikan nasional.

Orang tidak bekerja alias menganggur merupakan masalah bangsa yang tidak pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah dan pasar kerja. Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum adalah belum adanya standar baku kurikulum pengajaran di sekolah maupun universitas yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Sementara hambatan pasar kerja disebabkan oleh dua hal yaitu;

(i) Rendahnya kualitas SDM untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. Contoh yang dapat menggambarkan adanya kesenjangan antara lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia usaha di Indonesia diantaranya adalah;

Lulusan Perguruan Tinggi Kebutuhan Bisnis dan Industri

- Hanya memahami teori - Memiliki ketrampilan individu

- Motivasi belajar hanya untuk lulus ujian - Hanya berorientasi pada pencapaian

tingkat atau nilai tertentu (pembatasan target)

- Orientasi belajar hanya pada mata kuliah individual secara terpisah

- Proses belajar bersifat pasif, hanya menerima informasi dari dosen

- Penggunaan teknologi (misal komputer) terpisah dari proses belajar

- Kemampuan solusi masalah berdasarkan konsep ilmiah

- Memiliki ketrampilan kelompok (teamwork)

- Mempelajari bagaimana belajar yang efektif untuk solusi masalah bisnis dan industri yang kompleks

- Berorientasi pada peningkatan kinerja terus menerus dengan tidak dibatasi pada target tertentu. Setiap target yang tercapai akan terus menerus ditingkatkan (solusi kreatif dan inovatif terhadap masalah yang diciptakan)

- Membutuhkan pengetahuan

terintegrasi antardisplin ilmu untuk solusi masalah bisnis dan industri yang kompleks

- Bekerja adalah suatu proses interaksi dengan orang lain dan mengolah informasi secara aktif untuk solusi masalah bisnis dan industri yang kompleks

- Penggunaan teknologi merupakan bagian dari proses belajar untuk solusi masalah bisnis dan industri yang kompleks

Sumber : Vincent Gaspersz, 2005

(11)

IV. KONDISI SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN

Salah satu sektor ekonomi yang masih memberikan harapan bagi penyerapan angkatan kerja terdidik di Indonesia adalah sektor kelautan dan perikanan. Sebagaimana telah disingung diatas bahwa tenaga kerja yang terserap disektor perikanan dapat dikelompokan menjadi dua.

Pertama, tenaga kerja yang masuk dalam kegiatan usaha/industri perikanan yakni produksi, pengolahan dan pemasaran. Tenaga kerja yang terjun pada kegiatan produksi dibagi menjadi dua macam yakni nelayan dan pembudidaya ikan. Sekitar 90% SDM perikanan yang terjun pada kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran memiliki skala usaha kecil atau subsisten serta berpendidikan rendah. SDM terdidik yang berasal dari SMK kejuruan dan perguruan tinggi jarang yang terjun langsung pada kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran, keberadaan mereka tersebar serta cenderung bekerja pada usaha perikanan tangkap dan budidaya skala besar.

Nelayan dikategorikan sebagai tenaga kerja yang melakukan aktifitas produksinya dengan cara berburu ikan di laut atau melaut. Umumnya mereka memiliki alat produksi utama seperti kapal, pancing, jaring, bagan dll. Kegiatan produksi nelayan tergantung pada musim ikan dan hasil produksinya merupakan jenis ikan segar ekonomis penting baik yang tergolong ikan demersal, pelagis, crustacea dan komoditas perikanan laut lainnya. Pada tahun 2006, jumlah nelayan Indonesia sekitar 4 juta orang atau sekitar 4,21% dari total tenaga kerja produktif. Kualitas SDM nelayan masih sangat memprihatinkan karena sebagian besar atau tidak kurang dari 70% berpendidikan rendah (tidak tamat SD dan tidak sekolah), 20% tamat sekolah dasar dan hanya 0,03% yang memiliki pendidikan sampai jenjang diploma dan sarjana (Rokhmin, 2003). Selain nelayan ada pula tenaga kerja yang bekerja sebagai penangkap ikan (pelaut) pada kapal-kapal asing dan dalam negeri. Jumlah tenaga kerja sebagai pelaut untuk kapal penangkap ikan tidak besar hanya sekitar 30.645 (Kamaludin, 2002).

Pembudidaya ikan adalah tenaga kerja perikanan yang menyandarkan teknik produksinya pada kegiatan budidaya. Jenis komoditas produksinya adalah jenis-jenis ikan budidaya ekonomis penting seperti udang, bandeng, mas, gurami, ikan hias, rumput laut dan komoditi lainnya. Pada tahun 2006, jumlah nelayan Indonesia sekitar 2,67 juta orang atau sekitar 2,81% dari total tenaga kerja produktif.

Kedua, tenaga kerja pendukung yaitu yang bekerja pada lembaga penyedia jasa bagi pembangunan perikanan seperti lembaga pemerintah, perbankan, konsultan, penelitian dan pengembangan dll. Tenaga kerja pendukung ini kebanyakan diisi oleh lulusan yang berpendidikan menengah atas, diploma dan sarjana.

Dilihat dari peranannya dalam pembangunan sektor perikanan, SDM perikanan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar yaitu pertama, SDM yang berperan sebagai pelaku utama pembangunan yang bekerja pada subsistem di sektor hulu, dunia usaha atau industri dan subsistem disektor hilir.Kedua, tenaga kerja pendukung yaitu yang bekerja pada lembaga penyedia jasa bagi pembangunan perikanan seperti lembaga pemerintah, perbankan, konsultan, penelitian dan pengembangan dll.

(12)

sensitif terhadap perubahan waktu dan iklim; dan bisnis perikanan tidak mungkin berhasil kalau hanya menangani ini satu tahap proses produksi saja.

Kedua, antar tahapan proses produksi (dari hulu hilir) mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi, terutama dari segi mutu produk. Mutu produk akhir suatu agribisnis sangat ditentukan olehgenetic make upbibit/benih yang dihasilkan oleh subsistem hulu (industri pembibitan).

