• Tidak ada hasil yang ditemukan

Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin untuk Analisis Ion Tembaga(II) secara Voltammetri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin untuk Analisis Ion Tembaga(II) secara Voltammetri"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

ELEKTRODE PASTA KARBON TERMODIFIKASI

KUERSETIN UNTUK ANALISIS ION TEMBAGA(II)

SECARA VOLTAMMETRI

MUHAMAD TAUFIK

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin untuk Analisis Ion Tembaga(II) Secara Voltammetri adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Muhamad Taufik

(3)

ABSTRAK

MUHAMAD TAUFIK. Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin untuk Analisis Ion Tembaga(II) Secara Voltammetri. Dibimbing oleh DEDEN SAPRUDIN dan ZULHAN ARIF.

Kuersetin merupakan golongan flavonoid yang dapat membentuk kompleks stabil dengan ion logam. Penggunaannya sebagai pemodifikasi elektrode pasta karbon diharapkan dapat meningkatkan kepekaan pengukuran secara voltammetri. Elektrode termodifikasi kuersetin digunakan untuk analisis ion tembaga(II) dengan mengamati pengaruh komposisi kuersetin, laju payar, pH larutan, waktu dan potensial prekonsentrasi, serta linearitas pengukuran. Voltammogram siklik pada selang potensial -0.5 sampai 1.0 V menghasilkan 2 pasang puncak reduksi-oksidasi, pH optimum 6, komposisi optimum kuersetin 5%, dan linearitas pada selang konsentrasi CuCl2 2–10 mM menghasilkan koefisien determinasi sebesar

0.995. Voltammogram lucutan anodik menghasilkan waktu dan potensial prekonsentrasi optimum berturut-turut 80 detik dan -600 mV dengan linearitas pengukuran pada selang konsentrasi CuCl2 0.2–0.8 mM menghasilkan koefisien

determinasi sebesar 0.983. Elektrode termodifikasi meningkatkan intensitas arus dan dapat dikembangkan untuk pengukuran sampel lingkungan.

Kata kunci: elektrode, kuersetin, tembaga(II), voltammetri lucutan anodik

ABSTRACT

MUHAMAD TAUFIK. Quercetin-modified Carbon Paste Electrode for Copper(II) Ions Analysis by Voltammetry. Supervised by DEDEN SAPRUDIN and ZULHAN ARIF.

Quercetin is a flavonoid compound that can form stable complexes with various metal ions. Its use as a modifier for carbon paste electrode is expected to improve sensitivity in measurement by voltammetry. Quercetin-modified carbon paste electrode used for copper(II) ions analysis was evaluated in terms of the effect of some parameters such as quercetin composition, scan rate, pH, preconcentration time, preconcentration potential, and linearity of measurement. Copper-(II) ions analysis with cyclic voltammetry at potential range of -0.5–1.0 V resulted well-defined 2 pairs of reduction-oxidation peaks with the optimum conditions for reliable measurement were 0.1 M NaCl pH 6, and 5% quercetin. The cyclic voltammetry response was linear with the determination coefficient 0.995 in the concentration range of CuCl2 2.0–100 mM. Anodic stripping

voltammogram resulted the optimum preconcentration potential of -600 mV and preconcentration time of 80 s. The anodic stripping voltammogram was linear with the determination coefficient 0.983 in the concentration range of CuCl2 0.2–

0.8 mM. This modified electrode increases the intensity of the current and can be developed for environmental samples measurement.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

ELEKTRODE PASTA KARBON TERMODIFIKASI

KUERSETIN UNTUK ANALISIS ION TEMBAGA(II)

SECARA VOLTAMMETRI

MUHAMAD TAUFIK

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

Judul Skripsi : Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin untuk Analisis Ion Tembaga(II) secara Voltammetri

Nama : Muhamad Taufik NIM : G44080035

Disetujui oleh

Dr Deden Saprudin, MSi Zulhan Arif, SSi, MSi Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin untuk Analisis Ion Tembaga(II) Secara Voltammetri.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Deden Saprudin, dan Bapak Zulhan Arif MSi selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, masukan, dan saran kepada penulis selama melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Farid MSi dan juga Bapak Muhammad Khotib MSi selaku penguji komprehensif yang telah memberikan masukan dan saran untuk karya tulis, Bapak Suherman, Bapak Dede, Bapak Kosasih, Ibu Nunung, kak Budi Riza, dan Bapak Wawan yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Amin dan Nenah atas bantuan dan dorongan yang diberikan selama penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(8)

DAFTAR ISI

TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Alat dan Bahan 2

Prosedur Penelitian 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Penentuan Komposisi Optimum dan Pengaruh Modifikasi Elektrode 4

Penentuan pH Optimum 8

Pengaruh Laju payar 9

Linearitas Pengukuran dengan Voltammetri Siklik 10 Penentuan Waktu dan Potensial Prekonsentrasi 11 Linearitas Pengukuran dengan Voltammetri Lucutan 12

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

(9)