Ketiga kinerja akhir suatu bisnis perikanan ditentukan oleh konvergensi berbagai aspek seperti teknologi, sosial budaya dan kelembagaan, politik (kebijakan) dll, mulai dari subsistem hulu sampai subsistem hilir dan penyedia jasa.

Karakteristik usaha perikanan menghendaki pengelolaan secara integrasi vertikal menuntut kualitas SDM yang baik. Kinerja akhir dari suatu bisnis perikanan ditentukan oleh kerjasama tim yang harmoni mulai dari hulu hilir. Hal ini berarti SDM yang bekerja pada level manajemen paling bawah (bottom level management) tidak cukup hanya memiliki orientasi pekerjaannya semata (on-the job oriented), tetapi juga harus memiliki wawasan tentang pekerjaan yang lain; wawasan tentang institusi/perusahaan tempatnya bekerja (micro behaviour) bahkan wawasan yang cukup tentang industri (macro behaviour) dan global bihaviour.

Biasanya, perusahaan atau departemen teknis melaksanakan pelatihanon jobbagi karyawannya baik pada awal perekrutan maupun secara periodik dalam rangka promosi jabatan. Hal ini sangat penting mengingat latar belakang pendidikan formal atau pengalaman yang beragam tidak selalu match dengan kualifikasi SDM yang dibutuhkan sehingga diperlukan on the job training untuk memperbaikion the job skills. Namun demikian on the job training saja tidak cukup untuk memenuhi kualifikasi SDM yang dibutuhkan oleh pasar. Untuk mengatasi keterbatasan on the job training, dinegara yang sudah maju seperti Amerika Serikat mengembangkan dan melaksanakan modelcross trainingyaitu membina SDM dengan prinsip

how to do each other’s jobmelalui simulasion the job cross training execise.

Pembinaan/pengembangan SDM perikanan tidak hanya sebatas penguasaan aspek

teknik/teknologi tetapi juga kemampuan bisnis, manajerial dan kemampuan berorganisasi bisnis. Peningkatan kemampuan penyuluh perlu di tingkatkan baik melalui pendidikan formal yang lebih tinggi maupun melalui kursus singkat (short course), studi banding ke negara maju dll. Fungsi balai penyuluhan perikanan yang semula hanya berorientasi teknis dapat lebih berfungsi sebagai klinik konsultasi bisnis.

V. KERJASAMASTAKEHOLDERS

Perkembangan ekonomi Indonesia pada dua dekade mendatang akan tetap didominasi oleh hadirnya dan diterapkannya teknologi baru yang canggih dalam dunia usaha dan industri termasuk disektor kelautan dan perikanan. Pengembangan ilmu dan teknologi yang dibutuhkan oleh dunia usaha perlu direspon oleh lembaga pendidikan mulai tingkat menengah kejuruan hingga perguruan tinggi.

(13)

Gambar 1. Interaksi antara perguruan tinggi, pemerintah, swasta dan LSM untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Adapun LSM berperan tidak hanya melakukan kontrol sosial dan membangun sikap kritis masyarakat, tetapi juga melakukan fungsi sebagai fasilitator serta menjembatani kepentingan pemerintah dalam menjalankan program-program pembangunan pada masyarakat. Tingginya kesadaran dan partisipasi masyarakat secara swadaya merupakan kunci bagi pemerintah untuk mencapaikeberberhasilan pembangunan. Disinilah pentingnya bagi pemerintah untuk

melakukan upaya sinergi bersama guna memberdayakan masyarakat dalam proses

pembangunan.

Kerjasama yang terjalin antara perguruan tinggi, pemerintah, LSM dan dunia usaha seyogyanya saling menguatkan serta meningkatkan pengertian dan kesadaran saling membutuhkan satu sama lain. Perguruan tinggi yang kuat memungkinkan memberikan bantuan dan dukungan yang lebih besar kepada kemajuan dan pengembangan industri dan potensi sumberdaya perikanan, demikian pula sebaliknya. Masing-masing akan berusaha meningkatkan nilai tambah sehingga secara keseluruhan akan diperoleh keuntungan bersama yang lebih besar.

Kerjasama industri disektor perikanan dan perguruan tinggi akan mendekatkan fungsi dan orientasi perguruan tinggi kepada kebutuhan dan masalah konsumen produk dan jasa industri perikanan. Maka relevansi pendidikan akan lebih nyata sehingga menumbuhkan motivasi, memajukan dan meningkatkan mutu pendidikan. Masyarakat pengguna jasa industri perlu masuk dalam pertimbangan kerjasama industri dan perguruan tinggi. Perguruan tinggi dan industri perlu bersama-sama meningkatkan kemampuan agar memahami dan menyerap teknologi yang diperlukannya. Ini merupakan salah satu upaya untuk mengurangi dan memperkecil kesenjangan antara angkatan kerja dan kesempatan kerja.

Hasil penelitian dan pengembangan (riset & development) di perguruan tinggi perlu dikomunikasikan agar dapat diterapkan dalam pengembangan produk-produk industri perikanan. Jika perlu, secara bersama-sama melakukan penelitian dan menciptakan pasar, serta menyiapkan masyarakat pengguna produk akhirnya. Perguruan tinggi perlu berinteraksi secara aktif dengan industri dan tidak menunggu datangnya industri kepada perguruan tinggi.

(14)

dan perguruan tinggi yang bekerjasama untuk melancarkan interaksi kerjasama, alam komunikasi dan pemecahan masalah, serta perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan. Dalam forum ini dapat dicari faktor pembentukan tenaga kerja terdidik dan terlatih.

Kedua, mencari pola magang dalam industri perikanan. Kesempatan melakukan magang dalam industri perlu masuk dalam agenda kegiatan forum diskusi kerjasama antara perguruan tinggi dengan pelaku industri perikanan. Interaksi dan keakraban hubungan staf perguruan tinggi dan para pelaksana industri, patutnya menyalurkan berbagai pemikiran dan informasi mengenai berbagai permasalahan yang perlu dipecahkan dalam kerjasama. Pemikiran dan informasi itu, misalnya mengenai kerjasama penelitian dan pengembangan yang telah diutarakan terdahulu; pemikiran lain, misalnya, tentang pendidikan, pelatihan dan magang tenaga kerja dalam industri.

Untuk kepentingan pengembangan kemampuan akademik, staf pengajar universitas harus menguasai ilmu dan mengikuti perkembangannya dan juga berusaha memiliki pengalaman lapang untuk suatu jangka waktu tertentu, sehingga akan memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang nyata dan meningkatkan kepercayaan diri. Di samping itu, perguruan tinggi perlu membuka kesempatan kepada para pelaku industri untuk memberikan ceramah dan kuliah di perguruan tinggi mengenai pengalaman riil dalam dunia usaha, yang relevan untuk pendidikan di perguruan tinggi tersebut.

Syarat-syarat yang dibutuhkan oleh kedua belah pihak yakni perguruan tinggi dan dunia usaha disektor perikanan meliputi; (i) memiliki rasa saling membutuhkan/berkepentingan agar magang berlangsung seimbang dan adil. (ii) Harus transparan atau saling terbuka dan pro aktif. (iii) merencanakan program kerjasama yang berkelanjutan.

Agar terselenggaranya pola magang yang baik, hal-hal yang harus dilakukan oleh kelembagaan yang terlibat antara lain;

Perguruan tinggi : (i) merumuskan pola pendidikannya dengan menempatkan magang sebagai salah satu kegiatan intrakulikuler. (ii) Pencangkokan staf pengajar muda di dunia kerja dan sebaliknya perguruan tinggi memberikan kesempatan kepada para manager atau karyawan lembaga lain untuk studi atau pelatihan di perguruan tinggi bersangkutan sesuai dengan bidang pekerjaannya. (iii) Tukar menukar informasi secara berkesinambungan. (iv) Melakukan riset dan pengembangan yang terkait pada dunia kerja.

Dunia kerja (industri dan non industri) : (i) kesiapan fasilitas dan tenaga instruktur. (ii) mengadakan riset dan pengembangan. (iii) membuka peluang rekruitmen tenaga kerja baru. (iv) ikut mendorong peserta magang mengembangkan budaya kerja yang prestatif (orientasi mutu dan efisiensi).

Pemerintah : (i) memberikan iklim yang kondusif, seperti pemberian fasilitas keringanan pajak pada perusahaan yang melakukan magang. (ii) mendorong perusahaan-perusahaan untuk menerima magang dengan penyuluhan-penyuluhan intensif dan mengarahkan magang menjadi suatu gerakan.

VI. PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENCETAK SDM BERKUALITAS

(15)

Gambar 2. Pola interaksi antara pengembangan kurikulum dan kebutuhan pasar kerja (Sumber : Vincent Gaspersz, 2005)

Strategi yang dapat dikembangkan dalam meningkatkan kualitas SDM antara lain adalah melalui membangun infra dan supra struktur pendidikan bidang perikanan mulai tingkat menengah hingga perguruan tinggi, balai latihan kerja (BLK), serta mengembangkan program-programshort couse(training) baik di dalam maupun luar negeri.

Secara umum program yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kualitas SDM di sektor perikanan antara lain;

• Mengembangkan kapasitas aparat pemerintah baik pusat maupun daerah dalam mengembangkan potensi sumberdaya perikanan baik melalui pendidikan formal mulai tingkat politeknik hingga pascasarjana maupun pendidikan non formal seperti pelatihan dan latihan (diklat), kursus-kursus singkat (short couse) di dalam maupun luar negeri yang berkaitan dengan manajemen eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya perikanan, komunikasi pembangunan, sistem informasi dan sistem lainnya yang mendukung pembangunan perikanan.

• Meningkatkan kapasitas masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dan lingkungannya secara berkelanjutan untuk mendukung kegiatan produksi perikanan termasuk pengolahan (fishery industry) dan pemasaran.

• Membangun pusat-pusat pelatihan dan ketrampilan atau BLK perikanan di beberapa daerah, terutama daerah yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang besar seperti di kawasan Indonesia Timur.

• Mengintrodusir pelajaran atau kurikulum pendidikan berbasis perikanan pada tingkat sekolah dasar hingga menengah dan lanjutan di berbagai daerah.

• Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia nelayan dan pembudidaya ikan melalui pen didikan formal maupun informal yang tujuannya meningkatkan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan perubahan perilaku (attitude).

• Meningkatkan kapasitas lembaga pendidikan perikanan mulai dari tingkat sekolah menengah kejuruan hingga perguruan tinggi melalui pengembangan kurikulum, staf pengajar serta infrastruktur pendidikan seperti laboratorium.

Program peningkatan kualitas SDM di sektor perikanan sangat penting untuk dikembangkan karena akan mempercepat terjadi proses transformasi teknologi dibidang perikanan. Transformasi teknologi bagi masyarakat yang bekerja pada sektor perikanan sebaiknya

Raw KSA = knowledge, skills, and attitude

Internal Customer External Customer KSA = knowledge, skills, and attitude

Internal Customer External Customer Information Feedback (Outputs & Outcomes)

Measurement – Tracer Study

Information Feedback

(16)

diarahkan pada mata rantai sistem bisnis/usaha perikanan. Transformasi teknologi difokuskan untuk meningkatkan efisiensi usaha dan kemandirian masyarakat melalui penguasaan, pengembangan dan penerapan teknologi :

• Dalam rangka optimasi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan termasuk konservasi atau rehabilitasi habitat ikan yang sudah rusak.

• Penangkapan ikan seperti bahan dan peralatan yang produktif dan efisien serta berwawasan lingkungan untuk mendukung pengembangan perikanan rakyat.

• Budidaya laut (mariculture) termasuk sea ranching baik yang sudah dapat dibudidayakan maupun yang belum.

• Pra panen dan pasca panen untuk mewujudkan industri pengolahan ikan yang mampu meningkatkan nilai tambah dan kualitas produk perikanan.

• Sistem manajemen pemasaran produk perikanan yang lebih efisien sehingga dapat meningkatkan posisi tawar di pasar dalam negeri dan luar negeri.