TABEL

1 Nilai potensial dan arus puncak reduksi oksidasi pada Q5 8

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur molekul kuersetin 5 2 Voltammogram siklik CuCl2 6 mM dalam NaCl 0.1 M (pH 6) dengan

berbagai elektrode 5

3 Voltammogram siklik larutan elektrolit NaCl 0.1 M (pH 6) dengan elektrode pasta karbon (EPK) dan elektrode pasta karbon termodifikasi

kuersetin 5% (Q5) 6

4 Voltammogram siklik CuCl2 6 mM dalam NaCl 0.1 M (pH 6) dengan

elektrode pasta karbon (EPK) dan elektrode pasta karbon termodifikasi

kuersetin 5% (Q5) 7

5 Hubungan pH larutan CuCl2 6 mM dalam NaCl 0.1 M vs arus puncak

anodik (ipa) 8

6 Voltammogram CuCl2 4 mM dalam NaCl 0.1 M pada berbagai laju

payar 9

7 Hubungan akar laju payar (v1/2) vs intensitas arus puncak (ip) 10

8 Voltammogram siklik CuCl2 pada konsentrasi 2 – 10 mM dalam NaCl

0.1 M pH 6 dengan Q5 11

9 Hubungan konsentrasi CuCl2 dengan intensitas arus puncak (ip) 11

10 Kurva hubungan waktu prekonsentrasi vs arus puncak (ip) 12

11 Voltammogram pengukuran larutan CuCl2 pada berbagai konsentrasi

dalam NaCl 0.1 M dengan teknik voltammetri lucutan 13 12 Kurva hubungan konsentrasi larutan CuCl2 dengan intensitas arus

puncak (ip) 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 16 2 Nilai pH dan arus puncak anodik 17 3 Nilai laju payar (v) dan nilai intensitas arus puncak (ip) 17

4 Data linearitas arus puncak terhadap konsentrasi CuCl2 17

5 Voltamogram lucutan anodik untuk penentuan potensial dan waktu

prekonsentrasi optimum 18

6 Data arus puncak pada pengukuran voltametri lucutan 19 7 Arus puncak CuCl2 pada berbagai konsentrasi pada pengukuran

voltametri lucutan 19

(10)

PENDAHULUAN

Tembaga (Cu) merupakan salah satu unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh tanaman. Walaupun unsur hara mikro seperti Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cl, dan Fe lebih sedikit dibutuhkan oleh tanaman dibandingkan dengan unsur hara makro, namun unsur hara mikro tetap diperlukan oleh tanaman. Unsur tembaga berfungsi sebagai katalis pernapasan, penyusun enzim, pembentukan klorofil, dan metabolisme karbohidrat. Menurut Shestivska et al. (2011), tembaga dalam bentuk oksidasinya,

Cu(I) dan Cu(II) memiliki peranan penting sebagai kofaktor pereduksi atau pengoksidasi pada berbagai reaksi biokimia. Namun, pada sisi lain bentuk oksidasi tembaga ini juga berpotensi racun karena ion tembaga dapat mengkatalisis pembentukan radikal bebas yang dapat merusak protein, DNA, dan biomolekul lainnya.

Penentuan kadar logam dapat menggunakan beberapa instrumen seperti

atomic absorption spectrophotometer (AAS) atau Inductively couple

plasma-Atomic Emmision Spectrophotometer (ICP-AES). Kedua metode ini memiliki

sensitivitas pengukuran yang sangat baik untuk hampir semua logam (Harvey 2000). Namun demikian, kedua metode tersebut tidak praktis untuk digunakan di lapangan terlebih lagi metode AAS maupun ICP-AES tidak dapat membedakan tingkat oksidasi logam serta memerlukan tahap preparatif yang cukup rumit (Rouessac et al. 2007). Metode lain yang sensitif, lebih praktis, dapat

membedakan tingkat oksidasi logam tanpa tahap prepatif dan membutuhkan biaya operasional yang lebih murah ialah voltammetri (Wang 2006).

Umumnya teknik voltammetri yang sensitif menggunakan elektroda merkuri. Namun, saat ini elektroda merkuri sudah mulai ditinggalkan karena kurang ramah lingkungan. Sebagai metode alternatif yang mulai dikembangkan saat ini ialah penggunaan elektrode pasta karbon (EPK) yang lebih ramah lingkungan. Elektrode pasta karbon memiliki selang potensial yang cukup luas, arus latar belakang yang rendah, biaya rendah, inert, dan cocok untuk berbagai aplikasi deteksi dan pengukuran. Namun, pengumpulan ion logam pada permukaan EPK kurang terkendali dan lebih lambat dibanding elektroda logam (Xia 2010). Oleh karena itu perlu ditambahkan pemodifikasi pada elektroda pasta karbon untuk meningkatkan kinerjanya. Saat ini telah banyak dikembangkan metode-metode analisis yang sensitif, selektif, cepat, mudah, dan murah untuk analisis kuantitatif suatu logam berat, khususnya Cu, dengan EPK termodifikasi secara kimia, seperti polimer (Zhihua 2011), Magnetit (Hanifah 2011), bakteri (Yüce 2010), kitosan berikatan silang epiklorohidrin (Janegitz 2009), nanopartikel emas (Yanping et al. 2007), zeolit alam (Walcarius et al. 1999), maupun dengan N-fenilsinamohidroksamat (Alemu dan Chandravanshi 1998).