VII. PERAN PERGURUAN TINGGI DALAMPENELITIAN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT PESISIR DAN NELAYAN

Menjadi tanggung jawab perguruan tinggi ikut berperan dalam pengembangan kualitas masyarakat pesisir dan nelayan. Agenda penelitian perguruan tinggi seyogyanya mampu menghubungkan dengan kepentingan pengembangan masyarakat. Salah satu agenda yang dapat dikembangkan perguruan tinggi dalam rangka mengintegrasikan penelitian dan pengembangan masyarakat adalah mengefektifkan program teaching farm. Teaching farmmerupakan sarana pendidikan lapangan yang dimaksudkan selain untuk peningkatan mutu pendidikan bagi mahasiswa, juga diperuntukan bagi kegiatan penelitian, pelatihan serta kegiatan usaha yang menghasilkan keuntungan yang bermanfaat bagi keberlanjutan kegiatan yang dimaksud dan masyarakat sekitar. Dengan demikian pada kegiatan teaching farm yang dimaksud memberi pengertian adanya keterlibatan unsur mahasiswa, dosen, instruktor dan juga masyarakat sebagai stake holder.

Lebih lanjut disampaikan bahwa pada teaching farm terdapat kegiatan yang senantiasa dikembangkan berdasarkan pengalaman yang diperoleh selama proses kegiatan tersebut (the lesson learned), dan menjadi acuan untuk dapat berkembang lebih baik (the growth experienced) (FCJP, 2007). Menurut Iowa State University Animal Industry Report (2004), teaching farm merupakan fasilitas univeritas yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan pendidikan mahasiswa dan pelatihan dalam bidang produksi dan pengelolaannya.

Berbagai perangkat yang mendukung kegiatan teaching farma terdiri dari berbagai perlengkapan pisik yang berupa berbagai fasilitas universitas, program dan kegiatan serta sumberdaya manusia yang selain pakar dalam bidangnya juga berorientasi bisnis.Dalam rangka mewujudkan perguruan tinggi berbasis penelitian, IPB sampai saat ini telah melakukan berbagai hal yang menuju terealisasinya konsep tersebut. Salah satunya adalah merealisasikan terbangunnya teaching farm yang selain mampu meningkatkan mutu pendidikan, juga merupakan salah satu sumber pendanaan berbagai riset yang dikembangkan.

Integrasi teaching farm dengan program pengembangan masyarakat merupakan langkah strategis dalam pemberdayaan masyarakat pesisir dan nelayan. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan teaching farm hendaknya memahami prinsip kesetaraan. Prinsip kesetaraan bagi para pihak merupakan sebuah kunci keberhasilan dalam membangun kemitraan.

(17)

memiliki peran yang sebanding dengan stakeholder yang lainnya. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat adalah sebagai berikut;

Pembentukan dan pengorganisasian system kelembagaan. Kegiatan ini diawali dengan

pembentukan kelompok-kelompok dampingan. Melalui mekanisme kelompok akan dibangun consensus bersama untuk menyelesaikan persoalan komunitas. Melalui kegiatan kelompok juga akan dapat digali ide-ide yang selanjutnya dapat dikembangkan secara bertahap sebagai proses pembelajaran partisipatif demi kemajuan kelompok dan masyarakat. Antar kelompok juga akan membentuk jaringan kerjasama baik dibidang kegiatan usaha produktif, sharing pengetahuan dan pengalaman, informasi dan yang lebih penting adalah dalam rangka menghimpun kekuatan bersama sehingga masyarakat memiliki daya tawar (bargaining position) yang lebih kuat.

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat

dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pelatihan, belajar bersama, diskusi kelompok, diklat, magang , studi banding,seminar dan lainya.

Menciptakan dan mengembangkan usaha produktif. Kegiatan usaha produktif diarahkan

untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang berarti penguatan masyarakat dibidang ekonomi. Jenis kegiatannya, bisa mengembangkan usaha produktif yang sudah ada atau membuka usaha baru. Penguatan masyarakat melalui pendekatan ekonomi akan dapat meningkatkan motivasi anggota dalam berkelompok karena sebagian kepentingan mereka dapat terakomodir. Dipihak lain keberhasilan dalam peningkatan ekonomi kelompok akan dapat memotivasi orang lain untuk ikut berkelompok. Dengan kata lain keberhasilan programteacing farm dalam meningkatkan pendapatan masyarakat akan memiliki peran sangat penting dalam menunjang kegiatan-kegiatan selanjutnya.

Mengembangkan system informasi desa pesisir. Nilai strategis yang sesungguhnya dari

pengembangan system informasi desa pesisir adalah penguatan masyarakat dibidang informasi. System informasi akan sangat membantu dalam pembentukan jaringan antar lembaga atau kelompok-kelompok yang terorganisir melalui kegiatan yang dikembangkan dalam teaching farm. Melalui system informasi yang dikembangkan, masyarakat mampu mengakses informasi ke dunia luar. Kekuatan masyarakat mengakses informasi dapat mempengaruhi seluruh aktifitas mereka sehingga pada akhirnya akan memperkuat keberlanjutan usaha produktif yang dilakukannya.

VIII. PENUTUP

(18)

DAFTAR BACAAN

Anonim. 1999. Pemberdayaan Aset Perekonomian Rakyat Melalui Strategi Kemitraan (Prosiding Seminar). Pustaka Latin. Bogor.

Bappenas. 2006. Kajian Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Miskin. Jakarta.

Kusnadi. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Pusat Penelitian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Lembaga Penelitian Universitas Jember bekerjasama dengan Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.

Purwanto, H. 2007. Strategi Hidup Masyarakat Nelayan. PT. LKIS Pelangi Aksara. Yogyakarta.

(19)

KONSEP PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERBASIS MASYARAKAT

Oleh

MULYONO S. BASKOROdan RONNY I WAHJU1)

Staf pengajar pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor.

Abstrak

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat telah menyebabkan adanya tuntutan pendayagunaan sumberdaya yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Kondisi ini cenderung memicu terjadinya pengelolaan sumberdaya secara eksploitatif dan pada gilirannya akan mengganggu keseimbangan lingkungan. Oleh sebab itu pemanfaatan sumberdaya harus mempertimbangkan teknologi yang digunakan dan kemampuan daya dukung lingkungan atau pelestarian. Desakan ekonomi menjadi sangat dominan mempengaruhi perilaku masyarakat pesisir dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan. Kelestarian sumberdaya perikanan seringkali kurang mendapat perhatian didalam memenuhi permintaan pasar untuk ikan dimana permintaannya meningkat terus seiring dengan semakin bertambahnya populasi penduduk dunia. Permasalahan ini apabila tidak diatasi, kehancuran ekosistem sumberdaya laut akan terus terjadi yang intensitasnya semakin besar. Untuk mengatasi hal ini, pendekatan yang dapat dilakukan adalah membangkitkan kesadaran masyarakat (public awareness) di dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Berbagai permasalahan ekonomi dan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang dihadapi saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bahwa kedepan, pengelolaan perikanan ditekankan pada pemanfaatan yang tepat dan ramah lingkungan dengan harapan sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu konsep pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat, dimana pada hakikatnya berarah pada kelestarian sumberdaya, kontinuitas produksi, peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja.

Key Word : Pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat.

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayanya adalah lautan. Data Pokok Kelautan dan Perikanan Tahun 2010 menerangkan bahwa luas wilayah kedaulatan NKRI adalah 7,7 juta km2dengan luas daratan 1,91 juta km2 dan selebihnya 6,79 juta km2 atau 75% dari total luas wilayah NKRI adalah lautan. Wilayah laut Indonesia untuk kegiatan perikanan diatur dalam beberapa wilayah pengelolaan perikanan (WPP) untuk penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan yang berada dalam tiga wilayah yaitu;

a. Perairan Indonesia, yang terdiri dari laut teritorial Indonesia berserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya.

b. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), yaitu jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia.

c. Sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Perairan Indonesia.

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17/MEN/2006 pengelolaan perikanan di wilayah laut Indonesia dibagi menjadi sembilan WPP yaitu :

• WPP I : Selat Malaka;

• WPP II : Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan;

• WPP III : Laut Jawa dan Selat Sunda;

(20)

• WPP V : Laut Banda;

• WPP VI : Laut Arafura, Laut Aru, dan Laut Timor Bagian Timur;

• WPP VII : Laut Maluku, Perairan Teluk Tomini dan Laut Seram;

• WPP VIII : Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik;

• WPP IX : Samudera Hindia, Laut Timor Bagian Barat, Selat Bali, dan Laut Sawu.

*staf pengajar pada Departemen PSP–FPIK IPB Bogor.

Pemanfaatan sumberdaya perikanan di seluruh wilayah laut Indonesia dilaksanakan secara optimal dengan memperhatikan daya dukung yang ada dan kelestariannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil, meningkatkan penerimaan dari devisa negara, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing hasil perikanan serta menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan serta tata ruang. Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat dan berdasarkan pada asas manfaat, keadilan, kebersamaan, kemitraan, kemandirian, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, kelestarian, dan pembangunan yang berkelanjutan.

Kondisi Perikanan Indonesia

Potensi sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang terdiri dari pelagis besar sekitar 1,165 juta ton per tahun, pelagis kecil sekitar 3,605 juta ton per tahun, demersal sekitar 0,145 juta ton per tahun, dan udang, termasuk cumi-cumi sekitar 0,128 juta ton per tahun. Potensi sumberdaya ikan dan tingkat pemanfaatan menurut wilayah pengelolaan perikanan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Wilayah Pengelolaan Perikanan menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.01/MEN/2009, 21 Januari 2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia

(21)

kurang dari 50 %, seperti Laut Cina Selatan, Laut Banda, Laut Seram sampai Teluk Tomini. Demikian pula untuk wilayah perairan Selat Makasar, Laut Flores, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, Laut Arafura serta Samudera Hindia, kegiatan penangkapan ikannya masih dapat dikembangkan, baik dilihat dari sisi kuantitas ketersediaan sumber daya ikannya, maupun dari sisi kelompok sumber daya ikannya.

Tabel 1. Potensi Sumberdaya Ikan dan Tingkat Pemanfaatannya Menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)

1. Selat Malaka 276,03 389,28 Overfishing (>100%)

2. Laut China Selatan 1.057,05 379,90 Underfishing (35,94%)

3. Laut Jawa 796,64 1.094,41 Overfishing (>100%)

4. Selat Makassar dan Laut Flores

929,72 655,45 Underfishing (70,50%)

5. Laut Banda 277,99 228,48 Underfishing (82,19%)

6. Laut Seram dan Teluk

8. Laut Arafura 771,55 263,37 Underfishing (34,14%)

9. Samudera Hindia 1.076,89 623,78 Underfishing (57,92%)

Total Nasional 6.409,21 4.069,42 Underfishing (63,49%)

Sumber : DKP (2003)

Dari sisi jenis sumberdaya perikanan, wilayah perairan Indonesia memiliki beragam sumberdaya perikanan jenis ekonomis penting seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Potensi Sumberdaya Perikanan Ekonomis Penting di Indonesia

No Perairan Spesies

5. Binuangen (Jabar) - Ikan pedang

(22)

No Perairan Spesies

Daerah Nama Indonesia Nama Internasional

I. Samudera Hindia (Selatan)

6. Pelabuhan Ratu (Jabar) - Tongkol

- Cakalang

13. Laut Banda (Ambon) - Cakalang

- Tuna mata besar

(23)

No Perairan Spesies

6. Bitung (Laut Sulawesi) - Tongkol

- Cakalang Sumber : FPIK-IPB (2004) dalam Bappenas (2004)

(24)

spesies ikan; keuntungan menurun; biaya operasional meningkat; masih berlakunya hukum rimba (free judgment); penegakan hukum tidak efektif; IUU fishing; masyarakat atau perusahaan perikanan belum memiliki kesadaran untuk pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab.