(11)

Flavonoid telah secara luas dipelajari sebagai reagen dalam menentukan kadar suatu logam menggunakan spektrofotometri, fluorometri, dan gravimetri Flavonoid merupakan turunan dari benzo-γ-piron sehingga memiliki sistem konjugasi dari cincin aromatiknya. Kuersetin termasuk ke dalam golongan senyawa ini yang termasuk dalam kelas flavonol. Alvarez et al. (1989)

melaporkan bahwa Cr(VI) dapat bereaksi dengan kuersetin dan juga beberapa senyawa flavonoid lainnya seperti fisetin, mirisetin, morin, dan 3-hidroksiflavon. Selain itu juga dengan menggunakan sistem misel, reaksi pembentukan kompleks Cr(VI)-kuersetin menjadi lebih peka. Berdasarkan uraian di atas maka dikembangkan suatu metode analisis kuantitatif Cu(II) dengan teknik voltammetri menggunakan elektroda pasta karbon termodifikasi kuersetin agar dapat memberikan hasil analisis yang lebih sensitif, selektif, metode yang lebih cepat, dan murah.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metode elektrokimia yang lebih sederhana dan sensitif untuk ion tembaga(II) memanfaatkan kuersetin sebagai pemodifikasi elektrode pasta karbon

METODE

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik, oven, tanur, pipet mikro, pengaduk magnet, pH meter (HM-20S), galvanostat-potensiostat (e-DAQ), elektrode pembanding Ag/AgCl, elektrode tambahan kawat platina, dan alat-alat gelas.

Bahan-bahan yang digunakan adalah standar Kuersetin (Sigma Aldrich), serbuk grafit, parafin cair, akua-bidestilata, Gas N2, K3Fe(CN)6 (Wako), NaCl

(Merck), KCl (Merck), dan HCl 2M (Merck), CuCl2.2H2O (Merck).

Prosedur Penelitian

(12)

3

Pembuatan Elektrode Pasta Karbon

Tahap awal pembuatan elektrode ialah penggerusan grafit dengan mortar agar partikelnya menjadi lebih halus, selanjutnya serbuk grafit dicampurkan dengan minyak parafin dengan perbandingan 5:2 (b/b). Kawat tembaga sebagai penghubung elektrode ke sumber listrik dimasukkan ke dalam tabung kaca hingga tersisa ruang kosong sekitar 5 mm pada ujung tabung untuk pasta karbon. Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektrode dihaluskan menggunakan kertas minyak hingga licin. Respon elektrode kemudian diamati dalam larutan elektrolit NaCl 0.1 M menggunakan teknik voltammetri siklik dengan laju payaran 100 mV s-1 pada selang potensial -0.5–1.0 V.

Pembuatan Elektrode Ag/AgCl

Elektrode Ag/AgCl terbuat dari kawat Ag yang dihubungkan dengan tembaga. Kawat Ag terlebih dahulu dielektrolisis dengan larutan KCl 0,1 M pada potensial 3 V hingga terlapisi dengan Cl-. Tabung gelas disiapkan dan diberi

membran pada salah satu ujungnya. Kawat Ag yang telah dielektrolisis dimasukkan ke dalam tabung gelas berisi larutan KCl 3 M, kemudian dikarakterisasi dengan voltammetri siklik menggunakan larutan K3Fe(CN)6 1 mM

pada selang potensial 0.0–0.8 V dengan laju payaran 100 mV s-1.

Pembuatan Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Kuersetin

Elektrode ini dibuat dengan cara standar kuersetin dengan bobot yang sesuai dengan perbandingan dicampurkan secara merata dengan serbuk grafit. Sebanyak 45 µL parafin cair ditambahkan dan diaduk merata hingga terbentuk pasta. Kawat tembaga sebagai penghubung elektrode ke sumber listrik dimasukkan ke dalam tabung kaca hingga tersisa ruang kosong sekitar 5 mm pada ujung tabung untuk pasta karbon. Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektrode dihaluskan menggunakan ampelas halus dan kertas minyak hingga licin dan berkilau.

Pengaruh Komposisi Kuersetin

Pengaruh komposisi kuersetin terhadap arus yang dihasilkan diamati dengan membandingkan arus puncak dari pengukuran dengan elektrode yang dimodifikasi kuersetin dengan komposisi kuersetin 5% (Q5), 10% (Q10), dan 20% (Q20) dalam 100 mg campuran homogen kuersetin-pasta karbon. Respon elektrode kemudian diamati dalam larutan elektrolit NaCl 0.1 M dan larutan CuCl2 dalam NaCl 0.1 M menggunakan teknik voltammetri siklik dengan laju

payaran 100 mV s-1 pada selang potensial -0.5–1.0 V.

Pengaruh pH Larutan Elektrolit Pendukung

(13)

Pengaruh Laju payar

Hubungan laju payar dengan intensitas arus puncak (Ip) diamati untuk

mengetahui jenis mekanisme reaksi pada permukaan elektrode. Respon arus larutan CuCl2 4 mM dalam NaCl 0.1 M diamati dengan teknik voltammetri siklik

pada selang potensial -0.5–1.0 V menggunakan elektrode Q5. Kisaran laju payar yang digunakan antara 10–160 mV s-1.