Prinsip Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Prinsip-prinsip pengelolaan dan pengembangan sumberdaya perikanan adalah sebagai berikut;pertamakelestarian sumberdaya. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan pada dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kelestarian sumberdaya harus dipertahankan sebagai landasan utama untuk mencapai tujuan tersebut. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan diharapkan tidak menyebabkan rusaknya fishing ground, spawning ground dan nursery ground ikan. Selain itu, tidak pula merusak hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun yang memiliki keterkaitan ekologis dengan ikan.

Untuk melaksanakan prinsip kelestarian sumberdaya, aspek penggunaan teknologi penangkapan dan budidaya perlu mendapat perhatian. Teknologi yang digunakan hendaknya teknologi yang ramah lingkungan sehingga tidak mengakibatkan menurunnya daya dukung lingkungan dan munculnya konflik sosial di masyarakat. Berkaitan dengan prinsip kelestarian perlu dilakukan kegiatan monitoring, controling, dan evaluation terhadap ketersediaan sumberdaya ikan termasuk kondisi lingkungan perairan laut dan pencemaran.

Kedua, kelestarian budaya. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan seyogyanya memperhatikan kearifan/pengetahuan lokal, hukum adat dan aspek kelembagaan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya.

Ketiga, prinsip ekonomi. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan hendaknya mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan asli daerah sehingga mampu mewujudkan kemandirian dan keadilan ekonomi. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu upaya pemerataan alokasi dan distribusi sumberdaya perikanan secara efisien dan berkelanjutan kepada masyarakat tanpa memprioritaskan suatu kelompok masyarakat dan memarjinalkan kelompok masyarakat lainnya.

Keempat, prinsip partisipatif. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan akan dapat berjalan dengan baik jika melibatkan partisipasi semua pihak yang terkait (stakeholders) yaitu pemerintah daerah, dunia usaha, LSM, perguruan tinggi dan masyarakat. Adanya partisipasi seluruh pihak akan mewujudkan rasa memiliki dan tanggungjawab untuk bersama-sama menjaga kelestarian sumberdaya perikanan. Secara skematis pola pengelolaan sumberdaya perikanan secara partisipatif dapat dilihat pada Gambar 2.

Kelima, akuntabilitas dan transparansi. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan harus memperhatikan aspek akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaannya. Akuntabilitas artinya segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Sementara transparansi artinya segala kebijakan politik, publik dan peraturan daerah dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat terutama yang berkaitan dengan distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya perikanan. Hal ini penting untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktek KKN.

(25)

Penangkapan Berbasis Budidaya Pada prinsipnya kegiatan pena kegiatan budidaya ikan. Kegiat laut atau perairan umum sepert alam bebas cenderung akan me karena didorong oleh tingkat kons

Menurunnya produksi i pertumbuhan biomass ikan me pertumbuhan ikan tersebut me ekosistem dengan mempertimba struktur jejaring makanan (struc penangkapan dalam jangka pa decisions) yang meliputi mengur dari wilayah yang kapasitas tang masih rendah kapasitasnya dan pemanfaatan (property right) da pengelolaan sumber daya perika Pengelolaan sumber da dan perundang-undangan berdas pengelolaan sumberdaya perik bertanggungjawab (responsible controllingdansurveillance. P menjamin produksi yang berke concervation), terutama melalui yang dapat meningkatkan kehidup perikanan (Johann D. Bell,et. al

Gam

Pengkayaaan stok ikan sekarang cenderung lebih bany untuk meningkatkan populasi i ikan tertentu meningkat. Peng lingkungan dengan kegiatan budi restoking (Gambar 3). Potens jumlah besar dapat dilakukan de biomass ikan yang populasinya daya ikan dapat kembali pulih usaha penangkapan ikan menda menanggulangi fenomena keterba benih dari alam gagal menyediak optimal sesuai daya dukung habi perairan alam (disebut denganst

idaya

nangkapan ikan dapat dikembangkan secara bersa iatan penangkapan ikan dilakukan di alam bebas yai perti sungai, rawa, dan danau. Ketersediaan sumbe menurun seiring dengan meningkatnya upaya pena konsumsi ikan yang juga meningkat.

i ikan dari penangkapan dapat disebabkan oleh dua menurun dibawah level optimal dan habitat yang mengalami degradasi. Untuk itu diperlukan upa mbangkan konservasi seperti memperbaiki popul ructure of food webs). Peningkatan produksi ikan panjang dapat terjadi apabila ada keputusan yan ngurangi upaya penangkapan, memindahkan kegiatan

tangkapnya telah dilampaui (over capacity) ke wilay dan membangun kelembagaan yang dapat memberi

dan mengendalikannya atau memberikan insentif un kanan (Johann D. Bell,et. al2006).

daya perikanan merupakan suatu tindakan pembua dasarkan hasil kajian ilmiah yang relevan. Dalam m

rikanan tersebut perlu menerapkan konsep per ble fisheries) dan secara konsisten melakukan Pada dasarnya tujuan utama pengelolaan perikanan

kelanjutan dari waktu ke waktu dari berbagai stok ik lui berbagai tindakan pengaturan dan pengkayaan (e hidupan sosial nelayan dan bermanfaat bagi perkemba

. al2008).

Gambar 3. Penangkapan berbasis budidaya

an merupakan alat (tools) pengelolaan sumber da nyak dilakukan karena merupakan suatu teknik ma i ikan sehingga total hasil tangkapan atau hasil tangk ngkayaan sumber daya ikan bertujuan merehabilita n budidaya mulai dari memproduksi benih dan budi

nsi meningkatkan produktivitas ketersediaan benih n dengan dua cara yaitupertama memperbaiki perke nya berkurang secara ekstrim sampai pada level di

ih serta mampu menyediakan stok ikan secara nor endapat hasil yang besar (disebut dengan restoking terbatasan proses pertumbuhan atau kelahiran ikan k diakan stok untuk mendukung pemanfaatan sumber da habitat melalui proses pelepasan sejumlah ikan hasi

(26)

Pengalaman Jepang

Jepang memiliki organisasi dae Organisasi daerah perikanan m sumberdaya di wilayah pemeri Terdapat tiga koordinator komit Pacific Ocean. Ketiga organisas penggunaan sumberdaya. Fungs untuk shorefish; pertimbangan persoalan dapat diselesaikan se dari daerah administrasi kelaut pemerintah nasional perwakilan ahli-ahli perikanan (Gambar 4).