Pembuatan Kurva Kalibrasi Untuk Analisis Voltammetri Siklik

Kurva kalibrasi dibuat dengan memplotkan arus puncak (Ip) dengan deret

konsentrasi dari larutan standar. Deret larutan standar dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 mM diuji dengan teknik voltammetri siklik menggunakan elektrode pasta karbon termodifikasi kuersetin dengan laju payaran 100 mV s-1. Linearitas kurva ditentukan sebagai parameter analisis kuantitatif

Penentuan Potensial dan Waktu Prekonsentrasi Optimum

Penentuan waktu prekonsentrasi dilakukan dengan membandingkan arus puncak voltammogram yang dihasilkan pada waktu prekonsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 detik. Penentuan potensial prekonsentrasi optimum dilakukan dengan membandingkan arus puncak voltammogram yang dihasilkan pada potensial prekonsentrasi 0.6, 0.7, dan 0.8 V. Respon arus diamati pada selang potensial -0.5–1.0 V dengan laju payaran 100 mV s-1.

Analisis dengan Voltammetri Lucutan Anodik

Deret konsentrasi larutan standar CuCl2 dibuat dengan konsentrasi 0.2, 0.4,

0.6, 0.8 mM dan pengujian voltammetri lucutan anodik untuk mengamati intensitas arus puncak dilakukan menggunakan elektrode pasta karbon termodifikasi dengan laju payar 100 mV s-1 dan selang potensial -500–1000 mV pada waktu dan potensial prekonsentrasi optimum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Komposisi Optimum dan Pengaruh Modifikasi Elektrode

Kuersetin (C15H10O7) merupakan molekul yang stabil dan dapat bertindak

(14)

5

Gambar 1 Struktur molekul kuersetin

Penelitian ini menggunakan kuersetin sebagai pemodifikasi elektrode pasta karbon untuk meningkatkan sensitivitas pengukuran Cu dalam larutan pada analisis voltammetri. Larutan NaCl 0.1 M digunakan sebagai elektrolit pada pengukuran CuCl2. Elektrolit pendukung dibutuhkan sebagai pengantar arus

listrik dalam larutan sehingga analat tidak terpengaruh oleh perbedaan perubahan potensial yang diberikan dengan cepat, untuk meminimalisasi efek elektromigrasi, dan untuk mempertahankan kekuatan ionik agar konstan. Larutan elektrolit yang digunakan sebaiknya tidak menghasilkan arus latar yang dapat memengaruhi pengukuran analat.

Variasi komposisi elektrode dibuat untuk mengetahui komposisi optimum kuersetin yang dapat menghasilkan arus redoks yang baik. Elektrode dengan kuersetin 5% merupakan komposisi optimum karena menghasilkan arus puncak paling tinggi dan tidak lebar diantara komposisi yang lainnya seperti ditunjukkan Gambar 2. Komposisi kuersetin diatas 5% menghasilkan arus puncak yang semakin menurun dan lebar. Elektrode kuersetin 20% menghasilkan voltammogram siklik yang tidak sempurna. Arus inisial dan arus akhir tidak sama. Perbedaan ini dikarenakan histeresis pada elektrode. Arus puncak yang rendah menunjukkan bahwa sensitivitas pengukuran analat yang rendah sementara puncak yang lebar menunjukkan selektifitas yang kurang baik.

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

EPK (Elektrode pasta karbon); Q5 (Kuersetin 5%); Q10 (Kuersetin 10%); Q20 (Kuersetin 20%)

Gambar 2 Voltammogram siklik CuCl2 6 mM dalam NaCl 0.1 M (pH 6) dengan

(15)

6

Pengukuran voltammetri siklik dilakukan pada selang potensial -0.5 V hingga 1.0 V dengan menggunakan elektrode pasta karbon (EPK) dan elektrode pasta karbon termodifikasi kuersetin 5% (Q5). Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa larutan elektrolit NaCl 0.1 M tidak menghasilkan arus oksidasi dan arus reduksi saat diukur dengan elektrode pasta karbon dan elektrode pasta karbon termodifikasi kuersetin 5%. Hal ini menunjukkan bahwa NaCl tidak mengalami reaksi reduksi-oksidasi pada selang potensial yang diberikan karena menurut Scholz (2010), reaksi redoks Cl- berada pada 1.36 V dan Na+ pada 2.71 V. Elektrode yang telah dimodifikasi juga tidak menghasilkan arus puncak pada saat pengukuran walaupun potensial redoks molekul kuersetin berada dalam selang potensial yang digunakan. Hal ini membuktikan bahwa kuersetin pada permukaan elektrode tidak mengalami reaksi reduksi-oksidasi sehingga tidak ada gangguan pada arus latar elektrode modifikasi.

Elektrode Q5 memberikan arus blangko yang lebih besar daripada EPK tanpa modifikasi. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya arus kapasitif akibat pergerakan ion-ion negatif menuju elektrode kerja namun tidak terlibat dalam reaksi redoks karena potensial elektrode standar untuk blangko berada di luar selang potensial yang diberikan. Lapisan listrik ganda terbentuk pada permukaan elektrode akibat ion-ion negatif teradsorpsi pada permukaan elektrode sehingga meningkatkan arus kapasitif.