Gambar 4. Kom

Struktur Armada Perikanan Armada kapal perikanan merupa Oleh sebab itu, keberadaan arm usaha perikanan. Menurut catat perikanan tangkap masih didom persen. Sementara itu sekitar perahu tanpa motor. Secara leng Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Armada Kapal Perik

NO PROPINSI

daerah perikanan sebagai komite koordinasi dan kel n memiliki tujuan koordinasi dan konsultasi dalam erintahan lokal dan target dari perikanan coastal

ite yaitu Japan Sea dan West Kyushu; The Seto Inl nisasi tersebut merancang operasi yang efektif dalam ungsinya adalah konsultasi dan koordinasi pengelolaan

an dalam menyiapkan rencana pemulihan sumbe secara layak menurut ukuran pengelolaan. Keangg lautan dan perikanan perwakilan dari nelayan pe lan dari nelayan offshore; pemerintahan nasional pe

).

mite Koordinasi Daerah Perikanan (Kasus di Jepang)

an

upakan komponen utama dalam usaha perikanan tangk rmada kapal perikanan tersebut sangat menentukan tatan DKP (2006) terlihat bahwa struktur dan kompos dominasi oleh armada skala kecil (< 30 GT) yaitu

ar 45,5 persen dari armada skala kecil tersebut ada lengkap jumlah armada perikanan bermotor dapat

erikanan Nasional Tahun 2005

2.536 322 329 439 439 152

(27)

-Berdasarkan Tabel 3 tersebut terlihat bahwa sekitar 56,63 persen armada kapal perikanan bermotor tersebut merupakan jenis kapal perahu motor tempel. Artinya bahwa sampai saat ini armada perikanan nasional sebagian besar masih beroperasi di sekitar perairan pesisir atau dengan kata lain belum dapat beroperasi di wilayah perairan ZEEI dan laut lepas. Padahal potensi perikanan di wilayah perairan ZEEI dan laut lepas belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh armada perikanan nasional. Selain itu, banyaknya armada kapal perikanan yang beroperasi di wilayah pesisir tersebut diduga kuat telah berperan banyak terhadap tingginya tingkat eksploitasi sumberdaya ikan di wilayah pesisir. Bahkan tidak jarang banyaknya armada kapal di wilayah pesisir tersebut menimbulkan konflik antar nelayan nasional sendiri. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengambil kebijakan insentif untuk mendorong berkembangnya armada pada wilayah-wilayah penangkapan yang masih potensial.

Armada penangkapan ikan nasional selama tiga dekade menunjukkan perkembangan kearah yang lebih baik. Meskipun armada penangkapan ikan tanpa motor jumlahnya masih tetap dominan, namun dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung semakin menurun. Dilain pihak jumlah armada penangkapan ikan motor tempel dan kapal ikan < 10 GT jumlahnya dari tahun ke tahun semakin meningkat (Gambar 5).

5 Jambi 173 2.131 264 345 40 15 3 3 - 2.801

11 DKI Jakarta 1.605 730 1.656 694 575 257 827 688 266 5.693

12 Jawa Barat 14.572 393 225 77 145 296 45 13 1.194

13 Jawa

Tengah 22.526 1.340 1.127 359 692 318 524 288 1 4.649

14 D.I

Yogyakarta 528 26 28 4 7 1 4 6 - 76

15 Jawa Timur 38.293 4.844 520 505 446 141 39 22 40 6.557

16 Bali 9.581 25 134 54 79 87 164 154 6 703

17 NTB 6.967 2.009 833 45 2 10 - - - 2.899

18 NTT 2.364 3.065 408 96 55 10 15 - - 3.649

19

Kalimantan

Barat 1.376 2.491 1.150 199 93 79 36 9 4.057

20

Tenggara 4.631 883 397 104 50 90 26 7 3 1.560

28 Maluku 2.042 324 224 89 44 39 170 45 5 940

29

Maluku

Utara 2.814 563 239 42 26 3 - - 2 875

30 Papua 3.995 294 459 324 232 269 227 250 250 2.305

TOTAL

164.23 0

82.33

0 26.170 6.010 3.520 2.630 2.720 1.750 620

(28)

Gambar 5. Tren perkembangan armada penangkapan ikan di Indonesia

Fakta lain yang patut mendapat perhatian serius adalah sekitar 51,86 persen dari armada kapal perikanan tersebut berada di wilayah perairan Indonesia Bagian Barat (Gambar 6), terutama di perairan Jawa dan Sumatera. Hal ini menguatkan dugaan bahwa terkonsentrasinya armada perikanan tangkap di kedua wilayah perairan tersebut telah menyebabkan tingginya tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan di sekitar pesisir Jawa dan Sumatera.

Gambar 6. Persentase Jumlah Armada Kapal Perikanan Menurut Wilayah di Indonesia

Armada kapal perikanan nasional di setiap pelabuhan yang tergabung dalam Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan Indonesia (PIPP) mencapai 11.087 unit tersebar di 23 pelabuhan perikanan. Dari jumlah tersebut sebagian besar terkonsentrasi di lima pelabuhan perikanan yaitu sekitar 17,44 persen berada di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan Sumatera Utara; 11,77 persen di PPS Jakarta; 10,81 persen di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong Jawa Timur; 9,66 persen di PPS Cilacap Jawa Tengah; dan 9,15 persen di PPN Palabuhanratu Jawa Barat. Jumlah armada penangkapan ikan tersebut menunjukkan bahwa tingkat eksploitasi sumberdaya ikan di perairan Indonesia Bagian Barat jauh lebih besar dibandingkan dengan di perairan Indonesia Bagian Tengah dan Timur.