(16)

7

pada permukaan elektrode pasta karbon kembali teroksidasi menjadi Cu2+ sehingga dihasilkan puncak oksidasi pada potensial 0.19 V. Pembalikan arah payar ke arah katodik kemudian memberikan puncak reduksi pada potensial 0.02 mV yang diduga berasal dari reduksi kembali ion Cu2+ menjadi Cu+ dan atau reduksi ion Cu+ menjadi Cu pada permukaan elektrode (Gambar 4).

Voltammogram yang dihasilkan menunjukkan 2 pasang puncak redoks pada elektrode Q5. Puncak anodik pertama (a1) diduga berasal dari reaksi oksidasi Cu+ menjadi Cu2+ sama seperti reaksi oksidasi yang terjadi pada permukaan EPK namun arus yang dihasilkan lebih besar. Peningkatan arus ini membuktikan bahwa kuersetin dapat meningkatkan sensitivitas pengukuran Cu menggunakan teknik voltammetri. Puncak anodik 2 (a2) diduga merupakan gabungan dari oksidasi Cu menjadi Cu+ dan Cu menjadi Cu2+. Potensial reduksi standar beberapa spesi Cu menurut Beltagi (2011) adalah sebagai berikut:

Cu2+ + e-→ Cu+ E

° = 0.16 V (1)

Cu2+ + 2e-→ Cu E° = 0.34 V (2)

Cu+ + e-→ Cu E° = 0.52 V (3)

Pembalikan potensial pemayaran ke arah katodik menghasilkan dua buah puncak katodik. Arus puncak katodik pertama (c1) berasal dari reaksi (3) dan arus puncak kedua diduga berasal dari gabungan reaksi (1) dan (2).

EPK, Q5

Gambar 4 Voltammogram siklik CuCl2 6 mM dalam NaCl 0.1 M (pH 6) dengan

elektrode pasta karbon (EPK) dan elektrode pasta karbon termodifikasi kuersetin 5% (Q5)

Pemberian kuersetin pada elektrode pasta karbon diduga semakin meningkatkan peluang semakin banyaknya analat yang termediasi pada permukaan elektrode dan memberikan peluang lebih besar bagi analat untuk mengalami reaksi redoks di permukaan elektrode sehingga menghasilkan peningkatan arus puncak redoks yang signifikan dan sensitif untuk pengukuran Cu.

Beda potensial antar puncak oksidasi dan reduksi dianalisis untuk mengetahui sistem respon arus pada voltammogram. Beda potensial pasangan puncak redoks 1 pada EPK adalah sebesar 0.170 V, sedangkan pada Q5 lebih

a1

a2

(17)

8

besar, yaitu 0.245 V. Pasangan puncak redoks kedua pada Q5 memiliki beda yang lebih kecil yaitu 0.145 V (Tabel 1). Berdasarkan Wang (2006), diperoleh bahwa pasangan reaksi redoks a1 dengan c1 pada EPK dan Q5 adalah sistem quasireversibel dan pasangan reaksi redoks a2 dengan c2 pada Q5 juga sistem quasireversibel karena puncak yang ditunjukkan landai dan beda antara puncak oksidasi dan reduksi lebih besar dari 0.059 V. Arus pada sistem quasireversibel dipengaruhi oleh transfer muatan dan transpor massa.

Tabel 1 Nilai potensial dan arus puncak reduksi oksidasi pada Q5 Puncak E (V) ip (µA) katodik 2), E (Potensial), EPK (Elektrode Pasta Karbon), ip (Arus puncak), Q5 (Elektrode pasta karbon-kuersetin 5%).

Penentuan pH Optimum

Nilai pH merupakan parameter yang penting karena berkaitan dengan pengaruhnya terhadap kestabilan kuersetin dan respon pengukuran analat. Optimasi penentuan pH dilakukan pada rentang pH 3 hingga pH 8 (Gambar 5).

Nilai pH optimum larutan untuk pengukuran pada voltammetri siklik yaitu pada pH 6. Gambar 5 memperlihatkan pada rentang pH 3–6 terjadi kenaikan arus

(18)

9

yang signifikan dan terjadi penurunan arus pada pH 7–8. Menurut Álvarez-Diduk (2009), penurunan puncak oksidasi pada kondisi basa berhubungan dengan kinetika dekomposisi molekul kuersetin. Kuersetin yang merupakan anggota flavonoid mudah terdekomposisi pada kondisi basa menjadi molekul-molekul sederhana. Molekul kuersetin yang terdekomposisi tidak dapat meningkatkan respon arus pada saat pengukuran karena peluang mediasi analat dan elektrode juga menurun. Kondisi pH lebih rendah dari 6 mengakibatkan kuersetin pada permukaan elektrode terprotonasi sehingga menyebabkan kuersetin yang terdapat pada permukaan elektrode terlarut ke dalam larutan sehingga elektrode tidak memberikan peningkatan intensitas arus pada saat pengukuran.

Pengaruh Laju payar

Pengaruh laju payar terhadap voltammogram yang dihasilkan dianalisis untuk mengetahui proses yang terjadi pada permukaan elektrode dan juga untuk mengetahui sensitivitas pengukuran pada berbagai variasi laju payar (Lampiran 3). Hubungan antara laju payar dan tinggi arus puncak adalah linear mengikuti persamaan Ipc=1.1646v1/2-3.3798 dengan koefisien determinasi 0.9924 dan

Ipa=0.4921v1/2+0.9741 dengan koefisien determinasi 0.9787. Ipa (µA) adalah

intensitas arus puncak anodik atau oksidasi, Ipc (µA) adalah intensitas arus puncak

katodik atau reduksi, dan v (mV s-1)1/2 adalah laju payar. Voltammogram siklik pada Gambar 6 menunjukkan bahwa puncak oksidasi 1 (a1) tidak tergantung pada laju payar sementara puncak oksidasi 2 (a2) menjadi lebih teramati seiring meningkatnya laju payar. Laju payar 10 mV s-1 hanya menghasilkan satu puncak oksidasi sementara pada laju payar 60 mV s-1 dan selanjutnya proses transfer muatan kedua lebih mudah teramati. Hasil dari voltammogram siklik ini menunjukkan bahwa puncak oksidasi kedua tergantung pada skala waktu pengukuran. Menurut Timbola (2006), profil voltammogram siklik dengan perubahan laju payar menunjukkan terjadinya suatu reaksi kimia homogen berdasarkan proses transfer muatan.

Gambar 6 Voltammogram CuCl2 4 mM dalam NaCl 0.1 M pada berbagai laju

payar

(19)

10

Gambar 7 Hubungan akar laju payar (v1/2) vs intensitas arus puncak (ip)

Berdasarkan persamaan Randles-Ševčik, dimana intensitas arus puncak yang dihasilkan proporsional dengan konsentrasi larutan dan meningkat seiring kenaikan akar kuadrat dari laju payar maka proses pada elektrode melibatkan proses difusi. Kuersetin yang dicampurkan ke dalam pasta karbon terdapat pada permukaan elektrode dan tersebar secara merata. Cu(II) kemudian akan terdifusi di permukaan pasta karbon dan bereaksi dengan kuersetin sehingga meningkatkan sensitivitas pengukuran. Semakin banyak Cu(II) yang berdifusi dengan kuersetin maka semakin tinggi intensitas arus puncak yang dihasilkan.

Linearitas Pengukuran dengan Voltammetri Siklik

Kurva kalibrasi dibuat untuk mengetahui respon linear elektrode terhadap pengukuran menggunakan voltammetri siklik. Konsentrasi Cu(II) berbanding lurus dengan intensitas pasangan arus puncak reduksi oksidasi pada selang konsentrasi 2–10 mM (Gambar 8). Hubungan linearitas antara konsentrasi CuCl2

pada selang 2–10 mM dengan intensitas arus puncak anodik (Lampiran 4) mengikuti persamaan Ipa = 3.2229c-6.7447 dengan koefisien determinasi 0.989

dan dengan intensitas arus puncak katodik mengikuti persamaan Ipc=0.7058c+0.5354 dengan koefisien determinasi 0.995 (Lampiran 4).

(20)

11

Gambar 9 Hubungan konsentrasi CuCl2 dengan intensitas arus puncak (ip)

Penentuan Waktu dan Potensial Prekonsentrasi

Potensial prekonsentrasi dipilih dengan rentang yang lebih negatif dari nilai potensial setengah puncak Cu(II). Menurut Wang (2006), potensial prekonsentrasi yang dipilih adalah lebih negatif 0.3–0.5 V dari potensial standar ion yang paling mudah direduksi dari larutan sampel dan diluar selang potensial payar. Larutan CuCl2 0.05 mM dalam NaCl 0.1 M diukur dengan teknik voltammetri lucutan

anodik dengan potensial prekonsentrasi open circuit dan selang -600– -800 mV

dengan waktu prekonsentrasi 20–100 detik (Lampiran 5). Potensial prekonsentrasi adalah potensial saat analat terakumulasi atau terdeposisi pada permukaan

(21)

12

elektrode kerja, sedangkan waktu prekonsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan agar analat dapat terdeposisi maksimum di permukaan elektrode kerja.

Gambar 10 memperlihatkan bahwa pada selang potensial 0 mV (open circuit) hingga -800 mV terjadi tren peningkatan arus puncak ke arah potensial

prekonsentrasi yang lebih negatif bersamaan dengan meningkatnya waktu prekonsentrasi hingga 80 detik. Arus puncak mengalami penurunan pada waktu prekonsentrasi 100 detik pada semua potensial prekonsentrasi. Secara teori, semakin lama waktu prekonsentrasi maka semakin banyak analat yang terakumulasi pada permukaan elektrode kerja sehingga pada tahap pelucutan akan dihasilkan arus yang besar (Lampiran 6). Penurunan intensitas arus puncak pada waktu prekonsentrasi 100 detik dapat disebabkan karena terjadinya kejenuhan pada permukaan elektrode sehingga pada saat pelucutan tidak semua analat terlepas dari permukaan elektrode yang mengakibatkan arus puncak yang dihasilkan kecil. Oleh karena itu waktu 80 detik dipilih sebagai waktu prekonsentrasi optimum dan potensial prekonsentrasi -600 mV sebagai potensial prekonsentrasi optimum pengukuran.