Tabel 4. Jumlah Kapal Domisili di 23 Pelabuhan Perikanan

No Pelabuhan Total Persentase

1 PPS Belawan 1.934 17,44

2 PPS Bungus 547 4,93

3 PPS Cilacap 1.071 9,66

4 PPS Jakarta 1.305 11,77

5 PPS Kendari 265 2,39

6 PPN Ambon 116 1,05

7 PPN Bitung 202 1,82

8 PPN Brondong 1.198 10,81

9 PPN Kejawanan 213 1,92

10 PPN Palabuhan Ratu 1.015 9,15

62,92 18,54

(29)

11 PPN Pekalongan 862 7,77

12 PPN Pemangkat 262 2,36

13 PPN Prigi 366 3,30

14 PPN Sibolga 126 1,14

15 PPN Tanjung Pandan 144 1,30

16 PPN Ternate 246 2,22

17 PPN Tual 168 1,52

18 PPP Banjarmasin 17 0,15

19 PPP Karangantu 160 1,44

20 PPP Pengambengan 109 0,98

21 PPP Sungai Liat 150 1,35

22 PPP Tegalsari 547 4,93

23 PPP Teluk Batang 64 0,58

Total 11.087

Keterangan :

PPN : Pelabuhan Perikanan Nasional PPS : Pelabuhan Perikanan Samudera PPP : Pelabuhan Perikanan Pantai

Sumber : http://www.pelabuhanperikanan.or.id/pipp2/kapalapi_index.html diakses pada tanggal 1 Desember 2006

Alat Penangkap Ikan

Menurut nomenklatur FAO, teknologi alat penangkap ikan dibagi menjadi dua yaitu yang digunakan dicoastal zone danhigh sea. Teknologi alat penangkap ikan di coastal zonedapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Teknologi alat penangkap ikan dicoastal zone

Sedangkan teknologi penangkapan ikan dihigh seadapat dilihat pada Gambar 8.

(30)

Perkembangan alat penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia Bagian Barat lebih didominasi oleh alat tangkap untuk menangkap ikan jenis pelagis kecil dan demersal, seperti Jaring Insang Hanyut, Jaring Insang Tetap, payang, jaring klitik, dan bubu. Menurut catatan BRKP (2006) terlihat bahwa pada periode tahun 1997-2001 peningkatan jumlah jenis alat tangkap demersal dan pelagis kecil tersebut berkisar antara 6-18 persen per tahun. Secara lengkap perkembangan jenis alat tangkap ikan di wilayah perairan Indonesia Bagian Barat dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perkembangan Alat Tangkap di Wilayah Indonesia Bagian Barat Jenis Alat

Tangkap Tahun

Rata-rata Peningkatan (%)

1997 1998 1999 2000 2001

Jaring Udang

dengan BED 0 0 0 0 0

Payang 19538 18621 22.126 24749 23198 21646 8.46

Dogol 5949 6310 7.967 7033 8997 7251 2.84

Pukat pantai 5543 17796 5440 5268 5554 7920 3.10

Pukat. cincin 6207 7712 6125 6726 8252 7004 2.74

Jaring insang

hanyut 46160 40191 55065 50531 44195 47228 18.47

Jaring lingkar 5005 5522 4312 4943 4328 4822 1.89

Jaring klitik 18493 19262 22428 16713 14394 18258 7.14

Jaring insang tetap

30343 31266 35469 41768 44765 36722 14.36

Tremmel net 30058 26215 26500 28062 30007 28168 11.01

Bagan perahu 4796 4645 3602 5303 4503 4570 1.79

Bagan tetap 8966 9129 9505 11654 8170 9485 3.71

Serok 6174 6708 6268 6897 4359 6081 2.38

Rawai tuna 1574 452 557 509 1076 834 0.33

Drift long line 13053 7552 17911 14630 16041 13837 5.41

Rawai tetap 17706 13878 19450 17619 21135 17958 7.02

Troll line 12353 16459 13336 13602 15974 14345 5.61

Sero 6415 7165 5979 5303 4481 5869 2.29

Jermal 6813 6151 6274 8898 6564 6940 2.71

Bubu 15557 17011 15976 12009 18594 15829 6.19

Sumber :http://www.brkp.dkp.go.id/prpt/Annex%20Cdiakses pada tanggal 1 Desember 2006

Gambar

Gambar 1. Interaksi antara perguruan tinggi, pemerintah, swasta dan LSM untuk meningkatkankesejahteraan masyarakat.
Gambar 2. Pola interaksi antara pengembangan kurikulum dan kebutuhan pasar kerja (Sumber : VincentGaspersz, 2005)
Gambar 1. Wilayah Pengelolaan Perikanan menurut  Peraturan Menteri Kelautan dan PerikananNo.PER.01/MEN/2009, 21 Januari 2009 tentang  Wilayah Pengelolaan Perikanan RepublikIndonesia
Tabel 1. Potensi Sumberdaya Ikan dan Tingkat Pemanfaatannya Menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan(WPP)
+7

Referensi

Dokumen terkait

(10 markah) (b) Apakah tiga (3) kaedah utama untuk penentuan kandungan gentian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penentu intensi dengan 4 pendekatan yaitu personal history, beliefs, personal attitude dan self

Judul Penelitian : Hubungan antara Penyakit Gagal Jantung Kongestif dengan Kejadian Low T3 Syndrome Nama Mahasiswa : Ghazali Ahmad Siregar.. Nomor Induk Mahasiswa

Mengatasi kemampuan anak dalam membaca tentunya harus dilihat dari faktor yang menyebabkan anak mengalami kekurangan dalam membaca. Kemampuan anak dalam membaca apabila

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian tepung Indigofera hingga level 16% sebagai substitusi konsentrat komersial tidak berbeda nyata terhadap produksi

Secara parsial hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) siklus konversi kas berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas, (2) pertumbuhan penjualan tidak

Analisis Perencanaan dan Penganggaran Program Kesehatan Ibu dan Anak pada Puskesmas di Kota Banjar Barat Tahun 2007, Tesis Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

[r]