Gambar 10 Kurva hubungan waktu prekonsentrasi vs arus puncak (ip)

Linearitas Pengukuran dengan Voltammetri Lucutan

Kondisi optimum untuk pengukuran menggunakan teknik voltammetri lucutan telah diperoleh, yaitu dengan elektrode Q5, larutan elektrolit NaCl pH6, waktu prekonsentrasi 80 detik, dan potensial prekonsentrasi -600 mV. Kondisi ini kemudian diaplikasikan pada larutan CuCl2 0.2 mM–1 mM dalam NaCl 0.1 M pH

6 dengan selang potensial -0.5–1.0 V dengan laju payar 100 mV s-1. Hasil pengukuran ditunjukkan oleh Gambar 12.

(22)

13

Gambar 11 Voltammogram pengukuran larutan CuCl2 pada berbagai konsentrasi

dalam NaCl 0.1 M dengan teknik voltammetri lucutan

Hasil pengukuran (Gambar 11) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan intensitas arus puncak seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan pada potensial dan waktu prekonsentrasi yang diberikan. Hubungan linearitas antara konsentrasi CuCl2 pada selang 0.2–0.8 mM dengan intensitas arus puncak

mengikuti persamaan regresi linear Ip=2.696c+1.780 dengan koefisien determinasi

0.983. Intensitas arus semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi larutan (Lampiran 7).

Gambar 12 Kurva hubungan konsentrasi larutan CuCl2 dengan intensitas arus

(23)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pengukuran voltammetri siklik terhadap ion tembaga(II) optimum dalam elektrolit NaCl 0.1 M pH 6 menggunakan elektrode termodifikasi kuersetin 5%. Pengukuran menghasilkan 2 pasang puncak reduksi-oksidasi yang merupakan reaksi dengan sistem quasireversibel. Peningkatan intensitas arus puncak terjadi pada elektrode termodifikasi kuersetin sebesar 12 kali lipat dibandingkan dengan elektrode pasta karbon. Voltammogram siklik pada selang konsentrasi CuCl2 2–10

mM menghasilkan koefisien determinasi sebesar 0.995. Voltammogram lucutan anodik menghasilkan waktu dan potensial prekonsentrasi optimum berturut-turut 80 detik dan -600 mV dengan linearitas pengukuran pada selang konsentrasi CuCl2 0.2–0.8 mM menghasilkan koefisien determinasi sebesar 0.989.

Saran

Larutan CuCl2 dalam elektrolit pendukung perlu dianalisis untuk

mengetahui apakah ada unsur Cu yang terendapkan selama pengukuran. Pemilihan larutan elektrolit pendukung yang sesuai dengan analat perlu dilakukan sebelum pengukuran dalam teknik voltammetri. Selain itu perlu dilakukan analisis voltammetri siklik dengan pemayaran terbalik (arah katodik).

DAFTAR PUSTAKA

Alemu H, Chandravanshi BS. 1998. Differential pulse anodic stripping voltammetric determination of copper(II) with N-phenylcinamohydroxamic

acid modified carbon paste electrodes. Anal Chim Acta 368: 165-173.

Álvarez-Diduk R et al. 2009. Electrochemical characterization of quercetin in

aqueous solution. ECS Transaction 20: 115-122.doi:10.1149/1.3268378.

Alvarez MJG, Garcia MED, Sanz-Medel A. 1989. The complexation of Cr(III) and Cr (VI) with flavones in micellar media and its use for spectrophotometric determination of chromium. Talanta 36: 919-923.

Beltagi AM, Ghoneim EM, Ghoneim MM. 2011. Simultaneous determination of cadmium(II), lead(II), copper(II), and mercury(II) by square-wave anodic stripping voltammetry at a montmorillonite-calcium modified carbon paste electrode. Environ Anal Chem 91(1): 17-32.doi:10.1080/030673109029625

77.

Bret AMO, Ghica ME. 2003. Electrochemical oxidation of quercetin.

(24)

15

Hanifah F. 2011. Nanomagnetit sebagai peningkat sensitivitas elektrode pasta karbon dalam analisis iodide secara voltammetri siklik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill.

Janegitz BC, Marcolino LH Jr, Campana-Filho SP, Faria RC, Fatibello-Filho O. 2009. Anodic stripping voltammetric determination of copper(II) using a functionalized carbon nanotube paste electrode modified with crosslinked chitosan. Sensors and Actuators 142: 260-266.doi:10.1016/j.snb.209.08.033

Miean KH, Mohamed S. 2001. Flavonoid (Myricetin, quercetin, kaempferol, luteolin, and apigenin) content of edible tropical plant. J Agri Food Chem

49: 3106-3112.

Rouessac F, Rouessac A. 2007. Chemical Analysis Modern Instrumentation

Methods and Techniques Second Edition. Paris: Wiley.

Scholz F, editor. 2010. Electroanalytical Methods Guide to Experiments and Applications. Ed ke-2. Heidelberg: Springer.

Sriyani. 2008. Aktivitas ekstrak kloroform daun Dewandaru (Eugenia uniflora)

sebagai agen pengkelat logam Fe dan penangkap Malonaldehida (MDA) [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Shestivska V et al. 2011. Investigation of the antioxidant properties of

metallothionein in transgenic tobacco plants using voltammetry at a carbon paste electrode. Int J Elechem Sci 6: 2869-2883.

Timbola AK, Souza CD, Giacomelli C, Spinelli A. 2006. Electrochemical oxidation of quercetin in hydro-alcoholic solution. J Braz Chem Soc 17(1):

139-148.

Walcarius A, Despas J, Bessiere. 1999. Selective monitoring of Cu(II) species using a silica modified carbon paste electrode. Anal Chim Acta 385: 79-89.

Wang J. 2006. Analytical Electrochemistry. Third Edition. New York: Willey.

Xia F, Zhang X, Zhou C, Sun D, Dong Y, Liu Z. 2010. Simultaneous determination of copper, lead, and cadmium at hexagonal mesoporous silica immobilized quercetin modified carbon paste electrode. J Auto Met Chem

10: 1-6.doi:10.1155/2010/824197.

Yanping C, Changzu Y, Wei Z, Oyama M, Wenhong P, Yanqiong Z, Jingdong Z. 2007. Three dimensional monolayer of 3-Mercaptopropionic Acid assembled on gold nanoparticles for electrochemical determination of trace Cu(II). Anal Lett 40: 2151-2160.doi:10.1080/00032710701566750.

Yüce M, Nazir H, Dönmez G. 2010. A voltammetric Rhodotorula mucilaginosa

modified biosensor for Cu(II) determination. Bioelechem 79: 66-70.

doi:10.1016/j.bioelechem.2009.11.003.

Zhihua W, Xiaole L, Jianming Y, Yaxin Q, Xiaoquan L. 2011. Copper(II) determination by using carbon paste electrode modified with molecularly imprinted polymer. Electrochim Acta 58: 750-756.doi:10.1016/j.electacta.

(25)

16

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Pembuatan EPK Termodifikasi

Q5 Q10 Q20

pH Optimum

Linearitas Voltammetri

Lucutan Pengaruh

Laju Payar

Waktu dan Potensial Prekonsentrasi Linearitas

Voltammetri Siklik

(26)

17

Lampiran 2 Nilai pH dan arus puncak anodik

pH ip (µA)

3 7.88

4 10.32

5 11.91

6 12.11

7 11.58

8 7.43

Lampiran 3 Nilai laju payar (v) dan nilai intensitas arus puncak (ip)

v v1/2 arus puncak (µA) (mV s-1) (mV s-1)1/2 anodik katodik

10 3.1623 2.1830 0.9903 20 4.4721 3.2715 1.8819 40 6.3246 4.5402 3.6277 60 7.7460 4.8963 5.2191 80 8.9443 5.3940 6.6421 100 10.0000 5.6257 7.8972 120 10.9545 6.1969 9.1063 140 11.8322 6.8189 10.7347 160 12.6491 7.2803 12.0903

Lampiran 4 Data linearitas arus puncak terhadap konsentrasi CuCl2

Konsentrasi arus puncak (µA)

CuCl2 (mM) katodik anodik

(27)

18

Lampiran 5 Voltamogram lucutan anodik untuk penentuan potensial dan waktu

prekonsentrasi optimum

20 detik, 40 detik, 60 detik, 80 detik, 100detik

Open circuit (A), -600 mV (B), -700 mV, dan -800 mV

(A)

(B)

(C)

(28)

19

Lampiran 6 Data arus puncak pada pengukuran voltametri lucutan

Potensial (mV) Waktu (detik) ipa (µA)

20 2.98 40 3.83

0 60 6.32

80 6.39 100 3.63

20 4.02

40 4.54 -600 60 8.55 80 9.71 100 6.96

20 6.05

40 6.55 -700 60 9.08 80 6.93 100 5.99 20 5.07 40 5.48 -800 60 9.41 80 9.58 100 4.08

Lampiran 7 Arus puncak CuCl2 pada berbagai konsentrasi pada pengukuran

voltametri lucutan

CuCl2 (mM) ip (µA)

(29)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 8 Oktober 1990 dari Ayah Motri dan Ibu Netra Armaili. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan studi di SMA 1 Barunawati pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

TABEL vi
TABEL
Gambar 2  Voltammogram siklik CuCl2 6 mM dalam NaCl 0.1 M (pH 6) dengan berbagai elektrode
Gambar 4  Voltammogram siklik CuCl2 6 mM dalam NaCl 0.1 M (pH 6) dengan elektrode pasta karbon (EPK) dan elektrode pasta karbon termodifikasi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Uang Beredar memiliki hubungan yang berlawanan arah (negative) dengan suku bunga. Jika JUB tinggi maka pada saat itu suku bunga rendah sehingga masyarakat

View publication stats View

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang Tahun 2012, h.. Klinometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur

Menurut Astawan (1999), tepung terigu memiliki kemampuan untuk membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan mie

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga mencerminkan semakin besarnya kebutuhan layanan jasa pemerintah, sehingga dibutuhkan anggaran pemerintah yang semakin besar pula (Mahyuddin,

Berdasarkan rumusan masalah dan permasalahan pembelajaran yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka peneliti akan menerapkan penggunaan bahan alam sebagai media

ANALISIS PENGELOLAAN LINEN KOTOR DI UNIT LAUNDRY RUMAH SAKIT PERMATA MEDIKA SEMARANG TAHUN

- Sosialisasi dan asistensi daerah terkait UU No 17 Tahun 2014 tentang Desa dilakukan oleh LSM dan perguruan tinggi, namun pemerintah belum melaksanakan secara